Anda di halaman 1dari 26

BAB I

TORAKS
1.1 Pendahuluan
Sejarah manusia yang dipenuhi dengan pertikaian dan perperangan banyak sekali
kejadian dalam sejarah manusia yang menyebabkan terjadinya trauma pada toraks manusia.
Meskipun begitu kejadian kejadian tersebut lah yang justru mendorong perkembangan ilmu
bedah toraks dengan pesatnya. Diantranya seperti teknik drainase empyema Beulau, insuflasi
udara intratrakeal dari Northrup, prinsip ruang bertekanan negatif dan positif dari Sauerbruch
dan Brauer dan lain-lainnya.
Pembukaan rongga toraks sebenarnya sudah dijelaskan dari jaman Hippocrates dimana
terdapat tindakan drainase empyema dimana dilakukan tindakan pemotongan costa ke tiga dan
pembuatan lubang pada dinding dada untuk mengeluarkan cairan berwarna putih. Dalam
perkembangannya tentu pembedahan toraks tidak dilakukan dengan lancar-lancar saja, tentu
terdapat masalah masalah dalam aspek pembedahan yang pada akhirnya diselesaikan oleh
tokoh tokoh dikemudian hari, baik dari aspek diagnostik, aspek pembedahan, hingga aspek
perawatan pasca dilakukannya pembedahan.
Aspek diagnostik meruapakan aspek yang penting karena dengan diagnostik yang baik
maka kita dapat menentukan tindakan pembedahan apa yang paling baik untuk dilakukan.
Dalam menentukan kelainan organik dan menegakkan diagnosis, diperlukan beberapa
pemeriksaan seperti:
• Radiologis
• Endoskopis
• Patologis dan Sitologis
• Faal Paru dan Jantung
• Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan Faal Paru seperti spirometri, bronkospirometri dan lainnya kita
dapat mengetahui apakah kelaianan yang terjadi pada pasien adalah kelainan obstruksi,
restriksi, atau gabungan.
Meskipun terdapat banyak sekali pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan kelainan organik paru, dalam keadaan akut/mendadak, dokter perlu mempersempit
aspek diagnostik dan memilih pemeriksaaan yang benar benar diperlukan dengan
mempertimbangakan faktor gejala klinis pasien seperti hanya dilakukan pemeriksaan
radiologis rontgen dada dan menyesuaikan hasil pemeriksaan tersebut dengan gejala klinis

1
yang muncul pada pasien. Hal ini sangatlah penting untuk dipahami oleh dokter dalam
memperhatikan Aspek Diagnostik pada pasien.
Dalam aspek prapembedahan merupakan aspek yang tidak luput pentingnya.
Kenyataan yang ada sebelum kita melakukan pembedahan pada pasien sering kali terdapat
gangguan faal paru yang dapat menyulitkan kita dalam melakukan pembedahaan. Oleh karena
itu, dilakukan persiapan pembedahan seperti penggunaan bronkodilator dan tindakan tindakan
prabedah lainnya untuk mengatasi gangguan gangguan faal tersebut.
Aspek berikutnya adalah aspek teknik pembedahaan yang tentu sangat penting dalam
melakukan pembedaahan. Baik dari sarana ruangan bedah dimana diperlukan ruangan dengan
ukuran yang cukup untuk meletakkan alat, ruangan yang aseptik, meja bedah yang depat
digerakakan sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan, hingga instrument pembedahan yang
memadai. Tidak lupa teknik pembedahaan juga sangatlah penting dalam melakukan
pembedahaan, seorang ahli bedah harus ingat bahwa tindakan yang dilakukan harus sesuai
dengan “terminologi fungsi”, menghindari pendarahan masif, melakukan penutupan lapis demi
lapis, dan tentunya melakukan pembedahan dengan kepala dingin.
Setelah dilakukan pembedahan tidak lupa aspek perawatan pasca bedah merupakan hal
yang penting. Yang mencangkup perawatan pasca bedah umumnya adalah perawatan 4-5 hari
pasca pembedahan. Meskipun umumnya tidak terjadi komplikasi dalam 48 jam pascabedah,
kita tetap perlu merawat pasien dengan baik dalam waktu gawat tersebut. Baiknya, perawatan
pasca pembedahan dilakukan di ruangan intensif (ICU/ROI) atau ruangan biasa dengan
fasilitias seperti pompa hisap, oksigen, monitor elektrik, respirator, alat bedah minor, dan
tempatnya diawasi oleh perawat yang ahli dalam perawatan intensif.
Setelah dilakukan pembedahan, sering kali pembedahan yang dilakukan menyebabkan
terjadinya trauma pembedahan. Pada penderita yang muda dengan faal paru yang baik pra
operasi, umumnya faal paru pasien akan dapat kembali semula dengan baik. Namun begitu,
pada penderita dengan faal paru yang tidak baik sebelum dilakukan pembedahan, umumnya
perlu dilakukan rehabilitasi pasca dilakukannya pembedahan.

1.2 Anatomi Bedah dan Fisiologi Pernafasan


1.2.1 Anatomi Toraks
Toraks terdiri atas bagian tubuh yang meliputi kulit regio torakalis dengan
otot/muskulus yang
mengelilingi rongga toraks dengan vertebra torakal, tulang tulang rusuk, sternum, dan
jaringan

2
ikatnya serta semua organ tubuh di dalamnya.
Batas rongga toraks :
• Inferior : diafragma
• Superior : regio colli/leher, batas atas insisura jugularis di tengah, dan bahu di
kanan dan kiri
Rongga toraks terdiri dari dua bagian utama :
▪ Paru-paru
▪ Mediastinum : dibagi menjadi superior-anterior, medius, dan posterior
1.2.2 Dinding Toraks
Terdiri dari :
1. Kosta
2. Otot-otot dinding toraks
1.2.3 Proses Pernafasan
Dalam bernafas dapat dibagi menjadi 2 proses yaitu inspirasi dan ekspirasi
• Inspirasi adalah proses aktif dimana terjadi kontraksi otot otot interkosta yang
menyebabkan mengembangnya rongga thoraks, proses tersebut menyebabkan
meningkatnya tekanan negative yang menyebabkan udara masuk ke paru paru
• Ekspirasi adalah proses passive dimana terjadi relaksasi dari otot otot interkosta
sehingga mengecilkan volumenya yang menyebabkan udara keluar dari paru paru
Fungsi dari Pernafasan itu sendiri adalah:
• Ventilasi : Masuk keluarnya udara dengan proses inspirasi dan ekspirasi
• Distribusi : Menyebarnya udara yang masuk hingga ke alveoli
• Difusi : Pertukaran oksigen dan karbon dioksida melalui membrane
semipermeable
• Perfusi : Darah pada pembuluh kapiler meratakan pembagian oksigen yang
cukup untuk menghidupi jaringan tubuh

1.3 Trauma Toraks


1.3.1 Patofisiologi, Mekanisme dan Manajemen Trauma pada Toraks
Dalam keadaan yang normal, ventilasi pada distribusi yang baik, selalu seimbang
dengan perfusi.
Gangguan ventilasi dan perfusi selalu timbul pada keadaan mendadak pada toraks.
• Kondisi ventilasi tanpa perfusi disebut dead space (ruang mati)

3
• Kondisi perfusi tanpa ventilasi disebut shunting. Biasa terjadi pada alveoli yang
kempis.
Patofisiologi trauma pada toraks
Terdapat beberapa proses patofisiologi trauma pada toraks yaitu:
1. Pneumotoraks
Terbukanya dinding dada karena trauma yang menyebabkan tekanan negative pad
toraks akan menyedot udara masuk melalui pembukaan tersebut dan menyebabkan
terjadinya kolaps.
a. Open pneumotoraks : Terdapat tanda khas dimana udara yang bisa keluar
masuk melalui pembukaan atau sering disebut “sucking wound”.
b. Tension Pneumotoraks : Bila udara yang masuk tidak dapat keluar karena
luka menjadi seperti klep. Maka dalam waktu cepat, udara akan makin
terakumulasi dan menekan mediastinum ke arah kontralateral. Keadaan ini
sangat cepat memperjelek fungsi pernapasan. Harus dilakukan tindakan segera
untuk membuat tensi pneumotoraks menjadi open pneumotoraks, yaitu dengan
drainase intratorakal.
c. Closed Pneumotoraks : Bila karena suatu hal, hanya pleura visceralis yang
robek (misalnya pecahnya bulla emfisema karena batuk, atau trauma tumpul
yang menyebabkan patah tulang iga yang fragmennya menusuk paru), maka
udara pernapasan masuk ke rongga intrapleura. Hal ini terjadi pada dinding
toraks tertutup.
2. Emfisema Mediastinum
Terdapat robekan pada bronkus atau percabangannya yang menyebabkan
munculnya akses untuk udara mengalir ke mediastinum
3. Flail Chest
Terjadi gangguan dalam gerak nafas yang disebabkan oleh fraktur costae yang
multiple dan segmental, sehingga menyebabkan:
• Flail chest : bergeraknya satu segmen rongga dada berlawanan dengan gerakan
napas (gerakan paradoksal). Pada gerakan inspirasi akan terdorong masuk,
pada ekspirasi akan tergeser keluar.
• Mediastinal flutter : mediastinum bergerak hebat mengikuti gerakan napas ke
kiri dan ke kanan. Dapat mengakibatkan gangguan pada venous return dan

4
sistem vena cava, pengurangan cardiac output dan terjadi gangguan
hemodinamik.
4. Hematotoraks
Munculnya penumpukan darah dalam rongga toraks karena robekan pada
pembuluh darah pada cavum toraks. Darah yang terakumulasi pada paru akan
mengisi cavum toraks dan mendorong paru sehingga terdesak dan menghambat
proses pengembangan paru Ketika bernafas. Selain itu, karena terjadi perdarahan
maka akan dapat menyebabkan anemia yang menyebabkan gangguan pada peruse
sehingga menganggu transportasi oksigen. Diagnsosis pada hematotoraks
dilakukan berdasarkan klinis pasien baru kemudian dilakukan pungsi untuk
mengevakuasi paru, barulah dapat dilakukan pemeriksaan foto dan lab.
5. Tamponade Perikardium/Tamponade Jantung
Terkumpulnya darah dalam rongga perikardium karena trauma pada jantung akan
mendesak jantung yang akan menyebabkan kegagalan hemodinamik (tekanan
darah menurun dan nadi yang cepat dan paradoks dengan pernapasan).

Trauma toraks dapat dibagi berdasarkan makanisme dari trauma yang terjadi yaitu
trauma tumpul dan tajam; trauma tembuh dan tidak tembus.
Trauma akibat trauma tumpul:
• Patah tulang iga: tungga;, ganda, dengan toraks instabil: flail chest
• Pneumotoraks
• Hematotoraks
• Kombinasi dari gangguan diatas
• Memar paru-paru (parenchymal bleeding, contusion pulmonum)
Trauma tajam:
• Terjadi seperti pada akibat trauma tumpul
• Waspada hematotoraks masif atau perlukaan pada jantung/taponade pericardium
• Bisa terjadi luka tembus mediastinum bilateral
• Resusitasi ABC mendahului pemberian cairan/koloid sambal membebaskan A &
B, waspada hipoksia otak karena anemia dan kekurangan pasokan oksigen A-B
• Perhartian: trauma tembak adalah termasuk trauma tembus: perhatikan luka masuk
dan kuluar, bila luka lebih lebar, maka dapat diduga terjadi perlukaan paru yang
hebat

5
Tindakan tindakan bedah dasar yang dapat dilakukan dalam melakukan
penyelamatan trauma toraks
Ketika kita menemukan trauma toraks dan harus menghadapinya, harus dilakukan
beberapa Tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa pasien. Tindakan yang dapat
dilakukan pada pasien yang datang dengan pneumotoraks tensi meliputi:
1) Pemasangan kontra ventil: Ambil jarum pendek yang besar. Sambungkan
pangkalnya dengan potongan ujung sarung tangan (jari), ikat yang erat, buat sayatan
pada ujung sarung tangan tadi. Tusukkan jarum tersebut ke rongga toraks yang
mengalami pneumotoraks tensi (jangan keliru sisanya), kira-kira di daerah linea
axillaris depan(penderitaberbaring). Bila memang suatu tensi pneumotoraks maka
akan menyemprot udara keluar dan potongan sarung tangan akan segera
berkembang kempis sesaui dengan pernafasan, keadaan penderita akan tampak
lebih lapang. Segera dibuat diagnosis kerja untuk penentuan tindakan selanjutnya.
Tersedia pula suatu klep disposable dengan nama Heimlich valve.
2) Pemasangan dren toraks: diperlukan pada keadaan pneuotoraks dan
hematotoraks, serta kasus non trauma dengan efusi pleura dan emfisema toraksis.
3) Pungsi pericardium: dilakukan bila terdapat tamponade pericardium melalui titik
Larrey ke arah titik tengah klavikula kiri.
4) Pemasangan dren mediastinum dan/atau insisi multiple: dilakukan pada
emfisema mediastinum dan emfisema subkutis untuk mengurangi progesivitas
emfisema yang memberikan gejala sesak atau penekana pada dada/leher.
1.3.2 Trauma Jantung
• Hipertensi
Penyebab : 1) cari pada sistem SSP : edema papil mata; 2) gagal jantung kiri : lihat
di ECG, iskemia/infark miokard; 3) faal ginjal : lihat BUN/SK; 4) adanya aneurisma
torakal, abdominal : nyeri dada belakang atau nyeri abdominal yang tidak spesifik.
Tindakan : CT scan kepala, observasi tanda vital, kesadaran, obat, stabilisasi
keadaan umum. Obat : nitrat, hydralazine, nifedipine, fentolamin, diuretika, ace
inhibitor. –
• Sindroma Koroner Akut
Terdiri dari : 1) STEMI 2) NSTEMI 3) Unstable angina

6
1.4 Penyakit Infeksi Paru
• Abses paru : jaringan paru yang nekrosis dengan pembentukan nanah/pus disebabkan
infeksi mikroba. Secara radiologis biasanya ditemukan gambaran air fluid level .
Etiologi : riwayat aspirasi , kelainan esophagus.
Faktor risiko : hygiene buruk, keadaan immunocompromised
Lokasi tersering : segmen posterior lobus superior dan segmen superior lobus inferior
• Empiema toraksis : adanya nanah di rongga pleura, biasa dikarenakan infeksi paru →
pleuritis eksudatif → supurasi.
3 Fase : fase Eksudatif, fase Fibrinopurulen, fase Organisasi (schwarte)
• Infeksi jamur
Jamur oportunistik . Banyak pada pasien immunocompromised (HIV-AIDS),
penggunaan terapi immunosupresif.
Contoh : Aspergilosis, aspergiloma
• TBC
Infeksi yang disebabkan Mycobacterium sp. Klinis: batuk produktif, Demam, keringat
malam, anoreksia, penurunan berat bada, hemoptosis (erosi endobronkial atau pecahnya
pembuluh darah dinding kavitas). Foto toraks: infiltrate pada segmen paru apical.
Pemeriksaan prabedah: sputum pagi selama 3 hari (BTA +), tes Gafky, tes
Mantoux/tuberculin, foto toraks (infiltrate, hilar adenopati, nodul multiple, kavitas,
finrosis-kalsifikasi, atelectasis) dan faal paru.

Penatalaksanaan
1) Medikamentosa: OAT atau injeksi anti TBC.
2) Bedah. Indikasinya:
a. Diagnostik dari lesi paru yang tidak diketahui etiologinya
b. TB resisten dengan lesi pari yang terbatas
c. Kavitas paru (kaverne)
d. Sputum positif (Gafky tidak pernah bisa negative)
e. Destroyed lobe atau destroyed lung (gangrene, nekrosis)
f. Hemoptosis massif
g. Fistula bronkopleural yang persisten pasca drainase toraks
h. Stenosis bronkus
i. TBC dengan infeksi sekunder Asprgillosis

7
j. Terjadi komplikasi terhadap pembedahan sebelumnya

Teknik pembedahan
1. Dekortikasi: peeling jaringan fibrosa tebal (pleural peel, schwarte) sehingga paru
mengembang dan terjadi obliterasi rongga pleura (tanpa adanya pneumotoraks).
2. Torakoplasti: collapsetherapy yang bertujuan untuk mengobliterasi rongga pleura.

8
BAB II
JANTUNG
2.1 Anatomi Bedah
Anatomi
Jantung terdiri atas otot polos yang berdenyut volunteer/reflex.
Faal Jantung
Terdiri dari empat ruangan : dua ventrikel, dan dua atrium. Kanan dan kiri. Bilik jantung
kanan memompa dara vena yang berasal dari vena cava superior dan inferior melewati katup
tricuspid ke bilik kanan → katup pulmonal → arteri pulmonalis → paru →vena pulmonalis
→ atrium kiri → katub mitral → bilik kiri → dipompa ke aorta saat fase sistolik
Struktur luar jantung :
• Aurikel
• Sulkus koronarius : sinus koronarius
• Sulkus interventrikularis anterior : pembuluh coroner
• Sulkus interventrikularis posterior : pembuluh coroner
Konduksi elektrik jantung :
• SA node : pembuat ritme sinus, letak di atrium kanan
• AV node : katub tricuspid, sebagai pintu masuk konduksi listrik ke ventrikel
• Bundle His : jalur listrik tempat impuls listrik meninggalkan AV node. Terbagi dua,
kanan dan kiri yang nantinya akan masuk ke septum interventrikularis kearah apeks
jantung
• Bundle cabang kanan dan kiri
• Serabut purkinje

Sirkulasi fetal :
Bayi dalam kandungan mendapat aliran darah ibu dari plasenta melalui vena umbilicalis,
karena fungsi paru-paru masih belum ada, sehingga jantung fetus akan memompa darah ke
arah tubuh terutama kepala dan sangat sedikit ke paru-paru.
Darah arterial melalui vena umbilicalis → vena hepato umbilicalis → atrium kanan →
foramen ovale → atrium kiri → ventrikel kiri → aorta.
Darah dari paru → arteri pulmonalis → atrium kiri →ventrikel kiri
Jantung bayi berfungsi sejak minggu ke – 15. Pembentukannya selesai pada minggu ke -6

9
2.2 Patofisiologi Kelainan Jantung
2.2.1 Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Penyakit jantung bawaan dapat dibagi berdasarkan adanya kebiruan (sianotik) atau
tidak pada pasien
a. Non Sianotik
Penyakit jantung bawaan dimana tidak ada kebiruan atau non sianotik biasanya
memiliki gangguan dimana terdapat fistula sehingga darh pada jantung kiri
mengalir ke kanan
1. ASD
Terdapat satu hubungan antara kedua atrium melalui satu lubang pada septum
atrium. Berdasar lokalisasi pada septum, maka dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : 1)
Defek sinus venosus; 2) Defek septum sekundum, paling sering; 3) Defek
septum primum, kegagalan pertumbuhan endocardial cushion menyebabkan
terjadinya A-V-Canal. ASD sering baru ditemukan kebetulan pada usia lanjut.
Tekanan pada atrium kiri yang lebih tinggi daripada atrium kanan,
menyebabkan darah mengalir dari kiri ke kanan, yang berarti bertambah
sirkulasi darah di paru-paru. Bertambahnya volume di jantung kanan
menyebabkan dilatasi ventrikel kanan sehingga terjadi stenosis pulmonal
relatif. Sehingga terdengan murmur pada ICS II kiri. Bertambahnya sirkulasi
darah paru menyebabkan sklerosis pembuluh pulmonal hingga terjadi hipertensi
pulmonal dan menyebabkan pembalikan arus menjadi R to L shunt
(Eisenmenger syndrome). Pada kondisi ini, penutupan defek merupakan
kontraindikasi.
2. VSD
Merupakan defek pada sekat ventrikel. Tekanan di ventrikel kiri lebih besar
daripada di ventrikel kanan, oleh karena itu darah mengalir dari ventrikel kiri
ke ventrikel kanan, meningkatkan aliran darah ke sirkulasi pulmonal. Proses ini
menyebabkan peningkatan tekanan darah pulmonal, sehingga resistensi
vaskuler meningkat menyebabkan peningkatan aliran dan resistensi, sehingga
terjadi hipertensi pulmonal. Jika ini berlanjut, pembalikan saat ini dapat menjadi
R-L shunt (sindrom Eisenmenger). Dalam situasi ini, penutupan cacat
merupakan kontraindikasi. Pada VSD dapat terdengar pada auskultasi berupa
penurunan bising sistolik atau holosistolik pada ICS IV-V. Tekanan darah
pansistolik seringkali rendah.

10
3. PDA
Terjadi ketika duktus arteriosus prenatal tetap jelas selama periode postpartum.
Ketika bayi lahir seharusmya dapat menutup secara spontan. Biasanya, saluran
akan menutup 10-15 jam setelah lahir. Setelah 2-3 minggu, saluran tersebut
menutup sepenuhnya. 99% kasus baru tertutup dalam setahun. Penutupan dapat
dirangsang oleh obat yang mempengaruhi kontraksi otot ductus, seperti
kelompok endometasin, asetilkolin, dan bradikinin. Dalam kasus kelainan
jantung kompleks, penutupan duktus harus ditunda dengan pemberian infus
prostaglandin E1. Rontgen dada menunjukkan peningkatan aliran darah paru
(hipervaskular) - peningkatan pola bronkovaskular, terkadang disertai dengan
pembesaran jantung kanan dan atrium kiri. Auskultasi menunjukkan bising
sistolik-diastolik terus menerus (murmur terus menerus atau aliran udara di
dalam terowongan). Penunjang diagnosis digunakan ekokardiografi.
4. Obstruksi pada aliran darah:
Pulmonal Stenosis
• Obstruksi dari outflow tract kanan berupa stenosis dari katub
pulmonalis. Dibedakan menjadi : valvular, infundibular,supravalvular.
• Hambatan outflow tract kanan menyebabkan beban pada ventrikel
kanan sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan.
• Bila kerja ventrikel sudah terbiasa dengan adanya tekanan yang tinggi,
maka menghilangkan stenosis dengan pembedahan akan membawa
kenaikan tekanan pada sistem pulmonal, dan sering membawa
komplikasi yang tidak diinginkan (gagal jantung kanan, edema paru),
terutama pada usia lanjut.
• Gejala klinis : bunyi mumur sistolik pada ICS II depan kiri sternum.
Sering tidak menunjukkan gejala klinis yang khas
Aortic Stenosis
• Obstruksi outflow tract kiri. Dibagi dalam 3 bentuk : stenosis valvular,
subvalvular, supravalvular.
• Stenosis aorta dapat mengurangi curah jantung, sehingga tubuh
mengkompensasi dengan meningkatkan denyut jantung, menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri. Jika ini berlanjut, dapat menyebabkan
hipoksemia miokard dan kegagalan miokard.

11
• Bila terdapat insufisiensi miokard pada stenosis, maka dapat terjadi
peningkatan tekanan di ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan
di atrium kiri, yang meningkatkan tekanan darah
pulmonal. (dekompensasi ventrikel kiri).
• Derajat berat ringannya stenosis aorta dibagi atas besar kecilnya gradien
tekanan pada daerah katub aorta. 15
• Gejala klinis : pusing, pingsan saat kerja fisik, TD pasien normal. Secara
auskultatoris terdengar bising sistolis keras, crescendo pada ICS II
parasternal kanan.
• Indikasi pembedahan didasarkan adanya gejala klinis dan besarnya
gradient tekanan pada katu aorta. Penting apabila terdapat tanda-tanda
dekompensasi jantung kiri.
Koartasio Aorta
• Penyempitan segmen aorta di daerah isthmus aorta.
• Peredaran darah organ dari sebelah distal stenosis terganggu, sehingga
terbentuk kolateral secara massif
b. Sianotik
Penyakit jantung bawaan dimana terdapat kebiruan atau sianotik biasanya memiliki
gangguan dimana terdapat fistula sehingga darah pada jantung kanan yang kaya
karbon dioksida mengalir ke jantung kiri.
1. TOF
• Penyakit jantung bawaan yang terdiri dari: 1) VSD, 2) overriding aorta, 3)
Stenosis pulmonal, 4) Hipertrofi ventrikel kanan. Bila disertai ASD maka
disebut pentalogy fallot.
• TOF merupakan penyakit jantung bawaan yang sianotik dengan RL shunt.
Kelainan yang hanya VSD dan Stenosis pulmonal sering disebut Pink Fallot
atau TOF yang tidak sianotik.
• Penderita umumnya tidak mencapai umur tinggi, umur rata-rata yang dapat
dicapai adalah + 12 tahun. Sehingga pembedahan dilakukan secara dini
dengan jalan anastomosis arteria subclavia dengan arteri pulmonalis yang
dikenal dengan Blalock-Taussig Anastomosis.
• Masuknya darah vena ke dalam sirkulasi sistemik dapat menyebabkan
polisitemia akibat kekurangan oksigen dalam darah. Hal ini disertai dengan

12
peningkatan kadar hematokrit, yang menyebabkan kerusakan fisiologi
pembekuan darah. Akibatnya, terjadi hipoksemia pada salah satu club
finger.
• Selain sianosis, gejala utamanya adalah sesak napas saat bekerja dan anak
seringkali memiliki kebiasaan yang kuat yaitu jongkok. Rontgen dada
menunjukkan gambaran bootshaped. EKG menunjukkan hipertrofi
ventrikel kanan. Pada auskultasi, bising sistolik dapat terdengar pada katup
pulmonal, suatu tanda emboli pulmonal. Murmur sistolik sering terjadi pada
ICS III anterior dan sangat bergantung pada ukuran VSD. Diagnosis dibuat
dan dikonfirmasi dengan kateterisasi jantung atau ekokardiografi dan
angiografi. Teknik Pembedahan
• Blalock- Taussig-Anastomosis (BT shunt)
• Pott’s Anastomosis 16
• Waterston-Anastomosis
Koreksi total TOF
Prinsip
• Menutup VSD yang mengalami dislokasi posisi karena dekstroposisi
aorta
• Membuang stenosis infundibulum pulmonal atau stenosis valvular
pulmonal
• Melebarkan RVOT
Paliatif
Dilakukan pada kelainan jantung bawaan yang kompleks/ sianotik dan belum
bisa dilakukan koreksi total.
2. Transposition of the great vessel (TGA)
Suatu kondisi di mana aorta dan arteri koronernya berasal dari ventrikel kanan
sedangkan arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kiri. Anomali yang terkait
dengan ketidaksesuaian ventrikulo-arteri atau sering disebut d-TGA sering
diamati, yaitu. H. aorta terletak di kanan dan di depan. Istilah L-TGA bila aorta
berada di sebelah kiri belakang arteri pulmonalis. Apabila masih terdapat
hubungan antar sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal misalnya PDA, ASD,
VSD, maka bayi ini akan dapat bertahan dengan adanya sebagian darah arterial

13
yang mengalir ke tubuhnya. Pada foto toraks tampak bentukan telur digantung
tali.
Pembedahan paliatif:
• Teknik pembedahan Blalock-Hanlon
• Teknik sepstotomi balon (Rashkin)
Koreksi Total TGA (TGA sederhana)
• Teknik Arterial Switch Over
3. Tricuspid Atresia (TA)
4. Total anomalous pulmonary venous return (TAPVR)
5. Truncus Arteriosus
6. Hypoplastic left heart syndrome (HLH)
7. Pulmonary Atresia (PA)
8. Double Outlet Right Ventricle (DORV)

2.2.2 Penyakit Katub Jantung


Stenosis : katub tidak dapat membuka sempurna
Regurgitasi/insufisiensi : katub tidak dapat menutup sempurna
Penyakit Katub Aorta
• Aorta stenosis: afterload↑ → kerja ventrikel kiri↑ → hipertrofi ventrikel →
disfungsi ventrikel
• Aorta regurgitasi: darah secara retrograde melalui katub pada diastol → recoil
katub aorta. Pada diastol, terjadi pengisian balik → volume ventrikel kiri↑ →
dilatasi ventrikel kiri → hipertrofi ventrikel kiri → stroke volume↑ → gagal
kompensasi → disfungsi sistolik → gagal jantung
Terapi dilakukan dengan melakkukan penggantian katub aorta, percutaneus balloon
valvotomy, atau TAVI.
Penyakit Katub Mitral
Dapat didasari dengan keradangan endokard akibat demam reuma. Keradangan
Streptococcus yang biasanya menyerang tonsil, dapat menyebabkan keradangan kronis
pada endocardium yang menyebabkan kelainan jaringan ikat katub mitral. Terapi
dengan penggantian katub.

14
• Mitral stenosis: menyebabkan stasis darah di atrium kiri → terhambat ke paru →
hipertensi pulmonal → penyumbatan ventrikel kanan → hipertrofi jantung kanan.
Volume darah ventrikel kiri↓ → hipertrofi ventrikel kiri tanpa dilatasi
• Mitral regurgitasi: bisa akibat robeknya layar katub pada endokarditis, lepasnya
muskulus papilaris pada demam reuma, atau molornya jaringan katub pada
fibroelastosis.
Penyakit Katub Tricuspidal
• Tricuspid regurgitasi: kebocoran aliran darah dari ventrikel → hipertrofi dan
dilatasi
• atrium kanan → bendungan vena leher
• Tricuspid stenosis: jarang.
Pembedahan pada kelainan katub tricuspid umumnya bersama katub lain
(mitral/aorta).

2.2.3 Penyakit Jantung Koroner


Sumbatan atau penyumbatan arteria koronaria pada jantung. Trombosis dan emboli
nekrosis jaringan (infark miokard).
• Faktor resiko: hipertensi, DM, merokok, stress, diet tinggi kolesterol, kurang
olahraga
• Klinis angina pectoris = “rasa nyeri hebat pada daerah precordial yang menjalar
ke lengan kiri disertai rasa tertekan benda berat diseluruh toraks, serasa akan
mati”, gejala sering disertai gejala - gejala syok (berkeringat dingin, takikardi)
• Terapi : pembedahan (revaskularisasi miokard)
• Indikasi pembedahan :
o Indikasi klinis: gejala klinis yang berulang angina pectoris terutama
setelah satu kerja/beban, dan hasil penemuan pemeriksaan klinis (EKG,
CXR)
o Indikasi urgent: angina tidak stabil dan sejumlah faktor resiko yang sulit
menunggu penyembuhannya.
o Indikasi bedah akut/emergency: terjadinya keadaan robekan intima
pembuluh koronaria yang menimbulkan diseksi intima.

15
• Kontraindikasi pembedahannya adalah terdapat malignoma/ keganasan
inkurabel, sirosis hepatis pada fase dekompresi dan gagal ginjal kronis dengan
HD/ CPD rutin.

2.2.4 Kardiomiopati
Penyakit dari otot jantung (miokardium), disebut juga kardiomiopati hipertrofi yang
disebabkan
karena terjadinya mutasi dari satu gen di antara sekian banyak gen yang ada.
Secara umum dibedakan 3 macam :
3.1 Kardiomiopati dilatasi
Pembesaran bilik jantung dan terdapatnya fungsi sistolik dari salah satu atau kedua
buah bilik tersebut, terdepat ketebalan dinding ventrikel kiri yang normal dan tidak
terkait dengan hipertensi ataupun penyakit jantung sistemik.
3.2 Kardiomiopati Hipertrofi
Keadaan terdapat penebalan dari septum bilik jantung, yang menyebabkan
penyempitan LVOT hingga darah kurang dapat mengalir ke seluruh tubuh dengan
lancar. Ada gangguan fungsi elektrikal dan ventricular.
3.3 Kardiomiopati restriktif
Bila terdapat pengisian ventrikel yang tidak normal disertai disfungsi diastolik.

2.3 Pemacuan Jantung dan Bantuan Mekanik Jantung


2.3.1 Pemacuan Jantung (cardiac pacing)
Alat pacu jantung terdiri atas dua komponen yaitu :
o generator pulsa
o kabel pacu (pacemaker lead)

Indikasi pemacuan jantung adalah :


o bradikardia simptomatis ( < 50 denyut permenit)
o blockade jantung simptomatis
o sick sinus syndrome
o profilaksis
2.3.2 Bantuan Mekanik Jantung (Ventricular Assist Device)
Alat/ pompa yang dapat diimplantasikan sebagian atau seluruhnya, sementara atau
menetap, ke
16
dalam tubuh untuk membantu sirkulasi tubuh karena jantung dalam keadaan gagal
jantung.
o Macam Ventricular Assist Device:
o Bantuan mekanik jantung kiri (LVAD)
o Bantuan mekanik jantung kanan (RVAD)
o Bantuan biventricular (Bi VAD)
o Jantung artificial total (total artificial heart – TAH)

Indikasi pemasangan VAD :


Jembatan menuju transplantasi (bridging), memungkinkan penderita untuk rehabilitasi
dari gagal jantungnya, sambil menunggu donor
Jembatan menuju kesembuhan dengan cara:
o beban jantung dikurangi, hingga terjadi “remodeling jantung”
o bisa dipakai VAD jangka panjang

“Destination” therapy (DT) : sebagai tujuan akhir pengobatan (“jantung buatan")


o Menjadi alat pengganti jantung, bukan transplantasi
o Sebaik nya hanya untuk penderita yang memungkinkan akan mendapatkan
transplantasi jantung.

17
BAB III
VASKULAR

3.1 Dasar Kelainan Pembuluh Darah


a) Anatomi Dasar Pembuluh Darah
Lapisan pembuluh darah terdiri dari:
1. Tunika intima yang dilapisi endotel
2. Tunika media yaitu tempat otot polos
3. Tunika adventitia yaitu tempat serabut simpatis
Perbedaan dasar antara arteri dan vena adalah dalam pembuluh vena terdapat katub-
katub yang mencegah terjadinya aliran balik darah venous.
b) Fisiologi Dasar Aliran Darah
• Ahli fisika Bernoulli mengatakan setiap aliran cairan, ada upaya konservasi energi
untuk mempertahankan aliran tetap ada, yaitu: energi hambatan/friksi, dan energi
kinetic.
o Tekanan yang terkait dengan tekanan darah yang ada pembuluh darah.
o Gravitasi terkait dengan posisi seorang pasien (ortostatik atau tiduran)
o Friksi terkait dengan kelainan dinding pembuluh darah
o Energi kinetic terkait dengan hukum Newton
• Hukum Bernoulli disebutkan dalam suatu pembuluh darah silindris, maka jumlah
antara tekanan frontal dan tekanan samping adalh konstan (selalu sama) tetapi
tekanan ke samping kea rah dinding berbandng terbalik secara proporsional dengan
kecepatan alirannya.
• Bila ada area yang menyempit maka kecepatan aliran darah akan meningkat
sebanding pangkat dua beda radius pembuluh darah tersebut.
• Bila ada pelebaran pembuluh darah (aneurysma, vasodilatasi), maka tekanan darah
dapat berkurang atau menurun pada area tersebut.
• Hukum Laplace menyebutkan tegangan dinding berbanding lurus dengan radius
dinding dikalikan “shear stress” yaitu hasil tekanan terhadap dinding dan beda
tekanan intravasal dengan tekanan intramuralnya. Semakin rendah shear stress,
semakin mudah terjadi thrombosis sesuai dengan hukum Virchow (trias Virchow:
aliran darah, dinding dan komponen darah)

18
c) Rheologi
• Prinsip pengobatan hemorheology:
• Menaikkan fleksibilitas eritrosit, kemambuan eritrosit untuk lebih lentur
• hingga mudah mengalir dalam pembuluh darah yang diameternya kecil.
• Menurunkan viskositas plasma
• Menurunkan viskositas umum dari darah
• Menurunkan agregasi dari trombosit karena sifat adhesinya
- Obat hemorheology meliputi:
• Antiplatelet
• Antioksidan
• Inositol nicotinate (vasodilator, fibrinolitik)
• Cinnarizine
• Levocarnitine
• Prostaglandine
• Immunomodulator
3.2 Teknik Dasar Anastomosis Penjahitan Vaskular
- Alat Bedah Meliputi
• Klem atraumatic
• Protesis pembuluh darah
• Benang atraumatic dengan kode “round” atau “cardiovascular” pada jarumnya
• dengan tebal 2.0 sampai 6.0
• Alat instrument: DeBakey, Cooley, Satinsky, Crawford, Bulldog, Alligator
- Dasar Teknik Jahitan Vaskuler
• Alexis Carrel pada tahun 1903 menemukan Teknik jahitan jelujur kontinu untuk
arteri dan vena yang mempertemukan kedua sisi tunika intima dengan benang
tunggal.
• Untuk cegah perdarahan, dipakai klem Bulldog dan persiapan heparin 25 mg iv
bila akan mengeklem pembuluh darah dengan taksiran waktu lebih dari 1⁄2 jam.
• Jenis benang yang dipakai adalah benang yang tidak diserap seperti nylon yang
licin dan dapat mempererat jahitan.
• Cara rekonstruksi vaskuler dapat berupa: patch, interposisi, dan bypass.

19
3.3 Penyakit Arteria
a. Trauma Arteria
• Perlu dievaluasi:
o Bagaimana trauma tersebut terjadi
o Waktu terjadinya trauma sampai ketempat pengananan/IRD/UGD
o Adanya trauma di lain organ tubuh penderita.
• Langkah awal yang harus segera dilakukan pada setiap trauma vaskuler adalah:
menghentikan pendarahan atau hemostasis dengan melakukan bebat tekan atau
penekanan dengan tangan, atasi syok, gangguan aliran darah dan cegah emboli.
• Trauma arteria pada ekstremitas yang selalu pertimbangkan ketika menemui
trauma ekstremitas!
o Gejala klinik meliputi: hard signs yaitu hilangnya pulsasi perifer, rasa dingin
sampai nyeri di kulit ekstremitas, tampak perdarahan aktif, berkurangnya
kekuatan otot tungkai, hilang rasa/sensasi, perubahan warna kulit (facies
marmorata), dan mungkin teraba massa/hematom. Ada juga soft signs yang
meliputi terlihatnya senjata tajam/pisau/benda pada ekstremitas dan diduga
mengenai daerah arteri/ pembuluh darah.
o Diagnostik ditegakkan dengan arteriografi, doppler USG, pulse oximetry akral
ekstremitas.
o Tatalaksana awal yaitu penekanan pada area pendarahan.
o Indikasi intervensi bedah segera meliputi:
▪ Ada kerusakan intima berupa flap intima atau hematoma subintima
▪ Trauma vascular derajat III (rupture total arteri besar)
▪ Iskemia tungkai yang lebih dari 4-5 jam (maksimal 6 jam sebagai golden
period) dan tidak dapat ditunda karena menunggu prosedur arteriografi
• Trauma vascular disertai dengan trauma saraf dan tulang proses reperfusi dengan
melakukan tindakan rekonstruksi vascular harus dilakukan sebelum melakukan
tindakan ortopedik, dan setelah dilakukan tindakan ortopedik, maka anastomosis
pembuluh darah harus dicek kembali.
• Trauma pembuluh darah besar trauma pada aorta dan arteria subclavia atau
arteria innominate umumnya fatal karena terjadinya eksanguinasi dan shock
hemoragik yang ireversibel sebelum penderita mencapai rumah sakit. Temuan

20
radiologi pada kasus rupture aorta atau ateri innominate pada penderita tidak lethal
yaitu:
▪ Pelebaran mediastinum anterior
▪ Arcus aorta yang kabur
▪ Bila diintubasi, ada deviasi kea rah kanan dari trakea, pipa lambung atau
pipa intubasi, karena desakan hematoma dari robeknya kedua arteri
besar tersebut.
▪ Cabang utama bronkus akan tampak lebih turun
▪ Daerah apeks paru nampak sebagai gambaparan topi
▪ Hematotoraks kiri
▪ Pelebaran aorta
• Trauma vascular daerah pinggul dan pendarahan/ hematoma retroperitoneal,
lakukan pemberian cairan dan transfuse yang cukup, bila masih terus perdarahan,
maka harus dilakukan fiksasi eksternal dari fraktur pelvisnya dengan C-clamp.
• Trauma vena besar
• Sindroma kompartemen yaitu terjadinya pendarahan oleh trauma vascular pada
ekstremitas bawah sering menimbulkan kegangan dalam suatu kompartemen di
tungkai, karena tekanan dalam kompartemen tersebut melebihi tekanan vena yang
ada ditungkai. Akan berakibat iskemia otot dan saraf yang progresif dan dapat
terjadi mionekrosis dan kerusakan saraf. Diagnosis tegak dengan pengukuran
tekanan vena tungkai dan biollivertional doppler/ USG doppler. Tindakan bedah
berupa fasciotomy.
Gejala berupa:
• Berkurangnya sensai pada dorsum pedis
o Nyeri daerah betis pada dorsofleksi sendi pergelangan kaki
o Otot-otot betis yang mengeras/ kenyal dan nyeri tekan
o Hilang atau turunnya pulsasi daerah arteri distal
• Tatalaksana umum pada trauma vaskuler meliputi:
o Primary survey dan perhatikan local pendarahan
o Persiapan transfuse darah dan komponen darah menyesuaikan klinis dan
o laboratorium rutin
o Tanda-tanda iskemia perifer pada tungkai
o Tanda-tanda vital di evaluasi kembali

21
o Penghentian perdarahan akut dengan bebat tekan
b. Penyakit Arteria Perifer Oklusif
Disebabkan oleh arteriosclerosis dan atheroskleoris
1. Arterisklerosis
Penyakit degenerative berupa pengerasan dinding arteria dimana terdapat
kelainan pada tunika intima dari arteria yang kompleks, terdiri dari
penyumbatan setempat dari lipid, karbohidrat, darah dan komponen darah,
jaringan ikat, pengendapat kapur (kalsium) dengan diikuti kelainan dari tunica
media dari arteria.
2. Arteritis
Adalah proses keradangan pada dinding arteria yang menyebabkan penebalan
dari dinding dan juga akan memberi sumbatan arteria yang kronis. Etiologi
terkuatnya adalah rokok. Menurut penyelidikan Burger, arteritis dapat
ditemukan
pada:
• Laki-laki muda (< 30 tahun) perokok berat
• Ada iskemia jari kaki/tangan
• Ada flebitis migrans (tromboflebitis superfisialis)
• Tidak ada diabetes atau kelainan pembekuan darah
Berikut adalah arteritis non-spesifik:
• Penyakit Takayashu
• Eosinophil arteritis
• Inflammatory-arteriosclerosis
• Penyakit Raynaud
3. Tromboemboli
• Proses pembendungan dan kenaikan viskositas darah menyebabkan
thrombosis.
• Diagnosis berdasarkan:
o Gejala tidak spesifik
o Claudicatio intermittens (nyeri pada jarak jalan tertentu)
o Rest pain
o Nekrosis akral/ gangren
• Manajemen tromboemboli meliputi:

22
o Bedah vaskuler arteria perifer tungkai
o Bypass
o Bedah endovaskuler
o Terapi pembedahan palliative (non-rekonstruksi)
• Simpatektomi lumbo-dorsalis
• Simpatektomi thorakalis
3.4 Penyakit Aorta
A. Aorta Abdominalis
• Aneurysma aorta abdominalis
o Setiap pelebaran aorta abdominalis lebih dari 3 cm
o Gejala klinis AAA: nyeri perut kronis, menembus punggung, umumnya
dengan kolaps sirkulasi.
o Diagnosis: skrining dengan USG abdominal, CT-scan abdomen dengan
kontras, aortografi
o Penanganan: konservatif (jika diameter < 5.5 cm), operatif
3.5 Angiopati Diabetik
• Gangren kaki diabetic merupakan komplikasi yang gawat pada penderita diabetes
dengan keterkaitan penyakit vaskuler perifer.
• Penyebab kaki diabetic adalah neuropati, iskemia, dan infeksi pada kaki penderita
diabetes.
• Pemeriksaan dasar meliputi:
o Anamnesis: menderita penyakit diabetes, kegemukan, merokok, luka lama
o Pemeriksaan fisik: inspeksi kedalaman luka, luas luka, nekrosis jaringan kaki,
adanya fistula, deformitas tulang karena osteomyelitis, clavus, abses berisi
nanah dan pemeriksaan pulsasi dengan ABPI.
o Kriteria ulkus dapat menggunakan kriteria Wagner.
o Manajemen pembedahan: sasaran akhir adalah penutupan luka dan pencegahan
kekambuhan dari luka tersebut.
o Pengobatan di poliklinis: nekrotomi, mutilasi jari, osteomyoplasti, amputasi
myodesis, transmetatarsal amputation. Pemberian balut luka dengan enzim
topical seperti hyaluronidase.
o Pemberian antibiotika untuk manajemen perioperative meliputi derivate
quinolone bila terdapat osteomyelitis.

23
3.6 Bedah Flebologi
• Varises pada tungkai adalah pemanjangan, pelebaran disertai berkelok-keloknya
system vena dan terdapatnya gangguan sirkulasi darah di dalamnya yaitu pada tungkai.
• Vena tungkai terdiri dari:
o Vena safena magna
o Vena safena parva
o Vena perforantes dan komunikans
o Vena sirkumferensial
o Vena tambahan
• Faktor yang mempengaruhi terjadinya varises yaitu:
o Faktor tekanan hidrostatik: berat badan, tekanan jaringan perivenous, kekuatan
aliran pada vena profunda.
o Faktor aliran: aliran balik venous oleh adanya pompa otot dan kulit yang terganggu
oleh adanya atrofi otot, turunnya elastisitas serta defek katup statis aliran vena.
o Insufisiensi katub vena
• Etiologi varises tungkai meliputi:
o Varises primer yang idiopatik
- Kelemahan primer yang progesif
- Varises kehamilan yang disbebabkan karena produksi progesterone
menghambat actomyosin pada dinding vena
- Kelainan biokimia dinidng vena saphena magna dimana terdapat
kekurangan kolagen, elastin, dan hexosamine
- Terdapatnya hubungan arterio-venous yang kongenital pada system
vena ini.
o Varises sekunder yang disebabkan obesitas, pekerjaan berdiri lama, hormonal,
kehamilan, obat-obatan kontrasepsi, dan hubungan keluarga.
• Secara klinis, gejala dibagi dalam beberapa stadium:
▪ Klinis Stadium I
Gejala: pegal, linu, cepat lelah setelah berdiri lama, jalan lama
▪ Klinis Stadium II
Sistem profunda mulai membengkak, Nampak pembesaran vena
▪ Klinis Stadium III

24
Darah akan berputar kembali ke arah distal lagi dan beban volume ini akan
memanjang, berkelok dan melebar.
▪ Klinis Stadium IV
Jaringan akan iskemik, terjadi kelainan trofik dan edema yang konstan, terdapat
perlukaan, luka lama sembuh, thrombosis pada pembuluh darah mikro dan timbul
ulcus varicosum.
• Diagnosis:
▪ Anamnesis : umur, paritas, jarak kehamilan, keluhan waktu menstruasi, obat
kontrasepsi perolah, dan kapan datangnya keluhan yang mengganggu tersebut.
▪ Keluhan : nyeri, edema, klaudikatio venosa, pigmentasi
▪ Pemeriksaan fisik lokalis : lipodermatosklerosis, ukuran ulkus, lama ulkus,
kekambuhan ulkus, jumlah ulkus
▪ Cara diagnostic klinis varises:
o Tes Trendelenburg
o Tes perthes
o Venous-phlethysmography
o Flebografi
o Duplex-scan USG
• Pengobatan:
▪ Pembedahan dapat dilakukan stripping dengan stripper atau dapat dilakukan
flebektomi yaitu pengambilan varises dengan alat tanpa bantuan stripper.
▪ Pembedahan varises adalah membuang vena-vena yang patologis dengan tujuan
ligase tempat dimana terjadi terjadi refluks dan mendiadakan vena yang melebar,
berkelok-kelok, dan ekstasi.
• Indikasi pembedahan: jenis varises tertentu dan pertimbangan ahli bedahnya. Pada
stadium klinis II sudah harus difikirkan tindakan pembedahan.
• Teknik dasar bedah varises:
▪ Ablasi refluks saphenous
▪ Ligasi vena perforator
▪ Koreksi refluks vena profunda
▪ Terapi obstruksi vena profunda
▪ Bedah endoluminal/ endovascular

25
• Terapi non surgical
▪ Obat-obatan
▪ Skleroterapi
▪ Bebat kompresi

26

Anda mungkin juga menyukai