Anda di halaman 1dari 17

RANGKUMAN

Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak dan


Vaskuler

Oleh
Nanda Daiva Putra 011111212

DEPARTEMEN / SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
2016
BAB I

TORAKS

Refleksi Sejarah

Refleksi sejarah perlukaan pada toraks telah ada sejak zaman Yunani tua dan Babylonia.
Beberapa nama seperti Celcus dan Ambroise Pare mendeskripsikan gambaran klinis yang
tampak pada pasien trauma toraks. Pembedahan toraks kemudian dikembangkan oleh ahli bedah
di Amerika seperti Northrup dan Meltzer yang mengintroduksikan insuflasi udara secara intra
trakeal untuk melakukan respirasi buatan, sementara di Jerman seperti Sauerbach dan Brauer
yang mencoba penggunaan ruang bertekanan negatif dan positif untuk menjamin tidak
terdapatnya kolaps paru waktu rongga toraks dibuka. Forlamini, Murphy, Bramer dan Frederich
adalah sederetan nama ahli bedah yang merintis tindakan-tindakan bedah toraks yang dipakai
sampai saat ini. Tindakan- tindakan bedah toraks tersebut berupa drainase toraks dengan “water
seal”, hingga torakoskopik sampai reseksi paru akut pada hemoptysis hebat dan tindakan-
tindakan torakoplastik.

Saat ini tindakan bedah toraks didasari oleh indikasi medis yang diperoleh dari metode
diagnostic terkini. Metode diagnostik yang ada saat ini diantaranya foto Rontgen dada dengan
pilihan posisi PA, AP, Lateral, oblique, decubitus, dan hiperlordosis; CT Scan thorax dan juga
USG Thorax. Seorang ahli bedah toraks perlu menguasai kemajuan metode diagnostik dan
tidakan terapeutik dalam ilmu bedah toraks.

Beberapa aspek pada pembedahan toraks

Aspek yang harus diperhatikan pada pembedahan toraks:

 Aspek diagnostik (prabedah)

 Aspek pembedahan (intrabedah)

 perawatan pascabedah
Aspek diagnostik perlu diperhatikan untuk mengetahui kelainan organik yang ada,
kemampuan pasien menerima pembedahan toraks, menentukan parameter klinis sebagai
penilaian perawatan pascabedah, dan menentukan prognosis.

Sedangkan aspek pembedahan yang perlu diperhatikan adalah sarana tempat operasi, alat dan
bahan pembedahan yang sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan serta pemilihan
teknik pembedahan. Teknik pembedahan sebisa mungkin dipilih yang paling sederhana dengan
memperhatikan fungsi dan anatomi toraks.

Aspek perawatan pascabedah yaitu perawatan di ruang intensif selama kiranya 4-5 hari
pascabedah dengan pengamatan dan pemeriksaan evaluasi tindakan bedah, lalu rehabilitasi untuk
mengembalikan fungsi kardiopulmonar pascabedah.

Anatomi Toraks

Toraks terdiri dari kulit, jaringan ikat, dan otot-otot (muskulus) yang mengelilingi rongga
toraks yang dibentuk oleh vertebra torakalis, tulang-tulang rusuk, tulang sternum, serta semua
organ tubuh di dalamnya (jantung, pembuluh darah besar, pembuluh limfe, paru-paru, dan saraf).
Rongga toraks terdiri dari 2 bagian utama:

1. Paru-paru (termasuk sistem trakeobronkial dan pembuluh darah paru)

2. Mediastinum (termasuk di dalamnya jantung, pembuluh darah besar, esophagus, dan


trakea).

Dari arah superior, rongga toraks dapat dimasuki melalui Thoracic Inlet (pintu masuk
toraks) yang terdiri atas permukaan ventral vertebra torakalis I, bagian medial dari tulang rusuk I
kanan dan kiri, dan permukaan dorsal manubrium sterni. Sedangkan dari arah inferior rongga
toraks dapat dimasuki melalui Thoracic Outlet (pintu keluar toraks) yang dibatasi di anterior oleh
processus xyphoideus dan arcus costae, di lateral oleh costa XII dan posterior oleh vertebra
thoracalis XII.
Dinding Toraks

Yang disebut dinding toraks adalah tulang-tulang rusuk/ iga dan otot-otot dinding toraks.
Tulang-tulang rusuk berjumlah 12 pasang: 5 tulang rusuk pertama melekat pada vertebra yang
bersesuaian di posterior dan pada tulang sternum di anterior, tulang rusuk VI-XI di anterior
membentuk arcus costae, dan tulang rusuk XII tidak melekat pada sternum. Pada bagian inferior
dari setiap tulang rusuk terdapat sulcus costae (cekungan rusuk) tempat berjalannya arteri, vena
dan saraf interkostalis. Selain tulang-tulang rusuk, dinding toraks juga dibentuk oleh otot-otot
yang penting diketahui dalam torakotomi diantaranya:

1. Di anterior:
- Muskulus Pectoralis Mayor dan Minor
- Muskulus Serratus Anterior
- Muskulus Obliquus Abdominis Externus
2. Di Posterior:
- Muskulus Trapezius
- Muskulus Rhomboideus Mayor dan Minor
- Muskulus Teres Mayor
- Muskulus Lattisimus Dorsi
- Muskulus Paraspinatus/ Erector Spinae

Proses pernafasan melibatkan gerak inspirasi dan ekspirasi. Gerak inspirasi (tarik nafas)
bersifat aktif karena kontraksi otot-otot interkostalis yang mengangkat tulang rusuk sehingga
rongga toraks mengembang. Tekanan rongga toraks menurun sehingga udara masuk ke dalam
rongga toraks. Berbeda dengan inspirasi, gerak ekspirasi disebut pasif karena relaksasi otot-otot
interkostalis dan adanya gaya tarik elastis dari jaringan paru. Sehingga saat ekspirasi volume
toraks mengecil dan udara keluar lewat saluran pernafasan.

Fungsi pernafasan terdiri dari 4 hal:

1. Ventilasi
Ventilasi adalah keluar masuknya udara dalam paru.
2. Distribusi
Distribusi adalah penyebaran udara merata pada paru sampai alveoli.
3. Difusi
Difusi adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida pada dinding alveoli.
4. Perfusi
Perfusi adalah penyebaran oksigen terlarut dalam darah untuk menghidupi jaringan
tubuh.
Setiap hambatan dari rantai mekanisme tersebut mengakibatkan berkurangnya oksigen
pada jaringan tubuh. Pada trauma toraks misalnya, proses inspirasi yang dirasa nyeri oleh pasien
akan membuat pasien enggan menarik nafas sehingga terjadi gangguan pernafasan. Maka
diperlukan analgetika atau pemasangan fiksasi costae agar pasien tidak nyeri saat menarik nafas.

Paru-paru terdiri dari paru kanan yang mempunyai 3 lobi (lobus superior, medial dan
inferior) dan paru kiri yang mempunyai 2 lobi. (lobus superior dan lobus inferior). Pada pangkal
paru-paru (hilus) berjalan 2 vena pulmonalis di anterior, 1 arteri pulmonalis di tengah, dan
bronkus di posterior. Hilus kanan terletak di posterior vena cava. Hilus kiri terletak di antara
arcus aorta dan aorta descendens.

Setiap paru diselubungi oleh 2 lapis membran serosa tipis bernama pleura yang melekat
pada paru (pleura visceralis) dan pada dinding dada (pleura parietalis). Di antara 2 membran ini
terdapat rongga pleura yang bersifat ruang potensial. Ruang potensial ini menjadi nyata bila terisi
udara atau cairan misalnya pada trauma toraks. Normalnya rongga pleura berisi cairan pleura
yang dihasilkan dan diabsorbsi secara kontinu sehingga volumenya selalu konstan (hanya
berkisar 10 ml). Cairan pleura dihasilkan dari sirkulasi sistemik karena tekanan osmotik dan
onkotik. Cairan ini kemudian diabsorbsi oleh sistem limfatik.

Trauma toraks

Trauma toraks sering menyebabkan pendarahan yang berpengaruh langsung terhadap


kadar hemoglobin (Hb) pengangkut oksigen di dalam darah. Kadar hemoglobin yang rendah
akibat pendarahan akan sangat mengganggu ketersediaan suplai oksigen ke jaringan.

Bila terdapat sejumlah alveoli paru yang hanya mendapat ventilasi tapi tidak ikut perfusi, hal ini
dinamakan “functional dead space”. Sebaliknya bila ada alveoli yang kempis misal pada
atelektasis paru, alveoli masih dialiri darah tapi tidak terjadi difusi sehingga pembuluh darah
efferent paru yang seharusnya tinggi kadar oksigen menjadi bercampur dengan darah yang masih
tinggi kadar karbon dioksida. Hal ini disebut mekanisme “Shunting”.

Trauma toraks juga dapat merobek pleura sehingga rongga pleura dapat terisi udara,
disebut pneumothorax. Jenis pneumothorax bisa berupa Open Pneumothorax, perlukaan terjadi
pada dinding dada dan pleura parietalis sehingga udara bisa masuk ke dalam rongga pleura. Bila
luka ini sedemikian rupa sehingga udara bisa masuk rongga pleura namun tertahan tidak bisa
keluar, maka disebut Tension Pneumothorax. Bila perlukaan terjadi pada pleura visceralis
sedangkan pleura parietalis dan dinding dada utuh, udara dari bronkus dapat masuk rongga
pleura, dinamakan Closed Pneumothorax. Perlukaan dari saluran pernafasan juga dapat membuat
udara masuk ke dalam rongga mediastinum, disebut Emfisema Mediastinum. Udara yang
bersifat selalu mencari tempat keluar juga dapat masuk ke daerah bawah kulit (subkutis) dan
menyebabkan gambaran pasien seperti “orang gemuk”, disebut Emfisema Subkutis.

Suatu keadaan yang dapat disebabkan oleh patah tulang rusuk yang berjumlah lebih dari
satu dan bersifat kominutif adalah Flail Chest, yaitu bergeraknya dinding dada berlawanan
dengan gerakan normal inspirasi dan ekspirasi Pada saat inspirasi yang seharusnya rongga toraks
mengembang, segmen tulang rusuk yang patah akan tertarik masuk karena tekanan negatif
rongga toraks. Demikian pula saat ekspirasi, segmen tulang rusuk yang patah akan bergerak
keluar bukannya mengempis seperti rongga dada yang normal. Hal ini disebut gerakan
paradoksal.

Pada pendarahan yang terjadi di rongga pleura dapat menyebabkan darah mengumpul di
dalam rongga pleura yang disebut Hemotoraks. Bila keadaan hemotoraks ini mengganggu
ekspansi paru, maka disebut Hematotoraks. Desakan pada paru semakin hebat bila ada udara dan
darah sekaligus yang menumpuk disebut Hematopneumotoraks. Selain itu bila darah mengumpul
di rongga perikard maka terjadilah hambatan gerak kontraksi jantung dan venous return disebut
Tamponade Jantung. Tanda klinis Tamponade Jantung dirangkum dalam Trias Beck:

1. Hipotensi
2. Distensi Vena Jugular
3. Bunyi jantung menjauh

Selain itu Tamponade Jantung juga dikaitkan dengan adanya pulsus paradoxus yaitu
penurunan tekanan darah sistemik lebih dari 10mmHg pada saat inspirasi.

Manajemen Trauma Toraks


Manajemen trauma toraks tergantung pada arah dan asal trauma, serta diagnostik singkat
yang dilakukan. Dari sini dapat diketahui jenis kelainan yang terjadi dan terapi yang perlu
diberikan. Diagnostik singkat meliputi keadaan umum, status lokalis pemeriksaan fisik toraks
dan pengambilan foto rontgen dada. Jangan sekali-kali mengambil foto rontgen dada bila
keadaan pasien masih belum stabil.

Tindakan bedah dalam keadaan darurat juga dapat berfungsi sebagai diagnostik:

1. Pungsi drainase.
Tindakan pungsi pada ruang antar iga VII atau VII – linea axillaris posterior yang
mengeluarkan darah menunjukkan adanya hematotoraks. Sedangkan pada trauma
luka tusuk toraks, penilaian tanda vital dan inspeksi pada luka dapat menentukan
perlu tidaknya tindakan resusitasi A-B-C sebelum pengambilan foto dada dan
dilanjutkan dengan tindakan torakotomi eksploratif.
2. Pemasangan drain mediastinum
Pada pasien yang didapatkan adanya gambaran Emfisema Mediastinum, maka drain
mediastinum perlu dipasang pada lokasi supra jugular dengan prinsip kedap air.
3. Manuver khusus
Ada pula manuver untuk mencari adanya patah tulang iga dengan cara menekan
sternum ke arah dorsal dengan tepi tangan, atau dengan cara dua tangan menekan
tulang-tulang iga ke tengah. Bila terdapat nyeri saat dilakukan maneuver ini, maka
perlu dicurigai adanya patah tulang iga simple/ tunggal.
4. Fiksasi tulang rusuk
Saat ini patah tulang iga dapat dikoreksi dengan suatu alat yang mudah yaitu
SHAPP® Costafix (merek terdaftar). Alat ini dirancang oleh para ahli bedah toraks
kardio vascular Setiono Basuki-Heru Koesbianto-Agung Prasmono-Paul Tahalele-
Puruhito, dengan akronim SHAPP, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga untuk
fiksasi tulang rusuk tunggal maupun multipel.

Tindakan bedah darurat lain yang bersifat diagnostik adalah pungsi perikard yaitu dengan
menusukkan jarum ke arah titik Larrey untuk mencari adanya darah pada rongga perikard. Bila
pasien mengeluh nyeri yang timbul mendadak pada punggung dan menyebar ke pinggang, perlu
dicurigai adanya rupture aneurisma aorta torakalis. Keadaan ini memerlukan tindakan definitif
secepatnya.
Kesimpulannya, dalam hal trauma toraks, beberapa tindakan penting yang bersifat
penyelamatan nyawa (life saving) diantaranya:

1. Pemasangan kontraventil

2. Pemasangan drain toraks

3. Pungsi pericardium

4. Pemasangan drain mediastinum.

Manajemen kegawatdaruratan kardiotoraksik dapat dikelompokkan menjadi 2:

1. Masalah pada jantung dan pembuluh darah

2. Masalah pada paru-paru.

Segera setelah diagnosis masalah ditegakkan, perlu dilakukan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan jenis masalahnya. Tindakan asuhan keperawatan pada masalah jantung melibatkan
monitoring dengan alat ECG dan persiapan resusitasi kardiopulmoner. Sedangkan asuhan
keperawatan masalah paru melibatkan alat Water Sealed Drainage/ WSD dan ventilator dengan
berbagai macam mode bantuan pernafasan yang dapat dipilih.

Penyakit Infeksi Paru

Penyakit abses paru disebabkan oleh adanya organisme penyebab abses misalnya:

- Bakteroides
- S.pneumoniae
- S.viridans
- Klebsiella pneumonia
- H.influenza
- Aspergillus sp.
- Enterobacter
- Mycobacterium

Diagnosis abses paru dapat ditegakkan dari gejala klinis dan diperkuat dengan adanya
gambaran “air fluid level” pada foto rontgen dada.
Penyakit empiema torakalis adalah keberadaan nanah (pus) dalam rongga pleura. Etiologi
empyema bermacam-macam mulai dari efusi akibat pneumonia, penyakit TBC, virus maupun
jamur (mikosis).

Tiga fase patofisiologi emfisema adalah:

1. fase eksudatif
2. fase fibrinopurulen
3. fase organisasi (kronis)

Ada pula penyakit paru yang diakibatkan oleh infeksi jamur misalnya oleh jamur
aspergillus. Indikasi pembedahan pada infeksi jamur ini adalah:

- menghilangkan focus infeksi


- mengambil bagian paru yang rusak (destroyed lung).

Perhatian khusus pembedahan pada penyakit infeksi paru diberikan pada kasus
Tuberkulosis (TBC) paru yang membutuhkan gabungan terapi medika mentosa dan pembedahan.
Pilihan teknik pembedahan TBC dapat berupa Dekortikasi dan Torakoplasti.

Tumor Organ Toraks

Beberapa faktor resiko tumor organ toraks dalam hal ini karsinoma bronkogenik adalah
merokok, ras, diet, lingkungan kerja, polusi udara, gender, dan riwayat keluarga. Secara
patologis tumor paru dibedakan menjadi dua: Non-Small Cell Carcinoma/NSCC sekitar 75% dari
kasus tumor paru dan sisanya berupa Small Cell Carcinoma/SCC. NSCC sendiri dibagi menjadi
3 subkategori yaitu:

- Karsinoma Sel Skuamosa


- Adenokarsinoma
- Karsinoma Sel Besar Tidak Berdeferensiasi.

Setiap tumor paru memerlukan metode diagnostik. Metode diagnostik dapat berupa metode non
invasive seperti:

- foto rontgen dada


- pemeriksaan sputum

Sedangkan Metode Invasive yaitu:


- Fine Needle Aspiration Biopsy/FNAB
- Video Assisted Thoracoscopy/VATS
- Torakotomi Eksploratif.

Setelah metode diagnostik tersebut dilakukan, penentuan staging tumor paru dapat
dilakukan dengan klasifikasi TNM. Kemudian, ahli bedah dapat menentukan pilihan terapi yang
sesuai berdasarkan staging tersebut.

Penatalaksaan bedah yang bisa diambil meliputi:

- tindakan pneumektomi
- lobektomi
- reseksi terbatas

Pilihan tatalaksana bedah diatas diambil tergantung pada evaluasi prabedah.

Selain karsinoma bronkogenik, ada pula tumor yang berasal dari dinding toraks yaitu
Osteosarcoma dan Chondrosarcoma. Tindakan untuk tumor jinak adalah simple excision
sedangkan untuk tumor ganas adalah wide excision, kecuali jenis tumor ganas Plasmasitoma
yang diterapi dengan radiasi, dan Sarkoma Ewing yang penanganannya dengan kemoterapi,
radiasi lalu reseksi.

Kelainan kongenital dinding dada dapat berupa Pectus Excavatum yaitu dinding anterior
dada yang berbentuk cekung, maupun Pectus Carinatum yaitu dinding anterior dada yang
menonjol ke anterior. Pembedahan dapat dilakukan atas indikasi kosmetik maupun keluhan
sesak.

Trakea

Beranjak ke organ trakea, pembedahan dapat dilakukan pada kasus kelainan kongenital
pada trakea, trauma trakea, dan keganasan trakea. Trauma trakea dapat bersifat tajam atau tumpul
yang berakibat perlukaan pada trakea. Sedangkan keganasan trakea dapat menyebabkan
penyempitan trakea sehingga mengganggu aliran udara masuk ke paru-paru. Semua pembedahan
trakea bertujuan untuk mengembalikan fungsi trakea seperti pada orang normal. Macam-macam
tindakan pembedahan trakea diantaranya trakeotomi dan rekonstruksi trakea.

Esofagus
Selain trakea, esophagus juga bisa bermasalah contohnya kondisi Barret’s Esophagus
pada Gastro-Esophageal Reflux Disease/GERD. Kondisi ini memerlukan terapi bedah
endoskopik bahkan pengangkatan esophagus bila ditemukan adanya jaringan karsinoma.
Masalah esophagus lainnya adalah perforasi esophagus yang bisa terjadi misalnya akibat
infiltrasi tumor atau instrumentasi pada esophagus. Terapi primer utama untuk perforasi
esophagus adalah penjahitan esophagus dengan teknik torakotomi eksploratif.

Kelainan juga bisa terjadi bila ada massa pada rongga mediastinum berupa tumor
mediastinum. Jenis tumor mediastinum contohnya Timoma (tumor kelenjar Timus), Teratoma
(Tumor sel germinal), dan tumor Neurogenik. Massa di mediastinum juga bisa disebabkan oleh
adanya Tiroid Substernal.

Sindroma Vena Kava Superior

Setiap massa yang berada di rongga mediastinum dapat menyebabkan Sindroma Vena
Kava Superior/ SPKS. Sindroma Vena Kava Superior memberikan gejala edema pada wajah,
leher dan ekstremitas atas akibat kompresi vena kava, batuk, dyspnea, wajah sianotik, disfagia,
kongesti nasal dan nyeri kepala. Gejala-gejala tersebut memburuk bila pasien berbaring atau
menunduk, dan berkurang pada posisi tegak.

Tanda-tanda Sindroma Vena Kava Superior yang bisa diamati antara lain:

- Edema
- Sianosis
- Pelebaran vena (venekstasi) di wajah, leher, ekstremitas atas dan dada.

Diafragma

Organ toraks yang berada di inferior adalah diafragma. Beberapa kelainan diafragma
yang bisa terjadi antara lain Hernia Diagragma, Hernia Bochdalek, Hernia Hiatal, Sliding Hernia,
Hernia Paraesofagal dan Eventerasio Diafragma. Terapi pilihan pada kelainan diafragma adalah
pembedahan rekonstruktif, dan tidak ada terapi medikamentosa untuk ini. Sedangkan kelainan
lain berupa paralisis diafragma dapat terjadi akibat resiko pembedahan jantung atau toraks.

Teknik Dasar Torakotomi


Tindakan bedah rongga toraks dasar diantaranya drenase kavum toraks, drenase
mediastinum, flap Eloeser (window thoracostomy), beberapa teknik torakostomi, sternotomi dan
VATS. Drenase kavum toraks adalah tindakan invasive dengan cara memasukkan selang (tube/
drain) ke dalam rongga toraks melalui ruang interkostalis, ujung dren ini kemudian
disambungkan dengan sistem penampungan kedap air (Water-Seal Drainage) satu botol atau dua
botol.

Indikasi dren kavum toraks adalah:

- pneumotoraks >20% volume paru


- hematotoraks moderate dan berat
- chylothorax
- efusi pleura maligna
- empyema toraks
- abses paru, dan
- pasca torakotomi.

Selanjutnya penutupan atau pencabutan dren harus dilakukan secara “air tight”. Dren
toraks dicabut apabila didapatkan indikasi berupa kesemua hal di bawah ini:

- klinis pasien tidak sesak


- produksi dren tidak hemorragis (sudah serous)
- jumlah produksi kurang dari 100cc dalam 24 jam
- evaluasi paru mengembang sempurna dengan foto rontgen dada.

Drenase mediastinum dilakukan untuk emfisma mediastinum, hemomediastinum/


tamponade jantung, pericarditis eksudativa atau pada pascabedah mediastinum. Flap Eloeser
adalah pembedahan dengan prinsip membuat jendela tempat keluarnya secret pada paru yang
telah terbentuk pleural peel (schwarte) sehingga tidak akan terjadi Open Pneumothorax.

Berbagai macam letak sayatan pada torakotomi adalah:

- torakotomi posterolateral
- anterolateral
- lateral “Muscle Sparring”

Pada torakotomi posterolateral pasien diposisikan lateral decubitus dengan bantal untuk
mengganjal sisi bawah agar sisi yang akan dibedah lebih terkekspos, lalu dilakukan sayatan
inferior dari scapula melengkung ke arah anterior mengikuti margo inferior scapula terus ke
anterior sampai sedikit anterior dari batas otot lattisimus dorsi. Pada torakotomi anterolateral
pasien diposisikan supine, lalu dilakukan sayatan di sela iga tepat di cranial iga V untuk kasus
trauma paru atau iga IV pada prosedur mediastinum atau trauma jantung, sayatan mengikuti
lipatan inframammaria sepanjang 10-15cm.

Selanjutnya pada teknik torakotomi lateral “Muscle Sparring” pasien diposisikan lateral
decubitus, sayatan mulai dari sedikit medial ujung scapula ke anterior melengkung ke anterior
sepanjang 8-10cm lalu dilakukan pemisahan/diseksi otot latisimus dorsi dan serratus anterior.
Penutupan torakotomi dilakukan dengan menjahit jelujur otot dinding dada dengan benang serap
lama ukuran 2/0, fascia otot dijahit dengan jelujur benang yang diserap ukuran 3/0, lalu kulit
dijahit benang diserap atau diserap 4/0 secara intrakutan bila yakin operasi tidak tercemar atau
jahitan tunggal bila operasi tidak bersih atau tercemar.

Teknik Sternotomi

Sternotomi dilakukan untuk operasi pada jantung, pembuluh darah besar atau
mediastinum. Teknik sternotomi dapat berupa sternotomi medial atau parsial. Pada sternotomi
medial, tulang sternum digergaji di medial mulai manubrium sterni sampai processus
xyphoideus. Sedangkan pada sternotomi parsial, tulang sternum digergaji sepanjang manubrium
sterni saja lalu gergaji ke arah lateral/ spatium interkostae. Retractor kemudian dipasang dorsal
dari sternum untuk membuka rongga toraks sehingga mediastinum terbuka.

Pada akhir operasi sternotomi, dipasang dren mediastinum atau dren pleura bila rongga
pleura terbuka, lalu sternum dijahit dengan kawat (Sternal Wire) memberntuk figure of eight atau
simple suture/ through and through. Sternum juga bisa difiksasi dengan plate and screw, namun
teknik ini akan menyulitkan bila diperlukan re-operasi yang bersifat emergensi karena butuh
waktu yang lama untuk melepasnya.

Teknik bedah terbaru adalah dengan menggunakan bantuan kamera video (Video Assisted
Thoraoscopic Surgery/ VATS). Pada teknik ini dilakukan sayatan-sayatan kecil untuk
memasukkan kamera video, sumber cahaya dan peralatan bedah lengan panjang. Sayatan untuk
kamera video dibuat sepanjang 1 cm pada titik ujung scapula/ ruang interkosta IV atau V di linea
axillaris anterior. Sayatan untuk instrument besar di sela iga VI garis aksilaris media. Sedangkan
sayatan untuk instrument kecil di sela iga VI garis aksilaris posterior.

Ada pula teknik Minimal Invasive Direct Assisted Surgery (MIDITAS) yang
diperkenalkan oleh Professor Puruhito ahli bedah terkemuka di Surabaya pada tahun 2009.
Secara teknis MIDITAS hampir sama dengan VATS, hanya saja tititk-titik referensi yang
digunakan mengacu pada letak tumor atau kelainan yang ada dalam rongga toraks. Penutupan
luka operasi dilakukan setelah dipastikan tidak ada pendarahan dan ronga toraks sudah dicuci.
Salah satu luka sayatan dipakai sebagai lubang drenase toraks.

Reseksi Paru

Reseksi paru adalah pengambilan jaringan paru baik sebagian atau total satu sisi. Indikasi reseksi
paru diantaranya:

1. Tumor ganas paru (Carcinoma Paru)


2. Adanya tumor dari organ lain yang metastasis ke paru. Pada keadaan ini disarankan
untuk melakukan lobektomi dan menghindari pneumotomi kecuali bila reseksi
komplet massa tumor sulir dilakukan dengan reseksi terbatas.
3. Adanya kelainan benigna/ non malignant paru seperti: destroyed lung, infeksi
persisten (TBC, jamur, amebiasis, kista hydatid), malformasi arteriovenosa,
sekuesterasi parum aneurysma arteri pulmonalis dan sindrom middle lobe.

Secara umum, tindakan pembedahan reseksi paru dapat dilakukan dengan resiko normal bila:

a. Kapasitas vital di atas 60%


b. Predicted FEV1 >800ml atau 40% dari normal
c. Predicted DLCO (diffusing capacity of the lung for carbon dioxide) pasca operasi
>40% nilai normal
d. VO2 max (oxygen consumption during maximum exercise) >15ml/kgBB/menit
e. Minute Ventilatory volume >50% nilai normal

Teknik-teknik reseksi paru ada beberapa macam yang didasari pada bagian paru yang akan
direseksi. Reseksi paru bisa berupa reseksi baji (wedge resection) yaitu untuk biopsy paru
terbuka, lobektomi yaitu pengambilan lobi paru, atau pneumektomi yaitu pengambilan seluruh
jaringan paru pada satu sisi.

Yang perlu diperhatikan adalah teknik drenase pasca reseksi paru. Pada reseksi baji dan
lobektomi tidak diperlukan teknik khusus, artinya bisa dengan drenase pleura. Sedangkan pada
pneumektomi, rongga yang sebelumnya diisi oleh paru satu sisi akan kosong dan perlu
dipertahankan volumenya dengan teknik-teknik seperti:

1. Tanpa drenase

2. Drenase Balans

3. Pneumotoraks kontinu

Terapi Sel dan Kedokteran Regeneratif untuk Paru

Pertumbuhan jaringan paru dimulai pada minggu ke-7 kehamilan dengan pembentukan
lung bud sebagai bagian dari forgut yang kemudian memisahkan diri imenjadi cabang kanan dan
kiri. Lung bud dilapisi oleh endoderm yang akan menumbuhkan sel epithelial, sementara
jaringan jalan nafas dibentuk oleh jaringan mesodermal. Pada minggu ke-8 otot polos trakea
terbentuk dan timbul inervasi saraf pada jalan nafas besar.

Pada kehamilan minggu ke-11 sel epithelial akan berdiferensiasi menjadi sel silia, sel
goblet dan sel basal (semuanya adalah stem cell) serta sel Clara pada jalan nafas perifer. Pada
minggu ke-24 seluruh komponen jalan nafas sudah matang seperti orang dewasa. Pada fase ini
pneumosit tipe I dan tipe II serta surfaktan mulai terbentuk. Fase terakhir adalah pembentukan
aleveoli pada minggu ke-27 kehamilan.

Bila seseorang dewasa mengalami lobektomi atau pneumektomi maka sisa jaringan paru
akan bertambah volumenya untuk mengisi rongga toraks yang kosong dan bukan karena
penambahan struktur baru. Bila paru terkena rudapaksa, maka parenkim paru akan rusak dan
menyebabkan penyumbatan bronkus atau arteria bronkialis. Sampai saat ini belum ada cara
untuk meregenerasi parenkim paru.
Perkembangan terkini penelitian ilmu kedokteran regenerative dalam upaya
penyembuhan penyakit paru adalah dengan menggunakan stem cell yaitu sel progenitor
endothelial yang ditransfeksikan dengan sintase nitrid oksid endothelial. Sel progenitor
endothelial menurut penelitian terbaru ternyata masih ada pada jaringan paru manusia dewasa
yang disebut resident stem cell (sel punca yang bermukim).

Penelitian oleh Puruhito, et.al. juga menemukan sejumlah populasi sel punca yang
disebut sel SP (Side Population) pada sel Clara dan Pneumosit tipe II. Harapan di masa
mendatang adalah stem cell dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit PPOK, Idiopathic
Pulmonary Fibrosis (IPF), Acute Lung Injury (ALI), Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), Idiopathic Pulmonary Hypertension (IPH), Neonatal Pulmonary Insufficiency,
Bronchopulmonary Displasia, Cystic Fibrosis, Radiation Induced Pulmonary Injury, dan
penyakit asma bronkial (Roth-Kleiner).
REFERENSI

Puruhito, 2013, Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular, Airlangga
University Press, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai