2. Palpasi
• Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
• Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.
• Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit .
3. Perkusi
• Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
• Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi
• Pada bagian yang sakit, suara nafas melemah sampai menghilang
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thoraks
Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis
yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru akan kolaps tidak membentuk garis, akan
tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radiopaque yang berada di daerah
hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pandorongan jantung atau trakea ke
arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intrapleura yang tinggi.
2. Analisa Gas Darah
Analisa gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortilitas sebesar 10%
3. CT-Scan thorax
Ct scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumothoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumothoraks spontan primer dan
sekunder.
4. USG
Pneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di
rongga pleura ditampilkan pantulan gelombang yang sangat
tajam. Tidak seperti udara intrapulmoner, pantulan
gelombang tidak bergerak saat respirasi.
Diagnosis banding Tension Pneumothorax
InfarkMiokard
Emboli Paru
Pneumonia
Penatalaksanaan
Primary survey
Airway
Breathing
Circulation
Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan
1. dekompresi segera : large-bore needle insertion (sela iga II, linea
mid-klavikula)
2. water sealed drainage (WSD)
Open Pneumotorax
Penatalaksanaan
1. luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme
ventil)
2. pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ
intra toraks lain.
umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
Komplikasi
Prognosis
Baik kalau ditangani dengan penatalaksaan kegawat daruratan yang cepat & tepat, semakin cepat
ditatalaksana semakin baik prognosisnya,
Indikasi rujuk
SKDI 3A
Pasien di beri tatalaksana awal dan kemudian dirujuk ke spesialis bedah thorax
Aspek Medikolegal pada
Kegawatdaruratan
Isu seputar gawat darurat
Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa
masalah utama yaitu: 3
- Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat
- Perubahan klinis yang mendadak
- Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan
gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa
kecacatan bahkan kematian.
Pengaturan Staf dalam Instalasi Gawat
Darurat
Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah memadai
adalah syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Selain dokter
jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan
spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk
memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi
pasien yang memerlukannya. Dokter spesialis yang bertugas
harus siap dan bersedia menerima rujukan dari IGD. Jika
dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya maka
tanggungjawab terletak pada dokter itu dan juga rumah sakit
karena tidak mampu mendisiplinkan dokternya.
Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan
Gawat Darurat
● pasal 1 butir 3 UU No.23/1992
tentang Kesehatan sebagai berikut:6 “tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”
● UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32
ayat (4) yang menyatakan bahwa “pelaksanaan pengobatan dan
atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”
Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan
pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak
terlatih maupu yang terlatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan
perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-
undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena
masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang
baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan
karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan.
Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil
yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat
darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misalnya petugas 118),
maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan
di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan
membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa
Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Doktrin samaritan
Melindungi hak penolong (pra rumah sakit)
Syarat
Kesukarelaan
Itikad baik
Informed consent: tidak berlaku (pasal 11 PERMENKES No. 585/1989)
Pertanyaan
1. Kenapa di scenario insersinya di sela 3? padahal dalam guideline seharunya di insersinya di sela 2?
(lulu)
2. Parameter apa yang digunakan untuk menilai hemodinamik stabil pada pasien? (edrick- B7)
3. Kalau misdiagnosis setelah needle thoracostomy, apa yang harus dilakukan? (vira-B11)
4. Abbocath 14 nya dihubungkan kemana? Jika peralatan tidak memadai, apa yang harus dilakukan?
(harriyo-b1)
5. Kenapa bisa terjadi fistula antara paru dan rongga pleura? (ari-b6)