Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP GAWAT DARURAT TRAUMA

DADA SPINAL

Pembimbing : Ns Zulmah Astuti M.Kep

Disusun Oleh :

Muhammad Royhan Zakki

2011102411126

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2023/2024
I. Konsep Penyakit Trauma Thorak
1.1 Definsi
Trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional.
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks. Pneumothorak adalah keadaan dimana terdapat udara
ekstrapulmoner dalam rongga pleura. Keadaan normal tidak ada udara
dalam rongga dada (Nurarif, 2015). Hematotorax adalah tedapatnya darah
dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.

1.2 Etiologi
1.2.1 Infeksi saluran napas
1.2.2 Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan
therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan
pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
1.2.3 Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga,
ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari ppom.
1.2.4 Tusukan paru dengan prosedur invasif.
1.2.5 Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat
1.2.6 Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
1.2.7 Fraktu tulang iga
1.2.8 Traumatik misalnya luka tusuk
1.2.9 Pukulan daerah torak.

1.3 Tanda dan Gejala


1.3.1 pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pleuritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit
1.3.2 nyeri dada pleuritik biasanya disertai sesak napas,peningkatan kerja
pernapasan dan dispnea
1.3.3 gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat
1.3.4 suara napas jauh atau tidak ada
1.3.5 perkusi dada mengahasilkan suara hipersonan
1.3.6 takikardi sering terjadi

1.4 Patofisiologi
Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung
untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan
oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya
berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen
kejaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary
ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan
dalam tekanan intra tthorax.
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ). Batuk yang
tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden
atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai
timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan
penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam
keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan
permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga
pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena
dan pada perkusi hipesonor. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi
atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada
dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan
foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-
paru.
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan
oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra
torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Photo thorak
1.5.2 Laboratorium (darah lengkap dan astrup): Gas darah arteri (GDA),
mungkin normal atau menurun, Torasentesis : menyatakan
darah/cairan serosanguinosa, Hemoglobin : mungkin menurun

1.6 Komplikasi
1.6.1 Tension pneumothorak
1.6.2 Pneumothorak bilateral
1.6.3 Emfiema

1.7 Pathway
II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Trauma Thorak
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1 Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2.1.1.2 Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
2.1.1.3 Pengobatan terakhir.
2.1.1.4 Pengalaman pembedahan.
2.1.1.5 Riwayat penyakit dahulu.
2.1.1.6 Riwayat penyakit sekarang.
2.1.1.7 Keluhan.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik:


Data fokus:
Data subjektif :
 klien mengatakan nyeri pada bagian dada
Data Objektif :
Klien terlihat:
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
 Kemampuan sendi terbatas dan terdapat kelemahan.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan
saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang
mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat
yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)


Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan
pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu,
kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan
dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah
dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head
tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust
Manuver).
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan
merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.
Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari
hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas
yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga
penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.Jika
diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita
trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-
hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari
RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis
dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien
yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan
dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah
Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


2.1.3.1 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural.
2.1.3.2 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
2.1.3.3 Pa O2 normal / menurun.
2.1.3.4 Saturasi O2 menurun (biasanya).
2.1.3.5 Hb mungkin menurun (kehilangan darah)
2.1.3.6 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas
dinding dada
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan/atau eskpirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
2.2.2 Batasan karakteristik
Data subjektif:
 Dispnea
 Napas pendek
Data objektif:
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik tumpu
 Bradipnea
 Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
 Penurunan vntilasi semenit
 Penurunan kapasitas vital
 Napas dalam
 Peningkatan diameter anterior-posterior
 Napas cuping hidung
 Ortopnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernapasan binir mencucu
 Kecepatan respirasi
 Usia dewasa atau 14 tahun lebih ; ≤11 atau ≥24 x permenit
 Usia 5-14 tahun < 15 atau > 25
 Usia 1-4 tahun <20 atau >30
 Usia bayi <25 atau >60
 Takipnea
 Rasio waktu
 Pengunaan otot bantu asesoris untuk bernapas
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Penurunan energy dan kelelahan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Kerusakan musculoskeletal
 Imaturitas neurologis
 Disfungsi neuromuscular
 Obesitas
 Nyeri
 Kerusakan persepsi atau kognitif
 Kelelahan otot-otot pernapasan
 Cedera medulla spinalis

Diagnosa 2: nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2.2.4 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
diigambarkan sebagai istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang
dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari
enam bulan.
2.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif:
 Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat
Objektif:
 Posisi untuk mengindari nyeri
 Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
 Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
 Perubaan selera makan
 Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau
aktifitas lain, aktivitas berulang
 Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela
napas panjang
 Wajah topeng; nyeri
 Perilaku menjaga atau sikap melindungi
 Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan
proses piker, interaksi menurun.
 Bukti nyeri yang dapat diamati
 Berfokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur
atau tidak menentu dan tidak menyeringai
2.2.6 Faktor yang berhubungan
 Agen-agen penyebab cedera ; biologis, kimia, fisik dan psikologis

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas
dinding dada
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x30 menit diharapkan
pola pernapasan efektif yang dibuktikan oleh status pernapasan, status
ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan napas
dan tidak ada penyimpangan tanda vital
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
 pantau adanya pucat dan sianosis
Menandakan kurangnya O2 dalam jaringan
 pemantauan pernapasan:
- pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan
- perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu, serta retraksi otot supraklavikuler dan
interkosta
- pentau pernapasan yang berbunyi, seperti mendengkur
- pantau pola pernapasan
- perhatikan lokasi trakea
- auskultasi suara napas
- pantau peningkatan kegelisahan
- catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2, akhir tidal dan nila
GDA jika perlu
Perubahan karakteristik pernapasan menandakan trauma dada
sehingga O2 maupun ventilasi di paru bisa kurang sehingga
diperlukan pemantauan pernapassan.
 aktivitas kolaboratif
 berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola napas
Nyeri dapat memperbera kecepatan napas
 aktivitas lain
 tenangkan pasien selama periode gawat napas
Pasien yang tenang dapat mengurangi gejala ansietas yang dapat
membuat sesak
 anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode gawat
napas
Pemasukan O2 adekuat
 Pertahankan oksigen aliran rendah dengan kanul nasal, masker atau
sungkup
Alat bantu pernapasan untuk mempertahankan kepatenan jalan
napas
 Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan
Posisi semifowler membantu optimalisasi pola napas

Diagnosa 2: nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2.2.3 Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x15 menit, diharapkan
nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :
Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut:
1. tidak pernah
2. jarang
3. kadang-kadang
4. sering
5. selalu
Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:
1. sangat berat
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada
2.3.3 Intervensi keperawatan dan rasional
 Manajemen nyeri:
 lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
 Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif
Mengetahui tingkat nyeri sehingga dapat menyesuaikan interensi
yang akan dilakukan selanjutnya
 Aktivitas kolaboratif
 Gunakan pereda nyeri konsultasikan dengan tenaga medis
Golongan analgetik dapat mengurangi nyeri hingga beberapa jam
III. Daftar Pustaka

Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan. Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai