Oleh:
Yuniawati Shastika, S.Kep.
NIM 222311101106
Mengetahui,
1.2 Definisi
Definisi dari trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis
atau emosional. Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang
dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, atau
hematothoraks. Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara
ekstrapulmoner dalam rongga pleura sehingga menyebabkan kolaps paru-paru.
Sedangkan Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura,
sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan. Keadaan normal tidak ada
udara dalam rongga dada (Nurarif, 2015).
1.3 Etiologi
Etiologi dari trauma thoraks adalah sebagai berikut:
a. Trauma tembus/tajam yang disebabkan oleh luka tembak atau luka
tikam/tusuk.
b. Trauma tumpul yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, jatuh,
tertimpa benda berat, ataupun pukulan pada daerah dada.
1.4 Klasifikasi
a. Trauma Tembus/Tajam yaitu sebagai berikut:
1) Pneumothoraks terbuka
2) Hemothoraks
3) Trauma tracheobronkial
4) Contusi Paru
5) Ruptur diafragma
6) Trauma Mediastinal
b. Trauma Tumpul yaitu sebagai berikut:
1) Tension pneumothoraks
2) Trauma tracheobronkhial
3) Flail Chest
4) Ruptur diafragma
5) Trauma mediastinal
6) Fraktur kosta
1.5 Patofisiologi
Dada merupakan organ besar bagian dari tubuh yang sangat mudah
terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru, dan
pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman
kehidupan. Luka pada rongga thoraks dan isinya dapat membatasi kemampuan
jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara
dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya
berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ.
Luka dada dapat meluas dari benjolan yang relatif kecil dan goresan yang
dapat mengancurkan atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa
penetrasi atau non penetrasi (tumpulan). Luka dada penetrasi mungkin
disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi keempatan bagi udara
atmosfir masuk ke dalam permukaan pleura dan mengganggu mekanisme
ventilasi normal. Luka dada penetrasi dapat menjadi kerusakan serius bagi
paru, kantung, dan struktur thorak lain.
1.7 Prognosis
a. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura
sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada
dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound).
Apabila lubang ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada
inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati
mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat.
b. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension
pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru
maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga
mengakibatkan:
1) Paru sebelahnya akan tertekan dengan akibat sesak yang berat
2) Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
c. Hematothorak massif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi
terdengar redup, sedangkan vesikuler menurun pada auskultasi.
d. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga terdapat
satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi
segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang
dikenal dengan pernafasan paradoksal.
1.9 Penatalaksanaan
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300 cc) terapi
simtomatik dan observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300 cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif (kambuh lagi) lebih dari dua
kali harus dipertimbangkan thorakotomi.
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc) segera lakukan thorakotomi.
e. Terapi farmakologis yang didapatkan berupa antibiotik, analgetika, dan
expectorant.
1.10 Komplikasi
a. tension penumototrax
b. penumotoraks bilateral
c. emfisema
BAB 2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian Keperawatan Kegawatdaruratan
1. Primary Survey
Primary survey dilakukan untuk menilai keadaan penderita dan prioritas terapi
berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada
primary survey dilakukan usaha untuk mengenali keadaan yang mengancam
nyawa terlebih dahulu dengan berpatokan pada urutan berikut:
A : Airway
Yang pertama kali harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Hal ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing,
fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maxilla, fraktur laring/trakhea.
Usaha uhtuk membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal (servical
spine control), dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw trust. Jika dicurigai
ada kelainan pada vertebra servikalis berupa fraktur maka harus dipasang alat
immobilisasi serta dilakukan foto lateral servikal.
Pemasangan airway definitif dilakukan pada penderita dengan gangguan
kesadaran atau GCS (Glasgow Coma Scale) ≤ 8, dan pada penderita dengan
gerakan motorik yang tidak bertujuan.
B : Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik
meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada
penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan dilakukan
auskultasi untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
Sedangkan inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi.
Trauma yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah
tension pneumothoraks, flailchest dengan kontusio paru dan open
pneumotoraks. Sedangkan trauma yang dapat mengganggu ventilasi dengan
derajat lebih ringan adalah hematothoraks, simple pneumothoraks, patahnya
tulang iga, dan kontusio paru.
C : Circulation
1. Volume darah dan cardiac output
Perdarahan merupakan sebab utama kematian yang dapat diatasi dengan
terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi pada
trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia sampai terbukti
sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari
status hemodinamik penderita yang meliputi :
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang
mengakibatkan penurunan kesadaran.
b. Warna kulit
Wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat meruoakan
tanda hipovolemia.
c. Nadi
Perlu dilakukan pemeriksaan pada nadi yang besar seperti arteri femoralis
atau arteri karotis kiri dan kanan untuk melihat kekuatan nadi, kecepatan,
dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur, biasanya merupakan
tanda normovolemia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda
hipovolemia, sedangkan nadi yang tidak teratur merupakan tanda
gangguan jantung. Apabila tidak ditemukan pulsasi dari arteri besar maka
merupakan tanda perlu dilakukan resusitasi segera.
2. Perdarahan
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Sumber
perdarahan internal adalah perdarahan dalam rongga thoraks, abdomen,
sekitar fraktur dari tulang panjang, retroperitoneal akibat fraktur pelvis,
atau sebgai akibat dari luka dada tembus perut.
D : Disability/neurologic evaluation
Pada tahapan ini yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat atau level cedera spinal. GCS /
Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat meramal
outcome penderita. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penurunan
oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan trauma
langsung.
E : Exposure/environmental
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, biasanya dengan cara
menggunting dengan tujuan memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah
pakaian dibuka penderita harus diselimuti agar tidak kedinginan.
Resusitasi
Resusitasi yang agresif dan pengelolaan cepat pada yang mengancam nyawa
merupakan hal yang mutlak bila ingin penderita tetap hidup.
A. Airway
Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasofaringeal airway. Bila
penderita tidak sadar dan tidak ada refleks batuk (gag refleks) dapat dipakai
orofaringeal airway.
B. Breathing
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor
mekanik, ada gangguan ventilasi dan atau ada gangguan kesadaran, dicapai
dengan intubasi endotrakheal baik oral maupun nasal. Surgical airway /
krikotiroidotomi dapat dilakukan bila intubasi endotrakheal tidak
memungkinkan karena kontraindikasi atau karena masalah teknis.
C. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang minimal dua IV line. Kateter IV
yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan
vena pada lengan. Selain itu bisa juga digunakan jalur IV line yang seperti vena
seksi atau vena sentralis. Pada saat memasang kateter IV harus diambil contoh
darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin serta pemeriksaan kehamilan pada
semua penderita wanita berusia subur.
Pada saat datang penderita diinfus cepat dengan 2-3 liter cairan kristaloid,
sebaiknya Ringer Laktat. Bila tidak ada respon, berikan darah segulungan atau
(type specific). Jangan memberikan infus RL dan transfusi darah terus menerus
untuk terapi syok hipovolemik. Dalam keadaan harus dilakukan resusitasi
operatif untuk menghentikan perdarahan.
2. Secondary survey
Survei sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe
examination), termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda vital.
A. Anamnesis
Setiap pemeriksaan lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan. Biasanya data ini tidak bisa didapat dari penderita sendiri dan
harus didapat dari keluarga atau petugas lapangan.
Riwayat AMPLE
A: Alergi
M: Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P: Past Illness (penyakit penyerta) / pregnancy
L: Last meal
E: Even / environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan
Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan penderita. Jenis
perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan itu.
Trauma biasanya dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Trauma tumpul
Dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, terjatuh dan kegiatan
rekreasi atau pekerjaan. Keterangan yang penting yang dibutuhkan
kecelakaan lalu lintas mobil adalah pemakaian sabuk pengaman,
deformasi kemudi, arah tabrakan, kerusakan kendaraan baik
kerusakan major dalam bentuk luar atau hal – hal yang berhubungan
dengan perlengkapan penumpang, dan terlemparnya keluar
penumpang. Pola perlukaan pada pasien dapat diramalkan dari
mekanisme traumanya. Trauma perlukaan juga sangat dipengaruhi
usia dan aktivitas.
2. Trauma tajam
Trauma tajam akibat pisau atau benda tajam dan senjata api semakin
sering ditemukan. Faktor yang menentukan jenis dan berat perlukaan
adalah daerah tubuh yang terluka, organ yang terkena dan velositas /
kecepatan. Dengan demikian maka velositas, caliber, arah dan jarak
dari senjata merupakan informasi yang sangat penting diketahui.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem pernafasan
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk.
c. Terdapat retraksi klavikula/dada.
d. Pengambangan paru tidak simetris.
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
g. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2) Sistem Kardiovaskuler
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal.
d. Hipotensi.
3) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
a. Kemampuan sendi terbatas
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam
c. Terdapat kelemahan
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya krepitasi sub kutan