Anda di halaman 1dari 24

Nama : Rosi Nabilah Dara

Tugas : Askep Gadar

Mata kuliah : Gawat Darurat

ASKEP PADA PASIEN TENSION PNEUMOTORAKS

Pengertian

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti


peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu
rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak
bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan
terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya,
kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan
diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks
adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di
pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada.

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi


udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan
tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara
masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Manjoer,
2000).
Etiologi

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena


iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut:

1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura
visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang
rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension
Pneumotoraks).
2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),
biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter
subklavia).
3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana
ke Tension Pneumotoraks.
4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
5. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan
pneumothoraks (Corwin, 2009).

Tanda dan Gejala

Menurut Boshwick tanda dan gejala pada Tension Pneumothorax yaitu:


1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,
hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju
ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena
jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick,
1997).

Sedangkan menurut Corwin, tanda dan gejala pasien dengan Tension


Pneumothorax yaitu:

1. Terjadi sesak napas yang progresif dan berat.


2. Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat
gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung.
3. Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat.
4. Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan
getaran pada dinding toraks.
5. Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan
pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada
tampak asimetris (Corwin, 2009).

Komplikasi

1. Gagal napas akut (3-5%)


2. Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
3. Henti jantung-paru
4. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
5. Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya
a. Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus
b. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
6. Syok (Alagaff, 2005)
7. Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun.
Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.
8. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian dapat terjadi (Corwin, 2009).
Penatalaksanaan

1. Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur
laring atau trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift,
proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada
penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap
dilakukan.

b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis


distensi, tapi masih ada nafas.
1) Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan
dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa
insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis
midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan
mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks
sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu
dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela
iga ke 5 (setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris.
Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke 2 di
midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak
masuk  nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS
2) Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter
ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara
untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah.
Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension
pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan
sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
3) Pemberian Oksigen

c. Circulation : (takikardia, hipotensi)


1) Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat
untuk menghindari parahnya tension pneumothoraks
2) Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat
390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC.
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai
kebutuhan atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien
sudah distabilkan.
f. Pengelolaan selama transportasi :
1) Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri.
2) Bantuan kardiorespirasi bila perlu.
3) Pemberian darah bila perlu.
4) Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan
karena bisa membiaskan symptom.

2. Secondary Survey (dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif)


Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di
tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan
IV line tetap.
b. Re-evaluasi :
1) Laju nafas
2) Suhu tubuh
3) Pulse oksimetri saturasi O2
4) Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis,
dekompresi v. urinaria sebelum DPL

5) EKG
6) NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
7) Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu
kompres dan obati
c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan
tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous suction).

d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up


mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru
maksimal lalu lakukan monitoring
e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi

Medis : Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya


pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah :

a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini dilakukan


apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari
alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura
perlahan-lahan akan direabsobsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari
sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika
diberikan tambahan oksigen.
b. WSD (Water Seal Drainage), Tindakan ini dilakukan seawal mungkin
pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan
mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan
dengan cara memasukan jarum di intercosta pada daerah apikal yaitu ICS
2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.
c. Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam
rongga toraks dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam
penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan prosedur
ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk
pleurodesis (Kurniasih, 2009).

Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila


pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini
lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal
serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan
pneumotoraks sekunder.

2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive,


tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-
Scan. Ada 4 derajat.
3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung
terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah
antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut.
Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

4. Pemeriksaan Laboratorium :
a. GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri
memberikan gambaran hipoksemia.
b. Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah.
c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Data Subjektif
1) Riwayat Penyakit Pasien
a) Pasien mengeluh sesak
b) Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur
rusuk dan sternum)
c) Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
d) Pasien mengeluh lemas, lemah
e) Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan
tertusuk di bagian dada
2) Riwayat Kesehatan Pasien
a) Riwayat penyakit sebelumnya
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
c) Adanya alergi

b. Data Objektif
1) Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
2) Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas
kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
3) Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
4) Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)
2. Pengkajian Sekunder
a. Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab
trauma pada dinding dada
b. Five Intervention / Full set of vital sign (F)
1) Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi
2) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
3) Aritmia jantung
4) Pemeriksaan Lab :
Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
a) Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
b) Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya
batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
c) Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
d) Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan
hemidiafragma.
e) Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan
dislokasi sternoklavikular.
5) CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks,
kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
6) Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury
esophagus.
7) Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
8) Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung
(pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada
katup jantung)
9) EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan
dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan
cedera pada arteri koronaria.
10) Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan
dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi
miokardia kontusion.
c. Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi
pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
d. Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada:
1) Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ
(Distensi Vena Jugularis)
2) Daerah dada :
a) Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul,
terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah
dada.
b) Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri
tekan
c) Perkusi : adanya hipersonor
d) Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal.
Terkadang terjadi penurunan bising napas.
e) Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
f) Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi
femoralis
e. Inspect the posterior surface (I)
Adanya jejas pada daerah dada

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tension Pneumothorax
yaitu (Menurut NANDA NIC-NOC 2016):
1. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
C. Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan dengan Respiratory status: Ventilation Terapi Oksigen

ekspansi paru yang tidak Respiratory status: Airway patency 1. Pertahankan jalan nafas yang

maksimal karena Vital sign Status paten

akumulasi udara/cairan Setelah diberikan asuhan keperawatan 2. Monitor aliran oksigen


selama 1x3 jam diharapkan pola nafas 3. Pertahankan posisi pasien
pasien efektif dengan kriteria hasil: 4. Observasi adanya tanda tanda

- tidak ada sianosis dan dyspneu hipoventilasi

(mampu sputum, Vital sign Monitoring


mengeluarkan
mampu bernafas dengan mudah, 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
tidak ada pursed lips) 2. Monitor kualitas dari nadi

- Menunjukkan jalan nafas yang paten 3. Monitor frekuensi dan irama

(klien tidak merasa tercekik, irama pernapasan

nafas, frekuensi pernafasan dalam 4. Monitor suara paru


rentang normal, tidak ada suara nafas 5. Monitor pola pernapasan

abnormal) abnormal

- Tanda tanda vital dalam rentang 6. Monitor suhu, warna, dan

normal (tekanan darah: Sistole kelembaban kulit

110/120, Diastole 70-80 mmHg; 7. Monitor sianosis perifer


Nadi 60-80x/menit, RR: 8. Monitor adanya cushing triad
16-20x/menit, Suhu: 36-37˚C) (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan trauma jaringan Pain Level Analgesic Administration
dan reflex spasme otot. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Cek riwayat alergi
selama 1x3 jam nyeri akut teratasi 2. Pilih analgesik yang diperlukan
dengan kriteria hasil : atau kombinasi dari analgesik
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketika pemberian lebih dari satu
dari skala 5 menjadi 3 (dari 0-10) 3. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
4. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
6. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
7. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

Kerusakan integritas kulit NOC: NIC:


berhubungan dengan Tissue integrity: skin and mucous Pressure ulcer prevention: Wound
trauma mekanik terpasang Wound healing: primary and secondary care
bullow drainage. intention 1. Jaga kulit agar tetap bersih dan
Setelah diberikan tindakan keperawatan kering
selama 1x3 jam diharapkan kerusakan 2. Monitor kulit akan adanya
pada integritas kulit pasien dapat kemerahan
membaik dengan kriteria hasil: 3. Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Perfusi jaringan normal pasien
- Tidak ada tanda-tanda infeksi 4. Monitor status nutrisi pasien
- Ketebalan dan tekstur jaringan 5. Observasi luka: lokasi, dimensi,
normal kedalaman luka, jaringan
- Menunjukkan pemahaman dalam nekrotik, tanda-tanda infeksi
proses perbaikan kulit dan mencegah lokal, formasi traktus.
terjadinya cidera berulang 6. Lakukan teknik perawatan luka
- Menunjukkan terjadinta proses dengan prinsip steril
penyembuhan luka
Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Risk Control Infection Protection (proteksi
faktor risiko tempat Setelah dilakukan asuhan selama terhadap infeksi)
masuknya organisme 1x3jam risiko infeksi dapat dicegah 1. Monitor tanda dan gejala
sekunder terhadap trauma dengan kriteria hasil: infeksi sistemik dan lokal
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Monitor WBC
infeksi 3. Inspeksi kulit dan membran
2. Mengidentifikasi faktor yang dapat mukosa terhadap kemerahan,
menimbulkan resiko panas, drainase
3. WBC dalam batas normal 4. Ispeksi kondisi luka
4. Mempertahankan interaksi sosial 5. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
6. Dorong masukan cairan
7. Dorong istirahat
8. Beri pasien obat antibiotik

KASUS
Seorang laki laki usia 50 tahun masuk UGD pada tanggal 12 November 2019 pukul 23.00
akibat kecelakaan lalu lintas. Dokter menidagnosa Tension Pneumothorax. Pasien
mengeluh nyeri dada bagian sebelah kanan seperti tertekan benda berat dan sesak nafas.
Hasil pengkajian didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 130×/menit,
frekuensi pernafasan 30×/menit, suhu 36,7 0C. Terdapat gerakan dinding dada asimetris.
Pernafasan ireguler, SpO2 60 %. Akral dingin, kulit dan bibir menjadi biru, memar pda
area dada.

RESUME DI INSTALASI GAWAT DARURAT

A. Data Pasien

Nama : Tn. F No Rekam medik : 02788484


Jenis Kelamin : Pria / Tanggal lahir : 08/08/1969 Umur: 50 Tahun
Wanita

B. Primary Survey
Waktu kedatangan : Transportasi : Kondisi datang :
12 November 2019 Diantar oleh yang menabrak Ps datang dengan keadaan
Pukul 23.00 menggunakan mobil sadar CM GCS : E4M6V5 Ps
mengeluh Nyeri dada dan
sesak nafas
Tindakan Pre Hospital :
CPR (-) O2 (-) Infus (-) Bidai (-) Bebat (-) Urin Kateter (-)
Lain – lain :

TRIAGE
Kesadaran Kategori Triage : Klasifikasi Kasus
Allert (+) Verbal P1 P2 P3 Trauma Non Trauma
Pain Unrespon MerahKuning Hijau Hitam Dx Medis : Tension
Pneumothorax
Keluhan Utama
Tanda dan gejala : Karakteristik :
Nyeri dada dan sesak nafas Seperti tertimpa benda berat

Onset/awal kejadian : Faktor yg meringankan :


Akibat kecelakaan SMRS Tidak ada

Lokasi : Tindakan yang telah dilakukan


Dada bagian sebelah dextra sebelum ke RS :
Tidak ada

Durasi : Faktor Pencetus :


Saat kecelakaan, selama perjalanan ke RS serta selama Kecelakaan yang dialaminya
di IGD
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-) DM (-)

Riwayat Allergi : Tidak ada

Tanda vital : Tensi : 130/90 HR : 130 x/ RR : 30 x/menit Suhu : 36,7 0C


mmHg menit
AIRWAY CIRCULATION
Paten Obstruksi Irama jantung : reguler ireguler
Tindakan : pemberian O2 nasal kanul 8 L Akral : HKM dingin basah Pucat
Membran mukosa :
Sianosis Jaundice Normal
BREATHING CRT : < 2 Dtk > 2Dtk
Pergerakan dada : simetris asimetri, Turgor kulit : Baik sedang jelek
Irama pernapasan : Reguler Ireguler Edema : tidak ada
Suara napas tambahan : Mengi (Wheezing) Perdarahan : Iya, di bagian paru
SpO2 : 60%

DISABILITY GCS : E4 V5 M6
Fraktur : Tidak ada ada
Lokasi Total : 15
Paralisis : Tidak ada ada
Lokasi : ...............................................................

C. Secondary Survey
Diagram Tubuh : PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
Kepala normal
Leher normal
Thoraks gerakan dinding dada asimetris,
terdapat luka terbuka bagian dextra
Abdomen normal
Genitourinaria normal

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jenis Pemeriksaan Hasil :
Darah Lengkap Kimia Klinik
Gula darah Acak Blood Gas Analisa
Kultur Urin EKG
BUN Kreatinin Foto Thorak
Lain –
lain ..................................................................

Tindak lanjut : KRS MRS PP DOA OPERASI PINDAH LAIN LAIN

E. Pemberian Terapi
Pukul Medikasi/Obat yang diberikan Dosis / rute
pemberian
- Terapi O2 nasal kanul 8 L Nasal kanul
- Terapi Tramadol 2 x 1 mg drip Intravena
- Terapi Ceftriaxone 2 x 1 mg Intravena
- Terapi cairan IVFD RL 20 tpm Intravena

F. Diagnosa,Intervensi & Implementasi Keperawatan


Evaluasi
Masalah Keperawatan Waktu Tindakan keperawatan
(SOAP)
1. Ketidakefektifan pola 23.00 1. Melakukan pemasangan S:
nafas b.d ekspansi paru
yang tidak maksimal infus -
karena akumulasi
Hasil : ps telah terpasang O:
udara/cairan
Ds : infus di tangan sebelah - ps telah terpasang
-ps mengatakan nyeri kanan IVFD RL 20 tpm infus di tangan sebelah
dada bagian sebelah kiri 23.00 2. Memberikan terapi O2 kanan IVFD RL 20
seperti tertimpa benda nasal kanul tpm
berat.
-ps mengeluh sesak nafas Hasil : ps telah diberikan -ps telah diberikan O2
Do : O2 nasal kanul 8 L nasal kanul 8 L
-ps tampak sesak 23.00 3. Mengkaji ttv pasien - Ttv pasien : TD:
-ttv pasien : TD: 130/90 Hasil : 130/90 mmHg, HR:
mmHg, HR: 130×/menit,
Ttv pasien : TD: 130/90 130×/menit, RR:
RR: 30×/menit, S:36,70C
-SpO2 : 60% mmHg, HR: 130×/menit, 30×/menit, S:36,70C
-pergerakan dada RR: 30×/menit, S:36,70C SpO2 : 60%
asimetris SpO2 : 60% - pasien tampak pucat
-suara nafas pasien Mengi
23.00 4. Memantau adanya pucat dan membran mukosa
(Wheezing)
-irama pernafasan pasien dan sianosis pasien sianosis
ireguler Hasil : pasien tampak - irama pernafasan
-ps tampak pucat pucat dan membran pasien ireguler,
-akral pasien dingin mukosa pasien sianosis kedalaman nafas pasien
-membran mukosa pasien
sianosis 23.00 5. Memantau irama, dangkal.
-kedalaman pernafasan kedalaman, dan upaya - pergerakan dada
pasien cepat dan dangkal pernafasan asimetris serta terdapat
- Radiologi:foto thorax Hasil : irama pernafasan suara nafas Mengi
gambaran pneumotoraks
pasien ireguler, (Wheezing)
kanan, paru kolaps
kedalaman nafas pasien - ps terpasang WSD di
dangkal. IC 4-5 mid axila kanan
23.00 6. Memperhatikan A : masalah belom
pergerakan dada teratasi
Hasil : pergerakan dada P : tindakan dilanjutkan
asimetris serta terdapat di ruang rawat inap
suara nafas Mengi mahasiswa
(Wheezing)
23.00 7. Kolaborasi untuk
tindakan dekompresi
dengan pemasangan
selang WSD
Hasil : ps terpasang WSD
di IC 4-5 mid axila kanan
2. Nyeri akut b.d trauma 23.00 1. Mengkaji nyeri secara S:
jaringan dan reflex komprehensif -P : kecelakaan
spasme otot Hasil : -Q : seperti tertimpa
Ds : -P : kecelakaan benda berat
P : ps mengalami
kecelakaan -Q : seperti tertimpa -R : dada bagian
Q : ps mengatakan benda berat sebelah kanan
seperti tertimpa benda -R : dada bagian sebelah -S : 7/10
berat kanan -T : saat kecelakaan,
R : ps mengatakan
-S : 7/10 selama perjalanan ke
nyeri dada bagian
sebelah kanan -T : saat kecelakaan, RS serta di IGD
S : Ps mengatakan selama perjalanan ke RS - pasien tidak memiliki
skala nyerinya 7/10 serta di IGD riwayat alergi
T : saat kecelakaan,
23.00 2. Mengkaji ttv pasien - ps paham dan akan
selama perjalanan ke
RS serta di IGD Hasil : TD: 130/90 melakukan yang yang
Do : mmHg, HR: 130×/menit, diajarkan perawat
-ps tampak meringis RR: 30×/menit, S:36,70C - ps mengatakan akan
kesakitan SpO2 : 60% melakukan relaksasi
-ps tampak
memegangi dadanya 23.00 3. Mengecek riwayat alergi nafas dalam apabila
-ps tampak pucat Hasil : pasien tidak nyeri
-membran mukosa memiliki riwayat alergi O:
pasien sianosis 23.00 4. Memberikan terapi - TD: 130/90 mmHg,
-ttv pasien : TD:
Tramadol 2×1 mg drip HR: 130×/menit, RR:
130/90 mmHg, HR:
130×/menit, RR: Hasil : ps telah diberikan 30×/menit, S:36,70C
30×/menit, S:36,70C terapi obat Tramadol 2×1 SpO2 : 60%
-SpO2 : 60% mg drip dan tidak ada - ps telah diberikan
reaksi alergi terapi obat Tramadol
23.00 5. Membaringkan pasien 2×1 mg drip dan tidak
pada posisi yang nyaman ada reaksi alergi
Hasil : ps sudah berada di - ps sudah berada di
posisi nyaman posisi nyaman
23.00 6. Mengajarkan teknik A : masalah belum
distraksi teratasi
Hasil : ps paham dan akan P : Tindakan
melakukan yang yang dilanjutkan diruang
diajarkan perawat rawat inap
23.00 7. Mengajarkan teknik Mahasiswa
relaksasi nafas dalam
Hasil : ps mengatakan
akan melakukan relaksasi
nafas dalam apabila nyeri

23.00 1. Memonitor tanda dan gejala S:


3. Resiko Infeksi b.d
faktor risiko tempat infeksi sistemik dan lokal - ps mengatakan paham
masuknya organisme Hasil : ps tidak terdapat dan akan istirahat
sekunder terhadap tanda-tanda gejala infeksi O:
trauma 23.00 2. Menginpeksi kulit dan - ps tidak terdapat
Ds : -
membran mukosa terhadap tanda-tanda gejala
Do :
-ps terpasang WSD di kemerahan, panas, drainase infeksi
IC 4-5 mid axila Hasil : kulit pasien tampak - kulit pasien tampak
kanan pucat, membran mukosa pucat, membran
-balutan ps tidak
pasien sianosis mukosa pasien sianosis
terjadi rembesan darah
- Adanya luka 1 cm 23.00 3. Menginspeksi kondisi luka -kondisi luka baik,
dengan jahitan matras Hasil : kondisi luka baik, terturup kassa, tidak ada
mengelilingi selang terturup kassa, tidak ada rembesan darah pada
WSD rembesan darah pada balutan luka
- Tampak gelembung
udara keluar dari balutan luka - ps telah diberikan
ujung selang dalam 23.00 4. Mendorong pasien untuk Ceftriaxone 2 x 1 mg
botol WSD saat istirahat IV dan tidak terdapat
ekspirasi Hasil : ps mengatakan tanda alergi
-ttv pasien : TD:
paham dan akan istirahat A : masalah belum
130/90 mmHg, HR:
130×/menit, RR: 23.00 5. Memberikan terapi obat teratasi
30×/menit, S:36,70C Ceftriaxone 2 x 1 mg IV P : tindakan dilanjutkan
-SpO2 : 60% Hasil : ps telah diberikan di ruang rawat inap
Ceftriaxone 2 x 1 mg IV Mahasiswa
dan tidak terdapat tanda
alergi

G. Penatalaksanaan Komprehensif
Waktu Tindakan kolaborasi Rasional Evaluasi
23.00 1. Memberikan terapi O2 -memberikan tambahan O2 S:-
nasal kanul dan mencegah hipoksia O:
23.00 2. Memberikan terapi -mengurangi rasa nyeri -ps terpasang O2 nasal
analgesik Tramadol 2×1 kanul 8 L
mg drip -ps telah diberikan
23.00 3. Memberikan terapi -mencegah infeksi terapi injeksi Tramadol
antibiotik Ceftriaxone 2 x 1 2×1 mg drip,
mg IV Ceftriaxone 2 x 1 mg
23.00 4. Memberikan terapi cairan -menambah asupan cairan IV
IVFD RL 20 tpm dan elektrolit -ps terpasang terapi
23.00 5. Melakukan pemasangan -mengeluarkan cairan IVFD RL 20
WSD udara/cairan di thorax tpm
-ps terpasang WSD di
IC 4-5 mid axila
kanan.
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan di ruang
rawat inap
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta:
Interna Publishing.
Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASAN-
PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253. Jakarta: EGC.
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e.
dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

Anda mungkin juga menyukai