Anda di halaman 1dari 24

TENSION PNEUMOTHORAX

A. Definisi
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi
udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan
tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara
masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Manjoer,
2000).

B. Etiologi
Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik
atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:
Trauma benda tumpul atau tajam meliputi gangguan salah satu
pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk
(patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya
Tension Pneumotoraks)
Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),
biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah
kateter subklavia).
Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks
sederhana ke Tension Pneumotoraks
Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke
pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-
way katup
Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan
pneumothoraks(Corwin, 2009).

C. Manifestasi Klinis Tension Pneumothoraks


- Terjadi peningkatan intra thoraks yang progresif, sehingga terjadi kholaps
total paru, mediastinal shift atau pendorong mediastinum ke kontralateral,
deviasi thrachea, hipotensi dan respiratory distres berat.
- Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, tekanan jugularis meningkat, pergerakan dinding dada
yang asimetris, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada
sisi yang sakit. (American College of Surgeons Commite on Trauma,
2005).
- Terjadi sesak napas yang progresif dan berat
- Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat
gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung
- Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat
- Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan
pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada
tampak asimetris(Corwin, 2009).

1. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila
pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini
lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal
serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan
pneumotoraks sekunder.

- Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan


invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan
pemeriksaan CT-Scan.Ada 4 derajat.

- Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau


cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi
kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah
tersebut.
Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

- Pemeriksaan Laboratorium :
GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-
kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen
biasanya menurun. Analisa gas darah arteri memberikan gambaran
hipoksemia.
Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah.
Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
2. Algoritma pada kasus

Pasien tertembak

Universal precation
Handscon dan masker

Lihat keadaan sekitar aman/tidak

Jumlah korban

Pengumpulan triage Telepon ambulance

Primary survey

Trauma dengan jaw trhrust

Periksa jalan nafas pasien


Non trauma dengan head till chin
leaft

Berikan bantuan nafas Rescue breathing/CPR

Amati apakah terdapat luka

penetrasi Luka tembak Patah tulang

Pertahankan dengan balut donat Deep area luka yang Balut bidai
lalu di perban tertembak dan yang
mengeluarkan banyak
darah
Pasang iv line

Cek AVPU pasien

Cek pupil isokor/Anisokor Lepas baju pada daerah yang


terkena penetrasi/luka tembak

Berikan selimut pada


pasien

Periksa TTV pasien

TTV Monitoring oximetri Kateter urine Uji lab Pasang NG


jantung

Menanyai riwayat pasien


kepada keluarga

Lihat kondisi kepala,leher,dada,ekstremitas bawah dan atas apakah


adanya
deformoitas,contusion,abrasi,penetrasi,burn,tendernes,laserasi,swelling

(DCAP BTLS)
3. Penatalaksanaan Tension Pneumothoraks
Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring
atau trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi
c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada penderita
yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas bersih,
walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap
dilakukan.

b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis


distensi, tapi masih ada nafas.
- Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan
dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa
insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis
midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan
mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks
sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu
dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela
iga ke 5 ( setinggi puting susu) di anterior garis
midaksilaris.Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela
iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara
lain tidak masuk nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai
RS

- Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter


ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara
untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah.
Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension
pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan
sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
- Pemberian Oksigen

c. Circulation : (takikardia, hipotensi)


- Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat
untuk menghindari parahnya tension pneumothoraks
- Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat
390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
- Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai
kebutuhan atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien
sudah distabilkan.
f. Pengelolaan selama transportasi :
- Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri
- Bantuan kardiorespirasi bila perlu
- Pemberian darah bila perlu
- Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan
karena bisa membiaskan simptom
Secondary survey dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif
Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di
tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan
IV line tetap.
b. Re-evaluasi :
- Laju nafas
- Suhu tubuh
- Pulse oksimetri saturasi O2
- Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis,
dekompresi v. urinaria sebelum DPL
- EKG
- NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
- Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu
kompres dan obati
c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan
tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous suction).

d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up


mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru
maksimal lalu lakukan monitoring
e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi
Medis : Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya
pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah :

a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini dilakukan


apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari
alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura
perlahan-lahan akan direabsobsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari
sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika
diberikan tambahan oksigen.
b. WSD (Water Seal Drainage), Tindakan ini dilakukan seawall mungkin
pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan
mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan
dengan cara memasukan jarum di intercosta pada daerah apikal yaitu ICS
2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.
c. Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam
rongga toraks dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam
penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan prosedur
ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk
pleurodesis(Kurniasih, 2009).

Standar Peralatan pada Ambulance


Kepmekes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi
Kendaraan Pelayanan Medik. Kepmenkes No 143/Menkes-
kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medik.
Diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan medik pada kendaraan
ambulans AGDT, khususnya untuk keseragaman dan peningkatan mutu
pelayaan rujukan kegawatdaruratan medik. Yang diatur dalam
Kepmenkes adalah jenis kendaraan :
a. Ambulans transportasi
b. Ambulans gawat darurat
c. Ambulans rumah sakit lapangan
d. Ambulans pelayanan medik bergerak
e. Kereta jenazah.
f. Ambulans udara.
Sedangkan untuk Ambulance Gawat Darurat

Tujuan Penggunaan : Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra


Rumah Sakit
Pengangkutan penderita dawat darurat yang sudah distabilkan dari
lokasi kejadian ke tempat tindakan definitif atau ke Rumah Sakit
mSebagai kendaraan transport rujukan.
Persyaratan :
- Teknis Kendaraan : Kendaraan roda empat atau lebih dengan
suspensi lunak.
- Warna kendaraan : kuning muda
- Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri tertulis : Ambulans dan logo : Star of
Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
- Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang
pengemudi. Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.
- Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi
- Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat.
- Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien.
- Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu
dapat dilipat.
- Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak
untuk melakukan tindakan.
- Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas tempat
penderita.
- Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
- Lampu ruangan secukupnya/bukan neon dan lampu sorot yang
dapat digerakan.
- Meja yang dapat dilipat.
- Tersedia Lemari obat dan peralatan.
- Tersedia peta wilayah dan detailnya.
- Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air
limbah.
- Sirine dua nada.
- Lampu rotator warna merah dan biru.
- Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi.
- Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia.
- Tersedia Peralatan rescue.
- Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar.
- Peta wilayah setempat Jabotabek.
- Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.

Medis

- Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang .


- Peralatan medis PPGD.
- Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/
bayi.
- Suction pump manual dan listrik 12 V DC.
- Peralatan monitor jantung dan nafas.
- Alat monitor dan diagnostik.
- Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa.
- Minor surgery set.
- Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya.
- Entonok.
- Kantung mayat.
- Sarung tangan disposable.
- Sepatu boot.

Petugas
- 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi.
- 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD.
- 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS.

Tata tertib berkendara


- Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan
lampu rotator.
- Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator yang
dihidupkan
Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku.
- Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
- Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut
dengan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu
dan keadaan penderita setiap 15 menit.
- Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.
(Kepmenkes, 2001).
4. Patofisiologi Tension Pneumothoraks
- Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya.Udara
memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti
katup satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi
tetapi tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup
pada saat ekspirasi.
Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan
tekanan udara mulai melampaui tekanan barometrik.Peningkatan tekanan
udara akan mendorong paru yang dalam keadaan recoiling sehingga
terjadi atelektasis kompresi.

Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran


jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang
semakin meningkat akibat penumpukan udara ini menyebabkan kolaps
paru.Ketika udara terus menumpuk dan tekanan intrapleura terus meningkat,
mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena dan aliran balik vena
menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esofagus dan pembuluh
darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada
jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat (Sudoyo, 2009).

- Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat


dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan
intraprgleura yang negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan
pleura. Ketika udara masuk ke ruang pleura factor-faktor ini akan hilang
dan paru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu.
Jika lebih banyak udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di
bandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola
katup dan tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps
total dan akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga
mendiastinum terdorong ke sisi berlawanan dan paru sebelah juga
terkompresi dan dapat menyebabkan hipoksia yang berat dapat timbul dan
ketika tekanan pleura meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah yang
melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang
mengakibatkan hipotensi arterial dan syok.(Kowalak, 2011).

5. Komplikasi pada Tension Pneumothoraks


- Gagal napas akut (3-5%)
- Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
- Henti jantung-paru
- Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
- Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya
Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
- Syok (Alagaff, 2005)

Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,


akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun.
Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian
dapat terjadi(Corwin, 2009).
6. Asuhan Keperawatan
I. Identitas
Nama : Sam Smith
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : L
Alamat : Jl. Bendungan sigura-gura Blok D No. 45
No. Reg : 112074
Tgl. MRS : 22-09-2014
Jam Masuk : 12.43
Jam Keluar :-
Dx Medis : Tension Pneumothorax
DATA KHUSUS
1) Subyektif:
Keluhan utama (chief complaint): Kepala terasa sakit terutama jika
beraktivitas, dada terasa sakit, nafas seperti mau hilang, pandangan
menjadi kabur
2) Obyektif:
A. AIRWAY
Snoring : (-)
Stridor : (-)
Gurgling : (-)
Wheezing : (-)
B. BREATHING
Gerakan dada simetris/tidak; gerakan paradoksal ada/tidak
Retraksi intercoste ada/tidak
Gerakan diafragma normal/tidak; distensi abdomen (-)
C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki hangat/dingin
Kualitas nadi cepat/lambat; kuat/lemah
D. DISABILITY
AVPU: Sadar
PERLA > pupil isocoor/anisocoor; reaksi terhadap rangsangan
cahaya (+/+)
E. EXPOSURE/ENVIRONMENT
Luka tembak (penetrasi) daerah thorax
F. FULL OF VITAL SIGNS & FIVE INTERVENTIONS
TD : 100/85mmHg
RR : 30x/mnt
PP :-
MAP : -
HR : 120x/mnt
T : 36,5oC
Infus :-
Kateter Urine : -
Produksi urine: -
Warna urine :-
NGT :-
Hasil pemeriksaan laboratorium
Ph : 7,20 BE : -1
PO2 : 20 SO2 : 89%
PCO2 : 80 HCO3 :23
G. GIVE COMFORT
-
H. HISTORY
-
I. HEAD TO TOE ASSESSMENT
Leher : Deviasi trakea (+)
JVD (+)
Thoraks : Inspeksi
Deformitas (-) Burn (-)
Contusio (-) Tenderness (+)
Abrasi (-) Laserasi (+)
Penetrasi (+) Swollen (+)
Palpasi
Nyeri tekan (+) Krepitasi (-)
Paru-paru : Perkusi > hipersonor paru dextra
Auskultasi > suara menjauh paru dextra
Ekstremitas :Inspeksi
Deformitas (-) Burn (-)
Contusio (-) Tenderness (+)
Abrasi (-) Laserasi (+)
Penetrasi (+) Swollen (+)
Palpasi
Nyeri tekan (+) Krepitasi (-)
Pulsasi (+) Motorik (+)
Sensorik (+) Fraktur di tibia
dextra
II. Terapi
III. Pemeriksaan Penunjang

ANALISA DATA

No. Data Fokus Etiologi Problem


1. DS : Perubahan membran Gangguan pertukaran gas
- Pasien mengatakan alveolar
sakit kepala saat
beraktifitas
- Pasien mengatakan
nafas mau hilang
- Pasien mengatakan
pandangan saya
menjadi kabur
(gangguan
penglihatan)

DO:
- Ph darah arteri
abnormal (7,20)
- Hipoksia
- Takipnea
- Somnolen
- Sianosis
- Takikardi
2. DS : Keletihan otot Ketidakefektifan pola nafas
- pernafasan
DO :
- Perubahan
kedalaman
pernafasan
- Takipnea
- Hipotensi
- Perubahan ekskursi
dada
No Noc Nic
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Respiratory Monitoring :
3x60 menit respiratory status : Gas Exchange 1. Monitor rate, rhytem, depth, adn effort
dengan kriteria hasil sebagai berikut : respiration
No Noc Score 2. Note chest movement, wathcing f
1. Partial pressure of oxygen symmetry, use of accessory muscules, a
in arterial blood (Pa02) supraclavicular and intracostal muscu
2. Partial pressure of carbon retractions
dioxide in arterial blood 3. Auscultate breath sounds after treatments
(PaC02) note results
3. Arterial Ph 4. Monitoring breathing petterns : tachypne
4. Chast x-ray hiperventilation
5. Sianosis 5. Note location of trachea

6. Somnolence 6. Monitor and note changes in SaO2,SvO2,

7. Impaired cognition tidal CO2 and changes in ABG values

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan


3x60 menit respiratory status : Respiratory
Status dengan kriteria hasil sebagai berikut :
No Noc Score
1. Respiratory rate
2. Depth inspiration
3. Oxygen saturation
4. Pulmonary function test
5. Sianosis
6. Somnolence
7. Impaired expiration
DAFTAR PUSTAKA

Aru W.Sudoyo,dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V.


Jakarta:Interna Publishing.
Kowalak, Jennifer P. dkk ; Buku Ajar Patofisiologi : SISTEM PERNAPASAN-
PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253 :EGC-Jakarta, 2011
Buku Saku Patofisiologi Corwin ,Elizabeth J. Corwi 2009
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadels Textbook of Respiratory Medicine, 5/e.
Saunders. Philadelphia.

Netter, 1979 dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University
Press.

Bosswick, John A., Jr. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai