Anda di halaman 1dari 23

ABDUL M.

KASTELLA
EKA I. SIRAIT
Penyakit Paru Obstruktip Kronik (PPOK) adalah penyakit
yang komplek, multikomponen dan heterogen

Sejak 2014 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung


Disease (GOLD) merevisi rekomendasi tatalaksana dengan
menambah parameter intensitas gejala dan eksaserbasi,
namun tetap masih kurang mencerminkan heterogenitas
PPOK

Dengan fenotip akan membuat pendekatan terapi lebih


personal tidak hanya berdasar keparahan obstruksi aliran
udara
Menurut GOLD diagnose PPOK didapatkan keluhan
Sesak
Batuk kronis atau berdahak
Ada pajanan faktor risiko terutama merokok

Spirometri merupakan keharusan untuk memastikan


diagnose. Hambatan aliran udara persisten bila rasio
volume ekspirasi paksa detik pertama dan kapasitas
vital paksa kurang dari 0.7 (FEV/FVC <O.7)
 Kamus Merriam-Webster, fenotip : properti yang
dapat diamati dari suatu organisme yang didapat dari
interaksi genotip dan lingkungan
 Han dkk fenotip : atribut penyakit tunggal atau
kombinasi yang menggambarkan perbedaan di antara
individu PPOK karena ada hubungan dengan Iuaran
secara klinis
 Miravitlles dkk fenotip PPOK merupakan perbedaan
tipe klinis yang mempunyai dampak pada terapi dan
yang diidentifikasi pada pasien PPOK
 Fragoso dkk fenotip adalah sebuah atau satu set
atribut yang dapat ditandai secara klinis yang agak
stabil dalam beberapa waktu dan menetapkan
kelompok individu yang relevan, yang berimplikasi
pada terapi dan prognosis
Tujuan mengelompokkan PPOK dalam fenotip
untuk dapat mengklasifikasi pasien ke dalam
subgrup yang berbeda sesuai dengan prognosis
dan respons terapi supaya dapat memilih terapi
yang lebih tepat yang dapat mengoptimasi
Iuaran yang berarti secara klinis bagi pasien.
 Beberapa ukuran fungsional keparahan yang
berkorelasi dengan mortalitas pada PPOK
seperti:
• FEV1
• Rasio kapasitas inspirasi dengan kapasitas paru total (IC/ TLC)

• Kapasitas difusi paru (DLCO)


• 6-min walking distance

• Konsumsi oksigen maksimum atau maksimum watt pada uji


Iatihan dapat membantu identifikasi fenotip
 Respons terhadap bronkodilator dapat dipakai untuk
membedakan asma dan PPOK dan untuk membuat
definisi fenotip asthma-COPD overlap (ACO)
 Teknik pencitraan seperti computed tomography
(CT), high-resolution computed tomography (HRCT)
dan magnetic resonance imaging (MRI) telah
ditegaskan dapat digunakan secara klinik untuk
membedakan di antara beberapa fenotip PPOK
 Fragoso dkk mengusulkan bahwa kombinasi
kuesioner, parameter obyektip seperti uji fungsi paru,
termasuk IC/ TLC, 6-min walking distance, exercise
testing dan CT scan dada harus dapat dipakai untuk
membedakan fenotip
 Jadi yang sangat esensial dalam identifikasi
fenotip PPOK adalah validasi prospektif
terhadap luaran klinik atau respons terapi
 Minimal ada tiga fenotip PPOK yang telah
dilakukan validasi yaitu :
1. Defisiensi ἀ1-antitrypsin
2. Emfisema/hiperinflasi
3. Sering eksaserbasi
Fenotip yang paling relevan secara klinis menurut
Fragoso dkk ada 4 yaitu :
 Less symptomatic non-exacerbator
 The exacerbator with emphysema
 The exacerbator with chronic bronchitis
 Phenotip ACO (asthma-COPD overlap)

Fenotip lain yang relevan secara klinis ada


 symptomatic non-exacerbator
 fenotip COPD bronchiectasis yang juga perlu
diperhatikan
 GOLD mengusulkan terapi berdasar gejala
dan faktor resiko dengan eskalasi bila belum
ada respons dan dilakukan de eskalasi bila
sudah lebih baik
 Pedoman dari spanyol mengusulkan terapi
PPOK berdasarkan empat fenotip klinik dan
keparahan penyakit
 Fragoso dkk menegasakan pendekatan terapi
farmakologi berdasar fenotip, perlu
memperhatikan fenotip yang paling relevan
secara klinis yang dapat dilihat pada tabel 1
Fenotip Pendekatan Terapi
1. Non-exacerbator atau less SABA atau SAMA
symptomatic LABA atau LAMA
2.Non-exacerbator, sympatomatic LABA + LAMA
with emphysema LABA + LAMA + Metilsantin
3. Exacerbator with emphysema LAMA + LABA
LAMA + LABA + ICS
LAMA + LABA + ICS + Metilsantin
4. Exacerbator with chronic bronchitis LABA + ICS
LAMA + LABA + ICS dan/atau PDE4i
LAMA + PDE4i + cysteines
5. Mixed asthma COPD (ACO) LABA + ICS
LABA + ICS + LAMA
LABA + ICS+ LAMA +Metilsantin
6. COPD-bronchiectasis LABA + ICS
LABA + Cysteines + longterm
macrolide
 Petunjuk untuk mengklasifikasikan pasien ke dalam
fenotip yang paling tepat adalah pertama mencari
informasi apakah pasien mengalami eksaserbasi > 2
tahun sebelumnya
 Jika memenuhi maka pasien dimasukkan ke dalam
predominan fenotip sering eksaserbasi (eksaserbator)
dan terapi harus diprioritaskan untuk mengurangi
eksaserbasi
 Bila tidak ditemukan dua atau lebih eksaserbasi pada
tahun sebelumnya, selanjutnya dipertimbangkan
apakah pasien mempunyai gambaran asma dengan
tes reversibilitas bermakna. ini untuk membantu
membedakan pasien dengan predominan ACO dari
pasien yang dengan predominan fenotip simptomatik
 Tanda fenotip ACO adalah peningkatan variabilitas
hambatan aliran udara dan obstruksi aliran udara
reversibel tidak komplit.
 Karakteristik pasien ACO adalah banyak keluhan,
luaran jelek, dan diagnosis dan terapi tidak jelas.
 Manifestasi umur pada ACO juga penting diketahui
 >40 tahun tanpa memandang penurunan fungsi
paru, penggunaan fasilitas kesehatan, dan
mortalitas.
 Pada tahun 2012, pedoman berbasis konsensus
mengusulkan fenotip ACO bila ada 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.
Kriteria Minor Kriteria Mayor

Kadar imunoglobulin E (IgE) Tes bronkodilator sangat


meningkat. positif (peningkatan FEV1
≥15% dan ≥400 ml).

Ada riwayat atopi dan hasil Sputum eosinofilia dan


bronkodilator positif (FEV1 riwayat asma.
meningkat ≥ 12% dan ≥200
ml pada ≥2 kali
pemeriksaan).
 Fenotip ACO mempunyai respons baik dengan
kortikosteroid inhalasi karena predominan
inflamasi bronkial eosinofilik  terapi kombinasi
ICS + LABA.
 Kombinasi LABA/ICS merupakan pilihan utama
pada fenotip ACO.
 Studi yang membandingkan the real-world
effectiveness formoterolbudesonide dan
fluticasone-salmeterol pada 7394 pasien PPOK 
tidak ada perbedaan antara formoterolbudesonide
dan fluticasone-salmeterol.
 Kriteria yang sudah diterima secara luas
tentang fenotip sering eksaserbasi adalah
pasien dengan fixed airflow obstruction
dengan eksaserbasi ≥2 kali pertahun atau satu
eksaserbasi dengan rawat inap.
 Risiko sering eksaserbasi lebih sering
berhubungan dengan hipersekresi mukus
kronis daripada keparahan obstruksi aliran
udara.
 Eksaserbasi lebih sering pada PPOK dengan
hiperaktivitas aluran nafas seperti wheezing
dan riwayat asma.
 Long acting inhale anticholinergic dan β2-
agonist sendiri atau kombinasi masing-masing
komponen telah dilaporkan mengurangi
frekuensi eksaserbasi pada PPOK derajat
sedang atau lebih buruk.
 Kombinasi tiga macam obat : tiotropium-
fluticasone, salmeterol, dan tiotropium-
budesonide-formoterol juga efektif dalam
mengurangi eksaserbasi sedang-berat.
 Kombinasi ICS+ LABA lebih efektif dari pada
kombinasi LAMA+ LABA dalam mencegah
eksaserbasi pasien PPOK cenderung
eksaserbasi.
 Acetylcystein oral yang ditambahkan pada regimen
medikasi inhalasi dilaporkan dapat mengurangi
frekuensi eksaserbasi PPOK.
 Roflumilast suatu inhibitor anti inflamasi
phospodiesterase tipe 4 telah terbukti paling
bermanfaat dalam mencegah eksaserbasi pada
kelompok pasien >40 tahun dengan PPOK berat
dan dengan riwayat bronkitis kronis dan sering
eksaserbasi.
 Pasien dengan fenotip simptomatik biasanya
dengan riwayat merokok dan spirometri
menunjukkan penurunan kapasitas difusi (DLco)
dan hiperinflasi.
 Bronkodilator kerja panjang merupakan obat utama
pengobatan PPOK, memperbaiki keluhan sesak
napas, kapasitas exercise dan kualitas hidup.
 Kombinasi LAMA dan LABA  pilihan pertama, bila
masih ada keluhan dapat diberikan metil santin.
 Terapi non farmakologi bertujuan untuk
mengurangi hiperinflasi dinamik.
 Eosinofilia  kondisi dimana jumlah eosinofil
didarah atau didahak ≥2%.
 Jumlah eosinofil darah perifer berhubungan
erat dengan eosinofilia saluran nafas.
 Ho, dkk mengelompokkan pasien PPOK dengan
eosinofil >2% baik di darah atau di dahak
sebagai PPOK eosinofil.
 Studi kohort melaporkan karakteristik pasien
PPOK dengan peningkatan eosinofil seperti
umur lebih tua, gender pria dan curent severe
asthma.
 Pasien PPOK dengan jumlah eosinofil darah
tinggi mempunyai risiko eksaserbasi
meningkat terutama eksaserbasi berat.
 Terapi kortikosteroid inhalasi untuk
mengurangi konsentrasi eosinofil saluran
napas terbukti mengurangi frekuensi
eksaserbasi akut berat PPOK.
 Pada pasien PPOK dengan banyak gejala
dan atau sering eksaserbasi mungkin
membutuhkan tiga terapi  LAMA, LABA,
ICS.
 Antibodi monoklonal telah dikembangkan
untuk mengobati asma eosinofilik.
 Benralizumab tidak mengurangi tingkat
eksaserbasi atau memodifikasi fungsi paru.
 Mepolizumab diberikan selang waktu 4
minggu selama 52 minggu pada pasien PPOK
yang mempunyai riwayat eksaserbasi
sedang-berat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai