PENDAHULUAN
1
menderita tuberkulosis paru dan 1,5 juta orang diantaranya meninggal dunia.
WHO juga menyebutkan bahwasanya angka insiden tuberkulosis paru pada tahun
2015 adalah 183/100.000 penduduk dan angka prevalensi tuberkulosis pada tahun
2015 adalah 272/100.000 penduduk.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2016), tuberkulosis dapat menyerang
semua umur, tidak hanya usia tua, tetapi juga usia muda dan usia produktif.
Menurut kelompok umur, kasus baru paling banyak ditemukan pada kelompok
usia 25-34 tahun, (18,07%), diikuti kelompok umur 45-54 tahun (17,25%), dan
kelompok umur 35-44 tahun (16,81%). Menurut jenis kelamin, jumlah kasus
BTA positif pada laki-laki lebih tinggi 1,5 kali dibandingkan dengan kasus BTA
positif pada perempuan.
Perilaku individu juga menjadi faktor risiko terhadap penularan TB Paru.
Ada beberapa perilaku yang sangat berisiko dalam penularan yaitu tidak
membuka jendela rumah, menggunakan peralatan makan yang sama dengan
penderita, dan kebiasaan meludah sembarangan. Kebiasaan masyarakat seperti
tidak menutup mulut ketika batuk dan meludah kesembarangan tempat, menutup
jendela rumah pada siang hari juga berkaitan dengan penularan penyakit
tuberkulosis.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Sanitasi rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Mariat, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong Tahun 2020.
2
2. Apakah ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian TB Paru?
3. Apakah ada hubungan antara kondisi jendela rumah dengan kejadian TB
Paru ?
4. Apakah ada hubungan antara luas ventilasi kamar anak dengan kejadian
TB Paru?
5. Apakah ada hubungan antara kepadatan hunian kamar anak dengan
kejadian TB Paru ?
3
2. Dapat memperkaya wawasan dan pengalaman yang luas bagi peneliti dan
menembah informasi tentang hubungan sanitasi rumah dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Mariat.
4
Peneliti ini diharapkan dapat membantu pihak peneliti lain dalam menyajikan
informasi untuk mengadakan peneliti yang serupa, serta dapat dijadikan
sebagai tambahan literatur.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
6
merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.
Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses
terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa
penyakit Tuberkulosis.
7
3. Kelembaban Udara
Kelembaban udara didalam rumah berpengaruh terhadap
kenyamanan penghuninya, dimana kelembaban maksimal 60% dengan
temperatur kamar 22°C hingga 30° C. Kelembaban diatas 60% akan
mengakibatkan kuman tuberkulosis bisa bertahan lama dan dapat
menginfeksi penghuni rumah.
4. Jenis lantai
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan
penyakit TB Paru. lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan
penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi
berkembangbiaknya kuman Mycobacterium tuberculosis.
5. Pencahayaan Rumah
Cahaya matahari bisa membunuh kuman dan bakteri pathogen
yang berada di lingkungan rumah, salah satunya tuberkulosis. Karena itu
rumah harus memiliki 20% luas jendela dari luas seluruh rumah, supaya
cahaya matahari bisa masuk ke rumah dan bisa membunuh kuman
tuberkulosis.
6. Pendidikan
WHO menyatakan bahwa tuberkulosis tidak hanya menyerang
kepada orang dengan usia produktif, tetapi juga kepada orang dengan
pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan rendah
berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat tentang pemenuhan gizi
yang baik dan pencegahan serta pengobatan TB Paru.
7. Umur
Insiden tertinggi angka kejadian TB Paru adalah usia muda dan
produktif yaitu sekitar 75 % umur 15 – 50 tahun. Pada usia ini mereka
menghabiskan waktunya untuk bekerja dan berinteraksi dengan orang lain
yang kemungkinan tertular TB paru.
8
8. Sistem Kekebalan Tubuh
Orang dengan tingkat kekebalan tubuh rendah akan meningkatkan
resiko terinfeksi TB Paru seperti orang dengan HIV/AIDS.
9. Frekuensi Kontak Dengan Penderita TB Paru
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dan percikan dahak.
TB Paru dengan BTA positif akan memberikan dampak penularan lebih
besar daripada penderita TB Paru BTA negatif. Resiko penularan setiap
tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (
ARTI ) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB Paru selama
satu tahun. Annual Risk of Tuberculosis Infection sebesar 10%, berarti ada
10 orang terinfeksi dari 1000 penduduk setiap tahunnya. Sebagian orang
yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB.Annual Risk of
Tuberculosis Infection di Indonesia bervariasi antara satu hingga tiga
persen.
2.3 Etiologi
Mycrobacterium Tuberculosis adalah kuman yang berbentuk batang lurus
atau agak bengkok, panjang 1-4 mikron, lebar antara 0,3-0,6 mikron, obligat,
tidak membentuk spora, tidak motil, tidak berkapsul dan bersifat tahan terhadap
penghilangan zat warna dengan asam alkohol. Pertumbuhan kuman
mikobakterium sangat lambat, koloni baru terlihat 3 hari sampai 8 minggu setelah
proses pengeraman pada suhu optimal. Mycrobacterium Tuberculosis tumbuh
optimal pada Suhu sekitar 370C dengan pH optimal 6,4-7,0. Mycobacterium
tuberculosis dapat tumbuh pada media yang mengandung gliserol, garam
ammonium, asparagin, dan asam lemak. Pada media biakan bentuk koloninya
bulat, berukuran 1-3 mm, permukaan rata (Arvin Behrman K, 2000: 1022).
Mycrobacterium tuberculosis merupakan aerob obligat yang tumbuh pada
media sintesis yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam
9
ammonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada
suhu 37-410C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya
lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen
(Arvin Behrman K, 2000: 1028 ). Mikrobakteri tuberculosis mampu bertahan
hidup lama di lingkungan karena tahan terhadap kekeringan (Tom Elliot et. all,
2013:75).
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Tuberkulosis Paru (TB)
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi
atas :
1. Tuberkulosis paru BTA (+)
b. 1 (satu) spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menun jukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB paru BTA negatif rontgen
positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat
dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced” atau
millier), dan/atau keadaan umum penderita baik.
10
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
Kasus droped out adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
Kasus gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
atau akhir pengobatan.
Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
Kasus bekas TB adalah hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif
bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif,
atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung.
11
tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis
yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif. (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2006)
2.5 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman
TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan
dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
12
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
13
1. Diresorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2.6 Diagnosis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau
gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
14
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Gejala Sistemik meliputi demam dari rendah sampai tinggi, dan disertai
dengan gejala sistemik yang lain seperti malaise, anoreksia, keringat
malam, dan berat badan menurun yang merupakan ciri khas TB selain
batuk berkepanjangan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2005).
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan dahak mikroskopis TB
adalah faktor di dalam laboratorium (pembuatan sediaan, pembacaan sediaan,
pencatatan dan pelaporan) dan faktor di luar laboratorium (pasien, petugas
kesehatan, pengambilan sampel, pengadaan logistik, pengelola program)
seperti tampak pada bagan di bawah ini.
16
Gambar 1. Bagan Alur Diagnosis TB-Paru
2.7 Penatalaksanaan TB
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
b. Isoniazid (H)
17
c. Pirazinamid (Z)
d. Streptomisin (S)
e. Etambutol (E)
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination).
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg.
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg.
a. Kanamisin.
b. Kuinolon.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
18
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung
Aktif.
Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .
19
2.7.2 Efek Samping Obat
Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien Tb parudapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena
itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting
dilakukan selama pengobatan.
Rifamisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah:
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
20
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka
mengerti dan tidak perlu khawatir.
Pirinizamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman Tb paru pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam
beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan
bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi
berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema
pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
21
kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi
0,25gr Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran
janin.
2.8 Komplikasi
22
2.9 Sanitasi Lingkungan
23
- Rumah yang memiliki tinggi lebih dari 10 meter harus
memiliki penangkal petir.
- Ruang didalam rumah harus ditata dengan baik agar bisa
berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang anak,
ruang kamar mandi, ruang dapur, ruang kamar anak.
- Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan
asap.
Pencahayaan rumah ada dua macam, yaitu pencahayaan alami atau dengan
sinar matahari dan pencahayaan yang dibuat atau dengan lampu.
Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah untuk
mengurangi kelembaban dan untuk membunuh kuman penyakit tertentu.
Untuk itu pencahayaan alami maupun buatan langsung maupun tidak
langsung harus menerangi ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak
menyilaukan.
Kualitas udara didalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
- Tidak berbau dan berwarna.
- Suhu nyawan berkisar antara 18ºC sampai 30ºC.
- Kelembaban udara antara 40% sampai 70%.
- Terjadi pertukaran udara.
- Konsentrasi zat CO tidak melebihi 100 ppm per 8 jam.
24
Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari – hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
memenuhi syaratnya yaitu telah dimasak. Dalam kehidupan sehari – hari
manusia membutuhkan air sebanyak 60 lt / hari / orang. Adapun syarat –
syarat air bersih yaitu :
a) Syarat fisik : tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna.
b) Syarat kimia : contoh kadar besi maksimum adalah 0,3 mg / lt.
c) Syarat mikrobiologis : koliform tinja / koliform maksimal 0 /ml
air.
Kepadatan hunian rumah juga harus memiliki ruang tidur minimal seluas
delapan meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang
tidur dalam satu ruangan , kecuali anak dibawah lima tahun.
Binatang dapat menjadi sumber penyakit atau menjadi sarana berbagai
mikroorganisme untuk hidup dan berkembang biak dalam siklus
hidupnya. Contoh binatang yang dapat menularkan penyakit yaitu tikus
dan lalat serta nyamuk sehingga rumah harus bebas dari binatang tersebut.
Kebersihan makanan yang akan dimakan mempengaruhi secara langsung
dari orang–orang yang mengkonsumsinya sehingga makanan harus bersih
dan higienis bebas dari kotoran hewan seperti serangga dan tikus.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Kriteria inklusi dan eksklusi responden dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
26
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini :
a. Penderita TB Paru dewasa dengan BTA Positif
b. Penderita yang telah menjalani pengobatan maupun sudah selesai
menjalani pengobatan.
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini :
a. Penderita TB Paru anak – anak dengan rontgen positif.
b. Penderita yang kambuh setelah selesai menjalani pengobatan
sebelumnya.
c. Penderita MDR ( Multi Drug Resistance ).
d. Penderita yang tidak mau menjadi responden.
27
3.7. Variabel Penelitian
28