PENDAHULIAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
(SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI).
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena
ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan
dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi.
Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam antenatal
care (ANc).
2
2.2 KLASIFIKASI
Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara
normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin
tetap tidak dilahirkan secara normal.
Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous
placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan
tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap
berhati-hati.
3
Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah:
4
- Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada
usia di atas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden
plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidensinya lebih
rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya
wanita hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam
obstetrik yang menungkinkan deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi
(Chalik, 2009).
5
5. Usia ibu hamil. Di antara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun,
hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta
previa.
6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
7. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
8. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan
atrofik dan inflamatorik.
9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan,
tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi
berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).
2.5. ETIOLOGI
6
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Chalik,
2009).
2.6 PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena
pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti
akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi
dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat
pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar
dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan yang berlangsung lebih banyak dan
lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung
progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang terjadinya perdarahan. Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau
letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan
berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu
tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung
tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih
mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
7
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica
urinaria dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan
serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat
disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca
persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3 karena plasenta sukar melepas
dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim
tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009).
8
jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat menimbulkan
asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
2.8 DIAGNOSIS
9
Pemeriksaan Penunjang
10
2.10 PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan antepartum adalah
mencegah keadaan syok karena pendarahan yang banyak, untuk itu harus segera
diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan atau tranfusi darah. Selanjutnya
dapat dilakukan penanganan lanjutan yang disesuaikan dengan keadaan umum, usia
kehamilan, jumlah perdarahan, maupun jenis plasenta previa.
A. Perawatan Aktif (Terminasi)
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut,
misalnya : kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan anak mati.
Perdarahan aktif
Partus pervaginam ,
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak
sudah meninggal atau prematur. Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan
pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
a. Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis atau marginalis dengan
pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin.
Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan drip
oksitosin.
11
b. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak
dilakukan pada janin yang masih hidup.
c. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit
kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal
dan perdarahan tidak aktif.
Seksio Sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio cesarea adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup,
tindakan ini tetap dilakukan. Persiapan darah pengganti untuk stabilisasi dan
pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan
perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan yang masuk maupun keluar.
Tujuan Seksio adalah:
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi
dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat
banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah Rahim
menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta
sering menjadi sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan
serabut otot dengan korpus uteri.
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika
janin dilahirkan pervaginam.
Indikasi dilakukan tindakan seksio sesarea yaitu:
1. Plasenta previa totalis.
12
5. Plasenta previa lateralis jika :
B. Perawatan Konservatif
Cara perawatan :
13
2.11 KOMPLIKASI
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium
dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis
karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya plasenta previa adalah :
1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang
dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.
2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi
sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta Paling ringan
adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan maternal
plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi
retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah
perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang
yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35%
pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila
telah seksio sesaria tiga kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya
pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim
ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali
dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim,
ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika
maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah
melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu
merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
14
5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Prolaps tali pusat
10. Prolaps Plasenta
11. Infeksi sepsis. (Gibbs, RS., et. al, 2008).
2.12 PROGNOSIS
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan
perdarahan serta pertolongan yang cepat dan tepat. Kematian pada ibu dapat dihindari
apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan
seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena kelahiran yang
prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan
maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada
neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal. Prognosis juga lebih baik
apabila plasenta previa dapat dideteksi secara dini sehingga dapat dilakukan
perencanaan tindakan serta keadaan – keadaan yang tidak diinginkan dapat di antisipasi.
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS.
Darah yang keluar berwarna merah segar dalam jumlah banyak, pasien mengaku 4x
ganti pembalut sebelum ke RS. Keluar lendir bercampur darah serta keluar cairan dari
jalan lahir disangkal oleh pasien. Keluhan tidak disertai mules, nyeri dan kram pada
perut. Keluarnya gumpalan-gumpalan darah juga disangkal. Gerakan anak masih
dirasakan ibu. Keluhan ini adalah perdarahan yang kedua kali dirasakan pasien selama
kehamilan ini. Riwayat keluar darah dari jalan lahir pada usia kehamilan 34 minggu
namun dan sudah pernah dirawat di rumah sakit selama 2 hari dan setelah diberikan
obat oleh dokter kandungan pasien mengaku sudah tidak keluar darah lagi.
16
Riwayat asma disangkal
Riwayat Operasi
Os belum pernah dioperasi sebelumnya
Riwayat Alergi
Riwayat Alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat-obatan disangkal
Riwayat Perkawinan
Perkawin ke-1, masih kawin, lama perkawinan 2 tahun
Riwayat Haid
Menarche: umur 14 tahun, haid teratur, tidak nyeri saat haid, lama haid 7
hari, siklus 28 hari.
Dismenore : (-)
Ganti pembalut 3x sehari
HPHT : 10 – 9 – 2018
Taksiran persalinan : 17-6-2019
Riwayat ANC
17
Riwayat Persalinan
1 Hamil ini
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Thoraks
18
- Payudara : Simetris, puting susu menonjol (+)
Abdomen : Membesar sesuai kehamilan (-), striae (+), linea nigra (+)
Vagina : Vulva Vagina tampak tenang, darah (+) , lendir (-), flour albus (-)
penyakit kelamin (-), varices (-)
Ekstremitas: Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik (+/+), udema (-/-)
CT 10’ 5-11’
BT 3’ 1-3’
Gol. Darah O
19
HbsAg Non Reaktif
3.6 RESUME
G1P0A0 hamil 37 minggu datang datang dengan keluhan keluar darah dari jalan
lahir sejak 3 jam SMRS. Darah yang keluar berwarna merah segar dalam jumlah
banyak, pasien mengaku 4x ganti pembalut sebelum ke RS. Keluar lendir bercampur
darah serta keluar cairan dari jalan lahir disangkal oleh pasien. Keluhan tidak disertai
mules, nyeri dan kram pada perut. Keluarnya gumpalan-gumpalan darah juga
disangkal. Gerakan anak masih dirasakan ibu. Keluhan ini adalah perdarahan yang
kedua kali dirasakan pasien selama kehamilan ini. Riwayat keluar darah dari jalan lahir
pada usia kehamilan 34 minggu.
20
Pada pemeriksaan fisik umum dalam batas normal, sedangkan pemeriksaan
obstetri pada inspeksi diperoleh perut yang membesar sesuai umur kehamilan. Pada
palpasi, janin tunggal, letak memanjang, punggung di sebelah kiri, presentasi kepala.
DJJ: 138 x/menit, TFU: 31 cm, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan penunjang (USG)
transvaginal didapatkan hasil Janin tunggal, memanjang, presentasi kepala, nampak
plasenta menutupi OUI. Pemeriksaan Laboratorium didapatkan hasil; Hb 10,7 gr%,
Leukosit 9200 /u, Hematokrit 33,0 %, Trombosit 257000/u, Golongan darah O, tes
HIV negative, HbsAg negative.
3.7 DIAGNOSIS
Ibu : Perdarahan Antepartum et causa plasenta previa totalis pada G1P0 A0 gravid 37
minggu
3.8 PLANNING
Terminasi Seksio Sesaria
21
- Keluarkan plasenta secara manual
- Jahit uterus lapis demi lapis
- Jahit dinding perut lapis demi lapis
- Vaginal toilet
- Operasi selesai
Instruksi Post operasi:
IVFD RL 12 tpm
Inj. Cefotaxime 1 gr /12 jam/ iv
Inj. Gentamycin 80 mg/ 8 jam/ iv
Inj. Ampicilin 1 gr/ 6 jam/ iv
Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 jam/ iv
Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
Inj. Asam Traneksamat 1 amp/ 8 jam
Keadaan post operasi:
3.11 FOLLOW UP
Hari/tanggal
22
Payudara: ASI (+), putting menonjol Aff kateter
Abdomen : BU (+) , NTE (-) Mobilisasi
Vagina : Darah (+) GV
Vegetative : BAB (-) , BAK (+) , flatus (+)
27/6/2019 S : nyeri pada luka bekas operasi sudah Diagnosa : P1A0 post sc a/i
berkurang plasenta previa H+2
O: ku : tampak sakit sedang Terapi :
Kesadaran : CM - SF tab 2 x 1
TTV : TD : 120/70 mmHg - Amoxicilin tab 3x500
Nadi : 86 x/menit mg
Rr: 20 x/menit - Asam mefenamat tab
Suhu : 36,60 c 3x500 mg
23
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien wanita, 24 thn G1P0A0 hamil 37 minggu datang dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir. Darah yang keluar berwarna merah segar dalam jumlah banyak,
pasien mengaku 4x ganti pembalut sebelum ke RS. Keluhan tidak disertai mules, nyeri
dan kram pada perut serta tidak keluar air ketuban dan lendir berampur darah.
Keluarnya gumpalan-gumpalan darah juga disangkal. Gerakan anak masih dirasakan
ibu. Keluhan ini adalah perdarahan yang kedua kali dirasakan pasien selama kehamilan
ini. Riwayat keluar darah dari jalan lahir pada usia kehamilan 34 minggu (+). Pada
pemeriksaan fisik umum dalam batas normal, sedangkan pemeriksaan obstetri pada
inspeksi diperoleh perut yang membesar sesuai umur kehamilan. Pada palpasi, janin
tunggal, letak memanjang, punggung di sebelah kiri, presentasi kepala. DJJ: 138
x/menit, TFU: 31 cm, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan penunjang (USG) didapatkan
hasil Janin tunggal, memanjang, presentasi kepala, tampak plasenta menutupi OUI.
24
2. Apa penyebab plasenta previa totalis pada kasus ini ?
Pada pasien ini dilakukan penanganan aktif (terminasi) dengan operasi Seksio
sesarea karena sesuai dengan teori yaitu; usia kehamilan 37 minggu (sudah cukup
bulan), taksiran berat janin 2400 gram, primigravida, keadaan umum pasien baik (Hb
10,7 gr%), kemudian jumlah perdarahan cukup banyak karena plasenta previa totalis.
Sesuai dengan teori lain juga yang menyatakan indikasi dilakukan operasi seksio
sesarea pada plasenta previa totalis, serta plasenta previa pada prmigravida. Oleh sebab
itu tindakan yang dilakukan sudah tepat.
25
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada pasien ini adalah plasenta previa totalis berdasarkan anamnesa,
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang (USG)
2. Terdapat 4 derajat kelainan dari plasenta, antara lain plasenta previa totalis,
plasenta previa parsial, plasenta previa marginal, serta plasenta previa letak
rendah.
3. Dalam kasus ini cara persalinan yang tepat yaitu dengan sectio caesaria. Hal ini
di karenakan terjadinya perdarahan yang banyak (profuse bleeding), pasien
primigravida, serta plasenta previa totalis yang merupakan indikasi
dilakukannya sectio caesaria.
4. Penatalaksanaan yang baik akan menurunkan kemungkinan kematian pada ibu
atau tidak ada sama sekali.
26
DAFTAR PUSTAKA
Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin,
AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta.
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503
Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU
Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram
Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott
Williams & Wilkins.
Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott
Williams & Wilkins. New York
Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E,
Elsevier Saunders, United States.
27
28
29
30
31
32
33
34