Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULIAN

Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40-60%,


infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan
penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan sebagai
penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.
Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3%
dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan
perdarahan yang belum jelas sumbernya. Perdarahan antepartum yang bersumber pada
kelainan plasenta dan tidak terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta
previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh
persalinan. Di negara-negara berkembang berkisar antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS.
Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan
(Saifuddin dkk, 2002).Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian
plasenta previa disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada
paritas yang tinggi endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus
belum siap menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua,
riwayat plasenta previa. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan
terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya (Manuaba, 1998).

Gambar 1.Grafik Angka Kematian Ibu (sumber: SDKI)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
(SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI).
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena
ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan
dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi.
Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam antenatal

care (ANc).

Gambar 2. Plasenta Previa dan Plasenta normal

2
2.2 KLASIFIKASI

Klasifikasi dari plasenta previa (4 tingkatan) yaitu:

 Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara
normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
 Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin
tetap tidak dilahirkan secara normal.
 Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
 Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous
placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan
tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap
berhati-hati.

Gambar 3. Jenis-Jenis Plasenta Previa

3
Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah:

1. Tingkat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai


ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat 2, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir pembukaan
(Ostium).
3. Tingkat 3, Complete placenta previa: plasenta menutupi ostium waktu
tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
4. Tingkat 4, Central placenta previa: plasenta menutupi seluruh ostium pada
pembukaan hampir lengkap.

Gambar 4. Tipe Plasenta Previa

Menurut de Snoo, klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5


cm adalah:

1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba


plasenta menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :
- Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian plasenta menutupi
ostium bagian belakang.
- Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian plasenta menutupi ostium
bagian depan.

4
- Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada
usia di atas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden
plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidensinya lebih
rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya
wanita hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam
obstetrik yang menungkinkan deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi
(Chalik, 2009).

2.4 FAKTOR RISIKO

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian Plasenta Previa :

1. Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita–wanita yang pernah menjalani


operasi sesar sebelumnya, maka sekitar 1% wanita tersebut akan mengalami
plasenta previa. Risiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali
atau lebih operasi sesar dimana 10% wanita tersebut akan mengalami plasenta
previa.
2. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
3. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan
kuretase atau aborsi medisinalis.
4. Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500
wanita yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah
5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 di
antara 20 kehamilan. Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari
tempat selain bekas plasenta sebelumnya.

5
5. Usia ibu hamil. Di antara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun,
hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta
previa.
6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
7. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
8. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan
atrofik dan inflamatorik.
9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan,
tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi
berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).

2.5. ETIOLOGI

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui


secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak
memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia
lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya
berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya
dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah
sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok
dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon
mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai
upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi
ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan

6
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Chalik,
2009).

2.6 PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena
pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti
akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi
dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat
pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar
dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan yang berlangsung lebih banyak dan
lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung
progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang terjadinya perdarahan. Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau
letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan
berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu
tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung
tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih
mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu

7
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica
urinaria dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan
serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat
disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca
persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3 karena plasenta sukar melepas
dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim
tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009).

2.7 GEJALA KLINIS


Gejala yang paling khas pada plasenta previa adalah sebagai berikut:
 Perdarahan pervaginam
 Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan trimester kedua atau
awal trimester ketiga merupakan tanda utama plasenta previa. Perdarahan
pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak akan berakibat fatal, tetapi
perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari perdarahan
sebelumnya.
 Tanpa sebab dan tanpa nyeri
 Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa
nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir
trimester kedua atau sesudahnya.
 Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang,
perdarahan yang sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan
waktu yang singkat, dapat menimbulkan anemia sampai syok.
 Presentasi janin kemungkinan abnormal. Pada janin, turunnya bagian
terbawah janin ke dalam Pintu Atas panggul (PAP) akan terhalang, tidak

8
jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat menimbulkan
asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.

2.8 DIAGNOSIS

 Anamnesis, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang


berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat
terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya
perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan.
 Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui
vagina, darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang
banyak maka ibu akan terlihat pucat.
b) Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus
uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa
bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala
masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul.
c) Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati
dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat
kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll.
d) Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks.
Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara
bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis,
jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan
plasenta. Pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir yang
paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosis plasenta previa.
Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum yaitu jika
terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang telah
berulang, his telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar janin.
(Hanafiah, 2004).

9
 Pemeriksaan Penunjang

Menggunakan USG (Ultrasonografi) tidak menimbulkan bahaya radiasi


dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak
plasenta. USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak
implantasi plasenta namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat
bagian plasenta posterior, karena kepala atau bagian terbawah janin dapat
menutupi plasenta atau hasil USG terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh.
Oleh karena itu USG transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta
previa. Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif untuk mengetahui
jarak pinggir plasenta dari OUI (sensitivitas 87,5% dan spesivitas 98,8%). Selain
itu, MRI dapat digunakan untuk membantu identifikasi plasenta akreta, inkreta,
dan plasenta perkreta. (Oppenheimer, L et. al, 2007a; Oppenheimer L, 2007b).

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding plasenta previa antara lain:
- Solusio plasenta
- Vasa previa
- Laserasi serviks atau vagina.
Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat dilihat dengan
inspekulo. Vasa previa, dimana tali pusat berkembang pada tempat abnormal selain
di tengah plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus menyilang servix.
Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin
berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. Hal ini dapat
menyebabkan ruptur pembuluh darah yang mengancam janin. Pada pemeriksaan
dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat
dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka
akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau
bradikardi, khususnya bila perdarahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah
selaput ketuban pecah.

10
2.10 PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan antepartum adalah
mencegah keadaan syok karena pendarahan yang banyak, untuk itu harus segera
diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan atau tranfusi darah. Selanjutnya
dapat dilakukan penanganan lanjutan yang disesuaikan dengan keadaan umum, usia
kehamilan, jumlah perdarahan, maupun jenis plasenta previa.
A. Perawatan Aktif (Terminasi)
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut,
misalnya : kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan anak mati.

Kriteria Terminasi (Penanganan Aktif):


 Umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.

 Perdarahan aktif

 Ada tanda-tanda persalinan.

 Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.

 Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginam,


dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah
terpasang.

 Partus pervaginam ,
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak
sudah meninggal atau prematur. Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan
pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
a. Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis atau marginalis dengan
pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin.
Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan drip
oksitosin.

11
b. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak
dilakukan pada janin yang masih hidup.
c. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit
kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal
dan perdarahan tidak aktif.

 Seksio Sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio cesarea adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup,
tindakan ini tetap dilakukan. Persiapan darah pengganti untuk stabilisasi dan
pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan
perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan yang masuk maupun keluar.
Tujuan Seksio adalah:
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi
dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat
banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah Rahim
menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta
sering menjadi sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan
serabut otot dengan korpus uteri.
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika
janin dilahirkan pervaginam.
Indikasi dilakukan tindakan seksio sesarea yaitu:
1. Plasenta previa totalis.

2. Plasenta previa pada primigravida.

3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang

4. Anak berharga dan fetal distres

12
5. Plasenta previa lateralis jika :

- Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.

- Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.

- Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).


6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.

B. Perawatan Konservatif

Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu


dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.

Cara perawatan :

a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam


b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red
Cell) sampai Hb 10-11 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason 12 mg tiap 12 jam diberikan
intramuskuler atau 4 dosis Deksametason 6 mg tiap 6 jam bila usia kehamilan <
34 minggu (Rekomendasi RCOG 2010).
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan
tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu

13
2.11 KOMPLIKASI
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium
dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis
karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya plasenta previa adalah :
1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang
dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.
2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi
sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta Paling ringan
adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan maternal
plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi
retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah
perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang
yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35%
pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila
telah seksio sesaria tiga kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya
pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim
ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali
dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim,
ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika
maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah
melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu
merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.

14
5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Prolaps tali pusat
10. Prolaps Plasenta
11. Infeksi sepsis. (Gibbs, RS., et. al, 2008).

2.12 PROGNOSIS
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan
perdarahan serta pertolongan yang cepat dan tepat. Kematian pada ibu dapat dihindari
apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan
seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena kelahiran yang
prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan
maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada
neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal. Prognosis juga lebih baik
apabila plasenta previa dapat dideteksi secara dini sehingga dapat dilakukan
perencanaan tindakan serta keadaan – keadaan yang tidak diinginkan dapat di antisipasi.

15
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. YK
Umur : 24 tahun
No. RM : 17.22.84
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : SP 4
Masuk RS : 25 Juni 2019 (Jam 01.00 WIT)
Ruangan : IGD - VK- Bersalin

3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS.
Darah yang keluar berwarna merah segar dalam jumlah banyak, pasien mengaku 4x
ganti pembalut sebelum ke RS. Keluar lendir bercampur darah serta keluar cairan dari
jalan lahir disangkal oleh pasien. Keluhan tidak disertai mules, nyeri dan kram pada
perut. Keluarnya gumpalan-gumpalan darah juga disangkal. Gerakan anak masih
dirasakan ibu. Keluhan ini adalah perdarahan yang kedua kali dirasakan pasien selama
kehamilan ini. Riwayat keluar darah dari jalan lahir pada usia kehamilan 34 minggu
namun dan sudah pernah dirawat di rumah sakit selama 2 hari dan setelah diberikan
obat oleh dokter kandungan pasien mengaku sudah tidak keluar darah lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat Diabetes melitus disangkal

16
 Riwayat asma disangkal
Riwayat Operasi
 Os belum pernah dioperasi sebelumnya

Riwayat Alergi
 Riwayat Alergi makanan disangkal
 Riwayat alergi obat-obatan disangkal

Riwayat Perkawinan
 Perkawin ke-1, masih kawin, lama perkawinan 2 tahun

Riwayat Haid

 Menarche: umur 14 tahun, haid teratur, tidak nyeri saat haid, lama haid 7
hari, siklus 28 hari.
 Dismenore : (-)
 Ganti pembalut 3x sehari
 HPHT : 10 – 9 – 2018
 Taksiran persalinan : 17-6-2019

Riwayat ANC

 ANC 1 : Trimester I (Usia kehamilan 12-13 minggu )


 ANC 2 : Trimester II (Usia kehamilan 24 minggu)
 ANC 3 : Trimester III (Usia kehamilan 34 minggu)
 ANC 4 : Trimester III (Usia kehamilan 37 minggu)
Riwayat USG : 4x
Riwayat TT : Tidak pernah

17
Riwayat Persalinan

No Tempat Penolong Thn Aterm Jenis Penyulit Anak


bersalin Persalinan
JK Keadaan
BB

1 Hamil ini

3.3 PEMERIKSAAN FISIK UMUM


KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7 0C
TB : 157 cm
BB : 54 kg
IMT : 21,9

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Mulut : Mukosa bibir lembab (+)

Gigi : caries (-)

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)

Thoraks

- Jantung : BJ I dan II regular (+), murmur (-), gallop (-)


- Paru : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)

18
- Payudara : Simetris, puting susu menonjol (+)

Abdomen : Membesar sesuai kehamilan (-), striae (+), linea nigra (+)

Vagina : Vulva Vagina tampak tenang, darah (+) , lendir (-), flour albus (-)
penyakit kelamin (-), varices (-)

Ekstremitas: Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik (+/+), udema (-/-)

3.4 STATUS OBSTETRI


Pemeriksaan Luar
I : Tampak cembung (+), abdomen melebar, fundus uteri diatas umbilikus, linea
nigra (+), striae gravidarum (+)
P : TFU 32 cm
A : DJJ 138 x / menit, teratur
Pemeriksaan dalam  Tidak Dilakukan

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 HEMATOLOGI
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 10,7 g/dl 12-17 g/dl

Leukosit 9200 / u 4,5 – 10,4 / u

Hematokrit 33,0 % 42 -50 %

Trombosit 257000/ u 185000-402000/ u

CT 10’ 5-11’

BT 3’ 1-3’

Gol. Darah O

19
HbsAg Non Reaktif

HIV Non Reaktif

 USG Transvaginal (24/6/2019) : Janin tunggal hidup intrauterine, Fetal


Movement (+) , Fetal Heart Rate (+), BPD : 88 mm, FL : 66,2 mm ; AC: 31,8
mm, EBW : 2400gr, Amnion jumlah ukup, Plasenta tampak menutupi OUI
Kesan : Plasenta previa totalis + usia kehamilan 37 Minggu) + Janin
presentasi kepala tunggal hidup

Gambar 5. (Hasil USG Tanggal 24-6-2019)

3.6 RESUME
G1P0A0 hamil 37 minggu datang datang dengan keluhan keluar darah dari jalan
lahir sejak 3 jam SMRS. Darah yang keluar berwarna merah segar dalam jumlah
banyak, pasien mengaku 4x ganti pembalut sebelum ke RS. Keluar lendir bercampur
darah serta keluar cairan dari jalan lahir disangkal oleh pasien. Keluhan tidak disertai
mules, nyeri dan kram pada perut. Keluarnya gumpalan-gumpalan darah juga
disangkal. Gerakan anak masih dirasakan ibu. Keluhan ini adalah perdarahan yang
kedua kali dirasakan pasien selama kehamilan ini. Riwayat keluar darah dari jalan lahir
pada usia kehamilan 34 minggu.

20
Pada pemeriksaan fisik umum dalam batas normal, sedangkan pemeriksaan
obstetri pada inspeksi diperoleh perut yang membesar sesuai umur kehamilan. Pada
palpasi, janin tunggal, letak memanjang, punggung di sebelah kiri, presentasi kepala.
DJJ: 138 x/menit, TFU: 31 cm, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan penunjang (USG)
transvaginal didapatkan hasil Janin tunggal, memanjang, presentasi kepala, nampak
plasenta menutupi OUI. Pemeriksaan Laboratorium didapatkan hasil; Hb 10,7 gr%,
Leukosit 9200 /u, Hematokrit 33,0 %, Trombosit 257000/u, Golongan darah O, tes
HIV negative, HbsAg negative.

3.7 DIAGNOSIS
Ibu : Perdarahan Antepartum et causa plasenta previa totalis pada G1P0 A0 gravid 37
minggu

Bayi : Janin tunggal, hidup, presentasi kepala intrauterine

3.8 PLANNING
Terminasi Seksio Sesaria

- Observasi djj, dan perdarahan


- Konsul anestesi pre-operasi
- Puasa, bedrest
- Pemberian IVFD
- Antibiotik profilaksis
- Analgetik
- Anti perdarahan
3.9 LAPORAN OPERASI SEKSIO SESARIA
- Pasien berbaring terlentang diatas meja operasi dalam anestesi spinal
- Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
- Insisi pfannenstiel ±10 cm pendalaman sampai ke peritoneum
- Peritoneum dibuka, bebaskan plika vesicouterina
- Insisi SBR , keluarkan bayi

21
- Keluarkan plasenta secara manual
- Jahit uterus lapis demi lapis
- Jahit dinding perut lapis demi lapis
- Vaginal toilet
- Operasi selesai
Instruksi Post operasi:
 IVFD RL 12 tpm
 Inj. Cefotaxime 1 gr /12 jam/ iv
 Inj. Gentamycin 80 mg/ 8 jam/ iv
 Inj. Ampicilin 1 gr/ 6 jam/ iv
 Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 jam/ iv
 Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
 Inj. Asam Traneksamat 1 amp/ 8 jam
Keadaan post operasi:

- Sadar (+), muntah (-), sesak napas (-), sianosis (-)


- TD 120/80, FN 88 x/menit, FP 20 x/menit, suhu 36,7oC.

3.10 DIAGNOSA POST SC


P1A0 Post SC atas indikasi plasenta previa totalis

3.11 FOLLOW UP
Hari/tanggal

26/06/2019 S : nyeri pada bekas jahitan A: P1A0 post sc a/i plasenta


O: ku : tampak sakit sedang previa totalis H+1
Kesadaran : CM P: IVFD RL 12 tpm/makro
TTV : TD : 110/80 mmHg  Inj. Cefotaxime 1 gr /12 jam/
Nadi : 78 x/menit iv
RR: 19 x/menit  Inj. Gentamycin 80 mg/ 8
Suhu : 36,90 c jam/ iv
Mata : cA (-/-), SI (-/-)  Inj. Ampicilin 1 gr/ 6 jam/ iv

22
Payudara: ASI (+), putting menonjol  Aff kateter
Abdomen : BU (+) , NTE (-)  Mobilisasi
Vagina : Darah (+)  GV
Vegetative : BAB (-) , BAK (+) , flatus (+)
27/6/2019 S : nyeri pada luka bekas operasi sudah Diagnosa : P1A0 post sc a/i
berkurang plasenta previa H+2
O: ku : tampak sakit sedang Terapi :
Kesadaran : CM - SF tab 2 x 1
TTV : TD : 120/70 mmHg - Amoxicilin tab 3x500
Nadi : 86 x/menit mg
Rr: 20 x/menit - Asam mefenamat tab
Suhu : 36,60 c 3x500 mg

Mata : ca (-/-), SI (-/-) - App infuse


- Edukasi pemberian
Payudara : ASI(+), putting menonjol
ASI, Kontrol
Abdomen : BU (+) , NTE (-)
- BPL
Vagina : darah (+)
Vegetatif : BAB (+) , BAK (+) , flatus (+)

23
BAB IV

ANALISA KASUS

1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat?

Pasien wanita, 24 thn G1P0A0 hamil 37 minggu datang dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir. Darah yang keluar berwarna merah segar dalam jumlah banyak,
pasien mengaku 4x ganti pembalut sebelum ke RS. Keluhan tidak disertai mules, nyeri
dan kram pada perut serta tidak keluar air ketuban dan lendir berampur darah.
Keluarnya gumpalan-gumpalan darah juga disangkal. Gerakan anak masih dirasakan
ibu. Keluhan ini adalah perdarahan yang kedua kali dirasakan pasien selama kehamilan
ini. Riwayat keluar darah dari jalan lahir pada usia kehamilan 34 minggu (+). Pada
pemeriksaan fisik umum dalam batas normal, sedangkan pemeriksaan obstetri pada
inspeksi diperoleh perut yang membesar sesuai umur kehamilan. Pada palpasi, janin
tunggal, letak memanjang, punggung di sebelah kiri, presentasi kepala. DJJ: 138
x/menit, TFU: 31 cm, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan penunjang (USG) didapatkan
hasil Janin tunggal, memanjang, presentasi kepala, tampak plasenta menutupi OUI.

Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh


perdarahan pada umur kehamilan > 24 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber dari
kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala klinis
yang dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala solusio
plasenta. Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan dengan
warna darah merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa sebab, jumlah
perdarahan sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas
panggul, dan kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan hasil
pemeriksaan USG ditemukan adanya implantasi plasenta pada Segmen Bawah Rahim
menutupi ostium uteri internum. Sehingga, pasien ini di diagnosa dengan perdarahan
antepartum e.c plasenta previa totalis.

24
2. Apa penyebab plasenta previa totalis pada kasus ini ?

Berdasarkan kepustakaan penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui


secara pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya,
gangguan implantasi blastokista dan gangguan vaskularisasi desidua dan beberapa
faktor resiko lain yang dianggap sebagai mekanisme yang paling mungkin menjadi
faktor penyebab terjadinya plasenta previa pada sebagian besar kasus. Pada kasus ini
kemungkinan blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
penyebabnya secara pasti. Kemungkinan blastokista berimplantasi secara kebetulan
pada SBR, atau dapat pula disebakan adanya faktor predisposisi dari pasien ini adalah
yaitu kebiasaan suami pasien yang tidak sehat yaitu merokok sehingga pasien menjadi
perokok pasif. Kebiasaan merokok maupun menghisap asap rokok secara tidak
langsung juga dapat menyebabkan plasenta previa. Hipoksemia akibat karbon mono-
oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi dan meluas
hingga ke SBR hingga mendekati atau menutupi ostium uteri internum sebagai upaya
kompensasi, dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya plasenta previa totalis.

3. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?

Pada pasien ini dilakukan penanganan aktif (terminasi) dengan operasi Seksio
sesarea karena sesuai dengan teori yaitu; usia kehamilan 37 minggu (sudah cukup
bulan), taksiran berat janin 2400 gram, primigravida, keadaan umum pasien baik (Hb
10,7 gr%), kemudian jumlah perdarahan cukup banyak karena plasenta previa totalis.
Sesuai dengan teori lain juga yang menyatakan indikasi dilakukan operasi seksio
sesarea pada plasenta previa totalis, serta plasenta previa pada prmigravida. Oleh sebab
itu tindakan yang dilakukan sudah tepat.

25
BAB V

KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini adalah plasenta previa totalis berdasarkan anamnesa,
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang (USG)
2. Terdapat 4 derajat kelainan dari plasenta, antara lain plasenta previa totalis,
plasenta previa parsial, plasenta previa marginal, serta plasenta previa letak
rendah.
3. Dalam kasus ini cara persalinan yang tepat yaitu dengan sectio caesaria. Hal ini
di karenakan terjadinya perdarahan yang banyak (profuse bleeding), pasien
primigravida, serta plasenta previa totalis yang merupakan indikasi
dilakukannya sectio caesaria.
4. Penatalaksanaan yang baik akan menurunkan kemungkinan kematian pada ibu
atau tidak ada sama sekali.

26
DAFTAR PUSTAKA

Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin,
AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta.
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503

Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of


America: The McGraw-Hill Companies inc.

Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU
Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram

Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott
Williams & Wilkins.

Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott
Williams & Wilkins. New York

Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E,
Elsevier Saunders, United States.

Hanafiah, TM. 2004. Plasenta Previa. USU Digital Library. Available at :


http://www.usu.ac.id/ (Accessed : December 01 2014).

27
28
29
30
31
32
33
34

Anda mungkin juga menyukai