Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

“Kelainan Refraksi”

Pembimbing :

dr. Agah Gadjali, SpM

dr. Hermansyah, SpM

dr. Gartati Ismail, SpM

dr. Mustafa K. Shahab, SpM

dr. Henry A. W, SpM

Disusun oleh:

Nadien

1102013200

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 9 Januari – 11 Februari 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. F

Jenis kelainan : Laki-Laki

Tanggal Lahir : 03 – 07 – 2000

Usia : 18 tahun

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : JL. Manunggal II 11/06, Rambutan

II. ANAMNESIS

Dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 28 Mei 2018

A. Keluhan Utama

Penglihatan buram pada kedua mata

B. Keluhan Tambahan

(-)

C. Riwayat penyakit sekarang

Pasien laki-laki umur 18 tahun datang ke poliklinik mata RS Polri dengan keluhan
penglihatan kedua matanya buram saat melihat jarak jauh, terutama disadari saat melihat
papan tulis di sekolah sejak 1 bulan yang lalu sebelum berobat ke klinik mata RS polri.
Pasien belum pernah memakai kacamata sebelumnya. Pasien menyangkal pernah mengalami
benturan/trauma pada matanya. Keluhan mata merah (-), nyeri (-), riwayat didepan computer
dalam jangka waktu lama dalam sehari (-). Riwayat sering bermain game di telfon genggam
(+).

Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit diabetes mellitus (-)


 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat mengalami benturan atau trauma benda lain disangkal
 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
 Riwayat pakai lensa kontak disangkal
 Riwayat operasi mata disangkal

Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat keluarga dengan sakit yang sama (+), orang tua pasien yaitu memakai
kacamata
 Riwayat penyakit diabetes mellitus (+), ayah pasien diabetes mellitus
 Riwayat penyakit hipertensi (+), ayah pasien hipertensi

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

 Keadaan umum : Baik


 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Pernafasan : 18x/menit
 Suhu : Normal
 STATUS OFTALMOLOGI

OD OS

Visus 3/60 S - 4.00 C - 0.75 x 3/60 S - 3.75 C - 1.00 x


15 6/6 180 6/6

Posisi Hirschberg Orthoforia

Gerakan bola mata

Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Benjolan (-) Benjolan (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Hematom (-) Hematom (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Benjolan (-) Benjolan (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Hematom (-) Hematom (-)

Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)


superior Papil (-) Papil (-)

Edema (-) Edema (-)

Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)


inferior
Papil (-) Papil (-)

Edema (-) Edema (-)

Konjungtiva bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)

Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)

Perdarahan subkonjungtiva (-) Perdarahan subkonjungtiva (-)

Kornea Jernih Jernih

Ulkus (-) Ulkus (-)

Infiltrate (-) Infiltrate (-)

Sikatriks (-) Sikatriks (-)

Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih


(COA)

Iris Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,

Sinekia (-) Sinekia (-)

Pupil Bulat,jernih, berada di sentral Bulat,jernih, berada di sentral

Lensa Lensa jernih Lensa jernih

Vitreus Tidak di evaluasi Tidak di evaluasi

Fundus Tidak di evaluasi Tidak di evaluasi


IV. RESUME

Pasien laki-laki umur 18 tahun datang ke poliklinik mata RS Polri dengan keluhan
penglihatan kedua matanya buram saat melihat jarak jauh, terutama disadari saat melihat
papan tulis di sekolah sejak 1 bulan yang lalu sebelum berobat ke klinik mata RS polri.
Pasien belum pernah memakai kacamata sebelumnya. Pasien menyangkal pernah mengalami
benturan/trauma pada matanya. Keluhan mata merah (-), nyeri (-), riwayat didepan computer
dalam jangka waktu lama dalam sehari (-). Riwayat sering bermain game di telfon genggam
(+).

Pada pemeriksaan refraksi :

Visus OD : 3/60 S - 4.00 C - 0.75 x 15 6/6

Visus OS : 3/60 S - 3.75 C - 1.00 x 180 6/6

V. DIAGNOSIS KERJA
ODS Astigmatisme Miopia Compositus

VI. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi

VII. PRGONOSIS
ODS :
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : ad Bonam
Quo ad cosmetican : ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI BOLA MATA

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Yang termasuk media refraksi adalah kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor. Media
refraksi targetnya di retina sentral. Gangguan pada media refraksi akan menyebabkan penurunan
visus.

MEDIA REFRAKSI

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh.

1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya.1 Kornea
tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung dengan jari - jari sekitar 8mm,
lebih tebal di perifer berbanding di sentral dan mempunyai indeks refraksi 1.3771.2
Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri
atas 5 lapis, yaitu :
a. Epitel

 Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.5

b. Membran Bowman

 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
 Mempertahankan bentuk kornea.

c. Stroma

 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,
pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen
ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-
kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
 Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan
penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement

 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.

e. Endotel

 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
 Lapisan terpenting untu mempertahankan kejernihan kornea.
 Mengatur cairan dalam stroma.
 Tidak mempunyai daya regenerasi.5

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Bowman, melepaskan selubung Schwannnya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai
daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1

2. Aqueous Humor (Cairan Mata)


Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata yang mengandung zat-zat gizi
untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di
kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk
dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan
koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea yaitu sinus venosus
ataupun Canal of Schlemm dan akhirnya masuk ke darah. Jika aquoeus humor tidak dikeluarkan
sama cepatnya dengan pembentukannya, kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang
kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan
retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.

3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus
cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa
akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel
lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat
lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan
serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di
sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih
muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar. Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :


 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
 Keruh (katarak)

Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.
4. Vitreous humor (Badan Kaca)

Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan
yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang
sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen dan
asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada
pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian
retina pada pemeriksaan oftalmoskopi).5 Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk
bola mata yang sferis.

5. Panjang Bola Mata

Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang
dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau
cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka
sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang
dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.5

2.2 KELAINAN REFRAKSI

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Pada
kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat
pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan
panjangnya bola mata. Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola
mata seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat di
daerah makula lutea

Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :

1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)


2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)

Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum merupakan titik
terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Puctum Remotum adalah titik
terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam
ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat.

Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi
normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak
seimbang.

Terdapat beberapa kelainan refraksi antara lain miopia, hipermetropia, presbiopia, dan
astigmat.

MIOPIA

Definisi

Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu
titik di depan retina. Miopia berasal dari bahasa yunani “ muopia” yang memiliki arti
menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah “nearsightedness.
Astigmat adalah suatu keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak
terpusat pada satu titik saja. Astigmat merupakan kelainan pembiasan mata yang
menyebabkan bayangan penglihatan pada satu bidang fokus pada jarak yang berbeda dari
bidang sudut. Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan ke retina tetapi di dua garis
titik api yang saling tegak lurus.2,7

Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.
Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau
sekitar 55 juta jiwa.

Insidensi miopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara,
jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan faktor lainnya. Prevalensi miopia
bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa
negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka
kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.

Fisiologi Penglihatan Normal


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan
sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda
kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous, lensa, dan humor
vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,
tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu
pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur.
Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya,
dan ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu
terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga
kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang
dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:
(1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara
permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara humor aqueous dan
permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa
dan humor vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias
udara adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan
humor vitreous 1.34. 3,4,5
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan
sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya
sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan
sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya terdpat satu lensa dengan titik pusat 17
mm di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh.
Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior
kornea. Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda
dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal
bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20
dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini
diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan
menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa
mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa
kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga
memungkinkan terjadinya “akomodasi”.
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa
kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina.
Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda
tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena
otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.

Gambar 1. Perbedaan Indeks Bias

Mata kita menjalani serangkaian proses untuk dapat melihat. Proses ini mirip dengan
proses yang terjadi dalam sebuah kamera saat digunakan untuk memotret. Gelombang
cahaya masuk melewati sejumlah lensa kamera yang kemudian memfokuskan gambar
yang kita potret serta memproyeksikannya ke permukaan film. Pada mata kita, yang
berfungsi sebagai film adalah retina. Saat mata kita melihat suatu benda, mata kita
menerima cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut. Cahaya masuk melalui lensa mata
yang memfokuskan gambar dan memproyeksikannya ke retina yang terletak di belakang.
Retina merupakan lapisan sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya. Bagian retina yang
dapat menerima dan meneruskan detil-detil gambar disebut macula. Macula tersusun dari
lapisan-lapisan sel yang dapat mengubah energi cahaya menjadi impuls elektrokimia.
Informasi ini kemudian dikirim ke syaraf optik yang akan meneruskannya ke otak yang
kemudian memprosesnya sehingga dapat mengenali gambar tersebut. Itulah cara kita
melihat sesuatu.
Sel-sel yang menyusun retina pada mata kita terdiri dari sel-sel berbentuk batang
(rod), kerucut (cone), dan sel-sel ganglia. Total sel yang berbentuk batang dan kerucut bisa
mencapai jumlah 125 juta sel. Semuanya berfungsi sebagai sensor cahaya atau
photoreceptor. Rasio perbandingan rod dan cone bisa mencapai 18 banding 1 (rod lebih
banyak dari cone). Rod merupakan sel-sel yang paling sensitif karena walaupun hanya ada
sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu partikel foton) sel-sel ini masih tetap dapat
mendeteksinya. Sel-sel ini juga dapat memproduksi gambar hitam-putih tanpa memerlukan
banyak cahaya. Cone baru berfungsi saat ada cukup cahaya, misalnya saat siang hari atau
saat kita sedang menyalakan lampu yang terang di dalam ruangan. Cone berfungsi untuk
memberikan kita detil-detil obyek beserta warnanya. Informasi-informasi yang diterima
sel-sel rod dan cone ini kemudian dikirimkan ke sel-sel ganglia (ada sekitar satu juta sel)
dalam retina. Ganglia inilah yang kemudian mengartikan informasi tersebut dan
mengirimkannya ke otak dengan bantuan syaraf optik.13
Penglihatan binokular adalah kesinkronan penglihatan dengan kedua mata.
Penglihatan binokular ini lebih bersifat stereoskopis dan 3-dimensi. Banyak faktor juga
turut mempengaruhi bagaimana seorang manusia mempersepsikan apa yang dilihatnya.
Misalnya ukuran benda, cahaya di sekitarnya, intervensi cahaya lain, panjang dan ukuran
bayangan, aspek perspektif, sudut pandang, akomodasi mata, dan usaha konvergensi
penglihatan (agar benda yang dilihat tampak jelas).
Faal penglihatan yang optimal dicapai seseorang apabila benda yang dilihat oleh
kedua mata dapat diterima setajam-tajamnya oleh kedua fovea, kemudian secara simultan
dikirim ke susunan saraf pusat untuk diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan
tunggal. Faal penglihatan optimal seperti tersebut di atas, yang terjadi pada semua arah
penglihatan disebut sebagai penglihatan binokular yang normal.
Faal penglihatan yang normal dapat membedakan bentuk, warna dan intensitas
cahaya. Visus yang normal dapat terjadi apabila disertai fiksasi dan proyeksi yang normal
pula. Seorang bayi yang baru lahir, hanya dapat membedakan gelap dan terang, belum ada
daya fiksasi. Perkembangan fovea sentralis terbaik terdapat pada umur 3-6 bulan setelah
lahir. Bila setelah berumur 6 bulan bayi masih terdapat kelainan deviasi, harus segera
diberi tindakan dengan maksud untuk mendapat pembentukan visus yang baik dan juga
mempertinggi kemungkinan hasil fungsional untuk melihat binokular yang baik.
Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, diperlukan persyaratan utama,
berupa
1. Bayangan yang jatuh pada kedua fovea sebanding dalam ketajaman maupun
ukurannya, hal ini berarti bahwa tajam penglihatan pada kedua mata tidak terlalu
berbeda sesudah koreksi dan tidak terdapat aniseikonia, yang baik disebabkan
karena refraksi maupun perbedaan susunan reseptor.
2. Posisi kedua mata dalam setiap arah penglihatan adalah sedemikian rupa
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatiannya akan selalu jatuh tepat pada
kedua fovea. Posisi kedua mata ini adalah resultante kerjasama seluruh otot-otot
ekstrinsik pergerakan bola mata.
3. Susunan saraf pusat mampu menerima rangsangan yang datang dari kedua retina
dan mensintesa menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.
Apabila salah satu dari ketiga persyaratan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka akan timbul
keadaan penglihatan binokuler yang tidak normal.

Etiologi
1. Miopia
Berdasarkan penyebabnya dikenal dua jenis myopia, yaitu:
 Myopia aksial, adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang
dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus media
refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti;
1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut disebabkan
oleh adanya kelainan anatomis.
2. Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut karena
bolamata sering mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi.
3. Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata diakibatkan oleh
seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup, sehingga terjadi
regangan pada bolamata.
 Myopia refraktif, adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek bias
media refrakta.
Pada myopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa macam
sebab, antara lain :

1. Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).


2. Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalinaa sehingga bentuk lensa
kristalinaa menjadi lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini biasanya
terjadi pada penderita katarak stadium awal (imatur).
3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada
penderita diabetes melitus).
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya myopia, antara lain:
1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari
normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih
panjang dari normal pula.
2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar
(70% – 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% – 40%). Paling kecil
adalah Afrika (10% – 20%).
3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko myopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang
kurang memadai.
2. Astigmat
Penyebab terjadinya astigmatismus adalah :

a. Kornea
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah
kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya
adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan
lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior
posterior bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan
kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat
pembedahan kornea.
b. Lensa Kristalin
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin
juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan
yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatismus yang terjadi karena kelainan
pada lensa kristalin ini disebut juga astigmatismus lentikuler.

Klasifikasi
1. Klasifikasi Miopia
 Menurut perjalanan myopia:
1. Myopia stasioner, myopia simpleks, myopia fisiologis
Myopia yang menetap setelah dewasa.
2. Myopia progresif
Myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya
bola mata.
3. Myopia maligna, myopia pernisiosa, myopia degenerative
Myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina atau
kebutaan.
 Menurut klinis:
1. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang
terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu
tinggi.
2. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang
bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya
penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan
lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi
myopia.
3. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang
memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu,
karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru
memberikan lensa koreksi.
4. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive
myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya
juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini
bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh
pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis
pada nukleus lensa, dan sebagainya.
 Menurut derajat beratnya miopi
1. Ringan : lensa koreksinya < 3,00 Dioptri
2. Sedang: lensa koreksinya 3,00 – 6,00 Dioptri.
3. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita myopia kategori ini rawan
terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.

 Menurut umur 2
1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
2. Youth-onset myopia (< 20 tahun)
3. Early adult-onset myopia (20-40 tahun)
4. Late adult-onset myopia (> 40 tahun).

2. Klasifikasi Astigmatisme
Berdasarkan letak titik astigmatismus

a. Astigmatisme regular.
Astigmatisme dikategorikan regular jika meredian - meredian utamanya
(meredian di mana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis bolamata),
mempunyai arah yang saling tegak lurus. Misalnya, jika daya bias terkuat berada
pada meredian 90°, maka daya bias terlemahnya berada pada meredian 180°, jika
daya bias terkuat berada pada meredian 45°, maka daya bias terlemah berada pada
meredian 135°. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang
tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai
dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.8

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1) Astigmatisme With The Rule.


Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian horisontal.
Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl - pada axis vertikal atau Cyl + pada axis
horisontal.8,11
2) Astigmatisme Against The Rule.
Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian vertikal.
Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl - pada axis horisontal atau dengan Cyl + pada
axis vertikal.

Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias terkuat akan
disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan disebut titik B.

Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular dibedakan dalam 5
jenis, yaitu :

1. Astigmatismus Myopicus Simplex.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada
retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph
-X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.8,11
2. Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl +Y
atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

3. Astigmatismus Myopicus Compositus.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara
titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

4. Astigmatismus Hypermetropicus Compositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X
Cyl +Y.8,11
5. Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y,
atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.8,11

Jika ditinjau dari arah axis lensa koreksinya, astigmatisme regular ini juga dibedakan menjadi 3
jenis, yaitu:

1. Astigmatisme Simetris.
Astigmatisme ini, kedua bolamata memiliki meredian utama yang deviasinya simetris
terhadap garis medial. Ciri yang mudah dikenali adalah axis cylindris mata kanan dan kiri
yang bila dijumlahkan akan bernilai 180° (toleransi sampai 15°), misalnya kanan Cyl -
0,50X45° dan kiri Cyl -0,75X135°.8,11

2. Astigmatisme Asimetris.
Jenis astigmatisme ini meredian utama kedua bolamatanya tidak memiliki hubungan yang
simetris terhadap garis medial. Contohnya, kanan Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -
0,75X100°.

3. Astigmatisme Oblique.
Adalah astigmatisme yang meredian utama kedua bolamatanya cenderung searah dan
sama - sama memiliki deviasi lebih dari 20° terhadap meredian horisontal atau vertikal.
Misalnya, kanan Cyl -0,50X55° dan kiri Cyl -0,75X55°.8,11

b. Astigmatisme Irregular.
Bentuk astigmatisme ini, meredian - meredian utama bolamatanya tidak saling tegak
lurus. Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidakberaturan kontur
permukaan kornea atau pun lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya kekeruhan
tidak merata pada bagian dalam bolamata atau pun lensa mata (misalnya pada kasus
katarak stadium awal). Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa
kacamata atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak akan
memberikan hasil akhir yang setara dengan tajam penglihatan normal.

Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh ketidakberaturan kontur


permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup besar,
yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard contact lens) atau dengan tindakan
operasi (LASIK, keratotomy).

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :

1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah
tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada
penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak
diberikan kacamata koreksi.

Gejala Klinis
1. Miopia
Gejala subyektif:
 Kabur bila melihat jauh.
 Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
 Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi),
astenovergens.

Gejala obyektif:
Myopia simpleks:
 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil syaraf optik.
 Myopia patologik:
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
1. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia.
2. Papil syaraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh
lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi
dan pigmentasi yang tidak teratur
3. Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut
sebagai fundus tigroid.

2. Astigmat
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala
sebagai berikut :

- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan
efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada
saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala sebagai
berikut :

- Sakit kepala pada bagian frontal.


- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya pende-rita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.10

PRESBIOPIA
Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur.Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kecembungan lensa
yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan
akomodasi.

Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa
menjadi cembung.Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat
makin berkurang.

Gejala Klinis
- Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa
pedas.
- Kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
- Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan
punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya
dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.

Penatalaksanaan
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang
biasanya berhubungan dengan umur:
- 40 tahun: + 1.0 dioptri
- 45 tahun: + 1.5 dioptri
- 50 tahun: + 2.0 dioptri
- 55 tahun: + 2.5 dioptri
- 60 tahun: + 3.0 dioptri
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa positif terkuat
yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila
membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri
sehingga sinar yang keluar akan sejajar.
Diagnosis
Pemeriksaan Untuk Kelainan Refraksi
 Uji pinhole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman pennglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.6
 Uji Refraksi
Refraksi Subyektif:

- Optotipe dari Snellen & Trial lens


Metode yang digunakan adalah dengan Metoda „trial and error‟ Jarak pemeriksaan
6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan
visus / tajam penglihatan masing-masing mata.
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis
positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif
menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan
tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini
lakukan uji pengaburan (fogging technique).6
Contoh Perhitungan Ukuran kacamata
Seseorang dapat normal melihat benda di titik dekat (pp = 25 cm), tetapi
mengalami kelainan pada lensa mata, dimana ia hanya mampu melihat benda paling jauh
pada jarak 2 meter. Agar penglihatannya normal, orang tersebut ditolong dengan
kacamata. Perhitungan ukuran kacamata yang dipakai sbb:

Jarak terjauh obyek/benda yang mampu dilihat 2 meter, sehingga jarak bayangan
pada kacamata harus berada -2 meter (bayangan maya berjarak 2 m) S1 = -2 m

P=-0,5 D

Kacamata yang dipakai berkekuatan/daya -0,5 Dioptri

 Refraksi Obyektif
- Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon
mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang
harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
Gambar 8. Automated refractometer

www.shin-nippon.jp

Gambar 9. Hasil automated refractometer

www.shin-nippon.jp

- Streak Retinoskop
Yaitu dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang
bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun mempunyai
keterbatasan4

1. Keratometer mengukur 4 titik pada permukaan kornea parasentral tanpa


mengindahkan kornea bagian sentral dan perifer.
2. Keratometer menilai secara rata-rata dan simetris pada titik-titik pada permukaan
kornea semimeridien 180 yang ber-lawanan.
3. Hasil pengukuran keratometer sangat tergantung pada zona permukaan kornea
mempunyai nilai radius dan kekuatan refraksi yang berbeda (zona diameter 4 mm
mempunyai kekuatan 36 D dan 2.88 mm berkekuatan 50 D).
4. Ketepatan ukuran keratometer akan berkurang pada permukaan kornea sangat landai
(flat) dan sangat besar pada kornea yang sangat lengkung (steep).

Gambar 10. Keratometri tipe B&L


http://www.yamout.us/eyeinformation/keratometry.htm

 Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu
Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-
kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring
pada 90 derajat yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau
kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan
lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu
Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.

Gambar 7

Kipas astigmat

http://www.aoa.org/

Dioptri adalah ukuran kekuatan lensa yang diturunkan dari metode aljabar kalkilasi optis.
Penatalaksanaan
Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi
atau mencegah jangan sampai menjadi parah.
- Koreksi lensa
Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat
bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan
refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya bias
ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan
dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan
kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam
penglihatan yang terbaik.
Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan
-3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25
dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat
mata dengan baik setelah dikoreksi.
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar
tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.

- Obat -obatan
Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan siklopentolat setiap hari
secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari myopia pada anak-anak usia kurang 20
tahun.
- Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari
satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung dari respon
individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan myopia sampai
dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam
penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan
pertama dari program orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar memiliki
beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea secara
menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman dengan prosedur
yang efektif. Meskipun myopia tidak selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa
tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk
keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.
Beberapa lensa kontak yang didesain secara khusus untuk mengubah secara maksimal
sesuai standarnya. Kekakuan lensa pada kelengkungan kornea lebih tinggi dari pada
permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat menurunkan myopia hingga 2.00 dioptri.
Orthokeratology dengan beberapa lensa seragam, dapat mengurangi permukaan kornea yang
tidak rata. Orthokeratology adalah penampilan yang umum pada anak muda walaupun
menggunakan lensa yang kaku tetapi dapat mengontrol myopia, lensa kontak yang
permeable pada anak-anak menjadi pilihan yang disukai.
Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih flat/rata)
permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias sistem optis
bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina. Metode non operatif untuk
ini adalah orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku untuk (selama
beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur lensa kontak tersebut.
Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang
tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai
lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata
dan terisi oleh film air mata.
Lensa kontak merupakan suatu lensa tipis dari bahan fleksibel (soft contact lens) atau
rigid (rigid gas permeable lens) yang berkontak dengan kornea. Lensa kontak menmberikan
koreksi penglihatan yang lebih baik dibanding kacamata. Lensa kontak dapat diresepkan
untuk mengoreksi miopia, hiperopia, astigmatisma, anisometropia, anisokonia, afakia,
setelah operasi katarak, atau pada keratokonus. Soft contact lens atau rigid gas permeable
lens dapat mengoreksi miopia, hiperopia, dan presbiopia. Lensa kontak toric yang memiliki
kirvatura berbeda yang disatukan pada permukaan depan lensa dapat diresepkan untuk
mengoreksi astigmatisma.

Gambar 11

Perbedaan soft contact lens dan RGP

http://www.allaboutvision.com/contacts/

Komplikasi yang dapat terjadi adalah microbial keratitis yang dapat menyebabkan
hilangnya penglihtan. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah tarsal papillary
conjunctivitis dan perubahan bulbar conjunctival, epithelial keratopathy, corneal
neovascularization, nonmicrobial infiltrates, dan corneal warpage. Perubahan endotel
dapat terjadi termasuk polymegethism, pleomorphism, dan jarang berupa reduksi densitas
sel endotelial. Stromal edema sering terjadi, penipisan kornea juga pernah dilaporkan.
Gejala klinisnya dapat bermacam-macam. Asupan oksigen ke kornea penting
diperhatikan terutama pada pasien dengan kelainan refraksi tinggi akibatnya lensa kontak
yang dipakai lebih tebal dan lebih berpotensi menimbulkan masalah.

1. Soft Contact Lens


Soft contact lens terbuat dari poly-2-hydroxyethyl methacrylate dan plastik
fleksibel serta 30-79% air. Diameternya sekitar 13-15 mm dan menutupi seluruh
kornea. lensa ini dapat digunakan untuk miopia dan hiperopia. Karena lensa ini
mengikuti lengkung kornea maka tidak dapat dipakai untuk mengoreksi astigmatisma
yang lebih dari astigmatisma minimal. Karena ukurannya yang lebih besar soft
contact lens lebih gampang dipakai dan jarang kemasukan benda asing antara pada
ruang lensa dan kornea serta adaptasinya juga cepat. 6,12

Gambar 12

soft contact lens

http://www.davidorf.com/los-angeles/latest-news.htm

Gambar 13
Lensa kontak bifokus

http://www.allaboutvision.com/

2. RGP (rigid gas permeable) lens


Lensa RGP terbuat dari fluorocarbon dan campuran polymethyl methacrylate.
Diameternya 6.5-10 mm in diameter dan hanya menutupi sebagian kornea
mengapung di atas lapisan air mata.

Lensa RGP memberikan penglihatan yang lebih tajam dibanding soft contact
lens, pertukaran oksigen yang lebih baik sehingga dapat mencegah infeksi dan
gangguan mata lain. Durasi pemakaian lensa RGP dapat lebih lama dibanding soft
contact lens. Lensa RGP disesuaikan ukurannya pada setiap mata dengan lebih tepat
dan teliti. Kerugiaannya adalah lensa RGP kurang nyaman dibanding soft contact lens
dan masa adaptasinya yang lebih lama. Lensa RGP dapat mengoreksi kelainan seperti
keratoconus dimana terdapat irregularitas bentuk kornea yang tidak dapat dikoreksi
soft contact lens. 6,12Lensa kontak toric dipakai untuk mengoreksi astigmat. Lensa ini
memiliki dua power untuk sferis dan silindris. Agar berada pada posisi yang tepat dan
stabil biasanya lensa ini lebih berat dan memiliki penanda di bawah.

Gambar 14

Lensa kontak toric

http://www.davidorf.com/los-angeles/latest-news.htm
3. Gabungan
Terdapat pula lensa kontak yang merupakan gabungan soft contact lens dan
RGP yang memadukan keuntungan keduanya yakni lebih mudah dipakai dan
pertukaran oksigen yang baik.

Gambar 15

Lensa kontak gabungan soft contact lens dan RGP

http://ads.allaboutvision.com/

- Bedah Refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
 Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa
orang menjalani radial keratotomy menunjukan penurunan myopia, sebagian besar pasien
sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat menurunkan pengguanaan lensa
kontak.
Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari
refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-
kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik,
meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan secara
pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan atau tahun, setelah
tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada
gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata.
 Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6
(20/20) setelah dilakukan photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam
penglihatan yang terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi
kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.
Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat diprediksi dari
pada radial keratotomy.
- Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (lasik)
Merupakan salah satu tipe PRK, laser digunakan untuk membentuk kurva kornea dengan
membuat slice (potongan laser) pada kedua sisi kornea.

ANALISIS KASUS
Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis Astigmatisme miopi compositus pada mata
kanan dan kiri berdasarkan data dasar yang didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
sebagai berikut.
Pada anamnesis didapatkan keluhan keluhan penglihatannya penglihatannya buram
saat melihat jarak jauh, terutama disadari saat melihat papan tulis di sekolah sejak 1 bulan
yang lalu sebelum berobat ke klinik mata RS polri. Pasien belum pernah memakai kacamata
sebelumnya. Pasien menyangkal pernah mengalami benturan/trauma pada matanya. Keluhan
mata merah (-), nyeri (-), riwayat didepan computer dalam jangka waktu lama dalam sehari (-
). Riwayat sering bermain game di telfon genggam (+). Pada pemeriksaan fisik pada OS
didapatkan visus mata kanan 3/60, koreksi 3/60 S-4,00 C – 0.75 x15˚ 6/6 dan visus mata kiri
3/60 koreksi 3/60 S-3,75 C – 1.00 x 180˚ 5/5, pada pemeriksaan fundus refleks (+)
cemerlang pada kedua mata.

Pada kasus ini pasien diberikan terapi berupa kacamata yang sesuai dengan koreksi. Hal
ini diperlukan untuk memperbaiki penglihatan pasien agar dapat melihat dengan jelas. Pasien
kemudian disarankan untuk kontrol rutin setiap 1 tahun sekali untuk pemeriksaan visus dan
funduskopi.
Pasien ini diterapi dengan lensa sferis dan cylinder negatif. Ukuran lensa yang digunakan
adalah yang terkecil yang memberikan visus maksimal pada saat dilakukan koreksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3rd Edition. London: Thieme,
2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology
at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asbury‟s
General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New
Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme,
p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th Edition:Refractive
Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101
10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.
Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcen
trez
11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual
Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-
330. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-
6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez
12. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
13. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1. Widya Medika,
Jakarta.

14. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.

Anda mungkin juga menyukai