Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stres merupakan respon keseimbangan tubuh dan pikiran terhadap
perubahan. Perubahan dalam hidup tersebut dapat baik maupun buruk
terhadap situasi yang baru atau berbeda dari sebelumnya, bertambah atau
berkurangnya orang-orang dalam kehidupan, dan perubahan perasaan dalam
diri tiap individu. Masa remaja merupakan masa perkembangan yang dialami
setiap individu. Remaja mengalami perubahan yang cepat secara fisik,
kognitif, dan emosional. Perubahan tersebut awal stresor bagi setiap individu
dalam kehidupan.
Menurut suatu penelitian, stres dapat berkontribusi menimbulkan
permasalahan pada remaja secara fisik maupun tingkah laku. Stres pada
remaja dapat mengganggu fungsi kognitif, berkurangnya konsentrasi,
memori, perhatian dan kemampuan dalam membuat keputusan. Penyebab
stres pada remaja beragam, salah satunya stres psikologi yang disebabkan
oleh lingkungan sosial individu. Stres yang disebabkan oleh stresor
lingkungan sosial disebut sebagai stres psikososial.
Contoh stres psikososial yang dapat terjadi pada seseorang adalah
permasalahan dalam keluarga, permasalahan dengan teman sebaya, kematian
seseorang, memiliki suatu penyakit dan yang lainnya. Paparan stres yang
berkelanjutan pada remaja dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Stres
psikososial yang buruk dan tidak dapat ditanggulangi pada remaja dapat
meningkatkan risiko seseorang menjadi depresi pada saat dewasa.
Stresor pada lingkungan sosial dapat menimbulkan stres psikologis
yang merupakan reaksi maladaptif jangka pendek. Respon maladaptif ini bisa
disebabkan karena adanya stresor lingkungan sosial, misalnya adanya
gangguan kejiwaan dalam keluarga, pekerjaan atau karena gejala dan perilaku
di luar respon normal, atau yang diperkirakan terhadap stresor tersebut. Stres

1
psikososial yang dimaksud adalah kejadian dalam hidup yang menimbulkan
stres akut terhadap individu. Paparan tersebut tidak selalu menyebabkan
depresi pada remaja, namun apabila ada gen yang diturunkan pada anak,
remaja tersebut lebih mudah mengalami depresi.
Stres psikososial berhubungan erat dengan episode pertama depresi
yang terjadi pada individu daripada episode rekuren depresi. Seseorang yang
pertama kali menerima stresor psikososial yang berat berisiko depresi,
terutama perempuan. Individu yang mengalami kejadian hidup yang negatif
berkali- kali lebih berisiko depresi daripada individu yang mengalami
kejadian tersebut satu kali. Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan
serius yang dapat dialami oleh seseorang tanpa memandang usia. Anak-anak,
remaja, orang dewasa bahkan orang lanjut usia dapat mengalami depresi.
Depresi pada remaja ditunjukkan secara berulang dan menetap dengan
mengutarakan bahwa diri mereka merupakan orang yang tidak menarik secara
visual, bodoh, tidak mampu berteman dengan teman sebaya, tidak mampu
mencintai lain jenis, dan tidak dicintai orang sekeliling mereka.
Tubuh manusia dalam merespon stresor ditunjukkan melalui aktivasi
sistem endokrin yaitu melibatkan sirkuit yang terhubung dengan amigdala ke
hippocampus dan ventral meluas ke korteks prefrontal dan berhubungan
dengan aktivitas aksis hypothalamic - pituitary - adrenal (HPA). HPA
memberikan sinyal kepada kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon
kortisol dan adrenaline lebih banyak. Hormon tersebut lepas di aliran darah
menyebabkan meningkatnya frekuensi detak jantung, respiratory rate,
tekanan darah dan metabolisme. Konsentrasi reseptor steroid seks yang tinggi
diidentifikasi oleh sirkuit HPA dan membuktikan wanita lebih berisiko stres
daripada laki-laki. Faktor risiko yang diturunkan maupun stres psikososial
dapat menjadi faktor risiko utama yang menentukan risiko depresi yang
didasari oleh peristiwa sirkuit neural dan sistem endokrin.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah timbul pertanyaan yang akan dijawab
dalam referat ini :
a. Apakah yang dimaksud dengan stress?
b. Apa yang dimaksud dengan psikososial?
c. Bagaimanakah keterkaitan antara faktor stress dengan psikososial?
d. Bagaimana cara penanganan faktor stress yang berhubungan dengan
gangguan psikososial?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui
hubungan stress dalam psikososial.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih
mendalam tentang pengertian, etiologi, mekanisme terjadinya stress,
penanganan, serta hubungan dengan fungsi psikososial.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penulisan referat ini adalah dapat menambah wawasan
pengetahuan mengenai stres dan hubungannya dalam psikososial.

1.4.2. Manfaat Praktis


1.4.2.1. Bagi Instansi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto (RSPAD)
diharapkan hasil referat ini dapat dibaca dan menjadi bahan
pengembangan teori untuk keilmuwan yang lebih mendalam
mengenai stress dalam psikososial serta bermanfaat untuk praktik
klinik khususnya pada departemen kesehatan jiwa.

3
1.4.2.2. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai stress dalam psikososial dan pengalaman
untuk menulis referat serta mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stres

Dari sudut pandang ilmu kedokteran, menurut Hans Selye seorang ahli
fisiologi dan pakar stres yang dimaksud dengan stres ialah suatu respon tubuh
yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan respon
automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan
perubahan fisis atau emosi yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisis
yang optimal suatu organisme. Reaksi fisiologis ini disebut sebagai general
adaptation syndrome.

Stres merupakan respon keseimbangan tubuh dan pikiran terhadap perubahan.


Stres merupakan bentuk ketegangan fisik, psikis dan mental seseorang. Perubahan
dalam hidup tersebut dapat baik maupun buruk terhadap situasi yang baru atau
berbeda dari sebelumnya, bertambah atau berkurangnya orang-orang dalam
kehidupan, dan perubahan perasaan dalam diri tiap individu. Stres dapat
mengganggu fungsi kognitif, berkurangnya konsentrasi, memori, perhatian dan
kemampuan dalam membuat keputusan. Stres dapat berkontribusi menimbulkan
permasalahan secara fisik maupun tingkah laku.

2.2 Sejarah Penelitian Stres

Sumbangan pertama dalam penelitian tentang stres diberikan oleh Cannon


pada tahun 1932 mengenai respon fight-or-flight, yang menyatakan bahwa
organisme merasakan adanya suatu ancaman, maka secara cepat tubuh akan
terangsang dan termotivasi melalui sistem saraf sistematik dan endokrin. Melalui
respon fisiologis ini, organisme didorong untuk menyerang ancaman tadi atau

5
melarikan diri.
Sumbangan paling penting dalam penelitian stres dilakukan oleh Hans
Seyle pada tahun 1936 tentang General Adaptation Syndrome (GAS). Seyle
menyatakan bahwa ketika organisme berhadapan dengan stresor, dia akan
mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan yang diatur oleh kelenjar
adrenal yang menaikkan aktivitas sistem saraf simpatetik. Tanpa memperhatikan
penyebab dari ancaman, individu akan merespon dengan pola reaksi fisiologis
yang sama, selebihnya dengan mengulangi atau memperpanjang stres sehingga
akan melicinkan dan mematahkan sistem. Model oleh Seyle ini menjadi dasar
dalam membahas masalah stres.

2.3. Penyebab Stres

Stresor dalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan


pada setiap kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa melakukan adaptasi
atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Stres dapat bersumber dari
berbagai hal, seringkali disebut stressors. Stresor dapat menimbulkan beberapa
keadaan yang menjadi sumber stress, yaitu frustasi, konflik atau krisis.

a. Frustasi timbul bila ada aral melintang.


b. Konflik terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih
macam kebutuhan atau tujuan.
c. Tekanan juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan
sehari-hari walaupun kecil, tetapi bila bertumpuk-tumpuk dan
berlangsung lama (stressor jangka panjang), dapat menimbulkan
stress yang hebat. Tekanan, seperti juga frustasi dapat berasal dari
dalam ataupun dari luar individu.

Seorang Ilmuwan bernama Girdano (2005) membagi stressors


manusia ke dalam beberapa bagian:

6
1.Bioecological Stress (sumber stres bioekologikal)
2. Psychosocial Stress (sumber stres psikososial)
3. Job Stress (sumber stres pekerjaan)
4. Tipe kepribadian dan cara berpikir

Sumber-Sumber Stres di Dalam Diri Seseorang


Kesakitan: tingkatan stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit
dan umur individu.
Penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang
mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stres yang utama. Menurut
teori Kurt lewin, kekuatan motivasional yang melawan akan menyebabkan
dua kecenderungan yang berlawanan, yaitu pendekatan dan penghindaran.

Sumber-Sumber Stres di Dalam Keluarga


Stres dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga,
seperti perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh,
hingga tujuan yang saling berbeda.

Sumber-Sumber di Dalam Komunitas dan Lingkungan


Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber
stres, dan beberapa pengalaman stres orang tua bersumber dari pekerjaannya dan
lingkungan yang sifatnya stressful.
Pekerjaan dan Stres
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres sehubungan
dengan pekerjaan mereka. Faktor-faktor yang dapat membuat pekerjaan itu
stressful, antara lain:
Tuntutan pekerjaan
Tuntutan pekerjaan dapat menimbulkan stres dalam 2 cara, yaitu pekerjaan
terlalu banyak dan jenis pekerjaan itu sendiri sudah lebh stresful daripada
jenis pekerjaan lain.
Pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tanggung jawab bagi kehidupan

7
manusia.
Contohnya, tenaga medis yang mempunyai beban kerja yang berat dan
harus berhati-hati supaya tidak membuat kesalahan sehingga dapat
menimbulkan konsekuensi yang serius.

Stres yang Berasal dari Lingkungan


Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, seperti: kebisingan, suhu
yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai. Stresor lingkungan mencakup
stresor secara makro, seperti migrasi, dan kerugian akibat teknologi modern
seperti kecelakaan lalu lintas, bencana nuklir.

2.4 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang memerankan peran pada perkembangan gangguan stres


adalah :
1. adanya trauma masa anak-anak
2. sifat gangguan kepribadian ambang
3. sistem pendukung yang tidak adekuat
4. kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatri
5. perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi
6. persepsi lokus kontrol eksternal, bukan internal
7. pengguna alkohol baru

Orang yang pertama kali menerima stresor psikososial yang berat berisiko
depresi, terutama perempuan. Individu yang mengalami kejadian hidup yang
negatif berkali- kali lebih berisiko depresi daripada individu yang mengalami
kejadian tersebut satu kali. Stresor psikososial yang paling berpengaruh adalah
buruknya hubungan di dalam keluarga (negative family relationship).

Adanya stres psikososial berupa ketidakharmonisan pada orang tua yang


kronis (selama 46 bulan atau lebih), terjadinya dua atau lebih kejadian yang tidak

8
dinginkan atau tidak terduga dalam hidup, keluarga yang mengalami kesulitan,
dapat meningkatkan risiko depresi pada anak 2-3 kali.

2.5 Fungsi Stres

Stres dapat dikonseptualisasikan dari berbagai macam titik atau pandang,


yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon, dan stres sebagai interaksi
antara individu dan lingkungan.

1. Stres sebagai Stimulus


Pendekatan ini menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan
stres sebagai suatu stimulus (atau stres sebagai variabel bebas). Pendekatan yang
mengungkapkan hubungan antara kesehatan dengan penyakit pada kondisi
tertentu di lingkungan eksternal, dilacak pertama kali oleh Hipocrates di awal
abad 15 SM, yang menyatakan karakteristik kesehatan dan penyakit dikondisikan
oleh lingkungan eksternal. Menurut model ini, seorang individu bertemu secara
terus-menerus dengan sumber-sumber stresor yang potensial yang ada di dalam
lingkungan, tetapi hanya satu yang tampak minor atau kejadian yang tidak
berbahaya dapat mengubah keseimbangan yang tipis yang ada di antara batasan
coping (cara mengatasi masalah) dengan keseluruhan perlawanan perilaku coping.
Kelemahan model ini adalah adanya perbedaan individual, tingkat
toleransi seseorang, dan harapan-harapannya. Tidak ada kriteria objektif yang bisa
mengukur situasi yang penuh stres kecuali ukuran pengalaman individual,
sedangkan lingkungan yang memberi tekanan dapat berupa lingkungan kerja.

2. Stres sebagai Respon


Pendekatan ini memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stresor dan
menggambarkan stres sebagai suatu respon (atau stres sebagai variabel tertentu).
Menurut Sutherland dan Cooper, stres sebagai suatu respon tidak selalu bisa
dilihat, hanya akibatnya saja yang bisa dilihat. Pendekatan ini berfokus pada

9
perspektif medis.

3. Stres sebagai Interaksi antara Individu dengan Lingkungan


Pendekatan ini menggambarkan stres sebagai suatu proses yang meliputi
stresor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu
dengan lingkungan. Interaksi antara manusia dengan lingkungan yang saling
mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional. Di dalam proses
hubungan ini termasuk juga proses penyesuaian.
Stres bukan hanya suatu stimulus atau sebuah respon saja, tetapi juga
suatu proses di mana seseorang adalah suatu perantara (agen) yang aktif yang
dapat mempengaruhi stresor melalui strategi-strategi perilaku, kognitif dan
emosional. Individu akan memberikan reaksi stres yang berbeda pada stresor yang
sama. Jadi terdapat perbedaan dalam mengartikan tumbuhnya kesadaran terhadap
stres merupakan proses yang kompleks dan dinamis yang ssuai dengan
pendekatan biopsikososial terhadap kehidupan manusia.
Menurut Sutherland dan Cooper, konsep dasar stres adalah sebagai berikut:
a. Penilaian kognitif : stres adalah pengalaman subjektif yang mungkin
didasarkan atar pesepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak di
lingkungan.
b. Pengalaman : suatu situasi yang tergantung pada tingkat keakraban,
keterbukaan, proses belajar, kemampuan nyata, dan konsep reinforcement.
c. Tuntutan : tekanan, keinginan, atau rangsangan-rangsangan yang segera
sifatnya, yang mempengaruhi cara-cara tuntutan yang dapat diterima.
d. Pengaruh interpersonal : ada tidaknya seseorang, faktor situasional dan
latar belakang mempengaruhi pengalaman subjektif, respon dan perilaku
coping.
e. Keadaan stress : merupakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang
dirasakan dengan kemampuan yang dimiliki untuk menemukan tuntutan
tersebut. Proses yang menikuti merupakan proses coping, serta
konsekuensi dari penerapan strategi coping.

10
2.6 Respon Tubuh terhadap Stres

Respons tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 3


fase yaitu:
1. Alarm reaction (reaksi peringatan). Pada fase ini tubuh dapat mengatasi
stresor (perubahan) dengan baik.
2. The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stresor sudah
mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah
dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatik.
3. Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala
psikosomatik tampak dengan jelas

Menurut perngertian tersebut di atas tampak bahwa reaksi psikis dan


somatik akan muncul pada tahap di mana respons terhadap situasi stres sudah
mencapai/malampaui titik pertahanan tubuh. Dari sudut pandang psikologis stres
didefinisikan sebagai suatu keadaan internal yang disebabkan oleh situasi
lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan,
menimbulkan perubahan-perubahan atau memerlukan mekanisme pertahanan
seseorang.
Tubuh manusia dalam merespon stresor ditunjukkan melalui aktivasi
sistem endokrin yaitu melibatkan sirkuit yang terhubung dengan amigdala ke
hippocampus dan ventral meluas ke korteks prefrontal dan berhubungan dengan
aktivitas aksis hypothalamic - pituitary - adrenal (HPA). HPA memberikan sinyal
kepada kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortisol dan adrenaline lebih
banyak.

Berbagai stresor dapat menimbulkan respon spesifik yang khas untuk


stresor tersebut, misalnya pada respon tubuh terhadap stresor tertentu yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Ketika tubuh mengenali adanya
stresor, timbul respos saraf dan hormon yang melakukan tindakan-tindakan
defensif untuk menghadapi keadaan darurat.

11
Respons saraf utama terhadap rangsangan stres adalah pengaktifan sistem
saraf simpatis generalisata. Peningkatan curah jantung dan ventilasi serta
pengalihan aliran darah dari bagian yang aktivitasnya ditekan dan mengalami
vasokonstriksi, misalnya saluran cerna dan ginjal ke otot dan jantung yang lebih
aktif, yang mempersiapkan tubuh untuk melawan atau berlari.
Secara bersamaan, sistem simpatis mengaktifkan penguatan hormon dalam
bentuk pengeluaran besar-besaran epinefrin dari medulla adrenal. Fungsi dari
peningkatan epinefrin untuk memperkuat sistem saraf simpatis dalam menyiapkan
tubuh terhadap stresor dan memobilisasi simpanan energi lemak dan karbohidrat.
Epinefrin dan glukagon, kadar keduanya meningkat saat stress. Baik
sistem saraf simpatis maupun epinefrin yang disekresikan keduanya menghambat
insulin dan merangsang glukagon. Perubahan hormon ini bekerja sama untuk
meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah dan mendorong glikogenolisis
hati dan glukoneogenesis hati.
Selain epinefrin, respon utama terhadap stres adalah pengaktifan sistem
hormon CRH-ACTH-kortisol. Peran kortisol dalam membantu menghadapi stress
diperkirakan berkaitan dengan efek metaboliknya. Kortisol menguraikan
simpanan lemak dan protein dan memperbanyak simpanan karbohidrat dan
meningkatkan ketersediaan glukosa darah. Terjadi peningkatan cadangan glukosa,
asam amino dan asam lemak yang dapat digunakan sesuai kebutuhan, misalnya
untuk mempertahankan nutrisi ke otak dan menyediakan bahan baku untuk
memperbaiki jaringan yang rusak.
ACTH juga berperan dalam mempertahankan stress. ACTH adalah salah
satu dari beberapa peptida yang mempermudah proses belajar dan mempengaruhi
perilaku. Karena itu, peningkatan ACTH selama stres psikologis membantu tubuh
menghadapi stresor serupa di masa depan dengan mempermudah proses
mempelajari respons perilaku yang sesuai. -endorfin juga disekresi bersama
dengan ACTH pada stimulasi CRH selama stres. Sebagai opiat endogen yang
poten, -endorfin menyebabkan berkurangnya persepsi terhadap nyeri jika selama
stres fisik.

12
Selain perubahan-perubahan hormon yang memobilisasi simpanan energi
selama stres, sistem renin-angiotensin-aldosteron diaktifkan untuk
mempertahankan volume darah dan tekanan darah selama keadaan darurat. Sistem
simpatis dan epinefrin berperan besar dalam bekerja langsung pada jantung dan
pembuluh darah untuk memperbaiki fungsi sirkulasi. Selain itu, sistem renin-
angiotensin-aldosteron juga diaktifkan sebagai konsekuensi penurunan aliran
darah ke ginjal yang dipicu oleh saraf simpatis.
Sekresi vasopressin juga meningkat selama situasi stres. Secara
bersamaan, hormon-hormon ini meningkatkan volume plasma dengan mendorong
retensi garam dan H2O. peningkatan volume plasma diperkirakan berfungsi
sebagai tindakan protektif untuk membantu mempertahankan tekanan darah jika
terjadi kehilangan cairan plasma melalui perdarahan atau keringat berlebihan.
Vasopressin dan angiotensin juga memiliki efek vasopressor langsung dalam
mempertahankan tekanan arteri jika kehilangan darah akut. Vasopressin juga
mampu mempermudah proses belajar, yang berdampak pada adaptasi terhadap
stres.

2.7 Pengertian Psikososial


Psikososial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan
mental/emosionalnya. Dari katanya, istilah psikososial melibatkan aspek
psikologis dan sosial. Contohnya, hubungan antara ketakutan yang
dimiliki seseorang (psikologis) terhadap bagaimana cara ia berinteraksi
dengan orang lain di lingkungan sosialnya. Seseorang yang sehat
mentalnya akan bereaksi dengan cara yang positif dalam banyak situasi.
Berbeda dengan orang yang tidak stabil mentalnya, ia akan bereaksi
negatif terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam hidup
Psikologi sosial berasal dari kata psikologi dan sosial. Pengertian
psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang
mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah.

13
Adapun pengertian sosial adalah segala perilaku manusia yang
menggambarkan hubungan nonindividualis. Jadi, pengertian psikologi
sosial adalah sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai
pengaruh hubungan individualis terhadap perilaku dan fungsi mental
manusia secara ilmiah.
Psikologi Sosial sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia dalam lingkungan sosialnya, baru berkembang lebih kurang
seratus tahun yang lalu. Sebelumnya gejala perilaku manusia dalam
masyarakatnya dipelajari dalam Sosiologi dan Antropologi. Adapun
psikologi sosial lebih menekankan pada tingkah laku manusia sebagai
individu, sebagai ilmu yang relatif baru dalam perkembangannya banyak
menggunakan materi-materi yang sudah ada dalam disiplin ilmu Sosiologi
dan Antropologi.
Fokus kajian Psikologi Sosial lebih bertitik tolak pada manusia
sebagai individu yang membina hubungan-hubungan sosial di masyarakat,
misalnya persepsi, motivasi dan sikap, dan berusaha memahami proses-
proses yang mempengaruhi kelangsungan dan keseragaman jenis maupun
bentuk hubungan social seperti kepemimpinan, kerja sama, dan konflik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa objek studi dalam psikologi
sosial lebih menitik beratkan pada semua kondisi psikologis individu
dalam masyarakat, dalam hal ini berusaha melihat hubungan yang ada
antara berbagai kondisi sosial dengan kondisi psikologis individu dalam
masyarakat. Yang dimaksud kondisi sosial di sini adalah semua aspek
yang ada dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi individu.
Berdasarkan prosesnya, interaksi ini dibedakan dalam 3 pola hubungan,
yaitu :

1. Interaksi antar individu, bila seorang individu berhubungan dengan


orang lain (baik hadir secara nyata maupun berupa pilihan alternatif
saja).

14
2. Interaksi yang terjadi karena hubungan individu dengan kelompok
(terjadi hubungan timbal balik)
3. Interaksi yang terjadi karena hubungan antar kelompok (dua atau
lebih).

2.8 Definisi Psikologi Sosial menurut Para Ahli


1. Hubert Bonner
Psikologi Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.

2. A.M . Chorus
Psikologi Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
sebagai anggota suatu masyarakat.

3. Michener & Delamater (1999)


Psikologi Sosial adalah studi alami tentang sebab-sebab dari prilaku sosial
manusia.

4. Gordon Allport (1985)


Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan
menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang
dipengaruhi oleh kehadiran orang lain, baik secara nyata/aktual, dalam
bayangan/imajinasi dan dalam kehadiran yang tidak langsung (implied).

5. Davis O Sears
Psikologi Sosial merupakan usaha sistematis untuk memahami prilaku
sosial, yakni :
a) Bagaimana kita mengamati orang lain dan situasi sosial
b) Bagaimana orang lain bereaksi terhadap kita
c) Bagaimana kita dipengaruhi oleh situasi sosial

15
6. Shaw & Costanzo (1970)
Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang sosial.

7. Berhm & Kassin


Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari cara individu
berpikir, merasa, dan bertingkah laku dalam setting sosial.

2.9 Teori Perkembangan Psikososial (Erik Erikson)


Erikson mengatakan bahwa perkembangan memiliki prinsip
epigenetik, yang menjelaskan bahwa kehidupan organisme yang baru itu
berkembang dari sumber yang memiliki identitas yang tidak berbeda dan
berkembang secara bertahap. Ada 8 tahap perkembangan menurut Erikson,
yaitu :
1. Trust vs Mistrust
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira pada usia
0-1 atau 1,5 tahun. Tugas yang harus dijelani pada tahap ini
adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa
harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu
ketidakpercayaan.

2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-Ragu


Pada tahap kedua adalah tahap anus-oto (anal-muscular
stages), tahap ini biasanya disebut masa balita yang
berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampi 3 atau 4 tahun.
Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan
malu dan ragu-ragu.

3. Inisiatif vs Kesalahan

16
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-
locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap
ini terjadi pada usia 3 sampai 5 atau 6 tahun. Tugas yang harus
diemban seseorang pada masa ini adalah untuk belajar
mempunyai gagasan (inisiatif) tanpa melakukan kesalahan
yang terlalu banyak.

4. Kerajinan vs Inferioritas
Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia
sekolah dasar antara usia 612 tahun. Salah satu tugas yang
diperlukan pada tahap ini ialah mengembangkan kemampuan
bekerja keras dan menghindari perasaan rendah diri serta tidak
percaya diri.

5. Identitas vs Kekacauan Identitas


Tahap kelima merupakan tahap remaja, yang dimulai pada
saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun.
Melalu tahapa ini, seseorang harus menvapai tingkat identitas
ego, yang berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara
seseorang terjun ke lingkungan masyarakat.

6. Keintiman vs Isolasi
Tahap keenam terjadi pada masa dewasa awal yang berusia
sekitar 20-30 tahun. Hal yang perlu dibangun adalah keinginan
untuk mencapai kedekatan/keakraban dengan orang lain dan
berusaha menghindari sikap menyendiri.

7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa/dewasa tengah berada pada posisi ketujuh,
dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai
60 tahun. Salah satu tugas yang harus dicapai adalah dapat

17
mengabdikan diri guna menyeimbangkan antara sifat
melahirkan/menciptakan sesuatu (generativitas) dengan tidak
berbuat apa-apa (stagnasi).
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teori Erikson disebut tahap usia senja
yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 sampai
65 ke atas. Yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah
integritas dan berupaya menghilangkan putus ada dan
kekecewaan.

2.10 Klasifikasi Stres Psikososial


Stres dalam psikososial dapat terbagi menjadi gangguan stres pasca
traumatic dan gangguan stress akut. Orang yang menderita gangguan stres
pascatraumatik, mereka harus mengalami stress emosional yang besar dan
traumatik. Gangguan stress pascatraumatik terdiri dari :

1. Pengalaman kembali traumamelallui mimpi dan pikiran yang


membangunkan
2. Penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan
penumpulan responsivitas pada penderita
3. Kesadaran berlebihan yang pesisten

Gejala penyerta dari stres pascatraumatik adalah depresi, kecemasan


dan kesulitan kognitif. Mental minimal untuk gangguan stres pascatraumatik
adalah satu bulan. Prevalensi seumur hidup gangguan stres pascatraumatik
diperkirakan dari 1 sampai 3 persen populasi umum, walaupun suatu
tambahan 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang subklinis.

18
2.11 Gambaran klinis Stres Psikososial

Gejala utama gangguan stress pasca traumatic adalah :


pengalaman ulang peristiwa yang menyakitkan
suatu pola menghindar dan kekakuan emosional
kesadaran berlebihan yang persisten

Gejala penyerta :
agresi
kekerasan
pengendalian impuls yang buruk
depresi
gangguan berhubungan dengan zat

2.12. Terapi Stress

Pendekatan utama dalam gangguan ini adalah mendukung, mendorong


untuk mendiskusikan peristiwa dan edukasi tentang berbagai mekanisme
mengatasinya, misalnya relaksasi. Penggunaan sedatif dan hipnotik dapat
membantu.

Psikoterapi
Psikoterapi psikodinamika berguna dalam pengobatan banyak pasien
dengan gangguan stress pasca traumatic.pada beberapa kasus, rekonstruksi
peristiwa traumatik dengan abreaksi dan kataris yang menyertai bersifat
terapeutik. Psikoterapi harus dilakukan secara individual.
Intervensi psikodinamika untuk gangguan stress pasca traumatic adalah
terapi perilaku, terapi kognisi dan hipnosis. Sifat jangka pendek dari psikoterapi

19
menekan resiko dari ketergantungan dan kronisitas. Ahli terapi harus mengatasi
penyangkalan pasien tentang peristiwa traumatic, mendorong mereka untuk
santai, dan mengeluarkan dari sumber stres. Dukungan dari lingkungan seperti
teman dan kerabat harus disediakan. Pasien harus didorong untuk mengingat dan
melepaskan perasaan emosional yang berhubungan dengan peristiwa traumatic
dan merencanakan pemulihan di masa depan.
Psikoterapi setelah peristiwa traumatik harus mengikuti modul intervensi
krisis dengan dukungan pendidikan dan perkembangan mekanisme mengatasi dan
penerimaan peristiwa. Ada dua pendekatan psikoterapeutik utama yang dapat
dilakukan. Pertama adalah pemaparan dengan peristiwa traumatik melalui teknik
pembayangan atau pemaparan in vivo. Pendekatan yang kedua adalah
mengajarkan pasien metode penatalaksanaa stress termasuk teknik relaksasi dan
pendekatan kognitif untuk mengatasi stress. Beberapa data awal menyatakan
bahwa walaupun teknik penatalaksanaan stress efektif lebih cepat dibandingkan
teknik pemaparan, hasil dari teknik pemaparan lebih bertahan lama. Selain itu,
terapi kelompok dan terapi keluarga efektif pada kasus gangguan stres.
Keuntungan terapi kelompok adalah berbagi pengalaman dan mendapatkan
dukungan dari anggota kelompok.
Menurut Lazzarus dan Folkman, coping stres merupakan suatu proses di
mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan
(baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasanl dari
lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasi penuh tekanan. Secara umum, stres dapat diatasi dengan
melakukan transaksi dengan lingkungan di mana hubungan transaksi ini
merupakan suatu proses yang dinamis.
Secara umum, coping stres mempunyai dua macam fungsi, yaitu:
1. Emotion-focused copingDigunakan untuk mengatur respon emosional
terhadap stres. Pengaturan ini melalui perilaku individu, seperti
penggunaan obat penenang, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak
menyenangkan, melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu
mengubah kondisi yang stresful, individu akan cenderung untuk mengatur

20
emosinya.

2. Problem-focused copingUntuk mengurangi stresor, individu akan


mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan
yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya
yakin akan dapat mengubah situasi. Metode atau fungsi masalah ini lebih
sering digunakan oleh orang dewasa.

Ada delapan strategi coping yang berbeda yang secara umum dikenal
dalam psikologi, yaitu :
1. Konfrontasi
2. Mencari dukungan sosial
3. Merencanakan pemecahan masalah dikaitkan dengan problem-focused
coping
4. Kontrol diri
5. Membuat jarak
6. Penilaian kembali secara positif
7. Menerima tanggung jawab
8. Lari atau penghindaran
Tidak ada satu metode pun yang dapat digunakan untuk semua situasi
stres. Tidak ada strategi coping yang paling berhasil. Strategi coping yang paling
efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis stres dan situasi. Keberhasilan
coping lebih tergantung pada penggabungan strategi coping yang sesuai dengan
ciri masing-masing kejadian yang penuh stres, daripada mencoba menemukan
satu strategi coping yang paling berhasil.
Perbedaan individu dalam menyesuaikan diri terhadap berbagai macam
stres di antaranya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki (misal inteligensi,
kreativitas, kecerdasan emosional), pengaruh lingkungan, pendidikan,
pengembangan diri, dan usia. Ada pula beberapa penyesuaian yang dapat bersifat
mengurangi gejala stres. Penyesuaian yang tidak disadari yaitu dengan
menggunakan defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri), sedangkan

21
penyesuaian yang disadari di antaranya membicarakan masalah yang dihadapi
dengan orang lain, melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simptom stres,
atau sekadar tertawa.
Penyesuaian yang sifatnya problem solving terhadap stres, merupakan
jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan
sumber stres, tidak tergesa-gesa atau lebih terarah, ada strategi tertentu, dan lebih
efektif. Ini dapat dilakukan dengan memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap
stres atau memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.

2.13. Perjalanan dan Prognosis

Prognosis yang baik diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gelaja
yang singkat ,(6 bulan), fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat,
dan tidak adanya gangguan psikiatri, medis atau berhubungan denga zat lainnya.

22
BAB III
PENUTUP

3. Kesimpulan
Stres merupakan respon keseimbangan tubuh dan pikiran terhadap
perubahan. Stres merupakan bentuk ketegangan fisik, psikis dan mental
seseorang.
Stres dapat mengganggu fungsi kognitif, berkurangnya konsentrasi,
memori, perhatian dan kemampuan dalam membuat keputusan. Stres
dapat berkontribusi menimbulkan permasalahan secara fisik maupun
tingkah laku.
Stressor dibagi menjadi beberapa bagian seperti Bioecological Stress
(sumber stres bioekologikal),Psychosocial Stress (sumber stres
psikososial),Job Stress (sumber stres pekerjaan) dan Tipe kepribadian
dan cara berpikir
Respons tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi
menjadi 3 fase yaitu alarm reaction (reaksi peringatan), the stage of
resistance (reaksi pertahanan) dan stage of exhaustion (reaksi kelelahan).
Psikososial adalah hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan
kesehatan mental/emosionalnya.
Stres dalam psikososial dapat terbagi menjadi gangguan stres pasca
traumatic dan gangguan stress akut.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, HI., Sadock, BJ., Grebb, J. A.. Synopsis of Psychiatry. Ten


Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia USA. Terjemahan
Widjaja Kusuma. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Tanggerang: Binarupa
Aksara Publisher.
2. Sadock BJ, Sadock VA. 2014. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC.
3. Brown, Rhonda F., Thorsteinsson, Einar B., Richards, Carlie. 2014. The
Relationship between Work-Stress, Psychological Stress and Staff Health
and Work Outcomes in Office Workers. Australia : University of New
England.
4. Ironson, Gail., Schneiderman, Neil., Siegel, Scott. 2008. Stress and Health
: Psychological, Behavioral, and Biological Determinants. Florida :
Department of Psychology University of Miami.
5. Toussaint, Loren., Shields, Grant S., Dorn, Gabriel., Slavich, George M.
2014. Effects of Lifetime Stress Exposure on Mental and Physical Health
in Young Adulthood : How Stress Degrades and Forgiveness Protects
Health. New York : Journal of Health Psychology.

24

Anda mungkin juga menyukai