Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT MATA

HIFEMA TRAUMATIKA

Disusun oleh:
Reza Stevano

Pembimbing:
dr. Endang M. Johani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 28 JANUARI 2019 – 2 MARET 2019
TANGERANG
DAFTAR ISI

BAB I. ILUSTRASI KASUS .................................................................................................... 1


1.1 Identitas Pasien .......................................................................................................... 1
1.2 Anamnesis Pasien ...................................................................................................... 1
1.3 Pemeriksaan Fisik...................................................................................................... 2
1.4 Resume...................................................................................................................... 6
1.5 Diagnosis................................................................................................................... 6
1.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................. 6
1.7 Tata Laksana ............................................................................................................. 7
1.8 Prognosis ................................................................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 8
2.1 Pendekatan Trauma Tumpul pada Mata ..................................................................... 8
2.2 Tinjauan Anatomi ...................................................................................................... 9
2.3 Definisi.................................................................................................................... 10
2.4 Epidemiologi ........................................................................................................... 10
2.5 Etiologi.................................................................................................................... 10
2.6 Patofisiologi ............................................................................................................ 11
2.7 Manifestasi Klinis.................................................................................................... 12
2.8 Diagnosis................................................................................................................. 15
2.9 Komplikasi .............................................................................................................. 17
2.10 Tata Laksana ......................................................................................................... 19
2.11 Prognosis ............................................................................................................... 21
BAB III. PEMBAHASAN KASUS ......................................................................................... 23
3.1 Penegakan Diagnosis Pasien .................................................................................... 23
3.2 Eksklusi Diagnosis Banding .................................................................................... 23
3.3 Penanganan Pasien .................................................................................................. 25
3.4 Prognosis Pasien ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

BAB I.
ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Inisial pasien : Ibu F
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Tanggal lahir: : 27 Januari 1998
Status perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah menengah atas
Alamat : Pasir Nangka
Pekerjaan : Operator mesin PT Spinmill
Nomor rekam medis : RSUS. 00-84-50-77
Tanggal masuk rumah sakit : 6 Februari 2019
Tanggal pemeriksaan : 6 Februari 2019

1.2 ANAMNESIS PASIEN


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada jam 11:44 WIB, hari rabu,
tanggal 6 Februari 2019, di poliklinik mata, lantai 2 Rumah Sakit Umum Siloam.
Keluhan utama
Penglihatan buram 1 hari SMRM secara mendadak.
Keluhan tambahan
Nyeri ringan pada mata kanan.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan penglihatan buram secara mendadak, setelah mata
kanan terbentur dengan selang alat pembersih tekanan tinggi saat pasien membersih
alat tersebut, pada jam 16:30 WIB, 1 hari SMRS. Pasien mengatakan bahwa setelah
terbentur selang, mata kanan pasien hanya bisa melihat cahaya saja. Sekarang,
penglihatan pada mata kanan pasien seperti kaca kotor. Pasien merasakan nyeri
hebat (skala 7/10) dan rasa pusing dibelakang mata kanan setelah terbentur, yang
hilang berberapa jam setelah terbentur. Sekarang, pasien merasakan nyeri ringan

1
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

(skala 3/10). Pasien tidak rasa takut ataupun merasa nyeri saat menglihat cahaya.
Pasien menyangkal sensasi benda asing pada mata kanan. Pasien tidak merasakan
sensasi mual atau muntah. Pasien menyangkal melihat gambaran pelangi, benda-
benda yang tampak melayang-layang, kilatan cahaya, ataupun penglihatan ganda.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit maag. Pasien tidak pernah mengalami hal seperti
ini sebelumnya, dan belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Pasien tidak
memiliki gangguan pembekuan darah. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes
mellitus, hipertensi, ataupun riwayat alergi.

Riwayat pengobatan
Pasien belum mengkonsumsi obat-obatan untuk kondisinya. Pasien menyangkal
mengkonsumsi obat-obatan apapun.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, gangguan
pembekuan darah, ataupun alergi.
Riwayat sosial
Pasien berkerja sebagai operator mesin pembersih pada PT Spinmil Indah Industry
Pasir Nangka, Tangerang. Pasien menyangkal riwayat merokok, mengkonsumsi
alkohol, atau obat-obatan terlarang.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
• Keadaan umum : terlihat sakit ringan
• Kesadaran : compos mentis
• GCS : 15 (E4, M6, V5)
• Berat badan : Tidak diukur
• Tinggi badan : Tidak diukur
• BMI : Tidak diukur
• Tanda - tanda vital
– Suhu : 37˚C
– Nadi : 71x /menit

2
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

– Laju pernapasan : 18x /menit


– Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
– Saturasi O2 : 100%
Status oftalmologis

Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

OD Pemeriksaan OS

20/20 Visus 20/20

Pergerakan bola mata

Nystagmus (-) Nystagmus (-)


Diplopia (-) Diplopia (-)
Ortoforia Kedudukan Ortoforia

3
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

Palpebra
(-) Edema (-)
(-) Eritema (-)
(-) Hematoma (-)
(-) Massa (-)
(-) Entropion (-)
(-) Ektropion (-)
(-) Ptosis (-)
(-) Lagoftalmos (-)
(-) Blefarospasme (-)
Konjungtiva
Pars tarsalis
(-) Hordeolum (-)
(-) Kalazion (-)
(-) Membran (-)
(-) Pseudomembran (-)
(-) Papil (-)
(-) Follikel (-)
Pars bulbi
(-) Sekret (-)
(-) Perdarahan (-)
(-) Injeksi (-)
(-) Kemosis (-)
(-) Papil (-)
(-) Folikel (-)
(-) Pterigium (-)
(-) Pinguekula (-)
Kornea
Jernih Kejernihan Jernih
(-) Edema (-)
(-) Infiltrat (-)
(-) Abrasi (-)
(-) Ulkus (-)
(-) Corpus alienum (-)
(-) Leukoma (-)
COA
Dalam Kedalaman Dalam
(+) Fibrin (-)
(+) Hifema (-)
(-) Hipopion (-)

4
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

Iris
Coklat Warna Coklat
(-) Atrofi (-)
(-) Sinekia (-)
Pupil
Bulat Bentuk Bulat
2 mm Diameter 2 mm
Sentral Letak Sentral
Isokor Isokoria Isokor
(+) Refleks langsung (+)
(+) Refleks tidak langsung (+)
(-) RAPD (-)
Lensa
Jernih Kejernihan Jernih
(-) Shadow test (-)
(-) Refleks kaca (-)
Vitreus
Jernih Kejernihan Jernih
(-) Floaters (-)
(-) Flashes (-)
Fundus
(+) Refleks fundus (+)
Tegas Batas papil Tegas
0,3-0,4 Cup-to-disc ratio 0,3-0,4
02:03 Artery: vein ratio 02:03
Baik Macula lutea Baik
Tekanan intraokular
N/P Tonometri digital N/P
13 mmHg Non-contact tonometry 14 mmHg

Terdapat penyempitan pada Pemeriksaan lapang


Sama dengan pemeriksa
bagian inferotemporal pandang

Ishihara's Test for Colour Deficiency Tidak terdapat red green deficiency

5
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

1.4 RESUME

Pasien datang dengan keluhan penglihatan buram secara mendadak setelah mata kanan
terbentur dengan selang alat pembersih tekanan tinggi 1 hari SMRS. Setelah terbentur
selang, mata kanan pasien hanya bisa melihat cahaya saja. Sekarang, penglihatan pada mata
kanan pasien seperti kaca kotor. Pasien merasakan nyeri hebat dan rasa pusing dibelakang
mata kanan setelah terbentur, dan hilang berberapa jam setelah terbentur. Sekarang, pasien
hanya merasakan nyeri ringan. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan visus mata kiri dan mata
kanan pasien 20/20, dan ditemukan fibrin dan hifema pada mata kanan pasien. Lapang
pandang mata kanan pasien menyempit pada bagian inferotemporal.

1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis
- Kontusio OD dengan komplikasi hifema dan fibrin.
Diagnosis Banding
- Ruptur OD et causa trauma mata tumpul
- Kontusio OD dengan komplikasi edema kornea
- Kontusio OD dengan komplikasi abrasi kornea
- Kontusio OD dengan komplikasi iritis traumatika
- Kontusio OD dengan komplikasi iridodialisis
- Kontusio OD dengan komplikasi katarak traumatika

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Tes pewarnaan fluorescein
- Pemeriksaan slit lamp
- Pemeriksaan darah lengkap, PT, APTT
- Ultrasonografi okular
- Tonometri aplanasi Goldmann

6
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

1.7 TATA LAKSANA

Penanganan non-medikamentosa:

- Pasien dianjurkan untuk menggunakan eye shield


- Pasien harus dirawat inap untuk bed rest dan observasi lanjut untuk 3 sampai 5 hari pasca
trauma, dengan posisi semi-Fowler.
- Edukasi untuk tidak membaca atau main HP/tablet/komputer (menghindari akomodasi)

Penanganan medikamentosa:

- Tidak boleh diberikan NSAID/aspirin


- Asetaminofen oral bila dibutuhkan
- Atropin 1% topikal, 2 kali sehari
- Timolol maleat 0,25% topikal, 1 tetes 2 kali sehari
- Prednisolon asetat 1% topikal, 1 tetes 4 kali sehari
- Asam aminokaproik oral 50-100mg/kg BB 4 kali sehari (dosis maksimal 30g/ hari)
digunakan selama 5 hari.
- Prednison 20 mg oral bila dibutuhkan.

1.8 PROGNOSIS
- Prognosis ad vitam: bonam
- Prognosis ad sanationam: dubia ad bonam
- Prognosis ad functionam: dubia ad bonam

7
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDEKATAN TRAUMA TUMPUL PADA MATA

Trauma tumpul pada mata disebabkan oleh benda tidak tajam yang mengenai mata. Trauma pada
mata dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, dan dapat menyebabkan kerusakan minor ataupun
mayor, termasuk kehilangan penglihatan secara permanen. Untuk menghindari kesalahan persepsi
dan kepahaman definisi, kasus trauma pada mata dapat diflasifikasi menggunakan sistem British
Eye Trauma Terminology (BETT).

Gambar 1. Jenis-jenis trauma mata berdasarkan definisi BETT. (Sumber: Buku Ajar Oftalmologi)

Kerusakan-kerusakan yang dapat terjadi akibat trauma pada mata berdasarkan struktur adalah:

8
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

– Kelopak mata: Hematoma periokular, laserasi.


– Konjungtiva: Edema konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva, laserasi konjungtiva,
emfisema.
– Kornea: Edema kornea, abrasi kornea, erosi rekuren, corpus alienum kornea, laserasi dan
ruptur kornea.
– Sklera: Defek korneoskelra direk, indirek.
– Camera oculi anterior (COA): Hifema, angle recession.
– Iris: Iridoplegia, iridodialisis.
– Lensa: Subluksasi lensa, luksasi lensa, katarak traumatika.
– Vitreus: Perdarahan vitreus.
– Koroid: Ruptur koroid direk, indirek.
– Retina: Edema retina, robekan/lubang retina perifer, ablasio retina.
– Saraf optik: Avulsi papil saraf optik, neuropati optik traumatika.

2.2 TINJAUAN ANATOMI

Camera oculi anterior (COA) adalah sebuah rongga yang dibataskan oleh kornea, iris, sudut
iridokornea, dan lensa.

Gambar 2. Anatomi dari camera oculi anterior dan struktur-struktur yang mengelilingi nya.
(Sumber: Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology)

9
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

Pada kondisi normal, cairan aqueous humor mengisi rongga tersebut. Sudut iridokornea adalah
sebuah celah yang dibentuk oleh persimpangan antara iris dan kornea. Calcar sclerae, reticulum
trabeculare sclera, dan garis Schwalbe letak pada sudut tersebut. Reticulum trabeculare sclera
adalah sebuah struktur fenestrasi yang mengalirkan cairan aqueous kepada kanal Schlemm, yang
darinya akan mengalir kepada vena. Ketika sirkulasi aqueous terganggu, tekanan intraokular (TIO)
meningkat.

2.3 DEFINISI

Hifema adalah sebuah kondisi dimana terdapat darah pada rongga COA. Hifema pada umumnya
disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul pada bola mata. Hifema dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan permanen. Hifema dapat timbul setelah kejadian trauma mekanik, atau
pada pasien-pasien dengan kondisi tertentu, timbul secara spontan. Bila sel darah pada COA tidak
terlihat secara jelas dan membentuk sebuah fluid level, kondisi tersebut disebut sebagai
mikrohifema.

2.4 EPIDEMIOLOGI

Insidensi tahunan dari hifema traumatika diestimasikan mencapai 12 cedera per populasi 100.000
orang, dimana laki-laki lebih sering terkena 3 sampai 5 kali lipat dibanding wanita. Sekitar 70%
dari semua kejadian hifema traumatika terjadi pada anak-anak, dengan puncak insidensi antara
usia 10 sampai 20 tahun. Di Indonesia, insidensi hifema belum diketahui secara pasti, namun telah
diketahui bahwa penyebab tersering adalah akibat kecelakaan saat berolahraga (terkena shuttle
cock atau bola). Penyebab lainnya adalah kecelakaan mobil atau akibat kerja.

2.5 ETIOLOGI

Untuk hifema traumatika, mekanisme cedera bervariasi berdasarkan usia pasien. Pada anak-anak,
hifema traumatika biasanya disebabkan oleh trauma tumpul mata. Anak-anak yang lebih muda
sering terkena bola mata saat bermain bola basket, sepak bola, atau badminton. Remaja dan dewasa
lebih sering mengalami hifema traumatika setelah terkena pukulan energi tinggi pada bola mata.
Kekerasan fisik adalah mekanisme paling umum, terjadi pada lebih dari 40% pasien. Sumber
cedera lain termasuk paintball, senjata airsoft, airbag pada kecelakaan kendaraan, dan proyektil-
proyektil lainnya.

10
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

Luka mata tajam seringkali disertai oleh hifema. Oleh karena itu, harus terdapat kewaspadaan
tinggi untuk luka bola mata terbuka dan corpus alienum intraokular pada saat mengevaluasi pasien
dengan hifema. Hifema secara spontan juga dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah iris
secara spontan pada neovaskularisasi atau rubeosis iridis, xanthogranuloma juvenilis, atau
melanoma iris.

2.6 PATOFISIOLOGI

Hifema dapat timbul setelah kejadian trauma. Pada populasi pasien dengan kondisi tertentu,
hifema dapat timbul secara spontan.

Hifema traumatika

Hifema traumatika dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Trauma tumpul pada
bola mata menghasilkan peningkatan TIO mendadak, peregangan ekuatorial bola mata, dan
transfer tekanan posterior kepada iris. Peningkatan TIO secara transien menghasilkan shear forces
yang berdampak pada sudut iridokornea, hingga dapat merusak struktur tersebut. Perdarahan
disebabkan oleh robekan pembuluh darah pada corpus ciliare atau iris. Sumber perdarahan
tersering adalah robekan pada corpus ciliare anterior yang disebut sebagai anterior chamber angle
recession.

Sebuah sistem penilaian telah disusun berdasarkan tingkat perdarahan pada COA. Hifema dinilai
sesuai dengan tingginya dalam milimeter, dari limbus inferior sampai permukaan lapisan darah
dengan menggunakan pemeriksaan slit lamp. Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul
pada biasanya berhenti dengan cepat karena peningkatan TIO, vasospasme, dan pembentukan
gumpalan darah. Namun, integritas gumpalan darah maksimal tidak tersampai hingga 4 hingga 7
hari pasca trauma. Darah pada COA akan dibersihkan dengan proses filtrasi melalui reticulum
trabeculare sclera. Resiko kehilangan penglihatan dari hifema yang terisolasi setelah trauma
tumpul tergantung pada tingkat dan durasi peningkatan TIO, dan pada kejadian perdarahan ulang.

Hifema juga seringkali terjadi pada pasien yang mengalami trauma mata tajam, yang disebabkan
oleh kerusakan kepada iris secara langsung. Pada pasien-pasien tersebut, resiko kehilangan
penglihatan tergantung pada lokasi luka, derajat luka, bila terdapat corpus alienum intraokular atau
tidak, kecepatan waktu perbaikan bedah, dan pencegahan endoftalmitis.

11
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

Hifema spontan

Hifema dapat timbul secara spontan, atau timbul setelah trauma ringan, pada pasien dengan
tendensi berdarah atau kondisi-kondisi tertentu yang dapat menyebabkan neovaskularisasi atau
anomali vaskular pada struktur COA. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

- Diabetes mellitus
- Melanoma iris, retinoblastoma, atau tumor-tumor mata lainnya
- Xanthogranuloma juvenilis
- Gangguan pembekuan darah (trombositopenia, hemofilia, Von Willebrand disease)
- Penggunaan obat yang menginhibisi fungsi platelet (seperti warfarin atai aspirin)

Pada anak-anak tanpa kondisi tertentu atau riwayat trauma yang telah diamati oleh seorang saksi,
tumor okular dan kekerasan terhadap anak harus diwaspadai.

Faktor predisposisi

Pasien dengan penyakit sel sabit memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi, seperti peningkatan
TIO, atrofi optik, dan perdarahan sekunder, yang dapat meningkatkan resiko kehilangan
penglihatan secara permanen. Sel sabit dapat menyumbat struktur reticulum trabeculare sclera,
hingga menghasilkan peningkatan TIO. Peningkatan TIO pada pasien dengan penyakit sel sabnit
dapat menyebabkan central retinal artery occlusion (CRAO) dan atrofi optik dengan nilai TIO
absolut yang lebih rendah, dan dengan durasi yang lebih pendek, dibanding dengan pasien normal.

Pasien yang menggunakan obat antikoagulan, atau yang memiliki gangguan pembekuan darah,
juga memiliki resiko kehilangan penglihatan yang lebih tinggi, karena frekuensi perdarahan ulang
yang lebih besar. Pasien dengan gangguan pembekuan darah primer seperti hemofilia harus
dikoreksi secara cepat, dan pasien yang telah mengkonsumsi obat antikoagulan dapat dianjurkan
untuk berhenti menggunakan obat tersebut sampai hifema ditangani sampai selesai.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Penemuan pada anamnesis

Kehilangan penglihatan dan nyeri pada bola mata adalah keluhan utama yang tersering pada pasien
dengan hifema traumatika, dan juga dapat disertai oleh keluhan rasa mual dan muntah-muntah.

12
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

Anamnesis pada pasien menunjukkan riwayat trauma tumpul pada orbit dalam mayoritas kasus
hifema traumatika, dimana 2/3 dari dari semua kasus hifema disebabkan oleh trauma tumpul.

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat keluarga pasien harus ditanyakan untuk kehadiran penyakit
sel sabit, gangguan pembekuan darah, dan riwayat konsumsi obat antikoagulan. Faktor-faktor
tersebut dapat meningkatkan resiko komplikasi glaukoma, atrofi optik, dan kehilangan penglihatan
permanen. Bila timbul secara spontan, walaupun cukup langka, pasien ditanyakan mengenai
penyebab-penyebab hifema spontan, seperti diabetes mellitus, gangguan pembengkuan darah,
tumor mata, dan riwayat kekerasan, terutama pada pasien anak.

Penemuan pada pemeriksaan fisik

Tampak palpebra, silia, ductus lacrimalis, dan kornea harus dinilai, disertai dengan pemeriksaan
direct reflex, indirect reflex, dan relative afferent pupillary defect (RAPD) pupil, pergerakan bola
mata, dan uji konfrontasi. Oftalmoskopi direk atau pemeriksaan slit lamp dapat dilakukan untuk
memvisualisasi segmen anterior secara lebih teliti. Namun, pemeriksaan funduskopi mungkin sulit
untuk dilakukan karena miosis dan fotofobia yang terdapat pada pasien dengan hifema besar.
Karena abrasi kornea juga sering menyertai trauma tumpul, tes pewarnaan fluorescein dapat
dilakukan setelah trauma mata terbuka telah dieksklusi.

Hifema terlihat sebagai sebuah lapisan darah pada COA yang dapat ditemukan dengan inspeksi
visual menggunakan penlight. Pemeriksaan slit lamp mampu mendeteksi mikrohifema, dan
mengukur secara langsung jarak milimeter antara limbus inferior dan bagian atas lapisan darah.
Sebagai alternatif untuk pengukuran tinggi hifema, sistem penilaian berdasarkan estimasi tingkat
perdarahan pada COA juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi severitas hifema. Derajat
hifema terbagi menjadi derajat ringan berupa mikrohifema, hingga derajat berat berupa hifema
total, yang disebut sebagai hifema eight-ball atau black ball.

13
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

Prognosis untuk
Tingkat Bagian COA terisi Diagram visus 20/50 atau
lebih baik
Eritrosit hanya
ditemukan pada
Mikrohifema 90%
pemeriksaan slit
lamp
(Dilihat dengan slit lamp)

I < 33% 90%

II 33-50% 70%

III >50% 50%

IV 100% 50%

Tabel 1. Sistem penilaian dan prognosis dari hifema (Sumber: UpToDate®)

Penemuan pada pemeriksaan fisik yang sering ditemukan pada hifema traumatika adalah:

- Fotofobia
Iluminasi langsung pada mata yang terganggu menghasilkan konstriksi pupil disertai nyeri.
Bila pasien tidak dapat membuka mata yang terkena, iluminasi pada mata yang tidak
terganggu dapat merangsang rasa nyeri pada mata yang terganggu karena konstriksi pupil
konsensual dan iritis traumatik yang terkait.
- Penurunan visus
Penurunan visus berkisar dari sedikit buram pada pasien mikrohifema sampai hanya
persepsi cahaya pada hifema tingkat III atau IV. Penurunan visus dapat membaik dalam
hitungan jam bila kepala terangkat, hingga memungkinkan darah pada COA untuk
terkumpul di bawah sumbu penglihatan. Jika pasien berbaring telentang untuk jangka

14
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

waktu yang lama, ia dapat mengeluh penglihatan nya memburuk, disebabkan oleh
pengendapan darah pada lensa atau kornea. Cedera-cedera lainnya, seperti abrasi atau
edema kornea, perdarahan vitreus, komosio retina, ablasio retina, atau katarak, dapat
berkontribusi terhadap penurunan visus pasien.
- Anisokoria
Robekan pada musculus sphincter pupillae dapat menghasilkan miosi ataupun midriasis.
Gabungan dari kerusakan mekanik dan reaksi inflamasi dalam 24 sampai 48 jam pertama
dapat menyebabkan reaktivitas pupil yang buruk, dan anisokoria relatif. Iris juga bisa robek
dari lokasi insertio nya, sebuah kondisi yang disebut sebagai iriodialisis.
- Peningkatan TIO
Hipertensi intraokular (TIO >21 mmHg) timbul pada 30% dari semua pasien hifema.
Secara akut, TIO mungkin rendah, disebabkan oleh penurunan fungsi corpus ciliare.
Namun, bila kemampuan mata untuk drainase aqueous terganggu, TIO dapat meningkat
secara cepat. Peningkatan TIO dapat timbul dalam waktu satu minggu pertama.
- Corneal blood staining
Corneal blood staining adalah sebuah kondisi dimana terjadinya deposisi produk
pemecahan eritrosit pada jaringan stroma kornea. Kondisi tersebut dapat membatas visus
dan mempersulit visualisasi lensa dan bagian posterior dari mata. Insiden memuncak pada
hifema tingkat IV setelah 4 hari, atau hifema tingkat III atau lebih ringan setelah 6 hari
dengan peningkatan TIO diatas 25 mmHg.

2.8 DIAGNOSIS

Pemeriksaan penunjang

Pasien dengan penyakit sel sabit memiliki resiko komplikasi dari hifema yang lebih tinggi. Oleh
karena itu, semua pasien dengan riwayat keluarga penyakit sel sabit dianjurkan untuk menjalani
tes untuk hemoglobinopati sel sabit. Pasien yang dicurigai memiliki diskrasia pendarahan harus
dihitung complete blood count (CBC), prothrombin time (PT), partial thromboplastin time
(PTT), dan international normalized ratio (INR).

Pencitraan darurat diperlukan pada pasien suspek trauma bola mata terbuka, atau yang dicurigai
cedera orbit serius. Selain itu, pencitraan diperlukan pada pasien dengan perdarahan COA atau

15
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

vitreus yang mempersulit visualisasi segmen posterior, untuk menilai kerusakan pada struktur
posterior. Pilihan metode pencitraan tergantung pada hasil pemeriksaan fisik, sebagai berikut:

- Computed tomography (CT)


CT orbit tanpa kontras, dengan potongan aksial dan koronal 1-2 mm diindikasi pada pasien
dengan curiga trauma bola mata terbuka, corpus alienum intraokular, atau perdarahan
intraorbital, dan untuk pasien trauma lainnya yang sudah dilakukan CT kranial untuk
indikasi lain. Pemeriksaan tersebut juga diindikasi sebagai bagian dari CT maksilofasial
bila fraktur orbit dicurigakan berdasarkan mekanisme trauma, step-off pada palpasi, point
tenderness, hambatan pergerakan otot ekstraokular, atau pembengkakan periokular yang
signifikan.
- Ultrasonografi okular
Bila tersedia, ultrasonografi okular dapat dilakukan untuk menilai kerusakan lensa, corpus
alienum intraokular, ablasio retina, dan perdarahan koroid. Metode USG okular
menghindari resiko radiasi yang terdapat pada pemeriksaan CT. Namun, pemeriksaan USG
harus dihindari bila trauma bola mata terbuka dicurigai, karena pemeriksaan USG dapat
mengaplikasi tekanan pada bola mata, hingga meningkatkan resiko ekstrusi isi intraokular.
- Ultrasound biomicroscopy (UBM)
Ultrasound biomicroscopy (UBM) juga dapat dilakukan untuk mengaugmentasi
pemeriksaan COA pada slit lamp, namun jarang tersedia.

Penegakan diagnosis

Hifema traumatika adalah sebuah diagnosis klinis yang ditegakan dari hasil anamnesis pasien,
yang menunjukkan riwayat trauma mata, dan penemuan karakteristik pada pemeriksaan fisik, yang
menunjukkan kehadiran darah pada COA. Hifema traumatika sering terkait dengan cedera struktur
okular lainnya, terutama trauma bola mata terbuka.

Hifema spontan adalah indikasi untuk evaluasi kehadiran kondisi-kondisi tersebut:

- Diabetes mellitus, dan sumber neovaskularisasi COA lainnya, dan anomali-anomali


vaskular.
- Melanoma iris, retinoblastoma, dan tumor mata lainnya
- Xanthogranuloma juvenilis

16
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

- Kelainan pembekuan darah (seperti trombositopenia, hemofilia, penyakit Von Willebrand)


- Penggunaan obat yang menghambat fungsi platelet, seperti warfarin atau aspirin.
- Kekerasan terhadap anak

2.9 KOMPLIKASI

Hifema sering disertai dengan kelainan lain, antara lain: iridodialsis, siklodialisis, iritis traumatika,
glaukoma skunder, edema kornea, subluksasi lensa, komosio retina, perdarahan vitreus, dan lain-
lain. Kelainan-kelainan tersebut harus diwaspadai dalam tata laksana hifema. Hifema ukuran
berapapun dapat disertai dengan peningkatan TIO. Sekitar 32% dari semua kasus hifema akan
mengalami peningkatan TIO di atas 22 mmHg pada suatu titik dalam perjalanan penyakit.
Sebagian besar dari kasus hifema traumatika menghilang dalam waktu seminggu tanpa gejala sisa.
Namun, perdarahan sekunder dapat terjadi pada hari ketiga sampai kelima pasca trauma.
Perdarahan sekunder bisa terjadi akibat pelarutan prematur sumbatan hemostatik oleh enzim
fibrinolitik sebelum terjadi penyembuhan yang adekuat.

Cedera pada stuktur sekitar

Hifema traumatika sering terkait dengan cedera pada strutur okular lainnya. Dengan kehadiran
hifema, cedera-cedera lainnya juga harus diselidiki, seperti trauma bola mata terbuka, abrasi
kornea, iritis, katarak, subluksasi lensa, ablasio retina, perdarahan retina dan vitreus, ruptur koroid,
ruptur sklera, neuropati optik, dan komosio retina. Semua pasien yang mengalami hifema
traumatika harus dievaluasi oleh seorang spesialis mata.

- Trauma bola mata terbuka:


Trauma bola mata terbuka harus disingkirkan sebelum melaksanakan prosedur
pemeriksaan yang dapat meningkatkan tekanan bola mata seperti retraksi kelopak mata dan
tonometri. Pada umumnya, pengukuran TIO dapat ditunda sampai evaluasi lengkap oleh
seorang spesialis mata telah dilakukan. Tanda-tanda seperti korektopia, penurunan TIO,
visus dibawah hitungan jari, dan prolaps isi intraokular sangat sugestif pada terjadinya
ruptur bola mata. Bila trauma bola mata terbuka dicurigakan, eye shield harus dipakai.
Pasien-pasien tersebut memperlukan analgesia agresif dan pengobatan untuk mual-
muntah, untuk menghindari ekstrusi isi intraokular yang disebabkan oleh tindakan
menangis atau emesis.

17
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

- Abrasi kornea
Abrasi kornea menyebabkan nyeri hebat, fotofobia yang disertai oleh keengganan
membuka bola mata, dan sensasi benda asing. Tes pewarnaan fluorescein dapat dilakukan
untuk mengkonfirmasi diagnosis, namun dikontraindikasi bila trauma bola mata terbuka
dicurigakan.
- Iris
Iritis traumatik dapat menyertakan hifema traumatika. Inflamasi terhadap iris
menyebabkan nyeri, fotofobia, alterasi respon pupil terhadai cahaya, dan injeksi silier.
Leukosit dan flare dapat ditemukan pada pemeriksaan slit lamp. Iridodialisis adalah
robekan iris secara sirkumferensial dari insertio nya pada calcar sclerae atau akar iris.
Iriodialisis menyebabkan kesilauan dan fotofobia, dan bila ditemukan pada pasien, harus
dirujuk dan dimonitor untuk observasi peningkatan TIO dan terapi.
- Lensa
Kerusakan pada zonula ciliaris dapat menyebabkan abnormalitas mobilitas lensa
(fakodonesis) atau subluksasis lensa. Lensa dapat dislokasi secara anterior kepada COA,
secara posterior kepada rongga vitreous (luksasi lengkap), atau hanya subluksasi pada
plana normalnya. Katarak traumatika dapat timbul secara sekejap, atau secara perlahan
selama bertahun-tahun.
- Angle recession
Pemisahan serat-serat longitudinal dari serat-serat sirkuler corpus ciliare menyebabkan
angle recession. Pelepasan corpus ciliare dari calcar sclerae mengindikasi siklodialisis.
Cedera tersebut tidak tampak pada inspeksi secara kasar, namun dapat terlihat dengan
gonioskopi beberapa minggu setelah cedera. Angle recession dapat menyebabkan
glaukoma sudut terbuka atau tertutup.
- Sinekia
Sinekia anterior perifer (adhesi iris pada kornea), dan sinekia posterior (adhesi iris pada
lensa) dapat ditemukan pada pasien dengan hifema yang melebihi durasi 8 hari. Sinekia
terkait dengan penutupan sudut dan pupillary block glaucoma. Pada glaukoma sudut
tertutup, aliran normal melalui kanal Schlemm tersumbat. Pada pupillary block glaucoma,
aliran aqueous antara lensa dan iris tersumbat.

18
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

2.10 TATA LAKSANA

Bila memungkinkan, semua pasien dengan hifema traumatika memperlukan evaluasi oleh
spesialis mata untuk pemeriksaan mata komprehensif. Selain itu, pasien dengan penemuan-
penemuan berikut harus dirujuk secara darurat kepada spesialis mata dalam waktu 24 jam:

- Orbital compartment syndrome


- Trauma bola mata terbuka
- Hifema traumatika dengan tingkat III atau IV
- Hifema pada pasien dengan kecenderungan berdarah atau hemoglobinopati sel sabit
- Hifema yang disertai dengan peningkatan TIO

Setelah pemberian terapi inisial, pasien dengan hifema dirujuk ke dokter spesialis mata untuk
evaluasi dan tata laksana lebih lanjut. Pasien dengan tanda-tanda orbital compartment syndrome,
seperti proptosis, penurunan visus, perdarahan subkonjungtiva, dan blefarospasme, memperlukan
prosedur kantotomi lateral darurat dan kantolisis inferior untuk dekompresi rongga orbita.

- Eye shield
Pasien harus menggunakan eye shield pada mata yang terkena secepat mungkin, dan hanya
akan dilepaskan bila diperlukan untuk pemeriksaan fisik dan tes pencitraan.
- Rawat inap
Aktivitas pasien harus dibatasi dengan bed rest setelah evaluasi awal selesai. Pasien
ditempatkan pada ruangan yang tenang dan redup, dan tidak diperbolehkan untuk
membaca, agar akomodasi penglihatan tidak menyebabkan tekanan berlebihan pada
pembuluh darah yang sudah cedera. Pasien diharapkan tirah baring dengan posisi semi-
Fowler, dimana kepala ditegakkan 30° menggunakan 2 sampai 3 bantal. Dengan posisi ini,
darah pada COA akan mengendap pada sisi inferior sehingga tidak menghalangi sumbu
penglihatan. Perawatan umumnya dilakukan hingga hari kelima, untuk mengantisipasi
masa kritis perdarahan sekunder pada hari ketiga hingga kelima.
- Analgesia
Pengendalian nyeri meningkatkan kenyamanan pasien dengan memfasilitasi pemeriksaan
mata. Pemberian analgesik topikal dengan proparakain atau tetrakain dapat diaplikasikan
pada pasien tanpa trauma bola mata terbuka untuk jangka waktu pendek. Penggunaan
jangka lama dapat menyebabkan toksisitas kornea. Penggunaan agen midriatik topikal juga

19
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

dapat meringankan nyeri pasien. Penggunaan Nonsteroidal antiinflammatory agents


(NSAIDS) tidak dianjurkan karena dapat menghambat aktivitas platelet. Pada pasien
dimana analgesik topikal tidak cukup, opioid oral atau intravena dapat diberikan.
- Pemberian anti-inflamasi topikal
Karena sering disertai dengan iritis, obat-obat anti-inflamasi topikal harus selalu diberikan.
Anti-inflamasi yang diberikan umumnya adalah steroid topikal yang memiliki potensi anti-
inflamasi besar, seperti betametason, deksametason, atau metilprednisolon asetat. Obat
anti-inflamasi oral, seperti steroid oral, hanya diberikan bila reaksi peradangan sangat berat
atau disertai perdarahan vitreus.
- Obat antifibrinolitik oral
Antifibrinolitik seperti asam traneksamat dapat diberikan dalam waktu tertentu, hingga
menjadi koagulum, untuk mengurangi resiko perdarahan sekunder.
- Obat-obatan antiglaukoma
Glaukoma merupakan komplikasi tersering setelah iritis, dan bila tidak diterapi dengan
tepat bisa menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu apabila dalam pemeriksaan TIO
didapatkan peningkatan, obat-obatan glaukoma harus diberikan. Obat glaukoma dapat
diberikan dalam sediaan oral atau topikal. Catatan khusus untuk asetazolamid oral,
dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit sel sabit karena akan menyebabkan
terbentuknya sel darah abnormal yang menyumbat jaringan trabekulum sehingga TIO tetap
tinggi. Pasien dangan mual-muntah dapat diberikan obat antiemetik, seperti ondansetron,
untuk mencegah peningkatan TIO mendadak yang dapat menyertai emesis.
- Pemberian sikloplegik
Sikloplegik seperti sulfas atropin tetes mata dapat diberikan apabila secara klinis terlihat
inflamasi berat. Pada pasien tanpa glaukoma sudut tertutup, sikloplegia secara topikal
dengan satu tetes siklopentolat 1%, atau satu tetes skopolamin 0,25%, dapat meringankan
nyeri dan memfasilitasi pemeriksaan segmen posterior. Penggunaan midriatik
dikontraindikasi pada pasien dengan curiga trauma bola mata terbuka atau glaukoma sudut
tertutup.
- Terapi koagulopati
Pasien dengan kecenderungan berdarah seperti hemofilia, penyakit Von Willebrand, atau
trombositopenia, harus diberikan terapi untuk meningkatkan fungsi pembekuan darah. Bila

20
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

pasien menggunakan terapi antikoagulan, penghentian penggunaan obat harus


dipertimbangkan.
- Evakuasi koagulum
Evaluasi koagulum di camera oculi anterior dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi
berikut:
- Hifema besar yang persisten (≥Tingkat III, >10 hari)
- Corneal blood staining dini
- TIO yang tidak terkendali (≥60 mmHg dalam 2 hari, ≥50 mmHg dalam 5 hari, ≥35
mmHg dalam 7 hari, dan pada pasien dengan hemoglobinopati sel sabit, >25 mmHg
dalam >24 jam) walaupun dengan terapi medikamentosa maksimal
- Koagulum yang persisten dan menghalangi penglihatan lebih dari 7 hari.

Evakuasi dapat dilakukan dengan irigasi aspirasi manual, vitrektomi anterior, atau
cryoextraction. Pasca operasi dapat diberikan anti-inflamasi dan antibiotika tetes mata selama 2
minggu.

2.11 PROGNOSIS

Prognosis fungsi penglihatan pada pasien dengan hifema traumatika tergantung pada berberapa
faktor:

- Tingkat hifema
Hifema tingkat I dan mikrohifema dapat sembuh total dalam waktu 4 sampai 5 hari. Visus
20/50 atau yang lebih buruk terdapat pada 50-75% pasien dengan hifema tingkat III atau
IV, dibandingkan hanya 10% pada pasien dengan mikrohifema atau hifema tingkat I.
- Hipertensi intraokular
Hipertensi intraokular dapat menyebabkan atrofi optik permanen. Peningkatan TIO yang
tidak terkendali adalah indikasi untuk bedah evakuasi coagulum.
- Corneal blood staining
Corneal blood staining bisa timbul karena hipertensi intraokular, hifema besar, dan hifema
persisten. Corneal blood staining dapat mengancam penglihatan, terutama bila pewarnaan
letak dalam sumbu penglihatan.

21
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

- Perdarahan ulang
Perdarahan sekunder dapat menyebabkan hifema yang lebih besar dari yang pertama, dan
dapat meningkatkan resiko kehilangan penglihatan secara drastis pada pasien dengan
mikrohifema atau hifema tingkat I.
- Cedera penyerta
Prognosis penglihatan dapat dipengaruhi secara dramatis oleh kehadiran cedera lain pada
vitreus, retina, dan nervus optik. Sekitar 14% pasien hifema memiliki hasil penglihatan
yang buruk sebagai akibat dari sekuele seperti perdarahan vitreus, ablasio retina, atau
trauma bola mata terbuka.
- Komorbiditas
Pasien dengan riwayat penyakit hemoglobinopati sel sabit, atau diskrasia perdarahan,
memiliki resiko kehilangan penglihatan permanen yang lebih tinggi.

22
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

BAB III.
PEMBAHASAN KASUS
3.1 PENEGAKAN DIAGNOSIS PASIEN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, dapat ditegakan bahwa
diagnosis pasien adalah kontusio OD dengan komplikasi hifema dan fibrin. Pada anamnesis,
ditemukan bahwa pasien memiliki riwayat trauma tumpul 1 hari SMRS, dimana ia terbentur oleh
selang alat pembersih, sebelum mengalami gejala keburaman penglihatan secara mendadak. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan koagulum darah yang membentuk fluid-level pada COA pasien.
Penemuan darah dalam rongga COA merupakan penemuan patognomonik untuk hifema,
sedangkan riwayat trauma tumpul menunjuk pada mekanisme penyebab hifema traumatika yang
memungkinkan. Berdasarkan pemeriksaan fisik, pasien tampak memiliki hifema tingkat I, dimana
hifema mengisi kurang dari 33% dari rongga COA. Selain hifema juga ditemukan pembentukan
jaringan fibrin pada COA, yang mungkin bertanggung jawab atas keluhan penglihatan kabur yang
dirasakan oleh pasien.

Tampak terdapat kontradiksi dimana pasien mengeluh penglihatan mata kanan kabur, walaupun
pemeriksaan visus menunjukkan visus pasien 20/20 pada kedua mata. Pada anamnesis lanjut,
pasien mendeskripsikan penglihatan pada mata kanannya seperti kaca kotor. Walaupun ia tetap
bisa melihat dengan baik, terdapat benda “kotoran” yang menutupi bagian dari penglihatannya.
Uji konfrontasi juga menunjukkan sedikit penyempitan lapang pandang pada bagian
inferotemporal mata kanan pasien, yang mungkin disebabkan oleh obstruksi dari koagulum pasien.

3.2 EKSLKUSI DIAGNOSIS BANDING


- Ruptur OD (Trauma terbuka bola mata)

Ruptur OD dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki tanda-tanda trauma bola mata
terbuka, seperti korektopia, penurunan TIO, penurunan visus drastis (pada umumnya visus
dibawah hitungan jari), dan prolaps konten intraokular. Sebaliknya, bentuk, ukuran, dan refleks
pupil pasien normal, visus pada kedua mata 20/20, dan TIO pasien dalam batas normal, 13
mmHg OD dan 14 mmHg OS.

- Kontusio OD dengan komplikasi terhadap kornea

Diagnosis banding kontusio OD dengan komplikasi abrasi kornea, dan kontusio OD dengan
komplikasi edema kornea dapat disingkirkan. Injeksi pada konjungtiva, kekeruhan kornea

23
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

ataupun defek pada epitel kornea tidak ditemukan pada pemeriksaan fisik. Selain itu, pasien
tidak memiliki tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien dengan cedera kornea. Pasien
tetap dapat membuka mata secara normal, tidak merasa sensasi benda asing, tidak terkena
fotofobia, dan menyangkal melihat gambaran pelangi, ataupun sensasi nyeri pada saat
pemeriksaan. Namun, tes pewarnaan fluorescein belum dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan ini secara definitif.

- Kontusio OD dengan komplikasi terhadap iris

Diagnosis banding kontusio OD dengan komplikasi iritis traumatika dapat disingkirkan. Seperti
hifema, iritis traumatika dapat timbul setelah trauma tumpul bola mata tertutup, dan dapat
bermanifestasi bersamaan dengan hifema traumatika. Namun, diagnosis iritis traumatika dapat
disingkirkan. Gejala-gejala dari iritis traumatika adalah rasa nyeri, fotofobia, penglihatan kabur,
dan tenderness pada bola mata. Walaupun pasien memiliki rasa nyeri dan penglihatan, nyeri
tersebut hanya terasa berberapa jam setelah cedera inisial, dan kekaburan penglihatan pada
pasien dapat dikaitkan pada hifema dan pembentukan jaringan fibrin. Pasien tidak fotofobik,
dan tidak memiliki tenderness pada bola mata, karena pasien dapat mentolerir pemeriksaan
tonometri dengan metode palpasi tanpa rasa nyeri. Iritis traumatika juga dapat bermanifestasi
dengan injeksi, penurunan visus, dan peningkatan TIO pada mata yang terkena. Pada
pemeriksaan fisik, tidak terdapat injeksi pada konjungtiva, dan TIO pasien pada kedua mata
dalam batas normal.

Diagnosis banding kontusio OD dengan komplikasi iridodialisis sulit disingkirkan. Seperti iritis
traumatika, iriodialisis juga dapat bermanifestasi bersamaan dengan hifema, dan hifema dapat
menyembunyikan iridodialisis dengan cara obstruksi visualisasi iris pada pemeriksaan.
Iridodialisis dapat dieksklusi berdasarkan gambaran klinis pasien. Iridodialisis manifestasi
dengan diplopia monokular dan perubahan bentuk pada pupil, dimana dapat terbentuk dua
“apertura” pupil. Pada anamnesis, pasien menyangkal memiliki penglihatan ganda, dan pada
pemeriksaan fisik, pupil pasien tampak isokor dengan bentuk dan diameter pupil OD dalam
batas normal. Namun, karena terdapat hifema pada mata kanan pasien, bagian inferior iris pada
OD pasien sulit divisualisasi, hingga iridodialisis tidak dapat dieksklusi secara definitif.

24
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

- Kontusio OD dengan komplikasi terhadap lensa

Karena pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pasca trauma, dan memiliki trauma
asosiasi pada COA, katarak traumatika harus dicurigakan. Pada Ibu F, diagnosis katarak
traumatika dapat dieksklusi karena pemeriksaan shadow test menunjukkan hasil negatif dengan
lensa jernih, dimana kabur penglihatan yang dirasakan pasien kemungkinan disebab oleh
pembentukan fibrin. Namun, tetap harus diingat bahwa bila katarak ditemukan pada stadium
awal, katarak tersebut akan sulit ditemukan dengan shadow test, dan dapat tampak negatif.
Selanjtnya, katarak traumatika seringkali bermanifestasi dalam jangka waktu berberapa hari
pasca trauma, hingga pasien tetap harus dipantau untuk memastikan kondisi tersebut tidak
timbul.

Kemungkinan terjadinya komplikasi trauma pada bagian posterior mata pasien juga sangat rendah.
Visus pasien pada kedua mata tetap sangat bagus, dan pasien menyangkal melihat flashes dan
floaters. Walaupun terdapat penyempitan lapang pandang pada bagian inferotemporal mata kanan
pasien, penemuan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh koagulum, dan bukan kelainan
posterior. Pemeriksaan funduskopi direk pada pasien juga menunjukkan bahwa vitreus pasien
jernih, dan tidak terdapat kelainan pada papil dan retina pasien.

3.3 PENANGANAN PASIEN


3.3.1 Pemeriksaan penunjang

Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang:

- Tes pewarnaan fluorescein


- Pemeriksaan slit lamp
- Pemeriksaan darah lengkap, PT, APTT
- Ultrasonografi okular
- Tonometri aplanasi Goldmann

Tes pewarnaan fluorescein dilakukan untuk mengeksklusi defek epitel kornea secara definitif.
Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk memeriksa segmen anterior mata secara lebih teliti, dan
dengan bantuan tetesan tropikamid, untuk memastikan tidak ada komplikasi lainnya pada segmen
posterior. Pemeriksaan darah lengkap, PT, dan APTT dilakukan untuk memastikan tidak ada
kelainan pembekuan darah yang dapat mengkomplikasi hifema. Ultrasonografi okular dapat

25
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

dilakukan untuk mengevaluasi untuk kerusakan lensa, corpus alienum intraokular, ablasio retina,
dan perdarahan koroid. Tonometri aplanasi Goldmann merupakan gold standard pemeriksaan
TIO, dan dapat dilakukan untuk memantau terjadinya glaukoma sekunder.

3.3.2 Tata laksana

Pasien dianjurkan untuk menggunakan eye shield agar menghindari kerusakan lanjut pada mata
kanan. Pasien harus dirawat inap untuk bed rest dan observasi lanjut untuk 3 sampai 5 hari pasca
trauma, dengan posisi semi-Fowler. Tata laksana medikamentosa hifema traumatik adalah:

- Tidak boleh diberikan NSAID/aspirin


- Asetaminofen oral bila dibutuhkan
- Atropin 1% topikal, 2 kali sehari
- Timolol maleat 0,25% topikal, 1 tetes 2 kali sehari
- Prednisolon asetat 1% topikal, 1 tetes 4 kali sehari
- Asam aminokaproik oral 50-100mg/kg BB 4 kali sehari (dosis maksimal 30g/ hari)
digunakan selama 5 hari.
- Prednison 20 mg oral apabila dibutuhkan.

Pasien belum memenuhi kriteria indikasi untuk operasi evakuasi koagulum. Oleh karena itu,
operasi belum disarankan untuk dilakukan. Jaringan fibrin yang terdapat pada COA pasien bisa
diterapi dengan menggunakan injeksi tPA (tissue plasminogen activator) secara langsung pada
rongga COA pasien. Namun terapi tersebut harus ditunda karena resiko memperburuk hifema.

3.4 PROGNOSIS PASIEN


- Prognosis ad vitam: bonam
- Prognosis ad sanationam: dubia ad bonam
- Prognosis ad functionam: dubia ad bonam

Pasien memiliki hifema tingkat I, yang dapat sembuh secara total dalam waktu 4 sampai 5 hari
pasca trauma. Namun, pasien juga memiliki pembentukan fibrin pada COA yang tetap membuat
penglihatan pasien kabur.

26
Reza Stevano Laporan Kasus Ilmu Penyakit Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus R, Sitompul R, Widyawati S, Banni A. Buku Ajar Oftalmologi. 1st ed. Jakarta: BP
FKUI; 2018.
2. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & Ashbury's general
ophthalmology -18th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
3. Andreoli C, Gardiner M. Traumatic hyphema: Clinical features and diagnosis [Internet].
Uptodate.com. 2018 [cited 17 February 2019]. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-clinical-features-and-
diagnosis?search=hyphema&source=search_result&selectedTitle=2~39&usage_type=def
ault&display_rank=2
4. Andreoli C, Gardiner M. Traumatic hyphema: Management [Internet]. Uptodate.com.
2018 [cited 17 February 2019]. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-
management?search=hyphema&source=search_result&selectedTitle=1~39&usage_type=
default&display_rank=1
5. Erol N. Tissue plasminogen activator in the management of anterior chamber fibrin
formation. Journal of Cataract & Refractive Surgery. 2004;30(11):2254-2255.

27

Anda mungkin juga menyukai