Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI


TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN
HIPERTENSI DI PUSKESMAS CIKUYA

Pembimbing:
Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M.Kes
dr. Umie Kulsum, MM

Penyusun:
Kusuma S. W. Puteri (01073170092)
Henny Chyntya (01073170074)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PUSKESMAS CIKUYA
PERIODE JUNI – AGUSTUS 2019
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI

DI PUSKESMAS CIKUYA

Disusun oleh :

Kusuma Sri Whisnu Puteri (01073170092)

Henny Chynthya (01073170074)

Telah disetujui untuk diujikan

(Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M. Kes) (dr. Umie Kulsum, MM)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE JUNI – AGUSTUS 2019
TANGERANG
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa penelitian yang berjudul


“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
HIPERTENSI TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA
PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS CIKUYA” ini beserta
seluruh isinya adalah benar hasil karya kami sendiri, dan kami tidak
melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas
pernyataan ini, kami siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan
kepada kami apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya kami ini, atau klaim dari pihak lain terhadap
keaslian karya kami ini.

Tangerang, Agustus 2019

Kusuma Sri Whisnu Puteri Henny Chynthya


HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS
CIKUYA

Disusun oleh :

Kusuma Sri Whisnu Puteri (01073170092)

Henny Chynthya (01073170074)

Telah disetujui untuk diujikan

(Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M. Kes) (dr. Umie Kulsum, M M)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE JUNI – AGUSTUS 2019
TANGERANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya laporan penilitian berjudul
“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
HIPERTENSI TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA
PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS CIKUYA” ini
dapatdiselesaikan dengan baik dan tepat waktu, sebagai persyaratan
kelulusan dalam program Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Pelita Harapan Periode Juni – Agustus 2019.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut ambil bagian dalam penyelesaian penelitian ini, baik
melalui bimbingan, masukan dan bantuan yang membangun, antara lain:
1. Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M.Kes, selaku dosen
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang
telah membawakan bimbingan dan masukan yang membantu dalam
penyusunan laporan penelitian ini.
2. dr. Umie Kulsum, MM, selaku kepala Puskesmas Cikuya, yang
telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik dan saran yang
konstruktif dalam penyusunan laporan penelitian ini.
3. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
penyelesaian laporan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih memiliki
kekurangan, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk
memperbaiki kualitas penulis di masa mendatang.

Tangerang, Agustus 2019

Penulis
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
HIPERTENSI TERHADAP KEPATUHAN MINUM
OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS
CIKUYA
Kusuma S. W. Puteri1, Henny Chynthya2, Shirley Ivonne Moningkey3,
Umie Kulsum4

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah di arteri yang terjadi secara persisten. Hal itu merupakan
masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 34,1% sesuai dengan data
Riskesdas 2018. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan
yang efektif banyak tersedia. Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting dalam
kesehatan lanjutan dan kesejahteraan pasien hipertensi. Pengetahuan pasien tentang hipertensi
dan obat-obatan dibutuhkan dalam mencapai kepatuhan yang lebih tinggi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan hipertensi dengan kepatuhan minum
obat pada pasien hipertensi di Poliklinik Umum, Poliklinik Lansia dan Puskesmas Keliling
yang di laksanakan di daerah sekitar Puskesmas Cikuya, Kabupaten Tangerang, periode Juni -
Agustus 2019. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian non-eksperimental dengan
rancangan analisis cross sectional. Penelitian dilakukan pada 50 responden dengan teknik
pengambilan sampel purposive sampling. Penlitian ini menggunakan Alat yang digunakan
kuesioner dari Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) dan kusinoner dari
Hypertension Knowledge-Level Scale (HK-LS). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa hubungan tingkat pengetahuan pasien dengan kepatuhan meminum obat
darah tinggi didapatkan sebanyak 13 (68,4%) orang yang memiliki pengetahuan tinggi, patuh
mengkonsumsi obat darah tinggi. Sedangkan sebanyak 40 (85,1%) orang yang memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah tidak patuh mengkonsumsi obat darah tinggi. Hasil analisa diperoleh
nilai p value 0.000 dan nilai odd ratio (OR) 9,712 dengan CI 95% 3,522 –12,381 yang artinya
ada hubungan sebab akibat antara tingkat pengetahuan mengenai darah tinggi dan kepatuhan
mengkonsumsi obat darah tinggi.
Kata Kunci: Pengetahuan, Hipertensi, Kepatuhan
ABSTRACT
THE ASSOCIATION BETWEEN THE KNOWLEDGE
LEVELS OF HYPERTENSION AND HYPERTENSION
DRUG COMPLIANCE IN HYPERTENSIVE PATIENTS
IN PUSKESMAS CIKUYA
Kusuma S. W. Puteri1, Henny Chynthya2, Shirley Ivonne Moningkey3,
Umie Kulsum4

Currently, hypertension is a cardiovascular disease characterized by high blood pressure. If


hypertension is not treated properly that can cause complications. Obstacles in the
hypertension treatment can be caused by several factors such as non-compliance and lack of
knowledge. This study aims to determine the effect of knowledge on adherence of hypertensive
patients in the outpatient installation of RSUD Dr. Moewardi Surakarta period February -
April 2018. This research includes non-experimental type research based on cross sectional
approach. The number of samples in this study were 100 respondents. Sampling by purposive
sampling technique. In this study used a questionnaire from Morisky Medication Adherence
Scale-8 (MMAS-8) and a questionnaire from Hypertension Knowledge-Level Scale (HK-LS).
Based on the results of this study, it can be concluded that patients who have high knowledge
and obedient as many as 58 people, patients with high knowledge and disobedience as many
as 13 patients (68,4%), patients with low knowledge and low obedient are 40 patients (85,1%),
so there is influence between the knowledge of hypertensive patients with hypertensive patient
compliance. It is proved by chi square test with ρ value of 0.000 and OR value of 9,7 which
means show a significant relationship between knowledge and compliance of hypertension
patient.
Keywords: Knowledge, Adherence, Hypertension
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................................................................................... 2
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN ............................................................................................................................................................ 2
1.4 TUJUAN PENELITIAN ...................................................................................................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................................................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................................................................................................ 3
1.5 MANFAAT PENELITIAN .................................................................................................................................................................. 3
BAB II .................................................................................................................................................................................. 5
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................................................................... 5
2.1 HIPERTENSI ..................................................................................................................................................................................... 5
2.1.1 Definisi ........................................................................................................................................................................................ 5
2.1.2 Klasifikasi .................................................................................................................................................................................. 5
2.1.3 Epidemiologi ............................................................................................................................................................................ 9
2.1.4 Patofisiologi ............................................................................................................................................................................. 9
2.1.5 Manifestasi Klinis ................................................................................................................................................................. 12
2.1.6 Diagnosis ................................................................................................................................................................................. 13
2.1.7 Komplikasi .............................................................................................................................................................................. 14
2.1.8 Tata Laksana ......................................................................................................................................................................... 15
2.2 TEORI PERILAKU .......................................................................................................................................................................... 20
2.3 KEPATUHAN .................................................................................................................................................................................. 24
BAB III ............................................................................................................................................................................... 28
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ..................................................................................................................... 28
3.1 KERANGKA TEORI ........................................................................................................................................................................ 28
3.2 KERANGKA KONSEP ..................................................................................................................................................................... 28
3.3 HIPOTESIS ..................................................................................................................................................................................... 29
3.4 DEFINISI OPERASIONAL .............................................................................................................................................................. 29
BAB IV ............................................................................................................................................................................... 31
METODE PENELITIAN .................................................................................................................................................. 31
4.1 DESAIN PENELITIAN .................................................................................................................................................................... 31
4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ............................................................................................................................................. 31
4.3 INSTRUMEN DAN CARA PENGUMPULAN DATA ........................................................................................................................ 31
4.3.1 Instrumen Penelitian ......................................................................................................................................................... 31
4.3.2 Cara Pengumpulan Data .................................................................................................................................................. 31
4.4 POPULASI PENELITIAN ................................................................................................................................................................ 32
4.5 SAMPEL PENELITIAN ................................................................................................................................................................... 32
4.5.1 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ........................................................................................................................ 32
4.5.2 Cara Penghitungan Sampel Penelitian ...................................................................................................................... 32
4.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................................................................................................................. 33
4.7 ALUR PENELITIAN ........................................................................................................................................................................ 34
4.8 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA .......................................................................................................................................... 34
4.9 UJI STATISTIK ............................................................................................................................................................................... 34
4.10 ESTIMASI BIAYA PENELITIAN .................................................................................................................................................. 35
4.11 JADWAL PENELITIAN ................................................................................................................................................................ 35
BAB V ................................................................................................................................................................................ 36
HASIL PENELITIAN ....................................................................................................................................................... 36
5.1 ANALISIS UNIVARIAT ................................................................................................................................................................... 36
5.2 ANALISIS BIVARIAT ..................................................................................................................................................................... 38
BAB VI ............................................................................................................................................................................... 39
PEMBAHASAN ................................................................................................................................................................ 39
6.1 KETERBATASAN PENELITIAN DAN BIAS INFORMASI .............................................................................................................. 39
6.2 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ............................................................................................................................................. 39
BAB VII ............................................................................................................................................................................. 42
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................................................................... 42
7.1 KESIMPULAN ................................................................................................................................................................................. 42
7.2 SARAN ............................................................................................................................................................................................ 42
7.2.1 Bagi Pasien Hipertensi ...................................................................................................................................................... 42
7.2.2 Bagi Keluarga dari Pasien Hipertensi ........................................................................................................................ 43
7.2.3 Bagi Puskesmas .................................................................................................................................................................... 43
7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................................................................................................. 44
BAB VIII ............................................................................................................................................................................ 45
LAMPIRAN ....................................................................................................................................................................... 45
LAMPIRAN 1. ........................................................................................................................................................................................ 45
LAMPIRAN 2. ........................................................................................................................................................................................ 46
LAMPIRAN 3. ........................................................................................................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................................ 49
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting dalam kesehatan
dan kesejahteraan pasien hipertensi. Kepatuhan dan ketaatan merupakan sebuah
prasyarat untuk keefektifan terapi hipertensi dan potensi terbesar untuk perbaikan
pengendalian hipertensi yang terletak dalam meningkatkan perilaku pasien tersebut.
Sehingga, kepatuhan dapat digunakan sebagai parameter tingkat pengetahuan
pasien melakukan instruksi dari tenaga medis yang berupa pengetahuan tentang
resep, meminum obat secara teratur dan tepat dan merubah gaya hidup. Tujuan
pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup,
akan tetapi banyak yang berhenti berobat ketika merasa tubuhnya membaik,
sehingga diperlukan kepatuhan pasien yang menjalani pengobatan hipertensi agar
didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik. Faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien dalam berobat antara lain tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, tingkat penghasilan, kemudahan menuju fasilitas kesehatan dan
tersedianya asuransi kesehatan yang meringankan pasien dalam membayar biaya
pengobatan.1
Pada penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2018 di RSUD dr.
Moewardi, Surakarta, ditemukan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh antara
pengetahuan pasien hipertensi dengan kepatuhan minum obat pada pasien
hipertensi. Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor dominan yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan pasien tentang
hipertensi dan obat-obatan dibutuhkan dalam mencapai kepatuhan yang lebih
tinggi. Meningkatkan pengetahuan hipertensi memerlukan pendekatan
multidimensional ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Sementara pasien
harus dididik tentang konsekuensi dari hipertensi yang tidak terkontrol. Menurut
penelitian di Ladoke Akintola University of Technology Teaching Hospital,
Ogbomoso, Nigeria, ditemukan bahwa pada pasien dengan tingkat pengetahuan

1
yang rendah, sikap mereka terhadap pengobatan berupa respon yang bersifat
negatif. Pendidikan pasien, motivasi dan edukasi publik penting untuk menambah
pengetahuan mereka. Peningkatan pengetahuan penderita hipertensi tentang
penyakit akan mengarah pada kemajuan berpikir tentang perilaku kesehatan yang
lebih baik sehingga berpengaruh terhadap terkontrolnya tekanan darah.2,3

1.2 Rumusan Masalah


Pemahaman pasien akan pentingnya pengendalian hipertensi melalui
konsumsi obat secara rutin saat ini masih tergolong rendah. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2018 di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 54,4% pasien
yang mengkonsumsi obat hipertensi secara rutin, dimana 32,3% pasien tidak rutin
minum obat hipertensi dan 13,3% pasien bahkan tidak minum obat hipertensi sama
sekali. Data dari RISKESDAS 2018 juga menyatakan bahwa 59,8% pasien tidak
minum obat hipertensi karena pasien merasa sudah sehat. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien-pasien hipertensi masih kurang teredukasi mengenai pengobatan
hipertensi dan keharusan dalam minum obat secara rutin. Tingkat pengetahuan
pasien terhadap penyakit dan pengobatan hipertensi menjadi sebuah indikator yang
signifikan dalam mencapai tingkat kepatuhan yang baik dalam mengkonsumsi obat
hipertensi pada pasien dengan hipertensi.4

1.3 Pertanyaan Penelitian

• Bagaimana tingkat pengetahuan pasien hipertensi mengenai penyakit


hipertensi di Puskesmas Cikuya?
• Bagaimana tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam mengkonsumsi obat
hipertensi di Puskesmas Cikuya?
• Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan pasien mengenai hipertensi
dengan kepatuhan pasien mengkonsumsi obat hipertensi di Puskesmas
Cikuya?

2
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasien mengenai
hipertensi dengan kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi di Puskesmas
Cikuya.

1.4.2 Tujuan Khusus


• Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mengenai hipertensi pada
pasien hipertensi di Puskesmas Cikuya.
• Untuk mengetahui gambaran kepatuhan pasien dengan hipertensi dalam
mengkonsumsi obat hipertensi pada pasien hipertensi di Puskesmas
Cikuya.
• Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasien mengenai
hipertensi dengan kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi di
Puskesmas Cikuya, setelah mempertimbangkan faktor jenis kelamin,
usia, dan tingkat pendidikan.
• Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jenis kelamin, usia, dan
tingkat pendidikan dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
hipertensi di Puskesmas Cikuya.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang
penelitian, khususnya mengenai penyakit hipertensi dan pentingnya
hubungan pengetahuan mengenai penyakit hipertensi terhadap kepatuhan
mengkonsumsi obat hipertensi. Diperoleh pengalaman dalam melakukan
penelitian, dan dalam mengkaitkan teori yang didapat dengan pengalaman
yang nyata di lapangan.

3
2. Bagi Peneliti Lain
Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya tentang salah satu faktor
risiko hipertensi dan upaya pencegahan hipertensi serta meningkatkan
kewaspadaan tentang penyakit hipertensi. Hasil dari penelitian juga dapat
menjadi sarana referensi, pengetahuan dan sumber data yang mendukung
penelitian berikutnya, terutama mengenai penyakit hipertensi dan
pengembangan ilmu berkaitan dengan kepatuhan minum obat pada pasien
dengan hipertensi.

3. Bagi Puskesmas Cikuya


Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
mengevaluasi program pencegahan hipertensi yang dilaksanakan oleh
Puskesmas Cikuya. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan
informasi tentang salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
minum obat. Hasil ini juga diharapkan dapat membantu untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan pada penderita hipertensi terutama
dengan meningkatkan pengetahuan pasien dengan memberikan edukasi dan
konseling untuk upaya pencegahan penderita kambuh.

4. Bagi Masyarakat

• Diharapkan dengan adanya penelitian ini, masyarakat dapat


menyadari pentingnya pengetahuan atas penyakit yang dideritanya
dan kepatuhan minum obat sesuai anjuran dokter.
• Memberikan pengetahuan tentang hipertensi kepada pasien dengan
hipertensi.
• Memberikan saran dan gambaran kepada pasien mengenai
pentingnya kepatuhan dalam program pengobatan jangka panjang.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi
Hampir semua konsensus atau pedoman utama baik dari dalam
walaupun luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan
hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar
penentuan diagnosis hipertensi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.5

2.1.2 Klasifikasi
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi
sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik
(isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik
tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada
usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri
apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan
tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.5
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan
peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik,
biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik
terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal,
sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan
meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan

5
dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara
dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan
sistolik dan diastolik. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi
dua golongan, yaitu:5
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95
% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti
obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5%
kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma,
koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan
lain-lain.

Jenis hipertensi lain adalah sebagai berikut:


1. Hipertensi Pulmonal
Hipertensi pulmonal merupakan sebuah penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan
aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi
penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering
didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan
pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar
2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival / sampai timbulnya
gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk hipertensi
pulmonal merujuk pada National Institute of Health; bila tekanan sistolik

6
arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis
lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas
dan tidak didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit
myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.5

2. Hipertensi Pada Kehamilan


Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat
kehamilan, yaitu:
a) Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi
yang diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan ( selain
tekanan darah yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada
air kencingnya ). Preeklamsi adalah penyakit yang timbul
dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan.
b) Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak
sebelum ibu mengandung janin.
c) Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan
gabungan preeklampsia dengan hipertensi kronik.
d) Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.

Pedoman Hipertensi berdasarkan berbagai sumber dapat dilihat pada penjelasan


di bawah ini:
1. American College of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) 2017
Pada tahun 2017 ACC/AHA dan 9 organisasi khusus lainnya
menerbitkan pedoman hipertensi yang diperbarui, di antara banyak
perubahan, mendefinisikan kembali tekanan darah tinggi untuk menurunkan
kadar BP, memperbesar populasi yang dianggap kandidat potensial untuk
pemantauan dan pengobatan. ACC/AHA mengkategorikan tekanan darah
ke dalam 4 level berdasarkan rata-rata tekanan darah yang diukur di tempat
kesehatan. Kategori ini dibagi menjadi normal, meningkat atau tekanan

7
darah tinggi (elevated), dan hipertensi tahap 1 atau 2. Kategorisasi ini
berbeda dari yang sebelumnya direkomendasikan dalam laporan JNC 7,
dengan hipertensi stadium 1 sekarang didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik 130-139 mmHg atau tekanan darah diastolik 80-89 mm Hg, dan
dengan hipertensi stadium 2 di menyajikan dokumen yang sesuai dengan
tahap 1 dan 2 pada JNC tujuh.6

Figur 1. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan


ACC/AHA 20176

2. European Society of Cardiology/European Society of Hypertension


(ESC/ESH) 2018
Pada tahun 2018, ESC/ESH menerbitkan pedoman yang
mempertahankan definisi ambang batas hipertensi 140/90, termasuk untuk
pasien dengan penyakit ginjal kronis, dan menekankan intervensi gaya
hidup sebagai pengobatan primer, dengan pertimbangan terapi obat
antihipertensi hanya pada orang dewasa pada tingkat yang sangat tinggi.
risiko tinggi, misalnya dengan CVD yang mapan. Menurut ESC/ESH 2018,
hipertensi didefinisikan sebagai nilai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
dan/atau nilai tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg. ESC/ESH juga
mekomendasikan bahwa tekanan darah dapat diklasifikasikan sebagai
optimal, normal, tinggi-normal, atau tahap 1-3 hipertensi.7

8
Figur 2. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan ESC/ESH 20187

2.1.3 Epidemiologi
Hipertensi merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
darah yang dapat memberikan dampak berbahaya pada organ-organ tubuh.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
2018, berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi
pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2018 di Indonesia adalah
sebesar 34,1 persen. Berdasarkan pembagian menurut provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Selatan yaitu setinggi
44.1% dan prevalensi hipertensi terendah terdapat di provinsi Papua yaitu
20,1 persen. Hasil penelitian dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
menemukan bahwa dari keseluruhan pasien dengan hipertensi, 32,3%
pasien tidak rutin minum obat dan 13,3% tidak meminum obat sama sekali.
Penelitian dari RISKESDAS juga ditemukan bahwa angka tertinggi
penyebab tidak meminum obat hipertensi adalah karena pasien merasa
sudah sehat. Sebanyak 59,8% pasien memilih untuk tidak mengkonsumsi
obat-obatan hipertensi yang telah diberikan karena pasien sudah merasa
sehat, dan 31,3% pasien memilih untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan
hipertensi yang telah diberikan karena pasien tidak rutin untuk datang ke
fasyankes.4

2.1.4 Patofisiologi
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul akibat
berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang
mendorong timbulnya kenaikan. Mekanisme yang mengontrol konstriksi

9
dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di
otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut
ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah kapiler.8
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan
hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

10
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer.8
Pada dasarnya, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan
tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan
tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam
yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah
jantung dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh
tebalnya atrium kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam
tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem
pengendalian tekanan darah sangat kompleks.8
Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat
misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor,
respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri
pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat
diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem
yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Peningkatan
tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor
genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel,
aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta
obesitas dan faktor endotel.8
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain
penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini
disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan

11
atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada
bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain
yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada
organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan, sakit kepala, Jantung
berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban
kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah,
sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus)
dan dunia terasa berputar.8

Figur 3. Patogenesis Hipertensi8

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,

12
muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa pegal dan lain-lain.8

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan melakukan alur pemeriksaan
dasar. Dimulai dari anamnesis, umumnya ditemukan bahwa pasien tidak
merasakan ada keluhan atau asimptomatik. Namun, ada pula beberapa
pasien yang mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti berputar,
atau penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke arah
hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi
hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala
paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal
sebelumnya. Pada anamnesis dapat pula digali mengenai faktor resiko
kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik yang kurang,
dislipidemia, diabetes milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju GFR,
dan riwayat keluarga.5
Pada pemeriksaan fisik, penilaian tekanan darah dilakukan dengan
sphygmomanometer, dengan pemeriksaan yang dilakukan lebih dari satu
kali pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas
meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan
sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang.
Pasien diambil rerata dua kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke
dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada dua atau lebih
kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah
harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat
(setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar.5,8
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi
yang telah atau sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium seperti
darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium, asam
urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung
berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan

13
ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat
dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat.
Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4,
FT3), hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+), hiperaldosteronisme primer
berupa kadar aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen,
peningkatan kadar serum Na, penurunan K, peningkatan eksresi K dalam
urin ditemukan alkalosis metabolik. Pada feokromositoma, dilakukan kadar
metanefrin, CT scan/MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan kadar
kortisol urin 24 jam. Pada hipertensi renovaskular, dapat dilakukan CT
angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler Sonografi.5,8

2.1.7 Komplikasi
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan
berbahaya sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat
menyerang berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh
darah arteri, serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi,
kualitas hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya
adalah terjadinya kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi
yang dimilikinya. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian
menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui
akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek
tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor
angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian
lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap
garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming
growth factor-β (TGF-β). Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien hipertensi
contohnya adalah pada jantung, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri,

14
angina, infark miokardium atau gagal jantung. Pada sistem saraf pusat dapat
terjadi stroke atau transient ishemic attack. Pada organ ginjal dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, dan pada organ mata dapat menyebabkan
retinopati.6

2.1.8 Tata Laksana


Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfakmakologis dan
farmakologis. Terpai nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua
pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit penyerta lainnya.

Non-Farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan
risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi
derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup
sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya
selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi. Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target
indeks massa tubuh dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-22,9
kg/m2), kontrol diet berdasarkan DASH mencakup konsumsi buah-buahan,
sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak jenuh/lemak total,
penurunan asupan garam dimana konsumsi NaCl yang disarankan adalah <
6 g/hari.8,9
Diet yang dianjurkan adalah DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension) yang terdiri atas diet tinggi buah, tinggi sayur dan produk
susu yang rendah lemak. Kurangi juga asupan garam sampai dengan enam
gram NaCl (garam dapur) per hari. Yang dimaksud dengan diet rendah
garam adalah garam natrium seperti yang terdapat di dalam garam dapur

15
(NaCl), soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoate, dan vetsin
(mono sodium glutamate). Makanan sehari-hari biasanya cukup
mengandung natrium yang dibutuhkan, sehingga tidak ada penetapan
kebutuhan natrium sehari. Asupan natrium yang berlebihan, terutama dalam
bentuk natrium klorida, dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
tubuh, sehingga menyebabkan edema atau asites dan atau hipertensi. Dalam
keadaan demikian asupan garam natrium perlu dibatasi.
Tujuan diet garam rendah adalah membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi. Diet garam rendah diberikan kepada pasien dengan edema
atau asites dan atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit
dekompensasio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada
kehamilan, dan hipertensi esensial. Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi.
Sesuai dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat diet garam
rendah:9
Diet Garam Rendah I (200‒400 mg Na)
Diet garam rendah satu diberikan kepada pasien dengan edema ,
asites dan atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak
ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
Diet Garam Rendah II (600‒800 mg Na)
Diet garam rendah dua diberikan kepada pasien dengan edema,
asites, dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan
sehari sama dengan diet garam rendah satu. Pada pengolahan
makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (dua gr).
Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natrium nya.
Diet Garam Rendah III (1000‒1200 mg Na)
Diet garam rendah tiga diberikan kepada pasien dengan edema dan
atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet
garam rendah satu. Pada pengolahan makanannya boleh
menggunakan satu sdt (empat gr) garam dapur.

16
Setiap penurunan berat badan 10 kg dapat mengurangi tekanan darah
sebesar 5‒20 mmHg. Begitu pula dengan diet rendah garam dapat
menurunkan 2‒8 mmHg. Latihan fisik atau olah raga teratur juga dapat
menurunkan tekanan darah 4‒9 mmHg. Beberapa hal lain yang disarankan
adalah target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan paling tidak 3
hari dalam seminggu. Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga
secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan
darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak
dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan
teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah.9
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan
hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu
diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,
yaitu:5
• Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
• Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat
mengurangi biaya
• Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun )
seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor
komorbid
• Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers
(ARBs)
• Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai
terapi farmakologi
• Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines
memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana

17
hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension:

Figur 5. Algoritme Penanganan Hipertensi secara Umum11

Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan


pembuluh darah ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard,
stroke, pengurangan frekuensi dan durasi iskemia miokard dan
memperbaiki tanda dan gejala. Target tekanan darah yang telah banyak
direkomendasikan oleh berbagai studi pada pasien hipertensi dengan
penyakit jantung dan pembuluh darah, adalah tekanan darah sistolik < 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik < 90 mmHg.11,15

Tata Laksana Farmakologis


Berikut adalah kenis-jenis obat untuk menangani hipertensi:15
Diuretic
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
melalui sekresi urin, sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek pada
turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini adalah:

18
Bendroflumethiazide, chlorthizlidone, hydrochlorothiazide, dan
indapamide.

ACE-Inhibitor
Obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang
dapat meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang sering timbul
adalah batuk kering, pusing sakit kepala dan lemas. Contoh obat yang
tergolong jenis ini adalah Catopril, enalapril, dan lisinopril.

Calsium channel blocker


Golongan obat ini berkerja menurunkan menurunkan daya pompa jantung
dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat
yang tergolong jenis obat ini adalah amlodipine, diltiazem dan nitrendipine.

Angiotensin Receptor Blockers


Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II
pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.
Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah eprosartan, candesartan,
dan losartan.

Beta blocker
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial. Contoh obat yang
tergolong ke dalam beta blocker adalah atenolol, bisoprolol, dan beta
metoprolol.
Berdasarkan pedoman Joint National Comitte VIII yang
dipublikasikan pada tahun 2014, terapi awal yang disarankan berasal dari
satu dari empat kelas obat untuk hipertensi, yaitu diuretic, calcium channel
blockers (CCB), penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE-I) serta
angiotensin receptor blockers (ARB). Saat ini, menurut JNC VIII, Beta

19
Blocker tidak lagi direkomendasikan sebagai agen lini pertama. JNC 8
mengutip perubahan ini setelah serangkaian meta-analisis menunjukkan
peningkatan risiko stroke dan penurunan kemanjuran dengan BB pada
pasien usia lanjut. Namun, meta-analisis menunjukkan hal itu pada pasien
di bawah 60 tahun, BB menurunkan risiko stroke dan kematian. Sementara
BB mungkin tidak tepat untuk digunakan pada pasien hipertensi tanpa
komplikasi yang berusia di atas 60 tahun, mungkin terlalu ekstrim untuk
menghilangkan penggunaannya bersama sebagai lini pertama agen pada
pasien yang lebih muda. Memang rekomendasi dari Kanada menunjukkan
BB dapat digunakan secara efektif lini pertama untuk mengobati hipertensi
tanpa komplikasi pada pasien di bawah usia 60 tahun.5,6,7

Figur 6. Target Organ untuk Pengobatan Hipertensi7

2.2 Teori Perilaku


Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons.
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

20
makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dalam perkembangan definsinya, teori
Bloom ini dimodifikasi untuk pengujuran hasil pendidikan kesehatan yakni
utamanya adalah pengetahuan.10
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis
besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:2,10
a) Tahu (Know) diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau
mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan –
pertanyaan.
b) Memahami (Comprehension) suatu objek bukan sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat menginterpresentasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
c) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah
memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d) Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen– komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada
tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap
pengetahuan atas objek tersebut.
e) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang
untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

21
komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada.
f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat.
Upaya penanganan penyakit hipertensi dan komplikasi yang mungkin
terjadi perlu ditingkatkan untuk menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas, dan
oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya preventif yang diberikan melalui
pemahaman, pengetahuan, dan pengaturan pola hidup pasien hipertensi. Tingkat
pengetahuan serta pemahaman pasien hipertensi terkait penyakitnya dapat
menunjang keberhasilan terapi sehingga tekanan darah pasien dapat terkontrol
dengan baik. Semakin pasien memahami penyakitnya, maka pasien akan semakin
sadar akan pentingnya menjaga pola hidup, teratur minum obat, dan tingkat
kepatuhan pasien juga akan semakin meningkat.10
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinsikan pengetahuan
sebagai segala sesuatu yang diketahui. Dalam arti lain, pengetahuan merupakan
fakta, informasi, keterampilan yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau
edukasi; pemahaman praktikal atau teoritis terhadap suatu topik (KBBI).
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari usaha seseorang mencari
tahu terlebih dahulu terhadap rangsangan berupa objek dari luar melalui proses
sensori dari interaksi antara dirinya dengan lingkungan sehingga memperoleh
pengetahuan baru tentang suatu objek. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan antara lain:10,11
1. Sosial – ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan sesorang,
sedang ekonomi dikaitkan pendidikan. Ekonomi baik tingkat pendidikan
akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi pula.

22
2. Minat
Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan dan pada
aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis
besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua,
perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya
ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologis atau mental taraf berpikir semakin matang dan dewasa.

4.Kultur (Budaya – Agama)


Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena
informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya yang ada dan
agama yang dianut.

5. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan, maka akan mudah menerima hal – hal baru dan
mudah menyesuaikan diri dengan hal baru tersebut.

6. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

7. Pengalaman
Pengalaman disini dikaitkan dengan umur dan pendidikan, seseorang, yang
berarti pendidikan yang tinggi maka pengalaman juga luas. Dan semakin
tua umur seseorang, maka pengalaman juga semakin banyak.

23
2.3 Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti,
disiplin. Kepatuhan adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu
tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan
ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila
orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan
terhalangnya kesembuhan. Kepatuhan atau ketaatan merupakan tingkat penderita
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau
yang lain. Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan.
Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang
dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah
ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa
yang dianjurkan oleh petugas. Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam
mencapai tujuan terapi. Kepatuhan dapat digunakan sebagai parameter tingkat
pengetahuan pasien melakukan instruksi dari tenaga medis yang berupa
pengetahuan tentang resep, meminum obat secara teratur dan tepat dan merubah
gaya hidup. Tujuan pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup, akan tetapi banyak yang berhenti berobat ketika
tubuhnya sedikit membaik, sehingga diperlukan kepatuhan pasien yang menjalani
pengobatan hipertensi agar didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Menurut Suparyanto, kepatuhan dipengaruhi oleh:12,13

1. Pemahaman tentang instruksi.


Tidak seorangpun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi
yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 1967 menemukan bahwa
lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan
dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka.
Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan
dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah medis dan
memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita.13

24
2. Tingkat pendidikan.
Menurut Stein 1986, tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan
kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan
yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu
(Suparyanto, 2010). Menurut Gunarso 1990 mengemukakan bahwa
semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun, dengan
demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur
tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu
seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya
tingkat pendidikan yang rendah.13

3. Kesakitan dan pengobatan.


Menurut Dikson 1992, perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit
kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko
yang jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan
yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak
pantas.13

4. Keyakinan, sikap dan kepribadian.


Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal, orang yang
tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat
memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan
memiliki kehidupan sosial yang lebih, memusatkan perhatian kepada
dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan kurangnya
penguasaan terhadap lingkungannya. Menurut Tylor 1991, variabel
demografis juga digunakan untuk meramalkan ketidakpatuhan. Sebagai
contoh, di Amerika Serikat para wanita kaum kulit putih dan orang-orang
tua cenderung mengikuti anjuran dokter.13

25
5. Dukungan Keluarga
Menurut Baekeland dan Lundawall, dukungan keluarga dapat menjadi
faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai
kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan
mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan
mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang
terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif
berhubungan dengan kepatuhan.13

6. Tingkat ekonomi
Menurut Park 2002, tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial
untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita
TB Paru sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber
keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai semua program
pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi
menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya
tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.13

7. Dukungan sosial
Menurut Meichenbaun 1997, dukungan sosial dalam bentuk dukungan
emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor
penting dalam kepatuhan contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi
dan biaya dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman dapat
membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu,
mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka
seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.
Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang
memiliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara
barat.13

26
8. Perilaku sehat.
Menurut Dimatteo 1984, Perilaku sehat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan,
oleh karena itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk
mengubah perilaku tetapi juga dapat mempertahankan perubahan tersebut.
Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri,
evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang
baru tersebut.13

9. Dukungan tenaga medis


Menurut Meichhenbaum 1997, dukungan profesi kesehatan merupakan
faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan penderita.
Dukungan mereka terutama berguna pada saat penderita menghadapi
kenyataan bahwa perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting.
Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku penderita dengan cara
menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari penderita,
dan secara terus menerus memberikan yang positif bagi penderita yang telah
mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.13

27
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep

28
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang hipertensi dengan tingkat kepatuhan konsumsi obat hipertensi.

3.4 Definisi Operasional

No Variabel Indikator Metode Definisi Skala


Data

1 Hipertensi Hipertensi Data rekam Hipertensi adalah Nominal


Normal medis pasien tekanan darah
Pengukuran sistolik ≥ 140
langsung mmHg dan atau
tekanan darah tekanan darah
pasien diastolik ≥ 90
menggunakan mmHg
sfigmomanomet
er

2 Obat Jawaban Kuesioner Obat yang Nominal


Hipertensi subjek dikonsumsi untuk
menurunkan
tekanan darah pada
pasien yang
menderita
hipertensi

29
3 Tingkat Patuh: skor Morisky Kebiasaan pasien Ordinal
kepatuhan 6-8 Medication dengan hipertensi
pasien dalam Adherence Scale dalam
mengkonsu Tidak patuh: 8 (MMAS-8) mengkonsumsi obat
msi obat skor 1-5 hipertensi secara
rutin

4 Tingkat Pengetahuan Hypertension Informasi yang Ordinal


pengetahuan tinggi: skor Knowledge diketahui atau
pasien 18-22 Level Scale disadari oleh pasien
mengenai (HK-LS) hipertensi mengenai
hipertensi Pengetahuan hipertensi
rendah:
skor 1-17

30
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan studi analitik observasional dengan pendekatan
potong lintang (cross sectional). Pengambilan data primer menggunakan kuesioner.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Cikuya pada bulan Juni –
Agustus 2019

4.3 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

4.3.1 Instrumen Penelitian


Kuesioner yang berisi inform consent, identitas responden, tingkat
kepatuhan konsumsi obat hipertensi, dan kuesioner pengetahuan mengenai
hipertensi. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner Hypertension
Knowledge Level Scale (HK-LS) untuk menentukan tingkat pengetahuan
pasien akan penyakit hipertensi dan kuesioner Morisky Medication
Adherence Scale 8 (MMAS-8) untuk menentukan tingkat kepatuhan pasien
dalam minum obat. Peneliti akan menanyakan isi kuesioner kepada
responden dan mencatat jawaban responden secara langsung.

4.3.2 Cara Pengumpulan Data


Data penelitian didapatkan secara primer dari wawancara langsung
dengan pasien hipertensi di Poliklinik Umum, Poli Lansia dan Puskesmas
Keliling di Puskesmas Cikuya, 8 Juli – 26 Juli 2019, yang berusia 18 – 65
tahun dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pertanyaan yang
ditanyakan dalam wawancara sesuai dengan daftar dalam kuesioner yang
telah disiapkan.

31
4.4 Populasi Penelitian
1. Populasi target adalah pasien hipertensi
2. Populasi terjangkau adalah pasien hipertensi di wilayah Puskesmas Cikuya.
3. Sampel penelitian adalah pasien hipertensi di Puskesmas Cikuya yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.

4.5 Sampel Penelitian

4.5.1 Cara Pengambilan Sampel Penelitian


Sampel diambil secara non- random dengan metode purposive sampling.
Data pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang akan diambil untuk
data penelitian.

4.5.2 Cara Penghitungan Sampel Penelitian


Jumlah sampel minimal dihitung dengan rumus besar sampel menggunakan
uji hipotesis untuk penelitian analitik komparatif kategorik tidak
berpasangan. Rumus sampel analitik komparatif kategorik tidak
berpasangan:

Za = Konstanta (1,96)
Zb = Konstanta power (0,84)
P1 = Proporsi efek yang diteliti (0,29)
P2 = Proporsi efek standard (0,4)
P = (P1+P2)/2 (0,345)
Q1 = (1-P1) (0,21)
Q2 = (1-P2) (0,1)
Q = (1-P) (0,155)

32
Dari rumus di atas, didapatkan bahwa jumlah sampel yang
dibutuhkan adalah 33 sampel. Pada penelitian ini, peneliti mengambil 66
sampel dikarenakan penelitian ini tidak berpasangan.

4.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


A. Kriteria Inklusi
1. Pasien berusia 18 – 65 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Cikuya
2. Sudah menderita hipertensi selama minimal 6 bulan
3. Sedang atau pernah mengkonsumsi obat hipertensi
4. Memiliki maksimal 1 penyakit kronis lain yang membutuhkan pengobatan
rutin (misal: Diabetes Mellitus, Dislipidemia)
5. Responden mengerti dan memahami isi kuisioner serta bersedia ikut dalam
penelitian
B. Kriteria Eksklusi
1. Responden menolak mengikuti penelitian
2. Tidak pernah mengkonsumsi obat hipertensi
3. Pasien merupakan tenaga medis
4. Pasien sedang hamil

33
4.7 Alur Penelitian

4.8 Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh akan dikelompokkan sebagai data primer melalui kuesioner
dengan data yang diperoleh bersifat kuantitatif. Daya yang dikumpulkan kemudian
ditabulasikan menggunakan Microsoft Excel 2014 dan dianalisan dengan program
komputer SPSS ver.25.0.

4.9 Uji Statistik


Penelitian ini menggunakan uji statistik univariat dan bivariat dengan metode Chi
Square.

34
4.10 Estimasi Biaya Penelitian

Print Kuesioner Rp. 5.000,00

Fotokopi Kuesioner Rp. 90.000,00

Total Rp. 95.000,00

4.11 Jadwal Penelitian


Jadwal penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan akan Hipertensi terhadap
Kepatuhan Minum Obat Hipertensi di Puskesmas Cikuya adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan proposal penelitian : 1 Juli - 7 Juli 2019
2. Pengambilan data : 8 Juli - 26 Juli 2019
3. Pengolahan data : 27 Juli - 9 Agustus 2019
4. Laporan dan Publikasi : 16 Agustus 2019

35
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Univariat


Tabel 1. Karakterisik Subjek Penelitian

No Profil Pasien Jumlah Persentase (%)


1 Jenis kelamin
a. Laki-laki 21 32
b. Perempuan 45 68

2 Usia
a. 40-50 21 31
b. 51-60 27 41
c. ≥ 61 18 28

3 Alamat
a. Desa Cikuya 26 39
b. Desa Cikasungka 18 27
12 18
c. Desa Cibogo Dukuh
10 16
d. Desa Cirendeu

4 Tingkat pendidikan
a. Tidak Sekolah 18 27
b. SD 31 47
11 17
c. SMP
6 9
d. SMA
5 Pekerjaan
a. Ibu Rumah Tangga 38 58
b. Pedagang 12 18
c. Petani 9 14
5 7
d. Buruh
2 3
e. Supir

6 Lama menderita HT
a. 1 tahun 10 15
8 12
b. 2 tahun
9 13
c. 3 tahun 11 17
d. 4 tahun 15 23
e. 5 tahun 13 20
f. >5 tahun

36
7 Obat yang dikonsumsi
a. Amlodipin 5 mg 33 50
b. Amlodipin 10 mg 6 9
c. Captopril 12,5 mg 14 21
d. Captopril 25 mg 5 8
e. Tidak ingat/tidak tahu 8 12

Tabel 2. Distribusi Tingkat Pengetahuan tentang Hipertensi Subjek Penelitian


Variabel Kategori Jumlah Persentase
(%)
Tingkat pengetahuan tentang Rendah 47 71
hipertensi Tinggi 19 29
Total 66 100

Tabel 3. Distribusi Tingkat Kepatuhan Minum Obat Sampel Penelitian


Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Kepatuhan minum obat Patuh 13 20
hipertensi Tidak patuh 53 80
Total 66 100

Data dari Tabel 1 menunjukkan karakteristik dari subjek penelitian.


Ditemukan bahwa 68% dari subjek berjenis kelamin perempuan dan 41% berusia
51 sampai 60 tahun. dari 66 sampel yang diperoleh, 47% subjek memiliki tingkat
pendidikan sederajat dengan Sekolah Dasar dan 58% bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Sebanyak 23% pasien menderita hipertensi selama 5 tahun, dan 50% pasien
mengkonsumsi obat Amlodipin sebanyak 5 mg untuk mengobat hipertensi yang
diderita. Tabel 2 menunjukkan distribusi tingkat pengetahuan akan hipertensi dari
subjek penelitian. Dari 66 subjek yang diperoleh, jumlah subjek yang memiliki
tingkat pengetahuan rendah tentang hipertensi (skor 1-17) adalah sebanyak 47
subjek (71%) dan subjek yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang
hipertensi (skor 18-22) berjumlah 19 orang (19%). Tabel 3 menunjukkan distribusi
tingkat kepatuhan minum obat hipertensi pada subjek penelitian. Dari 66 sampel
yang telah diperoleh, jumlah subjek yang patuh mengkonsumsi obat hipertensi

37
secara rutin (skor 6-8) adalah sebanyak 13 orang (20%) dan subjek yang tidak patuh
mengkonsumsi obat hipertensi (skor 0-5) berjumlah 53 orang (80%).

5.2 Analisis Bivariat


Tabel 4. Analisa Tingkat Pengetahuan Hipertensi dengan Kepatuhan Meminum
Obat

Tingkat Kepatuhan Total Odd 95% P


Pengetahuan Konsumsi Obat Confidence
Ratio value
Darah Tinggi Interval
Patuh Tidak Min Max
patuh
Tinggi 13 6 19
(68,4%) (31,4%)
(100%)
Rendah 7 (14,9%) 40 47 9,712 3,522 12,381 0,000
(85,1%)
(100%)
Total 20 46 60
(30,3%) (69,7%)
(100%)

Berdasarkan hasil analisa dari hubungan tingkat pengetahuan pasien dengan


kepatuhan meminum obat darah tinggi ditemukan bahwa dari 66 subjek penelitian,
13 subjek (68,4%) memiliki tingkat pengetahuan akan hipertensi yang tinggi dan
patuh mengkonsumsi obat darah tinggi. Sedangkan sebanyak 40 subjek (85,1%)
memiliki tingkat pengetahuan yang rendah dan tidak patuh mengkonsumsi obat
darah tinggi. Hasil analisa diperoleh nilai odd ratio (OR) 9,712 dengan CI 95%
3,522 –12,381 yang artinya ada hubungan sebab akibat antara tingkat pengetahuan
mengenai darah tinggi dan kepatuhan mengkonsumsi obat darah tinggi. Orang yang
memiliki tingkat pengetahuan yang rendah memiliki resiko 9,712 kali lebih tinggi
tidak patuh mengkonsumsi obat darah tinggi dibandingkan dengan orang yang
memiliki tingkat pengetahuan tinggi. P value dari hasil uji chi-square diperoleh
nilai p = 0,000 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan signifikan antara
tingkat pengetahuan mengenai darah tinggi dengan kepatuhan mengkonsumsi obat
darah tinggi di Puskesmas Cikuya.

38
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian dan Bias Informasi


Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah potong lintang (cross
sectional) sehingga hasil dari penelitian ini tidak mampu menunjukkan hubungan
kausal atau sebab-akibat secara pasti antara tingkat pengetahuan tentang hipertensi
dengan kepatuhan minum obat. Hubungan yang didapat merupakan hubungan
keterkaitan dan bukan kausalitas, dengan masih adanya kemungkinan terjadinya
hubungan reverse time order. Hal yang juga ikut mempengaruhi adalah kejujuran
responden, pengertian responden akan pertanyaan yang diberikan, serta kapabilitas
responden dalam menjawab dengan benar. Peneliti mengusahakan agar responden
dapat mengerti pertanyaan yang ingin disampaikan dan mendapatkan jawaban yang
sungguh-sungguh. Peneliti juga membantu menjelaskan kuisioner bila responden
tidak mengerti atau kebingungan. Penelitian ini juga tidak mampu menyingkirkan
faktor internal seperti psikologis pasien dan variabel perancu seperti pasien yang
menderita dementia atau tidak yang tentunya dapat menjadi pengaruh terhadap
kemampuan pasien dalam mengkonsumsi obat secara patuh dan rutin.

6.2 Pembahasan Hasil Penelitian


Angka kejadian hipertensi di Indonesia masih tergolong tinggi dan
tingginya angka mortalitas akibat hipertensi menandakan perlu adanya upaya
pengendalian, dimana upaya pengendalian hipertensi menjadi sangat penting. Salah
satu cara mengendali hipertensi adalah dengan mengkonsumsi obat hipertensi
secara rutin. Kemampuan seseorang untuk mengkonsumsi obat hipertensi secara
patuh dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan terhadap penyakit hipertensi.
Penelitian ini dilakukan dengan upaya untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan kepatuhan konsumsi obat
pada pasien hipertensi di Puskesmas Cikuya.

39
Sesuai dari hasil univariat dari penelitian ini, menunjukkan bahwa sebanyak
53 subjek (80%) memiliki pengetahuan yang rendah mengenai penyakit hipertensi,
dimana hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar belum mempunyai informasi
yang cukup mengenai hipertensi. Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dimana 71%
pasien mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi.
Perbedaan dari hasil ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan yang
signifikan dari distribusi tingkat pendidikan pasien diatara kedua daerah tempat
yang diteliti. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, sebagian besar pasien memiliki tingkat pendidikan SMA (33%) dan
Diploma/S1/S2/S3 (35%) sehingga edukasi yang diterima serta informasi yang
dimiliki dan didapatkan mengenai hipertensi pun lebih tinggi, sedangkan pada
penelitian ini yang dilakukan di Puskesmas Cikuya, sebagian besar pasien hanya
mengenyam bangku pendidikan sekolah dasar (SD) yang jumlahnya mencapai 47
persen. Hal lain yang mungkin dapat mempengaruhi adalah dikarenakan kurangnya
paparan dari media massa baik cetak maupun elektronik yang mungkin diterima
oleh pasien hipertensi di Puskesmas Cikuya, dimana kemungkinan besar bahwa
pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pasien hipertensi
pada rumah sakit tersebut sudah terpapar dengan informasi yang lebih banyak
mengenai hipertensi dibandingkan dengan di Puskesmas Cikuya.
Hasil univariat dalam penelitian ini juga memperlihatkan tingkat kepatuhan
konsumsi obat hipertensi. Sebanyak 80% dari pasien hipertensi di Puskesmas
Cikuya tidak patuh dalam mengkonsumsi obat secara rutin. Hasil ini juga bertolak
belakang dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta dimana jumlah pasien yang tidak patuh mengkonsumsi obat secara rutin
hanya 34% dan yang patuh mencapai 66 persen. Alasan dari hasil yang bertolak
belakang ini kembali disebabkan akibat perbedaan dari distribusi tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh pasien mengenai penyakit hipertensi di kedua
tempat. Tingkat pengetahuan yang tinggi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta,
sebanyak 71%, menghasilkan tingkat kepatuhan konsumsi obat pun meningkat,
sedangkan di Puskesmas Cikuya, pasien yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi

40
tentang hipertensi hanya 29% sehingga tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi
obat pun juga rendah.
Dari hasil analisa bivariat mengenani hubungan tingkat pengetahuan
tentang hipertensi dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi di
Puskesmas Cikuya menunjukan adanya hasil yang signifikan dan hubungan yang
bermakna (nilai p= 0.000; OR adjusted= 9.712 CI 95%= 3.522 – 12.381). Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa pasien dengan tingkat pengetahuan tentang hipertensi
yang rendah memiliki resiko 9,712 kali lebih tinggi untuk tidak patuh
mengkonsumsi obat secara rutin dibandingkan yang tingkat pengetahuannya tinggi.
Adanya hubungan asosiasi positif antara tingkat pengetahuan tentang hipertensi
dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi dan hubungannya bermakna
secara stastistik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan kepatuhan minum obat dengan nilai
p= 0.000 dan OR adjusted= 11.712.

41
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan pasien mengenai hipertensi dengan
kepatuhan mengkonsumsi obat hipertensi di Puskesmas Cikuya. Sebanyak 71%
pasien hipertensi di Puskesmas Cikuya memiliki pengetahuan yang rendah dan
sebanyak 80% pasien hipertensi memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Dari 66
subjek, 85,1% pasien hipertensi dengan tingkat pengetahuan tentang hipertensi
yang rendah tidak patuh mengkonsumsi obat secara rutin dan terdapat 68,4% pasien
hipertensi dengan tingkat pengetahuan tentang hipertensi yang tinggi dan patuh
mengkonsumsi obat secara rutin. Pasien dengan tingkat pengetahuan tentang
hipertensi yang rendah akan 9,712 kali lebih mungkin untuk tidak patuh
mengkonsumsi obat secara rutin dibandingkan dengan pasien yang tingkat
pengetahuannya tinggi. Nilai p dari penelitian ini 0.000, maka, dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan bermakna yang sifatnya berbanding lurus antara tingkat
pengetahuan tentang hipertensi dengan kepatuhan dalam mengonsumi obat di
kalangan pasien hipertensi.

7.2 Saran
Penulis memberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan dalam
penyempurnaan dan perbaikan pada penelitian selanjutnya.

7.2.1 Bagi Pasien Hipertensi


Saran bagi pasien hipertensi adalah untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai penyakit hipertensi sehinggai dapat mengerti signifikansi dalam
mengkonsumsi obat hipertensi sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
mengkonsumsi obat secara rutin. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah
dengan membaca informasi atau artikel mengenai hipertensi di media sosial

42
dari sumber yang akurat, atau menghadiri penyuluhan mengenai hipertensi
yang diadakan oleh puskesmas dan menyaranakan untuk melakukan
konsultasi ke petugas kesehatan apabila ada pertanyaan seputar materi yang
terkait dengan penyakit hipertensi yang belum dimengerti.

7.2.2 Bagi Keluarga dari Pasien Hipertensi


Dukungan dari keluarga merupakan sebuah faktor yang penting agar
pasien dapat patuh mengonsumsi obat hipertensi dengan cara membantu
mengingatkan setiap hari untuk mengkonsumsi obat mereka dan membawa
obat hipertensi ketika berpergian.

7.2.3 Bagi Puskesmas


Mengoptimalkan paparan informasi mengenai definisi hipertensi,
bahaya dari hipertensi serta manfaat dari kepatuhan konsumsi obat
hipertensi secara langsung maupun tidak langsung. Paparan secara langsung
yaitu bisa dilakukan dengan mengoptimalkan program penyuluhan yang
diberikan secara berkala setiap bulan kepada pasien hipertensi di Puskesmas
Cikuya mengenai definisi, gejala, dan komplikasi hipertensi serta
pentingnya konsumsi obat secara rutin sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan konsumsi obat.
Selain itu, paparan langsung juga bisa dilakukan dengan cara
mengoptimalkan edukasi mengenai hipertensi dan komplikasinya yang
diselipkan di setiap kunjungan program Posbindu maupun Puskesmas
Keliling. Untuk paparan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
menambahkan jumlah poster yang terpasang di dinding-dinding puskesmas
dan rumah warga yang sering dijadikan tempat kegiatan Puskesmas serta
dilakukan penyebaran brosur yang berisikan informasi terkait yang mudah
dicerna bahasanya sehingga masyarakat yang terpapar informasi semakin
luas.
Selain itu paparan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
membentuk suatu peer-group hipertensi yang mana di dalamnya diharapkan
antar pasien hipertensi dapat saling berbagi pengetahuan yang mereka miliki

43
mengenai hipertensi dan cara-cara mereka dalam mengingat untuk
mengkonsumsi obat hipertensi setiap hari. Dalam peer-group ini nantinya
dapat dilakukan kegiatan rutin setiap bulannya, misalnya kegiatan jalan
sehat bersama ataupun senam hipertensi sehingga semakin meningkatkan
rasa kebersamaan antar pasien hipertensi.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas kesehatan yang terlibat
dalam program Prolanis, Posbindu PTM dan Puskesmas Keliling di
Puskesmas Cikuya untuk mempermudah pemberian edukasi mengenai
hipertensi dan pemantauan tingkat kepatuhan konsumsi obat hipertensi.

7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya


• Melakukan penelitian dengan jumlah subjek yang lebih banyak dan
cakupan wilayah yang lebih luas agar hasil lebih optimal.
• Melakukan penelitian pada subjek dengan tingkat pendidikan yang
lebih bervariasi.
• Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode edukasi yang
paling efektif untuk menyampaikan informasi mengenai hipertensi.

44
BAB VIII

LAMPIRAN

Lampiran 1.
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM
PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :
No. HP :
Menyatakan telah mendapat penjelasan mengenai tujuan, manfaat dan tata cara
penelitian yang akan dilakukan. Setelah mengertai mengenai hal-hal yang
menyangkut penelitian ini, maka saya bersedia menjadi responden penelitian
dengan judul penelitian Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Kepatuhan
Minum Obat Hipertensi di Puskesmas Cikuya Periode Juni – Agustus 2019

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan.

Banten, 2019
Responden Penelitian

(........................................)

45
Lampiran 2.

Data pribadi
Nama : ______________________ Pendidikan :
____________________
Umur : _____tahun Status Pernikahan : ____________________
Jenis Kelamin : L / P Alamat : ____________________

Isilah pertanyaan berikut dengan menuliskan tanda centang (P) pada jawaban
yang menurut anda paling tepat!

Skala Tingkat Pengetahuan mengenai Hipertensi (Hypertension Knowledge – Level


Scale/ HK-LS)
No Pernyataan Benar Salah
1 Peningkatan tekanan darah diastolik berarti menderita
hipertensi
2 Tekanan darah sistolik atau diastolik yang tinggi
berarti menderita hipertensi

3 Obat penurun tekanan darah tinggi harus diminum


setiap hari
4 Penderita hipertensi harus minum obat penurun
tekanan darah jika sedang merasa sakit saja

5 Penderita hipertensi harus minum obat penurun


tekanan darah seumur hidup

6 Penderita hipertensi harus minum obat sesuai kondisi


yang membuatnya nyaman

7 Jika obat hipertensi bisa mengontrol tekanan darah


tinggi, maka tidak perlu mengubah gaya hidup

8 Peningkatan tekanan darah merupakan akibat dari


bertambahnya usia (penuaan), jadi pengobatan tidak
diperlukan.
9 Jika penderita hipertensi mengubah gaya hidupnya,
maka pengobatan tidak diperlukan.

46
10 Penderita hipertensi boleh makan makanan asin
selama mereka minum obat penurun tekanan darah
teratur
11 Penderita hipertensi boleh minum minuman
beralkohol
12 Penderita hipertensi tidak boleh merokok
13 Penderita hipertensi harus sering makan buah dan
sayur
14 Cara masak terbaik untuk penderita hipertensi adalah
dengan digoreng
15 Cara masak terbaik untuk penderita hipertensi adalah
dengan direbus atau dipanggang

16 Jenis daging yang paling baik untuk penderita


hipertensi yaitu daging berwarna putih

17 Jenis daging yang paling baik untuk penderita


hipertensi yaitu daging berwarna merah

18 Peningkatan tekanan darah jika tidak ditangani dapat


mengakibatkan kematian dini

19 Peningkatan tekanan darah jika tidak ditangani dapat


mengakibatkan penyakit jantung, seperti serangan
jantung
20 Peningkatan tekanan darah jika tidak ditangani dapat
mengakibatkan stroke

21 Peningkatan tekanan darah jika tidak ditangani dapat


mengakibatkan gagal ginjal

22 Peningkatan tekanan darah jika tidak ditangani dapat


mengakibatkan gangguan penglihatan

47
Lampiran 3.
Nama : Jenis kelamin :
Umur : Pendidikan :

Lama menderita HT : ……. tahun // ……bulan


Jumlah obat yang diminum : ……. jenis
Efek samping obat : …….
Pemeriksaan ulang : ……..x/ bulan atau ……. x/ minggu
Pengobatan lain :
Kuesioner Kepatuhan MMAS (Morisky Medication Adherence Scale)
Jawaban Skor
No. Pertanyaan Tida (Ya=1/
Ya Tidak=0)
k
1. Pernahkah Anda lupa minum obat ?
2. Selain lupa, apakah Anda pernah tidak minum obat karena
alasan lain dalam 2 minggu terakhir,? Mengapa?
3. Pernahkah Anda mengurangi atau berhenti minum obat
tanpa sepengetahuan dokter karena Anda merasa obat yang
diberikan membuat keadaan Anda menjadi lebih buruk?
4. Pernahkah Anda lupa membawa obat ketika bepergian ?
5. Apakah Anda tidak meminum obat Anda kemarin?
6. Apakah Anda berhenti minum obat ketika Anda merasa
gejala yang dialami telah teratasi?
7. Meminum obat setiap hari merupakan sesuatu
ketidaknyamanan untuk beberapa orang. Apakah Anda
merasa terganggu harus minum obat setiap hari?
8. Berapa sering Anda lupa minum obat?
a. Tidak Pernah d. Biasanya
b. Sesekali e. Selalu
c. Kadang - kadang Ket :
Selalu : 7 kali dalam seminggu
Biasanya : 4-6 kali dalam seminggu
Kadang- kadang : 2-3 kali dalam seminggu
Sesekali : 1 kali dalam seminggu
Tidak Pernah : Tidak pernah lupa
Total Skor

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Polariska B.J.,Uchmanowicz I., Dudek K., Mazur G., 2016, Relationship


between patiens knowledge and medication adherence among patients with
hypertension, Wroclaw University of Technology, Polandia.
2. Aulia R. PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP KEPATUHAN
PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA PERIODE FEBRUARI – APRIL 2018.
Jurnal Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2018;10(8).
3. Akintunde A, Akintunde T. Antihypertensive medications adherence among
Nigerian hypertensive subjects in a specialist clinic compared to a general
outpatient clinic. Annals of Medical and Health Sciences Research.
2015;5(3):173.
4. Riskesdas. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Nasional tahun 2018. Jakarta, Departemen Kesehatan RI.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. Buku Pedoman
Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. 2015;1.
6. Lloyd-Jones D, Morris P, Ballantyne C, Birtcher K, Daly D, DePalma S et
al. Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of
High Blood Pressure in Adults. Journal of the American College of
Cardiology. 2017;70(14):1785-1822.
7. Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti Rosei E, Azizi M, Burnier M
et al. ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension.
European Heart Journal. 2018;39(33):3021-3104.
8. Yogiantoro M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial. 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2019.
9. Krisnanda M, Suadarmana K. Hipertensi. Jurnal Universitas Udayana.
2017;.

49
10. Sinuraya R, Siagian B, Taufik A, Destiani D, Puspitasari I, Lestari K et al.
Assessment of Knowledge on Hypertension among Hypertensive Patients
in Bandung City: A Preliminary Study. Indonesian Journal of Clinical
Pharmacy. 2017;6(4):290-297.
11. Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
12. Prihantana A, Wahyuningsih s. HUBUNGAN PENGETAHUAN
DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PASIEN
TUBERKULOSIS DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN.
Jurnal Farmasi Sains dan Praktis. 2016;2(1).
13. Suparyanto.2010. Konsep Kepatuhan 1. Terdapat pada:
http://drsuparyanto.blogspot.com/2010/10/ko nsep-kepatuhan-1.html.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2010.

50

Anda mungkin juga menyukai