Disusun oleh
MAGHFIRATULLIZA
Nim: 1161030000083
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
iii
LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan Penelitian
Oleh
Maghfiratulliza
11161030000083
Pembimbing I Pembimbing II
iii
LEBARAN PENGESAHAN PENGUJI
Laporan Penelitian berjudul POTENSI INTERAKSI OBAT PADA LANSIA
YANG MENDAPAT PERESEPAN LEBIH DARI SATU OBAT di
PUSKESMAS PONDOK CABE ILIR KOTA TANGERANG SELATAN
BULAN JANUARI – MARET TAHUN 2019 yang diajukan oleh Maghfiratulliza
(NIM: 11161030000083), telah diajukan dalam sidang di Fakultas Kedokteran pada
November 2019. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program studi kedokteran dan
profesi dokter
Ciputat, 20 November 2019
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Penguji I Penguji II
PIMPINAN FAKULTAS
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb
Laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam proses perjalanan mengerjakan laporan penelitian ini
sangat banyak dukungan, doa, semangat serta bimbingan dari banyak pihak. Oleh
sebab itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
v
6. dr. Riky selaku Kepala Puskesmas Pondok Cabe Ilir Tangerang Selatan, dan
bapak Bakhtiar selaku pemegang rekam medik yang telah memberi izin dan
memudahkan peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.
7. Kepada kedua orang tua penulis ayahanda Fakhrurrazi dan ibunda tercinta
Kamariah atas segala doa, motivasi, dukungan dan segala hal yang telah
diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini.
8. Keluarga tercinta, kakak Farika Novita, Nurul Safani, serta adik Alya dan
Navisa yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis dalam segala hal.
9. Kepada teman sekelompok penelitian, Vina Izzatul Awaliyah, Zely Martiani,
Dwi Sheila Amellita, Nurhasima Dan Nila Rahadatul Aisy yang senantiasa
bersama-sama berbagi cerita, kegembiraan dukungan serta arahan. Sehingga
peneliti tidak merasa terbebani dengan penelitian ini.
10. Kepada teman sejawat angkatan 2016 yang selalu memberi dukungan kepada
sesama, agar tetap semangat dalam menjalankan segala tugas.
11. Kepada Auliyadin A.Md yang selalu mengingatkan dan membantu dalam
segala hal, mengajarkan cara mengaplikasikan aplikasi dengan benar,
membenarkan tulisan dan memberi dukungan kepada peneliti.
12. Kepada Alfita Husna dan teman-teman lainnya yang tidak penulis sebutkan
satu persatu yang telah memberi banyak dukungan serta kebahagiaan kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
Background: The life expectancy in Indonesia is high that can be seen from a
significant increase in the elderly, elderly are the most vulnerable to exposure by
disease, because their immune system has decline. Elderly often affected by
disease, so possible to receive polypharmacy until drug interactions occur.
Objective: To determine prescribing drugs that have drug interactions in elderly
patients at Puskesmas Pondok Cabe Ilir Community in South Tangerang City.
Method: This study used descriptive design, cross sectional from medical record
data by totally sampling with 116 samples were obtained the inclusion and
exclusion criteria at Puskesmas Pondok Cabe Ilir in January - March 2019. Results:
distribution samples based on gender are 67 women (57%), 50 men (43%), based
on age is 60-74 years 96 patients (83%). Based on diagnoses is cardiovascular
disease 44 cases (32%). The most common use of drugs is multivitamin 44 drugs
(15%). Combination of two drugs has drug interaction 36 times (31%). Conclusion:
the prevalence of potential drug interactions in the Puskesmas Pondok Cabe Ilir in
South Tangerang City was 36 times (31%), with the combination of the two most
common drugs dexamethasone and diclofenac.
viii
DAFTAR ISI
ix
3.4 Alur Penelitian ..................................................................................... 25
3.5 Manajemen Data .................................................................................. 25
3.5.1 Pengumpulan Data ..................................................................... 25
3.6 Pengolahan data ................................................................................... 25
3.7 Analisis data ........................................................................................ 26
3.8 Penyajian data...................................................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 27
4.1 Karakteristik Sampel ............................................................................... 27
4.1.1 Distribusi sampel berdasarkan jenis keamin ................................ 27
4.1.2 Distribusi sampel berdasarkan usia ............................................. 27
4.1.3 Distribusi sampel berdasarkan diagnosis tersering ....................... 27
4.2 Analisi Univariat ................................................................................... 28
4.2.1 Jenis Obat Yang Dikonsumsi....................................................... 28
4.3 Interaksi Obat.......................................................................................... 29
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR DIAGRAM
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
Daftar Lampiran
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
4
5
6. Teori subkultur
Lansia sebagai suatu kelompok, memiliki norma mereka sendiri,
harapan, keyakinan, dan kebiasaan; karena itu, meraka telah memiliki
subkultur mereka sendiri. Teori ini juga menyatakan bahwa orang tua
kurang terintegrasi lebih baik di antar lansia lainnya bila dibandingkan
dengan orang dari kelompok usia berbeda. Salah satu hasil dari subkultur
usia akan menjadi pengembangan “kesadaran kelompok umur” yang akan
berfungsi untuk meningkatkan citra diri orang tua dan mengubah difinisi
budaya negatif dari penuaan.5
2.1.2 Perubahan Fungsi Organ dan Sistem pada Lansia
a. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas,
gangguan metabolik, atau enervasi saraf. Dengan bertambahnya umur,
kerusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena
penurunan hormon estrogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormone
lain. Tulang-tulang trabeculae menjadi lebih berongga, mikroarsitektur
berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun spontan. 11
1. Sistem skeletal
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh
mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi
pada sistem skeletal akibat proses penuaan:
a. Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan
diskus intervetebralis dan penekanan pada kolumna vertebralis.
Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi bungkuk dan
penampilan barrel chest.
b. Penurunan produksi tulang kortikal dan trabecular yang berfungsi
sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan
lengkungan. Implikasi dari hal ini yaitu peningkatan terjadinya
risiko fraktur.11
2. Sistem muskular
Perubahan yang terjadi akibat penuaan pada sitem muskular antara
lain:
7
c. Perubahan kardiovaskular
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan secara strukturan
maupun fungsional seiring dengan bertambahnya usia. Penurunan yang
terjadi biasanya ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. 13
Jumlah detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada
perubahan, namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan
berat berkurang. Pada dewasa muda, kecepatan jantung di bawah tekana
yaitu 180-200x/menit. Namun pada usia 70-75 tahun, kecepatan jantung
berubah menjadi 140-160x/menit.5
b. Disribusi
Seiring dengan peningkatan usia, maka banyak perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuh. Seperti direduksinya masa tubuh sehingga menjadi
kurus, penurunan cairan tubuh, dan peningkatan lemak tubuh. Serta
terjadinya penurunan serum albumin, yang fungsinya mengikat obat-obat
tertentu, terutama asam lemah. Sehingga jika albumin menurun maka
peningkatan obat bebas didalam tubuh akan terjadi. Perubahan tersebut
menyebkan penurunan efek obat. Seperti loding dose digoxin pada lansia
dengan heart failure harus dikurangi dosisnya, karena jika dosis tetap sama
akan menyebabkan terjadinya penurunan volume distribusi. 12
Beberapa perubahan yang berkaitan dengan usia yang menyebabkan
perubahan farmakokinetik pada obat:
c. Metabolisme
Obat melewati hati dan mengalami metabolisme pintas awal.
Metabolisme di hati dipengaruhi umur, genotipe, gaya hidup, curah jantung,
10
penyakit dan interaksi antar obat. Mengecilnya masa hati dan proses menua
dapat mempengaruhi metabolisme obat. 12
d. Ekresi
Obat yang ekresinya melalui ginjal pedoman bersihan kreatinin 24 jam
penting diperhatikan untung memperhatikan dosis awal. Kadar kreatinin
serum tidak menggambarkan fungsi ginjal karena masa otot berkurang pada
proses menua. GFR (Glom, Filtel, Rate) lebih penting dan jika turun sampai
10-15 ml/menit, dosis obat harus disesuaikan. 12
lainnya. Seperti absorbsi dari asam salisilat oleh lambung sangat baik pada
keadaan ph yang rendah. Dalam teori disebutkan bahwa perubahan PH
lambung yang terjadi disebabkan oleh obat, seperti H2 reseptor antagonis,
yang menyebabkan perubahan pada absorbsi. Namun dalam kenyataan
banyak hal lainnya yang dapat menyebabkan perubahan pada absorbsi obat,
seperti motilitas usus, kelat, dan hal lainnya. Contoh lain yang sering terjadi
yaitu penurunan PH karena PPI dapat menyebabkan penurunan efek dari
ketokonazole.8
c. Gangguan absorbsi, kelat dan mekanisme lain
Penggabungan obat dengan obat lain, atau dengan zat lain seperti
makanan dan lain-lain dapat menjadi kelat bagi suatu obat sehingga tidak
dapat diabsorbsi. Seprti antibotik tetrasiklin yang menjadi kelat karena
penambahan beberpa divalent dan trivalent metallic ions, seperti calcium,
alumunium, bismuth dan besi. Absorbsinya akan terhambat dan
tereduksinya antibiotic sehingga fungsinya kurang efektif.6 8
d. Perubahan pada motilitas saluran cerna
Usus halus merupakan tempat absorbsi utama untuk semua obat,
termasuk obat yang bersifat asam. Maka semakin cepat suatu obat sampai
ke usus halus, maka semakin cepat juga absorbsinya. Obat yang
mempercepat waktu pengosongan lambung, akan mempercepat absorbs
obat lain. Begitu juga sebaliknya, obat yang memperpanjang waktu
pengosongan lambung, akan memperpanjang pula absorbsi obat lain.
Seperti antikolinergik dan antidepresi trisiklik. Kecepatan pengosongan
lambung hanya mempengaruhi waktu absorbsi, tanpa mempengaruhi
jumlah absorbsi. Ini berarti, kecepatan pengososngan lambung tidak
mempengaruhi bioavailabilitas obat. Ada beberapa pengecualian yang dapat
mempengaruhi absorbsi obat, yaitu: 1. obat yang sukar larut dalam saluran
cerna, seperti digoksin dan kortikosteroid, atau sukar diabsorbsi misalnya
dikumaro, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk melarutkan dan
diabsorbsi; (2) obat yang diabsorbsi secara aktif hanya di satu segmen usus
halus bagian atas, vitamin B12 di ileum. 8
12
metabolism obat. Pembeperian bersama salah satu subtrak dengan salah satu
penghambat dari enzim yang sama akan meningkatkan kadar plasma
subtrak sehingga meningkatkan efek atau toksisitasnya. CYP 3A4/5
merupakan enzim yang paling banyak memetabolisme obat, yaitu sekita
50%. Maka penghambat isoenzim ini menjadi penting karena berinteraksi
dengan banyak obat, terutama poten inhibitor, yaitu ketokonazol,
itrakonazol, eritromisin dan karitramisin. 8
i. Induksi Metabolisme Obat
Fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, merupakan obat yang larut dalam
lemak dan dapat menginduksi sintesis enzim metabolisme di hati serta
mukosa saluran cerna. Induksi terjadi setelah 1-4 minggu, dan waktu yang
sama diperlukan untuk menghilangkan efek induksi setelah obat
penginduksi dihentikan. Merokok dan makanan panggang arang
menghasilkan hidrokarbon polisklik yang juga merupakan zat penginduksi
enzim metabolisme (CYP1A2).8
j. Gangguan Ekresi Empedu dan Sirkulasi Enterohepatik
Gangguan ekresi melalui empedu dapat terjadi akibat kompetisi antara
obat dan metabolit obat untuk system transport (sekresi aktif ke dalam
empedu) yang sama. Pada sirkulasi enterohepatick dapat dikurangi dengan
mensupresi bakteri usus untuk menghidrolisis konjugat obat sehingga
mengurangi reabsorbsi, atau dengan mengikat obat yang dibebaskan
sehingga tidak dapat direabsorbsi.6, 8
k. Interaksi dalam Ekresi Ginjal
Interaksi pada ginjal dapat terjadi melalui dua mekanisme, diantarnya
ada yang berinterksi karena berkompetisi antara obat dan metabolit karena
melalui system transport aktif yang sama. Seperti P-glikoprotein untuk
kation organik dan zat netral. Yang kedua yaitu interaksi yang terjadi karena
adanya kerusakan pada ginjal, sehingga obat yang seharusnya diekresikan
melalui ginjal menjadi menumpuk, dan meningkatkan efek toksik. Contoh
obat yang dapat merusak ginjal yaitu kloramfenikol, ampisilin, dan
tetrasiklin.8
14
Usia lanjut
Sering
Penurunan fungsi Resiko terkena mendapatkan
organ penyakit peresepan
meningkat
Meningkatkan
Gangguan pengolahan
resiko obat berlebih
obat oleh tubuh
Makanan
Konsumsi alkohol
Merokok
Penyakit
Lingkungan
19
↑ Resiko interaksi
Interaksi obat
dengan obat
Penggolongan
interaksi obat
Jenis kelamin Jenis kelamin responden Berdasarkan catatan rekam Rekam 1.laki-laki kategorik
berdasarkan rekam medis medis medis 2. perempuan
usia Lama hidup responden Berdasarkan catatan rekam Rekam 1. 60-74 kategorik
berdasarkan rekam medik medik medik 2. 75-90
3. >90
Jenis obat Obat yang diterima pasien Berdasarkan catatan rekam Rekam 1. Antipiretik kategorik
dan dikategorikan medik medik 2. Analgesik
berdasarkan golongan 3. Anti hipertensi
4. Antasid
5. Lain-lain
polifarmasi Pemberian obat ≥2 jenis Berdasarkan catatan rekam Rekam 1. Polifarmasi kategorik
medik medik 2. Tidak
polifarmasi
Interaksi obat Perubahan efek terapetik Analasis catatan rekam medis Rekam 1. Interaksi obat kategorik
obat baik secara dengan literatur medik 2. Tidak interaksi
21
farmakodinamik ataupun
farmakokinetik
Kategori Pembagian tingkat Berdasarkan literatur Stockley Literatur 1. Dilarang Kategorik
interaksi obat keparahan interaksi obat Stockley 2. Monitoring
3. diperboleh
kan
BAB III
METODE PENELITIAN
22
23
Metode ini dilakukan dengan cara peneliti mengambil seluruh sampel pada periode
yang telah di tentukan. Dan didapatkan jumlah sampel pada penelitian ini sejumlah
116 sampel.
Zα2 xPxQ
𝑛=
d2
(1,96)(1,96)x0,22x0,78
𝑛=
0,05x0,05
0,6592
𝑛=
0,0025
𝑛 = 264
Keterangan:
Pengambilan sampel
Studi pustaka
Pengolahan data
Analisis data
dengan literatur lainnya. Kombinasi obat yang berpotensi berinteraksi akan dicari
penjelasan lebih lanjut melalui leteratur yang lain, apakan obat tersebut interaksinya
bersifat merugikan atau menguntungkan.
Laki-laki 50 43%
Perempuan 65 57%
Total 116 100%
Table 4.1 menunjukkan bahwa dari 116 pasien lanjut usia yang
berpartisipasi dalam penelitian, didapatkan frekuensi paien lanjut usia yang terdiri
dari laki-laki sebanyak 50 pasien (43%) dan perempuan sebanyak 65 pasien (57%).
Tabel 4.2 Distribusi pasien lanjut usia berdasarkan usia di Puskesmas Pondok Cabe
Ilir kota Tangerang Selatan periode Januari- Maret 2019.
Tabel 4.2 Menunjukkan usia tersering pasien lanju usia yang menerima
berkunjung dan menerima peresepan polifarmasi yaitu pada usia 60-74 tahun
sebanyak 96 kali kunjungan (83%).
Table 4.3 Kunjungan pasien lanjut usia berdasarkan diagnosis penyakit di
Puskesmas Pondok Cabe Ilir periode januari-maret 2019.
27
28
Table 4.3 Menunjukkan bahwa dari 116 pasien lanjut usia, terdapat 10
golongan penyakit dengan fekuensi 138, 4 penyakit tersering diantaranya yaitu
penyakit Kardiovaskular dengan frekuensi 44 kunjungan (33%), penyakit
muskuloskeletal 34 (24,64%), Penyakit Respirasi 30 (21,74%), dan penyakit
Digestif 7 (5,1%).
Ibuprofen 5 1,7%
Mukolitik Asetilsistein 7 2,4%
Molexflu ® 10 3,4%
Wicold ® 13 4,5%
Ekspektoran Guaifenesin 5 1,7%
OBH 4 1,5%
Sulfonilurea Metformin 2 0,6%
Glipizide 1 0,3%
Glizepirid 1 0,3%
Anti urisemia Allopurinol 3 1
Statin Simvastatin 3 1
Antibiotic Siprofloksasin 3 1
Cefadroksil 1 0,3%
Amoksisilin 18 6,2%
Antagonis reseptor H1 Cholpheniramin maleat 3 1
Loratadin 6 2%
Setirizine 1 0,3%
Antagonis reseptor D2 Domperidon 2 0,6%
Antagonis reseptor α3 Betahistin 2 0,6%
Agonis selektif β2 Salbutamol 9 3%
Antidepresan Amitriptilin 1 0,3
Pencahar Lactulose 4 1,5%
Antipiretik Paracetamol 23 8%
Jumlah 289 100%
Table 4.4 Menunjukkan obat yang sering diresepkan kepada pasien lanjut
usia yaitu sumplemen vitamin berupa neurovit sebanyak 44 obat (15%), amlodipine
dengan frekuiensi 28 obat (10%) dan yang ketiga adalah paracetamol sebanyak 23
obat (8%).
4.3 Interaksi obat
Pada penelitian dengan jumlah 116 sampel dan 289 frekuensi obat akan
diteliti berapa kombinasi yang berpotensi terjadinya interaksi menggunakan
literature Stockley Drug Interaction.
Table 4.5 kombinasi 2 obat yang berpotensi terjadinya interaksi obat
menurut Stockley Drug Interaction.
Kombinasi 2 Obat frekuensi keparahan
Deksametason - Eritromisin 1 Dilarang
30
Diagram 4.1 tingkat keparahan interaksi dengan resiko Major, Moderat, Minor.
Diagram 4.2 Peresepan yang berpotensi terjadinya interaksi obat menurut literatur
Stockley drug interaction.
31%
69%
Diagram 4.1 Menunjukkan bahwa dari 116 peresepan yang diberikan pada
pasien lanjut usia di Puskesmas Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang Selatan pada
bulan Januari – Maret 2019 sebanyak 36 resep (31%) berpotensi terjadinya interaksi
dan 70 resep (69%) tidak berpotensi terjadinya interaksi obat menurut literatur
Stockley drug interaction.
32
obat akan menurunkan efek anti hipertensi. Tekanan darah tidak menurun
namun kebalikannya, yaitu terjadi peningkatan tekanan darah diastol pada
beberapa pasien yang di teliti.6, 8, 21, 24
Pada 90 pasien yang mendapatkan antihipertensi berupa ACE inhibitor
dan mendapatkan ibuprofen selama 4 minggu terlihat adanya peningkatan
tekanan darah yang sangat signifikan pada 15 pasien. Dalam keseluruhan
grup terlihat peningkatan tekanan diastol sekitar 3,5mmHg.6 Jurnal
American of hypertension in the elderly menunjukan bahwa penggunaan
indometasin 50 mg setiap hari selama 3 minggu dan mendapatkan
amlodipine atau enalapril, menunjukkan peningkatkan teknan darah dan
penurunkan pulsasi pada pasien yang mengkonsumsi enalapril, sama halnya
pada amlodipine namun efek yang timbul lebih minimal dibandingkan
enalapril. Perbedaan yang ditimbulkan oleh indometasin pada kedua
kelompok tersebut yaitu peningkatan tekanan darah 10,1/4,9mmHg dan
penurunan denyut nadi sebesar 5,6 permenit pada enalapril. Penggunaan
enalapril juga dapat meningkatkan berat badan dan penurunan renin plasma,
maka dari itu penggunaan amlodipine lebih menjadi pilihan.28
3. Metiprednisolone - Ciprofloksasin
Penggabungan kortikosteroid yaitu metil prednisolon dengan
siprofloksasin dapat berinteraksi secara farmakodinamik antagonis, yaitu
dapat menimbulkan efek sedatif. Kortikosteroid dimetabolisme oleh
isoenzim sitokrom P450 CYP1A2, CYP2D6 dan CYP3A4, sedangkan
siprofloksasin merupakan potent inhibitor yang kuat terhadap enzim
CYP1A2 dan kemungkinan juga mengganggu enzim CYP3A2. Interaksi
tersebut dapat menimbulkan efek sedatif dan confuse pada pasien yang
mengosumsi kedua obat tersebut dalam waktu bersamaan.6
Seorang pasien wanita yang sudah lama mengosumsi steroid 140 mg
setiap hari selama 6 tahun untuk mengurangi rasa nyeri pada intestinal
pseudo-obstruktif kronik, kemudian pasien mengalami infeksi saluran
kemih dan diberikan siprofloksasin 750 mg 2 kali sehari. Dua hari kemudian
pasien menunjukkan gejala sedatif.6, 24
4. Deksametason – Siprofloksasin
34
6. Amlodipin - Metformin
Pemberian amlodipin bersama obat anti diabetik oral menyebabkan
interaksi farmakodinamik antagonis, yaitu amlodipine akan menurunkan
pengeluaran insulin oleh pangkreas atau menghambat reseptor GLUT 1.
Penghambatan pengeluaran insulin akan melawan fungsi dari metformin,
sehingga kadar gula darah benar-benar harus dimonitoring. Dalam sebuah
penelitian International Journal of Basic & Clinical Pharmacology (2013)
menunjukkan penggunaan amlodipin dan metformin dapat menurunkan
kadar gula darah dalam 1,2-6 jam dengan signifikan, sehingga terjadinya
hipoglikemia.
7. Deksametason – Eritromisin
Pemberian eritromisin bersamaan dengan kortikosteroid, dapat
menimbulkan interaksi secara farmakodinamik antagonis. Kortikosteroid
tersebut merupakan deksametason yang dimetabolisme oleh sitokrom p450
isoenzim CYP3A4 di hati,dan eritromisin dapat menghambat sitokrom P50
isoenzim CYP3A4. Ketika kedua obat tersebut diberikan bersamaan maka
akan menyebabkan peningkatan kadar deksametason di dalam plasma. 6, 24,8
8. Eritromisin - Loratadin
Pemberian eritromisin bersamaan dengan loratadin menunjukkan
adanya interaksi secara farmakokinetik, yaitu terjadinya peningkatan
konsentrasi loratadin di dalam plasma (40% meningkat di bawah AUC), dan
descarboethoxyloratadine (46%) meningkat pada AUC). Namun tidak
menunjukan perubahan apapun terhadap klinis pasien, tidak menyebabkan
efek sedasi maupun sinkop.16, 24
9. Kloramfenikol - Amoksisilin
Khoramfenikol dapat menurunkan efek dari amoksisilin secara
farmakodinamik antagonis. Kloramfenikol akan menghamabat obat lain
yang di metabolisme di hepar, dengan demikian toksisitas obat lain akan
tinggi bila diberikan bersamaan dengan kloramfenikol dalam interaksi ini
yaitu amoksisilin.8, 24
10. Asam Mefenamat – Siprofloksasin
36
5.1 Ringkasan
1. Prevalensi peresepan yang berpotensi terjadinya interaksi obat pada
pasien lanjut usia di Puskesmas Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang
Selatan periode Januari – Maret 2019 sebesar 31% (36 peresepan).
2. Karakteristik pasien lanjut usia yaitu pasien perempuan sebesar 57% (65
pasien) dan laki-laki 43% (50 pasien), dengan usia tersering yang
berobat didapatkan pada usia 60-70 tahun, yaitu sebanyak 96 pasien
(83%).
3. Diagnosis penyakit pada pasien lanjut usia dengan 4 diagnosis tersering
pada pasien lanjut usia diantaranya yaitu penyakit kardiovaskular
sebanyak 44 diagnosis (32%), muskuloskeletal 34 diagnosis (24,64%),
respirasi 30 diagnosis (21,74%), dan digestive 7 diagnosis (5,1%).
4. Jenis obat tersering yang diberikan pada pasien lanjut usia adalah
sumplemen vitamin, yaitu sebanyak 44 obat (15%), amlodipine dengan
frekuiensi 28 obat (10%) dan yang ketiga adalah paracetamol sebanyak
23 obat (8%).
5. Jenis kombinasi dua obat tersering yang berpotensi terjadinya interaksi
pada pasien lanjut usia di Puskesmas Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang
Selatan periode Januari – Maret 2019 adalah deksametason – diklofenak
sebanyak 6 kali, meloksikam – deksametason sebanyak 3 kali, dan
amlodipine – simvastatin sebanyak 3 kali. Potensi interaksi obat dengan
resiko tinggi yaitu kombinasi antara Deksametason – Eritromisin yaitu
sebanyak 1 kali (harus diganti).
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelian lebih lanjut dan pada wilayah yang lebih luas
jangkauannya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang potensi interaksi obat
pada lansia untuk mengetahui pola pemberian obat, dan apakah ada
edukasi secara menyeluruh atau tidak.
38
39
40
41
43
LAMPIRAN 2
Nama : Maghfiratulliza
Agama : Islam
Email : Magfiratulliza97@gmail.com
No. HP : 085206737098
Riwayat Pendidikan
44
LAMPIRAN 3
45
LAMPIRAN 4
46
LAMPIRAN 5
UPT Puskesmas Pondok Cabe Ilir mulai beroperasi di bulan April 2017, dengan
wilayah kerja meliputi dua wilayah kelurahan, yaitu kelurahan Pondok Cabe Ilir
dengan luas wilayah 420 Ha dan Pondok Cabe Udik dengan luas wilayah 514 Ha.
Puskesmas Pondok cabe ilir melayani perawatan Non Rawat Inap dan Kesehatan
Masyarakat Rawat Inap, puskesmas tersebut termasuk Puskesmas Kawasan
Perkotaan. Jumlah penduduk kelurahan Pondok Cabe Ilir dalam setahun sebanyak
35.484 jiwa dengan jumlah lanjut usia sebanyak 5.881 (16.6%) pada tahun 2018.
Kelurahan Pondok Cabe Udik sebanyak 20.878 dengan jumlah lanjut usia 460
(2,2%). Pembinaan wilayah tersebut terdiri dari dokter coordinator wilayah, Bidan
Desa, dan Pembina Wilayah per RW.
Sepuluh penyakit terbanyak di wilayah UPT Puskesmas Pondok Cabe Ilir tanuh
2018.
NO DIAGNOSA JUMLAH
1 ISPA 3741
2 Hipertensi 1511
4 Caries 600
10 Suspect TB 142
47