Anda di halaman 1dari 76

SKRIPSI

GAMBARAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK


PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TANPA KOMPLIKASI
DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO TAHUN 2016-2017

Oleh:
Putri Qurrotul Aini
G1A015093

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK


PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TANPA KOMPLIKASI
DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO TAHUN 2016-2017

Oleh:
Putri Qurrotul Aini
G1A015093

SKRIPSI

Untuk memenuhi salahsatu persyaratan memperolehgelar Sarjana Kedokteran


pada Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
Disetujui dan disahkan

Pada tanggal ………………………..

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Fajar Wahyu Pribadi, MSc. dr. M. Zaenuri S.H., Sp. KF, M.Si. Med
NIP. 19800719 200501 1 001 NIP. 19700925 200003 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Jurusan Kedokteran

Dr. dr. Fitranto Arjadi, M.Kes Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes
NIP. 19711122 200012 1 001 NIP. 19750227 200212 1 003

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Putri Qurrotul Aini

NIM : G1A015093

Judul Skripsi : Gambaran Efektivitas Penggunaan Obat Antidiabetik pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 tanpa Komplikasi di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2016-2017

Pembimbing Skripsi : I : dr. Fajar Wahyu Pribadi, MSc.

II : dr. M. Zaenuri S.H., Sp. KF, M.Si. Med.

Menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil sendiri, bukan hasil plagiasi

2. Hak kekayaan intelektual penelitian ini menjadi milik institusi dalam hal

ini Universitas Jenderal Soedirman

3. Hak publikasi penelitian ini ada pada peneliti

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa ada paksaan atau tekanan

dari pihak manapun. Saya bersedi bertanggung jawab apabila terdapat hal-hal yang

tidak benar dalam penelitian ini.

Purwokerto, Februari 2019


Yang membuat Pernyataan

Putri Qurrotul Aini


G1A015093

iii
GAMBARAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TANPA KOMPLIKASI
DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO TAHUN 2016-2017

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah penyakit hiperglikemi akibat insensitivitas sel
terhadap insulin. Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan penderita
diabetes tertinggi pada tahun 2013. Penelitian ini memiliki latar belakang adanya
perbedaan hasil dari penelitian di RSUP Fatmawati yaitu metformin adalah terapi
paling efektif, sedangkan di salah satu Puskesmas di Klungkung yaitu tidak ada
perbedaan yang signifikan. Penelitian ini dilakukan di RSUD Prof. dr. Margono
Soekarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efektivitas
penggunaan obat antidiabetik pasien DM Tipe 2 tanpa Komplikasi pada tahun
2016-2017 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif, data diambil dari rekam medik dan laboratorium PK. Sampel
diambil dengan cara total sampling dan melibatkan 37 pasien yang diikuti selama
6 bulan dari awal terdiagnosis. Monoterapi paling efektif adalah metformin yang
memiliki efektivitas mencapai 69.44% dan terapi kombinasi paling efektif adalah
kombinasi metformin dan glimepirid yang memiliki efektivitas mencapai 45.83%.
Monoterapi paling efektif adalah metformin dan terapi kombinasi paling efektif
adalah kombinasi metformin dan glimepirid, sehingga disarankan untuk
menggunakan monoterapi metformin atau kombinasi terapi metformin dengan
glimepirid.

Kata Kunci : DM tipe 2, efektivitas penggunaan obat

iv
DESCRIPTION OF EFFECTIVENESS OF ANTIDIABETIC DRUGS OF
TYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS IN RSUD
PROF. DR. MARGONO SOEKARJO AT 2016-2017

ABSTRACT

Type 2 Diabetes Melitus (DM) is a hyperglicemic disease due to cell insensitivity


to insulin. Indonesia ranks 7th out of 10 countries with the highest diabetes rates in
2013. This study had a background of differences in the results of research at RSUP
Fatmawati, that metformin was the most effective therapy, where as in one of the
Puskesmas in Klungkung that there was no significant difference. This research
was done at the RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. This study aims to describe the
effectiveness of antidiabetic drugs in Type 2 DM patients without complications in
2016-2017 at the RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. This research was a
descriptive study, data taken from medical records and PK laboratory. The sample
was taken by total sampling and involved 37 patients who were followed for 6
months from the initial diagnostic. The most effective of monotherapy was
metformin which had an effectiveness 69.44% and the most effective of combination
therapy was a combination of metformin and glimepiride which had an
effectiveness 45.83%. The conclusion, which the most effective monotherapy was
metformin and the most effective combination therapy was a combination of
metformin and glimepiride, so it is recommended to use metformin monotherapy or
a combination therapy of metformin and glimepiride.

Keywords: Type 2 DM, effectiveness of drugs

v
PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Gambaran Efektivitas

Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 tanpa

Komplikasi di RSUD Prof. Dr. Margono Sekarjo Tahun 2016-2017” dengan tepat

waktu. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang berjasa

dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. dr. Fitranto Arjadi, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Jenderal Soedirman.

2. Dr. dr. Eman Sutrisna, M. Kes sebagai Ketua Jurusan Kedokteran Fakultas

Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman dan selaku penelaah yang telah

meluangkan waktu dalam memberikan masukan yang berharga bagi

penulisan usul skripsi ini.

3. Dr. Vitasari Indriani, Sp. PK., M.M., MSi. Med selaku Ketua Komisi

Skripsi Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman dan selaku Pembimbing Akademik yang turut memberikan

dukungan dan motivasi dalam penyusunan usul skripsi ini.

4. dr. Fajar Wahyu Pribadi, MSc selaku pembimbing I yang telah berkenan

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan

saran bagi penulis selama penyusunan usul skripsi.

5. dr. M. Zaenuri S. Hidayat, Sp. KF, M.Si. Med selaku pembimbing II yang

telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,

motivasi, arahan dan saran bagi penulis selama penyusunan usul skripsi.

vi
6. dr. Mohamad Fakih, MM. selaku wakil Komisi Skripsi Jurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman yang telah

memberikan ijin penelitian dan masukan yang membangun dalam

penyusunan usul skripsi ini

7. Keluarga penulis meliputi dr. Edi Sugiyanto, Sp.PD (Abah), Dra. Sri

Handayani (Ummi), M. Ulil Absori (Kakak), M. Zainurrahman (Kakak),

Rofidatunnissa (Adik) dan Siti Maimunah (Adik) yang selalu memberikan

dukungan moril dan materil kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Keluarga besar mahasiswa FK UNSOED angkatan 2015, tempat penulis

tumbuh dan berjuang bersama yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

9. Sahabat-sahabat CELURUT SQUAD, BKT dan sahabat perjuangan saya

Fahni Indriani yang telah menjadi keluarga dan tempat keluh kesah di

tempat penulis menuntut ilmu.

10. Pihak dari RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo yang membantu penulis saat

melakukan penelitian

Penulis menyadari bahwa usul skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh sebab

itu penulis mengharapkan masukkan dan saran untuk perbaikan dan

penyempurnaan usul skripsi ini.

Purwokerto, Februari 2019


Penulis

Putri Qurrotul Aini

vii
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ..................................................................................................x


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................2
C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................2
D. Keaslian Penelitian .....................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................5
A. Materi Pustaka ............................................................................................5
1. Diabetes Melitus ....................................................................................5
a. Definisi Diabetes Melitus ..............................................................5
b. Klasifikasi Diabetes Melitus .........................................................5
c. Faktor Risiko Diabetes Melitus .....................................................7
d. Diagnosis Diabetes Melitus ........................................................10
e. Komplikasi Diabetes Melitus ......................................................12
2. Pengendalian Glukosa Darah ..............................................................13
a. Obat Antidiabetik .........................................................................13
b. Target Pengendalian Glukosa Darah ............................................18
B. Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................19
C. Kerangka Konsep Penelitian ....................................................................19
III. METODE PENELITIAN ............................................................................20
A. Rancangan Penelitian ...............................................................................20
B. Populasi dan Sampel ................................................................................20
1. Populasi ...............................................................................................20
2. Sampel .................................................................................................20
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...............................................................21
C. Variabel Penelitian ...................................................................................21
D. Definisi Operasional Variabel ...................................................................22
E. Pengumpulan Data ...................................................................................22
F. Tata Urutan Kerja .....................................................................................23
G. Analisis Data ............................................................................................24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................25
A. Hasil Penelitian ........................................................................................25
B. Pembahasan ..............................................................................................37
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................44
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................45
A. Kesimpulan ..............................................................................................45
B. Saran ........................................................................................................45

viii
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................46
LAMPIRAN .........................................................................................................49
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................62

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian penelitian ................................................................................4


Tabel 2.1 Kriteria diagnostik untuk DM .............................................................10
Tabel 2.2 Target pengendalian DM ....................................................................18
Tabel 3.1 Definisi operasional variabel ..............................................................22
Tabel 4.1 Karakteristik jenis kelamin responden ...............................................25
Tabel 4.2 Karakteristik usia responden ..............................................................26
Tabel 4.3 Karakteristik IMT responden .............................................................26
Tabel 4.4 Distribusi penggunaan obat ................................................................27
Tabel 4.5 Rerata GDS dan GDP saat pertama kontrol .......................................29
Tabel 4.6 Efektivitas terapi pada usia <50 tahun ...............................................31
Tabel 4.7 Efektivitas terapi pada usia 50-59 tahun ............................................31
Tabel 4.8 Efektivitas terapi pada usia >60 tahun ...............................................32
Tabel 4.9 Efektivitas terapi pada IMT underweight dan normal ........................33
Tabel 4.10 Efektivitas terapi pada IMT overweight .............................................34
Tabel 4.11 Efektivitas terapi pada IMT obesitas ...................................................35
Tabel 4.12 Efektivitas terapi selama 6 bulan setelah kontrol pertama .................36

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran penelitian .........................................................19


Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian ..............................................................19
Gambar 4.1 Rerata GDS (mg/dL) monoterapi saat pertama kontrol ...................29
Gambar 4.2 Rerata GDP (mg/dL) terapi kombinasi saat pertama kontrol ..........30

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Karakteristik Responden .........................................................49


Lampiran 2. Data Gula Darah Responden ...........................................................50
Lampiran 3. Analisis Data Bivariat .....................................................................52
Lampiran 4. Surat Pengantar Fakultas ................................................................58
Lampiran 5. Surat Izin Pengambilan Data ..........................................................59
Lampiran 6. Surat Telaah Etik ............................................................................60
Lampiran 7. Dokumentasi ....................................................................................61

xii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi

pengobatan yang lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi (ADA,

2014). Prevalensi DM pada penduduk di atas 15 tahun adalah 6,9% (Riskesdas,

2014). Pada tahun 2013 diabetes telah menyebabkan 5,1 juta angka kematian

di dunia. Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan penderita

diabetes tertinggi pada tahun 2013 (IDF, 2013). Selain itu mayoritas dari

penderita DM merupakan penderita DM tipe 2 (WHO, 2016).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. dr. Margono Soekarjo adalah

rumah sakit kelas B Pendidikan milik Pemerintah Provinsi Jateng. Rumah sakit

ini menjadi rumah sakit rujukan untuk rawat jalan dan atau rawat inap dari

rumah sakit di Purwokerto dan kota-kota sekitarnya. Rumah sakit ini juga

memiliki jumlah kunjungan rawat jalan pasien diabetes melitus yang

meningkat setiap tahunnya. Menurut data RSMS Open Data (2017), pada

tahun 2014 terdapat 89 orang, tahun 2015 terdapat 153 orang, dan tahun 2016

meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu 504 orang.

Pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo

diberikan obat yang berbeda-beda. Berdasarkan penelitian Larasati (2015)

Insulin yang digunakan yaitu novorapid 21,57%, levemir 20,69%, lantus

13,79%, novomix 10,34%, actrapid 6,90% dan insulin humalog 3,45%. Obat

hipoglikemik oral yang digunakan yaitu metformin 20,69%, glikuidon 6,89%,

glibenklamid dan gliklasid 3,45%. Setiap obat memiliki efek yang berbeda

dalam menurunkan gula darah pasien.

1
2

Pada penelitian yang dilakukan dilakukan RSUP Fatmawati tahun 2012

ditemukan bahwa metformin ternyata paling efektif dibandingkan dengan obat

lain (Lestari, 2013). Pada penelitian lainnya yaitu di UPT. Puskesmas Dawan

II di Kabupaten Klungkung tahun 2015-2016, ternyata tidak ada perbedaan

yang signifikan efektivitas dari obat yang berikan (Udayani dan Herleeya,

2016). Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan penelitian tentang

gambaran efektivitas penggunaan obat antidiabetik pada pasien diabetes

melitus tipe 2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tahun 2016-2017.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana gambaran efektivitas penggunaan obat antidiabetik pada pasien

diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tahun 2016-

2017.

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efektivitas

penggunaan obat antidiabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2

tanpa komplikasi.
3

b. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efektivitas

penggunaan obat antidiabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2

tanpa komplikasi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tahun

2016-2017.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam ilmu farmakologi

terutama gambaran efektivitas penggunaan obat antidiabetik pada

pasien diabetes tipe 2 tanpa komplikasi.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti, dapat menjadi dasar penelitian lebih lanjut mengenai

farmakologi obat antidiabetik.

2) Bagi pelayanan kesehatan, dapat dijadikan rujukan dalam pemberian

obat.

3) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang

farmakologi dapat mendukung penelitian serupa di Indonesia.


4

D. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1. Keaslian penelitian


No Peneliti, Judul Hasil Perbedaan
Tahun
1. Lestari, Gambaran Efektivitas Tempat penelitian
2013 Efektivitas terkendalinya kadar sebelumnya di
Penggunaan Obat gula darah sewaktu RSUP Fatmawati,
Antidiabetik pada penggunaan sedangkan
Tunggal dan antidiabetik oral penelitian ini di
Kombinasi dalam tunggal yang efektif RSUD Prof. Dr.
Mengendalikan adalah metformin, Margono Soekarjo.
Gula Darah Pada sedangkan pada Penelitian
Pasien Diabetes penggunaan sebelumnya
Mellitus Tipe 2 di antidiabetik menggunakan
RSUP Fatmawati kombinasi yang subyek pasien DM
Tahun 2012 efektif adalah Tipe 2, sedangkan
gludepatik dengan pada penelitian ini
gliquidone menggunakan
subyek pasien DM
Tipe 2 tanpa
komplikasi.

2. Udayani dan Perbedaan Tidak terdapat Penelitian


Herleeyana, Efektivitas perbedaan efektivitas sebelumnya
2016 Penggunaan Obat pada pengukuran gula menggunakan
Antidiabetik Oral darah puasa metode uji
Tunggal dengan penggunaan obat komparatif,
Kombinasi pada antidiabetik oral sedangkan pada
Pasien DM Tipe 2 tunggal glibenklamid penelitian ini
di UPT. dan kombinasi menggunakan
Puskesmas glibenklamid dengan metode deskriptif.
Dawan II metformin
Kabupaten
Klungkung
Periode
November 2015-
Pebruari 2016
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Materi Pustaka

1. Diabetes Melitus

a. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom hiperglikemia kronis kerana

kekurangan insulin relatif, resistensi, atau keduanya (Kumar dan Clark,

2009). DM adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi

pengobatan yang lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi

(ADA, 2014). DM telah diderita lebih dari 120 juta orang di seluruh

dunia, diperkirakan bahwa akan mempengaruhi 370 juta pada tahun

2030 (Kumar dan Clark, 2009).

b. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes menurut American Diabetes Association (2012)

meliputi 4 kelas klinis, yaitu :

1) Diabetes melitus tipe 1

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe

dependen insulin, namun tipe ini dapat muncul pada berbagai

macam usia. Insiden DM tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap

tahunnya. DM tipe 1 dapat dibagi dalam dua subtipe, yaitu (Price

dan Wilson, 2012):

a) Autoimun

DM tipe ini diakibatkan autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.

5
6

b) Idiopatik

DM tipe ini tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui

sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan

Afrika-Amerika dan Asia.

2) Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau

tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin (Price dan

Wilson, 2012). DM tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat

insensitivitas sel terhadap insulin (Sudoyo, 2009). Insidensi DM tipe

2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering

dikaitkan dengan penyakit ini (Price dan Wilson, 2012).

DM tipe 2 sering terdiagnosa beberapa tahun setelah onset, yaitu

setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90%

dari penderita DM di seluruh dunia (WHO, 2014). Pada pasien DM

tipe 2 kadar insulin dapat sedikit menurun atau masih dalam rentang

normal. Hal tersebut dikarenakan insulin tetap dihasilkan oleh sel-

sel beta pankreas, maka diabetes melitus tipe 2 dianggap sebagai non

insulin dependent diabetes melitus (Sudoyo, 2009).

3) Diabetes gestasional

Diabetes gestational dikenal pertama kali selama kehamilan dan

mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya

diabetes gestasional adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,

riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestational terdahulu. Hal

tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan sekresi berbagai


7

hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa,

maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien yang

mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan

memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes

pada kehamilan (Price dan Wilson, 2012).

4) Diabetes khusus tipe lain

DM tipe ini menurut ADA (2012) diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Gangguan genetik fungsi sel β.

b) Gangguan genetik dalam kerja atau aksi insulin.

c) Penyakit eksokrin pankreas.

d) Endokrinopati.

e) Induksi obat atau bahan kimia.

f) Infeksi.

g) Bentuk jarang dari diabetes yang diperantarai imun.

h) Sindroma genetik lainnya yang kadang dihubungkan dengan

diabetes.

c. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Faktor risiko dari diabetes melitus dibedakan menjadi dua, yaitu

(Bustan, 2010; Irawan, 2010; Smeltzer, 2008):

1) Tidak dapat diubah

Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu jenis kelamin, usia, ras

dan faktor keturunan.


8

a) Jenis Kelamin

Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik

wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh (IMT)

yang lebih besar. Sindroma siklus bulan (premenstrual

syndrome) dan pasca-menopause membuat distribusi lemak

tubuh menjadi mudah terakumulasi (Irawan, 2010). Beberapa

faktor risiko seperti kurang aktivitas fisik, obesitas, dan riwayat

DM saat hamil yang dimiliki oleh perempuan menyebabkan

tingginya angka kejadian DM pada perempuan (PERKENI,

2015; Smeltzer et al., 2008).

b) Usia

Usia merupakan salah satu faktor risiko Diabetes Melitus

terutama pada usia >45 tahun (Fatimah, 2015). Hal tersebut

dikarenakan pada usia tersebut manusia mulai mengalami

penurunan fungsi fisiologis secara cepat, sehingga defisiensi

sekresi insulin dapat terjadi yang diakibatkan oleh gangguan

pada sel beta pancreas dan resistensi insulin (Sukarmin, 2008).

Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 cenderung

meningkat pada lansia atau usia mencapai 40-65 tahun (Smeltzer

et al., 2008).

c) Faktor keturunan

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang tidak menular

dan cenderung diturunkan atau diwariskan. Seseorang yang

memiliki riwayat keluarga penderita DM memiliki kemungkinan


9

lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan yang

tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM. Para ahli

kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang

terpaut kromosom seks. Biasanya kaum laki-laki menjadi

penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai

pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-

anaknya (Maulana, 2008).

2) Dapat diubah

Faktor risiko yang dapat diubah yaitu kebiasaan merokok, obesitas,

dan asupan makanan.

a) Kebiasaan merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit

tidak menular termasuk DM tipe 2. Pengaruh nikotin dalam

rokok dapat merangsang kelenjar adrenal dan dapat

meningkatkan kadar glukosa. Penelitian di Alabama, Amerika

Serikat menyatakan bahwa perokok pasif memungkinkan

menghisap racun yang sama seperti perokok aktif (Irawan 2010).

b) Obesitas

Retensi insulin paling sering dihubungkan dengan

kegemukan atau obesitas. Timbunan lemak bebas yang tinggi

dapat meningkatkan up-take sel terhadap asam lemak bebas dan

memacu oksidasi lemak, sehingga akan menghambat

penggunaan glukosa dalam otot (Bogdan, 2008). Pada

kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga ikut gemuk dan sel
10

seperti ini akan menghasilkan beberapa zat yang digolongkan

sebagai adipositokin yang jumlahnya lebih banyak. Zat-zat

tersebutlah yang menyebabkan resistensi terhadap insulin

(Hartini, 2009).

c) Asupan makanan

Diabetes Melitus dikenal sebagai penyakit yang

berhubungan dengan asupan makanan, sebagai faktor penyebab

maupun pengobatan. Asupan makanan yang berlebihan

merupakan faktor risiko pertama yang diketahui dapat

menyebabkan DM. Salah satu asupan makanan berlebih yang

dapat menyebabkan DM yaitu asupan karbohidrat. Semakin

berlebihan asupan makanan semakin besar kemungkinan

menderita DM (Maulana, 2008).

d. Diagnosis Diabetes Melitus

Diabetes dapat didiagnosis melalui keluhan klinis dan berdasarkan

pada pengukuran tingkat HbA1c (Glycated Hemoglobin atau

Glycosylated Hemoglobin), kadar gula darah puasa, atau tes toleransi

glukosa oral (Parita, 2010). Berikut ini kriteria diagnostik untuk DM

berdasarkan PERKENI:

Tabel 2.1 Kriteria diagnostik untuk DM (PERKENI, 2015).


Pengukuran Kriteria DM
Gula darah Konsentrasi plasma glukosa ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
sewaktu dengan keluhan klasik.

Gula darah Konsentrasi plasma glukosa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L).


puasa Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8
jam.
11

Gula darah 2 ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) 2 jam setelah Tes Toleransi
jam sesudah Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
makan

HbA1c (%) ≥6,5% menggunakan metode yang terstandarisasi oleh


National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).

Selain kriteria diagnostik di atas, pasien DM juga dapat didiagnosis

dari gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. Hasil

pemeriksaan laboratorium terhadap DM perlu diulang untuk

menyingkirkan kesalahan dari pemeriksaan laboratorium. Pengulangan

tersebut digunakan untuk kepentingan konfirmasi dikarenakan

terkadang ditemukan hasil tes pada seorang pasien yang tidak sesuai,

seperti hasil uji laboratorium antara kadar gula darah puasa dan HbA1c.

Jika seorang pasien memenuhi kriteria diagnostik DM berdasarkan

pemeriksaan HbA1C tetapi tidak memenuhi kriteria kadar gula darah

puasa atau sebaliknya, maka pasien tersebut dianggap menderita DM

(ADA, 2015).

Pemeriksaan kadar HbA1c memiliki beberapa keuntungan

dibanding yang pemeriksaan laboratorium lainnya. Pada pemeriksaan

HbA1c pasien tidak dituntut untuk berpuasa atau persiapan khusus, hasil

pemeriksaan juga tidak dipengaruhi oleh gaya hidup jangka pendek

pasien (asupan makanan, minuman, obat, dan aktivitas fisik) karena

HbA1c menggambarkan gula darah rata-rata pasien jangka panjang

selama 2-3 bulan (Tandra, 2013; Christopher et al., 2008).

HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara glukosa dan

hemoglobin. Apabila semakin tinggi kadar gula darah, maka semakin


12

banyak molekul hemoglobin yang berkaitan dengan gula (Tandra,

2013). Pemeriksaan HbA1c secara rutin dapat menggambarkan

bagaimana kontrol gula darah pasien hingga berguna dalam manajemen

untuk sebisa mungkin mengurangi komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler yang mungkin terjadi (Christopher et al., 2008).

e. Komplikasi Diabetes Melitus

Secara umum komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi dua yakni

komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut yang paling

sering terjadi adalah diabetes ketoasidosis (DKA) dan hiperglikemia

hiperosmolar non ketotik (HHNK) (Sudoyo et al., 2009). Komplikasi

kronik dari DM dapat mempengaruhi banyak sistem organ dan

bertanggungjawab pada morbiditas dan mortalitas terkait penyakit.

Komplikasi kronik DM terbagi menjadi dua macam yaitu (Jameson,

2012):

1) Komplikasi nonvaskular

Komplikasi DM yang termasuk komplikasi nonvaskular yaitu

gastroparesis, diare, gangguan pada kulit, infeksi, katarak,

glaukoma, dan gangguan pendengaran (Jameson, 2012).

2) Komplikasi vaskular

Komplikasi vaskuler terbagi menjadi dua macam yaitu

makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi DM yang termasuk

mikrovaskular yaitu retinopati, edema makular, neuropati, dan

nefropati. Sedangkan komplikasi DM yang termasuk makrovaskular


13

yaitu penyakit jantung koroner, penyakit arteri perifer, dan penyakit

serebrovaskular (Jameson, 2012; Isselbacher et al., 2011).

2. Pengendalian Glukosa Darah

a. Obat Antidiabetik

1) Insulin

Insulin merupakan obat tertua untuk diabetes, obat ini paling

efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Insulin yang

digunakan dalam dosis yang adekuat, dapat menurunkan setiap

kadar A1c sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat

antihiperglikemik lain yang memiliki dosis maksimal, insulin tidak

memiliki dosis maksimal. Terapi insulin berkaitan dengan

peningkatan berat badan dan hipoglikemia (Nathan, 2008).

2) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

a) Biguanid

Salah satu obat golongan biguanid yang sering digunakan

adalah metformin. Metformin bekerja dengan cara mengurangi

produksi glukosa hepatik, mengaktivasi AMP-dependen protein

kinase, dan memasuki sel melalui transporter kation organik

(Jameson, 2012). Efek utama yang dihasilkan oleh metformin

adalah penurunan “hepatic glucose output” dan penurunan

kadar glukosa puasa (Nathan, 2008). Metformin juga dapat

mengurangi kadar insulin, meningkatkan profil lipid, dan dapat

menurunkan berat badan. Dosis awalan yang dapat digunakan


14

adalah 500 mg sekali atau dua kali dalam sehari dan dapat

dinaikan hingga 1000 mg (Jameson, 2012).

Metformin dapat digunakan secara efektif sebagai

monoterapi dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan

insulin atau golongan OHO lainnya. Efektivitas monoterapi

metformin dapat menurunkan kadar A1c sebesar 1,5%. Efek

samping yang dapat terjadi adalah keluhan gastrointestinal,

toksisitas yang ditandai dengan asidosis laktat, penurunan

vitamin B12 hingga 30%, dan efek nonglikemik berupa tidak

adanya penambahan berat badan bahkan dapat terjadi penurunan

berat badan sedikit Kontraindikasi metformin yaitu pasien

gangguan ginjal, asidosis, congestive heart failure, penyakit

liver, atau hipoksemia yang berat (Nathan, 2008; Jameson,

2012).

b) Sulfonilurea

Cara kerja utama sulfonilurea dalam menurunkan kadar

glukosa darah yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin

(Nathan, 2008). Sulfonilurea bekerja menstimulasi pelepasan

insulin dengan berinteraksi kanal K+ATP, dengan cara aksi

menutup kanal K+ATP sehingga meningkatkan pemasukan

kalium ke dalam sel dan meningkatkan sekresi pada sel beta

pancreas (Jameson, 2012). Efektivitas sulfonilurea ternyata tidak

berbeda dengan metformin, yaitu dapat menurunkan kadar A1c

sekitar 1,5% (Nathan, 2008). Golongan sulfonilurea paling


15

efektif digunakan pada individu DM tipe 2 dengan onset < 5

tahun (Jameson, 2012).

Efek samping sulfonilurea adalah hipoglikemia dan

peningkatan berat badan (Nathan, 2008). Hipoglikemia pada

penggunaan sulfonilurea bisa berlangsung lama dan mengancam

hidup dapat terjadi. Hal tersebut dikarenakan penundaan makan,

naiknya aktivitas fisik, mengkonsumsi alkohol dan insufisiensi

renal (Jameson, 2012). Sulfonilurea juga sering menyebabkan

penambahan berat badan sekitar 2 kg. Kontraindikasi

sulfonilurea yaitu interaksi dengan alkohol, warfarin, aspirin,

ketoconazol, α-glucosidase inhibitor, dan flukonazol (Nathan,

2008; Jameson, 2012).

c) Thiazolidinedion

Thiazolidinedion atau glitazon dapat menurunkan resistensi

insulin dengan cara berikatan dengan reseptor Peroxisome

Proliferator Activator Reseptor gamma (PPAR-gamma) yang

terdapat pada jaringan lemak dan vaskuler (Jameson, 2012).

Thiazolidinedion bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas

otot, lemak, dan hepar terhadap insulin secara endogen dan

eksogen (Nathan, 2008). Golongan ini memiliki 2 macam obat

yaitu pioglitazon dan rosiglitazon. Interval terapeutik pada

pioglitazon adalah 15-45 mg/hari dalam satu dosis, dan dosis

maksimal harian pada rosiglitazon adalah 2-8 mg/hari yang


16

dapat dikonsumsi satu atau dua kali dalam sehari (Jameson,

2012).

Efektivitas thiazolidinedion pada monoterapi adalah

penurunan kadar A1c sebesar 0,5-1,4% (Nathan, 2008). Efek

samping thiazolidinedion adalah penambahan berat badan (2-3

kg), peningkatan risiko patah tulang meningkat pada wanita, dan

cairan yang menyebabkan terjadinya edema perifer dan

peningkatan kejadian gagal jantung kongestif. Penggunaan

thiazolidinedion pada wanita yang sedang hamil perlu mendapat

perhatian khusus, karena keamanan dari obat golongan ini masih

belum diketahui (Jameson, 2012). Kontraindikasi

thiazolidinedion adalah pasien yang mengidap penyakit liver

atau congestive heart failure (Nathan, 2008; Jameson, 2012).

d) Penghambat alfa glukosidase

Obat yang termasuk golongan penghambat alfa glukosidase

yaitu akarbose dan miglitol. Obat golongan ini dapat

menurunkan hiperglikemia postprandial dengan cara

menghambat pemecahan polisakarida di usus halus, sehingga

absorpsi monosakarida berkurang (Jameson, 2012; Nathan,

2008). Penghambat alfa glukosidase yang digunakan sebagai

monoterapi tidak mengakibatkan hipoglikemia. Terapi awalan

dengan dosis yang rendah dengan 25 mg (akarbose atau miglitol)

saat makan malam dan dosis ditingkatkan menjadi 50-100 mg

pada akarbose dan 50 mg pada miglitol (Jameson, 2012).


17

Efektivitas penghambat alfa glukosidase tidak seefektif

metformin dan sulfonilurea, karena kadar A1c yang dapat

diturunkan hanya sebesar 0,5 – 0,8 % (Nathan, 2008).

Efek samping penghambat alfa glukosidae adalah diare dan

flatulensi, dikarenakan peningkatan karbohidrat di colon yang

meningkatkan produksi gas dan keluhan gastrointestinal

(Nathan, 2008; Jameson, 2012). Kontraindikasi penghambat alfa

glukosidae pasien inflammatory bowel disease, pasien

gastroparesis, pasien dengan serum kreatinin yang mencapai

>2mg/dL, dan interaksi dengan bile acid resins serta golongan

antasida (Jameson, 2012).

e) Meglitinid

Meglitinid bekerja dengan cara menstimulasi sekresi insulin,

tetapi memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek

dari pada sulfonilurea dan harus diminum dalam frekuensi yang

lebih sering (Nathan, 2008). Meglitinid memiliki mekanisme

aksi menutup kanal K+ ATP, sehingga dapat meningkatkan

pemasukan kalium ke dalam sel dan meningkatkan sekresi

insulin (Dipiro et al., 2011). Efektivitas meglitinid yaitu

menurunkan kadar A1c sekitar 1,5 % (Nathan, 2008).

Efek samping meglitinid yaitu peningkatan berat badan dan

hipoglikemia, tapi efeknya lebih kecil dari sulfonilurea (Dipiro

et al., 2011; Nathan, 2008). Kontraindikasi meglitinid yaitu

pasien kerusakan hati yang parah. Repiglinid dan nateglinid


18

termasuk dalam golongan meglitinid yang dapat digunakan pada

pasien dengan gangguan ginjal. Dosis repaglinid adalah 0,5-1,6

mg/hari dan dosis nateglinid adalah 120-360 mg/hari (Dipiro et

al., 2011).

b. Target Pengendalian Glukosa Darah

DM dapat menyebabkan komplikasi kronik, untuk mencegahnya

diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran terapi.

Pengendalian DM berfungsi sebagai pencegahan sekunder terhadap

faktor risiko penyulit yang lain. DM terkendali dapat dikontrol melalui

kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan (PERKENI,

2015).

Tabel 2.2 Target pengendalian DM (Dipiro et al., 2011; PERKENI,


2015)
Pemeriksaan Gula Darah Target
Glukosa darah preprandial kapiler (mg/dL) 80-130*

Glukosa darah 1-2 PP kapiler (mg/dL) <180*

Gula darah sewaktu (mg/dL) <200

HbA1c (%) <7.0


*Standards of Medical Care in Diabetes, ADA 2015
19

B. Kerangka Pemikiran Penelitian

Diabetes Melitus Tipe 2


Tanpa Komplikasi

Obat Pengendalian
Antidiabetik Glukosa Darah

Insulin OHO

Monoterapi Terapi
Kombinasi

Efektivitas Obat

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan :
: Variabel yang diteliti

C. Kerangka Konsep Penelitian

Jenis Efektivitas Kadar


Obat Gula Darah

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian


III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan atau desain penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif, peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena yang

ditemukan, hasil pengukuran disajikan apa adanya, tidak dilakukan analisis

mengapa fenomena terjadi (Sastroasmoro dan Ismael, 2014). Penelitian ini

dilakukan terhadap data sekunder yang dilaksanakan di ruang arsip rekam

medik dan laboratorium patologi klinik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah diabetes melitus tipe 2 di

RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien baru

diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi di Poli Penyakit Dalam RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2016-2017.

2. Sampel

a. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total

sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel sama

dengan populasi (Sugiyono, 2012). Sampel pada penelitian ini adalah

20
21

semua data rekam medik dan hasil pemeriksaan gula darah pasien baru

diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi di Poli Penyakit Dalam RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2016-2017 yang sesuai

dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria eksklusi

1) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang baru berobat ke Poli Penyakit

Dalam RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo pada tahun 2016-2017,

2) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang telah melakukan kontrol minimal

selama 6 bulan dengan obat yang sama,

3) Pasien yang memiliki rekam medik yang lengkap,

4) Pasien yang menggunakan BPJS

b. Kriteria eksklusi

Pasien diabetes melitus pertama kali kontrol dengan komplikasi seperti

hipertensi, gagal jantung kongesif, penyakit ginjal kronik, dan defisit

kognitif/sensori.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah jenis obat yang diberikan dan

efektivitas kadar gula darah


22

D. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1. Definisi operasional variabel

Variabel Definisi Skala Hasil Ukur

Jenis obat Pilihan jenis obat antidiabetik yang Kategorik 1= monoterapi


digunakan oleh pasien DM tipe 2 nominal I : Insulin
M: Metformin
G : Glimepiride
P : Pioglitazone
A : Akarbose

2= terapi kombinasi
M+I
M+G
M+P
M+G+P
M+G+A
Efektivitas Efektivitas dihitung dari efektivitas Numerik Persentase (%)
obat untuk menurunkan kadar gula Rasio
darah pasien DM tipe 2. Rumus yang
digunakan yaitu kadar gula darah
yang mencapai target dibagi dengan
total pemeriksaan gula darah selama
6 bulan setelah kontrol pertama.

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data didapat dari rekam medik pasien dengan kriteria inklusi

dan eksklusi di Poli Penyakit Dalam RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo. Data

yang diamati meliputi jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh (IMT), jenis

obat yang diberikan, dan kadar gula darah pada setiap kontrol selama minimal

6 bulan pemeriksaan di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo, dan jenis obat yang

diberikan.
23

F. Tata Urutan Kerja

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Konsultasi dengan pembimbing mengenai judul skripsi yang sudah

diajukan kepada tim komisi

b. Mencari referensi dan studi pustaka untuk menentukan acuan dalam

melaksanakan penelitian

c. Melakukan pengajuan judul penelitian

d. Menyusun proposal penelitian

e. Seminar proposal

f. Pengajuan izin penelitian

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian dilakukan pengumpulan data yang

didapatkan pada rekam medik dan hasil pemeriksaan gula darah di

laboratorium patologi klinik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Poli

Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Periode 1

Januari 2016 - 31 Desember 2017.

3. Tahap Akhir Penelitian

a. Pengolahan dan analisa data

b. Penyusunan laporan hasil

c. Konsultasi dan revisi hasil

d. Seminar hasil
24

G. Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan analisis univariat. Data ditampilkan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui variasi dan besar proporsi

penyebarannya. Analisis univariat ini juga digunakan untuk mencari jumlah dan

persentase tiap variabel (Sastroasmoro, 2011).


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian “Gambaran Efektivitas Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 Tanpa Komplikasi di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo tahun 2016-2017” telah dilaksanakan pada 1 Oktober – 23 November

2018. Pengambilan sampel dilakukan di ruang arsip rekam medik dilanjutkan

pengambilan data hasil pemeriksaan gula darah di Laboratorium Patologi Klinik

RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo. Penelitian ini melibatkan 37 pasien baru

yang terdiagnosis diabetes melitus tanpa komplikasi pada tahun 2016-2017 dan

menjalani rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Prof. dr. Margono

Soekarjo. Hasil penelitian ini melibatkan 37 pasien yang diikuti selama 6 bulan

dari awal terdiagnosis untuk menilai efektivitas obat yang diberikan.

1. Karakteristik responden

Karakteristik responden pasien Diabetes Melitus tipe 2 meliputi jenis

kelamin, usia dan indeks massa tubuh (IMT).

a. Karakteristik jenis kelamin responden

Karakteristik jenis kelamin responden disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1. Karakteristik jenis kelamin responden


Karakteristik N %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 16 43
Perempuan 21 57

Responden laki-laki berjumlah 16 orang (43%) dan responden

perempuan berjumlah 21 orang (57%). Jumlah responden perempuan

lebih banyak daripada responden laki-laki.

25
26

b. Karakteristik usia responden

Karakteristik usia responden disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Karakteristik usia responden


Karakteristik N % Min Max Mean ± SD P
Umur 38 74 55.35 ± 8.70 0.515
<50 tahun 11 30
50-59 tahun 13 35
>60 tahun 13 35

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden dengan usia termuda

adalah 38 tahun, responden dengan usia tertua adalah 74 tahun, dan

rerata usia adalah 55.35 ± 8.70 tahun. Uji normalitas dengan

menggunakan uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai p 0.515 atau p >0.05,

hal tersebut menunjukkan bahwa data usia responden berdistribusi

normal. Penggolongan usia responden dibagi setiap satu dekade, 11

responden (30%) berusia <50 tahun, 13 responden (35%) berusia 50-59

tahun, 13 responden (35%) berusia >60 tahun. Kelompok usia 50-59

tahun dan >60 tahun memiliki jumlah responden paling besar.

c. Karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT) responden

Karakteristik IMT responden disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.3 Karakteristik IMT responden


Karakteristik N % Min Max Mean ± SD P
IMT 15.82 38.46 24.30 ± 4.69 0.069
Underweight 4 11
Normal 8 22
Overweight 10 27
Obesitas 15 40

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden dengan IMT paling

rendah adalah 15,5 (underweight) dan responden dengan IMT adalah

paling tinggi 38,46 (obesitas). Median IMT responden adalah adalah


27

23,73 (overweight) dan rata-rata IMT dari seluruh responden adalah

24.30 ± 4.69 (overweight). Uji normalitas dengan menggunakan uji

Shapiro-Wilk didapatkan nilai p 0.069 atau p >0.05, hal tersebut

menunjukkan bahwa data IMT responden berdistribusi normal.

Karakteristik responden berdasarkan IMT yaitu responden underweight

berjumlah 4 responden (11%), 8 responden (22%) dengan IMT normal,

10 responden (27%) dengan IMT overweight, dan 15 responden (40%)

dengan IMT obesitas.

2. Distribusi Penggunaan Obat

Penggunaan obat pada penelitian ini disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Distribusi Penggunaan Obat


Obat yang digunakan Jumlah (n) Persentase (%)
Monoterapi
Insulin (I) 9 50
Metformin (M) 6 33.3
Pioglitazon (P) 2 11.1
Glimepirid (G) 1 5.6

Terapi Kombinasi
M+I 3 15.7
M+G 8 42.1
M+P 3 15.7
M+G+A 1 5.26
M+G+P 4 21

Penelitian ini membagi pemberian terapi obat DM menjadi 2 golongan

yaitu monoterapi dan terapi kombinasi.

a. Distribusi penggunaan obat monoterapi

Tabel 4.4 menunjukkan distribusi penggunaan obat monoterapi

terdiri dari insulin (I) yaitu 9 responden (50%), metformin (M) yaitu 6
28

responden (33.3%), pioglitazon (P) yaitu 2 responden (11.1%), dan

glimepirid (G) yaitu 1 orang (5.6%). Monoterapi yang paling banyak

digunakan adalah insulin dan obat hiperglikemik oral paling banyak

adalah metformin.

b. Distribusi penggunaan obat terapi kombinasi

Tabel 4.4 menunjukkan distribusi penggunaan obat terapi kombinasi

yang paling banyak digunakan adalah metformin dengan glimepirid

dengan jumlah responden 8 orang (22%), selanjutnya terdapat

kombinasi metformin, glimepirid, dan pioglitazone dengan jumlah

responden 4 orang (21%). Terapi kombinasi lainnya yaitu kombinasi

metformin dengan insulin dengan jumlah responden 3 orang (15.7%),

kombinasi metformin dengan pioglitazon dengan jumlah responden

adalah 3 orang (15.7%) dan kombinasi metformin, glimepirid dengan

akarbose yang berjumlah 1 responden (5.26%).

3. Hasil Pemeriksaan Kadar Gula Darah

a. Hasil pemeriksaan kadar gula darah saat pertama kali kontrol

Rerata gula darah sewaktu (GDS) dan gula darah puasa (GDP)

berdasarkan terapi yang digunakan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2

saat pertama kali kontrol disajikan pada tabel berikut ini:


29

Tabel 4.5 Rerata GDS dan GDP saat pertama kontrol


Terapi Rerata GDS ± SD Rerata GDP ± SD
(mg/dL) (mg/dL)
Monoterapi
Insulin (I) 337.22 ± 93.46 -
Metformin (M) 216 ± 16.38 -
Pioglitazon (P) 221 ± 11.31 -
Glimepirid (G) 343 ± 0 -
Total 284.22 ± 89.45

Terapi Kombinasi
M+I - 231.33 ± 54.90
M+G - 215.38 ± 65.84
M+P - 173.67 ± 49.57
M+G+A - 133 ± 0
M+G+P - 170.50 ± 29.14
Total - 197.52 ± 61.31

337.22 ± 93.46

343 ± 0

216 ± 16.38 221 ± 11.31

Gambar 4.1 Rerata GDS (mg/dL) monoterapi saat pertama kontrol


(Sumber: Data sekunder yang diolah).

Data rerata GDS menunjukkan bahwa rerata GDS pada monoterapi

paling tinggi yaitu pada insulin dengan GDS 337.22 ± 93.46 mg/dL.

Monoterapi dengan rerata GDS paling rendah yaitu pada metformin 216

± 16.38mg/dL. Rerata GDS monoterapi lainnya yaitu pioglitazon 221 ±


30

11.31 mg/dL dan glimepirid 343 mg/dL. Rerata GDS total pada

monoterapi yaitu 284.22 ± 89.45 mg/dL.

215.38 ± 65.84
231.33 ± 54.90
170.50 ± 29.14
173.67 ± 49.57

133 ± 0

Gambar 4.2 Rerata GDP (mg/dL) terapi kombinasi saat pertama kontrol
(Sumber: Data sekunder yang diolah).

Data rerata GDP terapi kombinasi menunjukkan rerata GDP

tertinggi adalah kombinasi metformin dengan insulin mencapai 231.33

± 54.90 mg/dL. Rerata GDP tertinggi kedua adalah kombinasi

metformin dengan glimepirid yaitu 215 ± 65.84 mg/dL. Rerata GDP

tertinggi selanjutnya adalah kombinasi metformin dan pioglitazon yaitu

173.67 ± 49.57 mg/dL, diikuti dengan kombinasi metformin, glimepirid,

dan pioglitazon yaitu 170.50 ± 29.14 mg/dL. Rerata GDP paling rendah

yaitu kombinasi metformin, glimepirid, dan akarbose yaitu 133 mg/dL.

Rerata GDP pada total terapi kombinasi yaitu 197.52 ± 61.31 mg/dL.
31

b. Efektivitas terapi

1) Efektivitas terapi berdasarkan usia responden

Tabel 4.6 Efektivitas terapi pada usia <50 tahun


Kadar gula Total
Total
Obat yang darah yang pemeriksaan Efektivitas
pasien
digunakan mencapai gula darah (%)
(n)
target (N)
Monoterapi
Insulin (I) 5 13 30 43.33
Metformin (M) 1 5 6 83.33

Terapi
Kombinasi
M+I 2 5 12 41.67
M+G 3 1 18 5.56

Monoterapi yang paling sering digunakan pada pasien dengan

usia <50 tahun yaitu insulin dengan efektivitas terapi sebesar

43.33% dan diikuti oleh metformin dengan efektivitas terapi lebih

tinggi yaitu sebesar 83.33%. Terapi kombinasi yang paling sering

digunakan pada pasien usia <50 tahun yaitu kombinasi metformin

dengan glimepirid dengan efektivitas terapi sebesar 5.56% dan

diikuti oleh kombinasi metformin dengan insulin dengan efektivitas

terapi lebih tinggi yaitu sebesar 41.67%.

Tabel 4.7 Efektivitas terapi pada usia 50-59 tahun


Kadar gula Total
Total
Obat yang darah yang pemeriksaan Efektivitas
pasien
digunakan mencapai gula darah (%)
(n)
target (N)
Monoterapi
Insulin (I) 2 10 12 83.33
Metformin (M) 2 7 12 58.33
Pioglitazon (P) 2 8 12 66.67
Glimepirid (G) 1 3 6 50
32

Terapi
Kombinasi
M+I 1 0 6 0
M+G 2 6 12 50.00
M+P 1 4 6 66.67
M+G+P 2 6 12 50.00

Monoterapi yang digunakan pada pasien dengan usia 50-59

tahun yaitu insulin dengan efektivitas terapi paling tinggi yaitu

sebesar 83.33% dan diikuti oleh pioglitazon dengan efektivitas

terapi sebesar 66.67%, metformin dengan efektivitas terapi sebesar

58.33%, dan glimepirid dengan efektivitas terapi paling rendah yaitu

50%. Terapi kombinasi yang paling sering digunakan pada pasien

usia 50-59 tahun yaitu kombinasi metformin dengan glimepirid serta

kombinasi metformin, glimepirid, dan pioglitazon dengan

efektivitas terapi sebesar 50%. Terapi kombinasi lainnya yaitu

kombinasi metformin dengan insulin dengan efektivitas terapi

sebesar 0% dan kombinasi metformin dengan pioglitazon dengan

efektivitas terapi paling tinggi yaitu sebesar 66.67%.

Tabel 4.8 Efektivitas terapi pada usia >60 tahun


Kadar gula Total
Total
Obat yang darah yang pemeriksaan Efektivitas
pasien
digunakan mencapai gula darah (%)
(n)
target (N)
Monoterapi
Insulin (I) 2 1 12 8.33
Metformin (M) 3 13 18 72.22

Terapi
Kombinasi
M+G 3 4 18 22.22
M+P 2 4 12 33.33
M+G+A 1 2 6 33.33
M+G+P 2 2 12 16.67
33

Monoterapi yang digunakan pada pasien dengan usia >60 tahun

yaitu metformin dengan efektivitas terapi paling tinggi yaitu sebesar

72.22% dan diikuti oleh insulin dengan efektivitas terapi sebesar

8.33%. Terapi kombinasi yang paling sering digunakan pada pasien

usia >60 tahun yaitu kombinasi metformin dengan glimepirid

dengan efektivitas terapi sebesar 22.22%. Terapi kombinasi lainnya

yaitu kombinasi metformin, glimepirid, dan pioglitazon dengan

efektivitas terapi 16.67%.

2) Efektivitas terapi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel 4.9 Efektivitas terapi pada IMT underweight dan normal


Kadar gula Total
Total
Obat yang darah yang pemeriksaan Efektivitas
pasien
digunakan mencapai gula darah (%)
(n)
target (N)
Monoterapi
Insulin (I) 6 15 36 41.67
Metformin (M) 2 11 12 91.67

Terapi
Kombinasi
M+G 2 3 12 25
M+P 1 3 6 50
M+G+P 1 0 6 0

Monoterapi yang paling sering digunakan pada pasien dengan

IMT underweight dan normal yaitu insulin dengan efektivitas terapi

sebesar 41.67% dan diikuti oleh metformin dengan efektivitas terapi

lebih tinggi yaitu sebesar 91.67%. Terapi kombinasi yang paling

sering digunakan pada pasien dengan IMT underweight dan normal

yaitu kombinasi metformin dengan glimepirid dengan efektivitas

terapi sebesar 25% dan diikuti oleh kombinasi metformin dengan

pioglitazon dengan efektivitas terapi lebih tinggi yaitu sebesar 50%,


34

dan kombinasi metformin, glimepirid, dan akarbose yaitu sebesar

0%.

Tabel 4.10 Efektivitas terapi pada IMT overweight


Kadar gula Total
Total
Obat yang darah yang pemeriksaan Efektivitas
pasien
digunakan mencapai gula darah (%)
(n)
target (N)
Monoterapi
Insulin (I) 2 8 12 66.67
Metformin (M) 2 11 12 91.67
Pioglitazon (P) 1 4 6 66.67
Glimepirid (G) 1 3 6 50

Terapi
Kombinasi
M+G 2 2 12 16.67
M+P 1 4 6 66.67
M+G+P 1 6 6 100

Monoterapi yang paling sering digunakan pada pasien dengan

IMT overweight yaitu insulin dengan efektivitas terapi yaitu sebesar

66.67% dan metformin dengan efektivitas terapi lebih tinggi yaitu

sebesar 91.67%. Monoterapi lainnya yaitu pioglitazon dengan

efektivitas terapi sebesar 66.67% dan glimepirid dengan efektivitas

terapi sebesar 50%. Terapi kombinasi yang paling sering digunakan

pada pasien dengan IMT overweight yaitu kombinasi metformin

dengan glimepirid dengan efektivitas terapi sebesar 16.67%. Terapi

kombinasi lainnya yaitu kombinasi metformin dengan pioglitazon

dengan efektivitas terapi sebesar 66.67% dan kombinasi metformin,

glimepirid, dan pioglitazon dengan efektivitas terapi paling tinggi

yaitu sebesar 100%.


35

Tabel 4.11 Efektivitas terapi pada IMT obesitas


Kadar gula Total
Total
Obat yang darah yang pemeriksaan Efektivitas
pasien
digunakan mencapai gula darah (%)
(n)
target (N)
Monoterapi
Insulin (I) 1 1 6 16.67
Metformin (M) 2 3 12 25
Pioglitazon (P) 1 4 6 66.67

Terapi
Kombinasi
M+I 3 5 18 27.78
M+G 4 6 24 25
M+P 1 1 6 16.67
M+G+A 1 2 6 33.33
M+G+P 2 2 12 16.67

Monoterapi yang paling sering digunakan pada pasien dengan

IMT obesitas yaitu metformin dengan efektivitas terapi sebesar

25%, diikuti oleh insulin dengan efektivitas terapi sebesar 16.67%

dan pioglitazon dengan efektivitas paling tinggi yaitu 66.67%.

Terapi kombinasi yang paling sering digunakan pada pasien dengan

IMT yaitu kombinasi metformin dengan glimepirid dengan

efektivitas terapi sebesar 25%. Terapi kombinasi lainnya yaitu

kombinasi metformin dengan insulin efektivitas terapi sebesar

27.78%, kombinasi metformin dengan pioglitazon dengan

efektivitas terapi 16.67%, kombinasi metformin, glimepirid, dan

pioglitazon dengan efektivitas terapi 16.67%, serta kombinasi

metformin, glimepirid, dan akarbose dengan efektivitas paling

tinggi yaitu 33.33%.


36

3) Efektivitas terapi total selama 6 bulan

Tabel 4.12 Efektivitas terapi selama 6 bulan setelah kontrol pertama


Kadar gula Total
Total
Obat yang darah yang pemeriksaan Efektivitas
pasien
digunakan mencapai gula darah (%)
(n)
target (N)
Monoterapi
Insulin (I) 9 20 54 37.04
Metformin (M) 6 25 36 69.44
Pioglitazon (P) 2 8 12 66.67
Glimepirid (G) 1 3 6 50

Terapi
Kombinasi
M+I 3 6 18 33.33
M+G 8 22 48 45.83
M+P 3 8 18 44.44
M+G+A 1 2 6 33.33
M+G+P 4 10 24 41.67

Data efektivitas terapi selama 6 bulan setelah kontrol pertama

menunjukkan bahwa efektivitas pada monoterapi paling tinggi yaitu

pada metformin mencapai 69.44%. Monoterapi dengan efektivitas

paling rendah yaitu pada insulin 37.04%. Efektivitas pada monoterapi

lainnya yaitu pioglitazon 66.67% dan glimepirid 50%.

Data efektivitas terapi kombinasi menunjukkan efektivitas tertinggi

adalah kombinasi metformin dengan glimepirid mencapai 45.83%.

Efektivitas tertinggi kedua adalah kombinasi metformin dengan

pioglitazon yaitu 44.44%. Efektivitas tertinggi selanjutnya adalah

kombinasi metformin, glimepirid, dan pioglitazon yaitu 41.67.

Efektivitas paling rendah yaitu kombinasi metformin dengan insulin dan

kombinasi metformin, glimepirid, dan akarbose yaitu 33.33%.


37

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden

a. Karakteristik jenis kelamin responden

Responden laki-laki berjumlah 16 orang (43%) dan responden

perempuan berjumlah 21 orang (57%). Data tersebut menunjukkan

bahwa jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah responden laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan penelitian

Lestari (2013), pada penelitian yang dilakukan di RSUP Fatmawati

tahun 2012 menunjukkan bahwa distribusi penderita Diabetes Melitus

Tipe 2 lebih didominasi oleh perempuan yaitu mencapai 67%,

sedangkan laki-laki hanya mencapai 33%. Penelitian Gautam (2009)

tentang kualitas hidup pasien DM tipe 2 di India juga memiliki hasil

yang sesuai, sebagian besar penderita berjenis kelamin perempuan

(65%).

Menurut American Diabetes Association (ADA) jenis kelamin

bukan merupakan faktor risiko penyakit DM. Jenis kelamin dapat

menjadi faktor risiko tidak langsung pada penyakit DM. Hal tersebut

dikarenakan faktor risiko seperti kurang aktivitas fisik, obesitas, dan

riwayat DM saat hamil yang dimiliki oleh perempuan menyebabkan

tingginya angka kejadian DM pada perempuan (PERKENI, 2015;

Smeltzer et al., 2008).

b. Karakteristik usia responden

Karakteristik usia responden digolongkan menjadi setiap satu

dekade yaitu <50 tahun, 50-59 tahun, dan >60 tahun. 11 responden
38

(30%) berusia dibawah 50 tahun, 13 responden (35%) berusia 50-59

tahun, 13 responden (35%) berusia di atas 60 tahun. Kelompok usia 50-

59 tahun dan di atas 60 tahun memiliki jumlah responden paling besar.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lestari (2013) yang dilakukan di

RSUP Fatmawati tahun 2012, menunjukkan bahwa pada usia 50-59

tahun penderita Diabetes Melitus Tipe 2 paling banyak yaitu mencapai

35%.

Usia merupakan salah satu faktor risiko Diabetes Melitus terutama

pada usia >40 tahun. Hal tersebut dikarenakan pada usia tersebut

manusia mulai mengalami penurunan fungsi fisiologis secara cepat,

sehingga defisiensi sekresi insulin dapat terjadi yang diakibatkan oleh

gangguan pada sel beta pankreas dan resistensi insulin (Sukarmin,

2008). Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 cenderung

meningkat pada lansia atau usia mencapai 40-65 tahun (Smeltzer et al.,

2008).

c. Karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT) responden

Karakteristik responden berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)

yaitu responden underweight berjumlah 4 responden (11%), 8

responden (22%) dengan IMT normal, 10 responden (27%) dengan IMT

overweight, 15 responden (40%) obesitas. Data tersebut menunjukkan

bahwa jumlah responden terbanyak berada pada kategori IMT obesitas

yaitu mencapai 40%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lestari

(2013) yang dilakukan di RSUP Fatmawati pada tahun 2012,


39

menunjukkan bahwa IMT obesitas merupakan responden paling banyak

yaitu mencapai 38%.

Timbunan lemak bebas yang tinggi dapat meningkatkan up-take sel

terhadap asam lemak bebas dan memacu oksidasi lemak, sehingga akan

menghambat penggunaan glukosa dalam otot (Bogdan, 2008). Obesitas

merupakan salah satu faktor risiko penyakit Diabetes Melitus tipe 2. Hal

tersebut dikarenakan pada kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga

ikut gemuk dan sel seperti ini akan menghasilkan beberapa zat yang

digolongkan sebagai adipositokin yang jumlahnya lebih banyak. Zat-zat

tersebutlah yang menyebabkan resistensi terhadap insulin (Smeltzer et

al., 2008; Hartini, 2009).

2. Distribusi Penggunaan Obat

a. Distribusi penggunaan obat monoterapi

Penelitian ini membagi pemberian terapi obat DM menjadi 2

golongan yaitu monoterapi dan terapi kombinasi. Monoterapi terdiri

dari insulin (I), metformin (M), glimepirid (G) dan Pioglitazon (P)

dengan jumlah responden 9 orang (24%), 6 orang (16%), 2 orang (5%),

1 orang (3%) secara berurutan. Monoterapi yang paling banyak

digunakan adalah insulin dan obat hiperglikemik oral paling banyak

adalah metformin. Penggunaan insulin terbanyak sesuai dengan

penelitian penelitian Octaviana et al. (2016) bahwa penggunaan insulin

adalah penggunaan obat terbanyak mencapai 42,3%. Penggunaan obat

hiperglikemik oral terbanyak adalah metformin sesuai dengan penelitian

Larasati (2015) yang menunjukkan bahwa metformin adalah obat


40

hiperglikemik oral terbanyak yang digunakan di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo pada tahun 2014 yaitu mencapai 20.69%.

b. Distribusi penggunaan obat terapi kombinasi

Penggunaan terapi kombinasi yang paling banyak digunakan adalah

metformin (golongan biguanid) dengan glimepirid (golongan

sulfonilurea) dengan jumlah responden 8 orang (42.1%). Hal tersebut

sesuai dengan penelitian Lestari (2013) di RSUP Fatmawati pada tahun

2012, menunjukkan bahwa terapi kombinasi yang sering digunakan

adalah golongan biguanid dan sulfonilurea. Penggunaan terapi

kombinasi ini digunakan pada pasien DM dengan faktor risiko obesitas

dan resistensi insulin.

3. Hasil Pemeriksaan Kadar Gula Darah

a. Hasil pemeriksaan kadar gula darah saat pertama kali kontrol

Hasil pemeriksaan kadar gula darah saat pertama kali kontrol

tertinggi pada monoterapi adalah terapi insulin yaitu rerata GDS

mencapai 337.22 mg/dL, sedangkan pada terapi kombinasi adalah terapi

kombinasi metformin dengan insulin yaitu rerata GDP mencapai 321.33

mg/dL. Insulin yang digunakan dalam dosis yang adekuat, dapat

menurunkan setiap kadar gula darah sampai mendekati target terapeutik

(Nathan, 2008). Hal tersebut menjadi salah satu alasan penggunaan

insulin pada pasien dengan dasar kadar gula darah yang tinggi,

walaupun penurunan kadar gula darah terkadang tidak mencapai target

kontrol.
41

b. Efektivitas terapi

Efektivitas adalah keberhasilan antidiabetik untuk mencapai kadar

gula darah menuju target. Target gula darah adalah GDS <200 mg/dL,

GDP 90-130 mg/dL, atau GD2JPP 140-180 mg/dL (Dipiro et al., 2011;

PERKENI, 2015). Efektivitas terapi pada penelitian ini dihitung

berdasarkan kadar gula darah yang mencapai target dibagi dengan total

pemeriksaan pemeriksaan gula darah selama 6 bulan setelah kontrol

pertama.

1) Efektivitas terapi berdasarkan usia responden

Data penelitian ini menunjukkan bahwa monoterapi yang paling

sering digunakan pada usia <50 tahun adalah insulin dan yang paling

efektif adalah metformin yang memiliki efektivitas mencapai

69.44%. Terapi kombinasi yang paling sering digunakan pada usia

<50 tahun adalah kombinasi metformin dengan glimepirid dan yang

paling efektif adalah kombinasi metformin dengan insulin yaitu

sebesar 41.67%.

Penggunaan monoterapi pada usia 50-59 tahun memiliki jumlah

pasien yang hampir sama dan yang paling efektif adalah insulin yang

memiliki efektivitas mencapai 83.33%. Penggunaan terapi

kombinasi pada usia 50-59 tahun memiliki jumlah pasien yang

hampir sama dan yang paling efektif adalah kombinasi metformin

dengan glimepirid yaitu sebesar 41.67%.

Monoterapi yang paling sering digunakan dan paling efektif

pada usia >60 tahun adalah metformin yang memiliki efektivitas


42

mencapai 72.22%. Terapi kombinasi yang paling sering digunakan

pada usia >60 tahun adalah kombinasi metformin dengan glimepirid

dan yang paling efektif adalah kombinasi metformin dengan

pioglitazon dan kombinasi metformin, glimepirid, dan akarbose

yang memiliki efektivitas sebesar 33.33%.

2) Efektivitas terapi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Data penelitian ini menunjukkan bahwa monoterapi yang paling

sering digunakan pada pasien dengan IMT underweight dan normal

adalah insulin dan yang paling efektif adalah metformin yang

memiliki efektivitas mencapai 91.67%. Terapi kombinasi yang

paling sering digunakan pada pasien dengan IMT underweight dan

normal adalah kombinasi metformin dengan glimepirid dan yang

paling efektif adalah kombinasi metformin dengan pioglitazon yaitu

sebesar 50%.

Penggunaan monoterapi pada pasien dengan IMT overweight

memiliki jumlah pasien yang hampir sama dan yang paling efektif

adalah metformin yang memiliki efektivitas mencapai 91.67%.

Terapi kombinasi pada usia IMT overweight yang paling sering

digunakan adalah kombinasi metformin dengan glimepirid dan yang

paling efektif adalah kombinasi metformin, glimepirid, dan

pioglitazon yaitu sebesar 100%.

Monoterapi yang paling sering digunakan pada pasien dengan

IMT obesitas adalah metformin dan paling efektif adalah pioglitazon

yang memiliki efektivitas mencapai 66.67%. Terapi kombinasi yang


43

paling sering digunakan pada pasien dengan IMT obesitas adalah

kombinasi metformin dengan glimepirid dan yang paling efektif

adalah kombinasi metformin, glimepirid, dan akarbose yang

memiliki efektivitas sebesar 33.33%.

3) Efektivitas terapi total selama 6 bulan

Data penelitian ini menunjukkan bahwa monoterapi paling

efektif adalah metformin yang memiliki efektivitas mencapai

69.44%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Priharsi (2015) di RS

Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2014, bahwa metformin lebih

efektif dalam menurunkan kadar gula darah dan efektivitasnya

mencapai 58,33%. Menurut American Diabetes Association (2015)

obat golongan biguanid (metformin) termasuk obat yang aman

untuk pasien diabetes pada usia lanjut yang disertai penurunan

fungsi fisiologis.

Efektivitas terapi kombinasi yang paling efektif adalah

kombinasi metformin dengan glimepirid yaitu mencapai 45.83%.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Priharsi (2015) di RS Dr.

Moewardi Surakarta pada tahun 2014, bahwa terapi kombinasi yang

paling efektif adalah kombinasi golongan biguanid (metformin) dan

golongan sulfonilurea (glimepirid) dengan efektivitas mencapai

50%. Penggunaan terapi kombinasi ini digunakan pada pasien DM

dengan faktor risiko obesitas dan resistensi insulin (Lestari, 2013).

Hasil pemeriksaan kadar gula darah pada penelitian ini

hanya tersedia pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Gula


44

Darah Puasa (GDP), sedangkan pemeriksaan Gula Darah 2 Post

Prandial (GD2PP) dan HbA1c jarang sekali dilakukan di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo. HbA1c merupakan pemeriksaan

tunggal yang sangat akurat dibandingkan dengan pemeriksaan yang

lain.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Data sekunder yang didapatkan dari ruang rekam medik RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo tidak lengkap, terutama pencatatan penggunaan obat dan

pencatatan hasil pemeriksaan laboratorium.

2. Hasil pemeriksaan kadar gula darah dari laboratorium patologi klinik RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo hanya terdapat pemeriksaan GDS dan GDP,

sedangkan GD2PP dan HbA1c sangat jarang padahal HbA1c adalah

pemeriksaan kadar gula darah tunggal yang sangat akurat pada pasien

Diabetes Melitus.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Efektivitas terapi paling tinggi pada monoterapi adalah metformin yaitu

69.44%, diikuti oleh glimepirid yaitu 66.67%, pioglitazon yaitu 50%, serta

insulin yaitu 37.04%.

2. Efektivitas terapi paling tinggi pada terapi kombinasi adalah kombinasi

metformin dengan glimepirid yaitu 45.83%, diikuti oleh kombinasi

metformin dengan pioglitazon yaitu 44.44%; kombinasi metformin,

glimepirid, pioglitazon yaitu 41.67%; serta kombinasi metformin dengan

insulin dan kombinasi metformin, glimepirid, dan akarbose yaitu 33.33%.

B. Saran

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dilanjutkan untuk penelitian selanjutnya

seperti penelitian analisis efektivitas penggunaan obat antidiabetik.

2. Bagi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, diharapkan dapat memperbaiki

pendataan terkait arsip rekam medik, terutama pencatatan obat dan hasil

pemeriksaan laboratorium.

3. Bagi pelayanan kesehatan, disarankan untuk menggunakan terapi

metformin pada monoterapi dan kombinasi metformin dengan glimepirid

pada terapi kombinasi karena efektivitasnya yang cukup tinggi.

45
46

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), 2015, Standards of Medical Care in


Diabetes- 2015. Diabetes Care. 38(1).

Christopher, D.S., H.H. William, B.S. David, M.B. Richard, E. David, B.D. Mayer,
et al. A New Look at Screening and Diagnosing Diabetes Mellitus. J Clin
Endocrinol Metab: July 2008; 93(7):2447–2453.

Bogdan, M.W. 2008. Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.

Bustan. 2010. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dahlan, M.S., 2014. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat
dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS, Jakarta:
Epidemiologi Indonesia.

Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, L.M. Posey. 2011.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Ed 8th. USA: McGraw-
Hill Companies.

Fatimah, R. N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Journal Majority. 4(5): 93-101.

Gautam, Y. 2009. A Cross Sectional Study of QOL of Diabetic Patient at tertiary


Care Hospital in Delhi. Indian Journal of Community Medicine. 34(4): 346-
350.

Hartini, S. 2009. Diabetes Siapa Takut, Panduan Lengkap untuk Diabetes,


Keluarganya dan Profesional Medis. Jakarta: Penerbit Buku Qanita.

International Diabetes Federation (IDF). 2013. Diabetes Atlas.


http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf. diakses
pada 4 April 2018.

Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis.
Universitas Indonesia.

Isselbacher, K.J., E. Braunwald, J.D. Wilson, J.B. Martin, A.S. Fauci, D.L. Kasper,
et al. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13.
Jakarta: EGC.

Jameson, J.L. Harrison Endocrinology Ed 2. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.


267-313.

Kumar, P. dan M. Clark. 2009. Clicnical Medicine. Spanyol: Elsevier Saunders.


47

Larasati, L.A. 2015. Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik dan Antihipertensi


Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Periode Januari – Desember 2014.
Skripsi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Lestari, W.P. 2013. Gambaran Efektivitas Penggunaan Obat Antidiabetik Tunggal


dan Kombinasi dalam Mengendalikan Gula Darah Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di RSUP Fatmawati Tahun 2012. Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Maulana, M. 2008. Mengenal Diabetes Panduan Praktis Menangani Penyakit


Kencing Manis. Jogjakarta: Ar Ruzz Media Group.

Nathan, M.N., J.B. Buse, B.D. Mayer, E. Ferrannini, R.R. Holman, R. Sherwin, et
al. 2008. Medical management of Hyperglycemia in Type 2 Diabetes A
consebsus Algorithm for the Initiation and Adjustment of Therapy. A
consensus statement of the American Diabetes Association and the
European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care 2008. 31:1-
11.

Octaviana, S., J. Fadraersada, R. Rusli. 2016. Karakteristik dan Pengobatan Pasien


Diabetes Melitus di Rumah Sakit Aji Batara Agung Dewa Sakti. Research
Gate 2016 (1): 137-143.

Ozougwu, J. C., K.C. Obimba, C.D. Belonwu, C.B. Unakalamba. 2013. The
pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus.
Journal of Physiology and Pathofisiology. 1(4): 46-57.

Parita, P. dan M. Allison. 2010. Diabetes Mellitus: Diagnosis and Screening.


American Family Physician. 81(7): 863- 870.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Konsensus Pengelolaan


dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: PB
PERKENI.

Price, S.A. dan L.M. Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, ed. ke- 6 cetakan ke-2. Jakarta: EGC.

Priharsi, A. 2015. Analisis Efektivitas Biaya Antidiabetik Oral pada Penderita


Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Peserta Bpjs di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi Tahun 2014. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Riskesdas. 2014. Infodatin Diabetes Melitus. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
48

RSMS Open Data. 2017. 10 Besar Kasus Rawat Jalan SMF Diabetes Melitus di
RSMS. http://www.rsmargono.go.id/rsms-opendata/dataset/view/10-besar-
kasus-rawat-jalan-smf-diabetes-melitus-rsms-
tahun2016/?resource=ec78081e-8760-484d-a880-aa72a61d543c. diakses
pada 4 April 2018.

Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta :


Sagung Seto.

Smeltzer,S.C., E. Monica, B. Bare, A. Waluyo. 2008. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Jakarta: EGC.

Sudoyo, A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiasti. 2009. Buku Ilmu


Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Tandra, H. 2013. Life Healty With Diabetes-Diabetes Mengapa & Bagaimana?


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Udayani dan Herleeyana. 2016. Perbedaan Efektivitas Penggunaan Obat


Antidiabetik Oral Tunggal dengan Kombinasi pada Pasien DM Tipe 2 Di
UPT. Puskesmas Dawan II Kabupaten Klungkung Periode November 2015-
Pebruari 2016. Medicamento. 1(2):47-52.

World Health Organization (WHO). 2016. Global Report on Diabetes.


http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/204871/1/9789241565257_eng.pd
f. diakses pada 4 April 2018.
Lampiran 1. Data Karakteristik Responden

Jenis
Terapi Nama Usia IMT
Kelamin
I Smd Laki-laki 66 tahun 3 22.89 2
I Syt Perempuan 59 tahun 2 23.31 3
I Sur Perempuan 38 tahun 1 25.39 4
I Sry Laki-laki 57 tahun 2 16.26 1
I Wak Laki-laki 43 tahun 1 22.04 2
I SM Perempuan 43 tahun 1 22.22 2
I Sup Perempuan 68 tahun 3 17.78 1
I Wrs Perempuan 48 tahun 1 23.11 3
I Wsy Perempuan 47 tahun 1 20.00 2
M Slm Laki-laki 52 tahun 2 26.29 4
M Srw Laki-laki 66 tahun 3 22.19 2
M Swd Laki-laki 66 tahun 3 23.83 3
M Chy Laki-laki 50 tahun 2 23.88 3
M Cho Perempuan 60 tahun 3 27.11 4
M Hry Laki-laki 44 tahun 1 20.45 2
P Ksn Laki-laki 54 tahun 2 23.63 3
P SS Perempuan 55 tahun 2 25.07 4
G Muk Perempuan 54 tahun 2 23.63 3
M+I Shr Laki-laki 58 tahun 2 25.82 4
M+I ArS Laki-laki 48 tahun 1 25.95 4
M+I FD Perempuan 46 tahun 1 32.39 4
M+G Mrt Perempuan 61 tahun 3 28.13 4
M+G Sdk Laki-laki 48 tahun 1 25.39 4
M+G Ksp Perempuan 54 tahun 2 23.11 3
M+G Sar Perempuan 58 tahun 2 26.67 4
M+G Tt Perempuan 47 tahun 1 15.82 1
M+G SMa Perempuan 48 tahun 1 26.37 4
M+G Kwt Perempuan 61 tahun 3 24.44 3
M+G Sdto Laki-laki 74 tahun 4 20.70 2
M+P Drh Perempuan 60 tahun 3 33.29 4
M+P Skr Perempuan 60 tahun 3 19.15 2
M+P Bad Perempuan 50 tahun 2 24.34 3
M+G+A Elb Perempuan 66 tahun 3 31.98 4
M+G+P Swrt Laki-laki 67 tahun 3 27.48 4
M+G+P Wrdn Laki-laki 53 tahun 2 23.88 3
M+G+P Wrt Laki-laki 69 tahun 3 16.65 1
M+G+P Mrnh Perempuan 50 tahun 2 38.46 4

49
50

Lampiran 2. Data Gula Darah Responden

GD- GD- GD- GD- GD- GD- GD-


Terapi Nama GD
1 2 3 4 5 6 7
GDS 274 - - - - - -
I Smd
GDP - 167 141 117 145 139 145
GDS 212 135 117 116 113 135 294
I Syt
GDP - - - - - - -
GDS 333 277 265 - - 145 273
I Sur
GDP - - - 271 217 - -
GDS 302 211 148 192 172 169 154
I Sry
GDP - - - - - - -
GDS 453 323 532 277 - - -
I Wak
GDP - - - - 272 189 127
GDS 493 104 225 160 161 242 172
I SM
GDP - - - - - - -
GDS 378 522 538 501 354 251 269
I Sup
GDP - - - - - - -
GDS 350 - 185 137 157 147 412
I Wrs
GDP - 217 - - - - -
GDS 240 193 139 201 240 179 160
I Wsy
GDP - - - - - - -
GDS 206 145 209 - 188 - -
M Slm
GDP - - - 162 - 158 172
GDS 207 152 192 197 111 166 115
M Srw
GDP - - - - - - -
GDS 202 100 139 139 117 170 193
M Swd
GDP - - - - - - -
GDS 218 184 191 100 - 119 -
M Chy
GDP - - - - 129 - 138
GDS 216 - - - - - -
M Cho
GDP - 136 134 138 153 139 103
GDS 247 113 121 162 213 132 178
M Hry
GDP - - - - - - -
GDS 213 161 127 186 163 209 213
P Ksn
GDP - - - - - - -
GDS 229 - - - - - -
P SS
GDP - 149 129 112 101 103 130
GDS 343 274 249 147 274 147 147
G Muk
GDP - - - - - - -
GDS - - - - - - -
M+I Shr
GDP 173 149 292 157 131 141 161
51

GDS - 170 109 161 121 146 137


M+I ArS
GDP 239 - - - - - -
GDS - - - 190 - 216 -
M+I FD
GDP 282 230 391 - 162 - 150
GDS - - - - - - -
M+G Mrt
GDP 151 172 129 99 122 121 197
GDS - 336 - 354 - - 143
M+G Sdk
GDP 290 - 188 - 194 124 -
GDS - - - - - 149 183
M+G Ksp
GDP 188 217 172 175 187 - -
GDS - 72 72 94 112 146 108
M+G Sar
GDP 123 - - - - - -
GDS - 197 - 287 235 248 381
M+G Tt
GDP 295 - 276 - - - -
GDS - 238 313 - 198 249 210
M+G SMa
GDP 178 - - 263 - - -
GDS - - 157 - - - -
M+G Kwt
GDP 223 128 - 129 153 154 122
GDS - - - 160 273 161 -
M+G Sdto
GDP 275 270 127 - - - 129
GDS - - - - 167 222 301
M+P Drh
GDP 129 133 179 160 - - -
GDS - 131 172 245 242 206 107
M+P Skr
GDP 227 - - - - - -
GDS - - 155 219 178 188 179
M+P Bad
GDP 165 156 - - - - -
GDS - 172 94 - - - -
M+G+A Elb
GDP 133 - - 131 175 176 131
GDS - - - - - - -
M+G+P Swrt
GDP 121 101 129 90 113 122 119
GDS - 87 - - 111 - -
M+G+P Wrdn
GDP 121 - 95 119 - 108 100
GDS - 255 352 362 283 220 221
M+G+P Wrt
GDP 246 - - - - - -
GDS - 236 367 212 212 254 355
M+G+P Mrnh
GDP 206 - - - - - -
52

Lampiran 3. Analisis Data Univariat

1. Karakteristik jenis kelamin responden

Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid laki-laki 21 56.8 56.8 56.8
perempuan 16 43.2 43.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

2. Karakteristik usia responden

Usia_kat
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid <50 tahun 11 29.7 29.7 29.7
50-59 tahun 13 35.1 35.1 64.9
60-69 tahun 12 32.4 32.4 97.3
>70 tahun 1 2.7 2.7 100.0
Total 37 100.0 100.0

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Usia 37 38.00 74.00 55.3514 8.70573
Valid N 37
(listwise)

3. Karakteristik IMT responden

IMT_kat
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid underweight 4 10.8 10.8 10.8
Normal 8 21.6 21.6 32.4
overweight 10 27.0 27.0 59.5
obesitas 1 11 29.7 29.7 89.2
obesitas 2 4 10.8 10.8 100.0
Total 37 100.0 100.0
53

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Usia 37 38.00 74.00 55.351 8.70573
4
Valid N 37
(listwise)

4. Uji normalitas usia dan IMT responden

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
*
Usia .109 37 .200 .974 37 .515
*
Imt .117 37 .200 .945 37 .069

5. Distribusi penggunaan obat monoterapi

Monoterapi
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid Insulin 9 24.3 50.0 50.0
metformin 6 16.2 33.3 83.3
pioglitazon 2 5.4 11.1 94.4
glimepirid 1 2.7 5.6 100.0
Total 18 48.6 100.0
Total 37 100.0

6. Distribusi penggunaan obat terapi kombinasi

Kombinasi
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid M+I 3 8.1 15.8 15.8
M+G 8 21.6 42.1 57.9
M+P 3 8.1 15.8 73.7
M+G+A 1 2.7 5.3 78.9
M+G+P 4 10.8 21.1 100.0
Total 19 51.4 100.0
Total 37 100.0
54

7. Gula Darah Sewaktu (GDS) monoterapi pertama kali kontrol

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
GDS 18 202.00 493.00 284.22 89.44637
22
Valid N 18
(listwise)

Descriptivesa
Monoterapi Statistic Std. Error
GDS Insulin Mean 337.2222 31.15498
95% Lower 265.3787
Confidence Bound
Interval for Upper 409.0657
Mean Bound
5% Trimmed Mean 335.5247
Median 333.0000
Variance 8735.694
Std. Deviation 93.46494
Minimum 212.00
Maximum 493.00
Range 281.00
Interquartile Range 158.50
Skewness .438 .717
Kurtosis -.626 1.400
metformin Mean 216.0000 6.68830
95% Lower 198.8072
Confidence Bound
Interval for Upper 233.1928
Mean Bound
5% Trimmed Mean 215.0556
Median 211.5000
Variance 268.400
Std. Deviation 16.38292
Minimum 202.00
Maximum 247.00
Range 45.00
Interquartile Range 20.25
Skewness 1.728 .845
Kurtosis 3.258 1.741
55

pioglitazon Mean 221.0000 8.00000


95% Lower 119.3504
Confidence Bound
Interval for Upper 322.6496
Mean Bound
5% Trimmed Mean .
Median 221.0000
Variance 128.000
Std. Deviation 11.31371
Minimum 213.00
Maximum 229.00
Range 16.00
Interquartile Range .
Skewness . .
Kurtosis . .
a. GDS is constant when Monoterapi = glimepirid. It has been omitted.

8. Gula Darah Puasa (GDP) terapi kombinasi pertam kali kontrol

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
GDP 19 118.00 295.00 197.52 61.31102
63
Valid N 19
(listwise)

Descriptivesa
Kombinasi Statistic Std. Error
GDP M+I Mean 231.3333 31.69823
95% Confidence Lower 94.9469
Interval for Mean Bound
Upper 367.7198
Bound
5% Trimmed Mean .
Median 239.0000
Variance 3014.333
Std. Deviation 54.90294
Minimum 173.00
Maximum 282.00
Range 109.00
56

Interquartile Range .
Skewness -.616 1.225
Kurtosis . .
M+G Mean 215.3750 23.27854
95% Confidence Lower 160.3300
Interval for Mean Bound
Upper 270.4200
Bound
5% Trimmed Mean 216.0833
Median 205.5000
Variance 4335.125
Std. Deviation 65.84167
Minimum 123.00
Maximum 295.00
Range 172.00
Interquartile Range 128.50
Skewness .003 .752
Kurtosis -1.683 1.481
M+P Mean 173.6667 28.62012
95% Confidence Lower 50.5242
Interval for Mean Bound
Upper 296.8091
Bound
5% Trimmed Mean .
Median 165.0000
Variance 2457.333
Std. Deviation 49.57150
Minimum 129.00
Maximum 227.00
Range 98.00
Interquartile Range .
Skewness .763 1.225
Kurtosis . .
M+G+P Mean 170.5000 29.14475
95% Confidence Lower 77.7484
Interval for Mean Bound
Upper 263.2516
Bound
5% Trimmed Mean 169.7222
Median 163.5000
57

Variance 3397.667
Std. Deviation 58.28951
Minimum 121.00
Maximum 234.00
Range 113.00
Interquartile Range 106.00
Skewness .196 1.014
Kurtosis -4.880 2.619
a. GDP is constant when Kombinasi = M+G+A. It has been omitted.

9. Efektivitas penggunaan obat

Obat yang Kadar gula Total pemeriksaan Efektivitas (%)


digunakan darah yang gula darah (N) (X/N x 100%)
mencapai (Total responden x 6)
target (X)
Monoterapi
Insulin (I) 20 9 x 6 = 54 37.04
Metformin (M) 25 6 x 6 = 36 69.44
Pioglitazon (P) 8 2 x 6 = 12 66.67
Glimepirid (G) 3 1x6=6 50.00

Kombinasi
M+I 6 3 x 6 =18 33.33
M+G 22 8 x 6 = 48 45.83
M+P 8 3 x 6 = 18 44.44
M+G+A 2 1x6=6 33.33
M+G+P 10 4 x 6 = 24 41.67
58

Lampiran 4. Surat Pengantar Fakultas


59
60

Lampiran 5. Surat Izin Pengambilan Data


61

Lampiran 6. Surat Telaah Etik


62

Lampiran 7. Dokumentasi

Pengambilan data di Rekam Medik

Pengambilan data di Laboratorium Patologi Klinik


63

RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Qurrotul Aini


NIM : G1A015093
Tempat, Tanggal Lahir : Kudus, 08 Juli 1996
Alamat : Perum Griya Sejahtera C1, Prambatan Lor Rt 08 Rw
03 Kaliwungu Kudus
E-mail : putri.qaini@gmail.com
No. Telepon : 082224161242
Judul penelitian : Gambaran Efektivitas Penggunaan Obat
Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2016-2017

Riwayat pendidikan:
Sekolah Dasar : MI Muhammadiyah 1 Kudus- Lulus tahun 2008
Sekolah Menengah Pertama : MTs Ma’ahid Kudus- Lulus tahun 2011
Sekolah Menengah Atas : MAN Insan Cendekia Serpong - Lulus tahun 2014

Perguruan Tinggi : Jurusan Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran


Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2015
64

Pengalaman Organisasi:

Tahun Organisasi Jabatan


2016- Kajian Strategis dan Advokasi
Anggota
2018 (Kastrad) KBMK Unsoed
Kementerian Sosial dan Politik
2016 Sekretaris Kementerian
(Sospol) BEM Unsoed
2016-
Infokom HMMK FK Unsoed Anggota
2017

2016 Editor Majestic FK Unsoed Anggota

2016 UKM Tari Saman FK Unsoed Anggota

Riset Pengembangan Keilmuan


2016 Sekretaris Bidang
(RPK) PK IMM Soedirman
Health Policy Studies (HPS) Pegawai Harian Nasional
2017
ISMKI (PHN)

2017 Editor Majestic FK Unsoed Ketua Direksi

Riset Pengembangan Keilmuan


2017 Ketua Bidang
(RPK) PK IMM Soedirman
Health Policy Studies (HPS)
2018 Wakil Sekretaris Bidang
ISMKI
Riset Pengembangan Keilmuan
2018 Sekretaris Bidang
(RPK) PC IMM Banyumas

Anda mungkin juga menyukai