Anda di halaman 1dari 64

PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD DR.

ADJIDARMO KABUPATEN LEBAK PADA TAHUN


2016

Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:
Syifa Sukmahayati
NIM: 11151030000055

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M
LE]IIBAR PERNYATAAN KEASLLAN KARYA

Dengan ini menyatakan bahwa

1. Laporan penelitian ini ditulis sendiri atau karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah J akarta.

Semua sumber yang saya gunuku, dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlakur di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah lakxta.

Ciputat, 1 November 2018

Syifa Sukmahayati
PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD DR. ADJIDARMO KABUPATEN
LEBAK TAHUN 2016

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi KedokJeran, Fakultas Kedokteran untuk


Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)

Oleh-"'

Svifa Sukmahavati
NIM:11151030000055

Pembimbing I Pembimbing iI

dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad. M.Kes

NIP. 1 9660 420t994t2t00t NrP. 196409091 99603 1 001

PROGRANI STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
LTNIVE,RSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440IJ I 2018

aii

'
-aE-1---S= :== -'
I

PENGESAIIAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD DR.


ADJIDARMO KABUPATEN LEBAK PADA TAHUN 2016 yang diajukan
oleh Syifa Sukmahayati (NIM 1115103000055), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran pada 1 November 2018. Laporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada
Program Studi Kedokteran.
Ciputat, 1 November 2018

DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Achmad Luthfi, SpR-KBD


NIP. 19660420 t994t2 t 001
Pembimbing I Pembimbing II

dr. Achmad Luthfi, SpB-KBD --tar. Ayat Rahayu, Sp.Rad,M.Kes


NIP. 1966C420 7994t2 t C}t NrP. 19640909 199603 1 001

nguji II

dr. B OT dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed


NIP. 03 NrP. 19800522 2A0912 t 00s

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FK UIN Kaprodi Kedokteran

dr. Hari Hendarto, Sp.PD-IGMD,Ph.D, FINASIM dr. Achmad Zaki,M.Epid, SpOT


NIP. 19651 t23 2o}3l2 l 003 NrP. 19780507 200501 1 005

IV
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian yang berjudul “PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD
DR. ADJIDARMO PADA TAHUN 2016” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Terselesaikannya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan berbagai


pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghormatan kepada:

1. dr. Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD-KEMD, FINASIM, selaku Dekan


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta.
3. dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD, selaku dosen pembimbing 1 dan dr. Ayat
Rahayu, Sp.Rad, M.Kes, selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing peneliti dari
awal hingga terselesaikannya penelitian ini.
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D, selaku penanggung jawab modul
riset.
5. drg. Arief Rachmatullah, selaku direktur RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak yang telah memberikan izin pengambilan data.
6. Kedua Orang tua tercinta, Bapak Pepep Faisaludin dan Ibu Yetty Rohayati
yang selalu memberikan kasih sayangnya, mendoakan, dan mendukung
saya tiada henti.
7. Kakak dan adik saya tercinta, Ramadhan Faizal dan Fikri Faizal yang
selalu mendukung dan mendoakan saya.
8. Sahabat-sahabat saya, Rissa Rizkiia, Lilis Siti Nursa’adah, Auliya Yasmin
Uzair, Wahyuning Hapsari, Safira Belarizkia, Alifiya Dianti Tazkya, Rifa

v
Safira, Rismaya Fitria Utami, Fauzia Hajar Hasanah, Dita Naufallina,Vira
Puteri Laili, Fadlia Rahman, Pratami Desya yang selalu mendukung dan
menemani saya.
9. Teman-teman kelompok riset, Farah Alvi, Wahyuning Hapsari, Allifka
Ramadhanti, Fitria Rahmi. Terimakasih atas kerjasama dan dukungannya
yang sangat luar biasa.
10. Teman-teman Amigdala semua yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
yang selalu membuat saya bahagia.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, peneliti sangat mengaharpkan dan menghargai segala kritik dan
saran yang membangun mengenai penelitian ini.
Akhir kata penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Ciputat, 1 November 2018

Syifa Sukmahayati

vi
ABSTRAK

Syifa Sukmahayati. Program Studi Kedokteran. Prevalensi Apendisitis di


RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada Tahun 2016. 2018.

Latar Belakang: Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling
sering terjadi di dunia. Indonesia menempati urutan pertama di Asia Tenggara
untuk kejadian apendisitis. Kabupaten Lebak merupakan salah satu Kabupaten
tertinggal yang berada di Provinsi Banten, dan pengetahuan masyarakatnya akan
kesehatan masih terbilang rendah. Hal ini menyebabkan muncul dugaan tingginya
kejadian apendisitis di Kabupaten Lebak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional.
Pengumpulan data diperoleh dari data rekam medis 293 pasien yang terdiagnosis
apendisitis. Hasil: Hasil penelitian didapatkan sebanyak 293 pasien yang
terdiagnosis apendisitis dari 1 Januari – 31 Desember 2016. Mayoritas pasien
apendisitis bertempat tinggal di Kecamatan Rangkasbitung sebanyak 54 orang
(18,4%), usia tertinggi adalah 17-25 tahun sebanyak 93 orang (31,7%), jenis
kelamin terbanyak yaitu wanita sebanyak 152 orang (51,9%) , jenis apendisitis
yang terbanyak adalah apendisitis akut sederhana sebanyak 140 orang (47,8%),
penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah apendektomi sebanyak 128
kasus (44%), keadaan pasien sewaktu pulang dari rumah sakit yaitu, 291 orang
(99,3%) dalam keadaan hidup dan 2 orang (0,7%) meninggal dunia. Simpulan:
Usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian apendisitis.

Kata kunci: Apendisitis, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis apendisitis,
penatalaksanaan medis, keadaan sewaktu pulang.

vii
ABSTRACT

Syifa Sukmahayati. School of Medicine. Prevalence of Appendicitis At dr.


Adjidarmo Hospital Lebak In 2016. 2018.

Background: Appendicitis is one of the most common surgical emergencies in the


world. Indonesia ranks first in Southeast Asia for incidence of appendicitis. Lebak
Regency is one of the lagging districts in Banten Province, and public knowledge
of health is still low. This raises an alleged high incidence of appendicitis in
Lebak Regency. This study aims to determine the prevalence of appendicitis at dr.
Adjidarmo Hospital Lebak from 1 January to 31 December 2016. Method: This
research uses descriptive study methode with a cross-sectional design. The data
collection was obtained from medical records of 293 patients diagnosed with
appendicitis. Result: The result showed that there were 293 patients. Majority live
in Rangkasbitung with 54 patients (18,4%), the highest prevalence of accute
appendicitis is in the age group 17-25 years with 93 patient (31,7%), the
prevalence of female is higher than male with 152 patients (51,9%), the most
common type of appendicitis is simple acute appendicitis with 140 patients
(47.8%), the most common management is appendectomy with 128 cases (44%),
from 293 patients, 291 people (99.3%) live and 2 people (0.7%) die. Conclusion:
Age and sex affect the prevalence of appendicitis.

Keyword: Appendicitis, age, sex, address, type of appendicitis, medical


management, patient’s condition when returning home.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL..................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.4.1 Bagi Peneliti ....................................................................................... 4
1.4.2 Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ............................................... 5
1.4.3 Bagi RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak ................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
2.1 Landasan Teori.......................................................................................... 6
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks ......................................................... 6
2.1.2 Histologi Apendiks............................................................................... 7
2.1.3 Apendisitis ............................................................................................ 9
2.1.3.1 Definisi ........................................................................................ 9
2.1.3.2 Epidemiologi ............................................................................... 9
2.1.3.3 Etiologi ...................................................................................... 10
2.1.3.4 Klasifikasi ................................................................................. 11

ix
2.1.3.5 Patofisiologi Apendisitis ........................................................... 13
2.1.3.6 Gejala Klinis.............................................................................. 15
2.1.3.7 Diagnosis ................................................................................... 15
2.1.3.8 Diagnosis Banding .................................................................... 19
2.1.3.9 Tata Laksana ............................................................................. 20
2.1.3.10 Komplikasi .............................................................................. 21
2.1.3.11 Prognosis ................................................................................. 22
2.1.4 Kabupaten Lebak................................................................................ 22
2.1.4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Lebak ......................................... 23
2.1.5 Angka Kejadian.................................................................................. 23
2.2 Kerangka Teori ....................................................................................... 24
2.3 Kerangka Konsep ..................................................................................... 25
2.4 Definisi Operasional ................................................................................ 26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 28
3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 28
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 28
3.3.1 Kriteria Sampel .................................................................................. 28
3.4 Alur Penelitian ......................................................................................... 29
3.5 Cara Kerja Penelitian ............................................................................... 29
3.6 Manajemen Data ...................................................................................... 29
3.6.1 Pengolahan dan analisa data .............................................................. 30
3.7 Etika penelitian ....................................................................................... 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 32
4.1 Hasil ........................................................................................................ 32
4.1.1 Prevalensi Apendisitis Di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak ............................................................................................... 32
4.1.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia ......................... 32
4.1.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 33
4.1.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis ..... 34
4.1.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan
Medis ............................................................................................... 34
4.1.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang .............................................................................................. 35

x
4.1.7 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal ...... 36
4.2 Pembahasan.............................................................................................. 37
4.2.1 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia ......................... 37
4.2.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 37
4.2.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis ..... 38
4.2.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan
Medis ............................................................................................... 39
4.2.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang .............................................................................................. 40
4.2.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal ...... 40
4.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 41
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 42
5.1 Simpulan ................................................................................................. 42
5.2 Saran ....................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44
LAMPIRAN ......................................................................................................... 49

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Posisi Apendiks.................................................................................. 5


Gambar 2.2 Histologi Apendiks............................................................................. 7
Gambar 2.3 Peta Kabupaten Lebak....................................................................... 22
Gambar 4.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia............................... 31
Gambar 4.2 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis
Kelamin............................................................................................. 32
Gambar 4.3 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis
Apendisitis......................................................................................... 33
Gambar 4.4 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan
Penatalaksanaan Medis..................................................................... 34
Gambar 4.5 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat
Tinggal.............................................................................................. 35

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Alvarado....................................................................................... 17


Tabel 2.2 Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan
Skor Alvarado....................................................................................... 18
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan
Pasien.................................................................................................... 34

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian........................................................................... 47


Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup........................................................................ 48

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering
terjadi di dunia dengan prevalensi apendisitis secara global berjumlah 52
kasus per 100.000 penduduk.1
Di Eropa dan Amerika kejadian apendisitis sekitar 100 per 100.000
orang per tahun atau sekitar 11 kasus per 10.000 orang setiap tahun. 2 Asia
pada abad ke-21, mengalami peningkatan kejadian apendisitis, dengan
prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan. 3 Pada wilayah regional Asia
Tenggara kejadian apendisitis ditemukan hampir di seluruh negara di Asia
Tenggara. Indonesia dengan prevalensi 0,05% menempati urutan pertama,
disusul oleh Filipina (0,022%) dan Vietnam (0,02).1
Depkes RI pada tahun 2008 merilis data jumlah penderita apendisitis di
Indonesia mencapai 591. 819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar
596.132 orang.4 Dilakukan survey pada 12 provinsi di Indonesia tahun 2008
menunjukan jumlah apendisitis akut yang dirawat di rumah sakit sebanyak
3.251 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya, yaitu 1.236
kasus.4 Menurut data RSPAD Gatot Subroto tahun 2008 jumlah pasien yang
menderita penyakit apendisitis adalah 32% dari jumlah pasien yang datang. 5
Apendisitis dapat terjadi pada semua usia. Menurut buku ajar ilmu
bedah, insidensi tertinggi apendisitis terjadi pada kelompok usia 20-30 tahun.6
Hasil penelitian Ifitna Amalia di RSU Tangerang Selatan melaporkan bahwa
kejadian apendisitis akut terbanyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun,
dan terendah pada kelompok usia 0-5 tahun dan >65 tahun.7
Pada pasien anak, kasus apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi. Hal ini disebabkan oleh dinding apendiks yang belum sempurna
dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang,dan daya
tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi
berlangsung cepat. Selain itu, anak biasanya kurang mampu untuk

1
menggambarkan rasa nyeri yang muncul sehingga diagnosis menjadi
terlambat.8

2
3

Kasus apendisitis lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan


wanita dengan rasio 1,5:1.9 Penelitian yang dilakukan oleh Hwang &
Khumbaar (2002) menerangkan bahwa proporsi jaringan limfoid pada pria
lebih banyak dibandingkan dengan wanita, hal tersebut menjelaskan apendisitis
lebih banyak menyerang pria dari pada wanita.8
Penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada tahun 2012-2015, yang memperlihatkan bahwa jumlah
kasus apendisitis dari 650 kasus yang paling banyak ialah apendisitis akut
sebanyak 412 kasus (63%), diikuti oleh apendisitis perforasi sebanyak 193
kasus (30%), dan apendisitis kronik sebanyak 38 kasus (6%).10
Dalam Profil Kesehatan Provinsi Banten tahun 2012, tidak terdapat
adanya data angka kejadian apendisitis di Provinsi Banten dan di setiap
kabupaten di Provinsi Banten.11
Kabupaten Lebak adalah salah satu daerah tertinggal yang berada di
Provinsi Banten. Perekonomian dan pendidikan masyarakat Lebak terbilang
rendah dan menyebabkan pola makan dan pengetahuan akan kesehatan
menjadi rendah pula. Hal ini menyebabkan muncul dugaan tingginya angka
kejadian apendisitis di Kabupaten Lebak. Kasus apendisitis di Kabupaten
Lebak dapat diamati di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak yang
merupakan RS rujukan daerah tingkat pertama.

Studi ini diharapkan dapat memberikan sebuah gambaran kejadian


apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak, dan diharapkan dapat
membantu menentukan mekanisme dan alat diagnosis, penanganan pasien,
serta upaya promotif dan preventif yang paling efektif dan efesien untuk
digunakan di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.
4

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten


Lebak pada tahun 2016?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo
Kabupaten Lebakpada tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak pada tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.
2. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak pada tahun 2016 berdasarkan usia.
3. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak pada tahun 2016 berdasarkan jenis apendisitis.
4. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak pada tahun 2016 berdasarkan penatalaksanaan medis.
5. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak pada tahun 2016 berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
6. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak pada tahun 2016 berdasarkan tempat tinggal

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
1. Untuk menambah wawasan peneliti tentang apendisitis.
2. Untuk memahami prevalensi apendisitis berdasarkan jenis kelamin,
usia, jenis apendisitis, penatalaksanaan medis, keadaan sewaktu pulang,
dan tempat tinggal.
5

1.4.2 Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


1. Sebagai bahan informasi, pustaka, dan masukan bagi mahasiswa untuk
melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian
yang dilakukan oleh penulis.
2. Dapat memberikan informasi yang berguna bagi peneliti lain.

1.4.3 Bagi RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak


1. Sebagai bahan evaluasi program dan upaya peningkatan pelayanan
kesahatan.
2. Dapat memberikan informasi dan gambaran angka kejadian apendisitis
bagi RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak, sehingga dapat
melakukan upaya untuk menurunkan kejadiannya.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung, dengan


panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Pada
bagian proksimal lumen mengalami penyempitan dan melebar di bagian
distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit pada ujungnya. Hal ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia bayi.12

Letak apendiks yaitu pada regio iliaka dekstra dan pangkalnya


diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah
garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior kanan dan
umbilikus.12

Posisi apendiks sangat variabel dibandingkan daripada organ-organ


lainnya. Ujung apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal (28-68%),
pelvikal (27-53%), subsekal (2%), preileal atau postileal (1%) atau yang
lainnya.13

Gambar 2.1 Posisi Apendiks

6
7

Sumber: Richard L, dkk. 2014

Apendiks dipersarafi oleh dua jenis saraf, yaitu parasimpatis dan


simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang
mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.6

Apendiks diperdarahi oleh a. apendikularis yang merupakan arteri


yang tidak beranatomosis dengan arteri lainnya. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangren.6

Apendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak


jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks
sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas
sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun
dan menetap saat dewasa.6

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2ml per hari, yang


dikeluarkan ke dalam lumen dan mengalir ke sekum. Imunoglobulin yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfoid disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.6 Mikroorganisme yang
masuk melalui saluran cerna segera dihadapi oleh limfosit di apendiks dan
GALT.14

2.1.2 Histologi Apendiks

Apendiks terletak di bagian awal usus besar dan yang merupakan


evaginasi dari sekum. Apendiks ditandai dengan lumen yang relatif kecil
dan irregular, kelenjar tubuler yang lebih pendek dan kurang padat, dan
8

tidak memiliki taeniae coli. Apendiks merupakan komponen penting


sebagai MALT (Mucosa-Associated Lymphoid Tissue), dengan sejumlah
besar folikel limfoid pada dindingnya.15

Gambar 2.2 Histologi Apendiks

Sumber: Eroschenko. 201


9

2.1.3 Apendisitis
2.1.3.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks


vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada
kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot
diatasnya, dan hiperestesia kulit, yang apabila sudah kronik maka akan
ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis
tersebut.16

2.1.3.2 Epidemiologi
Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling
sering terjadi di dunia dengan prevalensi apendisitis secara global
berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.1

Di Eropa dan Amerika kejadian apendisitis sekitar 100 per 100.000


orang per tahun atau sekitar 11 kasus per 10.000 orang setiap tahun. Secara
keseluruhan, 70% pasien berusia kurang dari 30 tahun dan lebih banyak
pria daripada wanita, dengan rasio 1,4:1.2 Resiko kejadian apendisitis di
Amerika tercatat sebesar 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita.9

Memasuki abad ke 21 angka kejadian apendisitis pada newly


industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan
prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per
100.000 penduduk.3
Pada wilayah regional Asia Tenggara kejadian apendisitis ditemukan
hampir di seluruh negara di Asia Tenggara. Indonesia dengan prevalensi
0,05% menempati urutan pertama, disusul oleh Filipina (0,022%) dan
Vietnam (0,02).1

Angka morbiditas apendisitis diketahui 10%, dan angka mortalitas


apendisitis ialah 1-5%. Hal ini diduga erat kaitannya dengan keterlambatan
diagnosis dan penatalaksanaan kasus apendisitis.17
10

Survey yang dilakukan pada 12 provinsi di Indonesia tahun 2008


menunjukan jumlah apendisitis akut yang dirawat dirawat di rumah sakit
sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya,
yaitu 1.236 kasus.4
Berdasarkan data di RSUD Serang tahun 2013 terdapat 18.167
pasien di Instalasi Gawat Darurat, dengan kasus kegawatan bedah
abdomen sebanyak 429 kasus, dimana 244 kasusnya adalah apendisitis
akut.18
Apendisitis dapat terjadi pada semua usia. Menurut buku ajar ilmu
bedah, insidensi tertinggi apendisitis terjadi pada kelompok usia 20-30
tahun.6 Hasil penelitian Ifitna Amalia di RSU Tangerang Selatan
melaporkan bahwa kejadian apendisitis akut terbanyak terjadi pada
kelompok usia 17-25 tahun, dan terendah pada kelompok usia 0-5 tahun
dan >65 tahun.7
Pada pasien anak, kasus apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi. Hal ini disebabkan oleh dinding apendiks yang belum sempurna
dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang,dan
daya tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi
berlangsung cepat. Selain itu, anak biasanya kurang mampu untuk
menggambarkan rasa nyeri yang muncul sehingga diagnosis menjadi
terlambat.8

2.1.3.3 Etiologi

Apendisitis umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri.


Beberapa hal berperan sebagai pencetusnya, salah satunya adalah obstruksi
atau sumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit,
benda asing, parasit, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.19

Hiperplasia jaringan limfoid di mukosa atau submukosa telah


dikemukakan sebagai mekanisme yang paling umum yang menyebabkan
obstruksi lumen apendiks. Biasanya terjadi pada apendisitis akut kataralis,
11

dengan onset gejala yang berangsur-angsur. Hiperplasia limfoid dapat


disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) atau oleh
peradangan, seperti pada penyakit radang usus.20

Puncak perkembangan jaringan limfoid terjadi pada masa remaja,


hal ini menyebabkan lebih mudah terjadinya obstruksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal.21

Dalam studi yang dilakukan di Yunani, untuk menyelidiki peran


serat dalam etiologi apendisitis akut, sebanyak 203 anak mengalami
apendisitis yang terbukti secara histologis. Studi ini menekankan bahwa
anak-anak dengan apendisitis memiliki asupan serat yang lebih rendah
daripada anak-anak dalam kelompok kontrol. Pasien jauh lebih mungkin
memiliki riwayat konstipasi kronis daripada kelompok kontrol.22
Konstipasi akan meningkatkan tekanan intraluminal yang mengakibatkan
terbentuknya sumbatan pada apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa dan mengakibatkan timbulnya apendisitis.6

Penyebab lain yang diduga mencetuskan apendisitis adalah erosi


mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica.6

Menurut penelitian Dae Woon Song (2018) tentang bakteri pada


pasien apendisitis akut, menunjukan bahwa bakteri tersering pada pasien
apendisitis akut adalah Escherichia coli (64.6%), dan yang tersering kedua
adalah Pseudomonas aeruginosa (16.4%).23

2.1.3.4 Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut


dan apendisitis kronik.6

1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang membrikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala
12

apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri tersebut akan berpindah ke titik Mc. Burney. Nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.6

Apendistis akut dibagi menjadi:

a) Apendisitis Akut Sederhana


Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan
terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
limfe, mukosa apendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah
anoreksia, malaise dan demam ringan.24
b) Apendisitis Supuratif
Tekanan dalam lumen yang terus meningkat disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini dapat menyebabkan iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang berada di usus besar
akan berinvasi ke dalam apendiks dan menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa akan menjadi suram karena dilapisi eksudat dan
fibrin. Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.24
c) Apendisitis Akut Gengrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
13

kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi


dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.24
d) Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum,
kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon
yang merekat erat satu dengan yang lainnya.24
e) Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal,
subsekal dan pelvikal.24
f) Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.24

2. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara mikroskopik dan makroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi
kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik
kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik
dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan
jaringan ikat.6

2.1.3.5 Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis terjadi akibat obstruksi atau sumbatan lumen apendiks


oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
14

fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen


yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan
berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
dapat menyebabkan terjadinya distensi pada lumen apendiks. Keterbatasan
elastisitas dinding abdomen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan dan membuat peningkatan tekanan intralumen.
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml, jika sekresi mukus
sekitar 0,5 ml, hal ini dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60
cmH20.19

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks


mengalami hipoksia dan menghambat aliran limfe, hal ini membuat
ulserasi pada mukosa apendiks dan mempermudah invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemia karena terjadi thrombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Kemudian terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
akan menginvasi dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di kuadran kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian arteri terganggu, akan terjadi infark apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24 – 36 jam. Bila dinding
apendiks tersebut ruptur, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua
proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrat apendikularis.19

Infiltrat apendikularis merupakan tahap apendisitis yang dimulai di


mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24–
48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus,
atau adneksa sehingga terbemtuk massa apendikular. Didalamnya dapat
15

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.


Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa apendikular
akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6

2.1.3.6 Gejala Klinis

Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa tidak nyaman yang


menetap dan progresif di bagian tengah abdomen, di daerah epigastrium di
sekitar umbilikalis. Hal ini disebabkan oleh obstruksi dan distensi apendiks
yang merangsang saraf otonom aferen viseral dan membuat nyeri alih pada
daerah periumbilikal (distribusi dari nervus T8 – T10).6

Apendisitis diikuti dengan anoreksia dan juga demam ringan


(<38,5° C). Dengan berlanjutnya sekresi cairan musinosa fungsional,
terjadilah peningkatan tekanan intralumen yang menyebabkan kolapsnya
vena drainase. Hal ini mengakibatkan timbulnya sensasi kram yang segera
diikuti oleh mual dan muntah. Sembilan puluh persen pasien anoreksia,
tujuh puluh persen menjadi mual dan muntah, dan sepuluh persen diare.6

Ketika inflamasi dari apendiks terus berlanjut dan mencapai bagian


luar apendiks, serabut saraf dari peritoneum parietal akan membawa
informasi spasial tepat ke korteks somatosensori dan setelah peritoneum
parietal terlibat, nyeri yang dihasilkan lebih intens, konstan, dan nyeri
somatik akan terlokalisasi di fossa iliaka kanan, di daerah apendiks yang
mengalami inflamasi tersebut.6

2.1.3.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis apendisitis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan,


yaitu:

a) Anamnesis
Pasien dengan apendisitis biasanya datang dengan keluhan
utama nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan nyeri kolik-
16

umbilikal yang biasanya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri


lalu menjalar ke iliaka kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri
yang konstan dan tajam. Keluhan mual, muntah, serta penurunan
nafsu makan juga ditemukan pada kasus apendisitis. 6

b) Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan apendisitis sering bergerak perlahan dan terbatas,
membungkuk kedepan, dan sering dengan sedikit pincang. Pasien
tersebut akan memegang kuadran kanan bawah dengan tangan dan
enggan untuk naik ke meja periksa. Pada apendisitis dini akan
ditemukan inspeksi perut rata. Perubahan warna dan bekas luka
memar harus dipikirkan trauma perut. Adanya perut kembung
menunjukan suatu komplikasi seperti perforata atau obstruksi. Pada
auskultasi bisa menunjukkan suara usus normal atau hiperaktif pada
apendisitis dini, dan suara usus hipoaktif ketika sudah menjadi
perforata.6
Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran kanan
bawah (titik Mcburney) harus dipalpasi terakhir setelah pemeriksa
telah mempunyai kesempatan mempertimbangkan respons terhadap
pemeriksaan kuadran yang seharusnya tidak nyeri. Tanda fisik yang
paling penting pada apendisitis adalah nyeri tekan menetap pada saat
palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus.6
Uji Obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang bersinggungan dengan m. Obturator internus atau tidak.
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 6
Uji Psoas dilakukan dengan merangsang m. Psoas melalui
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila menimbulkan nyeri, maka itu
berarti apendiks yang meradang menempel di m. Psoas. 6
Pada pemeriksaa colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat
nyeri pada jam 9-12.6
17

Pada pasien apendisitis akut, umumnya terjadi peningkatan suhu


sekitar 37.5-38.5°C, bila suhu lebih tinggi kemungkinan sudah terjadi
perforasi.6
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan analisa darah pada pasien apendisitis menunjukan
adanya kenaikan jumlah leukosit >10.000/mm³ pada 89% pasien
dengan apendisitis dan 93% pasien apendisitis perforasi. Namun
kriteria ini juga dapat ditemukan pada 62% pasien nyeri abdomen
yang bukan apendisitis. Menurut studi metaanalisa selain kenaikan
angka leukosit, pada penderita apendisitis juga dapat ditemukan
kenaikan angka C-Reactive Protein (CRP).6
Pemeriksaan yang juga dianjurkan ialah pemeriksaan radiologi
pada pasien dengan dugaan klinis apendisitis. Menurut studi
metaanalisis, pemeriksaan radiologi dapat menurunkan 15% angka
kejadian negatif apendektomi. Ultrasonography (USG), computed
termography (CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah
beberapa pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan pada pasien
dengan dugaan apendisitis.6
Pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks juga
dapat dijadikan salah satu gold standart dalam uji diagnosis
apendisitis karena memiliki sensitifitas yang tinggi dibandingkan
dengan pemeriksaan lain.6

d) Skor Alvarado
Salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk
mendiagnosis apendisitis ialah menggunakan skor Alvarado. Skor
Alvarado dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986dengan
menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium
sederhana sebagai alat diagnosis apendisitis. 9
18

Tabel 2.1 Skor Alvarado

Karakteristik Skor

3 Gejala
Migrasi nyeri ke kanan bawah 1
Anoreksia 1
Muntah 1
3 Tanda
Nyeri tekan di kuadran bawah abdomen 2
Nyeri lepas tekan 1
Suhu tubuh meningkat 1
2 Temuan Laboratorium
Leukositosis 2
Pergeseran ke kiri (polimorfonuklear leukosit) 1
Total 10
Sumber: Ohle, Robert 2011

Temuan pada pasien dengan suspect apendisitis lalu dijumlahkan


dalam tabel Alvarado sesuai dengan skor yang telah ditetapkan. Hasil
penjumlahan lalu akan dilihat pada tabel interpretasi skor Alvarado.25

Interpretasi:

Skor 7-10 = Apendisitis akut

Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut

Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut


19

Setelah ditentukan skornya, lalu ditentukan tindakan selanjutnya,


dapat dilihat pada tabel 2.2.26

Tabel 2.2 Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado

Skor
Manajemen
Alvarado
0-3 Pasien boleh dipulangkan, tidak dilakukan operasi
apendektomi, dan segera setelah kembali ke dokter jika
tidak ada perbaikan dari gejala.
4-6 Observasi selama 12 jam dan setelah 12 jam dinilai
kembali skor Alvaradonya, jika skor tetap 4-6 dengan
gejala yang sama tidak ada perbaikan maka dilakukan
apendektomi.
7-9 Untuk pasien anak dan laki-laki segera apendektomi,
sedangkan untuk pasien perempuan dilakukan pemeriksaan
laparoskopi terlebih dahulu kemudian apendektomi.

Sumber: Michael, 2000

2.1.3.8 Diagnosis Banding


1. Adenitis Mesenterika Akut
Biasanya terjadi pada anak-anak, terdapat riwayat infeksi saluran
nafas atas, limfadenopati generalisata.27
2. Gastroenteritis Akut
Umumnya disebabkan oleh virus, terdapat gejala muntah, diare, dan
kram. Gastroenteritis yang disebabkan Salmonella didapatkan karena
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.25
3. Diseases of the Male
Penyakit pada laki-laki yang memiliki keluhan nyeri perut bawah
adalah torsio testis, epididimitis, dan seminal vesikulitis.25
20

4. Meckel Divertikulum
Meckel divertikulum adalah kantung kecil yang terdapat pada dinding
usus. Meckel diverticulum terjadi jika kantung tersebut berada di
bagian bawah usus halus, tepatnya di bagian usus kecil yang disebut
sebagai ileum, biasanya sekitar 40 inci dari awal usus besar. Kantung
ini biasanya memiliki panjang 1 sampai 2 inci. 27
5. Batu Ureter
Memiliki gejala berupa hematuria dan juga nyeri yang menjalar ke
skrotum atau labia.27
6. Infeksi Saluran Kemih
Dapat ditemukan nyeri tekan pada sudut kostovertebral kanan dan
bakteriuria.25

2.1.3.9 Tata Laksana

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien apendisitis


meliputi penanggulangan konservatif dan operatif.

1. Konservatif

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk


kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob.6

2. Operatif

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah


meradang adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
apendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara
4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan
infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh
dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada
umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu
dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah
apendiks.28
21

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan


cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video
camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat
melihat dan melakukan apendiktomi dan juga dapat memeriksa organ-
organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan
bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi
lebih kecil, yaitu 2-10 mm sehingga secara kosmetik lebih baik.6

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Liping Dhai dan Jian


Shuai (2017) dan dilakukan kepada lebih dari 3500 pasien,
menunjukan bahwa laparoskopi pada pasien dewasa menurunkan
insiden infeksi luka yang signifikan secara statistik, lama rawat inap,
dan komplikasi pasca operasi. Namun hal ini tidak berlaku untuk
pasien pediatrik.29,30

Jika sudah ada indikasi komplikasi pada jaringan apendiks


maupun di sekitar apendiks, dilakukan tindakan laparatomi. Tindakan
laparatomi apendiktomi merupakan tindakan konvensional dengan
membuka dinding abdomen. Tindakan laparatomi dilakukan dengan
membuang apendiks yang terinfeksi melalui suatu insisi di regio
kanan bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga 3 inci. Setelah
menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan
dikeluarkan dari perut.6

2.1.3.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.6

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka,


perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali
dapat menimbulkan kematian. 8
22

2.1.3.11 Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi apendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan
tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut.
Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung
dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta
misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya
sembuh antara 10 sampai 28 hari.6

2.1.4 Kabupaten Lebak


Kabupaten Lebak adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten,
Indonesia. Ibukotanya adalah Rangkasbitung. Kabupaten ini berbatasan
dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang di utara, Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Sukabumi di timur, Samudra Hindia di selatan, serta
Kabupaten Pandeglang di barat.
Kabupaten Lebak terdiri atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas
340 desa dan 5 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan
Rangkasbitung, yang berada di bagian utara wilayah kabupaten. Kota ini
dilintasi jalur kereta api Jakarta–Merak. Secara geografis wilayah
Kabupaten Lebak berada pada 105 25′ – 106 30 BT dan 6 18′ – 7 00′ LS.
Bagian utara kabupaten ini berupa dataran rendah, sedang di bagian
selatan merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Halimun di
ujung tenggara, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Sukabumi. Sungai Ciujung mengalir ke arah utara, merupakan
sungai terpanjang di Banten. Baduy merupakan salah satu objek wisata
yang dimiliki Kabupaten Lebak dan sering dikunjungi wisatawan
mancanegara karena memiliki keunikan tersendiri. 31
23

Gambar 2.3 Peta Kabupaten Lebak


Sumber: BPS Kabupaten Lebak

2.1.4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Lebak


Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak, jumlah penduduk
di Kabupaten Lebak tahun 2016 sebanyak 1.269.722 jiwa. Penduduk
terbanyak bertempat tinggal di kecamatan Rangkasbitung yang merupakan
ibukota kabupaten yaitu sebanyak 121.644 jiwa, sedangkan kecamatan
terkecil jumlah penduduknya adalah kecamatan Cigemblong dengan
jumlah penduduk sebanyak 21.004 jiwa.31

2.1.5 Angka Kejadian


1. Prevalensi: Semua populasi yang menderita penyakit (kasus baru dan
kasus lama) dari populasi yang beresiko menderita penyakit tersebut
dalam periode waktu tertentu.32
2. Insidensi: Angka kasus baru dari suatu penyakit dari populasi yang
beresiko selama periode waktu tertentu.32
24

2.2 Kerangka Teori

Fekalit Hiperplasia Neoplasma Benda asing


Folikel Limfoid

Anamnesis: Dx klinis: Jenis Apendisitis


-Usia Apendisitis Apendisitis Akut
-Jenis Kelamin
-Alamat tempat Apendisitis
tinggal Penatalaksanaan
Akut Infiltrat
medis

Pemeriksaan Apendisitis
Fisik: Akut Abses
Operasi Tidak Operasi
-Nyeri tekan
Mc Burney Apendisitis Akut
-Nyeri lepas Gangrenosa
-Defence Komplikasi
muscular
Apendisitis
-Rovsing sign
-Obturator sign Akut Perforasi
Prognosis
-Psoas sign
Apendisitis
Keadaan Kronis
Sewaktu Pulang

Hidup Mati

Rekam Medis

Angka Kejadian

Insidensi Prevalensi
Apendisitis Apendisitis
25

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini


adalah sebagai berikut :

Anamnesis: Pemeriksaan
-Usia Fisik
-Jenis Kelamin
-Alamat tempat
tinggal

Insidensi Jenis
Dx klinis: Apendisitis
Apendisitis Apendisitis Apendisitis Akut

Prevalensi Apendisitis
Apendisitis Penatalaksanaan
Akut Infiltrat
medis
Apendisitis
Akut Abses
Operasi Tidak Operasi
Apendisitis Akut
Gangrenosa
Keadaan
Sewaktu Pulang Apendisitis
Akut Perforasi

Apendisitis
Hidup Mati
Kronis
26

2.4 Definisi Operasional

Referensi
Variabel Pengukur Alat ukur Skala Pengelompok
kan
Usia Usia pasien Rekam Ordinal Sesuia
yang tertera medis 1. 0-5 tahun dengan
pada status 2. 6-11 tahun kategori
pasien 3. 12-16 tahun Kementerian
4. 17-25 tahun Kesehatan RI
5. 26-35 tahun tahun 2009
6. 36-45 tahun
7. 46-55 tahun
8. 56-65 tahun
9. >65 tahun
Jenis Indikasi Rekam Nominal Berdasarkan
kelamin jenis medis 1. Pria pengelompok
kelamin 2. Wanita kan jenis
ketika lahir kelamin
menurut
Badan Pusat
Statistik
Indonesia
Keadaan Keadaan Rekam Nominal
Sewaktu pasien saat medis 1. Hidup
Pulang pulang dari 2. Mati
rumah sakit
yang tertera
pada rekam
medis
Jenis Status Rekam Nominal
Apendisi diagnosis medis 1. Apendisitis
27

tis pasien yang Akut


tertera pada 2. Apendisitis
rekam Akut
medis Gangrenosa
3. Apendisitis
Akut
Infiltrat
4. Apendisitis
Akut Abses
5. Apendisitis
Akut
Perforasi
6. Apendisitis
Kronik
Penatala Tatalaksana Rekam Nominal
ksanaan yang tertera medis 1. Laparatomi
Medis pada rekam 2. Apendekto
medis mi
3. Non operasi
Tempat Alamat Rekam Nominal Kategori
Tinggal tempat medis 1. 28 berdasarkan
tinggal yang Kecamatan data Badan
tertera di yang berada Pusat
rekam di Statistik
medis/KTP Kabupaten Kabupaten
Lebak Lebak
2. Luar Lebak
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi deskriptif


dengan pendekatan cross-sectional dengan mengumpulkan data sekunder
yang didapat dari rekam medis pasien yang ditetapkan sebagai Apendisitis
di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian di lakukan di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak


pada bulan April – Agustus 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh pasien dengan


diagnosis apendisitis yang mendapatkan tindakan laparatomi dan
apendektomi maupun yang tidak mendapatkan tindakan bedah di RSUD
dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak periode 1 januari 2016 – 31 desember
2016.

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama


dengan jumlah populasi (total sample).

3.3.1 Kriteria Sampel

Kriteria inklusi :

a. Pasien yang telah terdiagnosis secara klinis apendisitis di RSUD dr.


Adjidarmo Kabupaten Lebak tahun 2016

Kriteria eksklusi :

a. Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap.

28
29

3.4 Alur Penelitian

Izin penelitian

Pengajuan izin ke
RSUD dr. Adjidarmo
Kab. Lebak

Pengambilan data
rekam medik di
RSUD dr. Adjidarmo
Kab. Lebak

Pengolahan Data

Hasil Penelitian

3.5 Cara Kerja Penelitian


1) Persiapan
pada tahap persiapan yang dilakukan adalah memperbaiki proposal,
membuat surat perizinan penelitian dan memproses izin penelitian
2) Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data sekunder pada penelitian kuantitatif, peneliti
lakukan dengan mengajukan proposal dan surat izin pengambilan data
rekam medik ke RSUD dr. Adjidarmo Kab. Lebak.
3) Pengolahan Data
Mengolah data secara univariat di Ms. Excel.

3.6 Manajemen Data

a. Alat pengumpulan data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
daftar tabel. Daftar tabel yang digunakan berisikan variabel – variabel
penelitian yaitu data pasien apendisitis serta data yang mendukung lainnya.
30

b. Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah menggunakan
studi dokumentasi, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa
data sekunder dari rekam medis pasien RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak periode 1 Januari 2016 - 31 Desember 2016.

3.6.1 Pengolahan dan analisa data

A. Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses pengolahan yang
meliputi :
1. Cleaning
Proses pengecekan data untuk mencegah adanya data yang
berulang.
2. Editing
Proses pengeditan yang dilakukan untuk memeriksa
kelengkapan, kesinambungan, dan keseragaman data.
3. Coding
Memudahkan dalam pengelompokkan data sesuai kategori yang
ada.
4. Entry data
Memasukan data ke komputer untuk dianalisis mengggunakan
Ms. Excel.

B. Analisa data
Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dimana
analisa dilakukan terhadap masing-masing variabel dan hasil
penelitian dianalisis untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel.
31

Analisis univariat dilakukan menggunakan rumus berikut 33:


P= x 100%

Keterangan:
P : Persentase
X : Jumlah kejadian pada responden
N : Jumlah seluruh responden

3.7 Etika penelitian

1. Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan kepada


Dekan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Pengajuan surat permohon izin penelitian yang ditunjukkan kepada
Direktur RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.
3. Mendapatkan izin penelitian di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.
4. Melakukan pengambilan data rekam medis di RSUD dr. Adjidarmo
Kabupaten Lebak.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Prevalensi Apendisitis Di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak
Pada periode 1 Januari 2016 – 31 Desember 2016 menurut data
rekam medis ditemukan 293 kasus dengan diagnosis apendisitis di RSUD
dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak. Dari banyaknya kasus tersebut,
seluruhnya memiliki data yang lengkap berupa data usia, jenis kelamin,
jenis apendisitis, penatalaksanaan medis, dan keadaan pasien sewaktu
pulang, tempat tinggal.

4.1.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia


Pengamatan distribusi pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo
Kabupaten Lebak diklasifikasikan dalam tiap kelompok usia berdasarkan
pengelompokkan usia menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2009,
dimana pengelompokkan dibagi menjadi 9 kelompok usia.

100 93
90
80
70
jumlah pasien

60 55
50
37
40 34
29
30 25
20 14
10 5
1
0
0 - 5 th 6 - 11 th 12 - 16 17 - 25 26 - 35 36 - 45 46 - 55 56 - 65 >65 th
th th th th th th
kelompok usia

Gambar 4.1 Distribusi kejadian apendisitis berdasarkan usia.

32
33

Gambar 4.1 menunjukkan kelompok usia 17–25 tahun menempati


posisi teratas pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak
yaitu sebanyak 93 pasien (31,7%), kemudian disusul usia 26-35 tahun
sebanyak 55 (18,8%), dan yang terakhir usia 0-5 tahun sebanyak 1 pasien
(0,3%).

4.1.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin


Pengamatan distribusi pasien apendisitis berdasarkan jenis kelamin
dibagi menjadi dua jenis, yaitu wanita dan pria.
Frekuensi kejadian apendisitis berdasarkan jenis kelamin tersaji
pada Gambar 4.2.

141, 48% 152, 52%

Wanita Pria

Gambar 4.2 Distribusi pasien apendisitis berdasarkan jenis kelamin

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pasien apendisitis di RSUD dr.


Adjidarmo Kabupaten Lebak lebih banyak wanita dengan angka kejadian
152 pasien (52%) sementara pria dengan angka kejadian 141 pasien
(48%).
34

4.1.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis


Pasien apendisitis berdasarkan jenis apendisitis dibagi menjadi 6
kategori berdasarkan diagnosis klinis, yaitu apendisitis akut, apendisitis
akut perforasi, apendisitis akut gangrenosa, apendisitis akut infiltrat,
apendisitis akut abses, apendisitis kronik.
Frekuensi pasien apendisitis berdasarkan jenis apendisitis tersaji
pada gambar 4.3.

160
140
140
120 108
100
80
60
40 30

20 5 6
4
0
Apendisitis Apendisitis Apendisitis Apendisitis Apendisitis Apendisitis
Akut Akut Akut Akut Akut Abses Kronik
Sederhana Perforasi Gangrenosa Infiltrat

Gambar 4.3 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis


Apendisitis

Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa pasien apendisitis di


RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 terbanyak adalah
apendisitis akut sederhana sebanyak 140 kasus (47,8%), diikuti oleh
apendisitis akut perforasi sebanyak 108 kasus (36,9%), dan yang paling
sedikit adalah apendisitis akut gangrenosa sebanyak 4 kasus (1,4%).

4.1.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


Pasien apendisitis berdasarkan penatalaksanaan medis dibagi
menjadi 3 kelompok berdasarkan tindakan medis yang didapatkan oleh
pasien yaitu apendektomi, laparotomi, dan non operasi.
Frekuensi pasien apendisitis berdasarkan penatalaksanaan medis
tersaji pada gambar 4.4.
35

62, 21%

103, 35%

128, 44%

Laparotomi Apendektomi Non Operasi

Gambar 4.4 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksaan


Medis

Dari gambar 4.4, didapatkan penatalaksanaan medis yang lebih


sering dilakukan adalah apendektomi yaitu 128 pasien (65%) dan disusul
dengan pasien yang tidak dilakukan operasi yaitu 103 pasien (35%), dan
yang terakhir adalah laparotomi 62 kasus (21%).

4.1.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu


Pulang
Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi pasien apendisitis
sewaktu keluar dari rumah sakit sesuai dengan yang tercatat dalam rekam
medis, baik pascaoperasi maupun tidak operasi, dikategorikan menjadi
hidup dan mati.

Tabel 4.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan


Pasien

Keadaan Pasien Jumlah Pasien Persentase


Hidup 291 99,3%
Mati 2 0,7%
Total 293 100,0%
36

Dari tabel tersebut, diketahui bahwa pasien apendisitis di RSUD


dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 sebagian besarnya
pulang dari rumah sakit dalam keadaan hidup yaitu sebesar 291 pasien
(99,3%), dan terdapat 2 pasien (0,7%) yang mati.

4.1.7 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal

Pengamatan distribusi pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo


Kabupaten Lebak berdasarkan tempat tinggal dibagi dalam 29 kelompok,
yaitu 28 kelompok pasien yang tinggal di kecamatan yang ada di
Kabupaten Lebak dan 1 kelompok pasien yang bertempat tinggal di luar
Kabupaten Lebak.

60
54

50 45

40

30
24

20 18 18 18
14
11 11 11
9 8
10 7 6 6 7
4 5 4
3 2 3 2
1 1 0 0 1 0
0
Gunungkencana

Luar Lebak
Curugbitung
Banjarsari

Cibadak

Cimarga
Cipanas

Maja

Warunggunung
Cileles

Wanasalam
Bayah

Rangkasbitung
Muncang

Sajira
Panggarangan
Bojongmanik

Cijaku

Lebak Gedong
Cigemblong
Cihara

Leuwidamar

Malingping

Sobang
Cikulur
Cibeber

Cilograng

Cirinten

Kalang Anyar

Gambar 4.5 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat


Tinggal

Dilihat pada Gambar 4.5, pasien apendisitis di RSUD dr.


Adjidarmo Kabupaten Lebak paling banyak bertempat tinggal di
Kecamatan Rangkasitung yaitu sebanyak 54 pasien (18,4%) dan tidak ada
pasien yang bertempat tinggal di Cihara, Cilograng dan Wanasalam.
37

4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia
Dari Gambar 4.1 didapatkan bahwa pasien apendisitis di RSUD dr.
Adjidarmo Kabupaten Lebak terbanyak adalah usia 17-25 tahun yaitu
sebanyak 93 pasien (31,7%) dan terendah adalah usia 0-5 tahun yaitu
sebanyak 1 pasien (0,3%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wahyuning Hapsari di RSU Kota Tangerang Selatan
Tahun 2016-2017 yang menunjukan kejadian apendisitis terbanyak pada
usia 17-25 tahun yaitu sebanyak 64 orang (17,5%) dari 365 sampel.34
Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan Marcdante (2004) dimana
angka kejadian puncak apendisitis berkisar antara 20 – 30 tahun dengan
tahun kejadian usia tengah 22 tahun.35 Selain itu, hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Iftina Amalia di RSU Kota
Tangerang Selatan pada tahun 2015 yang menjelaskan bahwa pasien
apendisitis terbanyak adalah usia 17-25 tahun.7
Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Ivan di RSUP Haji
Adam Malik Medan Tahun 2009, yang menunjukan bahwa pasien
apendisitis terbanyak pada usia kelompok 21-30 tahun yaitu sebanyak 21
orang (35%) dari 60 sampel.36
Pada saat remaja jaringan limfoid berkembang dengan maksimal,
hal ini diduga menjadi penyebab tingginya risiko penyumbatan apendiks
yang dapat berujung pada kejadian apendisitis.37 Sementara kelompok usia
balita (0 – 5 tahun) menempati urutan terbawah kejadian pasien apendisitis
di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak tahun 2016. Hal ini sesuai
dengan yang diuraikakn oleh Pieter (2005) dimana pada kelompok usia
balita, anatomi apendiks berbentuk seperti corong sehingga mengurai
resiko obstruksi pada organ apendiks.38

4.2.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin


Dari Gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa pasien apendisitis di
RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak, lebih banyak wanita dari pada
pria yaitu sebanyak 152 pasien (52%).
38

Hasil dari penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan


oleh Wahyuning Hapsari di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-
2017, dari 365 sampel yang diambil terdapat 226 pasien wanita (61,9%)
dan pria sebanyak 139 pasien (38,1%).34 Dan juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Afiati di RSUD Serang Tahun 2013, dari
111 sampel yang diambil terdapat 63 pasien wanita (56,8%) dan pria
sebanyak 48 pasien (43,2%).39 Namun hasil penelitian ini tidak sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado pada tahun 2012-2015, yang menunjukan bahwa
pasien dengan jenis kelamin laki-laki yang menderita apendisitis sebanyak
363 pasien (56%), sedangkan perempuan sebanyak 287 pasien (44%).10

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Humes
dan Simpson (2006) yang menjelaskan bahwa di Eropa dan Amerika
kejadian apendisitis secara keseluruhan, 70% pasien berusia kurang dari 30
tahun dan lebih banyak pria daripada wanita, dengan rasio 1,4:1. 2 Resiko
kejadian apendisitis di Amerika tercatat sebesar 8,6% pada pria dan 6,7%
pada wanita.9

Penelitian yang dilakukan oleh Hwang & Khumbaar (2002)


menerangkan bahwa proporsi jaringan limfoid pada pria lebih banyak
dibandingkan dengan wanita, hal tersebut menjelaskan apendisitis lebih
banyak menyerang pria dari pada wanita.8

4.2.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis


Dari Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa pasien apendisitis di RSUD
dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 terbanyak adalah
apendisitis akut sederhana sebanyak 140 kasus (47,8%), diikuti oleh
apendisitis akut perforasi sebanyak 108 kasus (36,9%), lalu apendisitis
kronik sebanyak 30 kasus (10,2%).
Cukup banyaknya kasus apendisitis akut perforasi diduga erat
kaitannya dengan masih banyaknya pasien apendisitis yang tidak
dilakukan tindakan operasi yang menyebabkan komplikasi berupa
perforasi.
39

Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2012-2015, yang
memperlihatkan bahwa jumlah kasus apendisitis dari 650 kasus yang
paling banyak ialah apendisitis akut sebanyak 412 kasus (63%), diikuti
oleh apendisitis perforasi sebanyak 193 kasus (30%), dan apendisitis
kronik sebanyak 38 kasus (6%). 10
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wahyuning Hapsari di
RSU Tangerang Selatan Pada 2016-2017, bahwa jenis apendisitis
terbanyak adalah apendisitis kronik yaitu sebanyak 337 kasus (92,3%) dari
365 sampel dan apendisitis akut sebanyak 28 kasus (7,7%).34

4.2.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


Dari Gambar 4.4 terlihat memang sebagian besar pasien apendisitis
mendapatkan tindakan operasi, yaitu apendektomi dan laparatomi. Akan
tetapi jika melihat jumlah pasien apendisitis yang tidak mendapatkan
tindakan operasi sebanyak 35%, tentu angka tersebut merupakan angka
yang tidak sedikit. Hal ini diduga akibat belum muncul gejala yang sangat
hebat pada pasien sehingga pasien akan merasa baik-baik saja jika tidak
melakukan tindakan operasi. Hal ini tentu menjadi pekerjaan tambahan
bagi para dokter untuk mengedukasi pasien sampai benar-benar paham
akan penyakitnya agar mendapatkan penanganan yang tepat dan
maksimal. Jika apendisitis akut tidak segera dioperasi maka akan terjadi
komplikasi berupa perforasi.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuning Hapsari di RSU Tangerang Selatan Pada 2016-2017, bahwa
pasien yang tidak mendapatkan tindakan operasi lebih banyak
dibandingkan dengan yang mendapatkan tindakan operasi, yaitu sebanyak
214 pasien (58,6%) dan 151 pasien (41,4%).34
40

4.2.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu


Pulang
Dari 293 pasien apendisitis pada tahun 2016, terdapat 2 pasien
yang meninggal dunia baik pasien yang tidak operasi maupun
pascaoperasi, sehingga didapatkan angka mortalitas pasien apendisitis di
RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 sebesar 0,7%.
Pasien yang pulang dari rumah sakit dalam keadaan hidup masih
tidak jelas apakah dalam keadaan sembuh atau masih dalam keadaan
apendisitis karena tidak dilakukannya tindakan operasi. Terdapat 291
pasien yang keluar dalam keadaan hidup, dan jumlah pasien apendisitis
yang dilakukan tindakan operasi sebanyak 190 pasien, maka sekitar 61
pasien masih memiliki risiko terjadinya komplikasi karena tidak dilakukan
tindakan operasi.

4.2.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal


Dilihat pada Gambar 4.5, pasien apendisitis di RSUD dr.
Adjidarmo Kabupaten Lebak paling banyak bertempat tinggal di
Kecamatan Rangkasitung yaitu sebanyak 54 pasien (18,4%), dan tidak ada
pasien yang bertempat tinggal di Cihara, Cilograng, dan Wanasalam.

Hal ini diduga erat kaitanya dengan letak RSUD dr. Adjidarmo
Kabupaten Lebak yang berada di Kecamatan Rangkasbitung. Pasien
apendisitis mengalami gejala nyeri abdomen yang termasuk kedalam kasus
gawat darurat yang membutuhkan pertolongan cepat, cenderung akan
memilih layanan kesehatan jarak terdekat dari tempat tinggalnya untuk
mengatasi keluhannya. Diketahui jarak dari Kecamatan Cihara ke RSUD
dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak adalah 97, 8 km, dari Kecamatan
Wanasalam sejauh 92,7 km, dan dari Kecamatan Cilograng sejauh 137,7
km. Ini merupakan alasan mengapa mayoritas pasien apendisitis di RSUD
dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak bertempat tinggal di Kecamatan
Rangkasbitung dan tidak adanya pasien yang bertempat tinggal di Cihara,
Cilograng dan Wanasalam.
41

4.3 Keterbatasan Penelitian

Desain penelitian yang menggunakan teknik cross-section membuat


penelitian ini hanya dapat menampilkan data cuplikan dari karakteristik
pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun
2016. Proses pengumpulan data yang menggunakan data sekunder dari rekam
medis pasien membuat keterbatasan faktor yang bisa diamati pada penelitian
ini.
BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian Prevalensi Apendisitis Di RSUD dr. Adjidarmo


Kabupaten Lebak Tahun 2016, disimpulkan:
1. Prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak periode
1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016 sekitar 23 per 100.000 orang.
2. Prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak periode
1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016 berdasarkan:
a) Pasien wanita memiliki angka kejadian apendisitis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien pria.
b) Berdasarkan usia, didapatkan kelompok usia tertinggi pasien
apendisitis berusia 17-25 tahun.
c) Pasien apendisitis akut lebih banyak dibandingkan apendisitis jenis
lainnya.
d) Penatalaksanaan dengan tindakan operasi lebih banyak dibandingan
dengan tindakan konservatif saja. Dan tindakan operasi tersebut
lebih banyak apendektomi dibandingkan dengan laparatomi.
e) Sebagian besar pasien apendisitis saat pulang dari rumah sakit
dengan keadaan hidup. Dan angka mortalitas dari pasien apendisitis
di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak tahun 2016 sebesar 0,7%.
f) Distribusi pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten
Lebak tahun 2016 terbanyak bertempat tinggal di Kecamatan
Rangkasbitung, dan tidak ada pasien yang bertempat tinggal di
Kecamatan Cihara, Cilograng, dan Wanasalam.

42
43

5.2 Saran
1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak untuk melakukan pendataan
kejadian apendisitis di Kabupaten Lebak dengan lebih baik lagi, agar
mendukung kegiatan peningkatan usaha kuratif serta promotif dan
preventif kesehatan yang lebih efektif.
2. Kepada RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak untuk melakukan
pelengakapan data rekam medis yang lebih baik, mulai dari identitas
pasien, data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Kepada peneliti selanjutnya untuk menggali lebih dalam lagi faktor lain
dari prevalensi apendisitis yang belum dijelaskan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kong VY, Bulajic B, Allorto NL, Handley J, Clarke DL. Acute appendicitis
in a developing country. World J Surg. 2012;36(9):2068–73.

2. Jacobs D. Acute Appendicitis and Peritonitis. In: Harrison’s Prinsiple Of


Internal Medicine. 19th ed. New York: Mcgraw-Hill; 2014.

3. Ceresoli M, Zucchi A, Allievi N, Harbi A, Pisano M, Montori G, et al.


Acute appendicitis: Epidemiology, treatment and outcomes- analysis of
16544 consecutive cases. World J Gastrointest Surg [Internet].
2016;8(10):693. Available from: http://www.wjgnet.com/1948-
9366/full/v8/i10/693.htm

4. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2008. 2009;24–31.

5. Sulistiyawati, Hasneli, Novayelinda. Efektivitas Mobilisasi Dini Terhadap


Penyembuhan Luka Postoperasi Apendisitis. Universitas Riau; 2013.

6. Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyo T, Rudiman R. Apendiks. In:


Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p. 755–60.

7. Amalia I. Gambaran Sosio-Demografi Dan Gejala Apendisitis Akut Di


RSU Kota Tangerang Selatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2016.

8. Santacroce R, Craig S. Appendicitis. 2007; Available from:


www.emedicine.com

9. Humes DJ, Simpson J. Acute appendicitis. BMJ [Internet].


2006;333(7567):530–4. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16960208

10. Thomas GA, Lahunduitan I, Tangkilisan A. Angka kejadian apendisitis di


RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou Manado Periode Oktober 2012 -
September 2015. J e-Clinic. 2016;4(1):231–6.

11. Dinkes Prov. Banten. Profil Kesehatan Banten Tahun 2012. 2012;1–78.
Available from: http://www.depkes.go.id

12. Snell RS. Appendix. In: Clinical Anatomy by Regions. Philadelphia:

44
Lippincott Williams & Wilkins; 2012. p. 231–3.

45
46

13. Almaramhy HH. Acute appendicitis in young children less than 5 years:
review article. Ital J Pediatr [Internet]. 2017;43:1–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1186/s13052-017-0335-2.

14. Sherwood L. Pertahanan Tubuh. In: Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.
8th ed. Jakarta: EGC; 2014. p. 444–5.

15. Mescher AL. Saluran Cerna. In: Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas.
12th ed. Jakarta: EGC; 2011. p. 267.

16. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. 28th ed. Jakarta: EGC; 2011.
80 p.

17. Gerst P, Mukherjee A, Kumar A, Albu E. Acute Appendicitis in Minority


Communities: An Epidemiologic Study. J Natl Med Assoc,.
1997;89(3):168–172.

18. Gusmara A. Data Pasien RSUD Serang Tahun 2013. Serang; 2014.

19. Maa J KK. The Appendix. In: Sabiston Textbook Of Surgery. 19th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 1297–1293.

20. D’Souza N, Nugent K. Appendicitis. Br Med J [Internet]. 2014;12(408):1–


11. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4259213/

21. Windy, Sabir M. Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit, Dan
Platelet Disitribution Width (PDW) Pada Apendisitis Akut Dan Apendisitis
Perforasi Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014.
2016;2(2):24–32.

22. Fares A. Summer appendicitis. Annals of Medical and Health Sciences


Research. 2014;(4(1):18). Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3952290/

23. Song DW, Park BK, Suh SW, Lee SE, Kim JW, Park JM, et al. Bacterial
culture and antibiotic susceptibility in patients with acute appendicitis. Int
J Colorectal Dis. 2018;33(4):441–7.
47

24. Kumar V, Robbins SL, Cotran RS. Apendisitis Akut. In: Buku Ajar
Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007. p. 660–1.

25. Ohle R, O’Reilly F, O’Brien KK, Fahey T, Dimitrov BD. The Alvarado
score for predicting acute appendicitis: A systematic review. BMC Med
[Internet]. 2011;9(1):139. Available from:
http://www.biomedcentral.com/1741-7015/9/139

26. Lamparelli MJ, Hoque HMR, Pogson CJ, Ball ABS. A prospective
evaluation of the combined use of the modified Alvarado score with
selective laparoscopy in adult females in the management of suspected
appendicitis. Ann R Coll Surg Engl. 2000;82(3):192–5.

27. Liang MK et al. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery. 10th
ed. New York: Mcgraw-Hill; 2015. p. 1241–59.

28. Sanyoto D. Masa Remaja dan Dewasa. In: Bunga Rampai Masalah
Kesehatan dari dalam Kandungan sampai Lanjut Usia. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2007. p. 297–300.

29. Dai L, Shuai J. Laparoscopic versus open appendectomy in adults and


children: A meta-analysis of randomized controlled trials. United Eur
Gastroenterol J. 2017;5(4):542–53.

30. Wagner M, John Tubre D, Asensio JA. Evolution and Current Trends in
the Management of Acute Appendicitis. Surg Clin NA. 2018;

31. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak. Statistik Daerah Kabupaten


Lebak. BPS Kabupaten Lebak. 2016;

32. Beaglehole R, Bonita R, Kjellstrom T. Teacher Guide for Basic


Epidemiology Part I and II. Geneva: World Health Organization; 1993.

33. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;


2010.

34. Hapsari W. Prevalensi Appendicitis Di RSU Tangerang Selatan Pada


Tahun 2016-2017. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2018.
48

35. Zhou Y, Li G. Diagnosis and management of complicated intra-abdominal


infection in adults and children: Guidelines by the Surgical Infection
Society and the Infectious Diseases Society of America. Chinese J Infect
Chemother. 2010;10(4):241–7.

36. Ivan. Apendisitis Akut. 2010; Available from:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21908/Chapter III-
IV.pdf;jsessionid=495A5F9E1E13E802AD52856A659FDF49?sequence=3

37. LEE JA. The influence of sex and age on appendicitis in children and
young adults. Gut. 1962;3:80–4.

38. Pieter J. Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. In: Buku Ajar Ilmu
Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 646–7.

39. Afiati. Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi


Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014.
LAMPIRAN
Lampiran 1

49
50

Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syifa Sukmahayati


Tempat, tanggal lahir : Lebak, 21 Juni 1997
Alamat : Komp. Griya Kaduagung Indah, Blok A no. 1,
Cibadak, Lebak, Banten
No. HP : 081316901208
Email : syifa.faisal21@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 01 Rangkasbitung Barat (2003-2009)
2. SMP Terpadu Alqudwah (2009-2012)
3. SMAN 1 Rangkasbitung (2012-2015)

Anda mungkin juga menyukai