Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner merupakan gangguan pembuluh darah koroner

berupa penyempitan atau penyumbatan aliran darah yang dapat mengganggu proses

transportasi bahan-bahan energi tubuh, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen ketidakseimbangan

ini menimbulkan gangguan pompa jantung dan berakhir pada kelemahan dan

kematian sel-sel jantung (Wahyuni et.al, 2012).

Penyakit jantung koroner adalah kelainan pada satu atau lebih dimana

terdapat penebalan dalam pembuluh darah disertai penumpukkan plak yang

mengganggu laju aliran darah ke otot jantung yang mengakibatkan terganggunya

fungsi kerja jantung (American Heart Association, 2015). Penyakit jantung koroner

terjadi akibat adanya penyumbatan pembuluh arteri oleh plak yang menghambat

suplai oksigen dan nutrisi ke jantung. Kemunculan plak yang berupa timbunan lemak

atau kalsium melalui proses secara bertahap. Biasanya, diawali dengan kekakuan

pembuluh darah atau arterosklerosis, kemudian penyempitan pembuluh darah dan

berangsur-angsur meningkat menjadi penyumbatan pembuluh darah (Hermawati &

Dewi, 2014).

11
12

2.1.2 Etiologi Penyakit Jantung Koroner

Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada prinsipnya dipengaruhi

oleh dua faktor utama yakni:

1. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan penyebab paling umum penyakit kardiovaskuler,

termasuk penyakit jantung koroner (PJK), penyakit pembuluh darah otak

(stroke), dan penyakit pembuluh darah tepi (peripheral artery disese/PAD).

Aterosklerosis terjadi pengerasan pembuluh darah karena plak. Pembentukan

plak ini akan memperlambat bahkan menghentikan aliran darah sehingga

jaringan yang disuplai oleh arteri yng mengalami aterosklerosis akan

kekurangan oksigen dan nutrisi. Proses peradangan ini menyebabkan

pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah arteri yang terjadi karena

proses pengendapan lemak, komplek karbohidrat dan produk darah, yang

selanjutnya akan mengakibatkan hilangnya elastisitas arteri disertai perubahan

degenerasi lapisan tunika media dan intima pembuluh darah (Wihastuti et al.,

2016).

2. Trombosis

Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lama

kelamaan mengakibatkan terjadinya robekan pada pembuluh darah. Pada

mulanya gumpalan darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk

mencegah perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya

gumpalan darah dibagian robek tersebut, yang kemudian bergabung dengan

keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan

sumbatan di pembuluh darah jantung, dapat menyebabkan serangan jantung


13

mendadak dan bila sumbatan terjadi di pembuluh darah otak akan

menyebakan stroke (Kusrahayu, 2004).

2.1.3 Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

Kolesterol yang tertimbun didinding bagian pembuluh darah dapat

mengakibatkan pembuluh darah mengalami penyempitan dan aliran darahpun

menjadi tersumbat. Akibatnya fungsi jantung terganggu karena harus bekerja lebih

keras untuk memompa aliran darah. Seiring berjalannya waktu, arteri-arteri koroner

makin sempit dan mengeras inilah yang disebut aterosklerosis. Menurut Sargowo

(dalam Wahyuni, 2016) terdapat 4 penyebab atau indikator terbentuknya plak

aterosklerosis, diantaranya dislipidemia, disfungsi endotel, radikal bebas dan

inflamasi. Dislipidemia adalah abnormalitas lipid dan lipoprotein pada darah, ini

terjadi karena adanya peningkatan kadar LDL dan VLDL serta penurunan HDL

dalam darah. Murray (Dalam Wahyuni, 2016) Lemak yang diangkut ke seluruh

jaringan tubuh memerlukan apoprotein untuk melarutkan untuk melarutkan dan

memudahkan transportasinya. Gabungan lemak dan apoprotein di dalam tubuh

disebut lipoprotein. Ada 4 jenis lipoprotein yaitu kilomikron, LDL (Low Density

Lipoprotein), VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density

Lipoprotein). LDL merupakan lipoprotein yang paling berperan dalam patogenesis

dari aterosklerosis.

Keadaan dislipidemia yang terus menerus menyabakan terjadinya disfungsi

endotel. Disfungsi endotel akan memicu LDL masuk dan terakumulasi di dalam

lapisan sub-endotel dari pembuluh darah. Disfungsi endotel terjadi pada lapisan sel

endotel yang mengalami kerusakan atau stress metabolik. Adanya substansi NO (nitric

Oxide) pada lapisan endotel akan mencegah komponen-komponen seluler darah


14

melakukan adhesi, menghambat ploriferasi sel otot polos vaskuler, menghambat

aktivasi, dan agregasi platelet, menghambat adhesi dan migrasi dari sel-sel inflamasi.

Gesekan antaran aliran darah dan lapisan endotel pada lumen arteri akan

menimbulkan suatu gaya yang disebut shear stress, lapisan sel endotel yang melapisi

arteri sangat sensitif pada shear stress. Disturbansi aliran darah pada beberapa daerah

arteri seperti percabangan, bifurkasio dan lengkungan akan mengakibatkan shear stress

yang kompleks dan akhirnya menyebabkan jejas endotel. Terdapat 3 penyebab utama

terjadinya jejas endotel yaitu gangguan hemodinamik, displidemia dan inflamasi

(Davies, dalam Wahyuni 2016).

Proses terjadinya aterosklerosis terjadi dalam lima fase yang meliputi enam

tipe lesi yaitu:

1. Fase 1 terjadi pada orang berusia < 30 tahun dan secara klinis ditandai dengan

lesi tipe I sampai III yang tidak terdeteksi secara klinis dan tidak mempertebal

dinding pembuluh darah atau mempersempit lumen arteri. Lesi tipe I

merupakan adaptasi mikroskopik pada otot polos dan terjadi terutama

didekat percabangan arteri. Lesi I berkembang dan matur menjadi lesi tipe II.

Lei tipe III dikenal dengan lesi intermediet, terjadi selama usia 20-an. Lesi ini

mengelilingi otot polos, lesi ini juga disebut sebagai lesi pra-ateroma karena

menjembatani lesi awal dan lesi lanjut.

2. Fase 2 ditandai dengan lesi tipe IV dan V, mencerminkan perkembangan plak

yang rentan. Lesi IV juga disebut sebagai ateroma ditandai dengan perubahan

lanjut pada struktur intima akibat akumulasi sejumlah besar lipid ekstraseluler

dan jaringan fibrosa yang terlokalisasi membentuk inti lipid. Inti lipid

menebalkan dinding arteri tetapi sering tidak menyebabkan penyempitan


15

lumen arteri. Lesi tipe IV rentan mengalami ruptur yang dapat menyebabkan

perkembangan cepat ke lesi yang lebih buruk.

3. Fase 3, ditandai dengan gangguan akut lesi tipe IV dan V yang menyebabkan

pembentukan trombus dan perkembangan lesi tipe VI (komplikata). Jika

pembentukkan trombus selama fase 3 tidak membatasi aliran darah di dalam

arteri, peristiwa ini biasanya tidak menimbulkan gejala. hasil dari fase 3 adalah

peningkatan cepat pada ukuran plak yang dapat menyebabkan angina stabil .

4. Fase 4, jika trombus mengurangi atau menyumbat aliran darah dalam arteri,

sindrom koroner akut seperti angina tidak stabil, infark miokardium atau

kematian jantung mendadak sering terjadi. lesi tipe VI ditandai dengan inti

yang mengandung lipid ekstraselular, faktor jaringan, kolagen, trombosit,

trombin, dan fibrin. Lesi ini dapat menyebabkan gangguan permukaan plak,

hematoma, atau perdarahan dalam plak, serta trombosis.

5. Fase 5, mengikuti fase 3 atau 4 dan terjadi saat trombus pada plak yang

mengalami gangguan mulai mengalami klasifikasi (lesi tipe Vb) atau yang

mengalami fibrosis (lesi tipe Vc), membentuk lesi stenotik kronis. Seiring

dengan perkembangan lesi fase 5, lesi ini akan menyebabkan oklusi yang lebih

besar pada lumen arteri dan sering menyebabkan oklusi total. Lesi fase 5

berkaitan dengan angina tidak stabil kronis dan sering disertai perkembangan

sirkulas kolateral (Black & Hawks, 2014).

2.1.4 Tanda dan Gejala Penyakit Jantung Koroner

Sumber rasa sakit berasal dari pembuluh koroner yang menyempit atau

tersumbat. Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan benda

berat didada bagian tengah. Kondisi yang perlu diwaspadai adalah jika rasa sakit
16

didada muncul secara mendadak disertai dengan keluarnya keringat dingin yang

berlangsung lebih dari 20 menit serta tidak berkurang dengan istirahat. Serangan

jantung terjadi apabila peembuluh darah koroner tiba-tiba menyempit parah atau

tersumbat total. Keluhan yang dirasakan sebagian penderita PJK adalah rasa tidak

nyaman di ulu hati, sesak nafas dan mengeluh lemas bahkan pingsan (Yahya, 2010).

Gejala penyakit jantung koroner yaitu: timbulnya rasa nyeri didada, sesak

nafas, kenaehan pada irama denyut jantung, pusing, rasa lelah berkepanjangan, sakit

perut, mual dan muntah. Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi

klinis yang berbeda-beda. untuk mengetahui manifestasi klinisnya perlu dilakukan

pemerikasaan yang seksama, seperti memperhatikan klinis penderita, riwayat

perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto dada, dan

pemeriksaan enzim jantung yang dapat memberikan perbedaan subset klinis jantung

(Hermawati & Dewi, 2014).

2.1.5 Klaifikasi Penyakit Jantung Koroner

Terdapat empat kategori penyakit jantung koroner:

1. Angina pektoris stabil/Stable Angina Pectoris

Penyakit iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai

oksigen miokard. Ditandai oleh rasa nyeri yang terjadi kebutuhan oksigen

miokardium melebihi suplainya. Iskemia miokard dapat bersifat asimtomatis (Silent

Ischemia), terutama pada pasien diabetes. 70% laki-laki merupakan pasien dengan

angina pektoris, sebagian besar menyerang pada laki-laki ± 50 tahun dan perempuan

±60 tahun (Syukri et al, 2013).


17

2. Angina pektoris tidak stabil/ Unstable Angina Pectoris

Pada klasifikasi angina pektoris tidak stabil secara keseluruhan sama dengan

penderita angina stabil. Tapi nyeri lebih bersifat progresif dengan frekuensi yang

meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian

besar disebabkan oleh disrupsi plak aterosklerotik dan diikuti proses patologis yang

menurunkan aliran darah koroner. Angina ini didefinisikan sebagai angina pektoris

atau ketidaknyamanan iskemik setara dengan satu dari tiga gelaja: terjadi saat istirahat

biasanya berlangsung >10 menit, sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu

sebelumnya) dan terjadi lebih berat, berkepanjangan atau sering dari sebelumnya

(Syukri et al., 2013).

3. Angina Varian Prinzmental

Terjadi hipoksia dan iskemik miokardium disebabkan oleh spasme (kekakuan

pembuluh darah), bukan karena penyempitan progresif arteri koronaria. Arteri

koroner bisa menjadi kejang yang mengganggu aliran darah ke jantung. Tipe angina

ini tidak umum dan hampir selalu terjadi bila seorang beristirahat-sewaktu tidur.

EKG peningkatan segmen ST (Syukri et al., 2013).

4. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infarction

Suatu keadaan dimana jantung tidak menerima aliran darah. Penyakit ini

sering didahului dada terasa tidak enak, nyeri dada seperti tertekan, teremas dan

terasa pan berlangsung >30 menit sampai berjam-jam. Infark miokard terbagi

menjadi 2: Non ST elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) dan ST elevasi Miokard

Infark (STEMI)(Yahya, 2010).


18

2.1.6 Komplikasi Penyakit Jantung Koroner

Menurut (Karikaturijo, 2010) komplikasi penyakit jantung koroner adalah

disfungsi ventricular, aritmia pasca STEMI, gangguan hemodinamik, syok

kardiogenik, gagal jantung kongestif, perikarditis, kematian mendadak.

Komplikasi penyakit jantung koroner yang paling sering terjadi antara lain:

mati mendadak, gagal jantung mendadak atau menahun, gangguan aritmia (gangguan

detak jantung tidak sesuai aturan), stroke (serangan otak) dan kerusakan katup

jantung (Cahyono, 2008).

2.1.7 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner

Berbagai jenis faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) biasanya bekerja

bersama-sama dan jarang bekerja sendiri-sendiri. Interaksinya saling menunjang satu

dengan yang lain sehingga memperparah kondisi penyakit. misalnya, bagi wanita usia

menopause yang perokok dan menderita penyakit darah tinggi atau penyakit gula

akan memiliki risiko PJK lebih tinggi (Black & Hawks, 2014).

Faktor-faktor risiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat diubah

dan yang dapat diubah. Sebagai berikut:

1. Faktor risiko yang tidak dapat di ubah

a. Keturunan (termasuk Ras)

Anak-anak dari orang tua yang memiliki penyakit jantung memiliki risiko

PJK yang lebih tinggi. Peningkatan risiko ini terkait dengan predisposisi

genetik pada hipertensi, peningkatan lemak darah, diabetes dan obesitas

yang meningkatkan risiko PJK (Black & Hawks, 2014).


19

b. Usia

Risiko penyakit jantung koroner meningkat dengan bertambahnya usia.

PJK simtomatis tampaknya lebih banyak pada orang berusia lebih dari 40

tahun, dan 4 dari 5 orang yang meninggal karena PJK berusia 65 tahun

atau lebih. Angina dan infark miokard dapat terjadi pada sesorang yang

berusia 30-an dan bahkan 20-an. Pada usia yang lebih tua, wanita yang

mengalami serangan jantung memiliki kemungkinan kematian akibat

serangan jantung dua kali lebih besar dibandingkan pria (Black & Hawks,

2014).

c. Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, pria cenderung berpotensi lebih besar terkena

serangan jantung pada usia lebih muda dibandingkan dengan wanita.

Namun, risiko penyakit jantung pada wanita meningkat signifikan pada

masa menopause dua atau tiga kali lipat pada usia yang sama sebelum

menopause (Hermawati & Dewi, 2014). Wanita mempunyai faktor resiko

terkena serangan penyakit jantung lebih rentan daripada pria. Pada

wanita, kerentanan ini belum terjadi selama ia masih dalam masa subur,

karena hormon-hormon wanita mempunyai khasiat melawan

aterosklerosis. Ketika wanita sudah memasuki masa klimakterium atau

bahkan menopause, ia memiliki kerentanan yang sama terhadap penyakit

jantung seperti pada pria (Cahyono, 2008).


20

2. Faktor risiko yang dapat diubah

a. Merokok

Rokok mengandung nikotin yang apabila masuk ke dalam tubuh

mengakibatkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah yang lama-

kelamaan berdampak pada pergeseran pembuluh darah (Hermawati &

Dewi, 2014). Merokok memperbesar risiko menjadi tiga kali lipat untuk

mengalami serangan jantung pada wanita dan dua kali lipat pada pria. tar,

nikotin dan karbon monoksida berkontribusi pada kerusakan. Tar

mengandung hidrokarbon dan zat karsinogenik lain. Nikotin

meningkatan pelepasan epineprin dan nonepinefrin yang selanjutnya

akan meningkatkan vasokontriksi perifer, meningkatkan tekanan darah

dan denyut jantung, konsumsi oksigen yang lebih tinggi dan peningkatan

risiko distrimia. Selain itu, nikotin mengaktifkan trombosit dan

menstimulasi proliferasi otot polos pada dinding arteri. Karbon

monoksida mengurangi jumlah darah yang tersedia pada tunika intima

dinding pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas endotel (Black

& Hawks, 2014).

b. Hipertensi

Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung dengan

meningkatkan afterload, memperbesar dan melemahkan ventrikel kiri dari

waktu ke waktu. Semakin tekanan darah naik, risiko peristiwa

kardiovaskuler serius juga meningkat (Black & Hawks, 2014). Hiperensi

memaksa jantung bekerja lebih keras untuk mensirkulasikan darah ke


21

seluruh tubuh. Akibatnya otot jantung kiri membesar sehingga

pemompaan darah di jantung menjadi tidak efisien dan dapat

menyebabkan kerusakan jantung (Hermawati & Dewi, 2014).

c. Peningkatan kadar kolesterol serum

Risiko PJK meningkat seiring dengan peningkatan kadar kolesterol

darah. Pada orang dewasa, kadar kolesterol total sebesar 240 mg/dl

diklasifikasikan “tinggi” dan kadar brada pada rentang 200-239mg/dl

diklasifikasikan sebagai “batas atas”. Pada usia muda dan pertengahan,

pria memiliki kadar kolesterol lebih tinggi. Pada wanita, kadar koleserol

terus meningkat sampai usia 70 tahun. Kolesterol bersirkulasi didalam

darah dalam kombinasi dengan trigliserida dan fosfolipid terikat protein

kompleks ini disebut sebagai lipoprotein (Black & Hawks, 2014).

Tingginya kadar kolesterol jahat dalam tubuh mengakibatkan penyakit

jantung koroner. Kandungan kolesterol jahat yang beredar dalam darah

lama-kelamaan akan menumpuk didinding arteri sehingga menimbulkan

plak yang mengakibatkan dinding arteri menjadi kaku dan pembuluh

darah semakin menyempit (Hermawati & Dewi, 2014).

d. Aktivitas fisik kurang

Di Amerika dilaporkan 25% dewasa tidak memiliki waktu luang untuk

melakukan aktivitas fisik. Orang yang melakukan latihan fisik memiliki

risiko PJK yang lebih rendah karena kadar HDL lebih tinggi, kadar LDL,

trigliserida dan glukosa darah lebih rendah, sensitivitas insulin yang lebih

baik, tekanan darah yang lebih rendahdan indeks masa tubuh (IMT) yang
22

lebih rendah. AHA merekomendasikan aktivitas fisik selama 30-60 menit

pada beberapa hari dalam seminggu (Black & Hawks, 2014).

e. Obesitas

Obesitas atau kegemukan dapat mempengaruhi kadar lipid plasma yang

cenderung memperberat proses aterosklerosis. Selain itu obesitas juga

menyebabkan kerja jantung semakin berat (Hermawati & Dewi, 2014).

Obesitas menambah bebas ekstra pada jantung, memaksa otot jantung

bekerja lebih keras untuk mengantarkan darah ke jaringan tambahan.

Obesitas juga meningkatkan risiko PJK karena sering berhubungan

dengan peningkatan kolesterol serum dan kadar trigliserida, tekanan

darah yang tinggi dan diabetes. Pengukuran lingkar pinggang adalah cara

untuk memperkirakan lemak dan IMT adalah salah satu metode

pengukuran lain untuk memperkirakan lemak tubuh (Black & Hawks,

2014).

f. Diabetes

Tingginya kadar gula dalam darah memicu terjadinya penyempitan

pembuluh darah yang merupakan penyebab dari penyakit jantung dan

stroke. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menjaga kadar gula darah

agar tetap normal (Hermawati & Dewi, 2014).

Pada diabetes timbul proses penebalan membran basalis sari kapiler dan

pembuluh daraharteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran

darah ke jantung. Klien dengan diabetes memiliki risiko 2-4 kali lebih
23

tinggi terhadap prevalensi, insiden, dan mortalitas akibat semua bentuk

penyakit jantung koroner (Black & Hawks, 2014).

g. Stress

Stress yang berkelanjutan akan mengakibatkan terjadinya penyempitan

pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh tingginya produksi hormon

adrenalin dan zat aktekolamin di dalam tubuh (Hermawati & Dewi,

2014).

Respon seseorang terhadap stres dapat berkontribusi terhadap

perkembangan penyakit jantung koroner. Respon stres tampaknya

meningkatkan risiko PJK melalui efek pada faktor risiko utama. Sebagai

contoh, beberapa orang berespon terhadap stres dengan makan

berlebihan atau dengan mulai atau meningkatkan merokok (Black &

Hawks, 2014).

2.2 Kesadaran

2.2.1 Pengertian Kesadaran

Istilah kesadaran berasal dari bahasa latin yaitu “concentia” yang artinya

“mengerti dengan”. Dalam bahasa inggris terdapat kata “consciousness” yaitu

“kesadaran”. Kesadaran ini berasal dari kata sadar yang berarti insyaf, merasa, tahu

dan mengerti”. Sementara menurut kamus besar bahasa indonesia kesadaran

diartikan sebagai keinsyafan atau keadaan mengerti dan merupakan hal yang

dirasakan atau dialami seseorang (Yuniarto, 2013). Menurut (Hasibuan, 2012)


24

kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati peraturan dan

sadar akan tugas dan tanggung jawabanya.

Penelitian Rogers 1974 (DalamWardhani, 2008) menyatakan bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan

yakni:

1. Awareness (kesadaran): orang tersebut mulai menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus

3. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus

2.2.2 Indikator Kesadaran

Menurut (Wardhani, 2008), bahwa terdapat empat indikator kesadaran yang

masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya dan menunjuk

pada tingkatan tahapan tertentu, mulai dari terendah sampai dengan tertinggi antara

lain: pengetahuan, pemahaman, sikap dan pola perilaku (tindakan).

2.2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sehingga sebagian besar


25

pengetahuan manusia diperoleh melalui penginraan, penglihatan dan pendengaran

(Notoatmodjo, 2007). Tingkatan pengetahuan meliputi:

a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai materi yang pernah dipelajari sebelumnya.

Orang yang telah “tahu” harus mampu mendefinisikan materi atau objek

tersebut.

b. Memahami (comprehension)

Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang telah diketahui, dan dapat

menginterpretasikan apa yang telah diketahui secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi

atau yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu

sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suata kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,


26

merencanakan, meringkas dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. evaluasi. (evaluation)

evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut didasarkan pada

kriteria yang telah ditentukan.

2.2.2.2 Pemahaman

Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah

sesuatu tersebut diketahui dan diingat. Pemahaman juga sudah termasuk dalam

pengetahuan tingkatan kedua (Wardhani, 2008).

2.2.2.3 Sikap

Sikap merupakan pencerminan perasaan dan fikiran seseorang terhadap

sesuatu. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi sikap merupakan perdisposisi tindakan

suatau perilaku (Notoatmodjo, 2007). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan meliputi:

a. Menerima (receiving)

Menerima dapat diartikan bahwa seseorang (subjek) mau menerima dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Merespon dapat diartikan dengan memberi jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan terlepas dari


27

pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide

tersebut.

c. Mengahargai (valuing)

Menghargai bisa bermakna mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko yang dapat mengancamnya merupakan sikap yang paling

tinggi.

2.2.2.4 Tindakan

Tindakan merupakan suatu langkah atau perbuatan yang diambil untuk

mengatasi sesuatu(Wardhani, 2008). Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan yaitu::

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil.

b. Respon terpimpin (gueded response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh.

c. Mekanisme (mechanism)
28

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sudah merupakan kebiasaan.

d. Adopsi(adoption)

Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik atau

sudah dimodifikasi.

Perkembangan kesadaran manusia itu berproses secara aktif dan berlangsung

dalam tiga tahapan yaitu sensai (penginderaan), perseptual (pemahaman), dan

konseptual (pengertian). Kesadaran manusia merupakan unsur penting dalam

memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas itu.

Kesadaran yang dimiliki manusia adalah kesadaran terhadap dirinya, sesama, masa

silam, dan kemungkinan masa depannya. Kesadaran seseorang akan terlihat dari

pengetahuan, sikap dan perilakunya (Yuniarto, 2013).

2.3 Kesadaran Untuk Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung yang terjadi akibat

penurunan suplai darah ke otot jantung. Ini terjadi disebabkan adanya gangguan

pembuluh darah koroner yang tersumbat dan menyempit sehingga transportasi

darah, nutrisi dan oksigen terhambat. Banyak orang terlambat sadar akan bahaya dan

risiko penyakit jantung koroner. Sehingga terlambat dalam penanganannya.

Peningkatan kejadian penyakit jantung koroner (PJK) terjadi akibat kurangnya

kesadaran masyarakat tentang pencegahan penyakit jantung koroner termasuk faktor

risikonya. Hampir semua kasus penyakit jantung koroner berawal dari minimnya

kesadaran dan pengetahuan. Beberapa faktor resiko penyakit jantung koroner yaitu

faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok, hipertensi, peningkatn


29

kolesterol, aktivitas fisik, obesitas dan diabetes. Sedangkan untuk faktor risiko yang

tidak dapat dimodifikasi adalah usia, riwayat keluarga dan jenis kelamin. Penyakit

jantung koroner dapat dicegah dengan cara mengontrol dan menghindari faktor

risikonya. Sebelum itu semua dilakukan seseorang harus memiliki kesadaran dalam

dirinya yang meliputi pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilakunya.

Kesadaran manusia merupakan unsur penting dalam memahami kehidupan

dan ini adalah cara bagaimana manusia tersebut menyikapi dan bertindak atas

kehidupannya. Pengetahuan seseorang tentang penyakit jantung koroner merupakan

cara seseorang tersebut tahu bahwa penyakit jantung merupakan penyakit mematikan

yang di amati dari penginderaan melihat dan mendengar kasus-kasus yang ada. Dari

sini manusia tersebut paham sehingga memikirkan apa yang selanjutnya ia lakukan.

Percerminan sikap dan tindakan akan dilakukan dengan cara pengontrolan ke rumah

sakit, meningkatkan pengetahuan tentang PJK, melakukan aktivitas olahraga,

memakan makan makanan sehat dan sebagainya. Oleh karena itu kesadaran

memainkan peran penting dalam pencegahan penyakit jantung koroner dan

komplikasinya (Martsevich, 2017). Sehingga semakin meningkatnya kesadaran

seseorang terhadap penyakit jantung koroner dan faktor risikonya akan mengurangi

peningkatan kejadian penyakit jantung koroner dan sebaliknya jika seseorang tidak

memiliki kesadaran dalam diri dan acuh tak acuh terhadap penyakit jantung koroner

maka peningkatan PJK akan semakin memburuk hingga ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai