Anda di halaman 1dari 73

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN

AFRIKA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH


TIKUS DIABETES KRONIK

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :
Alya Rohani Prasetyo
NIM: 11191330000075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan:


1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana kedokteran di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang erlaku di U UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan karya orang klain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bekasi, 16 Desember 2022

Alya Rohani Prasetyo

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN AFRIKA TERHADAP


KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS DIABETES KRONIK

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh:
Alya Rohani Prasetyo
NIM: 11191330000075

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Flori Ratna Sari, Ph. D dr. Mery Nitalia, Sp.PK.


NIP. 19770727200604 NIP. 197812302006042001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan penelitian berjudul PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN


AFRIKA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS DIABETES
KRONIK yang diajukan oleh Alya Rohani Prasetyo (NIM: 11191330000075),
telah diajukan dalam sidang di fakultas kedokteran pada 20 juni 2022 Laporan
penelitian ini telat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran.
Ciputat, 5 Januari 2023

DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Flori Ratna Sari, Ph. D


NIP. 19770727200604

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Flori Ratna Sari, Ph. D. dr. Mery Nitalia, Sp.PK.


NIP. 19770727200604 NIP. 197812302006042001

Penguji I Penguji II

dr. H. Hari Hendarto, Sp. PD-KEMD Rr. Ayu Fitri Hapsari, S.Si., M.
Ph.D, FINASIM. Biomed.
NIP. 196511232003121003 NIP. 197204062003122005

PIMPINAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Dekan FK UIN Syarif Hidayatullah KAPRODI PSKED


Jakarta

dr. H. Hari Hendarto, Sp. PD-KEMD Dr. dr. Achmad Zaki, M.Epid., Sp.OT.
Ph.D, FINASIM. FICS
NIP. 196511232003121003 NIP. 197805072005011005

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT karena telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi
ini yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan
umatnya.
Penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud jika tidak ada bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. H. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, Ph.D, FINASIM selaku dekan FK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT FICS selaku
Ketua Program Studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
seluruh staf dan dosen pengajar Program Studi Kedokteran FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan juga nasihat
kepada saya selama menjalani pendidikan di Program Studi Kedokteran FK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Mery Nitalia, Sp.PK selaku pembimbing pada
penelitian saya yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada saya
selama penelitian ini berlangsung.
3. dr. H. Hari Hendarto, Sp. PD-KEMD Ph.D, FINASIM, dan bu Rr. Ayu Fitri
Hapsari, S, Si., M. Biomed., MD. selaku Penguji dalam sidang skripsi saya
yang telah memberikan pelajaran dan bimbingan serta arahan kepada saya
selama penelitian ini berlangsung.
4. Tidak dilupakan untuk kedua orang tua saya yang Sigit Bawono Prasetyo dan
Henny Wahyuni juga adik yang paling saya kasihi Rofi Hanif Prasetyo dan
Nayla Soliha Prasetyo yang selalu memberikan dukungan, doa, cinta dan kasih
sayang, serta semangat untuk saya mengerjakan skripsi ini.

iv
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph. D selaku penanggung jawab (PJ) modul riset
Kedokteran 2019, Pak Chris Adhyanto, M. Biomed, Ph.D selaku PJ
laboratorium Riset, Ibu Nurlaely Mida R, M.Biomed, Ph.D selaku PJ
laboratorium Animal house dan PJ laboratorium Biokimia, dan Ibu Zeti
Haryati, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biologi yang telah memberikan izin
atas penggunaan laboratorium pada penelitian ini.
6. Ibu Ayu Latifah, S.KM sebagai laboran Biokimia, Ibu Suryani, S.Si sebagai
laboran Biologi, Ibu Evi sebagai laboran Animal House, dan Ibu Lilis
Wijayanti, S,Si selaku laboran Riset yang telah membimbing saya dalam
penggunaan laboratorium.
7. Teman sejawat saya pada kelompok penelitian eksperimen ini yaitu Athaya
Talissa, Sekar Ayu Ningtyas Rizki Santoso, Novva Sekar Nurul Iman, Jihad
Hawari, dan Hafidz Mumtaz yang telah sabar dan banyak membantu saya
dalam menyelesaikan penelitian ini, tanpa kerja sama dari mereka tidak akan
penelitian ini berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan.
8. Sahabat terkasih saya yang telah menemani saya melewati berbagai rintangan
baik suka maupun duka serta membantu saya dalam berbagai hal selama
menjadi mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yaitu Sekar Ayu Ningtyas Rizki Santoso, Nur Fadilatusy Syifa Lubis,
Ersa Maya Mustikarini, Athaya Talissa Soemadji, Reisya Annisa, Nabila
Sintya Dewi Ardhana dan Novva Sekar Nurul Iman.
9. Sahabat terbaik saya sejak SMA hingga saat ini yaitu Sarah Salsabilla,
Nafidzah Inthisar Tammy Tsalitsa, Farah Nurarifah, Firli Purnama Putri yang
selalu memberikan dukungan, semangat serta kasih sayang kepada saya selama
ini.
10. Seluruh teman sejawat saya yaitu Auriquilla Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Angkatan 2019 serta tidak lupa kepada seluruh pihak
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan
kepada saya dalam melaksanakan penelitian ini.

v
Saya menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dalam kata sempurna
oleh karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki, oleh
karena itu dengan kerendahan hati saya mohon maaf jikalau terdapat kekurangan.

Bekasi, 5 Desember 2023

Alya Rohani Prasetyo


(NIM. 11191330000075)

vi
ABSTRAK

Alya Rohani Prasetyo. Program Studi Kedokteran. PENGARUH PEMBERIAN


EKSTRAK DAUN AFRIKA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS
DIABETES KRONIK. 2022.

Pendahuluan: Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Daun Afrika (Vernonia amygdalina berasal
dari benua Afrika bagian barat yaitu Nigeria daan juga tumbuh di negara beriklim
tropis yaitu salah satunya Indonesia. Vernonia amygdalina dikenal sebagai
tumbuhan yang memiliki efek anti-diabetes. Hal ini dikarenakan tumbuhan ini
mengandung flavonoid yang dapat merangsang sekresi insulin. Sebelumnya telah
ada penelitian terkait pemberian Vernonia amygdalina secara oral dengan dosis
200-400 mg/KgBB diberikan selama 7-14 hari yang menunjukan menunjukkan
hasil yang signifikan dalam menurunkan kadar gula darah, kolesterol serta secara
bersamaan secara bersamaan menekan glukoneogenesis dan mempotensiasi
oksidasi glukosa melalui jalur pentosa fosfat terhadap tikus diabetes setelah
diinduksi Streptozotocin. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa
pengobatan 28 hari dengan 400 mg/kg VA menghasilkan penurunan glukosa darah
puasa sebesar 32,1% dibandingkan dengan kontrol diabetes dan menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam toleransi glukosa pada tikus diabetes yang
diinduksi STZ. Objektif: Untuk Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun
Afrika dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari terhadap kadar glukosa darah
tikus diabetes kronik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian
eksperimental laboratorium menggunakan tikus jantan Sprague Dawley yang
terbagi dalam 4 kelompok tikus yaitu kelompok normal, kelompok normal dengan
ekstrak Vernonia Amygdalina, kelompok diabetes, dan kelompok diabetes dengan
ekstrak Vernonia Amygdalina. Hasil: Penelitian ini tidak menunjukan pengaruh
yang signifikan dalam menurunkan kadar glukosa darah sewaktu pada kelompok
tikus diabetes dengan pemberian perlakuan. Kesimpulan: Pemberian ekstrak
Vernonia amygdalina dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah
pada tikus DM kronik yang diinduksi Streptozotocin dengan p-value yaitu p > 0,05.

Kata kunci: Vernonia Amygdalina, diabetes kronik, Sprague Dawley, glukosa


darah, Streptozotocin.

vii
ABSTRACT

Alya Rohani Prasetyo. Medical Study Program. THE EFFECT OF AFRICAN


LEAF EXTRACTS ON BLOOD GLUCOSE LEVELS OF CHRONIC DIABETIC
RATS. 2022.

Introduction: Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by


hyperglycemia which occurs due to defects in insulin secretion, insulin action or
both. African leaves (Vernonia amygdalina is from the western African continent,
namely Nigeria and also grows in countries with tropical climates, one of which is
Indonesia. Vernonia amygdalina is known as a plant that has an anti-diabetic effect.
This is because this plant contains flavonoids which can stimulate insulin secretion.
Previously there have been studies related to the administration of Vernonia
amygdalina orally at a dose of 200-400 mg/KgBW given for 7-14 days which
showed significant results in lowering blood sugar levels, cholesterol and
simultaneously simultaneously suppressing gluconeogenesis and potentiating
glucose oxidation through the pentose phosphate in diabetic rats after
Streptozotocin induction.In addition, another study showed that 28 days treatment
with 400 mg/kg VA resulted in a 32.1% decrease in fasting blood glucose compared
to diabetic controls and showed a significant increase in glucose tolerance in STZ-
induced diabetic rats. Objective: To determine the effect of giving African leaf
extract at a dose of 250 mg/KgBW for 28 days on blood glucose levels in chronic
diabetic rats. Methods: This study used a laboratory experimental research design
using male Sprague Dawley rats which were divided into 4 groups of mice, namely
the normal group, the normal group with Vernonia amygdalina extract, the diabetic
group, and the diabetic group with Vernonia amygdalina extract. Results: This
study did not show a significant effect on lowering blood glucose levels during the
treatment group of diabetic rats. Conclusion: Administration of Vernonia
amygdalina extract at a dose of 250 mg/KgBBB for 28 days did not have a
significant effect on reducing blood glucose levels in Streptozotocin-induced
chronic DM rats with p-values, namely p> 0.05.

Keywords: Vernonia Amygdalina, chronic diabetes, Sprague Dawley, blood


glucose, Streptozotocin.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
ABSTRAK........................................................................................................ vii
ABSTRACT...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Hipotesis Penelitian .................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.4.1 Umum 3
1.4.2 Tujuan Khusus 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
1.5.1 Bagi Peneliti 3
1.5.2 Bagi Institusi 3
1.5.3 Bagi Pembaca 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
2.1 Landasan Teori ........................................................................... 4
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pankreas 4
2.1.2 Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin 5
2.1.3 Diabetes Mellitus 6
2.1.3.1 Definisi 6

ix
2.1.3.2 Epidemologi Diabetes Melitus 7
2.1.3.3 Klasifikasi 8
2.1.3.4 Patogenesis Diabetes Melitus 8
2.1.3.5 Diagnosis Diabetes Melitus 10
2.1.3.6 Komplikasi Diabetes Melitus 12
2.1.4 Tinjauan Daun Afrika 13
2.1.4.1 Daun Afrika (Vernonia amygdalina) 13
2.1.4.2 Kandungan Daun Afrika 14
2.1.5 Streptozotocin 15
2.1.5.1 Struktur Streptozotocin 15
2.1.5.2 Mekanisme Kerja dan Dosis Streptozotocin 15
2.2 Kerangka Teori ......................................................................... 17
2.3 Kerangka Konsep...................................................................... 18
2.4 Identifikasi Variabel.................................................................. 18
2.4.1 Variabel Bebas 18
2.4.2 Variabel Terikat 18
2.5 Definisi Operasional ................................................................. 18
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 20
3.1 Desain Penelitian ...................................................................... 20
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 20
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 20
3.3.1 Populasi 20
3.3.2 Sampel Penelitian 20
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..................................................... 21
3.4.1 Kriteria Inklusi 21
3.4.2 Kriteria Eksklusi 21
3.5 Cara Kerja dan Alur Penelitian .................................................. 22
3.5.1 Alat Penelitian 22
3.5.2 Bahan Penelitian 22
3.5.3 Adaptasi Hewan Sampel 23
3.5.4 Induksi Tikus dengan Streptozotocin 23
3.5.5 Pemberian Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina) 23

x
3.5.6 Pengukuran Sampel 23
3.5.6.1 Pengukuran Glukosa Darah Sampel 23
3.6 Alur Penelitian .......................................................................... 25
3.7 Rencana Analisis Data dan Pengolaan Data .............................. 26
3.8 Ethical Approval ....................................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 27
4.1 Glukosa Darah Sewaktu ............................................................ 27
4.2 Data Berat Badan ...................................................................... 31
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................. 32
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 33
5.1 Simpulan .................................................................................. 33
5.2 Saran ........................................................................................ 33
BAB VI KERJASAMA RISET ....................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 35

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Definisi Operasional.................................................................... 18


Tabel 4.1 Rerata dan Standar Deviasi Gula Darah (mg/ml) Tikus pada Setiap
Kelompok Penelitian ................................................................... 27
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistic Kruskal-Wallis Glukosa Darah (mg/dl) Hari ke-28
.................................................................................................... 29
Tabel 4.3 Rerata dan Standar Deviasi Berat Badan (gram) Tikus pada Setiap
Kelompok Penelitian ................................................................... 31

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas & Histologi Pulau Langerhans ......................... 4


Gambar 2.2 Mekanisme Insulin dalam Menyimpan Glukosa Darah ke dalam Sel
...................................................................................................... 6
Gambar 2.3 Struktur Kimia Streptozotocin ..................................................... 15
Gambar 2.4 Kerangka Teori ........................................................................... 17
Gambar 2.5 Kerangka Konsep ........................................................................ 18
Gambar 3.1 Alur Penelitian ............................................................................ 25

xiii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Rerata dan Standar Deviasi Glukosa Darah (mg/dl) Tikus Sebelum
dan Sesudah di Berikan Ekstrak pada Setiap Kelompoknya ......... 28

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Tikus Sehat...................................................... 38


Lampiran 2 Surat Keaslian Tanaman .............................................................. 39
Lampiran 3 Hasil Ekstraksi Bahan Ujian ........................................................ 40
Lampiran 4 Surat Lolos Kaji Etik ................................................................... 41
Lampiran 5 Cara Perhitungan ......................................................................... 42
Lampiran 6 Gambar Proses Penelitian ............................................................ 44
Lampiran 7 Hasil Uji Statistik SPSS .............................................................. 50
Lampiran 8 Riwayat Penulis .......................................................................... 55

xv
DAFTAR SINGKATAN

ADP : Adenosine Diphosphate


ALB : Asam Lemak Bebas=
AMPK : 5' Adenosine Monophosphate-Activated Protein Kinase
ATP : Adenosine Triphosphate
BB : Berat Badan
BBL : Berat Badan Lahir
D : Diabetes
DE : Diabetes dengan ekstrak Vernonia amygdalina dengan dosis 250
mg/KgBB
DM : Diabetes Melitus
DMG : Diabetes Melitus Gestasional
DNA : Deoxyribonucleic Acid
EDTA : Ethylenediaminetetraacetic acid
FFA : Free Fatty Acids
FK : Fakultas Kedokteran
GDP : Glukosa Darah Puasa
GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu
GDS : Glukosa Darah Sewaktu
GLUT : Glucose Transporter
Gr : Gram
HbA1c : Hemoglobin Glioksilat
HDL : High Density Lipoprotein
IDF : International Diabetes Federation
IL : Interleukin
IRS : Insulin Receptor Substrate
ISK : Infeksi Saluran Kemih
KAD : Ketoasidosis Diabetikum
Mg : Miligram
MODY : Maturity-onset diabetes of the young

xvi
N : Normal
NE : Normal dengan ekstrak Vernonia amygdalina dengan dosis 250
mg/KgBB.
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PJK : Penyakit Jantung Koroner
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SD : Standard Deviation
SGLT : Sodium Glucose co-Transporter
STZ : Streptozotocin
TG : Trigliserida
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
TNM : Terapi Nutrisi Medis
TTGO : Test Toleransi Glukosa Oral
UIN : Universitas Islam Negeri
VA : Vernonia amygdalina
WHO : World Health Organization

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia,
polifacia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala
tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). (1) Diabetes
tidak hanya menyebabkan kematian prematur di seluruh dunia. Penyakit ini
juga menjadi penyebab utama kebutaan, penyakit jantung, dan gagal ginjal.

Organisasi International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan


sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita
diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3%
dari total penduduk pada usia yang sama. Berdasarkan jenis kelamin, IDF
memperkirakan prevalensi diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan
dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes diperkirakan meningkat seiring
penambahan umur penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur
65-79 tahun. Angka diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di
tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045.(2)

Diabetes melitus dapat menimbulkan banyak komplikasi seperti


infeksi pada kulit, komplikasi mata berupa glaukoma, katarak, atau retinopati
diabetik, neuropati diabetik, nefropati diabetik, dan stroke .(3) Risiko
komplikasi diabetes dapat dicegah dengan dilakukan edukasi, menerapkan
pola hidup sehat berupa terapi gizi medis dan aktivitas fisik serta intervensi
farmakologis. Intervensi farmakologis dapat dilakukan dengan memberikan
obat-obatan pemacu sekresi insulin seperti sulfonilurea, glinid, obat
peningkat sensitivitas terhadap insulin seperti metformin, tiazolidinedionas,
penghambat alfa-glukosidase, dan sebagainya. Masing-masing obat

1
memiliki efek samping yang berbeda-beda.(4) Daun Afrika atau Vernonia
amygdalina dikenal juga dengan daun pahit karena rasanya yang pahit
merupakan bagian dari famili Asteraceae. Daun Afrika memiliki batang
tegak berukuran sekitar 1-3 meter, bulat dengan batang berkayu, daun
majemuk dengan panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, tebal 7-10 mm serta daun
berwarna hijau tua.(5)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BMC Complementary
and alternative medicine yang menggunakan ekstrak Vernonia amygdalina
200-400 mg/KgBB diberikan selama 7-14 hari menunjukkan hasil yang
signifikan dalam menurunkan kadar gula darah, kolesterol serta secara
bersamaan secara bersamaan menekan glukoneogenesis dan mempotensiasi
oksidasi glukosa melalui jalur pentosa fosfat. (31)
Beberapa penelitian mengenai pemberian ekstrak daun Afrika
terhadap tikus diabetes kronik strain Sprague Dawley yang diinduksi oleh
Streptozotocin memang sudah ada tetapi peneliti lain masih belum spesifik
meneliti di dosis 250 mg/KgBB dan dikerjakan selama 28 hari. Oleh karena
itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pemberian ekstrak daun
Afrika (Vernonia Amygdalina) dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari
pada pada tikus diabetes kronik strain Sprague Dawley yang diinduksi oleh
Streptozotocin.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun Afrika terhadap kadar
glukosa darah tikus diabetes kronik?

1.3 Hipotesis Penelitian


Pemberian ekstrak daun Afrika (Vernonia amygdalina)a dengan dosis 250
mg/KgBB selama 28 hari dapat menurunkan kadar glukosa pada pada tikus diabetes
kronik strain Sprague Dawley induksi Streptozotocin.

2
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Umum
Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun Afrika terhadap
kadar glukosa darah tikus diabetes kronik.

1.4.2 Tujuan Khusus


Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun Afrika dengan dosis
250 mg/KgBB selama 28 hari terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes
kronik.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai penelitian dengan desain
penelitian eksperimen.
2. Memperluas wawasan dengan melihat potensi ekstrak daun Afrika
dalam Penurunan kadar gula darah
3. Sebagai salah satu syarat agar bisa mendapatkan gelar Sarjana di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.2 Bagi Institusi


Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.3 Bagi Pembaca


Memberikan informasi kepada pembaca mengenai pengaruh ekstrak
daun Afrika (Vernonia Amygdalina) terhadap penurunan kadar glukosa
pada penyakit diabetes melitus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada
duodenum dan terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau
Langerhans. Dalam pulau langerhans jumlah sel beta normal pada manusia
antara 60% - 80% dari populasi sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna
putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk
yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin
menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase,
sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon seperti insulin,
glukagon dan somatostatin. (6)

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas & Histologi Pulau Langerhans


Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu, sel alfa
yang mensekresi glukagon, sel beta yang mensekresi insulin, sel delta yang
mensekresi somatostatin, serta sel pankreatik. Hubungan yang erat antar sel-
sel yang ada pada pulau Langerhans menyebabkan pengaturan secara
langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang lain. Terdapat hubungan
umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula darah dan kecepatan
sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula
darah pada sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal

4
oleh peran antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon
somatostatin menghambat sekresi keduanya. (6)

2.1.2 Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin


Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-
pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2
rantai polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat (glukosa =
glikogen). Dua rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi 7 dan
20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di rantai B.(7) Insulin merupakan hormon
yang berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah dengan cara
menyimpan kelebihan karbohidrat sebagai glikogen di hepar dan otot serta
lemak di jaringan adiposa. Sekresi insulin berlangsung dalam dua tahap.
Tahap pertama berlangsung dalam 3-5 menit setelah terjadi peningkatan
segera kadar glukosa darah. Pada tahap ini, kadar insulin plasma meningkat
hampir 10 kali lipat. Namun, dalam 5-10 menit kemudian, kecepatan sekresi
insulin akan berkurang hingga kira-kira setengah dari kadar normalnya.
Sekitar 15 menit kemudian, sekresi insulin kembali meningkat untuk kedua
kalinya dengan kecepatan sekresi yang lebih besar dibandingkan dengan
pada tahap pertama. (7)

Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan


respons tubuh berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar
insulin disekresikan oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke
sebagian besar sel akan meningkat sampai 10 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya
jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa
adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang
dibutuhkan untuk metabolisme energi pada keadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak. (7)

5
Gambar 2.2 Mekanisme Insulin dalam Menyimpan
Glukosa Darah ke dalam Sel

Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml,


kecepatan sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg berat
badan. Namun ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-
5 menit kadar insulin plasma akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi
insulin yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Namun, pada menit ke 5-10 kecepatan sekresi insulin mulai
menurun sampai kira- kira setengah dari nilai normalnya. Kira-kira 15 menit
kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk kedua kalinya
yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dulu
terbentuk oleh adanya aktivitas beberapa sistem enzim yang mensintesis dan
melepaskan insulin baru dari sel beta. (7)

2.1.3 Diabetes Mellitus


2.1.3.1 Definisi
Menurut buku Ilmu Penyakit Dalam UI Diabetes melitus (DM)
merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. (1)
Menurut WHO Global Report Diabetes adalah penyakit kronis
serius yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin

6
(hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes
adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari
empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut
oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus
meningkat selama beberapa dekade terakhir. (2)
2.1.3.2 Epidemologi Diabetes Melitus
Data WHO menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit tidak
menular pada tahun 2004 yang mencapai 48,30% sedikit lebih besar dari
angka kejadian penyakit menular, yaitu sebesar 47,50%. Bahkan penyakit
tidak menular menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia (63,50%).
Sebagai bagian dari agenda untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
2030, negara anggota telah menetapkan target untuk mengurangi angka
kematian akibat penyakit tidak menular (termasuk diabetes), menjadi
sepertiganya, agar dapat mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan
menyediakan akses terhadap obat-obatan esensial yang terjangkau pada
tahun 2030 dengan 108 juta pada tahun 1980. (8) Prevalensi diabetes di dunia
(dengan usia yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat
sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang
dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor risiko terkait seperti
kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir,
prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah
dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi. (2)
Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula
darah yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2
juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan
lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi
sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes
yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara
berpenghasilan tinggi. (2)

7
WHO memperkirakan bahwa, secara global 422 juta orang dewasa
berusia di atas 18 tahun hidup dengan diabetes pada tahun 2014. (8) Jumlah
terbesar orang dengan diabetes diperkirakan berasal dari Asia Tenggara dan
Pasifik Barat, terhitung sekitar setengah kasus diabetes di dunia. Di seluruh
dunia, jumlah penderita diabetes telah meningkat secara substansial antara
tahun 1980 dan 2014, meningkat dari 108 juta menjadi 422 juta atau sekitar
empat kali lipat. (2)
2.1.3.3 Klasifikasi
The American Diabetes Association (ADA) telah membuat
klasifikasi DM berdasarkan etiologinya sebagai berikut (ADA, 2019): (3)
1. DM tipe-1 (DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di
pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain
autoimun dan idiopatik.
2. DM tipe-2 (Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi
insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja
secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam
tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita
DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.
3. DM gestasional (merupakan DM yang didiagnosis pada trimester kedua
atau ketiga yang terjadi akibat kehamilan).
4. Diabetes yang disebabkan oleh hal lain, seperti sindrom diabetes
monogenik (contoh: neonatal diabetes mellitus dan maturity-onset
diabetes of the young/ MODY), penyakit pankreas eksokrin (contoh:
fibrosis kistik dan pankreatitis), dan diabetes yang diinduksi obat
(contoh: penggunaan glukokortikoid, terapi HIV/AIDS, atau setelah
transplantasi organ).
2.1.3.4 Patogenesis Diabetes Melitus
DMT1 ditandai dengan rusaknya sel-sel penghasil insulin (sel β
pankreas) karena autoimun pada organ pankreas oleh sel T (CD4+ dan
CD8+) dan makrofag.(9) Karakteristik DMT1 sebagai penyakit autoimun

8
antara lain: (1) adanya sel imun dan aksesoris dalam sel pankreas serta
adanya autoantibodi spesifik dalam sel pankreas, (2) perubahan
imunoregulasi yang dimediasi sel T, (3) keterlibatan monokin dan sel TH1
untuk memproduksi interleukin dalam proses penyakit, (4) respon terhadap
imunoterapi, (5) sering terjadi penyakit autoimun pada organ spesifik lain
pada individu atau keluarganya.(9) Tingkat kerusakan sel β pankreas tiap
individu berbeda.
DMT1 umumnya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi
pada orang dewasa. Pasien anak-anak dan remaja menunjukkan gejala
ketoasidosis sedangkan pada orang dewasa dapat mempertahankan fungsi
sel β pankreas untuk mencegah ketoasidosis selama bertahun-tahun. Rendah
atau tidak terdeteksinya kadar C-peptida dalam darah atau urin merupakan
manifestasi klinis untuk mendeteksi sedikit atau tidak adanya sekresi insulin
pada DMT1. Sekitar 70-90% DMT1 memberikan diagnosis positif terhadap
reaksi autoimun untuk asam glutamat dekarboksilase, antigen islet 2, dan
transporter Zn. (8,10,11) Sekitar 85% pasien DMT1 memiliki antibodi sel islet
pankreas yang bersirkulasi dan mayoritas memiliki antibodi anti-insulin
yang dapat dideteksi sebelum menerima terapi insulin. (9)
Ciri lain DMT1 adalah abnormalitas sel α pankreas dan sekresi
glukagon yang berlebihan. Biasanya hiperglikemia menyebabkan
berkurangnya sekresi glukagon tetapi pada penderita DMT1 sekresi
glukagon tidak tertekan oleh hiperglikemia. Kadar glukagon yang
meningkat akan memperburuk gangguan metabolit karena defisiensi
insulin. Kekurangan insulin juga dapat menyebabkan lipolisis dan
peningkatan asam lemak bebas dalam plasma, menekan metabolisme
glukosa dalam jaringan perifer seperti otot rangka. Penyebab DMT1 adalah
gangguan genetik dan faktor lingkungan, seperti infeksi virus, racun, dan
makanan dapat mempengaruhi perkembangan dan autoimun pada sel β
pancreas.(12,13)
DMT2 terjadi karena resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin karena kelainan fungsi sel β. Resistensi insulin ditandai dengan

9
berkurangnya kemampuan insulin untuk menyeimbangkan kadar glukosa
darah karena berkurangnya sensitivitas jaringan sehingga meningkatkan
(8.10,11)
produksi insulin oleh sel β pankreas. Resistensi insulin dan
hiperinsulinemia menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Sel islet akan
meningkatkan jumlah insulin yang disekresi untuk mengatasi resistensi
insulin. Hiperinsulinemia, yang terjadi pada tahap awal dan menengah
penyakit, merupakan pendorong DMT2.(14,15)
Umumnya penderita DMT2 mempunyai berat badan berlebih atau
obesitas sehingga insulin tidak dapat bekerja secara optimal dan sebagai
kompensasinya diproduksi insulin yang lebih banyak. Kelainan fungsi sel β
pada DMT2 pada orang Asia lebih banyak dibandingkan dengan orang
Eropa. DMT2 sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemia yang tidak
(8,14,16)
cukup parah untuk menunjukkan gejala diabetes. Faktor yang
meningkatkan risiko DMT2 antara lain usia, obesitas, gaya hidup, ras, dan
penderita diabetes gestasional. (8) Obesitas berkontribusi sebesar 55% dari
kasus DMT2.
Peningkatan obesitas pada rentang tahun 1960 sampai dengan
tahun 2000 menyebabkan kasus DMT2 pada anak-anak dan remaja.
Racun/toksin yang berasal dari lingkungan, seperti adanya senyawa bisfenol
A sebagai komponen plastik di dalam urin dapat menginduksi terjadinya
DMT2.(17)
2.1.3.5 Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis DM harus didasarkan dengan pemeriksaan konsentrasi
gula darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal
bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang di pakai. Untuk
diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Ada perbedaan
antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penjaring. Uji diagnostik DM
di lakukan pada mereka yang menunjukan gejala atau tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi
mereka yang tidak bergejala atau yang mempunyai resiko DM.

10
(serangkaian uji diagnostik akan di lakukan kemudian pada mereka yang
hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis
definitif) (4)
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar
berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari
poliuria, polidipsia, polifacia dan berat badan menurun tanpa sebab yang
jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus
vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis,
namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat
ditegakkan melalui cara : (4)
1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1
mmol/L). Glukosa plasma sewaktu ini merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa >126 mg/dL (11,1 mmol/L).
Untuk puasa disini diartikan dengan pasien tidak mendapatkan kalori
tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L). pada
TTGO ini dilakukan dengan standar WHO, dengan menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrasi yang dilarutkan ke
dalam air.
4. Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi
oleh National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP)
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau
kriteria DM di diagnostik sebagai prediabetes yang meliputi Glukosa
Darah Puasa Terganggu (GDPT) dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT):
● Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): hasil pemeriksaan GDP
100-125 mg/dl dan TTGO glukosa plasma 2- jam <140 mg/dl

11
● Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2- jam setelah TTGO 140-199 mg/dl dan GDP<100 mg/dl
2.1.3.6 Komplikasi Diabetes Melitus
Terdapat beberapa komplikasi pada penyakit diabetes melitus
yaitu:
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia pada pasien DM tipe 1 meningkat jika asupan makan
tidak teratur, penggunaan insulin berlebihan, dan melakukan olahraga
berlebihan. Hipoglikemia biasanya terjadi pada malam hari terutama pada
anak yang berusia lebih muda. Hipoglikemia berat dicegah dengan
memberi makan karbohidrat yang lambat diserap pada malam hari seperti
susu, roti, pisang, dan apel dan memastikan kadar glukosa pada tengah
malam sekitar 120-180 mg/dI. Pasien DM tipe 1 juga perlu diedukasi
mengenai tanda dan gejala hipoglikemia serta dibekali dengan permen
atau tablet glukosa yang siap dimakan jika gejala hipoglikemia muncul.
2. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Pasien DM tipe 1 memiliki risiko lebih tinggi mengalami KAD
dibandingkan DM tipe 2. Faktor risiko KAD adalah usia muda saat
diagnosis, diagnosis yang tertunda, faktor sosioekonomi rendah,
penghentian insulin karena berbagai alasan, hambatan akses pelayanan
kesehatan, dan gangguan terhadap pemberian insulin pada pasien yang
menggunakan pompa insulin.
Menurut konsensus International Society for Pediatric and
Adolescent Diabetes, diagnosis KAD ditetapkan berdasarkan kriteria
yaitu Hiperglikemia (glukosa darah >200 mg/dl), pH vena <7,3 atau
bikarbonat serum <15 mmol/l, Ketonemia (kadar beta-hidroksibutirat
darahkurang dari sama dengan 3mmol/L) atau ketonuria sedang sampai
berat.
Pada praktik di lapangan,keton urine (asetoasetat) adalah
modalitas yang lebih sering diperiksa. Interpretasi pemeriksaan ini harus
hati-hati karena benda keton yang predominan di tubuh adalah beta-

12
hidroksibutirat (beta-0HB). Pada terapi KAD yang berhasil, akan terjadi
konversi beta-OHB menjadi asetoasetat. Oleh karena itu, keton urine tidak
terlalu baik dalam menggambarkan derajat keparahan KAD dan respon
terapi kadar keton darah lebih baik dalam menentukan respon terapi
dibanding keton urine.
3. Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik ditandai dengan adanya mikroalbuminuria.
Sekitar sepertiga pasien akan mengalami mikroalbuminuria dalam waktu
10-30 tahun setelah diagnosis. Sebanyak 30-40% pasien dengan
nefropati DM tipe 1 berperan menjadi penyakit ginjal kronis (PGK).
Tekanan darah perlu dipantau pada pasien dengan albuminuria karena
pasien dengan hipertensi dan mikroalbuminuria memiliki prognosis yang
buruk.
2.1.4 Tinjauan Daun Afrika
2.1.4.1 Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Berikut adalah taksonomi Vernonia Amygdaline.(19)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledone
Ordo : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Vernonia
Species : Vernonia amygdaline Delile
Daun Afrika atau Vernonia amygdalina dikenal juga dengan daun
pahit karena rasanya yang pahit merupakan bagian dari famili Asteraceae.
Daun Afrika memiliki batang tegak berukuran sekitar 1-3 meter, bulat
dengan batang berkayu, daun majemuk dengan panjang 15-25 cm, lebar 5-
8 cm, tebal 7-10 mm, sebagai pohon kecil setinggi 5 meter serta daun
berwarna hijau tua. Daun Afrika berasal dari benua Afrika bagian barat
yaitu Nigeria. Namun, umumnya Vernonia amygdalina didistribusikan dari

13
Sudan ke bagian utara dari Afrika Selatan. Tumbuhan ini dapat tumbuh di
Coastal Savanna dan sering dibudidaya sebagai sayuran. 20)
2.1.4.2 Kandungan Daun Afrika
Vernonia amygdalina dikenal sebagai tumbuhan yang memiliki
efek anti-diabetes. Hal ini dikarenakan tumbuhan ini mengandung flavonoid
yang dapat merangsang sekresi insulin. Daun Afrika mengandung beberapa
senyawa kimia diantaranya adalah asam oleat, vitamin (thiamine,
nicotinamide, thiamine, riboflavin, pyrodoxine, dan ascorbic acid), berbagai
glukosa steroid seperti : vernoniosides, berbagai senyawa
seisquiterpenlacton seperti : Vernodalin, Vernolide, Vernolepin,
Vernomenin, Vernomygdin, Vernolic, Vernodalol, Hidroxyvernolide,
11,13-dihydrovernodalin, 11,13-dihydrovernodeline, 4,15-
dyhidrovernodalin, 7,24 (28)-stigmastadien-3beta-ol komponen fenol yang
terdiri dari flavonoid (yang terdiri dari: luteolin, luteolin 7- 0-beta-
glucuronoside dan luteolin 7-0-beta-glukosida) tanin, dan asam cafeonil
quinic.(21)
Flavonoid memberikan efek antioksidan yang sangat memberikan
manfaat untuk mencegah kanker dan memberikan beberapa perlindungan
(21)
untuk diabetes dan atherosclerosis. Senyawa flavonoid inilah yang
diduga sebagai agen antidiabetes. Flavonoid alami banyak memainkan
peran penting dalam pencegahan diabetes.(22) Sejumlah studi telah
dilakukan untuk menunjukan efek hipoglikemik dari flavonoid dengan
menggunakan model eksperimen yang berbeda, hasilnya tanaman yang
mengandung flavonoid telah terbukti 5 memberikan efek menguntungkan
dalam melawan penyakit diabetes melitus, baik melalui kemampuan
mengurangi penyerapan glukosa maupun dengan cara meningkatkan
toleransi glukosa.(23) Pada daun Afrika flavonoid yang terkandung adalah
flavonoid luteolin. Flavonoid luteolin menunjukan aktivitas sebagai
antioksidan. Luteolin berfungsi untuk meningkatkan ekspresi dan
translokasi GLUT 4, sehingga dapat meningkatkan penyerapan glukosa
oleh otot rangka.

14
2.1.5 Streptozotocin
2.1.5.1 Struktur Streptozotocin
Tikus model DM adalah hewan coba yang mendapat perlakuan
dengan berbagai cara antara lain spontan, pemberian makanan yang dapat
menginduksi DM, manipulasi operatif pada sel beta pankreas, induksi zat
kimia dan kombinasi diantaranya.(24) Proses induksi hewan model DM tipe
2 dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang paling sering
digunakan adalah injeksi streptozotocin (STZ). Metode lain yang dapat
digunakan adalah pembedahan untuk mengambil 90-95% sel pankreas.

Gambar 2.3 Struktur Kimia Streptozotocin

Streptozotocin atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureid)-D-gluko


piranose] didapatkan dari Streptomyces achromogenes. Streptozotocin
memiliki struktur analog glukosa dengan penambahan N-asetil
glikosamine dan bersifat toksik pada sel beta pancreas. (25)
Streptozotocin (STZ) merupakan salah satu analog nitrosurea yang
termasuk bagian dari N-methyl-N-nitrousurea.(26) Penggunaan STZ
dapat untuk menginduksi DM tipe 1 maupun DM tipe 2 pada hewan uji
karena efek toksik pada sel islet beta. Streptozotocin sering digunakan
untuk menginduksi DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan coba.

2.1.5.2 Mekanisme Kerja dan Dosis Streptozotocin


Streptozotocin bekerja dengan cara menembus dari sel beta
pankreas melalui transporter glukosa GLUT 1. Streptozotocin mampu
melakukan alkilasi DNA melalui gugus nitrosurea yang dapat menyebabkan

15
perubahan dari sel beta pankreas dan juga dapat menyebabkan kerusakan
sel dengan mekanisme peningkatan aktivitas guanililsiklase dan
pembentukan cGMP. Streptozotocin bersifat toksik terhadap sel beta
pankreas karena mampu membangkitkan oksigen reaktif. Nitrogen oksida
(NO) dan oksigen reaktif memiliki peran penting dalam kerusakan sel beta
pankreas. Kerusakan DNA akibat STZ dapat mengaktivasi poli ADP-
ribosilasi yang kemudian mengakibatkan penekanan NAD+ seluler,
selanjutnya penurunan jumlah ATP, dan akhirnya terjadi penghambatan
sekresi dan sintesis insulin. (27)
Selain itu mampu mengakibatkan pembentukan oksigen reaktif
yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan sel beta pankreas seperti
peningkatan anion superoksida dan aktivitas xantin oksidasi dalam
mitokondria. STZ dalam hal ini akan menghambat siklus Krebs dan
menurunkan konsumsi oksigen mitokondria mengakibatkan produksi ATP
yang terbatas dan terjadi pengurangan secara drastis nukleotida sel beta
pankreas yang akhirnya juga akan menghambat sekresi dan sintesis
insulin.(27)
DM tipe 1 diinduksi menggunakan STZ dengan dosis yang
diberikan secara intravena sebesar 40-60 mg/kg BB, sedangkan dosis STZ
yang diberikan melalui intraperitoneal sebesar 40-45 mg/kg BB.(28) Induksi
STZ pada DM tipe 2 dapat diberikan secara intravena atau intraperitoneal
dengan dosis 45-65 mg/kg BB.(29) Pemberian STZ dosis tinggi dapat
menyebabkan penurunan berlebih insulin dalam darah, dan secara
signifikan STZ tidak memberikan pengaruh terhadap sel alfa dan beta
sehingga tidak membawa dampak pada perubahan glukagon dan
somatostatin.(30)

16
2.2 Kerangka Teori

: Menghambat

Gambar 2.4 Kerangka Teori

17
2.3 Kerangka Konsep

: Menghambat

: Variabel bebas

: Variabel terikat

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

2.4 Identifikasi Variabel


2.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah dosis ekstrak kering daun
Afrika (Vernonia Amygdalina).
2.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah pada
tikus diabetes kronik strain Sprague Dawley induksi Streptozotocin.

2.5 Definisi Operasional


Tabel 2.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Skala


serta satuan pengukuran
Pengukuran
Dosis daun Dosis ekstrak kering daun Afrika Timbangan Diukur Numerik
Afrika (Vernonia Amygdalina) analitik menggunakan
(Vernonia merupakan jumlah ekstrak yang timbangan
Amygdalina akan diberikan kepada tikus dan analitik.
) diperoleh dengan metode
ekstraksi.
Gula Darah Hasil pemeriksaan gula darah Strip dan Darah yang Numerik
Sewaktu plasma sampel secara acak tanpa glukometer diambil dari
(GDS) dipuasakan. Easy Touch sampel di
(mg/dL). teteskan pada
strip
glukometer,
interpretasi
angka yang

18
muncul pada
alat.

19
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimen
laboratorium.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan April 2022 sampai
Desember 2022.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Pada penelitian ini, hewan yang digunakan untuk percobaan adalah tikus
jantan strain Sprague dawley dengan berat badan 90-140 gram.

3.3.2 Sampel Penelitian


Dalam penelitian ini, tikus terbagi atas empat kelompok. Kelompok
pertama adalah kelompok N (normal) sebagai kontrol. Kelompok kedua adalah NE
(normal dengan ekstrak) merupakan kelompok normal yang diberikan ekstrak daun
Vernonia amygdalina dengan dosis 250 mg/kgBB selama 28 hari. Kelompok ketiga
(D) berupa tikus diabetes dengan kadar gula darah diatas 250 mg/dl sebagai kontrol
positif. Kelompok keempat (DE) berupa tikus diabetes dengan kadar gula darah
diatas 250 mg/dl, lalu diberikan ekstrak daun Vernonia amygdalina dengan dosis
250 mg/kgBB selama 28 hari.
Untuk menentukan jumlah sampel dalam setiap kelompok penelitian,
digunakan rumus Mead’s Equation Formula sebagai berikut: (31)

RUMUS MEAD:

E = N-B-T

Dengan:

E = derajat kebebasan komponen kesalahan dengan rentang diantara 10-20

20
N = jumlah sampel dalam semua kelompok penelitian (dikurang 1) B = blocking
component (dikurang 1) B=0
T = jumlah kelompok yang diberi perlakuan/terapi (dikurang 1) Perhitungan:
E=N–B–T E=N–B–T

E=N–0–T E=N–0–T

≥10 = (N-1) – (T-1) ≤20 = (N-1) – (T-1)

≥10 = (N-1) – (4-1) ≤20 = (N-1) – (4-1)

≥10 = N - 4 ≤20 = N - 4

N ≥14 N ≤ 24
Dari rumus tersebut didapatkan jumlah N adalah antara 14– 24. Jumlah N
tersebut kemudian dibagi menjadi 4 kelompok penelitian, maka jumlah masing-
masing sampel minimal tiap kelompok adalah antara 4 – 6 sampel untuk setiap
kelompok. Dalam upaya menghindari kejadian tidak terduga dalam satu
kelompok terdapat 6 sampel. Sehingga jumlah sampel 24 ekor tikus. Alasan
pemilihan MEAD sebagai rumus jumlah sampel adalah: (31)
1. Rumus MEAD lebih sering digunakan untuk
perhitungan jumlah sampel yang menggunakan hewan
percobaan.
2. Rumus MEAD menghasilkan jumlah sampel minimal
dibandingkan rumus lainnya.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Tikus sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan tikus sehat

2. Tikus jantan Sprague dawley dengan berat badan 90-140 gram

3. Untuk kelompok uji normal tikus memiliki GDS < 250 mg/dL

4. Untuk kelompok uji diabetes tikus memiliki GDS > 250 mg/dL
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Tikus yang diinduksi STZ namun tidak mengalami diabetes

21
2. Tikus yang sakit atau cacat setelah diintervensi yang terlihat nyata
3.5 Cara Kerja dan Alur Penelitian
3.5.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Alat kandang tikus
2. Tempat makan dan minum tikus
3. Glukometer merek Easy Touch
4. Glukometer strip merek Easy Touch
5. Baterai
6. Neraca digital
7. Spuit 3 cc
8. Oral sonde
9. Alcohol swab
10. Tisu
11. Minor set
12. Timbangan miligram
13. Eppendorf Tube
14. Vortex
15. Magnetic stirrer
16. Tabung EDTA
17. Kulkas -700C dan -200C
18. Tabung reaksi & Beaker glass 50 cc, 100 cc, 250 cc, 1000 cc
19. Gelas ukur 50 cc, 100 cc
3.5.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Ekstrak daun Afrika (Vernonia Amygdalina)
2. Streptozotocin
3. Buffer sitrat
4. Aquades
5. Larutan sukrosa 20%
6. Ether

22
3.5.3 Adaptasi Hewan Sampel
Sampel diadaptasikan di Animal house selama 5 hari terhitung dari
hari pertama tikus datang. Adaptasi dilakukan dengan cara melakukan
pemberian makanan dan minuman yang disamakan pada semua tikus.
Adaptasi bertujuan agar semua tikus ini berada pada kondisi yang sama
saat dilakukan penelitian dan menghindari objek dalam keadaan stress.
3.5.4 Induksi Tikus dengan Streptozotocin
Tikus diadaptasikan selama 5 hari, lalu tepat pada hari ke-6 tikus di
induksi menggunakan Streptozotocin dengan dosis 65 mg/Kg/BB melalui
jalur intraperitoneal. Lalu, tikus yang sudah disuntik dengan STZ
diberikan larutan sukrosa 20% selama 3 hari dan diberikan makanan yang
cukup untuk mencegah terjadinya hipoglikemia. Pengukuran kadar
glukosa darah sewaktu dilakukan pada hari ke-5 setelah di induksi dengan
STZ. Tikus dengan kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 250 mg/dl
dikatakan sebagai tikus DM.
3.5.5 Pemberian Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Tikus yang sudah mengalami DM dilakukan randomisasi untuk
menentukan mana yang mendapat terapi atau kontrol positif. Tikus yang
mendapat terapi Vernonia amygdalina diberikan ekstrak Vernonia
amygdalina dengan dosis 250 mg/kgBB dengan alat sonde setiap hari
selama 28 hari. Hari pertama mendapatkan terapi Vernonia amygdalina
dihitung sebagai hari ke-1.
3.5.6 Pengukuran Sampel
3.5.6.1 Pengukuran Glukosa Darah Sampel
Pengukuran kadar glukosa darah sewaktu dilakukan sebanyak tiga
kali yang pertama pada hari ke 5, hari ke 14 dan hari ke 28. Sebelum
melakukan pengukuran, tikus terlebih dahulu diberikan anastesi atau
dibius menggunakan larutan ether sampai lemas agar mengurangi rasa
sakit ketika pengukuran darah sewaktu. Kemudian, ekor tikus dibersihkan
dengan alcohol swab untuk menghindari kontaminasi bakteri, lalu
dilakukan penggoresan pada bagian ekor tikus dengan scalpel. Darah yang

23
keluar dari bagian ekor tikus kemudian diteteskan pada glukometer strip
darah dan kemudian dilihat hasilnya pada glukometer. Perdarahan yang
terjadi selanjutnya di hemostatis dengan melakukan penekanan langsung
pada tempat pengambilan darah dengan menggunakan tisu lalu dibakar
menggunakan korek api agar darah berhenti mengalir.

24
3.6 Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

25
3.7 Rencana Analisis Data dan Pengolaan Data
Data yang akan diamati berupa kadar glukosa pada pada tikus diabetes kronik
strain Sprague Dawley induksi Streptozotocin yang diberikan ekstrak daun Afrika
(Vernonia Amygdalina) dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari. Kemudian
pengelolaan data akan dilakukan secara digital menggunakan SPSS. Uji statistik
yang digunakan adalah One-Way Anova karena penelitian ini merupakan penelitian
analitik kategorik numerik lebih dari dua kelompok data yang tidak berpasangan.
Sebelum dilakukan uji tersebut, perlu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas
data. Jika uji normalitas tidak terpenuhi, maka dilakukan transformasi data. Jika uji
transformasi data tidak berhasil maka dilakukan uji alternatif yaitu uji Kruskal-
wallis dengan post hoc Mann-Whitney.
3.8 Ethical Approval
Penelitian sudah didaftarkan ke komisi etik FK UIN SH dan sudah
mendapatkan persetujuan etik penelitian.

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Glukosa Darah Sewaktu


Data gula darah sewaktu (GDS) yang diambil merupakan data GDS
sebelum dan setelah pemberian ekstrak Vernonia amygdalina dengan dosis 250
mg/KgBB selama 28 hari. Data yang didapatkan selama penelitian adalah :
Tabel 4.1 Rerata dan Standar Deviasi Gula Darah (mg/ml) Tikus pada Setiap
Kelompok Penelitian
Kelompok Hari ke-1* Hari ke-14* Hari ke-28*
N 146.75±28.54 137.75±24.44 160.50±38.82
NE 108.50±9.57 130.00±14.98 152.00±33.73
D 492.80±94.78 493.20±101.06 412.60±115.78
DE 467.86±140.22 283.57±232.26 271.29±152.97
Ket: N = Kelompok normal (tanpa perlakuan), NE = Kelompok normal dengan ektrak Vernonia
amygdalina 250 mg/KgBB, D = Kelompok diabetes, DE = Kelompok diabetes dengan ektrak
Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB. *Data adalah mean dan ± Std. Deviasi

Pada Tabel 4.1 diatas dapat dilihat kadar glukosa darah kelompok normal
(N) dibawah < 250 mg/dl menandakan kadar glukosa darah tikus kelompok normal
masih dalam batas normal. Pada tikus diabetes dapat dilihat kadar glukosa darah
>250 mg/dl sesuai dengan kriteria inklusi hiperglikemia ini disebabkan oleh
pengaruh Streptozotocin yang masuk melalui GLUT yang mengaktivasi radikal
bebas dan juga alkalisasi yang akan merusak DNA sehingga terjadi nekrosis sel
beta pancreas lalu sekresi insulin menurun yang menyebabkan terjadinya
hiperglikemia.
Pada Pada Tabel 4.1 diatas dapat dilihat kelompok tikus diabetes dengan
dengan ekstrak Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB selama 28 hari (DE)
mengalami penurunan glukosa yaitu menurun pada hari ke 28. Akan tetapi peneliti
hanya ingin mengetahui perbedaan glukosa darah sebelum dan sesudah diberikan
ekstrak Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB selama 28 hari.

27
Kadar GDS (mg/dL)
600
500
400
300
200
100
0
DAY 1 DAY 14 DAY 28

N NE D DE

Grafik 4.1 Rerata dan Standar Deviasi Glukosa Darah (mg/dl) Tikus Sebelum
dan Sesudah di Berikan Ekstrak pada Setiap Kelompoknya

Ket: N = Kelompok normal (tanpa perlakuan), NE = Kelompok normal dengan ektrak Vernonia
amygdalina 250 mg/KgBB, D = Kelompok diabetes, DE = Kelompok diabetes dengan ektrak
Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB.

Dari Grafik 4.1 menunjukan adanya penurunan kadar GDS pada kelompok
DE setelah pemberian ekstrak Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB selama 28 hari
sebesar 196,57 atau sebesar 42%. Untuk kelompok D terdapat penurunan sebesar
80,2. Pada kelompok NE terdapat penurunan sebesar 43,5 dan pada kelompok N
terdapat penurunan sebesar 13,75. Dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh
Department of Pharmacology, Yong Loo Lin School of Medicine Singapore
pengobatan selama 28 hari menggunakan Vernonia amygdalina dengan dosis 400
mg/KgBB menghasilkan penurunan glukosa darah puasa sebesar 32,1%. (32)
Selanjutnya dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk Test
menunjukan bahwa nilai p > 0,05 yang berarti ketiga kelompok datanya
terdistribusi normal. Sehingga dilakukan uji homogenitas yang di dapatkan nilai
GDS day 1 p < 0,05 maka dilakukan uji homogenitas transformasi data dan tetap
didapatkan bahwa nilai nilai GDS day 1 p < 0,05, sehingga syarat menggunakan uji
One-Way Anova tidak terpenuhi maka uji statistik dilakukan dengan menggunakan
uji alternatif yaitu uji Kruskal-Wallis.

28
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistic Kruskal-Wallis Glukosa Darah (mg/dL) Hari ke-28
Median (minimum-
Kelompok n p
maksimum)
N 4 167.00 (114-194)
NE 4 157.50 (109-184)
GDS 0.017
D 5 388.00 (305-600)
DE 7 262.00 (67-520)
Uji Kruskal-Wallis N = Kelompok normal (tanpa perlakuan), NE = Kelompok normal dengan ektrak
Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB, D = Kelompok diabetes, DE = Kelompok diabetes dengan
ektrak Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB, p-value = < 0,05 terdapat perbedaan signifikan
terhadap tiap kelompok.

Dati Tabel 4.2 diatas p-value dari uji Kruskal-Wallis adalah 0,017 (p < 0,05)
yang menunjukan adanya pengaruh signifikan pemberian ekstrak Vernonia
amygdalina dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari terhadap kadar glukosa
darah pada kelompok penelitian tersebut. Kemudian dilakukan uji analisis Post Hoc
dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kelompok mana yang
memiliki perbedaan yang signifikan.
Dari hasil uji Mann-Whitney terdapat perbedaan kadar GDS yang signifikan
antara kelompok tikus normal (N) dengan kelompok tikus diabetes (D) yaitu p =
0,014, kelompok tikus diabetes (D) dengan kelompok tikus normal dengan
pemberian ekstrak daun Vernonia amygdalina (NE) yaitu p = 0,014. Namun untuk
kelompok tikus normal (N) dibandingkan dengan kelompok tikus normal dengan
pemberian ekstrak daun Vernonia amygdalina (NE) didapatkan p = 0,386, serta
kelompok tikus diabetes (D) dengan kelompok tikus diabetes dengan pemberian
ekstrak daun Vernonia amygdalina (DE) didapatkan hasil p = 0,084 menunjukan
nilai yang tidak signifikan untuk perbandingan dua kelompok.
Dari data diatas, disimpulkan bahwa pemberian Vernonia amygdalina
dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari tidak memberikan pengaruh yang
signifikan pada kelompok diabetes dengan perlakuan yang dibandingkan dengan
kelompok diabetes dalam menurunkan kadar GDS pada tikus diabetes jantan strain
Sprague dawley yang diinduksi dengan Streptozotocin. Namun secara keseluruhan

29
pemberian Vernonia amygdalina dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari dapat
menurunkan kadar gula darah pada tikus diabetes jantan strain Sprague dawley
yang diinduksi dengan Streptozotocin memang belum mencapai hasil signifikansi
yang bermakna di setiap kelompoknya. Karena jika ketika dibandingkan antara hari
penurunan gula darah pada tikus diabetes jantan strain Sprague dawley yang
diinduksi dengan Streptozotocin ini memiliki pengaruh yang signifikan.
Sesuai dengan data yang diperoleh dalam penelitian BMC Complementary
and alternative medicine yang menggunakan ekstrak Vernonia amygdalina 200-
400 mg/KgBB diberikan selama 7-14 hari menunjukkan bahwa VA sedikit
berpengaruh pada glikolisis namun sebaliknya, VA dapat mencapai aksi anti-
diabeteknya dengan menekan glukoneogenesis dan potensiasi oksidasi glukosa
melalui jalur pentosa fosfat hampir secara eksklusif di hati. (31) Hasil penelitian lain
dari J Pharm Pharmacol menunjukan bahwa kemampuan Vernonia amygdalina
untuk menghambat glikasi albumin yang bersamaan dengan aktivitas anti-α-
glukosidase, menunjukkan keefektifannya pada pasien yang terkena hiperglikemia
kronis. Secara keseluruhan, data juga menunjukkan bahwa ekstrak air Vernonia
Amygdalina, terutama akar dapat dikembangkan sebagai terapi farmakologis yang
efektif dan ekonomis pada diabetes mellitus. (33)
Terdapat hasil lain dari penelitian Department of Pharmacy, Xiamen
Hospital of Traditional Chinese Medicine dan School of Biomedical of Science,
Institute Molecular Medicine, Huaqiao University yaitu pemberian VA bisa
menekan hiperglikemia dan menurunkan resistensi insulin pada tikus dengan
diabetes tipe 2. Efek penghambatan dari VA pada glukoneogenesis setidaknya
sebagian berkontribusi pada penurunan produksi glukosa dan meningkatkan
hemostasis glukosa pada diabetes tipe 2. Jadi dapat disimpulkan dari penelitian dari
Department of Pharmacy, Xiamen Hospital of Traditional Chinese Medicine dan
School of Biomedical of Science, Institute Molecular Medicine, Huaqiao
University, VA dapat memberikan efek anti-diabetes melalui penekanan
glukoneogenesis yang dimediasi oleh AMPK. Temuan ini mendukung bahwa VA
adalah agen terapeutik yang efektif untuk diabetes tipe 2. (34)

30
4.2 Data Berat Badan
Data berat badan yang diambil merupakan data GDS sebelum dan setelah
pemberian ektrak Vernonia amygdalina dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28
hari. Data yang didapatkan selama penelitian adalah :
Tabel 4.3 Rerata dan Standar Deviasi Berat Badan (gram) Tikus pada Setiap
Kelompok Penelitian
Kelompok Hari ke-1* Hari ke-14* Hari ke-28*
N 220.00±22.93 262.25±34.70 293.00±57.42
NE 189.00±50.02 230.00±69.75 254.50±54.81
D 153.40±29.36 140.40±29.32 159.80±27.94
DE 174.86±30.14 176.14±42.09 184.43±53.33
Ket: N = Kelompok normal (tanpa perlakuan), NE = Kelompok normal dengan ektrak Vernonia
amygdalina 250 mg/KgBB, D = Kelompok diabetes, DE = Kelompok diabetes dengan ektrak
Vernonia amygdalina 250 mg/KgBB. *Data adalah mean dan ± Std. Deviasi

Pada Tabel 4.3 diatas dapat dilihat berat badan kelompok normal (N) > 210
gram sedangkan pada tikus diabetes (D) dapat di lihat berat badan < 210 gram.
Selanjutnya data diatas menunjukan danya peningkatan berat badan sebelum dan
sesudah pada kelompok tikus diabetes dengan ekstrak daun Vernonia amygdalina
dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28 hari (DE) sebesar 9,57 gram.

Selanjutnya dilakukan uji normalitas menggunkan Shapiro-Wilk Test


menunjukan hasil nilai p > 0,05 yang berarti ketiga kelompok data berdistribusi
normal. Kemudian di lakukan uji homogenitas yang menunjukan hasil p > 0,05,
sehingga syarat untuk menggunakan uji One-Way Anova terpenuhi. Berdasarkan
uji tersebut di dapatkan hasil p < 0.05 yang menunjukan adanya pengaruh yang
signifikan dalam pemberian ektrak Vernonia amygdalina dengan dosis 250
mg/KgBB selama 28 hari terhadap berat badan pada kelompok penelitian tersebut.
Kemudian dilakukan uji analisis Post Hoc dengan menggunakan uji Mann-Whitney
untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan yang signifikan.
Dari hasil uji Mann-Whitney terdapat perbedaan berat badan yang signifikan
antara kelompok tikus normal (N) dengan kelompok tikus diabetes (D) yaitu p =
0,014, kelompok tikus diabetes (D) dengan kelompok tikus normal dengan

31
pemberian ekstrak daun Vernonia amygdalina (NE) yaitu p = 0,014. Namun untuk
kelompok tikus normal (N) dibandingkan dengan kelompok tikus normal dengan
pemberian ekstrak daun Vernonia amygdalina (NE) di dapatkan p = 0,554, serta
kelompok tikus diabetes (D) dengan kelompok tikus diabetes dengan pemberian
ekstrak daun Vernonia amygdalina (DE) didapatkan hasil p = 0,329 menunjukan
nilai yang tidak signifikan untuk perbandingan dua kelompok.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun


Vernonia amygdalina dengan dosis 250 mg/KgBB yang diberikan selama 28 hari
tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kelompok diabetes dengan
perlakuan yang dibandingkan dengan kelompok diabetes dalam memperbaiki berat
badan pada tikus diabetes jantan strain Sprague dawley yang di induksi dengan
Streptozotocin.

4.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini diantaranya:
1. Dosis ekstrak Vernonia amygdalina yang digunakan masih kurang bervariasi dan
belum terlihat jelas pengaruh pada hewan coba.
2. Jumlah sampel yang lebih banyak serta durasi penelitian yang lebih panjang
untuk melihat efek yang signifikan terhadap ekstrak yang diberikan.
3. Pemberian minuman tidak adekuat.

32
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan uji statistik dan pembahasan pada penelitian ini, dapat
disimpulkan:
1. Pemberian ekstrak Vernonia amygdalina dengan dosis 250 mg/KgBB selama 28
hari tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa
darah pada tikus DM kronik yang diinduksi Streptozotocin dengan p-value p > 0,05.
2. Pemberian ekstrak daun Vernonia amygdalina dengan dosis 250 mg/KgBB yang
diberikan selama 28 hari tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada
kelompok diabetes dengan perlakuan yang dibandingkan dengan kelompok
diabetes dalam memperbaiki berat badan pada tikus diabetes jantan strain Sprague
dawley yang di induksi dengan Streptozotocin.
5.2 Saran
Bagi peneliti selanjutnya:
1. Penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak Vernonia amygdalina dengan
menggunakan dosis yang lebih bervariasi, agar dapat ditentukan dosis optimal
untuk terapi DM.
2, Diperlukan pemberian dan pengontrolan makanan serta minuman yang adekuat
untuk hewan coba.
3. Dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak serta durasi penelitian yang lebih
Panjang untuk melihat efek yang signifikan terhadap ekstrak yang diberikan.

33
BAB VI
KERJASAMA RISET

Riset ini merupakan kerjasama antar riset mahasiswa dengan kelompok riset
diabetes Program Studi Kedokteran fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dibawah bimbingan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Mery Nitalia, Sp. PK.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Fatimah, Nuryaningsih. Buku Ajar Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2018.
2. Khairani. Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pus Data dan Inf Kementrian
Kesehat RI. 2019;1–8.
3. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes—
2018 Abridged for Primary Care Providers. Clin Diabetes. 2018;36(1):14–
37.
4. PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. PERKENI. 2015;
5. Putri YA. Potensi Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Antidiabetik.
Jiksh [Internet]. 2019;10(2):336–9. Available from: https://akper-
sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
6. Dolensek, J, Rupnik, MS & Stozer A. Structural Similarities and Differences
Between The Human and The Mouse Pancreas. 2016;7:10–7.
7. Guyton, A.C. & Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012.
8. WHO. Classification of diabetes mellitus. 2019;
9. Baynest HW. Classification, pathophysiology, diagnosis and management of
diabetes mellitus. 2015;Diabetes M.
10. Basukala P, Jha B, Yadav BK SP. Determination of insulin resistance and
beta-cell function using homeostatic model assessment in type 2 diabetic
patients at diagnosis. J Diabetes Metab. 2018;
11. Kumar A, Mittal R NP. Insulin resistance: Recent advances in pathogenesis,
molecular mechanisms and clinical relevance. 2017;EC Pharmac:4: 244-
262.
12. Forbes JM CM. Mechanisms of diabetic complications. 2013;
13. Forouhi NG WN. Epidemiology of diabetes.
14. Bolla KN, Sri SKV VK. Diabetes mellitus and its prevention. Int J Sci:4:
119-125.
15. Crofts CAP, Zinn C, Wheldon MC SG. Hyperinsulinemia: A unifying theory

35
of chronic disease. 2015;
16. Kabel AM, Altowirqi R, Al Thobiti H, Althumali A AE. Pharmacological
therapy of type 2 diabetes mellitus: New perspectives. 2017;4: 12-19.
17. Olokoba AB, Obateru OA OL. Type 2 diabetes mellitus: A review of current
trends. Oman Med J. 2012;27: 269-273.
18. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin-
Diabetes.Pdf. Jakarta; 2016.
19. Brahim G, Abdurahman E KU. Pharmacognostic Studies on the Leaves of
Vernonia amygdalina Del. (Asteraceae). Niger J Nat Prod Med [Internet].
2005;Jun 23;8(1).
20. E. Ijeh, I.I. E. Current Presvectives On The Medical Potensial of Vernonia
amygdalina Del. (Asteracea). 2010;
21. Yeap S.K., Ho W.Y., Beh B.K., Liang W.S., Ky H., Hadi A. YN and ANB.
Vernonia Amygdalina, An Ethnoveterinary and Ethnomedical Used Green
Vegetable with Multiple Bioactivities. J Med Plants Res. :4 (25), 2787–2812.
22. Jack. Synthesis of Antidiabetic Flavonoids and Their Derivative. Med Res.
2012;180.
23. Brahmachari G. Bio- Flavonoids With Promising Antidiabetic Potentials: A
Critical Survey. Res Signpos. 2011;187–212.
24. Rinivasan dan Ramarao. Animal Models in Type 2 Diabetes Research:An
overview. Indian J Med Res 125, March 2007. 2007;451–72.
25. Eleazu, C. O., Eleazu, K. C., Chukwuma, S., & Essien UN. Review of the
mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in
experimental animals, its practical use and potential risk to humans. J
Diabetes Metab Disord. 2013;
26. Lenzen S. The mechanisms of alloxan- and streptozotocin-induced diabetes.
Diabetologia. 2008;
27. T. S. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B Cells of Rat
Pancrea. Physiol. 2001;50: 536-54.
28. Zafar, M.; Naeem-ul-Hassan Naqvi, S.; Ahmed, M. & Kaim, Khani ZA.
Altered kidney morphology and enzymes in streptozotocin-induced diabetic

36
rats. Int J Morphol. :27(3):783-90.
29. Szkudelski. T. Streptozotocin-nicotinamide-induced diabetes in the rat.
Characteristics of the experimental model. Exp Biol Med 237. 2012;481–49.
30. Jackerott, M., Moldrup, A., Thams, P., Galsgaard, E.D., Knudsen, J. L, Y.C.,
Nielsen J. Diabetes in animal models of type 1 and 2. 2006;55(10):2705-
2712.
31. Singh, Ajay S et al. Sampling Tehniques and dtermination of size in aplied
statistics research: an overview. Univ Swaziland Intenational J Econ
Commer Manag. 2014;
32. Atangwho IJ, Yin KB, Umar MI, Ahmad M, Asmawi MZ. Vernonia
amygdalina simultaneously suppresses gluconeogenesis and potentiates
glucose oxidation via the pentose phosphate pathway in streptozotocin-
induced diabetic rats. BMC Complement Altern Med. 2014;14(1):1–13.
32. Medjiofack Djeujo F, Cusinato F, Ragazzi E, Froldi G. α-Glucosidase and
advanced glycation end products inhibition with Vernonia amygdalina root
and leaf extracts: new data supporting the antidiabetic properties. J Pharm
Pharmacol. 2021 Aug;73(9):1240–9.
33. Medjiofack Djeujo F, Cusinato F, Ragazzi E, Froldi G. α-Glucosidase and
advanced glycation end products inhibition with Vernonia amygdalina root
and leaf extracts: new data supporting the antidiabetic properties. J Pharm
Pharmacol. 2021;73(9):1240–9.
34. Wu X mi, Ren T, Liu JF, Liu YJ, Yang LC, Jin X. Vernonia amygdalina
Delile extract inhibits the hepatic gluconeogenesis through the activation of
adenosine-5’monophosph kinase. Biomed Pharmacother [Internet].
2018;103(April):1384–91. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.biopha.2018.04.135

37
LAMPIRAN

Lampiran 1
Surat Keterangan Tikus Sehat

Gambar 7.1 Surat Keterangan Tikus Sehat

38
Lampiran 2
Surat Keaslian Tanaman

Gambar 7.2 Surat Keaslian Tanaman Vernonia Amygdalina

39
Lampiran 3
Hasil Ekstraksi Bahan Ujian

Gambar 7.3 Surat Keterangan Ekstraksi Vernonia Amygdalina

40
Lampiran 4
Surat Lolos Kaji Etik

Gambar 7.4 Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

41
Lampiran 5
Cara Perhitungan

a. Pembuatan Buffer Sitrat


Buffer yang digunakan adalah buffer sitrat 0,1 M dengan menggunakan pH 4,4.
Untuk memperolehnya perlu mencampurkan:
Larutan A: 2,101 gr Asam Sitrat dalam 100 ml akuades
Larutan B: 2,941 gr Na Sitrat dalam 100 ml aquades

Homogenisasi larutan A dan B dengan menggunakan magnetic stirrer.

Untuk membuat buffer buffer sitrat 0,1 M dengan pH 4,4, lakukan pencampuraan
atara larutan A sebbanyak 28 ml dengan larutan B sebanyak 22 ml. Kemudian
homogenkan menggunakan magnetic stirrer.

Selanjutnya pH buffer terlalu asam atau menambahkan HCL 1 M jika pH buffer


terlalu basa kedalam larutan buffer sitrat hingga mencapai pH target 4,4
b. Pembuatan dosis Induksi Streptozotocin
Dosis Streptozotocin yang digunakan adalah 65 mg/KgBB.
65 𝑚𝑔 65 𝑚𝑔 8,5 𝑚𝑔
= =
1 𝑘𝑔 1000 𝑔𝑟 100 𝑔𝑟
Cara pencampuran STZ dengan buffer sitrat sebagai berikut:
1. Hitung BB tikus yang akan dilakukan penyuntikan (BB tikus = 200gr)
5,5 𝑚𝑔
2. Dosis STZ = 100 𝑔𝑟 × 200 𝑔𝑟 = 13 𝑚𝑔/𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
6,5 𝑚𝑔 13 𝑚𝑔
3. Dosis buffer sitrat (pelarut) = =
0,1 𝑚𝑙 𝑥

𝑀𝑎𝑘𝑎 𝑋 = 0,2 𝑚𝑙 𝑏𝑢𝑓𝑓𝑒𝑟 𝑠𝑖𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝐵 200 𝑔𝑟𝑎𝑚.


c. Pembuatan Sukrosa 20%

42
Larutan sukrosa pada penelitian ini menggunakan sukrosa 20% konsentrasi tersebut
sama seperti 20 gr sukrosa / 100 ml aquades.

Sehingga dilakukan pencampuran sukrosa sebanyak 2 gr dengan 100 ml akuades,


kemusian di homogenisasikan dengan menggunakan magnetic stirrer.
d. Pembuatan Ekstrak Daun Vernonia Amygdalina
Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah 250 mg/KgBB
250 𝑚𝑔 25 𝑚𝑔 25 𝑚𝑔
= ≈
1000 𝑔𝑟 100 𝑔𝑟 0,1 𝑚𝑙
1 ekor tikus dengan berat 200 gram, akan mendapatkan:
25 𝑚𝑔
200 𝑔𝑟 𝑥 = 50 𝑚𝑔
100 𝑔𝑟
Dosis pelarut unutk ekstrak Vernonia Amygdalina
100 25 𝑚𝑔
=
𝑥 0,1 𝑚𝑙
𝑥 = 0,25 𝑚𝑙
Maka untuk melarutkan 50 mg diperlukan 0,25 mL pelarut (akuades).

43
Lampiran 6
Gambar Proses Penelitian

1. Kedatangan tikus dan adaptasi di animal house FK UIN SH

Gambar 7.5 Tikus tiba di Animal House

Gambar 7.6 Tikus tiba di Animal House dan disusun pada rak penyimpanan

2. Pembuatan Buffer Sitrat

44
Gambar 7.7 Bahan untuk pembuatan buffer sitrat yaitu Natrium sitrat & Asam
sitrat

Gambar 7.8 Buffer sitrat diukur dengan alat pH meter

Gambar 7.9 Buffer sitrat 0,1 M dengan pH 4,5

3. Induksi Streptozotocin

Gambar 7.10 Streptozotocin

45
Gambar 7.11 Pemberian Label pada bagian proksimal ekor tikus

Gambar 7.12 Injeksi Streptozotocin Intraperitoneal

4. Pembuatan Larutan Sukrosa 20%

Gambar 7.13 Bahan untuk Larutan Sukrosa

Gambar 7.14 Penimbangan Bubuk Sukrosa

46
Gambar 7.15 Hasil Pembuatan dengan magnetic stirrer Sukrosa 20%

5. Pengukuran BB, GDS, dan pemberian ekstrak daun Vernonia amygdalina dengan
menggunakan sonde

Gambar 7.16 Proses pengukuran

Gambar 7.17 Proses pengambilan Berat Badan Tikus sampel darah tikus untuk

pengukuran GDS

47
Gambar 7.18 Proses pengukuran GDS dengan Glukometer

Gambar 7.19 Proses pemberian ekstrak Vernonia amygdalina

6. Proses Sacrifice Tikus dan pengambilan sampel darah untuk pengambilan darah
plasma tikus

Gambar 7.20 Proses pengambilan sampel darah tikus melalui Vena Cava Inferior

48
Gambar 7.21 Proses Sentrifugasi

Gambar 7.22 Hasil sentrifugasi Plasma darah tikus

49
Lampiran 7
Hasil Uji Statistik SPSS

Uji Normalitas GDS

Uji Homogenitas

Uji Homogenitas GDS transformasi

50
Uji Kruskal-Wallis GDS

Uji Post Hoc Mann-Whitney

N vs NE

N vs D

D vs NE

51
D vs DE

Uji Normalitas Berat Badan

Uji Homogenitas Berat Badan

52
Uji One-Way Anova

Uji Post Hoc Mann-Whitney


N vs NE

N vs D

53
NE vs D

D vs DE

54
Lampiran 8
Riwayat Penulis

Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Alya Rohani Prasetyo
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 27 Februari 2001
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Housing II blok EE/15 Pondok Gede, Bekasi,
17414
e-Mail : alyarohani44@gmail.com

Riwayat Pendidikan
2007-2013 : SDIT Nur Hikmah Islamic Full Days School
2013-2016 : SMP Negeri 24 Jakarta
2016-2019 : SMA Nasional Satu
2019-Sekarang : Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta

55

Anda mungkin juga menyukai