Anda di halaman 1dari 63

KADAR HEMOGLOBIN SEBAGAI PREDIKTOR

KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER


BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL SCORE

“ Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN”

Oleh :

Kartika Rosiana Dewi


1113103000005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta., 10 November 2016

Kartika Rosiana Dewi

ii
KADAR HEMOGLOBIN SEBAGAI PREDIKTOR KEPARAHAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL
SCORE

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh :

Kartika Rosiana Dewi

NIM 1113103000005

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

dr. Sayid Ridho Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV
NIP : 19660629 199803 1 001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/ 2016 M

iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan penelitian berjudul Kadar Hemoglobin Sebagai Faktor Prediktor


Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Sullivan Vessel Score
yang diajukan oleh Kartika Rosiana Dewi ( NIM 111310300005 ), telah diujikan
dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 10 November 2016.
Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, 10 November 2016
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Sayid Ridho Sp.PD, FINASIM


NIP : 19660629 199803 1 001

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Sayid Ridho Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV, FINASIM
NIP : 19660629 199803 1 001

Penguji I Penguji II

dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT


NIP : 19640909 199603 1 001 NIP: 19660813 199103 1 003

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSKPD

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT
NIP. 19650808 198803 1 002 NIP. 19780507 200501 1 005

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan

karunia yang senantiasa tercurahkan kepada penulis. Segala kemudahan, kesehatan,

dan semangat senantiasa dilimpahkan oleh-Nya kepada penulis sehingga mampu

menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa, shalawat serta salam penulis haturkan

kepada Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya yang telah

menjadi suri tauladan bagi penulis. Dalam penelitian ini, penulis menyadari bahwa

banyak sekali pihak yang turut memberikan bantuan serta dukungan. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran
dan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Flori Ratna Sari selaku penanggung jawab riset untuk PSKPD angkatan
2013
4. dr. Sayid Ridho Sp,PD, FINASIM dan dr.Dede Moeswir Sp,PD, KKV,
FINASIM selaku dosen pembimbing, yang telah memberi pengarahan dan
bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis hingga laporan penelitian ini
dapat selesai dengan baik. Terima kasih atas waktu, tenaga dan pemikiran
yang telah dokter berikan untuk kelancaran penelitian saya.
5. dr. Hari Hendarto Sp.PD, KEMD, FINASIM selaku pembimbing akademik,
yang memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.
6. Kedua orang tua saya tercinta, Ayah Jon Suprapto dan Ibu Neneng Supriyati
yang selalu memberikan doa, dukungan dan dorongan semangat, dan
nasehat-nasehat dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, serta
memberikan banyak masukan, motivasi, bantuan tenaga pikiran moral
waktu dan material.

v
7. Kepada adik saya Sekar, Surya serta Guruh dan Guntur yang selalu menjadi
penghibur hati dan memberikan semangat untuk penulis.
8. Seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan mendukung kelancaran
perkuliahan yang sedang dijalani penulis.
9. Zaima, Sakinah, Wahyu, Mba Ima, dan Mila, yang selalu memberikan
semangat, doa dan memberikan motivasi, terimakasih atas waktu dan
semangatnya.
10. Ana Khurnia, Rifa’I Syarif, Danivan, Amaryllis dan Safitri teman
sekelompok risetku. Terima kasih atas perjuangan kita bersama sama
selama ini.
11. Teman sejawatku yang selama ini menempuh pendidikan preklinik bersama
dan akan terus bersama sampai lulus nanti. Semoga kita selalu kompak
dalam kebaikan dan kesuksesan “PSPD TREITZ 2013”
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memperlancar proses pengerjaan laporan penelitian ini.

Dengan segala kejujuran dan kerendahan hati penulis sadari bahwa laporan
penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi pembahasan maupun
penyusunannya. Oleh karena itu, saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan di masa yang akan datang.

Semoga laporan penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan seluruh pihak,
juga dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan atau sumber ide untuk penelitian
lebih lanjut di bidang kedokteran.

Jakarta, 10 November 2016

Kartika Rosiana Dewi

vi
ABSTRAK
Kartika Rosiana Dewi. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.Kadar
Hemoglobin Sebagai Prediktor Keparahan Berdasarkan Sullivan Vessel Score
Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner
Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit tidak
menular dengan prevalensi tertinggi nomor 7 di Indonesia. PJK disebabkan adanya
iskemia, yaitu adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dengan suplai
oksigen. Hemoglobin ( Hb ) dalam sel darah merah (eritrosit) berfungsi untuk
mengikat oksigen dan mendistribusikan oksigen ke seluruh organ tubuh.
Hemoglobin juga berperan dalam pembentukan aterosklerosis Penelitian ini
penting dilakukan untuk mengetahui peran hemoglobin dalam mempengaruhi
tingkat keparahan stenosis PJK. Tujuan: Untuk mengetahui kadar hemoglobin
sebagai prediktor keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel
score. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif berbasis
prognostik. Jumlah sampel yang terkumpul sebanyak 86 sampel. Hasil: Dari hasil
analisis bivariat antar variabel menggunakan Chi-Square didapatkan hasil yang
tidak bermakna (p = 0,300) Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan signifikan
antara kadar hemoglobin terhadap tingkat keparahan stenosis berdasarkan Sullivan
vessel score pada pasien penyakit jantung koroner.
Kata kunci: PJK, aterosklerosis, hemoglobin , sullivan vessel score .

ABSTRACT
Kartika Rosiana Dewi. Medical Education and Profession Program. Hemoglobin
Levels as a Predictor of Coronary Artery Disease Severity Based on Sullivan
Vessel Score in Patients With Coronary Artery Disease.
Background: Coronary Artery Disease ( CAD ) is the seventh highest prevalence
of non-communicable disease in Indonesia. It caused by ischemia, which is a
condition where oxygen demand is higher than oxygen suplly. Hemoglobin’s
function is to bind O2 and distribute it to all body’s organs. Hemoglobin also
attributed to atherosclerosis Aim : to understand hemoglobin’s level as a predictor
of CAD severity based on Sullivan vessel score. Methods: this was a cohort
retrospective study. We used consecutive sampling technique to select samples.
Total sample is 86. Result: bivariat analysis between the variable using Chi-
Square have no significant correlation ( p = 0,300) Conclusion: There was no
significant correlation between hemoglobin levels to stenosis severity based on
Sullivan vessel score in patient with CAD.
Keywords: CAD, atherosclerosis, hemoglobin, sullivan vessel score.

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL…………………………………………………………...……i
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………..………ii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………….……...iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………….…………iv
KATA PENGANTAR ……………………………..…………………………….v
ABSTRAK ………………………….;.…………………………………………vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................xi
DAFTAR BAGAN ..............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………..………….xiv
DAFTAR SINGKATAN ………………………………..…………………..….xv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………….....…………………………………………….… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………..………………………………..…..2
1.3 Hipotesis…………………...………………………..…………………………2
1.4 Tujuan

1.4.1Tujuan Umum…………………………………….....……………….….2
1.4.1 Tujuan Khusus……………….................................…………………….3
1.5 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bidang Ilmiah……………………................………………….3
1.4.2 Manfaat Bidang Pengembangan Penelitian………........................……..3
1.4 3 Manfaat Aplikatif………………….......…........…………….………….3
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi……………...………….…………..……………3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori……………………………………………....…….…………..4
2.1.1 Penyakit Jantung koroner……………......……………………….…....…….4

viii
2.1.1.1 Definisi………………….......…………………………..…………..4
2.1.2.2 Epidemiologi……………………………………....……….……….4
2.1.2 Angina Pektoris Stabil ………………...........................................………….4
2.1.2.1 Patofisiologi Angina Pektoris Stabil………………………....……..5
2.1.3 Sindrom Koroner Akut…………………………....……………….......…….8
2.1.3.1 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut………………............………..8
2.1.3.2 Angina Pektoris tak Stabil……………….......................................…9
2.1.3.3 Infark Miokard Akut………………………………....……........….10
2.1.3.4 Diagnosis Sindrom Koroner Akut ……...............................…….....11
2.1.4 Angiografi Koroner……………….............………………………....……..12
2.1.4.1 Indikasi Angiografi Koroner..……………………………......……13
2.1.4.2 Kontraindikasi Angiografi Koroner……....……………………….14
2.1.4.3 Medikasi Periprosedural……………………………….....………..15
2.1.4.4 Aspek Teknik Kateterisasi Jantung ……………………………….15
2.1.4.5 Evaluasi Keparahan Lesi……………….…………...........………..17
2.1.5 Parameter QCA ……………..........……………..…………………………17
2.1.6 Hemoglobin……………………………….………………………………..18
2.1.6.1 Peran Hemoglobin Dalam Proses Aterosklerosis………….....…….19
2.1.6.2 Kadar Hemoglobin…………….....……….………………………..20
2.1.6.3 Hubungan Hemoglobin Terhadap Keparahan Penyakit Jantung
Koroner..............................................................................................21
2.1.6.4 Kriteria Keparahan PJK……………………………………..……..21
2.1.6.5 Faktor yang Dapat Mempengaruhi Keparahan…………................23
2.2 Kerangka Teori……………………….....……………….....................……..24
2.3 Kerangka Konsep……………………....…………………….......…………..25
2.4 Definisi Operasional………………….....………………………....………...26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian……………….......……………….....………….………….30
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………….....………….30

ix
3.3 Populasi dan Sampel………………………………….………....………..….30
3.3.1 Populasi……………...……………….....…………………………...30
3.3.2 Sampel……………….…………....………………………………….30
3.3.3 Jumlah Sampel ……………….………..………....………………….30
3.4 Kriteria Sampel……………….……….……………………..………………31
3.4.1 Kriteria Inklusi…………………………………………....……………31
3.4.2 Kriteria Eksklusi……………….………………………….....…………31
3.5 Cara Kerja Penelitian……….…..……………………………....……………31
3.6 Alur Kerja Penelitian…......……………………………….....………….……32
3.7 Manajemen Data……………….……....…………………....………….……32
3.7.1 Pengolahan Data……………….……......……………………......……32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian……………….……………………………..………….……33
4.1.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian………….....…………...….……33
4.1.2 Analisis Univariat…………….…………………………………..…….34
4.1.3 Analisis Bivariat…………....…………………………………….....….35
4.1.4 Analisis Multivariat………………..………………………………...…39
4.2 Pembahasan……………………………………………..……….…………...39
4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian……………………...........……………39
4.2.2 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Sullivan Vessel Score…....…....39
4.3 Keterbatasan Penelitian………………….......…………………..……….40

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan……………………….………....……………………….…………41
5.2 Saran …………………......……………....…………………….…………….41
DAFTAR PUSTAKA………………………………….......…………………….42
LAMPIRAN………………………………………………………………..….....46

x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Derajat angina……………………………….....…...….………………5

Tabel 2.3. Manifestasi klinis Infark Miokard………….…………………………11

Tabel 2.4 Indikasi angiografi koroner……………………………………….....…13

Tabel 2.5 Parameter QCA…………………………………………….…………..18

Tabel 2.6 batas kadar hemoglobin …………………………………….………….20

Tabel 4.1 Karakteristik penelitian ………………………………………………..33

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pasien ……………………….……………………35

Tabel 4.3 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Sullivan Vessel Score………..36

Tabel 4.4 Hasil analisis bivariat pada pasien SKA………………………………36

Tabel 4.5 Hasil analisis bivariat pada pasien APS……………………………….37

Tabel 4.6 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan

vessel score 1 dan 2 .……………..…………………......…………….37

Tabel 4.7 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan
vessel score 1 dan 3……………..……………………..………....…...38
Tabel 4.8 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan
vessel score 2 dan 3…………………....……………………………...38

xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses trombosis…………………………………....………………….8
Bagan 2.2 Efek terbentuknya trombus…………………...........................…….….9

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses pembentukan plak aterosklerosis……………………….....…7
Gambar 2.2 Prosedur kateterisasi…………………….………………………….16

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Penelitian………………………………….....……………50
Lampiran 2 Riwayat Penulis…………………..…………………………………52

xiv
DAFTAR SINGKATAN

PJK : Penyakit Jantung Koroner


RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
STEMI : ST Segment Elevation Myocardial Infarction
NSTEMI : Non ST Segment Elevation Myocardial Infarction
CAD : Coronary Artery Disease
SKA : Sindrom Koroner Akut
ICAM-1 : Inter Cellular Adhesion Molecule-1
VCAM-1 : Vascular Cell Adhesion Molecule-1
ATP : Adenosin Trifosfat
VSD : Ventricular Septal Defect
EKG : Elektokardiogram
IKP : Intervensi Koroner Perkutan
CCS : Canadian Cardiovascular Society
Gp IIb/IIIa : Glikoproterin IIb/IIIa
QCA : Quantitative Coronary Angiography
MLD : Minimum Lumen Diameter
RVD : Referrence Vessel Diameter
LL : Late Loss
DS : Diameter Stenosis
BR : Binary Restenosis
IPH : Intraplaque Hemorrhage
WHO : World Health Organization
ROS : Reactive Oxygen Species
LAD : Left Anterior Descending
LCx : Left Circumflex
RCA : Right Coronary Artery
LM : Left Main
VD : Vessel Disease

xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah satu dari berbagai masalah kesehatan
terbesar di dunia. Penyakit ini menempati posisi nomor satu sebagai penyebab
kematian di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, 13 juta orang mengalami PJK,
lebih dari 6 juta orang mengalami angina pektoris, dan lebih dari 7 juta orang
mengalami infark miokardium yang dapat diatasi.1 Insidensi kematian akibat PJK
atau infark miokardium sekitar 1,2 juta kasus per tahun. Angka sudden cardiac
death mencapai 340.000 kasus per tahun. Pada usia 40 tahun, masyarakat Amerika
Serikat memiliki risiko terkena PJK untuk laki-laki 49% dan untuk perempuan
32%.2 Di Indonesia, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 menemukan fakta bahwa PJK merupakan penyakit tidak menular
dengan prevalensi tertinggi nomor 7 di Indonesia.3
PJK disebabkan akibat terjadinya iskemia di miokardium. Iskemia terjadi
akibat adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen.
Oksigen dibutuhkan oleh otot untuk membentuk energi, sehingga ketika pasokan
oksigen berkurang, energi tidak terbentuk dan kontraksi tidak dapat terjadi. Ketika
iskemia terjadi, akan terjadi kerusakan sel dimana sel-sel tersebut akan
mengeluarkan senyawa yang dapat menstimulasi saraf nyeri dimana hal ini akan
bermanifestasi sebagai nyeri dada yang khas pada pasien PJK. Proses iskemia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kematian selyang disebut infark. Infark pada
otot jantung disebut dengan infark miokardium yang bermanifestasi menjadi ST
segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) atau Non ST segment Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI).4
Hemoglobin terdiri dari empat rantai polipeptida globin yang tiap rantainya
memiliki zat besi yang mengandung molekul haem. Hemoglobin berfungsi untuk
mengikat oksigen dan karbon dioksida sehingga dapat didistribusikan ke seluruh
organ tubuh.5
Keparahan stenosis dapat dinilai dengan beberapa sistem skoring, antara
lain : Friesinger, CASS-50, CASS-70, Gensini score, Duke jeopardy, Duke CAD

1
2

severity index, Jenkins score, Sullivan stenosis, Sullivan extent, dan Sullivan
vessel.22

Pada penelitian yang dilakukan oleh Arant et al, disebutkan bahwa tidak
ditemukan perbedaan tingkat keparahan penyakit jantung koroner pada pasien
wanita yang mengalami anemia maupun tidak anemia, tetapi disitu ditemukan
bahwa pasien anemia memiliki risiko lebih tinggi terhadap kematian dan kejadian
yang tidak diinginkan lainnya. .6 Chonchol et al dalam penelitiannya menemukan
kadar hb yang lebih rendah (9,0-11,0 g/dl) meningkatkan risiko PJK sebanyak
47%. kadar hb ≥ 17.0 g/dl juga memiliki hubungan terhadap risiko terjadinya
penyakit jantung koroner.7

Pada Penelitian ini dilihat dan dibandingkan faktor prediktor tingkat


keparahan stenosis penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pendekatan Kohort Retrospektif
berbasis prognosis dalam memprediksi Sullivan vessel score pasien penyakit
jantung koroner berdasarkan kadar hemoglobin.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penelitian ini, permasalahan yang dibahas
adalah apakah kadar hemoglobin dapat digunakan sebagai prediktor keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score?

1.3 Hipotesis

Kadar hemoglobin dapat digunakan sebagai prediktor keparahan penyakit


jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel Score.

1.4 Tujuan

1.4.1Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin sebagai faktor prediktor
tingkat keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score.
3

1.4.2Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengetahui proporsi pasien PJK yang meliputi Angina Pektoris Stabil
(APS), dan Sindrom Koroner Akut (SKA)
1.4.2.2 Mengetahui data kadar hemoglobin pasien PJK di RSU Hermina Bekasi.
1.4.2.3 Mengetahui proporsi pasien PJK yang meliputi APS dan SKA yang
menjalani angiografi koroner di RSU Hermina Bekasi.
1.4.2.4 Mengetahui proporsi Sullivan vessel score 0, 1, 2, dan 3 pada pasien PJK
yang meliputi APS dan SKA di RSU Hermina Bekasi.
1.4.2.5 Mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin keparahan PJK berdasarkan
Sullivan vessel score.
1.4.2.6 Mengetahui kadar hemoglobin sebagai prediktor keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Bidang Ilmiah
Memberikan data ilmiah mengenai hubungan antara kadar hemoglobin
sebagai prediktor tingkat keparahan penyakit jantung koroner
1.5.2 Manfaat di Bidang Pengembangan Penelitian
Menjadi data rujukan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan
faktor prediktor derajat keparahan penyakit jantung koroner
1.5.3 Manfaat Aplikatif
1. Memberikan informasi mengenai salah satu faktor prediktor derajat
keparahan penyakit jantung koroner.
2. Memberikan informasi mengenai prognosis pasien PJK yang
mengalami berdasarkan kadar hemoglobin.
1.5.4 Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data referensi bagi civitas akademika
program studi pendidikan dokter di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK)

2.1.1.1 Definisi

PJK adalah kondisi dimana suplai darah dan oksigen ke bagian miokardium
tidak mencukupi sehingga terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen miokardium. Penyebab terbanyak PJK adalah adanya aterosklerosis pada
arteri koroner yang menyebabkan penurunan aliran darah dan kurangnya perfusi
oksigen pada miokardium yang disuplai oleh arteri yang mengalami aterosklerosis.1

2.1.1.2 Epidemiologi

PJK menyebabkan lebih banyak kematian dan disabilitas dan juga


membutuhkan perawatan dengan harga yang lebih mahal dibandingkan penyakit
lainnya di negara maju. Di Amerika, 13 juta orang mengalami PJK, >6 juta
mengalami angina pektoris, dan > 7 juta mengalami infark myokard yang dapat
diatasi.1 Insidensi kematian akibat PJK atau infark miokardium sekitar 1,2 juta
kasus per tahun di Amerika. Angka kasus sudden cardiac death mencapai 340.000
kasus per tahun. Pada usia 40 tahun, masyarakat Amerika memiliki risiko terkena
PJK 49% untuk laki-laki dan 32% untuk perempuan.2

2.1.2 Angina Pektoris Stabil

Angina pektoris didefinisikan sebagai rasa nyeri yang timbul akibat iskemia
miokardium yang memiliki karakteristik sebagai berikut : lokasinya biasanya di
dada, daerah substernal atau paling tidak di bagian kirinya dengan penjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri hingga lengan dan jari-jari bagian ulnar serta
punggung/pundak kiri, kualitas nyerinya biasanya berupa nyeri tumpul seperti rasa
tertindih atau berat di dada, seperti desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan
berat disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Nyeri yang

4
5

pertama timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20
menit.10

Angina pektoris biasanya diperberat dengan olahraga atau gangguan


emotional dan membaik dengan diberikan nitrogliserin. Nyeri Angina terjadi pada
pasien dengan minimal PJK obstruktif di satu pembuluh darah koroner, tetapi dapat
juga terjadi pada pasien dengan penyakit katup jantung, hypertrophic
cardiomyopathy, dan tekanan darah tinggi tidak terkontrol. Terdapat tiga jenis
angina, yaitu angina stabil, angina atipikal dan angina tak stabil. Saat ini angina tak
stabil sudah masuk kedalam kategori Sindrom Koroner Akut (SKA).8

Tabel 2.2 Derajat angina

Kelas Canadian Cardiovascular New York Heart Association


Society

I Angina terjadi saat melakukan Pasien dengan penyakit


aktivitas berat jantung, tidak ada gejala

II Angina terjadi saat menaiki Pasien dengan penyakit


tangga dengan cepat jantung, tidak ada gejala saat
istirahat tetapi terjadi gejala
pada saat melakukan aktivitas
biasa

III Angina terjadi saat menaiki Pasien dengan penyakit


tangga satu kali jantung, tidak ada gejala saat
istirahat, tetapi terjadi pada
aktivitas yang lebih dari biasa

IV Gejala muncul saat istirahat, Pasien dengan penyakit


tidak dapat melakukan jantung, gejala muncul pada
aktivitas seperti biasa dengan saat istirahat, tidak dapat
nyaman melakukan aktivitas tertentu

Sumber : Coronary Heart Disease in Clinical Practice8

2.1.2.1 Patofisiologi Angina Pektoris Stabil

Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK.


Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling
terkait satu sama lain. Proses aterosklerosis dimulai dengan adanya kerusakan pada
lapisan endotel, pembentukan foam cell dan fatty streaks, pembentukan fibrous cap
(lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak stabil.11
6

Fase awal pembentukan aterosklerosis adalah adanya akumulasi lipid dalam


dinding pembuluh darah atau adanya kerusakan mekanik endotel yang
menyebabkan aktivasi inflamasi endotel. Selanjutnya terjadi rekrutmen elemen -
elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima yang diperantai molekul
adhesi , yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule -1 (ICAM-1), Vascular Cell
Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin.. Setelah berikatan dengan endotel
kemudian monosit berpenetrasi ke lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima.
Monosit-monosit yang telah memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi
makrofag dan memfagosit LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger.
Hasil fagositosis ini akan membentuk sel busa atau foam cell dan kemudian menjadi
fatty streak. Selanjutnya terjadi proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika
media ke tunika intima. Sel otot polos tersebut mensintesis kolagen dan
proteoglikan yang kemudian membentuk jaringan ikat. Jaringan ikat ini menutupi
fatty streak membentuk fibrous cap.11

Pada tahap ini terbentuk plak aterosklerotik. Pembentukan plak


aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan lumen arteri, sehingga terjadi
penurunan aliran darah. Iskemia Miokardium terjadi akibat adanya ketidak
seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Meskipun obstruksi
akibat aterosklerosis dapat tidak berpengaruh pada saat istirahat, tetapi kebutuhan
oksigen miokardium meningkat pada saat adanya aktivitas dapat menyebabkan
iskemia.9

Selain adanya aterosklerosis di pembuluh darah koroner, iskemia


miokardium dapat juga terjadi akibat adanya vasospasme pembuluh darah koroner.
Penyakit jantung lain juga dapat menyebabkan iskemia terutama penyakit-penyakit
yang meningkatan tekanan di ventrikel kiri, dimana kebutuhan oksigen dapat
melebihi kapasitas arteri untuk mensuplai miokardium.9
7

Gambar 2.1. Proses pembentukan plak aterosklerosis11


Sumber : Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease 8 th Ed

Pada saat iskemia, terjadi proses metabolism anaerob. Penurunan jumlah


ATP merusak interaksi antar protein kontraktil dan menyebabkan penurunan secara
transien kontraksi sistolik ventrikel dan kontraksi relaksasi diastolik.9
Akibat peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri, maka tekanan di arteri
pulmonar juga meningkat sehingga dapat terjadi kongesti paru dan timbul gejala
dyspnea. Selain itu, akibat adanya akumulasi hasil metabolit, terjadi aktivasi
reseptor saraf nyeri di C11 sampai T4 dimana manifestasi nyeri tersebut disebut
angina.9
8

2.1.3 Sindrom Koroner Akut (SKA)


Sindrom koroner akut adalah keadaan yang mengancam nyawa pada pasien
PJK. Sindrom koroner akut dibagi menjadi tiga yaitu Angina pektoris tak stabil, ST-
segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) dan Non ST-segment Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI). 90% SKA terjadi oleh karena ruptur plak
aterosklerosis dengan agregasi platelet dan formasi trombus intrakoroner.11

2.1.3.1 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau
progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan
sindroma koroner akut. Apabila plak pecah, atau ruptur, akan terjadi proses
trombogenik. trombus tersebut menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri
koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau
infark miokard. 11

Bagan 2.1 Proses trombosis4

Sumber : Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of Medical Students and


Faculty 5th Ed.4
9

Oklusi trombus secara parsial adalah penyebab dari sindrom angina pektoris
tak dan NSTEMI. Jika terjadi oklusi total, maka akan terjadi iskemia yang lebih
berat dan nekrosis yang lebih luas yang dimanifestasikan STEMI.4

Bagan 2.2. Efek terbentuknya trombus4


Sumber : Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of Medical Students and
Faculty 5th Ed. 4

2.1.3.2 Angina Pektoris Tak Stabil

Yang termasuk angina pektoris tak stabil adalah :

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina
stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit
dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.9
10

 Klasifikasi Angina

berdasarkan beratnya serangan angina :

1. Kelas I yaitu angina yang berat yang terjadi pertama kali atau makin
bertambah beratnya nyeri dada.
2. Kelas II yaitu angina yang terjadi pada waktu istirahat dan terjadi subakut
dalam 1 bulan, tapi tidak ada serangan dalam waktu 48 jam terakhir.
3. Kelas III yaitu adanya serangan angina pada saat istirahat dan terjadinya
secara akut baik sekali atau lebih dalam waktu 48 jam terakhir.9

Berdasarkan keadaan klinis

1. Kelas A yaitu angina tak stabil sekunder karena adanya anemia, infeksi lain,
atau debris.
2. Kelas B yaitu angina tak stabil yang primer dan tidak ada faktor extra
cardiac.
3. Kelas C yaitu angina yang timbul setelah serangan infark jantung.9

Perbedaan angina pektoris tidak stabil dan angina pektoris stabil adalah
adanya perbedaan gejala seperti adanya nyeri dada yang dapat diprediksi, bersifat
sebentar, tidak progresif, dan terjadi hanya pada saat mengalami kelelahan fisik atau
stres emosional. Pasien dengan angina pektoris tak stabil jika tidak ditangani maka
dapat terjadi nekrosis.9

2.1.3.3 Infark Miokard Akut

Infark miokard akut dibagi menjadi STEMI dan NSTEMI. Gejala pada
infark miokard akut secara kualitatif mirip seperti angina tetapi biasanya lebih berat,
lebih lama dan gejala nyeri dapat dirasakan pada area yang lebih luas. Nyeri yang
dirasakan adalah akibat dari mediator seperti adenosin dan laktat yang menstimulasi
ujung-ujung saraf lokal.11
11

Tabel 2.3. Manifestasi klinis infark miokard11

1. Karakteristik nyeri Berat, persisten, biasanya di substernal

2. Efek simpatetik Diaphoresis, kulit dingin dan clammy

3. Parasimpatetik ( efek vagal) Mual, muntah, lemah

4. Respon inflamasi Demam ringan

5. Tanda jantung Gallop S4 (dan S3 jika terjadi disfungsi


sistolik)

Dyskinetic bulge ( pada infark miokard


anterior)

Murmur sistolik ( jika regurgitasi mitral atau


Ventricular Septal Defect (VSD))

6. Lainnya Pulmonary rales (jika terjadi gagal jantung)

Jugular venous distention ( jika gagal


jantung atau infark miokard ventrikel kanan)

Sumber : Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease 8 th Ed. 11

2.1.3.4 Diagnosis Sindrom Koroner Akut

1. Pemeriksaan EKG
Pasien yang mengalami unstable angina atau NSTEMI umumnya
memiliki gambaran EKG dengan depresi segmen ST dan atau inversi T
wave. Kelainan tersebut dapat bersifat transient (hanya pada waktu nyeri
di angina pektoris tak stabil) atau persisten pada pasien NSTEMI. 11
Pada pasien STEMI terdapat gambaran elevasi segmen ST, yang diikuti
inversi T wave dan perkembangan Q wave selama beberapa jam.11
2. Pemeriksaan serum penanda
Nekrosis jaringan miokardium menyebabkan rusaknya sarcolema. Hal
ini menyebabkan keluarnya makromolekul intraselular ke jaringan
interstitial dan pembuluh darah. Pada STEMI dan Non-STEMI terdapat
kenaikan level dari serum marker tersebut.11
a. Troponin
Pada infark miokardium akut, kenaikan kadar troponin dimulai 3
hingga 4 jam setelah onset nyeri dada dengan kadar maksimal 18
12

hingga 36 jam setelah nyeri dada. Kadar troponin akan menurun


secara perlahan sehingga masih dapat dideteksi hingga jangka waktu
14 hari setelah gejala infark miokard. Troponin memiliki
sensitivitas > 95% dan spesifisitas > 90%.11,12
b. Creatine kinase
Kadar serum CK-MB mulai naik 3 hingga 8 jam sesudah infark
dengan kadar maksimal pada 24 jam. Kadar serum ini akan normal
kembali dalam jangka waktu 48 hingga 72 jam.11
3. Imaging
Pemeriksaan imaging dilakukan menggunakan ekokardiografi. Hal ini
dilakukan ketika hasil evaluasi dari anamnesis, EKG dan serum
biomarker masih dirasa kurang. Pada gambaran ekokardiogram akan
terlihat abnormalitas kontraksi ventrikel di area yang mengalami
iskemia atau infark11

2.1.4 Angiografi Koroner

Angiografi koroner adalah prosedur standar untuk evaluasi anatomi dari


arteri koronaria. Hasil penelitian eksperimental menyebutkan, penurunan lumen
70% atau lebih dalam suatu area (50% pada diameter) secara signifikan membatasi
aliran darah, terutama ketika terjadi peningkatan kebutuhan oksigen miokardium.13
13

2.1.4.1 Indikasi Angiografi Koroner

Tabel 2.4 Indikasi angiografi koroner

Kelas Indikasi

I - Angina tak stabil atau sindrom koroner akut, yang tidak dapat diatasi oleh
terapi medikamentosa atau dengan risiko tinggi atau menengah
- Dicurigai angina prinzmetal
- Intervensi koroner perkutan ( IKP ) primer untuk STEMI
- Syok kardiogenik yang diakibatkan oleh infark miokardium akut
- Iskemia berulang setelah STEMI
- Nyeri dada persisten setelah fibrinolisis
- Stress test tidak normal setelah fibrinolisis
- CCS kelas III atau IV angina dengan respon tidak adekuat terhadap terapi
medikamentosa
- Stress test tidak normal dengan risiko tinggi
- Kematian jantung tiba-tiba atau aritmia ventricular dengan penyebab yang
tidak jelas
- Gagal jantung kongestif dengan angina atau iskemia
- Pasien membutuhkan operasi katup atau perbaikan dari penyakit jantung
kongenital, dengan angina
- Dicurigai trombosis stent
- Angina berulang 9 bulan setelah IKP
- Sebelum perbaikan komplikasi mekanik akibat infark miokardium
- Operasi pembuluh darah yang terjadwal dengan angina atau stress test
positif
II - Angina pektoris tak stabil atau sindrom koroner akut yang terkontrol dengan
terapi medika mentosa
- STEMI akut setelah fibrinolisis ketika terlihat jika reperfusi belum terjadi
untuk melakukan IKP rescue
- Angina CCS kelas III atau IV yang membaik ke CCS kelas I atau II dengan
terapi medika mentosa
- Stress test tidak normal tanpa risiko tinggi
- Iskemia yang memberat pada tes yang tidak invasif
- Angina kelas I atau II yang toleran atau tidak responsif terhadap pengobatan
- Angiografi tahunan setelah transplantasi jantung
- Infark miokardium perioperatif
III - Pasien yang menolak untuk revaskularisasi
- Pasien bukan kandidat untuk revaskularisasi karena medical comorbidities
- Dalam 24 jam fibrinolisis tanpa tanda tanda iskemia
- Untuk skrining pasien tanpa gejala ( asymptomatic)

Sumber : Topol E, Griffin B. Manual of Cardiovascular Medicine Third Edition. Cleveland:


Lippincott Williams & Wilkins.199813

Keterangan :

- Kelas I : terdapat kesepakatan umum bahwa angiografi diindikasikan


- Kelas II : terdapat perbedaan pendapat :
- Kelas III : angiografi tidak perlu dilakukan13
14

Pada pasien angina pektoris stabil, angiografi koroner merupakan alat yang
fundamental untuk investigasi pasien angina dengan memberikan data anatomi
untuk identifikasi ada atau tidaknya stenosis dan menentukan pilihan terapi.30

Angiografi koroner juga perlu dilakukan dalam keadaan :

- aritmia ventricular yang cukup serius atau post cardiac arrest

- keluhan berulang dengan gejala sedang atau berat setelah revaskularisasi

- risiko tinggi restenosis setelah IKP jika IKP dilakukan pada area penting

- gejala menunjukan perlunya dilakukan angiografi ulang.30

2.1.4.2 Kontraindikasi Angiografi Koroner

Kontraindikasi relatif terdiri dari :

- Insufisiensi renal

- Perdarahan aktif

- Demam atau infeksi aktif

- Hiperkalemia

- Hipokalemia

- Keracunan Digitalis

- Hipertensi tidak terkontrol

- Gagal Jantung terkompensasi

- Takiaritmia tidak terkontrol

- Blok jantung derajat tinggi yang tidak mendapat terapi.

Kontraindikasi absolut hanyalah penolakan pasien.13


15

2.1.4.3 Medikasi Periprosedural

Sebelum dilakukan angiografi koroner, 325 mg aspirin diberikan kepada


pasien. Jika kemungkinan dilakukannya intervensi koroner perkutan tinggi, maka
loading dose clopidogrel sebanyak 300 mg dapat diberikan.13

Pasien yang mengkonsumsi metformin harus berhenti pada hari


dilakukannya angiografi. Konsumsi warfarin juga harus dihentikan beberapa hari
sebelum prosedur.13

2.1.4.4 Aspek Teknik Kateterisasi Jantung

Intervensi koroner perkutan dilakukan di laboratorium kateterisasi. Akses


arteri/vaskular dapat dilakukan melalui arteri femoralis, radialis atau arteri
brakhialis.10,15 Yang paling sering dilakukan adalah akses melalui arteri femoralis.
Tetapi saat ini juga sudah mulai banyak dilakukan akses vaskular melalui arteri
radialis karena melalui akses ini jarang terjadi perdarahan pasca IKP. Kelemahan
dari akses transradial adalah adanya lengkungan dan kemungkinan oklusi pada
arteri radialis.31 Setelah ditentukan akses arteri, dilakukan anastesi lokal dengan
menggunakan lidocaine 2%. Jika pasien alergi terhadap lidocaine, maka dapat
diberikan amide agent, procaine, atau buvipacaine.13 kontras dimasukan melalui
akses arteri, kemudian dilihat pergerakannya menggunakan fluoroscopy dan
monitor.29

Setelah arteri koroner dan target lesi divisualisasikan dengan menggunakan


angiografi, dimasukanlah guide wire hingga melewati lesi dan diposisikan di bagian
distal dari lesi. Selanjutnya kateter double lumen kecil dengan balon dibagian distal
akan dilewatkan dari guide wire dan diletakan pada posisi lesi. Balon
dikembangkan dan hal ini akan menyebabkan terbukanya obstruksi dengan
mematahkan dan mengkompresi plak.30

Setelah dilakukannya IKP dan kateter dilepas, hemostasis akan tercapai


pada lokasi akses dengan kompresi manual ketika activated clotting time kembali.30

Setiap pasien yang menjalani IKP akan mendapat aspirin sebelum prosedur
dan harus dalam keadaan tidak terkoagulasi selama prosedur untuk mencegah
16

terjadinya trombus. Biasanya digunakan heparin dengan penambahan glikoprotein


(Gp) IIb/IIIa inhibitor sebagai proteksi tambahan terjadinya untuk menjaga risiko
terjadinya trombosis pada pasien sindrom koroner akut.30

Gambar 2.2. Prosedur kateterisasi30

Sumber : Runge MS, Patterson C, Stouffer GA. Netter’s Cardiology 2 nd Ed. Philadelpia :
Elsevier:201030
17

2.1.4.5 Evaluasi Keparahan Lesi

- Quantitative Coronary Angiography (QCA)

QCA memerlukan digitalisasi film, kalibrasi gambar, editing kontur arteri


dan editing oleh pengamat. Pada QCA, penilaian lesi arteri koroner didasarkan pada
perbandingan kekeruhan pewarna radiocontrast pada lesi relatif terhadap apa yang
dianggap sebagai segmen referensi normal. 31

2.1.5 Parameter QCA

Parameter yang digunakan adalah seperti yang tertera pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Parameter QCA32

Parameter Rentang yang sering Pengertian


digunakan

Minimal Luminal Diameter 0-6,00 mm Diameter lumen terkecil pada


(MLD) segmen yang dinilai

Reference Vessel Diameter 1,5-6,0 mm Diameter rata-rata pembuluh


(RVD) darah arteri yang diasumsikan
tanpa aterosklerosis

Lesion Length 0-60,0 mm Panjang stenosis diukur dari 2


poin dimana arteri koroner
berubah haluan, membentuk
bahu antara subsegmen yang
normal secara angiografi dan
subsegmen dengan penyakit.

Acute Gain 0-4,0 mm MLD pasca prosedur- MLD


praprosedur

Late Loss (LL) 0,10-3,00 MLD pasca prosedur- MLD


pada saat follow up

Diameter Stenosis (DS) 0-100% (RVD-MLD)/RVD

Binary restenosis (BR) Ya atau tidak DS > 50% pada saat follow up
angiografi koroner pada
segmen yang mendapat terapi.

Sumber: Tomasello SD, Costanzo L, Galassi AR. Quantitative Coronary Angiography in The
Interventional Cardiology. Intech. 2011 32
18

2.1.6 Hemoglobin

Hemoglobin hanya ditemukan dalam eritrosit atau sel darah merah. Susunan
hemoglobin terdiri dari dua bagian, yaitu globin yang merupakan protein yang
terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat dan empat gugus
nonprotein yang mengandung besi yang disebut sbagai gugus hem yang masing
masing terikat ke globin.14

Sintesis hemoglobin dimulai pada masa proeritroblas dan berlanjut hingga


tahap retikulosit. Awalnya terbentuk succinyl-CoA hasil dari siklus kreb kemudian
berikatan dengan glyscine untuk membentuk molekul pyrrole. Empat pyrrole yang
terbentuk bergabung untuk membentuk portoporfirin IX yang kemudian bergabung
dengan besi sehingga terbentuk molekul hem. Molekul hem kemudian akan
berikatan dengan rantai globin yang disintesis oleh ribosom dan membentuk rantai
hemoglobin. Empat rantai hemoglobin menyatu menjadi hemoglobin.14

Terdapat empat macam rantai hemoglobin, yaitu rantai alfa, beta, gamma
dan rantai delta. Pada manusia dewasa, rantai hemoglobin A adalah yang paling
umum. Rantai hemoglobin A terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.14

Karena masing-masing hemoglobin memiliki 4 rantai hemoglobin yang


mengandung besi, maka satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul
oksigen.15

Selain mengikat oksigen, hemoglobin juga dapat berikatan dengan :

- Karbon dioksida yang kemudian diangkut ke paru


- Ion hydrogen asam (H+) dari asam karbonat terionisasi yang merupakan
hasil dari CO2 di tingkat jaringan. Hal ini agar asam tersebut tidak banyak
menyebabkan perubahan pH darah.
- Karbon monoksida.
- Nitrat oksida, yang berasal dari paru dibebaskan di jaringan sehingga terjadi
vasodilatasi di arteriol setempat sehingga darah kaya oksigen dapat
mengalir dengan lancar.14
19

Oksigen akan banyak dilepas ketika terjadi penurunan pH dan peningkatan


pCO2. Keduanya akan menyebabkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Pada
metabolism anaerob, CO2 diubah oleh karbonik anhydrase menjadi asam karbonat,
kemudian asam karbonat akan kehilangan satu proton (H+) menjadi bikarbonat. H+
yang diproduksi, akan menurunkan pH.16

2.1.6.1 Peran Hemoglobin Dalam Proses Aterosklerosis

Oksigen dan nutrien berdifusi dari lumen pembuluh darah ke tunika intima
dan media pembuluh darah normal. Tunika media bagian luar dan tunika adventisia
diperdarahi oleh vasa vasorum.17

Hipoksia adalah kondisi dimana tegangan (tension) oksigen menurun


dibawah kadar normal pada jaringan tertentu, hal ini dianggap sebagai stimulus
untuk terjadinya proses angiogenesis.17

Pembuluh darah baru tidak stabil dan dapat terjadi kebocoran atau ruptur.
Hal ini menyebabkan terjadinya ekstravasasi eritrosit dimana proses ini disebut
intraplaque hemorrhage (IPH). IPH dihubungkan dengan progresi plak dan
kerentanan plak dimana hal ini dihubungkan dengan gejala akut aterosklerosis.17

Ketika eritrosit masuk kedalam lesi aterosklerosis, terdapat “area kematian”


yang mengandung produk sitotoksik seperti lipid peroksida, aldehid dan karbonil.
Selain itu, interaksi antara eritrosit dengan lipid ateroma akan menyebabkan lisis
eritrosit. LDL yang teroksidasi (oxLDL) juga menyebabkan lisis eritrosit.17

Lisis eritrosit menyebabkan pelepasan hb. Ketika hb berada diluar eritrosit,


terjadi auto oksidasi yang menyebabkan pembentukan metHb dan terbentuknya
superoksida. Peroksida, seperti H2O2 dapat menstimulasi oksidasi Hb dua elektron
membentuk ferryl Hb yang mana akan menstimulasi pembentukan radikal globin
dan selanjutnya terbentuk juga radikal metHb. Hal ini menyebabkan terjadinya
modifikasi rantai globin yang kemudian terbentuk oxHb.17

Heme bebas, oxHB dan metHb adalah stimulus oksidasi LDL dan
mensensitisasi sel endotel terhadap oxidant-mediated killing. Ketika sel endotel
terpapar heme atau oxHb, hal ini menyebabkan peningkatan regulasi dari molekul
20

adhesi, seperti : Intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) vascular cell adhesion


molecule-1(VCAM-1) dan selektin E. selain itu, sel endotel yang terpapar oxHb
memperlihatkan adanya perubahan susunan aktin yang menyebabkan kerusakan sel
endotel monolayer, terbentuknya celah intrasel, dan peningkatan permeabilitas
monolayer. Penelitian pada tikus juga memperlihatkan bahwa heme dan oxHb
merupakan kemotaktik untuk neutrofil.17

Hal tersebut, mempengaruhi proses aterosklerosis.17

2.1.6.2 Kadar Hemoglobin

Berdasarkan panduan World Health Organization (WHO), hemoglobin


tidak anemia adalah seperti yang tertera pada table 2.6

Tabel 2.6 Batas kadar hemoglobin

Populasi Non-Anemia (gram per liter)

Anak usia 6-59 bulan 110 atau lebih

Anak usia 5-11 tahun 115 atau lebih

Anak usia 12-14 tahun 120 atau lebih

Wanita tidak hamil ( 15 tahun atau lebih) 120 atau lebih

Wanita hamil 110 atau lebih

Laki-laki ( 15 tahun atau lebih) 130 atau lebih

Sumber : WHO. Haemoglobin Concentrations For The Diagnosis of Anaemia and Assessment of
Severity.VMNIS 26

Di Indonesia sendiri, berdasarkan pedoman interpretasi data klinik yang di


keluarkan oleh Kementrian Kesehatan, kadar hemoglobin normal adalah sebagai
berikut :

- Pria : 13-18 g/dl SI unit : 8.1-11.2 mmol/L


- Wanita : 12-16 g/dl SI unit : 7.4-9.9 mmol/L
21

Nilai Hb < 5,0 g/dl adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan
kematian. Nilai > 20 g/dl memicu kapiler clogging sebagai akibat
hemokonsentrasi.18

2.1.6.3 Hubungan Hemoglobin Terhadap Keparahan PJK

Anemia adalah faktor risiko indepen untuk penyakit kardio vaskuler. Kadar
hemoglobin yang rendah merupakan faktor risiko untuk outcome yang lebih buruk
pada pasien dengan PJK setelah infark miokardium dan intervensi koroner
perkutan. Anemia kronik juga merupakan penyebab yang penting terhadap
peningkatan cardiac output dengan cara arterial remodeling pada pembuluh darah
elastis seperti aorta dan arteri carotid komunis yang dapat menyebabkan
pembesaran pembuluh darah dan penebalan tunika intima. Vasodilatasi juga
diidentifikasi sebagai stimulus untuk angiogenesis.7 Peningkatan hemoglobin yang
mengandung heme besi meningkatkan pembentukan Reactive Oxygen Species
(ROS) yang menyebabkan aktivasi endotel dan menginduksi proliferasi otot
polos.21

2.1.6.4 Kriteria Keparahan PJK

Ada beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keparahan stenosis. Sistem skoring yang dapat digunakan antara lain: Friesinger,
CASS-50, CASS-70, Gensini score, Duke jeopardy, Duke CAD severity index,
Jenkins score, Sullivan stenosis, Sullivan extent, dan Sullivan vessel.22

Sistem skoring Friesinger didapatkan dari hasil angiografi . Friesinger


Score (FS) dinilai secara terpisah untuk 3 arteri koroner utama dalam rentang nilai
0 hingga 15. Left Anterior Descending Artery ( LAD ), Left Circumflex ( LCx ), dan
Right Coronary Artery ( RCA ) mendapatkan skor 0 sampai 5. Lesi pada Left Main
( LM ) dinilai sebagai lesi pada LAD dan LCx. Kategori penilaian adalah : 0 jika
hasil arteriografi tidak normal, 1 jika terdapat ketidakteraturan parietal atau lesi
ringan (1-29%), 2 jika terjadi paling tidak satu stenosis dengan diameter stenosis
30-68%, 3 jika diffuse, tubular atau lesi multipel pada setidaknya dua segmen
dengan diameter stenosis 30-68%, 4 jika setidaknya terdapat satu segmen dengan
22

stenosis 69-99% tetapi tanpa oklusi proksimal, 5 jika terjadi oklusi total pembuluh
darah pada bagian proksimal tanpa adanya aliran ke segmen distal 34

CASS Score dinilai berdasarkan jumlah segmen pembuluh darah yang


memiliki DS ≥ 50%> Arteri koroner dibagi menjadi 27 segmen.38

Duke jeopardy score dinilai berdarkan DS dan Left Ventricular (LV) Extent.
Stenosis signifikan adalah yang memiliki DS >75%. Penilaian LV extent adalah
sebagai berikut : dua poin diberikan kepada 6 segmen spesifik dengan stenosis
proksimal, Jeopardy score merupakan perbaikan dari sistem skoring yang
mengklasifikasikan keparahan PJK yang didasari jumlah pembuluh darah yang
mengalami penyakit.25 Nilai Duke CAD Index didasarkan pada DS dan jumlah
vessel disease lalu diberi skor prognostik. Skor prognostic memiliki rentang 0-
100.36

Penilaian Gensini score sesuai dengan diameter stenosis dan juga letak lesi.
Kemudian kedua skor dikalikan. DS dibagi menjadi 5, yaitu 25%, 50%, 75%, 90%,
99%, 100%. Skor letak lesi beragam mulai dari skor 0,5 sampai skor 5.23, 34

Jenkins score dinilai dengan diameter stenosis kemudian dikaitkan dengan


segmen pembuluh darah yang mengalami stenosis. DS dikategorikan sebagai
Grade 1-4 dengan pembagian DS <50%,50-75%, 75-99%, 100%.35

Sistem skoring Sullivan Score dibagi menjadi 3, yaitu Sullivan Stenosis


Score, Sullivan Extent Score, dan Sullivan Vessel Score.

Sullivan stenosis score dinilai berdasarkan jumlah skor yang diberikan


kepada semua segmen. Hasil skor berada pada rentang 0-32. Klasifikasi lesi dibagi
menjadi 1 untuk stenosis < 50%, 2 untuk stenosis 50-75 %, 3 untuk stenosis 75-
99%, 4 untuk stenosis 100%. Anatomi arteri koroner dibagi menjadi 8 segmen yaitu
LAD bagian proksimal, LAD medial, LAD distal, LCx proksimal, LCx distal, RCA
proksimal, RCA medial, dan RCA distal.24

Sullivan extent score dinilai bersarkan persentase area permukaan intima


koroner yang dipengaruhi atheroma, tanpa menimbang derajat penyempitan lumen.
Persentase area tiap pembuluh darah diperkirakan dan dikalikan oleh faktor
23

representatif area permukaan pembuluh darah yang berhubungan pada seluruh


cabang arteri koroner : LM 5%, LAD 20%, main diagonal artery 10%, septal
perforator artery 5%, LCx 20%, Obtuse Marginal (OM) artery dan Posterolateral
(PL) branch artery 10%, RCA 20%, Posterior Descending Artery (PDA) 10%. Jika
OM/arteri intermedia yang merupakan vaskularisasi utama untuk dinding ventrikel,
maka penilaian persentase OM/arteri intermedia 20%, LCx 10%. Hasil dari Sullivan
extent score berada pada rentang 0 hingga 100%.24

Sullivan vessel score dinilai berdasarkan jumlah pembuluh darah yang


mengalami stenosis > 70% atau ≥ 50% untuk LM artery. Hasil penilaian berupa
skor 0 apabila tidak ada penyakit, skor 1 untuk penyakit pada 1 pembuluh darah,
skor 2 untuk penyakit pada dua pembuluh darah, dan skor tiga untuk penyakit pada
tiga pembuluh darah.24,25

2.1.6.5 Faktor yang Dapat Mempengaruhi Keparahan PJK

Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan antara lain: usia, jenis
kelamin, riwayat merokok, dislipidemia, riwayat hipertensi, riwayat diabetes
mellitus.20,37

Pada penelitian yang dilakukan oleh Larifla et al, ditemukan bahwa


hipertensi, diabetes dan dislipidemia merupakan faktor risiko tersering yang dapat
dimodifikasi, Pada hasil analisis regresi logistik, diabetes, jenis kelamin laki-laki,
dan riwayat penyakit kardiovaskular yang meningkatkan resiko PJK multi vessel37

Vlietstra et al, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa usia, jenis kelamin,


kadar kolesterol, riwayat diabetes, dan riwayat hipertensi secara signifikan
berhubungan dengan keparahan dan tingkatan PJK.38

Sayin et al, menemukan leukosit dan neutrofil berhubungan dengan Gensini


Score.23 Jia et al, pada penelitiannya mendapatkan hasil yang signifikan mengenai
hubungan antara jumlah neutrofil, usia, glukosa, kreatinin, hemoglobin dan jenis
kelamin terhadap Gensini Score.39
24

2.2 Kerangka Teori

aterosklerosis Hemoglobin
dalam
Plak ruptur Penyempitan Terjadi aliran darah
lumen angiogenesis
ferrous
Obstruksi lumen pembuluh
Pembuluh heme bebas
pembuluh darah darah
darah baru
rupture Pembentukan
Penurunan ROS
aliran darah
Interplaque
Aktivasi
hemmorhage
iskemia endotel dan
Oksidasi induksi sel
Penyakit hemoglobin otot polos
Angiografi
Jantung
koroner
koroner Pembentukan Faktor lain :
metHb dan
Penilaian Sullivan - usia
superoksida
vessel score
- jenis kelamin
Oksidasi
Letak Derajat - riwayat merokok
endotel
stenosis stenosis
- dislipidemia

- hipertensi

Total vessel - diabetes mellitus


disease

Skor Skor Skor Skor


0 1 2 3
25

2.3 Kerangka Konsep

Hemoglobin

Penyakit Jantung
Koroner

Angiografi
Koroner

Penilaian
Sullivan
Vessel Score

Derajat Letak
Stenosis stenosis

Total vessel
disease

Skor 1 Skor 2 Skor 3


No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Skala Hasil Ukur
Pengukuran Pengukuran

1 Angina Angina pektoris didefinisikan sebagai rasa Rekam Sesuai yang Nominal - Ya
Pektoris nyeri yang timbul akibat iskemia Medis tertera di
Stabil - Tidak
miokardium yang memiliki karakteristik rekam medis
2.3 Definisi Operasional

sebagai berikut : lokasinya biasanya di dada,


Diagnosis
daerah substernal atau paling tidak di bagian
berdasarkan
kirinya dengan penjalaran ke leher, rahang,
Anamnesis,
bahu kiri hingga lengan dan jari-jari bagian
Pemeriksaan
ulnar serta punggung /pundak kiri, kualitas
EKG dan
nyerinya biasanya berupa nyeri tumpul
Stress Test24
seperti rasa tertindih atau berat di dada,
seperti desakan yang kuat dari dalam atau
dari bawah diafragma, seperti diremas-remas
atau dada mau pecah dan biasanya pada
keadaan berat disertai keringat dingin dan
sesak napas serta perasaan takut mati. Nyeri
yang pertama timbul biasanya agak nyata,
26

dari beberapa menit sampai kurang dari 20


menit9
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Skala Hasil Ukur
Pengukuran Pengukuran

2. Sindrom Koroner Sindrom koroner akut adalah Rekam Sesuai yang Nominal - Angina
Akut keadaan yang mengancam nyawa medis tertera di Pektoris
pada pasien PJK. Sindrom rekam medis tak stabil
koroner akut dibagi menjadi tiga Diagnosis
- STEMI
yaitu Angina pektoris tak stabil, berdasarkan
ST-segment elevation myocardial anamnesis, -NSTEMI
infarction (STEMI) dan Non ST- pemeriksaan
segment elevation myocardial EKG dan
infarction (NSTEMI).7 serum
biomarker
jantung9
27
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Hasil Ukur
Pengukuran

3. Kadar Hemoglobin adalah pigmen Rekam Sesuai yang tertera di pada -Nominal - Anemia
Hemoglobin pembawa oksigen pada medis hasil laboratorium di rumah
Pada penelitian - Tidak
eritrosit , dibentuk oleh sakit hermina bekasi yang
ini kadar Anemia
eritrosit yang sedang diinterpretasikan sebagai :
hemoglobin
berkembang didalam sum- 1. Anemia :
dikategorikan
sum tulang.40 Didapatkan kadar hemoglobin perempuan
menjadi dua
dari pemeriksaan < 12 g/dl dan kadar
yaitu
hematologi yang terdiri dari hemoglobin laki-laki
kelompok
leukosit, eritrosit,
< 13 g/dl anemia dan
hemoglobin, hematokrit,
tidak anemia
indeks eritrosit dan 2. tidak anemia :
trombosit. Kadar hemoglobin ≥12 g/dl
untuk perempuan dan ≥ 13
g/dl untuk laki-laki
28
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Hasil
Pengukuran Ukur

4. Sullivan vessel score Suatu skoring yang Laporan - Sesuai yang tertera Nominal -skor 0
ditentukan dengan hasil pada laporan hasil
- hasil - skor 1
menghitung jumlah pembuluh angiografi angiografi. Laporan
dikategorikan
darah yang mengalami hasil angiografi ditulis - skor 2
menjadi skor
stenosis > 70% penurunan oleh operator yang
0, 1,2,3 - skor 3
diameter lumen ( pada left merupakan seorang
main artery >50%).22 ahli kardiologi
intervensi.
- Skor 0 menandakan tidak
- dihitung jumlah
adanya vessel disease,
pembuluh darah yang
- skor 1 menandakan 1 vessel sesuai dengan kriteria
disease, dengan melihat nama
pembuluh darah dan
- skor 2 menandakan 2 vessel
derajat stenosis.
disease,

- skor 3 menandakan vessel


29

disease.24,25
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian menggunakan desain penelitian analitik dan
observasional dengan menggunakan pendekatan secara kohort retrospektif
berbasis prognostik.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Hermina Bekasi
September-Oktober 2016.

3.3 Populasi dan sampel


3.3.1 Populasi
Populasi target adalah pasien dengan PJK yang menjalani angiografi
koroner.
Populasi terjangkau adalah pasien PJK yang angiografi koroner di
Rumah Sakit Umum Hermina Bekasi.

3.3.2 Sampel
Sampel adalah pasien PJK yang menjalani angiografi koroner di
RSU Hermina Bekasi sejak bulan Januari 2015 sampai September 2016
yang dipilih dengan menggunakan Consecutive Sampling.

3.3.3 Jumlah Sampel


Perkiraan jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan
rumus rule of thumb dengan prevalensi (P) 78,8% yaitu
N = ( 10 x VB) / P
N =( 10 x 6)/ 0.788
N= 76

30
31

Keterangan :
N = besar jumlah sampel
VB = variabel bebas yang diteliti
P = prevalensi Sullivan Vessel Score33

3.4 Kriteria Sampel


3.4.1 Kriteria Inklusi :
 Subyek merupakan pasien PJK yang menjalani angiografi
koroner di Rumah Sakit Umum Hermina Bekasi
 Terdapat data jumlah pembuluh darah yang mengalami
stenosis, derajat stenosis dalam rekam medis dan jumlah
pembuluh darah yang mengalami stenosis
 Terdapat data kadar hemoglobin, leukosit, trombosit,
kreatinin, riwayat hipertensi, dan riwayat diabetes melitus.

3.4.2 Kriteria Eksklusi :

 Subyek merupakan pasien yang memiliki riwayat dilakukan


tindakan IKP/Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
 Pasien menderita hemoglobinopati
 Pasien keganasan hematologi
 Pasien dengan Infeksi

3.5 Cara Kerja Penelitian

Mengambil data sampel penelitian dari rekam medis meliputi:

a. Data berupa identitas pasien seperti nama, usia, jenis kelamin, dan
alamat lengkap.
b. Data berupa jenis PJK
c. Jumlah pembuluh darah dan derajat stenosis
d. Sullivan Vessel Score pada pasien yang dilakukan angiografi koroner
32

3.6 Alur Kerja Penelitian

Persiapan penelitian

Menentukan populasi target dan populasi terjangkau : Pasien penyakit jantung


koroner yang menjalani angiografi koroner di RSU Hermina Bekasi

Sampel memenuhi kriteria inklusi dan tanpa kriteria eksklusi

Ya Tidak

Diikutsertakan dalam penelitian

Tidak diikutsertakan dalam penelitian


Pengambilan data rekam medis

Analisis dan pengolahan data

Kesimpulan hasil penelitian

3.7 Manajemen Data

3.7.1 Pengolahan data

Pengolahan data penelitian menggunakan SPSS versi 22. Data


yang didapat berupa data numerik dan kategorik. Kemudian dilakukan
penilaian frekuensi, mean ± standart deviation. Analisis dilakukan secara
bivariat menggunakan Chi-Square untuk mendapatkan Risiko Relatif (RR)
dan Interval Kepercayaan/Confidence Interval). Analisis Multivariat
dilakukan menggunakan regresi logistik untuk mendapatkan odds ratio dan
Interval Kepercayaan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian

Data penelitian diambil dari RSU Hermina Bekasi berdasarkan data pasien
yang menjalani angiografi koroner yang tercatat sejak januari 2015-oktober 2016
dan memenuhi kriteria penelitian, berjumlah 88 sampel. Dua sampel eksklusi
karena terdapat riwayat intervensi koroner perkutan atau Coronary Artery Bypass
Graft (CABG) dan data laboratorium yang tidak lengkap pada rekam medis. Hasil
penelitian secara terperinci adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Mean ± SD

Jenis Kelamin -

Perempuan 24 27,3%

Laki-laki 64 72,7%

Usia 57,32 ± 8,345

> 46 tahun 81 94,1%

< 46 tahun 7 7,9 %

Merokok 17 19,3% -

Hipertensi 77 87,5% -

Diabetes Mellitus 21 23,9% -

Obesitas 12 13,6% -

Gagal Jantung 60 68,2% -

Angina Pektoris Stabil 36 40,9% -

Sindrom Koroner Akut 52 59,1% -

ACE/ARB 46 52,3% -

Nitrat 76 86,4% -

Anti Platelet 88 100% -

33
34

Statin 83 94,3% -

Insulin 9 10,2% -

ADO 14 15,9% -

Beta blocker 61 69,3% -

Hemoglobin 14,0852 ± 1,83989

Anemia 17 19,3%

Tidak Anemia 71 80,7%

Hematokrit - - 40,6011± 4,71623

Leukosit - - 9212,05± 2910,277

Trombosit - - 264886,36±76717,639

Kreatinin - - 1,0982± 0,33763

Sullivan Vessel Score -

0 2 2,3%

1 34 38,6%
37,5%
2 33
21,6%
3 19

4.1.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi


pada variabel independen dan variabel dependen yang diteliti. Hasil analisis
penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.2
35

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pasien

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Kadar Hemoglobin

Anemia 16 18,6%

Normal 70 81,39%

Sullivan Vessel Score

1 34 39,5%

2 33 38,4%

3 19 22,1%

Dalam penelitian ini, kadar hemoglobin dikategorikan menjadi dua yaitu :


kadar hemoglobin anemia ( < 12 untuk perempuan, < 13 untuk laki-laki) berjumlah
17 orang dan kadar hemoglobin normal (> 12 untuk perempuan, > 13 untuk laki-
laki) 71 orang. Sebaran kadar hemoglobin, didominasi oleh kadar hemoglobin
normal dengan 71 sampel (80,7%).

.Hasil analisis univariat didapatkan bahwa pasien dengan Sullivan vessel


score 1 berjumlah 34 orang ( 39,5%) dan pasien dengan Sullivan vessel score 2
berjumlah 33 orang (38,4%) dan Sullivan vessel score 3 berjumlah 19 orang
(22,1%)

4.1.3 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat menggunakan adalah uji hipotesis komparatif dengan


skala pengukuran kategorik tidak berpasangan dalam bentuk tabel 2 x 3 dengan
menggunakan uji Chi-Square. Pada analisis bivariat hanya digunakan 86 sampel.
Pasien dengan Sullivan vessel score 0 tidak dimasukan kedalam uji bivariat karena
skor 0 menandakan tidak adanya stenosis yang signifikan. Hasil analisis bivariat
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
36

Tabel 4.3 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Sullivan Vessel Score

Sullivan Vessel Score P Value

Skor 1 (%) Skor 2 (%) Skor 3 (%) 0,300

Anemia 9 56,25% 4 25% 3 18,75%

Tidak 25 35,71% 29 41,4% 16 22,857%


Anemia

Total 34 39,5% 33 38,37% 19 22,1%

Pada analisis bivariat, analisis hanya dilakukan untuk sampel yang memiliki
data Sullivan vessel score 1-3. Pasien dengan Sullivan vessel score 1, 2, dan 3
terbanyak memiliki kadar hemoglobin normal. Pada uji kemaknaan statistik dengan
uji Chi-Square untuk kadar hemoglobin didapatkan kemaknaan p 0,300 maka
diperoleh kesimpulan secara statistik bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan secara statistik antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel score.

Tabel 4.4 Hasil analisis bivariat pada pasien SKA

Sullivan Vessel Score P Value

Skor 1 (%) Skor 2 (%) Skor 3 (%) 0,741

Anemia 4 50% 4 50% 0 0%

Tidak 14 33,3% 16 38,1% 12 28,57%


Anemia

Total 18 36% 20 40% 12 24%

Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel score
pada pasien sindrom koroner akut menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
didapatkan kemaknaan p = 0,741
37

Tabel 4.5 Hasil analisis bivariat pada pasien APS

Sullivan Vessel Score P Value

Skor 1 % Skor 2 % Skor 3 % 0, 579

Anemia 5 62,5% 0 0% 3 37,5%

Tidak 11 39,28% 13 46,4% 4 14,28%


Anemia

Total 16 44,4% 13 36,11% 7 19,4%

Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin sengan Sullivan vessel score
pada pasien APS dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan
kemaknaan p= 0,579.

Tabel 4. 6 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel
score 1 dan 2

SKor 1 Sullivan Vessel Score P value

1 VD % Skor 2 %

Anemia 9 69,2% 4 30,7% 0,138

Tidak Anemia 25 46,3% 29 57,7%

Total 33 49,25% 34 50,7%

Analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel score 1


dan 2 menggunakan uji Chi-Square didapatkan hasil p= 0,138 (OR 2,610, CI 95%
0,716-9,515),
38

Tabel 4.7 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel
score 1 dan 3

Kadar Hemoglobin Sullivan Vessel Score P value

Skor 1 % Skor 3 %

Anemia 9 75% 3 25% 0,502

Tidak Anemia 25 60,97% 16 39,02%

Total 34 64,1% 19 35,8%

Analisis bivariat skor 1 dan 3 menggunakan uji Fisher’s Exact Test


didapatkan hasil p = 0,502

Tabel 4.8 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel
score 2 dan 3

Kadar Hemoglobin Sullivan Vessel Score P value

Skor 2 % Skor 3 %

Anemia 4 57,1% 3 42,85% 0,697

Tidak Anemia 29 64,44% 16 35,55%

Total 33 63,46% 19 36,53%

Analisis bivariat skor 2 dan 3 menggunakan uji Fisher didapatkan hasil p=


0,697.

Sehinga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara


kadar hemoglobin dengan keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel score pada
baik pada pasien SKA maupun angina pektoris stabil. Maupun jika dihubungkan
dengan masing-masing skor.
39

4.1.4 Analisis Multivariat

Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis multivariat karena tidak


memenuhi syarat uji regresi logistik (p < 0,25 )

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif pada 88 pasien


dengan diagnosis PJK yang dirawat di Rumah Sakit Umum Hermina Bekasi dalam
kurun waktu Januari 2015-September 2016, yang mempunyai data kadar
hemoglobin dan angiografi koroner. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-
laki sebanyak 64 orang (72,7%), usia kurang dari 46 tahun sebanyak 75 orang
(85,2%), pasien dengan gagal jantung sebanyak 60 orang (68,2%), pasien tidak
obesitas sebanyak 76 orang (86,4%), pasien sindrom koroner akut sebanyak 52
orang (59,1%).

4.2.2 Hubungan kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel score

Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen pada eritrosit.40 Hemoglobin


memiliki peran tersendiri dalam proses aterosklerosis. Hemoglobin memiliki
ferrous hem yang dapat meningkatkan pembentukan ROS dimana hal ini akan
menyebabkan aktivasi endotel dan induksi proliferasi otot polos.21 Selain itu, hb
juga berperan dalam memperberat keparahan stenosis dengan cara pembentukan
metHb dan oxHb yang merupakan hasil dari oksidasi Hb yang disebabkan
ekstravasasi eritrosit didalam pembuluh darah baru yang terbentuk didalam lesi
aterosklerosis.17

Penelitian ini menunjukan tidak terdapat hubungan signifikan antara kadar


hemoglobin terhadap Sullivan vessel score ( p = 0,508). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tanaka dkk, walaupun terdapat hubungan antara
kadar hemoglobin dengan gensini score pada pasien pre-PJK, tetapi tidak signifikan
secara statistik (r=0.177, p=0.0773). Penelitian multivariat Karakteristik rerata usia
dan jenis kelamin pada penelitian tersebut didapatkan data usia rata-rata 63±11
tahun dengan proporsi sampel laki-laki sebesar 80%.9 Pada penelitian ini, rerata
40

usia yang didapatkan adalah 57±8,345 dan proporsi pasien laki-laki sebesar 72,7%.
Sayin et al juga menemukan tidak adanya hubungan antara kadar hemoglobin
dengan keparahan stenosis pasien (p = 0,395, r=-0,091).23 Dalam penelitiannya,
Uysal et al juga menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kadar
hemoglobin dengan tingkat keparahan PJK yang dinilai dengan Gensini score.27

Pada penelitian oleh Arant dkk juga disebutkan bahwa tidak ada perbedaan
keparahan stenosis PJK pada pasien anemia maupun tidak anemia. Keparahan PJK
disini dinilai dengan penyempitan lumen berdasarkan hasil angiografi. PJK
obstruktif didefinisikan sebagai penyempitan lumen ≥ 50%, minimal 20 sampai
49%. Jika kurang dari 20% maka dianggap tidak mengalami stenosis.20

4.3. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penulis dalam penelitian ini antara lain:

1. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan kohort retrospektif, pengambilan data dari
data sekunder berupa rekam medis, tidak lengkapnya data dalam rekam
medis membuat data tersebut menjadi sampel eksklusi.
2. Asal Populasi
Dalam penelitian ini, data populasi penelitian hanya berasal dari satu rumah
sakit.
3. Faktor prediktor
- Terdapat banyak faktor prediktor untuk tingkat keparahan stenosis pasien
PJK yang tidak dapat dilaksanakan akibat terkendala biaya.
- Skoring hanya menggunakan Sullivan vessel score sehingga hanya
membagi diameter stenosis kurang dari atau lebih dari 70%
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:

1. Proporsi data pasien PJK pada penelitian ini adalah 36 (40,9%) pasien APS
dan 52 ( 59,1%) pasien SKA.
2. Pasien di RSU Hermina Bekasi memiliki kadar hemoglobin rata-rata
14,0852 ± 1,83989
3. 19,3% pasien memiliki anemia dan 80,7% memiliki kadar hemoglobin tidak
anemia. Pasien dengan Sullivan vessel score 1 sebanyak 34 ( 39,5% ),
sullivan vessel score 2 sebanyak 33 (38,4%) dan Sullivan vessel score 3
sebanyak 19 (22,1%).
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin dengan
keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel Score.
5. Kadar hemoglobin tidak dapat digunakan sebagai prediktor keparahan
stenosis berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien PJK.

5.2 Saran

1. Diperlukan sampel yang lebih besar untuk mengetahui apakah hemoglobin


dapat digunakan sebagai prediktor keparahan PJK

2. Penilaian keparahan PJK sebaiknya menggunakan sistem skoring yang lain


yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan
Sullivan vessel score.

3. Metodologi penelitian sebaiknya menggunakan kohort prospektif untuk


penelitian faktor prediktor.

4. Sebaiknya dilakukan randomisasi untuk pemilihan sampel.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL,. Harrison's Principles Of Internal


Medicine . 18th Edition. New York;McGrawHill;2011
2. Murphy J, Lloyd M. Mayo Clinic Cardiology Concise Textbook. 3rd
Edition. Canada ;Mayo Clinic Scientific Press;2007
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2013.
Diunduh dari :
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013 pada tanggal 13 Februari 2016 pukul 21.02 WIB
4. Lilly L, Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of
Medical Students and Faculty .5th Ed. China ; Lippincott Williams &
Wilkins; 2011
5. Aaronson PI, Ward JP, Wiener CM, et al. The Cardiovascular System at A
Glance. 1st Edition . London; Blackwell Science Ltd; 1999
6. Arant CB, Wessel TR, Olson MB. Hemoglobin Level Is an Independent
Predictor for Adverse Outcomes in Women Undergoing Evaluation For
Chest Pain. JACC 2004; Vol 43; No 11
7. Chonchol M, Nielson C. Hemoglobin Levels and Coronary Artery Disease.
American Heart Journal: 2008 ; Vol 155; No.3
8. Mittal,S. Coronary Heart Disease in Clinical Practice. Springer;2005
9. Crawford, M. Current Diagnosis and Treatment Cardiology. Third Edition. New
York : McGrawHill; 2009
10. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam . Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
11. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease .
8th Ed. Philadelpia : Saunders; 2010
12. Levine GN, Bates ER, Blankenship JC, et al. 2011 ACCF/AHA/SCAI
guideline for percutaneous coronary intervention: a report of the American

42
43

College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force


on Practice Guidelines and the Society for Cardiovascular Angiography and
Interventions..Circulation 2011;124:e574 – e651.
13. Topol E, Griffin B. Manual of Cardiovascular Medicine 3rd Edition.
Cleveland: Lippincott Williams & Wilkins; 1998
14. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem . Edisi 6. Jakarta :
EGC;2011
15. Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC;
2007.
16. Harvey R, Ferrier D. Biochemistry . 5th edition. Baltimore: Lippincott
Williams & Wilkins ; 2011
17. Jeney V, Balla G, Balla J. Red Blood Cell, Hemoglobin and Heme in the
Progression of Atherosclerosis. Frontiers in Physiology .2014 :Vol 5: article
379
18. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data
Klinik; 2011.
Diunduh di : http://binfar.kemkes.go.id/2014/12/pedoman-interpretasi-
data-klinik/#.WC-OOrJ97Dc pada tanggal 4 agustus 2016 pukul 19.23 WIB
19. Tanaka Y, Joki N, Iwasaki M, et al. Association of Erythropoietin Therapy
and Hemoglobin Levels with Angiographic Severity of Coronary
Atherosclerosis in New Dialysis Patients : A Cross Sectional Study.
BANTAO Journal 2011;9 (2):77-82
20. Rahman A, Limantoro C, Purwoko Y. Faktor-Faktor Risiko Mayor
Aterosklerosis Pada Berbagai Penyakit Aterosklerosis di RSUP dr.Kariadi
Semarang; Jurnal Media Medika Muda; 2012
21. Mehta NU, Reddy ST. Role of Hemoglobin/Heme Scavenger Protein
Hemopexin in Atherosclerosis and Inflammatory Diseases.Wolters Kluwer
Health 2015; Vol 26; no.5
22. Neeland IJ, Patel RS, Estehardi P, et al. Coronary Angiographic Scoring
Systems : An Evaluation of Their Equivalence and Validity. Am Heart J
2012;164(4): 547-552
44

23. Sayin MR, Cetiner MA, Karabag T. The Relationship Between The Gensini
Score and Complete Blood Count Parameters in Coronary Artery Disease.
Kosuyolu Kalp Dersigi 2012;15(2):51-54
24. Meutia F, Putranto JNE. Correlation Between Plasma Nitric Oxide Level
And Coronary Artery Stenosis Severity Based On Sullivan Scoring System
In Stable Angina Patients. Folia Medica Indonesiana January-March 2015
VOl 51:22-30
25. Knudtson M, Coronary Scoring Systems A Historical Perspective;2014.
Diunduh di :
http://www.approach.org/pdfs/tutorials/History_of_Coronary_Scoring_Ma
rch2014.pdf pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 15.06 WIB
26. WHO. Haemoglobin Concentrations For The Diagnosis of Anaemia and
Assessment of Severity.VMNIS.
Diunduh di : http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin/en/ pada
tanggal 13 Oktober 2016 pukul 19.44 WIB
27. Uysal HB, Dagh C, Avcil M, et al. Blood Count Parameters Can Predict The
Severity of Coronary Artery Disease. Korean J Intern Med 2016;31;1093-
1100
28. Staniszewska MA, Coronary Angiography- Physical And Technical
Aspects. INTECH;2011.
Diunduh di ; http://www.intechopen.com/download/get/type/pdfs/id/23197
pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 20.07 WIB
29. Bax J, Auricchio A, Baumgartner H, et al. ESC Guidelines Desk Reference.
European Society of Cardiology. 2011
30. Runge MS, Patterson C, Stouffer GA. Netter’s Cardiology 2nd Ed.
Philadelpia : Elsevier:2010
31. Kini AS. Coronary Angiography, Lesion Classification and Severity
Assessment. Cardiol Clin 2006; 24; 153-162
32. Tomasello SD, Costanzo L, Galassi AR. Quantitative Coronary
Angiography in The Interventional Cardiology. Intech ; 2011
45

Diunduh di : http://www.intechopen.com/books/advances-in-the-diagnosis-
of-coronary-atherosclerosis/quantitative-coronary-angiography-in-the-
interventional-cardiology pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 20.30 WIB
33. Akanda MAK, Choudury KN, Ali Mz, Kabir Mk, et al. Serum Creatinine
And Blood Urea Nitrogen Levels In Patients With Coronary Artery Disease.
Cardiovasc. J.2013;5(2):141-145
34. Chagas P, Galdino T, Gomes I,et al. Egg Consumption and Coronary
Atherosclerosit Burden. Atherosclerosis 2013; 229:381-384
35. Zencirci AE, Zencirci, Degirmencioglu A, et al. The relationship between
Gensini Score and ST-segment Resolution in Patients with Acute ST-
segment Elevation Myocardial Infarction Undergoing Primary
Percutaneous Coronary Intervention. Kardiologis Polska 2014; 72, 6:494-
503
36. Min JK, Shaw LJ, Devereux RB. Prognostic Value of Multidetector
Coronary Computed Tomographic Angiography for Prediction of All-
Cause Mortality. Journal of the American College of Cardiology 2007 ;Vol
50 ;No.12
37. Larifla L, Armand C, Velayoudom-Cephise FL, et al. Distribution of
Coronary Artery Disease Severity and Risk Factors in Afro-Caribbeans.
Archives of Cardiovascular Disease 2014;719
38. Vlietstra R, Kronmal RA, Frye RL, et al. Factors Affecting the Extent and
Severity of Coronary Artery Disease in Patients Enrolled in the Coronary
Artery Surgery Study. ARTERIOSCLEROSIS 1982 ;VOl 2; No.3
39. Jia EZ, Yang ZJ, Yuan B, et al. Relationship Between Leukocyte Count and
Angiographical Characteristics of Coronary Atherosclerosis. Acta
Pharmacologica Sinica 2005. 26 (9): 1057-1062
46

Lampiran 1

Formulir Penelitian

Kadar Hemoglobin Sebagai Prediktor Tingkat Keparahan Stenosis Berdasarkan


Sullivan Vessel Score Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner.

Data dasar

Nama Lengkap

No Rekam Medis

Usia

Jenis Kelamin

Faktor risiko PJK Diabetes/ hipertensi,


merokok/dislipdemia/obesitas

Riwayat penyakit kardiovaskular pada


keluarga

Riwayat Terapi Medikamentosa dan intervensi

Penggunaan ACE/ARB

Penggunaan Nitrat

Penggunaan Anti Platelet

Penggunaan Statin

Penggunaan Insulin

Penggunaan ADO

Penggunaan Beta Blocker

Riwayat Merokok
47

Riwayat Gagal Jantung

Diagnosis Stable Angina/ SKA

Pemeriksaan Laboratorium

Kadar Hemoglobin ....... g/dl

Leukosit

Trombosit

Kreatinin

Sullivan vessel score 0/1/2/3


48

Lampiran 2
Riwayat Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kartika Rosiana Dewi

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 4 Juni 1996

Agama : Islam

Alamat : RT 02/1 Desa Dermaji, Kecamatan Lumbir,


Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah

Nomor Hp : 083862321438

Email : kartikarosiana@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

- SDN 3 Dermaji (2002-2008)


- SMP N 2 Purwoketo (2008-2011)
- SMA Negeri 1 Purwokerto (2011-2013)
- Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (2013- sekarang)

Anda mungkin juga menyukai