“ Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN”
Oleh :
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
ii
KADAR HEMOGLOBIN SEBAGAI PREDIKTOR KEPARAHAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL
SCORE
Laporan Penelitian
Oleh :
NIM 1113103000005
Menyetujui,
dr. Sayid Ridho Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV
NIP : 19660629 199803 1 001
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Sayid Ridho Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV, FINASIM
NIP : 19660629 199803 1 001
Penguji I Penguji II
PIMPINAN FAKULTAS
Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT
NIP. 19650808 198803 1 002 NIP. 19780507 200501 1 005
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan
menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa, shalawat serta salam penulis haturkan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya yang telah
menjadi suri tauladan bagi penulis. Dalam penelitian ini, penulis menyadari bahwa
banyak sekali pihak yang turut memberikan bantuan serta dukungan. Oleh karena
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran
dan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Flori Ratna Sari selaku penanggung jawab riset untuk PSKPD angkatan
2013
4. dr. Sayid Ridho Sp,PD, FINASIM dan dr.Dede Moeswir Sp,PD, KKV,
FINASIM selaku dosen pembimbing, yang telah memberi pengarahan dan
bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis hingga laporan penelitian ini
dapat selesai dengan baik. Terima kasih atas waktu, tenaga dan pemikiran
yang telah dokter berikan untuk kelancaran penelitian saya.
5. dr. Hari Hendarto Sp.PD, KEMD, FINASIM selaku pembimbing akademik,
yang memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.
6. Kedua orang tua saya tercinta, Ayah Jon Suprapto dan Ibu Neneng Supriyati
yang selalu memberikan doa, dukungan dan dorongan semangat, dan
nasehat-nasehat dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, serta
memberikan banyak masukan, motivasi, bantuan tenaga pikiran moral
waktu dan material.
v
7. Kepada adik saya Sekar, Surya serta Guruh dan Guntur yang selalu menjadi
penghibur hati dan memberikan semangat untuk penulis.
8. Seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan mendukung kelancaran
perkuliahan yang sedang dijalani penulis.
9. Zaima, Sakinah, Wahyu, Mba Ima, dan Mila, yang selalu memberikan
semangat, doa dan memberikan motivasi, terimakasih atas waktu dan
semangatnya.
10. Ana Khurnia, Rifa’I Syarif, Danivan, Amaryllis dan Safitri teman
sekelompok risetku. Terima kasih atas perjuangan kita bersama sama
selama ini.
11. Teman sejawatku yang selama ini menempuh pendidikan preklinik bersama
dan akan terus bersama sampai lulus nanti. Semoga kita selalu kompak
dalam kebaikan dan kesuksesan “PSPD TREITZ 2013”
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memperlancar proses pengerjaan laporan penelitian ini.
Dengan segala kejujuran dan kerendahan hati penulis sadari bahwa laporan
penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi pembahasan maupun
penyusunannya. Oleh karena itu, saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Semoga laporan penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan seluruh pihak,
juga dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan atau sumber ide untuk penelitian
lebih lanjut di bidang kedokteran.
vi
ABSTRAK
Kartika Rosiana Dewi. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.Kadar
Hemoglobin Sebagai Prediktor Keparahan Berdasarkan Sullivan Vessel Score
Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner
Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit tidak
menular dengan prevalensi tertinggi nomor 7 di Indonesia. PJK disebabkan adanya
iskemia, yaitu adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dengan suplai
oksigen. Hemoglobin ( Hb ) dalam sel darah merah (eritrosit) berfungsi untuk
mengikat oksigen dan mendistribusikan oksigen ke seluruh organ tubuh.
Hemoglobin juga berperan dalam pembentukan aterosklerosis Penelitian ini
penting dilakukan untuk mengetahui peran hemoglobin dalam mempengaruhi
tingkat keparahan stenosis PJK. Tujuan: Untuk mengetahui kadar hemoglobin
sebagai prediktor keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel
score. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif berbasis
prognostik. Jumlah sampel yang terkumpul sebanyak 86 sampel. Hasil: Dari hasil
analisis bivariat antar variabel menggunakan Chi-Square didapatkan hasil yang
tidak bermakna (p = 0,300) Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan signifikan
antara kadar hemoglobin terhadap tingkat keparahan stenosis berdasarkan Sullivan
vessel score pada pasien penyakit jantung koroner.
Kata kunci: PJK, aterosklerosis, hemoglobin , sullivan vessel score .
ABSTRACT
Kartika Rosiana Dewi. Medical Education and Profession Program. Hemoglobin
Levels as a Predictor of Coronary Artery Disease Severity Based on Sullivan
Vessel Score in Patients With Coronary Artery Disease.
Background: Coronary Artery Disease ( CAD ) is the seventh highest prevalence
of non-communicable disease in Indonesia. It caused by ischemia, which is a
condition where oxygen demand is higher than oxygen suplly. Hemoglobin’s
function is to bind O2 and distribute it to all body’s organs. Hemoglobin also
attributed to atherosclerosis Aim : to understand hemoglobin’s level as a predictor
of CAD severity based on Sullivan vessel score. Methods: this was a cohort
retrospective study. We used consecutive sampling technique to select samples.
Total sample is 86. Result: bivariat analysis between the variable using Chi-
Square have no significant correlation ( p = 0,300) Conclusion: There was no
significant correlation between hemoglobin levels to stenosis severity based on
Sullivan vessel score in patient with CAD.
Keywords: CAD, atherosclerosis, hemoglobin, sullivan vessel score.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL…………………………………………………………...……i
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………..………ii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………….……...iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………….…………iv
KATA PENGANTAR ……………………………..…………………………….v
ABSTRAK ………………………….;.…………………………………………vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................xi
DAFTAR BAGAN ..............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………..………….xiv
DAFTAR SINGKATAN ………………………………..…………………..….xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………….....…………………………………………….… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………..………………………………..…..2
1.3 Hipotesis…………………...………………………..…………………………2
1.4 Tujuan
1.4.1Tujuan Umum…………………………………….....……………….….2
1.4.1 Tujuan Khusus……………….................................…………………….3
1.5 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bidang Ilmiah……………………................………………….3
1.4.2 Manfaat Bidang Pengembangan Penelitian………........................……..3
1.4 3 Manfaat Aplikatif………………….......…........…………….………….3
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi……………...………….…………..……………3
viii
2.1.1.1 Definisi………………….......…………………………..…………..4
2.1.2.2 Epidemiologi……………………………………....……….……….4
2.1.2 Angina Pektoris Stabil ………………...........................................………….4
2.1.2.1 Patofisiologi Angina Pektoris Stabil………………………....……..5
2.1.3 Sindrom Koroner Akut…………………………....……………….......…….8
2.1.3.1 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut………………............………..8
2.1.3.2 Angina Pektoris tak Stabil……………….......................................…9
2.1.3.3 Infark Miokard Akut………………………………....……........….10
2.1.3.4 Diagnosis Sindrom Koroner Akut ……...............................…….....11
2.1.4 Angiografi Koroner……………….............………………………....……..12
2.1.4.1 Indikasi Angiografi Koroner..……………………………......……13
2.1.4.2 Kontraindikasi Angiografi Koroner……....……………………….14
2.1.4.3 Medikasi Periprosedural……………………………….....………..15
2.1.4.4 Aspek Teknik Kateterisasi Jantung ……………………………….15
2.1.4.5 Evaluasi Keparahan Lesi……………….…………...........………..17
2.1.5 Parameter QCA ……………..........……………..…………………………17
2.1.6 Hemoglobin……………………………….………………………………..18
2.1.6.1 Peran Hemoglobin Dalam Proses Aterosklerosis………….....…….19
2.1.6.2 Kadar Hemoglobin…………….....……….………………………..20
2.1.6.3 Hubungan Hemoglobin Terhadap Keparahan Penyakit Jantung
Koroner..............................................................................................21
2.1.6.4 Kriteria Keparahan PJK……………………………………..……..21
2.1.6.5 Faktor yang Dapat Mempengaruhi Keparahan…………................23
2.2 Kerangka Teori……………………….....……………….....................……..24
2.3 Kerangka Konsep……………………....…………………….......…………..25
2.4 Definisi Operasional………………….....………………………....………...26
ix
3.3 Populasi dan Sampel………………………………….………....………..….30
3.3.1 Populasi……………...……………….....…………………………...30
3.3.2 Sampel……………….…………....………………………………….30
3.3.3 Jumlah Sampel ……………….………..………....………………….30
3.4 Kriteria Sampel……………….……….……………………..………………31
3.4.1 Kriteria Inklusi…………………………………………....……………31
3.4.2 Kriteria Eksklusi……………….………………………….....…………31
3.5 Cara Kerja Penelitian……….…..……………………………....……………31
3.6 Alur Kerja Penelitian…......……………………………….....………….……32
3.7 Manajemen Data……………….……....…………………....………….……32
3.7.1 Pengolahan Data……………….……......……………………......……32
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Derajat angina……………………………….....…...….………………5
Tabel 4.6 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan
Tabel 4.7 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan
vessel score 1 dan 3……………..……………………..………....…...38
Tabel 4.8 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan
vessel score 2 dan 3…………………....……………………………...38
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses trombosis…………………………………....………………….8
Bagan 2.2 Efek terbentuknya trombus…………………...........................…….….9
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses pembentukan plak aterosklerosis……………………….....…7
Gambar 2.2 Prosedur kateterisasi…………………….………………………….16
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Penelitian………………………………….....……………50
Lampiran 2 Riwayat Penulis…………………..…………………………………52
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah satu dari berbagai masalah kesehatan
terbesar di dunia. Penyakit ini menempati posisi nomor satu sebagai penyebab
kematian di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, 13 juta orang mengalami PJK,
lebih dari 6 juta orang mengalami angina pektoris, dan lebih dari 7 juta orang
mengalami infark miokardium yang dapat diatasi.1 Insidensi kematian akibat PJK
atau infark miokardium sekitar 1,2 juta kasus per tahun. Angka sudden cardiac
death mencapai 340.000 kasus per tahun. Pada usia 40 tahun, masyarakat Amerika
Serikat memiliki risiko terkena PJK untuk laki-laki 49% dan untuk perempuan
32%.2 Di Indonesia, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 menemukan fakta bahwa PJK merupakan penyakit tidak menular
dengan prevalensi tertinggi nomor 7 di Indonesia.3
PJK disebabkan akibat terjadinya iskemia di miokardium. Iskemia terjadi
akibat adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen.
Oksigen dibutuhkan oleh otot untuk membentuk energi, sehingga ketika pasokan
oksigen berkurang, energi tidak terbentuk dan kontraksi tidak dapat terjadi. Ketika
iskemia terjadi, akan terjadi kerusakan sel dimana sel-sel tersebut akan
mengeluarkan senyawa yang dapat menstimulasi saraf nyeri dimana hal ini akan
bermanifestasi sebagai nyeri dada yang khas pada pasien PJK. Proses iskemia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kematian selyang disebut infark. Infark pada
otot jantung disebut dengan infark miokardium yang bermanifestasi menjadi ST
segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) atau Non ST segment Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI).4
Hemoglobin terdiri dari empat rantai polipeptida globin yang tiap rantainya
memiliki zat besi yang mengandung molekul haem. Hemoglobin berfungsi untuk
mengikat oksigen dan karbon dioksida sehingga dapat didistribusikan ke seluruh
organ tubuh.5
Keparahan stenosis dapat dinilai dengan beberapa sistem skoring, antara
lain : Friesinger, CASS-50, CASS-70, Gensini score, Duke jeopardy, Duke CAD
1
2
severity index, Jenkins score, Sullivan stenosis, Sullivan extent, dan Sullivan
vessel.22
Pada penelitian yang dilakukan oleh Arant et al, disebutkan bahwa tidak
ditemukan perbedaan tingkat keparahan penyakit jantung koroner pada pasien
wanita yang mengalami anemia maupun tidak anemia, tetapi disitu ditemukan
bahwa pasien anemia memiliki risiko lebih tinggi terhadap kematian dan kejadian
yang tidak diinginkan lainnya. .6 Chonchol et al dalam penelitiannya menemukan
kadar hb yang lebih rendah (9,0-11,0 g/dl) meningkatkan risiko PJK sebanyak
47%. kadar hb ≥ 17.0 g/dl juga memiliki hubungan terhadap risiko terjadinya
penyakit jantung koroner.7
1.3 Hipotesis
1.4 Tujuan
1.4.1Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin sebagai faktor prediktor
tingkat keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score.
3
1.4.2Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengetahui proporsi pasien PJK yang meliputi Angina Pektoris Stabil
(APS), dan Sindrom Koroner Akut (SKA)
1.4.2.2 Mengetahui data kadar hemoglobin pasien PJK di RSU Hermina Bekasi.
1.4.2.3 Mengetahui proporsi pasien PJK yang meliputi APS dan SKA yang
menjalani angiografi koroner di RSU Hermina Bekasi.
1.4.2.4 Mengetahui proporsi Sullivan vessel score 0, 1, 2, dan 3 pada pasien PJK
yang meliputi APS dan SKA di RSU Hermina Bekasi.
1.4.2.5 Mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin keparahan PJK berdasarkan
Sullivan vessel score.
1.4.2.6 Mengetahui kadar hemoglobin sebagai prediktor keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Definisi
PJK adalah kondisi dimana suplai darah dan oksigen ke bagian miokardium
tidak mencukupi sehingga terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen miokardium. Penyebab terbanyak PJK adalah adanya aterosklerosis pada
arteri koroner yang menyebabkan penurunan aliran darah dan kurangnya perfusi
oksigen pada miokardium yang disuplai oleh arteri yang mengalami aterosklerosis.1
2.1.1.2 Epidemiologi
Angina pektoris didefinisikan sebagai rasa nyeri yang timbul akibat iskemia
miokardium yang memiliki karakteristik sebagai berikut : lokasinya biasanya di
dada, daerah substernal atau paling tidak di bagian kirinya dengan penjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri hingga lengan dan jari-jari bagian ulnar serta
punggung/pundak kiri, kualitas nyerinya biasanya berupa nyeri tumpul seperti rasa
tertindih atau berat di dada, seperti desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan
berat disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Nyeri yang
4
5
pertama timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20
menit.10
Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau
progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan
sindroma koroner akut. Apabila plak pecah, atau ruptur, akan terjadi proses
trombogenik. trombus tersebut menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri
koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau
infark miokard. 11
Oklusi trombus secara parsial adalah penyebab dari sindrom angina pektoris
tak dan NSTEMI. Jika terjadi oklusi total, maka akan terjadi iskemia yang lebih
berat dan nekrosis yang lebih luas yang dimanifestasikan STEMI.4
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina
stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit
dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.9
10
Klasifikasi Angina
1. Kelas I yaitu angina yang berat yang terjadi pertama kali atau makin
bertambah beratnya nyeri dada.
2. Kelas II yaitu angina yang terjadi pada waktu istirahat dan terjadi subakut
dalam 1 bulan, tapi tidak ada serangan dalam waktu 48 jam terakhir.
3. Kelas III yaitu adanya serangan angina pada saat istirahat dan terjadinya
secara akut baik sekali atau lebih dalam waktu 48 jam terakhir.9
1. Kelas A yaitu angina tak stabil sekunder karena adanya anemia, infeksi lain,
atau debris.
2. Kelas B yaitu angina tak stabil yang primer dan tidak ada faktor extra
cardiac.
3. Kelas C yaitu angina yang timbul setelah serangan infark jantung.9
Perbedaan angina pektoris tidak stabil dan angina pektoris stabil adalah
adanya perbedaan gejala seperti adanya nyeri dada yang dapat diprediksi, bersifat
sebentar, tidak progresif, dan terjadi hanya pada saat mengalami kelelahan fisik atau
stres emosional. Pasien dengan angina pektoris tak stabil jika tidak ditangani maka
dapat terjadi nekrosis.9
Infark miokard akut dibagi menjadi STEMI dan NSTEMI. Gejala pada
infark miokard akut secara kualitatif mirip seperti angina tetapi biasanya lebih berat,
lebih lama dan gejala nyeri dapat dirasakan pada area yang lebih luas. Nyeri yang
dirasakan adalah akibat dari mediator seperti adenosin dan laktat yang menstimulasi
ujung-ujung saraf lokal.11
11
1. Pemeriksaan EKG
Pasien yang mengalami unstable angina atau NSTEMI umumnya
memiliki gambaran EKG dengan depresi segmen ST dan atau inversi T
wave. Kelainan tersebut dapat bersifat transient (hanya pada waktu nyeri
di angina pektoris tak stabil) atau persisten pada pasien NSTEMI. 11
Pada pasien STEMI terdapat gambaran elevasi segmen ST, yang diikuti
inversi T wave dan perkembangan Q wave selama beberapa jam.11
2. Pemeriksaan serum penanda
Nekrosis jaringan miokardium menyebabkan rusaknya sarcolema. Hal
ini menyebabkan keluarnya makromolekul intraselular ke jaringan
interstitial dan pembuluh darah. Pada STEMI dan Non-STEMI terdapat
kenaikan level dari serum marker tersebut.11
a. Troponin
Pada infark miokardium akut, kenaikan kadar troponin dimulai 3
hingga 4 jam setelah onset nyeri dada dengan kadar maksimal 18
12
Kelas Indikasi
I - Angina tak stabil atau sindrom koroner akut, yang tidak dapat diatasi oleh
terapi medikamentosa atau dengan risiko tinggi atau menengah
- Dicurigai angina prinzmetal
- Intervensi koroner perkutan ( IKP ) primer untuk STEMI
- Syok kardiogenik yang diakibatkan oleh infark miokardium akut
- Iskemia berulang setelah STEMI
- Nyeri dada persisten setelah fibrinolisis
- Stress test tidak normal setelah fibrinolisis
- CCS kelas III atau IV angina dengan respon tidak adekuat terhadap terapi
medikamentosa
- Stress test tidak normal dengan risiko tinggi
- Kematian jantung tiba-tiba atau aritmia ventricular dengan penyebab yang
tidak jelas
- Gagal jantung kongestif dengan angina atau iskemia
- Pasien membutuhkan operasi katup atau perbaikan dari penyakit jantung
kongenital, dengan angina
- Dicurigai trombosis stent
- Angina berulang 9 bulan setelah IKP
- Sebelum perbaikan komplikasi mekanik akibat infark miokardium
- Operasi pembuluh darah yang terjadwal dengan angina atau stress test
positif
II - Angina pektoris tak stabil atau sindrom koroner akut yang terkontrol dengan
terapi medika mentosa
- STEMI akut setelah fibrinolisis ketika terlihat jika reperfusi belum terjadi
untuk melakukan IKP rescue
- Angina CCS kelas III atau IV yang membaik ke CCS kelas I atau II dengan
terapi medika mentosa
- Stress test tidak normal tanpa risiko tinggi
- Iskemia yang memberat pada tes yang tidak invasif
- Angina kelas I atau II yang toleran atau tidak responsif terhadap pengobatan
- Angiografi tahunan setelah transplantasi jantung
- Infark miokardium perioperatif
III - Pasien yang menolak untuk revaskularisasi
- Pasien bukan kandidat untuk revaskularisasi karena medical comorbidities
- Dalam 24 jam fibrinolisis tanpa tanda tanda iskemia
- Untuk skrining pasien tanpa gejala ( asymptomatic)
Keterangan :
Pada pasien angina pektoris stabil, angiografi koroner merupakan alat yang
fundamental untuk investigasi pasien angina dengan memberikan data anatomi
untuk identifikasi ada atau tidaknya stenosis dan menentukan pilihan terapi.30
- risiko tinggi restenosis setelah IKP jika IKP dilakukan pada area penting
- Insufisiensi renal
- Perdarahan aktif
- Hiperkalemia
- Hipokalemia
- Keracunan Digitalis
Setiap pasien yang menjalani IKP akan mendapat aspirin sebelum prosedur
dan harus dalam keadaan tidak terkoagulasi selama prosedur untuk mencegah
16
Sumber : Runge MS, Patterson C, Stouffer GA. Netter’s Cardiology 2 nd Ed. Philadelpia :
Elsevier:201030
17
Parameter yang digunakan adalah seperti yang tertera pada tabel 2.5
Binary restenosis (BR) Ya atau tidak DS > 50% pada saat follow up
angiografi koroner pada
segmen yang mendapat terapi.
Sumber: Tomasello SD, Costanzo L, Galassi AR. Quantitative Coronary Angiography in The
Interventional Cardiology. Intech. 2011 32
18
2.1.6 Hemoglobin
Hemoglobin hanya ditemukan dalam eritrosit atau sel darah merah. Susunan
hemoglobin terdiri dari dua bagian, yaitu globin yang merupakan protein yang
terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat dan empat gugus
nonprotein yang mengandung besi yang disebut sbagai gugus hem yang masing
masing terikat ke globin.14
Terdapat empat macam rantai hemoglobin, yaitu rantai alfa, beta, gamma
dan rantai delta. Pada manusia dewasa, rantai hemoglobin A adalah yang paling
umum. Rantai hemoglobin A terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.14
Oksigen dan nutrien berdifusi dari lumen pembuluh darah ke tunika intima
dan media pembuluh darah normal. Tunika media bagian luar dan tunika adventisia
diperdarahi oleh vasa vasorum.17
Pembuluh darah baru tidak stabil dan dapat terjadi kebocoran atau ruptur.
Hal ini menyebabkan terjadinya ekstravasasi eritrosit dimana proses ini disebut
intraplaque hemorrhage (IPH). IPH dihubungkan dengan progresi plak dan
kerentanan plak dimana hal ini dihubungkan dengan gejala akut aterosklerosis.17
Heme bebas, oxHB dan metHb adalah stimulus oksidasi LDL dan
mensensitisasi sel endotel terhadap oxidant-mediated killing. Ketika sel endotel
terpapar heme atau oxHb, hal ini menyebabkan peningkatan regulasi dari molekul
20
Sumber : WHO. Haemoglobin Concentrations For The Diagnosis of Anaemia and Assessment of
Severity.VMNIS 26
Nilai Hb < 5,0 g/dl adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan
kematian. Nilai > 20 g/dl memicu kapiler clogging sebagai akibat
hemokonsentrasi.18
Anemia adalah faktor risiko indepen untuk penyakit kardio vaskuler. Kadar
hemoglobin yang rendah merupakan faktor risiko untuk outcome yang lebih buruk
pada pasien dengan PJK setelah infark miokardium dan intervensi koroner
perkutan. Anemia kronik juga merupakan penyebab yang penting terhadap
peningkatan cardiac output dengan cara arterial remodeling pada pembuluh darah
elastis seperti aorta dan arteri carotid komunis yang dapat menyebabkan
pembesaran pembuluh darah dan penebalan tunika intima. Vasodilatasi juga
diidentifikasi sebagai stimulus untuk angiogenesis.7 Peningkatan hemoglobin yang
mengandung heme besi meningkatkan pembentukan Reactive Oxygen Species
(ROS) yang menyebabkan aktivasi endotel dan menginduksi proliferasi otot
polos.21
Ada beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keparahan stenosis. Sistem skoring yang dapat digunakan antara lain: Friesinger,
CASS-50, CASS-70, Gensini score, Duke jeopardy, Duke CAD severity index,
Jenkins score, Sullivan stenosis, Sullivan extent, dan Sullivan vessel.22
stenosis 69-99% tetapi tanpa oklusi proksimal, 5 jika terjadi oklusi total pembuluh
darah pada bagian proksimal tanpa adanya aliran ke segmen distal 34
Duke jeopardy score dinilai berdarkan DS dan Left Ventricular (LV) Extent.
Stenosis signifikan adalah yang memiliki DS >75%. Penilaian LV extent adalah
sebagai berikut : dua poin diberikan kepada 6 segmen spesifik dengan stenosis
proksimal, Jeopardy score merupakan perbaikan dari sistem skoring yang
mengklasifikasikan keparahan PJK yang didasari jumlah pembuluh darah yang
mengalami penyakit.25 Nilai Duke CAD Index didasarkan pada DS dan jumlah
vessel disease lalu diberi skor prognostik. Skor prognostic memiliki rentang 0-
100.36
Penilaian Gensini score sesuai dengan diameter stenosis dan juga letak lesi.
Kemudian kedua skor dikalikan. DS dibagi menjadi 5, yaitu 25%, 50%, 75%, 90%,
99%, 100%. Skor letak lesi beragam mulai dari skor 0,5 sampai skor 5.23, 34
Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan antara lain: usia, jenis
kelamin, riwayat merokok, dislipidemia, riwayat hipertensi, riwayat diabetes
mellitus.20,37
aterosklerosis Hemoglobin
dalam
Plak ruptur Penyempitan Terjadi aliran darah
lumen angiogenesis
ferrous
Obstruksi lumen pembuluh
Pembuluh heme bebas
pembuluh darah darah
darah baru
rupture Pembentukan
Penurunan ROS
aliran darah
Interplaque
Aktivasi
hemmorhage
iskemia endotel dan
Oksidasi induksi sel
Penyakit hemoglobin otot polos
Angiografi
Jantung
koroner
koroner Pembentukan Faktor lain :
metHb dan
Penilaian Sullivan - usia
superoksida
vessel score
- jenis kelamin
Oksidasi
Letak Derajat - riwayat merokok
endotel
stenosis stenosis
- dislipidemia
- hipertensi
Hemoglobin
Penyakit Jantung
Koroner
Angiografi
Koroner
Penilaian
Sullivan
Vessel Score
Derajat Letak
Stenosis stenosis
Total vessel
disease
1 Angina Angina pektoris didefinisikan sebagai rasa Rekam Sesuai yang Nominal - Ya
Pektoris nyeri yang timbul akibat iskemia Medis tertera di
Stabil - Tidak
miokardium yang memiliki karakteristik rekam medis
2.3 Definisi Operasional
2. Sindrom Koroner Sindrom koroner akut adalah Rekam Sesuai yang Nominal - Angina
Akut keadaan yang mengancam nyawa medis tertera di Pektoris
pada pasien PJK. Sindrom rekam medis tak stabil
koroner akut dibagi menjadi tiga Diagnosis
- STEMI
yaitu Angina pektoris tak stabil, berdasarkan
ST-segment elevation myocardial anamnesis, -NSTEMI
infarction (STEMI) dan Non ST- pemeriksaan
segment elevation myocardial EKG dan
infarction (NSTEMI).7 serum
biomarker
jantung9
27
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Hasil Ukur
Pengukuran
3. Kadar Hemoglobin adalah pigmen Rekam Sesuai yang tertera di pada -Nominal - Anemia
Hemoglobin pembawa oksigen pada medis hasil laboratorium di rumah
Pada penelitian - Tidak
eritrosit , dibentuk oleh sakit hermina bekasi yang
ini kadar Anemia
eritrosit yang sedang diinterpretasikan sebagai :
hemoglobin
berkembang didalam sum- 1. Anemia :
dikategorikan
sum tulang.40 Didapatkan kadar hemoglobin perempuan
menjadi dua
dari pemeriksaan < 12 g/dl dan kadar
yaitu
hematologi yang terdiri dari hemoglobin laki-laki
kelompok
leukosit, eritrosit,
< 13 g/dl anemia dan
hemoglobin, hematokrit,
tidak anemia
indeks eritrosit dan 2. tidak anemia :
trombosit. Kadar hemoglobin ≥12 g/dl
untuk perempuan dan ≥ 13
g/dl untuk laki-laki
28
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Hasil
Pengukuran Ukur
4. Sullivan vessel score Suatu skoring yang Laporan - Sesuai yang tertera Nominal -skor 0
ditentukan dengan hasil pada laporan hasil
- hasil - skor 1
menghitung jumlah pembuluh angiografi angiografi. Laporan
dikategorikan
darah yang mengalami hasil angiografi ditulis - skor 2
menjadi skor
stenosis > 70% penurunan oleh operator yang
0, 1,2,3 - skor 3
diameter lumen ( pada left merupakan seorang
main artery >50%).22 ahli kardiologi
intervensi.
- Skor 0 menandakan tidak
- dihitung jumlah
adanya vessel disease,
pembuluh darah yang
- skor 1 menandakan 1 vessel sesuai dengan kriteria
disease, dengan melihat nama
pembuluh darah dan
- skor 2 menandakan 2 vessel
derajat stenosis.
disease,
disease.24,25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel adalah pasien PJK yang menjalani angiografi koroner di
RSU Hermina Bekasi sejak bulan Januari 2015 sampai September 2016
yang dipilih dengan menggunakan Consecutive Sampling.
30
31
Keterangan :
N = besar jumlah sampel
VB = variabel bebas yang diteliti
P = prevalensi Sullivan Vessel Score33
a. Data berupa identitas pasien seperti nama, usia, jenis kelamin, dan
alamat lengkap.
b. Data berupa jenis PJK
c. Jumlah pembuluh darah dan derajat stenosis
d. Sullivan Vessel Score pada pasien yang dilakukan angiografi koroner
32
Persiapan penelitian
Ya Tidak
Data penelitian diambil dari RSU Hermina Bekasi berdasarkan data pasien
yang menjalani angiografi koroner yang tercatat sejak januari 2015-oktober 2016
dan memenuhi kriteria penelitian, berjumlah 88 sampel. Dua sampel eksklusi
karena terdapat riwayat intervensi koroner perkutan atau Coronary Artery Bypass
Graft (CABG) dan data laboratorium yang tidak lengkap pada rekam medis. Hasil
penelitian secara terperinci adalah sebagai berikut:
Jenis Kelamin -
Perempuan 24 27,3%
Laki-laki 64 72,7%
Merokok 17 19,3% -
Hipertensi 77 87,5% -
Obesitas 12 13,6% -
ACE/ARB 46 52,3% -
Nitrat 76 86,4% -
33
34
Statin 83 94,3% -
Insulin 9 10,2% -
ADO 14 15,9% -
Anemia 17 19,3%
Trombosit - - 264886,36±76717,639
0 2 2,3%
1 34 38,6%
37,5%
2 33
21,6%
3 19
Kadar Hemoglobin
Anemia 16 18,6%
Normal 70 81,39%
1 34 39,5%
2 33 38,4%
3 19 22,1%
Pada analisis bivariat, analisis hanya dilakukan untuk sampel yang memiliki
data Sullivan vessel score 1-3. Pasien dengan Sullivan vessel score 1, 2, dan 3
terbanyak memiliki kadar hemoglobin normal. Pada uji kemaknaan statistik dengan
uji Chi-Square untuk kadar hemoglobin didapatkan kemaknaan p 0,300 maka
diperoleh kesimpulan secara statistik bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan secara statistik antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel score.
Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel score
pada pasien sindrom koroner akut menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
didapatkan kemaknaan p = 0,741
37
Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin sengan Sullivan vessel score
pada pasien APS dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan
kemaknaan p= 0,579.
Tabel 4. 6 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel
score 1 dan 2
1 VD % Skor 2 %
Tabel 4.7 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel
score 1 dan 3
Skor 1 % Skor 3 %
Tabel 4.8 Hasil analisis bivariat antara kadar hemoglobin dengan Sullivan vessel
score 2 dan 3
Skor 2 % Skor 3 %
4.2 Pembahasan
usia yang didapatkan adalah 57±8,345 dan proporsi pasien laki-laki sebesar 72,7%.
Sayin et al juga menemukan tidak adanya hubungan antara kadar hemoglobin
dengan keparahan stenosis pasien (p = 0,395, r=-0,091).23 Dalam penelitiannya,
Uysal et al juga menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kadar
hemoglobin dengan tingkat keparahan PJK yang dinilai dengan Gensini score.27
Pada penelitian oleh Arant dkk juga disebutkan bahwa tidak ada perbedaan
keparahan stenosis PJK pada pasien anemia maupun tidak anemia. Keparahan PJK
disini dinilai dengan penyempitan lumen berdasarkan hasil angiografi. PJK
obstruktif didefinisikan sebagai penyempitan lumen ≥ 50%, minimal 20 sampai
49%. Jika kurang dari 20% maka dianggap tidak mengalami stenosis.20
1. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan kohort retrospektif, pengambilan data dari
data sekunder berupa rekam medis, tidak lengkapnya data dalam rekam
medis membuat data tersebut menjadi sampel eksklusi.
2. Asal Populasi
Dalam penelitian ini, data populasi penelitian hanya berasal dari satu rumah
sakit.
3. Faktor prediktor
- Terdapat banyak faktor prediktor untuk tingkat keparahan stenosis pasien
PJK yang tidak dapat dilaksanakan akibat terkendala biaya.
- Skoring hanya menggunakan Sullivan vessel score sehingga hanya
membagi diameter stenosis kurang dari atau lebih dari 70%
BAB V
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Proporsi data pasien PJK pada penelitian ini adalah 36 (40,9%) pasien APS
dan 52 ( 59,1%) pasien SKA.
2. Pasien di RSU Hermina Bekasi memiliki kadar hemoglobin rata-rata
14,0852 ± 1,83989
3. 19,3% pasien memiliki anemia dan 80,7% memiliki kadar hemoglobin tidak
anemia. Pasien dengan Sullivan vessel score 1 sebanyak 34 ( 39,5% ),
sullivan vessel score 2 sebanyak 33 (38,4%) dan Sullivan vessel score 3
sebanyak 19 (22,1%).
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin dengan
keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel Score.
5. Kadar hemoglobin tidak dapat digunakan sebagai prediktor keparahan
stenosis berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien PJK.
5.2 Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
42
43
23. Sayin MR, Cetiner MA, Karabag T. The Relationship Between The Gensini
Score and Complete Blood Count Parameters in Coronary Artery Disease.
Kosuyolu Kalp Dersigi 2012;15(2):51-54
24. Meutia F, Putranto JNE. Correlation Between Plasma Nitric Oxide Level
And Coronary Artery Stenosis Severity Based On Sullivan Scoring System
In Stable Angina Patients. Folia Medica Indonesiana January-March 2015
VOl 51:22-30
25. Knudtson M, Coronary Scoring Systems A Historical Perspective;2014.
Diunduh di :
http://www.approach.org/pdfs/tutorials/History_of_Coronary_Scoring_Ma
rch2014.pdf pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 15.06 WIB
26. WHO. Haemoglobin Concentrations For The Diagnosis of Anaemia and
Assessment of Severity.VMNIS.
Diunduh di : http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin/en/ pada
tanggal 13 Oktober 2016 pukul 19.44 WIB
27. Uysal HB, Dagh C, Avcil M, et al. Blood Count Parameters Can Predict The
Severity of Coronary Artery Disease. Korean J Intern Med 2016;31;1093-
1100
28. Staniszewska MA, Coronary Angiography- Physical And Technical
Aspects. INTECH;2011.
Diunduh di ; http://www.intechopen.com/download/get/type/pdfs/id/23197
pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 20.07 WIB
29. Bax J, Auricchio A, Baumgartner H, et al. ESC Guidelines Desk Reference.
European Society of Cardiology. 2011
30. Runge MS, Patterson C, Stouffer GA. Netter’s Cardiology 2nd Ed.
Philadelpia : Elsevier:2010
31. Kini AS. Coronary Angiography, Lesion Classification and Severity
Assessment. Cardiol Clin 2006; 24; 153-162
32. Tomasello SD, Costanzo L, Galassi AR. Quantitative Coronary
Angiography in The Interventional Cardiology. Intech ; 2011
45
Diunduh di : http://www.intechopen.com/books/advances-in-the-diagnosis-
of-coronary-atherosclerosis/quantitative-coronary-angiography-in-the-
interventional-cardiology pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 20.30 WIB
33. Akanda MAK, Choudury KN, Ali Mz, Kabir Mk, et al. Serum Creatinine
And Blood Urea Nitrogen Levels In Patients With Coronary Artery Disease.
Cardiovasc. J.2013;5(2):141-145
34. Chagas P, Galdino T, Gomes I,et al. Egg Consumption and Coronary
Atherosclerosit Burden. Atherosclerosis 2013; 229:381-384
35. Zencirci AE, Zencirci, Degirmencioglu A, et al. The relationship between
Gensini Score and ST-segment Resolution in Patients with Acute ST-
segment Elevation Myocardial Infarction Undergoing Primary
Percutaneous Coronary Intervention. Kardiologis Polska 2014; 72, 6:494-
503
36. Min JK, Shaw LJ, Devereux RB. Prognostic Value of Multidetector
Coronary Computed Tomographic Angiography for Prediction of All-
Cause Mortality. Journal of the American College of Cardiology 2007 ;Vol
50 ;No.12
37. Larifla L, Armand C, Velayoudom-Cephise FL, et al. Distribution of
Coronary Artery Disease Severity and Risk Factors in Afro-Caribbeans.
Archives of Cardiovascular Disease 2014;719
38. Vlietstra R, Kronmal RA, Frye RL, et al. Factors Affecting the Extent and
Severity of Coronary Artery Disease in Patients Enrolled in the Coronary
Artery Surgery Study. ARTERIOSCLEROSIS 1982 ;VOl 2; No.3
39. Jia EZ, Yang ZJ, Yuan B, et al. Relationship Between Leukocyte Count and
Angiographical Characteristics of Coronary Atherosclerosis. Acta
Pharmacologica Sinica 2005. 26 (9): 1057-1062
46
Lampiran 1
Formulir Penelitian
Data dasar
Nama Lengkap
No Rekam Medis
Usia
Jenis Kelamin
Penggunaan ACE/ARB
Penggunaan Nitrat
Penggunaan Statin
Penggunaan Insulin
Penggunaan ADO
Riwayat Merokok
47
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit
Trombosit
Kreatinin
Lampiran 2
Riwayat Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Agama : Islam
Nomor Hp : 083862321438
Email : kartikarosiana@gmail.com
Riwayat Pendidikan: