ERDHIKA PRADIGMA
H1A016026
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Dekan
iii
ABSTRAK
Literature Review: Hubungan Kadar Asam Urat terhadap Risiko Kematian
Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang Menjalani Hemodialisa
Erdhika Pradigma1, Mulyadi2, Novriantika Lestari3
1
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Bengkulu
2
Departemen Patologi Klinik Rumah Sakit Daerah Dr. M. Yunus, Kota Bengkulu
3
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Bengkulu
Latar Belakang: Penyakit gagal ginjal terus mengalami peningkatan hingga 32%
hingga tahun 2015. Penurunan kadar asam urat dapat menurunkan aktivitas
antioksidan plasma sedangkan peningkatan kadar asam urat yang lebih tinggi
mencerminkan peran asam urat dalam menginduksi penyakit pembuluh darah dan
hipertensi yang dapat menjadi risiko kematian pada pasien yang menjalani
hemodialisa. Serum asam urat juga dikaitkan dengan kualitas hidup dan nutrisi pasien
yang menjalani hemodialisa serta prediktor independen untuk risiko kematian
kardiovaskuler dan non-kardiovaskuler.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kadar asam
urat terhadap risiko kematian pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
Metode: Penelitian menggunakan metode literature review atau studi literatur dengan
menggunakan dua sumber kepustakaan, yaitu PubMed dan Trip database. Pencarian
menggunakan kata kunci yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebanyak 372 artikel
yang didapatkan dari kata kunci, didapatkan 21 artikel yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Setelah membaca full text, didapatkan 7 kepustakaan terkait
kadar asam urat dan risiko kematian pasien yang menjalani hemodialisa.
Hasil: Kadar asam urat dapat mempengaruhi risiko kematian pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa.
Kesimpulan: Literature review ini menyimpulkan bahwa terdapat dua risiko
kematian pada pasien yang menjalani hemodialisa yaitu kematian kardiovaskular dan
non-kardiovaskular. Kadar asam urat yang rendah lebih berisiko menyebabkan
kematian pada pasien yang akan menjalani hemodialisa.
iv
ABSTRACK
Correlation between uric acid levels and mortality risk of chronic kidney disease
patients undergoing hemodialysis: A Literature Review
Erdhika Pradigma1, Mulyadi2, Novriantika Lestari3
1
Student of Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Bengkulu
2
Departement of Clinical Pathology, RS Daerah Dr. M Yunus, Bengkulu City
3
Department of Pharmacology Faculty of Medicine and Health Science, University of
Bengkulu
Background: Chronic kidney failure was increased up to 32% until 2015. Decreased
of uric acid levels can reduce plasma antioxidant activity, while high condition of
uric acid level induction the vascular and hypertension. This condition causes
mortality risk of hemodialysis patients. Uric acid serum showed the correlation with
life quality, nutrional status and independent predictor of cardiovaskular and
noncardiovaskular mortality risk.
Objective: The aim of the study was to know the correlation between uric acid levels
and mortality risk of chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis.
Method: This study used literature review method. The data of this study were
collected from PubMed and Trip database by using keyword set. We collected 372
articles and used 21 articles that include of inclusion and exclusion criteria. This
study used 7 articles about uric acid level and mortality risk patients undergoing
hemodialysis.
Results: This literature review showed the correlation between uric acid level and
mortality risk of chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis.
Conclusion: The mortality risks of hemodialysis patients are cardiovascular and
noncardiovascular effect. Uric acid level used for nutritional status marker of
hemodialysis patients.
v
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam literture review ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Erdhika Pradigma
NPM. H1A016026
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah
serta kemudahan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir berupa literature review dengan judul “Hubungan Kadar Asam Urat
terhadap Risiko Kematian Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang Menjalani
Hemodialisa” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di
Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Bengkulu.
Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Orang tuaku tercinta ayahanda Mulyadi Supratman dan Ibunda Ermiyanti A.Md.
Keb. serta adikku Puja Metharika yang selalu memberikan doa, dukungan baik
moril maupun materil dan selalu memberikan motivasi, serta semangat hingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.
2. dr. Mulyadi, M.Sc.,Sp.PK selaku pembimbing utama dan dr. Novriantika Lestari,
M.Biomed selaku pembimbing pendamping yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, saran serta semangat kepada
penulis mulai dari penyusunan proposal hingga tugas akhir ini.
3. dr. Ety Febrianti, Sp.PD selaku penguji utama dan Ibu Elvira Yunita, S.Si,
M.Biomed selaku penguji pendamping yang telah memberikan masukan, arahan,
dan nasehat kepada penulis dalam upaya perbaikan skripsi ini hingga selesai.
4. dr. Suryo Bantolo, S.Psi., M.Sc., Sp.S selaku pembimbing akademik yang selalu
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sebagai anak bimbingan
selama masa perkuliahan.
5. Dosen dan staf Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Bengkulu yang telah memberikan ilmu dan
pengalamannya kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Sahabat-sahabat penulis, Diana Devina Rizmi, Cahyani Sri Afriliya Salim, Fitria
Rahmatullah, Yohana Sumuangganda, Ghufran Nur Adli Farizi, Tegar Rahman
Yonanda, Bimo Fernando, Ahmad Nazharuddin Lubis yang telah memberikan
semangat, doa serta bantuannya.
7. Teman-teman FKIK UNIB angkatan 2016 anatomi yang telah membantu,
medoakan dan memberikan semangat.
8. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
vii
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan penulisan ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Erdhika Pradigma
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN......................................................................................................ii
PENGESAHAN SKRIPSI......................................................................................iii
ABSTRAK .............................................................................................................iv
ABSTRACK............................................................................................................v
PERNYATAAN......................................................................................................vi
PRAKATA.............................................................................................................vii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................xii
1.1 Pendahuluan..................................................................................................1
2.1 Gagal Ginjal kronik.......................................................................................2
3.1 Hemodialisa...................................................................................................6
4.1 Asam Urat.....................................................................................................6
5.1 Asam Urat dan Risiko kematian Pasien Hemodialisa...................................8
6.1 Metode Pengumpulan Data...........................................................................9
7.1 Hasil ekstraksi data.....................................................................................10
7.2 Hasil Sintesis Data......................................................................................11
8.1 Pembahasan.................................................................................................16
9.1 Kesimpulan dan Saran.................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR SINGKATAN
IMP : Inosinemonophosphate
XO : Xanthine oxidase
xii
1
1.1 Pendahuluan
Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas
volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Fungsi penting
ginjal lainnya adalah untuk mengekskresikan produk akhir/sisa metabolisme tubuh,
misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Apabila sisa metabolisme tubuh tersebut
menumpuk, zat tersebut bisa menjadi racun tubuh, terutama bagi otak (Sherwood,
2014).
Penyakit Ginjal Kronik merupakan suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari
Glomerular Filtration Rate (GFR) nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 selama tiga
bulan atau lebih (Kidney International Supplements, 2013), sedangkan gagal ginjal
akut (GGA) adalah penurunan mendadak fungsi ginjal dalam 48 jam yang ditandai
dengan peningkatan kadar kreatinin serum >0,3 mg/dl (>26,4µmol/l), kenaikan
kreatinin serum >50% (1,5 kali kenaikan dari nilai normal), atau penurunan produksi
urin (oliguria <0,5 ml/kg/jam lebih dari 6 jam) (Setiati, 2014).
Asam urat adalah produk akhir dari katabolisme purin nukleotida, dan sangat
umum dalam kondisi klinis. Hiperurisemia berkaitan erat dengan hipertensi, diabetes
mellitus, sindrom metabolik, dan penyakit kardiovaskular (CV) pada populasi umum
(Viazzi F et al., 2017; Johnson RJ et al., 2003). Ada kemungkinan bahwa penurunan
kadar asam urat dapat menurunkan aktivitas antioksidan plasma, sedangkan
peningkatan kadar asam urat yang lebih tinggi mencerminkan peran asam urat dalam
menginduksi penyakit pembuluh darah dan hipertensi (Johnson RJ et al., 2003).
Penyakit gagal ginjal menyebabkan 1,2 juta kematian di dunia pada tahun
2015 dan mengalami peningkatan sebesar 32% dari tahun 2005 (Luyckx et al., 2018).
Insidensi di USA, Taiwan dan beberapa wilayah di Mexico dalam satu tahun hampir
mendekati 400 per satu juta kasus (Levey & Coresh, 2012). Angka prevalensi gagal
ginjal kronik (GGK) di Indonesia yaitu sebesar 0,2% dari jumlah populasi yang
berusia ≥ 15 tahun. Prevalensi GGK di Provinsi Bengkulu sendiri mencapai angka
yang sama dengan Indonesia yakni sebesar 0,2% (Riskesdas, 2013). Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi
2
GGK pada usia ≥ 15 tahun dari tahun 2013 hingga 2018 sebesar 0,18%. Angka gagal
ginjal kronik juga meningkat sebesar 0,23% di Provinsi Bengkulu (Riskesdas, 2018).
Faktor risiko utama pembentukan batu dan kristalisasi asam urat dipengaruhi
oleh pH urin yang rendah (di bawah 5,5) karena gangguan ekskresi asam urat urin.
Penyebab utama rendahnya pH urin di samping ekskresi asam urat yang tinggi adalah
diare kronik, dehidrasi berat, dan ketoasidosis diabetikum (El Ridi & Tallima, 2017).
Kristal asam urat memiliki kapasitas untuk melekat pada permukaan sel epitel ginjal
dan menginduksi respons inflamasi akut pada garis sel tersebut. Selain peningkatan
risiko pembentukan batu ginjal, efek tersebut telah terbukti mengurangi laju filtrasi
glomerulus (LFG) (Sah & Qing, 2015). Asam urat juga dapat menginduksi ROS yang
dihasilkan oleh sel mesangial glomerulus (Ambrosio et al., 2012).
Serum asam urat dikaitkan dengan sebagian besar pengganti komposisi tubuh,
fungsi otot, inflamasi, dan kualitas hidup terkait kesehatan pasien yang menjalani
hemodialisa. Serum asam urat adalah penanda nutrisi yang baik. Selain itu, serum
asam urat adalah prediktor independen untuk risiko kematian kardiovaskular dan non-
kardiovaskular namun mekanismenya masih belum jelas (Beberashvili, I et al., 2015).
Peneliti merasa perlu untuk mengkaji korelasi dari kadar asam urat terhadap
risiko kematian pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Selain
penting untuk dijadikan sebagai monitoring kadar asam urat, hal ini juga akan
menunjang informasi pada klinisi tentang upaya pencegahan apabila kadar asam urat
meningkat/menurun pada pasien gagal ginjal kronik sebelum menjalani hemodialisa.
jaringan ginjal dapat rusak hingga 75% sebelum penurunan fungsi ginjal menjadi
nyata (Sherwood, 2014).
Estimasi jumlah disability-adjusted life-years (DALYs) yang dapat dikaitkan
dengan penyakit ginjal secara global meningkat dari 19 juta pada tahun 1990 menjadi
33 juta pada tahun 2013. Gagal ginjal menyebabkan 1,2 juta kematian di dunia pada
tahun 2015 dan mengalami peningkatan sebesar 32% dari tahun 2005 (Luyckx et al.,
2018). Insidensi di USA, Taiwan dan beberapa wilayah di Mexico dalam satu tahun
hampir mendekati 400 per satu juta kasus (Levey & Coresh, 2012). Gagal ginjal
kronik (GGK) adalah salah satu dari 10 penyakit tidak menular yang sering terjadi di
Indonesia dan sekitar 0,2% populasi tersebut berusia ≥ 15 tahun dengan angka
kejadian gagal ginjal kronik di provinsi Bengkulu yakni sebesar 0,2% dan meningkat
di tahun 2018 (Riskesdas, 2013; Riskesdas, 2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2018 menyebutkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi penyakit ginjal kronik
pada usia ≥ 15 tahun dari tahun 2013 (Riskesdas, 2018).
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa
(starviving nephrons) sebagai upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi dan diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi singkat ini akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal,
ikut mendorong terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Sebagian
aktivitas jangka panjang sistem aksis renin-angiotensin-aldosteron, diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor B (TGF-B) (Setiati, 2014).
Kondisi albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia dapat
dianggap berperan terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik. Pada stadium
paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), dimana keadaan basal laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau
malah meningkat. Kondisi ini secara perlahan menyebabkan penurunan fungsi nefron
yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
4
Pada LFG <15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Keadaan ini dapat dikatakan sudah sampai pada
stadium gagal ginjal (Setiati, 2014).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi >3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 dengan manifestasi kelainan
patologis, terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests) (Setiati, 2014). Langkah-
langkah menegakkan diagnosis adalah anamnesis yang lengkap dan teliti untuk
mendapatkan keluhan, pemeriksaan fisik untuk menilai gejala serta pemeriksaan
khusus yang dilakukan untuk menentukan tahapan dan penyebab. Keluhan yang dapat
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik dapat berupa rasa lemah, nokturia, gatal,
anoreksia, polyuria/oliguria, nausea, muntah, berkurangnya libido, edema, nyeri dada,
insomnia, sukar konsentrasi dan perubahan kepribadian. Gejala yang dapat dialami
pasien gagal ginjal kronik seperti pucat, gizi kurang, hiperpigmentasi, petekie,
pernapasan kussmaul, edema, hipertensi, kardiomegali dan napas uremik. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan asidosis metabolik, azotemia, proteinuria,
anemia, hiperkalemia, hipokalsemia dan pada radiologi didapatkan massa ginjal yang
mengecil (Sibuea, Marulam, dan Gultom, 2009).
Adapun klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik sebagai berikut:
Stadium 1: kerusakan ginjal dengan LFG normal atau >90 mL/min/1.73 m2
Stadium 2: kerusakan ginjal dengan LFG 60-89 mL/min/1.73 m2
Stadium 3: kerusakan ginjal dengan LFG 30-59 mL/min/1.73 m2
Stadium 4: kerusakan ginjal dengan LFG 15-29 mL/min/1.73 m2
Stadium 5: gagal ginjal dengan LFG <15 mL/min/1.73 m2 (Setiati, 2014).
5
Kategori albuminuria
A1
A2 A3
Normal-
Prognosis Gagal Ginjal Kronik Sedang Berat
ringan
(GGK) berdasarkan Glomerular
Filtration Rate (GFR) dan Kategori < 30 mg/g 30-300 > 300 mg/g
Albumin atau mg/g atau atau
<3 3-30 >30
mg/mmol mg/mmol mg/mmol
Normal atau
G1 ≥ 90
tinggi
Kategori LFG (mL/min/1,73 m3), deskripsi dan interval
Menurun 60-
G2
ringan 89
Menurun
45-
G3A ringan-
49
sedang
Menurun 30-
G3B
sedang-berat 44
Menurun 15-
G4
berat 29
Gambar 1. Prognosis CKD. Hijau, risiko rendah (jika tidak ada gejala dari penyakit pada ginjal, tidak
GGK); kuning, risiko meningkat rendah; jingga, risiko tinggi; merah, sangat berisiko tinggi
6
Pasien gagal ginjal kronik stadium 4 sudah mulai diberi edukasi mengenai
komplikasi dan penatalaksanaan, termasuk dalam hal ini transplantasi ginjal,
hemodialisa, peritoneal hemodialisa dan terapi konservatif (Rocco et al., 2015).
3.1 Hemodialisa
Hemodialisa merupakan salah satu terapi pengganti pada pasien gagal ginjal
kronik dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) <15 mL/min/1,73m2 yang bertujuan
untuk mengeluarkan sisa hasil metabolisme ataupun cairan yang berlebihan dalam
darah (National Kidney Foundation, 2015; Sherwood, 2014). Pasien gagal ginjal
kronik stadium 4 sudah mulai diberi edukasi mengenai komplikasi dan
penatalaksanaan, termasuk dalam hal ini transplantasi ginjal, hemodialisa, peritoneal
hemodialisa dan terapi konservatif. Hemodialisa tentunya harus berdasarkan penilaian
awal terhadap gejala-gejala yang berhubungan dengan kondisi uremia, protein-energy
wasting (PEW) dan abnormalitas metabolik (Rocco et al., 2015).
Hemodialisa merupakan gabungan dari proses difusi dan ultrafiltrasi. Difusi
adalah pergerakan zat terlarut melalui membran semipermeabel berdasarkan
perbedaan konsentrasi zat atau molekul. Mekanisme inilah yang berfungsi untuk
mengeluarkan molekul kecil seperti urea, kreatinin, dan elektrolit. Ultrafiltrasi adalah
aliran konveksi (air dan zat terlarut) yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan
hidrostatik maupun tekanan osmotik. Ultrafiltrasi terjadi sebagai akibat dari
perbedaan tekanan positif pada kompartemen darah dengan tekanan negatif yang
terbentuk dalam kompartemen dialisat yang dihasilkan oleh pompa dialisat atau
transmembran pressure (TMP) (Setiati, 2014).
wanita tidak sama. Seseorang dikatakan menderita hiperurisemia bila kadar asam urat
serumnya lebih dari 7,0 mg/dL untuk pria dan di atas 6,0 mg/dL untuk wanita
(Setiati, 2014).
Asam urat disintesis terutama di hati, usus dan jaringan lain seperti otot, ginjal
dan endotel pembuluh darah, sebagian besar asam urat difiltrasi di glomerulus ginjal
dan sekitar 90% asam urat yang difiltrasi akan diserap kembali. Fungsi fisiologis
asam urat dalam tubuh antara lain sebagai antioksidan, perbaikan jaringan (fungsi
endotel), mediator poten dari respon imun tipe 2, resistensi terhadap parasit dan
pertahanan terhadap penyakit neurologis dan autoimun. Proses pembentukan asam
urat sebagian besar berasal dari metabolisme nukleotida purin endogen, guanylic acid
(GMP), inosinic acid (IMP), dan adenylic acid (AMP) (El Ridi & Tallima, 2017).
Awalnya, adenosine monophosphate (AMP) dikonversi menjadi inosine dan guanine
monophosphate (GMP) dikonversi menjadi guanosine oleh nucleotidase.
Selanjutnya, inosine dan guanosine dikonversi menjadi basa purin hypoxanthine dan
guanine. Kemudian, hipoxanthine dioksidasi untuk membentuk xanthine oleh
xanthine oxidase (XO) dan guanine di deaminasi untuk membentuk xanthine oleh
guanine deaminase (Maiuolo et al., 2016). Perubahan intermediate hypoxanthine dan
guanine menjadi xanthine dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase dengan produk
akhir asam urat. Asam urat merupakan produk akhir yang tidak dapat dimetabolisme
lebih lanjut (El Ridi & Tallima, 2017).
Sintesis dan ekskresi kadar asam urat pada tiap individu sangat bervariasi
Kondisi ini dapat disebabkan karena ketidakseimbangan antara peningkatan sintesis
(overproduction), penurunan ekskresi (underexcretion) atau gabungan keduanya.
Sintesis yang berlebihan terjadi pada keadaan diet tinggi purin, alkoholisme, turn
over nukleotida yang meningkat, obesitas, dan dislipidemia. Ekskresi asam urat akan
menurun pada kondisi penyakit ginjal, hipertensi, penggunaan diuretik, dan resistensi
insulin (Johnson et al., 2005; Setiati, 2014).
Hiperurisemia berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi
hiperurisemia primer, sekunder, dan idiopatik. Hiperurisemia primer merupakan
8
Mortality
risk, OR
mortality
A rate, OR A
N mortalitie N
Uric s risk, OR Hemodialysi
acid D D
mortalitie s
s rate
Kriteria inklusi penelitian ini adalah literatur yang fokus membahas hubungan
asam urat terhadap risiko kematian pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa, terbit dalam 10 tahun terakhir, diakses secara utuh (full), dan
menggunakan data primer sementara kriteria ekslusinya adalah literatur yang tidak
ditulis dalam bahasa Inggris, dan subjek penelitian bukan manusia.
10
21
Longitudinal Ilia 2016 Israel Untuk melihat Pasien yang termasuk dalam Kohort Peningkatan kadar
Study of Beberashvili, perubahan asam analisis adalah mereka yang Retrospektif asam urat seiring
Serum Uric Anatoli Erlich, urat mungkin berusia >18 tahun yang dengan peningkatan
Acid, Ada Azar, Inna memiliki menerima HD tiga kali status gizi dan
Nutritional Sinuani, Leonid hubungan dengan dalam seminggu selama >1 penurunan risiko
Status, and Feldman, Oleg perubahan tahun dari 7 Juni 1999 kematian.
Mortality in Gorelik, Kobi parameter gizi hingga 5 Desember 2012.
Maintenance Stav, Shai Efrati dan kelangsungan
Hemodialysis hidup jangka
Patients panjang pasien
hemodialisis
Lower serum Eunjin Bae, 2016 Korea Untuk Sebanyak 4132 pasien Kohort Kadar asam urat
uric acid level Hyun-Jeong Selatan mengevaluasi dewasa yang menjalani Prospektif yang rendah (<5,5)
predicts Cho, Nara Shin, dampak serum dialisis antara bulan secara signifikan
mortality in Sun Moon Kim, uric acid (SUA) Agustus 2008 dan dikaitkan dengan
dialysis Seung Hee terhadap September 2014. Di antara peningkatan
14
patients Yang, Dong Ki mortalitas pada itu, terpilih 1738 pasien kematian non-
Kim, Yong-Lim pasien dengan yang mempertahankan kardiovaskular pada
Kim, Shin- dialisis kronis. dialisis selama minimal 3 pasien dengan
Wook Kang, bulan dan memiliki SUA dialisis kronis.
Chul Woo yang dikategorikan menjadi
Yang, Nam Ho 5 kelompok: <5.5, 5.5-6.4,
Kim, Yon Su 6.5–7.4, 7.5–8.4, dan
Kim, Hajeong ≥8.5mg/dL. Analisis regresi
Lee Cox digunakan untuk
menghitung hazard ratio
dari kematian non-
kardiovaskular menurut
kelompok SUA.
High uric Tanja 2013 Montenegro Membandingkan Semua pasien diamati dari Kohort Peningkatan kadar
acid and low Antunovic, nilai parameter September 2009 hingga Prospektif asam urat dapat
superoxide Aleksandra yang diselidiki Maret 2011 untuk periode meningkatkan risiko
dismutase as Stefanovic, antara korban dan 18 bulan. Pasien didialisis kematian pasien yang
possible Marina pasien yang tiga kali seminggu, dengan menjalani
predictors of Ratkovic, meninggal dalam durasi rata-rata sesi indeks hemodialisa.
all-cause and Branka kematian 3,7 jam. Diazer dengan
cardiovascula Gledovic, kardiovaskular menggunakan membran
r mortality in Najdana (CVD) dan non- fluks tinggi dan polisulfon.
hemodialysis Gligorovic kardiovaskular.
patients Barhanovic,
Dragica
Bozovic,
Jasmina
Ivanisevi,
15
Milica Prostran,
Marina Stojanov
Pre- and Post Tatsunori Toida, 2019 Jepang Untuk menilai Sebanyak 1.073 pasien yang Kohort Hazard ratio
dialysis Uric Yuji Sato, dampak dimulai pada bulan Prospektif kematian akibat
Acid Hiroyuki peningkatan Desember ditindaklanjuti kardiovaskular dan
Difference Komatsu, Kazuo kadar asam urat selama 5 tahun, adalah non kardiovaskular
and Risk of Kitamura, pada subjek tahun 2009 dalam secara signifikan
Long-Term Shouichi kelangsungan analisis ini. Sampel darah lebih tinggi pada
All-Cause Fujimoto hidup jangka diambil dalam posisi pasien dengan asam
and panjang pada terlentang pra-HD dalam urat <4,7 mg/dL
Cardiovascul pasien yang sesi dialisis pertama minggu dibandingkan pada
ar Mortalities menerima HD. ini, dan asam urat diukur kelompok
in Japanese pasca-HD. Perbedaan asam hiperurisemia.
Hemodialysis urat dihitung sebelum dan
Patients; sesudah HD.
Miyazaki
Dialysis
Cohort Study
Relationship Chang Seong 2017 Korea untuk Melakukan analisis Kohort Hiperurisemia dapat
between Kim, Dong- mengevaluasi retrospektif data pasien dari Retrospektif menurunkan risiko
serum uric Chan Jin, Young dampak kadar Korean Society of kematian non-
acid and Cheol Yun, Eun asam urat serum Nephrology (KSN), yang kardiovaskular
mortality Hui Bae, Seong pada hasil klinis merupakan basis data pasien penyakit
among Kwon Ma, Soo jangka panjang nasional dari catatan medis ginjal stadium akhir
hemodialysis Wan Kim pasien pasien dengan ESRD, dari yang menjalani
patients: hemodialisis di Januari 2001 hingga April hemodialisa
Retrospective Korea 2015.
analysis of
16
Korean end-
stage renal
disease
registry data
16
8.1 Pembahasan
Asam urat merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin yang
berasal dari pemecahan nukleotida purin (Spieker et al., 2002). Asam urat berfungsi
sebagai antioksidan, perbaikan jaringan (fungsi endotel), dan sistem imun (El Ridi &
Tallima, 2017). Selain itu, kadar asam urat juga dapat mempengaruhi risiko kematian
pasien gagal ginjal kronik yang akan menjalani hemodialisa.
Peningkatan asam urat dilaporkan dapat menurunkan risiko kematian pada
pasien hemodialisa. Hal ini dapat disebabkan korelasi positif antara kadar asam urat
yang tinggi pada pasien hemodialisa dan status gizi yang baik. Pasien hemodialisa
dengan asam urat yang tinggi dilaporkan memiliki kadar protein, kreatinin serum,
dan body mass index (BMI) yang lebih tinggi (Latif et al., 2011), sedangkan pasien
dengan serum asam urat rendah berkaitan dengan normalized protein catabolic rate
(nPCR) dan peningkatan mortalitas (Park et al., 2017).
Peningkatan serum asam urat seiring dengan peningkatan status gizi dari dan
terkait dengan kelangsungan hidup pasien yang menjalani hemodialisa. Peningkatan
kadar serum asam urat dapat menurunkan risiko kematian pasien hemodialisa. Asam
urat dikaitkan dengan komposisi tubuh, fungsi otot, inflamasi, kualitas hidup, dan
memprediksi risiko kematian karena kardiovaskular maupun non-kardiovaskular
(Beberashvili et al., 2016). Serum asam urat yang rendah dapat meningkatkan risiko
mortalitas pada pasien dengan dialisis kronis serta dapat mengurangi kapasitas
antioksidan total pada pasien yang menjalani hemodialisa, namun mekanismenya
masih belum jelas (Bae et al., 2016).
Kadar asam urat yang lebih rendah dapat meningkatkan risiko kematian non-
kardiovaskular yang lebih tinggi pada pasien hemodialisa (Toida et al., 2019),
sedangkan asam urat yang tinggi dapat menurunkan risiko kematian non-
kardiovaskular pada pasien penyakit ginjal stadium akhir yang menjalani hemodialisa
di Korea (C. S. Kim et al., 2017). . Kadar asam urat mungkin menjadi referensi yang
paling tepat untuk mengendalikan pasien yang menjalani hemodialisa (Toida et al.,
2019). Peningkatan kadar asam urat juga meningkatkan produksi sitokin sistemik,
17
yaitu tumor necrosis factor-α (TNF- α), dan ekspresi lokal kemokin, monocyte
chemotactic protein 1 (MCP-1) di ginjal dan cyclooxygenase 2 (COX-2) di pembuluh
darah sehingga mempunyai peran penting dalam sistem imun tubuh. Penghentian
terapi untuk menurunkan kadar asam urat ditemukan dapat meningkatkan faktor
pertumbuhan-β1 pada pasien hiperurisemia dengan CKD. Mekanisme ini
menjelaskan bahwa peningkatan kadar asam urat serum dapat berkontribusi terhadap
onset dan perkembangan CKD (Sah & Qing, 2015).
Hasil jurnal lain melaporkan bahwa serum asam urat yang tinggi dan aktivitas
superoxide dismutase (SOD) yang rendah merupakan faktor risiko kematian akibat
penyakit kardiovaskular maupun penyebab lain pada pasien hemodialisa. Meskipun
asam urat dianggap sebagai antioksidan, asam urat juga pro-oksidatif dalam kondisi
tertentu, terutama ketika SOD rendah (Antunovic et al., 2013).
Studi literatur yang telah dilakukan, semua literatur menunjukkan hubungan
antara kadar asam urat terhadap risiko kematian pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa. Empat dari tujuh literatur jurnal mengatakan bahwa
rendahnya kadar asam urat dapat meningkatkan risiko kematian akibat kardiovaskular
maupun non-kardiovaskular (Latif et al., 2011; Beberashvili et al., 2016; Bae et al.,
2016; Park et al., 2017) sedangkan dua jurnal lain hanya mendapatkan hubungan
kadar asam urat yang rendah terhadap risiko kematian non-kardiovaskular (Toida et
al., 2019; C. S. Kim et al., 2017). Penelitian lain menunjukkan bahwa kadar asam
urat yang tinggi (hiperurisemia) juga berhubungan dengan risiko kematian yang
tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisa (Antunovic et al., 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Ambrosio, G., Teixeira, F. and Schor, N. 2012. Uric Acid and Renal Function.
Diseases of Renal Parenchyma, (May 2014). doi: 10.5772/25904.
Antunovic, T. et al. 2013. High uric acid and low superoxide dismutase as possible
predictors of all-cause and cardiovascular mortality in hemodialysis
patients’, International Urology and Nephrology, 45(4), pp. 1111–1119. doi:
10.1007/s11255-012-0233-x.
Bae, E. et al. 2016. Lower serum uric acid level predicts mortality in dialysis
patients’, Medicine (United States), 95(24), pp. 1–9. doi:
10.1097/MD.0000000000003701.
Beberashvili, I. et al. 2016. Longitudinal study of serum uric acid, nutritional status,
and mortality in maintenance hemodialysis patients’, Clinical Journal of the
American Society of Nephrology, 11(6), pp. 1015–1023. doi:
10.2215/CJN.10400915.
Johnson, R. J. et al. 2005. Essential hypertension, progressive renal disease, and uric
acid: A pathogenetic link? Journal of the American Society of Nephrology,
16(7), pp. 1909–1919. doi: 10.1681/ASN.2005010063.
Kamyar, K.-Z. et al. 2011. Chronic Kidney Disease (CKD) 6th Ed. Divisions of
Nephrology & Hypertension and General Internal Medicine.
Kidney International Supplements. 2013. Chapter 1: Definition and classification of
CKD. 3(1), pp. 19–62. doi: 10.1038/kisup.2012.64.
20
Kim, C. S. et al. 2017. Relationship between serum uric acid and mortality among
hemodialysis patients: Retrospective analysis of Korean end-stage renal
disease registry data’, Kidney Research and Clinical Practice, 36(4), pp.
368–376. doi: 10.23876/j.krcp.2017.36.4.368.
Latif, W. et al. 2011. Uric acid levels and all-cause and cardiovascular mortality in
the hemodialysis population’, Clinical Journal of the American Society of
Nephrology, 6(10), pp. 2470–2477. doi: 10.2215/CJN.00670111.
Levey, A. S. and Coresh, J. 2012. Chronic kidney disease. The Lancet. Elsevier Ltd,
379(9811), pp. 165–180. doi: 10.1016/S0140-6736(11)60178-5.
Luyckx, V. A., Tonelli, M. and Stanifer, J. W. 2018. The global burden of kidney
disease and the sustainable development goals. Bulletin of the World Health
Organization, 96(6), pp. 414-422C. doi: 10.2471/BLT.17.206441.
Mahmood, R., Ahmad, Z. and Jilani, G. 2015. Association of Serum Uric Acid with
Blood Urea and Serum Association of Serum Uric Acid with Blood Urea
and Serum Creatinine.
Maiuolo, J. et al. 2016. Regulation of uric acid metabolism and excretion.
International Journal of Cardiology. Elsevier B.V., 213, pp. 8–14. doi:
10.1016/j.ijcard.2015.08.109.
National kidney foundation. 2015. Update of the KDOQI TM Clinical Practice
Guideline for Hemodialysis Adequacy. Public Review Draft 2015
Confidential : Please Do Not Distribute.
Nemati, E. et al. 2017. The Relationship Between Dialysis Adequacy and Serum
Uric Acid in Dialysis Patients; A Cross-ectional Multi-center Study in
Iranian Hemodialysis Centers. Journal of Renal Injury Prevention, 6(2), pp.
142–147. doi: 10.15171/jrip.2017.28.
Park, C. et al. (2017) ‘Serum uric acid, protein intake and mortality in hemodialysis
patients’, Nephrology Dialysis Transplantation, 32(10), pp. 1750–1757. doi:
10.1093/ndt/gfw419.
Viazzi, F. et al. 2017. Metabolic syndrome, serum uric acid and renal risk in patients
with T2D. PLoS ONE, 12(4), pp. 1–12. doi: 10.1371/journal.pone.0176058.
Zhu, H. 2012. The relationship between serum levels of uric acid and prognosis of
infection in critically ill patients. World Journal of Emergency Medicine,
3(3), p. 186. doi: 10.5847/wjem.j.issn.1920-8642.2012.03.005.