SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Bagus Pambudi
H1A016021
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi dengan judul
“Korelasi Indeks Massa Tubuh dan Derajat Keparahan Akne Vulgaris:
Sebuah Tinjauan Kepustakaan Sistematik dan Meta Analisis” ini dengan
baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan masukan, bantuan, dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari
berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,
penulis ingin menyampaikan ribuan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua yang penulis cintai, Bapak Basuki Suharto dan Ibu
Solichatun, terimakasih karena atas dukungan moral maupun materil, doa
yang selalu mengiringi, kasih sayang dan nasihat yang senantiasa
diberikan kepada penulis;
2. Dr. dr. Awal Prasetyo, Sp. THT-KL, M. Kes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
3. dr Amalia Rizkha Malini, Sp.KK dan Dr. Riry Ambarsarie, M.Pd.Ked
selaku pembimbing skripsi telah bersedia meluangkan waktu disela
kesibukan beliau dengan penuh kesabaran untuk membimbing penulis
dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini, mengajarkan banyak hal
mengenai penelitian, memberikan ilmu, kritik, saran dan motivasi dalam
membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
4. dr Maria Eka Patri Yulianti, M. Biomed dan Ibu Mardhatillah Sariyanti,
S. Si, M. Biomed selaku penguji atas kesediaannya dalam memberikan
koreksi, kritik, saran dan motivasi untuk perbaikan penulisan skripsi yang
dilakukan oleh penulis;
5. dr Dessy Triana, M. Biomed selaku pembimbing akademik atas semua
ilmu, saran, dan motivasi dalam membantu penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini;
6. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Bengkulu yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan membantu
penulis selama menempuh pendidikan pre-klinik;
iv
7. Rekan sejawat angkatan 2016 (Anatomi’16) Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu, terimakasih untuk kebersamaan,
perjuangan, bantuan serta kerjasama selama ini;
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam bentuk apapun sehingga selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Bagus Pambudi
v
DAFTAR ISI
vi
2.1.4 Derajat keparahan .............................................................................. 12
2.1.5 Manifestasi klinis ............................................................................... 13
2.1.6 Pemeriksaan penunjang ..................................................................... 14
2.1.7 Diagnosis ........................................................................................... 14
2.1.8 Diagnosis Banding ............................................................................. 14
2.1.9 Prognosis ........................................................................................... 16
2.1.10 Komplikasi ........................................................................................ 16
2.2 Indeks Massa Tubuh ................................................................................. 17
2.2.1 Epidemiologi ..................................................................................... 17
2.2.2 Klasifikasi ......................................................................................... 18
2.2.3 Mekanisme peningkatan IMT menyebabkan AV................................ 18
2.3 Kerangka pemikiran .................................................................................. 22
2.4 Kerangka konsep ...................................................................................... 23
2.5 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 23
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 24
3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 24
3.2 Waktu Penelitian....................................................................................... 24
3.3 Definisi Operasional ................................................................................. 24
3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 25
3.5 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 25
3.6 Analisis Data ............................................................................................ 27
3.7 Alur Penelitian .......................................................................................... 28
3.8 Jadwal Penelitian ...................................................................................... 29
BAB IV. HASIL PENELITIAN .............................................................................. 30
4.1 Tinjauan kepustakaan sistematik (TKS) .................................................... 30
4.1.1 Hasil ekstraksi data ............................................................................ 30
4.1.2 Hasil sintesis data .............................................................................. 31
4.1.3 Penilaian kualitas literatur .................................................................. 33
4.1.4 Korelasi IMT dan derajat keparahan AV ............................................ 34
BAB V. PEMBAHASAN ....................................................................................... 36
vii
5.1 Proses tinjauan kepustakaan sistematik ..................................................... 36
5.2 Korelasi IMT dan derajat keparahan AV ................................................... 36
5.3 Kelebihan dan keterbatasan penelitian....................................................... 37
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN¸ ............................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 39
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR SINGKATAN
AV : Akne vulgaris
CASS : Comprehensive Acne Severity Scale
CDC : Centers for disease control and prevention
CMA : comprehensive meta analysis
DHEA : Dehidroepiandrosteron
DHEAS : Dehidroepiandrosteron sulfat
DHT : Dihidrotestosteron
FGFRs : Fibroblast growth factor receptors
FKIK UNIB : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universita
Bengkulu
FSH : Follicle-stimulating hormone
GAGS : Global Acne Grading system
GBD : Global Burden Score
HIF : Hypoxia-inducible factor
IgA : Immunoglobulin A
IGF 1 : Insulin-like growth factor 1
IL : Interleukin
IMT : Indeks Massa Tubuh
JAK : Janus kinase
JBI : Joanna Briggs Institute 2017 Critical Appraisal Checklist
LERP : Leptin reseptor
LH : Luteinizing hormone
mTORC1 : Mammalian target of rapamycin complex 1
MUFA : Monounsaturated fatty acid
P. acne : Propionibacterium acne
PARs : Protease-activated receptor
PICO : Population, Intervention, Comparison, dan Outcome
PPARs : Peroxisome proliferator-activated receptors
xi
RA : Reseptor androgen
ROS : Reactive oxygen species
SHBG : Sex hormone binding globulin
SREBPs : Sterol regulatory element binding proteins
TLR : Toll-Like Receptors
TNF : Tumor necrosis factor
TKS : Tinjauan Kepustakaan Sistematis
xii
ABSTRAK
Korelasi Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Derajat Keparahan Akne Vulgaris
(AV): Sebuah Tinjauan Kepustakaan Sistematik dan Meta Analisis
Latar belakang: Akne vulgaris (AV) adalah penyakit kulit tersering ke-3 di dunia.
Studi mengenai pengaruh indeks massa tubuh (IMT) terhadap derajat keparahan AV
telah banyak dilakukan dengan beragam metode dan menghasilkan laporan yang
berbeda. Karena itu, diperlukan tinjauan kepustakaan sistematik (TKS) dan meta
analisis untuk menyimpulkan penelitian yang ada. Tujuan: Mengeksplorasi korelasi
antara IMT dan derajat keparahan AV. Metode: TKS dilakukan di PubMed selama
bulan Juli 2020. Penilaian kualitas studi menggunakan JBI. Korelasi antara IMT dan
derajat keparahan AV dianalisis secara kualitatif dan meta analisis. Meta analisis
menggunakan fixed effect analysis pada aplikasi comprehensive meta analysis
(CMA). Hasil: Terdapat 3 literatur yang sesuai kriteria. Satu Literatur melaporkan
hasil tidak signifikan secara statistik, sedangkan dua literatur lain signifikan. Secara
klinis, korelasi antara IMT dan derajat keparahan AV dilaporkan lemah pada satu
literatur, sedangkan satu literatur lainnya melaporkan tidak bermakna. Ketiga literatur
dilakukan meta analisis dan dilaporkan bahwa korelasi antara IMT dan derajat
keparahan AV signifikan secara statistik, tetapi secara klinis tidak. Kesimpulan:
korelasi antara IMT dan derajat keparahan AV signifikan secara statistik, tetapi secara
klinis tidak bermakna.
Kata kunci: Akne, IMT, Korelasi, Derajat Keparahan AV, Tinjauan Kepustakaan
Sistematis
xiii
ABSTRACT
Background: Acne vulgaris (AV) is the 3rd most common skin disease in the world.
Studies on the effect of body mass index (BMI) on the severity of AV have been
carried out with a variety of methods and produce different reports. Therefore, a
systematic review (SR) and meta-analysis are needed to summarize existing research.
Objective: To explore the correlation between BMI and the severity of AV. Methods:
SR was conducted at PubMed during July 2020. Assessment of study quality using
JBI. The correlation between BMI and severity of AV was analyzed qualitatively and
meta-analysis. Meta analysis uses fixed effect analysis in comprehensive meta
analysis (CMA) applications. Results: There are 3 literatures that fit the criteria. One
Literature reports results that are not statistically significant, while the other two
literatures are significant. Clinically, the correlation between BMI and severity of AV
was reported to be weak in one literature, whereas another literature reported was
not significant. All three literatures were carried out in a meta-analysis and it was
reported that the correlation between BMI and the severity of AV was statistically
significant, but not clinically. Conclusion: the correlation between BMI and AV
severity was statistically significant, but not clinically significant.
xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1
2
2.1.1 Epidemiologi
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang sering terjadi di
masyarakat. Prevalensi AV berdasarkan (Global Burden Disease) GBD
menempati urutan ke-8 penyakit terbanyak di dunia atau sekitar 9,4%
penduduk dunia mengalami AV.(Hay et al., 2014; Tan and Bhate, 2015)
Prevalensi AV berbeda di tiap negara. Penelitian di Malaysia menemukan
67.5% remaja (13 - 18 tahun) terkena AV (Ministry of Health Malaysia,
2012), sedangkan di Indonesia sekitar 90% populasi terkena AV pada semua
rentang usia dan terus meningkat setiap tahun (Afriyanti, 2015; Perdoski,
2016).
Prevalensi AV mencapai puncak pada usia 16-20 tahun di hampir
semua ras, sedangkan puncak keparahannya pada usia 17-21 tahun (Perkins
et al., 2011; Sitohang and Wasitatmadja, 2016). Studi GBD menunjukkan
bahwa 85% anak usia 12-25 tahun menderita AV (Lynn et al., 2016).
Prevalensi AV selanjutnya akan menurun menjadi 14% pada usia 26-44
tahun (Goldsmith et al., 2012).
Akne vulgaris pada remaja pria lebih sering dari pada remaja wanita.
Sekitar 81-95% remaja pria mengalami AV, sementara remaja wanita
sekitar 79-82%. Akne vulgaris umumnya membaik saat memasuki usia
dewasa pada remaja pria, tetapi pada remaja wanita sering menjadi persisten
(Skroza et al., 2018).
3
4
2.1.2 Etiopatogenesis
Proses terbentuknya AV terdiri dari 4 mekanisme utama, yaitu: 1)
peningkatan Sebum, 2) Hiperkeratinisasi, 3) Propionicbacterium acne (P.
acne), dan 4) Inflamasi (Gambar 2.1) (Goldsmith et al., 2012).
1) Peningkatan sebum
Kulit memiliki kelenjar sebasea, terutama di wajah, yang
memproduksi sebum setiap saat. Sebum merupakan lemak yang
mengandung squalen, kolesterol, kolesterol ester, wax ester, dan trigliserida.
Beberapa trigliserida yang terkandung di dalam sebum akan dihidrolisis
oleh P. acne ketika sebum melewati kanal rambut, sehingga sebum
mengandung asam lemak bebas, monogliserida, dan digliserida saat
mencapai permukaan kulit. Kandungan squalen dan wax ester yang
terkandung di dalam sebum membedakannya dengan lemak di dalam tubuh
(Goldsmith et al., 2012; Tuchayi et al., 2015).
Secara fisiologis, sebum berfungsi dalam mengurangi penguapan air
pada permukaan kulit, melindungi epidermis dan rambut dari radiasi
ultraviolet, menyebabkan kulit lebih lembut dan halus, kandungan peptida
dan immunoglobulin A (IgA) pada sebum dapat mencegah infeksi bakteri
5
dan jamur pada kulit, serta kandungan vitamin E yang berguna sebagai
antioksidan (Goldsmith et al., 2012).
Gambar 2.2 Faktor yang mempengaruhi produksi sebum dan fungsi sebum (Lovászi et al.,
2017)
Gambar 2.3 Jalur pembentukan DHT (Ebede, Arch and Berson, 2009)
Gambar 2.4 Mekanisme DHT mempengaruhi produksi sebum (Clarius et al., 2013)
7
2) Hiperkeratinisasi
Gambar 2.6 Lesi komedo (A) putih (B) Hitam (Tuchayi et al., 2015)
3) Peningkatan P. acne
Propionibacterium acne merupakan bakteri basil anaerob yang
menghasilkan produk metabolit berupa asam propionat. Bakteri ini
merupakan Gram (+) berbentuk pleomorfik, dengan ujung melengkung,
mirip seperti gada, dan dengan pewarnaan tampak manik-manik (Gambar
2.7 (A & B) (Zhou and Li, 2015). Pembiakan P. acne dapat menghasilkan
koloni berdiameter 0,5 mm, berwarna putih atau abu-abu, mengkilap,
tembus cahaya atau buram, koloni berbentuk seperti bantal (Gambar 2.7 (C)
(Zhou and Li, 2015).
9
Gambar 2.7 Propionibacterium acne (A) Pewarnaan gram (B) mikroskop elektron (C)
Pembiakan (Zhou and Li, 2015)
Gambar 2.8 Mekanisme P. acne menyebabkan inflamasi (Das and Reynolds, 2014)
Gambar 2.9 Mekanisme androgen dan P. acne menyebabkan inflamasi (Mohiuddin, 2019)
4) Inflamasi
Proses inflamasi dapat menstimulasi vaskularisasi pilosebaseus serta
merekrut netrofil dan makrofag menuju folikel sehingga lesi inflamasi
seperti papul dan pustul dapat terbentuk (Al-Shobaili, 2014). Papul dan
pustul akan berkembang menjadi nodul dan kista jika keadaan inflamasi
terus berlanjut (Tuchayi et al., 2015) (Gambar 2.10).
11
Gambar 2.10 Lesi inflamasi; (A) Papul (B) Pustul (C) Nodul atau kista (Tuchayi et al.,
2015)
baik, tetapi realibilitasnya tidak dapat dibuktikan dan sangat lemah. Selain
itu, skala ini tidak dapat membedakan lesi inflamasi dan non inflamasi.
(Ministry of Health Malaysia, 2012; Agnew et al., 2016).
Gambar 2.11 Lesi AV, A. Akne vulgaris lesi komedo, panah atas komedo putih, panah
bawah komedo hitam; B. Akne vulgaris papul dan pustule; C. Akne vulgaris nodulokistik
(Wolff et al., 2017)
14
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis AV dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Akne vulgaris sering mengenai usia remaja, namun dapat
juga terjadi pada usia prapubertas dan dewasa. Berbagai faktor risiko AV
seperti diet, stres, IMT, dan riwayat gangguan hormon androgen perlu
ditelusuri. Umumnya pasien mengeluh wajah sering berminyak dan tidak
merasa nyeri atau gatal, tetapi beberapa kasus dijumpai gatal ringan
(Perdoski, 2017). Pada pemeriksaan, ditemukan lesi polimorfik berupa
pustul, papul, komedo, nodus, dan kista dan dapat juga berupa
hiperpigmentasi atau jaringan parut. Penegakan diagnosis AV tidak
memerlukan pemeriksaan penunjang, tetapi beberapa pemeriksaan
penunjang seperti histopatologi, mikrobiologi, dan dermatoskopi terkadang
diperlukan untuk menemukan penyebab AV (Perdoski, 2016; Titus S,
2012).
2.1.9 Prognosis
Akne vulgaris bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa,
tetapi memiliki dampak psikologis pada pasien. Akne vulgaris umumnya
dapat sembuh sendiri. Komplikasi yang mungkin timbul saat AV dan paska
AV akan meningkat seiring dengan peningkatan derajat keparahan AV
(Behnam et al., 2013).
2.1.10 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat AV, antara lain
jaringan parut/skar, hiperpigmentasi, anoreksia, depresi, dan penurunan
kualitas hidup
1) Jaringan parut/skar
Sekitar 22% pasien AV akan mengalami skar terutama yang memiliki
lesi nodul, pustul, dan papul. Peningkatan akumulasi kolagen pada dermal
akan menyebabkan jaringan parut. Jaringan parut akibat AV paling sering
(81,8%) mengenai daerah pipi (Layton, Thiboutot dan Bettoli, 2016;
Lauermann et al., 2016).
2) Hiperpigmentasi
Hiperpigmentasi sering terjadi setelah lesi inflamasi AV menghilang,
terutama pada kulit yang tergolong fitzpatrick tipe IV-VI. Hiperpigmentasi
disebabkan stimulasi melanosit oleh reaksi inflamasi selama AV.
Hiperpigmentasi dapat sembuh sendiri, tetapi pada beberapa kasus dapat
permanen (Layton, Thiboutot and Bettoli, 2016).
3) Anoreksia
Pasien AV, terutama remaja, sering melakukan pembatasan makan
secara ekstrem untuk menangani AV. Pembatasan makan secara ekstrem ini
menyebabkan pasien AV rentan mengalami anoreksia (Layton, Thiboutot
dan Bettoli, 2016).
4) Depresi
17
2.2.1 Epidemiologi
Prevalensi individu dengan IMT yang melebihi nilai normal terus
mengalami peningkatan secara global (The GBD 2015 Obesity
Collaborators, 2017). Sejak tahun 1980 – 2013, prevalensi obesitas dan
berat badan berlebih meningkat sekitar 27,5% pada orang dewasa (usia > 20
tahun) dan 47,1% pada anak (usia 2-19 tahun) (Ng et al., 2014).
Berdasarkan Riskedas tahun 2013, prevalensi berat badan berlebih dan
obesitas penduduk dewasa Indonesia (usia >18 tahun) sekitar 13,5% dan
15,4%. Sekitar 32,9% wanita dewasa di Indonesia mengalami obesitas, naik
18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%)
(LitBang Kemenkes RI, 2013). Prevalensi obesitas di Provinsi Bengkulu
pada 2013 adalah 24,3%. Prevalensi obesitas tertinggi di Kota Bengkulu
(37,4%) (Syaripuddin, 2013).
18
2.2.2 Klasifikasi
Interpretasi data yang didapatkan dari pengukuran IMT dibedakan
berdasarkan pasien yang diperiksa (Tarigan and Utami, 2017). Klasifikasi
IMT untuk Asia-Pasifik usia > 20 tahun digolongkan sebagai berikut
Interpretasi IMT usia 2-20 tahun dibedakan berdasarkan usia dan jenis
kelamin orang yang diperiksa. Nilai IMT diperoleh melalui cara yang sama
dengan nilai IMT orang dewasa. Setelah nilai IMT didapat, nilai IMT akan
dimasukkan ke dalam kurva centers for disease control and prevention
(CDC) BMI for age yang sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Kurva CDC
direkomendasikan untuk menginterpretasikan nilai IMT anak dan remaja
usia 2-20 tahun (Tabel 2.7) (Mahan and Raymond, 2017).
Tabel 2.3 Interpretasi IMT menggunakan kurva CDC BMI for age
No Nilai IMT Interpretasi
1 < persentil 5 berat badan kurang
2 Persentil 5 - < persentil 85 berat badan normal
3 Persentil 85 - < persentil 95 berat badan lebih
4 ≥ persentil 95 obesitas
Mahan dan Raymond, 2017
Gambar 2.13 Mekanisme IMT meningkatkan androgen (Huang-Doran and Franks, 2016)
1) Hiperandrogen
dan asam oleat. Kedua asam lemak ini berperan dalam proses penempelan
P. acne dan meningkatkan ekspresi lipase P. acne. Karena itu, peningkatan
produksi asam oleat sangat mempengaruhi pertumbuhan P. acne berlebih
dan meningkatkan jumlah asam lemak bebas dalam sebum. Kedua hal
tersebut menyebabkan reaksi inflamasi sehingga terjadi AV. Selain itu,
mTORC1 juga dapat meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS)
yang menyebabkan reaksi inflamasi semakin berat (Gambar 2.17) (Melnik,
2018).
3) Peningkatan hormon leptin
Leptin merupakan sitokin yang dihasilkan adiposit dan sebosit.
Peningkatan produksi leptin oleh sebosit dipengaruhi mTORC1 dan P. acne
melalui perangsangan pada gen leptin. Sebaliknya, leptin juga dapat
meningkatkan mTORC1 melalui jalur janus kinase (JAK) 2 setelah
menempel pada reseptor leptin (LERP) di sebosit (Melnik, 2016).
24
25
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Pada penelitian ini, data
disajikan dalam bentuk diagram, tabel dan teks yang bersifat naratif.
c. Verifikasi Data
Dari hasil reduksi dan penyajian data maka dilakukan penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Beberapa data juga dilakukan analisis
menggunakan meta analisis. Meta analisis menggunakan kriteria inklusi
yang longgar. Studi yang diikutkan dalam meta analisis minimal
melaporkan koefisien korelasi dan besar sampel. Desain studi tidak
dipertimbangkan dalam kriteria. Meta analisis mengguankan fixed effect
analysis jika subjek homogen, sedangkan meta analisis mengguankan
random effect analysis jika subjek heterogen. Meta analisis dilakukan
dengan mengguankan aplikasi comprehensive meta analysis (CMA) versi 3
(Borenstein et al., 2010).
30
31
Sas
1. Apakah kriteria untuk menjadi subjek didefinisikan
V
dengan jelas?
2. Apakah subyek penelitian dan pengaturannya dijelaskan
V
secara rinci?
3. Apakah variabel bebas diukur dengan cara yang valid
V
dan dapat diandalkan?
4. Apakah objektif, kriteria standar digunakan untuk
V
pengukuran kondisi subjek?
5. Apakah faktor perancu diidentifikasi? X
6. Apakah strategi untuk menangani faktor perancu
X
dinyatakan?
7. Apakah hasil diukur dengan cara yang valid dan dapat
V
diandalkan?
8. Apakah analisis statistik yang sesuai digunakan? V
34
Kara
Alan
1. Apakah kelompok-kelompok itu sebanding selain dengan V V
adanya penyakit dalam kasus-kasus atau tidak adanya
penyakit dalam kelompok kontrol?
2. Apakah case dan kontrol dicocokan secara tepat? V V
3. Apakah kriteria yang digunakan untuk identifikasi kasus V V
dan kontrol sama?
4. Apakah paparan diukur dengan cara standar, valid, dan V V
dapat diandalkan?
5. Apakah paparan diukur dengan cara yang sama untuk V V
kasus dan kontrol?
6. Apakah faktor perancu diidentifikasi? X X
7. Apakah strategi untuk menangani faktor perancu X X
dinyatakan?
8. Apakah hasil dinilai dengan cara standar, valid, dan andal V V
untuk kasus dan kontrol?
9. Apakah periode paparan cukup lama untuk menjadi N N
bermakna
10. Apakah analisis statistik yang sesuai digunakan? V V
Penelitian ini merupakan TKS yang mengadopsi konsep Cook dan West
untuk menganalisis pengaruh stres dan IMT terhadap derajat keparahan AV
serta membandingkan pengaruh keduanya (Cook and West, 2012). Peneliti
menggunakan PubMed sebagai pusat data untuk mencari literatur. Peneliti
menentukan set kata kunci bervariasi sebagai usaha mencari literatur terkait
korelasi IMT dan derajat keparahan AV. Pada penelitian ini didapatkan 3
literatur yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Ketiga literatur dilakukan
meta analisis untuk menganalisis korelasi IMT dan derajat keparahan AV.
36
keratinosit sehingga menyebabkan hipoksia duktus. Keadaan hipoksia ductus
dapat
37
37
Hasil meta analisis berbeda dengan studi meta analisis lain yang
melaporkan IMT merupakan faktor risiko utama peningkatan derajat keparahan
AV (OR 2,91) (Heng and Chew, 2020). Perbedaan hasil ini diduga disebabkan
perbedaan literatur yang disertakan dalam meta analisis. Studi tersebut
menggunakan web of science sebagai pusat data dan odd ratio sebagai
parameternya. Selain itu, literatur yang terbit >10 tahun terakhir juga disertakan
dalam analisis (Heng and Chew, 2020).
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain subjek tiap studi
yang sedikit. Meskipun begitu, studi ini menggunakan fixed effect analysis
sehingga tetap memiliki power yang kuat. Selain itu, subjek juga hanya berasal
dari Negara Eropa. Proses tinjauan literatur juga tidak melibatkan peninjau lain
namun peneliti melakukan triangulasi dengan melakukan wawancara mendalam
dengan para ahli sehingga data yang diperoleh mewakili berbagai sudut
pandang para ahli. Keterbatasan waktu menjadi salah satu alasan mengapa
penelitian ini hanya melibatkan dua orang ahli. Peneliti menyadari bahwa
semakin banyak ahli yang dilibatkan tentu akan memberikan masukan yang
lebih komprehensif. Penerapan hasil studi ini pada populasi di luar eropa perlu
kehatihatian. Studi ini juga memiliki beberapa kelebihan yakni hanya
menggunakan literatur yang terbit dalam 10 tahun terakhir.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN¸
5.1 Kesimpulan
Korelasi antara IMT dan derajat keparahan AV dilaporkan bermakna
secara statistik, tetapi secara klinis tidak
5.2 Saran
Studi TKS lanjutan mengenai korelasi IMT pada pusat data yang lebih
banyak perlu dilakukan
38
DAFTAR PUSTAKA
39
1(2), pp. 97–111. doi: 10.1002/jrsm.12.
Brooks, G. F. et al. (2012) Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi
Kedokteran. 25th edn. Jakarta: EGC.
Clarius, T. et al. (2013) ‘Impure Skin: (Not) a Problem for Mature Skin?’,
SOFW-Journal, 139, pp. 8–17.
Clark, G. W., Pope, S. M. and Jaboori, K. A. (2015) ‘Diagnosis and Treatment
of Seborrheic Dermatitis’, American Family Physician, 91(3), pp. 185–
190.
Clayton, R. W. et al. (2019) ‘Homeostasis of the sebaceous gland and
mechanisms of acne pathogenesis’, British Journal of Dermatology,
181(4), pp. 677–690. doi: 10.1111/bjd.17981.
Cook, D. A. and West, C. P. (2012) ‘medical education in review Conducting
systematic reviews in medical education : a stepwise approach’, pp.
943–952. doi: 10.1111/j.1365-2923.2012.04328.x.
Danby, F. (2015) Acne Cause and Practical Management. 1st edn. Chichester:
John Wiley & Sons.
Das, S. and Reynolds, R. V. (2014) ‘Recent Advances in Acne Pathogenesis:
Implications for Therapy’, American Journal of Clinical Dermatology.
Springer International Publishing, 15(6), pp. 479–488. doi:
10.1007/s40257-014-0099-z.
Durai, P. C. T. and Nair, D. G. (2015) ‘Acne vulgaris and quality of life among
young adults in South India.’, Indian journal of dermatology. Wolters
Kluwer -- Medknow Publications, 60(1), pp. 33–40. doi:
10.4103/0019-5154.147784.
Ebede, T. L., Arch, E. L. and Berson, D. (2009) ‘Hormonal treatment of acne in
women.’, The Journal of clinical and aesthetic dermatology, 2(12), pp.
16–22.
Goldsmith, L. A. et al. (2012) Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
8th edn. New York: McGraw-Hill Companies.
Halvorsen, J. A. et al. (2012) ‘A population-based study of acne and body mass
40
index in adolescents.’, Archives of dermatology. United States, pp.
131–132. doi: 10.1001/archderm.148.1.131.
Hay, R. J. et al. (2014) ‘The Global Burden of Skin Disease in 2010: An
Analysis of the Prevalence and Impact of Skin Conditions’, Journal of
Investigative Dermatology, 134, pp. 1527–1534. doi:
10.1038/jid.2013.446.
Heng, A. H. S. and Chew, F. T. (2020) ‘Systematic review of the epidemiology
of acne vulgaris.’, Scientific reports. England, 10(1), p. 5754. doi:
10.1038/s41598-020-62715-3.
Hidayati, N. Z. and Riyanto, P. (2017) ‘Hubungan Tingkat Stres dengan Derajat
Keparahan Akne Vulgaris (Studi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Angkatan 2012-2015)’, Jurnal
Kedokteran Diponegoro, 6(2), pp. 964–974.
Huang-Doran, I. and Franks, S. (2016) ‘Genetic Rodent Models of Obesity-
Associated Ovarian Dysfunction and Subfertility: Insights into
Polycystic Ovary Syndrome’, Frontiers in Endocrinology. Frontiers
Media SA, 7(53), pp. 1–10. doi: 10.3389/fendo.2016.00053.
Jeyaraj, K. et al. (2017) ‘A Case Report on Steroid Induced Acneiform
Eruptions’, Indian Journal of Pharmacy Practice, 10(1), pp. 65–67.
doi: 10.3109/15569527.2013.80.
Kara, Y. A. and Ozdemir, D. (2019) ‘Evaluation of food consumption in
patients with acne vulgaris and its relationship with acne severity.’,
Journal of cosmetic dermatology. England, pp. 1–5. doi:
10.1111/jocd.13255.
Lai, J. J. et al. (2012) ‘The role of androgen and androgen receptor in skin-
related disorders’, Archives of Dermatological Research, pp. 499–510.
doi: 10.1007/s00403-012-1265-x.
Lau, K. and Höger, P. H. (2013) ‘Dermatologische Probleme bei Kindern mit
Adipositas’, Bundesgesundheitsblatt Gesundheitsforschung
Gesundheitsschutz, 56(4), pp. 539–542. doi: 10.1007/s00103-012-
41
1641-x.
Lauermann, F. T. et al. (2016) ‘Acne scars in 18-year-old male adolescents: a
population-based study of prevalence and associated factors.’, Anais
brasileiros de dermatologia. Spain, 91(3), pp. 291–295. doi:
10.1590/abd1806-4841.20164405.
Layton, A. M., Thiboutot, D. and Bettoli, V. (2016) Fast Facts : Acne. 2nd edn.
Oxford: Health Press Ltd.
Lim, J. U. et al. (2017) ‘Comparison of World Health Organization and Asia-
Pacific body mass index classifications in COPD patients’,
International Journal of COPD. Dove Medical Press Ltd., 12, pp.
2465–2475. doi: 10.2147/COPD.S141295.
Lovászi, M. et al. (2017) ‘Sebaceous-immunobiology is orchestrated by sebum
lipids’, Dermato-Endocrinology. Informa UK Limited, 9(1), p.
e1375636. doi: 10.1080/19381980.2017.1375636.
Lu, L. Y. et al. (2017) ‘Obese/overweight and the risk of acne vulgaris in
Chinese adolescents and young adults’, Hong Kong J. Dermatol.
Venereol, 25, pp. 5–12.
Lynn, D. D. et al. (2016) ‘The epidemiology of acne vulgaris in late
adolescence’, Adolescent Health, Medicine and Therapeutics, 7, pp.
13–25. doi: 10.2147/AHMT.S55832.
Mahan, L. K. and Raymond, J. L. (2017) Krause’s Food & The Nutrition Care
Process. 14th edn. Missouri: Elsevier.
Makrantonaki, E., Ganceviciene, R. and Zouboulis, C. (2011) ‘An update on
the role of the sebaceous gland in the pathogenesis of acne.’, Dermato-
endocrinology. United States, 3(1), pp. 41–49. doi:
10.4161/derm.3.1.13900.
Melnik, B. C. (2016) ‘Is sebocyte-derived leptin the missing link between
hyperseborrhea, ductal hypoxia, inflammation and comedogenesis in
acne vulgaris?’, Experimental Dermatology, 25(3), pp. 181–182. doi:
10.1111/exd.12917.
42
Melnik, B. C. (2018) ‘Acne vulgaris: The metabolic syndrome of the
pilosebaceous follicle.’, Clinics in dermatology. United States, 36(1),
pp. 29–40. doi: 10.1016/j.clindermatol.2017.09.006.
Ministry of Health Malaysia (2012) Management of Acne. Putrajaya: Ministry
of Health Malaysia.
Mohiuddin, A. K. (2019) ‘A Comprehensive Review of Acne Vulgaris’,
Clinical Research in Dermatology: Open Access, 6(2), pp. 1–34. doi:
10.15226/2378-1726/6/2/00186.
Moola, S. et al. (2017) ‘Chapter 7: Systematic reviews of etiology and risk’, in
Aromataris, E. and Munn, Z. (eds) Joanna Briggs Institute Reviewer’s
Manual. The Joanna Briggs Institute. Available at:
https://reviewersmanual.joannabriggs.org/.
Mukaka, M. M. (2012) ‘Statistics corner: A guide to appropriate use of
correlation coefficient in medical research’, Malawi Medical Journal,
24(3), pp. 69–71.
Nair, P. A. and Salazar, F. J. (2019) Acneiform eruptions. Treasure Island:
StatPearls Publishing. doi: 10.1136/archdischild-2012-303254.
Neupane, S., Basnet, B. and Sharma, T. D. (2018) ‘Association between Acne
and Body Mass Index: A Hospital Based Cross Sectional Study’,
Nepal Journal of Dermatology, Venereology & Leprology. Nepal
Journals Online (JOL), 16(1), pp. 53–56. doi:
10.3126/njdvl.v16i1.19408.
Ng, M. et al. (2014) ‘Global, regional, and national prevalence of overweight
and obesity in children and adults during 1980-2013: a systematic
analysis for the Global Burden of Disease Study 2013.’, Lancet
(London, England). Europe PMC Funders, 384(9945), pp. 766–81.
doi: 10.1016/S0140-6736(14)60460-8.
Oge’, L. K., Muncie, H. L. and Phillips-Savoy, A. R. (2015) ‘Rosacea:
Diagnosis and Treatment’, American Family Physician, 92(3), pp.
187–198.
43
Park, S. Y. et al. (2015) ‘Epidemiology and risk factors of childhood acne in
Korea: a cross-sectional community based study.’, Clinical and
experimental dermatology. England, 40(8), pp. 844–850. doi:
10.1111/ced.12686.
Perdoski (2016) Pedoman tata laksana akne di Indonesia. 2nd edn. Edited by S.
M. Wasitaatmadja et al. Jakarta: Perdoski.
Perdoski (2017) Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin Di Indonesia. 1st edn, Perdoski. 1st edn. Jakarta: Perdoski.
doi: 10.1021/jo900140t.
Perkins, A. C. et al. (2011) ‘Comparison of the epidemiology of acne vulgaris
among Caucasian, Asian, Continental Indian and African American
women’, Journal of the European Academy of Dermatology and
Venereology, 25, pp. 1054–1060. doi: 10.1111/j.1468-
3083.2010.03919.x.
Purwaningdyah, R. A. K. and Jusuf, N. K. (2013) ‘Profil Penderita Akne
Vulgaris pada Siswa-Siswi di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan’, e-
jurnal Fakultas Kedokteran USU, 1(1), pp. 1–8.
Sari, M. M. and Yenny, S. W. (2017) ‘Peranan Leptin pada Penyakit Kulit’,
CDK, 44(6), pp. 427–430.
Sas, K. and Reich, A. (2019) ‘High Body Mass Index is a Risk Factor for Acne
Severity in Adolescents: A Preliminary Report.’, Acta
dermatovenerologica Croatica : ADC. Croatia, 27(2), pp. 81–85.
Seleit, I. et al. (2014) ‘Body mass index, selected dietary factors, and acne
severity: are they related to in situ expression of insulin-like growth
factor-1?’, Analytical and quantitative cytopathology and
histopathology. United States, 36(5), pp. 267–278.
Shipman, A. R. and Millington, G. W. M. (2011) ‘Obesity and the skin’, British
Journal of Dermatology, 165(4), pp. 743–750. doi: 10.1111/j.1365-
2133.2011.10393.x.
Sitohang, I. B. and Wasitatmadja, S. M. (2016) ‘Akne Vulgaris’, in Menaldi, S.
44
L. S., Bramono, K., and Indriatmi, W. (eds) Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 7th edn. jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, pp. 288–292.
Skroza, N. et al. (2018) ‘Adult acne versus adolescent acne: A retrospective
study of 1,167 Patients’, Journal of Clinical and Aesthetic
Dermatology, 11(1), pp. 21–25.
Suh, D. H. et al. (2011) ‘A multicenter epidemiological study of acne vulgaris
in Korea.’, International journal of dermatology. England, 50(6), pp.
673–681. doi: 10.1111/j.1365-4632.2010.04726.x.
Sutaria, A. H. and Schlessinger, J. (2018) Acne Vulgaris, StatPearls. Treasure
Island: StatPearls Publishing.
Syaripuddin, M. (2013) Riskesdas Dalam Angka Provinsi Bengkulu 2013.
Edited by dede anwar Musadad, Inswiasri, and S. Herman. Jakarta:
Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.
Tan, J. K. L. and Bhate, K. (2015) ‘A global perspective on the epidemiology
of acne.’, The British journal of dermatology. England, 172 Suppl, pp.
3–12. doi: 10.1111/bjd.13462.
Tanghetti, E. A. (2013) ‘The Role of Inflammation in the Pathology of Acne’, J
Clin Aesthet Dermatol, 6(9), pp. 27–35.
Tarigan, T. J. E. and Utami, Y. (2017) ‘Penilaian Status Gizi’, in Setiati, S. et
al. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th edn. Jakarta: Interna
Publishing.
The GBD 2015 Obesity Collaborators (2017) ‘Health Effects of Overweight
and Obesity in 195 Countries over 25 Years’, New England Journal of
Medicine. Massachusetts Medical Society, 377(1), pp. 13–27. doi:
10.1056/NEJMoa1614362.
Toda-Brito, H., Aranha, J. M. P. and Tavares, E. S. (2017) ‘Lupus miliaris
disseminatus faciei’, Anais Brasileiros de Dermatologia. Sociedade
Brasileira de Dermatologia, 92(6), pp. 851–853. doi:
45
10.1590/abd1806-4841.20174534.
Tolaymat, L. and Hall, M. R. (2019) Perioral Dermatitis. Treasure Island:
StatPearls Publishing.
Tuchayi, S. M. et al. (2015) ‘Acne vulgaris’, Nature reviews. Disease primers,
1, pp. 1–20. doi: 10.1038/nrdp.2015.29.
Uhlenhake, E., Yentzer, B. A. and Feldman, S. R. (2010) ‘Acne vulgaris and
depression: a retrospective examination.’, Journal of cosmetic
dermatology. England, 9(1), pp. 59–63. doi: 10.1111/j.1473-
2165.2010.00478.x.
Wolff, K. et al. (2017) Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 8th edn. New York: McGraw-Hill Education.
Wulan, I. G. A. K., Hidayati, A. N. and Sukanto, H. (2016) ‘Profil Kadar
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) Serum pada Pasien Akne
Vulgaris’, Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 28(2), pp. 26–
34.
Yang, C.-C. et al. (2016) ‘Inflammatory facial acne during uncomplicated
pregnancy and post-partum in adult women: a preliminary hospital-
based prospective observational study of 35 cases from Taiwan.’,
Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology :
JEADV. England, 30(10), pp. 1787–1789. doi: 10.1111/jdv.13667.
Zari, S. and Alrahmani, D. (2017) ‘The association between stress and acne
among female medical students in Jeddah, Saudi Arabia.’, Clinical,
cosmetic and investigational dermatology. New Zealand, 10, pp. 503–
506. doi: 10.2147/CCID.S148499.
Zhou, X. and Li, Y. (2015) ‘Subgingival Microbes’, in Atlas of Oral
Microbiology. London: Elsevier, pp. 67–93. doi: 10.1016/b978-0-12-
802234-4.00004-5.
Zohra, F. et al. (2017) ‘Evaluation of Severity in Patients of Acne Vulgaris by
Global Acne Grading System in Bangladesh’, Clinical Pathology &
Research Journal, 1(1), pp. 1–5.
46
47