Anda di halaman 1dari 58

EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

PENGGUNAAN OBAT PADA PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS


LAPANDEWA KABUPATEN BUTON SELATAN

WA ODE YUNIAR KASI


PBC 180028

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK BAUBAU
2021
EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PASIEN TERHADAP
PENGGUNAAN OBAT PADA PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS
LAPANDEWA KABUPATEN BUTON SELATAN

WA ODE YUNIAR KASI

Karya Tulis Ilmiah


sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Farmasi
pada
Program Studi DIII Farmasi

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK BAUBAU
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu


segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya tulis ilmiah ini
dengan judul ’’Evaluasi Tingkat Kepatuhan Pasien Terhadap Penggunaan Obat
Pada Penderita ISPA di Puskesmas Lapandewa Kabupaten Buton Selatan’’. Untuk
memenuhi syarat agar mencapai gelar Ahli Madya Farmasi pada Program Studi
Diploma Tiga Farmasi Politeknik Baubau.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyapaikan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada :

1. Orang tua tercinta, ayahanda La Ode Jaudu dan Ibunda Muliati yang telah
memberikan segala doa, nasihat, dukungan moril maupun materi selama
menempuh pendidikan hingga ditahap akhir penyusunan karya tulis ilmiah
ini.
2. Bapak Muh. Risal Tawil, SKM.,M.Kes selaku Ketua Yayasan Kesehatan
Nasional Kota Baubau.
3. Bapak Sapril, SKM.,M.Sc selaku direktur Politeknik Baubau.
4. Bapak Asriadi, SKM.,M.Kes selaku Ketua Jurusan Kesehatan Politeknik
Baubau.
5. Bapak Muhammad Tasjiddin Teheni, S.Si.,M.Si selaku Ketua Program Studi
Diploma Tiga Farmasi Politeknik Baubau.
6. Ibu Apt. Wa Ode Syafriah, S.Farm.,M.Si selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu dan
pikirannya dalam membimbing penulis sejak awal perencanaan penelitian
hingga selesainya dalam penyusunan karya tulis ilmiah.
7. Ibu Evi Mustiqawati, S.Si.,M.Biomed selaku pembimbing II yang telah
banyak memberikan bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu dan
pikirannya dalam membimbingi penulis sejak awal perencanaan penelitian
hingga selesainya dalam penyusunan karya tulis ilmiah.
8. Ibu Apt. Sri Yolandari, S.Si.,M.Si selaku penguji yang telah banyak
memberikan penulis bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu dan
pikirannya dalam membimbing benulis.
9. Bapak La Igu, SKM selaku Kepala Puskesmas Lapandewa yang telah
memberikan kesempatan kepada saya sehingga dapat meksanakan penelitian
di Puskesmas Lapandewa dengan baik dan lancer.
10. Bapak/Ibu dosen Program Studi Diploma Tiga Farmasi Politeknik Baubau
yang dengan tulus berbagi ilmu dan pengetahuan serta pengalamannya
sehingga dapat di jadikan bekal dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
11. Kepada sahabat saya Aktaniar yang selalu medukung, membantu, dan selalu
ada buat saya.
12. Semua rekan-rekan mahasiswa Program Studi Diploma Tiga Farmasi
Politeknik Baubau angkatan 2018 yang telah memberikan dukungan satu
sama lain selama proses penyusunan smoga sukses selalu buat kita semua dan
jangan berhenti sampai disini teruslah berjuang.
13. Bagi orang-orang yang tidak sempat disebutkan dalam lembaran yang singkat
ini kiranya mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT atas segala
bantuan dan kebaikan yang telah di berikan kepada saya selama ini.

Terima kasih atas semua bantuan, semoga menjadi amal saleh bagi kita
semua aminn. Penulis menyadari bahwa barya tulis ilmiah ini masih
memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan karya
tulis ilimiah ini. Smoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk
perkembangan ilmu pengetahuan.

Baubau, Oktober 2021

Wa Ode Yuniar Kasi


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampal

Halaman Judul ..................................................................................................... i

Pernyataan Persetujuan Karya Ilmiah.................................................................. ii

Halaman Penggesehan......................................................................................... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Penelitian............................................................ iv

Kata Pengantar..................................................................................................... v

Daftar Isi ............................................................................................................. viii

Daftar Tabel......................................................................................................... x

Daftar Gambar.................................................................................................... xi

Daftar Lampiran.................................................................................................. xii

Daftar Istila/Singkatan........................................................................................ xiii

Abstrak................................................................................................................ xv

Abstrack.............................................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Penilitian................................................................................. 2
D. Manfaat Penilitian.................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS......................................................................... 4

A. Landasan Teori................................................................................... 4
B. Kerangka Konsep............................................................................... 18
C. Dasar Pemikiran................................................................................. 18
D. Definisi Operasional.......................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 21

A. Jenis Penelitian................................................................................... 21
B. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 21
C. Populasi dan Sampel.......................................................................... 21
D. Teknik Pengumpulan Data................................................................. 23
E. Teknik Analisis Data.......................................................................... 24
F. Penyajian Data.................................................................................... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................... 26

A. Deskripsi Lokasi Penelitian.............................................................. 26


B. Hasil Penelitian................................................................................ 26
C. Pembahasan..................................................................................... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 36

A. Kesimpulan...................................................................................... 36
B. Saran................................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA

JADWAL PENELITIAN

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Karakteristik Jenis Kelamin.............................................................. 27

Tabel 1.2 Karakteristik Diagnosa...................................................................... 28

Tabel 1.3 Karakteristik Jenis Penggunaan Obat................................................ 29

Tabel 1.4 Karakteristik Kepatuhan.................................................................... 30


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram Lingkar Jenis Kelamin..................................................... 28

Gambar 1.2 Diagram Batang Jenis Penggunaan Obat........................................ 30

Gambar 1.3 Diagram Batang Tingkat Kepatuhan Pasien................................... 31


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01 Prosedur Penelitian

Lampiran 02 Kuesioner

Lampiran 03 Surat Izin Penganbilan Data

Lampiran 04 Surat Izin Selesai Penelitian

Lampiran 05 Dokumentasi
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

Antibiotik : ialah kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi dan

mencegah infeksi bakteri.

Ekslusi : dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak

memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.

Inklusi : karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target atau

kriteria yang dapat diambil sebagai sampel.

Puskesmas : pusat kesehatan masyarakat.

WHO : world Health Orgsnization

ISPA : infeksi saluran pernapasan akut.

Deskriptif : metode penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran atau

mendeskripsikan suatu keadaan secara obyektif.

MMAS-8 : The-8 item Medication Adherence Scale.

Dikotomi : bersifat memaksa antara ya dan tidak.

Likert : dapat mengekspresikan perasaan responden seperti setuju, kurang

setuju, sangat setuju dan tidak setuju.

Variabel : sesuatu yang beragam yang bersifat selalu berubah-ubah.

Responden : merupakan pasien pada penelitian.

Primer : data yang langsung didapatkan dari sumber dan diberikan kepada

pengumpul data/peneliti.

Sekunder : jenis data atau sumber data yang diperoleh.


Editing : kegiatan pengecekan terhadap isian kuesioner, apakah kuesioner

sudah dapat di isi dengan lengkap, jawaban dari responden jelas,

dan antara jawaban dengan pertanyaan relevan.

Coding : kegiatan merubah data berbentuk huruf atau kalimat menjadi data

angka atau bilangan.

Entry data : melakukan entry data dari kuisioner ke paket program komputer

(program exel for windows).

Cleaning : pengecekan kembali data yang sudah ada masuk dari kemudian

adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.


ABSTRAK

WA ODE YUNIAR KASI, Evaluasi tingkat kepatuhan pasien terhadap


penggunaan obat pada penderita ISPA di Puskesmas Lapandewa Kabupaten
Buton Selatan dengan metode deskriptif. Dibimbingi oleh Wa Ode Syafriah dan
Evi Mustiqawati.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien terhadap


penggunaan obat pada penderita ISPA di Puskesmas Lapandewa dengan metode
deskriptif. Dengan kriteria inklusi pasien ISPA di Puskesmas Lapandewa pada
bulan januari-juni 2021 yang mendapatkan pengobatan di Puskesmas Lapandewa
dan bersedia menjadi responden dan berkomunikasi dengan baik. Penelitian ini
menggunakan analisis MMAS-8 untuk mengukur tingkat kepatuhan pasien. Yaitu
tingkat kepatuhan tinggi 8,11% (n=3), kepatuhan sedang 40,54% (n=15), dan
kepatuhan rendah 51,35% (n=19). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa
kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat ISPA di Puskesmas Lapandewa agar
selalu rutin mengosumsi obat yang di berikan untuk mencegah terjadinya infeksi
paru-paru.

Kata kunci : kepatuhan, ISPA, MMAS-8 Puskesmas.


ABSTRACK

WA ODE YUNIAR KASI, Evaluation of the level of patient compliance with


drug use in patients with ISPA the LApandewa Kabupaten Buton Selatan. With
descriptive method. Supervised by Wa Ode Syafriah and Evi Mustiqawati.

This study aims to determine the level of patient compliance with the use of drugs
in patients with ISPA the Lapandewa Health Center with a descriptive method.
With the inclusion criteria of ISPA patients at the Lapandewa Center in January-
juny 2021 who received treatment at the Lapandewa Health Center and were
willing to be respondents and communicate well. This study uses MMAS-8
analysis to measure the level of patients compliance, namely high adherence
8,11% (n=3), moderate adherence 40,54% (n=15), and low adherence 51,35 %
(n=19). These results indicate that patient compliance with the use of ISPA drugs
at the Lapandewa Health Center is still low, so it is necessary to increase
anwarences to patients so that they always routinely take the drugs given to
prevent lung infections

Keyword : ISPA, MMAS-8 Puskesmas


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara dengan iklin tropis sebagai daerah

tropis, Indonesia memiliki potensi menjadi daerah endemik dari berbagai

penyakit ingfeksi yang dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat

setiap saat. Salah satu penyakit infeksi itu adalah infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA) (Daroham dan Mutiatikum, 2009).

Penyakit ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas

Penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA

setiap tahunya. Bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia mempunyai mortalitas

yang paling tinggi, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita

rendah dan menengah (WHO, 2007).

Infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyakit yang umum

terjadi pada masyarakat. Infeksi ini terbagi berdasarkan wilayah yaitu infeksi

saluran pernapasan akut atas dan infeksi saluran pernafasan akut bawah.

Infeksi saluran pernafasan bagian atas meliputi influenza , rhinitis, sinusitis,

faringitis, laryngitis, epiglotitis, tonsillitis dan otitis. Penyakit ini sebagian

besar disebabkan oleh virus akan tetapi antibiotik banyak diresepkan untuk

mengatasi infeksi ini. Sedangkan pengobatan yang menggunakan antibiotik

ditunjukan untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Departemen

Kesehatan RI, 2005).


Data Puskesmas Lapandewa tahun 2019 jumlah penderita penyakit

ISPA yaitu 40 orang dan pada tahun 2020 jumla penderita penyakit ISPA

yaitu 65 orang. Kemudian pada tahun 2021 periode januari-juni jumlah pasien

penderita penyakit ISPA 129 orang. Dan yang mempunyai komplikasi

penyakit dengan ISPA yaitu 89 orang sedangkan yang mempunyai penyakit

ISPA tanpa kompilasi yaitu 40 orang (Data Puskesmas Lapandewa, 2021).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitan dengan evaluasi tingkat kepatuhan pasien terhadap

penggunaan obat pada penderita ISPA di Puskesmas Lapandewa Kabupaten

Buton Selatan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana tingkat

kepatuhan pasien dalam meminum obat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepatuhan

pasien dewasa terhadap menggunaan obat ISPA di Puskesmas Lapandewa

Kabupaten Buton Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Sebagai sumber data atau informasi dan bahan acuan yang di

harapkan bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan untuk melakukan

penelitian yang lebih lanjut.


2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini merupakan informasi bagi pihak Puskesmas

untuk menentukan kebijakan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan pasien mengenai kepatuhan meminum obat.

3. Manfaat Praktis

Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam rangka

menambah wawasan serta mengembangkan diri khususnya dalam bidang

penelitian.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis

Infeksi saluran pernafasan AKUT (ISPA) merupakan saluran penyakit

pernapasan bagian atas atau bawah yang menimbulkan berbagai spektrun

penyakit dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang

parah dan mematikan, tergantung pada pathogen penyebapnya yaitu faktor

linkungan, dan faktor pejamu (faktor yang terdapat pada manusia yang dapat

mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit). Penyakit ISPA biasanya

menular (WHO, 2007).

Berdasarkan teori gejala atau menifestasi klinis pada penyakit

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) ditemukan bahwa gejala utama yang

sering ditemukan adalah demam, batuk, dan influenza. Gejala umumnya

terlihat sekitar 1-3 hari setelah penularan dari batuk yang mengandung virus.

Tanda dan gejalanya yaitu hidung tersumbat dan berair, sakit tenggorokan,

batuk, sakit kepala yang ringan, bersin-bersin, mata berair, sedikit demam

atau tidak ada demam (dewasa : <390C, anak-anak : <380C) dan merasa

sedikit lelah (Maula, 2016).

Faktor yang mempengaruhi timbulnya kejadian ISPA antara lain

adalah faktor demografi yang terdiri dari tiga aspek yaitu usia, jenis kelamin,

dan pendidikan. Serta faktor biologis yang terdiri dari dua aspek yaitu status

gizi dan kondisi rumah (Notoadmojo, 2007). Syarat rumah sehat meliputi

bahan bangunan yang terdiri dari jenis lantai, dinding, atap, tiang rumah,
ventilasi, pencahayaan, serta faktor populasi yang terdiri dari dua aspek yaitu

cerobong asap dan kebiasaan merokok (Suhandayani, 2007). Faktor lain yang

dapat menyebabkan ISPA yaitu adanya pencemaran udara. Pencemaran udara

adalah masuk atau di masukkannya zat energi atau komponen lain kedalam

udara ambient oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu udara

yang telah di tetapkan. Pencemaran udara akibat kebakaran hutan, gas buang

dari transportasi dan industri, asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga,

dan asap obat nyamuk bakar juga merupakan ancaman kesehatan lingkungan

yang merupakan penyebab terjadinya ISPA (Depkes RI, 2009).

Terapi ISPA yang di sebabkan oleh virus seperti selesma dan

influenza tidak berespon terhadap pemberian antibiotik dan dapat sembuh

dengan sendirinya. Sementara itu ISPA yang di sebabkan oleh bakteri seperti

faringitis atau tonsillitis akut karena streptokokus harus di obati

menggunakan antibiotik untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah

terjadinya infeksi lanjutan (Setiabudi, 2007).

Pengobatan ISPA menggunakan antibiotik sering di berikan tanpa di

dahului dengan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan terhadap

mikroorganisme penginfeksi. Pada dasarnya asas penggunaan antibiotik

secara rasional adalah pemilihan antibiotik yang selektif terhadap

mikroorganisme penginfeksian dan efektif memusnahkan mikroogranisme

penginfeksian. Tetapi akibat dari pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat

menimbulkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik ini di akibatkan karena


bakteri dapat beradaptasi pada lingkungannya dengan cara mengubah sistem

enzim atau dinding selnya menjadi resisten terhadap antibiotik (Karch, 2011).

Selain itu dampak dari penyalahgunaan pemberian antibiotik dapat

menimbulkan kegagalan terapi, superinfeksi (infeksi yang lebih parah),

meningkatnya resiko kematian, peningkatan efek samping, resiko terjadinya

komplikasi penyakit, peningkatan resiko penularan penyakit, peresepan obat

yang tidak di perlukan, dan peningkatan biaya pengobatan (Llor and Bjerrum,

2014).

Perencanaan terapi menggunakan antibiotik dan pengontrol

penyebaran resistensi bakteri merupakan salah satu cara untuk mencegah

terjadinya resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik. Penggunaan antibiotik

dalam jangka waktu yang lama, pemberian antibiotik baru yang berlebihan,

sanitasi yang buruk, dan pemahaman pasien yang salah terhadap antibiotik

merupakan faktor yang mempermudah terjadinya resistensi klinik (Black and

Hawks, 2009).

Untuk mencegah peningkatan bakteri yang resistensinya dengan cara

mengoptimalkan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of

antibiotic). Prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dapat di dasarkan pada

bentuk terapinya (terapi empiris atau definitif). Terapi empiris di gunakan

apabila belum di ketahui jenis bakteri penginfeksi. Tujuan pemberian

antibiotik pada terapi empiris di gunakan untuk eradikasi atau penghambatan

pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi sebelum di ketahui hasil

mikrobiologi. Pemilihan antibiotik pada terapi ini di dasarkan pada tanda


klinis yang mengarah pada bakteri tertentu penyebab utama terjadinya suatu

infeksi. Sedangkan terapi definitive di gunakan untuk infeksi yang sudah di

ketahui bakteri penginfeksi dan pola resistensinya. Tujuan pemberian

antibiotik pada terapi definitive adalah eradikasi dan penghambatan

pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi berdasarkan hasil

pemeriksaan mikrobiologi (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Obat-obat yang di gunakan pada penyakit ISPA secara umum

menggunakan terapi non-farmakologis, terapi farmakologis, dan terapi

antibiotik diantaranya yaitu (Depkes, RI, 2005) :

1. Terapi non-farmakologis

Penyebab ISPA umumnya adalah virus sehingga terapi biasanya

hanya bersifat suportif yaitu :

a. Memperbanyak minum

Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat

menurunkan sekresi mukosa dan menggantikan kehilangan cairan.

Selain itu minuman air putih serta jus di laporkan dapat meningkatkan

sistem imun.

b. Kompres hangat

Perlakuan kompres hangat pada daerah wajah untuk membuat

pernapasan lebih nyaman. Mengurai kongesti, dan membuat drainase

lebih baik pada rhinosinusitis.


2. Terapi farmakologis

a. Terapi simptomatik

Terapi simptomatik, dimana dekongestan oral atau topikal

dapat membantu mengurangi keluhan pada pasien dengan rhinorrhea.

Sebaiknya dekongestan diberikan pada anak di atas 2 tahun karena

mempunyai efek samping seperti gelisah, palpitasi, dan takikardia.

Dekongestan topikal seperti fenilepinefrin atau axymetazoline lebih

banyak di pakai dan sebaiknya digunakan 3-4 hari untuk menghindari

efek rebound. Antihistamin oral generasi satu di nilai memiliki efek

antikolinergik sehingga dapat digunakan untuk mengurangi rhinorrhea

dan bersin. Antihistamin yang biasa di gunakan adalah

chlorpeniramine maleat atau diphenhydramine.

Guaifenesin adalah mukolitik yang berfungsi untuk

mengurangi sekresi nasofaring. Guaifenesin dapat di nilai menurunkan

sekresi dan meningkatkan drainase pada pasien nasofaringitis atau

rhinosinusitis namun bukti kliniknya masih terbatas.

Codein merupakan obat yang sering di gunakan pada pasien

dengan keluhan batuk. Codein berperan sebagai antitusif yang bekerja

secara sentral.

b. Antiviaral

Pada pasien ISPA antiviral biasanya di perlukan dan di pakai

pada pasien influenza yang terkonfirmasi atau jika terjadi outbreak

influenza dimana manfaat lebih banyak dibandingkan resiko. Antiviral


di berikan pada pasien yang beresiko tinggi mengalami perburukan

gejala. Misalnya pada pasien yang sedang hamil, bayi usia <6 bulan,

pasien usia >65 tahun, pasien immunocompromised, dan pasien

dengan morbid obesitas. Regimen yang bisa di gunakan adalah

oseltamivir 2 x 75 mg hingga maksimal 10 hari.

3. Terapi antibiotik

Antibiotik adalah zat kimia yang di hasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini

yang di buat semisintetis juga termaksud kelompok ini begitu pula semua

senyawa sintesis dengan khasiat anti bakteri.

Sebelum memulai terapi dengan antibiotik sangat penting untuk

dipastikan apakah infeksi benar-benar ada. Hal ini di sebabkan ada

beberapa kondisi penyakit maupun obat yang dapat di berikan gejala/tanda

yang mirip dengan infeksi. Selain itu pemakaian antibiotik tanpa di dasari

bukti infeksi dapat menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun

potensi reaksi obat berlawanan (RBO) yang di alami pasien. Bukti infeksi

dapat berupa adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis, inflamasi

di tempat infeksi, produksi infiltrat dari tempat infeksi, maupun hasil

kultur. Kultur perlu di laksanakan pada infeksi berat, infeksi kronik yang

tidak memberikan respon terhadap terapi sebelumnya, pasien

immunocompromised, infeksi yang menghasilkan komplikasi yang

mengancam nyawa.
Golongan antibiotik yang di gunakan pada pasien ISPA :

1. Penicilin

Penicilin merupakan derifat β-laktam tertua yang memiliki aksi

bakterisidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel

bakteri. Masalah resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnnya

terobosan dengan di temukannya derivat penicilin seperti methicilin,

fenoksimetil penicilin yang dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang

memiliki aksi terhadap pseudomonas sp. Namun hanya

fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih di kenal

dengan nama penicilin V.

Spektrum aktivitas dari fenoksimetil penicilin meliputi terhadap

Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang

kurang kuat terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri

Gram negatif sama sekali tidak memiliki. Antibiotika ini diabsorpsi

sekitar 60-73%, di distribusikan hingga kecairan ASI sehingga waspada

pemberian pada ibu menyusui. Antibiotika ini memiliki waktu paruh 30

menit, namun memanjang pada pasien dengan gagal ginjal berat

maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg setiap 6 jam.

Terobosan lain terhadap penicilin adalah dengan lahirnya derivat

penicilin yang berspektrum luas seperti golongan aminopenicilin

(amoksisilin) yang mencakup E. Coli, Streptococus pygogenes,

Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenza, Neisseria

gonorrhoeae. Penambahan gugus β-laktamase inhibitor seperti


klavulanat memperluas cakupan hingga Staphylococcus aureus,

Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilin klavulanat

merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi

alternatif lain setelah resistensi dengan amoksisilin lain.

Profil farmakokinetik dari amoksisilin-klavulanat antara lain

bahwa absorpsi hampir komplit tidak di pengaruhi makanan. Obat ini

terdistribusi baik ke seluruh cairan tubuh dan tulang bahkan dapat

menembus blood brain barrier, namun penetrasilnya ke dalam sel mata

sangat kurang. Metabolisme obat ini terjadi di liver secara parsial.

Waktu paruh sangat bervariasi antara lain pada bayi normal 3,7 jam,

pada anak 1-2 jam, sedangkan pada dewasa dengan ginjal normal 07-

1,4 jam. Pada pasien dengan gagal ginjal berat waktu paruh memanjang

hingga 21 jam. Untuk itu perlu penyesuaian dosis, khususnya pada

pasien dengan klirens kreatinin <10 ml/menit menjadi 1x24 jam.

2. Cefalosforin

Cefalosporin merupakan derivate β-laktam yang memiliki spektrum

aktivitas bervariasi tergantung generasinya. Saat ini ada empat generasi

cefalosporin, seperti tertera pada tabel berikut :

generasi Rute pemberian Spektrum aktivitas

Peroral Parenteral

Cefaleksin Cefaleksin Staphylococcus aureus,

Streptococcus pyogenes,
Pertama Cefradin Cefazolin Streptococcus pneumoniae,

Haemophils influenza,

E.Coli, Klebsiella spp.


Cefadroksil

Cefaklor Cefamadole s.d.a. kecuali cefuroksim

Kedua Cefprozil Cefmetazole memiliki aktivitas

Cefuroksim Cefuroksim tambahan terhadap

Cefonicid Neisseria gonorrhoeae.

Cefiksim Cefiksim Staphylococcus aureus

Cefpodoksim Cefotaksim (paling kuat pada

Cefditoren Ceftriakson cefotaksim bila di banding

Ceftazidime preparat lain pada generasi

Ketiga Cefoperazone ini),

Ceftizoxime Streptococcus pyogenes,

Streptococcus pneumoniae,

Haemophils influenzae,

E.Coli, Klebsiella spp

Enterobacter spp, Serratia

marcescens.

Cefepime Staphylococcus aureus,

Cefpirome Streptococcus pyogenes,

Cefclidin Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenza,
Keempat E.Coli, Klebsiella spp,

Enterobacter spp, Serratia

marcescens.

Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktivitas yang paling

luas di antara generasinya yaitu mencakup pula Pseudominas

aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah. Cefalosporin yang memiliki

aktivitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah

cefiazidime setara dengan cefalosporin generasi keempat, namun

aksinya terhadap bakteri Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen

ini di simpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan

pseudomonos. Spektrum aktivitas generasi keempat yang sangat kuat

terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap

pseudominasaeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. Fragilis.

Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam

lain yaitu berikatan dengan penicilin protein binding (PBP) yang

terletak di dalam maupun permukaan membran sel sehingga dinding sel

bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian bakteri.

3. Aminoglikosida

Aminoglikosida adalah kelompok antibiotik yang di gunakan

untuk mengatasi infeksi yang di sebabkan oleh bakteri aerob Gram

negatif. Antibiotik ini cukup efektif dalam melawan bakteri seperti

berikut :

Amoksi-clavulanat Anak : 25-45 mg/kg/hari


Terbagi dalam 2 dosis

Dewasa : 2x875 mg.

Cefuroksim 2x500 mg

Klaritromisin Anak : 15 mg/kg/hari

Terbagi dalam 2 dosis

Dewasa : 2x250 mg

Azitromisin 1x500 mg, kemudian 1x250 mg selama

4 hari berikutnya.

Levofloxacin Dewasa : 1x250 – 500 mg

Sinusitis kronik

Amoksi-clavulanat Anak : 25-45 mg/kg/hari

Terbagi dalam 2 dosis

Dewasa : 2x875 mg

Azitromisin Anak : 10 mg/kg

Pada hari 1 di ikuti 5 mg/kg selama 4

hari berikutnya

Dewasa : 1x500 mg, kemudian 1x250

mg selama 4 hari.

Levofloxacin Dewasa : 1x250 – 500 mg

1. Antibiotika pada terapi faringitis karena Streptococcus tipe A

Lini pertama Penicilin G (untuk pasien 1x1,2 U i.m. 1 dosis

yang tidak dapat

menyelesaikan terapi oral


selama 10 hari).

Penicilin VK Anak : 2-3 x 250 10 hari

mg

Amoksisilin (Klavulanat) Anak : 3x250 10 hari

3x500 mg selama 10 hari mg

Dewasa : 3x500

mg

Lini kedua Eritromisin (untuk pasien Anak : 4x250 10 hari

alergi penicilin) mg

Dewasa : 4x500

mg

Azitromisin atau 5 hari

Klaritromisin (lihat dosis

pada sinusitis)

Cefalosporin generasi Bervariasi 10 hari

satu atau dua sesuai agen

Levofloksacin (hindari

untuk anak maupun

wanita hamil)

2. Terapi awal pada Bronkhitis

Kondisi klinik Patogen Terapi awal

Bronkhitis akut Biasanya virus Lini I : tanpa

antibiotik
Lini II : Amoksisilin,

Amoksiklav,

Makrolida

Bronkhitis kronik H.influenza, Lini I : Amoksisilin,

Moraxella Quinolon

catarrhalis, Lini II : Quinolon,

S.pneumoniae Amoksi-klav,

Azitromisin,

Kortimoksazol.

Bronkhitis kronik s.d.a,K. Pneumoniae, Lini I : Quinolon

dengan komplikasi P.aeruginosa, Gram Lini II : Ceftazidime,

(-) batang lain Cefepime

Bronkhitis kronik s.d.a. Lini I : Quinolon oral

dengan infeksi bakteri atau parenteral,

Mereponem atau

Ceftazidime/Cefepine

+ Ciprofloksasin oral

B. KerangkaKonsep
Data pasien ISPA yang terdapat di
data rekam medik

Metode deskriptif Analisis MMAS-8

Tingkat kepatuhan

C. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

1. Data pasien ISPA yang terdapat di data rekam medik yang meliputi

catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,

tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

2. Analisis MMAS-8 (The 8-item Medication Adherence Scale) setiap

pertanyaan akan diberika scoring masing-masing yaitu tujuh pertanyaan

skala dikotomi, satu pertanyaan skala likert. Dari perhitungan skor akan di

dapat tiga kategori kepatuhan yaitu untuk skor perhitungan sama dengan 8

termaksud kategori kepatuhan tinggi skor perhitungan 6 - < 8 termaksud

kepatuhan sedang dan untuk skor perhitungan ≤ 6 termaksud kepatuhan

rendah (Morisky, et al, 2008; Krousel Wood, et al, 2009; Morisky and

DiMatteo, 2011).

3. Kepatuhan penggunaan obat pada penderita ISPA adalah tindakan atau

tingkat pencapaian pasien dalam kepatuhan obat.

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


Variabel Alat ukur Indikator

- Lupa mengosumsi obat (1,2,

dan 8).

- Tidak minum obat (2 dan 5).

Kepatuhan MMAS-8 - Berhenti minum obat (3 dan 6).

- Terganggu oleh jadwal minum

obat (7).

Ket : skala 0-100%

Skala dikotomi : ya = 0 ; tidak = 1

Skala likert : tidak pernah = 4, sesekali = 3, terkadang = 2, biasanya

=1, dan setiap waktu = 0.

Penilaian skala ’’ya’’ = 0 dan ’’tidak’’ = 1 untuk pertanyaan nomor 1-

7. Sedangkan pertanyaan nomor 8 memiliki 5 poin skala likert (Morisky, et

al, 2009). Kuesioner MMAS-8 (The 8-item Medication Adherence Scale) ini

memiliki validasi dan reliabilitas yang baik dan sudah digunakan di berbagai

Negara (lee, et al, 2012 ; Chua, et al, 2013).

E. Rancangan Penelitian
Surat izin Universitas
Politeknik Baubau

Surat izin Lokasi


penelitian di Puskesmas
Lapandewa

Populasi seluruh pasien


dewasa di Puskesmas
Lapandewa

N = 40

Sampel : sebagian pasien


dewasa di Puskesmas
Lapandewa

n = 37

Pengumpulan data

MMAS-8

Hasil penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini di lakukan dengan metode deskriptif. Penelitian

deskriptif adalah suatu metode penelitian yang di lakukan untuk membuat

gambaran atau mendeskripsikan suatu keadaan secara objektif (Notoadmojo,

2010). Penelitian ini melakukan evaluasi tingkat kepatuhan pasien terhadap

penggunaan obat pada penderita ISPA di Puskesmas Lapandewa.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini di laksanakan pada bulan agustus tahun 2021

yang bertempat di Puskesmas Lapandewa, Desa Lapandewa Jaya, Dusun

Lamandila, Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton Selatan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh obyek peneliti atau obyek yang di teliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang pasien yang di

diagnosa ISPA di instalasi Rawat Jalan Puskesmas Lapandewa pada tahun

2021.

2. Sampel

Sampel yang di gunakan pada penelitian ini total untuk semua

pasien ISPA adalah sebanyak 40 orang. Sehingga sampel yang di gunakan

pada peneliti ini sebanyak (37) sampel untuk pasien dewasa ISPA sampel

ini sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (kriteria inklusi adalah

kriteria dimana subjek peneliti dapat mewakili dalam sampel sedangkan


kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek peneliti tidak dapat

mewakili sampel). Penentuan sampel peneliti menggunakan catatan

rekam medik pasien dengan kasus ISPA yang berobat di Puskesmas

Lapandewa Kabupaten Buton Selatan periode januari-juni 2021, yang

telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berikut :

a. Kriteria inklusi :

- Usia >18 tahun menurut peraturan perundang-undang rentan

umur di katakana dewasa.

- Pasien dewasa dengan diagnosa utama ISPA dengan atau tanpa

kombinasi penyakit lain.

- Pada pasien rawat jalan dan data rekam medik pasien dewasa

yang jelas terbaca dan lengkap.

- Pasien yang setuju ikut serta dalam penelitian ini.

b. Kriteria eksklusi :

- Pasien usia <18 tahun.

- Pasien ISPA dewasa dengan diagnosa ISPA dan penyakit

kombinasi lainnya.

- Data rekam medik yang tidak lengkap dan sulit di baca.

Sampel yang di ambil dari catatan rekam medik pada pasien

penderita ISPA yang telah memenuhi kriteria inklusi pada periode

januari-juni tahun 2021.

Cara menentukan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan

rumus slovin sebagai berikut (Sevilla et al, 2007) :


N
n=
(1+ N ( d ) ²)

Keterangan :

n = Besarnya sampel

N = Besarnya populasi

d = Tingkat kesalahan atau presisi dalam penelitian ini ditetapkan 5%

40
n=
(1+40 ( 5 % ) ²)

40
n=
¿¿

40
n=
1+ 40 ×0,0025

40
n=
1+0,1025

40
n=
1,1025

D. Pengumpulan Data

Data yang di kumpulkan yaitu data primer berupa kuesioner serta data

sekunder berupa catatan dan dokumen rekam medik.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data
Ada 4 tahap dalam pengolahan data yaitu :

a) Editing : kegiatan pengecekan terhadap isian kuesioner, apakah

kuesioner sudah di isi dengan lengkap, jawaban dari responden jelas,

dan antara jawaban dengan pertanyaan relevan.

b) Coding : kegiatan merubah data bentuk huruf atau kalimat menjadi

data angka atau bilangan.

c) Entry data : melakukan entry data dari kuisioner kepaket program

computer (program exel for window).

d) Cleaning : pengecekan kembali data yang sudah ada masuk dari

kemudian adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya,

kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi.

2. Analisis data

Setiap pertanyaan akan diberikan scoring masing-masing yaitu

Tujuh pertanyaan skala dikotomi, satu pertanyaan skala likert. Dari

perhitungan skor akan didapat tiga kategori kepatuhan yaitu untuk skor

perhitungan sama dengan 8 termasuk kategori kepatuhan tinggi, skor

perhitungan 6 - < 8 termasuk kepatuhan sedang, dan untuk skor

perhitungan ≤ 6 termasuk kepatuhan renda (Moriskiy, et al, 2008 ;

Krousel Wood, et al, 2009 ; Morisky and DiMatteo, 2011).

Ket : skala 0-100%

Skala di kotomi : ya = 0 ; tidak = 1

Skala likert : tidak pernah = 4, sesekali = 3, terkadang = 2 , biasanya

= 1, dan setiap waktu = 0.


Penilaian skala ’’ya’’ = 0 dan ’’tidak’’ = 1 untuk pertanyaan

nomor 1-7 sedangkan pertanyaan nomor 8 memiliki 5 poin skala likert

(Morisky, et al, 2009). Kuesioner MMAS-8 (The 8- item Medicaiton

Adherence Scale) ini memiliki validasi dan reliablititas yang baik yang

sudah digunakan di berbagai negara (lee, et al, 2012 ; Chua, et al, 2013).

F. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini di sajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi di sertai narasi sebagai penjelasan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Lokasi Penelitian

Puskesmas merupakan unit pelaksanaan dinas kesehatan

Kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

kesatuan di suatu wilayah kerja. Puskesmas di Lapandewa bertempat di desa

Lapandewa jaya, JI. Poros Burangasi Kecamatan Lapandewa, Kabupaten

Buton Selatan, di sebelah selatan berbatasan langsung dengan laut flores,

sebelah utara berbatas dengan Kecamatan pasar wajo, sebela timur berbatas

dengan Kecamatan Wabula dan sebela barat berbatas dengan Kecamatan

Sampolawa.

Wilaya kerja puskesmas Lapandewa terdiri atas 5 yaitu :

 Desa Lapandewa

 Desa Lapandewa Kaindea

 Desa Lapandewa Jaya

 Desa Burangasi

 Desa Burangasi Rumbia

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Lapandewa

Kabupaten Buton Selatan tahun 2021. Dimana datanya di ambil dari bagian

rekam medik dengan pasien penderita penyakit ISPA pada periode bulan

januari-juni 2021 dan sampel yang di gunakan sebanyak 37 responden yang

telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi untuk mengetahui tingkat

kepatuhan pasien pada penggunaan obat ISPA pada pasien yang ada di

Puskesmas Lapandewa Kabupaten Buton Selatan.


1. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin

Jumlah pasien dewasa penderita penyakit ISPA yang mendapat

pengobatan di Puskesmas Lapandewa periode januari-juni berdasarkan

jenis kelamin.

Jenis kelamin Jumlah kasus Presentase

Laki-laki 9 24,32%

Perempuan 28 75,68%

Total 37 100%

Berdasarkan tabel di atas jumla pasien dewasa penderita penyakit

ISPA berdasarkan jenis kelaminnya itu laki-laki sebanyak 9 orang (24,

32%) dan perempuan sebanyak 28 orang (75. 68%) pada hasil analisis ini

dapat di lihat bahwa jumlah dewasa penderita penyakit ISPA lebih banyak

terjadi pada perempuan dari pada laki-laki. Dari data yang di peroleh

bahwa mengapa pasien perempuan lebih dominan dari pada pasien laki-

laki karena sebagian besar penduduk perempuan beraktifitas sehari-hari

dengan membersihkan rumah dan melakukan pekerjaan di luar rumah

seperti berkebun dan juga kondisi di lingkungan yang begitu dingin karena

terdapat di daerah penggunungan dan ISPA juga dapat di sebabkan oleh

cuaca sehingga orang sensitif terhadap cuaca dingin dapat menyebabkan

alergi. Sedangkan pasien laki-laki sendiri berkurang karena sebagian besar

pemuda/orang tua yang terdapat di Lapandewa kebanyakan keluar daerah

atau biasa di sebut dengan merantau untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada diagram di bawah ini :


lakilaki; 24.32

perempuan; 75.68

Gambar 1.1 jumlah penderita penyakit ISPA berdasarkan jenis kelamin

2. Karakteristik pasien berdasarkan diagnosa

Jumlah pasien dewasa penderita peynakit ISPA yang mendapatkan

Pengobatan di Puskesmas Lapandewa periode januari-juni 2021.

Berdasarkan diagnosa

Diagnosa Jumlah pasien Presentase (%)

Bukan pneumonia 37 100,00%

Pneumonia - -

Total 37 100

Dari data di atas, klasifikasi penyakit ISPA berdasarkan diagnosa

Bahwa ISPA yang pneumonia tidak terdapat di Puskeamas Lapandewa

pada bulan januari-juni tahun 2021. Karena sebagian besar masyarakat

yang berada di Lapandewa jika memiliki keluhan atau gangguan kesehatan

masyarakat langsung ke Puskesmas agar di periksa untuk mendapat

pengobatan. Berdasarkan tingkat keparahannya di diagnosa bahwa ISPA

bukan pneumonia yang terdapat di Puskesmas Lapandewa dengan gejala

batuk, flu, demam, dan gatal tenggorokan.


3. Karakteristik obat berdasarkan jenis obat

Jumlah penggunaan obat penderita penyakit ISPA yang

mendapatkan pengobatan di Puskesmas Lapandewa periode januari-juni

2021 berdasarkan jenis obat.

No Kelas terapi Nama obat Jumlah Presentase

1. Antipiretik dan Paracetamol 20 14,60%

Analgesik

2. Antihistamin Chlorpheniramine 28 20,44%

maleat (CTM)

3. Antibiotik Amoxicillin 7 5,11%

Cefadroxil 2 1,46%

4. Ekspektoran Guaifenesin 18 13,14%

5. Kortikosteroid Dexamethason 18 13,14%

6. Mukolitik Ambroxol 16 11,68%

7. Vitamin Vitamin B.com 25 18,25%

Becefort 3 2,19%

Total 137 100%

Berdasarkan tabel di atas, menunjukan jumlah penggunaan obat

pada pasien penderita penyakit ISPA pada dewasa yaitu Paracetamol

sebanyak 14,60%, CTM (Chlorpheniramine maleat) sebanyak 20,44%,

Amoxicillin sebanyak 5,11%, Cefadroxil sebanyak 1,46%, Guaifenesin

sebanyak 13,14%, Dexamethason sebanyak 13,14%, Ambroxol sebanyak

11,68%, Vitamin B.com sebanyak 18,25%, Becefort sebanyak 2,19%. Dari

data yang telah di peroleh obat yang paling banyak di gunakan adalah
CTM (Chorpheniramine maleat) karena dapat meredakan alergi untuk

mencegah terjadinya infeksi pada paru-paru. Untuk lebih jelasnya dapat di

lihat pada grafik diagram batang di bawa ini :

jumlah penggunaan obat ISPA


30
25
20
15
10
5
0
ol m illin oxil in son ol m rt
m ct ic r es a rox .co cefo
ta x d
f a ai f e
n h b B
ce o et a m in be
ra am ce am
pa gu x a m
de vit

Gambar 1.2 : jumlah penggunaan obat penderita penyakit ISPA

4. Karakteristik kepatuhan pasien dengan metode MMAS-8

Skor kepatuhan Kategori n(%)

≤6 Rendah 19 (51,35%)

6-<8 Sedang 15 (40,54%)

8 Tinggi 3 (8,11%)

Dari data diatas, karakteristik penderita penyakit ISPA mengenai

kepatuhan pasien dengan metode MMAS-8 (The 8-item medication

adherence scale) dapat di ketahui bahwa sebagian besar pasien yang ada di

Puskesmas memiliki nilai kepatuhan yang rendah 51,35%, kepatuhan

sedang 40,54%, dan kepatuhan tinggi 8,11%. Yang terdapat di Puskesmas

Lapandewa pada periode bulan januari-juni tahun 2021. Dari data yang di

peroleh kategori tingkat kepatuhan yang paling dominan terdapat pada

kategori rendah dengan jumlah 19 pasien dari 37 pasien di karenakan


pasien yang selalu lupa mengosumsi obat dan melakukan penghentian

mengosumsi obat karena merasa terganggu oleh efek samping obat

tersebut dalam hal ini dapat menyebabkan kepatuhan mengosumsi obat

menurun. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada grafik diagram batang di

bawah ini :

jumlah kepatuhan
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
rendah sedang tinggi

Gambar 1.3 : jumlah kepatuhan pasien penderita ISPA

C. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Lapandewa

Kabupaten Buton Selatan tahun 2021. Dimana datanya di ambil dari bagian

rekam medik dengan pasien penderita penyakit ISPA pada periode bulan

januari-juni 2021 dan sampel yang di gunakan sebanyak 37 responden yang

telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk mengetahui tingkat

kepatuhan pasien pada penggunaan obat ISPA pada pasien yang ada di

Puskesmas Lapandewa Kabupaten Buton Selatan.

Dari data yang di peroleh, karakteristik pasien berdasarkan jenis

kelamin pada pasien dewasa penderita penyakit ISPA terbanyak adalah

perempuan dengan jumlah 28 orang (75,68%) sedangkan laki-laki sebanyak 9


orang (24,32%). Dari data yang di peroleh bahwa mengapa pasien perempuan

lebih dominan dari pada pasien laki-laki karena sebagian besar penduduk

perempuan beraktifitas sehari-hari dengan membersihkan rumah dan

melakukan pekerjaan di luar rumah seperti berkebun dan juga kondisi di

lingkungannya yang begitu dingin karena terdapat di daerah pegunungan dan

ISPA juga dapat di sebabkan oleh cuaca sehingga orang sensitif terhadap

cuaca dingin dapat menyebabkan alergi. Sedangkan pasien laki-laki sendiri

berkurang karena sebagian besar pemuda/orang tua yang terdapat di

Lapandewa kebanyakan keluar daerah atau biasa di sebut dengan merantau

untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Karakteristik pasien berdasarkan diagnosa pada dewasa penderita

penyakit ISPA di Puskesmas Lapandewa tidak terdapat pasien dengan

diagnosa pneumonia. Karena sebagian besar masyarakat yang berada di

Lapandewa jika memiliki keluhan atau gangguan kesehatan masyarakat

langsung ke Puskesmas agar di periksa untuk mendapatkan pengobatan.

Berdasarkan tingkat keparahannya di diagnosa bahwa ISPA bukan

pneumonia yang terdapat di Puskesmas Lapandewa dengan gejala batuk, flu,

demam, dan gatal tenggorokan.

Jenis-jenis obat ISPA yang terdapat di Puskesmas Lapandewa

diantaranya yaitu : Paracetamol sebanyak 14,60% yang berfungsi dapat

menurunkan demam dan pereda nyeri, CTM (Chlorpeniramine maleat)

sebanyak 20,44% yang berfungsi dapat meredakan gejala alergi, Amoxicillin

sebanyak 5,11% yang berfungsi dapat menghambat pertumbuhan bakteri,


Cefadroxil sebanyak 1,46% yang berfungsi dapat mengatasi infeksi bakteri,

Guaifenesin sebanyak 13,14% yang berfungsi dapat mengatasi batuk

berdahak, Dexamethason sebanyak 13,14% yang berfungsi dapat meredakan

peradangan, Ambroxol sebanyak 11,68% yang berfungsi dapat mengencerkan

dahak, Vitamin B.com sebanyak 18,25% yang berfungsi sebagai suplemen

makanan, Becefort sebanyak 2,19% yang berfungsi sebagai suplemen

makanan.

Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa obat yang paling banyak

di gunakan berdasarkan karakteristik jenis obat penderita penyakit ISPA yaitu

CTM (Chlorpheniramine maleat) yang di gunakan sebagai terapi suportif obat

ini berfungsi untuk mengurangi gejala alergi terkait infeksi pernapasan.

Clorpheniramine maleat (CTM) merupakan turunan alkilamin yang

bekerja secara kompetitif dengan menghambat reseptor histamine HI yang

dapat menembus sawar darah otak (Gunawan, 2007).

Clorpheniramine maleat (CTM) di gunakan untuk mengurangi gejala

alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung,

bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit,

seperti pruritik, urtikaria, ekzem dan dermatitis (Gunawan, 2007).

Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor HI dapat menimbulkan

vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontrasi otot (bronsuk,

usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika

histamin mencapai kulit misal gigitan pada serangga maka terjadi kemerahan

di sertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang
gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang peran utama

pada proses peradangan dan pada system imun. Dosis terapi antihistamin

umumnya menyebabkan penghambatan system saraf pusat dengan gejala

seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan tinggi dan waktu reaksi yang

lambat. Efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan

istrahat namun di rasa mengganggu bagi mereka yang di tuntut melakukan

pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab ini pengguna

Clorpheniramine maleat (CTM) atau obat yang mengandung Clorpheniramine

maleat (CTM) di larang mengendarai kendaraan (Gunawan, 2007).

Dari hasil penelitian di atas berdasarkan karakteristik pasien penderita

penyakit ISPA mengenai kepatuhan pasien dengan metode MMAS-8 (The 8-

item Medication Adherence Scale) dapat di ketahui bahwa sebagian besar

pasien yang ada di Puskesmas Lapandewa memiliki nilai kepatuhan yang

rendah 51,35%, kepatuhan sedang 40,54%, dan kepatuhan tinggi 8,11%. Dari

hasil perhitungan tersebut dapat di ketahui bahwa jumlah pasien ISPA bukan

pneumonia jumlah tertinggi terdapat pada kategori rendah atau kategori

kepatuhan rendah yang di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor alasan

lupa mengosumsi obat lebih dominan sehingga menyebabkan kepatuhan

rendah meningkat dan ada beberapa responden melakukan penghentian

mengosumsi obat karena merasa terganggu oleh efek samping obat tersebut.

Dalam hal ini dapat menyebabkan kepatuhan mengosumsi obat menurun

dengan alasan lupa dan terganggu oleh efek samping obat yang terdapat di
kuesioner MMAS-8 (The 8-item Medication Adherence Scale) yang telah di

telusuri.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan pasien dengan metode MMAS-8 (The

8-item Medication Adherence Scale) terdapat pada kategori kepatuhan rendah

dengan 51,35%, kepatuhan sedang 40,54%, dan kepatuhan tinggi 8,11%.

B. Saran

Saran pada penelitian ini yaitu di harapkan kepada peneliti selanjutnya

agar dapat melakukan penelitian terhadap pasien balita agar di jadikan

perbandingan antara pasien dewasa dan pasien balita pada penderita ISPA di

Puskesmas Lapandewa.

DAFTAR PUSTAKA

Black J.M. and Hawks J.H., 2009, Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Salemba Medika, Jakarta.
Daroham N.E.P. dan Mutiatikum, 2009, Penyakit ISPA Hasil Riskesdas di
Indonesia, Puslitbang Biomedis dan Farmasi, 50-55.

Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi


Saluran Pernapasan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia


2008. Depkes RI. Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafriadi. Elysabeth. 2007.


Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI.

Halim, F. 2012. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA pada
Pekerja di Industri Mebel Dukuh Tukrejo, Desa Bondo, Kecamatan
Bangsri, Kabupaten Jepar, Propinsi Jawa Tengah 2012, Skripsi. Jakarta :
Universitas Indonesia.

Hidayat 2014. Ilmu Perilaku Manusia. Cetakan 1, Jakarta : Trans Info Media.
Setiabudi R., 2007, Pengantart Antimikroba Farmakologi dan Terapi,
Fakultas Kedokteran Univertitas Indonesia : Jakarta.

Hidayat, Alimul, 2012. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data.

Karch A.M., 2011. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan 2, ed., EGG, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi


Antibiotik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.

Llor C. and Bjerrum L., 2014, Antimicrobial Resistance : Risk Associated With
Antibiotic Overuse and Initiatives to Reduce the Problem, Vol. 5 (6), 229-
241.

Morisky, D.E., Ang, A., Krousel-Wood, M., Ward, H.J., 2008. Predictive Validity
of Medication Adherence Measure in an Outpatient Setting, Journal of
Clinical Hypertension, Vol. 10, No. 5, Hal : 348-354.
Morisky, D.E., Dimatteo, M.R., 2011. Improving the Measurment of Self-
Reported Medication Nonadherence : Final response, Journal of Clinical
Epidemiology, Vol. 64, Hal 258-263.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.

Notoatmodjo, S, 2014. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Sinulingga. S.R, 2017, Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan


Konsumsi Obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Masyarakat
Pulau Pongok, Vol. 8, No. 2, Hal, 168-190.

Suhandayani, I. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA


pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006. dilihat 12
Agustus 2015 http://digilib.unimus.ac.id/dowmload, php?id=7649.pdf.

Vik, S.A., Maxwell, C.J., Hogan. D.B., Patten, S.B., Johnson, J.A., Slack, L.R.,
2005. Assesing Medication, Adherence Among Older Person in
Community Setting, The Canadian Journal of Clinical Pharmacology, Vol,
12, No, 1, p 152164.

Lampiran 01 Jadwal Penelitian

Bulan
Agenda
NO

September

November
Agustus

Oktober
februari

Januari
Maret

April

Mei

Ket
1 Observasi
2 Pengajuan Judul
3 Penyusunan Proposal
4 Konsultasi Proposal
5 Seminar Proposal
6 Perbaikan Proposal
7 Pengambilan Sampel
8 Penelitian Sampel
9 Pengolahan Data
10 Konsultasi Hasil
Penelitian
11 Seminar/ ujian KTI
12 Perbaikan KTI
13 Pengumpulan KTI
BIODATA PENULIS

A. Identitas
Nama : Wa Ode Yuniar Kasi
NIM : PBC180028
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Rano, 02 Mei 2000
Suku/Bangsa : Buton
Agama : Islam
Alamat : Jln. Erlangga, Kel.Bone-Bone, Kec. Batupoaro,
BauBau Sulawesi Tenggara
B. Riwayat Pendidikan
Tahun 2006 - 2012 : DSN 1 BOLA
Tahun 2012 - 2015 : MTSN 4 BUTON SELATAN
Tahun 2015 - 2018 : MADRASAH ALIYAH BOLA
Tahun 2018 - 2021 : Program Studi Diploma Tiga Farmasi
Tabel Kuesioner MMAS-8

No The 8-item Medication Adherence Scale Jawab


1. Apakah anda kadang-kadang/pernah lupa minum YA/TIDAK
obat ISPA?
2. Kadang-kadang orang lupa minum obat karena alas YA/TIDAK
an tertentu (selain lupa), coba di ingat-ingat lagi
apakah dalam 2 mnggu terdapat hari dimana anda
tidak minum obat ISPA?
3. Jika anda merasa keadaan anda bertambah YA/TIDAK
buruk/tidak baik dengan meminum obat-obat ISPA,
apakah anda berhenti memimun obat tersebut?
4. Ketika anda bepergian/meninggalkan rumah, YA/TIDAK
apakah anda kadang-kadang lupa membawa obat?
5. Apakah kemarin anda meminum obat ISPA? YA/TIDAK
6. Jika anda merasa kondisi anda lebih baik, apakah YA/TIDAK
anda pernah menghentikan/tidak menggunakan obat
ISPA?
7. Minum obat setiap hari kadang membuat orang YA/TIDAK
tidak nyaman, apakah anda pernah merasa
terganggu memiliki masalah dalam mematuhi
rencana pengobatan anda?
8. Seberapa sering anda mengalami kesulitan dalam
mengingat penggunaan obat?
a. Tidak pernah/sangat jarang
b. Sesekali
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Selalu/sering

(Puspitasari, 2012).

Anda mungkin juga menyukai