Anda di halaman 1dari 12

Lembar Tugas Mahasiswa

Ahmad Nazharuddin Lubis

H1A016008

3. Traktus kortikobulbaris

Traktus kortikobularis memiliki fungsi yang sama seperti corticospinalis yaitu aktivitas motorik
oleh perintah langsung di dalam kesadaran. Jaras ini Berasal dari akson upper motor neuron di korteks
cerebri dan berakhir pada nukleus motorik di batang otak. Sebagian besar nukleus motorik pada
batang otak mendapatkan persarafan bilateral dari kedua hemisperium cerebri. Namun nukleus hanya
mendapatkan persarafan dari sisi kontralateral saja 1. Seperti pada nervus kranial, nervus ke VII yaitu
nevus facialis, pada nukleus motorik nurvus facialis. Nukleus ini terlerak dalam formatio reticularis
bagian bawah pons. Bagian nukleus yangmempersarafi otot-otot wajah bagian atas menerima serabut
corticonuclearis/kortikobolularis dari kedua hemisperium cerebri. Bagian nukleus yang mempersarafi
otot-otot wajah bagian bawah hanya menerima serabut corticonuklearis dari hemisperium yang
berlawanan. Jaras-jaras ini menjelaskan pengendalian volunter otot-otot wajah. 2

Sebagai contoh, nukleus motorik N. VII yang mempersarafi otot-otot wajah di bawah mata
hanya mendapatkan persarafan dari sisi kontralateral saja, namun nukleus mototrikN. VII yang
mempersarafi otot-otot wjah di atas mata mendapatkan persarafan bilateral. Pada nukleus motorik N.
XII hanya mendapatkan persarafan dari sisi kotralateralsaja, namun otot-otot lidah lainnya mendapat
persarafan bilateral.1

Gambar 1. Jaras kortikobolbular


DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman, Gregory. 2003. Jaras-jaras Neuroanatomi. Jakarta : Sagung seto


2. Snell, Richard S. 2011. Neuroanatomi Klinik. Ed. 7. Jakarta: EGC.
4. Lesi upper motor neuron dan lesi pada lower motor neuron

Pada lesi upper motor neuron contohnya

a. lesi pada traktus cortikospimalis (traktur piramidalis). Lesi yang terbatas pada raktus
kortikospinalis menimbulkan tanda-tanda klinis sebgai berikut :
1) Terdapat tanda Babinski, terjadi dorsoflesi ibu jari kaki, dan jari-jari lainnya bergerak
keluar sebagai respons terhadap goresan pada kulit telapak kaki sepanjang sisi lateral.
Respons yang normal adalah plantarfleksi seluruh jari-jari. Tanda babinski normal
ditemukan sampai setahun pertama setelah kelahiran karena traktus cortikospinalis tidak
bermielin sampai akhir tahun pertama kehidupan. Penjelasan untuk respon Babinski
diduga sebai berikut. Normalnya, traktus kortikospinalis yang menyebabkan plantarfleksi
jari-jari kaki sebagai terhadap styimulus sensorik pada kulit telapak kaki. Jika traktus
kortikospinalis tidak berfumgsi, pengaruh traktus desendens lainnya pada jari menjadi
terlihat dan timbul refleks withdrawal sebagai respons terhadap stimulus di telapak kaki,
yaitu ibu jari dalam keadaan dorsofleksi dan jari lainnya bergerak keluar.
2) Tidak ada refleks abdominalis superficialis. Otot-otot abdomen tidak berkontraksi ketika
kulit abdomen digores. Refleks in bergantung pada keutuhan traktus kortokospinalis
yang menggunakan oengaryuh eksitasi tonik terhadap neuron-neuron penghubung.
3) Tidak ada refleksi cremaster. Otot cremaster tidak dapat berkontraksi saat kulit sis medial
paha digores. Lengkung refleks ini berrjalan mealalui segmen lumbal pertama medula
spinalis. Refleks ini bergantug pada keutuhan traktus kortikospinalis, yang menggnakan
pengaruh eksitasi tonik terhadap neuron-neuron penghubung.
4) Terdapat kehilangan penampilan gerakan-gerakan terlatih halus. Hal ini terutama terjadi
pada ujung-ujung distal ekstrimitas.
b. Lesi traktus desendens selain traktus kortikospinalis. Lesi pada traktus ini ditemukan dengan
tanda-tanda kilinis terbatas pada traktus desndens lainnya yaitu sebagai berikut :
1) Paralisis berat dengan sedikit atau tidak ada atrofi otot ( kecuali atrofi sejunder karena
tidak digunakan, disuse atrophy).
2) Spastisitas atau hipertonisitas otot. Ekstrimitas inferior dipertshankan dalam pososi
ekstensi, dan ekstrimitas superior dalam posisi fleksi.
3) Peningkatan reflek otot dalam serta klonus dapat ditemukan pada otot-otot fleksor jari-
jari, M. Quadriceps femoris, dan otot-otot betis.
4) Reaksi pisau-lipat. Ktika dilakukan gerakan pasif pada sendi, terdapat resistensi yang
disebabkan oleh spastisitas otot. Pada waktu diregangkan, tiba-tiba tahanan otot
menghilang karena adanya inhibisi pada organ neurotendinosa. 1

Harus ditekankan bahwa dalam praktik klinis jarang ditemukan lesi organik yang hanya
terbatas pada traktus piramidalis, atau hanya pada traktus extrapiramidalis. Biasanya, kedua traktus ini
terkena, tetapi dalam tingkat yang berbeda shingga menimbulkan tanda-tanda klinis dari kedua
kelompok tersebut. Oleh karena normalnya traktus piramidalis cenderung meningkatkan tonus otot,
keseimbangan antara kedua efek yang berlawanan ini dapat berubah, sehingga menimbulkan derajat
tonus otot yang berbeda-beda.

Lesi pada lower motor neuron, dapat disebabkan oleh trauma, infeksi (poliomielitis), penyakit
vaskuler, penyakit degeneratif, dan neoplasma dengan meruak badan sel di dalam columna grisea
anterior atau aksonnya di dalam radiks anterior atau nevus spinalis. Tanda-tanda klinis dibawah ini
ditemukan pada lesi lower motor neuron :

a) Paralisi flasid pada otot-otot yang dipersarafi.


b) Atrofi otot-otot yang dipersarafi
c) Hilangnya refleks otot. Fasikulasi merupakan kedutan otot ( Twitching ) yang hanya
terlihat bila terjadi dekstruksi lambat pada lowe motor neuron.
d) Kontaksi otot, kontraktur merupakan pemendekan otot yang mengalami paralisis. Lebih
sering terjadi pada otot antagonis yang fungsinya tidak lagi dihambat oleh otot yang
mengalami paralisis
e) Reaksi degenerasi. Dalam keadaan normal, otot-otot yang dipersarafi memberikan
responterhadap stimulasi menggunakan arus faradik ( terputus-putus) dan kontraksi terus
terjadi selama arus tetap berjalan. Arus galvanik atau arus langsung menimbulkan
kontraksi hanya bila arus dinyalakan atau dimatikan. Bila lower motor neuron dipotong,
otot tidak lagi bereaksi terhadap stimulasi listrik yang terputus-putus dalam waktu 7 hari
setelah saraf dipotong, walauoun masih beraksi terhadap arus langsung. Setelah 10 hari,
reaksi terhadap arus arus langsung juga hilang. Perubahan respons otot terhadap
stimulasi listrik ini dikenal dengan sebagai reaksi degenerasi. 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. 2011. Neuroanatomi Klinik. Ed. 7. Jakarta: EGC.


8. Jenis-jenis neoplasma : Neoplasma sekunder

8.8. Melanoma serebral

a . Defenisi

Melanoma maligna merupakan jenis kanker kulit yang menyerang sel-sel pigmen melanosit (di
lapisan dalam epidermis)1. Melanoma adalah salah satu bentuk kanker yang paling mematikan yang
diketahui manusia. Tidak seperti jenis kanker umum lainnya seperti kanker payudara dan paru-paru,
kejadiannya terus meningkat selama beberapa dekade. Pada tahun 2009, melanoma adalah kanker
keenam yang paling umum di AS, dengan lebih dari 68.000 kasus didiagnosis setiap tahun yang
menyebabkan sekitar 8.600 kematian setiap tahun. Dari semua tumor primer, ia memiliki
kecenderungan tertinggi untuk bermetastasis ke otak - sampai 75% dari semua pasien yang meninggal
akibat melanoma memiliki metastase otak dan pada 50% pasien ini, metastasis otak adalah penyebab
kematian. Meskipun ada kecenderungan yang mengkhawatirkan, hasil klinis pasien dengan metastasis
otak melanoma telah suram, dengan rata-rata bertahan hidup kurang dari enam bulan, meskipun
pengobatan kombinasi standar dengan operasi dan terapi radiasi. 2

b. Etiologi

Penyebaran sel tumor secara metastatik terlepas dari melanoma ke dalam sistem saraf pusat
(SSP) terjadi secara hematogen karena drainase limfatik tidak ada di otak. Hambatan darah-otak
biasanya utuh pada metastase yang berdiameter lebih kecil dari 0,25 mm.
Sel-sel dari metastasis otak menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih lambat dan menunjukkan
potensi metastasis yang lebih rendah daripada sel-sel dari metastasis viseral, yang menunjukkan
bahwa metastase otak tidak harus mewakili tahap akhir dalam kaskade metastatik. Sebaliknya,
metastasis otak kemungkinan berasal dari subpopulasi sel yang unik dalam neoplasma primer. 3

c. Faktor resiko

Faktor risiko untuk metastase sistem saraf pusat (SSP) di antara pasien dengan melanoma ganas
secara coetaneous adalah: lesi primer laki-laki, kepala dan leher atau oral, adanya metastase viseral,
terutama paru-paru, ketebalan tumor primer dan ulserasi lesi primer. Umur dan ras bukanlah faktor
yang signifikan.3

BrM berisiko mengembangkan bervariasi sesuai tipe tumor primer, dengan kanker paru-paru
terhitung sekitar satu setengah dari semua metastase otak dan kemungkinan meningkat. Dua seri besar
telah menunjukkan kejadian kumulatif BrM antara 16 dan 20% untuk kanker paru-paru, 7-10% untuk
karsinoma sel ginjal, 7% untuk melanoma, 5% untuk kanker payudara, dan <2% untuk kanker
kolorektal. Salah satu penyakit pada khususnya, kanker payudara, telah terlihat meningkat dalam
kelangsungan hidup bahkan dalam keadaan metastasis. Pasien dengan ekpresi berlebihan HER2
sangat sensitif terhadap pengembangan BrM, terutama yang juga memiliki riwayat metastasis paru.
Kelangsungan hidup yang lebih lama pada kanker kolorektal juga berkontribusi terhadap peningkatan
BrM dengan diagnosis ini. 4

d. Klsaifikasi

Beberapa penulis menemukan hubungan antara ukuran lesi metastasis serebral dari melanoma
maligna dan parameter klinis karakteristik perilaku tumor. Mereka mengklasifikasikan metastase dari
melanoma ke ukurannya: lebih kecil dari 1 cm (kelompok A), antara 1 dan 4 cm (kelompok B), dan
lebih besar dari 4 cm (kelompok C), untuk menilai perjalanan klinis penyakit dan Memprediksi respon
terhadap pengobatan. Lesi kelompok B adalah yang paling umum, independen dari lokasi tumor
primer, kecuali pasien dengan melanoma dubur. Metastasis kelompok C adalah yang paling umum
dan biasanya soliter. Pasien asimtomatik biasanya memiliki metastase kelompok A, sedangkan
mereka yang memiliki keluhan nonspesifik atau perubahan perilaku biasanya memiliki metastasis
kelompok B. Lesi soliter biasanya termasuk kelompok B atau C, sedangkan banyak lesi terutama
berasal dari kelompok A atau B.3

e. Diagnosis banding

Diagnosis banding untuk metastasis otak meliputi infeksi, penyakit paraneoplastik, pendarahan,
dan nekrosis radiasi (seringkali dari radiosurgery sebelumnya). Akibatnya biopsi dipertimbangkan
saat diagnosis tidak pasti. Faktanya, dalam studi penting dari Patchell di rekan mengacak pasien untuk
operasi dan seluruh otak versus biopsi dan keseluruhan otak, sekitar 10% pasien pada kelompok
biopsi memiliki tumor selain metastasis.4

Pada MRI, metastasis otak biasanya ditemukan di daerah aliran sungai otak (daerah di mana
pembuluh darah menyempit dan bertindak sebagai jebakan gumpalan sel tumor). Sekitar 80% lesi
ditemukan di hemisfer serebral, 15% di otak kecil dan 5% di batang otak. Ini sebagian besar
didasarkan pada volume umum otak di daerah ini. Area yang sering dihindari secara strategis oleh
terapi, seperti hippocampus, memiliki kecenderungan rendah untuk pengembangan metastasis otak
dan ini memiliki signifikansi khusus, seperti yang akan dibahas kemudian. Sebagian besar lesi sangat
disempurnakan dengan kontras gadolinium akibat terganggunya sawar darah otak. Metastasis
leptomeningeal, juga dikenal sebagai meningitis karsinomatosa, merupakan presentasi lanjutan dari
kanker lanjut yang terjadi saat tumor menerobos arachnoid dan pia mater dan menyebar ke seluruh
ruang subarachnoid. Ini adalah bentuk metastasis yang sangat agresif. Gejalanya bisa sangat
bervariasi dari sakit kepala, hingga efek massa, hingga disfungsi akar saraf kranial. Yang paling
umum utama untuk ini terjadi adalah kanker payudara tetapi dapat terjadi dengan kanker lain seperti
paru-paru, melanoma, tumor saluran cerna, dan keganasan ginekologi. MRI adalah alat diagnosis
pilihan dan biasanya orang akan melihat peningkatan di sepanjang dinding gyri dan sulci atau
beberapa nodular di seluruh ruang subarachnoid. Karena penyebaran tumor secara luas, WBRT sering
digunakan sebagai bagian dari strategi pengobatan penyakit leptomeningeal. 4

f. Tata Laksana

Pengobatan optimal pasien melanoma dengan metastasis SSP tergantung pada setiap situasi.
Seringkali operasi, radiosurgery, radioterapi seluruh otak dan kemoterapi digunakan dalam kombinasi
untuk mendapatkan remisi yang lebih lama dan gejala yang optimal meringankan . Pasien dengan
beberapa metastase biasanya menerima iradiasi seluruh otak (WBI). Pasien dengan metastase CNS
yang terbatas dan penyakit sistemik yang luas dapat mencapai kelangsungan hidup jangka panjang
dengan pengobatan lesi CNS yang ditargetkan dan terapi kemoterapi agresif. 3

Radiasi bedah Gamma Knife atau reseksi bedah penyakit SSP sebelum kemoterapi
meningkatkan kelangsungan hidup versus penanganan tertunda pada pasien melanoma dengan
metastasis otak melanoma [4]. Radioterapi dianjurkan untuk kasus-kasus di mana reseksi total tidak
memungkinkan dan penggunaan terapi nadi kortikoid bersamaan dianjurkan untuk mengurangi edema
peritumoral dan efek tumor massa.3

1) Pembedahan

Pembedahan metastasis yang terisolasi dapat menyebabkan kelangsungan hidup yang panjang
namun lesi otak seringkali banyak dan terkait dengan difusi ekstraserebral. Reseksi bedah lengkap
melanoma intrakranial lesi metastatik menghasilkan periode kelangsungan hidup rata-rata 10,3 bulan.
Pasien dengan lesi primer kepala dan leher memiliki kelangsungan hidup rata-rata paling rendah,
sekitar 3,3 bulan, sedangkan mereka yang situs utamanya tidak diketahui memiliki kelangsungan
hidup terpanjang, sekitar 7,5 bulan. Tingkat kelangsungan hidup umum 1- dan 2 tahun masing-masing
adalah 9% dan 3% .3
2). Radiasi Seluruh Otak (WBI)

Durasi dan kualitas bertahan hidup bergantung pada tingkat penyakit metastasis dan respons
terhadap pengobatan. Tujuan pengobatan dengan WBI adalah paliatif gejala dan perpanjangan hidup.
Meskipun metastase otak dapat diobati dengan operasi dan / atau radiosurgery stereotactic (SRS)
ketika penyakit terbatas pada tiga lesi, pengobatan untuk pasien dengan metastase besar atau multiple
terbatas pada WBI.3

Sementara respon formal dan analisis kelangsungan hidup dampak WBI pada metastase
melanoma belum dilaporkan, perkiraan waktu bertahan hidup untuk pasien yang tidak dipilih dengan
metastasis SSP hanya 2 sampai 4 bulan, dengan tingkat ketahanan hidup 1 tahun kurang dari 13%.
Angka ini mencegah penggunaan WBI sebagai pilihan terapeutik tunggal. Pada populasi pasien
dengan keterlibatan SSP yang terbatas, reseksi bedah saja atau dalam kombinasi dengan WBI
tampaknya memperpanjang kelangsungan hidup rata-rata. Kelangsungan hidup secara keseluruhan
meningkat secara signifikan pada pasien dengan metastasis multipel yang menerima iradiasi
tengkorak tambahan dibandingkan mereka yang pernah melakukan operasi sendiri. 3

Oleh karena itu, iradiasi kranial tambahan dibenarkan untuk pasien melanoma yang menjalani
terapi bedah untuk metastasis otak soliter. Kelangsungan hidup pada pasien yang mempresentasikan
metastase otak soliter diperbaiki dengan mengurangi kekambuhan di otak sebagai komponen
kegagalan dengan operasi dan iradiasi gabungan. Pada pasien-pasien ini, kelangsungan hidup pada
dasarnya tergantung pada pengendalian penyakit sistemik Beberapa penulis bahkan menyarankan
penyinaran keseluruhan profilaksis untuk pasien dengan melanoma yang berisiko tinggi terkena
metastase, sekali metastasis SSP terkadang merupakan satu-satunya tempat kambuhan klinis, dan
sering kali melumpuhkan.3

3. Kemoterapi

Meskipun pada metastasis yang lebih besar, sawar darah otak bocor, lesi resisten terhadap
banyak obat kemoterapi. Sementara terapi sistemik untuk melanoma metastatik menghasilkan
tanggapan objektif pada 15% sampai 50% pasien, obat yang tersedia tidak dapat menembus SSP
dengan baik, dan pasien ini jarang mendapat manfaat dari terapi sistemik. 3

a). Dakarbazin

Dacarbazine (DTIC) memberikan tingkat respons rata-rata 21% pada lokalisasi viseral namun
tidak melewati sawar darah otak (BBB). Pengubah respons biologis seperti Interleukin 2 (Il2)
menyebabkan tingkat respons 25% pada melanoma diseminata. 3

b) Temozolomide

Temozolomide (TMZ) adalah alkylasi oral baru yang serupa dengan dacarbazine (agen
tunggal paling aktif dalam melanoma primer) yang memiliki bioavailabilitas oral 100% dan penetrasi
jaringan SSP yang cukup. TMZ memiliki aktivitas antitumoral preklinis yang luas sehingga pada
melanoma sebanding dengan dacarbazine. Pengambilan remisi melanoma metastasis yang diobati
dengan temozolomide meliputi otak, paru-paru, hati, kelenjar getah bening dan otot. Pasien mentolerir
pengobatan dengan termozolomida dengan baik dan biasanya tidak diperlukan pengurangan dosis.
Namun beberapa pasien mungkin mengalami komplikasi karena leukopoenia dan trombositopenia
parah (WHO grade 3 dan 4). Dengan demikian, termozolomide merupakan pilihan pengobatan yang
aman pada pasien dengan melanoma metastasis dan prognosis buruk. 3

c) Kombinasi Temozolomide

Temozolomide (TMZ) juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan interferon alpha-2b
(IFN-alpha2b). Efek samping yang paling umum selama penggunaan hubungan ini adalah kelelahan,
demam, mual / emesis, kecemasan, dan diare. Sebagian besar toksisitas ringan sampai sedang dalam
tingkat keparahan. Toksisitas pembatas dosis utama adalah trombositopenia. Dosis maksimum yang
dapat ditoleransi adalah TMZ 150 mg / m (2) plus IFN-alpha2b 7,5 MIU / m (2) atau TMZ 200 mg /
m (2) plus IFN-alpha2b 5.0 MIU / m (2). Farmakokinetik TMZ tidak dipengaruhi oleh pemberian
bersama IFN-alpha2b. Kombinasi TMZ dan iradiasi otak utuh (WBI) dipelajari pada pasien dengan
melanoma maligna metastasis CNS, dan ditemukan bahwa, walaupun TMZ dapat dikelola dengan
aman dengan WBI, kombinasi.3

d) Fotemustine (Muphoran)

Fotemustine (muphoran), nitrosourea terkait asam amino baru, dapat memberikan tingkat
respons hingga 28,2% pada pasien dengan metastasis serebral, dan peningkatan kelangsungan hidup
pasien yang merespons signifikan. Semua penanggap untuk fotemustine memiliki kecenderungan
korteks, kelompok A (lesi lebih kecil dari 1 cm), atau kelompok B (lesi antara 1.1 dan 4 cm). Pasien
dengan metastasis kelompok C (lesi lebih besar dari 4 cm) atau penyebaran leptomeningeal tidak
merespons fotemustin.3

g) Prognosis

Prognosis untuk pasien dengan metastasis otak melanoma masih buruk dengan waktu
bertahan rata-rata 6 bulan setelah diagnosis. Kelangsungan hidup rata-rata pada pasien yang
diobati dengan kemoterapi adalah sekitar 8,3 bulan-1 tahun dengan ketahanan hidup sebesar
41%. Reseksi bedah memungkinkan tingkat ketahanan hidup rata-rata 10,3 bulan. Perkiraan
waktu bertahan hidup rata-rata untuk pasien dengan metaase melanoma SSP yang diobati
dengan iradiasi seluruh otak hanya 2 sampai 4 bulan. Waktu kelangsungan hidup rata-rata
untuk pasien yang diobati dengan radiosurgery radiogram pisau adalah 10,4 bulan.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim A, Riedha M. Potensi Coxsackievirus A21 ( CVA21 ) Terbalut Polimer


Phosphoethylene Glycol ( PEG ) sebagai Agen Viroterapi Onkolitik Berbasis Reseptor
ICAM-1 dan DAF untuk Terapi Melanoma Maligna. 2016;43(12):910-915.
2. Siu TL, Huang S. Cerebral metastases from malignant melanoma: Current treatment
strategies, advances in novel therapeutics and future directions. Cancers (Basel).
2010;2(2):364-375. doi:10.3390/cancers2020364.
3. Goulart CR, Mattei TA, Ramina R. Cerebral Melanoma Metastases: A Critical Review on
Diagnostic Methods and Therapeutic Options. ISRN Surgery. 2011;2011:276908.
doi:10.5402/2011/276908.
4. Khuntia D. Contemporary Review of the Management of Brain Metastasis with Radiation.
Adv Neurosci. 2015;2015:1-13. doi:10.1155/2015/372856.

8.9. Metastasis pada payudara

a. Defenisi

Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel
duktus maupun lobulusnya.1 Kanker payudara adalah penyakit yang bersifat ganas akibat tumbuhnya
sel kanker yang berasal dari sel-sel normal di payudara bisa berasal dari kelenjar susu, saluran susu,
atau jaringan penunjang seperti lemak dan saraf .2

b. Etiologi
Meskipun fisiologi payudara telah dipahami dengan baik, pengetahuan
mengenai patobiologi kanker payudara hingga saat ini belum cukup. Kanker
payudara merupakan penyakit yang multifaktor, kemungkinan terkaitnya genetik,
lingkungan, hormon, virus, dan faktor diet. Tetapi hal ini belum dapat ditentukan
secara pasti.3

c. Faktor resiko
1. Faktor keturunan
Keluarga yang memiliki riwayat kanker payudara meningkatkan risiko
untuk menderita kanker serupa, khususnya anggota keluarga dengan hubungan
darah langsung, seperti ibu, saudara perempuan, atau anak perempuan. Namun,
risiko juga bergantung apakah kanker tersebut bilateral (kedua payudara) dan
kanker terjadi sebelum atau setelah menopause.

2. Faktor hormonal
Pengaturan hormone penting dalam perkembangan kanker payudara.
Hamil di usia muda menurunkan insiden neoplasma payudara. Sebaliknya,
menopause yang terlambat dihubungkan dengan meningkatknya insiden kanker
payudara.

3. Kontrasepsi oral
Terdapat sedikit peningkatan insiden kanker payudara yang tercatat pada
pengguna kontrasepsi oral. Akan tetapi, pengamatan yang dilakukan pada wanita
yang telah berhenti menggunakan kontrasepsi oral selama 10 tahun tidak
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap perkembangan kanker
payudara. Penggunaan kontrasepsi oral di usia tua juga dihubungkan dengan
peningkatan jumlah kanker payudara yang terdiagnosis.

4. Hormon terapi untuk menopause


Saat ini, wanita yang menggunakan hormone pengganti memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk menderita kanker payudara dibandingkan wanita yang
tidak pernah menggunakan hormone terapi pengganti. Risiko tersebut meningkat
seiring dengan lamanya pemakaian hormone,. Jika pemakaian hormone
dihentikan, risiko kanker payudara menurun secara signifikan.

5. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan utama yang menunjukkan adanya hubungan langsung
dengan kejadian kanker payudara adalah radiasi pengion.

6. Faktor sosiobiologi
Umur dan jenis kelamin, pola makan dan berat badan merupakan faktor
risiko untuk berkembangnya kanker payudara. Di seluruh dunia, 75% kasus baru
dan 84% kematian terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Mengonsumsi buahbuahan dan sayuran dapat
mengurangi berkembangnya kanker payudara, sedangkan makanan yang mengandung lemak
meningkatkan risiko kanker payudara. Pada wanita yang telah menopause, obesitas dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Sedangkan pada wanita yang belum menopause, hubungan ini
belum dapat diamati.

7. Faktor fisiologi
Level aktivitas fisik dapat memberikan dampak terhadap peningkatan risiko kanker payudara.
Meskipun data di setiap wilayah belum sepenuhya konsisten, aktivitas fisik sedang diduga dapat
menurunkan risiko kanker payudara. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan hasil bahwa orang
yang melakukan aktivitas fisik beberapa jam setiap minggu mengurangi 30% risiko menderita kanker
payudara dibandingkan dengan yang tidak berolahraga sama sekali.
8. Faktor risiko lainnya

Faktor lain tersebut termasuk proliferasi pada payudara, serta adanya


riwayat hyperplasia. Akan tetapi, 70% penderita kanker payudara, faktor-faktor
risiko tersebut tidak dapat diidentifikasi.3

d. pathofisiologi
Sel abnormal membentuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal
yang mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sel tersebut. Kemudian dicapai suatu tahap dimana
selmendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut
menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah,
melalui pembuluh darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk
metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain. Neoplasia adalah suatu proses
pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang tidak mengikuti tuntutan fisiologik, yang dapat disebut
benigna atau maligna. Pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker biasanya disebut dengan karsinogenesis.

Transformasi maligna diduga mempunyai sedikitnya tiga tahapan proses seluler, diantaranya
yaitu insiasi dimana insiator atau karsinogen melepaskan mekanisme enzimatik normal dan
menyebabkan perubahan dalam struktur genetik asam deoksiribonukleat seluler (DNA), promosi
dimana terjadi pemejanan berulang terhadap agens yang mempromosikan dan menyebabkan ekspresi
informasi abnormal atau genetik mutan bahkan setelah periode laten yang lama, progresi dimana sel-
sel yang telah mengalami perubahan bentuk selama insiasi dan promosi mulai menginvasi jaringan
yang berdekatan dan bermetastase menunjukkan perilaku maligna (Brunner & Suddarth 2002, h.317-
321).

Metastase adalah transplantasi sel-sel ganas dari organ yang satu ke organ yang lain. Proses
metastasis tidak terjadi secara acak-acakan atau sembarang, tetapi merupakan susunan kejadian yang
rumit. Sekitar 30% tumor padat (malignan) telah bermetastasis ketika kanker terdiagnosis. Sel-sel
mempunyai kemampuan yang lebih unik daripada sel-sel yang normal, yakni sel-sel kanker dapat
bergerak ke jaringan lain tanpa terkendali. Penyebaran ke jaringan sekitar dapat menimbulkan
perdarahan, nekrosis, pembentukan ulkus, dan penggantian dengan jaringan fibrotik. Hal ini dapat
menimbulkan gumpalan yang besar, berakar di tempat (tidak dapat digerakkan dengan palpasi),
kadang-kadang timbul ulkus dengan perdarahan, serta menyebabkan distorsi pada struktur dan
penarikan kulit sekitar seperti yang tampak pada kanker payudara. Infiltrasi setempat dapat disertai
dengan infeksi (Mary 2008, h.20-25).4

e. Pemeriksaan penunjang
1. Mamografi

Adalah pemeriksaan payudara dengan suatu alat dan merupakan suatu cara pemeriksaan yang
sederhana, tidak sakit dan hanya memakan waktu 5 - 10 menit saja. Saat terbaik untuk menjalani
pemeriksaan mamografi adalah seminggu setelah selesai menstruasi. Caranya adalah meletakkan
payudara secara bergantian antara 2 lembar alas, kemudian dibuat foto rontgen dari atas ke bawah,
kemudian dari kiri ke kanan. Hasil foto ini akan diperiksa oleh dokter ahli radiologi. Sebuah benjolan
sebesar 0,25 cm sudah dapat terlihat pada mamogram. Wanita usia 40-49 tahun sebaiknya diperiksa
setiap 2 tahun sekali, sedangkan usia >50 tahun, sebaiknya diperiksa secara berkala tiap tahun. 5

2. USG :

Pemeriksaan USG pada payudara, bukan untuk tujuan skrining, melainkan untuk lebih
meyakinkan. Alat USGnya pun harus khusus.5
3. Biopsi

Adalah operasi kecil untuk mengambil contoh jaringan dari benjolan, kemudian
diperiksa di bawah mikroskop laboratorium patologi anatomi. 5

f. Tata laksana

1. Terapi primer
Bruner & Suddarth (2002, h.327-344) menyatakan tujuan dari terapi primer atau pembedahan adalah
untuk mengangkat seluruh tumor atau sebanyak mungkin yang dapat diangkat dan semua jaringan
sekitarnya yang terkena. Jenis pembedaha yang dapat di lakukan adalah:
a. Bedah diagnostik
Bedah diagnostik dilakukan untuk mendapatkan biopsi (eksisi jaringan yang di curigai) untuk
menganalisa jaringan dan sel-sel yang di duga ganas. Metode biopsi yang umum digunakan
adalah metode eksisi (digunakan untuk mendapatkan biopsi jaringan yang mudah dijangkau),
insisi (digunakan untuk massa tumor yang terlalu besar untuk di angkat), dan biopsi jarum
(digunakan untuk mendapatkan sampel massa yang dicurigai yang dengan mudah dapat di
jangkau).
b. Bedah profolaktik
Bedah profilaktik melibatkan pengangkatan jaringan atau organ nonvital yang mungkin untuk
terjadinya kanker. Prosedur bedah yang digunakan adalah kolektomi dan mastektomi.
c. Bedah paliatif
Bedah paliatif dilakukan sebagai usaha untukmenghilangkan komplikasi dari kanker. Tipe
pembedahan ini dirancang untuk meredakan nyeri yang berat, menghilangkan obstruksi, dan
mastektomi sederhana untuk penyakit payudara ulseratif.
d. Bedah rekonstruktif
Bedah rekonstruktif dilakukan dalam upaya untukmemperbaiki fungsi atau memperoleh suatu
efek kosmetik yang di kehendaki.

2. Terapi radiasi
Dalam terapi radiasi, radiasi ionisasi digunakan untuk mengganggu pertumbuhan seluler.
Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit malignasi bila tumor tidak dapat di
angkat secara pembedahan atau bila ada metastasis pada nodus lokal. Tumor radiosensitif adalah
tumor yang dapat dihancurkan oleh dosis radiasi yang masih memungkinkan sel normal untuk
beregenerasi dalam jaringan normal. Radiasi dapat di berikan pada letak tumor baik dengan
mekanisme eksternal atau internal, dimana implantasi radiasi internal atau brachytherapy digunakan
untuk memberikan radiasi dosis tinggi ke area yang terlokalisir.

3. Terapi sistemik
Terapi sistemik atau yang sering disebut dengan kemoterapi adalah pengobatan menggunakan
obat yang diberikan secara oral maupun disuntikkan. Kemoterapi umumnya menggunakan obat dosis
tinggi yang bekerja didalam sel. Kemoterapi bertujuan menghambat atau melemahkan sel kanker
bahkan dapat mematikan sel kanker (Nurcahyo 2010, h. 112). Terapi spesifik yang dianjurkan
dipengaruhi oleh faktor prognostik dan keadaan kesehatan pasien secara umum. Dosis dan
terapi yang digunakan berbeda-beda. Zat-zat yang sering digunakan untuk penenganan kanker
payudara adalah CMF (siklofosfamid atau cytoxan, metotreksat, 5-fluorourasil atau 5-FU), FAC/CAF
(5-FU, doksorubisin atau adriamycin, dan sitoksan), dan CMF ± VP (sitoksan, metotreksat, 5-FU,
vinkristin, dan prednison) (Otto 2005,h. 108).

4. Terapi fotomedik
Terapi fotomedik atau fototerapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan senyawa
fotosintesis seperti photofrin. Senyawa fotosintesis diberikan secara intravena yang akan tertahan
dalam konsentrasi yang lebih tinggi dalam jaringan maligna dibanding jaringan normal, kemudian
senyawa tersebut diaktifkan dengan penyinaran menggunakan sinar laser yang akan menibulkan
molekul oksigen singlet yang aktif dan bersifat sitotoksik. Karena senyawa tersebut banyak tertahan
pada jaringan maligna maka sitotoksik yang lebih selektif dapat dicapai dengan kerusakan minimal
terhadap jaringan normal.

5. Terapi gen
Terapi gen adalah pendekatan revolusioner terhadap pengobatan kanker. Tujuan terapi ini
adalah didasarkan pada pengetahuan bahwa banyak kanker mungkin diakibatkan oleh erubahan dalam
gen yang spesifik.

6. Terapi hormon
Beberapa sel kanker menunjukan reaksi positif terhadap hormon tertentu. Ada yang progesteron
receptor, ada pula esterogen reseptor. Sel kanker semacam itu tumbuh cepat apabila mendapat asupan
hormon tersebut. Jika terjadi kasus seperti ini maka diperlukan terapi hormon (Nurcahyo 2010, h.
114).

7. Targeted theraphy
Targeted theraphy adalah pemberian obat yang secara khusus di targetkan untuk menghambat
pertumbuhan protein tertentu. Ada beberapa jenis sel kanker yang merupakan sekumpulan senyawa
protein yang terus tumbuh membesar dan menjalar (Nurcahyo 2010, h. 114). 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanti E. Kanker Payudara. 2008. https://books.google.co.id/books?


id=56n7wtKMUPcC&pg=PA23&dq=pemeriksaan+payudara+sendiri&hl=id&sa=X&
redir_esc=y#v=onepage&q=pemeriksaan payudara sendiri&f=false.
2. Minggu G, Mati JT, Dengan I, Fetal I, Iufd D. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2013;1(2):11-18.
3. c
4. SETIAWAN FS. hubungan pengetahuan dan deteksi dini (sadari) dengan keterlamabatan
penderita kanker payudara melakukan pemeriksaan di RSUD kraton kabupaten pekalongan.
Sekol Tinggi Ilmu Kesehat Muhammadiyah Pekajang. 2012:1-123.
5. Fahriza M. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Wanita Usia 20-45 Tahun
Tentang Penanganan Kanker Payudara Kelurahan Rempoa Rt 07 Rw 02 Pada Bulan
September Tahun 2010 Oleh : Muhamad Fahriza Program Studi Pendidikan Dokter. 2010 .

Anda mungkin juga menyukai