Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN

PENDAHULUAN
TETRAPARESE
LAPORAN PENDAHULUAN TETRAPARESE

1. Definisi
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan
“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya
sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan
oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi
(khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan
neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang
menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan
tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil,
jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau
spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam
mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan
rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi
penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih
dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu benda
tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi
lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknyanya
kerusakan.

2. Etiologi
a. Complete/incomplete transection of cord with fracture Prolapsed disc
b. Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome
c. Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
d. Transverse myelitis Acute myelitis
e. Anterior spinal artery occlusion
f. Spinal cord compression
g. Haemorrhage into syringomyelic cavity
h. Poliomyelitis

3. Klasifikasi
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya :
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron
(LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
 Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral
menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh
yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat
servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN)
pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan
yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks
dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan
parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di seluruh tubuh. Lesi yang terletak di
medula spinalis tersebut maka akan menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat
anggota gerak yang disebut tetraparese spastik 1,5.
 Lesi di Low cervical cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja
memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan
asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada
didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi
kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi
bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor
Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor Neuron
(LMN).
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat
mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan
bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu
anterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,
sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom
lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya
infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang rusak
didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah
anggota gerak.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang
berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami
kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada
umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian
proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot
kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada
saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Salah
satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah polineuropati.

4. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum adalah:
 Masalah pernapasan seperti atelektasis, hipersekresi, bronkospasme, edema
paru dan pneumonia
 Tromboemboli paru dan emboli lain (pembekuan darah)
 Infeksi saluran kencing dan paru
 Dekubitus
 Hilangnya kontrol kandung kemih dan peristaltik usus
 Nyeri

5. Patofisiologi
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN)
atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi
pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di
medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan
karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi
pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior
medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,
thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat
anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka akan
berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah
lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese)
dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese
spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Yang terpenting untuk menegakkan diagnosa MND adalah diagnosa klinis 3,4
Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru dapat
diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis dan otot
penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah adanya tanda-tanda
gangguan UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal tanpa gangguan sensoris
dan biasanya dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran khasnya berupa kombinasi
tanda-tanda UMN dan LMN pada ekstremitas dengan adanya fasikulasi lidah.
Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan
adanya suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi penting
sekali untuk menegakkan diagnosa secara teliti dengan menyingkirkan kemungkinan-
kemungkinan yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang lengkap dan sesuai.
Pemeriksaan elektrofisiologis, radiologis, biokimiawi, imunologi dan histopatologi
mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya.
Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menegakkan .diagnosa MND. Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan
fasikulasi yang khas pada atrofi akibat denervasi.
Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam
batas normal. Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa
MND. Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit meninggi.
Kadar plasma kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai normalnya pada
sebagian penderita, tetapi penulis lain menyatakan kadarnya normal atau hanya sedikit
meninggi. Enzim otot carbonic anhydrase III (CA III) merupakan petunjuk yang lebih
sensitif.
Pemeriksaaan radiologis berguna untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosa
lainnya .MRI dan CT-scan otot bermanfaat untuk membedakan atrofi otot neurogenik
dari penyakit miopatik dan dapat menunjukkan distribusi gangguan penyakit ini. MRI
mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari korteks motorik dan degenerasi
Wallerian dari traktus motorik di batang otak dan medulla spinalis. Block dkk
mendemonstrasikan kemampuan proton magnetic resonance spectroscopy untuk
mendeteksi perubahan metabolik pada korteks motorik primer dari penderita MND
yang sesuai dengan adanya kerusakan sel neuron regional dan berbeda secara
bermakna dengan orang sehat atau penderita neuropati motoric.
Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang
menimbulkan slowly progressive proximal weakness dari miopati. Bila dilakukan
biopsi otot, terlihat serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaik yang
nomlal dari serabut-serabut otot .

7. Tatalaksana
MND adalah penyakit yang menakutkan karena penyakitnya terus berlanjut
sedangkan terapinya belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis
yang progresif. Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND, yang ada baru
berupa terapi suportif. Penatalaksanaan penderita MND membutuhkan pendekatan
multidisiplin bervariasi menurut latar belakang sosial ekonomi, budaya dan keluarga.
Masalah etika terlibat pada saat pengambilan keputusan untuk memberikan
alat bantu penafasan buatan, pemberian makan dengan cara artifisial dan penggunaan
obat-obat golongan narkotik pada tahap akhir penyakit ini. Masalah logistik dan
edukasi timbul dari jarangnya penyakit ini dijumpai dan kenyataan bahwa banyak
dokter maupun perawat yang kurang berpengalaman menangani paralise bulbar dan
paralise pernafasan kronik yang progresif.
Tujuan terapi adalah mempertahankan penderita dapat berfungsi dengan baik
selama mungkin, membantu stabilitas emosi dan menangani masalah fisik bila sudah
timbul. .Obat- obat seperti baclofen, diazepam, tizanidine dan dantrolene dapat
dipakai untuk mengatasi spastisitas yang terjadi.
Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan dengan ujung
lidah, meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut. Makanan yang
lunak tetapi padat lebih baik daripada makanan cair. Karena penderita sulit menelan
cairan, makanan yang dikonsumsinya harus banyak mengandung air. Mengulum
potongan es kadang-kadang dapat membantu penderita agar dapat menelan dengan
lebih baik. Neostigmin atau piridostigmin dapat diberikan bila perlu .Pemasangan
NGT dilakukan bila : (1). Dehidrasi berat ; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia
aspirasi ; (4). Sangat sulit menelan (5) Berat badan menurun terus. Agar tidak sering
tersedak dianjurkan agar makan perlahan-lahan, setelah mengunyah tunggu sebentar
sebelum menelan makanan, tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan
frekuensi makan ditambah tetapi dengan porsi kecil.
Fisioterapi terutama ditujukan untuk melatih sisa-sisa serabut otot yang
reinervasi yang masih dapat dilatih dan untuk otot yang mengalami disuse atrophy
pada penderita yang cacat atau inaktif . Pergerakan sendi perlu untuk menghindari
kekakuan sendi dan nyeri. Fisioterapi juga diperlukan karena dapat membantu
mengatasi kekecewaan penderita. Penanganan psikososial ditujukan untuk membantu
stabilitas emosi penderita dan keluarganya begitu mengetahui MND adalah penyakit
yang belum dapat diobati. Penderita harus memperoleh penjelasan bahwa ia masih
dapat hidup normal dengan penyakitnya tersebut dan dapat mengatasi problem yang
muncul.
Keperawatan
dan
1. Hambatan NOC: NIC :
mobilitas Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan Pergerakan aktif/pasif
fisik b.d normal Mobilitas sendi bertujuan untuk
penurunan dipertahankan. o Jelaskan pada mempertahankan
kekuatan otot KH: klien&keluarga fleksibilitas sendi
o Sendi tidak tujuan latihan
pergerakan sendi.
kaku
o Monitor lokasi dan
o Tidak terjadi
ketidaknyamanan
atropi otot
selama latihan
o Gunakan pakaian
yang longgar
o Kaji kemampuan
klien terhadap
pergerakan
o Encourage ROM aktif
o Ajarkan ROM
aktif/pasif pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien tiap
2 jam.
o Kaji
perkembangan/kemaj Ketidakmampuan
uan latihan fisik dan psikologis
2. Self care Assistance klien dapat
o Monitor kemandirian menurunkan
klien perawatan diri sehari-
o bantu perawatan diri
hari dan dapat
klien dalam hal:
terpenuhi dengan
makan,mandi,
toileting. bantuan agar
o Ajarkan keluarga kebersihan diri klien
dalam pemenuhan dapat terjaga
perawatan diri klien.

2 Defisit NOC : NIC : Self Care


. perawatan Self Care 1. Observasi kemampuan 1. Dengan
diri b.d Assistance( mand klien untuk mandi, menggunakan
kelemahan i, berpakaian, berpakaian dan makan. intervensi
fisik makan, toileting. 2. Bantu klien dalam posisi langsung dapat
KH: duduk, yakinkan kepala menentukan
-Klien terbebas dan bahu tegak selama intervensi yang
makan dan 1 jam setelah tepat untuk klien

Anda mungkin juga menyukai