Oleh:
Dwiyan Rizki Aulia S. Ked
NIM.1830912310111
Pembimbing:
dr. H. Among Wibowo, M. Kes, Sp.S
2. DAFTAR ISI……………………………………………………………. 2
3. BAB I: PENDAHULUAN……………………………………………… 3
7. BAB V: PENUTUP…………………………………………………….. 54
8. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 56
2
BAB I
PENDAHULUAN
korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau
dan anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan
kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari
ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk
oleh tulang vertebra. Medulla spinalis berawal dari tulang occipital dan
perempuan 43 cm.2
di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi)
3
dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak
bagian bawah . Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi facet superior
dan inferior (pars interartikularis). paraparese adalah adanya defek pada pars
memberikan hasil yang baik. paraparese dapat terjadi pada semua level
vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian
bawah.3
Kasus ini dapat ditemui pada pasien rawat inap di RSUD Ulin
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Paraparese
1. Definisi
dapat berasal dari lesi pada lokasi lain yang mempengaruhi UMN (terutama
lesi parasagital dan hidrocepalus) dan LMN (lesi pada cornu anterior, kauda
2. Epidemiologi
Dalam kasus cidera pada tulang vertebra sekitar 70% karena trauma
dan kurang lebih setengahnya termasuk cedera pada vertebra , sekitar 50%
industri sekitar 26%, kecelakaan dirumah sekitar 10%. Mayoritas dari kasus
trauma ditemukan adanya fraktur atau dislokasi, kurang dari 25% hanya
fraktur saja
3. Etiologi
5
Tabel 2. Tanda-tanda lesi Upper Motor Neuron6
Karakteristik Upper Motor Neuron (UMN)
Jenis dan Lesi di otak: “distribusi piramidalis” yaitu bagian
distribusi distal terutama otot-otot tangan; ekstensor lengan
kelemahan dan fleksor tungkai lebih lemah.
Lesi di medula spinalis: bervariasi, bergantung lokasi
lesi.
Tonus Spastisitas: lebih nyata pada fleksor lengan dan
ekstensor tungkai
Massa otot Hanya sedikit mengalami disuse atrophy
Refleks fisiologis Meninggi
Refleks patologis Ada
Fasikulasi Tidak ada
Klonus Seringkali ada
6
Episode rekuren paraparesis biasanya disebabkan oleh adanya
multiple sklerosis atau adanya malformasi vascular medulla spinalis.5
Kelainan akut pada medulla spinalis dengan deficit UMN
biasanya menunjukkan gejala inkontinensia, hilangnya sensoris dari
ekstremitas bawah yang menjalar kearah rostral tubuh setinggi dermatom
medulla spinalis yang terkena lesi, tonus otot bersifat flaccid dan reflex
tendon menghilang, pada beberapa kasus, penegakan diagnosis didasarkan
pada pencitraan radiologis pada medulla spinalis.5
Kelainan-kelainan UMN tersebut dapat berupa:5
1. Lesi kompresif (seperti tumor epidural, abscess, ataupun
hematoma)
2. Infark medulla spinalis (propriosepsi biasanya terganggu)
3. Fistula arteriovenous atau kelainan vaskular lainnya (trombosis
arteri spinalis anterior)5
4. Mielitis transversa
Kelainan pada hemisfer serebral yang dapat menyebabkan
paraparesis akut yakni anterior cerebral artery ischemia (reflex
mengangkat bahu dapat terganggu), superior sagittal sinus atau cortical
venous thrombosis, dan acute hydrocephalus. Jika tanda UMN disertai
adanya drowsiness, confusion, seizures, atau tanda hemisferik lainnya
tanpa adanya gangguan sensoris maka penegakan diagnosis dimulai
menggunakan MRI otak. Paraparesis merupakan bagian dari sindrom
kauda equine yang dapat disebabkan oleh trauma pada punggung bawah,
HNP, dan tumor intraspinal.5
Meskipun jarang paraparesis dapat disebabkan oleh neuropati
perifer yang berkembang dengan cepat seperti pada Sindrom Guillain-
Barre atau oleh miopati dan pada kasus ini studi elektrofisiologis dapat
membantu penegakan diagnosa.6
4. Klasifikasi
7
Parapeaese spastik terjadi kerusakan yang mengenai upper
motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan
tonus otot atau hipertoni.
b. Paraparese Flaksid
Paraparese flaksid terjadi karena krusakan yang mengenai lower
motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus
otot atau hipotoni.
5. Manifestasi Klinis
Kelumpuhan UMN dicirikan oleh tanda – tanda khas disfungsi susunan UMN
adalah :
1. Tonus otot meninggi atau hipertonia
Gejala ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik
tambahan terhadap inti – inti intrinsik medula spinalis. Hipertonia adalah
ciri khas bagi disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN.
Hipertonia tidak akan bangkit, bahkan tobus otot menurun, jika lesi
paralitik merusak hanya korteks motorik primer saja. Lesi hipertonia
menjadi jelas apabila korteks motorik tambahan ( area 6 dan 4 ) ikut
terlibat dalam lesi. Lesi paralitik yang menganggu piramidal juga pasti
akan menganggu ekstrapiramidal. Lesi di kapsula interna menganggu
serabut – serabut kortikobulbar/spinal dan juga serabut frontopontin,
temporo parietopontin berikut serabut – serabut striatal utama. Hal itu
menggambarkan bahwa komponen piramidal dan ekstrapiramidal akan
mengalami gangguan bersama. Hal ini terjadi karena lintasan piramidal
dan ekstrapiramidal berada di kawasan yang sama yaitu pendukulus
serebri, pes pontis, dan funikulus posterolateral/sulkomarginal.
Hipertonia yang diiringi kelumpuhan pada UMN tidak melibatkan
semua otot skeletal, melainkan otot fleksor seluruh lengan serta otot
abduktor bahu dan pada tungkai selurug otot ekstensornya serta otot
plantar flexi.
Tergantung dalam jumlah serabut penghantar impuls ekstrapiramidal dan
piramidal yang terkena gangguan, anggota gerak yang lumpuh dapat
8
memperlihatkan hipertonia dalam posisi fleksi atau ekstensi. Hal ini terjadi
pada kelumpuhan UMN yang melanda bagian bagian bawah (paraplegi)
akibat oleh karena lesi transversal di medula spinalis di atas intumensensia
lumbosakralis.
Apabila paraplegi yang disebabkan oleh lesi yang terutama merusak
serabut penghantar impuls piramidal saja, maka parapleginya hanya
menunjukkan hipertonia dalam posisi ekstensi. Apabila jumlah serabut
penghantar impuls ekstrapiramidal (serabut retikulospinalis dan
vestibulospinalis) ikut terlibat dalam lesi, maka paraplegi dalam posisi
fleksi.
2. Hiperfleksia
Pada kerusakan UMN refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa
(normal). Dalam hal ini gerak otot bangkit secara berlebihan, walaupun
rangsangan tendon sangat lemah. Hiperfleksia merupakan keadaan setelah
impuls inhibisi dari susunan piramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat
disampaikan motorneuron. Refleks tendon merupakan refleks spinal yang
bersifat segmental. Ini berarti bahwa lengkung refleks disusun oleh neuron
– neuron yang berada di satu segmen. Tetapi ada juga gerak reflektorik,
yang lengkung refleks segmentalnya berjalin dengan lintasan – lintasan
UMN yang ikut mengatur efektornya. Hal ini dijumpai pada refleks kulit
dinding perut. Pada refleks tersebut menghilang atau menurun.
3. Klonus
Hiperfleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot
reflektorik, yang bangkit secara berulang – ulang selama perangsangan
masih berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhannya disertai klonus kaki
dan klonus lutut.
4. Refleks Patologis
Pada kerusakan UMN dapat ditemukannya refleks patologis. Tetapi
mekanisme timbulnya refleks patologis masih belum jelas.
5. Tidak ada atrofi pada otot – otot yang lumpuh
9
Motor neuron dengan sejumlah serabut – serabut otot yang disarafinya
menyusun satu kesatuan motorik. Kesatuan fisiologik ini mencakup
hubungan timbali balik antara kehidupan motorneuron dan serabut oto
yang disarafinya. Runtuhnya motorneuron akan disusul dengan kerusakan
serabut – serabut saraf motoriknya. Oleh karena itu otot yang terkena akan
menjadi atrofi. Dalam hal kerusakan UMN, motorneuron tidak dilibatkan.
Oleh karena itu otot – otot yang lumpuh karena lesi UMN tidak akan
memperlihatkan atrofi. Namun demikian, otot yang lumpuh masih dapat
mengecil, bukan karena serabut – serabut yang musnah akan tetapi
dikarenakan otot tersebut tidak digunakan yang dikenal disuse atrophy.
6. Refleks automatisme spinal
Jika motorneuron tidak mempunyai hubungan dengan korteks motorik
primer dan korteks motorik tambahan, bukan berarti tudak berdaya
menggerakkan otot. Otot masih dapat digerakkan oleh rangsang yang
datang dari bagian susunan saraf pusat dibawah tingkat lesi yang
dinamakan sebagai gerakan refleks automatism spinal. Pada penderita
paraplegi akibat lesi transversal di medula spinalis atas, dapt dijumpai
kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua tungkai lumpuh, apabila
penderita terkejut. Tanda – tanda kelumpuhan UMN tersebut di atas dapat
seluruhnya atau sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah
terjadinya lesi UMN.
6. Diagnosis
1. Anamnesa
kekuatan tonus.
10
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
3. Pemeriksaan Radiologis :
1. X-Ray spine
- Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan oblique
- Tanda degenerasi dari spine adalah :
a. Reduksi dari ruang intervertebralis
b. Penyempitan foramen intravertebralis
c. Formasi osteofit
d. Pelebaran jarak antara pendukular ditemukan lesi intradural
2. Myelogram
3. CT-Sca
4. CSF analisis
8. Pengobatan
2. Fisioterapi
a. elektro Stimulus
11
karena ditakutkan resiko komplikasi akibat ketidaksterilan
jaringan scar.
kontraksi otot.
3. Alat Bantu
a. Back corsets
b. Tongkat Jalan
4. Operasi
A. Anatomi Vertebra
melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang
yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal
12
tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu
a.. Nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan,
13
Gambar 2.2. Hubungan antara vertebra dan nervus spinalis
1. Corpus / body
2. Pedikel
4. Prosessus transversus
5. Prosessus spinosus
14
Diantara vertebra ditemui discus intervertebralis (Jaringan
4. Ligamentum intertransversale.
5. Ligamentum flavum.
saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area
15
luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang
dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan
fungsi.
16
Gambar 2.3. Upper Motor Neuron dan Lower Motor Neuron
C. Mekanisme Cedera
sering pada leher. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau
17
Gambar 2.4. Hiperextension injury
2. Fleksi
18
samping kompleks posterior. Berbeda dengan fraktur kompresi
19
5. Rotasi-fleksi
6. Translasi Horizontal
20
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang
vertebra sebenarnya.
21
adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi
Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi
22
3. Fraktur dislokasi
tingkat vertebra T10. Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan
lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera. Akar
toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak
pengaruhnya.
2. Di Bawah Vertebra Th X
antara vertebra T I dan LI, dan meruncing pada ruang di antara vertebra
LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari konus medularis dan
23
beraturan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul
pada tingkat yang berurutan pada spina lumbosakral. Karena itu, cedera
antara vertebra T10 dan LI dapat menyebabkan lesi korda dan lesi
belakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar
telapak kaki
kaki
c) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki
pengendalian kencing.
24
3. Lesi Korda Lengkap
ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama) diagnosis tidak
dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dan defisit saraf
terus berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi korda lengkap yang
neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi akar yang turun
Sindrom Deskripsi
25
sisi kontralateral
Central cord Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih
1. Klasifikasi Frankel :
Grade Description
26
level defisit neurologi
lainnya. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan
medulla spinalis, jika pasien datang dengan nyeri pada leher, tulang
vertebra.
27
2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat
G. Tatalaksana
bagian bawah. Fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun
28
mengalami dislokasi memerlukan traksi, halo ring dan vest brace
Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak
bone graft dibantu dengan alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle
screws.
29
Gambar 14. Vertebroplasty & Kyphoplasty
dua hari
5. Cegah dekubitus
30
BAB III
DATA PASIEN
I. DATA PRIBADI
Nama : Ny. R
Umur : 54 Tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Dayak
Agama : kristen
Pekerjaan : pedagang
Status : Menikah
Palangkaraya
No. RMK : 0 99 84 79
II. ANAMNESIS
Perjalanan Penyakit :
Pasien dating ke IGD pada jam 11.00 pada tanggal 5 agustus 2019
dengan keluhan kelemahan pada kedua kaki, kaki kiri dan kaki kanan pasien
tidak dapat digerakkan. Keluhan awalnya muncul sejak pagi 4 agustus 2019
31
saat bangun tidur pasien merasakan kesemutan seperti kram pada kedua
mencoba berdiri, pasien merasa kelemahan pada kaki. Saat hari minggu ketika
pasien pergi ke pasar tiba-tiba jatuh ke pasir dengan posisi bertopang oleh lutut
dan kedua telapak tangan. Sehabis jatuh pasien masih bias langsung berdiri dan
berjalan dengan normal, namun pasien mengeluhkan mulai terasa nyeri pada
bagian lutut hingga ujung jempolnya namun rasa sakit hanya biasa-biasa saja,
namun rasa sakit semakin memberat dan pasien mulain meminum obat
asam uratnya tinggi. Keluhan pusing, sakit kepala mual dan muntah di sangkal.
Pasien mengaku tidak pernah terjatuh, pasien 5 tahun yang lalu di diagnose
2013 pasien mengeluhkan asam urat, pasien hanya meminum obat asam
32
Kebiasaan : Pasien memiliki pekerjaan sebagai pedagang dan setiap hari
mengangat barang-barang.
Thoraks
normal
33
Proses Berfikir : Tidak Terganggu
Penyerapan : Baik
Kemauan : Baik
Psikomotor : Normoaktif
V. STATUS NEUROLOGIS
A. Kesan Umum:
Kesadaran : Composmentis, E4 V5 M6
Kepala:
Besar : normal
Wajah:
34
B. Pemeriksaan Khusus
Kernig : (-)/(-)
Laseque : (-)/(-)
Bruzinski I : (-)/(-)
Bruzinski II : (-)/(-)
Bruzinski IV : (-)/(-)
2. Saraf Otak
Kanan Kiri
N. Optikus
normal)
Kanan Kiri
35
N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens
Pupil
Lebar : 3 mm 3 mm
N. Trigeminus
Cabang Motorik
36
Otot Temporal : (+) (+)
Kanan Kiri
Cabang Sensorik
Refleks kornea : + +
N. Facialis
Waktu Diam
Waktu Gerak
Bersiul : Normal
N. Vestibulocochlearis
Vestibuler
37
Pendengaran : ada
Bagian Motorik:
Bagian Sensorik:
Refleks muntah :+
N. Accesorius
Kanan Kiri
normal
38
N. Hypoglossus
3. Sistem Motorik
Kekuatan Otot
+5 +5
- Kekuatan motorik ekstremitas :
3 3
- Tubuh :
Istirahat : Normal
- Lengan (Kanan/Kiri)
Fleksi sendi pergelangan tangan : dalam batas normal / dalam batas normal
Ekstensi sendi pergelangan tangan : dalam batas normal / dalam batas normal
- Tungkai (Kanan/Kiri)
39
Fleksi artikulasio coxae : sde / sde
Besar Otot :
Palpasi Otot :
Konsistensi : Normal
Tonus Otot :
Lengan Tungkai
Hipotoni - - - -
Spastik - - + +
Rigid - - - -
Rebound - - - -
Gerakan Involunter
40
Tremor : Waktu Istirahat : -/ -
Chorea :-/-
Athetose :-/-
Balismus :-/-
Torsion spasme : - / -
Fasikulasi :-/-
Myokimia :-/-
Koordinasi :
3. Sistem Sensorik
Rasa Eksteroseptik
Rasa Proprioseptik
41
Rasa Enteroseptik
Rasa Kombinasi
Fungsi luhur
4. Refleks-refleks
42
Refleks Patologis :
Tungkai
Lengan
Hoffmann-Tromner : -/-
Miksi : Normal
Salivasi : Normal
6. Columna Vertebralis
Kelainan Lokal
Khyposis : ada
Fleksi : bisa
Ekstensi : bisa
43
Rotasi : sulit dievaluasi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
JENIS
HASIL Nilai Rujukan
PEMERIKSAAN
4.100.000 – 6.000.000
Eritrosit 3.880.000 /ul
/ul
Hematokrit 32,2 % 42 – 52 %
MCV 83 fl 75 – 96 fl
MCH 28.1 pg 28 – 32 pg
MCHC 33,9 % 33 – 37 %
44
Basofil# 0,08 ribu/ul <1,00 ribu/ul
45
Pemeriksaan CT Scan (15 Juni 2019)
46
Pemeriksaan MSCT Lumbar Spine ( 8 Agustus 2019 )
47
Kesimpulan dari foto thorax AP Lateral
- Osteoporosis
C. RESUME PENYAKIT
1. ANAMNESIS
SMRS. Sebelumnya pasien tidak mengeluhkan apa apa dan keluhan muncul
beliau sebagai buruh. Keluhan awal pasien yaitu hanya merasa kelelahan dan
merasa kesemutan pada daerah kaki namun tiba tiba saja pasien tidak dapat
pada daerah spine dan didapatkan hasil fraktur compresi pada daerah VTH 11
VTH 9 dan VL 1. Selama di rumah sakit pasien dalam kondisi yang baik saja
namun sering mengeluhkan tidak dapat tidur. Saat ini nyeri kepala (<), Susah
tidur (+), BAK (+), BAB (-) , Makan dan minum kurang.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Status interna
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
48
GCS : E4V5M6 Tensi : 1600/1100 mmHg
Nadi : 96 Kali/Menit, Reguler, Kuat angkat
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,8 ºC
Status Neurologis
Nervus Cranialis :
N. III : Gerakan Bola Mata (+/+) N. IX: Reflek menelan dan muntah(+)
Motorik :
+5 +5
3 3
49
Sensibilitas :
+ +
+ +
Reflex Fisiologis :
Biceps : +3 | +3
Triceps : +3 | +2
Patella : +2 |+ 2
Achilles : +1 | +1
D. DIAGNOSIS
VT 10
E. TERAPI
c. Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
50
e. P.O Amlodipin 1x 10 mg
F. PROGNOSIS
51
BAB IV
PEMBAHASAN
Tungkai bawah yang muncul secara tiba-tiba saat bangun tidur disertai dengan
kesemutan seperti kram pada kedua kaki. Keluhan tersebut dirasakan pasien
sejak 1 hari yang lalu, dari keluhan yang dirasakan, hal ini mengarah ke
seperti gejala kelemahan pada kedua tungkai dan juga rasa kebas dan
kesemutan di kedua tungkai bawah, hal ini bisa dibuktikan dari hasil anamnesis
pasien pernah punya riwayat terjatuh sebelumnya, pasien juhga bekerja sebagai
pedagang yang sering mengangkat angkat barang dengan gerakan yang tidak
benar saat bekerja hal ini merupakan salah satu faktor resiko yang dapat
terdapat pada pasien disebabkan salah satunya karena terdapat fraktur pada
osteogenik.
52
Obat-obatan yang didapatkan pasien saat dirawat di RSUD Ulin
adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra
pasien hal ini disebabkan karena factor usia yaitu rapuhnya tulang- tulang atau
53
Selain hal tersebut pasien juga mengalami gejala cedera medulla spinalis,
Gejala yang timbul jika mengalami cedera medulla spinalis antara Vertebra Th
I dan Th X yaitu kemungkinan akan terjadi paralisis tungkai bawah dan visera.
Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak
cedera di antara vertebra T10 dan LI dapat menyebabkan lesi korda dan lesi
akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya menyebabkan lesi akar saraf.
sepanjang bagian belakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar
telapak kaki, tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan
kaki, refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki,
pengendalian kencing.
bagian yang dipasok oleh segmen sacral, tenaga motorik pada otot yang
mengendalikan pinggul dan lutut, refleks kremaster dan refleks lutut. Bila
membedakan antara transeksi korda tanpa kerusakan akar saraf dan transeksi
korda dengan kerusakan akar saraf. Pasien tanpa kerusakan akar saraf jauh lebih
baik
54
BAB V
PENUTUP
kelemahan dan nyeri pada kedua tungkai bawah sebelum masuk rumah sakit.
55
DAFTAR PUSTAKA
6. Jusuf, Muhammad. Sutami, Sri. Was an, Muhammad. Berkala Neuro Sains.
PERDOSSI Yogyakarta: Bagian Ilmu syaraf UGM.Vol 12 No 3. 2011.
12. Ropper AH, Brown RH, Adams RDI, Victor M. Adams and Victor's
principles of neurology. Edisi ke-8. New York: McGraw- Hill, 2014.
13. adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology.
Edisi 8. New York : McGraw-Hill. p 50-52; 1049-1092.
56
14. Fynn E, Khan N, Ojo A. Meningioma- a review of 52 cases. SA J of
Radiology. 2004:3-5.
15. Butt ME, Khan SA, Chaudrhy NA, Qureshi GR. Intra-Cranial space
occupying lesions : A morphological analysis. Biomedica, 2005; 21:31-5.
57