Anda di halaman 1dari 8

1.

Pendahuluan Kontrol gerakan dilaksanakan melalui sistem motorik yang merupakan suatu

sistem yang mengatur pergerakan tubuh dan anggota badan, yang secara umum terbagi atas dua bagian besar, yaitu susunan saraf pusat (sistem motorik piramidal dan ekstrapiramidal), dan susunan saraf perifer (motoneuron, inti saraf otak, radiks anterior, pleksus, dan saraf tepi). Serabut saraf yang mengurus otot volunter berasal dari neuron di korteks motorik berjalan ke kaudal ke kornu anterior medula spinalis, membentuk jaras yang disebut traktus kortikospinalis atau traktus piramidalis.1 Traktus kortikospinal yang dikenal juga dengan nama traktus piramidalis merupakan traktus desenden yang paling besar dan paling penting pada manusia dalam fungsi regulasi gerakan volunter. Traktus kortikospinal berasal dari area motorik serebri, berjalan menuju medulla spinalis. Traktus kortikospinal terdiri atas axon-axon yang berasal dari sel-sel neuron di dalam korteks serebri. 1,2 Serabutserabut motorik ini berasal dari beberapa area motorik korteks serebri, yaitu dua pertiga dari primary motor area (area 4), supplementary motor area (medial area 6), dan premotor area (lateral area 6), sisanya berasal dari somatosensory cortex (area 3,2,1) dan posterior parietal cortex (area 5 dan 7).1,2,3

2.

Jalur Traktus Piramidalis Serat-serat motorik berupa homunkulus motorik yang meninggalkan korteks

motorik akan bergabung melalui materi putih (korona radiata) otak, membentuk limbus posterior kapsula interna (disini serabut-serabut saraf saling berdekatan), lalu masuk ke cerebral peduncle (crus cerebri) melalui pons bagian tengah. Diperbatasan pons dan medulla oblongata serabut memanjang terbalik dan menonjol seperti piramid terbalik, oleh karena itu disebut traktus piramidalis. Pada bagian bawah akhir medula oblongata, 80-85% serabut traktus piramidalis akan menyilang di garis tengah, yang disebut decussatio pyramidalis. Serabut kortikospinal yang menyilang

kemudian berjalan di funikulus dorsolateralis kontralateral dinamakan traktus kortikospinalis lateralis, dan sebagian kecil yang tidak menyilang turun ke medula spinalis bagian ipsilateral funikulus anterior yang disebut sebagai traktus kortikospinalis anterior, lalu menuju bagian yang lebih bawah (biasanya setingkat dengan segmen yang akan dipersarafi) melalui komisura anterior medula spinalis.1 Serabut traktus kortikospinal lateral dan anterior makin ke kaudal semakin kecil, karena banyak serabut sudah mengakhiri perjalanannya. Pembagian serabut traktus kortikospinal sepanjang medula spinalis, diantaranya : 50% pada bagian servikal, 20% pada bagian torakal, dan 30% pada bagian lumbosakral. 4,5 90% serabut kortikospinalis sebenarnya tidak langsung bersinaps dengan motoneuron, melainkan dengan interneuron disekitar motoneuron. Melalui neuron-neuron perantara itu, baik motoneuron maupun motoneuron menerima pesan dari korteks serebri.1

Gambar 1. Jalur traktus piramidalis1

3.

Aspek Klinis Traktus kortikospinal mengontrol semua gerakan volunter yang terdiri dari

Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (UMN). Kerusakan traktus kortikospinal menghambat semua impuls volunter sepanjang perjalanannya dari korteks serebri turun ke motoneuron masing-masing pada kornu anterior medula spinalis (Gambar 4).6 Fase akut lesi traktus kortikospinalis, reflek tendon akan hipoaktif, ada flaksid, dan kelemahan otot. Reflek ini akan kembali dalam beberapa hari atau minggu dan menjadi hiperaktif karena respon serabut otot lebih sensitif terhadap regangan, terutama sekali pada otot-otot fleksor ekstrimitas atas, dan ekstensor ekstrimitas bawah.1 Hipersensitifitas ini terjadi akibat kehilangan kontrol inhibitor sentral desenden dari sel-sel fusimotor ( motor neuron), yang menginervasi serabut otot, sehingga terjadi aktivasi yang permanen den respon yang lebih cepat dari normalnya. Gangguan terhadap sistem pengaturan panjang serabut otot juga terjadi, sehingga otot-otot fleksor ekstrimitas atas, dan ekstensor ekstrimitas bawah menjadi lebih pendek. Hasil dari semuanya adalah tonus otot meningkat, terjadi spastik, dan hiperreflek, yang disebut juga tanda traktus piramidalis dan klonus, selain itu dikenal juga tanda pada jari tangan dan kaki (seperti tanda babinski).1 Pada lesi UMN terjadi paralisis spastik, hipertonia, hiperrefleks, refleks patologis dan klonus positif. Refleks patologis yang sering didapatkan adalah refleks Babinski. Sedangkan lesi LMN terjadi karena kerusakan sel-sel kornu anterior atau akson-akson pada ganglion anterior, serta saraf perifer, gambaran klinisnya berupa paralisis flaksid, hipotonia, hiporefleks, reflex patologis negatif, atrofi otot-otot bersangkutan yang progresif dan fasikulasi.1,2

Gambar 2. Sindroma spesifik berdasarkan lokasi lesi di sepanjang perjalanan traktus kortikosponal 1 a. Lesi kortikal Gejala khas yang berkaitan dengan lesi pada gambar (a) adalah paresis distal ekstremitas atas, kerusakan yang paling serius terjadi adalah gangguan kontrol motorik, lebih sering parese daripada plegia, dan lebih sering flaksid daripada spastik karena yang berperan besar adalah jalur nonpiramidal. Kelemahannya berupa paresis flaksid karena jalur nonpiramidal menyebar luas. Lesi yang mengenai korteks serebral seperti tumor, infark, atau trauma, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh pada sisi yang berlawanan. Hemiparese terlihat pada wajah dan tangan (kelemahan brakiofasial), dan lebih sering terjadi karena bagian tubuh ini mempunyai representasi kortikal yang besar. b. Lesi kapsula interna Jika kapsula interna (gambar b) terkena, seperti perdarahan, iskemia, akan terjadi spastik hemiplegia kontralateral. Lesi pada tingkat ini akan mempengaruhi serabut piramidal dan non piramidal karena keduanya terletak saling berdekatan. Tidak terlihat defisit saraf kranial yang lain, sebab adanya persarafan bilateral. Paresis kontralateral pertama akan bersifat flaksid (pada fase shock), tapi dalam beberapa jam atau hari akan menjadi spastik karena terjadi kerusakan serabut non piramidal. c. Lesi pedunkel Lesi pedunkel seperti proses vascular, perdarahan atau tumor menghasilkan hemiparese spastik kontralateral yang dapat disertai oleh kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral. d. Lesi pons Lesi pons seperti tumor, iskemia otak atau perdarahan dapat menyebabkan hemiparesis kontralateral atau bilateral. Tidak semua serabut piramidalis yang akan terkena karena serabut ini menyebar ke area yang lebih luas pada pons. Serabutserabut yang mempersarafi wajah dan nukleus hipoglosus telah berpindah ke posisi

yang lebih dorsal sebelum mencapai tingkat ini, oleh karena itu kelumpuhan wajah atau hipoglosus sentral jarang ditemukan, meskipun masih ada kemungkinan terjadi kelumpuhan nervus 5 atau 6. e. Lesi piramidal Lesi pada piramid medularis biasanya tumor, dapat merusak serabut piramidalis, sebagai akibatnya hemiparese kontralateral dapat terjadi. Kelemahannya lebih bersifat paresis daripada plegia karena masih terdapat sisa serabut desenden lainnya. Serabut ekstrapiramidalnya utuh karena lebih ke dorsal. f. Lesi servikal Lesi traktus piramidalis pada daerah servikal seperti tumor, mielitis, trauma, menyebabkan hemiplegia spastik ipsilateral karena traktus ini telah menyilang pada tingkat yang lebih atas, dan spastik terjadi karena adanya serabut non piramidal pada daerah ini. Lesi yang bilateral pada bagian servikal yang lebih atas akan menyebabkan terjadinya quadriparese atau quadriplegia. g. Lesi torakal Lesi ini (akibat trauma atau mielitis) menyebabkan monoplegia spastik ipsilateral ekstremitas inferior. Kerusakan bilateral menyebabkan paraplegia. h. Lesi radiks anterior Kelumpuhan akibat lesi ini adalah ipsilateral dan flaksid, akibat kerusakan motor neuron bawah atau perifer. Lesi pada neuron motorik pertama pada otak atau medula spinalis biasanya akan menyebabkan paresis spastik, sedangkan lesi neuron motorik kedua pada kornu anterior, ganglion anterior, nervus perifer, atau motor end plate biasanya menyebabkan paresis flaksid.

DAFTAR PUSTAKA 1. Frotscher M, Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology, AnatomyPhysiology-Signs-Symptoms. New York: Thieme Stuttgart, 2005. 56-69 2. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology 8 th Edition. USA : McGraw Company 3. Canadian Institutes of Research. The Motor Cortex. http://thebrain.mcgill.ca/flash/a/a_06/a_06_cr/a_06_cr_mou/a_06_cr_mou. html. [diunduh 21 April 2010] 4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT. Dian Rakyat. 2008 5. Campbell, William W. The Corticospinal (Pyramid) Level. Chapter 25. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition, 2005. 6. Greenstein A, Greenstein B. Color Atlas of Neuroscience, Neuroanatomy and Neurophysiology. New York: Thieme Stuttgart, 2000 . 178-83

Anda mungkin juga menyukai