Anda di halaman 1dari 168

14

MANAJEMEN CAIRAN DAN STATUS NUTRISI DENGAN


KUALITAS HIDUP PASIEN HEMODIALISA
DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Oleh
YUSNAINI SIAGIAN
137046060/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


15

MANAJEMEN CAIRAN DAN STATUS NUTRISI DENGAN


KUALITAS HIDUP PASIEN HEMODIALISA
DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSNAINI SIAGIAN
137046060/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


16

Universitas Sumatera Utara


17

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Oktober 2016

KOMISI PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes

Anggota : 1. Cholina Trisa Siregar. S.Kep, Ns, M.Kep, Sp. KMB

2. Dr. dr. Dina Keumala Sari, M. Gizi, Sp. GK

3. Asrizal, S.Kep, Ns, M.Kep., WOC(ET)N., CHt.N

Universitas Sumatera Utara


18

Universitas Sumatera Utara


19

Judul Tesis : Manajemen Cairan dan Status Nutrisi dengan


Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RSUD
DR. Pirngadi Medan
Nama : Yusnaini Siagian
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2016

ABSTRAK

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa mengalami


perubahan seluruh aspek kehidupannya terutama pembatasan asupan cairan dan
nutrisi supaya mampu beradaptasi sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan
hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien
hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif
korelasi. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner manajemen cairan, kuisioner
kualitas hidup dan lembar food recall 24 jam. Responden penelitian ini berjumlah
92 orang dengan tehnik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden masih mengalami
kelebihan cairan yang cukup tinggi dengan rata-rata skor manajemen cairan 78,07,
median 77,50 dan standar deviasi 9,50. Sebagian besar status nutrisi responden
kurang sebanyak 64 orang (69,6%) dan nilai kualitas hidup responden mengalami
penurunan yang signifikan dengan nilai rata-rata 59,61 (SD 21,32). Analisa hasil
penelitian menggunakan uji pearson (bivariat). Pada analisa korelasi didapatkan
tidak ada hubungan antara manajemen cairan dengan kualitas hidup pasien
hemodialisa (p= 0,253 dan r = -0,120) dan ada hubungan yang bermakna antara
status nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa (p= 0,001 dan r = 0,338).
Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD DR.
Pirngadi Medan kesulitan melakukan pembatasan asupan cairan terbukti dengan
adanya penambahan berat badan interdialisis kategori berat dan pasien juga
mengalami gangguan status nutrisi menyebabkan mereka berada pada keadaan
berisiko terkena komplikasi kelebihan cairan dan kekurangan nutrisi sehingga
mengalami penurunan kualitas hidup. Perawat di unit hemodialisa diharapkan
melakukan penambahan frekuensi hemodialisa 3 kali seminggu, pemberian
edukasi tentang nutrisi dengan pemberian buku saku diet serta melakukan
penilaian kualitas hidup pasien hemodialisa secara berkesinambungan.

Kata kunci : Manajemen cairan, status nutrisi, kualitas hidup pasien hemodialisa

i
Universitas Sumatera Utara
20

Thesis Title : Fluid Management and Nutritional Status on the Life


Quality of Hemodialysis Patients at RSUD DR.
Pirngadi, Medan
Name : Yusnaini Siagian
Study Programe : Master of Nursing Science
Field of Specialization : Medical Surgical Nursing
Academic Year : 2016

ABSTRACT

Patients with chronic kidney failure who undergo hemodialysis therapy


experience changes in all aspects of their lives, particularly in the limitation of
fluid and nutrition intake in order to be able to adapt so that they can improve
their life qualities. The research objective was to identify and describe the
correlation of management of fluid and nutritional status with hemodialysis
patients’ life quality at RSUD dr. Pirngadi, Medan. The design of the research was
descriptive correlation. The instruments were questionnaires of fluid management,
life quality, and 24-hour food recall sheets. There were 92 respondents, taken by
using purposive sampling technique. The results showed that on average, the
respondents still had quite high fluid excess which mean score, median, and
deviation standard of fluid management were 78.07, 77.50, and 9.50 respectively.
Most respondents’ nutritional status was low represented by 64 respondents
(69.6%) and the qualities of their lives decreased significantly with mean 59.61
(SD 21.32). The analysis of research results used Pearson testing (bivariate
analysis). The results of correlation analysis showed that there was not any
correlation between fluid management and hemodialysis patients’ life qualities
(p= 0.253 and r= -0.120) and there was significant correlation between nutritional
status and hemodialysis patients’ life qualities (p= 0.001 and r= 0.338), patients
with chronic kidney failure who were undergoing hemodialysis at RSUD dr.
Pirngadi, Medan had difficulties in setting the limitation of fluid intake. It was
proven by interdialysis weight gaining with heavy category and the patients who
expereienced some nutritional status problems and nutritional deficiencies so that
their life qualities were getting lower. The nurses at hemodialysis unit were
expected to increase the frequency of hemodialysis to be 3 times a week, to
provide education concerning nutrition by giving dietary pocket notes, and do
sustainable assessment on hemodialysis patients’ life quality.

Keywords : Fluid Management, Nutritional Status, Hemodialysis Patients’ Life


Qualities

ii
Universitas Sumatera Utara
21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul “Manajemen Cairan dan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup Pasien

Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian

dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan di Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan

kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister

Keperawatan.

2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Plt. Ketua Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU.

3. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan tesis

ini hingga selesai.

4. Cholina Trisa S. S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing II

yang tidak henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi

kepada penulis sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini.

ii
Universitas Sumatera Utara
22

5. Prof. Dr. dr. Harun Al Rasyid Damanik, Sp. PD, Sp. GK, Dr.dr. Dina

Keumala Sari, M.Gizi, Sp. GK dan Asrizal, S.Kep, Ns, M.Kep, WOC(ET)N

sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan

penulisan tesis ini.

6. Direktur RSUD DR. Pirngadi Medan beserta jajarannya yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit

tersebut.

7. Suami, Orang tua dan Keluarga penulis yang telah banyak memberikan

dukungan materil dan moril dalam penyelesaian tesis ini.

8. Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan HangTuah Tanjungpinang

Kepulauan Riau atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

9. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan III 2013/2014 dan semua

pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu

dan memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan

penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

profesi keperawatan.

Medan, 25 Oktober 2016


Penulis

Yusnaini Siagian

iii
Universitas Sumatera Utara
23

RIWAYAT HIDUP

Nama : Yusnaini Siagian


Tempat/Tgl Lahir : Alang Bonbon, 17 Mei 1979
Agama : Islam
Alamat : Jln. Bajak IV Barat Kelurahan Harjosari II
Kec. Medan Amplas.

Riwayat Pendidikan :
Jenjang Nama Institusi Tahun
Pendidikan

SD SD Negeri Gang Melati Asahan 1992


SLTP SLTP Negeri 1 Pulau Rakyat Asahan 1995
SMA SMU Negeri 1 Pulau Rakyat Asahan 1998
D3 Akademi Keperawatan Imelda Medan 2001
Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2007
Magister Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2016

Riwayat Pekerjaan :
Bekerja sebagai Staf Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Tanjungpinang Kepulauan Riau sejak tahun 2007 - sekarang.

iv
Universitas Sumatera Utara
24

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Permasalahan ......................................................................... 9
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 10
1.4. Hipotesis ............................................................................... 11
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 14


2.1. Hemodialisa .......................................................................... 14
2.1.1. Definisi ......................................................................... 14
2.1.2. Indikasi ........................................................................ 15
2.1.3. Prinsip Dasar ................................................................ 15
2.1.4. Komplikasi ................................................................... 16
2.1.5. Penatalaksanaan ............................................................ 22
2.2. Manajemen Cairan.................................................................. 23
2.2.1. Definisi ......................................................................... 23
2.2.2. Penyebab peningkatan asupan cairan ............................ 23
2.2.3. Komplikasi kelebihan cairan .......................................... 28
2.2.4. Cara mengukur manajemen cairan ................................. 28
2.3. Status Nutrisi .......................................................................... 29
2.3.1. Definisi ......................................................................... 29
2.3.2. Mengelola nutrisi/diet ................................................... 33
2.3.3. Cara menilai status nutrisi .............................................. 34
2.4. Kualitas hidup ........................................................................ 39
2.4.1. Definisi ......................................................................... 39
2.4.2. Domain Kualitas Hidup ................................................. 40
2.4.3. Instrument Kualitas Hidup ............................................. 41
2.4.4. Dampak hemodialisa terhadap kualitas hidup ................. 46
2.4.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup........... 48
2.5. Landasan Teori Keperawatan.................................................. 54
2.7. Kerangka Konsep .................................................................. 57

v
Universitas Sumatera Utara
25

BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................ 58


3.1. Jenis Penelitian ...................................................................... 58
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 58
3.3. Populasi dan Sampel............................................................... 59
3.4. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 61
3.5. Validitas dan Reliabilitas Kuisioner ....................................... 65
3.6. Variabel dan Definisi Operasional .......................................... 66
3.7. Variabel dan Definisi Operasional ......................................... 67
3.7. Metode Pengukuran ................................................................ 67
3.8. Metode Analisis Data ............................................................. 71
3.9. Pertimbangan Etik .................................................................. 72

BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................. 75


4.1. Deskripsi Karakteristik Responden .......................................... 75
4.2. Deskripsi Manajemen Cairan pasien Hemodialisa .................... 76
4.3. Deskripsi Status Nutrisi pasien Hemodialisa ............................ 77
4.4. Deskripsi Kualitas Hidup pasien hemodialisa ........................... 78
4.5. Uji normalitas semua variabel .................................................. 79
4.6. Hubungan Manajemen Cairan dengan Kualitas Hidup ............. 80
4.7. Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup ...................... 81
4.8. Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas
Hidup ...................................................................................... 81

BAB 5. PEMBAHASAN .......................................................................... 82


5.1. Manajemen Cairan Pasien Hemodialisa ................................... 82
5.2. Status Nutrisi Pasien Hemodialisa ............................................ 88
5.3. Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa ......................................... 96
5.4. Lama MenjalaniHemodialisa ................................................... 101
5.5. Hubungan Manajemen Cairan dengan Kualitas Hidup ............. 102
5.6. Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup ...................... 107
5.7. Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas
Hidup ...................................................................................... 109
5.8. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 110

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 113


6.1. Kesimpulan ............................................................................. 113
6.2. Saran ....................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 111


LAMPIRAN ............................................................................................. 125

vi
Universitas Sumatera Utara
26

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Nutrisi ............................................................ 35

Tabel 3.1 Variabel Independen dan Definisi Operasional ........................... 65

Tabel 3.2 Variabel Dependen dan Definisi Operasional .............................. 66

Tabel 3.3 Variabel Confounding dan Definisi Operasional ......................... 67

Tabel 3.4 Nomor Pertanyaan berdasarkan 19 aspek KDQOL ...................... 69

Tabel 3.5 Skor Item Pertanyaan Kuesioner KDQOL version 1,3 ................. 70

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ............................ 76

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Manajemen Cairan ..................................... 77

Tabel 4.3 Distribusi Status Nutrisi .............................................................. 78

Tabel 4.4 Distribusi Kualitas Hidup ........................................................... 79

Tabel 4.5 Uji Kolmogorov-Smirnov ........................................................... 80

Tabel 4.6 Hubungan Manajemen Cairan dengan Kualitas Hidup ................ 80

Tabel 4.7 Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup ........................ 81

Tabel 4.8 Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa dengan

Kualitas Hidup ........................................................................... 81

vii
Universitas Sumatera Utara
27

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................... 57

viii
Universitas Sumatera Utara
28

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian

a. Lembar Penjelasan tentang Penelitian .............................................. 130

b. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ........................................ 131

c. Kuesioner Karakteristik Responden ................................................ 132

d. Kuesioner Manajemen Cairan ......................................................... 133

e. Lembar Data food recall 1x24 Jam Pasien ..................................... 135

f. Kuesioner Kualitas Hidup KDQOL version 1,3 ............................... 136

Lampiran 2 Biodata Expert ........................................................................ 144

Lampiran 3 Izin Penelitian

a. Surat Uji Reliabilitas dari Dekan Fakultas Keperawatan ................. 145

b. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan ............ 146

c. Surat Persetujuan Etik Penelitian .................................................... 147

d. Surat Selesai Uji Reliabilitas dari Rumah Sakit ............................... 148

e. Surat Selesai Penelitian dari Rumah Sakit ....................................... 149

ix
Universitas Sumatera Utara
19

Judul Tesis : Manajemen Cairan dan Status Nutrisi dengan


Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RSUD
DR. Pirngadi Medan
Nama : Yusnaini Siagian
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2016

ABSTRAK

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa mengalami


perubahan seluruh aspek kehidupannya terutama pembatasan asupan cairan dan
nutrisi supaya mampu beradaptasi sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan
hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien
hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif
korelasi. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner manajemen cairan, kuisioner
kualitas hidup dan lembar food recall 24 jam. Responden penelitian ini berjumlah
92 orang dengan tehnik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden masih mengalami
kelebihan cairan yang cukup tinggi dengan rata-rata skor manajemen cairan 78,07,
median 77,50 dan standar deviasi 9,50. Sebagian besar status nutrisi responden
kurang sebanyak 64 orang (69,6%) dan nilai kualitas hidup responden mengalami
penurunan yang signifikan dengan nilai rata-rata 59,61 (SD 21,32). Analisa hasil
penelitian menggunakan uji pearson (bivariat). Pada analisa korelasi didapatkan
tidak ada hubungan antara manajemen cairan dengan kualitas hidup pasien
hemodialisa (p= 0,253 dan r = -0,120) dan ada hubungan yang bermakna antara
status nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa (p= 0,001 dan r = 0,338).
Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD DR.
Pirngadi Medan kesulitan melakukan pembatasan asupan cairan terbukti dengan
adanya penambahan berat badan interdialisis kategori berat dan pasien juga
mengalami gangguan status nutrisi menyebabkan mereka berada pada keadaan
berisiko terkena komplikasi kelebihan cairan dan kekurangan nutrisi sehingga
mengalami penurunan kualitas hidup. Perawat di unit hemodialisa diharapkan
melakukan penambahan frekuensi hemodialisa 3 kali seminggu, pemberian
edukasi tentang nutrisi dengan pemberian buku saku diet serta melakukan
penilaian kualitas hidup pasien hemodialisa secara berkesinambungan.

Kata kunci : Manajemen cairan, status nutrisi, kualitas hidup pasien hemodialisa

i
Universitas Sumatera Utara
20

Thesis Title : Fluid Management and Nutritional Status on the Life


Quality of Hemodialysis Patients at RSUD DR.
Pirngadi, Medan
Name : Yusnaini Siagian
Study Programe : Master of Nursing Science
Field of Specialization : Medical Surgical Nursing
Academic Year : 2016

ABSTRACT

Patients with chronic kidney failure who undergo hemodialysis therapy


experience changes in all aspects of their lives, particularly in the limitation of
fluid and nutrition intake in order to be able to adapt so that they can improve
their life qualities. The research objective was to identify and describe the
correlation of management of fluid and nutritional status with hemodialysis
patients’ life quality at RSUD dr. Pirngadi, Medan. The design of the research was
descriptive correlation. The instruments were questionnaires of fluid management,
life quality, and 24-hour food recall sheets. There were 92 respondents, taken by
using purposive sampling technique. The results showed that on average, the
respondents still had quite high fluid excess which mean score, median, and
deviation standard of fluid management were 78.07, 77.50, and 9.50 respectively.
Most respondents’ nutritional status was low represented by 64 respondents
(69.6%) and the qualities of their lives decreased significantly with mean 59.61
(SD 21.32). The analysis of research results used Pearson testing (bivariate
analysis). The results of correlation analysis showed that there was not any
correlation between fluid management and hemodialysis patients’ life qualities
(p= 0.253 and r= -0.120) and there was significant correlation between nutritional
status and hemodialysis patients’ life qualities (p= 0.001 and r= 0.338), patients
with chronic kidney failure who were undergoing hemodialysis at RSUD dr.
Pirngadi, Medan had difficulties in setting the limitation of fluid intake. It was
proven by interdialysis weight gaining with heavy category and the patients who
expereienced some nutritional status problems and nutritional deficiencies so that
their life qualities were getting lower. The nurses at hemodialysis unit were
expected to increase the frequency of hemodialysis to be 3 times a week, to
provide education concerning nutrition by giving dietary pocket notes, and do
sustainable assessment on hemodialysis patients’ life quality.

Keywords : Fluid Management, Nutritional Status, Hemodialysis Patients’ Life


Qualities

ii
Universitas Sumatera Utara
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit gagal ginjal kronis adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif

dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan

uremia (Smeltzer & Bare, 2010). Gagal ginjal kronis merupakan kerusakan ginjal

yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari

darah, ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus,

berlangsung lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009).

Penderita penyakit gagal ginjal kronik di dunia semakin meningkat,

menurut laporan The United States Renal Data System (USRDS, 2012) di

Amerika Serikat pada tahun 2011 sebanyak 1.901 per 1 juta penduduk penderita

gagal ginjal kronik, sementara Treatment of End Stage Organ Failure in Canada,

tahun 2000 sampai 2009 menyebutkan hampir 38.000 warga Kanada hidup

dengan gagal ginjal kronis dan telah meningkat hampir tiga kali lipat dari tahun

1990 (Corrigan, 2011). Data dari Indonesian Renal Registry tahun 2012 Indonesia

termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi,

dilaporkan jumlah pasien baru tahun 2007 sampai 2012 mencapai 19.621 orang

dan pasien aktif 9.161 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP HAM

Medan pada bulan Februari 2015 penderita gagal ginjal kronis yang rutin

menjalani hemodialisa sebanyak 170 pasien, data RSUD DR. Pirngadi Medan

1
Universitas Sumatera Utara
2

pada bulan Januari 2015 tercatat sebanyak 156 pasien, bulan Februari 2015

sebanyak 157 pasien, bulan Mei 2015 sebanyak 153 pasien dan bulan Maret 2016

tercatat 136 pasien yang rutin menjalani hemodialisa, sedangkan di Klinik

Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan bulan Februari 2015 sebanyak 135

orang.

Hemodialisa merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengeluarkan

produk sisa metabolisme berupa zat terlarut (solut) dan air yang berada dalam

darah melalui membran semi permiabel atau yang disebut dyalizer (Black &

Hawk, 2009). Terapi ini merupakan prosedur penyelamat jiwa yang mahal, tidak

asing dan suatu teknologi tinggi untuk mengeluarkan zat sisa metabolisme dan zat

toksin dari dalam tubuh melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrat. Di

Indonesia hemodialisa dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dengan setiap

hemodialisis dilakukan selama 4 jam (Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus

Alwi, Marcellus Simadibrata K dan Siti Setiati, 2006). Konsensus Dialisis

Pernefri (2003) menyatakan bahwa di Indonesia adekuasi hemodialisa dapat

dicapai dengan jumlah dosis 10-15 jam perminggu.

Bagi penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa merupakan salah satu

terapi pengganti ginjal yang dapat mencegah kematian tetapi tidak

menyembuhkan atau memulihkan penyakitnya. Pasien akan tetap menghadapi

permasalahan dan komplikasi terkait pengobatan. Tujuan utama tindakan

hemodialisa adalah untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh yang

merupakan fungsi ginjal normal (Smeltzer & Bare, 2010). Banyak dari pasien

hemodialisa dalam menjalani program rejimen pengobatan yang komplek,

Universitas Sumatera Utara


3

mengalami kesulitan untuk mengelola cairan dan pembatasan diet yang

mengakibatkan tingginya resiko kematian serta peningkatan biaya pelayanan

kesehatan (Cristovao, 2015). Menurut Tovazzi & Mazzoni, (2012), Pasien yang

mengalami kesulitan dalam mengelola cairan tidak mendapatkan pemahaman

tentang bagaimana strategi yang dapat membantu mereka dalam pembatasan

cairan. Sesuai dengan penelitian Kugler et., al (2005), sebanyak 81,4% pasien

mengalami kesulitan mengikuti diet dan sebanyak 74,6% pasien mengalami

kesulitan dalam pembatasan cairan. Sejalan dengan penelitian John (2012), pasien

hemodialisa sering gagal mengikuti diet dan mengelola cairan sehingga

mengurangi efektivitas perawatan dan menyebabkan perkembangan penyakit

tidak terduga dan kemungkinan besar terjadi komplikasi.

Asupan cairan harian pasien yang menjalani hemodialisa dibatasi hanya

sebanyak “insensible water losses” ditambah jumlah urin (Smeltzer & Bare,

2010). Apabila pasien hemodialisa tidak melakukan pembatasan asupan cairan

maka cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan edema

disekitar tubuh seperti tangan, kaki dan muka. Masalah kelebihan cairan yang

dialami pasien hemodialisa tidak hanya diperoleh dari asupan cairan yang

berlebihan akan tetapi juga dapat berasal dari makanan yang mengandung kadar

air tinggi, oleh karena itu keseluruhan diet pasien yang menjalani hemodialisa

harus dikontrol (Welch, Perkins, Johnson, & Kraus, 2006).

Penambahan berat badan interdialisis merupakan peningkatan volume cairan

yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk

mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialisis (Arnold,

Universitas Sumatera Utara


4

2008). Sejalan dengan hasil penelitian Istanti (2009), menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara masukan cairan dan penambahan berat badan

dimana semakin banyak masukan cairan maka semakin meningkat berat badan

antara dua waktu dialisis dan faktor yang paling berkontribusi pada terjadinya

penambahan berat badan interdialisis adalah masukan cairan. sedangkan Hasil

penelitian Lopez (2005) menyatakan bahwa besarnya kenaikan berat badan

interdialisis berhubungan dengan indeks massa tubuh (IMT), level serum albumin,

status nutrisi, tekanan darah sebelum dialisis, kadar ureum dan kreatinin. Hasil

penelitian Riyanto (2011) didapatkan data bahwa semakin tinggi penambahan

berat badan pada pasien hemodialisa maka semakin rendah kualitas hidupnya.

Hasil penelitian Mailani, Setiawan & Siregar (2014) di RSUD DR.

Pirngadi dan RSUP HAM Medan menyatakan dari 194 pasien ditemukan 88

responden mengalami penambahan berat badan interdialisis kategori berat (>3,9

%), 46 responden kategori sedang (3-3,9%), 60 responden kategori ringan (<3%).

Penambahan berat badan interdialisis di dapat rata-rata 2,13 Kg dengan

penambahan berat badan minimal 0,36 Kg dan maksimal 4,29 Kg. Selain itu

gambaran umum nilai kualitas hidup pasien hemodialisa dalam penelitian Mailani

juga mengalami penurunan terutama pada domain keterbatasan akibat masalah

fisik, keterbatasan akibat masalah emosi, beban akibat penyakit ginjal, fungsi

fisik, efek penyakit ginjal, persepsi kesehatan secara umum, tidur, status

pekerjaan, dan fungsi seksual. Kamyar & Kalantar (2009) menemukan bahwa

pasien yang memiliki berat badan interdialisis 4,0 kg atau lebih akan mengalami

peningkatan risiko kematian karena kardiovaskuler sebesar 25%.

Universitas Sumatera Utara


5

Manajemen cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa

merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang

berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah, edema terutama pada

ekstremitas bawah, sesak nafas, tachikardi, gagal jantung kongestif, hipertrofi

ventrikel kanan dan mendadak hipotensi saat dialisis (Smeltzer & Bare, 2010).

Hasil studi pendahuluan di RSUD DR. Pirngadi Medan yang dilakukan

Handayani (2011), terdapat sekitar 15% pasien dengan jadwal hemodialisa lebih

cepat dari jadwal yang seharusnya, 20% datang dengan keadaan sesak, 30% yang

mengalami kekurangan gizi, 40% mengalami komplikasi penumpukan cairan

yang berlebihan, 50% mengalami peningkatan berat badan dari yang seharusnya.

Sedangkan hasil penelitian Situmorang (2010) di RSUD DR. Pirngadi Medan

didapatkan data pola, jenis, jumlah dan frekuensi makan pasien yang menjalani

hemodialisa kurang baik sehingga asupan energi, kalium, natrium dan proteinnya

secara umum berada pada kategori kurang baik. Asupan cairan juga pada

umumnya berada pada kategori lebih.

Tindakan hemodialisa dilakukan untuk mengeluarkan zat-zat toksin dan

kelebihan cairan, namun dalam proses hemodialisa juga membuang zat-zat gizi

yang masih diperlukan tubuh, diantaranya protein, glukosa dan vitamin larut air.

Kehilangan zat-zat gizi ini apabila tidak ditanggulangi dengan benar dapat

menyebabkan gangguan status nutrisi seperti malnutrisi. Malnutrisi adalah faktor

utama terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pasien hemodialisis selain

kelebihan cairan. Penelitian di Kairo tahun 2005 melaporkan bahwa 20-60%

pasien hemodialisis mengalami malnutrisi (Azar et al., 2007). Penelitian lain yang

Universitas Sumatera Utara


6

dilakukan pada pasien di rumah sakit Riyadh Al Kharj tahun 2004 menunjukan

hasil bahwa 45% pasien yang memiliki BMI<23,6 menunjukan adanya resiko

mortalitas yang tinggi (Al Makarem, 2004). Data dari konsensus Eropa juga

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara malnutrisi dengan

adanya kormobiditas dan inflamasi pada pasien dialisis (Locatelli et al., 2002).

Malnutrisi energi protein adalah komplikasi malnutrisi tersering pada pasien

hemodialisis (Galland et al., 2001).

Menurut Aness, (2011) pasien hemodialisa selain mengalami gangguan

fisik juga mengalami perubahan konsep diri, psikososial, keuangan dan

mengalami perubahan peran dalam keluarga. Stres psikologis dan fisiologis utama

yang dialami oleh pasien dialisis adalah nyeri, pembatasan cairan dan nutrisi,

gatal, ketidaknyamanan, keterbatasan dalam aktivitas fisik, kelelahan, kelemahan,

biaya perawatan, perasaan tidak mampu dan suasana hati yang negatif (Welch &

Austin, 2001). Kim (2010), berpendapat seseorang yang menjalani hemodialisa

harus merubah seluruh aspek kehidupannya, mulai dari pasien harus datang ke

unit hemodialisa secara rutin, konsisten terhadap obat-obatan yang dikonsumsi,

memodifikasi nutrisi secara besar-besaran, sampai mengatur asupan cairan harian

serta mengukur keseimbangan cairan setiap hari.

Perubahan yang dialami pasien hemodialisa terlihat pada hasil penelitian

Farida (2010) berupa kelemahan fisik, penurunan nafsu makan, mual, muntah,

anuria, sesak napas karena kelebihan cairan dan mengalami edema serta kram

pada kedua kaki akibat garam yang berlebihan. Hasil penelitian Kring & Crane

(2009), menyatakan lebih dari 90% pasien hemodialisa mengalami kelelahan.

Universitas Sumatera Utara


7

Sesuai dengan penelitian Sullivan (2009), juga menyatakan dampak hemodialisa

terhadap fisik membuat pasien lemah dan lelah terutama setelah hemodialisa. Hal

ini didukung penelitian Rittman et al.,(1993 dalam John, 2012), beberapa pasien

setelah menjalani hemodialisa cenderung akan beristirahat sepanjang hari

dikarenakan energi mereka terkuras setelah menjalani proses hemodialisa. Bahkan

hasil penelitian Christos (2012) melaporkan hampir semua partisipan yang

mengatakan berhenti bekerja karena merasa terlalu lelah dan lemah sehingga tidak

mampu untuk bekerja dengan baik yang akhirnya berdampak terhadap biaya

kehidupan sehari-hari.

Pasien hemodialisa dalam mempertahankan kesehatannya harus mampu

beradaptasi karena perubahan yang terjadi dan dalam penelitiannya, adaptasi yang

dilakukan oleh partisipan adalah membatasi aktivitas dan membatasi asupan

cairan (Small, 2010). Sesuai dengan penelitian Arova (2013), didapatkan data,

partisipan membatasi intake minumannya kurang lebih 500-600 ml dalam sehari

yaitu minum melalui gelas kecil yang sama dengan menggunakan sedotan kecil

dan ada yang menggunakan botol yang berukuran 600 ml sehari atau 300 ml

sehingga 2 botol dalam sehari. Selain itu Muhammad (2012), dalam penelitiannya

menyatakan pasien gagal ginjal juga harus selalu menjaga pola makan dimana

mereka tidak bisa mengonsumsi buah dan sayuran sesuka hatinya layaknya orang

sehat karena beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan berpotensi

memperburuk kondisi mereka.

Kondisi diatas memberikan dampak dan mempengaruhi serta menurunkan

kualitas hidup pasien hemodialisa sehingga menyebabkan perubahan pada

Universitas Sumatera Utara


8

kemampuan untuk melaksanakan fungsi kehidupannya sehari-hari dan

membutuhkan peningkatan kompleksitas penanganan pasien (Young, 2009). Hal

ini sejalan dengan penelitian Cleary & Drennan (2005) terhadap 97 pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisa menunjukkan adanya penurunan

kualitas hidup diantaranya : keterbatasan vitalitas, fungsi fisik dan peran fisik.

Hasil penelitian Kusman (2005), tingkat kualitas hidup 91 pasien hemodialisa

didapatkan hasil 57,2 % pasien mempersepsikan hidupnya pada tingkat rendah

dan 66,1 % tidak puas dengan status kesehatannya.

Pembatasan asupan cairan serta makanan pada pasien hemodialisa sering

menghilangkan semangat hidup pasien serta keluarganya sehingga dapat

mempengaruhi pada kehidupan sosial, fisik, psikologis, ekonomi, lingkungan dan

spiritual pasien. Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa

khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam

kehidupannya (Smeltzer et. al., 2010). Pasien hemodialisa memerlukan perawatan

secara terus menerus. Perawatan sehari-hari adalah tanggung jawab klien. Pasien

dialisa mempunyai kemampuan alami dalam perawatan diri (self care) sehari-hari,

dan perawat harus fokus pada kemampuan tersebut (Orem, 1995 dalam Simmons,

2009). Perawat dalam memberikan perawatan pada pasien, membuat nursing

system yang effisien dan efektif dalam menentukkan cara-cara yang benar dalam

membantu self care pasien (Simmons, 2009) dalam memantau cairan dan nutrisi.

Saat ini kemampuan self care pasien telah menjadi perhatian dunia seiring dengan

peningkatan kejadian penyakit kronis di dunia. Kondisi dari peningkatan biaya

pengobatan serta jumlah tenaga edukator yang tidak cukup juga turut andil

Universitas Sumatera Utara


9

menjadi alasan self care penting ditingkatkan sebagai upaya meningkatkan

kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis, keluarga dan komunitas (Taylor &

Renpenning, 2011).

Asuhan keperawatan tidak hanya berfokus pada penurunan morbiditas dan

mortalitas pasien hemodialisa tetapi melihat pasien secara menyeluruh diharapkan

dapat membantu dalam mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidupnya.

Perawat membantu pasien dalam melakukan self care yang dibutuhkan sesuai

dengan penyakit kronis yang dialaminya agar dapat beradaptasi dengan perubahan

yang terjadi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien tersebut. Menurut

Welch& Austin (1999) dalam Reid (2011), pasien hemodialisa mengalami

kesulitan dalam pengelolaan kontrol pembatasan asupan cairan dan nutrisi. Uraian

tersebut menunjukkan pentingnya manajemen cairan dan nutrisi pada pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisa untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien sendiri. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melihat

bagaimana hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup

pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

1.2. Permasalahan

Terapi hemodialisa menjadi pilihan utama untuk bertahan hidup bagi

pasien gagal ginjal kronis. Tujuan dilakukan terapi hemodialisa salah satunya

adalah untuk membantu memperbaiki komposisi cairan tubuh sehingga mencapai

keseimbangan. Seseorang yang menjalani hemodialisa harus merubah seluruh

aspek kehidupannya, mulai dari pasien harus datang ke unit hemodialisa secara

Universitas Sumatera Utara


10

rutin, konsisten terhadap obat-obatan yang harus dikonsumsinya, memodifikasi

nutrisinya secara besar-besaran, sampai mengatur asupan cairan harian dan nutrisi

setiap hari. Pasien hemodialisa dalam mempertahankan kesehatannya harus

mampu beradaptasi karena perubahan yang terjadi. Dalam beradaptasi perlu

adanya usaha dari diri pasien untuk merawat dirinya sendiri (Self care) terutama

dalam melakukan pengendalian/pengaturan cairan dan nutrisi karena terapi tanpa

usaha dari diri pasien sendiri komplikasi dapat terjadi dan menimbulkan

ketidaknyamanan, meningkatkan stress dan mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Self care pasien dalam melakukan pengendalian/pengaturan cairan dan nutrisi

perlu dioptimalkan, ditingkatkan dan diperhatikan perawat karena dapat memberi

kontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisa.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian

dalam bentuk pertanyaan “Bagaimana hubungan manajemen cairan dan status

nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien

hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a) Mengidentifikasi karakteristik pasien yang menjalani terapi hemodialisa di

RSUD DR. Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara


11

b) Mengidentifikasi manajemen cairan pasien hemodialisa di RSUD DR.

Pirngadi Medan.

c) Mengidentifikasi status nutrisi pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi

Medan.

d) Mengidentifikasi kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi

Medan.

e) Mengidentifikasi hubungan manajemen cairan dengan kualitas hidup pasien

hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

f) Mengidentifikasi hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien

hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

g) Mengidentifikasi hubungan lama menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup

pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

1.4. Hipotesis

1.4.1. Mayor :

Ada hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup

pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

1.4.2. Minor :

Ada hubungan manajemen cairan dengan kualitas hidup pasien

hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

Ada hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa di

RSUD DR. Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara


12

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi pelayanan kesehatan

Sebagai bahan masukan, acuan dan dan pertimbangan terhadap keluhan dan

masalah yang dilaporkan pasien terkait penyakitnya sehingga tenaga kesehatan

dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menyiapkan strategi untuk

meningkatkan kemampuan pasien hemodialisa dalam melakukan manajemen

cairan dan nutrisi agar dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas hidupnya.

1.5.2 Bagi masyarakat

Pengelolaan cairan dan nutrisi bukan hanya dilakukan pasien namun

dibutuhkan adanya dukungan serta peran dari keluarga dan masyarakat sehingga

diharapkan dengan penelitian ini keluarga dan masyarakat memahami pentingnya

manajemen cairan dan nutrisi bagi pasien dan dapat memberikan dukungan penuh

dalam upaya meningkatkan atau mendorong pelaksanaannya.

1.5.3 Bagi tenaga perawat

Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi seluruh tenaga perawat dalam

meningkatkan pengetahuannya mengenai strategi tertentu dalam melakukan

manajemen cairan dan status nutrisi yang dilakukan pasien hemodialisa di Rumah

Sakit dan dapat mengajarkan strategi tersebut pada pasien-pasien hemodialisa

yang lain sehingga pasien tidak merasa tersiksa dengan pembatasan cairan dan

nutrisi yang dialaminya saat ini dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

hidup pasien itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara


13

1.5.4 Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dalam melakukan penelitian, menjadi acuan bagi

penelitian selanjutnya secara lebih spesifik pada manajemen cairan dan status

nutrisi pasien hemodialisa di Rumah Sakit dan menambah wawasan tentang

strategi pasien dalam melakukan manajemen cairan dan nutrisi pada pasien

hemodialisa di Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemodialisa

2.1.1 Definisi

Hemodialisa adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan

menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti

nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal kronis

(Black & Hawk, 2009; Ignatavicius, 2009).

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau

end renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau

permanen. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang

toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan

Madjid, 2009).

Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian.

Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit

ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin

yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap

kualitas hidup pasien (Smeltzer et. al., 2010).

14
Universitas Sumatera Utara
15

2.1.2 Indikasi

Hemodialisa diindikasikan pada klien dalam keadaan akut yang

memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa

minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal kronis yang membutuhkan terapi

jangka panjang/permanen. Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada

gagal ginjal kronis adalah LFG kurang dari 15 ml/menit, hiperkalemia, asidodisis,

kegagalan terapi konservatif, kadar ureum lebih dari 200 mg/dl dan kreatinin lebih

dari 6 mEq/L, kelebihan cairan; dan anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari

(Smeltzer et al., 2010).

2.1.3 Prinsip dasar hemodialisa

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis

dan ultrafiltrasi. Saat proses difusi sisa akhir metabolisme di dalam darah

dikeluarkan dengan cara berpindah dari darah yang konsentrasinya tinggi ke

dialisat yang mempunyai konsentrasi rendah (Smeltzer et al., 2010). Ureum,

kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah kecairan

dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau

bicarbonat yang lebih konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi ke dalam

darah. Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan

membran dialiser dan perbedaan konsentrasi serta perbedaan tekanan hidrostatik

diantara membran dialisis (Price & Wilson, 2006).

Air yang berlebihan akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien

tekanan; dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih

Universitas Sumatera Utara


16

tinggi (tubuh klien) ke tekanan yang lebih rendah (dialisat). Gradien ini dapat

ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan

ultrafiltrasi pada mesin hemodialisa. Tekanan negatif sebagai kekuatan penghisap

pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air, sehingga tercapai

keseimbangan cairan.

2.1.4 Komplikasi klien hemodialisa

Terapi hemodialisa yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan

menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Gangguan fisik yang sering dikeluhkan

pasien yang menjalani terapi hemodialisa adalah kelelahan, tidak tahan cuaca

dingin, pruritus, kelemahan ekstremitas bawah, dan kesulitan tidur Yong, Kwok,

Wong, 2009). Sementara gangguan psikologis yang sering dialami pasien adalah

depresi sekitar 20 – 30 % terjadi pada pasien dialisis. Depresi dan kecemasan hal

yang paling umum dirasakan oleh pasien dialisis hal ini dikarenakan gejala uremia

seperti kelelahan, gangguan tidur, menurunnya nafsu makan dan gangguan

kognitif.

Penelitian Stefanovic & Avramovic, (2012) menunjukkan 50% dari pasien

yang menjalani terapi dialisis mengalami depresi. Gejala depresi yang biasa

ditunjukkan adalah rasa bersalah, putus asa, mudah marah dan bunuh diri. Selain

itu gangguan yang paling sering dialami pasien adalah dysfungsi seksual atau

gangguan ereksi pada pasien pria. Hasil penelitian Santos et al., (2012) dari total

58 pasien perempuan yang menjalani hemodialisa, diketahui 46 pasien

mengalami disfungsi seksual. Prevalensi disfungsi seksual di antara perempuan

yang menjalani hemodialisa sangat tinggi mencapai hampir 80%.

Universitas Sumatera Utara


17

Secara garis besar komplikasi yang terjadi pada pasien hemodialisa dapat

dibagi menjadi 2 (dua) yaitu komplikasi yang berhubungan dengan prosedur

dialisis dan komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis (Lewis

et. al., 2011).

Komplikasi intradialisis yang berhubungan dengan prosedur dialisis

adalah :

a. Hipotensi

Hipotensi saat hemodialisa (interdialytic hypotension) merupakan masalah

yang sering terjadi. Hipotensi intradialisis terjadi pada klien yang mengalami

gangguan sistem kardiovaskuler, yang disebabkan oleh kelainan struktur jantung

dan pembuluh darah. Hipotensi tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan,

tetapi juga meningkatkan angka kematian. Pencegahan hipotensi intradialisis

dengan cara melakukan pengkajian berat kering secara teratur,menghitung UFR

secara tepat, mengatur suhu dialisat, menggunakan dialisat bikarbonat, monitoring

tekanan darah selama proses hemodialisis (Kallenbach et al., 2005; Thomas,

2003; Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

b. Headache (sakit kepala)

Penyebab sakit kepala saat hemodialisis belum diketahui. Kecepatan UFR

yang tinggi, penarikan cairan dan elektrolit yang besar, lamanya dialisis, tidak

efektifnya dialisis, dan tingginya ultrafiltrasi juga dapat menyebabkan terjadinya

headache intradialysis (Incekara et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara


18

c. Mual dan muntah

Mual dan muntah saat hemodialisis dapat dipengaruhi oleh beberapa hal

yaitu gangguan keseimbangan dialisis akibat ultrafiltrasi yang berlebihan,

lamanya waktu hemodialisis, perubahan homeostasis, dan besarnya ultrafiltrasi.

(Thomas, 2003; Daugirdas, Blake & Ing, 2007; Holley et al, 2007).

d. Sindrom disequilibrium

Sindrom Disequilibrium merupakan sekelompok gejala yang diduga

terjadi karena adanya disfungsi serebral. Kumpulan gejala disfungsi serebral

terdiri dari sakit kepala berat, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran sampai

dengan koma. Sindrom disequilibrium saat hemodialisis terjadi akibat kondisi

yang meningkatkan edema serebral, adanya lesi pusat saraf (stroke/trauma),

tingginya kadar ureum pra HD, dan asidosis metabolik berat. Proses penarikan

ureum yang terlalu cepat pada saat hemodialisis mengakibatkan plasma darah

menjadi hipotonik. Akibatnya akan menurunkan tekanan osmotik, mengakibatkan

pergeseran air kedalam sel otak sehingga terjadi edema serebral (Thomas, 2003 :

Lopezalmaras, 2008).

e. Demam dan menggigil

Selama prosedur hemodialisa perubahan suhu dialisat juga dapat

meningkatkan atau menurunkan suhu tubuh. Suhu dialisat yang tinggi lebih dari

37.5°C bisa menyebabkan demam. Sedangkan suhu dialisat yang terlalu dingin

kurang dari 34 – 35,5°C dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler,

vasokontriksi dan menggigil (Pergola, Habiba & Johnson, 2004).

Universitas Sumatera Utara


19

f. Kram otot

Intradialytic muscle cramping, biasa terjadi pada ekstremitas bawah.

Beberapa faktor resiko terjadinya kram diantaranya perubahan osmolaritas,

ultrafiltrasi yang terlalu tinggi dan ketidakseimbangan kalium dan kalsium intra

atau ekstra sel (Thomas, 2003; Kallenbach et al, 2005).

g. Emboli udara
Udara dapat memasuki sirkulasi melalui selang darah yang rusak,

kesalahan menyambung sirkuit, adanya lubang pada kontainer cairan intravena,

kantong darah atau cairan normal salin yang kosong, atau perubahan letak jarum

arteri (Kallenbach et al 2005). Gejala yang berhubungan dengan terjadinya emboli

udara adalah adanya sesak nafas, nafas pendek dan kemungkinan adanya nyeri

dada (Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

h. Hemolisis
Hemolisis adalah kerusakan atau pecahnya sel darah merah akibat

pelepasan kalium intraselluler. Hemolisis dapat terjadi akibat sumbatan akses

selang darah dan sumbatan pada pompa darah, peningkatan tekanan negatif yang

berlebihan karena pemakaian jarum yang kecil pada kondisi aliran darah yang

tinggi, atau posisi jarum yang tidak tepat. Penyebab lain hemolisis adalah

penggunaan dialisat hipotonik (Thomas, 2003 ; Kallenbach et al, 2005). Hemolisis

masif akan meningkatkan risiko hiperkalemi, aritmia dan henti jantung (Thomas,

2003).

Universitas Sumatera Utara


20

i. Nyeri dada
Terjadi akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena

penarikan cairan dan perubahan volume darah menyebabkan terjadinya penurunan

aliran darah ke miokard dan mengakibatkan berkurangnya oksigen miokard. Nyeri

dada juga bisa menyertai komplikasi emboli udara dan hemolisis (Thomas, 2003 ;

Kallenbach et al, 2005).

Komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis adalah :

a. Penyakit Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian pada pasien yang

menjalani hemodialisis. Penyakit jantung disebabkan karena gangguan fungsi dan

struktur otot jantung, dan atau gangguan perfusi. Faktor risiko penyakit jantung

yaitu : faktor hemodinamik, metabolik seperti kelebihan cairan, garam dan retensi

air, anemia, hipertensi, hipoalbuminemia, ketidakseimbangan kalsium-fosfat,

dislipidemia, kerusakan katabolisme asam amino, merokok dan diabetes mellitus

(Parfrey & Lameire, 2000).

b. Anemia

Penurunan kadar Hb pada pasien gagal ginjal kronik terjadi akibat proses

penyakit akibat menurunnya produksi eritropoetin (EPO) oleh ginjal, tubuh tidak

mampu menyerap zat besi, dan kehilangan darah karena sebab lain. Pada pasien

hemodialisis, anemia bisa bertambah berat karena hampir tidak mungkin semua

darah pasien dapat kembali seluruhnya setelah menjalani hemodialisis. Sebagian

sel darah merah tertinggal pada dialiser atau blood line meskipun jumlahnya tidak

signifikan (Thomas, 2003).

Universitas Sumatera Utara


21

c. Mual dan lelah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan klien merasa mual dan kelelahan

(letargi) setelah menjalani HD. Beberapa penyebab timbulnya mual dan rasa lelah

setelah HD yaitu : Hipotensi, kelebihan asupan cairan diantara dua terapi

hemodialisis, problem terkait berat kering, obat hipertensi, anemia, penggunaan

asetat pada hemodialisis.

d. Malnutrisi

Malnutrisi terjadi khususnya kekurangan kalori dan protein, hal ini

berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas pada klien HD kronik. Faktor

penyebab terjadinya malnutrisi adalah karena meningkatnya kebutuhan protein

dan energi, menurunnya pemasukan protein dan kalori, meningkatnya katabolisme

dan menurunnya anabolisme. Juga disebabkan oleh metabolisme yang abnormal

akibat hilangnya jaringan ginjal dan fungsi ginjal (Charuwanno, 2005).

e. Gangguan kulit

Sebagian besar klien hemodialisa mengalami perubahan atau gangguan

pada kulit yaitu; gatal-gatal (pruritus), kulit kering (Xerosis) dan kulit belang (skin

discoloration). Penyebab gatal-gatal pada kulit, bisa disebabkan oleh karena kulit

yang kering, tingginya kadar kalsium, fosfat, hormon paratiroid dalam darah serta

meningkatnya kadar histamin dalam kulit. Kulit belang (skin discoloration)

banyak terjadi pada pasien hemodialisa. Salah satu penyebabnya adalah pigmen

Urochrome, dimana pigmen ini pada ginjal sehat dapat dibuang, namun karena

adanya kerusakan ginjal maka pigmen tertumpuk pada kulit, akibatnya kulit akan

terlihat kuning kelabu (Thomas, 2003). Penyebab kulit belang lainnya adalah

Universitas Sumatera Utara


22

uremic frost yaitu semacam serbuk putih seperti lapisan garam pada permukaan

kulit dimana hal ini merupakan tumpukan ureum yang keluar bersama keringat

(Thomas, 2003; Black & Hawk, 2009).

2.1.5 Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisa

Hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya

memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit

ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan

kehidupan pasien yang gagal ginjal. Pasien hemodialisa harus mendapat asupan

makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan

prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa.

Asupan protein diharapkan 1-1,2gr/KgBB/hari dengan 50% terdiri atas asupan

protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40 – 70 mEq/hari.

Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti

buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi

(Wijayakusuma, 2008).

Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin ditambah

insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40 – 120 mEq/hari guna

mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan

menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila

asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara dialisis akan terjadi

kenaikan berat badan yang besar (Sudoyo et, al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


23

2.2 Manajemen Cairan Pasien Hemodialisa

2.2.1 Definisi

Manajemen cairan adalah intervensi untuk mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh yaitu menghitung masukan dan

haluaran cairan. Manajemen cairan juga dilakukan untuk mencegah terjadinya

komplikasi akibat dari jumlah cairan yang berlebihan (ignatavicius, 2010). Bila

manajemen cairan buruk dapat menyebabkan penambahan berat badan

interdialitik sehingga mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas

penyakit kardiovaskuler. Penambahan berat badan interdialitik digunakan untuk

mengevaluasi bagaimana pasien mengelola asupan cairannya yang dihitung dalam

kilogram atau persentase (Cristovao, 2015). Menurut Richard (2006), pasien yang

mengalami gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa perlu memperhatikan

asupan cairan karena harus dibatasi dan pembatasan cairan ini merupakan isu

utama untuk pasien tersebut. Pembatasan tersebut penting agar pasien tetap

merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi hemodialisa

(Smeltzer et. al.,2010).

2.2.2 Penyebab peningkatan asupan cairan

Asupan cairan harus dimonitor untuk memastikan jumlah cairan tetap

stabil. Ada tiga penyebab utama peningkatan asupan cairan yaitu meningkatnya

asupan garam (sodium), kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dan asupan

cairan yang bebas.

Universitas Sumatera Utara


24

1. Meningkatnya asupan garam (sodium)

Sodium adalah salah satu dari tiga elektrolit yang mengontrol bagian

cairan masuk dan keluar dari sel. Sodium juga penting untuk pengaturan tekanan

darah dan volume, transmisi saraf, kontraksi otot dan keasaman darah dan cairan

tubuh. Namun, kadar sodium tinggi berkontribusi hipertensi, edema, gagal

jantung, edema paru dan kerusakan lebih lanjut untuk fungsi ginjal. Asupan

sodium juga memicu mekanisme haus dan jika mengkonsumsinya terlalu banyak

cenderung akan meningkatkan asupan cairan.

Respon normal seseorang terhadap haus adalah minum. Sesuai dengan

penelitian Mistiaen (2001), menemukan bahwa salah satu alasan pasien ketika

terdapat kenaikan berat badan diantara dua waktu dialisis adalah karena adanya

rasa haus yang berlebihan, meski pasien dalam keadaan kelebihan cairan, yang

dapat mengakibatkan kenaikan cairan berlebihan secara kronis. Asupan cairan

membutuhkan regulasi yang berhati-hati dalam gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisa, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat

diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien (Price & Wilson, 2006).

Kepatuhan terhadap pembatasan cairan selama periode antara dua waktu

dialisis tergantung pada kemampuan pasien untuk memilih dan efektif

menggunakan strategi perawatan diri terutama untuk menangani rasa haus yang

dialami saat melakukan pembatasan asupan cairan. Berdasarkan penelitian Arova

(2013), strategi yang partisipan lakukan dalam mengatur asupan cairan dan

menangani rasa haus dengan beberapa cara yaitu membatasi minum dengan gelas

kecil yang sama dan menggunakan sedotan kecil saat minum, membatasi minum

Universitas Sumatera Utara


25

dengan menggunakan botol berukuran 300 cc, membatasi minum dengan

menggunakan botol berukuran 600 cc, mengurangi intake cairan dengan sayur

berkuah dan menurunkan suhu tubuh dengan mandi atau berkumur.

2. Kadar gula darah yang tidak terkontrol

Glukosa merupakan sumber energi penting dalam tubuh dan merupakan

satu-satunya sumber energi bagi otak. Hal ini disimpan dalam tubuh dalam bentuk

glikogen. Konsentrasi glukosa yang tetap dalam darah dipertahankan sekitar

5 mmol / l oleh berbagai hormon termasuk insulin. Jika tingkat glukosa darah

meningkat di atas normal 10 mmol/l, akan terjadi hiperglikemia yang merupakan

gejala dari diabetes.

Kadar glukosa yang tinggi dalam darah menyebabkan rasa haus, sehingga

kebutuhan yang lebih besar untuk asupan cairan. Hal ini penting mengontrol

glukosa pada pasien dialisis untuk memastikan bahwa asupan cairan yang

berlebihan tidak terjadi karena kadar glukosa yang tinggi dalam darah. Pasien

diabetes perlu mengontrol asupan glukosa karena dapat menyebabkan rasa haus

yang berlebihan selanjutnya terjadi kelebihan cairan.

3. Asupan cairan yang bebas

Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan

dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,

hipotensi dan gangguan fungsi ginjal. Aturan yang dipakai untuk menentukan

banyak asupan cairan adalah : jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam

terakhir + 500 ml (IWL). Menurut hasil penelitian Arova (2013), semua partisipan

Universitas Sumatera Utara


26

menjelaskan bahwa asupan cairan yang dilakukan memang terbatas kurang lebih

500 – 600 ml dalam sehari.

Berat badan dibawah berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi dan

atau depresi volume, misalnya hipotensi, kram, hipotensi pustural, dan pusing.

Menurut Potter & Perry (2006) seseorang yang mengalami kelebihan cairan dapat

menimbulkan berbagai permasalahan : menimbulkan peningkatan frekuensi

napas, napas dangkal, dypnoe, crakckles, mual dan kembung, sakit kepala, pusing,

kelemahan otot, bisa terjadi letargi, bingung dan edema perifer. Penelitian Farida

(2010) melaporkan beberapa partisipan mengalami gangguan pola napas akibat

kelebihan cairan dan adanya asites.

Berat badan diatas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan

cairan, misalnya edema, sesak napas. Tanda seperti ini akan muncul bila kenaikan

berat badan pasien lebih dari 2 Kg. Akumulasi cairan yang dapat ditoleransi

adalah 1-2 Kg selama periode intradialitik (Cahyaningsih, 2009). Sesuai dengan

penelitian Kamyar & Kalantar (2009) menemukan bahwa pasien yang memiliki

berat badan interdialisis 4,0 kg atau lebih akan mengalami peningkatan risiko

kematian karena kardiovaskuler sebesar 25%, Penelitian Riyanto (2011)

didapatkan bahwa semakin tinggi penambahan berat badan pada pasien

hemodialisa maka semakin rendah kualitas hidupnya. Hasil penelitian Istanti

(2009), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masukan

cairan dan penambahan berat badan dimana semakin banyak masukan cairan

maka semakin meningkat berat badan antara dua waktu dialisis dan faktor yang

Universitas Sumatera Utara


27

paling berkontribusi pada terjadinya penambahan berat badan antara dua waktu

dialisis adalah masukan cairan.

Data menunjukkan bahwa pasien dengan gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa mengalami keputusasaan sehingga mereka berpotensi tidak

mematuhi terapi, salah satunya pembatasan asupan cairan yang mengakibatkan

kenaikan berat badan diantara dua waktu dialisis (Feroze, Martin, Reina & Zadeh,

2010).

Menurut penelitian John (2012) banyak pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa mengalami kesulitan memenuhi pembatasan cairan dan

diet untuk itu pasien-pasien ini memerlukan perubahan yang utama yaitu gaya

hidup untuk dapat beradaptasi. Penelitian tersebut juga melaporkan bahwa

semakin tinggi self efficacy yang dilaporkan responden maka semakin tinggi

kepatuhan terhadap pembatasan cairan dan diet yang diperlukan responden.

Supaya asupan cairan tidak bebas pada pasien hemodialisa dibutuhkan

adanya kemampuan pasien untuk mempunyai strategi atau langkah-langkah dalam

memanajemen pembatasan cairan yang dialaminya. Strategi atau langkah-langkah

tersebut tampak pada penelitian Cristovao (2015), menyatakan langkah-langkah

pasien hemodialisa untuk memanajemen pembatasan cairan ada dua yaitu

langkah-langkah untuk mengontrol asupan cairan dan langkah-langkah untuk

mengurangi konsumsi garam (sodium). Efektifitas dari langkah-langkah tersebut

dievaluasi dengan penambahan berat badan interdialisis. Hasil penelitian

menunjukkan langkah-langkah seperti menghindari makanan pedas, tidak

melebihi jumlah cairan yang diperbolehkan per hari, menghindari alkohol dan

Universitas Sumatera Utara


28

garam dimeja secara signifikan berkorelasi dengan rendahnya penambahan berat

badan interdialisis. Sebaliknya langkah dengan minum cairan dingin dan

pembatasan cairan dengan gejala berkorelasi dengan tingginya penambahan berat

badan interdialisis.

2.2.3 Komplikasi kelebihan cairan

Jika pasien mengkonsumsi terlalu banyak cairan, mungkin akan

mengalami komplikasi seperti peningkatan tekanan darah, edema terutama

ekstremitas bawah, sesak napas, takikardia, gagal jantung kongestif, hipertrofi

ventrikel kanan bahkan dapat mendadak hipotensi saat dialisis.

Tingginya kadar asupan cairan dapat disebabkan oleh sejumlah faktor

termasuk diet tinggi garam tinggi dan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol.

peningkatan asupan cairan ini bisa menyebabkan pasien mengalami kelebihan

cairan sehingga meningkatkan beban kerja jantung dan selanjutnya dapat

mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri (Mcintyre Natasha, Green & Christophar).

2.2.4 Cara mengukur manajemen cairan pada pasien hemodialisa

Pemantauan status cairan pada pasien dialisis status dilakukan secara

berkala. Setiap pasien harus menetapkan berat badan kering sebagai target untuk

setiap perawatan dialisis. Hal ini penting untuk menentukan berat badan kering

yang benar. Jika sudah diatur terlalu rendah, pasien dapat mengalami dehidrasi

parah dan hipotensi, sementara jika terlalu tinggi, lebih-hidrasi dapat

menyebabkan hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dan bahkan kegagalan

ventrikel kiri (LVF) (Mitchell 2002, Charra 1996). Berat kering adalah berat

badan pasien sendiri tanpa cairan ekstra dan digunakan sebagai target untuk setiap

Universitas Sumatera Utara


29

perawatan dialisis. Sebagian besar pasien, berat badan antara dua dialisis

(intradialytic berat badan) sebaiknya tidak lebih dari 1-2 kg.

Untuk menilai manajemen cairan pasien hemodialisa pada penelitian ini

menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dari Cristovao (2015) yang berisikan

langkah-langkah atau strategi pasien hemodialisa untuk memanajemen

pembatasan cairan yang dilakukannya. Hasil pengisian kuisioner akan didapatkan

strategi atau langkah-langkah yang sering dilakukan pasien hemodialisa dalam

memanajemen pembatasan cairannya. Hasil pengukuran kuisioner manajemen

cairan menggunakan skala likert dengan rentang nilai dimulai dari 43-129, dimana

43 menunjukkan nilai manajemen cairan terendah dan nilai 129 menggambarkan

manajemen cairan terbaik.

2.3 Status Nutrisi Pasien Hemodialisa

2.3.1 Definisi

Nutrisi dapat didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan proses yang

terlibat dengan asupan dan penggunaan bahan-bahan makanan. Status nutrisi

(status gizi) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan

lebih (Almatsier, 2009).

Nutrisi pada hemodialisis dapat menurunkan komplikasi dan

meningkatkan kualitas hidup pasien (Gunes, 2013). Nutrisi juga merupakan faktor

penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia.

Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekresikan produk akhir

metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum

Universitas Sumatera Utara


30

pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Dengan penggunaan hemodialisa

yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya

memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium,

kalium dan cairan (Smeltzer et. al., 2010).

Rayner & Imai (2010) mengemukakan pasien hemodialisa rentan terhadap

kekurangan gizi disebabkan oleh katabolisme protein, nafsu makan kurang dan

ketidakdisiplinan menjalankan diet selain infeksi dan komorbid.

Menurut Zadeh, et al., (2001) pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis reguler sering mengalami malnutrisi, inflamasi dan penurunan

kualitas hidup sehingga memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi

dibanding populasi normal. Diperkirakan 50%-70% pasien dialisis menunjukkan

tanda dan gejala malnutrisi (Wingard,et al., 2009; Nerscomite, 2010).

Penelitian di Kairo tahun 2005 melaporkan bahwa 20-60% pasien

hemodialisis mengalami malnutrisi (Azar et al., 2007). Penelitian lain yang

dilakukan pada pasien di rumah sakit Riyadh Al Kharj tahun 2004 menunjukkan

hasil bahwa 45% pasien yang memiliki BMI<23,6 menunjukan adanya resiko

mortalitas yang tinggi (Al Makarem, 2004). Penelitian Al-Saedy dan Al Kahichy

(2011) pada 86 pasien hemodialisis di lima rumah sakit di Baghdad menunjukan

bahwa dialisis dengan waktu 6,4±1,9 jam/minggu dengan nilai Kt/V 1,02±0,2

mengakibatkan malnutrisi pada 63,5% pasien dengan 45,9% mengalami

malnutrisi sedang dan 17,6% mengalami malnutrisi berat. Sejalan dengan Jahromi

et. al., (2010) menyatakan malnutrisi adalah faktor utama terjadinya morbiditas

dan mortalitas pada pasien hemodialisis.

Universitas Sumatera Utara


31

Malnutrisi energi protein adalah komplikasi malnutrisi tersering pada

pasien hemodialisis (Galland et al., 2001). Mereka mengalami penurunan berat

badan, kehilangan simpanan energi termasuk jaringan lemak dan protein tubuh

juga albumin serum, transferin dan protein viseral lainnya (Stenvinkel P.,2000).

Gambaran keadaan gizi klien gagal ginjal kronis di Unit Hemodialisa

RSCM pada tahun 1999 dari 73 pasien dijumpai keadaan gizi kurang berkisar

34–49 %, sedangkan pada pasien peritonial dialisis pada tahun 1996, gizi kurang

di RSCM dijumpai 31 % dari 16 pasien. Sedangkan dari hasil penelitian yang

dilakukan Sulistyowati (2009) terhadap 26 pasien hemodialisa di RSUP Dr.

Kariadi Semarang diperoleh hasil sebanyak 69,2 % pasien beresiko mengalami

gizi kurang.

Salah satu faktor gizi kurang yaitu nafsu makan kurang, berimplikasi pada

rendahnya konsumsi makanan dimana pasien justru membutuhkan asupan energi

terutama protein yang cukup untuk menggantikan zat gizi yang hilang pada proses

hemodialisa. Hasil penelitian Khairunnisa (2012), menunjukkan bahwa nafsu

makan kurang dialami oleh 45% pasien hemodialisa di RSPAD Gatot Soebroto.

Responden pada umunya memiliki perawatan tubuh sedang atau cenderung kurus.

Penurunan berat badan banyak dialami responden yang mengaku nafsu makannya

kurang.

Penatalaksanaan diet dimaksudkan untuk memberikan asupan zat gizi

yang cukup sekaligus memelihara sisa fungsi ginjal agar kondisinya tidak

semakin buruk dan mempertahankan homeostasis selama mungkin. Pemberian

diet yang tepat bagi pasien hemodialisa sangat diperlukan sebagaimana tujuan dari

Universitas Sumatera Utara


32

diet gagal ginjal dengan hemodialisis itu sendiri (Instalasi Gizi RSCM & Asosiasi

Dietisien Indonesia, 2008).

Penelitian Kim & Evangelista (2010), melaporkan dua pertiga (68,2%)

responden melaporkan ketaatan terhadap pembatasan diet, namun lebih dari

setengah (57,6 %) respondennya memiliki kesulitan mengikuti pembatasan diet

yang telah dianjurkan. Alasan utama yang mereka kemukakan terhadap

ketidakpatuhan mereka terhadap diet adalah ketidakmampuannya untuk melawan

makanan favorit mereka (56,3%). Penelitian Arova (2013), partisipan

menyebutkan alasan mereka atas ketidakpatuhan mereka terhadap diet karena

harus menjaga Hb agar tetap stabil. Menurut penelitian John (2012), melaporkan

bahwa bagi pasien gagal ginjal kronis yang merasa memiliki energi yang lebih

baik maka tingkat kepatuhan terhadap pembatasan diet juga baik.

Syarat pemberian diet pada gagal ginjal kronis menurut Almatsier (2006)

adalah : energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB, protein rendah yaitu 0,6 –0,75 gr/kg

BB, sebagian harus bernilai biologik tinggi, lemak cukup yaitu 20-30% dari

kebutuhan total energi dan diutamakan lemak tidak jenuh ganda, karbohidrat

cukup yaitu kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein dan lemak,

natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria,

banyak natrium yang diberikan antara 1-3 gr dan kalium dibatasi (60-70 mEq)

apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.

Universitas Sumatera Utara


33

2.3.2 Mengelola nutrisi/diet (diet management)

Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sering terjadi mual,

muntah, anoreksia dan gangguan lain yang menyebabkan asupan gizi tidak

adekuat/tidak mencukupi.

a. Diet rendah kalium (potassium) dan natrium (sodium).

Natrium banyak terkandung dalam garam dapur (natrium klorida)

sedangkan kalium banyak pada buah dan sayur. Bagi penderita gagal ginjal harus

menghindari makanan yang mengandung natrium tinggi. Kadar normal natrium

dalam darah yaitu 135-145 mEq/L sedangkan jumlah konsumsi natrium : 2,5

gr/hari. Kadar normal kalium dalam darah yaitu 3,5-5 mEq/L sedangkan jumlah

konsumsi kalium: 1,6-2,8 gr/hari (NKF-K/DOQI, 2000). Kalium adalah mineral

dalam makanan yang memiliki peran penting dalam aktivitas otot polos (terutama

otot jantung) dan sel saraf. Ginjal normal akan membuang kelebihan kalium,

namun pada pasien kemampuan tersebut menurun sehingga dapat terjadi

akumulasi/penimbunan kalium dalam darah. Konsentrasi kalium yang tinggi lebih

berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah. Kadar kalium yang sangat

tinggi akan membuat otot jantung melemah, mengganggu irama jantung dan dapat

menyebabkan kematian.

b. Fosfor dan kalsium

Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk tulang. Jika ginjal

tidak berfungsi baik, kelebihan fosfor tidak bisa dibuang. Kadar fosfor yang tinggi

dapat menurunkan kadar kalsium di tulang, melepaskannya ke darah, sehingga

kadar kalsium dalam darah meningkat. Ini akan menyebabkan tulang rapuh, gatal-

Universitas Sumatera Utara


34

gatal, tulang nyeri dan mata merah. Kadar normal phospor dalam darah yaitu 3,0-

5,5 mEq/L sedangkan jumlah konsumsi phospor: 0,8-1,2 gr/hari. Kadar normal

kalsium dalam darah yaitu 8,5-10,5 mEq/L sedangkan jumlah konsumsi kalsium:

1,5 gr/hari (NKF-K/DOQI, 2000).

c. Protein

Protein dibutuhkan untuk membangun jaringan tubuh sepertinya tulang,

otot, kulit dan rambut. Protein juga membantu tubuh melawan infeksi, menjaga

kadar albumin darah tetap stabil, mempertahankan keseimbangan nitrogen dan

mengganti asam amino yang hilang saat dialisis. Kebutuhan Asupan protein yang

dianjurkan adalah 1-1,2 g/KgBB/hari (NKF-K/DOQI, 2000).

d. Kalori

Kebutuhan kalori (energi) sekitar 30-35 kkal/KgBB/hari (NKF-K/DOQI,

2000). Asupan energi yang adekuat bertujuan agar protein tidak dipecah menjadi

sumber energi.

2.3.3 Cara menilai status nutrisi pasien hemodialisa

Status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan

beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan

dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energy, seperti Body Mass Index

(BMI), serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor

(Wiryana, 2007).

Penilaian status nutrisi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang

diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu

Universitas Sumatera Utara


35

populasi atau individu yang memiliki risiko status nutrisi kurang maupun gizi

lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Pengukuran status nutrisi di definisikan oleh American Society of Enteral

and Parenteral Nutrition sebagai “evaluasi komprehensif untuk mendefinisikan

status nutrisi, termasuk riwayat medis, riwayat diet, pemeriksaan fisik,

pengukuran-pengukuran antropometri dan data-data laboratorium”.

Pengukuran berat badan dan tinggi badan dimaksudkan untuk

mendapatkan data status nutrisi. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara

alternatif untuk menentukan kesesuaian rasio berat : tinggi seorang individu. IMT

mungkin lebih obyektif dalam keadaan obesitas, tetapi tidak dapat membedakan

antara berat berlebih yang diproduksi oleh jaringan adiposa, muskularitas, atau

edema (Balitbangkes, 2010, Supariasa dkk, 2002).

Berat badan yang diukur pada pasien hemodialisa adalah berat badan

kering atau berat badan sesudah hemodialisa. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari adanya kerancuan pengukuran akibat cairan yang terakumulasi saat

predialisis. Tinggi badan umumnya diukur dalam posisi berdiri. Untuk

mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus :

IMT = Berat Badan (Kg)

Tinggi Badan (M2)

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Nutrisi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
menurut WHO tahun 2000.
Kategori Penjelasan IMT
BB kurang < 18,5
Normal 18,5 – 22,9
BB beresiko 23 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥ 30

Universitas Sumatera Utara


36

Penilaian status nutrisi pada penelitian ini menggunakan metode

mengingat kembali (Food Recall) 24 jam. Food Recall 24-h diselesaikan melalui

wawancara. Pewawancara harus memeriksa deskripsi lebih spesifik dari semua

makanan dan minuman yang dikonsumsi, termasuk metode-metode memasak dan

nama merk apabila memungkinkan (Rospond, 2008). Prinsip dari metode recall

24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang

dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dengan recall 24 jam data yang

diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan

data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti

dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (URT) seperti sendok, gelas,

piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.

Dalam recall 24 jam, untuk memudahkan penentuan jumlah konsumsi

makanannya, biasanya digunakan food model (Supariasa, 2002).

Wahlqvist (2011) menjelaskan bahwa recall 24 jam dilakukan dengan

menanyakan kepada responden makanan yang dimakan kemarin dan jumlahnya

dalam ukuran rumah tangga. Energi yang terkandung dalam makanan dan energi

yang diasupnya dihitung.

Recall 24 jam ini jangan dilakukan hanya 1 kali karena akan menghasilkan

data yang kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan individu. Oleh

karena itu recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak

berturut-turut (Supariasa dkk, 2002).

Menurut Sanjur (1997) dalam Supariasa dkk (2002) beberapa penelitian

menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat

Universitas Sumatera Utara


37

memberikan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang

lebih besar tentang intake harian individu.

Gersovitz et al (1987) dalam Gibson (1990) menyatakan bahwa masalah

yang dihadapi dalam metode recall 24 jam adalah flat slope syndrome yaitu

cenderung untuk melebihkan asupan yang rendah dan mengurangi asupan tinggi.

Kegunaan metode Food Recall 24 jam ini adalah untuk mengetahui angka

kecukupan gizi individu, untuk menganalisis bahan makanan yang dikonsumsi

oleh individu dan untuk mengetahui pola konsumsi individu.

Kelebihan metode Food Recall 24 jam ini adalah mudah dilaksanakan dan

tidak membebani responden, lebih teliti, tidak harus dilakukan 7 hari, biaya relatif

murah, memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi pasien dan

dapat mengetahui status nutrisi pasien.

Kelemahan Food Recall 24 jam ini tidak dapat menggambarkan asupan

makanan sehari-hari, ukuran rumah tangga untuk setiap keluarga belum tentu

sama, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden dan cenderung

salah dalam memperkirakan porsi makan. Untuk meningkatkan mutu recall

24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-

turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari.

Alat dan bahan dalam recall 24 jam adalah timbangan makanan dengan

ketelitian skala 1 gram, food model, ukuran rumah tangga (URT), bahan makanan

asli, foto bahan makanan, daftar komposisi bahan makanan (DKBM), daftar

bahan makanan penukar dan formulir recall 24 jam.

Universitas Sumatera Utara


38

Hasil dari food recall 24 jam akan di analisis menggunakan program

nutrisurvey. Nutrisurvey adalah program untuk menganalisis kandungan zat gizi

bahan makanan, menentukan kebutuhan zat gizi berdasarkan umur, jenis kelamin

dan aktifitas fisik, dan penentuan status gizi secara individual berdasarkan umur,

berat badan, dan tinggi badan.

Keunggulan dari nutrisurvey adalah program ini dapat digunakan untuk

menganalisis kandungan zat gizi bahan makanan dan/atau resep makanan, untuk

menentukan kebutuhan zat gizi individu berdasarkan umur, jenis kelamin dan

aktivitas fisik serta dapat menyusun kuesioner survei gizi.

Pemeriksaan laboratorium seperti prealbumin, albumin, kreatinin, ferritin

dan transferin serum dapat digunakan untuk menilai status nutrisi. Pada studi

Fleischmann et al (1999) nilai prealbumin, albumin, kreatinin dan transferin

dijumpai lebih tinggi pada pasien berat badan lebih (overweight) dan paling

rendah pada berat badan kurang (underweight). Hipoalbuminemia pada pasien

dialisis tidaklah harus menunjukkan malnutrisi. Transferin serum merupakan

petanda yang lebih sensitif dibanding albumin untuk menilai status nutrisi

(sehubungan dengan waktu paruhnya yang singkat), tetapi interpretasi transferin

sering sulit karena meningkatnya kebutuhan zat besi yang diinduksi oleh

perdarahan kronis dan terapi eritropoetin. Feritin serum dijumpai lebih tinggi

secara statistik bermakna pada pasien yang memiliki berat badan kurang

dibandingkan dengan berat badan normal. Rendahnya kadar kreatinin serum

menunjukkan asupan protein yang rendah dan atau hilangnya massa otot skletal

Universitas Sumatera Utara


39

dan ini berhubungan dengan meningkatnya mortalitas. Tetapi kreatinin serum

sebagai indikator malnutrisi belumlah dipastikan.

2.4 Kualitas Hidup

2.4.1 Definisi

Menurut WHO (1997), kualitas hidup merupakan persepsi individu

dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai tempat mereka tinggal,

dan hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka

yang terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis,

tingkat kebebasan, hubungan sosial, lingkungan dan spiritual.

Cella (1992, dalam Kinghorn & Gamlin, 2004) menyebutkan bahwa

kualitas hidup seseorang tidak dapat didefinisikan dengan pasti, hanya orang

tersebut yang dapat mendefinisikannya, karena kualitas hidup merupakan sesuatu

yang bersifat subyektif.

Menurut Suhud (2009) kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien

kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik,

psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya

untuk kebahagiaan dirinya maupun orang lain.

Kualitas hidup merupakan sesuatu yang bersifat subyektivitas dan

multidimensi. Subyektivitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat

ditentukan dari sudut pandang pasien itu sendiri dan ini dapat diketahui hanya

dengan bertanya langsung pada pasien sedangkan multidimensi bermakna bahwa

kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara holistik

Universitas Sumatera Utara


40

meliputi aspek biologis/fisik, psikologis, sosiokultural dan spiritual (Panthee &

Kritpracha, 2011).

2.4.2 Domain kualitas hidup pasien dialisis

Kualitas hidup menyangkut dimensi yang lebih luas termasuk kesehatan

fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan tentang

penyakit yang diderita dan lingkungan (WHO, 1997). Stigelman (2006) juga

menyatakan bahwa kualitas hidup berhubungan dengan penyakit dan terapi yang

dijalani. Ferrans (1996) mengatakan bahwa model konsep kualitas hidup secara

umum dibagi menjadi empat domain yaitu domain kesehatan dan fungsinya,

domain sosial dan ekonomi, domain psikologis/ spiritual, dan domain keluarga.

Secara umum domain kualitas hidup dibagi menjadi empat yaitu :

a. Domain kesehatan fisik

Domain pertama dalam kualitas hidup adalah domain kesehatan fisik

(WHO, 1997), Domain ini mencakup beberapa elemen yaitu rasa nyeri, energi,

istirahat, tidur, mobilisasi, aktifitas, pengobatan dan pekerjaan. Kesehatan fisik

merupakan hal utama yang harus dinilai dalam mengevaluasi kualitas hidup

individu (Hays et al., 1997).

b. Domain Kesejahteraan Psikologis

Domain ini menggambarkan bagaimana individu memandang dirinya

sendiri terkait dengan kemampuan tubuh dan penampilannya. Domain ini juga

menggambarkan tentang perasaan positif atau negatif dan bagaimana individu

menilai dirinya sendiri, kemampuan belajar, berpikir dan berkonsentrasi (WHO,

1997).

Universitas Sumatera Utara


41

c. Domain Hubungan Sosial dan Lingkungan

Domain ini terkait dengan hubungan individu (relasi personal), dukungan

sosial, aktifitas seksual, lingkungan rumah, sumber keuangan, fasilitas kesehatan,

menggambarkan keamanan individu yang dapat memepengaruhi kebebasan

dirinya meliputi kepuasaan dengan kehidupan, kebahagiaan secara umum dan

perawatan kesehatan yang diterima.

d. Domain Spiritual

Domain ini meliputi kepuasan dengan diri sendiri, tercapainya tujuan

pribadi, kedamaian dalam pikiran, penampilan pribadi dan kepercayaan kepada

Tuhan.

2.4.3 Instrument untuk mengukur kualitas hidup

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien penyakit

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis pada penelitian ini adalah kuisioner

Kidney Disease Quality of Life Short Form 1,3 (KDQOL-SF 1,3) yang merupakan

pengembangan dari Short Form 36 (SF-36). Alat ukur ini merupakan alat ukur

khusus yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik

dan pasien yang menjalani dialisis (Hays et al., 1997).

Kelebihan kuisioner ini adalah menilai kualitas hidup dari dua aspek yaitu
spesifik penyakit tertentu (disease-specific) dan generik (generic instrument) yang
sudah meliputi domain fisik, psikologis, sosial maupun lingkungan. Domain yang
mencakup target untuk penyakit ginjal meliputi: gejala/permasalahan klinis yang
dialami, efek dari penyakit ginjal, tingkat penderitaan oleh karena sakit ginjal,
status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi social, fungsi seksual, kualitas
tidur, dukungan sosial, kualitas pelayanan staf unit dialysis, dan kepuasan pasien.

Universitas Sumatera Utara


42

Sementara skala survei SF-36 yang bersifat generik mengukur fungsi fisik,

peran fisik, persepsi rasa sakit, persepsi kesehatan umum, emosi, peran emosional,

fungsi social, dan energi/kelelahan .

Menurut Mc Dowell, (2006) kuisioner yang spesifik untuk penyakit

tertentu biasanya berisikan pertanyaan-pertanyaan khusus yang sering terdapat

pada penyakit tersebut, misalnya pasien penyakit ginjal diukur dengan Kidney

Disease Quality of Life Short From (KDQOL SF), keuntungan alat pengukuran ini

adalah dapat mendeteksi lebih tepat keluhan/hal khusus yang sangat berperan

pada penyakit tertentu, misalnya kram otot, kulit kering, sesak nafas merupakan

hal yang penting pada pasien penyakit ginjal maka hal tersebut tergambarkan pada

pertanyaan kuisioner.

Kelemahan kuisioner ini adalah tidak dapat digunakan pada penyakit lain

dan kuisioner ini terdiri dari banyak pertanyaan sehingga membutuhkan waktu

yang lebih lama dalam mengisinya. Selain itu kuisioner ini tidak menilai domain

spiritual.

Secara spesifik Hays et al. (1997) telah menentukan domain kualitas hidup

pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yaitu mencakup 19

domain yaitu :

1. Gejala/masalah yang menyertai

Gejala dan masalah yang menyertai pasien penyakit ginjal adalah masalah

yang menyertai setelah didiagnosis sakit ginjal. Masalah yang menyertai ini antara

lain : nyeri otot, nyeri dada, kram otot, kulit gatal-gatal, kulit kering, nafas pendek

(sesak), pusing, penurunan nafsu makan, gangguan eliminasi, mati rasa pada

Universitas Sumatera Utara


43

tangan dan kaki, mual, permasalahan pada tempat penusukan, dan permasalahan

pada tempat memasukkan kateter (pada dialisis peritoneal).

2. Efek Penyakit Ginjal

Efek ini timbul sebagai konsekuensi akibat penyakit ginjal yang diderita

dan sering menyusahkan pasien. Efek ini antara lain: pembatasan cairan,

pembatasan diet, kemampuan bekerja disekitar rumah, kemampuan untuk

melakukan perjalanan, ketergantungan terhadap petugas kesehatan, perasaan

khawatir dan stres terhadap penyakit yang diderita, kehidupan seksual, dan

penampilan.

3. Beban akibat Penyakit Ginjal

Beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali dirasakan pasien. Beban

akibat penyakit ini antara lain sejauh mana Penyakit ginjal yang diderita dirasakan

sangat mengganggu kehidupan, banyaknya waktu yang dihabiskan, rasa frustasi

terhadap penyakit, dan perasaan menjadi beban dalam keluarga.

4. Status Pekerjaan

Indikator pada dimensi ini adalah apakah pasien masih aktif bekerja, dan

apakah kondisi kesehatannya saat ini dapat menjaga pekerjaan pasien saat ini.

5. Fungsi Kognitif

Pasien dengan penyakit ginjal yang menjalani hemodialisa sering kali

mengalami penurunan fungsi kognitif. Sering kali menjadi lambat dalam berkata

atau melakukan sesuatu, sulit untuk berkonsentrasi, dan bingung tanpa sebab.

Universitas Sumatera Utara


44

6. Kualitas Interaksi Sosial

Aspek ini mengukur bagaimana kualitas interaksi yang dilakukan pasien

dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Pada pasien dengan penyakit

ginjal tidak jarang pasien mengasingkan diri dari orang lain, mudah tersinggung,

dan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain.

7. Fungsi Seksual

Aspek ini termasuk intensitas, gairah dan menikmati hubungan seksual.

8. Tidur

Aspek ini mengukur bagaimana tidur pada pasien penyakit ginjal yang

menjalani hemodialisis. Aspek ini termasuk kualitas tidur dan kecukupan waktu

tidur.

9. Dukungan yang diperoleh

Aspek ini termasuk waktu yang tersedia bersama teman dan keluarga serta

dukungan yang diterima oleh pasien dari keluarga dan teman.

10. Dorongan dari staf dialisis

Aspek ini termasuk dorongan yang diberikan oleh staf dialisis untuk

mandiri dan beradaptasi terhadap penyakit yang diderita serta rutinitas terapi yang

harus dijalani.

11. Kepuasan pasien

Aspek ini mengukur kepuasan pasien terhadap layanan dialisis yang

pasien dapatkan.

Universitas Sumatera Utara


45

12. Fungsi fisik

Aspek ini mencakup kemampuan untuk beraktifitas seperti berjalan,

menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, gerak badan dan kemampuan

aktifitas berat.

13. Keterbatasan akibat masalah fisik

Aspek ini mencakup seberapa besar masalah fisik yang dialami pasien

mengganggu pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, seperti memperpendek waktu

untuk bekerja atau beraktifitas, keterbatasan dan kesulitan dalam beraktifitas.

14. Rasa nyeri yang dirasakan

Aspek ini mencakup intensitas rasa nyeri dan pengaruhnya terhadap

aktivitas normal baik didalam maupun di luar rumah.

15. Persepsi kondisi kesehatan secara umum

Aspek ini mencakup pandangan pasien terhadap kondisi kesehatan

sekarang, prediksi di masa yang akan datang, dan daya tahan terhadap penyakit.

16. Kesejahteraan emosional

Aspek ini mencakup kesehatan mental secara umum, depresi, perasaan

frustasi, kecemasan, kebiasaan mengontrol emosi, perasaan tenang dan bahagia.

17. Keterbatasan akibat masalah emosional

Aspek ini mencakup bagaimana masalah emosional mengganggu pasien

dalam beraktifitas sehari hari, seperti lebih tidak teliti dari sebelumnya.

18. Fungsi sosial

Aspek ini mencakup keterbatasan berinteraksi sosial sebagai akibat dari

maslah fisik dan emosional yang dialami.

Universitas Sumatera Utara


46

19. Energi/ Kelelahan

Aspek ini menggambarkan tingkat kelelahan, capek, lesu dan perasaan

penuh semangat yang dialami pasien setiap waktu.

2.4.4 Dampak hemodialisa terhadap kualitas hidup

Klien hemodialisa mempunyai respon fisik dan psikologis terhadap

tindakan hemodialisa. Respon tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya karakteristik individu, pengalaman sebelumnya dan mekanisme

koping.

Kelemahan berhubungan dengan gangguan pada kondisi fisik, termasuk

malnutrisi, anemia, uremia. Kelemahan fisik dapat menurunkan motivasi.

Kelemahan secara signifikan berhubungan dengan timbulnya gejala gangguan

masalah tidur, status kesehatan fisik yang menurun dan depresi yang dapat

mempengaruhi kualitas hidupnya. Seperti telah diuraikan sebelumnya, tindakan

hemodialisa sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup pasien, dimana

kualitas hidup meliputi 4 aspek yaitu aspek fisik, psikologis, sosial dan

lingkungan.

Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kualitas hidup klien

hemodialisa diantaranya penelitian yang dilakukan Landreneau at al (2010)

menyimpulkan bahwa kualitas hidup klien yang menjalani transplantasi ginjal

lebih baik dibandingkan dengan klien yang menjalani hemodialisa. Demikian juga

penelitian yang dilakukan oleh Chang, Lee, Kim & Kim (2003) tentang faktor

yang mempengaruhi kemampuan dalam melakukan koping pada pasien yang

menjalani hemodialisa. Hasil penelitian Christos (2012), mengatakan penyebab

Universitas Sumatera Utara


47

stres utama adalah yang berhubungan dengan masalah ekonomi, ketidakmampuan

untuk mendapatkan uang, dan kelemahan.

Dampak psikologis dan spiritual sangat berpengaruh terhadap kualitas

hidup pasien. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Curtin, 2001; Mc

Cann & Boore (2000), yang menyimpulkan bahwa klien hemodialisa mempunyai

kualitas hidup yang lebih rendah dan menolak strategi koping dibandingkan

dengan pasien yang dilakukan Continous Ambulatory Peritonial Dialysis

(CAPD).

Penelitian kualitatif dilakukan oleh Harwoord, Wilson, Cusolito, Santrop

& Spittal, 2009) menilai stres yang dialami sebelum menjalani hemodialisa. Hasil

penelitian didapatkan tema-tema yaitu fluktuasi mengatasi kekhawatiran, motivasi

untuk mengatasi masalah, dan saling ketergantungan antara pasien dengan

anggota keluarga. Hasil penelitian didapatkan bahwa pasien mengalami reaksi

emosional seperti tidak berdaya, sedih, marah, takut, merasa bersalah. Ketika

pertama kali pasien dinyatakan gagal ginjal, pasien merasa bingung apa yang

harus dilakukan, sering menangis dan merasa terisolasi. Selain itu juga dirasakan

adanya stres bagi pasien juga berdampak pada anggota keluarga Harwood et al

(2009).

Selain masalah fisik dan psikologis, pasien hemodialisa juga mengalami

gangguan sosial berupa disfungsi seksual. Disfungsi seksual terjadi pada pasien

penyakit ginjal tahap akhir dengan hemodialisa kronis. Pada pasien hemodialisa

kronis umumnya mendapatkan terapi antidepresan, dimana obat ini dapat berefek

menurunkan libido dan menunda orgasme pada wanita, menurunkan ereksi dan

Universitas Sumatera Utara


48

ejakulasi pada laki-laki (Marques, at al, 2006; Diaz, Ferrer & Cascales, 2006).

Selain obat antidepresan faktor lain yang dapat berkontribusi pada disfungsi

seksual adalah body image, defisiensi Zinc dan gangguan hormonal (Diaz, Ferrer

& Cascales, 2006).

2.4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisa

Avis (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sosio demografi yaitu

jenis kelamin, usia, suku / etnik, pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan.

Bagian kedua adalah medik yaitu lama menjalani hemodialisis, stadium penyakit,

dan penatalaksanaan medis yang dijalani. Bagian pertama adalah faktor sosio

demografi meliputi :

1. Jenis kelamin.

Komposisi tubuh yang dimiliki perempuan dan laki-laki sangat berbeda,

laki-laki lebih banyak memiliki jaringan otot sedangkan perempuan lebih banyak

jaringan lemak. Semakin banyak lemak semakin sedikit persentasi air yang ada

pada badan dan mengakibatkan persentasi air dalam tubuh juga kecil (Price &

Wilson, 1995). Banyaknya air dalam tubuh akan berdampak pada peningkatan

berat badan dan mempengaruhi aktifitas dan kegiatan seseorang yang menderita

gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisa. Igbokwe & Obika (2007),

mengungkapkan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaaan ambang

haus, Ambang haus laki-laki lebih rendah dibanding dengan perempuan yang

menyebabkan laki-laki lebih banyak mengalami peningkatan berat badan diantara

dua waktu hemodialisis. Dalam penelitian Syamsiah (2011), proporsi responden

Universitas Sumatera Utara


49

laki-laki sebanyak 54,1 % (85 orang) sedangkan proporsi responden perempuan

adalah 45,9 % (72 orang). Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Istanti

(2009), dimana jumlah responden yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit

Yogyakarta sebanyak 62.5% berjenis kelamin laki-laki. Ulya & Suryanto (2005),

dalam penelitiannya ditemukan bahwa dari 40 pasien yang diteliti sebanyak 75%

adalah laki-laki dan sisanya sebanyak 25% adalah perempuan.

2. Usia

Usia berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam kehidupan,

masa depan dan pengambilan keputusan. Penderita gagal ginjal kronis usia muda

akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik oleh karena kondisi fisiknya yang

lebih baik dibanding yang berusia tua. Penderita yang dalam usia produktif

merasa terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda mempunyai harapan

hidup yang tinggi, sebagai tulang punggung keluarga, sementara yang tua

menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-anaknya Tidak sedikit dari

mereka merasa sudah tua, capek, hanya menunggu waktu, akibatnya mereka

kurang motivasi dalam menjalani terapi haemodialisis. Usia juga erat kaitannya

dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun

kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang memperberat fungsi ginjal

sangat besar bila dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun.

Peningkatan usia mempengaruhi tingkat kematangan seseorang untuk

mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya. Orang dewasa cenderung

mampu mempertahankan peningkatan kepatuhan terhadap program terapi yang

diberikan terkait pembatasan cairan terutama pada pasien gagal ginjal kronis.

Universitas Sumatera Utara


50

Dalam penelitian Syamsiah (2011), diperoleh bahwa terdapat 22 (84,6 %)

responden berusia > 65 tahun yang patuh. Sedangkan responden yang berumur ≤

65 tahun hanya terdapat 70 (53,4 %) saja yang patuh. Sedangkan dalam penelitian

Nurchayati (2011), responden yang berumur tua sebanyak 51 orang (53.7%)

dibandingkan yang berumur muda yaitu 44 orang (46.3%). Fungsi renal akan

berubah bersamaan dengan pertambahan usia. Sesudah usia 40 tahun akan terjadi

penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif hingga usia 70 tahun, kurang

lebih50% dari normalnya (Smeltzer et al., 2010).

3. Pendidikan

Pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol

dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya diri

yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana

mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh

petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu

individu tersebut dalam membuat keputusan (Yuliaw, 2009). Hasil penelitian

Suryarinilsih (2010), menunjukkan sebagian besar responden berpendidikan tinggi

(SMA & PT) (73,5 %), sedangkan pendidikan rendah (SD&SMP) (26,5%).

Tingkat pendidikan mempengaruhi prilaku seseorang dalam mencari perawatan

dan pengobatan penyakit yang dideritanya, serta memilih dan memutuskan

tindakan atau terapi yang akan dan harus dijalani untuk mengatasi masalah

kesehatannya.

Universitas Sumatera Utara


51

4. Pekerjaan

Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas seseorang

yang bekerja pada orang lain atau instansi, kantor, perusahaan untuk memperoleh

penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang demi

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Rohmat, 2010). Penghasilan yang

rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun

pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada

mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau

membayar transportasi (Notoadmodjo, 2010). Individu yang harus menjalani

terapi hemodialisis sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat

diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya (Smeltzer & Bare, 2009) dan ini

biasanya pasien dapat mengalami masalah finansial dan kesulitan dalam

mempertahankan pekerjaan dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asri dkk

(2006), mengatakan bahwa dua per tiga dari pasien yang mendapat terapi dialisis

tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sedia kala sehingga

banyak pasien kehilangan pekerjaannya.

5. Status perkawinan

Pada dasarnya manusia terpanggil untuk hidup berpasang-pasangan.

Manusia dapat menemukan makna hidupnya dalam pernikahan. Sebagian orang

menganggap bahwa pernikahan membatasi kebebasannya, tetapi bagaimanapun

juga sebagian besar dari masyarakat mengakui bahwa pernikahan memberikan

jaminan ketentraman hidup, meningkatkan kualitas hidup.

Universitas Sumatera Utara


52

Hasil penelitian Riyanto (2011), distribusi responden berdasarkan status

pernikahan terbesar adalah pada kelompok menikah (82,9%). Dilihat dari status

perkawinan, sebagian besar pasien masih memiliki pasangan hidup dan ini dapat

merupakan support system yang baik dalam meningkatkan kondisi kesehatan

pasien. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Maasoumeh & Forough

(2010), dilakukan terhadap 202 responden pasien hemodialisa yang juga

didapatkan sebagian besar status pernikahan responden menikah 132 (65,3 %).

Status pernikahan merupakan prediktor terbaik dari kualitas hidup secara

keseluruhan. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah

memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah,

bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal. karena keluarga

memiliki fungsi untuk memberikan dukungan (baik material, sosial, maupun

emosional).

Selain faktor sosio demografi bagian kedua ada faktor medik meliputi :

1. Lama menjalani hemodialisa

Semakin lama pasien menjalani hemodialisa adaptasi pasien semakin baik

karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang

diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh

pernyataan bahwa semakin lama pasien menjalani hemodialisa, semakin patuh

dan pasien yang tidak patuh cenderung merupakan pasien yang belum lama

menjalani hemodialisa, karena pasien sudah mencapai tahap accepted (menerima)

dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan. Tahap accepted

memungkinkan sesorang menjalani program hemodialisa dengan penuh

Universitas Sumatera Utara


53

pemahanan pentingnya pembatasan cairan dan dampak dari peningkatan berat

badan diantara dua hemodialisa terhadap kesehatan dan kualitas hidupnya.

2. Stadium penyakit.

Pada penderita gagal ginjal grade 2 dan grade 3 yang tanpa disertai dengan

berbagai komplikasi yang memperburuk fungsi ginjal sehingga jatuh dalam

kondisi gagal ginjal terminal tentu saja memiliki angka keberhasilan atau kualitas

hidup dan harapan hidup lebih baik dibandingkan yang sudah gagal ginjal

terminal dengan komplikasi yang berat. Terapi haemodialisis akan sangat

dirasakan manfaatnya bagi mereka yang dari awal sudah diketahui, ada indikasi

dan langsung dirujuk untuk menjalani terapi haemodialisis. Hal ini tentu saja

sangat memotivasi penderita terutama yang masih muda untuk berusaha patuh

menjalankan terapi sehingga didapatkan hasil yang optimal. Semakin terlambat

perlakuan yang diberikan semakin memperburuk fungsi ginjal, apalagi bila tidak

ada motivasi dan dukungan keluarga, niscaya keberhasilan terapi haemodialisis

melalui ketaatan pasien untuk menjalaninya secara teratur sulit diupayakan.

3. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis terutama pada program diet merupakan faktor

penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia.

Apabila ginjal tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme,

substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja

sebagai racun. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif

dikenal dengan gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih

banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul.

Universitas Sumatera Utara


54

2.5 Landasan Teori

Individu akan berusaha berperilaku untuk dirinya sendiri dalam menemukan

dan melaksanakan treatment pengobatan untuk memelihara kesehatan dan

kesejahteraan (Taylor & Renpenning, 2011). Hal tersebut merupakan bagian yang

natural dari manusia. Orem percaya bahwa manusia memiliki kemampuan dalam

merawat dirinya sendiri (self-care) dan perawat harus fokus terhadap dampak

kemampuan tersebut (Orem, 1995 dalam Simmons, 2009).

Filosofi dari ilmu keperawatan adalah memandirikan dan membantu

individu memenuhi kebutuhan dirinya (self-care). Salah satu teori self-care dalam

ilmu keperawatan yang terkenal adalah teori self-care Orem. Orem dalam hal ini

melihat individu sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari aspek fisik,

psikologis, dan sosial dengan derajat kemampuan untuk merawat dirinya yang

berbeda-beda sehingga tindakan perawat berupaya untuk memacu kemampuan

tersebut. Individu juga memiliki kemampuan untuk terus berkembang dan belajar

(Asmadi, 2008). Orem mendefinisikan keperawatan sebagai seni dimana perawat

memberikan bantuan khusus kepada individu dengan ketidakmampuannya dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk perawatan mandiri serta berpartisipasi

secara intelegensi dalam perawatan medis yang diberikan oleh dokter (Swanburg,

2000).

Teori Orem mendeskripsikan peran dari perawat adalah menolong seseorang

dalam ketidakmampuannya dalam melaksanakan self-care. Tujuan utama sistem

Orem ini menemukan kebutuhan self-care (self-care demand) pasien hingga

pasien mampu untuk melaksanakannya (Orem, 2007 dalam Mosby Dictionary,

Universitas Sumatera Utara


55

2009). Menurut Orem, asuhan keperawatan diberikan apabila pasien tidak mampu

melakukannya, namun perawat tetap harus mengkaji mengapa pasien tidak dapat

memenuhinya, apa yang dapat perawat lakukan untuk meningkatkan kemampuan

untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan menilai sejauhmana pasien

mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri (Hartweg, 1995 dalam Potter &

Perry, 2005).

Teori Orem mengidentifikasi dua set dari ilmu keperawatan yakni nursing

practice science dan foundational sciences. Termasuk di dalam nursing practice

sciences yakni 1) wholly compensatory dimana perawat membantu penuh

ketidakmampuan total pasien dalam melakukan aktivitas self-care; 2) partially

compensatory dimana perawat membantu ketidakmampuan sebagian pasien

dalam melakukan aktifitas self-care; 3) supporting-educative dimana perawat

membantu pasien untuk membuat keputusan dan memiliki kemampuan dan

pengetahuan. Dan termasuk di dalam foundational sciences adalah self-care, self-

care agency, dan human assistance (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood,

2006).

Teori Orem ini dikenal dengan Self-Care Deficit Theory (Tomey &

Alligood, 2010) yang terdiri atas tiga teori terkait, yaitu :

a. Theory of self-care dimana mendeskripsikan tentang mengapa dan bagaimana

seseorang merawat diri mereka sendiri.

b. Theory of self-care deficit dimana mendeskripsikan dan menjelaskan

mengapa seseorang dapat dibantu dalam perawatan dirinya di keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


56

c. Theory of nursing system dimana mendeskripsikan dan menjelaskan

hubungan yang diciptakan perawat untuk dimiliki dan dipelihara oleh pasien .

Self-care didefenisikan sebagai aktifitas praktek seseorang untuk berinisiatif

dan menunjukkan dengan kesadaran dirinya sendiri untuk memelihara kehidupan,

fungsi kesehatan, melanjutkan perkembangan dirinya, dan kesejahteraan dengan

menemukan kebutuhan untuk pengaturan fungsi dan perkembangan (Orem, 2001

dalam Alligood & Tomey, 2010). Self-care agency merupakan kompleks yang

akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak dalam mengatur fungsi dan

perkembangan dirinya (Orem, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2010). Nursing

agency terdiri atas perkembangan kemampuan seseorang yang terdidik sebagai

perawat yang berwenang untuk merepresentasikan diri mereka sebagai perawat

dalam kerangka hubungan interpersonal yang sah untuk bertindak, mengetahui

dan menolong seseorang untuk menemukan kebutuhan perawatan diri yang

terapeutik (therapeutik self-care demand) dan mengatur perkembangan dan

latihan dari self-care agency mereka (Alligood & Tomey, 2010).

Basic conditioning factors adalah faktor yang mempengaruhi nilai dari self-

care demad, self-care agency dan nursing agency. Sepuluh faktor yang telah

teridentifikasi meliputi umur, jenis kelamin, status perkembangan, status

kesehatan, pola kehidupan (pattern of living), faktor sistem pelayanan kesehatan,

faktor sistem keluarga, faktor sosial budaya, ketersediaan sumber, dan faktor

eksternal lingkungan (Alligood & Tomey, 2010; Muhlisin & Indarwati, 2010).

Jika dilakukan secara efektif, upaya perawatan diri dalam memberikan kontribusi

bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia (Asmadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara


57

Area hemodialisa merupakan salah satu area praktik keperawatan untuk

mengaplikasikan teori self-care Orem ini dimana aplikasi ini akan sesuai karena

penting sekali untuk pasien aktif terlibat dalam perawatan dirinya. Tujuan utama

praktek keperawatan adalah untuk membantu pasien menyiapkan diri untuk

berperan serta secara adekuat dalam perawatan dirinya dengan cara meningkatkan

outcome pasien dan kualitas hidup. Sebagai perawat, kita dapat melakukan hal

tersebut dengan membentuk hubungan saling percaya antara perawat dan pasien,

menyediakan dukungan dan pendidikan kesehatan, memperbolehkan pasien

mengontrol beberapa situasi dengan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,

dan mendorong pasien untuk aktif berpartisipasi dalam treatment hemodialisa

(Simmons, 2009).

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1 yang

disajikan berikut ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Manajemen cairan
Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisa
Status Nutrisi

Variabel Confounding :

Lama menjalani
hemodialisa.

Universitas Sumatera Utara


58

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode

deskriptif korelasi yaitu untuk menguji adanya hubungan antara dua variabel atau

lebih dan tidak dilakukan manipulasi pada variabel tersebut (Polit & Back, 2012).

Metode korelasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan

manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa di

RSUD DR. Pirngadi Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) DR. Pirngadi

Medan. Alasan memilih ruang hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan karena

Rumah Sakit memiliki ruang hemodialisa yang berkapasitas besar dan memiliki

39 unit mesin hemodialisa. RSUD DR. Pirngadi Medan merupakan Rumah Sakit

pendidikan tipe B. Rumah Sakit ini juga merupakan Rumah Sakit rujukan untuk

kota Medan dan sekitarnya sehingga angka kunjungan pasien untuk menjalani

hemodialisa juga tinggi.

Penelitian dilakukan secara bertahap dimulai dengan penyusunan proposal

tesis pada bulan Februari 2016, seminar proposal tesis pada tanggal 02 Mei 2016

58

Universitas Sumatera Utara


59

dan dilanjutkan pengambilan data di RSUD DR. Pirngadi Medan pada tanggal

13 Juni sampai 13 Juli 2016.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi

hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan 136 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel

yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2008).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu

suatu metode dimana sebahagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian

sehingga sampel yang diikutsertakan dalam penelitian tersebut berdasarkan pada

pertimbangan peneliti sendiri yang mana pada awalnya telah diidentifikasi

berdasarkan karakteristik populasi secara keseluruhan (Sugiyono, 2007).

Sampel yang diambil pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi

sebagai berikut : 1) bersedia menjadi responden, 2) berusia ≥18 tahun, 3)

menjalani hemodialisa secara rutin 2 kali dalam seminggu, 4) kesadaran compos

mentis, 5) sudah menjalani hemodialisa lebih dari 3 bulan, 6) mampu

berkomunikasi verbal dengan baik, 7) mampu membaca, menulis dan berbahasa

Indonesia, 8) pasien yang tidak mengalami gangguan kognitif.

Universitas Sumatera Utara


60

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah : 1) mengalami

penurunan kesadaran atau komplikasi selama penelitian, 2) usia pasien kurang

dari 18 tahun, 3) pasien yang selama penelitian pindah Rumah Sakit.

Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan

rumus analitik korelatif (Lameshow, 1997) :

Zα + Zβ
2
n= +3

Keterangan :

Zα : Deviat baku alpha (0,025 = 1,96)

Zβ : Deviat baku beta (0,05 = 1,64)

r : Korelasi

Berdasarkan rumus diatas, merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh

Mailani (2014) yang melakukan penelitian pada pasien hemodialisis didapatkan

hubungan antara penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup

(r = 0,30). Besar sampel minimal yang dibutuhkan dengan kesalahan tipe I sebesar

5%, kesalahan tipe II 10% menggunakan rumus :

Zα + Zβ
2
n= +3

1,96 + 1,64
2
n= +3

n = 92

Universitas Sumatera Utara


61

Sampel dalam penelitian ini adalah 92 orang pasien gagal ginjal kronik

dengan hemodialisa yang berkunjung ke ruangan hemodialisa RSUD DR.

Pirngadi Medan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data manajemen cairan,

status nutrisi, kualitas hidup dan dilengkapi dengan data confounding pasien

hemodialisa. Metode pengumpulan data pada penelitian ini meliputi :

3.4.1 Prosedur administratif

Prosedur administratif pada penelitian ini dimulai dengan mengajukan

surat permohonan ijin pengambilan data ke Rumah Sakit tempat penelitian akan

dilakukan. Selanjutnya, peneliti mengajukan surat lulus uji etik (ethical

clearance) kepada lembaga etik kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara Medan. Setelah surat permohonan ijin pengambilan data dan lulus

uji etik dikeluarkan, peneliti mengajukan permohonan ijin untuk melaksanakan

penelitian kepada Direktur RSUD DR. Pirngadi Medan. Setelah surat ijin

penelitian dikeluarkan, selanjutnya peneliti meminta ijin kepada kepala instalasi

unit hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan serta menjelaskan tujuan dan

membuat kontrak kerja terhadap lamanya penelitian dilakukan.

3.4.2 Prosedur pelaksanaan

Penelitian ini dimulai setelah mendapatkan surat ijin penelitian dari rumah

sakit. Hal pertama kali yang dilakukan adalah mengidentifikasi seluruh populasi

Universitas Sumatera Utara


62

kemudian sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditentukan.

Responden yang telah dipilih diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan

persetujuan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani

informed consent.

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti dibantu seorang asisten peneliti

yang sudah dilatih dalam melakukan pengisian kuesioner selama periode dialisis.

Pada hari pertama penelitian peneliti melakukan pendekatan dengan mengikuti

jadwal hemodialisa pertama pasien dalam minggu tersebut yaitu hari senin, selasa,

rabu kemudian peneliti melakukan wawancara untuk mengisi kuesioner data

demografi, data manajemen cairan dan data makan minum responden 24 jam

terakhir (food recall pertama). Pada jadwal hemodialisa berikutnya (disesuaikan

dengan jadwal responden yaitu kamis, jum’at, sabtu) peneliti kembali melakukan

wawancara untuk mengisi data makan minum selama 24 jam terakhir responden

(food recall kedua) dan mengisi kuesioner kualitas hidup responden.

Setelah data food recall didapatkan selanjutnya peneliti memeriksa

kelengkapan semua jenis makanan dan minuman dengan ukuran rumah tangga

sesuai dengan yang dilaporkan oleh responden pada lembar food recall yang telah

diisi. Langkah berikutnya peneliti mengolah data tersebut dengan menggunakan

program nutrisurvey dan akan didapatkan data zat-zat yang ada dalam makanan

setiap responden dalam jumlah yang kurang, cukup dan lebih dari kebutuhannya.

Dari data yang didapatkan akan terlihat status nutrisi dari masing-masing

responden.

Universitas Sumatera Utara


63

Semua kuesioner diisi oleh peneliti atau asisten peneliti dengan melakukan

wawancara pada responden. Hal ini dilakukan karena prosesnya saat responden

menjalani dialisis dan untuk meminimalkan kesalahan dalam pengisian kuesioner

serta kejelasan dari setiap item yang ditanyakan.

3.5 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Instrumen penelitian yang baik harus mematuhi dua persyaratan yang penting

yaitu pengujian validitas dan reliabilitas (Polite & Back, 2012). Suatu kuesioner

dinyatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten

dan stabil dari waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui

konsisten hasil sebuah jawaban tentang tanggapan responden. Pengujian reliabilitas

dapat menggunakan uji statistik Cronbach Alpha. Cronbach alpha yang baik adalah

yang semakin mendekati 1. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Cronbach Alpha minimal >0,60, dan jika nilai >0,75 atau semakin

tinggi akan semakin baik reliable nya (Polite & Beck, 2011).

Penelitian ini menggunakan kuesioner manajemen cairan yang dimodifikasi

dari penelitian Cristovao (2015). Pada penelitian Cristovao tidak terlihat

dilakukannya uji reliabilitas dan validitas sehingga peneliti melakukan uji realiabilitas

dan validitas pada kuesioner manajemen cairan yang digunakan dalam penelitian ini.

Hasil uji reliabilitas didapat nilai Cronbach Alpha 0,80 sehingga kuesioner

dinyatakan reliabel untuk digunakan. Selain menggunakan kuesioner manajemen

cairan penelitian ini juga menggunakan kuesioner kualitas hidup yang baku yaitu

Universitas Sumatera Utara


64

Kidney Disease Quality of Life (KDQOL) version 1,3 oleh Hays et al. (1997) dengan

nilai nilai reliabilitas kuisioner 0,61–0,90 sehingga kuisioner dinyatakan reliabel untuk

digunakan. Tahun 2010 dilakukan penelitian untuk mengetahui reliabilitas kuisioner

KDQOL version 1,3 di Singapura, hasilnya menunjukkan semua item mempunyai

reliabilitas yang baik yaitu rentang nilai 0,72–0,95 (Joshi, Moopil, & Lim, 2010).

Penelitian yang sama dilakukan di Thailand pada tahun 2013 hasilnya menunjukkan

angka reliabel 0,799–0,827 (Thaweethamcharoen, Srimongkol, Naparatayaporn,

Jariyayothin, Sukthinthai et al., 2013). Pada penelitian Mailani, Setiawan & Siregar

(2014) juga dilakukan uji reliabilitas kuesioner ini didapat nilai Cronbach Alpha 0,77

dengan nilai alpha setiap domain dalam rentang 0,73-0,79.

Kuesioner manajemen cairan yang dimodifikasi dari Cristovao (2015) telah

dilakukan content validity (validitas isi) oleh tiga ahli dan mempunyai nilai Content

Validity Index (CVI) 0,89 sehingga kuesioner ini dapat dan layak digunakan untuk

melihat manajeman cairan pasien hemodialisa.

3.6 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel yang akan dioperasionalkan dalam penelitian ini adalah

manajemen cairan dan status nutrisi (variabel independen) dan kualitas hidup

(variabel dependen).

Universitas Sumatera Utara


65

Tabel 3.1 Variabel Independen dan Defenisi Operasional

Variabel Definisi
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Independen Operasional
Manajemen Langkah-langkah Menggunakan 1. Cairan cukup, Ordinal
Cairan pasien kuesioner jika skor 87-
hemodialisa manajemen 129.
dalam melakukan cairan yang 2. Cairan lebih,
perawatan diri terdiri dari 43 jika skor 43-86.
untuk mengelola pertanyaan
pembatasan dengan
asupan cairan menggunakan
yang di evaluasi skala likert.
dengan
penambahan
berat badan
interdialisis.

Status Asupan makanan Penilaian 1. Baik, apabila Ordinal


Nutrisi yang dikonsumsi dilakukan kalori, protein,
oleh pasien dengan natrium,
hemodialisa metode food kalium, posphor
selama 24 jam recall 24 jam dan kalsium
terakhir baik melalui dalam batas
dirumah, diluar tehnik nilai normal.
rumah atau pada wawancara. 2. Kurang, apabila
saat menjalani kalori, protein,
terapi natrium,
hemodialisa kalium, posphor
terdiri dari dan kalsium
kandungan gizi : tidak dalam
kalori (30-35 batas nilai
kkal/KgBB/hari), normal.
protein (1-1,2g/
KgBB/hari),
kalium (1,6-2,8
gr/hari), natrium
(2,5 gr/hari),
posphor (2,70-
4,50 mEq/L) dan
kalsium (8,6-10,3
mg/dl).

Universitas Sumatera Utara


66

Tabel 3.2 Variabel Dependen dan Defenisi Operasional

Variabel Definisi
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Dependen Operasional
Kualitas Kemampuan Kuesioner Item pertanyaan Interval
Hidup individu dalam Kidney dinilai dengan
menilai kualitas Disease rentang 0 – 100.
hidupnya yang Quality of
terkait 19 domain
Life
yaitu
gejala/masalah
(KDQOL)
yang menyertai, Version 1,3
efek penyakit
ginjal, beban
akibat penyakit
ginjal, status
pekerjaan, fungsi
kognitif, kualitas
interaksi sosial,
fungsi seksual,
tidur, dukungan
yang diperoleh,
dukungan dari staf
dialisis, kepuasan
pasien, fungsi
fisik, keterbatasan
akibat masalah
fisik, rasa nyeri
yang dirasakan,
persepsi kesehatan
secara umum,
kesejahteraan
emosional,
keterbatasan
akibat masalah
emosional, fungsi
sosial dan
energi/kelelahan.

Universitas Sumatera Utara


67

Tabel 3.3 Variabel Confounding dan Defenisi Operasional

Variabel Definisi Skala


Alat Ukur Hasil Ukur
Confounding Operasional
Lama Lama responden Lembar 1. < 1 tahun Rasio
menjalani menjalani pengumpulan 2. 1 – 3 tahun
hemodialisa hemodialisa dalam data 3. > 3 tahun
bulan sejak pertama karakteristik
kali menjalani responden
hemodialisa sampai
penelitian
dilakukan.

3.7 Metode Pengukuran

Instrumen untuk mengukur manajemen cairan dengan menggunakan

kuesioner yang dimodifikasi dari Cristovao (2015). Kuesioner terdiri dari 43 item

pertanyaan yang terbagi dalam dua bagian yaitu 29 pertanyaan tentang strategi

mengontrol asupan cairan dan 14 pernyataan tentang strategi mengontrol rasa haus.

Kuesioner menggunakan skala likert dengan tiga kriteria penilaian yaitu nilai 1 (0-1

kali/minggu = tidak pernah), nilai 2 (2-4 kali/minggu = Kadang-kadang dan nilai

3(5-7 kali/minggu = selalu). Hasil pengukuran kuesioner manajemen cairan

menggunakan skala likert dengan rentang nilai dimulai dari 43-129, dimana 43

menunjukkan nilai manajemen cairan terendah dan nilai 129 menggambarkan

manajemen cairan terbaik.

Data kedua status nutrisi responden menggunakan metode mengingat kembali

(food recall) 24 jam melalui tehnik wawancara. Peneliti mencatat jenis dan jumlah

bahan makanan yang dikonsumsi responden pada periode 24 jam yang lalu secara

Universitas Sumatera Utara


68

teliti dengan menggunakan alat ukur rumah tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring

dan ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari oleh responden. Sebagian

besar untuk memudahkan penentuan jumlah konsumsi makanannya peneliti

melakukan pengukuran sendiri bahan makanan yang disebutkan responden dengan

menggunakan gelas ukur dan timbangan rumah tangga tanita 2 Kg dengan ketelitian

skala 10 gram. Setelah peneliti memeriksa kelengkapan isi lembar food recall

responden secara spesifik selanjutnya hasil dari food recall akan dianalisis

menggunakan program nutrisurvey untuk menganalisis kandungan zat gizi bahan

makanan responden. Selanjutnya peneliti menentukan hasil ukurnya dimana hasil

pengukuran terdiri dari dua kelas yaitu baik (apabila kalori, protein, natrium, kalium,

posphor dan kalsium dalam batas normal) dan kurang (apabila kalori, protein, natrium

kalium, posphor dan kalsium tidak dalam batas normal).

Data selanjutnya adalah data demografi responden yang meliputi usia, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, lama menjalani hemodialisa dan

penyakit penyebab hemodialisa. Selanjutnya penilaian kualitas hidup responden

dikumpulkan dengan kuesioner Kidney Disease Quality of Life (KDQOL) version 1,3.

Kuesioner yang digunakan telah meminta izin kepada RAND Health sebagai lembaga

yang mempunyai hak paten atas kuesioner tersebut dan sudah melalui proses back

translation. Kueisioner kualitas hidup mengukur 19 domain yaitu gejala/masalah

yang menyertai, efek penyakit ginjal, beban akibat penyakit ginjal, status pekerjaan,

fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, tidur, dukungan yang

diperoleh, dukungan dari staf dialisis, kepuasan pasien, fungsi fisik, keterbatasan

Universitas Sumatera Utara


69

akibat masalah fisik, rasa nyeri yang dirasakan, persepsi kesehatan secara umum,

kesejahteraan emosional, keterbatasan akibat masalah emosional, fungsi sosial dan

energi/kelelahan. Instrumen yang digunakan menggunakan skala likert. Rentang nilai

dimulai dari 0-100, dimana 0 menunjukkan nilai kualitas hidup terendah, dan nilai

100 menggambarkan kualitas hidup terbaik.

Tabel 3.4 Nomor Pertanyaan berdasarkan 19 aspek KDQOL version 1,3

No Domain kualitas hidup Jumlah No Pernyataan


Pernyataan
1 Gejala/masalah yang menyertai 12 14a – k, l
2 Efek penyakit ginjal 8 15a – h
3 Beban akibat penyakit ginjal 4 12a-d
4 Status pekerjaan 2 20, 21
5 Fungsi kognitif 3 13b, d,f
6 Kualitas interaksi sosial 3 13a, c, e
7 Fungsi seksual 2 16a, b
8 Tidur 4 17, 18a-c
9 Dukungan sosial 2 19a, b
10 Dukungan dari staf dialisis 2 24a, b
11 Kepuasan pasien 1 23
12. Fungsi fisik 10 3a-j
13. Keterbatasan akibat masalah fisik 4 4a-d
14. Rasa nyeri 2 7,8
15. Persepsi kesehatan secara umum 5 1, 11a-d
16. Kesejahteraan emosional 5 9b, c, d, f, h
17. Keterbatasan akibat masalah 3 5a-c
emosional
18. Fungsi social 2 6, 10
19 Energi/kelelahan 4 9a, e, g, i

Universitas Sumatera Utara


70

Tabel 3.5 Skor Item Pernyataan Kuisioner KDQOL version 1,3

No Pernyataan Kode Skor


4a-d, 5a-c, 21 1 0
2 100

3a-j 1 0
2 50
3 100

19a-b 1 0
2 33,33
3 66,66
4 100

10, 11a, c, 12a-d 1 0


2 25
3 50
4 75
5 100

9b, c, f, g, i, 13e, 18b 1 0


2 20
3 40
4 60
5 80
6 100

20 1 100
2 0

1-2,6, 8, 11b, d, 14a-m, 15a- 1 100


h, 16a-b, 24a-b 2 75
3 50
4 25
5 0

7, 9a, d, e, h, 13a-d, f, 18a,c 1 100


2 80
3 60
4 40
5 20
6 0
17-22 Respon x 10 0-100
23 1-7 (Ans-1)*16,67
16 Jika tidak Data Tidak dihitung

Universitas Sumatera Utara


71

3.8 Metode Analisa Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis

univariat dan bivariat dengan menggunakan bantuan program perangkat lunak

komputer.

3.8.1 Analisis univariat

Analisa univariat digunakan untuk menganalisa data tentang karakteristik

responden, manajemen cairan, status nutrisi dan kualitas hidup pasien

hemodialisa. Setiap analisa variabel univariat pada penelitian ini akan dibagi

dalam beberapa kategori yaitu manajemen cairan dikelompokkan menjadi 2

bagian yaitu : cairan cukup (skor 87-129), cairan lebih (skor 43-86), status nutrisi

dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu : baik (kalori, protein, natrium, kalium,

posphor dan kalsium dalam batas normal), kurang (kalori, protein, natrium,

kalium, posphor dan kalsium tidak dalam batas normal) dan kualitas hidup rentang

nilai 0-100 (dimana 0 menunjukkan nilai kualitas hidup terendah dan 100

menunjukkan kualitas hidup terbaik).

3.8.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan yang

signifikan antara 2 variabel. Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan

hipotesa penelitian yaitu adakah hubungan manajemen cairan dan status nutrisi

dengan kualitas hidup pasien hemodialisa. Analisa bivariat dalam penelitian ini

menggunakan uji korelasi Pearson. Jika nilai p<0,05 maka dinyatakan adanya

korelasi (Ha diterima), dan sebaliknya jika nilai p>0,05, maka dinyatakan tidak

terdapat korelasi (Ho diterima).

Universitas Sumatera Utara


72

Interpretasi koefisien korelasi dinyatakan bahwa kekuatan sangat rendah dengan nilai

0,00-0,199, rendah: 0,20-0,399, sedang: 0,40-0,599, kuat: 0,60-0,799, sangat kuat:

0,80-1,00.

Sebelum dilakukan uji pearson, data yang telah terkumpul dilakukan uji asumsi

terlebih dahulu. Adapun asumsi-asumsi sebelum dilakukan uji korelasi pearson

adalah uji normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk menunjukkan simetris tidaknya

distribusi data. Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi data

mengikuti atau mendekati distribusi normal. Distribusi data dengan bentuk gunung

yang simetris. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi

normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat grafik normal plot dan

melihat nilai signifikansi uji kolmogorov-smirnof. Interpretasi dari uji ini adalah jika

angka signifikan >0,05 maka data dinyatakan mempunyai distribusi normal.

3.9 Pertimbangan Etik

Semua hak dan kerahasiaan identitas responden dijamin oleh peneliti.

Dokumen tentang identitas dan data yang berhubungan dengan manajemen cairan dan

status nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa di unit hemodialisa RSUD

DR. Pirngadi Medan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah

tidak digunakan akan dimusnahkan. Etika penelitian dalam penelitian ini

dilaksanakan untuk memberikan perlindungan terhadap responden yang menjadi

subjek penelitian dengan mempertimbangkan prinsip etika riset berupa beneficience,

prinsip menghargai martabat manusia dan prinsip mendapatkan keadilan (Hamid,

Universitas Sumatera Utara


73

2007). Sebagai pertimbangan etika, peneliti meyakini bahwa responden dilindungi,

dengan memperhatikan aspek-aspek self determination, privacy and anonymity

confidentiality, protection from discomfort, informed consent.

3.9.1 Penerapan aspek etik

1. Self determination

Aplikasi yang dilakukan peneliti adalah responden diberi kebebasan untuk

menyatakan kesediaanya secara sukarela terlibat dalam penelitian ini. Peneliti

meyakinkan responden bahwa peneliti tidak akan menghukum, memaksa atau

memberi perlakuan yang tidak adil jika subjek menolak menjadi responden dalam

penelitian ini. Sebelumnya peneliti memberi kesempatan kepada responden untuk

memahami penelitian yang akan dilakukan sebagaimana yang tercantum dalam

penjelasan penelitian dan lembar persetujuan dalam berkas kuesioner. Selanjutnya

peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan variabel yang

akan diteliti; waktu penelitian yang digunakan, manfaat penelitian, jaminan bahwa

tidak adanya pengaruh penelitian terhadap individu dan pekerjaan dan jaminan

kerahasiaan bahwa data yang diberikan tidak akan disebar luaskan ataupun dapat

merugikan responden. Dalam hal ini peneliti menghargai keputusan responden

berdasarkan otonomi atas dirinya sendiri sebagai bentuk penerapan prinsif Self

determination.

2. Privacy and anonymity confidentiality

Aplikasi yang dilakukan peneliti adalah peneliti menggunakan prinsip

kerahasiaan dan anonymity dengan menggunakan kode yang diisi oleh peneliti

dan tidak mencantumkan atau menuliskan nama responden pada kuesioner yang

Universitas Sumatera Utara


74

digunakan dan digunakan untuk penelitian ini saja (confidentiality). Data yang

telah diolah oleh peneliti dijaga kerahasiaannya dan saat ini disimpan oleh

peneliti. lama penyimpanan data sesuai dengan ketentuan pengarsipan (5 tahun).

3. Protection from discomfort

Peneliti memperhatikan kemungkinan timbulnya ketidaknyamanan yang

dirasakan oleh responden selama pengisian kuesioner dan memberikan kebebasan

kepada responden untuk tidak melanjutkan pengisian kuesioner. Untuk

meminimalkan ketidaknyamanan maka peneliti mendampingi dan memonitor

keadaan umum responden selama pengisian kuesioner. Pada saat pelaksanaan

pengumpulan data tidak ada responden yang mengundurkan diri.

4. Informed consent.

Informed consent adalah kesediaan yang disadari oleh subjek penelitian

untuk diteliti (Prasetyo, 2008). Aplikasi yang dilakukan peneliti adalah semua

responden yang menjadi subyek penelitian, telah diberi informasi tentang segala

sesuatu yang berkaitan dengan penelitian, setiap responden diberi hak untuk

menyetujui atau menolak menjadi responden penelitian. Responden yang bersedia

dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent).

Universitas Sumatera Utara


75

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data telah dilaksanakan selama 1 bulan pada tanggal 13 Juni

sampai 13 Juli 2016 di RSUD DR. Pirngadi Medan. Bab ini akan menguraikan

tentang hasil penelitian untuk menjelaskan manajemen cairan, status nutrisi dan

kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan. Lebih jelasnya

dapat dilihat dibawah ini.

4.1 Deskripsi Karakteristik Responden di Unit Hemodialisa RSUD DR.

Pirngadi Medan (n=92)

Hasil penelitian karakteristik responden didapatkan bahwa mayoritas

respoden berusia 45-54 tahun yaitu sebanyak 37 orang (40,2%), berjenis kelamin

laki-laki yaitu 48 orang (52,2%), pendidikan terakhir terbanyak SMA yaitu 42

orang (45,7%) dan sudah tidak bekerja lagi sebanyak 73 orang (79,3%). Mayoritas

responden dengan status menikah yaitu 70 orang (76,1%), sebagian besar

responden sudah menjalani hemodialisa > 3 tahun yaitu 48 orang (52,2%) dan

sebagian besar penyakit penyebab responden menjalani hemodialisa adalah

hipertensi yaitu 52 orang (56,5%). Distribusi frekuensi karakteristik responden

dapat dilihat pada Tabel 4.1.

75
Universitas Sumatera Utara
76

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Unit Hemodialisa


di RSUD DR. Pirngadi Medan (n=92)

No Karakteristik Responden f %
1 Usia
18-24 tahun 2 2,2
25-34 tahun 9 9,8
35-44 tahun 14 15,2
45-54 tahun 37 40,2
55-64 tahun 26 28,3
65-74 tahun 4 4,3
2 Jenis Kelamin
Laki – Laki 48 52,2
Perempuan 44 47,8
3 Pendidikan
Tidak sekolah 1 1,1
SD 13 14,1
SMP 13 14,1
SMA 42 45,7
Diploma 6 6,5
S1/Sarjana 17 18,5
4 Pekerjaan
Tidak bekerja 73 79,3
Bekerja 19 20,7
5 Status pernikahan
Belum menikah 8 8,7
Menikah 70 76,1
Janda 11 12,0
Duda 3 3,3
6 Lama Menjalani Hemodialisa
3 bulan- 1 tahun 11 12,0
> 1 tahun- 3 tahun 33 35,9
> 3 tahun 48 52,2
5 Penyakit penyebab Hemodialisa
Hipertensi nefropati 52 56,5
Diabetik nefropati 22 23,9
Glomerulonefritis cronik 5 5,4
Penyakit ginjal obstruksi infeksi 13 14,1

4.2 Deskripsi Manajemen Cairan Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi


Medan (n=92)

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata skor manajemen cairan

responden yang menjalani hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan adalah

Universitas Sumatera Utara


77

78,07, median 77,50, simpangan baku 9,50 artinya rata-rata responden masih

mengalami kelebihan cairan yang cukup tinggi. Rata-rata penambahan berat

badan interdialisis responden yang menjalani hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi

Medan dalam persentase (%) adalah 4,70, median 4,30, simpangan baku 3,10

artinya rata-rata responden mengalami penambahan berat badan interdialisis

kategori berat sedangkan penambahan berat badan interdialisis dengan satuan

Kilogram (Kg) didapat rata-rata 2,62 Kg, median 2,30 Kg, simpangan baku 1,72

artinya rata-rata responden mengalami peningkatan berat badan interdialisis cukup

tinggi dari berat badan keringnya.

Tabel 4.2 Distribusi Manajemen Cairan Pasien Hemodialisa di RSUD DR.


Pirngadi Medan (n=92)

Variabel Rata-rata Median Simpangan baku Min-Maks

Manajemen Cairan 78,07 77,50 9,50 56-106

Penambahan berat 4,70 4,30 3,10 0-15,0


badan interdialisis
(%)

Penambahan berat 2,62 2,30 1,72 0-9,0


badan interdialisis
(Kg)

4.3 Deskripsi Status Nutrisi Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi

Medan (n=92)

Pada tabel 4.3 dapat dilihat status nutrisi responden yang menjalani

hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan hanya sebagian kecil yang

mempunyai status nutrisi baik yaitu 28 orang (30,3%) dan sebagian besar status

nutrisi kurang yaitu 64 orang (69,6%).

Universitas Sumatera Utara


78

Tabel 4.3 Distribusi Status Nutrisi Pasien Hemodialisa di RSUD DR.


Pirngadi Medan (n=92)

Kategori status nutrisi f %


Baik 28 30,4
Kurang 64 69,6

4.4 Deskripsi Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi


Medan (n=92)

Hasil penelitian menunjukkan gambaran umum nilai kualitas hidup pasien

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa mengalami penurunan yang

sangat signifikan dengan nilai rata-rata 59,61 dan simpangan baku 21,32. Domain

kualitas hidup yang mempunyai nilai rata-rata paling rendah adalah keterbatasan

akibat masalah emosional yaitu 17,39 (simpangan baku 31,44) artinya rata-rata

responden bermasalah dengan pekerjaan atau aktivitas harian lainnya sebagai

akibat dari permasalahan emosi yang dirasakan sehingga lebih tidak teliti dari

sebelumnya dalam 4 minggu terakhir dan keterbatasan akibat masalah fisik yaitu

18,21 (simpangan baku 32,33) yang artinya rata-rata responden bermasalah

dengan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari akibat kesehatan fisik dalam 4 minggu

terakhir.

Domain kualitas hidup yang memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi

adalah dukungan dari staff dialisis yaitu 97,01 (simpangan baku 9,69) artinya

responden mengatakan perawat/staff dialisis selalu memberi dukungan kepada

responden agar mampu beradapatasi secara mandiri dalam melakukan perawatan

diri dan kualitas interaksi sosial 82,90 (simpangan baku 15,25) artinya rata-rata

responden mengatakan tidak mengucilkan diri dari orang sekitar dan tetap

berhubungan baik/rukun dengan orang lain tetapi ada sebagian responden yang

Universitas Sumatera Utara


79

merasa mudah tersinggung ketika menghadapi orang disekitarnya selama 4

minggu terakhir. Seperti terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Kualitas hidup Pasien Hemodialisa di RSUD DR.


Pirngadi Medan berdasarkan 19 dimensi KDQOL 1,3 (n=92).

Simpangan
No Domain kualitas hidup Rata-rata Min- Maks
baku
1 Gejala/masalah yang menyertai 69,96 14,35 29-94
2. Efek penyakit ginjal 60,80 20,13 3-94
3 Beban akibat penyakit ginjal 37,50 22,75 0-100
4 Status pekerjaan 51,09 12,79 0-100
5 Fungsi kognitif 73,12 21,68 0-100
6 Kualitas interaksi sosial 82,90 15,25 33-100
7 Fungsi seksual 78,01 29,32 0-100
8 Tidur 55,14 9,67 25-73
9 Dukungan sosial 81,34 22,49 0-100
10 Dukungan dari staf dialisis 97,01 9,69 50-100
11 Kepuasan pasien 52,38 11,84 17-100
12. Fungsi fisik 33,18 24,52 0-100
13. Keterbatasan akibat masalah 18,21 32,33 0-100
fisik
14. Rasa nyeri 67,28 34,89 0-100
15. Persepsi kesehatan secara 50,92 23,35 0-95
umum
16. Kesejahteraan emosional 76,22 19,54 8-100
17. Keterbatasan akibat masalah 17,39 31,44 0-100
emosional
18. Fungsi social 65,08 31,47 0-100
19 Energi/kelelahan 65,16 17,57 20-100
Kualitas hidup secara umum 59,61 21,32

4.5 Uji Normalitas Variabel Manajemen Cairan, Status Nutrisi dan Kualitas

Hidup Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan

Sebelum dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Pearson

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov, setelah dilakukan uji normalitas ternyata hanya variabel kualitas hidup

yang berdistribusi normal sedangkan variabel manajemen cairan, status nutrisi dan

lama menjalani hemodialisa berdistribusi tidak normal kemudian dilakukan

Universitas Sumatera Utara


80

transformasi data dengan metode log 10. Setelah ditransformasi data variabel

manajemen cairan dan status nutrisi didapatkan distribusi data menjadi normal

sedangkan variabel lama menjalani hemodialisa tidak berubah distribusi tidak

normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat bahwa hasil signifikansi

manajemen cairan adalah 0,189, status nutrisi 0,200, kualitas hidup adalah 0,200

dan lama menjalani hemodialisa adalah 0,000. Semua interpretasi dari uji variabel

penelitian ini adalah >0,05 (Data dikatakan berdistribusi normal) kecuali variabel

lama menjalani hemodialisa <0,05 (Data dikatakan berdistribusi tidak normal).

Adapun hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5 Uji Kolmogorov-Smirnov Variabel Manajemen Cairan, Status


Nutrisi dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RSUD DR.
Pirngadi Medan

Variabel f Keterangan
Manajemen cairan 0,189 Normal
Status nutrisi 0,200 Normal
Kualitas hidup 0,200 Normal
Lama menjalani hemodialisa 0,000 Tidak Normal

4.6 Hubungan Manajemen Cairan dengan Kualitas Hidup Pasien

Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan (n=92)

Tabel 4.6 menunjukkan hubungan manajemen cairan dengan kualitas

hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan didapatkan nilai

r -0,120 dan nilai p 0,253 (>0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara

manajemen cairan dengan kualitas hidup (Ho diterima).

Tabel 4.6 Hubungan Manajemen Cairan dengan Kualitas Hidup Pasien


Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan (n=92)
Hubungan r p
Manajemen cairan - Kualitas hidup -0,120 0,253

Universitas Sumatera Utara


81

4.7 Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di


RSUD DR. Pirngadi Medan (n=92)

Tabel 4.7 menunjukkan hubungan status nutrisi dengan kualitas hidup

pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan didapatkan nilai p 0,001

(<0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara status nutrisi dengan

kualitas hidup pasien hemodialisa (Ha diterima). Nilai r nya adalah 0,338 yang

bermakna tingkat kekuatan hubungan lemah dan berpola positif yang berarti

semakin baik status nutrisi semakin meningkat kualitas hidup pasien hemodialisa.

Seperti yang terlihat pada tabel 4.7 :

Tabel 4.7 Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup Pasien


Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan (n=92)

Hubungan r p
Status nutrisi - Kualitas hidup 0,338 0,001

4.8 Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien


Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan (n=92)

Tabel 4.8 menunjukkan hubungan lama menjalani hemodialisa dengan

kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan didapatkan nilai

p 0,120 (>0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara lama menjalani

hemodialisa dengan kualitas hidup pasien hemodialisa (Ho diterima). Seperti yang

terlihat pada tabel 4.8 :

Tabel 4.8 Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas Hidup


Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan (n=92)

Hubungan r p
Lama menjalani hemodialisa - Kualitas hidup 0,163 0,120

Universitas Sumatera Utara


82

BAB 5

PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan hasil dari penelitian terkait

dengan teori dan tujuan penelitian. Pembahasan mencakup penjelasan hasil

analisis dari variabel yang diteliti pada penelitian ini. Selain itu pada pembahasan

ini juga dijelaskan tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan serta

implikasi hasil penelitian untuk keperawatan.

5.1 Manajemen Cairan Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pingadi Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen cairan responden yang

menjalani hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan rata-rata masih mengalami

kelebihan cairan yang cukup tinggi, hal ini didukung dengan penambahan berat

badan interdialisis pada responden >3,9% dari berat badan kering sebanyak 56,5%

dan >2 sampai 9 Kg dari berat badan kering sebanyak 54,4% terlihat pada

lampiran 1. Sesuai dengan hasil penelitian Istanti (2009), menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara masukan cairan dan penambahan berat

badan dimana semakin banyak masukan cairan maka semakin meningkat berat

badan antara dua waktu dialisis dan faktor yang paling berkontribusi terjadinya

penambahan berat badan antara dua waktu dialisis adalah masukan cairan

sedangkan untuk mengurangi komplikasi akibat penyakit ginjal kronik berat

badan interdialisis tidak boleh >3,5–4 % berat badan kering (Lopez-Gomez, 2005)

atau tidak lebih dari 3 % dari berat kering (Smeltzer & Bare, 2010).

82
Universitas Sumatera Utara
83

Kelebihan cairan tubuh yang terjadi pada pasien sangat terkait dengan

kepatuhan pasien hemodialisa itu sendiri. Pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa mengalami keputusasaan sehingga mereka berpotensi tidak

mematuhi terapi, salah satunya pembatasan asupan cairan (Feroze, Martin, Reina

& Zadeh, 2010). Kepatuhan merupakan bagian terpenting untuk mengontrol

masukan cairan pada pasien yang menjalani hemodialisa, penelitian yang

dilakukan oleh Harahap, Sarumpaet & Tarigan (2015) untuk melihat tingkat

kepatuhan pembatasan cairan pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD DR.

Pirngadi Medan menyatakan mayoritas responden tidak patuh. Ketidakpatuhan

pembatasan asupan cairan pada pasien hemodialisa disebabkan oleh faktor

lingkungan berupa iklim dan cuaca yang sulit untuk dikendalikan. Banyak cairan

yang dikonsumsi oleh pasien kadang kala bukan karena rasa haus tetapi untuk

membantu pasien dalam menelan makanan atau menelan obat (Abuelo, 1999).

Sejalan dengan hasil penelitian bahwa ketidakpatuhan terhadap pembatasan cairan

diungkapkan sebagian besar responden bahwa mereka minum lebih dari yang

dianjurkan dokter atau perawat karena cairan yang diperbolehkan selalu tidak

cukup bahkan ada yang mencuri-curi untuk minum tanpa pembatasan karena tidak

kuat menahan haus akibat cuaca yang panas.

Iklim tropis dan cuaca yang cukup panas dapat menyebabkan tubuh

berusaha mengatur suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat dan dapat

menimbulkan sensasi haus sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan pasien

khususnya pada pembatasan cairan. Sejalan dengan penelitian Argiles (2004)

menyatakan bahwa asupan cairan pasien gagal ginjal kronik akan sangat tidak

Universitas Sumatera Utara


84

terkontrol pada musim panas, pada masa liburan natal dan tahun baru. Hal ini

karena pada musim panas merangsang rasa haus dan pada masa liburan natal dan

tahun baru banyak mengkonsumsi makanan ringan yang kering dan mengandung

garam sehingga memicu keinginan untuk minum.

Mayoritas responden dalam penelitian ini mengatakan bahwa intake

minum mereka memang terbatas kurang lebih 500-600 ml dalam sehari dan ada

beberapa responden hanya dibenarkan minum kurang lebih 250 ml dalam sehari.

Mayoritas responden menjelaskan bahwa diri mereka mengalami gangguan

dalam eliminasi urin yang mana sudah tidak dapat mengeluarkan urin atau anuria.

Asupan cairan harian yang dianjurkan pada pasien yang menjalani hemodialisa

adalah dibatasi hanya sebanyak insensible water losses ditambah jumlah urin

(Smeltzer & Bare, 2010).

Menurut penelitian John (2012) banyak pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa mengalami kesulitan memenuhi pembatasan cairan dan

diet untuk itu pasien-pasien ini memerlukan perubahan yang utama yaitu gaya

hidup untuk dapat beradaptasi. Dari hasil wawancara dan observasi peneliti

selama penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar responden minum

dengan air panas dengan alasan agar keinginan untuk minum hilang sehingga

asupan cairan dapat dibatasi. Ada juga responden yang sering mandi untuk

mengurangi panasnya cuaca diharapkan dapat menekan rasa haus. Walaupun

strategi ini paling sering dilakukan mayoritas responden tetapi ternyata kurang

efektif untuk mengontrol asupan cairan terbukti masih tingginya penambahan

berat badan interdialisis responden.

Universitas Sumatera Utara


85

Penambahan berat badan interdialisis yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan berbagai komplikasi. Hasil penelitian Mokodompit (2015)

menyatakan responden yang memiliki kelebihan kenaikan berat badan interdialisis

> 2,5 Kg telah mengalami komplikasi gagal jantung yaitu 26 responden (55,3 %).

Hal ini sesuai dengan Riaz (2012) bahwa gagal jantung merupakan komplikasi

umum dari peningkatan tekanan darah. Selain itu juga dalam Framingham Study,

hipertensi juga dijumpai sebagai perkembangan awal gagal jantung pada 91%

kasus gagal jantung (Cowie, 2008). Dalam penelitian ini tidak diteliti komplikasi

yang dialami responden karena cairan yang berlebih.

Abuelo (1998) memperkirakan konsumsi cairan pasien penyakit ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis tidak boleh lebih dari 1liter/hari agar

penambahan berat badan tidak lebih dari 1kg/hari, dengan perkiraan kebutuhan

cairan pasien karena penambahan berat badan interdialisis >4% akan berbahaya

untuk pasien. Hal ini sejalan dengan National Kidney Foundation (2006) yang

menyatakan bahwa penambahan berat badan interdialisis >4,8% akan

meningkatkan risiko kematian pada pasien dan idealnya dalam sekali hemodialisa

tidak boleh menarik cairan lebih dari 1-2Kg.

Komplikasi akibat tingginya penambahan berat badan interdialisis dan

penarikan cairan yang berlebihan saat dialisis dapat menyebabkan terjadinya

berbagai komplikasi intradialisis. Komplikasi intradialisis merupakan kondisi

abnormal yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialisa. Komplikasi yang

umum terjadi saat pasien menjalani hemodialisa adalah hipotensi, kram, mual dan

muntah, headache, nyeri dada, nyeri punggung, gatal, demam dan menggigil

Universitas Sumatera Utara


86

(Holley, et al, 2007; Barkan, et al, 2006; Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

Komplikasi intradialisis lainnya yang mungkin terjadi adalah hipertensi

intradialisis dan disequlibrium syndrome. Beberapa responden dalam penelitian

ini terlihat mengalami komplikasi saat dialisis berlangsung yang mengakibatkan

dialisis segera dihentikan sebelum waktunya berakhir. Situasi ini membuat

hemodialisa tidak adekuat yang dapat merugikan material dan menurunnya

produktivitas pasien.

Langkah-langkah responden dalam melakukan perawatan diri untuk

mengelola pembatasan asupan cairan dalam penelitian ini didapatkan bahwa yang

banyak dilakukan adalah minum dengan air hangat, minum dengan sedikit

tegukan sampai habis, memperkirakan jumlah cairan yang dapat diminum dalam

sehari, menyesuaikan jumlah cairan berdasarkan urin yang keluar, minum obat

bersamaan dengan saat makan dan menjaga jumlah cairan yang ditentukan. Selain

itu langkah-langkah perawatan diri yang banyak dilakukan untuk mengurangi

konsumsi garam responden adalah menggunakan bumbu tradisional saat

memasak, mengurangi penggunaan garam saat memasak dan menghindari

makanan instan (Lampiran 1). Dari data ini terlihat responden sudah mengetahui

dan memahami beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengontrol asupan

cairan. Hal ini bertolak belakang dengan Tovazzi & Mazzoni, (2012), yang

menyatakan bahwa pasien yang mengalami kesulitan dalam mengelola cairan

tidak mendapatkan pemahaman tentang bagaimana strategi yang dapat membantu

mereka dalam pembatasan cairan.

Universitas Sumatera Utara


87

Menurut Cristovao (2015) mengatakan bahwa beberapa langkah

perawatan diri secara signifikan berkorelasi dengan penambahan berat badan

interdialisis lebih rendah. Dalam penelitiannya rata-rata penambahan berat badan

interdialisis adalah 1,94 kg dan hanya 8,5% dari pasien menunjukkan penambahan

berat badan lebih dari 3 kg. Tindakan self care dalam pembatasan asupan cairan

yang paling umum dilakukan responden dalam penelitian Cristovao adalah

menghindari paparan sinar matahari, menghindari makan makanan pedas,

menghindari makanan yang banyak mengandung air, menghindari permen dan

menghindari melebihi jumlah cairan harian yang diperbolehkan.

Abuelo (1999) menyatakan bahwa pasien yang berusia lanjut mengalami

penurunan rasa haus sehingga asupan cairan menurun yang menyebabkan

penambahan berat badan interdialisis tidak berat. Sejalan dengan penelitian

Hidayati (2012) menyatakan adanya hubungan antara usia dengan penambahan

berat badan interdialisis semakin responden berusia lanjut maka penambahan

berat badan interdialisis makin kecil. Hal ini bertolakbelakang dengan hasil

penelitian dimana usia responden paling banyak dalam rentang lansia awal, lansia

akhir dan manula mengalami penambahan berat badan interdialisis yang sangat

tinggi.

Jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap pengaturan cairan dan berat

badan seseorang karena perbedaan komposisi tubuh, dimana komposisi tubuh

laki-laki yang terdiri dari 55% air sedangkan perempuan terdiri dari 47% air

(Gayton, 2006). Pada penelitian Mailani, Setiawan & Siregar (2014) mengatakan

mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki kemungkinan

Universitas Sumatera Utara


88

berpengaruh terhadap asupan cairan yang dikonsumsi, sehingga cenderung

penambahan berat badan interdialisis tinggi. Hal yang sama diungkapkan oleh

Igbokwe dan Obika (2007) yang menyatakan laki-laki kurang dapat mengontrol

rasa haus dan rasa haus laki-laki cenderung lebih tinggi jika dibandingkan oleh

perempuan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dimana jumlah jenis

kelamin laki-laki dan perempuan hanya berbeda sedikit tetapi mengalami

penambahan berat badan interdialisis yang sangat tinggi.

5.2 Status Nutrisi Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan

Nutrisi (diet) mempunyai peranan yang penting pada seluruh stadium

penyakit ginjal kronis. Disisi lain, kondisi uremik dan pembatasan diit yang

berlebihan (terutama protein) tanpa disertai jumlah energi yang cukup pada masa

pra-dialisis ikut berperan pada terjadinya malnutrisi saat dialisis

berkesinambungan. Malnutrisi sendiri dilaporkan memperburuk fungsi ginjal

secara progresif.

Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran umum status nutrisi responden

mayoritas kurang. Responden dalam penelitian ini mayoritas memiliki asupan

gizi yang tidak adekut/tidak mencukupi. Sesuai dengan penelitian Sulistyowati

(2009) terhadap 26 pasien hemodialisa di RSUP Dr. Kariadi Semarang diperoleh

hasil sebanyak 69,2 % pasien beresiko mengalami gizi kurang. Berbeda dengan

hasil penelitian Wulandari (2015), yang menyatakan bahwa status gizi pada

pasien hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Unit II terbanyak dalam kategori

baik sebanyak 52,2%.

Universitas Sumatera Utara


89

Rayner & Imai (2010) mengemukakan pasien hemodialisa rentan terhadap

kekurangan gizi disebabkan oleh katabolisme protein, nafsu makan kurang dan

ketidakdisiplinan menjalankan diet selain infeksi dan komorbid. Sesuai dengan

hasil penelitian beberapa responden mengatakan mengalami penurunan nafsu

makan sehingga frekuensi makannya tidak teratur. Selain itu kendala yang

dihadapi responden dalam pemenuhan nutrisi antara lain gangguan pencernaaan

dan perubahan selera makan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan asupan

nutrisi kurang antara lain: restriksi diet berlebihan, pengosongan lambung lambat,

diare dan komorbid medis lainnya, kejadian sakit dan rawat inap yang berulang,

asupan makanan lebih menurun pada hari-hari dialisis, obat-obat yang

menyebabkan dispepsia (pengikat fosfat, preparat besi), dialisis tidak adekuat,

depresi, dan perubahan sensasi rasa. Kehilangan darah melalui saluran cerna dan

nitrogen intradialitik juga turut memberikan pengaruh berupa peningkatan

kehilangan nutrisi (Kusuma, 2009).

Hasil penelitian Khairunnisa (2012) menyatakan berkurangnya nafsu

makan pada pasien hemodialisa kemungkinan disebabkan kurangnya kemampuan

pasien beradaptasi dengan penyakitnya. Adaptasi ini bisa bentuk penerimaan

terhadap penyakit, kepatuhan dalam menjalankan diet dan kemampuan pasien

dalam menghadapi masalah terkait penyakitnya. Sesuai dengan hasil penelitian

Harahap, (2015), menyatakan tingkat kepatuhan pembatasan asupan nutrisi pada

pasien gagal ginjal kronik yang tidak patuh sebanyak 67,7%. Tingkat kepatuhan

juga berhubungan dengan tingkat stress, sebagian besar responden mengalami

stress rendah sebanyak 55,2% dan stress berat sebanyak 44,8%.

Universitas Sumatera Utara


90

Mayoritas responden dalam penelitian ini mengatakan makan dalam porsi

dan frekuensi makan yang baik dalam sehari tetapi belum sesuai dengan diet yang

benar, karena responden mengungkapkan menu sehari-hari yang dihidangkan

lebih sering protein baik protein hewani maupun protein nabati yang belum

mengacu ke diet yang benar. Penatalaksanaan diet dimaksudkan untuk

memberikan asupan zat gizi yang cukup sekaligus memelihara sisa fungsi ginjal

agar kondisinya tidak semakin buruk dan mempertahankan homeostasis selama

mungkin. Pemberian diet yang tepat bagi pasien hemodialisa sangat diperlukan

sebagaimana tujuan dari diet gagal ginjal dengan hemodialisa itu sendiri (Instalasi

Gizi RSCM & Asosiasi Dietisien Indonesia, 2008).

Pasien yang memiliki status gizi baik dapat disebabkan karena responden

mengkonsumsi makanan yang mengandung nilai gizi yang tinggi. Jika seseorang

sedang menjalani terapi hemodialisa, diet menjadi bagian yang penting dalam

semua perawatannya (NIDDK, 2010). Status nutrisi yang buruk akan

menyebabkan penderita malaise dan fatigue, rehabilitasi jelek, penyembuhan luka

terganggu, kepekaan terhadap infeksi meningkat dan angka rawat tinggal dan

mortalitas juga meningkat (Nerscomite, 2010).

Status nutrisi dapat terlihat dari asupan makanan yang dikonsumsi

responden selama 24 jam yang terdiri dari kandungan gizi yaitu kalori, protein,

kalium, natrium, posphor dan kalsium. Asupan kalori (energi) yang adekuat

bertujuan agar protein tidak dipecah menjadi sumber energi (NKF-K/DOQI,

2000). Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar asupan kalori

responden kurang dan asupan protein lebih.

Universitas Sumatera Utara


91

Dalam penelitian ini hanya sebagian kecil asupan protein responden

kurang dikarenakan sebagian besar responden mengonsumsi putih telur ayam

kurang lebih 6 butir dalam sehari dan susu nefrisol setiap hari meskipun rasa susu

tersebut tidak enak. Namun mereka tetap berusaha mengonsumsinya demi

terpenuhinya kebutuhan dietnya terutama protein. Selain itu dari hasil wawancara

mengenai asupan makan menggunakan form Food recall 24 jam sebagian besar

asupan protein responden berasal dari daging ayam, ikan dan ikan teri. Namun

untuk daging ayam dan ikan tersebut tidak dikonsumsi setiap hari. Asupan protein

yang hampir dikonsumsi setiap hari adalah ikan teri, susu dan putih telur ayam.

Ada responden yang setiap makan harus pakai lauk udang kering untuk

menambah nafsu makannya. Bahan makanan yang tinggi protein merupakan

sumber phosphor yang tinggi pula.

Ginjal normal akan membuang kelebihan kalium atau posphor namun

pada pasien hemodialisa kemampuan tersebut menurun sehingga dapat terjadi

akumulasi/penimbunan kalium atau posphor dalam darah. Konsentrasi kalium

yang tinggi lebih berbahaya dan dapat membuat otot jantung melemah,

mengganggu irama jantung dan dapat menyebabkan kematian. Walaupun dari

hasil food recall dalam penelitian ini asupan kalium lebih hanya sebanyak 3,3%

tetapi hasil laboratorium yang didapat yang mengalami kalium lebih 13,0%

terlihat pada lampiran 1.

Kadar posphor yang tinggi dapat menurunkan kadar kalsium ditulang,

melepasnya ke darah sehingga dapat menyebabkan tulang rapuh, gatal-gatal pada

kulit, tulang nyeri dan mata merah. Hasil food recall di peroleh data asupan

Universitas Sumatera Utara


92

posphor lebih dan hasil laboratorium mayoritas asupan posphor responden lebih

terlihat pada lampiran 1. Sesuai dengan apa yang dikeluhkan mayoritas responden

mengalami gatal-gatal pada kulit dan sering merasa nyeri tulang dan suka kram

sehingga merasa nyaman jika diurut. Makanan yang mengandung tinggi posphor

terlihat banyak dikonsumsi responden dalam penelitian ini seperti daging, ayam,

ikan, udang, kentang, telur ayam, telur puyuh, ikan teri, jeroan, susu dan mereka

suka makan ayam dan ikan dalam jumlah yang banyak. Selain itu mayoritas

responden dalam penelitian ini juga mengkonsumsi berbagai olahan kolak dan

bubur karena penelitian dilakukan bertepatan pada bulan ramadhan. Menurut hasil

penelitian Cristovao (2015), menunjukkan tindakan yang paling umum digunakan

untuk mengurangi diet kalium termasuk kentang panggang dipotong-potong, menghindari

makanan yang kaya kalium, makan tidak lebih dari 2 potong buah per hari dan mengupas

kentang sebelum memasak. Untuk mengurangi makanan fosfor, pasien menghindari

terutama makan jeroan, susu, sereal dan cokelat, tetapi mereka juga lebih suka makan

daging dan ikan dalam jumlah kecil.

Hasil penelitian Chadijah dan Wiranwanni (2011) menyatakan bahwa

pasien yang memiliki status gizi baik, diasumsikan karena asupan kalori dan

proteinnya lebih baik dibandingkan pasien yang memiliki status gizi kurang.

Asupan kalori dan protein yang rendah mempengaruhi massa otot tubuh. Selain

asupan makanan status nutrisi dapat juga dinilai dari hasil pemeriksaan

laboratorium. Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas hemoglobin (Hb)

responden rendah 97,8%, mayoritas kadar posphor dalam darah lebih 72,8% dan

sebagian besar kadar kalsium dalam darah kurang 57,6% terlihat pada lampiran 1.

Mempertahankan status nutrisi tetap optimal dapat mencegah terjadinya

Universitas Sumatera Utara


93

malnutrisi. Gizi yang tidak memadai dapat diakibatkan dari kurangnya makanan.

Namun yang lebih umum, malnutrisi diakibatkan dari penggunaan nutrien yang

tidak mencukupi oleh karena penyakit akut atau kronik dan perawatannya.

Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekresikan produk akhir

metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum

pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Dengan penggunaan hemodialisa

yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya

memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium,

kalium dan cairan (Smeltzer et. al., 2010).

Pasien gagal ginjal kronis harus selalu menjaga pola makan. Mereka tidak

bisa mengonsumsi buah dan sayur sesuka hatinya layaknya orang sehat karena

beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan berpotensi memperburuk kondisi

mereka (Muhammad, 2012). Semua responden dalam penelitian ini mengetahui

makanan yang boleh dimakan dan tidak boleh serta alasan tidak boleh seperti

kandungan dalam makanan tersebut yang dapat mempengaruhi kondisinya dan

bahkan sudah dibuktikan oleh mereka sendiri. Responden juga menyebutkan

bahwa ada beberapa sayuran dan jenis buah-buahan tidak boleh dimakan terutama

yang banyak mengandung air atau buah-buahan tertentu seperti pisang dan

belimbing. Mereka juga menyebutkan bahwa buah yang boleh dimakan hanya

pepaya dan jumlahnya terbatas hanya sepotong saja. Sayuran seperti timun,

kangkung dan bayam juga harus mereka hindari. Selain itu menu yang harus

dihindari juga antara lain diet rendah cairan, diet rendah kalium, makanan yang

mengandung pengawet, diet rendah natrium tetapi belum terarah ke jenis dan

Universitas Sumatera Utara


94

jumlah yang tepat. Namun tidak sedikit responden yang tidak lagi melakukan

semua hal tersebut bahkan ada responden yang memakan semua jenis makanan

atau buah kesukaannya pada saat jadwalnya akan melakukan dialisis maupun saat

dialisis berlangsung.

Penelitian Kim & Evangelista (2010), melaporkan dua pertiga (68,2%)

responden melaporkan ketaatan terhadap pembatasan diet, namun lebih dari

setengah (57,6 %) respondennya memiliki kesulitan mengikuti pembatasan diet

yang telah dianjurkan. Alasan utama yang mereka kemukakan terhadap

ketidakpatuhan mereka terhadap diet adalah ketidakmampuannya untuk melawan

makanan favorit mereka (56,3%). Penelitian Arova (2013), partisipan

menyebutkan alasan mereka atas ketidakpatuhan mereka terhadap diet karena

harus menjaga Hb agar tetap stabil. Menurut penelitian John (2012), melaporkan

bahwa bagi pasien gagal ginjal kronis yang merasa memiliki energi yang lebih

baik maka tingkat kepatuhan terhadap pembatasan diet juga baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi salah satunya adalah usia,

pendidikan, tingkat pengetahuan dan lama hemodialisa. Pada usia ≥40 tahun akan

terjadi penurunan ±10% jumlah nefron fungsional setiap sepuluh tahunnya setelah

pasien berumur 40 tahun akibat nefrosklerosis dan glomerulosklerosis. Akibat

nefrosklerosis dan glomerulosklerosis akan menyebabkan pasien usia tua

mengalami gagal ginjal kronik dan harus diterapi hemodialisis (Prince, Sylvia A.,

& Lorraine M. Wilson, 2006). Hal ini mendukung hasil penelitian ini, didapatkan

data bahwa usia responden terbanyak adalah lansia. Usia tua juga dapat

menyebabkan terjadinya penurunan rasa (fungsi pengecapan) dan fungsi

Universitas Sumatera Utara


95

penciuman, sehingga hal ini menyebabkan anoreksia dan penurunan asupan gizi

pada pasien usia tua.

Tingkat pendidikan terakhir responden terbanyak SMA dan Sarjana.

Dalam tinjauan teoritis tidak dijelaskan keterikatan pendidikan dengan status

nutrisi tetapi disini peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi

prilaku seseorang dalam melakukan perawatan diri terutama dalam mengatur dan

mengolah diet/nutrisi karena penyakit yang dideritanya, serta memilih dan

memutuskan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah

kesehatannya. Menurut peneliti semakin tinggi pendidikan seseorang kesadaran

untuk mencari pengobatan dan perawatan akan masalah kesehatan yang

dialaminya juga semakin tinggi. Hal ini juga didukung oleh pendapat Azwar

(1995) yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka dia akan cenderung untuk berperilaku positif karena pendidikan yang

diperoleh dapat meletakkan dasar-dasar pengertian (pemahaman) dan prilaku

dalam diri seseorang.

Lama hemodialisa responden dengan status gizi baik mayoritas > 3 tahun

dengan rata-rata lama hemodialisa 37,13 bulan. Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ana et al (2013) yang mendapatkan hasil rata-rata lama menjalani

hemodialisa yaitu sebesar 43.37 bulan dengan rentang lama menjalani

hemodialisa adalah 1-24 bulan. Lama menjalani hemodialisa juga akan terjadi

penurunan kadar asam amino dan menyebabkan terjadinya abnormalitas pada

hasil yang akan dieksresikan ke dalam urin sehingga menjadi uremia. Gejala

klinis dari uremia yaitu lemah, anoreksia, mual dan muntah. Kedua hal yang

Universitas Sumatera Utara


96

disebutkan diatas menyebabkan pasien akan mengalami penurunan nafsu makan,

sehingga asupan makanan pasien akan berkurang serta tubuh akan kehilangan

massa otot dan lemak yang berada di subkutan yang akan mempengaruhi status

gizi pasien.

5.3 Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan

Kualitas hidup merupakan sesuatu yang bersifat subyektifitas dan

multidimensi. Subyektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat

ditentukan dari sudut pandang pasien itu sendiri sedangkan multidimensi

bermakna bahwa kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan

seseorang secara holistik meliputi aspek biologis atau fisik, psikologis,

sosiokultural dan spiritual (Panthee & Kritpracha, 2011). Kualitas hidup

mengembangkan defenisinya tentang bagaimana kesehatan seseorang berdampak

pada kemampuan untuk beraktifitas fisik secara normal dan juga aktivitas

sosialnya (Young, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan gambaran umum nilai kualitas hidup pasien

hemodialisa mengalami penurunan yang signifikan. Penilaian kualitas hidup

dalam penelitian ini dengan ketentuan rentang skor 0-100, dimana 0 menunjukkan

kualitas hidup terburuk, dan 100 kualitas hidup terbaik. Penurunan nilai terutama

pada domain keterbatasan akibat masalah emosional, keterbatasan akibat masalah

fisik, fungsi fisik, beban akibat penyakit ginjal, persepsi kesehatan secara umum,

status pekerjaan, kepuasan pasien, tidur dan efek penyakit ginjal. Domain kualitas

hidup yang memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi adalah dukungan dari staff

dialisis dan kualitas interaksi sosial.

Universitas Sumatera Utara


97

Hal ini sejalan dengan penelitian Mailani, Setiawan & Siregar (2014)

menunjukkan bahwa pengukuran kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner

Kidney Disease Quality of Life SF 36 (KDQOL) terjadi penurunan nilai yang

signifikan pada kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa dengan nilai

rata-rata keseluruhan domain 53,47 dengan standar deviasi (SD) 21,00. Penurunan

nilai terutama pada domain keterbatasan akibat masalah fisik, keterbatasan akibat

masalah emosi, fungsi fisik, beban akibat penyakit ginjal, persepsi kesehatan

secara umum, status pekerjaan, kepuasan pasien, tidur dan efek penyakit ginjal.

Domain kualitas hidup yang memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi adalah

dukungan dari staff dialisis yaitu 97,01 (SD 9,69) dan kualitas interaksi sosial

82,90 (SD 15,25). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atmaja (2010)

juga menunjukkan bahwa penilaian kualitas hidup yang menggunakan KDQOL

bahwa keterbatasan peran akibat gangguan fisik mempunyai skor rata-rata

terendah (23,65).

Hampir seluruh responden mengeluh mengalami keterbatasan akibat

masalah emosional dan fisik. Keterbatasan akibat masalah emosional mencakup

bagaimana masalah emosional mengganggu pasien dalam beraktifitas sehari hari,

seperti lebih tidak teliti dari sebelumnya. Depresi dan kecemasan merupakan

gangguan psikologis yang paling sering dialami oleh pasien yang menjalani

hemodialisa hal ini dikarenakan gejala uremia seperti kelelahan, gangguan tidur,

menurunnya nafsu makan dan gangguan kognitif (Son et al., 2009). Lima puluh

persen dari pasien yang memulai dialisis mengalami depresi dengan gejala seperti

rasa bersalah, putus asa, mudah marah, dan keinginan untuk bunuh diri, selain itu

Universitas Sumatera Utara


98

pasien juga merasa menjadi beban dalam keluarga dan khawatir tentang

penampilan atau gangguan citra tubuh (Sathvik et al., 2008).

Sesuai dengan penelitian Harahap, Sarumpaet & Tarigan (2015) di RSUD

DR. Pirngadi Medan menyatakan mayoritas responden hemodialisa mengalami

depresi. Sejalan dengan penelitian Patel M et al, (2012) menyatakan pasien gagal

ginjal kronik dengan hemodialisa mengalami gejala depresi 45,6% dan 28,6%

memiliki keinginan bunuh diri.

Keterbatasan akibat masalah fisik mencakup seberapa besar masalah fisik

yang dialami pasien mengganggu pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, seperti

memperpendek waktu untuk bekerja atau beraktifitas, keterbatasan dan kesulitan

dalam beraktifitas. Hasil penelitian Pakpour (2010) juga menyatakan bahwa

domain keterbatasan peran akibat gangguan fisik mempunyai nilai yang terendah

diantara domain yang lain. Ayoub dan Hijjazi (2013) hasil analisis regresi faktor

yang paling mempengaruhi terhadap kualitas hidup pasien yang menjalani

hemodialisis adalah penyakit kronik yang diderita, dan domain yang mempunyai

nilai yang paling rendah adalah nyeri pada tubuh, fungsi sosial dan peran fisik.

Beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali dirasakan pasien, hal ini

juga dirasakan sebagian besar responden dalam penelitian ini. Beban akibat

penyakit ini antara lain sejauh mana penyakit ginjal pasien dirasakan sangat

mengganggu kehidupan, banyaknya waktu yang dihabiskan, rasa frustasi terhadap

penyakit, dan perasaan menjadi beban dalam keluarga. Pada penelitian ini

sebagian besar responden juga mengalami gangguan tidur dimana responden

cenderung sulit mendapatkan tidur yang cukup. Sejalan dengan penelitian Yong et

Universitas Sumatera Utara


99

al. (2009) yang menyatakan gejala gangguan fisik yang sering dikeluhkan pasien

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah gangguan atau

kesulitan tidur, kelelahan, tidak tahan cuaca dingin, pruritus, kelemahan

ekstremitas bawah.

Efek penyakit ginjal merupakan konsekuensi akibat penyakit ginjal yang

diderita dan sering menyusahkan pasien. Pada penelitian ini efek penyakit ginjal

sebagian besar responden merasa sangat terganggu dengan pembatasan cairan,

pembatasan diet, kemampuan bekerja disekitar rumah, kemampuan untuk

melakukan perjalanan, ketergantungan terhadap petugas kesehatan, perasaan

khawatir dan stres terhadap penyakit yang diderita, kehidupan seksual, dan

penampilan (Hays et al., 1997). Fungsi fisik sebagian besar responden juga

terganggu. Aspek ini mencakup kemampuan untuk beraktifitas seperti berjalan,

menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, gerak badan dan kemampuan

aktifitas berat dalam penelitian ini semua aktifitas tersebut responden mayoritas

membatasinya. Sebagian besar responden juga mempunyai persepsi kondisi

kesehatan secara umum buruk, aspek ini mencakup pandangan pasien terhadap

kondisi kesehatan sekarang, prediksi di masa yang akan datang, dan daya tahan

terhadap penyakit.

Menurut Nurchayati (2010), status pekerjaan berpengaruh terhadap

kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

Mayoritas responden pada penelitian ini sudah tidak lagi bekerja. Mayoritas

responden merasa penghasilan mereka belum mampu memenuhi kebutuhan

sehari-hari terkait dengan meningkatnya kebutuhan dan biaya hidup.

Universitas Sumatera Utara


100

Domain kepuasan responden mengenai perawatan yang diterima pada

penelitian ini mayoritas responden mengatakan cukup puas dengan pelayanan

yang diterima selama menjalani hemodialisa karena baik perawat maupun sesama

pasien sudah merasa seperti saudara dan keluarga. Domain dukungan dari staf

dialisis dan kualitas interaksi sosial dalam penelitian ini mempunyai nilai yang

paling tinggi. Hampir seluruh responden mengatakan sangat puas dengan

pelayanan perawat di unit hemodialisis dan sebagian juga mengatakan mengalami

perubahan dalam kualitas interaksi sosial seperti mudah tersinggung, sulit

berkonsentrasi dan cenderung pelupa. Praktek keperawatan hemodialisa

merupakan praktek keperawatan lanjut, yang dilakukan oleh perawat dialisis yang

terdiri dari perawat praktisi dan perawat spesialis klinik dan memiliki sertifikat

pelatihan dialisis (Headley & Wall, 2000). Kallenbach et al., (2005) menyebutkan

bahwa perawat dialisis selain sebagai care provider/ clinician (pemberi asuhan

keperawatan), educator, counselor, administrator, advocate dan researcher juga

sebagai collaborator.

Peran perawat dialisis dalam melakukan praktek keperawatan lanjut pada

pasien yang menjalani hemodialisa dapat mencegah terjadinya komplikasi yang

berefek pada peningkatan kualitas hidup pasien hemodialisis (Headley & Wall,

2000). Perawat di unit hemodialisa RSUD DR. Pirngadi Medan mayoritas

merupakan perawat ahli dan terlatih dan memiliki sertifikat pelatihan dialisis.

Dukungan sosial dalam penelitian ini juga mendapat nilai yang tertinggi.

Universitas Sumatera Utara


101

5.4 Lama Menjalani Hemodialisa Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pingadi

Medan

Hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang digunakan pada

pasien dalam keadaan sakit akut dan pasien dengan penyakit ginjal stadium

terminal. Seseorang yang telah divonis menderita penyakit ginjal dan telah

mencapai stage V harus menjalani terapi pengganti ginjal seumur hidup dan salah

satu pilihannya adalah hemodialisa. Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa

responden telah menjalani hemodialisa rata-rata 37,13 bulan. Jangka waktu

terlama responden menjalani hemodialisa adalah 125 bulan sedangkan yang

terpendek adalah 4 bulan. Semakin lama pasien menjalani hemodialisa maka

semakin patuh untuk menjalani hemodialisa karena biasanya responden telah

mencapai tahap menerima ditambah mereka juga kemungkinan banyak

mendapatkan pendidikan kesehatan dari perawat dan juga dokter tentang penyakit

dan pentingnya melaksanakan hemodialisa secara teratur bagi mereka (Sapri,

2008).

Menurut responden mereka tidak pernah putus atau berhenti untuk

menjalani terapi hemodialisa sejak mereka pertama terdiagnosa gagal ginjal dan

harus menjalani terapi hemodialisa walaupun awalnya beberapa responden

mengatakan bahwa mereka merasa takut dan menolak karena mereka tidak tahu

apa itu hemodialisa, tapi setelah berjalan waktu mereka dapat menerima kondisi

ini karena menurut mereka hanya dengan tindakan hemodialisa ini mereka bisa

bertahan hidup.

Universitas Sumatera Utara


102

5.5 Hubungan Manajemen Cairan dengan Kualitas Hidup Pasien

Hemodialisa

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa manajemen cairan responden

mengalami cairan lebih. Sedangkan gambaran umum nilai kualitas hidup pasien

hemodialisa mengalami penurunan yang sangat signifikan tetapi hasil analisa

bivariat penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan manajemen cairan

dengan kualitas hidup pasien hemodialisa. Hal ini bertolak belakang dengan

penelitian Isroin dkk, (2011) yang menyatakan ada hubungan manajemen cairan

pada pasien hemodialisa terhadap kualitas hidup. Sejalan dengan penelitian

Mailani, Setiawan & Siregar (2014) menyatakan adanya hubungan penambahan

berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa dengan nilai r -0,307.

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yang mempunyai

manajemen cairan yang baik mampu mengontrol pembatasan asupan cairan dan

penambahan berat badan interdialisis rendah sehingga memiliki kualitas hidup

yang baik. Penambahan berat badan yang berlebihan akan menimbulkan berbagai

masalah dan akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidup pasien yang

menjalani hemodialisa sehingga dapat menyebabkan perubahan pada kemampuan

unuk melaksanakan fungsi kehidupannya sehari-hari (Young, 2009). Secara

psikologis keterbatasan fisik yang dialami oleh pasien akan menyebabkan stress

dan depresi diperparah dengan gangguan body image yang dialami pasien dan

juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial pasien (Abuelo, 1998; Welch et al.,

2006).

Universitas Sumatera Utara


103

Hasil penelitian Lopez-Gomes, (2005), menyatakan bahwa untuk

mengurangi komplikasi akibat ginjal kronik berat badan interdialisis pasien tidak

boleh lebih dari 3,5-4% berat badan kering sedangkan hasil penelitian ini

didapatkan data penambahan berat badan interdialisis >3,9%. Dari keseluruhan

jumlah responden tercatat kurang lebih 52 orang mengalami penambahan >3,9%

dan diantaranya terdapat 40 orang yang mengalami penambahan berat badan ≥5%

dari berat badan kering. Semua responden menjalani terapi hemodialisa 2 kali

seminggu antara 4-5 jam pertindakan yang berarti tubuh harus menanggung

kelebihan cairan interdialisis (YGDI, 2008).

Menurut Pace (2007), penambahan berat badan interdialisis melebihi 4,8%

akan meningkatkan mortalitas meskipun tidak dinyatakan besarannya. Sedangkan

Gomez menyatakan bahwa penambahan berat badan interdialisis yang tinggi erat

kaitannya dengan cairan berlebih dan merupakan prekursor tingginya tekanan

darah pre-dialisis (Gomez, 2005). Penambahan nilai berat badan interdialisis yang

terlalu tinggi dapat menimbulkan efek negatif terhadap keadaan pasien,

diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan

lainnya (Smeltzer et. al., 2010). Pace (2007), mengungkapkan komplikasi

overload cairan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD) adalah

hipertensi, edema perifer dan ascites. Bahkan sumber data dari US Renal Data

System (USRDS) menunjukkan peningkatan kematian dengan berat badan diantara

dua waktu hemodialisa yang lebih besar 4,8% dari berat badan kering (Foley,

Herzog, & Collins, 2002). Suharto (2004) menyatakan bahwa penambahan berat

badan karena cairan (overfluid) menjadi salah satu prognosis gagal ginjal yang

Universitas Sumatera Utara


104

mempengaruhi waktu survival. Artinya, semakin besar penambahan berat badan

maka semakin rendah tingkat keselamatan.

Hasil penelitian Mokodompit (2015) menyatakan responden yang memiliki

kelebihan kenaikan berat badan interdialisis > 2,5 Kg telah mengalami komplikasi

gagal jantung yaitu 26 responden (55,3 %). Hal ini sesuai dengan Riaz (2012)

bahwa gagal jantung merupakan komplikasi umum dari peningkatan tekanan

darah. Selain itu juga dalam Framingham Study, hipertensi juga dijumpai sebagai

perkembangan awal gagal jantung pada 91% kasus gagal jantung (Cowie, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti berasumsi bahwa

sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi

hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan kemungkinan sudah mengalami atau

berisiko mengalami komplikasi akibat kelebihan cairan karena sebagian besar

responden mengalami penambahan berat badan interdialisis yang terlalu tinggi

dan terlihat ada beberapa responden yang mengalami edema pada seluruh tubuh,

ascites, gangguan sistem kardiovaskuler dan respirasi saat menjalani hemodialisa

sehingga harus memakai oksigen dengan posisi berbaring semifowler. Data

seberapa banyak responden mengalami komplikasi dalam penelitian ini tidak

diteliti.

Pada saat hemodialisa dilakukan ultafiltasi untuk menarik cairan yang

berlebihan di darah, besarnya ultrafiltrasi yang dilakukan tergantung dari

penambahan berat badan interdialisis dan target berat badan kering penderita.

Pada pasien hemodialisa reguler 2 kali seminggu, kenaikan berat badan

interdialisis disarankan tidak melebihi 2 kg sehingga ultrafiltrasi yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara


105

saat hemodialisa sekitar 2 liter (Nissenson and Fine, 2008). Guideline K/DOQI

2006 menyatakan bahwa kenaikan berat badan interdialitik sebaiknya tidak

melebihi dari 4,8% BB kering (K/DOQI, 2006). Umumnya kenaikan berat badan

pasien interdialisis melebihi 2 kg bahkan mencapai 5 kg, sehingga pada kondisi

ini dilakukan ultrafiltrasi lebih dari 2 L. Pada saat hemodialisa dengan excessive

Ultrafiltrasi atau ultrafiltrasi berlebih, banyak timbul masalah baik gangguan

hemodinamik maupun gangguan kardiovaskular (Nissenson and Fine, 2008). Pada

saat dilakukan ultrafiltrasi terjadi hipovolemia yang kemudian merangsang

aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron system (RAAS) sehingga bisa

menimbulkan kejadian hipertensi interdialitik (Chazot and Jean,2010).

Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa

sangat dipengaruhi oleh banyaknya masalah yang terjadi sebagai dampak dari

terapi hemodialisa dan juga mempengaruhi gaya hidup pasien. Dampak dari

peningkatan berat badan karena tertimbunnya cairan di dalam tubuh antara lain

adanya edema di ektremitas bawah, rongga abdomen, ektremitas atas hingga di

daerah orbita. Perubahan bentuk fisik ini menyebabkan psikologis klien

terganggung hingga timbul stress, atau bahkan bisa muncul depresi. Everett &

Brantley, (1995) mengungkapkan bahwa peningkatan berat badan yang tinggi

berkontribusi terhadap timbulnya gangguan psikologis stress pada pasien yang

menjalani hemodialisa. Sesuai dengan Harahap (2015) yang menyatakan

mayoritas responden yang menjalani hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan

mengalami depesi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hulya, (2005)

bahwa pada pasien dengan depresi atau gangguan psikologis, berat badan

Universitas Sumatera Utara


106

interdialisis secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa

depresi atau gangguan psikologis.

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa yaitu faktor sosial demografi yang terdiri dari

jenis kelamin, usia, pendidikan, status pernikahan, dan status pekerjaan

(Paraskevi, 2011; Kizilcik et al., 2012; Sathvik, 2008; Veerapan et al., 2012; Tel &

Tel, 2011). Pada penelitian ini sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki

dan mayoritas berusia lanjut. Responden mayoritas berpendidikan SMA, status

menikah dan mayoritas sudah tidak lagi bekerja. Menurut Pakpour et al. (2010),

pasien yang mempunyai aktivitas pekerjaan cenderung mempunyai kualitas hidup

yang baik karena juga akan mempengaruhi status ekonomi. Faktor lain yang juga

mempengaruhi kualitas hidup pasien adalah depresi, pasien yang mengalami

depresi mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien yang

tidak depresi (Son et al., 2009; Kizilcik et al., 2012).

Pasien yang mendapatkan dukungan sosial dan keluarga akan memiliki

kualitas hidup yang lebih baik (Rambod & Rafii, 2010; Tel & Tel, 2011; Thomas

& Washington, 2012). Adekuasi hemodialisis juga ikut mempengaruhi kualitas

hidup pasien yang menjalani hemodialisa (Cleary & Drennan, 2005), tetapi pada

penelitian ini tidak diketahui nilainya, pasien yang memiliki adekuasi hemodialisa

yang baik akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik juga.

Universitas Sumatera Utara


107

5.6 Hubungan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa

Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan status nutrisi

dengan kualitas hidup pasien hemodialisa dengan makna semakin baik status

nutrisi semakin meningkat kualitas hidup pasien hemodialisa. Nutrisi pada

hemodialisis dapat menurunkan komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup

pasien (Gunes, 2013).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa status nutrisi mayoritas responden

kurang terlihat dari jumlah konsumsi zat gizi dari makanan responden seperti

kalori kurang sebanyak 50%, protein lebih sebanyak 48,9%, kalium kurang

sebanyak 67,4%, posphor lebih 19,6%, kalsium kurang sebanyak 98,9 % dan hasil

laboratorium didapatkan data mayoritas kadar hemoglobin (Hb) responden

rendah sebanyak 97,8%, kalsium kurang sebanyak 57,6%, posphor lebih sebanyak

72,8% dan kalium lebih 13,0% terlihat pada lampiran 1.

Penurunan kadar Hb pada pasien hemodialisa disebabkan oleh gangguan

produksi eritropoetin diginjal akibat kadar ureum yang tinggi yang menyebabkan

timbulnya gejala anemia seperti hipoksia, fatigue dan gangguan aktifitas sehingga

mengakibatkan penurunan produktifitas dan kualitas hidup pasien tersebut. Hal ini

terbukti dengan hasil penelitian bahwa mayoritas responden sudah tidak bekerja

lagi. Selain itu rendahnya kadar Hb responden dapat juga dipengaruhi asupan

makan responden yang tidak adekuat.

Hasil penelitian safarudin (2012), manggambarkan bahwa kualitas hidup

pasien hemodialisa lebih dipengaruhi oleh kadar ureum, Hb, kapasitas fisik dan

emosional pasien. Pasien yang mampu mempertahankan status emosional dalam

Universitas Sumatera Utara


108

kondisi yang adaptif, akan dapat mempertahankan kualitas hidupnya secara

optimal, lama waktu pasien mengalami hemodialisa tidak menjamin tercapainya

kualitas hidup yang optimal, terutama jika pasien tidak patuh terhadap diet,

hemodialisa yang tidak rutin dan mengalami stress emosional.

Depresi dan nafsu makan kurang merupakan hal yang umum dialami

pasien hemodialisa (Bossola et al., 2012). Nafsu makan kurang merupakan salah

satu gejala dari depresi. Tingginya prevalensi depresi memang berkaitan dengan

perasaan sedih karena pasien mengetahui penyakitnya tidak dapat disembuhkan

dan untuk bertahan hidup pasien harus bergantung pada mesin dialyser sampai

dengan sisa hidupnya. Kondisi fisik yang melemah, biaya transfortasi hemodialisa

yang harus ada saat jadwal hemodialisa, pengaturan diet yang membuat pasien

tidak nyaman dalam hal makan dan minum dan faktor lainnya juga pada akhirnya

menambah beban pikiran pasien. Sesuai dengan hasil penelitian beberapa

responden mengatakan beban pikiran itu terkadang datang sehingga membuat

responden mengalami penurunan nafsu makan, hipotensi, cemas, stress,

ketakutan, depresi sehingga menimbulkan peluang kegagalan terapi dan

memperburuk kondisi pasien.

Pengaturan diet pada penyakit gagal ginjal yang menjalani hemodialisa

sedemikian kompleks. Pengaturan diet tersebut sangat sukar untuk dipatuhi oleh

pasien sehingga memberikan dampak terhadap status gizi dan peningkatan berat

badan serta berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita. Kualitas hidup

penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa sewaktu-waktu dapat menurun.

Universitas Sumatera Utara


109

Hal penting bagi penderita agar dapat menjaganya, salah satunya yaitu dengan

mengatur pola diet yang tetap dan tetap memiliki rasa yang enak (Rasyida, 2011).

Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa status gizi kurang, dapat

mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisa, diantaranya adalah studi yang

dilakukan oleh Afshar et al., (2011) yaitu status gizi kurang dapat menyebabkan

penderita mengalami gejala seperti lelah dan malaise, sakit kepala, kehilangan

berat badan, kelemahan otot, infeksi berulang, penyembuhan luka yang lambat,

serta gangguan tulang, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas

hidup pada pasien hemodialisa. Hal ini sesuai dengan penelitian Edi dan Cintari

(2006) menjelaskan bahwa status gizi (LLA) memberikan efek modifikasi pada

hubungan dengan kualitas hidup. Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik

melalui terapi hemodialisa diperlukan pengaturan diet untuk mencapai status gizi

yang baik. Pasien yang menjalani hemodialisa harus mendapat asupan makanan

yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik.

5.7 Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien

Hemodialisa

Hubungan lama menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien

hemodialisa menunjukkan hubungan yang sangat lemah dan berpola positif

artinya semakin lama menjalani hemodialisa semakin baik nilai kualitas hidup

responden. Penelitian ini tidak mendukung data survey dari Canada yang

menyatakan bahwa semakin lama menjalani hemodialisa maka harapan dan

kualitas hidup rendah (Young, 2009).

Universitas Sumatera Utara


110

Pada penelitian ini dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna

antara lamanya menjalani hemodialisa dengan nilai kualitas hidup responden.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Kusman (2005) yang

mengatakan bahwa dimana tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara

kualitas hidup pasien hemodialisa dengan lamanya pasien menjalani hemodialisa.

Hal ini berbeda dengan hasil penelitian utami dkk (2014) yang menyatakan bahwa

ada hubungan antara lama menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup.

Menurut (Mast, 1995 dalam Kinghorm & Gamlin, 2004), kualitas hidup

itu merupakan suatu yang abstrak yang tidak terikat oleh waktu dan tempat,

bersifat situasional dan meliputi berbagai konsep yang saling tumpang tindih.

Rustiana (2012) menyatakan bahwa responden yang telah menjalani terapi

hemodialisa cenderung memiliki tingkat cemas lebih rendah dibandingkan dengan

responden yang baru menjalani hemodialisa, maka seseorang akan lebih adaptif

dengan tindakan dialisis. Pasien yang sudah lama menjalani terapi hemodialisa

kemungkinan sudah dalam fase penerimaan.

5.8 Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan yang muncul,

walaupun peneliti berupaya semaksimal mungkin membuat hasil penelitian ini

menjadi sempurna. Pada pelaksanaan pengumpulan data seluruh kuisioner diisi

dan bacakan oleh peneliti dan asisten penelitian untuk mempermudah responden

memahami pertanyaan dalam kuisioner dan mencegah kelelahan responden dalam

menjawab kuesioner yang dibacakan. Pengisian kuesioner dilakukan pada saat

Universitas Sumatera Utara


111

hemodialisa berlangsung. Pengisian kuisioner saat intra hemodialisa akan

berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikologis dikhawatirkan akan

mempengaruhi responden dalam menjawab pertanyaan kuisioner yang dibacakan.

Kuisioner manajemen cairan terdiri dari 43 item pertanyaan dan kidney

Disease Quality of Life 1,3 terdiri dari 80 item pertanyaan dan dengan pilihan

jawaban yang bervariasi, sehingga membutuhkan waktu yang tepat untuk

mengisinya. Idealnya kuisioner diisi disaat waktu santai responden seperti saat

dirumah, namun karena keterbatasan peneliti, pengisian kuisioner dilakukan di

unit hemodialisa. Kuisioner Kidney Disease Quality of Life 1,3 tidak menilai

domain spiritualitas pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

sehingga dirasa kurang mewakili penilaian kualitas hidup yang multidimensi

sehingga untuk kedepannya perlu ditambahkan kuesioner untuk menilai domain

spiritual. Selain itu kuisioner ini juga tidak menilai status gizi/ nutrisi pasien

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis namun untuk melihat

gambaran umum status nutrisi responden dilakukan pengisian lembar food recall

24 jam, dimana responden akan mengingat kembali makanan dan minuman yang

dikonsumsi selama 24 jam terakhir menggunakan ukuran rumah tangga kemudian

peneliti merekamnya dan mencatatnya dalam lembar tersebut.

Dalam pengisian lembar food recall responden terkadang lupa makanan

dan minuman yang dikonsumsi 24 jam terakhir terkait usia dan akibat dampak

penyakit serta pengobatan yang dijalaninya. Selain itu mayoritas responden dalam

penyediaan makanan dan minumannya dilakukan oleh istri, suami, anak atau

anggota keluarga yang lain sehingga kadang tidak mengetahui berapa ukuran

Universitas Sumatera Utara


112

pastinya yang dia konsumsi. Untuk mendapatkan gambaran umum status nutrisi

responden dibutuhkan data yang benar terkait tentang jenis makanan yang nyata

dan ukuran rumah tangga yang valid sehingga didapatkan data yang tepat dan

sesuai dengan adanya. Perekaman makanan yang dilakukan pada penelitian ini

hanya 2 kali dan tidak terlihat perbedaan yang signifikan, sebaiknya dilakukan

dalam seminggu agar dapat menggambarkan kebiasaan makan responden.

Universitas Sumatera Utara


113

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan

merupakan ringkasan hasil penelitian dan saran merupakan tindak lanjut dari

penelitian.

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisa kesulitan melakukan pembatasan asupan cairan

terbukti dengan adanya penambahan berat badan interdialisis kategori berat.

Selain itu akibat tindakan hemodialisa dalam jangka waktu yang lama dan proses

penyakit gagal ginjal kronik responden mengalami penurunan nafsu makan

(berhubungan dengan uremia), mual sehingga mengalami gangguan status nutrisi.

Kondisi tersebut dapat menyebabkan mereka berada pada keadaan berisiko

terkena berbagai komplikasi kelebihan cairan dan kekurangan nutrisi sehingga

mengalami penurunan kualitas hidup.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran dari peneliti sebagai berikut :

1. Untuk mengatasi penambahan berat badan interdialisis yang terlalu tinggi,

perlu dilakukan penambahan frekuensi menjalani hemodialisa 3x seminggu

dengan lama waktu hemodialisa 4-5 jam atau dilakukan tindakan sequential

ultrafiltrasi baik secara manual maupun dengan mesin hemodialisa yang

bertujuan untuk membuang cairan yang berlebihan pada tubuh pasien.

113
Universitas Sumatera Utara
114

2. Untuk mengatasi status nutrisi responden yang kurang, perlu dilakukan edukasi

atau konseling tentang jenis makanan, ukuran makanan dan zat gizi yang

terkandung didalamnya serta cara pengolahan makanan untuk mengurangi zat

gizi dalam makanan sehingga dapat melakukan pembatasan zat gizi pada

responden yang menjalani hemodialisa. Alat bantu konseling gizi dapat berupa

media cetak seperti : leaflet, booklet, poster dan buku saku diet.

3. Untuk responden yang mempunyai status nutrisi kurang diharapkan untuk

menambah asupan makanan seimbang dengan memperhatikan asupan protein

agar tidak menimbulkan komplikasi lainnya dan tidak memperparah kondisi.

4. Untuk keluarga agar melakukan pemantauan ketat asupan cairan dan nutrisi

responden dirumah dengan cara menyiapkan ukuran kebutuhan asupan cairan

dan nutrisi sesuai anjuran dari dokter atau perawat dialisis baik saat ada

anggota keluarga yang menunggu responden dirumah maupun saat seluruh

anggota keluarga sedang bekerja diluar rumah.

5. Untuk melakukan penilaian kualitas hidup pasien hemodialisa secara

berkesinambungan untuk mengetahui perkembangan kondisi kesehatan

masing-masing pasien hemodialisa dan sekaligus untuk mengevaluasi

keberhasilan edukasi tentang cairan dan nutrisi yang sudah diberikan pada

pasien dan keluarga.

6. Untuk melakukan pengelolaan permasalahan emosi agar tidak mengganggu

dalam bekerja atau aktivitas sehari hari responden dengan cara menghadirkan

seorang psikolog pada saat dialisis berlangsung di ruang hemodialisa dengan

jadwal yang diatur untuk masing-masing responden secara bergantian.

Universitas Sumatera Utara


115

7. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan metode kualitatif

dengan mengeksplor pengalaman pasien hemodialisa dalam pengaturan asupan

cairan dan nutrisi, penelitian eksperimen mengenai pemberian edukasi tentang

nutrisi dan pemberian buku saku diet pada pasien hemodialisa dan

mengembangkan penelitian komplementer untuk mengatasi rasa haus pada

pasien yang menjalani hemodialisa.

Universitas Sumatera Utara


116

DAFTAR PUSAKA

Abuelo, J. G. (1999). Large interdialytic weight gain: Cause, consequences, and


corrective measures. Seminar in Dialysis, 11(1), 25-32.

Afshar et al., (2007). Assesment of Nutritional Status in Patients Undergoing


Maintenance Hemodialysis. A Single Center Study: Iran SJKDT.

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing Theorist and Their work. Edisi
6. St. Louis, Missouri: Mosby Inc.

Almatsier, S. (2009.) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Umum.

Al Makarem, Z. S. A. (2004). Nutrisi Status Assessment of the Hemodialysis


Patients in Riyadh Al-Kharj Hospital. [Tesis]. Department of
Community Health Science. King Saudi University.

Al Saedy, A. J. H., and Al Kahichy, H. R. A. 2011. The Current Status of


Hemodialysis in Baghdad. Saudi Journal of Kidney Diseases and
Transplantation Vol. 22. pp: 362-367.

Aness Muhammad et. Al., (2011), Dialysis related factors affecting quality of life
in patients on hemadialysis.

Argiles, J.M, J.G. Bladon, dan T. Monllau. 2009. “Fair Value versus Historic Cost
Valuation for Biological Assets: Implications for The Quality of
Financial Information.

Arnold, T.L. (2008). Predicting fluid adherence in hemodialysis patient via the
illness perception questionnaire–revised. dari
http://www.etd.gsu.edu/theses/available/etd11122007.020016/unrestri
cted/arnold_tava_l_2008_phd.pdf.

Arova Nurmala Faulya. (2014). gambaran self care management pasien gagal
ginjal kronis dengan hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan tahun
2013.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Asri P., Marthan, Mariyono SW, Purwanta. (2006). Hubungan Dukungan Sosial
dengan Tingkat Depresi Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisis.
J1K Volume 01/No. 02/Mei/2006 hal 82-86.

116
Universitas Sumatera Utara
117

Avis, N. (2005). Assessing Quality of Life in Adult Cancer Survivors (QLACS).


Diunduh dari http://www.wfubmc.edu pada 15 Desember 2014.

Ayoub, A. M., & Hijjazi1, K., H. (2013). Quality of life in dialysis patients from
the United Arab Emirates. Journal of Family and Community
Medicine, 20(2), 106-112. doi:10.4103/2230-8229.114772.

Azar, A. T., Wahba, K., Mohammed, A. S. A., Massoud, W. A. (2007).


Association between Dialysis Dose Improvement and Nutritional
Status among Hemodialysis Patients. American Journal of Nephrology
Vol. 27. pp: 113-119.

Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Bag. E., & Mollaoglu. M.(2010). The evaluation of Self-Care and Self-Effiacy
in Patients Undergoing Hemodialysis. Journal of Evaluation in
Clinical Practice, 16 (3), 605-610.

Balitbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. Kementrian


Kesehatan RI. Jakarta.

Barkan, R, Mirimsky, A, Katzir, Z &Ghicavii, V. (2006). Prevention of


hypotension and stabilization of blood pressure in hemodialysis
patients.http://www.freshpatents.com.

Basaleem HO., Alwan SM., Shmed AA., Al-Sakkaf KA. (2004). Assessment of
the nutritional status of end-stage renal disease patients on
maintenance hemodialysis. Saudi Journal of Kidney Diseases and
Transplantation ; 15(4):455-462.

Bele, S., Bodhare, T., Mudgalkar, N., Saraf, A., & Valsangkar, S. (2012). Health
related quality of life and existential concern among patients with end
stage renal disease. Indian Journal of Palliative Care, 18(2), 103-108.
doi:10.4103/0973-1075.100824.

Black, Joyce M., & Jane Hokanson Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing
Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition. China :
Elsevier Inc.

Cahyaningsih, N. D., (2009). Hemodialisa (cuci darah) panduan praktis


perawatan gagal ginjal. Yogyakarta : Mitra Cendekia.

Universitas Sumatera Utara


118

Chadijah, S & Wirawanni, Y. (2011). Perbedaan Status Gizi, Ureum dan


Kreatinin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Diabetes Melitus
dan Non Diabetes Melitus Di RSUD dr. Zainal Abidin Banda Aceh.

Chang, S. O., Lee, S. J., Kim. J. S., & Kim, S. S. (2003). Coping of Patient
Undergoing Hemodialysis. Asean Journal of Nursing Studies. 6, 40-
50.

Charuwanno, R. (2005). Meaning of quality of life among Thai ESRD patients on


maintenance hemodialysis. Washington, D.C: The Catholic University
of Amerika.

Charra B et al.,(1996) Clinical assessment of dry weight. Nephrology, Dialysis


and Transplantation ; 11 (Supp 2): 16-19.

Cleary, J., & Drennan, J. (2005). Quality of life of patients on haemodialysis for
end-stage renal disease. Journal of Advanced Nursing, 51(6), 577–
586.

Corrigan M. Rebecca. (2011). The experience of the older adult with end stage
renal disease on hemodialysis.

Crisp, J., & Taylor, C. (2001). Potter and Perry’s Fundamental of Nursing.
Australia : Mosby A Hourtcourt Health Science Company.

Cristos minos at. Al., (2012). Factors Affecting Quality of Life in end stage renal
disease patients on hemodialysis.

Cristovao jesus de amaral filipe antonio, (2015), Fluid and dietary restriction’s
efficacy on chronic kidney disease patients in hemodialysis.

Curtin, R. B., Mapes, D. L., & Hawkins, C. T. (2001). Health Care management
Strategic of long term dialysis survivors. Nephrology Nursing Journal,
28, 385-394.

Dahlan Sopiyudin M. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Seri


Evidence Based Medicine 1, Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis 4th edition.
Philadelphia: Lippincott.

Diaz, F. M., Ferrer, A. R., & Cascales, R. F. (2006). Sexual Functional and
Quality of Life male patient on hemodialysis, Nefrologia Journal, 26,
453-458.

Universitas Sumatera Utara


119

Edi N. & Lely C. (2006). Determinan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Skripsi.

Farida Anna. (2010). Pengalaman klien hemodialisis terhadap kualitas hidup


dalam konteks asuhan keperawatan di RSUP Fatmawati Jakarta.

Feroze, U. et al., (2011). Quality-of-Life and Mortality in Hemodialysis Patients:


Roles of Race and Nutritional Status. Los Angeles. Doi :
10.2215/CJN.07690910.

Feroze, U., Martin, D., Reina, A,. Zadeh, K,. (2010). Mental Health, Depression
and Anxiety Patient on Maintenance Dialysis, Iranian Journal of
Kidney Desease, 4 (3).

Ferrans, C. F. (1996). Development of a conceptual model of quality of life. An


International Journal, 10 (3), 293 – 304.

Finkelstein, F., West, W., Gobin, J., Finskelstein, S., H., & Wuerth, D. (2007).
Spirituality, quality of life and the dialysis Patient. Nephrol Dial
Transplant, 22, 2432-2434. doi: 10.1093/ndt/gfm215.

Fleischmann E, Teal N, Dudley J, May W, Bower JD, Salahudeen AK.(1999).


Influence of Excess Weight on Mortality and Hospital Stay in 1346
Hemodialysis Patients. Kidney International 1999; 55:1560-7.

Fransiska, Kristina. (2011). Waspadalah 24 penyebab ginjal rusak. Jakarta :


Penerbit cerdas sehat.

Galland, R., Traeger, J., Arkouche, W., Cleaud, C., Delawari, E., Fouque, D.
(2001). Short Daily Hemodialysis Rapidly Improves Nutritional Status
in Hemodialysis Patients. Kidney International Vol. 60. pp: 1555-
1560.

Gibson, R. S. (1990). Principles of Nutritional Assesment. New York : Oxford


University Press.

Griva, K. et al., (2011). The NFK-NUS Haemodyalisis Trial Protocol-a


Randomized Controlled Trial to Detetmine The effectiveness of a Self
Management Intervention for Haemodyalisis Patients. Biomed
Central, Ltd.Http://www.biomedcentral.com/1471-2369/12/4.

Gunes, F. E. 2013. Medical Nutrition Therapy for Hemodialysis Patients.


http://dx.doi.org/10.5772/53473.

Guyton, A.C. and Hall, J.E. 2006. Textbook of medical physiology 11th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders.

Universitas Sumatera Utara


120

Handayani Widya. (2011). Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap


Pengetahuan dan Kepatuhan dalam Menjalankan Terapi Diet Pada
Pasien Hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan.

Harahap, Minta Ito Melinda, Sori Muda Sarumpaet & Mula Tarigan (2015),.
Hubungan Stress, Depresi dan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan
Pembatasan Asupan Nutrisi dan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik.

Hartriyanti, Y., & Triyanti. (2007). Penilaian Status Gizi. In : Syafiq, A. et all,
eds. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Harwood, L., Wilson, & Cusolito, H. L., Sontrop, J. (2009). Stressors and Coping
in Individuals with Chronic Kidney Disease. Nephrology Nursing
Journal, 36, 265-279.

Hays R.D., Kallich J.D., Mapes D.L., Coons S.J., Amin N., Carter W.B., &
Kamberg C. (1997). Kidney disease quality of life short form (KDQOL-
SFtm), version 1.3: A manual for use and scoring. Santa Monica, CA:
RAND Health.

Headley, C.M., & Wall, B. (2000). Advanced practice nurses: Role in the
hemodialysis unit. Nephrology Nursing Journal, 27, 177-187.

Hidayati, Sri (2012). Tesis: Efektifitas Konseling Analisis Transaksional Tentang


Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah
Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal.

Holley, J.F, Berns, J. S, & Post, T. W. (2007). Acute complications during


hemodialysis.http://www.uptodate.com.

Igbokwe, V. U. & Obika, L. F. O. (2007). Thirst Perception and dryness of


mounth Inhealthy Young adults Nigerians. African Journal of
Biomedical Research. Vol. 11http://www.ajbrui.com/AJBR-
111039046. Pdf. Diunduh tanggal 6 Juni 2014.

Ignatavicius, D.G., & Workman, M.L. (2009). Medical surgical nursing: patient-
centered collaborative care. United States America: Sounders Elsevier.

Incekara, F., Kutluhan, S., Demir, M., & Sezer, T. (2008). Dialysis headache:
case report diambil tanggal 28 November 2015 dari
http://edergi.sdu.edu.tr/index.php/sdutfd/article/viewFile/1255/1374.

Universitas Sumatera Utara


121

Indonesian Renal Registry. (2012). 4th Report Of Indonesian Renal Registry.


IRR: 18-20.

Instalasi Gizi RSCM & Asosiasi Dietisien Indonesia, (2008). Penuntun Diet edisi
Baru. Sunita Almatsier (ed). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Isroin L, Yuni P.I, Istanti Y.P., & Sri Kadarsih Soejono (2011). Manajemen
Cairan pada Pasien Hemodylisis Meningkatkan Kualitas Hidup di
Rumah Sakit DR. Harjono Ponorogo.

Istianti, P. Y. (2009), Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap interdialitic


weight gains (IDWG) pada pasien dengan Chronic kidney diseases
(CKD) di unit hemodialisa Rumah Sakit. PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.

Jahromi, Soodeh Raghezi et. al., 2010. Malnutrition predicting factors in


hemodialysis patients. Saudi Journal of kidney disease and
transplantation. Vol. 2, pp. 846-851.

John Ansy et. All, (2012), The relationship between self efficacy and fluid and
dietary compliance in hemodialysis patients.

Kallenbach, J.Z., Gutch, C.F., Martha, S.H., & Corca, A.L. (2005). Review of
hemodialysis for nurses anf dialysis personal 7th edition. St Louis:
Elsevier Mosby.

Kamyar., & Kalantar Z. (2009). Interdialytic Weight Gain, Mortality Linked,


Nephrology nursing journal, February, 18, 2009.

Khairunnisa Annisa. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan nafsu


makan kurang pada pasien hemodialisis di RSPAD Gatot Subroto tahun
2012.

Kim, Y., Evangelista l.S., Phillips, L.R.., Pavlish, C., & Kopple, J.D. (2010). The
End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire (ESRD-AQ):
Testing the psychometric properties in patients receiving in-center
hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, 37 (4), 377-393.

Kinghorn, S.,& Gamlin, R. (2004). Palliative Nursing: Bringing Comfort and


Hope, Bailliere Tindall, St. Louis.

Kring L. Doria., & Patricia B. Crame. (2009). Factors affecting Quality of Life in
persons on hemodiaysis.

Kozier, et. al., (1995). Fundamentals of Nursing : Concepts process and practice.
Fourth edition, Addison Wesley, California.

Universitas Sumatera Utara


122

Kugler, C., Vlaminck, H., Haverich, A., & Maes, Bart. (2005). Nonadherence
With Diet and Fluid Restrictions Among Adults Having Hemodialysis.
Journal of Nursing Scholarship, 37:1. 24-29.

Kusman, I. (2005). Kualitas Hidup pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisis. Januari 2, 2010. http://www.mkb-
online.org/index.php?option.com.

Kusuma, R.J., (2009). Management Diet Untuk Pasien Dengan Gagal Ginjal.
Scribd. Available from: http://www.scribd.com/doc/13066913/
ManagementDiet-Untuk-Pasien-Dengan-Gagal-Ginjal.

Lameshow. (1997). Adequacy of sample size in health studies world health


organization.

Landreneau, K., Lee, K.. Landreneau. M.D. (2010). Quality of life in patients
undergoing hemodialisis and renal transplantation. Nephrology Nursing
Journal. 37. 37 45.

Lewis, A.L., Stabler, K.A., & Welch, J.L. (2010). Perceived informational needs,
problems, or concerns among patients with Stage 4 chronic kidney
disease. Nephrology Nursing Journal, 37(2), 143-149.

Lewis, Sharon L et al. (2011). Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby.

Lindberg, M. (2010). Excessive Fluid Overload Among Haemodyalisis Patient:


Prevalence, Individual Characteristics and Self Regulation of Fluid
Intake. Universitas Uppsala. http://urn.kb.se/resolve?urn:nbn;uu:diva-
121983.

Locatelli, F., Fouque D., Heimburger O., Drueke, T. B. (2002). Nutritional Status
in Dialysis Patients: a European Consensus. Nephrology Dialysis
Transplantation Vol. 17. pp: 563-572.

Lopezalmaras, E. (2008). Dialysis Diseqilibrium Syndrome; Research on dialysis


diseqilibrium syndrome detailed.

Lopez-Gomez, J. M.. (2005). Interdialytic weight gain as marker of blood


pressure, nutrition, and survival in hemodialysis patients. International
Society of Nephrolog, 67(93), S63-S68.

Maasoumeh Rambod & Forough Rafii, (2010). Perceived Social Support and
Quality of Life in Iranian Hemodialysis Patients. Journal of Nursing
Scholarship.42:3, 242–249. _c 2010 Sigma Theta Tau International.

Universitas Sumatera Utara


123

Mailani F, Setiawan & Cholina Trisa Siregar, (2014). Hubungan penambahan


berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis.

Marques, F. Z, Wagner, M.B., Figueiredo, CE. P & Avila, D. O (2006). Quality of


Life and Sexuality in Chronic Dialysis Female Patients. International
Journal of Impotance Research. 18. 539-543.

Mc Cann, K & Boore, J. R. P (2000). Fatique in Person with Renal Failure who
require maintenance hemodialysis. Journal of Advan.

McDowell, I. (2006). Measuring health: A guide to rating scales and


questionnare, third edition. Oxford: Oxford University Press Inc.

McIntyre Natasha RGN, MSc., Diane Green RD, BSc (Hons)., & Dr Christopher
McIntyre. Salt & Fluid Management programme. Information for
health care professionals & Patients.

Mistien, P. (2001). Thirst, interdialytic weight gain, and thirst interventions in


hemodialysis patients: A literature review. Nephrology Nursing
Journal, 28(06), 601-613

Mitchell S. Estimated Dry Weight : Iming for Accuracy. Nephrology Nursing


Journal 2002 ; 29(5): 421-428.

Mokodompit., Dyana Citra, (2015). Pengaruh Kelebihan Kenaikan Berat Badan


Terhadap Kejadian Komplikasi Gagal Jantung pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik yang Menjalani terapi Hemodialisa di Rumah Sakit Se-
Provinsi Gorontalo.

Mosby’s Medical Dictionary, 2009. Exercise Definition. Available from:


http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/exercise [Accesed 22
April 2015].

Muhammad, As’adi. (2012). Serba Serbi Gagal Ginjal : Tangani Sedini Mungkin
Gangguan Ginjalmu Bersama Buku ini. Jogjakarta : Diva Press.

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. Statistic of


Diabetes. (2010). Diakses pada 10 April 2014.
http://www.diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/statistics/

National Kidney Foundation. (2000). K/DOQI Clinical Practice Guideline for


Chronic Kidney Disease: evaluation, classification and stratification.

Universitas Sumatera Utara


124

Nerscomite. (2010) Nutrisi Pada Penderita Dialisis. Surabaya: Fakultas


Kedokteran UNAIR. [http://b11nk. wordpress.com/2009/08/24 / nutrisi-
pada-penderita-dialisis/# more 220.

Nurchayati, S (2010). Analisis faktor—faktor yang berhubungan dengan kualitas


hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RS
islam fatimah cilacap dan RS umum daerah banyumas. Diambil dari
http://www.digilib.ui.ac.id//file?file=digital_20282431pdf.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi penelitian ilmu


Keperawatan, edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Pace, R.C. (2007). Fluid management in patient on hemodialysis. Nephrology


Nursing Journal, 34(5), 557-565.

Pakpour, A., H., Saffari, M., Yekaninnejad, M., S., Panahi, D., Harrison, A., P., et
al. (2010). Health related quality of life in a sample of iranian patients
on hemodialysis. International Journal Kidney Disease, 4, 50-59.

Panthee, B. & Kritpracha. C. (2011). Review : Anxiety and Quality of Life


patients with Myocardial Infarction. Nurse Media Journal of Nursing, I
(I), 105-115.

Parfrey, P.S., & Lameire, M. (2000). Cardiac disease in hemodialysis and


peritoneal dialysis patients. American Journal, 21, 269 – 290.

Patel, M, et al,.(2012) . Factors Associated with Consumption of Diabetic Diet


Among Type 2 Diabetic Subjects from Ahmedabad Western
India.Journal of US National Library of Medicine National Institutes of
Heath..

Pergola, P.E., Habiba, N.M., & Johnson, J.M. (2004). Body temperature
regulation during hemodialysis in long term patients: Is it time to
change dialysate temperature prescription. Diambil tanggal 4 Januari
2014 dari http://cast.inist.fr/?amodele=afficheN&cpsidt=1591

Perkins, S. M., Welch, J.L., Johnson, C. S., Kraus, M. A. (2006). Patterns of


interdialytic weight gain during the year of hemodialisis. Nefrology
Nursing Journal. Sept – Oct, 2006.

Pernefri. (2003). Konsensus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


125

Polit, F., D., & Beck, C., T. (2012). Nursing research generating and assessing
evidence for nursing practice. Philadelpia: Lippicott William &
Wilkins.

Potter, P. A., & Perry, A. G (2006), Buku ajar fundamental keperawatan, konsep,
proses & praktik. Volume 2 edisi 4 (Komalasari, R, Evriyani, D,
Noviestari, E. dkk, Penerjemah), Jakarta : EGC.

Prince, Sylvia A., & Lorraine M. Wilson. (2006). Patofisiologi : Konsep klinis
proses-proses penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : EGC.

Rayner, Hugh C & Enyu Imai (2010). Approach to Renal Replacement Therapy.
Jurgen Floege et al (eds). Dalam : Comprehensive Clinical Nephrology
4th Edition. Missouri : Elsevier Inc.

Reid, C.(2011). Self management of haemodialysis for End Stage Renal Disease:
a systematic review. JBI Library of Systematic Reviews. Vol 9. No
(3):69-103.

Richard, Cleo J. (2006). Self Care Management in Adults Undergoing


Hemodialysis. Nefrologi Nursing Journal.

Rifkauli. (2013). Hubungan kepatuhan diet terhadap status gizi pasien


hemodialisa di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Riyanto Welas. (2011). Hubungan antara penambahan berat badan diantara dua
waktu hemodialisis (interdialysis weight gain=IDWG) terhadap kualitas
hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis
di unit hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta.

Rohmad, Ilham. (2010). Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Gagal Ginjal


tentang Hemodialisa dengan Kepatuhan Pelaksanaan Hemodialisa.
Diakses dari http://ilhamrohmat.com/2010/01proposal.

Rospond, Raylene M. (2008). Penilaian Status Nutrisi.


http://www.lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/penilaian-status-
nutrisi.pdf. [24 Agustus 2013].

Sande, F.M., Kooman, J.P., Kuijk, W.H.M., & Leunissen, K.M.L. (2001).
Management of hypotension in dialysis patients: Role of dialysate
temperature control. Saudi Journal of Kidney Disease and
Transplantation, 12, 382 – 386.

Universitas Sumatera Utara


126

Sapri Akhmad, 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam


mengurangi asupan cairan pada penderita gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.

Sathvik B. S., G. Parthasarathi, M. G. Narahari1, M. G., & Gurudev, K. C. (2008).


An assessment of the quality of life in hemodialysis patients using the
WHOQOL-BREF questionnaire. Indian Journal of Nephrology, 18(4),
141-149.

Sherwood, Lauralle. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta
: EGC.

Simmons, L. (2009). Dorthea Orem’s Self Care Theory as Related to Nursing


Practice in Haemodyalisis. Nephrology Journal Nursing. Vol 36. No. 4.

Situmorang Eva Yanti. (2010). Gambaran Pola Makan Pasien Gagal Ginjal Kronis
Yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan
di RSUD DR. Pirngadi Medan 2009.

Small F. Louis. (2010). Quality of life experince from the perspektive of patients
receiving hemodialysis for chronic renal failure.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Textbook of
Medical suirgical nursing 12 ed. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins.

Son, Y., J., Choi, K., Y., Park, Y., R., & Bae, J., L., (2009). Depression,
symptoms and the quality of life patients on hemodialysis for end stage
renal disease. American Journal Nephrology, 29, 36-42. doi:
10.1159/000150599.

Stefanovic, V., & Avramovic, M., (2012). Health related quality of ife in different
stage of renal failure. Artificial Organs, 36(7), 581-589. doi:
10.1111/J.1525-1594.2011.01429.x.

Steigelman, K. L., Kimble, P, L., Dunbar, S., Sowell, L. R., & Bairan A. (2006).
Religion, relationship and menthal health in midlifewomen following
acute myocardial infarction. Issue in Mental Health Nursing, 27, 141-
152.

Stenvinkel P.(2000)Are there two types malnutrition in chronic renal failure?


Evidence for relationships between malnutrition,inflammation and
atherosclerosis (MIA syndrome).Nephrol Dial Transplant.15.953-960.

Universitas Sumatera Utara


127

Sudoyo, A. W., Sutiyahadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung


Alfabeta.

Suharyanto T., & Madjid A. (2009). Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan, Jakarta, Trans Info Media.

Suhud, Mohammad. (2009). Apakah itu Kualitas Hidup. Diakses dari


http://www.ygdi.org/foto_prod/upload_pdf/7696design%20dialife_april
% 2009.pdf pada tanggal 20 Agustus 2010.

Sulistyowati, N. 2009. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Asupan


Makanan dan Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. [Artikel Penelitian].
Semarang: Universitas Diponegoro.

Sullivan, D., & McCarthy, G. (2009). Exploring the Symptom of Fatique in


Patients with end Stage Renal Disease. Nephrology Nursing Journal.
36, 38-40.

Supariasa I Dewa Nyoman MPS., Bachyar Bakri, SKM, Mkes., & Ibnu Fajar,
SKM. (2002). Penilaian status gizi. Jakarta : EGC.

Suryarinilsih, Y. 2010. Hubungan Peningkatan Berat Badan antara Dua Waktu


Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis. [Tesis].
Depok: Universitas Indonesia.

Syamsiah Nita. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien


CKD yang menjalani hemodialisa di RSPAU Dr. Esnawan Antariksa
Halim Perdana Kusuma Jakarta.

Swanburg, Russel. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan: Untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC.

Tapiawala S., Vora H., Patel Z., Badve S., Shah B. (2006). Subjective global
assessment of nutritional status of patients with chronic renal
insufficiency and end stage renal disease on dialysis. Journal of the
Association of The Physician of India ;54:923-926.

Taylor Susan G., & Renpenning K. (2011). Self Care Science, Nursing Theory,
and Evidence Based Practice. Springer Publishing Company. New
York.

Universitas Sumatera Utara


128

Thomas. (2003). Renal Nursing 2 nd edition. Elsevier Saunders. St Louis


Missouri.

Tovazzi, M.E., & Mazzoni, V. (2012). Personal Paths of Fluid Retriction in


Patient on Hemodialysis, Nephrology Nursing Journal, 39 (3), 207-215.

Ulya, I & Suryanto. (2005). Perbedaan Kadar Hb pra dan post Hemodialisa pada
penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Mutiara Medika, vol. 7, no I : 29-33, April 2007. http://Jurnal. Umy.
Ac,id/index.php.

USRDS Annual Data Report, Atlas of End Stage Renal Disease in United Stated
Volume 2 tahun 2012.

Utami OC, Zulfachmi dan Hema Dewi A, (2014). Hubungan Lama Menjalani
Hemodialisis dengan Kualitas Hidup pada Psien Gagal Ginjal Kronik di
RSUD Tugurejo Semarang.

Yong, DSP., Kwok, AOL., & Wong, DML. (2009). Symptom burden and quality
of life in end stage renal disease: a study of 179 patients on dialysis and
palliative care. Palliative medicine Journal, 23, 111-119. doi:
10.1177/0269216308101099.

Yong, DSP., Kwok, AOL., & Wong, DML., (2009). Symptom burden and quality
of life in end stage renal disease: a study of 179 patients on dialysis and
palliative care. Palliative medicine Journal, 23, 111-119. doi:
10.1177/0269216308101099.

Young, S. (2009). Rethinking and integrating nephrology palliative care: A


nephrology nursing perspective. The Cannt Journal, (19). Diambil
tanggal 2 November 2013 dari http:// proquest.umi.com/pqdweb?index.

Yuliaw, A. (2009). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kualitas Hidup


Dimensi Fisik pasien Gagal Ginjal Kronik di RS Dr. Kariadi
Semarang. Diakses dari digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtpunimus-
gdl-annyyuliaw-5289-2-bab2.pdf pada tanggal 29 April 2012.
Wahlqvist, M. L. & Tienboon. P. (2011). Growth And Ageing, Nutrition and
Metabolism Second Edition. Lanham-New, S. A. Macdonald, I. A &
Roche, H. M (Ed). Wiley-Blackwell, John Wiley & Sons Ltd, USA.

Welch, l. J.,& Austin, K. J. (2001). Stressors, coping and depression in


haemodialysis patients. Journal of Advanced Nursing 33(2), 200-207.

Universitas Sumatera Utara


129

Welch Janet. L., & Joyce Davis. (2000). Self Care Strategies to Reduce Fluid
Intake and Control Thirst in Hemodialysis Patients. Nephrology
Nursing Journal; Aug 2000; 27, 4; Proquest pg. 393.

Welch, J., L., Perkins, S., M., Johnson, C., S., & Kraus. (2006). Patterns of
intrerdialytic weight gain during the first year of hemodialysis.
Nephrology Nursing Jurnal, 33 (5), 493-498.

WHO. (1997). Quality of life-BREF. Diambil tanggal 10 Oktober 2015 dari


http://www.who.int/substance_ abuse/research_tools /whoqolbref/en,.

WHO. (2000). Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh.


http://www.obesitas.web.id/indonesia/bmi(i).htm [Juli 2014].

Wijayakusuma, H. (2008). Bebas penyakit ginjal & saluran kemih. Jakarta:


Pustaka Bunda.

Wingard, et al.(2009). The “Right” of Passage:Surviving the First Year of


Dialysis .Clin J Am Soc Nephrol. 4:S 114 –S 120.

Wiryana. 2007.Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. Jurnal Penyakit Dalam,


Volume 8 Nomor 2 Mei 2007.

Wulandari Mareta Fitria, (2015). Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup
pada Pasien Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Unit II
Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


130

LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


131
130

PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Judul Penelitian :

“Manajemen Cairan dan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup Pasien


Hemodialisa”

Peneliti : Yusnaini Siagian

No. Telepon : 0813-617-5313

Peneliti merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Fakultas


Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, bermaksud mengadakan
penelitian untuk mengetahui “ Manajemen Cairan dan Status Nutrisi dengan
Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa”.

Hasil penelitian ini akan direkomendasikan sebagai masukan bagi perawat


dalam memberikan intervensi keperawatan terhadap pasien gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisa agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
hemodialisa.
Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif
bagi siapapun. Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak responden
dengan cara : 1) menjaga kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam proses
pengumpulan data, pengolahan data, maupun penyajian hasil penelitian nantinya,
2) menghargai keinginan responden untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian
ini.

Melalui penjelasan singkat ini, peneliti mengharapkan respon saudara/i.


Terima kasih atas kesediaan dan partisipasinya.

Universitas Sumatera Utara


132
131

LEMBAR PERSETUJUAN

Setelah membaca penjelasan penelitian ini dan mendapatkan jawaban atas


pertanyaan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan
penelitian ini, saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi
hak-hak saya sebagai responden.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar
manfaatnya bagi peningkatan pengetahuan saya, keluarga saya dan perawat agar
dapat meningkatkan kualitas hidup saya.

Persetujuan yang saya tanda tangani menyatakan bahwa saya bersedia


berpartisipasi dalam penelitian ini.

Medan, ………………………2016

Responden,

____________________________

Tanda tangan

Universitas Sumatera Utara


133

Universitas Sumatera Utara


134
133

KUESIONER MANAJEMEN CAIRAN PASIEN HEMODIALISA

Petunjuk Pengisian :
Peneliti akan membantu membacakan pertanyaan dalam kuesioner ini dan
peneliti akan memberikan tanda (√ ) pada pilihan yang dipilih oleh responden.
Kriteria :
1 = 0-1/minggu (tidak pernah)
2 = 2-4 kali/minggu (kadang-kadang)
3 = 5-7 kali/minggu (selalu)
Tidak Kadang-
NO PERTANYAAN Selalu
pernah kadang
1 Apakah anda menghindari paparan sinar matahari
untuk mengontrol asupan cairan?
2 Apakah anda menghindari makan makanan pedas?
3 Apakah anda menghindari makan buah yang banyak
mengandung air?
4 Apakah anda menghindari makan permen?
5 Apakah anda menjaga jumlah cairan yang ditentukan?
6 Apakah anda menghindari minum alkohol?
7 Apakah anda menghindari makan dengan kuah?
8 Apakah anda mengontrol Kadar Gula Darah?
9 Apakah anda minum dengan sedikit tegukan sampai
habis?
10 Apakah anda sekali minum setengah gelas kecil (220
ml/gelas aqua cup)?
11 Apakah anda menghindari minum yang dingin?
12 Apakah anda hanya minum pada saat makan?
13 Apakah anda membagi-bagi cairan yang ditentukan
dalam sehari?
14 Apakah anda menggunakan gelas ukur sewaktu
minum?
15 Apakah anda berkumur dengan air tanpa menelannya?
16 Apakah anda minum dengan botol sesuai dengan
takaran?
17 Apakah anda minum obat bersamaan dengan saat
makan?
18 Apakah anda menimbang berat badan setiap hari?
19 Apakah anda mengalihkan untuk minum dengan
kegiatan lain?
20 Apakah anda memperkirakan jumlah cairan yang
dapat diminum dalam sehari?
21 Apakah anda menghisap permen yang keras?
22 Apakah anda menghindari memakan/menghisap
potongan buah untuk mengurangi rasa haus?
23 Apakah anda mengontrol jumlah cairan berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


134
135

gejala yang muncul?


24 Apakah anda menghindari menghisap es batu
25 Apakah anda membersihkan mulut dengan air hangat?
26 Apakah anda mengunyah permen karet?
27 Apakah anda minum dengan air hangat?
28 Apakah anda menyesuaikan jumlah cairan
berdasarkan urin yang keluar?
29 Apakah anda mencatat masukan cairan?
30 Apakah anda menghindari makanan instan?
31 Apakah anda menghindari konsumsi kecap?
32 Apakah anda menghindari makan makanan asia (ifu
mie goreng, kwetiau goreng dll)?
33 Apakah anda menghindari konsumsi saus tomat?
34 Apakah anda menghindari makan makanan cepat saji
(KFC, hamburger, pizza dll)?
35 Apakah anda menghindari konsumsi saus olahan?
36 Apakah anda menghindari konsumsi garam?
37 Apakah anda mengurangi penggunaan garam saat
memasak?
38 Apakah anda menghindari makan makanan yang
diasap/bakar?
39 Apakah anda menghindari makan ikan atau daging
kalengan?
40 Apakah anda menghindari menggunakan kaldu daging
atau ikan saat memasak?
41 Apakah anda menggunakan mentega atau margarin
tawar?
42 Apakah anda menggunakan bumbu tradisional saat
memasak?
43 Apakah anda memeriksa jumlah garam pada label
produk?

Universitas Sumatera Utara


135
136

INSTRUMEN DATA FOOD RECALL 1 X 24 JAM PASIEN


YANG MENJALANI HEMODIALISIS

Kode Responden

Diisi oleh peneliti


Isikan data pasien masing-masing secara lengkap :
Nama : …………………………………………………………………...
Jenis kelamin : ……………………………………………………………………
Umur : ……………………………………………………………………
Aktivitas fisik : ……………………………………………………………………
Hari : ……………………………………………………………………

URT (Ukuran
Waktu makan Jenis makanan Berat (gram)
Rumah Tangga)
Makan pagi 1.
2.
3.
4.
5.
Selingan pagi 1.
2.
Makan siang 1.
2.
3.
4.
5.
Selingan sore 1.
2.
Makan sore/ malam 1.
2.
3.
4.

Universitas Sumatera Utara


136
137

KUESIONER KUALITAS HIDUP PASIEN HEMODIALISA


Penelitian ini terdiri dari berbagai jenis pertanyaan mengenai kesehatan dan
kehidupan anda. Kami tertarik untuk mengetahui apa yang anda rasakan terhadap
beberapa hal berikut ini.

1. Secara umum, bagaimana anda menggambarkan kesehatan anda sebagai


berikut : (Tandai dengan tanda X didalam kotak yang menyatakan jawaban
yang paling sesuai dengan kondisi anda)
Sempurna Sangat baik Baik Cukup Buruk
1 2 3 4 5

2. Dibandingkan tahun lalu, bagaimana anda menilai kesehatan anda saat ini?
Lebih baik Sedikit lebih baik Sama dengan Sedikit lebih Lebih buruk
dibanding tahun dari tahun tahun yang buruk dari dari tahun
yang lalu yang lalu lalu tahun lalu lalu

1 2 3 4 5

3. Beberapa hal berikut ini merupakan aktifitas yang mungkin anda lakukan
dalam waktu – waktu tertentu. Apakah kesehatan anda sekarang membatasi
anda beraktifitas sebagai berikut? Jika iya, seberapa berat kah itu? (berilah
tanda X pada masing-masing kotak pada pertanyaan berikut ini).
Ya, sangat Ya, sedikit Tidak, sama
membatasi membatasi sekali tidak
membatasi
a. Kegiatan yang menguras tenaga, seperti
berlari, mengangkat benda-benda berat, 1 2 3
mengikuti olah raga berat
b. Aktifitas sedang, seperti memindahkan
meja, mendorong mesin penyedot debu, 1 2 3
bermain bowling atau golf
c. Mengangkat atau membawa barang-
1 2 3
barang belanjaan
d. Menaiki beberapa anak tangga 1 2 3
e. Menaiki satu anak tangga 1 2 3
f. Membungkuk, berlutut, atau merunduk 1 2 3
g. Berjalan lebih dari 1 kilometer 1 2 3
h. Berjalan beberapa blok (200-300 meter) 1 2 3
i. Berjalan satu blok (50-100 meter) 1 2 3
j. Mandi atau berpakaian sendiri 1 2 3

Universitas Sumatera Utara


138137

4. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda bermasalah dengan pekerjaan atau


aktivitas sehari-hari anda sebagai akibat dari kesehatan fisik anda?
Ya Tidak
a. Mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan
untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau aktifitas 1 2
lainnya.
b. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
1 2
sempurna.
c. Hanya dapat melakukan pekerjaan atau aktivitas
1 2
tertentu.
d. Sulit melaksanakan pekerjaan atau aktivitas
pokok atau anda membutuhkan tenaga ekstra 1 2
untuk melakukan hal tersebut.
5. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda bermasalah dengan pekerjaan atau
aktivitas harian lainnya sebagai akibat dari permasalahan emosi yang anda
rasakan (seperti merasa tertekan atau khawatir)
Ya Tidak
a. Mengurangi waktu dalam melakukan pekerjaan tetap
1 2
atau aktivitas lain.
b. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
1 2
sempurna
c. Tidak melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan
lainnya sebaik/ secermat yang dilakukan seperti 1 2
biasanya

6. Selama 4 minggu terakhir, seberapa besar permasalahan kesehatan fisik anda


atau masalah emosi mengganggu anda dalam aktifitas sosialisasi dengan
keluarga, teman, tetangga ataupun kelompok anda.
Tidak mengganggu Hampir Cukup Agak Sangat
Sama sekali mengganggu mengganggu mengganggu
mengganggu 2 3
1 4 5

7. Seberapa parahkah nyeri yang anda rasakan dalam 4 minggu terakhir?


Tidak ada Sangat Ringan Lumayan Parah Sangat
Sama sekali Ringan parah
1 2 3 4 5 6

8. Selama 4 minggu terakhir, seberapa besar rasa nyeri menganggu pekerjaan


anda (termasuk pekerjaan di luar maupun pekerjaan rumah)?
Tidak sama Sedikit Lumayan Agak Sangat
Sekali menggangu mengganggu
1 2 3 4 5

Universitas Sumatera Utara


139
138

9. Pertanyaan berikut ini tentang perasaan dan apa yang anda alami selama 4
minggu terakhir. Untuk setiap pertanyaan, silahkan berikan satu jawaban yang
paling mendekati dengan apa yang anda rasakan. Selama 4 minggu, seberapa
sering anda………

Setiap Hampir Sering Kadang- Jarang Tidak


saat setiap saat kadang pernah
a. Anda merasa sangat
1 2 3 4 5 6
bersemangat?
b. Anda merasa cemas 1 2 3 4 5 6
c. Anda merasa sangat
terpuruk sehingga tidak
1 2 3 4 5 6
ada lagi yang bisa
menghibur anda?
d. Anda merasa tenang dan
1 2 3 4 5 6
tentram?
e. Anda mempunyai banyak
1 2 3 4 5 6
energi?
f. Anda merasa kecewa dan
1 2 3 4 5 6
sedih
g. Anda merasa tak berguna? 1 2 3 4 5 6
h. Anda orang yang
1 2 3 4 5 6
berbahagia?
i. Anda merasa kelelahan? 1 2 3 4 5 6

10. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering kesehatan fisik atau masalah
emosi mengganggu anda dalam bersosialisasi (seperti berkunjung dengan
teman atau keluarga)?
Setiap Hampir Sering kadang- Jarang Tidak
Saat setiap saat kadang pernah

1 2 3 4 5 6

11. Silahkan pilih jawaban terbaik yang menggambarkan seberapa benar dan
salah masing - masing pernyataan berikut ini menurut anda.
Sangat Hampir Tidak Hampir Sangat
benar benar tahu salah salah
a. Saya lebih mudah sakit
dibandingkan dengan orang 1 2 3 4 5
lain
b. Saya merasa sama sehatnya
dengan orang- orang yang saya 1 2 3 4 5
kenal
c. Saya pikir kesehatan saya
1 2 3 4 5
semakin memburuk
d. Kesehatan saya sangat baik 1 2 3 4 5

Universitas Sumatera Utara


139
140

Penyakit Ginjal Anda


12. Seberapa benar atau salah satu dari masing-masing pernyataan berikut menurut anda?
Sangat Hampir Tidak Hampir Sangat
benar benar tahu salah salah
a. Penyakit ginjal saya
terlalu banyak
1 2 3 4 5
mempengaruhi kehidupan
saya
b. Terlalu banyak waktu
yang dihabiskan untuk
1 2 3 4 5
menangani masalah ginjal
saya
c. Saya merasa sangat
tertekan bila berkaitan
1 2 3 4 5
dengan penyakit ginjal
saya
d. Saya merasa seperti
1 2 3 4 5
beban bagi keluarga saya

11. Pertanyaan berikut ini mengenai perasaan dan hal apa saja yang anda rasakan dan
yang terjadi selama 4 minggu terakhir. Untuk masing-masing pertanyaan, silahkan
berikan satu jawaban yang sangat mendekati dengan apa yang anda rasakan.
Seberapa seringkah dalam 4 minggu terakhir …….
Tidak Hampir
Kadang- Setiap
sama Jarang Sedikit setiap
kadang saat
sekali saat
a. Anda mengucilkan diri
1 2 3 4 5 6
dari orang sekitar anda?
b. Anda lambat dalam
menanggapi apa yang
1 2 3 4 5 6
orang lain katakan dan
lakukan?
c. Anda merasa mudah
tersinggung ketika
1 2 3 4 5 6
menghadapi orang
disekitar anda?
d. Anda sulit untuk
berkonsentrasi atau 1 2 3 4 5 6
berpikir?
e. Anda berhubungan
baik/ rukun dengan 1 2 3 4 5 6
orang lain?
f. anda gampang 1 2 3 4 5 6
bingung?

Universitas Sumatera Utara


140
141

12. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda merasa terganggu oleh hal-hal
berikut?
Tidak Kadang Lumayan Cukup Sangat
terganggu terganggu terganggu terganggu mengganggu
sama sekali
a. Nyeri otot 1` 2 3 4 5
b. Nyeri dada 1` 2 3 4 5
c. Kram 1` 2 3 4 5
d. Gatal pada kulit 1` 2 3 4 5
e. Kulit kering 1` 2 3 4 5
f. Sesak nafas 1` 2 3 4 5
g. Pusing 1` 2 3 4 5
h. Kurang selera
1` 2 3 4 5
makan
i. Kelelahan 1` 2 3 4 5
j. Mati rasa pada
1` 2 3 4 5
kaki dan tangan
k. Mual 1` 2 3 4 5
l. (hanya untuk
pasien
hemodialisis)
bermasalah
dengan akses
yang
digunakan..... 1` 2 3 4 5
m. (hanya untuk
pasien peritoneal
dialisis)
bermasalah
dengan kateter
yang digunakan...
Dampak Penyakit Ginjal bagi Kehidupan Anda.
13. Sebagian orang terganggu oleh dampak gagal ginjal terhadap kehidupan sehari-hari,
sementara yang lainnya tidak terganggu. Seberapa besar penyakit ginjal mengganggu anda
dalam hal-hal berikut....
Tidak Kadang Lumayan Cukup Sangat
terganggu terganggu terganggu terganggu mengganggu
sama sekali
a. Pembatasan cairan?... 1 2 3 4 5
b. Pembatasan diet?... 1 2 3 4 5
c. Kemampuan anda
dalam mengerjakan
1 2 3 4 5
pekerjaan disekitar
rumah?...

Universitas Sumatera Utara


142
141

d. Kemampuan anda 1 2 3 4 5
dalamberpergian?...
e. Ketergantungan pada 1 2 3 4 5
dokter atau staff medis
lainnya?...
f. Stress dan kekhawatiran 1 2 3 4 5
disebabkan oleh
penyakit ginjal?....
g. Kehidupan seks anda?... 1 2 3 4 5
h. Penampilan anda?.... 1 2 3 4 5

Tiga pertanyaan berikut merupakan pertanyaan pribadi dan berkaitan dengan


kehidupan seksual anda, tetapi jawaban anda sangat penting dalam pemahaman
seberapa besar dampak dari penyakit ginjal terhadap kehidupan seseorang.
14. Apakah anda melakukan hubungan intim dalam 4 minggu terakhir?
(Lingkari salah satu nomor berikut)
Tidak ......................................................................1
Ya............................................................................2
 Jika tidak, silahkan lanjutkan ke pertanyaan
no.17
Seberapa besar masalah yang anda rasakan untuk masing-masing pertanyaan
berikut ini dalam 4 minggu terakhir?
Tidak ada hampir tak sedikit cukup masalah
masalah masalah masalah masalah serius

a. Menikmati hubungan
intim anda? 1 2 3 4 5
b. Menjadi bergairah
Secara seksual ? 1 2 3 4 5

15. Untuk pertanyaan berikut, silahkan nilai skala kualitas tidur anda mulai dari 0 jika
sangat buruk sampai dengan 10 jika sangat baik.
Jika menurut anda kualitas tidur anda diantara sangat buruk dan sangat baik
silahkan beri tanda dibawah kotak bertanda nomor 5. Jika menurut anda kualitas
tidur anda lebih baik satu tingkat dari nomor 5, tandai dibawah kotak nomor 6.
Jika menurut anda kualitas tidur anda satu tingkat lebih buruk dari nomor 5, beri
tanda dibawah kotak nomor 4 (dan seterusnya).
Dari skala 0 sampai 10, bagaimanakah anda menilai kualitas tidur anda secara
keseluruhan ? Tandai dengan tanda X disalah satu angka.

Sangat sangat
Buruk baik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Universitas Sumatera Utara


142
143

16. Seberapa seringkah anda mengalami hal-hal berikut selama 4 minggu terakhir?
Tidak sama Jarang Kadang- Sedikit Hampir Setiap
sekali kadang setiap saat saat
a. Terbangun ditengah
malam dan sulit untuk 1 2 3 4 5 6
tertidur lagi?
b. Mendapatkan tidur
1 2 3 4 5 6
yang cukup?
c. Sulit untuk tetap
1 2 3 4 5 6
terjaga di siang hari?

17. Mengenai keluarga dan teman anda, seberapa puaskah anda dengan....

Sangat Terkadang Terkadang Sangat


tidak tidak puas puas puas
puas
a. Jumlah waktu yang anda
habiskan bersama keluarga 1 2 3 4
anda dan teman-teman?....
b. Dukungan yang anda terima
1 2 3 4
dari keluarga dan teman?

20. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda melakukan pekerjaan yang


mendapatkan gaji/ bayaran?
Ya Tidak
1 2

21. Apakah masalah kesehatan anda membuat anda tetap bisa bekerja untuk
mendapatkan gaji/ bayaran?
Ya Tidak
1 2

22. Secara keseluruhan, bagaimana anda menilai kesehatan anda?


Kemungkinan
Terburuk
(sedikit buruk
atau terburuk diantara yang
kematian) terburuk dan terbaik terbaik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Universitas Sumatera Utara


144
143

Kepuasan dengan Perawatan


23. Pikirkan mengenai perawatan yang anda terima untuk masalah penyakit gagal
ginjal anda. Dalam hal tingkat kepuasan anda, seberapa baikkah anda menilai
keramahan dan ketertarikan yang ditujukan pada anda sebagai individu?
Sangat Buruk Cukup Bagus Sangat bagus Luar biasa
Terbaik
Buruk
1 2 3 4 5 6 7

24. Seberapa benar dan salahkah masing-masing pernyataan berikut menurut


anda?
Sangat Hampir Tidak Hampir Sangat
benar benar tahu salah salah
a. Staff dialisis/para perawat
mendukung saya untuk mandiri 1 2 3 4 5
sebisa mungkin
b. Staff dialisis/para perawat
mendukung saya utuk
1 2 3 4 5
beradaptasi dengan penyakit
ginjal saya

- Terimakasih telah menjawab seluruh pertanyaan –

Universitas Sumatera Utara


145

LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT

Universitas Sumatera Utara


144
146

BIODATA EXPERT CONTENT VALIDITY

KUESIONER MANAJEMEN CAIRAN PASIEN HEMODIALISA

Daftar nama expert yang melakukan content validity index (CVI)

1. Suriati, S.Kep, Ns
Wakil Kepala Instalasi Hemodialisa Rumah Sakit Umum Propinsi Haji Adam
Malik Medan.

2. Khairani Hasyim, S.Kep, Ns


Kepala Ruangan Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah DR. Pirngadi
Medan.

3. Habibah, AMK
Kepala Ruangan Hemodialisa Klinik Spesialis Hipertensi dan Ginjal Rasyida
Medan.

Universitas Sumatera Utara


147

LAMPIRAN 3
IZIN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


148

Universitas Sumatera Utara


149

Universitas Sumatera Utara


150

Universitas Sumatera Utara


151

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai