TESIS
Oleh
YUSNAINI SIAGIAN
137046060/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
TESIS
Oleh
YUSNAINI SIAGIAN
137046060/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Telah diuji
ABSTRAK
Kata kunci : Manajemen cairan, status nutrisi, kualitas hidup pasien hemodialisa
i
Universitas Sumatera Utara
20
ABSTRACT
ii
Universitas Sumatera Utara
21
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul “Manajemen Cairan dan Status Nutrisi dengan Kualitas Hidup Pasien
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin
Keperawatan.
2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Plt. Ketua Program Studi
3. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah
ii
Universitas Sumatera Utara
22
5. Prof. Dr. dr. Harun Al Rasyid Damanik, Sp. PD, Sp. GK, Dr.dr. Dina
Keumala Sari, M.Gizi, Sp. GK dan Asrizal, S.Kep, Ns, M.Kep, WOC(ET)N
sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan
tersebut.
7. Suami, Orang tua dan Keluarga penulis yang telah banyak memberikan
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan
penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
profesi keperawatan.
Yusnaini Siagian
iii
Universitas Sumatera Utara
23
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Nama Institusi Tahun
Pendidikan
Riwayat Pekerjaan :
Bekerja sebagai Staf Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Tanjungpinang Kepulauan Riau sejak tahun 2007 - sekarang.
iv
Universitas Sumatera Utara
24
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix
v
Universitas Sumatera Utara
25
vi
Universitas Sumatera Utara
26
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.5 Skor Item Pertanyaan Kuesioner KDQOL version 1,3 ................. 70
vii
Universitas Sumatera Utara
27
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................... 57
viii
Universitas Sumatera Utara
28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian
ix
Universitas Sumatera Utara
19
ABSTRAK
Kata kunci : Manajemen cairan, status nutrisi, kualitas hidup pasien hemodialisa
i
Universitas Sumatera Utara
20
ABSTRACT
ii
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit gagal ginjal kronis adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif
uremia (Smeltzer & Bare, 2010). Gagal ginjal kronis merupakan kerusakan ginjal
yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari
darah, ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus,
menurut laporan The United States Renal Data System (USRDS, 2012) di
Amerika Serikat pada tahun 2011 sebanyak 1.901 per 1 juta penduduk penderita
gagal ginjal kronik, sementara Treatment of End Stage Organ Failure in Canada,
tahun 2000 sampai 2009 menyebutkan hampir 38.000 warga Kanada hidup
dengan gagal ginjal kronis dan telah meningkat hampir tiga kali lipat dari tahun
1990 (Corrigan, 2011). Data dari Indonesian Renal Registry tahun 2012 Indonesia
termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi,
dilaporkan jumlah pasien baru tahun 2007 sampai 2012 mencapai 19.621 orang
dan pasien aktif 9.161 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP HAM
Medan pada bulan Februari 2015 penderita gagal ginjal kronis yang rutin
menjalani hemodialisa sebanyak 170 pasien, data RSUD DR. Pirngadi Medan
1
Universitas Sumatera Utara
2
pada bulan Januari 2015 tercatat sebanyak 156 pasien, bulan Februari 2015
sebanyak 157 pasien, bulan Mei 2015 sebanyak 153 pasien dan bulan Maret 2016
Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan bulan Februari 2015 sebanyak 135
orang.
produk sisa metabolisme berupa zat terlarut (solut) dan air yang berada dalam
darah melalui membran semi permiabel atau yang disebut dyalizer (Black &
Hawk, 2009). Terapi ini merupakan prosedur penyelamat jiwa yang mahal, tidak
asing dan suatu teknologi tinggi untuk mengeluarkan zat sisa metabolisme dan zat
toksin dari dalam tubuh melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrat. Di
Indonesia hemodialisa dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dengan setiap
merupakan fungsi ginjal normal (Smeltzer & Bare, 2010). Banyak dari pasien
kesehatan (Cristovao, 2015). Menurut Tovazzi & Mazzoni, (2012), Pasien yang
cairan. Sesuai dengan penelitian Kugler et., al (2005), sebanyak 81,4% pasien
kesulitan dalam pembatasan cairan. Sejalan dengan penelitian John (2012), pasien
sebanyak “insensible water losses” ditambah jumlah urin (Smeltzer & Bare,
maka cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan edema
disekitar tubuh seperti tangan, kaki dan muka. Masalah kelebihan cairan yang
dialami pasien hemodialisa tidak hanya diperoleh dari asupan cairan yang
berlebihan akan tetapi juga dapat berasal dari makanan yang mengandung kadar
air tinggi, oleh karena itu keseluruhan diet pasien yang menjalani hemodialisa
2008). Sejalan dengan hasil penelitian Istanti (2009), menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara masukan cairan dan penambahan berat badan
dimana semakin banyak masukan cairan maka semakin meningkat berat badan
antara dua waktu dialisis dan faktor yang paling berkontribusi pada terjadinya
interdialisis berhubungan dengan indeks massa tubuh (IMT), level serum albumin,
status nutrisi, tekanan darah sebelum dialisis, kadar ureum dan kreatinin. Hasil
berat badan pada pasien hemodialisa maka semakin rendah kualitas hidupnya.
Pirngadi dan RSUP HAM Medan menyatakan dari 194 pasien ditemukan 88
penambahan berat badan minimal 0,36 Kg dan maksimal 4,29 Kg. Selain itu
gambaran umum nilai kualitas hidup pasien hemodialisa dalam penelitian Mailani
fisik, keterbatasan akibat masalah emosi, beban akibat penyakit ginjal, fungsi
fisik, efek penyakit ginjal, persepsi kesehatan secara umum, tidur, status
pekerjaan, dan fungsi seksual. Kamyar & Kalantar (2009) menemukan bahwa
pasien yang memiliki berat badan interdialisis 4,0 kg atau lebih akan mengalami
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang
ventrikel kanan dan mendadak hipotensi saat dialisis (Smeltzer & Bare, 2010).
Handayani (2011), terdapat sekitar 15% pasien dengan jadwal hemodialisa lebih
cepat dari jadwal yang seharusnya, 20% datang dengan keadaan sesak, 30% yang
yang berlebihan, 50% mengalami peningkatan berat badan dari yang seharusnya.
didapatkan data pola, jenis, jumlah dan frekuensi makan pasien yang menjalani
hemodialisa kurang baik sehingga asupan energi, kalium, natrium dan proteinnya
secara umum berada pada kategori kurang baik. Asupan cairan juga pada
kelebihan cairan, namun dalam proses hemodialisa juga membuang zat-zat gizi
yang masih diperlukan tubuh, diantaranya protein, glukosa dan vitamin larut air.
Kehilangan zat-zat gizi ini apabila tidak ditanggulangi dengan benar dapat
pasien hemodialisis mengalami malnutrisi (Azar et al., 2007). Penelitian lain yang
dilakukan pada pasien di rumah sakit Riyadh Al Kharj tahun 2004 menunjukan
hasil bahwa 45% pasien yang memiliki BMI<23,6 menunjukan adanya resiko
mortalitas yang tinggi (Al Makarem, 2004). Data dari konsensus Eropa juga
adanya kormobiditas dan inflamasi pada pasien dialisis (Locatelli et al., 2002).
mengalami perubahan peran dalam keluarga. Stres psikologis dan fisiologis utama
yang dialami oleh pasien dialisis adalah nyeri, pembatasan cairan dan nutrisi,
biaya perawatan, perasaan tidak mampu dan suasana hati yang negatif (Welch &
harus merubah seluruh aspek kehidupannya, mulai dari pasien harus datang ke
Farida (2010) berupa kelemahan fisik, penurunan nafsu makan, mual, muntah,
anuria, sesak napas karena kelebihan cairan dan mengalami edema serta kram
pada kedua kaki akibat garam yang berlebihan. Hasil penelitian Kring & Crane
terhadap fisik membuat pasien lemah dan lelah terutama setelah hemodialisa. Hal
ini didukung penelitian Rittman et al.,(1993 dalam John, 2012), beberapa pasien
mengatakan berhenti bekerja karena merasa terlalu lelah dan lemah sehingga tidak
mampu untuk bekerja dengan baik yang akhirnya berdampak terhadap biaya
kehidupan sehari-hari.
beradaptasi karena perubahan yang terjadi dan dalam penelitiannya, adaptasi yang
cairan (Small, 2010). Sesuai dengan penelitian Arova (2013), didapatkan data,
yaitu minum melalui gelas kecil yang sama dengan menggunakan sedotan kecil
dan ada yang menggunakan botol yang berukuran 600 ml sehari atau 300 ml
sehingga 2 botol dalam sehari. Selain itu Muhammad (2012), dalam penelitiannya
menyatakan pasien gagal ginjal juga harus selalu menjaga pola makan dimana
mereka tidak bisa mengonsumsi buah dan sayuran sesuka hatinya layaknya orang
ini sejalan dengan penelitian Cleary & Drennan (2005) terhadap 97 pasien gagal
kualitas hidup diantaranya : keterbatasan vitalitas, fungsi fisik dan peran fisik.
khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam
secara terus menerus. Perawatan sehari-hari adalah tanggung jawab klien. Pasien
dialisa mempunyai kemampuan alami dalam perawatan diri (self care) sehari-hari,
dan perawat harus fokus pada kemampuan tersebut (Orem, 1995 dalam Simmons,
system yang effisien dan efektif dalam menentukkan cara-cara yang benar dalam
membantu self care pasien (Simmons, 2009) dalam memantau cairan dan nutrisi.
Saat ini kemampuan self care pasien telah menjadi perhatian dunia seiring dengan
pengobatan serta jumlah tenaga edukator yang tidak cukup juga turut andil
kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis, keluarga dan komunitas (Taylor &
Renpenning, 2011).
Perawat membantu pasien dalam melakukan self care yang dibutuhkan sesuai
dengan penyakit kronis yang dialaminya agar dapat beradaptasi dengan perubahan
kesulitan dalam pengelolaan kontrol pembatasan asupan cairan dan nutrisi. Uraian
tersebut menunjukkan pentingnya manajemen cairan dan nutrisi pada pasien gagal
bagaimana hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup
1.2. Permasalahan
pasien gagal ginjal kronis. Tujuan dilakukan terapi hemodialisa salah satunya
aspek kehidupannya, mulai dari pasien harus datang ke unit hemodialisa secara
nutrisinya secara besar-besaran, sampai mengatur asupan cairan harian dan nutrisi
adanya usaha dari diri pasien untuk merawat dirinya sendiri (Self care) terutama
usaha dari diri pasien sendiri komplikasi dapat terjadi dan menimbulkan
nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan?”
hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien
Pirngadi Medan.
Medan.
Medan.
1.4. Hipotesis
1.4.1. Mayor :
Ada hubungan manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup
1.4.2. Minor :
Sebagai bahan masukan, acuan dan dan pertimbangan terhadap keluhan dan
cairan dan nutrisi agar dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas hidupnya.
dibutuhkan adanya dukungan serta peran dari keluarga dan masyarakat sehingga
manajemen cairan dan nutrisi bagi pasien dan dapat memberikan dukungan penuh
Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi seluruh tenaga perawat dalam
manajemen cairan dan status nutrisi yang dilakukan pasien hemodialisa di Rumah
yang lain sehingga pasien tidak merasa tersiksa dengan pembatasan cairan dan
nutrisi yang dialaminya saat ini dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
penelitian selanjutnya secara lebih spesifik pada manajemen cairan dan status
strategi pasien dalam melakukan manajemen cairan dan nutrisi pada pasien
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemodialisa
2.1.1 Definisi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal kronis
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau
end renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan
Madjid, 2009).
ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
14
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.2 Indikasi
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal kronis yang membutuhkan terapi
gagal ginjal kronis adalah LFG kurang dari 15 ml/menit, hiperkalemia, asidodisis,
kegagalan terapi konservatif, kadar ureum lebih dari 200 mg/dl dan kreatinin lebih
dari 6 mEq/L, kelebihan cairan; dan anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis
dan ultrafiltrasi. Saat proses difusi sisa akhir metabolisme di dalam darah
kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah kecairan
dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau
darah. Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan
Air yang berlebihan akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
tekanan; dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih
tinggi (tubuh klien) ke tekanan yang lebih rendah (dialisat). Gradien ini dapat
keseimbangan cairan.
Terapi hemodialisa yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Gangguan fisik yang sering dikeluhkan
pasien yang menjalani terapi hemodialisa adalah kelelahan, tidak tahan cuaca
dingin, pruritus, kelemahan ekstremitas bawah, dan kesulitan tidur Yong, Kwok,
Wong, 2009). Sementara gangguan psikologis yang sering dialami pasien adalah
depresi sekitar 20 – 30 % terjadi pada pasien dialisis. Depresi dan kecemasan hal
yang paling umum dirasakan oleh pasien dialisis hal ini dikarenakan gejala uremia
kognitif.
yang menjalani terapi dialisis mengalami depresi. Gejala depresi yang biasa
ditunjukkan adalah rasa bersalah, putus asa, mudah marah dan bunuh diri. Selain
itu gangguan yang paling sering dialami pasien adalah dysfungsi seksual atau
gangguan ereksi pada pasien pria. Hasil penelitian Santos et al., (2012) dari total
Secara garis besar komplikasi yang terjadi pada pasien hemodialisa dapat
dialisis dan komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis (Lewis
adalah :
a. Hipotensi
yang sering terjadi. Hipotensi intradialisis terjadi pada klien yang mengalami
yang tinggi, penarikan cairan dan elektrolit yang besar, lamanya dialisis, tidak
Mual dan muntah saat hemodialisis dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
(Thomas, 2003; Daugirdas, Blake & Ing, 2007; Holley et al, 2007).
d. Sindrom disequilibrium
terdiri dari sakit kepala berat, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran sampai
tingginya kadar ureum pra HD, dan asidosis metabolik berat. Proses penarikan
ureum yang terlalu cepat pada saat hemodialisis mengakibatkan plasma darah
pergeseran air kedalam sel otak sehingga terjadi edema serebral (Thomas, 2003 :
Lopezalmaras, 2008).
meningkatkan atau menurunkan suhu tubuh. Suhu dialisat yang tinggi lebih dari
37.5°C bisa menyebabkan demam. Sedangkan suhu dialisat yang terlalu dingin
f. Kram otot
ultrafiltrasi yang terlalu tinggi dan ketidakseimbangan kalium dan kalsium intra
g. Emboli udara
Udara dapat memasuki sirkulasi melalui selang darah yang rusak,
kantong darah atau cairan normal salin yang kosong, atau perubahan letak jarum
udara adalah adanya sesak nafas, nafas pendek dan kemungkinan adanya nyeri
h. Hemolisis
Hemolisis adalah kerusakan atau pecahnya sel darah merah akibat
selang darah dan sumbatan pada pompa darah, peningkatan tekanan negatif yang
berlebihan karena pemakaian jarum yang kecil pada kondisi aliran darah yang
tinggi, atau posisi jarum yang tidak tepat. Penyebab lain hemolisis adalah
masif akan meningkatkan risiko hiperkalemi, aritmia dan henti jantung (Thomas,
2003).
i. Nyeri dada
Terjadi akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah karena
dada juga bisa menyertai komplikasi emboli udara dan hemolisis (Thomas, 2003 ;
a. Penyakit Jantung
struktur otot jantung, dan atau gangguan perfusi. Faktor risiko penyakit jantung
yaitu : faktor hemodinamik, metabolik seperti kelebihan cairan, garam dan retensi
b. Anemia
Penurunan kadar Hb pada pasien gagal ginjal kronik terjadi akibat proses
penyakit akibat menurunnya produksi eritropoetin (EPO) oleh ginjal, tubuh tidak
mampu menyerap zat besi, dan kehilangan darah karena sebab lain. Pada pasien
hemodialisis, anemia bisa bertambah berat karena hampir tidak mungkin semua
sel darah merah tertinggal pada dialiser atau blood line meskipun jumlahnya tidak
Ada beberapa faktor yang menyebabkan klien merasa mual dan kelelahan
(letargi) setelah menjalani HD. Beberapa penyebab timbulnya mual dan rasa lelah
d. Malnutrisi
e. Gangguan kulit
pada kulit yaitu; gatal-gatal (pruritus), kulit kering (Xerosis) dan kulit belang (skin
discoloration). Penyebab gatal-gatal pada kulit, bisa disebabkan oleh karena kulit
yang kering, tingginya kadar kalsium, fosfat, hormon paratiroid dalam darah serta
banyak terjadi pada pasien hemodialisa. Salah satu penyebabnya adalah pigmen
Urochrome, dimana pigmen ini pada ginjal sehat dapat dibuang, namun karena
adanya kerusakan ginjal maka pigmen tertumpuk pada kulit, akibatnya kulit akan
terlihat kuning kelabu (Thomas, 2003). Penyebab kulit belang lainnya adalah
uremic frost yaitu semacam serbuk putih seperti lapisan garam pada permukaan
kulit dimana hal ini merupakan tumpukan ureum yang keluar bersama keringat
kehidupan pasien yang gagal ginjal. Pasien hemodialisa harus mendapat asupan
makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti
(Wijayakusuma, 2008).
menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila
asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara dialisis akan terjadi
2.2.1 Definisi
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh yaitu menghitung masukan dan
komplikasi akibat dari jumlah cairan yang berlebihan (ignatavicius, 2010). Bila
kilogram atau persentase (Cristovao, 2015). Menurut Richard (2006), pasien yang
asupan cairan karena harus dibatasi dan pembatasan cairan ini merupakan isu
utama untuk pasien tersebut. Pembatasan tersebut penting agar pasien tetap
merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi hemodialisa
stabil. Ada tiga penyebab utama peningkatan asupan cairan yaitu meningkatnya
asupan garam (sodium), kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dan asupan
Sodium adalah salah satu dari tiga elektrolit yang mengontrol bagian
cairan masuk dan keluar dari sel. Sodium juga penting untuk pengaturan tekanan
darah dan volume, transmisi saraf, kontraksi otot dan keasaman darah dan cairan
jantung, edema paru dan kerusakan lebih lanjut untuk fungsi ginjal. Asupan
sodium juga memicu mekanisme haus dan jika mengkonsumsinya terlalu banyak
penelitian Mistiaen (2001), menemukan bahwa salah satu alasan pasien ketika
terdapat kenaikan berat badan diantara dua waktu dialisis adalah karena adanya
rasa haus yang berlebihan, meski pasien dalam keadaan kelebihan cairan, yang
membutuhkan regulasi yang berhati-hati dalam gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat
menggunakan strategi perawatan diri terutama untuk menangani rasa haus yang
(2013), strategi yang partisipan lakukan dalam mengatur asupan cairan dan
menangani rasa haus dengan beberapa cara yaitu membatasi minum dengan gelas
kecil yang sama dan menggunakan sedotan kecil saat minum, membatasi minum
menggunakan botol berukuran 600 cc, mengurangi intake cairan dengan sayur
satu-satunya sumber energi bagi otak. Hal ini disimpan dalam tubuh dalam bentuk
5 mmol / l oleh berbagai hormon termasuk insulin. Jika tingkat glukosa darah
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah menyebabkan rasa haus, sehingga
kebutuhan yang lebih besar untuk asupan cairan. Hal ini penting mengontrol
glukosa pada pasien dialisis untuk memastikan bahwa asupan cairan yang
berlebihan tidak terjadi karena kadar glukosa yang tinggi dalam darah. Pasien
diabetes perlu mengontrol asupan glukosa karena dapat menyebabkan rasa haus
hipotensi dan gangguan fungsi ginjal. Aturan yang dipakai untuk menentukan
banyak asupan cairan adalah : jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam
terakhir + 500 ml (IWL). Menurut hasil penelitian Arova (2013), semua partisipan
menjelaskan bahwa asupan cairan yang dilakukan memang terbatas kurang lebih
Berat badan dibawah berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi dan
atau depresi volume, misalnya hipotensi, kram, hipotensi pustural, dan pusing.
Menurut Potter & Perry (2006) seseorang yang mengalami kelebihan cairan dapat
napas, napas dangkal, dypnoe, crakckles, mual dan kembung, sakit kepala, pusing,
kelemahan otot, bisa terjadi letargi, bingung dan edema perifer. Penelitian Farida
Berat badan diatas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan
cairan, misalnya edema, sesak napas. Tanda seperti ini akan muncul bila kenaikan
berat badan pasien lebih dari 2 Kg. Akumulasi cairan yang dapat ditoleransi
penelitian Kamyar & Kalantar (2009) menemukan bahwa pasien yang memiliki
berat badan interdialisis 4,0 kg atau lebih akan mengalami peningkatan risiko
cairan dan penambahan berat badan dimana semakin banyak masukan cairan
maka semakin meningkat berat badan antara dua waktu dialisis dan faktor yang
paling berkontribusi pada terjadinya penambahan berat badan antara dua waktu
kenaikan berat badan diantara dua waktu dialisis (Feroze, Martin, Reina & Zadeh,
2010).
Menurut penelitian John (2012) banyak pasien gagal ginjal kronis yang
diet untuk itu pasien-pasien ini memerlukan perubahan yang utama yaitu gaya
semakin tinggi self efficacy yang dilaporkan responden maka semakin tinggi
melebihi jumlah cairan yang diperbolehkan per hari, menghindari alkohol dan
badan interdialisis.
termasuk diet tinggi garam tinggi dan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol.
berkala. Setiap pasien harus menetapkan berat badan kering sebagai target untuk
setiap perawatan dialisis. Hal ini penting untuk menentukan berat badan kering
yang benar. Jika sudah diatur terlalu rendah, pasien dapat mengalami dehidrasi
ventrikel kiri (LVF) (Mitchell 2002, Charra 1996). Berat kering adalah berat
badan pasien sendiri tanpa cairan ekstra dan digunakan sebagai target untuk setiap
perawatan dialisis. Sebagian besar pasien, berat badan antara dua dialisis
cairan menggunakan skala likert dengan rentang nilai dimulai dari 43-129, dimana
2.3.1 Definisi
(status gizi) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan
meningkatkan kualitas hidup pasien (Gunes, 2013). Nutrisi juga merupakan faktor
penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia.
metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Dengan penggunaan hemodialisa
kekurangan gizi disebabkan oleh katabolisme protein, nafsu makan kurang dan
Menurut Zadeh, et al., (2001) pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
kualitas hidup sehingga memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
dilakukan pada pasien di rumah sakit Riyadh Al Kharj tahun 2004 menunjukkan
hasil bahwa 45% pasien yang memiliki BMI<23,6 menunjukan adanya resiko
mortalitas yang tinggi (Al Makarem, 2004). Penelitian Al-Saedy dan Al Kahichy
bahwa dialisis dengan waktu 6,4±1,9 jam/minggu dengan nilai Kt/V 1,02±0,2
malnutrisi sedang dan 17,6% mengalami malnutrisi berat. Sejalan dengan Jahromi
et. al., (2010) menyatakan malnutrisi adalah faktor utama terjadinya morbiditas
badan, kehilangan simpanan energi termasuk jaringan lemak dan protein tubuh
juga albumin serum, transferin dan protein viseral lainnya (Stenvinkel P.,2000).
RSCM pada tahun 1999 dari 73 pasien dijumpai keadaan gizi kurang berkisar
34–49 %, sedangkan pada pasien peritonial dialisis pada tahun 1996, gizi kurang
gizi kurang.
Salah satu faktor gizi kurang yaitu nafsu makan kurang, berimplikasi pada
terutama protein yang cukup untuk menggantikan zat gizi yang hilang pada proses
makan kurang dialami oleh 45% pasien hemodialisa di RSPAD Gatot Soebroto.
Responden pada umunya memiliki perawatan tubuh sedang atau cenderung kurus.
Penurunan berat badan banyak dialami responden yang mengaku nafsu makannya
kurang.
yang cukup sekaligus memelihara sisa fungsi ginjal agar kondisinya tidak
diet yang tepat bagi pasien hemodialisa sangat diperlukan sebagaimana tujuan dari
diet gagal ginjal dengan hemodialisis itu sendiri (Instalasi Gizi RSCM & Asosiasi
harus menjaga Hb agar tetap stabil. Menurut penelitian John (2012), melaporkan
bahwa bagi pasien gagal ginjal kronis yang merasa memiliki energi yang lebih
Syarat pemberian diet pada gagal ginjal kronis menurut Almatsier (2006)
adalah : energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB, protein rendah yaitu 0,6 –0,75 gr/kg
BB, sebagian harus bernilai biologik tinggi, lemak cukup yaitu 20-30% dari
kebutuhan total energi dan diutamakan lemak tidak jenuh ganda, karbohidrat
cukup yaitu kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein dan lemak,
natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria,
banyak natrium yang diberikan antara 1-3 gr dan kalium dibatasi (60-70 mEq)
apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sering terjadi mual,
muntah, anoreksia dan gangguan lain yang menyebabkan asupan gizi tidak
adekuat/tidak mencukupi.
sedangkan kalium banyak pada buah dan sayur. Bagi penderita gagal ginjal harus
dalam darah yaitu 135-145 mEq/L sedangkan jumlah konsumsi natrium : 2,5
gr/hari. Kadar normal kalium dalam darah yaitu 3,5-5 mEq/L sedangkan jumlah
dalam makanan yang memiliki peran penting dalam aktivitas otot polos (terutama
otot jantung) dan sel saraf. Ginjal normal akan membuang kelebihan kalium,
berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah. Kadar kalium yang sangat
tinggi akan membuat otot jantung melemah, mengganggu irama jantung dan dapat
menyebabkan kematian.
Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk tulang. Jika ginjal
tidak berfungsi baik, kelebihan fosfor tidak bisa dibuang. Kadar fosfor yang tinggi
kadar kalsium dalam darah meningkat. Ini akan menyebabkan tulang rapuh, gatal-
gatal, tulang nyeri dan mata merah. Kadar normal phospor dalam darah yaitu 3,0-
5,5 mEq/L sedangkan jumlah konsumsi phospor: 0,8-1,2 gr/hari. Kadar normal
kalsium dalam darah yaitu 8,5-10,5 mEq/L sedangkan jumlah konsumsi kalsium:
c. Protein
otot, kulit dan rambut. Protein juga membantu tubuh melawan infeksi, menjaga
mengganti asam amino yang hilang saat dialisis. Kebutuhan Asupan protein yang
d. Kalori
2000). Asupan energi yang adekuat bertujuan agar protein tidak dipecah menjadi
sumber energi.
dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energy, seperti Body Mass Index
(Wiryana, 2007).
Penilaian status nutrisi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
populasi atau individu yang memiliki risiko status nutrisi kurang maupun gizi
mendapatkan data status nutrisi. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara
alternatif untuk menentukan kesesuaian rasio berat : tinggi seorang individu. IMT
mungkin lebih obyektif dalam keadaan obesitas, tetapi tidak dapat membedakan
antara berat berlebih yang diproduksi oleh jaringan adiposa, muskularitas, atau
Berat badan yang diukur pada pasien hemodialisa adalah berat badan
kering atau berat badan sesudah hemodialisa. Hal ini dimaksudkan untuk
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Nutrisi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
menurut WHO tahun 2000.
Kategori Penjelasan IMT
BB kurang < 18,5
Normal 18,5 – 22,9
BB beresiko 23 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥ 30
mengingat kembali (Food Recall) 24 jam. Food Recall 24-h diselesaikan melalui
nama merk apabila memungkinkan (Rospond, 2008). Prinsip dari metode recall
24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dengan recall 24 jam data yang
diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti
dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (URT) seperti sendok, gelas,
piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.
dalam ukuran rumah tangga. Energi yang terkandung dalam makanan dan energi
Recall 24 jam ini jangan dilakukan hanya 1 kali karena akan menghasilkan
karena itu recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak
memberikan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang
yang dihadapi dalam metode recall 24 jam adalah flat slope syndrome yaitu
cenderung untuk melebihkan asupan yang rendah dan mengurangi asupan tinggi.
Kegunaan metode Food Recall 24 jam ini adalah untuk mengetahui angka
Kelebihan metode Food Recall 24 jam ini adalah mudah dilaksanakan dan
tidak membebani responden, lebih teliti, tidak harus dilakukan 7 hari, biaya relatif
makanan sehari-hari, ukuran rumah tangga untuk setiap keluarga belum tentu
sama, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden dan cenderung
24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-
Alat dan bahan dalam recall 24 jam adalah timbangan makanan dengan
ketelitian skala 1 gram, food model, ukuran rumah tangga (URT), bahan makanan
asli, foto bahan makanan, daftar komposisi bahan makanan (DKBM), daftar
bahan makanan, menentukan kebutuhan zat gizi berdasarkan umur, jenis kelamin
dan aktifitas fisik, dan penentuan status gizi secara individual berdasarkan umur,
menganalisis kandungan zat gizi bahan makanan dan/atau resep makanan, untuk
menentukan kebutuhan zat gizi individu berdasarkan umur, jenis kelamin dan
dan transferin serum dapat digunakan untuk menilai status nutrisi. Pada studi
dijumpai lebih tinggi pada pasien berat badan lebih (overweight) dan paling
petanda yang lebih sensitif dibanding albumin untuk menilai status nutrisi
sering sulit karena meningkatnya kebutuhan zat besi yang diinduksi oleh
perdarahan kronis dan terapi eritropoetin. Feritin serum dijumpai lebih tinggi
secara statistik bermakna pada pasien yang memiliki berat badan kurang
menunjukkan asupan protein yang rendah dan atau hilangnya massa otot skletal
2.4.1 Definisi
dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai tempat mereka tinggal,
dan hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka
kualitas hidup seseorang tidak dapat didefinisikan dengan pasti, hanya orang
kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik,
ditentukan dari sudut pandang pasien itu sendiri dan ini dapat diketahui hanya
kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara holistik
Kritpracha, 2011).
penyakit yang diderita dan lingkungan (WHO, 1997). Stigelman (2006) juga
menyatakan bahwa kualitas hidup berhubungan dengan penyakit dan terapi yang
dijalani. Ferrans (1996) mengatakan bahwa model konsep kualitas hidup secara
umum dibagi menjadi empat domain yaitu domain kesehatan dan fungsinya,
domain sosial dan ekonomi, domain psikologis/ spiritual, dan domain keluarga.
(WHO, 1997), Domain ini mencakup beberapa elemen yaitu rasa nyeri, energi,
merupakan hal utama yang harus dinilai dalam mengevaluasi kualitas hidup
sendiri terkait dengan kemampuan tubuh dan penampilannya. Domain ini juga
1997).
d. Domain Spiritual
Tuhan.
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis pada penelitian ini adalah kuisioner
Kidney Disease Quality of Life Short Form 1,3 (KDQOL-SF 1,3) yang merupakan
pengembangan dari Short Form 36 (SF-36). Alat ukur ini merupakan alat ukur
khusus yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik
Kelebihan kuisioner ini adalah menilai kualitas hidup dari dua aspek yaitu
spesifik penyakit tertentu (disease-specific) dan generik (generic instrument) yang
sudah meliputi domain fisik, psikologis, sosial maupun lingkungan. Domain yang
mencakup target untuk penyakit ginjal meliputi: gejala/permasalahan klinis yang
dialami, efek dari penyakit ginjal, tingkat penderitaan oleh karena sakit ginjal,
status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi social, fungsi seksual, kualitas
tidur, dukungan sosial, kualitas pelayanan staf unit dialysis, dan kepuasan pasien.
Sementara skala survei SF-36 yang bersifat generik mengukur fungsi fisik,
peran fisik, persepsi rasa sakit, persepsi kesehatan umum, emosi, peran emosional,
pada penyakit tersebut, misalnya pasien penyakit ginjal diukur dengan Kidney
Disease Quality of Life Short From (KDQOL SF), keuntungan alat pengukuran ini
adalah dapat mendeteksi lebih tepat keluhan/hal khusus yang sangat berperan
pada penyakit tertentu, misalnya kram otot, kulit kering, sesak nafas merupakan
hal yang penting pada pasien penyakit ginjal maka hal tersebut tergambarkan pada
pertanyaan kuisioner.
Kelemahan kuisioner ini adalah tidak dapat digunakan pada penyakit lain
dan kuisioner ini terdiri dari banyak pertanyaan sehingga membutuhkan waktu
yang lebih lama dalam mengisinya. Selain itu kuisioner ini tidak menilai domain
spiritual.
Secara spesifik Hays et al. (1997) telah menentukan domain kualitas hidup
domain yaitu :
Gejala dan masalah yang menyertai pasien penyakit ginjal adalah masalah
yang menyertai setelah didiagnosis sakit ginjal. Masalah yang menyertai ini antara
lain : nyeri otot, nyeri dada, kram otot, kulit gatal-gatal, kulit kering, nafas pendek
(sesak), pusing, penurunan nafsu makan, gangguan eliminasi, mati rasa pada
tangan dan kaki, mual, permasalahan pada tempat penusukan, dan permasalahan
Efek ini timbul sebagai konsekuensi akibat penyakit ginjal yang diderita
dan sering menyusahkan pasien. Efek ini antara lain: pembatasan cairan,
khawatir dan stres terhadap penyakit yang diderita, kehidupan seksual, dan
penampilan.
Beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali dirasakan pasien. Beban
akibat penyakit ini antara lain sejauh mana Penyakit ginjal yang diderita dirasakan
4. Status Pekerjaan
Indikator pada dimensi ini adalah apakah pasien masih aktif bekerja, dan
apakah kondisi kesehatannya saat ini dapat menjaga pekerjaan pasien saat ini.
5. Fungsi Kognitif
mengalami penurunan fungsi kognitif. Sering kali menjadi lambat dalam berkata
atau melakukan sesuatu, sulit untuk berkonsentrasi, dan bingung tanpa sebab.
dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Pada pasien dengan penyakit
ginjal tidak jarang pasien mengasingkan diri dari orang lain, mudah tersinggung,
7. Fungsi Seksual
8. Tidur
Aspek ini mengukur bagaimana tidur pada pasien penyakit ginjal yang
menjalani hemodialisis. Aspek ini termasuk kualitas tidur dan kecukupan waktu
tidur.
Aspek ini termasuk waktu yang tersedia bersama teman dan keluarga serta
Aspek ini termasuk dorongan yang diberikan oleh staf dialisis untuk
mandiri dan beradaptasi terhadap penyakit yang diderita serta rutinitas terapi yang
harus dijalani.
pasien dapatkan.
aktifitas berat.
Aspek ini mencakup seberapa besar masalah fisik yang dialami pasien
sekarang, prediksi di masa yang akan datang, dan daya tahan terhadap penyakit.
dalam beraktifitas sehari hari, seperti lebih tidak teliti dari sebelumnya.
koping.
masalah tidur, status kesehatan fisik yang menurun dan depresi yang dapat
kualitas hidup meliputi 4 aspek yaitu aspek fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan.
Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kualitas hidup klien
lebih baik dibandingkan dengan klien yang menjalani hemodialisa. Demikian juga
penelitian yang dilakukan oleh Chang, Lee, Kim & Kim (2003) tentang faktor
hidup pasien. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Curtin, 2001; Mc
Cann & Boore (2000), yang menyimpulkan bahwa klien hemodialisa mempunyai
kualitas hidup yang lebih rendah dan menolak strategi koping dibandingkan
(CAPD).
& Spittal, 2009) menilai stres yang dialami sebelum menjalani hemodialisa. Hasil
emosional seperti tidak berdaya, sedih, marah, takut, merasa bersalah. Ketika
pertama kali pasien dinyatakan gagal ginjal, pasien merasa bingung apa yang
harus dilakukan, sering menangis dan merasa terisolasi. Selain itu juga dirasakan
adanya stres bagi pasien juga berdampak pada anggota keluarga Harwood et al
(2009).
gangguan sosial berupa disfungsi seksual. Disfungsi seksual terjadi pada pasien
penyakit ginjal tahap akhir dengan hemodialisa kronis. Pada pasien hemodialisa
kronis umumnya mendapatkan terapi antidepresan, dimana obat ini dapat berefek
menurunkan libido dan menunda orgasme pada wanita, menurunkan ereksi dan
ejakulasi pada laki-laki (Marques, at al, 2006; Diaz, Ferrer & Cascales, 2006).
Selain obat antidepresan faktor lain yang dapat berkontribusi pada disfungsi
seksual adalah body image, defisiensi Zinc dan gangguan hormonal (Diaz, Ferrer
hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sosio demografi yaitu
jenis kelamin, usia, suku / etnik, pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan.
Bagian kedua adalah medik yaitu lama menjalani hemodialisis, stadium penyakit,
dan penatalaksanaan medis yang dijalani. Bagian pertama adalah faktor sosio
demografi meliputi :
1. Jenis kelamin.
laki-laki lebih banyak memiliki jaringan otot sedangkan perempuan lebih banyak
jaringan lemak. Semakin banyak lemak semakin sedikit persentasi air yang ada
pada badan dan mengakibatkan persentasi air dalam tubuh juga kecil (Price &
Wilson, 1995). Banyaknya air dalam tubuh akan berdampak pada peningkatan
berat badan dan mempengaruhi aktifitas dan kegiatan seseorang yang menderita
gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisa. Igbokwe & Obika (2007),
haus, Ambang haus laki-laki lebih rendah dibanding dengan perempuan yang
adalah 45,9 % (72 orang). Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Istanti
Yogyakarta sebanyak 62.5% berjenis kelamin laki-laki. Ulya & Suryanto (2005),
dalam penelitiannya ditemukan bahwa dari 40 pasien yang diteliti sebanyak 75%
2. Usia
masa depan dan pengambilan keputusan. Penderita gagal ginjal kronis usia muda
akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik oleh karena kondisi fisiknya yang
lebih baik dibanding yang berusia tua. Penderita yang dalam usia produktif
merasa terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda mempunyai harapan
hidup yang tinggi, sebagai tulang punggung keluarga, sementara yang tua
mereka merasa sudah tua, capek, hanya menunggu waktu, akibatnya mereka
kurang motivasi dalam menjalani terapi haemodialisis. Usia juga erat kaitannya
dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun
diberikan terkait pembatasan cairan terutama pada pasien gagal ginjal kronis.
responden berusia > 65 tahun yang patuh. Sedangkan responden yang berumur ≤
65 tahun hanya terdapat 70 (53,4 %) saja yang patuh. Sedangkan dalam penelitian
dibandingkan yang berumur muda yaitu 44 orang (46.3%). Fungsi renal akan
berubah bersamaan dengan pertambahan usia. Sesudah usia 40 tahun akan terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif hingga usia 70 tahun, kurang
3. Pendidikan
pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol
dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya diri
mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh
(SMA & PT) (73,5 %), sedangkan pendidikan rendah (SD&SMP) (26,5%).
tindakan atau terapi yang akan dan harus dijalani untuk mengatasi masalah
kesehatannya.
4. Pekerjaan
yang bekerja pada orang lain atau instansi, kantor, perusahaan untuk memperoleh
penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang demi
mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau
terapi hemodialisis sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat
diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya (Smeltzer & Bare, 2009) dan ini
mempertahankan pekerjaan dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asri dkk
(2006), mengatakan bahwa dua per tiga dari pasien yang mendapat terapi dialisis
tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sedia kala sehingga
5. Status perkawinan
pernikahan terbesar adalah pada kelompok menikah (82,9%). Dilihat dari status
perkawinan, sebagian besar pasien masih memiliki pasangan hidup dan ini dapat
pasien. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Maasoumeh & Forough
didapatkan sebagian besar status pernikahan responden menikah 132 (65,3 %).
keseluruhan. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah
memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah,
emosional).
Selain faktor sosio demografi bagian kedua ada faktor medik meliputi :
diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh
dan pasien yang tidak patuh cenderung merupakan pasien yang belum lama
2. Stadium penyakit.
Pada penderita gagal ginjal grade 2 dan grade 3 yang tanpa disertai dengan
kondisi gagal ginjal terminal tentu saja memiliki angka keberhasilan atau kualitas
hidup dan harapan hidup lebih baik dibandingkan yang sudah gagal ginjal
dirasakan manfaatnya bagi mereka yang dari awal sudah diketahui, ada indikasi
dan langsung dirujuk untuk menjalani terapi haemodialisis. Hal ini tentu saja
sangat memotivasi penderita terutama yang masih muda untuk berusaha patuh
perlakuan yang diberikan semakin memperburuk fungsi ginjal, apalagi bila tidak
3. Penatalaksanaan medis
penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia.
substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja
sebagai racun. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif
dikenal dengan gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih
kesejahteraan (Taylor & Renpenning, 2011). Hal tersebut merupakan bagian yang
natural dari manusia. Orem percaya bahwa manusia memiliki kemampuan dalam
merawat dirinya sendiri (self-care) dan perawat harus fokus terhadap dampak
individu memenuhi kebutuhan dirinya (self-care). Salah satu teori self-care dalam
ilmu keperawatan yang terkenal adalah teori self-care Orem. Orem dalam hal ini
melihat individu sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari aspek fisik,
psikologis, dan sosial dengan derajat kemampuan untuk merawat dirinya yang
tersebut. Individu juga memiliki kemampuan untuk terus berkembang dan belajar
secara intelegensi dalam perawatan medis yang diberikan oleh dokter (Swanburg,
2000).
2009). Menurut Orem, asuhan keperawatan diberikan apabila pasien tidak mampu
melakukannya, namun perawat tetap harus mengkaji mengapa pasien tidak dapat
mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri (Hartweg, 1995 dalam Potter &
Perry, 2005).
Teori Orem mengidentifikasi dua set dari ilmu keperawatan yakni nursing
care agency, dan human assistance (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood,
2006).
Teori Orem ini dikenal dengan Self-Care Deficit Theory (Tomey &
hubungan yang diciptakan perawat untuk dimiliki dan dipelihara oleh pasien .
dalam Alligood & Tomey, 2010). Self-care agency merupakan kompleks yang
perkembangan dirinya (Orem, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2010). Nursing
Basic conditioning factors adalah faktor yang mempengaruhi nilai dari self-
care demad, self-care agency dan nursing agency. Sepuluh faktor yang telah
faktor sistem keluarga, faktor sosial budaya, ketersediaan sumber, dan faktor
eksternal lingkungan (Alligood & Tomey, 2010; Muhlisin & Indarwati, 2010).
Jika dilakukan secara efektif, upaya perawatan diri dalam memberikan kontribusi
mengaplikasikan teori self-care Orem ini dimana aplikasi ini akan sesuai karena
penting sekali untuk pasien aktif terlibat dalam perawatan dirinya. Tujuan utama
berperan serta secara adekuat dalam perawatan dirinya dengan cara meningkatkan
outcome pasien dan kualitas hidup. Sebagai perawat, kita dapat melakukan hal
tersebut dengan membentuk hubungan saling percaya antara perawat dan pasien,
(Simmons, 2009).
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1 yang
Manajemen cairan
Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisa
Status Nutrisi
Variabel Confounding :
Lama menjalani
hemodialisa.
BAB 3
METODE PENELITIAN
deskriptif korelasi yaitu untuk menguji adanya hubungan antara dua variabel atau
lebih dan tidak dilakukan manipulasi pada variabel tersebut (Polit & Back, 2012).
manajemen cairan dan status nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa di
Medan. Alasan memilih ruang hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan karena
Rumah Sakit memiliki ruang hemodialisa yang berkapasitas besar dan memiliki
39 unit mesin hemodialisa. RSUD DR. Pirngadi Medan merupakan Rumah Sakit
pendidikan tipe B. Rumah Sakit ini juga merupakan Rumah Sakit rujukan untuk
kota Medan dan sekitarnya sehingga angka kunjungan pasien untuk menjalani
tesis pada bulan Februari 2016, seminar proposal tesis pada tanggal 02 Mei 2016
58
dan dilanjutkan pengambilan data di RSUD DR. Pirngadi Medan pada tanggal
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu
suatu metode dimana sebahagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian
Sampel yang diambil pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi
Zα + Zβ
2
n= +3
Keterangan :
r : Korelasi
(r = 0,30). Besar sampel minimal yang dibutuhkan dengan kesalahan tipe I sebesar
Zα + Zβ
2
n= +3
1,96 + 1,64
2
n= +3
n = 92
Sampel dalam penelitian ini adalah 92 orang pasien gagal ginjal kronik
Pirngadi Medan.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data manajemen cairan,
status nutrisi, kualitas hidup dan dilengkapi dengan data confounding pasien
surat permohonan ijin pengambilan data ke Rumah Sakit tempat penelitian akan
Sumatera Utara Medan. Setelah surat permohonan ijin pengambilan data dan lulus
penelitian kepada Direktur RSUD DR. Pirngadi Medan. Setelah surat ijin
unit hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan serta menjelaskan tujuan dan
Penelitian ini dimulai setelah mendapatkan surat ijin penelitian dari rumah
sakit. Hal pertama kali yang dilakukan adalah mengidentifikasi seluruh populasi
Responden yang telah dipilih diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan
informed consent.
yang sudah dilatih dalam melakukan pengisian kuesioner selama periode dialisis.
jadwal hemodialisa pertama pasien dalam minggu tersebut yaitu hari senin, selasa,
demografi, data manajemen cairan dan data makan minum responden 24 jam
dengan jadwal responden yaitu kamis, jum’at, sabtu) peneliti kembali melakukan
wawancara untuk mengisi data makan minum selama 24 jam terakhir responden
kelengkapan semua jenis makanan dan minuman dengan ukuran rumah tangga
sesuai dengan yang dilaporkan oleh responden pada lembar food recall yang telah
program nutrisurvey dan akan didapatkan data zat-zat yang ada dalam makanan
setiap responden dalam jumlah yang kurang, cukup dan lebih dari kebutuhannya.
Dari data yang didapatkan akan terlihat status nutrisi dari masing-masing
responden.
Semua kuesioner diisi oleh peneliti atau asisten peneliti dengan melakukan
wawancara pada responden. Hal ini dilakukan karena prosesnya saat responden
Instrumen penelitian yang baik harus mematuhi dua persyaratan yang penting
yaitu pengujian validitas dan reliabilitas (Polite & Back, 2012). Suatu kuesioner
dinyatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten
dan stabil dari waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui
dapat menggunakan uji statistik Cronbach Alpha. Cronbach alpha yang baik adalah
yang semakin mendekati 1. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha minimal >0,60, dan jika nilai >0,75 atau semakin
tinggi akan semakin baik reliable nya (Polite & Beck, 2011).
dilakukannya uji reliabilitas dan validitas sehingga peneliti melakukan uji realiabilitas
dan validitas pada kuesioner manajemen cairan yang digunakan dalam penelitian ini.
Hasil uji reliabilitas didapat nilai Cronbach Alpha 0,80 sehingga kuesioner
cairan penelitian ini juga menggunakan kuesioner kualitas hidup yang baku yaitu
Kidney Disease Quality of Life (KDQOL) version 1,3 oleh Hays et al. (1997) dengan
nilai nilai reliabilitas kuisioner 0,61–0,90 sehingga kuisioner dinyatakan reliabel untuk
reliabilitas yang baik yaitu rentang nilai 0,72–0,95 (Joshi, Moopil, & Lim, 2010).
Penelitian yang sama dilakukan di Thailand pada tahun 2013 hasilnya menunjukkan
Jariyayothin, Sukthinthai et al., 2013). Pada penelitian Mailani, Setiawan & Siregar
(2014) juga dilakukan uji reliabilitas kuesioner ini didapat nilai Cronbach Alpha 0,77
dilakukan content validity (validitas isi) oleh tiga ahli dan mempunyai nilai Content
Validity Index (CVI) 0,89 sehingga kuesioner ini dapat dan layak digunakan untuk
manajemen cairan dan status nutrisi (variabel independen) dan kualitas hidup
(variabel dependen).
Variabel Definisi
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Independen Operasional
Manajemen Langkah-langkah Menggunakan 1. Cairan cukup, Ordinal
Cairan pasien kuesioner jika skor 87-
hemodialisa manajemen 129.
dalam melakukan cairan yang 2. Cairan lebih,
perawatan diri terdiri dari 43 jika skor 43-86.
untuk mengelola pertanyaan
pembatasan dengan
asupan cairan menggunakan
yang di evaluasi skala likert.
dengan
penambahan
berat badan
interdialisis.
Variabel Definisi
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Dependen Operasional
Kualitas Kemampuan Kuesioner Item pertanyaan Interval
Hidup individu dalam Kidney dinilai dengan
menilai kualitas Disease rentang 0 – 100.
hidupnya yang Quality of
terkait 19 domain
Life
yaitu
gejala/masalah
(KDQOL)
yang menyertai, Version 1,3
efek penyakit
ginjal, beban
akibat penyakit
ginjal, status
pekerjaan, fungsi
kognitif, kualitas
interaksi sosial,
fungsi seksual,
tidur, dukungan
yang diperoleh,
dukungan dari staf
dialisis, kepuasan
pasien, fungsi
fisik, keterbatasan
akibat masalah
fisik, rasa nyeri
yang dirasakan,
persepsi kesehatan
secara umum,
kesejahteraan
emosional,
keterbatasan
akibat masalah
emosional, fungsi
sosial dan
energi/kelelahan.
kuesioner yang dimodifikasi dari Cristovao (2015). Kuesioner terdiri dari 43 item
pertanyaan yang terbagi dalam dua bagian yaitu 29 pertanyaan tentang strategi
mengontrol asupan cairan dan 14 pernyataan tentang strategi mengontrol rasa haus.
Kuesioner menggunakan skala likert dengan tiga kriteria penilaian yaitu nilai 1 (0-1
menggunakan skala likert dengan rentang nilai dimulai dari 43-129, dimana 43
(food recall) 24 jam melalui tehnik wawancara. Peneliti mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi responden pada periode 24 jam yang lalu secara
teliti dengan menggunakan alat ukur rumah tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring
dan ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari oleh responden. Sebagian
menggunakan gelas ukur dan timbangan rumah tangga tanita 2 Kg dengan ketelitian
skala 10 gram. Setelah peneliti memeriksa kelengkapan isi lembar food recall
responden secara spesifik selanjutnya hasil dari food recall akan dianalisis
pengukuran terdiri dari dua kelas yaitu baik (apabila kalori, protein, natrium, kalium,
posphor dan kalsium dalam batas normal) dan kurang (apabila kalori, protein, natrium
Data selanjutnya adalah data demografi responden yang meliputi usia, jenis
dikumpulkan dengan kuesioner Kidney Disease Quality of Life (KDQOL) version 1,3.
Kuesioner yang digunakan telah meminta izin kepada RAND Health sebagai lembaga
yang mempunyai hak paten atas kuesioner tersebut dan sudah melalui proses back
yang menyertai, efek penyakit ginjal, beban akibat penyakit ginjal, status pekerjaan,
fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, tidur, dukungan yang
diperoleh, dukungan dari staf dialisis, kepuasan pasien, fungsi fisik, keterbatasan
akibat masalah fisik, rasa nyeri yang dirasakan, persepsi kesehatan secara umum,
dimulai dari 0-100, dimana 0 menunjukkan nilai kualitas hidup terendah, dan nilai
3a-j 1 0
2 50
3 100
19a-b 1 0
2 33,33
3 66,66
4 100
20 1 100
2 0
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis
komputer.
hemodialisa. Setiap analisa variabel univariat pada penelitian ini akan dibagi
bagian yaitu : cairan cukup (skor 87-129), cairan lebih (skor 43-86), status nutrisi
posphor dan kalsium dalam batas normal), kurang (kalori, protein, natrium,
kalium, posphor dan kalsium tidak dalam batas normal) dan kualitas hidup rentang
nilai 0-100 (dimana 0 menunjukkan nilai kualitas hidup terendah dan 100
hipotesa penelitian yaitu adakah hubungan manajemen cairan dan status nutrisi
dengan kualitas hidup pasien hemodialisa. Analisa bivariat dalam penelitian ini
menggunakan uji korelasi Pearson. Jika nilai p<0,05 maka dinyatakan adanya
korelasi (Ha diterima), dan sebaliknya jika nilai p>0,05, maka dinyatakan tidak
Interpretasi koefisien korelasi dinyatakan bahwa kekuatan sangat rendah dengan nilai
0,80-1,00.
Sebelum dilakukan uji pearson, data yang telah terkumpul dilakukan uji asumsi
adalah uji normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk menunjukkan simetris tidaknya
distribusi data. Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi data
mengikuti atau mendekati distribusi normal. Distribusi data dengan bentuk gunung
yang simetris. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi
normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat grafik normal plot dan
melihat nilai signifikansi uji kolmogorov-smirnof. Interpretasi dari uji ini adalah jika
Dokumen tentang identitas dan data yang berhubungan dengan manajemen cairan dan
status nutrisi dengan kualitas hidup pasien hemodialisa di unit hemodialisa RSUD
DR. Pirngadi Medan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah
1. Self determination
memberi perlakuan yang tidak adil jika subjek menolak menjadi responden dalam
akan diteliti; waktu penelitian yang digunakan, manfaat penelitian, jaminan bahwa
tidak adanya pengaruh penelitian terhadap individu dan pekerjaan dan jaminan
kerahasiaan bahwa data yang diberikan tidak akan disebar luaskan ataupun dapat
berdasarkan otonomi atas dirinya sendiri sebagai bentuk penerapan prinsif Self
determination.
kerahasiaan dan anonymity dengan menggunakan kode yang diisi oleh peneliti
dan tidak mencantumkan atau menuliskan nama responden pada kuesioner yang
digunakan dan digunakan untuk penelitian ini saja (confidentiality). Data yang
telah diolah oleh peneliti dijaga kerahasiaannya dan saat ini disimpan oleh
4. Informed consent.
untuk diteliti (Prasetyo, 2008). Aplikasi yang dilakukan peneliti adalah semua
responden yang menjadi subyek penelitian, telah diberi informasi tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan penelitian, setiap responden diberi hak untuk
BAB 4
HASIL PENELITIAN
sampai 13 Juli 2016 di RSUD DR. Pirngadi Medan. Bab ini akan menguraikan
tentang hasil penelitian untuk menjelaskan manajemen cairan, status nutrisi dan
kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan. Lebih jelasnya
respoden berusia 45-54 tahun yaitu sebanyak 37 orang (40,2%), berjenis kelamin
orang (45,7%) dan sudah tidak bekerja lagi sebanyak 73 orang (79,3%). Mayoritas
responden sudah menjalani hemodialisa > 3 tahun yaitu 48 orang (52,2%) dan
75
Universitas Sumatera Utara
76
No Karakteristik Responden f %
1 Usia
18-24 tahun 2 2,2
25-34 tahun 9 9,8
35-44 tahun 14 15,2
45-54 tahun 37 40,2
55-64 tahun 26 28,3
65-74 tahun 4 4,3
2 Jenis Kelamin
Laki – Laki 48 52,2
Perempuan 44 47,8
3 Pendidikan
Tidak sekolah 1 1,1
SD 13 14,1
SMP 13 14,1
SMA 42 45,7
Diploma 6 6,5
S1/Sarjana 17 18,5
4 Pekerjaan
Tidak bekerja 73 79,3
Bekerja 19 20,7
5 Status pernikahan
Belum menikah 8 8,7
Menikah 70 76,1
Janda 11 12,0
Duda 3 3,3
6 Lama Menjalani Hemodialisa
3 bulan- 1 tahun 11 12,0
> 1 tahun- 3 tahun 33 35,9
> 3 tahun 48 52,2
5 Penyakit penyebab Hemodialisa
Hipertensi nefropati 52 56,5
Diabetik nefropati 22 23,9
Glomerulonefritis cronik 5 5,4
Penyakit ginjal obstruksi infeksi 13 14,1
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata skor manajemen cairan
78,07, median 77,50, simpangan baku 9,50 artinya rata-rata responden masih
Medan dalam persentase (%) adalah 4,70, median 4,30, simpangan baku 3,10
Kilogram (Kg) didapat rata-rata 2,62 Kg, median 2,30 Kg, simpangan baku 1,72
Medan (n=92)
Pada tabel 4.3 dapat dilihat status nutrisi responden yang menjalani
mempunyai status nutrisi baik yaitu 28 orang (30,3%) dan sebagian besar status
sangat signifikan dengan nilai rata-rata 59,61 dan simpangan baku 21,32. Domain
kualitas hidup yang mempunyai nilai rata-rata paling rendah adalah keterbatasan
akibat masalah emosional yaitu 17,39 (simpangan baku 31,44) artinya rata-rata
akibat dari permasalahan emosi yang dirasakan sehingga lebih tidak teliti dari
sebelumnya dalam 4 minggu terakhir dan keterbatasan akibat masalah fisik yaitu
dengan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari akibat kesehatan fisik dalam 4 minggu
terakhir.
Domain kualitas hidup yang memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi
adalah dukungan dari staff dialisis yaitu 97,01 (simpangan baku 9,69) artinya
diri dan kualitas interaksi sosial 82,90 (simpangan baku 15,25) artinya rata-rata
responden mengatakan tidak mengucilkan diri dari orang sekitar dan tetap
berhubungan baik/rukun dengan orang lain tetapi ada sebagian responden yang
Simpangan
No Domain kualitas hidup Rata-rata Min- Maks
baku
1 Gejala/masalah yang menyertai 69,96 14,35 29-94
2. Efek penyakit ginjal 60,80 20,13 3-94
3 Beban akibat penyakit ginjal 37,50 22,75 0-100
4 Status pekerjaan 51,09 12,79 0-100
5 Fungsi kognitif 73,12 21,68 0-100
6 Kualitas interaksi sosial 82,90 15,25 33-100
7 Fungsi seksual 78,01 29,32 0-100
8 Tidur 55,14 9,67 25-73
9 Dukungan sosial 81,34 22,49 0-100
10 Dukungan dari staf dialisis 97,01 9,69 50-100
11 Kepuasan pasien 52,38 11,84 17-100
12. Fungsi fisik 33,18 24,52 0-100
13. Keterbatasan akibat masalah 18,21 32,33 0-100
fisik
14. Rasa nyeri 67,28 34,89 0-100
15. Persepsi kesehatan secara 50,92 23,35 0-95
umum
16. Kesejahteraan emosional 76,22 19,54 8-100
17. Keterbatasan akibat masalah 17,39 31,44 0-100
emosional
18. Fungsi social 65,08 31,47 0-100
19 Energi/kelelahan 65,16 17,57 20-100
Kualitas hidup secara umum 59,61 21,32
4.5 Uji Normalitas Variabel Manajemen Cairan, Status Nutrisi dan Kualitas
Smirnov, setelah dilakukan uji normalitas ternyata hanya variabel kualitas hidup
yang berdistribusi normal sedangkan variabel manajemen cairan, status nutrisi dan
transformasi data dengan metode log 10. Setelah ditransformasi data variabel
manajemen cairan dan status nutrisi didapatkan distribusi data menjadi normal
manajemen cairan adalah 0,189, status nutrisi 0,200, kualitas hidup adalah 0,200
dan lama menjalani hemodialisa adalah 0,000. Semua interpretasi dari uji variabel
penelitian ini adalah >0,05 (Data dikatakan berdistribusi normal) kecuali variabel
Adapun hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Variabel f Keterangan
Manajemen cairan 0,189 Normal
Status nutrisi 0,200 Normal
Kualitas hidup 0,200 Normal
Lama menjalani hemodialisa 0,000 Tidak Normal
r -0,120 dan nilai p 0,253 (>0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara
(<0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara status nutrisi dengan
kualitas hidup pasien hemodialisa (Ha diterima). Nilai r nya adalah 0,338 yang
bermakna tingkat kekuatan hubungan lemah dan berpola positif yang berarti
semakin baik status nutrisi semakin meningkat kualitas hidup pasien hemodialisa.
Hubungan r p
Status nutrisi - Kualitas hidup 0,338 0,001
kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD DR. Pirngadi Medan didapatkan nilai
p 0,120 (>0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara lama menjalani
hemodialisa dengan kualitas hidup pasien hemodialisa (Ho diterima). Seperti yang
Hubungan r p
Lama menjalani hemodialisa - Kualitas hidup 0,163 0,120
BAB 5
PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan hasil dari penelitian terkait
analisis dari variabel yang diteliti pada penelitian ini. Selain itu pada pembahasan
ini juga dijelaskan tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan serta
kelebihan cairan yang cukup tinggi, hal ini didukung dengan penambahan berat
badan interdialisis pada responden >3,9% dari berat badan kering sebanyak 56,5%
dan >2 sampai 9 Kg dari berat badan kering sebanyak 54,4% terlihat pada
terdapat hubungan yang signifikan antara masukan cairan dan penambahan berat
badan dimana semakin banyak masukan cairan maka semakin meningkat berat
badan antara dua waktu dialisis dan faktor yang paling berkontribusi terjadinya
penambahan berat badan antara dua waktu dialisis adalah masukan cairan
badan interdialisis tidak boleh >3,5–4 % berat badan kering (Lopez-Gomez, 2005)
atau tidak lebih dari 3 % dari berat kering (Smeltzer & Bare, 2010).
82
Universitas Sumatera Utara
83
Kelebihan cairan tubuh yang terjadi pada pasien sangat terkait dengan
kepatuhan pasien hemodialisa itu sendiri. Pasien gagal ginjal kronis yang
mematuhi terapi, salah satunya pembatasan asupan cairan (Feroze, Martin, Reina
dilakukan oleh Harahap, Sarumpaet & Tarigan (2015) untuk melihat tingkat
lingkungan berupa iklim dan cuaca yang sulit untuk dikendalikan. Banyak cairan
yang dikonsumsi oleh pasien kadang kala bukan karena rasa haus tetapi untuk
membantu pasien dalam menelan makanan atau menelan obat (Abuelo, 1999).
diungkapkan sebagian besar responden bahwa mereka minum lebih dari yang
dianjurkan dokter atau perawat karena cairan yang diperbolehkan selalu tidak
cukup bahkan ada yang mencuri-curi untuk minum tanpa pembatasan karena tidak
Iklim tropis dan cuaca yang cukup panas dapat menyebabkan tubuh
menyatakan bahwa asupan cairan pasien gagal ginjal kronik akan sangat tidak
terkontrol pada musim panas, pada masa liburan natal dan tahun baru. Hal ini
karena pada musim panas merangsang rasa haus dan pada masa liburan natal dan
tahun baru banyak mengkonsumsi makanan ringan yang kering dan mengandung
minum mereka memang terbatas kurang lebih 500-600 ml dalam sehari dan ada
beberapa responden hanya dibenarkan minum kurang lebih 250 ml dalam sehari.
dalam eliminasi urin yang mana sudah tidak dapat mengeluarkan urin atau anuria.
Asupan cairan harian yang dianjurkan pada pasien yang menjalani hemodialisa
adalah dibatasi hanya sebanyak insensible water losses ditambah jumlah urin
Menurut penelitian John (2012) banyak pasien gagal ginjal kronis yang
diet untuk itu pasien-pasien ini memerlukan perubahan yang utama yaitu gaya
hidup untuk dapat beradaptasi. Dari hasil wawancara dan observasi peneliti
dengan air panas dengan alasan agar keinginan untuk minum hilang sehingga
asupan cairan dapat dibatasi. Ada juga responden yang sering mandi untuk
strategi ini paling sering dilakukan mayoritas responden tetapi ternyata kurang
> 2,5 Kg telah mengalami komplikasi gagal jantung yaitu 26 responden (55,3 %).
Hal ini sesuai dengan Riaz (2012) bahwa gagal jantung merupakan komplikasi
umum dari peningkatan tekanan darah. Selain itu juga dalam Framingham Study,
hipertensi juga dijumpai sebagai perkembangan awal gagal jantung pada 91%
kasus gagal jantung (Cowie, 2008). Dalam penelitian ini tidak diteliti komplikasi
kronik yang menjalani hemodialisis tidak boleh lebih dari 1liter/hari agar
penambahan berat badan tidak lebih dari 1kg/hari, dengan perkiraan kebutuhan
cairan pasien karena penambahan berat badan interdialisis >4% akan berbahaya
untuk pasien. Hal ini sejalan dengan National Kidney Foundation (2006) yang
meningkatkan risiko kematian pada pasien dan idealnya dalam sekali hemodialisa
abnormal yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialisa. Komplikasi yang
umum terjadi saat pasien menjalani hemodialisa adalah hipotensi, kram, mual dan
muntah, headache, nyeri dada, nyeri punggung, gatal, demam dan menggigil
(Holley, et al, 2007; Barkan, et al, 2006; Daugirdas, Blake & Ing, 2007).
produktivitas pasien.
mengelola pembatasan asupan cairan dalam penelitian ini didapatkan bahwa yang
banyak dilakukan adalah minum dengan air hangat, minum dengan sedikit
tegukan sampai habis, memperkirakan jumlah cairan yang dapat diminum dalam
sehari, menyesuaikan jumlah cairan berdasarkan urin yang keluar, minum obat
bersamaan dengan saat makan dan menjaga jumlah cairan yang ditentukan. Selain
makanan instan (Lampiran 1). Dari data ini terlihat responden sudah mengetahui
dan memahami beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengontrol asupan
cairan. Hal ini bertolak belakang dengan Tovazzi & Mazzoni, (2012), yang
interdialisis adalah 1,94 kg dan hanya 8,5% dari pasien menunjukkan penambahan
berat badan lebih dari 3 kg. Tindakan self care dalam pembatasan asupan cairan
berat badan interdialisis makin kecil. Hal ini bertolakbelakang dengan hasil
penelitian dimana usia responden paling banyak dalam rentang lansia awal, lansia
akhir dan manula mengalami penambahan berat badan interdialisis yang sangat
tinggi.
laki-laki yang terdiri dari 55% air sedangkan perempuan terdiri dari 47% air
(Gayton, 2006). Pada penelitian Mailani, Setiawan & Siregar (2014) mengatakan
penambahan berat badan interdialisis tinggi. Hal yang sama diungkapkan oleh
Igbokwe dan Obika (2007) yang menyatakan laki-laki kurang dapat mengontrol
rasa haus dan rasa haus laki-laki cenderung lebih tinggi jika dibandingkan oleh
perempuan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dimana jumlah jenis
penyakit ginjal kronis. Disisi lain, kondisi uremik dan pembatasan diit yang
berlebihan (terutama protein) tanpa disertai jumlah energi yang cukup pada masa
secara progresif.
hasil sebanyak 69,2 % pasien beresiko mengalami gizi kurang. Berbeda dengan
hasil penelitian Wulandari (2015), yang menyatakan bahwa status gizi pada
kekurangan gizi disebabkan oleh katabolisme protein, nafsu makan kurang dan
makan sehingga frekuensi makannya tidak teratur. Selain itu kendala yang
nutrisi kurang antara lain: restriksi diet berlebihan, pengosongan lambung lambat,
diare dan komorbid medis lainnya, kejadian sakit dan rawat inap yang berulang,
depresi, dan perubahan sensasi rasa. Kehilangan darah melalui saluran cerna dan
pasien gagal ginjal kronik yang tidak patuh sebanyak 67,7%. Tingkat kepatuhan
dan frekuensi makan yang baik dalam sehari tetapi belum sesuai dengan diet yang
lebih sering protein baik protein hewani maupun protein nabati yang belum
memberikan asupan zat gizi yang cukup sekaligus memelihara sisa fungsi ginjal
mungkin. Pemberian diet yang tepat bagi pasien hemodialisa sangat diperlukan
sebagaimana tujuan dari diet gagal ginjal dengan hemodialisa itu sendiri (Instalasi
Pasien yang memiliki status gizi baik dapat disebabkan karena responden
mengkonsumsi makanan yang mengandung nilai gizi yang tinggi. Jika seseorang
sedang menjalani terapi hemodialisa, diet menjadi bagian yang penting dalam
terganggu, kepekaan terhadap infeksi meningkat dan angka rawat tinggal dan
responden selama 24 jam yang terdiri dari kandungan gizi yaitu kalori, protein,
kalium, natrium, posphor dan kalsium. Asupan kalori (energi) yang adekuat
2000). Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar asupan kalori
kurang lebih 6 butir dalam sehari dan susu nefrisol setiap hari meskipun rasa susu
terpenuhinya kebutuhan dietnya terutama protein. Selain itu dari hasil wawancara
mengenai asupan makan menggunakan form Food recall 24 jam sebagian besar
asupan protein responden berasal dari daging ayam, ikan dan ikan teri. Namun
untuk daging ayam dan ikan tersebut tidak dikonsumsi setiap hari. Asupan protein
yang hampir dikonsumsi setiap hari adalah ikan teri, susu dan putih telur ayam.
Ada responden yang setiap makan harus pakai lauk udang kering untuk
yang tinggi lebih berbahaya dan dapat membuat otot jantung melemah,
hasil food recall dalam penelitian ini asupan kalium lebih hanya sebanyak 3,3%
tetapi hasil laboratorium yang didapat yang mengalami kalium lebih 13,0%
kulit, tulang nyeri dan mata merah. Hasil food recall di peroleh data asupan
posphor lebih dan hasil laboratorium mayoritas asupan posphor responden lebih
terlihat pada lampiran 1. Sesuai dengan apa yang dikeluhkan mayoritas responden
mengalami gatal-gatal pada kulit dan sering merasa nyeri tulang dan suka kram
sehingga merasa nyaman jika diurut. Makanan yang mengandung tinggi posphor
terlihat banyak dikonsumsi responden dalam penelitian ini seperti daging, ayam,
ikan, udang, kentang, telur ayam, telur puyuh, ikan teri, jeroan, susu dan mereka
suka makan ayam dan ikan dalam jumlah yang banyak. Selain itu mayoritas
responden dalam penelitian ini juga mengkonsumsi berbagai olahan kolak dan
bubur karena penelitian dilakukan bertepatan pada bulan ramadhan. Menurut hasil
makanan yang kaya kalium, makan tidak lebih dari 2 potong buah per hari dan mengupas
terutama makan jeroan, susu, sereal dan cokelat, tetapi mereka juga lebih suka makan
pasien yang memiliki status gizi baik, diasumsikan karena asupan kalori dan
proteinnya lebih baik dibandingkan pasien yang memiliki status gizi kurang.
Asupan kalori dan protein yang rendah mempengaruhi massa otot tubuh. Selain
asupan makanan status nutrisi dapat juga dinilai dari hasil pemeriksaan
responden rendah 97,8%, mayoritas kadar posphor dalam darah lebih 72,8% dan
sebagian besar kadar kalsium dalam darah kurang 57,6% terlihat pada lampiran 1.
malnutrisi. Gizi yang tidak memadai dapat diakibatkan dari kurangnya makanan.
Namun yang lebih umum, malnutrisi diakibatkan dari penggunaan nutrien yang
tidak mencukupi oleh karena penyakit akut atau kronik dan perawatannya.
metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Dengan penggunaan hemodialisa
Pasien gagal ginjal kronis harus selalu menjaga pola makan. Mereka tidak
bisa mengonsumsi buah dan sayur sesuka hatinya layaknya orang sehat karena
makanan yang boleh dimakan dan tidak boleh serta alasan tidak boleh seperti
bahwa ada beberapa sayuran dan jenis buah-buahan tidak boleh dimakan terutama
yang banyak mengandung air atau buah-buahan tertentu seperti pisang dan
belimbing. Mereka juga menyebutkan bahwa buah yang boleh dimakan hanya
pepaya dan jumlahnya terbatas hanya sepotong saja. Sayuran seperti timun,
kangkung dan bayam juga harus mereka hindari. Selain itu menu yang harus
dihindari juga antara lain diet rendah cairan, diet rendah kalium, makanan yang
mengandung pengawet, diet rendah natrium tetapi belum terarah ke jenis dan
jumlah yang tepat. Namun tidak sedikit responden yang tidak lagi melakukan
semua hal tersebut bahkan ada responden yang memakan semua jenis makanan
atau buah kesukaannya pada saat jadwalnya akan melakukan dialisis maupun saat
dialisis berlangsung.
harus menjaga Hb agar tetap stabil. Menurut penelitian John (2012), melaporkan
bahwa bagi pasien gagal ginjal kronis yang merasa memiliki energi yang lebih
pendidikan, tingkat pengetahuan dan lama hemodialisa. Pada usia ≥40 tahun akan
terjadi penurunan ±10% jumlah nefron fungsional setiap sepuluh tahunnya setelah
mengalami gagal ginjal kronik dan harus diterapi hemodialisis (Prince, Sylvia A.,
& Lorraine M. Wilson, 2006). Hal ini mendukung hasil penelitian ini, didapatkan
data bahwa usia responden terbanyak adalah lansia. Usia tua juga dapat
penciuman, sehingga hal ini menyebabkan anoreksia dan penurunan asupan gizi
prilaku seseorang dalam melakukan perawatan diri terutama dalam mengatur dan
dialaminya juga semakin tinggi. Hal ini juga didukung oleh pendapat Azwar
maka dia akan cenderung untuk berperilaku positif karena pendidikan yang
Lama hemodialisa responden dengan status gizi baik mayoritas > 3 tahun
dengan rata-rata lama hemodialisa 37,13 bulan. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ana et al (2013) yang mendapatkan hasil rata-rata lama menjalani
hemodialisa adalah 1-24 bulan. Lama menjalani hemodialisa juga akan terjadi
hasil yang akan dieksresikan ke dalam urin sehingga menjadi uremia. Gejala
klinis dari uremia yaitu lemah, anoreksia, mual dan muntah. Kedua hal yang
sehingga asupan makanan pasien akan berkurang serta tubuh akan kehilangan
massa otot dan lemak yang berada di subkutan yang akan mempengaruhi status
gizi pasien.
pada kemampuan untuk beraktifitas fisik secara normal dan juga aktivitas
dalam penelitian ini dengan ketentuan rentang skor 0-100, dimana 0 menunjukkan
kualitas hidup terburuk, dan 100 kualitas hidup terbaik. Penurunan nilai terutama
fisik, fungsi fisik, beban akibat penyakit ginjal, persepsi kesehatan secara umum,
status pekerjaan, kepuasan pasien, tidur dan efek penyakit ginjal. Domain kualitas
hidup yang memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi adalah dukungan dari staff
Hal ini sejalan dengan penelitian Mailani, Setiawan & Siregar (2014)
signifikan pada kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa dengan nilai
rata-rata keseluruhan domain 53,47 dengan standar deviasi (SD) 21,00. Penurunan
nilai terutama pada domain keterbatasan akibat masalah fisik, keterbatasan akibat
masalah emosi, fungsi fisik, beban akibat penyakit ginjal, persepsi kesehatan
secara umum, status pekerjaan, kepuasan pasien, tidur dan efek penyakit ginjal.
Domain kualitas hidup yang memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi adalah
dukungan dari staff dialisis yaitu 97,01 (SD 9,69) dan kualitas interaksi sosial
82,90 (SD 15,25). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atmaja (2010)
terendah (23,65).
seperti lebih tidak teliti dari sebelumnya. Depresi dan kecemasan merupakan
gangguan psikologis yang paling sering dialami oleh pasien yang menjalani
hemodialisa hal ini dikarenakan gejala uremia seperti kelelahan, gangguan tidur,
menurunnya nafsu makan dan gangguan kognitif (Son et al., 2009). Lima puluh
persen dari pasien yang memulai dialisis mengalami depresi dengan gejala seperti
rasa bersalah, putus asa, mudah marah, dan keinginan untuk bunuh diri, selain itu
pasien juga merasa menjadi beban dalam keluarga dan khawatir tentang
depresi. Sejalan dengan penelitian Patel M et al, (2012) menyatakan pasien gagal
ginjal kronik dengan hemodialisa mengalami gejala depresi 45,6% dan 28,6%
domain keterbatasan peran akibat gangguan fisik mempunyai nilai yang terendah
diantara domain yang lain. Ayoub dan Hijjazi (2013) hasil analisis regresi faktor
hemodialisis adalah penyakit kronik yang diderita, dan domain yang mempunyai
nilai yang paling rendah adalah nyeri pada tubuh, fungsi sosial dan peran fisik.
Beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali dirasakan pasien, hal ini
juga dirasakan sebagian besar responden dalam penelitian ini. Beban akibat
penyakit ini antara lain sejauh mana penyakit ginjal pasien dirasakan sangat
penyakit, dan perasaan menjadi beban dalam keluarga. Pada penelitian ini
cenderung sulit mendapatkan tidur yang cukup. Sejalan dengan penelitian Yong et
al. (2009) yang menyatakan gejala gangguan fisik yang sering dikeluhkan pasien
ekstremitas bawah.
diderita dan sering menyusahkan pasien. Pada penelitian ini efek penyakit ginjal
khawatir dan stres terhadap penyakit yang diderita, kehidupan seksual, dan
penampilan (Hays et al., 1997). Fungsi fisik sebagian besar responden juga
aktifitas berat dalam penelitian ini semua aktifitas tersebut responden mayoritas
kesehatan secara umum buruk, aspek ini mencakup pandangan pasien terhadap
kondisi kesehatan sekarang, prediksi di masa yang akan datang, dan daya tahan
terhadap penyakit.
Mayoritas responden pada penelitian ini sudah tidak lagi bekerja. Mayoritas
yang diterima selama menjalani hemodialisa karena baik perawat maupun sesama
pasien sudah merasa seperti saudara dan keluarga. Domain dukungan dari staf
dialisis dan kualitas interaksi sosial dalam penelitian ini mempunyai nilai yang
merupakan praktek keperawatan lanjut, yang dilakukan oleh perawat dialisis yang
terdiri dari perawat praktisi dan perawat spesialis klinik dan memiliki sertifikat
pelatihan dialisis (Headley & Wall, 2000). Kallenbach et al., (2005) menyebutkan
bahwa perawat dialisis selain sebagai care provider/ clinician (pemberi asuhan
sebagai collaborator.
berefek pada peningkatan kualitas hidup pasien hemodialisis (Headley & Wall,
merupakan perawat ahli dan terlatih dan memiliki sertifikat pelatihan dialisis.
Dukungan sosial dalam penelitian ini juga mendapat nilai yang tertinggi.
Medan
pasien dalam keadaan sakit akut dan pasien dengan penyakit ginjal stadium
terminal. Seseorang yang telah divonis menderita penyakit ginjal dan telah
mencapai stage V harus menjalani terapi pengganti ginjal seumur hidup dan salah
satu pilihannya adalah hemodialisa. Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa
mendapatkan pendidikan kesehatan dari perawat dan juga dokter tentang penyakit
2008).
menjalani terapi hemodialisa sejak mereka pertama terdiagnosa gagal ginjal dan
mengatakan bahwa mereka merasa takut dan menolak karena mereka tidak tahu
apa itu hemodialisa, tapi setelah berjalan waktu mereka dapat menerima kondisi
ini karena menurut mereka hanya dengan tindakan hemodialisa ini mereka bisa
bertahan hidup.
Hemodialisa
mengalami cairan lebih. Sedangkan gambaran umum nilai kualitas hidup pasien
dengan kualitas hidup pasien hemodialisa. Hal ini bertolak belakang dengan
penelitian Isroin dkk, (2011) yang menyatakan ada hubungan manajemen cairan
berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang
manajemen cairan yang baik mampu mengontrol pembatasan asupan cairan dan
yang baik. Penambahan berat badan yang berlebihan akan menimbulkan berbagai
masalah dan akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidup pasien yang
psikologis keterbatasan fisik yang dialami oleh pasien akan menyebabkan stress
dan depresi diperparah dengan gangguan body image yang dialami pasien dan
juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial pasien (Abuelo, 1998; Welch et al.,
2006).
mengurangi komplikasi akibat ginjal kronik berat badan interdialisis pasien tidak
boleh lebih dari 3,5-4% berat badan kering sedangkan hasil penelitian ini
dan diantaranya terdapat 40 orang yang mengalami penambahan berat badan ≥5%
dari berat badan kering. Semua responden menjalani terapi hemodialisa 2 kali
seminggu antara 4-5 jam pertindakan yang berarti tubuh harus menanggung
Gomez menyatakan bahwa penambahan berat badan interdialisis yang tinggi erat
darah pre-dialisis (Gomez, 2005). Penambahan nilai berat badan interdialisis yang
diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan
overload cairan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD) adalah
hipertensi, edema perifer dan ascites. Bahkan sumber data dari US Renal Data
dua waktu hemodialisa yang lebih besar 4,8% dari berat badan kering (Foley,
Herzog, & Collins, 2002). Suharto (2004) menyatakan bahwa penambahan berat
badan karena cairan (overfluid) menjadi salah satu prognosis gagal ginjal yang
kelebihan kenaikan berat badan interdialisis > 2,5 Kg telah mengalami komplikasi
gagal jantung yaitu 26 responden (55,3 %). Hal ini sesuai dengan Riaz (2012)
darah. Selain itu juga dalam Framingham Study, hipertensi juga dijumpai sebagai
perkembangan awal gagal jantung pada 91% kasus gagal jantung (Cowie, 2008).
sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi
dan terlihat ada beberapa responden yang mengalami edema pada seluruh tubuh,
diteliti.
penambahan berat badan interdialisis dan target berat badan kering penderita.
saat hemodialisa sekitar 2 liter (Nissenson and Fine, 2008). Guideline K/DOQI
melebihi dari 4,8% BB kering (K/DOQI, 2006). Umumnya kenaikan berat badan
ini dilakukan ultrafiltrasi lebih dari 2 L. Pada saat hemodialisa dengan excessive
Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa
sangat dipengaruhi oleh banyaknya masalah yang terjadi sebagai dampak dari
terapi hemodialisa dan juga mempengaruhi gaya hidup pasien. Dampak dari
peningkatan berat badan karena tertimbunnya cairan di dalam tubuh antara lain
terganggung hingga timbul stress, atau bahkan bisa muncul depresi. Everett &
mengalami depesi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hulya, (2005)
bahwa pada pasien dengan depresi atau gangguan psikologis, berat badan
kronik yang menjalani hemodialisa yaitu faktor sosial demografi yang terdiri dari
(Paraskevi, 2011; Kizilcik et al., 2012; Sathvik, 2008; Veerapan et al., 2012; Tel &
Tel, 2011). Pada penelitian ini sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki
menikah dan mayoritas sudah tidak lagi bekerja. Menurut Pakpour et al. (2010),
yang baik karena juga akan mempengaruhi status ekonomi. Faktor lain yang juga
depresi mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien yang
kualitas hidup yang lebih baik (Rambod & Rafii, 2010; Tel & Tel, 2011; Thomas
hidup pasien yang menjalani hemodialisa (Cleary & Drennan, 2005), tetapi pada
penelitian ini tidak diketahui nilainya, pasien yang memiliki adekuasi hemodialisa
yang baik akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik juga.
dengan kualitas hidup pasien hemodialisa dengan makna semakin baik status
kurang terlihat dari jumlah konsumsi zat gizi dari makanan responden seperti
kalori kurang sebanyak 50%, protein lebih sebanyak 48,9%, kalium kurang
sebanyak 67,4%, posphor lebih 19,6%, kalsium kurang sebanyak 98,9 % dan hasil
rendah sebanyak 97,8%, kalsium kurang sebanyak 57,6%, posphor lebih sebanyak
produksi eritropoetin diginjal akibat kadar ureum yang tinggi yang menyebabkan
timbulnya gejala anemia seperti hipoksia, fatigue dan gangguan aktifitas sehingga
mengakibatkan penurunan produktifitas dan kualitas hidup pasien tersebut. Hal ini
terbukti dengan hasil penelitian bahwa mayoritas responden sudah tidak bekerja
lagi. Selain itu rendahnya kadar Hb responden dapat juga dipengaruhi asupan
pasien hemodialisa lebih dipengaruhi oleh kadar ureum, Hb, kapasitas fisik dan
kualitas hidup yang optimal, terutama jika pasien tidak patuh terhadap diet,
Depresi dan nafsu makan kurang merupakan hal yang umum dialami
pasien hemodialisa (Bossola et al., 2012). Nafsu makan kurang merupakan salah
satu gejala dari depresi. Tingginya prevalensi depresi memang berkaitan dengan
dan untuk bertahan hidup pasien harus bergantung pada mesin dialyser sampai
dengan sisa hidupnya. Kondisi fisik yang melemah, biaya transfortasi hemodialisa
yang harus ada saat jadwal hemodialisa, pengaturan diet yang membuat pasien
tidak nyaman dalam hal makan dan minum dan faktor lainnya juga pada akhirnya
sedemikian kompleks. Pengaturan diet tersebut sangat sukar untuk dipatuhi oleh
pasien sehingga memberikan dampak terhadap status gizi dan peningkatan berat
Hal penting bagi penderita agar dapat menjaganya, salah satunya yaitu dengan
mengatur pola diet yang tetap dan tetap memiliki rasa yang enak (Rasyida, 2011).
dilakukan oleh Afshar et al., (2011) yaitu status gizi kurang dapat menyebabkan
penderita mengalami gejala seperti lelah dan malaise, sakit kepala, kehilangan
berat badan, kelemahan otot, infeksi berulang, penyembuhan luka yang lambat,
serta gangguan tulang, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
hidup pada pasien hemodialisa. Hal ini sesuai dengan penelitian Edi dan Cintari
(2006) menjelaskan bahwa status gizi (LLA) memberikan efek modifikasi pada
hubungan dengan kualitas hidup. Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik
melalui terapi hemodialisa diperlukan pengaturan diet untuk mencapai status gizi
yang baik. Pasien yang menjalani hemodialisa harus mendapat asupan makanan
Hemodialisa
artinya semakin lama menjalani hemodialisa semakin baik nilai kualitas hidup
responden. Penelitian ini tidak mendukung data survey dari Canada yang
Pada penelitian ini dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Kusman (2005) yang
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian utami dkk (2014) yang menyatakan bahwa
Menurut (Mast, 1995 dalam Kinghorm & Gamlin, 2004), kualitas hidup
itu merupakan suatu yang abstrak yang tidak terikat oleh waktu dan tempat,
bersifat situasional dan meliputi berbagai konsep yang saling tumpang tindih.
responden yang baru menjalani hemodialisa, maka seseorang akan lebih adaptif
dengan tindakan dialisis. Pasien yang sudah lama menjalani terapi hemodialisa
dan bacakan oleh peneliti dan asisten penelitian untuk mempermudah responden
Disease Quality of Life 1,3 terdiri dari 80 item pertanyaan dan dengan pilihan
mengisinya. Idealnya kuisioner diisi disaat waktu santai responden seperti saat
unit hemodialisa. Kuisioner Kidney Disease Quality of Life 1,3 tidak menilai
spiritual. Selain itu kuisioner ini juga tidak menilai status gizi/ nutrisi pasien
gambaran umum status nutrisi responden dilakukan pengisian lembar food recall
24 jam, dimana responden akan mengingat kembali makanan dan minuman yang
dan minuman yang dikonsumsi 24 jam terakhir terkait usia dan akibat dampak
penyakit serta pengobatan yang dijalaninya. Selain itu mayoritas responden dalam
penyediaan makanan dan minumannya dilakukan oleh istri, suami, anak atau
anggota keluarga yang lain sehingga kadang tidak mengetahui berapa ukuran
pastinya yang dia konsumsi. Untuk mendapatkan gambaran umum status nutrisi
responden dibutuhkan data yang benar terkait tentang jenis makanan yang nyata
dan ukuran rumah tangga yang valid sehingga didapatkan data yang tepat dan
sesuai dengan adanya. Perekaman makanan yang dilakukan pada penelitian ini
hanya 2 kali dan tidak terlihat perbedaan yang signifikan, sebaiknya dilakukan
BAB 6
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan ringkasan hasil penelitian dan saran merupakan tindak lanjut dari
penelitian.
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pasien gagal ginjal kronik yang
Selain itu akibat tindakan hemodialisa dalam jangka waktu yang lama dan proses
6.2 Saran
dengan lama waktu hemodialisa 4-5 jam atau dilakukan tindakan sequential
113
Universitas Sumatera Utara
114
2. Untuk mengatasi status nutrisi responden yang kurang, perlu dilakukan edukasi
atau konseling tentang jenis makanan, ukuran makanan dan zat gizi yang
gizi dalam makanan sehingga dapat melakukan pembatasan zat gizi pada
responden yang menjalani hemodialisa. Alat bantu konseling gizi dapat berupa
media cetak seperti : leaflet, booklet, poster dan buku saku diet.
4. Untuk keluarga agar melakukan pemantauan ketat asupan cairan dan nutrisi
dan nutrisi sesuai anjuran dari dokter atau perawat dialisis baik saat ada
keberhasilan edukasi tentang cairan dan nutrisi yang sudah diberikan pada
dalam bekerja atau aktivitas sehari hari responden dengan cara menghadirkan
nutrisi dan pemberian buku saku diet pada pasien hemodialisa dan
DAFTAR PUSAKA
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing Theorist and Their work. Edisi
6. St. Louis, Missouri: Mosby Inc.
Aness Muhammad et. Al., (2011), Dialysis related factors affecting quality of life
in patients on hemadialysis.
Argiles, J.M, J.G. Bladon, dan T. Monllau. 2009. “Fair Value versus Historic Cost
Valuation for Biological Assets: Implications for The Quality of
Financial Information.
Arnold, T.L. (2008). Predicting fluid adherence in hemodialysis patient via the
illness perception questionnaire–revised. dari
http://www.etd.gsu.edu/theses/available/etd11122007.020016/unrestri
cted/arnold_tava_l_2008_phd.pdf.
Arova Nurmala Faulya. (2014). gambaran self care management pasien gagal
ginjal kronis dengan hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan tahun
2013.
Asri P., Marthan, Mariyono SW, Purwanta. (2006). Hubungan Dukungan Sosial
dengan Tingkat Depresi Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisis.
J1K Volume 01/No. 02/Mei/2006 hal 82-86.
116
Universitas Sumatera Utara
117
Ayoub, A. M., & Hijjazi1, K., H. (2013). Quality of life in dialysis patients from
the United Arab Emirates. Journal of Family and Community
Medicine, 20(2), 106-112. doi:10.4103/2230-8229.114772.
Bag. E., & Mollaoglu. M.(2010). The evaluation of Self-Care and Self-Effiacy
in Patients Undergoing Hemodialysis. Journal of Evaluation in
Clinical Practice, 16 (3), 605-610.
Basaleem HO., Alwan SM., Shmed AA., Al-Sakkaf KA. (2004). Assessment of
the nutritional status of end-stage renal disease patients on
maintenance hemodialysis. Saudi Journal of Kidney Diseases and
Transplantation ; 15(4):455-462.
Bele, S., Bodhare, T., Mudgalkar, N., Saraf, A., & Valsangkar, S. (2012). Health
related quality of life and existential concern among patients with end
stage renal disease. Indian Journal of Palliative Care, 18(2), 103-108.
doi:10.4103/0973-1075.100824.
Black, Joyce M., & Jane Hokanson Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing
Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition. China :
Elsevier Inc.
Chang, S. O., Lee, S. J., Kim. J. S., & Kim, S. S. (2003). Coping of Patient
Undergoing Hemodialysis. Asean Journal of Nursing Studies. 6, 40-
50.
Cleary, J., & Drennan, J. (2005). Quality of life of patients on haemodialysis for
end-stage renal disease. Journal of Advanced Nursing, 51(6), 577–
586.
Corrigan M. Rebecca. (2011). The experience of the older adult with end stage
renal disease on hemodialysis.
Crisp, J., & Taylor, C. (2001). Potter and Perry’s Fundamental of Nursing.
Australia : Mosby A Hourtcourt Health Science Company.
Cristos minos at. Al., (2012). Factors Affecting Quality of Life in end stage renal
disease patients on hemodialysis.
Cristovao jesus de amaral filipe antonio, (2015), Fluid and dietary restriction’s
efficacy on chronic kidney disease patients in hemodialysis.
Curtin, R. B., Mapes, D. L., & Hawkins, C. T. (2001). Health Care management
Strategic of long term dialysis survivors. Nephrology Nursing Journal,
28, 385-394.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis 4th edition.
Philadelphia: Lippincott.
Diaz, F. M., Ferrer, A. R., & Cascales, R. F. (2006). Sexual Functional and
Quality of Life male patient on hemodialysis, Nefrologia Journal, 26,
453-458.
Edi N. & Lely C. (2006). Determinan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Skripsi.
Feroze, U., Martin, D., Reina, A,. Zadeh, K,. (2010). Mental Health, Depression
and Anxiety Patient on Maintenance Dialysis, Iranian Journal of
Kidney Desease, 4 (3).
Finkelstein, F., West, W., Gobin, J., Finskelstein, S., H., & Wuerth, D. (2007).
Spirituality, quality of life and the dialysis Patient. Nephrol Dial
Transplant, 22, 2432-2434. doi: 10.1093/ndt/gfm215.
Galland, R., Traeger, J., Arkouche, W., Cleaud, C., Delawari, E., Fouque, D.
(2001). Short Daily Hemodialysis Rapidly Improves Nutritional Status
in Hemodialysis Patients. Kidney International Vol. 60. pp: 1555-
1560.
Guyton, A.C. and Hall, J.E. 2006. Textbook of medical physiology 11th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Harahap, Minta Ito Melinda, Sori Muda Sarumpaet & Mula Tarigan (2015),.
Hubungan Stress, Depresi dan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan
Pembatasan Asupan Nutrisi dan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik.
Hartriyanti, Y., & Triyanti. (2007). Penilaian Status Gizi. In : Syafiq, A. et all,
eds. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Harwood, L., Wilson, & Cusolito, H. L., Sontrop, J. (2009). Stressors and Coping
in Individuals with Chronic Kidney Disease. Nephrology Nursing
Journal, 36, 265-279.
Hays R.D., Kallich J.D., Mapes D.L., Coons S.J., Amin N., Carter W.B., &
Kamberg C. (1997). Kidney disease quality of life short form (KDQOL-
SFtm), version 1.3: A manual for use and scoring. Santa Monica, CA:
RAND Health.
Headley, C.M., & Wall, B. (2000). Advanced practice nurses: Role in the
hemodialysis unit. Nephrology Nursing Journal, 27, 177-187.
Ignatavicius, D.G., & Workman, M.L. (2009). Medical surgical nursing: patient-
centered collaborative care. United States America: Sounders Elsevier.
Incekara, F., Kutluhan, S., Demir, M., & Sezer, T. (2008). Dialysis headache:
case report diambil tanggal 28 November 2015 dari
http://edergi.sdu.edu.tr/index.php/sdutfd/article/viewFile/1255/1374.
Instalasi Gizi RSCM & Asosiasi Dietisien Indonesia, (2008). Penuntun Diet edisi
Baru. Sunita Almatsier (ed). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Isroin L, Yuni P.I, Istanti Y.P., & Sri Kadarsih Soejono (2011). Manajemen
Cairan pada Pasien Hemodylisis Meningkatkan Kualitas Hidup di
Rumah Sakit DR. Harjono Ponorogo.
John Ansy et. All, (2012), The relationship between self efficacy and fluid and
dietary compliance in hemodialysis patients.
Kallenbach, J.Z., Gutch, C.F., Martha, S.H., & Corca, A.L. (2005). Review of
hemodialysis for nurses anf dialysis personal 7th edition. St Louis:
Elsevier Mosby.
Kim, Y., Evangelista l.S., Phillips, L.R.., Pavlish, C., & Kopple, J.D. (2010). The
End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire (ESRD-AQ):
Testing the psychometric properties in patients receiving in-center
hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, 37 (4), 377-393.
Kring L. Doria., & Patricia B. Crame. (2009). Factors affecting Quality of Life in
persons on hemodiaysis.
Kozier, et. al., (1995). Fundamentals of Nursing : Concepts process and practice.
Fourth edition, Addison Wesley, California.
Kugler, C., Vlaminck, H., Haverich, A., & Maes, Bart. (2005). Nonadherence
With Diet and Fluid Restrictions Among Adults Having Hemodialysis.
Journal of Nursing Scholarship, 37:1. 24-29.
Kusman, I. (2005). Kualitas Hidup pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisis. Januari 2, 2010. http://www.mkb-
online.org/index.php?option.com.
Kusuma, R.J., (2009). Management Diet Untuk Pasien Dengan Gagal Ginjal.
Scribd. Available from: http://www.scribd.com/doc/13066913/
ManagementDiet-Untuk-Pasien-Dengan-Gagal-Ginjal.
Landreneau, K., Lee, K.. Landreneau. M.D. (2010). Quality of life in patients
undergoing hemodialisis and renal transplantation. Nephrology Nursing
Journal. 37. 37 45.
Lewis, A.L., Stabler, K.A., & Welch, J.L. (2010). Perceived informational needs,
problems, or concerns among patients with Stage 4 chronic kidney
disease. Nephrology Nursing Journal, 37(2), 143-149.
Lewis, Sharon L et al. (2011). Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby.
Locatelli, F., Fouque D., Heimburger O., Drueke, T. B. (2002). Nutritional Status
in Dialysis Patients: a European Consensus. Nephrology Dialysis
Transplantation Vol. 17. pp: 563-572.
Maasoumeh Rambod & Forough Rafii, (2010). Perceived Social Support and
Quality of Life in Iranian Hemodialysis Patients. Journal of Nursing
Scholarship.42:3, 242–249. _c 2010 Sigma Theta Tau International.
Mc Cann, K & Boore, J. R. P (2000). Fatique in Person with Renal Failure who
require maintenance hemodialysis. Journal of Advan.
McIntyre Natasha RGN, MSc., Diane Green RD, BSc (Hons)., & Dr Christopher
McIntyre. Salt & Fluid Management programme. Information for
health care professionals & Patients.
Muhammad, As’adi. (2012). Serba Serbi Gagal Ginjal : Tangani Sedini Mungkin
Gangguan Ginjalmu Bersama Buku ini. Jogjakarta : Diva Press.
Pakpour, A., H., Saffari, M., Yekaninnejad, M., S., Panahi, D., Harrison, A., P., et
al. (2010). Health related quality of life in a sample of iranian patients
on hemodialysis. International Journal Kidney Disease, 4, 50-59.
Pergola, P.E., Habiba, N.M., & Johnson, J.M. (2004). Body temperature
regulation during hemodialysis in long term patients: Is it time to
change dialysate temperature prescription. Diambil tanggal 4 Januari
2014 dari http://cast.inist.fr/?amodele=afficheN&cpsidt=1591
Polit, F., D., & Beck, C., T. (2012). Nursing research generating and assessing
evidence for nursing practice. Philadelpia: Lippicott William &
Wilkins.
Potter, P. A., & Perry, A. G (2006), Buku ajar fundamental keperawatan, konsep,
proses & praktik. Volume 2 edisi 4 (Komalasari, R, Evriyani, D,
Noviestari, E. dkk, Penerjemah), Jakarta : EGC.
Prince, Sylvia A., & Lorraine M. Wilson. (2006). Patofisiologi : Konsep klinis
proses-proses penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : EGC.
Rayner, Hugh C & Enyu Imai (2010). Approach to Renal Replacement Therapy.
Jurgen Floege et al (eds). Dalam : Comprehensive Clinical Nephrology
4th Edition. Missouri : Elsevier Inc.
Reid, C.(2011). Self management of haemodialysis for End Stage Renal Disease:
a systematic review. JBI Library of Systematic Reviews. Vol 9. No
(3):69-103.
Riyanto Welas. (2011). Hubungan antara penambahan berat badan diantara dua
waktu hemodialisis (interdialysis weight gain=IDWG) terhadap kualitas
hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis
di unit hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta.
Sande, F.M., Kooman, J.P., Kuijk, W.H.M., & Leunissen, K.M.L. (2001).
Management of hypotension in dialysis patients: Role of dialysate
temperature control. Saudi Journal of Kidney Disease and
Transplantation, 12, 382 – 386.
Sherwood, Lauralle. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta
: EGC.
Situmorang Eva Yanti. (2010). Gambaran Pola Makan Pasien Gagal Ginjal Kronis
Yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan
di RSUD DR. Pirngadi Medan 2009.
Small F. Louis. (2010). Quality of life experince from the perspektive of patients
receiving hemodialysis for chronic renal failure.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Textbook of
Medical suirgical nursing 12 ed. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins.
Son, Y., J., Choi, K., Y., Park, Y., R., & Bae, J., L., (2009). Depression,
symptoms and the quality of life patients on hemodialysis for end stage
renal disease. American Journal Nephrology, 29, 36-42. doi:
10.1159/000150599.
Stefanovic, V., & Avramovic, M., (2012). Health related quality of ife in different
stage of renal failure. Artificial Organs, 36(7), 581-589. doi:
10.1111/J.1525-1594.2011.01429.x.
Steigelman, K. L., Kimble, P, L., Dunbar, S., Sowell, L. R., & Bairan A. (2006).
Religion, relationship and menthal health in midlifewomen following
acute myocardial infarction. Issue in Mental Health Nursing, 27, 141-
152.
Sudoyo, A. W., Sutiyahadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Suharyanto T., & Madjid A. (2009). Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan, Jakarta, Trans Info Media.
Supariasa I Dewa Nyoman MPS., Bachyar Bakri, SKM, Mkes., & Ibnu Fajar,
SKM. (2002). Penilaian status gizi. Jakarta : EGC.
Tapiawala S., Vora H., Patel Z., Badve S., Shah B. (2006). Subjective global
assessment of nutritional status of patients with chronic renal
insufficiency and end stage renal disease on dialysis. Journal of the
Association of The Physician of India ;54:923-926.
Taylor Susan G., & Renpenning K. (2011). Self Care Science, Nursing Theory,
and Evidence Based Practice. Springer Publishing Company. New
York.
Ulya, I & Suryanto. (2005). Perbedaan Kadar Hb pra dan post Hemodialisa pada
penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Mutiara Medika, vol. 7, no I : 29-33, April 2007. http://Jurnal. Umy.
Ac,id/index.php.
USRDS Annual Data Report, Atlas of End Stage Renal Disease in United Stated
Volume 2 tahun 2012.
Utami OC, Zulfachmi dan Hema Dewi A, (2014). Hubungan Lama Menjalani
Hemodialisis dengan Kualitas Hidup pada Psien Gagal Ginjal Kronik di
RSUD Tugurejo Semarang.
Yong, DSP., Kwok, AOL., & Wong, DML. (2009). Symptom burden and quality
of life in end stage renal disease: a study of 179 patients on dialysis and
palliative care. Palliative medicine Journal, 23, 111-119. doi:
10.1177/0269216308101099.
Yong, DSP., Kwok, AOL., & Wong, DML., (2009). Symptom burden and quality
of life in end stage renal disease: a study of 179 patients on dialysis and
palliative care. Palliative medicine Journal, 23, 111-119. doi:
10.1177/0269216308101099.
Welch Janet. L., & Joyce Davis. (2000). Self Care Strategies to Reduce Fluid
Intake and Control Thirst in Hemodialysis Patients. Nephrology
Nursing Journal; Aug 2000; 27, 4; Proquest pg. 393.
Welch, J., L., Perkins, S., M., Johnson, C., S., & Kraus. (2006). Patterns of
intrerdialytic weight gain during the first year of hemodialysis.
Nephrology Nursing Jurnal, 33 (5), 493-498.
Wulandari Mareta Fitria, (2015). Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup
pada Pasien Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Unit II
Yogyakarta.
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN
Judul Penelitian :
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar
manfaatnya bagi peningkatan pengetahuan saya, keluarga saya dan perawat agar
dapat meningkatkan kualitas hidup saya.
Medan, ………………………2016
Responden,
____________________________
Tanda tangan
Petunjuk Pengisian :
Peneliti akan membantu membacakan pertanyaan dalam kuesioner ini dan
peneliti akan memberikan tanda (√ ) pada pilihan yang dipilih oleh responden.
Kriteria :
1 = 0-1/minggu (tidak pernah)
2 = 2-4 kali/minggu (kadang-kadang)
3 = 5-7 kali/minggu (selalu)
Tidak Kadang-
NO PERTANYAAN Selalu
pernah kadang
1 Apakah anda menghindari paparan sinar matahari
untuk mengontrol asupan cairan?
2 Apakah anda menghindari makan makanan pedas?
3 Apakah anda menghindari makan buah yang banyak
mengandung air?
4 Apakah anda menghindari makan permen?
5 Apakah anda menjaga jumlah cairan yang ditentukan?
6 Apakah anda menghindari minum alkohol?
7 Apakah anda menghindari makan dengan kuah?
8 Apakah anda mengontrol Kadar Gula Darah?
9 Apakah anda minum dengan sedikit tegukan sampai
habis?
10 Apakah anda sekali minum setengah gelas kecil (220
ml/gelas aqua cup)?
11 Apakah anda menghindari minum yang dingin?
12 Apakah anda hanya minum pada saat makan?
13 Apakah anda membagi-bagi cairan yang ditentukan
dalam sehari?
14 Apakah anda menggunakan gelas ukur sewaktu
minum?
15 Apakah anda berkumur dengan air tanpa menelannya?
16 Apakah anda minum dengan botol sesuai dengan
takaran?
17 Apakah anda minum obat bersamaan dengan saat
makan?
18 Apakah anda menimbang berat badan setiap hari?
19 Apakah anda mengalihkan untuk minum dengan
kegiatan lain?
20 Apakah anda memperkirakan jumlah cairan yang
dapat diminum dalam sehari?
21 Apakah anda menghisap permen yang keras?
22 Apakah anda menghindari memakan/menghisap
potongan buah untuk mengurangi rasa haus?
23 Apakah anda mengontrol jumlah cairan berdasarkan
Kode Responden
URT (Ukuran
Waktu makan Jenis makanan Berat (gram)
Rumah Tangga)
Makan pagi 1.
2.
3.
4.
5.
Selingan pagi 1.
2.
Makan siang 1.
2.
3.
4.
5.
Selingan sore 1.
2.
Makan sore/ malam 1.
2.
3.
4.
2. Dibandingkan tahun lalu, bagaimana anda menilai kesehatan anda saat ini?
Lebih baik Sedikit lebih baik Sama dengan Sedikit lebih Lebih buruk
dibanding tahun dari tahun tahun yang buruk dari dari tahun
yang lalu yang lalu lalu tahun lalu lalu
1 2 3 4 5
3. Beberapa hal berikut ini merupakan aktifitas yang mungkin anda lakukan
dalam waktu – waktu tertentu. Apakah kesehatan anda sekarang membatasi
anda beraktifitas sebagai berikut? Jika iya, seberapa berat kah itu? (berilah
tanda X pada masing-masing kotak pada pertanyaan berikut ini).
Ya, sangat Ya, sedikit Tidak, sama
membatasi membatasi sekali tidak
membatasi
a. Kegiatan yang menguras tenaga, seperti
berlari, mengangkat benda-benda berat, 1 2 3
mengikuti olah raga berat
b. Aktifitas sedang, seperti memindahkan
meja, mendorong mesin penyedot debu, 1 2 3
bermain bowling atau golf
c. Mengangkat atau membawa barang-
1 2 3
barang belanjaan
d. Menaiki beberapa anak tangga 1 2 3
e. Menaiki satu anak tangga 1 2 3
f. Membungkuk, berlutut, atau merunduk 1 2 3
g. Berjalan lebih dari 1 kilometer 1 2 3
h. Berjalan beberapa blok (200-300 meter) 1 2 3
i. Berjalan satu blok (50-100 meter) 1 2 3
j. Mandi atau berpakaian sendiri 1 2 3
9. Pertanyaan berikut ini tentang perasaan dan apa yang anda alami selama 4
minggu terakhir. Untuk setiap pertanyaan, silahkan berikan satu jawaban yang
paling mendekati dengan apa yang anda rasakan. Selama 4 minggu, seberapa
sering anda………
10. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering kesehatan fisik atau masalah
emosi mengganggu anda dalam bersosialisasi (seperti berkunjung dengan
teman atau keluarga)?
Setiap Hampir Sering kadang- Jarang Tidak
Saat setiap saat kadang pernah
1 2 3 4 5 6
11. Silahkan pilih jawaban terbaik yang menggambarkan seberapa benar dan
salah masing - masing pernyataan berikut ini menurut anda.
Sangat Hampir Tidak Hampir Sangat
benar benar tahu salah salah
a. Saya lebih mudah sakit
dibandingkan dengan orang 1 2 3 4 5
lain
b. Saya merasa sama sehatnya
dengan orang- orang yang saya 1 2 3 4 5
kenal
c. Saya pikir kesehatan saya
1 2 3 4 5
semakin memburuk
d. Kesehatan saya sangat baik 1 2 3 4 5
11. Pertanyaan berikut ini mengenai perasaan dan hal apa saja yang anda rasakan dan
yang terjadi selama 4 minggu terakhir. Untuk masing-masing pertanyaan, silahkan
berikan satu jawaban yang sangat mendekati dengan apa yang anda rasakan.
Seberapa seringkah dalam 4 minggu terakhir …….
Tidak Hampir
Kadang- Setiap
sama Jarang Sedikit setiap
kadang saat
sekali saat
a. Anda mengucilkan diri
1 2 3 4 5 6
dari orang sekitar anda?
b. Anda lambat dalam
menanggapi apa yang
1 2 3 4 5 6
orang lain katakan dan
lakukan?
c. Anda merasa mudah
tersinggung ketika
1 2 3 4 5 6
menghadapi orang
disekitar anda?
d. Anda sulit untuk
berkonsentrasi atau 1 2 3 4 5 6
berpikir?
e. Anda berhubungan
baik/ rukun dengan 1 2 3 4 5 6
orang lain?
f. anda gampang 1 2 3 4 5 6
bingung?
12. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda merasa terganggu oleh hal-hal
berikut?
Tidak Kadang Lumayan Cukup Sangat
terganggu terganggu terganggu terganggu mengganggu
sama sekali
a. Nyeri otot 1` 2 3 4 5
b. Nyeri dada 1` 2 3 4 5
c. Kram 1` 2 3 4 5
d. Gatal pada kulit 1` 2 3 4 5
e. Kulit kering 1` 2 3 4 5
f. Sesak nafas 1` 2 3 4 5
g. Pusing 1` 2 3 4 5
h. Kurang selera
1` 2 3 4 5
makan
i. Kelelahan 1` 2 3 4 5
j. Mati rasa pada
1` 2 3 4 5
kaki dan tangan
k. Mual 1` 2 3 4 5
l. (hanya untuk
pasien
hemodialisis)
bermasalah
dengan akses
yang
digunakan..... 1` 2 3 4 5
m. (hanya untuk
pasien peritoneal
dialisis)
bermasalah
dengan kateter
yang digunakan...
Dampak Penyakit Ginjal bagi Kehidupan Anda.
13. Sebagian orang terganggu oleh dampak gagal ginjal terhadap kehidupan sehari-hari,
sementara yang lainnya tidak terganggu. Seberapa besar penyakit ginjal mengganggu anda
dalam hal-hal berikut....
Tidak Kadang Lumayan Cukup Sangat
terganggu terganggu terganggu terganggu mengganggu
sama sekali
a. Pembatasan cairan?... 1 2 3 4 5
b. Pembatasan diet?... 1 2 3 4 5
c. Kemampuan anda
dalam mengerjakan
1 2 3 4 5
pekerjaan disekitar
rumah?...
d. Kemampuan anda 1 2 3 4 5
dalamberpergian?...
e. Ketergantungan pada 1 2 3 4 5
dokter atau staff medis
lainnya?...
f. Stress dan kekhawatiran 1 2 3 4 5
disebabkan oleh
penyakit ginjal?....
g. Kehidupan seks anda?... 1 2 3 4 5
h. Penampilan anda?.... 1 2 3 4 5
a. Menikmati hubungan
intim anda? 1 2 3 4 5
b. Menjadi bergairah
Secara seksual ? 1 2 3 4 5
15. Untuk pertanyaan berikut, silahkan nilai skala kualitas tidur anda mulai dari 0 jika
sangat buruk sampai dengan 10 jika sangat baik.
Jika menurut anda kualitas tidur anda diantara sangat buruk dan sangat baik
silahkan beri tanda dibawah kotak bertanda nomor 5. Jika menurut anda kualitas
tidur anda lebih baik satu tingkat dari nomor 5, tandai dibawah kotak nomor 6.
Jika menurut anda kualitas tidur anda satu tingkat lebih buruk dari nomor 5, beri
tanda dibawah kotak nomor 4 (dan seterusnya).
Dari skala 0 sampai 10, bagaimanakah anda menilai kualitas tidur anda secara
keseluruhan ? Tandai dengan tanda X disalah satu angka.
Sangat sangat
Buruk baik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
16. Seberapa seringkah anda mengalami hal-hal berikut selama 4 minggu terakhir?
Tidak sama Jarang Kadang- Sedikit Hampir Setiap
sekali kadang setiap saat saat
a. Terbangun ditengah
malam dan sulit untuk 1 2 3 4 5 6
tertidur lagi?
b. Mendapatkan tidur
1 2 3 4 5 6
yang cukup?
c. Sulit untuk tetap
1 2 3 4 5 6
terjaga di siang hari?
17. Mengenai keluarga dan teman anda, seberapa puaskah anda dengan....
21. Apakah masalah kesehatan anda membuat anda tetap bisa bekerja untuk
mendapatkan gaji/ bayaran?
Ya Tidak
1 2
LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT
1. Suriati, S.Kep, Ns
Wakil Kepala Instalasi Hemodialisa Rumah Sakit Umum Propinsi Haji Adam
Malik Medan.
3. Habibah, AMK
Kepala Ruangan Hemodialisa Klinik Spesialis Hipertensi dan Ginjal Rasyida
Medan.
LAMPIRAN 3
IZIN PENELITIAN