TESIS
Oleh
LISBET GURNING
157046040/ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
THESIS
By:
LISBET GURNING
157046040/ MEDICAL SURGICAL NURSING
TESIS
Oleh
LISBET GURNING
157046040/ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
memperoleh gelar Magister Keperawatan pada Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
tulis sendiri.
ABSTRAK
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
Sumatera Utara.
3. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi
4. Jenny Marlindawani Purba, S.Kp., MNS., Ph.D dan Cholina Trisa Siregar,
ini.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Dr. dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi, Sp.GK dan YesiAriani, S.Kep., Ns.,
7. Orang tua, kakak dan adik-adik tercinta yang setia mendukung penulis untuk
Ruth, Jonathan Barmen dan Jordan Goklas yang selalu menjadi penyemangat
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan
jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada
Penulis,
Lisbet Gurning
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Email : lisbet_gurning@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
Riwayat Pekerjaan
Asst. Dir. Adm & Serv. Akademi keperawatan Glenagles Medan 2003-2005
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kegiatan Akademik Selama Studi :
20 September 2016.
2017.
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
RIWAYAT HIDUP v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Permasalahan 7
Tujuan Penelitian 7
Hipotesis 8
Manfaat Penelitian 9
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hubungan Kenaikan Berat Badan Interdialisis (IDWG)
Dengan Rasa Haus 61
Hasil Konseling dan Kunjungan Rumah 62
BAB 5 PEMBAHASAN 64
Rasa Haus Sebelum dan SesudahManajemen Asupan
Makanan: Diet Rendah Garam 64
Kenaikan Berat Badan Interdialysis (IDWG) 71
Perbedaan Rasa Haus Sebelum dan Sesudah Manajemen
Asupan Makanan: Diet Rendah Garam 73
Pengaruh Manajemen Asupan Makanan: Diet Rendah
Garam Terhadap Rasa Haus 74
Hubungan Kenaikan Berat Badan Interdialisis Terhadap
Rasa Haus 75
Keterbatasan Penelitian 76
Implikasi Hasil Penelitian Bagi Keperawatan 77
DAFTAR PUSTAKA 81
LAMPIRAN
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
diseluruh dunia dan jumlahnya meningkat setiap tahun (Cleemput & De-Laet,
2013; Ebrahimi et al., 2016; Yusop et al., 2013). Hemodialisis dilakukan karena
adanya kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible, sehingga ginjal tidak
dapat secara adekuat untuk menyaring toksin dan produk sampah dari darah dan
dan diperkirakan akan meningkat menjadi 632.000 pada tahun 2025 (Wetmore &
Collins, 2016), sedangkan berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR,
berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP H. Adam Malik Medan terdapat 166
orang pasien yang menjalani hemodialisis rutin pada tahun 2009 dan meningkat
kualitas hidup pasien gagal ginjal. Sacrias et al. (2015) mengatakan bahwa 69-
dan hanya 8-10% saja yang melanjutkan hemodialisis dengan 60% diantaranya
melakukan terapi dengan tidak teratur dengan alasan biaya yang dibutuhkan untuk
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
nyeri dada (13%), penyakit jantung iskemia (50%), hipertensi (85%), pruritus (20-
70%) dan distress haus (95%) (Sacrias et al., 2015). Selain itu, hemodialisis juga
mengakibatkan komplikasi seperti hipotensi, mual dan muntah, kram pada kaki
kepatuhan pasien untuk mengikuti pembatasan asupan makanan dan cairan yang
antara 68,1% sampai 87,9% (Kara, 2016). Hasil penelitian ini relevan dengan
studi yang dilakukan oleh Fitriani, Krisnansari, dan Winarsi (2016) yang
haus yang dapat membuat pasien menjadi stress. Pasien yang tinggal di negara
akan rasa haus dengan enam faktor utama yang mempengaruhinya, yaitu karena
(2013) juga menambahkan faktor lain yang mempengaruhi rasa haus diantaramya
karena berkurangnya sekresi air liur (saliva), perubahan biologis dan biokimia,
ekstremitas, acites, pembesaran ventrikel kiri dan gagal jantung kongestif (CHF),
hipertensi, dan edema paru akut (Chironda & Bhengu, 2016; Kara, 2013;
Kristovao, 2015).
penyakit serius (Zehm et al., 2016). Rasa haus menimbulkan sensasi mulut kering
oral, kesulitan mengunyah, menelan, berbicara dan bernafas melalui mulut, mulut
bau, peningkatan resiko lesi pada mukosa, gusi dan lidah, serta peningkatan resiko
kandidiasis, kerusakan gigi, penyakit periodontal, juga infeksi bakteri dan jamur
2017) dan data ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan Al-yassiri
xerostomia.
cara untuk mengatasi rasa haus dan mulut kering (xerostomia) pada pasien
untuk mencegah konsumsi cairan berlebih, mengunyah permen karet atau permen
keras bebas gula, mengulum es batu dan memakan buah dingin, serta membatasi
asupan garam. Pembatasan natrium melalui diet rendah garam merupakan faktor
resiko yang dapat diubah untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular akibat
retensi cairan.
disarankan untuk pasien hemodialisis adalah sebanyak <2400 mg/hari atau setara
2300 mg atau setara dengan garam dapur sebanyak 5-6 gram/hari dan menurut
bahwa rata-rata asupan garam harian pasien hemodialisis di Jepang adalah 12,6
gram (~5,5 gram atau 240 mmol natrium), sedangkan pasien hemodialisis di
Spanyol sebanyak 10 gram (~4,3 gram atau 189 mmol natrium) dan pasien
hemodialisis di Amerika sebanyak 9,7 gram (~4,2 gram atau 183 mmol natrium).
pasien di rumah tidak dapat terpantau. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan IDWG di setiap sesi dialysis dan adanya peningkatan tekanan darah
yang sering dialami oleh pasien khususnya pasien yang telah menjalani
mengontrol gejala dan proses penyakit. Li, Jiang dan Lin (2013) dalam studinya
dilakukan oleh pasien dari hari ke hari untuk mengontrol atau mengurangi
dampak penyakit terhadap status kesehatan fisiknya. Ryan dan Sawin (2009)
Kepatuhan akan diet khusus seperti diet rendah garam dan pembatasan cairan
merupakan salah satu bentuk dari komponen manajemen gejala pada pasien
hemodialisis.
merupakan intervensi yang telah banyak disosialisasikan oleh perawat dan tenaga
rasa haus akibat adanya pembatasan cairan. Namun pada kenyataannya masih
banyak pasien hemodialisis yang mengalami rasa haus, yang membuat mereka
pasien terganggu. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh manajemen asupan makanan: diet rendah garam terhadap rasa
Permasalahan
hal pembatasan cairan memerlukan perhatian yang serius dari perawat. Edukasi
yang tepat tentang manajemen cairan dan asupan makanan sangat diperlukan.
sehingga memerlukan konseling dan edukasi secara rutin dan berkelanjutan. Hal
ini juga didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2013),
dengan garam dan 20.5% pasien masih mengkonsumsi makanan yang diawetkan.
pembatasan cairan akan membuat pasien hemodialisis mengeluh haus dan mulut
tersebut, maka diperlukan kajian yang lebih dalam tentang pengaruh manajemen
asupan makanan: diet rendah garam terhadap rasa haus pada pasien hemodialisis.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
asupan makanan: diet rendah garam terhadap rasa haus pada pasien hemodialisis.
Tujuan khusus
sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) untuk
pengaruh intervensi manajemen asupan makanan: diet rendah garam terhadap rasa
Hipotesis
makanan: diet rendah garam terhadap rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik
dengan hemodialisis.
manajemen asupan makanan: diet rendah garam terhadap rasa haus pada pasien
penelitian ini adalah diet rendah garam, sedangkan variabel dependen yaitu rasa
haus.
Manfaat Penelitian
Pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman dan acuan bagi perawat dalam
diet rendah garam pada pasien hemodialisa, sehingga tujuan perawatan dapat
keperawatan.
Pendidikan keperawatan
bagi penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, sehingga peserta didik
akademik saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal dengan
hemodialisa.
Penelitian keperawatan
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Initiative (KDOQI) pada tahun 2002 menyatakan bahwa penyakit ginjal kronik
adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan dan berdasarkan
kelainan patologis, namun jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, maka diagnosis
penyakit ginjal kronik tetap dapat ditegakkan apabila laju filtrasi glomerulus
(LFG) kurang dari 60 ml/menit/1.73 m2. Apabila tidak terdapat kerusakan ginjal
lebih dari 3 bulan, namun LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1.73 m2, maka
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Black & Hawk, 2005), sedangkan
menurut Price dan Wilson (2005) gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible. Uremia adalah suatu sindroma
klinis dan laboratorik yang terjadi pada semua organ yang diakibatkan dari
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Smeltzer, Bare, Hinkle dan
Cheever (2010) juga mengatakan bahwa penyakit ginjal kronik (CKD) atau gagal
ginjal kronik (CRF) atau end stage renal disease (ESRD) merupakan kerusakan
fungsi ginjal yang progresif dan permanen, dimana tubuh tidak mampu
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Angka kejadian penyakit gagal ginjal bertambah setiap tahunnya dan pada
negara-negara berkembang angka kejadian lebih tinggi 3-4 kali (Chironda &
Bhengu, 2016). Wetmore dan Collins (2016) mengatakan bahwa pada negara-
negara maju seperti Amerika dan Eropa Barat, angka kejadian ESRD sekitar
mencapai 200-250 per 1 juta penduduk, dan diperkirakan pada tahun 2020 akan
terdapat 1.200 kasus penyakit ESRD per satu juta penduduk diseluruh dunia
Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi akibat dari berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal dan sebagian besar penyebab penyakit merupakan penyakit
parenkim ginjal difus dan bilateral. Lesi obstruktif pada saluran kemih juga dapat
Penyebab Insiden
Nefropati diabetika 27%
Penyakit ginjal hipertensi 37%
Glumerulopati primer (GNC) 10%
Nefropati obstruksi 7%
Pielonefritis kronik (PNC) 7%
Nefropati lupus 1%
Nefropati asam urat 1%
Ginjal polikistik 1%
Penyebab tidak diketahui 2%
Lain-lain 7%
(Sumber : Indonesia Renal Registry, 2014)
Patofisiologi
diikuti dengan peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Keadaan
ini merupakan proses adaptasi, yang terjadi sangat cepat dan diikuti dengan
dengan proses maladapatasi yaitu berupa sklerosis nefron yang masih tersisa yang
cadangan (renal reverse), dimana laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal
atau mungkin meningkat, namun dengan perlahan akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar urea dan
LFG mencapai 60%, tetapi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum sudah
terjadi. Pada saat LFG sebesar 30%, keluhan sudah mulai timbul seperti nokturia,
kelemahan, mual, nafsu makan berkurang dan terjadi penurunan berat badan.
Apabila LFG berada dibawah 30%, maka tanda dan gejala uremia secara
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan juga dapat terjadi
cairan dan elektrolit seperti hipovolemia, hipervolemia, natrium dan kalium. Saat
LFG kurang dari 15%, maka gejala gagal ginjal semakin berat dan memerlukan
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis dan
transplantasi ginjal.
Ketidakseimbangan Cairan
jumlah nefron, tetapi oleh karena adanya peningkatan beban zat dan kelebihan air
sehingga nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Oleh karena itu, maka
Apabila jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini, glomerulus menjadi kaku dan
plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi
Ketidakseimbangan Natrium
penyakit ginjal dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium
setiap hari dan dapat meningkat sampai 200 mEg perhari. Variasi kehilangan
natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila
terjadi kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima
dehidrasi. Pada gagal ginjal kronik yang berat, keseimbangan natrium dapat
orang sehat, ekskresi natrium dapat meningkat diatas 500 mEq/hari. Bila LFG
Ketidakseimbangan Kalium
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah dan diare berat. Pada penyakit
tubuler ginjal, nefron ginjal akan mereabsorbsi kalium, sehingga ekskresi kalium
sebanding dengan penurunan LFG. Akibat terbentuknya asam yang terus menerus
akibat metabolisme dalam tubuh dan tidak difiltasi secara efektif saat melewati
glomerulus, maka kadar NH3 menurun dan sel tubuler menjadi tidak berfungsi.
Sebagian kelebihan hidrogen ini dibuffer oleh mineral tulang, sehingga dapat
. Ketidakseimbangan Magnesium
Pada tahap awal gagal ginjal kronik, kadar magnesium biasanya normal
dan akan menurun secara progresif seiring dengan kerusakan ginjal dan
Kadar kalsium dan fosfor dapat dipertahankan dalam batas normal karena
memobilisasi kalsium dari tulang dan mendepresi reabsorbsi tubuler dari fosfor.
Namun bila fungsi ginjal menurun sebesar 20-25% dari normal, maka
sekunder. Oleh karena keadaan ini, maka vitamin D menjadi terganggu. Apabila
berguna untuk mengontrol produksi sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi
merah oleh bone marrow. Dengan adanya akumulasi racun uremia, maka akan
menekan produksi sel darah merah dalam bone marrow dan mengakibatkan masa
hidup sel darah merah menjadi lebih pendek dan mengakibatkan anemia.
dalam batas normal, namun pendarahan tetap dapat terjadi akibat adanya
penurunan fungsi. Peningkatan kehilangan sel darah merah juga dapat terjadi
selama dialisis.
penderita gagal ginjal akibat terjadi penurunan LFG dan terjadi akumulasi urea.
Keadaan ini dapat diperparah bila tidak dilakukan pembatasan intake protein.
Oleh karena itu, BUN dan serum kreatinin merupakan indikator yang baik pada
gagal ginjal. Kadar kreatinin serum yang diseksresikan merupakan gambaran dari
fungsi ginjal yang dinilai berdasarkan nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau
al., 2010). Berikut adalah klasifikasi penyakit ginjal kronis yang dapat dilihat
dalam tabel 2.
LFG
Derajat Penjelasan
(ml/mnt/1,73m2
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
1 ≥ 90
meningkat
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
2 60 – 89
ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
3 30 – 59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat 15 – 29
5 Gagal ginjal terminal ≤ 15 atau dialisis
(Sumber : Smeltzer et al., 2010)
Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis yang dapat ditimbulkan pada gagal ginjal kronik yaitu:
protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti amonia dan metal guanidine, serta adanya pembengkakan mukosa usus; b)
foetor uremik, yang diakibatkan dari kadar ureum yang berlebihan pada air liur
dan diubah menjadi amonia oleh bakteri di mulut, sehingga nafas berbau amonia.
Stomatitis dan parotitis dapat terjadi akibat adanya foetor uremik ini; c) cegukan
Kulit
Pada sistem integumen akan terjadi a) kulit berwana pucat (akibat anemia)
diakibatkan dari adanya kristlisasi urea pada keringat (biasanya jarang ditemui);
dan d) bekas garukkan yang diakibatkan dari rasa gatal pada kulit.
Sistem Hematologi
Anemia
uremia toksik; c) defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan
yang kurang; d) perdarahan, (paling sering terjadi pada saluran cerna dan kulit);
Perdarahan pada gagal ginjal kronik terjadi akibat adanya agregasi dan
adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III dan ADP
(adenosin difosfat).
Pada sistem ini akan terjadi: a) restless leg syndrome, yaitu keadaan
dimana pasien merasa pegal pada area kaki, sehingga kaki selalu digerakkan; b)
burning feat syndrome, yaitu keadaan dimana pasien merasa adanya sensasi
Sistem Kardiovaskular
penimbunan cairan dan garam atau juga dikarenakan aktivitas sistem renin-
perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan
Sistem Endokrin
gangguan seksual seperti libido, fertilitas dan ereksi pada laki-laki yang
Sedangkaan pada wanita terjadi gangguan menstruasi dan ovulasi sampai dengan
metabolisme vitamin D.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
darah (BUN), creatinin serum dan konsentrasi creatinin urin serta urinalisis. Pada
stadium insufisiensi, analisa urine dan kreatinin urin rata-rata yang dihasilkan dari
urin tampung selama 24 jam yang bertujuan sebagai indikator untuk menilai
fungsi ginjal. Sedangkan pada stadium gagal ginjal, analisa urin dilakukan untuk
urin. Kadar BUN dan kreatinin juga sangat penting untuk dimonitor guna melihat
adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein, karena urea nitrogen merupakan
produk akhir dari metabolisme protein dan kreatinin adalah produk sampingan
Pemeriksaan Radiologi
tomography (CT) scan, yang digunakan untuk melihat secara jelas struktur
digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena dan kapiler pada ginjal dengan
mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropati, proses infeksi pada
Konsep Hemodialisis
Dialisis adalah cara yang digunakan untuk mengeluarkan air dan produk
sampah uremik dari tubuh ketika ginjal tidak mampu melakukan tugasnya
(Smeltzer et al., 2010). Terdapat tiga cara untuk melakukan dialisis ini yaitu
dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju
dalam dializer (Price & Wilson, 2005). Difusi merupakan proses perpindahan
rendah sampai tercapai kondisi seimbang. Proses ini dipengaruhi oleh suhu,
viskositas, dan ukuran molekul. Saat darah dipompa melalui dializer, maka
yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan cairan
dan larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi
elektrolit dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan
ginjal akut yang membutuhkan terapi dialisis jangka pendek (hanya beberapa
hari/minggu saja) dan pada penderita gagal ginjal tahap akhir yang membutuhkan
terapi jangka panjang atau permanen (Smeltzer et al., 2010). Secara umum
konservatif; 5) kadar ureum lebih dari 200 mg/dL dan kreatinin lebih dari 6
Peningkatan kadar garam natrium tubuh juga dapat mengakibatkan rasa haus
cairan sebagai respon terhadap rasa haus akan membuat pasien hemodialisis
dan tumpang tindih. Keseimbangan air tubuh terutama diatur oleh rasa haus dan
oleh aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume ECF dan perfusi jaringan.
ginjal. ADH adalah hormon peptida yang disintesis di hipotalamus dan disimpan
osmolalitas darah dan pusat rasa haus. Rasa haus merangsang pemasukan air dan
yang akan memulihkan osmolalitas plasma kembali normal dan terbentuk urine
plasma mengakibatkan hal yang sebaliknya dimana terjadi penekanan rasa haus
keadaan normal variasinya tidak melebihi 1-2% dari nilai normal yaitu sebesar
287 mOsmol/kg. Penurunan volume cairan ektraselular yang cukup besar (5-10%)
baru dapat menimbulkan rasa haus dan pelepasan ADH. Dengan demikian,
mekanisme yang paling penting dalam mengatur volume ECF dan ekskresi
natrium oleh ginjal. Aldosteron adalah homon yang disekresi oleh daerah
yang ada pada arteriol aferen ginjal. Penurunan volume sirkulasi dideteksioleh
renin. Renin bekerja sebagai enzim yang melepaskan angiostensin I dari plasma
aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air. Selain itu, angiostensin II
memisahkan larutan dari pelarutnya (garam dan air) untuk dapat diedarkan
kembali kedalam tubuh (Flanigan, 2000). Setiap pasien yang menerima terapi
dialisis akan menggunakan dialisat, dan komposisi kimia dari dialisat terbanyak
adalah garam dan air. Kebanyakan cairan dialisat yang digunakan adalah dialisat
antara dialisat dan plasma atau plasma dengan ECF saja, tetapi juga pertukaran
antara air dialisat dan plasma, antara plasma dan ECF, dan antara ECF dan
intraselularnya.
hidrostatik. Ultrafiltrasi osmotik terjadi karena konsentrasi air dalam plasma lebih
tinggi daripada dalam dialisat, maka air akan mengalir dari plasma ke dialisat.
Oleh karena itu, bila dialisat yang digunakan adalah dialisat isonatrik, maka
diharapkan kadar natrium plasma (darah) agar tetap konstan, oleh karena itu pada
tahap ini air dan garam yang berlebih dibuang untuk tetap mempertahankan status
kering pasien.
bila status hidasi dari interstisial juga rendah. Semakin tinggi konsentrasi natrium
pada cairan dialisat, maka cairan akan bergerak dari kompartemen intraselular,
antara kompartemen intraselular dan ekstraselular akan terjadi. Oleh karena itu,
kompartemen intravaskular.
diantaranya modifikasi yang dilakukan oleh George Lam Sui Sang et al. (1997)
dalam Siregar (2014), dimana dalam penelitiannya tersebut kadar natrium dialisat
yang digunakan diturunkan dari 155mEq/L menjadi 140 mEq/L dan dilakukan
secara tetap, linear maupun secara bertahap pada 414 sesi hemodialisis pada 23
orang pasien yang dilakukan secara acak. Dari hasil penelitian yang dilakukannya
ini dinyatakan tidak ada perbedaan bermakna antara protokol modifikasi dengan
seperti kram, mual, muntah dan sakit kepala. Namun keluhan interdialitik (seperti
fatique dan rasa haus), peningkatan berat badan dan hipertensi terjadi peningkatan
mmol/L dan >140 mmol/L, maka didapatkan bahwa 13,5% pasien pada kelompok
resusitasi cairan, sedangkan pada kelompok dialisat rendah natrium hanya 2,7 %
dialisat rendah natrium dapat menurunkan rasa haus, IDWG dan tekanan darah
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dunlop et al. (2013) yang
pengaruh antara rasa haus dan mulut kering (xerostomia) dengan peningkatan
hiposalivasi adalah salah satu faktor yang paling signifikan berkaitan dengan
hemodialisis.
Konsumsi air diatur oleh rasa haus. Rasa haus sangat berperan dalam
homeostasis cairan khususnya pada kompleks saraf dan proses hormonal agar
Fisiologi Haus
jenis sensor, baik yang berada diperifer maupun di sistem saraf pusat. Pusat
akan merangsang rasa haus, yang disebut dengan haus osmometrik dan haus
volumetrik.
Haus Osmometrik
Pusat rasa haus terangsang akibat adanya dehidrasi intrasel. Pada saat yang
penguapan saat bernafas yang merupakan hasil kerja dari sistem homeostasis
Haus Volumetrik
sensor haus (strech reseptor) yang berada di dinding pembuluh darah vena yang
keseimbangan cairan dan induksi haus dalam tubuh yang berfungsi sebagai
penerus informasi ke sistem saraf pusat. Mekanisme neural ini juga didukung oleh
rasa haus.
Proses Rehidrasi
Mekanisme inilah yang membedakan adanya haus akibat tubuh kekurangan cairan
menyeluruh atau haus sejati. Pada haus menyeluruh, seperti mulut yang kering
akibat berbicara, merokok, bernafas melalui mulut dan memakan makanan yang
kering, maka rasa haus yang timbul dapat dihilangkan dengan membasahi mukosa
mulut, namun pada haus sejati tindakan ini tidak dapat menghilangkan rasa haus
karena satiety yang dihasilkan reseptor-reseptor yang ada di dalam mulut tidak
karena itu, respon berkurangnya rasa haus pasien harus disesuaikan dengan nilai
interdialytic weight gain (IDWG) yang merupakan indikator dari compliance rasa
haus.
model gejala, haus terdiri dari 2 komponen yaitu komponen respon dan komponen
evaluasi. Komponen evaluasi ini mengacu kepada penilaian terhadap gejala yang
perilaku yang diekspresikan seperti adanya perubahan fisik, kognitif dan afektif.
rasa haus yang dirasakan pasien. Pengukuran intensitas haus dapat dilakukan
dengan menggunakan visual analog scale (VAS) dengan rentang skala 0-10 cm
secara kontinum dalam garis horisontal. Ujung paling kiri dengan nilai 0 diberikan
kategori “tidak haus” dan ujung paling kanan dengan nilai 10 diberi kategori
“haus yang sangat menyiksa” (Kara, 2016). Intepretasi hasil pengukuran visual
analog scale tersebut adalah sebagai berikut: a) Nilai 1-3: haus ringan, b) Nilai
durasi adalah lamanya waktu haus yang dirasakan seseorang dan biasanya
sebagai seberapa sering sesorang merasakan haus. Welch (2002) dalam studinya
menyatakan distress haus sangat dipengaruhi oleh dimensi waktu dan dimensi
kualitas, oleh karena itu pengukuran distress haus telah mewakili pengukuran
berkurangnya jumlah produksi dan aliran saliva, sehingga saliva menjadi kental
dan mulut terasa kering dan terbakar. Thirst distress scale (TDS) merupakan alat
ukur yang tepat digunakan untuk menilai tingkat ketidaknyamanan akibat rasa
haus yang dialami pasien sejak terakhir dialisis sebagai respon (Martins &
menggunakan skala likert 5 point, mulai dari 1 sampai 5 yaitu : 1: sangat tidak
setuju, 2: tidak setuju, 3: ragu-ragu, 4: setuju, 5: sangat setuju. Total skor yang
dihasilkan diinteprestasikan dengan skor 1-10: rasa haus ringan, 11-20: rasa haus
Xerostomia
Merupakan keluhan yang bersifat subyektif dan obyektif dari mulut kering
bahwa xerostomia merupakan perasaan mulut kering yang bersifat subyektif yang
diakibatkan dari berkurangnya produksi saliva dan penurunan laju aliran saliva.
Sugiya (2014) juga mengatakan bahwa secara obyektif, rasa haus dapat dilihat
dari terjadinya penurunan jumlah aliran saliva, saliva yang berbuih atau tidak
Xerostomia terjadi karena adanya masalah pada saliva dan non saliva.
Pada non saliva, penyebab xerostomia antara lain dehidrasi, gangguan kognitif,
melalui mulut. Hiposalivasi terjadi karena adanya disfungsi kelenjar saliva dan
autoimun (misalnya pada penderita sindrom Sjogren), trauma pada kelenjar saliva,
akibat dampak radiasi pada kelenjar saliva, dan penyakit diabetes mellitus.
Sedangkan xerostomia akibat gangguan pemekatan saliva terjadi dampak dari efek
samping dari pengobatan, efek dari perubahan psikologis seperti stress emosional,
adanya impuls saraf afferent yang terprovokasi akibat adanya aktifasi reseptor
aferent yang dirangsang oleh tindakan mengunyah dan menyicipi makanan yang
memproduksi saliva.
adanya halositosis, mulut dan lidah terasa terbakar (stomatodynia) dan intoleransi
terhadap makanan yanga sam dan pedas. Semua keluhan ini dapat membuat
menurun.
yang mengalami mulut kering belum tentu mengalami rasa haus. Begitu juga
sebaliknya, pasien haus belum tentu mengalami xerostomia (Zehm et al., 2016).
Pengertian manajemen
manajemen itu sendiri. Menurut Stoner (2006), manajemen adalah suatu proses
organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk
sebagai ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah ilmu dan
manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.
status nutrisi pasien, 2) kontrol akan tekanan darah dan mencegah komplikasi, 3)
makanan yang dibutuhkan manusia atau mahluk hidup lainnya untuk dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya. Nutrisi dibedakan
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang besar dan berfungsi
dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil dan berfungsi untuk melaksanakan fungsi
fisiologis tubuh dan tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh. Yang termasuk
Asupan nutrisi yang seimbang memerlukan pola makan dan diet yang baik
dan benar, serta disiplin dalam menjalankannya. Pada penderita CKD dengan
hemodialisis terdapat aturan atau protokol yang harus dilakukna oleh pasien
secara disiplin, agar tujuan manajemen nutrisi dapat tercapai, antara lain 1)
tubuh yang dilakukan ahli diet, 13) melakukan diet tinggi serat (Kidney Health
Australia, 2012).
Kadar natrium dalam tubuh manusia adalah 135-145 mEq/L dan untuk
hari dengan tujuan agar fungsi tubuh tetap terpelihara (Price & Wilson, 2005).
pasien hemodialisis adalah sebanyak <2400 mg/hari atau setara dengan garam
meja sebanyak 5-6 gram/hari, dan menurut Kidney Organization Guide, natrium
yang direkomendasikan adalah sebesar 1500 sampai 2000 mg per hari atau setara
dengan 5 gram/hari atau setara dengan 1 sendok the garam meja per hari.
Landasan Teori
Teori yang akan diaplikasikan pada penelitian ini adalah teori Individual
Sawin. Konsep self-management sendiri telah digunakan lebih dari 40 tahun dan
pertama kali digunakan oleh Thomas Creer yang tertulis dalam bukunya tentang
rehabilitasi sakit kronis pada anak (Grady & Gough, 2014). Self-management
yang dilakukan dari hari ke hari untuk mengendalikan penyakitnya (Grady &
konsekuensi fisik dan psikososial, dan perubahan gaya hidup yang melekat dalam
gejala, cara pengobatan, dan untuk beradaptasi dengan perubahan gaya hidup
mengatur diri dan mengendalikan perilaku, oleh karena itu strategi yang
banyak dipengaruhi oleh teori-teori lain seperti teori tentang efikasi diri oleh
kronik oleh Corbin dan Straus, dan juga teori perspective chronic illness to
Ryan dan Sawin (2009) dalam teorinya Individual and Family Self-
mengacu kepada tiga dimensi yang berbeda, yaitu konteks, proses dan hasil
ditimbulkan penyakit tidak semakin besar, dan perilaku apa yang dibutuhkan
untuk mengatur hal tersebut. Pada teorinya ini, Ryan dan Sawin menjelaskan
bahwa kondisi spesifik dapat terjadi akibat adanya kondisi yang kompleks,
pasien. Ini juga dipengaruhi oleh bagaimana kestabilan pasien secara fisiologis
mempengaruhi pasien baik secara fisik maupun secara sosial. Yang termasuk
individu dan keluarga, perspektif individu dan keluarga terhadap kesehatan dan
penyakit yang dialami, bagaimana informasi yang diterima dapat diproses oleh
individu/keluarga tersebut,
teori perilaku, teori self-regulation, dan teori social support. Dalam teorinya Ryan
yang mereka terima. Ryan dan Sawin beranggapan bahwa informasi yang
diterima pasien bila dipadukan dengan keyakinan yang mereka anut akan dapat
mengubah perilaku pasien. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan keyakinan
harapan terhadap hasil dari program perawatan yang akan mereka capai yang
adalah kemampuan untuk mengubah perilaku sehat pasien yang dipengaruhi oleh
mengevaluasi diri, dan mengatur respon fisik, emosi dan kognitif yang
sosial, konsep social support, dan konsep kolaborasi negosiasi antara individu dan
hasil yang akan dicapaian dari proses self-management. Dalam teori self-
management ini, Ryan & Sawin membagi hasil menjadi dua bagian yaitu hasil
jangka pendek (proximal outcomes) dan hasil jangka panjang (distal outcomes).
(sesuai dengan kondisi, resiko atau transisi), pasien dapat mengelola gejala dan
panjang meliputi status kesehatan, yaitu kondisi kesehatan pasien stabil, kualitas
hidup yang lebih baik dan berkurangnya biaya kesehatan yang dikeluarkan baik
termasuk nilai yang dianut, budaya, norma sosial, peraturan dan batasan keluarga,
jangka panjang dan pendek dapat tercapai, 8) sikap patuh, iklas, tidak menentang
kesehatannya.
Gambar 2.1. Teori Individual and Family Self - Management Ryan dan Sawin
(2009, 2014)
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
quasi-experiment dengan desain pre- post test with control group yaitu melibatkan
maka penelitian ini menggunakan satu kelompok intervensi dan satu kelompok
manajemen asupan: diet rendah garam (edukasi tentang jumlah natrium harian
(dengan cara home visit), konseling diet rendah garam) dan kelompok kontrol
dengan cara membandingkan nilai pre-test dan post-test pada kelompok intervensi
perbandingan nilai post test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Malik merupakan rumah sakit rujukan utama dan merupakan rumah sakit
yang menjadi fokus penelitian. Populasi yaitu seluruh himpunan individu atau
elemen yang memenuhi kriteria sampling (Grove, Burns, & Gray, 2013). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal yang berada di Ruang Unit
hemodialisa.
Sampel adalah bagian atau elemen dari populasi yang diharapkan dapat
mewakili karakteristik populasi tersebut (Polit & Beck, 2010). Pemilihan sampel
terpenuhi (Polit & Beck, 2012). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: 1)
berusia lebih dari 18 tahun, 2) melakukan terapi modalitas hemodialisis rutin lebih
dari 6 bulan, 3) pasien dan keluarga dapat berkomunikasi dan baca tulis dengan
(1-β) = .80, effect size (γ) = .60 dan α = .05. Didapatkan jumlah sampel dalam
Tahap Persiapan
pengumpulan data yaitu karakteristik responden, kuesioner rasa haus dan modul
responden terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan,
rutin dan etiologi gagal ginjal. Kuesioner rasa haus yang digunakan adalah thirst
distress scale (TDS) yang dibuat oleh Welch (2002) yang terdiri dari 6 pertanyaan
dengan pengukuran menggunakan skala Likert 1-5 dan pengukur intensitas rasa
haus pasien dengan menggunakan visual analogue scale (VAS) 0-10. Kuesioner
TDS dan VAS dipilih sebagai kuesioner penelitian dikarenakan merupakan alat
ukur yang paling tepat dan mewakili dari setiap aspek dimensi haus yang sering
rendah garam yang digunakan merupakan hasil karya peneliti sendiri berdasarkan
literatur. Alat pengumpul data lainnya adalah lembar observasi berat badan pra
dialisis dan post dialisis, lembar observasi kunjungan rumah dan lembar
wawancara.
surat lulus uji etik (ethical clearance) kepada lembaga etik penelitian yaitu komisi
permohonan izin pengambilan data di Rumah Sakit Adam Malik Medan. Setelah
maksud dan tujuan penelitian, serta membuat kontrak kerja terhadap lamanya
tujuan membantu peneliti dalam melakukan penelitian ini. Syarat asisten peneliti
peneliti, kemudian penelitian menjelaskan tujuan dan tugas asisten peneliti serta
peneliti. Hasil uji koefisien kappa intereter didapatkan nilai sebesar 0.615 dan p =
0.136. Berdasarkan hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada perbedaan
persepsi antara peneliti dan dengan asisten peneliti (koefisien kappa >0.6 dan
p>0.05).
sampel selama 1 mi nggu. Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi
yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini, peneliti memperkenalkan diri dan
mencantumkan alamat lengkap nomor telepon yang bisa dihubungi sebagai media
Tahap Pelaksanaan
tahap pre-test, tahap intervensi dan tahap post-test. Berikut merupakan rincian
Tahap pre-test
2017, dimana responden pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi diminta
untuk mengisi data karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin,
lamanya mendapatkan terapi hemodialisis rutin. Selain itu responden dari kedua
kelompok juga diminta untuk mengisi kuesioner rasa haus TDS dan VAS.
Tahap intervensi
diet rendah garam melalui media booklet kepada seluruh responden baik dari
kelompok kontrol dan intervensi mendapatkan edukasi diet rendah garam saat
kelompok kontrol dan responden nomor 2, 3, 6, 16, 17, dan 31 pada kelompok
intervensi. Ini dilakukan karena situasi pasien yang harus mendapatkan informasi
segera dan juga ada beberapa responden yang memiliki keingintahuan yang tinggi
akan intervensi yang akan dilakukan peneliti. Selanjutnya pada minggu kedua dan
konseling dan kunjungan rumah hanya kepada kelompok intervensi saja. Materi
konseling yang diberikan adalah mengenai edukasi yang telah berikan peneliti
dan kendala yang dihadapi pasien dan keluarga dalam melakukan intervensi.
edukasi yang telah diberikan oleh peneliti kepada responden dan keluarga.
Kunjungan ini dilakukan 1 kali dalam seminggu untuk setiap responden dari
pengukuran berat badan responden pada tahap intervensi ini. Pengukuran berat
badan dilakukan sebanyak 2 kali dalam seminggu yang dilakukan sebelum dan
kelompok intervensi.
Tahap post-test
Oktober 2017 dengan cara semua responden dari kelompok kontrol dan kelompok
intervensi diminta untuk mengisi ulang kuesioner TDS dan VAS. Tujuan
diadakannya post-test ini adalah untuk mengevaluasi hasil perlakuan yang telah
Metode Pengukuran
Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
Lembar Observasi Berat Badan. TDS adalah alat yang digunakan untuk mengukur
ketidaknyamanan akibat rasa haus yang dialami pasien. TDS ini digunakan untuk
menggambarkan respon haus yang dirasakan pasien atau dapat juga didefinisikan
sebagai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaran (gangguan) yang
diakibatkan oleh haus sampai dengan stress (Waldreus, et al, 2017). TDS
menggunakan skala likert 5 point mulai dari 1 sampai 5 yaitu: 1: sangat tidak
setuju, 2: tidak setuju, 3: ragu-ragu, 4: setuju dan 5: sangat setuju. Total skor yang
dihasilkan diinterpretasikan oleh Welch (2002) dengan skor 1-10: rasa haus
ringan, 11-10: rasa haus sedang dan 21-30: rasa haus berat.
Visual Analog Scale (VAS) digunakan untuk mengukur intensitas rasa haus
yang dirasakan pasien atau lebih dikenal dengan tingkat keparahan haus
meminta pasien untuk mengukur rasa haus yang mereka rasakan sejak dialisis
terakhir yang mereka jalani pada lembar VAS 10 cm. Nilai 0 mengindikasikan
tidak adanya rasa haus dan nilai 10 mengindikasikan adanya rasa haus yang
sangat parah yang pernah dirasakan pasien. Skor VAS yang dihasilkan dilaporkan
dalam bentuk format kategori yang diklasifikasikan oleh Yang et al. (2010), yaitu
skala 0-3: haus ringan, 4-6: haus sedang, 7-10: haus berat. Sedangkan lembar
observasi berat badan adalah lembar isian dalam bentuk skala nominal untuk
mengukur adanya peningkatan berat badan sejak terakhir dialisis yang dijalani
Uji validitas
instrument atau sejauh mana sebuah instrument mampu mengukur apa yang
seharusnya diukur (Polit & Beck, 2012). Kuesioner yang digunakan untuk
mengukur rasa haus pada pasien hemodialisis adalah kuesioner Thirst Distress
Scale (TDS) dan kuesioner Intensitas Rasa Haus dengan menggunakan VAS yang
dari Pusat Bahasa Universitas Sumatera Utara. Kemudian TDS versi Indonesia di
review oleh 3 orang expert yang terdiri dari 1 orang dokter ahli ginjal hipertensi, 1
orang dokter gizi klinik dan 1 orang perawat senior di Unit Ginjal Hipertensi
yaitu 1 = tidak relevan, 2 = item perlu revisi banyak, 3 = item relevan tetapi perlu
sedikit revisi, dan 4 = item sudah relevan. Dari ke-6 item pertanyaan, tidak ada
seperti a) asli item pertanyaan “rasa haus sangat mengganggu saya”, diubah
menjadi “rasa haus sangat mengganggu saya sehingga saya tidak dapat
berkonsentrasi untuk melakukan aktivitas”, b) asli item pertanyaan “air liur saya
terasa kental jika saya haus”, diubah menjadi “air liur saya terasa berkurang jika
saya haus”, c) asli item pertanyaan “jika saya kurang minum, saya merasa sangat
kehausan” diubah menjadi “jika saya kurang minum, saya merasa lebih haus”.
Kusioner TDS ini memiliki nilai CVI sebesar 0.95, oleh karena itu dapat
Uji reabilitas
(TDS) dan Intensitas Rasa Haus dengan menggunakan VAS dilakukan dari
Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan. Pilot study ini melibatkan 30 orang pasien
Uji realibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan
jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten dan stabil dari waktu ke
membandingkan nilai cronbach alpha. Apabila nilai cronbach alpha lebih besar
atau sama 0.80, maka dapat dikatakan bahwa pernyataan instrument tersebut
reliable. Hasil uji reabilitas kuesioner TDS ini memiliki nilai cronbach alpha
sebesar 0.80, oleh karena itu kuesioner ini reliable untuk digunakan dalam
penelitian.
Pengolahan data
Data yang telah terkumpul melalui lembar isian kuesioner dan lembar
Editing
Proses ini dilakukan selama berada dilapangan, sehingga apabila ada data yang
meragukan, salah atau tidak diisi dapat dikonfirmasi langsung kepada responden.
Coding
kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber data
yang telah diperiksa kelengkapannya. Data-data yang berupa angka atau tulisan
Entry Data
entry data dari instrument penelitian kedalam komputer melalui program statistik.
Cleaning
terhadap data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau tidak.
Analisa data
Metode statistik untuk analisa data dalam penelitian ini adalah analisa
Analisa univariat
yang berbentuk kategorik seperti jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, status
Sementara pada variabel yang berbentuk numerik (seperti umur, TDS, VAS dan
berat badan) disajikan berupa nilai dalam bentuk frekuensi dan persentase. Data
usia dikategorikan menurut Hurlock (2001) yaitu 18-34 tahun (dewasa awal), 35-
54 tahun (dewasa menengah), 55-64 tahun (dewasa akhir), dan >65 tahun (lansia).
Analisa bivariat
diantara dua variabel (Polit & Beck, 2012). Sebelum dilakukan analisis bivariat
terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan homogenitas
disimpulkan bahwa data yang dihasilkan adalah termasuk non parametrik. Oleh
karena itu, analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji Wilcoxon signed ranks test yang digunakan untuk menilai rasa
haus sebelum dan sesudah perlakukan manajemen asupan makanan: diet rendah
garam pada kelompok perlakukan (within group). Sedangkan untuk menilai rasa
haus antara kelompok intervensi dan kontrol (between group) menggunakan uji
pengambilan keputusan sebagai berikut yaitu apabila hasil analisa diperoleh nilai
p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Ini berarti ada pengaruh
manajemen asupan makanan: diet rendah garam terhadap rasa haus pada pasien
Pertimbangan Etik
peneliti terlebih dahulu mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian
manfaat dan prosedur penelitian serta hak dan kewajiban responden, menjelaskan
hak dan kewajiban peneliti untuk melindungi responden dan menggunakan data
atau informasi yang diberikan responden hanya sebatas untuk kegiatan penelitian,
intervensi dan kontrol dan menghentikan kegiatan penelitian apabila terjadi hal
mendadak saat penelitian berlangsung. 2) Respect for human dignity yaitu peneliti
formulir informed consent apabila menyetujui untuk berpartisipasi. Dalam hal ini,
tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang diisi
HASIL PENELITIAN
Rata-rata usia responden pada penelitian ini adalah 48.68 ± 14.15 pada
pengelompokan umur, lebih dari sepertiga responden berada pada rentang usia 35-
kontrol. Berdasarkan jenis kelamin, responden penelitian ini didominasi oleh laki-
laki, yaitu sebanyak 52.3% pada kelompok intervensi dan 68.2% pada kelompok
56.8% responden berstatus tidak bekerja pada kelompok intervensi dan 40.9%
77.3% pada kelompok kontrol. Suku terbanyak dalam penelitian ini berasal dari
suku batak yaitu sebanyak 75% pada kelompok intervensi dan 72.2% pada
55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Kelompok Kelompok
Intervensi Kontrol X2 p value
No. Karakteristik (n = 44) (n = 44)
F % F %
1 Usia 17.182 0.001
Mean: S: Mean: SD:12.2
Rata-rata
48.68 14.15 52.55 7
18 – 34 tahun 9 20.5 5 11.4
35 – 54 tahun 16 36.4 18 40.9
55 – 64 tahun 13 29.5 16 36.4
65 keatas 6 13.6 5 11.4
2 Jenis Kelamin 3.682 0055
Laki-laki 23 52.3 30 68.2
Perempuan 21 47.7 14 31.8
3 Pendidikan 10.091 0.018
SD 6 13.6 6 13.6
SMP 9 20.5 9 20.5
SMA 14 31.8 17 38.6
PT (Diploma/Sarjana) 15 34.1 12 27.3
4 Pekerjaan 6.909 0.032
Pegawai 9 20.4 18 40.9
Wiraswasta 10 23.7 11 34.1
Tidak Bekerja 25 56.8 15 25.0
5 Status Pernikahan 61.455 0.000
BelumMenikah 6 13.6 6 13.6
Menikah 30 68.2 34 77.3
Janda/Duda 8 18.2 4 9.1
6 Suku 165.545 0.000
Batak 33 75.0 32 72.2
Jawa 6 13.6 9 20.5
Minang 0 0 2 4.5
Melayu 1 2.3 0 0
Lain-lain 4 9.1 1 2.3
7 Lama Menjalani 4.149 0.042
Hemodialisa
< 1 tahun 17 38.6 17 38.6
> 1 tahun 27 61.4 27 61.4
8 Penyebab 32.091 0.000
Hipertensi 17 38.6 22 50.0
Diabetes Mellitus 16 36.4 14 31.8
Batu pada ginjal 6 13.6 8 18.2
Penyebab lainnya 5 11.4 0 0
Berdasarkan rasa haus yang diukur dengan TDS, maka pada kelompok
intervensi terdapat sebanyak 56.8% responden mengalami rasa haus sedang dan
asupan makanan: diet rendah garam. Pada pada kelompok kontrol terdapat 11.4%
responden mengalami rasa haus ringan, 43.2% mengalami rasa haus sedangdan
intensitas rasa haus yang dialami pada kelompok intervensi adalah sebanyak 2.3%
responden mengalami rasa haus ringan, 90.9% mengalami rasa haus sedang dan
6.8% mengalami rasa haus berat. Sedangkan pada kelompok kontrol adalah
sebanyak 6.8% mengalami rasa haus ringan, 52.3% mengalami rasa haus sedang
intervensi yang mengalami rasa haus sedang dan sisanya sebanyak 43.2%
makanan: diet rendah garam. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 11.4%
seluruh responden, tingkat rasa haus pada kelompok intervensi adalah sebanyak
2.3% responden mengalami rasa haus ringan, 90.9% mengalami rasa haus sedang
dan 6.8% mengalami rasa haus berat. Sedangkan hasil perlakuan pada kelompok
kontrol adalah sebanyak 6.8% mengalami rasa haus ringan, 59.1% mengalami
Pre-test Post-test
Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat
f % f % f % f % f % f %
Kelompok
Intervensi
TDS 0 0 25 56.8 19 43.2 1 2.3 40 90.9 3 6.8
VAS 0 0 25 56.8 19 43.2 1 2.3 40 90.9 3 6.8
IDWG 3 6.8 26 59.1 15 34.1 10 22.7 34 77.3 0 0
Kelompok
Kontrol
TDS 5 11.4 21 43.2 18 45.4 3 6.8 23 52.3 18 40.9
VAS 5 11.4 21 43.2 18 45.4 3 6.8 26 59.1 15 34.1
IDWG 2 4.5 36 81.8 6 13.6 2 4.5 34 77.3 8 18.2
mengalami kenaikan berat badan berat (buruk) pada kelompok intervensi sebelum
asupan makanan: diet rendah garam kepada seluruh responden, maka sebanyak
kenaikan berat badan sedang (rata-rata) pada kelompok intervensi dan pada
ringan, 77.3% responden mengalami kenaikan berat badan sedang (rata-rata) dan
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan uji Wilcoxon Signed Rank Test
pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rasa haus antara sebelum
garam pada kelompok intervensi baik yang diukur dengan TDS maupun dengan
VAS. Mean rank TDS pada pre-test adalah 19.00 dan post test 0.00 (p=0.00),
sedangkan mean rank VAS pada pre-test adalah 15.50 dan post-test 0.00
(p=0.000). Hasil ini berbeda dengan kelompok kontrol, dimana hasil pengolahan
data menunjukkan tidak terdapat perbedaan rasa haus antara sebelum dan sesudah
kelompok kontrol baik yang diukur dengan TDS maupun dengan VAS. Mean
rank TDS pada pre-test adalah 15.40 dan post-test 13.18 (p=0.39) dan sedangkan
mean rank VAS pada pre-test adalah 11.00 dan post-test 12.22 (p=0.57).
penurunan nilai TDS dan 7 orang nilai TDS-nya tetap dengan kemaknaan 0.000
rendah garam. Sedangkan rasa haus yang diukur dengan VAS, terdapat 30 orang
responden yang mengalami penurunan nilai VAS dan14 orang responden yang
nilai VAS-nya tetap pada kelompok intervensi dengan kemaknaan 0.000 (p<0.05)
peningkatan nilai TDS, 10 orang mengalami penurunan nilai TDS dan 17 orang
perlakuan manajemen asupan makanan: diet rendah garam. Sedangkan hasil ukur
peningkatan nilai VAS, 13 orang mengalami penurunan nilai VAS dan 22 orang
responden yang nilai VAS-nya tetap dengan kemaknaan 0.57 (p>0.05) setelah
Tabel 4.3. Mean rank rasa haus sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
intervensi
Tabel 4.4. Mean rank rasa haus setelah perlakuan pada kelompok intervensi dan
kontrol
Mean Rank
Variabel p value
Meningkat Menurun Tetap
Kelompok Intervensi
TDS 0 37 7 0.000
VAS 0 30 14 0.000
Kelompok Kontrol
TDS 17 10 17 0.399
VAS 9 13 22 0.577
hasil bahwa terdapat pengaruh manajemen asupan makanan: diet rendah garam
terhadap rasa haus baik yang diukur dengan TDS dengankemaknaan p=0.008
(p<0.05) dan yang diukur dengan VAS dengan kemaknaan p=0.048 (p<0.05).
Tabel 4.5. Pengaruh manajemen asupan makanan: Diet rendah garam terhadap
rasa haus
menunjukkan bahwa korelasi yang terbentuk adalah positif dengan kekuatan r <
0.2, maka dapat diinterpretasikan bahwa kekuatan korelasi antara rasa haus (TDS
dan VAS) dengan IDWG memiliki korelasi yang sangat lemah baik sebelum
maka dapat diintepretasikan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara
rasa haus yang diukurdengan TDS dan VAS terhadap IDWG baik sebelum dan
sesudah perlakuan.
Tabel 4.6. Hubungan kenaikan IDWG dengan rasa haus yang dirasakan pasien
hemodialisa
VAS
Ringan 0 4 1 5 0.115 0.713
Pre Sedang 5 29 12 46
Berat 1 16 4 21
Hasil Konseling
dengan air hangat/dingin, dan minum dengan menggunakan gelas ukuran kecil.
Adapun kendala yang dialami responden selama menjalani diet rendah garam
merasa bosan dan tidak selera makan dikarenakan rasa masakan yang hambar.
PEMBAHASAN
garam, data awal rasa haus yang dirasakan pasien terlebih dahulu diukur dengan
menggunakan instrumen thirst distress scale (TDS) dan thirst visual analog scale
mengalami rasa haus berat dan sedang pada kelompok intervensi lebih banyak
rata usia pada kelompok intervensi lebih muda bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol, walaupun masih dalam rentang kelompok usia yang sama.
dilakukannya perlakuan, rasa haus berat dan haus sedang yang banyak dirasakan
Bots et al. (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rasa haus berat
merupakan permasalahan yang sering dialami pada pasien muda yang mengalami
retriksi cairan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil studi Ahrari & Bragrami
(2014) dimana dikatakan bahwa pasien hemodialysis lansia lebih konsevatif dan
lebih patuh dibandingkan dewasa muda dan menengah. Hasil yang sama
ditunjukkan oleh Park et al. (2008) bahwa tingkat kepatuhan akan retriksi cairan
64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
dan natrium pada pasien hemodialysis tua lebih tinggi dibandingkan pasien muda
(p<0.01 dan p<0.05). Hasil ini didukung oleh Chumlea et al. (1999) dimana dalam
studinya mengatakan bahwa jumlah cairan tubuh manusia akan berkurang seiring
dengan bertambahnya usia, oleh karena itu rasa haus jarang dikeluhan oleh pasien
lansia.
yang sering mengalami rasa haus juga adalah pasien hemodialysis laki-laki. Hasil
studi ini sesuai dengan hasil studi Kunitoshi Iseki (2008) yang menunjukkan
bahwa berdasarkan survey yang dilakukan oleh Japanese Society for Dialysis
Therapy, insiden terjadinya ESRD lebih tinggi terjadi pada gender laki-laki
dibandingkan perempuan, dan rata-rata usia pasien saat menerima dialysis lebih
tinggi pada gender perempuan dibandingkan laki-laki, ini terjadi karena adanya
perbedaan gaya hidup antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dengan kebiasaan
akan mengakibatkan resiko kerusakan ginjal lebih besar. Hal yang sama juga
mellitus, maka kerusakan ginjal semakin meningkat. Pernyataan yang sama juga
dikatakan Goldberg dan Krause (2016) dalam hasil studinya, dimana dikatakan
bahwa walaupun prevalensi gagal ginjal lebih tinggi terjadi pada perempuan,
namun insiden hemodialysis masih lebih tinggi terjadi pada laki-laki, karena
beberapa hasil studi menunjukkan bahwa hormon seks wanita seperti ekstradiol
haus yang dirasakan pasien hemodialysis laki-laki lebih berat dibandingkan pasien
perempuan, karena persentase jumlah cairan tubuh pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Hasil ini didukung oleh penelitian Chan, Zalilah dan
Ziunn Hii (2012) yang menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan akan retriksi cairan
garam pada semua responden, maka dilakukan pengukuran ulang rasa haus pasca
peneliti. Selain itu, dalam 3 minggu perlakuan juga dilakukan pemberian edukasi
edukasi mengenai diet rendah garam, sedangkan pada minggu kedua diberikan
pengulangan materi tentang diet rendah garam yang difokuskan pada pengukuran
garam yang terkandung dalam makanan sesuai dengan takaran rumah tangga.
Sedangkan pada minggu ketiga edukasi, materi yang diberikan difokuskan pada
pantangan makanan atau makanan yang harus dihindari oleh pasien hemodialisis.
Pada minggu kedua dan ketiga penelitian ini, peneliti juga melakukan
konseling terhadap responden dan keluarga. Pada pertemuan konseling ini, materi
konseling yang diberikan peneliti adalah mengenai edukasi yang telah berikan dan
peneliti sebagai bentuk supervisi terhadap edukasi yang telah diberikan peneliti
pelaksanaan intervensi.
Berdasarkan tabel 4.4 dapat terlihat bahwa penurunan rasa haus juga
kelompok intervensi. Hal ini disebabkan karena semua pasien hemodialisis yang
informasi yang sama mengenai diet rendah garam, dari peneliti dan perawat
terhadap edukasi yang telah diberikan tidak dilakukan oleh peneliti dalam
harian pasien. Perilaku mengurangi asupan garam harian merupakan salah satu
hemodialisis.
responden mengganti bahan lain sebagai pengganti garam dalam memberi rasa.
Berdasarkan hasil studi Bland, Cottrell dan Guyler (2008) didapatkan bahwa
intervensi lebih tinggi dari pada kelompok kontrol, dimana pada kelompok
menengah atas saja. Hasil ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh
dan pola hidup pasien, semakin tinggi tingkat pendidikan pasien, maka semakin
perilaku diet sehari-hari. Pendapat yang sama juga ditunjukkan Kim et al. (2017)
care (p=0.01) sehingga penurunan kadar natrium tubuh juga berkurang selama
diet merupakan hal yang sangat kompleks dan sangat mempengaruhi pengobatan
mengenai diet rendah garam. Hasil penelitian yang dilakukan Lee Chung, et al.
(2015) juga menyatakan bahwa kepatuhan pasien terhadap diet rendah garam akan
meningkat apabila pasangan atau anggota keluarga lainnya juga mengikuti atau
menerapkan aturan diet yang sama seperti pasien pada diri mereka. Hasil
penerimaan pasien terhadap rasa yang hambar dan faktor lain yang mendukung
garam yang diterapkan oleh peneliti adalah sebuah pendekatan sinergi yang
dimaksud. Dalam manajemen diet rendah garam ini peneliti melakukan edukasi,
harapan perilaku yang dilakukan pasien sehari-hari sesuai dengan edukasi yang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan (Tabel 4.4) dapat dilihat
peningkatan rasa haus. Berdasarkan hasil karakteristik pasien dapat terlihat bahwa
mayoritas responden pada kelompok kontrol merupakan pasien yang masih aktif
Chan, Zalilah dan Ziunn Hii (2012) dalam studinya mengatakan bahwa
pasien hemodialisis yang masih bekerja memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi
akan terapi modalitas dialisis, namun kepatuhan untuk rejimen lain seperti retriksi
cairan dan diet masih tetap buruk. Lingkungan keluarga dapat meningkatkan
ketidakpatuhan meningkat (Ahrari & Bragrami, 2014). Dalam studinya ini, Ahrari
tenaga amal, atau tokoh agama) sebagai pemberi dukungan terbesar pada pasien
sehingga tingkat kepatuhan pasien terhadap retriksi cairan dan diet tetap terjaga.
Chan, Zalilah dan Ziunn Hii (2012) dalam studinya juga mengatakan bahwa
untuk pasien hemodialisis pria muda dengan status masih bekerja dan akan
dan support yang lebih dari tenaga kesehatan profesional karena tingkat kepatuhan
Pengetahuan pasien yang didapat dari informasi yang diberikan oleh tenaga
dilakukannya perlakuan diet rendah garam mayoritas responden (lebih dari 50%)
dari kelompok intervensi dan kontrol mengalami kenaikan berat badan sedang
(atau lebih sering dikatakan kenaikan rata-rata yaitu kenaikan sampai dengan 2
yang mengalami kenaikan berat badan berat (IDWG >3 kg) pada kedua
Berdasarkan usia, dapat dianalisa bahwa rata-rata usia pada kelompok intervensi
lebih muda dibandingkan rata-rata usia pada kelompok kontrol, oleh karena itu
dapat diinterpretasikan bahwa tingkat kepatuhan akan retriksi cairan lebih rendah
berkorelasi dengan usia dan IMT (indeks massa tubuh), juga secara langsung
peningkatan IDWG lebih dari 5%. Studi yang dilakukan oleh Junne-Ming Sung
et al. (2006) juga menyatakan bahwa usia, gender dan tingkat keparahan
hemodialysis baik yang diakibatkan dari diabetes mellitus maupun yang non
diabetes mellitus.
kenaikan IDWG yang lebih dari 3 kg (kenaikan berat) tidak ditemukan lagi pada
walaupun informasi tentang perlakuan diet rendah garam telah diberikan pada
kedua kelompok intervensi dan kontrol, namun tanpa adanya supervisi dan
menurun.
indikator atas kepatuhan pasien dalam menjalankan rejimen terapi untuk waktu
yang lama dan dipengaruhi oleh lamanya hemodialisa dan status nutrisi pasien.
Hasil ini didukung dengan penelitian Ryu et al. (2014) bahwa pengulangan
edukasi secara intensif khususnya tentang diet sehari-hari sangat efektif dalam
Perbedaan rasa haus sebelum dan sesudah diet rendah garam pada penelitian
ini diidentifikasikan dengan membandingkan nilai rasa haus antara pre-test dan
diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan rasa haus antara sebelum dan sesudah
dilakukannya perlakuan pada kelompok intervensi baik yang diukur dengan TDS
p=0.00 dan VAS: p=0.00 (Tabel 4.3) Sedangkan pada kelompok kontrol
menunjukkan tidak adanya perbedaan rasa haus antara sebelum dan sesudah
dilakukannya perlakuan baik yang diukur dengan TDS maupun dengan VAS
dengan nilai signifikasi TDS: p=0.399 dan VAS: p=0.577 (Tabel 4.4).
garam memberikan manfaat yang lebih besar terhadap pengurangan rasa haus bila
dibandingkan dengan hanya memberi edukasi saja. Edukasi diet rendah garam
Rasa Haus
rasa haus antara kelompok intervensi dan kontrol dengan menggunakan analisa
terhadap rasa haus berdasarkan TDS dan VAS pada kelompok intervensi dan
kontrol dengan nilai TDS: p=0.008 dan nilai VAS: p=0.048; berikan p<0.05
(Tabel 4.5).
peningkatan tekanan osmotik plasma, sehingga terjadi respon rasa haus osmotik
juga menyatakan bahwa selain garam dapat menyebabkan mulut kering dan
konsekuensinya adalah respon minum meningkat, perilaku diet rendah garam juga
Mc. Mahon et al. (2013) dalam studinya juga mengatakan bahwa asupan
lain seperti inflamasi dan kekakuan vaskular. Cairan yang berlebih merupakan
predictor yang kuat terjadinya gangguan kardiovaskular dan fungsi renal pada
pasien gagal ginjal. Dalam studinya ini, Mc Mahon, dkk. menemukan bahwa
dengan mengurangi asupan garam harian sampai dengan 100 mmol dapat
penurunan tekanan darah sampai dengan 10/4 mmHg, sehingga dapat mengurangi
Studi ini juga sejalan dengan hasil studi Mc Causland et al. (2012) dimana
dikatakan bahwa kepatuhan akan diet retriksi natrium (<2000 mg/hari; <88
mmol/day) dapat mengurangi IDWG, tekanan darah dan kematian. Asupan garam
Untuk melihat apakah rasa haus yang dialami pasien mempengaruhi IDWG,
maka peneliti melakukan analisa korelasi terhadap kedua variabel ini. Analisa
korelasi Somers’d dipilih karena syarat dari korelasi Somers’d adalah data yang
digunakan adalah non parametrik dan merupakan data berskala ordinal dan
antara rasa haus (yang diukur dengan TDS dan VAS) dan IDWG adalah positif.
Kekuatan korelasi yang dihasilkan dari variabel-variabel ini sangat lemah, baik itu
mempengaruhi IDWG, namun sangat kecil kemungkinannya atau dalam kata lain
kenaikan IDWG tidak mutlak diakibatkan dari adanya rasa haus yang rasakan
pasien. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jacob & Locking-Cusolito (2004)
dimana korelasi antara rasa haus dan IDWG adalah positif dengan nilai kekuatan
hubungan sangat lemah (r=0.117, p=0.05). Hasil penelitian yang sama juga
ditunjukkan oleh Porcu et al. (2007) dimana terdapat hubungan yang positif antara
rasa haus dan IDWG dengan perbedaan signifikasi menggunakan chi2 test p=0.88.
Hasil ini juga didukung oleh hasil penelitian Lopez-Pintor et al. (2017) bahwa
terdapat hubungan yang positif antara rasa haus yang diukur dengan VAS dengan
Keterbatasan Penelitian
rentang waktu penelitian yang singkat, oleh karena itu diharapkan penelitian ini
dapat dilakukan ditempat yang berbeda dengan sampel yang lebih besar dan
waktu yang lebih lama agar aspek manajemen diri dapat diukur.
predictor yang kuat terjadinya gangguan kardiovaskular dan fungsi renal pada
pasien gagal ginjal. Oleh karena itu pengendalian atau pembatasan cairan dengan
Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk meningkatkan
intervensi tersebut menjadi suatu kebiasaan dalam hidupnya. Oleh karena itu
memberikan edukasi diet rendah garam kepada pasien dan keluarga agar dapat
Pendidikan Keperawatan
keperawatan yang lebih aplikatif dengan berfokus pada diri pasien khususnya
kultural dan spiritual. Penelitian ini sebagai dasar penelitian selanjutnya yang
Kesimpulan
2017 dengan menggunakan desain quasi eksperiment dan 88 orang pasien sebagai
minggu perlakuan menghasilkan data sebagai berikut: 1) diet rendah garam dapat
mengurangi rasa haus pada pasien hemodialysis, 2) edukasi yang dilakukan secara
manajemen asupan makanan: diet rendah garam (yang terdiri dari edukasi, adanya
lapangan dengan home visit) terhadap rasa haus yang dirasakan pasien gagal
Saran
Pelayanan keperawatan
Hasil penelitianini dapat menjadi pedoman dan acuan bagi perawat dalam
diet rendah garam pada pasien hemodialisa, sehingga tujuan perawatan dapat
79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
kondisi pasien, edukasi yang diberikan, edukasi yang telah terlaksana dan
Pendidikan keperawatan
bagi penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, sehingga peserta didik
akademik saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal dengan
hemodialisa.
Penelitian keperawatan
bagi penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa seperti diet fosfat dan
kalium.
Ahrari, S., Moshki, M., & Bahrami, M. (2014). The Relationship between social
support and adherence of dietary and fluids restrictions among hemodialysis
patients in Iran. Journal of Caring Science, 3(1): 11–19.
doi: 10.5681/jcs.2014.002
Alharbi, K., & Enrione, B.E. (2012). Malnutrion is prevalent among patients in
Jeddah, Saudi Arabia. Saudi of Journal Kidney Diseases and
Transplantation, 23(3) : 598-608.
Black M. Joyce & Hawks H. Jane (2005). Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcomes. (Ed.7). St. Louis: Missouri Elsevier
Saunders
Bland, R.J., Cottrell, R.R., & Guyler L.R. (2008). Medication compliance of
hemodialysis patients and factors contributing to non-compliance. Dialysis
& Transplanation Journal.
Bots, C. P., Brand H. S., Veerman E. C., Valentjin-Benz M., Van Amerongen
BM., Valentjin R.M., Amerongen A. et al. (2004). Interdialytic weight gain
in patients on hemodialysis is associated with dry mouth and thirst. Kidney
International. Oct 2004 1;66(4):1662-8
Chumlea, W.C., Guo, S.S,, Zeller, C.M., Reo, N.V., & Siervogel, R.M. (1999).
Total body water data for white adults 18 to 64 years of age: the Fels
Longitudinal Study. Kidney International Journal, 56(1):244-52. Doi:
10.1046/j.1523-1755.1999.00532.x
81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
Cleemput, I., & De-Laet C. (2013). Analysis of the costs of dialysis and the
effects of an incentive mechanism for low-cost dialysis modalities. Health
Policy Vol. 110: 172-179. Doi:10.1016/j.healthpol.2013.03.001.
Chan, Y. M., Zalilah, M. S., & Ziunn Hii, S. (2012). Determinants of compliance
behaviours among patients undergoing hemodialysis in Malaysia. PLoS ON,
Vol. 7, Issue 8.
Davenport A., Cox C., & Thuraisingham R. (2008). The importance of dialysate
natrium concentration in determining interdialytic weight gains in chronic
hemodialysis patients: the pan thames renal audit. The International
Journal of Artificial Organs, 5:411-417
Dorgalaleh, A., Mahmudi, M., Tabibian, S., Khatib, Z.K., Tamaddon, G. H.,
Moghaddam, E. S., Bamedi, T, Alizadeh, S., & Moradi, E. (2013). Anemia
and thrombocytopenia on acute and chronic renal failure. International
Journal of Hematology-Oncology and Stem Cell Research (IJHOSCR), 1
October 2013. Vol.7, No. 4.
Dunlop, J.L., Vandals, A. C., & Rashme, D. Z. (2013). Rationale and design of
the natrium lowering in dialysate (SOLID) trial: a randomized controlled
trial low versus standard dialysate natrium concentration during
hemodialysis for regression of left ventricular mass. BMC Nephrology, 14:
149
Ebrahimi, H., Sadeghi, M., Amanpour, F., & Dadgari, A. (2016). Influence of
nutritional education on hemodialysis patients knowledge and quality of
life. Saudi Journal of Kidney Diseases and Transplantation, 27(2):250-255.
Goldberg, Idan & dan Kraus, Ilan. (2016). The role of gender in chronic kidney
disease. European Medical Journal;1(2):58-64.
Grove,S. K., Burns, N., & Gray, J. R. (2013). The practice of nursing research:
appraisal, synthesis, and generation of evidence, 7th edition. St. Louis:
Elsevier Saunders.
Haddad, N., Shim R., & Hebert, L.A. (2013).Nutrional management of water,
sodium, potassium, chloride, and magnesium in kidney disease and kidney
failure. Nutritional Management of Renal Disease. Doi: 10.1016/B978-
0.12-391934.2.00022-9.
Kahraman, A., Akdam H., Alp, A., Huyut, M. A., Akgullu C., Balaban T.,
Dinleyen F., Topcu, A., Gelmez H., et al., (2015), Impact of interdialytic
weight gain (IDWG) on nutritional parameters, cardivaskular risk factors
and quality of life in hemodialysis patients, BANTAO Journal
2015;13(1):25-33; Doi:10.1515/bj-2015-006
Kallenbach, J. Z., Gutch, C. F., Martha S.H., &Corca, A.L., (2005). Review of
hemodialysis for nurses and dialysis personal, 7th edition. St. Louis:
Elsevier Mosby.
Kara, B. (2013). Validity and reliability of Turkish version of the thirst distress
scale in patients on hemodialysis. Asian Nursing Research 7(2013): 212-
218. Doi: 10.1016/j.anr.2013.10.001.
Kidney School Organization. (2015). Nutrition and fluid for people on dialysis.
www.kidneyschool.org
Kim, Sang-Suk · Jo, Hyun Sook · Kang, Meung-Sue. (2017). Retention Effects of
Dietary Education Program on Diet Knowledge, Diet Self-Care
Compliance, Physiologic Indices for Hemodialysis Patients. Journal of
Korean Biological Nursing Science, 19(2):51-59.
https://doi.org/10.7586/jkbns.2017.19.2.51
Lee Chung, M., Lennie, T.A., Mudd-Martin, G., & Moser. D.K. (2015).
Adherence to the low sodium diet in patients with heart failure is best when
family members also follow the diet: A multicenter observational study.
Journal of Cardiovascular Nursing, 30(1). Doi:
10.1097/JCN.00000000000000089
Li Hui, Ya-fang J., Lin, & Chiu-chu. (2013). Factors associated with self-
management by people undergoing hemodialysis: a descriptive study.
International Journal of Nursing Studies, 51(2014): 208-216.
Lopez-Pintor, Rosa-Maria, Lopex Pintor, L., Casanas, E., de Aribba, L., &
Hernandes, G. (2017). Risk factors associated with xerostomia in
hemodialysis patients. Journal Section: Oral Medicine and Pathology. Doi
: 10.4317/medoral.21612.
Mc. Causland, F. R., Waikar S. S., & Brunelli S. M. (2012). The relevance of
dietary sodium in hemodialysis. Nephrology Dialysis Transplatasi Journal
2013; 28:797-802. Doi: 10.1093/ndf/gfs452
Mc. Causland, F. R., Waikar S. S., & Brunelli S. M.. (2013). Increase dietary
sodium in independently associated with greater mortality among prevalent
hemododialysis patients. Kidney International Vol.82:204-211.
http://www.kidney-international.org. Doi: 10.1038/ki.2012.42
Mc. Mahon, E. J., Bauer, J. D., Hawley C.M., Isabel N. M., Stowasser M.,
Johnson D. W., Hale,R. E., &Campbell K. L. (2012). The effect of
lowering salt intake on ambulatory blood pressure to reduce cardiovascular
risk in chronic kidney disease (Low SALT CKD study): Protocol of a
randomized trial. BMC Nephrology 2012,13:137.
http://www.biomedcentral.com/1471-2369/13/137.
Nasution, T. H., Ropi, H., Sitorus, R.E. (2013). Faktor-faktor yan berhubungan
dengan manajemen diri pada pasien yang menjalani hemodialisis di ruang
hemodialisa RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan,
Vol. 1 (2) : 162-168
National Kidney Foundation. (2015). Low sodium diet for kidney disease patients
leaflet. www.kidney.org.
National Kidney Foundation. (2016). End stage renal disease in the United
States.https://www.kidney.org/news/newsroom/factsheets/End-Stage-
Renal-Disease-in-the-US.
Nerbass, F.B., Morais J. G., Dos Santos R. G, Kruger T. S., Sczip A. C., &De Luz
F. H. A. (2013). Factors associated to salt intake in chronic hemodialysis
patients. Journal of Brazilia Nephrology: 35(2):87-92. Doi: 10.5935/0101-
280.0.20130015
Polit, D. F. & Beck, C. T.. (2012). Nursing research: generating and assessing
evidence for nursing practice, 9th edition. Philadelphia: William & Wilkins.
Porcu, M., Fanton, E., & Zampieron, A. (2007). Thirst distress and interdialytic
weight gain: a study on a sample of hemodialysis patients. Journal of Renal
Care, 33(4):179-181.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6 Vol.2. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Ryan P., & Sawin K. J. (2009). The individual and family self management
theory: background and perspectives on context, process and outcomes.
Nursing Outlook,57:217-225 Doi: 10.1016/j.outlook.2008.10.004.
Ryu, H. Jin, Jin H. J., Sun Hui-Kyoung, Han K.H., Whang C.G., & Han, S.Y.
(2014). Repeated education improves diet compliance in maintenance
hemodialysis patients. International Journal of Urology and Nephrology,
Vol. 2(4): 63-68.
Sameiro-Faria, M., Ribeiro, S., Costa, E., Mendonca, D., Teixiera L., Rocha P. P.,
Fernandes J., Nascimento H., Kohlova M., Reis F., Amado L., Bronze-da-
Rocha E., Miranda V., Quntanilha A., Belo L., &Santos-Silva A. (2013).
Risk factors for mortality in hemodyalisis patients: Two-year follow-up
study. Hindawi Publishing Corportion: Disease Marker Vol. 35, Issue 6:
791-798. Doi: 10.1155/2013/518945.
Schulman-Green, D., Jaser, S. M. F., Alonzo, A., Grey M., McCorkle, R.,
Redeker, N.S., Reynolds, N., &Whittemore R. (2012). Processes of self-
management in chronic illness. Journal of Nursing Scholarship, 44(2): 136-
144, Doi:10.1111/j.1547-5069.2012.01444.x.
Silbiger, S., & Neugarten, J. (2008). Gender and human chronic renal disease.
Gender Medicine, Vol. 5. doi:10.1016/j.genm.2008.03.002
Siregar, B. T., Lubis, A. R., Nasution, S., (2014). Hubungan modifikasi kadar
natrium dialisat dengan kualitas hidup yang yang diukur dengan SF-36
pada pasien hemodialisis reguler. Medan: FK-USU.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle J. L., &Cheever K.H. (2010). Textbook of
medical surgical nursing. Philadelphia : Wolter Kluwer Lippincott William
& Wilkins.
Waldre´us Nana, Hahn Robert G. & Jaarsma Tiny. (2013). Thirst in heart failure:
a systematic literature review. European Journal of Heart Failure (2013)
15, 141–149. doi:10.1093/eurjhf/hfs174
Waldréus N., Jaarsma T , Martje HL van der Wal, & Kato Naoko P. (2017).
Development and psychometric evaluation of the thirst distress scale for patients
with heart failure. Eroupean Journal of Cardiovascular Nursing. Doi:
10.1177/1474515117728624
Wetmore J. B., & Collins A. J. (2016). Global challenges posed by the growth of
end-stage renal disease. Renal Replacement Therapy. Vol 2: 15.
http://dx.doi.org/10.1186/s41100-016-0021-7.
Yang, L.Y., Yates, P., chin C. C. & Kao, T. K. (2010) Effect of acupressurere on
thirst in hemodialysis patients. Kidney and Blood Pressure Research, 33(4),
260-265. http://dx.doi.org/10.1159/000317933.
Yusop, N. B. M., Mun, Cahan Y., Shariff, Z. M., & Huat C. B. (2013). Factors
associated with quality of life among Hemodialysis Patients in Malaysia.
Plos One8: e84152. doi:101371/journal.pone.0084152
Zehm, A., Mullin, J., & Zhang, H. (2016). Thirst in palliative care. Journal of
Palliative Medicine, Vol. 19, No.9. Doi: 10.1089/jpm.2016.0205
Zwerink M., Brusse-Keizer M., Van der Valk P.D., Zielhuis G.A., Monninkhof
E.M., Van der Palen J., Frith P.A., &Effing T. (2014). Self-management of
patient with chronic obstructive pulmonary disease. The Cochrane
Collaboration: John Wiley & Sons, Ltd. Doi:
10.1002/14651858.CD002990.pub3
Zwiech, R., & Bruzda-Zwiech, A. (2013). The dual blockade of the rennin-
angiostensin system in hemodialysis patients requires decreased dialysate
sodium concentration. International Urology and Nephrology, 45(5), 1365-
1372. Doi: 10.1007/s11255-012-1320-z
LAMPIRAN
INSTRUMEN PENELITIAN
PENJELASAN PENELITIAN
NIM : 157046040
berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela. Berikut saya jelaskan terkait
sebelumnya.
menghubungi peneliti.
Melalui lebar penjelasan penelitian ini peneliti juga ingin memberitahukan bahwa
responden dengan cara menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dan menghargai
Peneliti
RSUPH.
NIM : 157046040
bahwa tujuan penelitian ini akan bermanfaat bagi saya. Saya mengerti bahwa
mempunyai hak untuk berhenti berpartisipasi dalam penelitian ini, jika suatu saat
saya merasa keberatan atau dikarenakan sesuatu hal yang membuat saya merasa
Medan,……………….. 2017
Responden,
………………………………
No. Telp/Hp :
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk Pengisian :
Dibawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas responden
Bapak/Ibu/Saudara/i yang sebenarnya dengan memberi tanda check list () pada
No. Partisipan :
1. Umur : tahun
( ) 1 – 2 juta/ bulan
( ) 2,1 – 3 juta/bulan
( ) 3,1 – 4 juta/bulan
( ) > 4 juta/bulan
Petunjuk Pengisian :
sebenarnya dengan memberi tanda check list () pada tempat yang disediakan.
No. Partisipan :
No. Item STS TS HS S SS
1 2 3 4 5
1. Rasa haus yang saya rasakan membuat
saya merasa tidak nyaman
2. Rasa haus yang saya rasakan sangat
mengganggu saya
3. Saya merasa sangat tidak nyaman ketika
saya haus
4. Mulut saya terasa sangat kering ketika
saya haus
5. Air liur saya terasa kental ketika saya
haus
6. Ketika saya minum sedikit, saya merasa
sangat haus
Keterangan :
STS : Sangat tidak setuju
TS : Tidak setuju
HS : Hampir setuju
S : Setuju
SS : Sangat setuju
No. Partisipan :
tidak sangat
haus menyiksa
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tidak sangat
haus menyiksa
No. Partisipan :
Jadwal HD :
No Item Ya Tidak
1 Menggunakan bahan makanan kemasan atau
yang diawetkan dalam memasak
2 Menambahan garam dalam masakan
3 Menambahkan bahan penyedap rasa dalam
masakan
4 Makanan disajikan dalam bentuk berkuah
5 Pasien masih mengkonsumsi makanan yang
berkuah
No. Partisipan :
Jadwal HD :
PANDUAN WAWANCARA
Pertanyaan 4:
Apakah dengan pendidikan ini Bapak/Ibu terhindar dari komplikasi akibat
peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas? Ya ( ) Tidak ( )
Bagaimana cara Bapak/Ibu menghindari komplikasi peningkatan cairan seperti
badan bengkak dan sesak nafas? .............................................................................
Pertanyaan 5:
Apakah dengan pendidikan ini, Bapak/Ibu sudah dapat mengendalikan rasa haus
yang dirasakan? Ya ( ) Tidak ( )
Bagaimana cara Bapak/Ibu mengendalikan rasa haus selama ini ?
..................................................................................................................................
Pertanyaan 6: Apakah ada kendala yang Ibu rasakan dalam mengikuti diet
pembatasan garam selama ini ? Ya ( ) Tidak ( )
Bagaimana cara Ibu mengatasinya ?.........................................................................
LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT
BIODATA EXPERT
Muhammadiyah Jakarta
3. Suriati, S.Kep., Ns
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
Descriptive Statistics
Chi-Square Test
Test Statistics
Klasifik KlASIFIK
asi KLasifik Klasifikasi Klasifikasi KLassifika Klasifikasi ASI lamA Klasifikasi
Umur asi JK Pendidikan Status si suku Kerja hd Etilolgi
Chi-
17.182a 3.682b 10.091a 61.455c 166.545d 6.909c 4.149e 32.091a
Square
df 3 1 3 2 4 2 1 3
Asymp.
.001 .055 .018 .000 .000 .032 .042 .000
Sig.
a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected
cell frequency is 22.0.
b. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected
cell frequency is 44.0.
c. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected
cell frequency is 29.3.
d. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected
cell frequency is 17.6.
e. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected
cell frequency is 43.5.
TDS POST - TSD PRE Klpk Negative Ranks 37a 19.00 703.00
Intervensi Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 7c
Total 44
Ties 14f
Total 44
a. TDS POST < TSD PRE Klpk Intervensi
b. TDS POST > TSD PRE Klpk Intervensi
c. TDS POST = TSD PRE Klpk Intervensi
d. VAS Post < VAS PRE
e. VAS Post > VAS PRE
f. VAS Post = VAS PRE
Test Statisticsb
TDS POST -
TSD PRE Klpk VAS Post - VAS
Intervensi PRE
Z -5.329a -4.940a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
TDS POST - TSD PRE Klpk Negative Ranks 10a 15.40 154.00
Kontrol Positive Ranks 17b 13.18 224.00
Ties 17c
Total 44
Ties 22f
Total 44
a. TDS POST < TSD PRE Klpk Kontrol
b. TDS POST > TSD PRE Klpk Kontrol
c. TDS POST = TSD PRE Klpk Kontrol
d. VAS Post < VAS PRE
e. VAS Post > VAS PRE
f. VAS Post = VAS PRE
Test Statisticsc
TDS POST -
TSD PRE Klpk VAS Post - VAS
Kontrol PRE
Z -.844a -.557b
Asymp. Sig. (2-tailed) .399 .577
a. Based on negative ranks.
b. Based on positive ranks.
c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelomp
ok N Mean Rank Sum of Ranks
2 44 41.55 1828.00
Total 88
2 44 51.64 2272.00
Total 88
2 44 43.73 1924.00
Total 88
2 44 49.55 2180.00
Total 88
Test Statisticsa
TDS Pre Test TDS Post Test VAS Pre Test VAS Post Test
kunjungan diwakili oleh tiga orang partisipan. Berikut adalah hasil wawancara
bermanfaat bagi Ibu? “Ya”. Alasan: “selama ini tidak tahu berapa jumlah garam
asupan garam? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengontrol asupan garam? “dengan
pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengatur pola makan?
“dengan tidak boleh makanan yang dijual di warung dan tidak boleh makan
makanan kaleng”.
akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas? “Ya”.
bengkak dan sesak nafas? “dengan mengukur minum setiap hari dan membatasi
garam”.
Pertanyaan 6: Apakah ada kendala yang Ibu rasakan dalam mengikuti diet
pembatasan garam selama ini ? “Ya”, terkadang saya bosan dengan makanan
bermanfaat bagi Bapak? “Ya”. Alasan: “saya jadi tahu akibat garam dapat
mengakibatkan komplikasi”.
pola makan setiap hari? “Tidak”. Bagaimana cara Bapak mengatur pola makan?
“susah bagi saya menghindari makanan tanpa garam karena saya makan dikedai
komplikasi akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas?
badan bengkak dan sesak nafas? “dengan membatasi minum setiap hari dan
mengendalikan rasa haus selama ini ? “dengan minum air hangat saat haus
sekali”.
diet pembatasan garam selama ini ? “Ya”, karena saya membeli makanan di kedai
selama saya sakit. Bagaimana cara Bapak mengatasinya ? “saya akan coba untuk
masak sendiri.
bermanfaat bagi Bapak? “Ya”. Alasan: “saya jadi tahu berapa jumlah garam
garam? “dengan menakar garam untuk dimakan sesuai anjuran 2000 mg perhari.
pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Bapak mengatur pola makan?
komplikasi akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas?
badan bengkak dan sesak nafas? “dengan membatasi minum setiap hari dan
mengendalikan rasa haus selama ini ? “minum menggunakan air hangat dan
diet pembatasan garam selama ini ? “Tidak”, karena sudah terbiasa sebelumnya
bermanfaat bagi Ibu? “Ya”. Alasan: “jadi tahu kalau makanan cepat saji seperti
asupan garam? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengontrol asupan garam? “dengan
mengatur jumlah garam setiap hari hanya boleh sampai 2000 mg perhari.
pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengatur pola makan?
“dengan tidak membeli makanan yang dijual di warung dan tidak boleh makan
akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas? “Ya”.
bengkak dan sesak nafas? “dengan minum saat minum obat saja dan dan
mengendalikan rasa haus selama ini ? “dengan minum sedikit-sedikit dan saat
benar-benar haus”.
Pertanyaan 6: Apakah ada kendala yang Ibu rasakan dalam mengikuti diet
pembatasan garam selama ini ? “Tidak”, karena saya mau sehat makanya saya
bermanfaat bagi Saudara? “Ya”. Alasan: “selama ini saya masih makan makanan
yang diawetkan seperti sosis dan nugget dan makan makanan cepat saji”.
segar”.
mengatur pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Saudara Ibu mengatur
pola makan? “dengan tidak membeli makanan cepat saji dan mengurangi
komplikasi akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas?
seperti badan bengkak dan sesak nafas? “dengan tidak minum banyak dan
mengendalikan rasa haus selama ini ? “dengan minum air dingin dan
diet pembatasan garam selama ini ? “Ya”, karena saya terkadang tidak selera
bermanfaat bagi Ibu? “Ya”. Alasan: “mengetahui bahwa semua makanan sudah
mengandung garam”.
asupan garam? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengontrol asupan garam? “dengan
pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengatur pola makan?
akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas? “Ya”.
bengkak dan sesak nafas? “dengan mengukur jumlah cairan yang diminum setiap
mengendalikan rasa haus selama ini ? “dengan menghindari terik matahari dan
Pertanyaan 6: Apakah ada kendala yang Ibu rasakan dalam mengikuti diet
pembatasan garam selama ini ? “Tidak”, karena anak dan menantu saya selalu
bermanfaat bagi Bapak? “Ya”. Alasan: “saya jadi tahu kalau makanan kedai
garam? “dengan menakar garam untuk dimakan sesuai anjuran yaitu sampai
2000 mg saja perhari dan makan makanan yang dimasak dari rumah sesuai
anjuran.
pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Bapak mengatur pola makan?
“makan makanan yang segar dan dimasak sendiri dan menghindari makanan
kedai”.
komplikasi akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas?
badan bengkak dan sesak nafas? “dengan menghindari banyak minum air dan
mengendalikan rasa haus selama ini ? “selalu berada diruangan yang sejuk”.
Pertanyaan 6: Apakah ada kendala yang Ibu rasakan dalam mengikuti diet
pembatasan garam selama ini ? “Ya”, terkadang bosan dan ingin makan bareng
diri tapi kalau udah kepengen sekali ya ikutan sama teman tapi yang dimakan
mengandung garam”.
garam? “dengan membatasinya hanya sampai 2000 mg perhari dan masak tanpa
pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Bapak mengatur pola makan?
“dengan tidak memakan makanan yang dijual di kedai nasi dan tidak boleh
komplikasi akibat peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas?
badan bengkak dan sesak nafas? “dengan membatasi minum dan menghindari
mengendalikan rasa haus selama ini ? “dengan minum air hangat dengan gelas
kecil”.
diet pembatasan garam selama ini ? “Ya”, karena saya kerja dan walaupun
membawa makanan sendiri, terkadang jadi ikut nyicip makanan kedai karena
“terkadang saya tahankan diri untuk tidak memakan makanan lain selain yang
bermanfaat bagi Ibu? “Ya”. Alasan: “mengetahui bahwa semua makanan sudah
mengandung garam”.
asupan garam? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengontrol asupan garam? “dengan
pola makan setiap hari? “Ya”. Bagaimana cara Ibu mengatur pola makan?
Pertanyaan 4: Apakah dengan pendidikan ini Ibu terhindar dari komplikasi akibat
peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak nafas? “Ya”. Bagaimana cara
Ibu menghindari komplikasi peningkatan cairan seperti badan bengkak dan sesak
nafas? “dengan mengukur jumlah cairan yang diminum dan membatasi garam
mengendalikan rasa haus selama ini ? “dengan menghindari terik matahari dan
Pertanyaan 6: Apakah ada kendala yang Ibu rasakan dalam mengikuti diet
pembatasan garam selama ini ? “Ya”, terkadang bosan karena rasanya hambar.
Bagaimana cara Ibu mengatasinya ? “saya memasak makanan saya saat mau
Sta.
No. Nama Umur JK Pend Sta Suku Penghasilan Etiologi Lama HD Jadwal HD
Kerja
Kelompok Intervensi
TB
40 Tn. UI 66 L SMA M 1-2 juta/bln DM 1-2 tahun Rabu/Sabtu
TB
41 Nn. HS 33 P PT BM Batak < 1 juta/bln Hipertensi 2-3 tahun Rabu/Sabtu
TB
42 Tn. JM 54 L PT M Gayo 2-3 juta/bln DM 6 bln - 1 tahun Rabu/Sabtu
TB
43 Ny. SM 60 P SD J/D Batak < 1 juta/bln DM 6 bln - 1 tahun Rabu/Sabtu
Kelompok Kontrol
Minan TB
70 Tn. MN 58 L SMA M 1-2 juta/bln Batu ginjal 1-2 tahun Rabu/Sabtu
g
Minan TB
71 Tn. Bu 63 L SMP M 1-2 juta/bln Hipertensi 6 bln - 1 tahun Selasa/Jumat
g
72 Tn. D 44 L PT M Batak S 2-3 juta/bln Batu ginjal 6 bln - 1 tahun Selasa/Jumat
73 Tn. Lh.S 62 L SMP M Batak S 1-2 juta/bln Hipertensi 6 bln - 1 tahun Selasa/Jumat
74 Tn. Sa 58 L SMA M Jawa S 1-2 juta/bln Batu ginjal 1-2 tahun Selasa/Jumat
75 Tn. EyS 27 L PT BM Batak W 1-2 juta/bln Hipertensi 6 bln - 1 tahun Rabu/Sabtu
Tn.
76 51 L SMA M Batak W < 1 juta/bln Batu ginjal 2-3 tahun Rabu/Sabtu
MTS
77 Tn. MS 49 L SMA M Batak S 2-3 juta/bln Hipertensi 1-2 tahun Rabu/Sabtu
Keterangan :
BM : Belum Menikah
M : Menikah
J/D : Janda/Duda
TB : Tidak Bekerja
S : Bekerja sebagai Pegawai Swasta
W : Wiraswasta
PNS : Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
Std.
Case Processing Summary
Mean Deviation N
N %
p1 3.7000 .98786 30
Cases Valid 30 100.0 p2 3.6000 .96847 30
a
Excluded 0 .0 p3 3.7333 .94443 30
Total 30 100.0 p4 4.0667 .94443 30
a. Listwise deletion based on all p5 4.2000 .84690 30
variables in the procedure. p6 4.1333 1.04166 30
total 23.4333 4.65857 30
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.801 .929 7
p1 p2 p3 p4 p5 p6 total
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Correlations
Correlations
p1 p2 p3 p4 p5 p6 total
p1 Pearson
1 .735** .687** .577** .363* .677** .838**
Correlation
N 30 30 30 30 30 30 30
p2 Pearson
.735** 1 .746** .671** .479** .533** .858**
Correlation
N 30 30 30 30 30 30 30
p3 Pearson
.687** .746** 1 .601** .414* .563** .827**
Correlation
N 30 30 30 30 30 30 30
p4 Pearson
.577** .671** .601** 1 .716** .551** .840**
Correlation
N 30 30 30 30 30 30 30
p5 Pearson
.363* .479** .414* .716** 1 .516** .703**
Correlation
N 30 30 30 30 30 30 30
p6 Pearson
.677** .533** .563** .551** .516** 1 .798**
Correlation
N 30 30 30 30 30 30 30
total Pearson
.838** .858** .827** .840** .703** .798** 1
Correlation
N 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Petunjuk pengisian:
Pilihlah salah satu dari beberapa pernyataan dibawah ini dengan memberikan
tanda check list ( √ )
Telah diperiksa
Di Medan, Tanggal 24 Agustus 2017
Oleh Expert :
3. Saya merasa
sangat tidak
nyaman ketika V V V V 16 1
saya haus
4. Mulut saya terasa
sangat kering V V V V 16 1
ketika saya haus
5. Air liur saya
terasa kental jika V V V V 16 1
saya haus
6. Jika saya kurang
minum, saya
merasa sangat V V V V 16 1
kehausan
Total 5.625
CVI 0.937
Saran Perubahan :
* Mgkn sebaiknya disebut saja jenis gangguannya misalnya: rasa haus membuat saya
tidak bisa berkonsentrasi/fokus pada pekerjaan/atau aktivitas yg sedang saya lakukan
Telah diperiksa
Di Medan, Tanggal 24 Agustus 2017
Oleh Expert :
3. Saya merasa
sangat tidak
nyaman ketika √ √ √ √ 16 1
saya haus
4. Mulut saya terasa
sangat kering √ √ √ √ 16 1
ketika saya haus
5. Air liur saya
terasa kental jika √ √ √ √ 15 0.937
saya haus
6. Jika saya kurang
minum, saya
merasa sangat √ √ √ √ 16 1
kehausan
Total 5.874
CVI 0.979
Telah diperiksa
Di Medan, Tanggal 24 Agustus 2017
Oleh Expert :
CROSSTABS
/TABLES=Peneliti BY Numerator
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=KAPPA
/CELLS=COUNT
Crosstabs
[DataSet0]
Cases
Count
Numerator
2 3 Total
Peneliti 2 2 1 3
3 0 2 2
Total 2 3 5
Symmetric Measures
Asymp. Std.
Value Errora Approx. Tb Approx. Sig.
N of Valid Cases 5
1 3 3 3 4 5 2 20
2 3 3 3 4 4 4 21
3 4 3 2 5 5 5 24
4 3 3 3 3 3 3 18
5 4 2 4 4 5 5 24
6 2 2 2 3 3 3 15
7 2 2 2 2 3 2 13
8 5 5 5 5 5 5 30
9 4 3 4 5 3 3 22
10 2 2 3 3 4 3 17
11 4 4 4 5 5 4 26
12 5 5 5 5 5 5 30
13 2 4 3 5 5 3 22
14 3 3 3 3 3 3 18
15 4 4 3 4 4 5 24
16 3 4 5 5 5 5 27
17 3 3 4 3 4 5 22
18 4 3 4 3 3 3 20
19 4 4 3 3 4 4 22
20 4 3 3 3 4 5 22
21 4 4 4 4 5 4 25
22 3 3 4 4 4 5 23
23 4 4 4 5 5 5 27
24 5 5 5 5 5 5 30
25 5 4 4 4 3 5 25
26 5 5 5 5 4 5 29
27 5 5 5 5 5 5 30
28 4 4 4 5 5 5 27
29 3 4 4 3 3 3 20
30 5 5 5 5 5 5 30
Kategori Haus :
Skor 1-10 : Haus ringan : 0 rang
Skor 11-20 : Haus sedang : 7 orang
Skor 21-30 : Haus berat : 23 orang
Kategori Haus :
Skor 1-3 : Haus Ringan
Skor 4-6 : Haus Sedang
Skor 7-10 : Haus Berat
Jadwal
No. Umur JK Pend. Status Suku Pekerjaan Lama HD
HD
1 45 L SMP Kawin Batak Tidak Kerja 2 tahun Rb/Sb
2 60 L PT Kawin Batak Pensiun 9 bulan Rb/Sb
3 49 L SMA Kawin Jawa PNS 7 bulan Rb/Sb
4 40 L SMA Kawin Jawa PNS 1 tahun Rb/Sb
5 45 L SMA Kawin Jawa Tidak Kerja 7 tahun Sn/Km
6 64 L PT Kawin Batak Pensiun 7 bulan Sn/Km
7 56 L SMA Duda Jawa Wiraswasta 1 thn 3 bln Sn/Km
8 54 P SMP Kawin Jawa Tidak Kerja 8 bulan Sn/Km
9 53 P SMA Kawin Jawa Tidak Kerja 8 tahun Sn/Km
10 56 L SMA Kawin Melayu Kerja 6 bulan Sn/Km
11 51 L SMA Kawin Melayu Tidak Kerja 2 tahun Sn/Km
12 59 L SMA Kawin Jawa Kerja 7 bulan Sn/Km
13 39 L SMA Kawin Jawa Tidak Kerja 3 tahun Sl/Jm
14 49 L SMA Kawin Melayu Wiraswasta 6 bulan Sl/Jm
15 48 P SMP Kawin Minang Tidak Kerja 8 bulan Sl/Jm
16 64 L SMP Kawin Jawa Tidak Kerja 3 tahun Sl/Jm
17 20 L SMA Lajang Nias Tidak Kerja 3 tahun Sl/Jm
18 54 P SMA Kawin Batak Tidak Kerja 6 bulan Sl/Jm
19 52 P SMP Kawin Jawa Tidak Kerja 2 tahun Sn/Km
20 56 L SMP Kawin Jawa Tidak Kerja 3 tahun Sn/Km
21 51 P SMP Janda Batak Tidak Kerja 2 tahun Sn/Km
22 54 L SMA Kawin Melayu Kerja 9 bulan Sn/Km
23 43 P SMA Kawin Jawa Tidak Kerja 1 tahun 3 bulan Sl/Jm
24 65 P SMP Janda Jawa Tidak Kerja 2 tahun 1 bulan Sl/Jm
25 35 L PT Kawin Jawa Kerja 8 bulan Sn/Km
26 58 L SMA Kawin Batak Tidak Kerja t tahun 9 bulan Rb/Sb
27 69 L PT Duda Batak Pensiun 11 bulan Rb/Sb
28 70 L SMP Kawin Minang Tidak Kerja 3 tahun Rb/Sb
29 45 L SMA Kawin Nias Kerja 2 tahun 7 bulan Rb/Sb
30 60 P SMP Janda Jawa Tidak Kerja 1 tahun 4 bulan Rb/Sb