Anda di halaman 1dari 125

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Keperawatan Tesis Magister

2018

Pengaruh Madu dalam Tindakan Oral


Care Terhadap Perubahan Mukositis
pada Pasien Kanker yang Dilakukan Kemoterapi

Rahman, Zakiah
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/12322
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH MADU DALAM TINDAKAN ORAL CARE TERHADAP
PERUBAHAN MUKOSITIS PADA PASIEN KANKER
YANG DILAKUKAN KEMOTERAPI

TESIS

Oleh

ZAKIAH RAHMAN
157046039 /KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


THE INFLUENCE OF HONEY IN ORAL CARE ON THE CANGE IN
MUCOSITIS IN CANCER PATIENTS UNDER CHEMOTHERAPY

THESIS

By

ZAKIAH RAHMAN
157046039 /MEDICAL SURGICAL NURSING

MASTER OF NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH MADU DALAM TINDAKAN ORAL CARE TERHADAP
PERUBAHAN MUKOSITIS PADA PASIEN KANKER
YANG DILAKUKAN KEMOTERAPI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZAKIAH RAHMAN
157046039 /KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji
Pada tanggal 01 Oktober 2018

KOMISI PENGUJI TESIS


Ketua : Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA., Sp. KK.
Anggota : 1. Asrizal, S.Kep., Ns., M.Kep.
2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D.
3. Chairanur Dara Phonna, S.Kep., Ns., MNS.

Universitas Sumatera Utara


SCAN LEMBAR PENGESAHAN DEKAN

Universitas Sumatera Utara


SCAN MATRAI

Universitas Sumatera Utara


JudulTesis :Pengaruh Madu dalam Tindakan Oral Care
Terhadap Perubahan Mukositis pada Pasien Kanker
yang Dilakukan Kemoterapi
Nama Mahasiswa : Zakiah Rahman
Nomor Induk Mahasiswa : 157046039
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2018

Pengaruh Madu dalam Tindakan Oral Care Terhadap Perubahan Mukositis pada
Pasien Kanker yang Dilakukan Kemoterapi

ABSTRAK

Kanker merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat karena


insiden dan angka kematiannya terus meningkat. Salah satu terapi yang umum
diberikan pada pasien kanker adalah kemoterapi. Kemoterapi menimbulkan efek
samping diantaranya adalah : mukositis yang membutuhkan penanganan strategis
yaitu : tindakan oral care dengan menggunakan berbagai agen salah satunya
pemberian madu untuk meminimalkan mukositis pada pasien kanker yang
menerima pengobatan.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh madu dalam tindakan
oral care terhadap perubahan mukositis pada pasien kanker yang dilakukan
kemoterapi di RS. H. Adam Malik medan.
Jenis penelitian ini quasi eksperiment dengan desain pre-test and post-test
group with control group. Pengambilan sampel dengan teknik consecutive
sampling. Sampel berjumlah 64 responden terdiri 32 kelompok intervensi dan 32
responden kelompok kontrol. Madu yang digunakan dengan konsentrat madu 86
% digunakan dalam tindakan oral care sebanyak empat (4) kali sehari, mukositis
dievaluasi menggunakan Oral Assesment Guide (OAG).
Data dianalisis dengan uji paired t-test dan independen t-test. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat penurunan rata-rata skor mukositis setelah
intervensi pada kelompok intervensi (pvalue=0,000). Kesimpulannya secara
signifikan pemberian madu dalam tindakan oral care efektif dapat menurunkan
mukositis akibat kemoterapi pada pasien kanker, karena berfungsi membunuh
mikroba juga akan mengaktivasi protease sehingga menyebabkan debridement,
meningkatan aliran darah, menstimulasi pembentukan jaringan baru dan akan
membentuk radikal bebas yang akan mengaktivasi respon anti inflamasi.
Disarankan tindakan oral care menggunakan madu dapat diaplikasikan pada
pasien kanker yang dilakukan kemoterapi.

Kata kunci : madu, oral care, kemoterapi, mukositis.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK SCAN BAHASA INGGRIS

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul:

“Pengaruh madu dalam tindakan oral care pada pasien kanker yang dilakukan

kemoterapi”. Penulisan tesis ini dilakukan dalam memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sangatlah sulit untuk

menyelesaikan tesis ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan.

3. Dewi Elizadiani Suza, SKp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan sekaligus Penguji I yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan, memberikan saran dan

masukan dalam penulisan tesis ini.

4. Dr. dr. Imam Budi Putra., MHA., Sp. KK selaku Pembimbing I yang telah

memberikan kesempatan, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

5. Asrizal., S. Kep., Ns., M. Kep selaku Pembimbing II yang telah memberikan

kesempatan, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis

Universitas Sumatera Utara


hingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, dan senantiasa memberikan

semangat serta ide-ide kepada penulis.

6. Chairanur Dara Phonna., S. Kep., Ns., M. Kep Selaku Penguji II yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

7. Direktur RS H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan

melakukan penelitian.

8. Ketua Stikes Hang Tuah Tanjungpinang Letkol (Purn) Dr. H. Heri Priatna.,

MM yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi

S2 Keperawatan di Fakultas Keperawatan USU.

9. Kedua orang tuaku tercinta H. Abd. Rahman dan Hj. Fatimah, kedua anakku

Faiz dan Azka, suamiku, dan saudaraku yang selalu memberi doa serta dukungan

moral maupun material.

10. Rekan-rekan angkatan 2015 serta pihak lain yang tidak mungkin penulis

sebutkan satu-persatu atas bantuannya secara langsung maupun tidak langsung

sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh

dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada

seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT memberikan keberkahan untuk kita

semua. Amiin….

Medan, Oktober 2018

Penulis

Zakiah Rahman

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR KOMISI PENGUJI
PERNYATAAN KEASLIAN
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan masalah 5
Tujuan Penelitian 6
Hipotesis 6
Manfaat Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8


Konsep Kanker 8
Konsep Mukositis Akibat Kemoterapi 18
Konsep Oral Care 30
Konsep Madu 31
Landasan Teori 41
Kerangka Teori 44
Kerangka Konsep Penelitian 45

BAB 3 METODE PENELITIAN 46


Jenis Penelitian 46
Lokasi dan Waktu Penelitian 47
Populasi dan Sampel 48
Variabel dan Defenisi Operasional 46
Metode Pengumpulan Data 50
Metode Pengukuran 53
Uji Validitas dan Reliabilitas 54
Metode Analisa Data 55
Pertimbangan Etik 56

BAB 4 HASIL PENELITIAN 58


Hasil Analisa Univariat 58
Hasil Analisa Bivariat 61

BAB 5 PEMBAHASAN 64
Karakteristik Responden 64

Universitas Sumatera Utara


Mukositis Akibat Kemoterapi 70
Oral Care Madupada Pasien Mukositis 72
Pengaruh Madu terhadap Perubahan Mukositis 73
Implikasi Hasil Penelitian Bagi Keperawatan 76

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 78


Kesimpulan 78
Saran 79

DAFTAR PUSTAKA 81
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

3.1 Defenisi operasional ……………………............................................. 48


4.1 Distribusi karakteristik responden ........................................................ 60
4.2 Distribusi skor mukositis oral care madu dan oral care rutin biasa.. 62
4.3 Perbedaan skor mukositis sebelum dan sesudah intervensi oral care
madu ..................................................................................................... 63
4.4 Perbedaan skor mukositis sebelum dan sesudah intervensi oral care
rutin biasa ............................................................................................. 63
4.5 Perbedaan oral care madu dan oral care rutin biasa ........................... 64

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar 2.1 Kerangka Teori ………………………………...............


2. Gambar 2.2 Kerangka Konsep ………………………….…..............
3. Gambar 3.1 Alur Penelitian ………………………………................ 44
45
53

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Instrumen Penelitian Halaman

Lampiran 1 Instrument Penelitian 117


Lampiran 2 Biodata Expert 168
Lampiran 3 Izin Penelitian 170
Lampiran 5 Lembar Konsul 177

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kanker merupakan ancaman seriusbagi kesehatan masyarakat karena

insiden dan angka kematiannya terus meningkat. Berdasarkan data WHO

(2015)penyakit kanker merupakan penyebab kematian terbanyak dan nomor 2 di

dunia sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular. Setiap tahun 12 juta orang di

dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Diperkirakan

pada tahun 2030 kejadian tersebut dapat mencapai hingga 26 juta orang dan 17

juta di antaranya meninggal akibat kanker.

Berdasarkan data American Cancer Society(2015)sekitar 1.685.210 kasus

kanker setiap hari. Diperkirakan 595.690 orang meninggal akibat kanker dan

sekitar 1.600 kematian per hari. Kanker merupakan penyebab kedua kematian di

Amerika Serikat, dengan lebih dari 1,6 juta kasus baru dan hampir 600 000

kematian akibat kanker diperkirakan terjadi pada tahun 2015.

Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI (2013),

prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1,4 per 1000 penduduk, dan merupakan

penyebab kematian ke tujuh. Sedangkan Di RSUP. H. Adam Malik Medan pasien

yang berobat akibat kanker mencapai 100 orang setiap hari untuk semua jenis

kanker.

Tingginya angka kejadian kanker membutuhkan berbagai terapi

pengobatan, Salah satu terapi yang umum diberikan pada pasien kanker adalah

kemoterapi. kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia (obat)

Universitas Sumatera Utara


untuk mengurangi, menghilangkan atau menghambat pertumbuhan sel-sel kanker

ditubuh pasien. Hingga saat ini obat anti kanker jenis kemoterapi yang sudah

dapat digunakan secara klinis mencapai 70 jenis lebih dan sudah lebih dari 10

jenis kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi, atau sekitar 5% dari

seluruh pasien kanker atau setara dengan 10% dari angka kematian akibat kanker

setiap tahun, termasuk kanker ganas. Meskipun sebagian kanker lainnya tidak

dapat disembuhkan dengan kemoterapi tetapi dapat memperpanjang harapan

hidup (Desen, 2011).

Kemoterapi memiliki prinsip kerjamembunuh sel-sel kanker dengan

cepat, namun dapat membunuh sel-sel yang sehat sehingga kemoterapi sering

menimbulkan efek samping diantaranya adalah : masalah kesehatan mulut atau

mukositis, kesulitan mengunyah, menelan, berbicara, perdarahan mulut, mulut

kering, dan hilangnya sensasi rasa. Sekitar 40% dari semua pasien kanker yang

menjalani kemoterapi mengalami mukositis (Desen, 2011).

Mukositis terjadi sekitar 40% pada pasien yang mendapat dosis standar

dan sebanyak 100% dari pasien yang menerima terapi dosis tinggi atau kombinasi

kemo-radiasipada kanker kepala dan leher. Faktor yang mempengaruhi terjadinya

mukositis antara lain jenis kanker dan jenis kemoterapi yang digunakan untuk

pengobatan. Setiap tahun 400.000 orang mengalami komplikasi pada mulut akibat

kemoterapi dan 30% -75% dari pasien yang dikemoterapi mengalami mukositis

pada mulut (Jayalekshmi, Lakshmi, Mukerji, & Nisha, 2015).

Kondisi inflamasipada mulut yang disebabkan oleh pemberian agen

kemoterapimengakibatkanberbagai gangguan pada pasiensehingga membutuhkan

berbagai macam upaya strategis mulai dari upaya menjaga agar tidak terjadi

Universitas Sumatera Utara


pengurangan dosis, upaya agar tidak terjadi penundaan pengobatan sampai pada

upaya perawatan untuk memaksimalkan intake nutrisi, serta berbagai upaya

perawatan terhadap mukositis (Peterson,Bensadoun,& Roila, 2011).

Pasien kanker yang mengalami mukositis akibat pengobatan kemoterapi

dapat menyebabkan pasien dirawat lebih lama di rumah sakit sehingga

meningkatkan biaya perawatan dan terapi kanker. Mukositis dapat menyebabkan

rasa sakit, kurangnya asupan nutrisi yang mengakibatkan malnutrisi. Ketika

mukositis terjadi, mikro-organisme yang ada didalam rongga mulut dan seluruh

saluran pencernaan dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan infeksi lanjut

yang berpotensi mengancam nyawa sehingga membutuhkan penanganan strategis

(Eilers, Harris, Henry, & Johnson, 2014).

Penanganan strategis dapat dilakukan dengan pemeliharaan kebersihan

mulut dalam mengurangi gejala mukositis oral. Selain itu,terbukti bahwa

mempertahankan kebersihan mulut dengan protokol perawatan mulut (oral care)

dapat mencegah dan mengurangi keparahan mukositis(Lalla, Saunders, &

Peterson, 2016). Berdasarkan evidence based nursing bahwa perawatan mulut

(oral care) membantu meminimalkan mukositis pada pasien kanker yang

menerima pengobatan. Oral care dapat mengurangi jumlah mikroba, mengurangi

rasa sakit, perdarahan, dan mencegah infeksi, menjaga kesehatan mulut dan

mengurangi risiko komplikasi pada gigi (Eilers, Harris, Henry, & Johnson, 2014).

Penanganan mukositis dapat diatasi dengan pemberian berbagai agen

dalam melakukan oral caretetapi belum ada standar yang rutin digunakan saat ini.

Umumnya agen oral care yang diberikan salah satunya termasuk khlorhexidin.

Universitas Sumatera Utara


Klorheksidin digunakan sebagai obat kumur tetapi dapat menyebabkan rasa sakit

akibat iritasi (Jayalaksmi, et al, 2015).

Selain agen klorheksidin dapat juga diberikan media lain. Beberapa

penelitian merekomendasikan madu sebagai salah satu agen yang digunakan

dalam melakukan oral care untuk mencegah dan mengobati mukositis. Madu

memiliki efek antioksidan, antibakteri, antivirus, dan antiinflamasi, membantu

mengurangi mukositis, epitelisasi dan memfasilitasi penyembuhan dengan

mengurangi efek toksik dari kemoterapi dan radiasi (Bulut, 2016).

Beberapa penelitian mengatakan madu sebagai salah satu obat tradisional

yang bermanfaat bagi kesehatan termasuk kemampuannya untuk memfasilitasi

proses penyembuhan.Madu adalah asam dengan pH berkisar 3,2-4,5, yang

berfungsi untuk menghambat pertumbuhan patogen. Kadargula tinggi dari madu

menarik air dari luka, mengurangi ketersediaan air untuk patogen, yang

selanjutnya menghambat pertumbuhan mikroba.Hal ini juga berisi enzim glukosa-

oksidase yang merangsang pelepasan hidrogen peroksida setelah kontak dengan

jaringan tubuh, memiliki efek antiseptik, anti-inflamasi, antimikroba dan

meningkatkan menyembuhan mukositis dengan efektif (Charalambous, et, al,

2013).

Madu menstimulasi pertumbuhan jaringan epitel sel dan mencegah luka

jaringan sel. Memiliki antiulcer dari madu sebagai antioksidan. Madu adalah

antibiotik alami mengurangi pertumbuhan bakteri dan pencegahan infeksi luka.

Selain itu, madu dapat mencegah dan menyembuhkan mukositis dengan menjaga

kebersihan mulutmenggunakan obat kumur. Obat kumur yang dapat digunakan

normal salin, potongan es, madu, allopurinol, benzydamine, khlorhexidin,

Universitas Sumatera Utara


chamomile dan glutamin. Obat kumur non farmakologi yang dapat digunakan

adalah madu dan chamomile (Bahramnezhad, et al, 2015).

Penelitian Amanat, et al, (2017) dengan sampel 82 orang yang mendapat

terapiradiasi dibagi2 kelompok yaitu kelompok perlakuan berkumur

menggunakan madu 20 ml dan pada kelompok kontrol berkumur menggunakan

normal salin 0,9% 15 menit sebelum dan sesudah radioterapi. Hasilnya secara

signifikan proporsi mukositis lebih rendah pada kelompok yang diberikan madu

dengan pvalue<0,05. Kesimpulannya bahwa madu efektif untuk menurunkan skor

mukositis akibat radiasi. Dan penelitian yang dilakukan Abdulmaksoud et al,

(2016) untuk menguji efek madu dalam mengurangi mukositis. Hasil

penelitiannya membuktikan bahwa madu dapat mengurangi mukositis

(pvalue=<0,05).

Penelitian tentang mukositis masih terbatas dan belum adanya standar

perawatan untuk mencegah dan mengurangi keparahan mukositis sehingga perlu

dilakukan penelitian selanjutnya untuk menguatkan penggunaan madu dalam

upaya kuratif mukositis yang digunakan dalam tindakan oral care. Berdasarkan

permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai :

“Pengaruh madu dalam tindakan oral care terhadap perubahan mukositis pada

pasien kanker yang dilakukankemoterapi”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahannya

yaitu: “adakah pengaruh madu dalam tindakan oral care terhadap perubahan

mukositis pada pasien kanker yang dilakukan kemoterapi”.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitianini bertujuan melihat pengaruh madu dalam tindakan oral care

terhadap perubahan mukositis pasien kanker yang dilakukan kemoterapi.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui : 1) Gambaran karakteristik

pasien yang mengalami mukositis (usia, jenis kelamin, pendidikan, diagnosa

penyakit, status gizi, jenis kanker, jenis kemoterapi dan riwayat mukositis). 2)

Distribusi skor mukositis sebelum intervensi pada kelompok intervensi oral care

madudan kelompok kontrol oral care rutin biasa. 3) Distribusi skor mukositis

sesudah intervensi pada kelompok intervensi oral care madu.4) Distribusi skor

mukositis sesudah intervensi pada kelompok kontrol oral care rutin biasa. 5)

Perbedaan skor mukositis sebelum dan sesudah intervensi antara kelompok

intervensi oral care madu dan kelompok kontrol oral care rutin biasa.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah madu dalam tindakan oral care

berpengaruh terhadap perubahan mukositis pada pasien kanker yang dilakukan

kemoterapi.

Manfaat penelitian

Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat diaplikasikan

dalam memberikan asuhan keparawatan pada pasien kanker yang

Universitas Sumatera Utara


dilakukankemoterapi terutama dalam perawatan mulut khususnya pada pasien

yang mengalami mukositis. Memberikan masukan dalam membuat standar

perawatan mulut pada pasien kanker yang dilakukan kemoterapi.

Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambahpengetahuan dan wawasan terutama

tentang tindakan oral caredan madu sebagai terapi komplementer untuk

mencegah dan mengurangi mukositis pada pasien kanker.

Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian

selanjutnya dalam menemukan standar intervensi perawatan mukositis.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Kanker

Pengertian Kanker

Kanker merupakan kumpulan sel-sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel

yang tumbuh secara terus menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan

jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi secara fisiologis (Price & Wilson, 2009).

Kanker adalah : istilah yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel abnormal

membelah tanpa terkontrol dan mampu menyerang jaringan lain. Sel-sel kanker

dapat menyebar kebagian lain dari tubuh melalui darah dan kelenjar getah bening

(National Cancer Institute, 2011).

Penyebab kanker sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi dapat

dicetuskan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang

mempengaruhi kanker adalah terjadinya mutasi gen (baik yang diturunkan

maupun akibat metabolisme), sedangkan faktor eksternal adalah terjadinya

infeksi, terpapar radiasi, maupun mengkonsumsi zat kimia tertentu yang bersifat

karsinogen dan juga mengkonsumsi tembakau (American Cancer Society, 2015).

Tanda dan Gejala Kanker

Gejala umum kanker adalah terdapat massa atau benjolan, nyeri (akibat

koreng atau borok yang sulit sembuh, pengeluaran darah (dari hidung, mulut, alat

vital atau anus), gangguan buang air besar (diare atau sembelit), rasa tidak

nyaman pada perut atau pinggul, gangguan proses buang air kecil, perubahan

Universitas Sumatera Utara


bentuk, ukuran atau warna pada tahi lalat dan penurunan berat badan secara

drastis.

Tujuh tanda dan gejala kanker dapat dengan mudah diingat dengan

CAUTION yaitu: 1) C: perubahan kandung kemih atau usus seperti : tidak

adanya buang air kecil atau buang air besar atau buang air kecil yang berlebihan;

2) A: nyeri yang tidak sembuh-sembuh dalam periode waktu tertentu; 3) U:

perdarahan yang tidak biasa dari vagina, putting, atau penis, yang tidak biasa

jumlahnya, bisa berdarah, purulen, atau kental; 4) T: penebalan atau adanya

benjolan di payudara, testis, atau bagian dari tubuh; 5) I: gangguan pencernaan

atau kesulitan menelan untuk jangka waktu lama; 6) O: perubahan jelas pada kutil

atau tahi lalat, seperti warna, ukuran, tekstur; dan 7) N: batuk atau suara serak

yang berkepanjangan (White & Duncan, 2012).

Jenis Kanker

Pada umumnya, jenis kanker dirujuk berdasarkan jenis organ atau sel

tempat terjadinya. Sebagai contoh, kanker yang terjadi pada usus besar

sebagai kanker usus besar, sedangkan kanker yang terjadi pada sel basal

dari kulit dirujuk sebagai karsinoma sel basal. Jenis kanker kemudian dilakukan

pada kategori yang lebih umum, seperti berdasarkan jenis sel.

Kanker dapat dikelompokkan sesuai dengan jenis yang memiliki 4

kategori utama yaitu: a) karsinoma, merupakan kanker yang terjadi pada jaringan

epitel, seperti kulit atau jaringan yang menyelubungi organ tubuh, misalnya organ

pada sistempencernaan atau kelenjar, contohnya:meliputi kanker kulit, karsinoma

servik, karsinoma anal, kanker esopafageal, karsinoma hepatoseluler, kanker

Universitas Sumatera Utara


laring, hipernefroma, kanker lambung, kanker testiskuler dan kelenjar tiroid; b).

sarkoma, merupakan kanker yang terjadi pada tulang seperti osteosarkoma; tulang

rawan seperti kondrosarkoma; jaringan otot seperti rabdomiosarkoma, jaringan

adiposa, pembuluh darah dan jaringan pendukung lainnya; c). leukemia,

merupakan kanker yang terjadi akibat tidak matangnya sel darah yang

berkembang di dalam sumsum tulang dan memiliki kecenderungan untuk

berakumulasi di dalam sirkulasi darah; d). limfoma, merupakan kanker yang

timbul dari nodus limfa dan jaringan dalam sistem kekebalan tubuh.

Beberapa jenis kanker yang paling umum terjadi pada orang dewasa

adalah: kanker payudara, limfoma (non-hodgkin dan hodgkin), melanoma,

sarkoma (kanker jaringan ikat seperti otot dan tulang), kanker pada saluran genital

wanita (leher rahim dan ovarium), kanker tiroid, kanker testis, kanker kolorektal,

leukemia dan otak dan tumor sumsum tulang belakang. Jenis-jenis kanker terlihat

pada orang dewasa muda (usia 20-39) tidak unik untuk kelompok usia ini, tetapi

jenis yang paling umum dalam rentang usia ini sebagian besar berbeda dengan

yang terjadi pada anak-anak atau orang dewasa yang lebih tua yaitu: kanker

bladder, kanker payudara, kanker kolorektal,kanker renal, leukemia, kanker hati,

kanker paru, limphoma, kanker pankreas, kanker prostat, kanker kulit, kanker

tiroid dan kanker uterin (American Society Cancer, 2015).

Pengobatan Kanker dengan Kemoterapi

Defenisi Kemoterapi

Kemoterapi adalah pengobatan dari suatu penyakit atau kondisi penyakit

dengan bahan-bahan yang dapat menyerang penyebab dari konsidi

Universitas Sumatera Utara


penyakittersebut. Kemoterapi umumnya digunakan untuk menggambarkan

pengobatan kanker dengan obat-obatan anti kanker. Kemoterapi membunuh sel-

sel kanker pada tumor dan juga dapat membunuh sel-sel kanker yang telah lepas

dari sel-sel kanker dari sel induk atau telah bermetastase melalui darah dan limpa

kebagian tubuh yang lainnya (Smeltzer &Bare, 2010).

Tujuan Kemoterapi

Kemoterapi memiliki beberapa tujuan, di antaranya yaitu : a). kemoterapi

kuratif terhadap tumor sensitif yang kurabel, misalnya leukemia limfositik akut,

limfoma maligna, kanker testis, karsinoma sel kecil paru dan lainnya. Kemoterapi

kuratif harus memakai formula kemoterapi kombinasi yang terdiri atas obat

dengan mekanisme kerja berbeda; b). kemoterapi adjuvantadalah kemoterapi yang

dikerjakan setelah operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian dari terapi

kuratif. Bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase; c). kemoterapi

neoadjuvan dilakukan sebelum operasi atau radioterapi, bertujuan untuk

mengecilkan massa tumor; d). kemoterapi paliatif, hanya digunakan untuk

mengurangi gejala-gejala dan memperpanjang waktu survival;e). kemoterapi

kombinasi, menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi (Desen, 2011).

Jenis Kemoterapi

Jenis–jenis kemoterapi berdasarkan asal obat, struktur kimia, dan

mekanisme kerjanya menurut Desen (2011) adalah :

Universitas Sumatera Utara


Alkilator

Obat alkilator adalah obat yang dapat membentuk ikatan asam nukleat,

protein dan banyak molekul dengan berat molekul rendah. Obat golongan ini

memiliki golongan gugus alkilator yang aktif, dalam kondisi fisiologis dapat

membentuk gugus elektrofilik dari ion positif karbon, untuk menyerang lokus

kaya elektron dari makromolekul biologis. Akibatnya dengan berbagai gugus

nukleofilik termasuk gugus yang secara biologis penting seperti gugus fosfat,

amino, tiol, imidazol, dan lain-lain akan membentuk ikatan kovalen. Efek

sitotoksik zat alkilator terutama melalui pembentukan ikatan silang secara

langsung dengan N7 radikal basa guanine atau N3 adenin dari molekul

Deoxyribose Nucleat Acid (DNA) atau pembentukan ikatan silang antara molekul

DNA dan protein sehingga struktur sel rusak dan sel mati.

Antimetabolit

Obat golongan ini adalah kelompok senyawa dengan berat molekul rendah

yang mempunyai efek antineoplasma karena struktur dan fungsinya mirip dengan

metabolit yang secara alami terlibat dalam sintesis asam nukleat. Obat golongan

ini terutama mengganggu metabolisme asam nukleat dengan mempengaruhi

sintesis DNA, RNA, dan makromolekul (MTX) menghambat enzim dihidrofolat

reduktase sehingga produksi tetrahidrofolat terhambat, akhirnya menghambat

sintesis DNA. Merkaptopurin (6MP) dan Tioguanis (6TG) dapat memutus

perubahan hipoxantin menjadi asam adenilat hingga menghambat sintesis asam

nukleat.

Universitas Sumatera Utara


Antibiotik Cancer

Aktinomisin D (Act-D) Daunorubycin, Adrymicin (ADP), Epirubycin,

Pirarubyci (THP), Idarubycin, Mitoksantro dan obat lain membunuh sel kanker

dengan cara menyusup masuk ke pasangan basa didekat rantai ganda DNA,

menimbulkan terpisahnya kedua rantai DA, mengusik transkripsi DNA, dan

prosuksi RNA, sementara golongan Bleomicin secara langsung menimbulkan

fragmentasi rantai tunggal DNA, Mitomisin (MMC) dan DNA membentuk ikatan

silang, keduanya berefek sama seperti alkilator.

Inhibitor Metabolit Mikrotubuli

Alkaloid tumbuhan dari jenis Vinca, seperti Vinblastin (VLB), Vinkristin

(VCR), Viadesin (VDS), maupun Navelbin terutama berikatan dengan protein

mikrotubuli inti sel tumor, menghambat sintesis dan polimerisasi mikrotubuli

sehingga mitosis berhenti pada metaphase dan replikasi terganggu. Obat anti

tumor baru seperti Taksol dan Taksoter dapat memacu dimerisasi mikrotubuli dan

menghambat depolimerisasinya sehingga langkah kunci pembentukan spindle

pada mitosis terhambat. Efek kebalikan dari Vincristin tetapi hasil akhirnya sama,

yaitu mitosis sel tumor terhenti.

Inhibitor Topoisomerase

Alkaloit dari Champtotheca acuminate, Irinotekan dan Tapotekan dapat

membunuh sel kanker terutama dengan cara menghambat topoisomerase I,

menghambat pertautan kembali rantai ganda setelah saling berpisah waktu

replikasi DNA, sehingga rantai ganda DNA terputus. Sementara Podofilotoksin

seperti Etopoid (VP-16) dan Teniposid (VM-26) membunuh sel kanker dengan

Universitas Sumatera Utara


cara menghambat enzim topoisomerase II, juga menghambat replikasi dan sintesis

DNA.

Golongan Hormon

Hormon seperti estrogen, progesteron, testosteron dan lain-lain dapat

berikatan dengan reseptor yang sesuai di intrasel sehingga dapat memacu

pertumbuhan tumor tertentu yang bergantung pada hormon, seperti karsinoma

payudara, dan karsinoma prostat. Penyekat reseptor termasuk anti estrogen seperti

Tamoksifen, Toramifen dan lain-lain dan antiandrogen seperti Flutamid masing-

masing dapat berikatan secara kompetitif dengan reseptor yang sesuai dalam sel

tumor, sehingga dapat digunakan untuk terapi karsinoma prostat.

Golongan Target Molekular

Belakangan ini telah dikembangkan obat yang tertuju target molekul yang

menjadi kunci dalam proses tumbuh dan berkembangnya kanker misalnya : enzim

tirosin kinase (TK), fernesil transferase (FT) dll pada antigen yang berhubungan

dengan deferensiasi membran sel.

Siklus Kemoterapi

Siklus kemoterapi terdiri beberapa fase yaitu : fase induksi merupakan

fase awal dimana terapi diberikan secara intensif, tujuannya untuk membunuh sel-

sel kanker sehingga terdapat remisi. Remisi terjadi ketika sel memberikan respon

yang baik terhadap kemoterapi baik respon sementara atau permanen. Remisi

ditandai dengan terjadinya penurunan tingkat keganasan dan bahkan berhentinya

proses keganasan.

Universitas Sumatera Utara


Fase kedua adalah fase konsolidasi. Pada fase ini diberikan secara intensif

untuk membunuh sisa-sisa sel kanker yang masih ada. Fase ketiga yaitu : fase

pemeliharaan yaitu fase dimana fase lanjutan untuk membunuh sel-sel kanker

yang masih ada. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa tahun. Fase terakhir

adalah terapi akan diakhiri dan dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan

kekambuhan (relaps) serta efek samping kemoterapi.

Selama siklus kemoterapi, perawat perlu memantau beberapa hal, antara

lain terjadinya kekambuhan pada setiap fase. Ketika terjadi kekambuhan, regimen

terapi harus diganti dan memulai kefase awal. Selanjutnya yang harus

diperhatikan adalah dosis kemoterapi. Kemoterapi harus diberikan dalam dosis

yang tepat dapat berdasarkan berat badan, tinggi badan atau luas permukaan

tubuh. Hal tersebut untuk meminimalkan efek toksik pada jaringan dan organ.

Prosedur keamanan dan cara pemberian agen kemoterapi juga harus dipantau dan

diperhatikan oleh perawat dan dokter.

Efek Samping Kemoterapi

Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yangs sifatnya cepat membelah,

namun terkadang obat ini memiliki efek pada sel-sel tubuh normal yang juga

mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa, sum-sum tulang dan

sperma. Obat ini juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ jantung, hati,

ginjal dan sistem syaraf (Abdulmuthalib, 2006).

Menurut Desen (2011) efek samping dari kemoterapi ada dua kategori,

efek toksik jangka pendek dan efek toksik jangka panjang. Efek toksik jangka

pendek diantaranya depresi sum-sum tulang, reaksi gastrointestinal, gangguan

Universitas Sumatera Utara


fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, kardiotoksisitas, neuro toksisitas, reaksi alergi

dan lain-lain. Sementara efek toksik jangka panjang adalah karsinogenesitas dan

infertilitas. Efek samping kemoterapi adalah :

Depresi Sum-sum Tulang

Depresi sum-sum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi.

Kebanyakan obat anti tumor kecuali hormon, Bleomisin, L-asparaginase

semuanya menimbulkan leokopenia, trombositopenia, dan anemia dengan derajat

yang bervariasi. Beberapa diantaranya golongan obat nitrosurea (BCNU, CCNU,

MeCCNU) dan prokarbazin dapat menimbulkan depresi sum-sum tulang tertunda

selama 6 sampai 8 minggu. Depresi sum-sum tulang yang parah dapat

menyebabkan timbulnya infeksi, septikemia dan perdarahan visera.

Reaksi Gastrointestinal

Obat anti tumor sering menimbulkan mual dan muntah pada pasien dengan

derajat yang bervariasi dan dosisi tinggi menimbulkan mual muntah hebat. Obat

golongan 5FU, MTX, Bleomisin, dan Adriamisin. Kemoterapi juga dapat

mengakibatkan masalah kesehatan mulut berupa mukositis yang sering disebut

stomatitis, mulut kering, disfungsi kelenjar saliva, perubahan sensasi rasa dan

nyeri. Obat sejenis 5FU dan CPT11 kadangkala menimbulkan diare serius serta

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi harus dikoreksi dengan

segera.

Gangguan Fungsi Hati

Obat golongan MTX, 5FU, 6MP, DTIC, VP16, Asparaginase, dapat

menimbulkan rudapaksa hati. Peninggian billirubin mempengaruhi ekskresi obat

golongan antrasiklin seperti adriamisin dan golongan vinka alkaloid. Obat

Universitas Sumatera Utara


kemoterapi juga dapat menyebabkan infeksi virus laten hepatitis memburuk secara

tiba-tiba, menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat).

Gangguan Fungsi Ginjal

Dosis tinggi Cyclophospamid dan Iphospamid dapat menimbulkan sistitis

hemoragik. Dosis tinggi MTX yang diekskresi lewat urin dapat menyumbat

duktuli renalis hingga timbul olguria dan uremia. Cisplatin secara langsung

merusak parenkim ginjal, sehingga pemakaian dosis tinggi memerlukan hidrasi

dan diuresis. Tumor massif yang peka kemoterapi seperti leukemia, limpoma,

nefroblastoma jika diberikan kemoterapi akan menyebabkan sel tumor akan lisis/

mati dalam jumlah yang besar, sehingga akan timbul asam urat dalam jumlah

yang besar dalam waktu yang singkat akan menimbulkan nefropati asam urat.

Kardiotoksisitas

Adriamycin dan Daunorubicin dapat menimbulkan kardiotoksik, terutama

efek kardiotoksik kumulatif. Dosis total adriamycin harus dikendalikan kurang

dari 500 mg/m² bila dipakai tunggal 450 mg/m² bila dalam kemoterapi kombinasi.

Pada pasien dengan elektrokardiogram (EKG) abnormal dan insufisiensi jantung,

perlu pemantauan jantung selama terapi. Obat golongan Epirubisin, Pirarubisin,

Mitoksantro memiliki kardiotosisitas yang lebih ringan. Penggunaan obat-obat

tersebut sedapat mungkin tidak bersamaan dengan radioterapi daerah prekordial.

Pulmotosisitas

Penggunaan jangka panjang Bleomisin dan Busulfan (Myleran) dapat

menimbulkan fibrosis kronis paru, secara klinis harus mengendalikan dosis

totalnya. Obat baru dari golongan dengan target molecular Iressa dapat

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan pneumonitis intertisial, sebagian, sebagian fatal jadi harus

diwaspadai.

Neurotoksisitas

Obat golongan Vincristin, Cisplatin, Oksaliplatin, dapat menimbulkan

perineuritis, dosis tunggal Vincristi (≤ 2mg/m²) dan dosis total (≤ 800mg/m²)harus

ditaati benar. Untuk mengurangi neurotoksisitas Oksaliplatin dapat dilakukan

dengan menghindari minum air dingin dan mencuci tangan dengan air dingin

sewaktu terapi.

Reaksi Alergi

Obat golongan Bleomisin, Asparaginase, Taksol dan Taksore dapat

menimbulkan reaksi alergi seperti menggigil, demam, syok anafilakstik dan udem.

Karsinogenesitas

Penggunaan beberapa obat anti tumor seperti HN2, Prokarbazin, Melfalan

setelah beberapa bulan atau tahun dapat meningkatkan peluang terjadinya tumor

primer kedua.

Infertilitas

Umumnya obat anti kanker dapat menekan fungsi spermatozoa dan

ovarium sehingga menimbulkan penurunan fertilitas.

Konsep Mukositis Akibat Kemoterapi

Defenisi Mukositis

Mukositis adalah proses inflamasi yang dapat melibatkan sel-sel epitel

mukosa dari mulut ke rektum (Eilers, Harris, Henry & Johnson, 2014). Mukositis

akibat kemoterapi adalah suatu keadaan yang diakibatkan efek samping

Universitas Sumatera Utara


kemoterapi pada jaringan mukosa mulut. Peradangan mukosa mulut disebut juga

sariawan atau mukositis dan kedua istilah tersebut saling dipertukarkan juga

disebut stomatitis (Cancer Care Nova Stovia, 2008).

Peradangan mukosa pada selaput lendir rongga mulut, terjadi pada

sebagian dari klien kanker yang menerima pengobatan kemoterapi. Untuk

meminimalkan mukositis dengan menilai tanda-tanda awal dan gejala seperti

edema, ulserasi, eritema, saliva berlebihan, dan infeksi (White& Duncan, 2012).

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa mukositis

merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa atau sub mukosa mulut akibat

dari pengobatan kanker kemoterapi atau radioterapi.

Penyebab Mukositis

Mukositis disebabkan oleh iatrogenic, bakteri, virus, dan jamur. Penyebab

iatrogrenik adalah mukositis yang disebabkan karena pemberian kemoterapi, yang

mengakibatkan komplikasi pada mulut berupa langsung berupa langsung karena

efek stomatotoksik dari obat-obat antineoplasma yang menyebabkan mukositis,

dan juga efek tidak langsung yang berupa mielosupresi yang mengakibatkan

perdarahan dan infeksi pada mulut (Cancer Care Nova Stovia, 2008).

Selain iatogenik, mukositis juga disebabkan oleh mikroorganisme yaitu

bakteri, visus, dan jamur. Bakteri yang sering menyebabkan mukositis adalah

bakteri an-aerob gram negatif,klebsiella, enterobacter, serratia, proteus dan

escherichia coli. Sedangkan virus yang menyebabkan mukositis diantaranya

herpes simplex, cytomegalovirus, varicella zoster, dan eipstein barr virus.

Universitas Sumatera Utara


Patofisiologi Mukositis

Patofisiologi mukositisakibatterapikanker berdasarkan mekanisme

terjadinya mukositis dapat dibagi menjadi dua yaitu: mukositis langsung dan

mukositis tidak langsung mukositis langsung terjadi pada sel-sel epitel mukosa

mulut yang mengalami perubahan, dan melalui mekanisme toksisitas langsung

pada sel-sel mukosa.

Kemoterapi dipengaruhi kematangan dan pertumbuhan sel-sel epitel

mukosa mulut sehingga menyebabkan perubahan pada mukosa normal dan

kematian sel. Mukositis ini biasanya terjadi pada hari ke 7 sampai 14 hari

sedangkan mukositis tidak langsung disebabkan oleh invasi langsung dari bakteri

gram negatif dan jamur. Mukositis ini terjadi melalui mekanisme tidak langsung

pada mukosa sum-sum tulang yang menyebabkan granulositopenia sehingga

mempermudah terjadinya infeksi dan perdarahan pada mukosa.

Lapisan mukosa rongga mulut diyakini sebelumnya akan sangat rentan

terhadap kerusakan selama menjalani terapi kanker, dikarenakan sebagian besar

perawatan untuk kanker tidak dapat membedakan antara sel-sel sehat dan sel

kanker. Kemoterapi juga biasanya menyebabkan pembelahan sel seperti sel

mukosa mulut dan tenggorokan, sehingga sel menjadi rusak selama pengobatan

(Cancer Care Nova Stovia, 2008,& Sonis, 2010).

Sedangkan patofisologi mukositis akibat kemoterapi dapat diperjelas

dengan mekanisme patobiologi. Menurut Sonis (2010) &Cancer Care Nova

Stovia (2008) secara patobiologi mukositis terjadi dalam lima fase yaitu fase awal

(Initial phase, fase regulasi dan pembentukan sinyal (up regulating and

Universitas Sumatera Utara


generation of messenger signals), fase amplikfikasi dan penjalaran sinyal (signal

and amplification), fase ulserasi dengan inflamasi dan fase penyembuhan.

Fase awal (initial phase) ditandai dengan pembentukan reactive oxygen

species (ROS) oleh agen kemoterapi. ROS akan menyebabkan kerusakan sel,

jaringan dan pembuluh darah secara langsung. Aktivasi ROS akan menstimulasi

faktor transkripsi dan memulai serangkaian biologi terjadinya mukositis. Fase ini

biasanya terjadi setelah pemberian kemoterapi atau pada hari pertama pasca

kemoterapi. Pada fase ini sel mukosa masih terlihat normal.

Fase kedua adalah fase regulasi dan pembentukan messenger signals. Pada

fase ini terjadi kematian kologenik sel lapisan epitel karena kerusakan DNA oleh

ROS. Selanjutnya nuclear factor kB (NK-kB) akan teraktivasi dan mengaktivasi

sejumlah gen (death colonologic gen) yang menyebabkan toksisitas mukosa.

Selain itu NK-kB juga akan mengaktivasi sitokin yang merupakan substansi pro-

inflamasi. Fase ini akan terjadi pada hari pertama atau kedua paska kemoterapi.

Fase ketiga yaitu signaling dan amplifikasi. Pada fase ini sitokin pro

inflamasi akan mengaktivasi zat aktivator inflamasi yaitu TNK-alfa, IL-1Beta dan

IL-6. TNK-alfa akan mengaktivasi agen yang menyebabkan cedera jaringan

seperti ceramide dan caspase. Signal ini selanjutnya akan semakin meningkatkan

produksi sitokin. Aktivasi ceramide dapat menjadi mekanisme sekunder

terjadinya kerusakan jaringan. Seluruh agen yang telah aktif akan menyebabkan

opoptosis. Apoptosis atau kematian sel terjadi pada sel epitel maupun jaringan

submukosa. Inflamasi akan terus terjadi dan menyebabkan sel epitel dan

submukosa menjadi kemerahan, bengkak dan nyeri. Terjadi kerusakan atau

kematian sel epitel dan jaringan mukosa. Jaringan yang rusak akan memberikan

Universitas Sumatera Utara


tanda eritema dan oedema. Fase ini akan berlangsung pada hari keempat dan

kelima paska kemoterapi.

Fase ulserasi dan inflamasi yang ditandai dengan pembentukan lesi. Lesi

yang terbentuk menjadi tempat masuk mikroorganisme. Oleh karena itu, bakteri-

bakteri patogen seperti bakteri gram positif, negative dan bakteri anaerob dapat

masuk kedalam lesi. Dinding sel bakteri memproduksi suatu zat yang

mengaktivasi makrofag dan meningkatkan sitokin pro-infalamasi. Selanjutnya sel

yang mengalami inflamasi akan memproduksi enzim perusak jaringan. Sitokin

akan mengaktivasi mengaktivasi mediator kimia yang mengaktivasi simpul syaraf

bebas pembawa respon nyeri. Akan terjadi perubahan saliva yang memperberat

mukositis. Ulserasi yang terjadi mengakibatkan amplifikasi, infalamasi dan nyeri.

Pada fase ini sangat rentan mengalami bakterimia dan sepsis. Biasanya terjadi hari

keenam sampai hari kesebelas.

Fase penyembuhan dimulai setelah ada sinyal dari matrik ekstraseluler

yang menstimulasi proliferasi sel epitel baru. Fase ini biasanya terjadi saat

leokosit pasien mulai normal, yaitu pada hari ke-12 sampai hari ke-14 paska

kemoterapi. Setelah fase penyembuhan, mukosa oral akan kembali normal tetapi

lingkungan mukosa secara signifikan telah berubah. Angiogenesis terus berlanjut

setelah fase penyembuhan. pasien akan memiliki resiko untuk mengalami

mukositis berulang saat pasien mendapatkan kemoterapi berikutnya.

Gejala Klinis Mukositis

Tanda-tanda awal dan gejala klinis mukositis seperti edema, ulserasi, lesi

disekitar mulut, eritema daerah mulut. Gejala lain yang bisa muncul yaitu:

Universitas Sumatera Utara


perubahan suara saat bicara bisa dilihat saat berbicara atau mengeluh nyeri,

perubahan membran mukosa mulut berupa ulserasi dengan/tanpa perdarahan,

perubahan menelan akibat perubahan saliva dan nyeri, ulserasi daerah bibir

dengan/tanpa perdarahan atau lidah dapat melepuh atau pecah-pecah dan gejala

lain seperti neutropenia dan leukopenia(Cancer Care Nova Stovia, 2008).

Faktor –faktor yang Mempengaruhi Mukositis

Berat ringannya mukositis sangat tergantung dengan kondisi pasien

masing-masing. Secara umum resiko terjadinya mukositis pada pasien

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah jenis keganasan,

umur, riwayat mukositis sebelumnya, dan jenis terapi yang diberikan, adanya

penyakit lain yang menyertai (AIDS, DM), status nutrisi, serta penggunaan

alkohol dan kebiasaan merokok (Cancer Care Nova Stovia, 2008).

Pasien anak dan lanjut usia lebih beresiko terjadi mukositis dari pada

orang dewasa. Pada anak sel-sel epitel pada membran mukosa lebih sensitif

mengalami toksisitas dan keganasan hematologi mengakibatkan mielosupresi

yang mempengaruhi terjadinya mukositis. Sedangkan pada lanjut usia diketahui

mengalami penurunan pertumbuhan sel yang berkaitan dengan fungsi ginjal.

Jenis kanker yang mempengaruhi terjadinya mukositis, terutama jenis kanker

yang mengalami immune disfungsi dan netropenia, misalnya pada ALL, AML,

atau kanker yang sudah metastase kesum-sum tulang(Eiler &Million, 2011).

Riwayat mukositis sebelumnya juga mempengaruhi resiko mukositis

berikutnya. Lesi yang ada sebelum kemoterapi akan diperburuk oleh kemoterapi.

Selain itu kebiasaan dalam menjaga kebersihan mulut dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


terjadinya mukositis. Faktor lain meningkatkan resiko terjadinya mukositis yaitu :

status nutrisi. Pada asupan tinggi glukosa atau protein dan malnutrisi kekurangan

protein menyebabkan terjadinya peningkatan sakit gigi, dan mempunyai

kontribusi terjadinya dehidrasi yang menyebabkan iritasi dan penurunan

pertumbuhan sel-sel epitel mukosa. Selain itu pemberian kemoterapi juga dapat

menyebabkan Mukositis, terutama jenis kemoterapi yang bersifat toksik terhadap

mukosa mulut sehingga mengakibatkan mukositis, nyeri, xerostomia, infeksi pada

mukosa dan gigi, penurunan asupan makanan dan minuman, serta penurunan rasa.

Faktor yang mempengaruhi mukositis termasuk pasien dan terkait

pengobatan pasien yaitu gizi buruk, usia (anak-anak dan orang dewasa yang lebih

tua), neutropenia, kebersihan mulut yang buruk, faktor genetik, fungsi saliva

terganggu, penggunaan alkohol dan tembakau. faktor risiko pengobatan termasuk

agen kemoterapi tertentu, dosis kemoterapi dan jadwal kemoterapi (dosis tinggi

dan transplantasi sel induk), radiasi kombinasi dan kemoterapi, radiasi dan obat-

obatan secara bersamaan (Eilers, Harris, Henry, & Johnson,2014).

Akibat dari Mukositis

Mukositis dapat mengakibatkan berbagai kondisi seperti rasa nyeri

disekitar mulut, perdarahan, ulserasi, rasa ketidaknyamanan, dan penurunan

saliva. Selain itu mukositis juga menyebabkan sulit makan, memperberat

anoreksia. Keadaan sulit makan akan mempengaruhi asupan nutrisi yang

berakibat penurunan berat badan, mempengaruhi kebutuhan energi. Mukositis ini

juga dapat mengakibatkan kesulitan berbiacara (Eiler&Million, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Ketika peradangan berlangsung terjadi gangguan pada membran mukosa,

mikro-organisme biasanya masuk dalam rongga mulut dan seluruh saluran

pencernaan dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan infeksi dan berpotensi

mengancam nyawa yang membutuhkan intervensi strategis. Selain risiko infeksi,

mukositis menyebabkan rasa sakit, membatasi asupan nutrisi, dan yang dapat

menyebabkan malnutrisi, gangguan pengobatan, dan memperlama rawat inap.

Kenaikan biaya mukositis karena lama rawatan, tetapi biaya lebih dari dua kali

lipat akibat mukositis parah (Eilers, Harris, Henry, & Johnson, 2014).

Terjadinya ulserasi menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang

mengakibatkan infeksi, pada keadaan infeksi terapi kanker dapat menunda terapi

yang harus diberikan pada pasien kanker sehingga akan memperlama masa

perawatan yang akhirnya meningkatkan biaya perawatan, mempengaruhi kualitas

hidup dan meningkatkan mortalitas pasien kanker.

Pasien dengan perubahan membran muksosa mengalami rasa sakit dan

perubahan fungsi termasuk kesulitan berbicara dan menelan. Akibatnya, pasien

fokus pada gejala-gejala yang mempengaruhi kualitas hidup dari pada risiko

infeksi yang mengancam jiwa. Perlu diperhatikan oleh pelayanan kesehatan

dengan mempersingkat masa rawat inap dan mengurangi biaya terutama terkait

denganmanajemenfarmakologisdanmeningkatkan kemampuandan

mempertahankan nutrisi sehingga tercapai hasil yang diharapkan dengan

mencegah kerusakan membran, menjaga kemampuan makan, dan mengobati atau

mencegah rasa sakit (Eilers, Harris, Henry, & Johnson, 2014).

Universitas Sumatera Utara


Penatalaksanaan Mukositis

Mukositis harus ditangani dengan cepat untuk menghindari terjadinya

komplikasi lebih lanjut. Intervensi yang diberikan untuk mencegah dan

menurunkan mukositis dengan meningkatkan kesadaran pasien kanker, menjaga

kebersihan mulut dengan melakukan perawatan mulut atau oral care

(Eiler&Million, 2011). Berdasarkan evidence basedintervensi efektif yang

direkomendasikan melaksanakan protokol perawatan mulut. Namun, terapi

tambahan adalah cryotherapy, terapi laser tingkat rendah, Pelifermin, dan sodium

bicarbonate mouth rinses (Eilers, Harris, Henry, & Johnson, 2014).

Beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani mukositis

akibat kemoterapi atau radioterapi adalah oral care, mouth rinses, cryotherapi,

pelindung mukosa, agen anti septik, agen anti inflamasi, agen topikal, cytokine-

likeagents dan growth factors.

Intervensi tersebut yaitu : Oral Care Protokol, perawatan mulut untuk

menjaga kebersihan mulut untuk mengurangi mikroflora, nyeri dan perdarahan

sehingga meminimalkan efek kemoterapi mukositis; Agen Kumur (mouth rinses),

agen yang digunakan mencegah mukositis. Agen kumur memiliki sifat

membersihkan mulut yang tidak menyebabkan iritasi, dan tidak membuat mulut

kering; Cryotherapi, dengan memberikan butiran-butiran kecil es pada saat

dikemoterapi yang dapat menyebabkan vasokontriksi pada sel epitel sehingga

meminimalkan masuknya obat kedalam sel. Tindakan ini masih diperdebatkan

karena dapat mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah yang berlebihan;

Pelindung mukosa, memiliki efek proteksi yang diharpkan dapat meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


proses penyembuhan dan regenerasi sel. Agen pelindung mukosa hanya memiliki

efek minimal dalam mengurangi mukositis;

Sifat membunuh mikroorganisme seperti klorheksidin, hydrogen perokside

dan iodine povidone. Klorheksidin tidak efektif jika dibandingkan normal salin

dan sebaiknya tidak digunakan dalam jangka waktu lama. Hydrogen perokside

harus diberikan hati-hati karena jika konsentrasinya berlebihan akan dapat

merusak granulasi dan mengganggu flora normal mulut. Sedangkan povidone

iodine yang penggunaannya terbatas karena akan merusak granulasi jaringan baru,

menyebabkan iritasi dan tidak boleh tertelan;

Agen anti inflamasi, seperti kamilosan liquid, chamomile dan

kortikosteroid oral; Agen topikal diberikan untuk melindungi mukosa oral secara

topical seperti lidocaine capsaine, dll denga tujuan mengurangi nyeri,

meningkatkan ambang batas nyeri dan mereepitelisasi mukosa; Agen cytokne-line

dan Growth factor (GF), berfungsi sebagai anti toksisitas yang dapat menghambat

respon mukosa, meningkatkan keratinosit dan pertumbuhan fibroblast. GF juga

memfasilitasi proliferasi dan differensiasi neutofil dan magrofag, membantu

regenerasi serta proses penyembuhan.

Instrumen Penilaian Mukositis

Penilaian mukositis merupakan langkah awal yang penting bagi perawat

untuk melakukan penilaian dengan pengkajian yang benar dan tepat (valid dan

relialibel) (Haris, et al, 2015). Pengkajian mukositis harus dilakukan dengan cara

yang tepat. Instrumen penilaian mukositis yang tepat membantu menentukan

intervensi yang tepat. Beberapa instrument yang dapat digunakan pada pasien

Universitas Sumatera Utara


mukositis akibat kemoterapi atau radioterapi diantaranya : Oral Mucositis Indeks

(OMI) oleh McGuire (2002), Oral Mucositis Assesment Scoring (OMAS) oleh

Sonis (1995), National Cancer Institute Common Toxity Criteria (NCI-NTC,

1998), Oral Assesment Guide oleh Eilers (1988), Westerns Concortium for

Cancer Nursing Research (WCCNR, 1998) dan World Health Organization’s

Mucositis Index (1978).

Alat ini dirancang untuk digunakan perawat, yang direkomendasikan dapat

digunakan dalam mengkaji mukositis akibat kemoterapi oleh United

KingdomCancer Care Studi Group (UKCCSG), Cancer Care Stovia (2008),

RNAO (2008),UKCCSG-PONF (2006), Dan Cancer Care Nova Stovia (2008)

menjelaskan bahwa instrumen OAG bisa digunakan untuk anak-anak dan lebih

cocok untuk orang dewasa.

Penilaian mukositis pada penelitian ini menggunakan penilaian mukositis

Oral Assesment Guide (OAG) dengan 8 parameter meliputi : suara, membran

mukosa, menelan, bibir, lidah, saliva, ginggiva dan gigi. Penilaian fungsional dan

subjektif mengkaji suara, fungsi kelenjar saliva, dan kemampuan menelan,

kemudian dideskripsikan dalam skala numerik 1-3 untuk parameter. Nilai satu (1)

normal, nilai dua (2) jika terdapat perubahan ringan/sedang, dan nilai tiga (3) jika

terdapat perubahan berat. Cara penilaian OAG dilakukan dengan cara observasi,

pemeriksaan visual, palpasi, dan auditory. Penilaian skor keseluruhan dilakukan

dengan cara menjumlahkan masing-masing parameter penilaian. Penilaian

menjadi 3 kategori yaitu : (1) jika skor OAG 1-8 normal/tidak mukositis, (2)

mukositis ringan/sedang jika skor OAG 9-16, (3) mukositis berat jika skor OAG

17-24.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penilaian mukositis OAG bahwa karakteristik pasien yang

tidak mengalami mukositis kategori 1 nilai OAG 1-8 dengan tanda/gejala : suara

(normal ketika berbicara atau menangis), kemampuan menelan secara normal atau

tidak ada kesulitan menelan), bibir lembut dan berwarna merah muda serta

lembab, saliva encer, lidah berwarna merah muda dan lembab, dan papilla lidah

terlihat, membran mukosa berwarna merah muda dan lembab, ginggiva berwarna

merah muda, kokoh dan gusi tidak bengkak, gigi bersih dan tidak ada plak.

Pasien yang mengalami mukositis ringan/sedang kategori 2 skor nilai

OAG 9-16 dengan tanda/gejala: suara terdengar lebih dalam dan serak, nyeri saat

menelan atau ada kesulitan saat menelan, bibir kering dan pecah-pecah, saliva

kental, papilla lidah kurang terlihat dan penampilan lidah berkilat serta dengan

atau tanpa kemerahan pada lidah, membran mukosa berwarna lebih merah,dan

terdapat lapisan putih tanpa ada luka, ginggiva bengkak dengan atau tanpa

kemerahan, gigi terdapat plak pada area yang terlokalisir antara gigi.

Sedangkan mukositis berat kategori 3 nilai OAG 17-24 dengan

tanda/gejala: berbicara atau mengeluh nyeri, atau tidak mampu berbicara sama

sekali, tidak mampu menelan sama sekali, bibir terdapat luka atau perdarahan,

tidak ada saliva, lidah melepuh, menggelembung, atau pecah-pecah, membran

mukosa terdapat luka dengan atau tanpa perdarahan, ginggiva terdapat perdarahan

spontan atau perdarahan jika ditekan, gigi terdapat plak dan debris disepanjang

garis gigi

Universitas Sumatera Utara


Konsep Oral Care

Defenisi dan Tujuan Oral Care

Oral care dasar membantu menurunkan risiko infeksi di rongga mulut

karena mengubah flora menjadi normal, sehingga mencegah infeksi yang

mungkin memiliki konsekuensi sistemik, sehingga membantu untuk mengurangi

efek samping dari terapi kanker. Tujuan oral care juga dapat mencegah plak,

inflamasi dan infeksi, meningkatkan kenyamanan mulut, intake nutrisi dan

komunikasi verbal. Penggunaan protokol oral care sebagai dasar untuk

pencegahan dan pengobatan mukositis (Potter & Perry, 2008). .

Frekuensi Oral Care

Oral Care untuk mempertahankan kebersihan mulut, mengurangi dampak

flora mikroba lisan, mencegah infeksi di rongga mulut, sehingga mencegah

komplikasi. Oral care dengan menyikat gigi menyikat gigi, flossing dan

berkumur dilakukan dua kali sehari dianggap sebagai kebiasaan normal, untuk

mengurangi dan mengendalikan plak, akumulasi bioflilm dan halitosis (Potter &

Perry, 2008).

Menyikat gigi dianjurkan dua kali sehari yaitu sesudah makan dan

menjelang tidur. Frekuensi oral care dilaksanakan bervariasi setiap 4 jam sampai

6 jam pada pasien yang berpotensi mengalami infeksi mikroorganisme . Oral care

setiap 2 jam dilaksanakan setiap 2 jam untuk mengurangi masalah pada mulut,

menjaga kelembaban mukosa mulut dan meningkatkan kenyamanan mulut. Pada

pasien yang sedang mendapat terapi oksigen, pasien yang bernafas melalui mulut,

pasien dengan infeksi mulut, pasien tidak sadar dan pasien dengan tingkat

Universitas Sumatera Utara


mukositis berat, frekuensi oral care dilakukan setiap jam atau lebih sering lagi

(Cancer Care Nova Stovia, 2008).

Konsep Madu

Defenisi Madu

Madu merupakan pemanis alami berasal dari nektar bunga yang telah

dikenal lama oleh masyarakat dunia dan memiliki khasiat tertentu bagi tubuh.

Madu berasal dari nektar bunga yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai

macam tumbuhan yang diproses dalam tubuh hingga membentuk larutan gula

jenuh ataupun sangat jenuh dan mengandung 17% air, 38% fruktosa, 31%

glukosa, 10% jenis gula lainnya dan berbagai macam mikronutrisi (vitamin-

vitamin, asam amino dan mineral-mineral, dan nilai PH dibawah nilai 4

(Bogdanov, 2011).

Madu merupakan sumber penting dari senyawa bioaktif yang berasal dari

tanaman dan beberapa tahun terakhir telah melihat meningkatnya minat dalam

sifat antikanker-nya. Madu alami yang dihasilkan oleh lebah dan berisi lebih dari

200 senyawa, yang terutama terdiri dari gula (75% monosakarida: glukosa dan

fruktosa; 10% -15% disakarida: sukrosa, maltosa, dll) dan air, serta enzim,

vitamin (vitamin B6, riboflavin, niasin, thiamin, dll), mineral, senyawa fenolik

(flavonoid, asam fenolik), senyawa volatil, dan pigmen. Madu adalah cairan

manis yang dihasil akan oleh lebah madu berasal dari berbagai sumber nektar.

Nektar adalah semacam cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nectar tumbuhan

(Motallebnejad, et al, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Karakteristik Fisik Madu

Menurut Bogdanov (2011) karakteristik sifat madu bervariasi tergantung

pada jenis madu dan tehnologi yang digunakan untuk mengolah madu

(pengambilan madu, penyimpanan madu, granulasi dan pencairan madu) . Warna

madu merupakan parameter mutu madu yang baik. Secara alamiah warna madu

dari jernih sampai warna amber yang gelap. Warna dari madu segar sangat

dipengaruhi oleh sumber nektarnya serta oleh kandungan mineralnya. Pada

dasarnya semakin terang warna madu mengandung mineral yang sedikit daripada

madu yang berwarna gelap.

Madu merupakan cairan yang kental, viskositas madu tergantung

kandungan air dan suhu ruangan. Pada suhu ruangan sekitar 20°C madu biasanya

kental dan sulit diambil dibandingkan dengan suhu ruangan 25°-30°C. Pada suhu

ruangan 25°C madu memiliki kelembaban sekitar 14.2%, mengandung 17% air

dan 80% gula. Berat jenis madu sangat tergantung pada kadar air, sedang jenis

sumber bunga sedikit sekali pengaruhnya terhadap berat jenis madu. Pada suhu

200C berat jenis madu dengan kadar air 15% adalah 1.435 dan 1.417 (18%), dua

jenis kadar air yang ditemui di pasaran.

Jenis- Jenis Madu

Jenis madu berdasarkan sumber bunga (nectar), madu dibedakan menjadi

2, yakni madu monofloral dan multiflola. Madu yang berasal dari satu jenis

tanaman, misal madu randu dan madu kelengkeng. Madu randu adalah madu yang

dihasilkan oleh lebah yang mengkonsumsi nektar dari tanaman randu. Madu

kelengkeng adalah madu yang dihasilkan oleh lebah yang mengkonsusmi nectar

Universitas Sumatera Utara


tanaman kelengkeng. Madu monofloral berasal dari satu jenis nectar atau

didominasi oleh satu nectar. Madu multifloral adalah madu yang berasal dari

berjenis-jenis tanaman, sebagai contoh madu hutan dari lebah yang mendapatkan

nectar dari beberapa jenis tanaman.

Madu juga dapat dibagi menurut asal nektar, maupun menurut bentuk

madu yang lazim terdapat dalam istilah pemasaran. Berbagai jenis madu dapat

dihasilkan dari berbagai sumber nektar yang dikenal sebagai madu flora, madu

ekstra flora serta madu embun (honey dew honey). Madu ekstra flora, madu yang

dihasilkan dari nektar yang terdapat di luar bunga yaitu dari bagian tanaman lain,

seperti daun, cabang dan batang. Madu embun dihasilkan dari cairan hasil sekresi

serangga famili lechanidae, psyllidae atau lechnidae yang diletakkan eksudatnya

pada bagian-bagian tanaman. Cairan ini kemudian dihisap dan dikumpulkan oleh

lebah madu di dalam bagian tertentu yang disebut sarang madu.

Komposisi Madu

Komposisi kimia madu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

komposisi nektar asal madu, keadaan iklim, topografi, jenis lebah, cara

pengolahan, dan penyimpanan. Sebagian besar kandungan madu merupakan

karbohidrat (gula sederhana) dan air. Karbohidrat tersebut terdiri dari fruktosa,

glukosa, maltosa, sukrosa, dan gula lain. Selain itu madu mengandung komponen

lain seperti asam, enzim, dan hidrosimetilfurfural (HMP). Pada umumnya madu

memiliki komposisi sebagai berikut : air (17%), fruktosa (38,19%), glukosa

(31,29%), sukrosa (1,31%), gula lainnya (8,8%), total asam (0,57%), abu

(0,169%), nitrogen (0,041%), dan lain-lain (2,43%), madu juga mengandung

Universitas Sumatera Utara


mineral (0,2%), asam amino dan protein (0,3%), asam (0,5%), PH (0,9% atau nilai

rentang rata-rata 3,3-3,9) (Bogdanov, 2011).

Secara mikrobiologi madu mengandung beberapa enzim diantaranya :

diastase (amylase) untuk mencerna maltose, madu juga mengandung enzim

invertase (saccarase dan ά-glukosidase) untuk katalisator sukrosa, glukosa dan

fruktosa. Enzim lainnya : glucose oxidase dan catalase yang mengatur produksi

hydrogen peroksida. Madu juga mengandung enzim lysozime yang penting

sebagai agen anti bakteri. Enzim berikutnya adalah inulase untuk mengubah

insulin menjadi levulose, enzim manitol dan dulcitol serta enzim-enzim yang

member efek aromatik. Enzim aromatik madu adalah terpenes, aldehid dan ester.

Enzim tersebut berfungsi untuk membentuk enzim lainnya.

Madu juga mengandung kolin (0,3-25 mg/kg) dan asetil kolin (0,06-5

mg/kg). kolin penting untuk fungsi kardovaskuler, fungsi otak, komposisi

membran sel dan penyembuhan sel dan asetil kolin sebagai neurotransmitter untuk

memfasilitasi konduksi inpuls syaraf dan otot. Kandungan madu juga cukup

lengkap. Kandungan vitamin madu yaitu : vitamin A, vitamin B (B1, B2, B6,

Niasin serta asam pentotenat), vitamin D, vitamin K dan beberapa provitamin.

Madu juga mengandung anti oksidan seperti : flavonoid, polypherol dan volatin

sekitar 2-46 mg/kg. madu mengandung sejumlah mikroorganisme (yeast). Yeast

yang terdapat dalam madu yaitu : Aspergillum dan Penicillium yang dapat bersifat

anti fungal.

Madu memiliki kalori sekitar 294-310 kkal/100 gram. Madu memiliki

indeks glukosa tinggi jika dikonsumsi pada saat latihan atau olah raga (high

glikemic index). Disisi lain madu juga memiliki indeks glikemik rendah jika

Universitas Sumatera Utara


dikonsumsi saat puasa atau istirahat. Pada saat latihan, madu meningkatkan

frekuensi jantung dan ambilan glukosa, sehingga menyebabkan kenaikan kadar

glukosa darah. Pada saat istirahat, madu akan menurunkan ambilan glukosa,

sehingga kadar glukosa darah menjadi stabil dalam waktu lama karena madu

memiliki gula yang lengkap yaitu glukosa, frukstosa dan sukrosa.

Efek Terapeutik Madu

Agen antimikroba

Menurut Bogdanov(2011), efek madu sebagai anti mikroba diperoleh

dengan cara langsung dan tidak langsung. Hal ini berkaitan dengan kemampuan

madu mengaktivasi sistem imun, mekanisme kerja sifat anti inflamasi dan aktivasi

prebiotik madu. Sifat madu sebagai anti mikroba langsung dengan dua cara yaitu

peroxidative antibacterial dan non-peroxidative antibacterial karena madu

mengandung hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh enzim glukosa oksidase.

Hidrogen peroksida efektif membunuh mikroba juga akan mengaktivasi protease

sehingga menyebabkan debridement, meningkatan aliran darah perkutan pada

jaringan iskemik sehingga akan menstimulasi pembentukan jaringan baru dan

akan membentuk radikal bebas yang akan mengaktivasi respon anti inflamasi.

Agen hidrogen peroksida sebagai agen anti septik dan pembersih luka.

Mekanisme anti mikroba madu yang lain non-peroxodase antibacterial

mecanhanism karena madu memiliki PH yang asam (3.3-3.9), efek osmotik madu,

flavanoid dan phenol, kandungan enzim lysozim dan anti mikroba yang baik

(yeast) dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen.

Universitas Sumatera Utara


Kandungan madu yang tinggi viskositas, sifat higroskopis, sifat gizi yang

kaya, PH asam, hidrogen peroksida dan osmolaritas tinggi, madu dapat

menghambat pertumbuhan bakteri dan meningkatkan penyembuhan

(Jayachandran& Balaji, 2012).Madu memiliki beberapa sifat antimikrobatermasuk

tinggi osmolalitas, pH rendah, dan kemampuan menghasilkan noncytotoxic kadar

hidrogen peroksida melalui enzim glukosa oksidase (Hawlay, 2014).

Agen Anti Oksidan

Madu memiliki fungsi sebagai anti oksidan yang melindungi jaringan dari

stres oksidatif. Stress oksidatif terjadi karena radikal bebas pada sel jaringan tubuh

sehingga dapat merusak mekanisme oksidasi tubuh dan menyebabkan sel

mengalami penyimpangan metabolisme. Jika tidak diatasi akan mengakibatkan

kanker, aterosklerosis, katarak dan gangguan neurologis. zat-zat yang

mengandung anti oksidan dalam madu adalah gukosa oksidatif, katalase, asam

askorbat (vitamin C), flavanoid, phenol, derivate karotenoid, asam amino dan

melanoidin. Anti oksidan utamanya adalah phenol dan melanoidin. Anti oksidan

melindungi kerusakan jaringan lebih lanjut(Bogdanov, 2011).

Agen Anti Inflamasi

Madu memiliki fungsi anti inflamasi. Anti inflamasi pada madu berkaitan

dengan pembentukan radikal bebas oleh hidrogen peroksida. Selanjutnya radikal

bebas tersebut mengaktivasi zat-zat anti oksidan pada madu, sehingga zat anti

oksidan akan aktif dan mencegah kerusakan jaringan. Aktifnya anti oksidan yang

berperan mengurangi proses pembentukan dan memperkecil scar. Inflamasi yang

berlebihan dapat menyebabkan pembentukan eksudat yang lama kelamaan akan

Universitas Sumatera Utara


banyak kehilangan protein yang berfungsi membangun sel-sel, dengan pemberian

madu dapat menetralisir eksudat (Evan & Flavin, 2008).

Madu memiliki zat anti histamin yang bekerja untuk mengurangi

permeabilitas kapiler, mengurangi oedema aktivasi free nerve pembawa sensai

nyeri. Pemberian madu dapat mengurangi aktivasi tromboksan B(2), PGE (2) dan

PGF (2ά). Zat-zat tersebut yang dikeluarkan tubuh saat inflamasi yang diaktivasi

oleh histamin (Bogdanov, 2011). Madu memiliki efek anti inflamasi karena madu

merangsang pembentukan sitokin inflamasi (seperti TNF-α, IL-1β dan IL-6) dari

monositsel, yang memiliki peran signifikan dalam penyembuhan dan

pertumbuhan jaringan (Othman, et al, 2012: Bahramnezhad, et al, 2015).

Agen Anti Mutagenik

Madu memiliki anti metastasis dan dapat menurunkan resiko metastasis sel

kanker. Hal tersebut merupakan efek sekunder dari anti oksidan dan anti inflamasi

dari madu. Sifat-sifat anti mutagenik dan metastasis madu akan berkurang jika

madu mengalami pemanasan yang berlebihan (Bogdanov, 2011). Madu

meningkatkan neutrofil yang memiliki fungsi sebagai antitumor dan

meningkatkan imun (Bahramnezhad, et al, 2015). Madu memiliki anti kanker

karena dapat mengurangi proses peradangan kronis, meningkatkan status

kekebalan tubuh, mengurangi infeksi, karena madu merangsang produksi sitokin

inflamasi dari monosit melalui TLR4 dan meningkatkan pelepasan TNF-α, IL-1β

dan IL-6 dari sel MM6 (monosit). Madu mengandung flavonoid dan chrysin

sebagai agen anti kanker (Othman, et al. 2012).

Universitas Sumatera Utara


Agen Stimulasi Pertumbuhan jaringan

Madu efektif untuk menstimulasi proses penyembuhan dan pembentukan

jaringan baru. Efek sekunder dari anti histamine pada madu yang dapat

mengurangi oedem pada jaringan sehingga akan mengurangi penekanan kapiler

darah. Aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi berjalan lancar melalui

kapiler darah pada jaringan. Madu dapat meningkatkan fibroblast sehingga

pembetukan jaringan baru menjadi lebih cepat. Hidrogen peroksida dalam madu

dapat juga meningkatkan aliran darah pada jaringan iskemik dan menstimulasi

pembentukan sitokin oleh leukosit sebagai proses penyembuhan (Evan & Flavin,

2008). Madu mengandung enzim glukosa-oksidase yang merangsang pelepasan

hidrogen peroksida yang memfasilitasi peningkatan limfosit, fagosit dan

membantu monosit untuk melepaskan sitokin dan Interleukin, sehingga

merangsang proses penyembuhan (Bardi, 2012).

Agen Immunoaktivating dan Immunosuppresive

Dari hasil beberapa penelitian madu dapat mengaktivasi sistem imun dan

dapat mensupresi sistem imun. Konsumsi madu sebesar 1.2 g/kg BB selama dua

minggu, terbukti dapat meningkatkan kadar serum besi sekitar 20 %, kadar

limfosit dan eosinofil sebesar 50 % dan kadar zink, magnesium, hemoglobin dan

volume packed cell(Bogdanov, 2011). Madu merangsang produksi antibodi

selama respon imun primer dan sekunder terhadap antigen dan menurunkan

prostaglandin (Othman, et al, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Pengaruh Madu terhadap Mukositis Akibat Kemoterapi

Madu merupakan salah satu zat yang sangat berperan dalam penanganan

kanker. Madu yang memiliki efek teraupetik. Menurut beberapa penelitian, madu

dapat digunakan dalam pencegahan dan penanganan mukositis. Menurut

Eiler&Million(2011) proses awal mukositis atau fase pertama terjadi segera

setelah pemberian kemoterapi. Pada fase pertama ini kemoterapi merusak DNA

dan menyebabkan pembentukan reactive oxygen species (ROS). ROS akan

merusak jaringan dan memulai fase inflamasi. Pemberian madu segera setelah

kemoterapi dapat meminimalisir aktivasi ROS. Hal ini terjadi karena madu

memiliki kandungan anti oksidan.

Zat-zat yang terdapat pada madu yang bekerja sebagai pelindung sel atau

anti oksidan adalah gukosa oksidase, katalase, asam askorbat (vitamin C),

falavanoid, phenol, melanoidin, derivat keratinoid, dan asam amino. Zat-zat

tersebut berfungsi melindungi sel dari stres oksidatif akibat produksi radikal bebas

(ROS). Oleh karena itu pemberian madu segera setelah kemoterapi diharapkan

mampu mencegah terjadinya kerusakan sel mukosa. Fase kedua mukositis adalah

dimana pembentukan agen-agen pro inflamasi. Selanjutnya agen pro-inflamasi

akan aktif pada fase ketiga atau fase inflamasi. Madu akan menghambat

pembentukan agen pro-inflamasi.

Beberapa penelitian yang lain, menyebut madu sebagai salah satu obat

tradisional yang memiliki manfaat bagi kesehatan, termasuk kemampuannya

untuk memfasilitasi proses penyembuhan. Madu dapat meningkatkan limfosit

dan fagosit dan membantu monosit untuk melepaskan sitokin dan interleukin,

sehingga merangsang proses penyembuhan. Oleh karena itu madu dapat

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan fase 3 patogenesis mukositis mulut 'yang melibatkan sinyal dan

amplifikasi.

Madu adalah asam dengan pH berkisar 3,2-4,5, yang berfungsi untuk

menghambat pertumbuhan patogen sebagai mayoritas tumbuh subur pada pH

antara 7,2 dan 7,4 . kadar gula tinggi dari madu menarik air dari luka, mengurangi

ketersediaan air untuk patogen, yang selanjutnya menghambat pertumbuhan

mikroba. Hal ini juga berisi enzim glukosa-oksidase yang merangsang pelepasan

hidrogen peroksida setelah kontak dengan jaringan tubuh, yang memiliki efek

antiseptik dan dalam beberapa jenis madu ada fitokimia yang dikenal memiliki

sifat bakterisida. Hal tersebut dapat membantu fase 4 (Ulserasi dan inflamasi) dari

proses biologis dari mukositis dan meminimalkan mukositis lebih parah dan

kolonisasi oleh bakteri mulut dan risiko sepsis (Bardy, et al, 2012). Penggunaan

hidrogen peroksida pada konsentrasi tinggi sangat berbahaya, karena justru

merusak jaringan baru yang sedang terbentuk. Ternyata madu mengandung

hidrogen peroksida yang sangat rendah dan tidak membahayakan. Kandungan

hidrogen peroksida 0,003%. Madu juga memiliki kandungan enzim katalase yang

berfungsi untuk menguraikan hidrogen peroksida sehingga tidak berbahaya.

Madu mengandung banyak senyawa seperti organik asam, protein, asam

amino, mineral, polifenol, vitamin dan senyawa aroma dan komposisinya sangat

tergantung pada asal madu. Terlepas dari kenyataan bahwa kontribusi madu untuk

asupan harian yang direkomendasikan, madu dapat membantu pasien kanker yang

menjalani terapi radiasi dan kemoterapi yang menderita gizi buruk dan penurunan

berat badan. Dalam penelitian juga madu diterapkan penyembuhan luka dan

mengurangi nyeri pasien mukositis

Universitas Sumatera Utara


Landasan Teori

Teori model konservasi menurut Mira E. Levine merupakan salah satu

teori keperawatan yang dapat diaplikasikan. Teori Mira E. Levine dalam Fawcet

(2006) terdiri dari wholism (menyeluruh/ integritas), adaptasi dan konservasi.

Sehat yang wholism (menyeluruh) adalah sesuatu yang bersifat organik,

mengalami perubahan/kemajuan, saling menguntungkan antara perbedaan fungsi

dan bagian yang ada di dalam tubuh, bersifat terbuka dan saling mempengaruhi

dengan lingkungan sekitar.

Secara umum, individu akan melakukan adaptasi dalam menghadapi

perubahan lingkungan. Adaptasi merupakan suatu proses perubahan, sebagai hasil

dari adaptasi akan terciptanya konservasi. Sedangkan adaptasi adalah suatu proses

yang menunjukkan kemampuan individu memelihara integritas diri dengan

lingkungan tertentu. Kemampuan adaptasi manusia mencapai konservasi.

Sedangkan keutuhan artinya perawat harus memandang manusia secara utuh

sebagai suatu sistem terbuka. Keutuhan akan tercapai jika terdapat interaksi yang

dinamis, berkesinambungan antara lingkungan internal dan eksternal dan adaptasi

yang stabil antara manusia dengan lingkungan secara terus menerus dan terbentuk

pandangan secara holistik.

Selama konservasi ini, pasien dapat menghadapi rintangan/hambatan,

beradaptasi, dan mempertahankan keunikannya. Perawat sebagai care provider

harus mampu melakukan pengkajian dengan model konservasi ini, karena

pengkajian 4 (empat) prinsip konservasi Levine, yaitu konservasi energi,

konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal, dan konservasi

Universitas Sumatera Utara


integritas sosial, merupakan sarana untuk menilai apakah pasien cukup memiliki

bekal untuk melakukan proses adaptasi. Tujuan konservasi adalah kesehatan dan

kekuatan untuk menghadapi ketidakmampuan. Fokus utama konservasi adalah

menjaga bersama-sama seluruh aspek dari manusia/individu.

Pasien dipandang secara utuh sebagai individu terbuka yang senantiasa

berespon terhadap lingkungannya. Pasien dengan kanker dipandang sebagai

manusia yang beradaptasi terhadap ancaman dari lingkungan internal dan

eksternal. Ancaman dari lingkungan internal yaitu adanya sel-sel kanker yang

menyerang sel-sel normal. Sedang ancaman eksternal berupa efek samping dari

kemoterapi dan paparan lingkungan. Efek dari tindakan kemoterapi yaitu

mukositis. Perawat bertanggung jawab memberikan tindakan keperawatan yang

berkualitas yaitu oral care dalam mencegah atau mengurangi mukositis akibat

kemoterapi pada pasien kanker. Madu digunakan dalam tindakan oral care karena

madu berfungsi sebagai agen anti inflamasi, stimulasi pertumbuhan sel dan lain-

lain yang dapat mencegah dan mengurangi mukositis.

Mukositis adalah peradangan/ulserasi mukosa mulut atau sub mukosa,

yang biasanya terjadi sebagai efek samping dari kemoterapi pasien kanker. Pasien

kanker dengan mukositis yang memerlukan perawatan mulut (oral care) untuk

mencegah dan mengurangi mukositis. Implikasi asuhan keperawatan menurut

konservasi Levine meliputi 3 langkah menuju konsevasi, yaitu: Trophicognosis,

intervensi dan evaluasi (Fawcet, 2006).

Trophicognosis merupakan metode pengkajian dalam asuhan keperawatan

yang dilakukan menurut ilmu pengetahuan, dimana perawat melakukan observasi

dan mengumpulkan data sebagai dasar tindakan keperawatan yang mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


intervensikeperawatan.Trophicognosis(pengkajian) mukositis dengan

menggunakan instrumen penilaian mukositis, yang kemudian akan menentukan

cara oral care yang diberikan.

Aplikasi pada penelitian ini madu dalam tindakan oral care selama 5 hari.

Sedangkan evaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada pasien mukositis dengan

menggunakan instrumen penilaian mukositis Oral Assesment Guide (OAG).

Universitas Sumatera Utara


Kerangka Teori

Pasien kanker Faktor yang


yang dilakukan mempengaruhi :
kemoterapi
Trophicognosis - Usia
(Pengkajian - Status gizi
mukositis - Jenis kanker
OAG) Mukositis efek - Jenis Kemoterapi
samping dari - Riwayat Mukositis
kemoterapi

Intervensi Oral care : Efek terapi madu


Keperawatan
- Menyikat gigi - Anti mikroba
- Berkumur - Anti oksidan
- Perawatan - Anti inflamasi
Implikasi Asuhan mulut dan - Anti mutagenik
keperawatan bibir - Merangsang
menurut model pertumbuhan jaringan
konservasi Levin - Immunoaktivating
dan immuosupresive

Evaluasi :
(Penilaian
Mukositis
dengan OAG) Perubahan mukositis

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Fawcet (2006), Bogdanov, (2011), Cancer Care Nova Stovia (2008).

Universitas Sumatera Utara


Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Oral care : Madu Murni memiliki


- Menyikat gigi Efek :
Perubahan
- Berkumur - Anti mikroba
skor mukositis
- Perawatan - Anti oksidan
mulut dan - Anti inflamasi
bibir - Anti mutagenik
- Merangsang
pertumbuhan jaringan
- Immunoaktivating
d i i
Faktor yang mempengaruhi :
- Usia
- Status gizi
- Jenis kanker
- Jenis Kemoterapi
- Riwayat Mukositis
sebelumnya

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif quasi eksperiment dengan

menggunakan desain pre-test and post-test group design with control group yaitu

memberikan perlakuan atau intervensi pada subjek penelitian kemudian mengukur

dan menganalisis efek dari perlakuan (Polit & Beck, 2012). Penelitian ini

bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh perlakuan yang dinilai pada subjek

penelitian dengan cara membandingkan nilai pre test dan post test pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian ini digunakan untuk menguji

pengaruhmadu dalam tindakan oral care terhadap perubahan mukositis pada

pasien kanker yang dilakukan kemoterapi.

Skema 3.1 Desain Penelitian

Pre test Post test

O1 X
O2

O3 O4

Keterangan :
O1 = skor mukositis sebelum diberikan intervensi pada kelompok intervensi.
O2 = skor mukositis sesudah diberikan intervensi pada kelompok intervensi.
O3 = skor mukositis sebelum perawatan rutin biasa (klorheksidin 0,2%) pada
kelompok kontrol.
O4 = skor mukositis sesudah perawatan rutin biasa (klorheksidin 0,2%) pada
kelompok kontrol.
X = Intervensi diberikan madu dalam tindakan oral care

Universitas Sumatera Utara


Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap kemoterapi terpadu RSUP. H.

AdamMalik Medan, karena RSUP. H. Adam Malik Medan merupakan RS rujukan

utama dan rumah sakit pendidikan, sehingga memungkinkan untuk mencapai

jumlah responden yang dapat mewakili populasi. Sedangkan waktu penelitian

dilakukan pada tanggal 12 Desember 2017 s/d 12 Januari 2018.

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Polit & Beck, 2012).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kanker yang mengalami

mukositis akibat kemoterapi di ruangan rawat inap kemoterapi terpadu RSUP. H.

Adam Malik Medan.

Sampel

Sampel adalah sebagian kecil atau wakil dari populasi yang dapat

mewakili karakteristik populasi yang akan diteliti. Jenis pengambilan sampel

dalam penelitian ini consecutive sampling yaitu suatu metode pemilihan sampel

yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi

kriteria sampling sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Polit & Beck,

2012).

Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi

dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi agar

subjek dapat diikutsertakan dalam penelitian ini . Kriteria inklusi sampel dalam

penelitian ini adalah:a).Pasien berusia dengan rentang usia 18 – 65 tahun; b).

Universitas Sumatera Utara


Pasien yang dirawat di rumah sakit yang menjalani kemoterapi; c). Tidak

mengalami penyakit diabetes mellitus dan HIV/AIDS; d). Bersedia jadi responden

penelitian dan mau bekerjasama dalam melakukan penelitian (yang ditunjukkan

dengan mengisi lembar persetujuan responden). Sedangkan kriteria ekslusi adalah

keadaan yang menyebabkan subjek tidak memenuhi kriteria inklusi karena

berbagai sebab. Adapun kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah: a). pasien

atau keluarga pasien tidak bersedia menjadi responden; dan b). pasien yang

mengalami kanker mulut atau kanker nasopharing stage 4 dan kanker lidah yang

menyebabkan pasien sulit membuka mulut sehingga sulit untuk dilakukan oral

care.

Perhitungan jumlah sampel memakai tabel Power Analysis dengan power

(1-β) = .80, effect size (γ) = .70 dan α = .05. Didapatkan jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 32 untuk masing-masing kelompok dan keseluruhan jumlah

sampel 64 orang.

Variabel dan Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel yang harus diukur,

bagaimana mengukurnya dan skala pengukurannya sehingga peneliti dapat

melakukan observasi atau mengukur secara cermat objek penelitian. Definisi

operasional dan variabeel ditentukan berdasarkan beberapa parameter antara lain :

Depinisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Variabel Independen
Oral Care Madu Wawancara dan 0= tidak
Oral care madu adalah observasi dilakukan
perawatan mulutdengan protokol ceklist intervensi
pemberian madu untuk oral care selama (kelompok
perawatan peradangan selaput 5 hari. kontrol)
lendir mulut dengan konsentrat

Universitas Sumatera Utara


madu 86% dengan 1= dilakukan
mengoleskan madu 10-15 ml intervensi
madu menggunakan lidi kapas (kelompok
keseluruh area mulut (selama intervensi).
60-90 detik) dan bibir
sebanyak empat (4) kali sehari
(per 6 jam).
Madu merupakan cairan kental
manis berwarna kecoklatan
yang berasal dari serbuk sari
bunga yang diolah tubuh lebah.

Variabel Dependen
Mukositis Penilaian dengan 1= (1- 8 skor Interval
Mukositis adalah peradangan OAG, memiliki normal/tidak
pada selaput lendir mulut 8 parameter, mukositis)
akibat dari kemoterapi berupa yaitu : membran 2 = (9-16 skor
kemerahan, luka, bengkak, mukosa, bibir, 1)
berdarah, perubahan air ludah, lidah, ginggiva, 3= (17-24
yang dirasakan pasien nyeri gigi, suara, skor)
menelan, kering, dan menelan.
perubahan fungsi berupa Penilaian setiap
perubahan suara dan parameter: mulai
kemampuan menelan. skor 1-3, skor 1
apabila normal,
skor 2 bila
terjadi perubahan
fungsi tetapi
tidak semua atau
kerusakan
ringan, dan skor
3apabila terjadi
kerusakan dan
hilangnya fungsi
dari aspek
tersebut.
Kemudian skor
tersebut
ditambahkan
untuk
menghasilkan
skor total
mukositis

Universitas Sumatera Utara


Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

Tahap persiapan

Tahapan persiapan pertama dimulai dari mempersiapkan alat pengumpulan

data berupa : kuisioner yang terdiri dari dua bagian yaitu kuisioner karakteristik

responden umur, jenis kelamin, pendidikan, status gizi, riwayat mukositis

sebelumnya jenis kemoterapi dan jenis keganasan, dan instrumen penilaian

mukositis yaitu Oral Assesment guide (OAG) yang telah dipublikasikan oleh Dod

dan Eiler tahun 1988 & 2004, yang terdiri 8 parameter meliputi : suara, membran

mukosa, menelan, bibir, lidah, saliva, ginggiva dan gigi.Alat pengumpul data

lainnya lembar observasi pelaksanaan oral care yang telah dilakukan oleh

responden.

Tahapan persiapan kedua yaitu prosedur administratif dengan mengajukan

surat lulus uji etik (ethical clearance) kepada lembaga etik penelitian yaitu komisi

etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,

setelah mendapat surat lulus uji etik, maka peneliti mengajukan surat permohonan

izin pengambilan data kepada Dekan Fakultas Keperawatan untuk mengeluarkan

surat permohonan izin pengambilan data di RSUP H. Adam Malik

Medan.Selanjutnya, setelah mendapatkan surat izin penelitian maka peneliti

mengajukan surat izin penelitian kepada Direktur RSUP H. Adam Malik Medan

melalui bagian pendidikan dan penelitian. Setelah surat izin penelitian

dikeluarkan, selanjutnya peneliti meminta izin kepada kepala instalasi Rindu B

dan izin kepada kepala ruangan rawat inap kemoterapi terpadu diRSUP H. Adam

Malik Medan serta menjelaskan tujuan dan lamanya penelitian dilakukan. Tahap

Universitas Sumatera Utara


selanjutnya peneliti mengidentifikasi sampel dalam rentang waktu 1

minggu.Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi yang telah

ditetapkan dan peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian,

prosedurintervensi serta meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi aktif

dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed concent)

yang telah disediakan. Pengumpulan data penelitian dilakukan selama 2 minggu

untuk kelompok intervensi dan 2 minggu untuk kelompok kontrol. Teknik

pengambilan sampel diambil berdasarkan alokasi waktu yang ditentukan masing-

masing kelompok selama 2 minggu, bila diwaktu 2 minggu untuk kelompok

intervensi memenuhi jumlah sampel maka pengambilan sampel dihentikan, bila

selama 2minggu sampel tidak memenuhi, maka jumlah sampel diambil sesuai

yang didapatkan selama 2 minggu tersebut.

Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian yang dilakukan meliputi tiga tahapan yaitu :

Tahap pre-test

Pengisian kuesionerpre test dilakukan sebelum intervensi dengan

menanyakan data karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin,

pendidikan, riwayat kemoterapi sebelumnya dan menanyakan riwayat penyakit,

mengukur tinggi badan, dan menimbang berat badan, selanjutnya melihat hasil

pemeriksaan pasien dan protokol tindakan kemoterapi terkait jenis kemoterapi dan

jenis kanker pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.Selain itu responden

dari kedua kelompok juga diminta untuk mengisi lembar observasi pelaksanaan

oral care. Selanjutnya responden diperiksa dengan instrumen penilaian mukositis

OAG, responden yang mengalami mukositis akibat kemoterapi dikelompokkan

Universitas Sumatera Utara


dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Tahap intervensi

Setelah didapatkan data karakteristik responden dan pre test, selanjutnya

dilakukan intervensi oral care 4 kali sehari selama 6 hari dan dilakukan

pengukuran hari ke 6. Pada kelompok intervensi tindakan Oral care menggunakan

madu dengan konsentrat madu 86 % dengan cara mengoleskan madu 10 ml-15 ml

menggunakan lidi kapas keseluruh area mulut dan bibir (selama 60-90

detik)sebanyak empat (4) kali sehari kemudian dianjurkan untuk membilas dengan

air mineral. Sedangkan pada kelompok kontrol tindakan yang dilakukan oral care

rutin biasa dengan menggunakan klorheksidin 0,2% 15 ml (selama 30-60 detik)

dengan cara berkumur 4 kali sehari selama 6 hari. kemudian dianjurkan untuk

membilas dengan air mineral.

Tahap post-test

Tahapan post test dilakukan hari keenam setelah responden kelompok

intervensi diberikan madu dalam tindakan oral care selama 6 hari (4 kali

sehari)dan responden kelompok kontrol diberikan tindakan oral care rutin biasa

menggunakan klorheksidin selama 6 hari (4 kali sehari)dengan menggunakan

instrumen penilaian mukositis OAG. Menilai kembali mukosa mulut responden

dan membandingkan sebelum dan sesudah intervensi dan melihat lembar

observasi pelaksanaan oral care. Pada tahap post-testbertujuan sebagai evaluasi

dari intervensi yang telah dilakukan sebelumnya dan hasil pengukuran

didokumentasikan dalam bentuk tabulasi data.

Universitas Sumatera Utara


Alur Penelitian

Alur dalam penelitian ini sebagai berikut :

Pre test Post test


Pasien kanker yang mukositis
Skor Skor
diberikan madu dalam tindakan
Mukositis oral care (Klp Intervensi) Mukositis
Skor
Pasien kanker yang mukositis dengan Mukositis
Skor
Skor tindakan oral care rutin Mukositis
Mukositis biasaklorheksidin 0,2% (Klp Kontrol)

Gambar 3.1
Alur Penelitian

Metode Pengukuran

Metode pengukuran pada penelitian ini yaitu melakukan penilaian dengan

menggunakan instrumen penilaian mukositis Oral Assessment Guide (OAG)dan

lembar observasi pelaksanaan oral care. Instrumen penilaian mukositis Oral

Assessment Guide (OAG)yang memiliki 8 parameter meliputi : suara, membran

mukosa, menelan, bibir, lidah, saliva, ginggiva dan gigi. Penilaian fungsional dan

subjektif mengkaji suara, fungsi kelenjar saliva, dan kemampuan menelan,

kemudian dideskripsikan dalam skala numerik 1-3 untuk parameter. Nilai satu (1)

normal, nilai dua (2) jika terdapat perubahan ringan/sedang, dan nilai tiga (3) jika

terdapat perubahan berat. Cara penilaian OAG dilakukan dengan cara observasi,

pemeriksaan visual, palpasi, dan auditory. Penilaian skor keseluruhan dilakukan

dengan cara menjumlahkan masing-masing parameter penilaian. Penilaian

menjadi 3 kategori yaitu : (1) jika skor OAG 1-8 normal atau tidak mengalami

mukositis, (2) mukositis ringan-sedang jika skor OAG 9-16, (3) mukositis berat

jika skor OAG 17-24.

Universitas Sumatera Utara


Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas

Kualitas data ditentukan oleh tingkat validitas. Validitas merupakan suatu

ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan instrumen atau sejauh mana sebuah

instrumen mampu mengukur apa yang seharusnya diukur(Polit & Beck, 2012)..

Instrumen dikatakan valid jika mengukur apa yang harus diukur. Instrumen

penelitian yang baik harus memenuhi dua persyaratan yang penting yaitu

pengujian validitas dan reliabilitas

Instrumen yang digunakan untuk menilai mukositis pada penelitian ini

menggunakan instrumen penilaian mukositis oral assesment guide (OAG) telah

dilakukan uji validitas content validity oleh ekspert pada bulan November 2017

oleh 3 orang ekspert dibidang keperawatan kanker yaitu : 1 orang perawat Kepala

Instalasi yang memiliki pendidikan S2 Keperawatan dari RS-BLUD Pirngadi

Medan, 1 orang perawat berpendidikan MNS dari Fakultas keperawatan USU dan

1 orang perawat senior memiliki pendidikan S1 dan memiliki spesialisasi

onkologi dari RSUP. H. Adam Malik Medan dengan penilaian masing-masing

perbaikan konten pertanyaan. Instrumen penilaian mukositis OAG ini memiliki

nilai CVI sebesar 0,95, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seluruh

parameter instrumen OAG dalam penelitian ini valid.

Uji Reliabilitas

Pelaksanaan uji reliabilitas instrumen penilaian mukositis OAG dilakukan

dari tanggal 24 November sampai dengan 1 Desember 2017 di RS tingkat I

RSUP. H. Adam Malik Medan. Uji reliabilitas ini melibatkan 30 pasien kanker

menjalani kemoterapi yang mengalami mukositis.

Reliabilitas adalah kehandalan atau ketepatan pengukuran (Polit & Beck,

2012). Uji realibilitas untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator

dari variabel/konstruk. Suatu kuisioner dinyatakan reliabel atau handal jika

Universitas Sumatera Utara


jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten dan stabil dari waktu ke waktu.

Pengujian reabilitas dilakukan untuk mengetahui konsisten hasil sebuah jawaban

tentang tanggapan responden. Pengukuran realibilitas instrumen pada penelitian

ini dilakukan dengan Cronbach Alpha dengan hasil interpretasi 0,89, oleh karena

itu kuisioner ini reliable untuk digunakan dalam penelitian.

Metode Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

Pengolahan data

Data yang telah terkumpul melalui lembar isian penelitian dan lembar

observasi diolah melalui lima tahapan pengolahan data yaitu:a)Editingmelakukan

pemeriksaan terhadap kelengkapan, kejelasan dan relevansi daftar lembar isian

penelitian dan lembar observasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. b)Coding

melakukanklasifikasi data, memberikan kode untuk masing-masing kelas terhadap

data yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa kelengkapannya untuk

menghindari kesalahan dan memudahkan pengolahan data. c) Tabulating

mentabulasi data hasil penelitian ke dalam tabel berdasarkan kelompok untuk

memudahkan peneliti dalam melakukan entrydata. d) Entri data, data yang telah

terkumpul dimasukkan kedalam program analisis dengan menggunakan perangkat

komputer melalui program statistik.e) Cleaningpengecekan data yang sudah

dimasukkan untuk diperiksa ada atau tidaknya kesalahan.

Analisa data

Metode statistik untuk analisa data dalam penelitian ini adalah : a)Analisis

univariat, dilakukan menggunakan analisa deskriptif melalui distribusi frekuensi

dan persentase data yang meliputi karakteristik responden seperti usia, jenis

Universitas Sumatera Utara


kelamin, pendidikan, riwayat mukositis sebelumnya, jenis kemoterapi, status gizi

jenis kanker dan diagnosa penyakit, dan skor mukositis. b) Analisis bivariat

digunakan dalam menggambarkan hubungan diantara dua variabel (Polit & Beck,

2012).Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dahulu dilakukan uji asumsi

yaitu uji normalitas dan homogenitas varianstiap kelompok perlakuan. Bila hasil

uji normalitas berdistribusi normal (p value>0,05), artinya data berbentuk

parametrik dilakukan uji parametrik dengan menggunakan paired t-test untuk

menguji beda 2 mean dari 2 hasil pengukuran pada kelompok yang sama.

Sedangkan pada kelompok yang berbeda digunakan uji statistik independent t-

test.

Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan uji perbandingan

skewness dengan standar errornya. Data dianggap berdistribusi normal jika nilai

skewness dibagi standart errornya menghasilkan <2. Hasil uji normalitas data

dalam penelitian ini menunjukkan data berdistribusi normal, maka uji hipotesis

menggunakan uji parametrik (paired t test dan independent ttest).

Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memperhatikan prinsip-prinsip

dasar etik penelitian yang meliputi beneficience, respect for human dignity dan

justice (Polit & Beck, 2012). Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan

melalui perizinan dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara.

Ada beberapa yang hal yang harus dipertimbangkan oleh peneliti terkait

dengan etik penelitian antara lain :

Universitas Sumatera Utara


Prinsip manfaat : a). Bebas dari penderitaan : tanpa mengakibatkan

penderitaan kepada subjek; b). Bebas dari eksploitasi : harus dihindarkan dari hal

yang tidak menguntungkan subjek, informasi yang diberikan subjek tidak untuk

merugikan subjek dalam bentuk apapun; c). Risiko (benefit rasio) : harus hati-hati

mempertimbangkan rasio dan keuntungan yang akan berakibat fatal pada setiap

subjek.

Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity): Hak

untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination) : subjek harus

diberlakukan secara manusiawi, mempunyai hak untuk memutuskan untuk

bersedia atau tidak menjadi responden; Hak untuk mendapatkan jaminan dari

perlakukan yang diberikan (right to full disclosure) : memberikan penjelasan yang

terperinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi; danInformed

concent : subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi

atau menolak.

Prinsip keadilan (right to justice) : Hak untuk mendapatkan pengobatan

yang adil (right in fair treatment) subjek harus diperlakukan secara adil baik

sebelum, selama dan sesudah penelitian; dan Hak dijaga kerahasiaannya (right to

privacy) : subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus

dirahasiakan, untuk itu perlu tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


Bab 4 ini menguraikan tentang hasil penelitian yang terdiri dari hasil

analisa univariat (deskripsi subjek penelitian, hasil analisa data untuk

memaparkan skor mukositisresponden sebelum intervensi dan sesudah intervensi

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol) dan analisa bivariat.

Hasil Analisis Univariat

Deskripsi subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini menggunakan kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Deskripsi subjek penelitian ini terdiri dari : usia, jenis kelamin,

diagnosa kanker, pendidikan, riwayat mukositis sebelumnya, jenis kemoterapi,

status gizi/indeks masa tubuh (IMT) dan jenis kanker.

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden kelompok oral care madu dan oral
care rutin biasa

Oral care Madu Oral care rutin biasa


No Karakteristik
F % F %
1 Usia
Dewasa (26-35) 5 15,6 2 6.3
Dewasa akhir (36-45) 8 25 13 40,6
Lansia awal (46-55) 11 34,4 4 12,5
Lansis akhir (56-65) 8 25 13 40,6
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 14 43,8 10 31,3
Perempuan 18 56,3 22 68,8
3 Pendidikan
SD 6 18,8 8 25,0
SLTP 7 21,9 6 18,8
SLTA 13 40,6 17 53,1
DIII 2 6,3 1 2,9
S1 4 12,5 0 0

Sambungan Tabel 4.1

Oral care Madu Oral care rutin biasa


No Karakteristik
F % F %

Universitas Sumatera Utara


4. Diagnosa penyakit
Kanker nasoparing 17 53,1 5 15,6
Kanker laring 2 6,3 1 3,1
Sarkoma lidah 2 6,3 1 3,1
Sarkoma buccal 1 3,1 1 3,1
Kanker servik 4 12,5 5 15,6
Kanker ovarium 0 0 2 6,3
Kanker. mamae 1 3,1 7 21,9
Kanker rekti 1 3,1 6 18,8
Kanker kolon 1 3,1 4 12,5
Kanker paru 3 9,4 0 0
5. Status Gizi (IMT)
Kurus berat (<17 kg/m2) 6 18,8 1 3,1
Kurus ringan (17-18,5 kg/m2) 1 3,1 3 9,4
Normal (18,6-25 kg/m2) 25 78,1 28 87,5
6. Riwayat Mukositis
Tidak ada riwayat 10 31,2 12 37,5
Ada riwayat sebelumnya 22 68,8 20 62,5
7. Jenis Kemoterapi
Toksisitas sedang 2 6,2 1 3,1
Toksisitas tinggi 30 93,8 31 96,9
8. Jenis Kanker
Karsinoma 29 90,6 30 93,8
Sarkoma 3 9,4 2 6,2

Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa deskripsi responden dalam penelitian

ini didapatkan bahwa usia responden menurut Depkes RI (2014), kelompok oral

care madu sepertiga dari pasien pada rentang umurlansia awal (46–55 tahun) 11

(34,4%), kelompok oral care rutin biasa sepertiga lebih responden berusia 36-45

tahun 13 (40,6%) dan sepertiga lebih lansia akhir usia 56 – 65 tahun 13 (40,6%).

Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan kelompok oral care

madu 18 (56,3%) dan oral care rutin biasa 22 (68,8%). Pendidikan responden

kelompok oral care madu sepertiga lebih SLTA 13 (40,6%) dankelompok oral

care rutin biasa 17 (53,1%). Sedangkan diagnosa penyakit sebagian lebih

responden kelompok oral care madu kanker nasoparing 17 (53,1%) dan kelompok

oral care rutin biasa kanker mamae 7 (21,9%) dan kanker rekti 6 (18,8%).

Universitas Sumatera Utara


Status gizi responden mayoritas normal (18,6–25 kg/M2) kelompok oral

care madu 25 (78,1%) dan kelompok oral care rutin biasa 28 (87,5%). Mayoritas

responden memiliki riwayat mukositis sebelumnya 22 (68,8%) pada kelompok

oral care madu dan kelompok oral care rutin biasa 20 (62,5%). Jenis kemoterapi

memiliki toksisitas tinggi 30 (93,8%) kelompok oral care madudan oral care

rutin biasa 31 (96,9%) dengan jenis kanker karsinoma 29 (90,6%) pada kelompok

oral care madu dan kelompok oral care rutin biasa 30 (93,8%).

Distribusi Mukositis Sebelum dan Sesudah Intervensi

Hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan diruang rawat kemoterapi

terpadu RSUP. H. Adam Malik Medan adalah mendeskripsikan skor mukositis

sebelum dan setelah intervensi yang secara lengkap dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.2 Distribusi mukositis kelompok oral care madu dan oral care rutin
biasa
Oral Care Madu Oral Care Rutin Biasa
Kategori Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
F % F % F % F %
1. Tidak mukositis 0 0 10 31,3 0 0 0 0
(Skor 1-8)
2. Ringan/Sedang 17 53,1 22 68,8 27 84,4 29 90,6
(Skor 9-16)
3. Berat 15 46,9 0 0 5 15,6 3 9,4
(Skor 17-24)

Skor mukositis dikategorikan menurut Oral Assesment Guide(OAG),

kelompok oral care madu sebelum intervensi sebagian besar pada kategori skor

mukositis ringan/sedang (skor 9-16) 17 (53,1%) dengan mean 17,47 SD 2,09 dan

sesudah intervensi 22 (68,8%) dengan mean 10,16 SD 2,12. Sedangkan kelompok

Universitas Sumatera Utara


oral care rutin biasa sebelum intervensi mayoritas pada kategori ringan/sedang

27 (84,4%) dengan mean 14,38 SD 1,93 dan setelah intervensi 29 (90,6%)

dengan mean13,47 SD 1,81.

Hasil Analisa Bivariat

Perbedaan Mukositis Sebelum dan Sesudah Oral Care Madu

Perbedaan skor mukositispada penelitian ini dianalisa dengan

membandingkan nilai sebelum dan sesudah intervensi dengan menngunakan uji

analisa statistik paired t-test. Berikut akan ditunjukkan perbedaan mukositis

sebelum dan sesudah oral care madu yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Perbedaan mukositis sebelum dan sesudah oral care madu

Skor Mukositis n Mean SD t pvalue


Sebelum intervensi 32 17,47 2,094 48,155 0,000
Sesudah intervensi 32 10,16 2,127

Hasil penelitian pada tabel 4.3 dengan menggunakan uji statistik paired t-

test. Didapatkan sebelum intervensi nilai rata-rata 17,47SD 2,094 dan sesudah

intervensi nilai rata-rata 10,16 SD 2,127 dengan nilai t=48,155, pvalue 0,000,

Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara

sebelum dan sesudah intervensi oral care madu, artinya oral care madu dapat

menurunkan dan menyembuhkan mukositis.

Perbedaan Mukositis Sebelum dan Sesudah Oral Care Rutin Biasa

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan skor mukositispada penelitian ini dianalisa dengan

membandingkan nilai sebelum dan sesudah intervensi dengan menngunakan uji

analisa statistik pairedt- test.Berikut akan ditunjukkan perbedaan skor mukositis

sebelum dan sesudah intervensi kelompok oral care rutin biasa yang dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4. Perbedaan oral care rutin biasa sebelum dan sesudahoral care rutin
biasa
Skor mukositis n Mean SD t pvalue
Sebelum intervensi 32 14,38 1,93 5,326 0,000
Sesudah intervensi 32 13,47 1,81

Hasil penelitian pada tabel 4.4 dengan menggunakan uji statistik paired t-

test. Didapatkan sebelumintervensi nilai rata-rata 13,47SD 1,93 dan sesudah

intervensi nilai rata-rata 13,47 SD 1,81 dengan nilai t=5,326, pvalue= 0,000. Hasil

analisa menunjukkan bahwa secara signifikan ada perbedaan antara sebelum dan

sesudah intervensi oral care rutin biasa klorheksidin 0,2%, artinya ada pengaruh

oral care rutin biasa klorheksidin 0,2% terhadap penurunan skor mukositis.

Perbedaan Mukositis Antara Oral Care Madu dan Oral Care Rutin Biasa

Klorheksidin

Perbedaan skor mukositisantara kelompok oral care madu dan oral care

rutin biasa klorheksidin 0,2% pada penelitian ini dianalisa dengan

membandingkan sesudah intervensi kedua kelompok dengan menggunakan uji

statistik independent t- test. Perbedaan skor mukositis sesudah intervensi

kelompok oral care madu dan oral care rutin biasa klorheksidin 0,2% dapat

dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 4.5. Perbedaan mukositis antara kelompok oral care madu dan oral care

Universitas Sumatera Utara


rutin biasa klorheksidin 0,2%
Skor Mukositis n Mean SD t pvalue
Oral care madu 32 3,094 2,12 -6,704 0,000
Oral care rutin biasa 32 3,313 1,81

Hasil penelitian pada tabel 4.5 dengan menggunakan uji

statistikindependen t-testdengan hasil uji statistik rata-rata 3,094 pada kelompok

oral care madu dan rata-rata 3,313 kelompok oral care rutin biasa dengan t-6,704

dan p value= 0,000. Hasil analisa secara signifikan menunjukkan bahwa

terdapatperbedaan skor mukositis antara sesudah intervensi oral care madu dan

oral care rutin biasa klorheksidin 0,2%. Nilai rata-rata oral care madu lebih

rendah dibandingkan nilai rata-rata oral care rutin biasa 3,313 artinya oral care

madu lebih baik daripada oral care rutin biasa untuk menurunkan skor mukositis

dan menyembuhkan mukositis.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang pembahasan yang

meliputi: interpretasi dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana yang telah

dipaparkan dalam bab 4, serta implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan

kesehatan masyarakat dan pengembangan pengelolaan mukositis akibat

kemoterapi pada pasien kanker.

Karakteristik Responden

Usia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengalami

mukositis akibat kemoterapi pada kelompok oral care madu sepertiga berada pada

rentang umur lansia awal (46–55 tahun) 11 (34,4%), kelompok oral care rutin

biasa sepertiga lebih berusia 36-45 tahun 13 (40,6%) dan sepertiga lebih lansia

akhir usia 56–65 tahun 13 (40,6%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Charalambous, et al (2013) bahwa umur merupakan faktor yang mempengaruhi

mukositis akibat kemoterapi. Meskipun efek dari usia pasien mukositis pada

pasien kanker kepala dan leher tidak jelas, tetapi harus diperhatikan. Dalam tiga

studi rata-rata usia responden berkisar 54-60 tahun, di satu studi 48 tahun.

sementara satu penelitian hanya disebutkan usia keseluruhan yang meliputi: 40

tahun.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penelitian diatas memberikan gambaran bahwa rata-rata usia

pasien kanker berada pada rentang yang lebih tua. Hal ini terjadi karena berbagai

alasan, diantaranya akumulasi zat karsinogen dan penurunan sistem immun. Hal

ini didukung juga oleh Ignatavicius dan Workman (2008) yang menyatakan

bahwa penuaan dapat menyebabkan penurunan sistem immun, dan lamanya

akumulasi karsinogen ditubuh menyebabkan mutasi sel, sementara tubuh tidak

mampu memperbaiki mutasi yang terjadi, sehingga memicu terjadinya kanker.

Menurut Escott (2008) kejadian kanker umumnya terjadi setelah usia 30

tahun seperti kanker payudara, dan kanker kolon kejadiannya setelah usia 50

tahun serta kanker pankreas dan lambung yang umum terjadi pada usia antara 50-

60 tahun. Hal ini dikarenakan bahwa ciri dari kanker itu memiliki jangka waktu

yang panjang antara terkena dengan saat timbulnya kanker. Pertumbuhannya

sekitar 6 sampai 10 tahun sebelum tumornya membesar. Hal ini menunjukkan

bahwa sebagian besar pasien kanker terdiagnosa kanker pada usia antara 35

hingga 54 tahun.

Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin lebih dari sebagian responden berjenis kelamin

perempuan pada kelompok oral care madu 18 (56,3%) dan oral care rutin biasa

22 (68,8%). Berbeda dengan penelitian Cook, Dawsey, et al (2009) bahwa insiden

kanker berdasarkan jenis kelamin di Maryland, dengan desain surveilance

epidemiologi terhadap insiden kanker dari 1975 sampai 2004 tersebut bertujuan

untuk membuktikan bahwa kanker lebih tinggi pada laki-laki dari pada

perempuan. Hasil penelitian menunjukkan dari 15 kanker yang ditemui, pria

memiliki insidence rate ratio (IRR) yang lebih besar dari wanita, yaitu sarkoma

Universitas Sumatera Utara


kaposi (28,73%), bibir (7,16%), laring (5,17%), meshothelioma (4,88%)

nasoparing (4,13%), kandung kemih (2,92%), tonsil (3,07%), oroparing (4,13%),

dan organ perkemihan (2,92%). sementara pada 5 kanker lainnya, wanita memiliki

IRR yang lebih tinggi dari pada laki-laki yaitu kanker payudara (0,01%),

peritoneum dan omentum (0,18%), tiroid (0,39%), kantung empedu (0,57%), serta

anorektum (0,81%).

Beberapa penelitian berdasarkan jenis kelamin perempuan lebih banyak

menderita kanker dari pada laki-laki dikarenakan perempuan lebih beresiko dari

pada laki-laki seperti kanker payudara, kanker ovarium dan kanker serviks. Akan

tetapi berdasarkan pernyataan Bare &Smeltzer (2010) bahwa secara keseluruhan

laki-laki lebih banyak mengalami kanker daripada wanita. Sedangkan berdasarkan

ACS (2015) menyatakan bahwa perempuan lebih beresiko mengalami kanker

tiroid dan laki-laki lebih beresiko mengalami kanker kanker kandung kemih.

Pendidikan

Hasil penelitian ini menunjukkan responden mayoritas berpendidikan

SLTA pada kelompok oral care madu 13 (40,6%) dan kelompok oral care rutin

biasa 17 (53,1%).Menurut Notoatmojo (2013) yang menyatakan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan, akan semakin mempengaruhi pengetahuan seseorang,

dan oleh karena itu mempengaruhi sikap seseorang untuk menerima informasi dan

mendorong seseorang untuk berperilaku sehat.

Berdasarkan uraian diatas bahwa pendidikan tingkat lanjutan atas memiliki

tingkat pengetahuan cukup, sehingga berefek positif terhadap pengobatan.

Sebaliknya pasien dengan tingkat pendidikan yang kurang akan mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara


pengetahuannyajuga berkurang sehingga berpengaruh terhadap pemeliharan

kesehatan dan pengobatan.

Diagnosa Penyakit dan Jenis Kanker/Keganasan

Hasil penelitian ini berdasarkan diagnosa penyakit sebagian lebih

responden pada kelompok oral care madu kanker nasoparing 17 (53,1%) dan

kelompok oral care rutin biasa kanker mamae 7 (21,9%) serta kanker rekti 6

(18,8%). Sedangkan jenis kanker mayoritas jenis karsinoma pada kelompok oral

care madu 29 (90,6%) dan pada kelompok oral care rutin biasa 30 (93,8%).

Beberapa jenis kanker yang paling umum terjadi pada orang dewasa

adalah: kanker payudara, limfoma (non-hodgkin dan hodgkin), melanoma,

sarkoma (kanker jaringan ikat seperti otot dan tulang), kanker pada saluran genital

wanita (leher rahim dan ovarium), kanker tiroid, kanker testis, kanker kolorektal,

leukemia dan otak dan tumor sumsum tulang belakang Jenis-jenis kanker terlihat

pada orang dewasa muda (usia 20-39) tidak unik untuk kelompok usia ini, tetapi

jenis yang paling umum dalam rentang usia ini sebagian besar berbeda dengan

yang ada di anak-anak atau orang dewasa yang lebih tua yaitu : kanker bladder,

kanker payudara, kanker kolorektal, kanker renal, leukemia, kanker hati, kanker

paru, lymphoma, kanker pankreas, kanker prostat, kanker kulit, kanker tiroid dan

kanker uterin (American Society Cancer, 2015).

Status Gizi

Berdasarkan status gizi dalam penelitian ini mayoritas responden pada

kategori normal (18,6 – 25 kg/M2) kelompok oral care madu 25 (78,1%) dan

kelompok oral care rutin biasa 28 (87,5%). Berbagai penelitian telah

melaporkan hasil penelitian yang berbeda terkait dengan status gizi dan

Universitas Sumatera Utara


hubungannya dengan terjadinya mukositis. Menurut CCNS (2008), menyatakan

bahwa status gizi buruk dapat mengakibatkan mukositis yang lebih berat karena

imun yang lemah dan kurang zat nutrisi yang diperlukan untuk proses

penyembuhan.

Begitu juga dengan hasil penelitian Geirsdottir & Thorsdottir (2008)

menunjukkan bahwa terjadi penurunan status gizi pasien kanker (40%) setelah

menjalani terapi kemoterapi, dan terjadi peningkatan keadaan malnutrisi pasien

kanker (31% menjadi 43%) setelah menjalani terapi radiasi. Studi lain

menunjukkan bahwa 64% pasien kanker mereka mengalami gizi buruk yang

meningkat sampai 81% di antara pasien yang menjalani perawatan paliatif,

dimana perawatan paliatif yaitu perawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk

mengurangi dampak kanker serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan

ini biasanya dilakukan pada pasien dengan kondisi stadium lanjut. Karena

tingginya prevalensi gizi buruk pada pasien kanker sehingga penting untuk

dilakukannya penilaian status gizi pasien tersebut. Seseorang yang menderita

kanker, maka gizi merupakan bagian dari terapi untuk mempertahankan atau

meningkatkan status nutrisi sehingga dapat memperkecil terjadinya komplikasi,

meningkatkan efektifitas terapi kanker, kualitas hidup dan survival pasien.

Riwayat Mukositis Sebelumnya

Hasil penelitian mayoritas responden memiliki riwayat mukositis

sebelumnya kelompok oral care madu 22 (68,8%) dan pada kelompok oral care

rutin biasa 20 (62,5%). Sejalan dengan reviuw literatur bahwa sebagian besar

responden mengalami mukositis sebelumnya. Menurut Cancer Care Nova

Universitas Sumatera Utara


Stoviaatau CCNS (2008) mukositis dapat terjadi pada 45% - 80% pasien yang

pernah mengalami mukositis sebelumnya.

Abdollah, Rahimi, dan Radfar (2008) juga menyatakan bahwa 30-70%

pasien yang mendapat kemoterapi akan mengalami mukositis pada setiap siklus

kemoterapi. Riwayat mukositis pada kemoterapi sebelumnya biasanya akan

kembali mengalami mukositis pada siklus berikutnya.

Menurut CCNS (2008) mukositis akibat kemoterapi biasanya akan terjadi

dalam beberapa fase, mulai dari fase awal yaitu : pembentukan reactive oxigen

spesies (ROS) pada hari kemoterapi sampai fase penyembuhan pada hari ke-12

sampai ke-21. Pada fase penyembuhan, secara mikroskofis keadaan biokimia

tidak akan sama lagi seperti sebelum terjadinya mukositis karena lingkungan flora

dimukosa mulut sudah berubah dan terjadi perubahan dalam sel-sel epitel mukosa

oral akibat kemoterapi. Setelah fase penyembuhan mukosa mulut kembali terlihat

normal tetapi secara signifikan telah berubah.

Jenis Kemoterapi

Berdasarkan jenis kemoterapi mayoritas memiliki toksisitas tinggi, pada

kelompok oral care madu 30 (93,8%) dan oral care rutin biasa 31 (96,9%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa dalam derajat

toksisitas kemoterapi tinggi yang digunakan. Hal ini terjadi karena jenis

kemoterapi kombinasi yang dapat menyebabkan toksisitas meningkat

dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Berdasarkan penelitian Ignatavicius &

Workman (2008) menyatakan bahwa kemoterapi kombinasi lebih efektif daripada

jenis kemoterapi tunggal, tetapi beberapa kombinasi obat kemoterapi

menimbulkan derajat toksisitas lebih tinggi dari pada tunggal. Sedangkan menurut

Universitas Sumatera Utara


Heydari, Sharifi, & Salek (2012) Jika dilihat dari penyebab kejadian oral

mukositis maka hampir 20-50% kejadian disebabkan oleh agen 5-flourourasil.

Mukositis Akibat Kemoterapi

Sebelumdilakukan intervensi oral care, mukositis yang dialami responden

terlebih dahulu diukur dengan instrumen Oral Assesment Guide (OAG). Hasil

pengukuran awal skor mukositis kedua kelompok sebagian besar skor mukositis

ringan/sedang (skor 9-16), kelompok intervensi 17 (53,1%) dengan mean 17,47

SD 2,09 dan kelompok kontrol 27 (84,4%) dengan mean 14,38 SD 1,93.

Sedangkan sesudah oral care madu mayoritas berada pada kategori ringan

/sedang (skor 9-16) 22 (68,8%) dengan mean 10,16 SD 2,12 dan pada kelompok

oral care rutin biasa 29 (90,6%) dengan mean 13,47 SD 1,81.

Sebelumdilakukan intervensi oral care madu dan oral care rutin biasa

mayoritas skor mukositis pasien berada pada rentang ringan/sedang dan sesudah

intervensi oral care madu dan oral care rutin biasa klorheksidin 0,2% skor

mukositis mengalami perubahan dari skor berat ada yang berubah ke skor

mukositis ringan/sedang dengan tanda dan gejala mukositis ringan ringan/sedang

(kategori 2 skor nilai OAG 9-16) meliputi: suara terdengar lebih dalam dan serak,

nyeri saat menelan atau ada kesulitan saat menelan, bibir kering dan pecah-pecah,

saliva kental, papilla lidah kurang terlihat dan penampilan lidah berkilat serta

dengan atau tanpa kemerahan pada lidah, membran mukosa berwarna lebih

merah,dan terdapat lapisan putih tanpa ada luka, ginggiva bengkak dengan atau

tanpa kemerahan, gigi terdapat plak pada area yang terlokalisir antara gigi.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan pada skor mukositis ringan/sedang ada yang berubah menjadi

tidak mukositis dengan skor OAG 1-8. dengan tanda/gejala : suara (normal ketika

berbicara atau menangis), kemampuan menelan secara normal atau tidak ada

kesulitan menelan, bibir lembut dan berwarna merah muda serta lembab, saliva

encer, lidah berwarna merah muda dan lembab, dan papilla lidah terlihat,

membran mukosa berwarna merah muda dan lembab, ginggiva berwarna merah

muda, kokoh dan gusi tidak bengkak, gigi bersih dan tidak ada plak.

Rata-rata skor mukositis setelah intervensi berbeda secara signifikan pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Rata-rata skor mukositis setelah

diberikan intervensi oral care madu dengan kelompok oral care rutin biasa

klorheksidin 0,2% (pvalue= 0,000). Hasil penelitian ini: rata-rata skor mukositis

pada kelompok intervensi lebih rendah daripada kelompok kontrol. Artinya oral

care madu yang dilakukan dapat menurunkan skor mukositis 3,094, dan pada

kelompok yang tidak diberikan oral care madu 3,31. Perubahan skor mukositis

kelompok intervensi dan kelompok kontrol mengalami penurunan meskipun pada

kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok kontrol.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh : Baliga,

Khanal, dan Uppal (2010)membandingkan madu dengan lignocain pada pasien

yang menjalani radioterapi dan kemoterapi secara bersamaan dengan jumlah

sampel 40 sampel yang dipilih secara random. 20 pasien kelompok 1 yang

diberikan madu dengan cara mengolesi mukosa mulut pasien. Hasilnya

menunjukkan 1 dari 20 pasien yang mengalami mukositis yang dioleskan madu

pada mukosa mulut pasien yang akan dilakukan radiasi, hal ini menunjukkan

madu terbukti efektif sebagai profilasis dalam mengurangi mukositis pada pasien

Universitas Sumatera Utara


kanker kepala dan leher (pvalue=<0,005). Kesimpulan bahwa oral care madu

efektif dilakukan untuk menurunkan skor mukositis akibat kemoterapi.

Menurut peneliti, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa madu dalam

tindakan oral care dapat menurunkan skor mukositis secara signifikan pada

responden yang mengalami mukositis akibat kemoterapi, karena madu berfungsi

membunuh mikroba, juga akan mengaktivasi protease sehingga menyebabkan

debridement, meningkatan aliran darah, menstimulasi pembentukan jaringan baru

dan membentuk radikal bebas yang akan mengaktivasi respon anti inflamasi.

Penelitian ini didukung oleh : Al-Jaouni, et al, (2016) bahwa hasil

penelitian secara signifikan madu memiliki hasil positif mengurangi mukositis

pasien kanker yang menjalani kemo/radioterapi yang digunakan sebagai

perawatan mulut (P =< 0,05), karena madu menjaga kesehatan mulut, mengurangi

mikroba, mempercepat perbaikan, penyembuhan dan mengurangi inflamasi.

Oral Care pada Pasien Kanker yang Mengalami Mukositis

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekeuensi oral care yang

dilakukan oleh responden yang mengalami mukositis pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol rata-rata 19-20 kali, dapat memperbaiki dan

menyembuhkan mukositis. Menurut Wanyonyi & Suila, 2015 bahwa perawatan

mulut membantu menurunkan risiko infeksi di rongga mulut karena dapat

mengurangi flora abnormal, mencegah infeksi dan mengurangi efek samping dari

terapi kanker

Saat ini, satu-satunya standar kebersihan mulut terdiri dari bilas air hangat,

normal salin, dan sodium karbonat 4 kali sehari. Perawatan mulut dasar untuk

Universitas Sumatera Utara


menjaga kesehatan mulut dan mengurangi mikroba (Al-Jaouni, et al, 2016).

Menjaga kebersihan mulut dilakukan secara rutin dengan menyikat gigi, flossing,

dan pelembab minimal dua kali sehari dan sebaiknya empat kali satu hari, dengan

durasi satu sesi menyikat gigi minimal 90 detik. (Wanyonyi & Suila, 2015).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh : Jayalaksmi, et al (2015) cara

yang dilakukan pada kelompok eksperimen dengan berkumur menggunakan 15 ml

madu sedangkan kelompok kontrol dengan 15 ml air. Madu digunakan untuk

berkumur kemudian perlahan-lahan ditelan, dilakukan tiga kali sehari 15 menit

sebelum radiasi, 15 menit setelah radiasi dan 6 jam setelah radiasi.

Sedangkan penelitian Baliga, et al (2017) yang bertujuan mengidentifikasi

efek madu dalam mengurangi mukositis oral pada pasien kanker dengan jumlah

sampel 50 orang, 25 orang kelompok intervensi diberikan madu untuk perawatan

mulut tiga kali sehari (1 jam sebelum radiasi, dan 2 dan 6 jam setelahnya radiasi)

dan kelompok kontrol diberikan iodine povidon (betadin 1 ml dengan 100 ml air)

yang digunakan sebagai perawatan mulut tiga kali sehari (pagi hari, setelah makan

siang, dan di malam). Hasilnya menunjukkan madu mengurangi mukositis pada

pasien yang menjalani terapi radiasi (p <0,0001).

Pengaruh Madu terhadap Perubahan Mukositis

Setelah dilakukannya intervensi pada kelompok oral care madu dan oral

care rutin biasa, hasil uji statistik dengan nilai rata-rata 3,094 pada kelompok

intervensi dan 3,313 dengan pvalue=0,0000. Hal ini menunjukkan bahwa

intervensi oral care madu lebih efektif secara signifikan dari pada oral care rutin

biasa menggunakan klorheksidin 0,2% dalam mengurangi mukositis pada pasien

Universitas Sumatera Utara


kanker yang dilakukan kemoterapi, karena madu berfungsi membunuh mikroba

juga akan mengaktivasi enzim protease sehingga menyebabkan debridement,

meningkatkan aliran darah, menstimulasi pembentukan jaringan baru dan

membentuk radikal bebas yang akan mengaktivasi respon anti inflamasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Bardy, et al (2012) meneliti 131 pasien

kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi dilakukan perawatan mulut

menggunakan madu sebanyak 20 ml untuk perawatan mulut dilakukan 4 kali

sehari selama 6 hari. Sedangkan kelompok kontrol menggunakan 20 ml golden

sirup dan hasilnya menunjukkan madu terbukti efektif dapat menurunkan

mukositis karena madu mengandung berbagai jenis komponen kimia dan

mikrobiologis yang dapat digunakan dalam proses penyembuhan luka.

Penelitian Jasline (2015) pada pasien dewasa dengan kanker kepala dan

leher yang mendapat kemoterapi pada 45 sampel yang dibagi 3 kelompok yang

diberikan madu, pepaya dan jus buah. Madu diberikan 2 kali sehari selama terapi.

Hasil penelitian tersebut secara signifikan dapat menurunkan mukositis lebih baik

dari pada kelompok lainnya, artinya madu lebih efektif dibanding lainnya.

Penelitian Amanat, et al, (2017) dengan sampel 82 orang yang mendapat

terapi radiasi yang dibagi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan berkumur

menggunakan madu 20 ml dan pada kelompok kontrol berkumur menggunakan

normal salin 0,9% 15 menit sebelum dan sesudah radioterapi. Hasilnya secara

signifikan proporsi mukositis lebih rendah pada kelompok yang diberikan madu

dengan pvalue<0,05. Kesimpulan bahwa madu efektif dilakukan untuk

menurunkan skor mukositis akibat radiasi. Dan penelitian Abdulmaksoud et al,

(2016) melakukan penelitian untuk menguji efek madu untuk mengurangi

Universitas Sumatera Utara


mukositis. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa madu dapat mengurangi

mukositis (pvalue=<0,05).

Mukositis sebagai efek samping yang paling sering dialami oleh pasien.

Oleh karena itu, tanggung jawab perawat yang paling penting dengan

meminimalkan keparahan mukositis oral, mengambil tindakan yang diperlukan

untuk mengatasi masalah tersebut, dan memberikan perawatan efektif. Salah satu

metode yang digunakan untuk mencegah dan mengobati mukositis adalah

penggunaan madu. Madu memiliki efek antioksidan, antibakteri, antivirus, dan

anti inflamasi, madu membantu mengurangi perkembangan mukositis atau

mengurangi tingkat keparahan mukositis dan memfasilitasi penyembuhan dengan

mengurangi efek toksik dari kemoterapi. Madu baru-baru ini mendapat banyak

perhatian dalam terapi alternatif. Madu memiliki sifat bakteri dan antioksidan, dan

meningkatkan penyembuhan luka dan epitelisasi (Bulut & Tufecky, 2016).

Madu dapat mengurangi mukositis karena madu mengandung enzim

glukosa oksidase yang akan mengkoversi glukosa menjadi glukosa acid yang akan

menghambat pertumbuhan bakteri. Madu memiliki osmolaritas tinggi yang

menyebabkan madu dapat mengekstrak air dari sel bakteri, sehingga bakteri

menjadi mati. Ph madu yang rendah menyebabkan bakteri sulit hidup. Madu

mengandung peroksida bersifat anti mikroba, debridement, peningkatan aliran

darah subkutan pada jaringan iskemik, merangsang pertumbuhan jaringan baru

dan memperkuat respon anti inflamasi sehingga mempercepat proses

penyembuhan (Evan & Flavin, 2008).

Madu merupakan salah satu zat yang berperan dalam penanganan kanker.

Madu juga dapat mengurangi oedema. Berkurangnya oedema pada jaringan akan

Universitas Sumatera Utara


mengurangi penekanan kapiler darah. Konsekuensinya aliran oksigen dan nutrisi

melalui kapiler darah pada jaringan luka akan berjalan lancar. Selain itu madu

akan meningkatkan fibroblast sehingga pembentukan jaringan baru lebih cepat.

Kandungan nutrisi pada organ vital dan sel-sel epitel serta makrofag, sehingga

akan meningkatkan kemampuan tubuh dalam proses penyembuhan mukositis sel

epitel mukosa baru. Madu memfasilitasi peningkatan limfosit dan fagosit dan

membantu monosit untuk melepaskan sitokin dan Interleukin, sehingga

merangsang proses penyembuhan dan memiliki sifat bakterisida yang ada dalam

beberapa jenis madu diyakini efektif dalam mencegah dan menurunkan infeksi

jamur dan bakteri (Bardy,et al. 2012).

Implikasi Hasil Penelitian Bagi Keperawatan

Bagi Penelitian

Penelian ini dapat memberikan pengetahun bagi penelitian keperawatan

dan menambah evidence based practice keperawatan.

Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk meningkatkan

kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien di rumah

sakit, dan diharapkan kedua pihak mampu saling memberdayakan diri antara

pasien dengan perawat sebagai pendukung dan fasilitator khususnya

melaksanakan peran yang maksimal dalam mengatasi masalah mukositis akibat

kemoterapi.

Universitas Sumatera Utara


Bagi Pendidikan Keperawatan

Aplikasi pemberian asuhan keperawatan berkualitas dan aplikasi terapi

komplementer dalam mengatasi masalah pasien diawali dari pembelajaran

diinstitusi pendidikan keperawatan. Institusi pendidikan keperawatan diharapkan

dapat meningkatkan peran serta peserta didik dalam pemberian asuhan

keperawatan, dan perlu sosialisasi aplikasi tindakan keperawatan dengan terapi

komplementer terkait pemberian madu, serta bekerjasama dalam mengembangkan

praktik keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran merupakan bagian akhir dari laporan hasil

penelitian, disusun berdasarkan pada bab-bab sebelumnya terkait dengan upaya

menjawab tujuan maupun hipotesis serta beberapa saran yang dapat diterapkan

dalam memberikan asuhan keperawatan maupun untuk penelitian selanjutnya.

Kesimpulan

Penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh madu dalam tindakan oral

care terhadap perubahan mukositis pada pasien kanker yang dilakukan

kemoterapi. Dimana terdapat 64 orang pasien (32 kelompok intervensi dan 32

kelompok kontrol) yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Karakteristik pasien

meliputi: dewasa 35- 45 tahun dan lansia 45-65 tahun, dengan jenis kelamin

mayoritas perempuan dan berpendidikan SLTA. diagnosa kanker nasoparing dan

kanker mamae. Status gizi mayoritas normal (18,6 – 25 kg/M2) dengan memiliki

riwayat mukositis sebelumnya. Untuk jenis kanker karsinoma dengan jenis

kemoterapi yang memiliki toksisitas tinggi.

Terdapat perbedaan skor mukositis sebelum dan sesudah intervensi pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol (pvalue=0,000). Serta ada perbedaan

antara kelompok oral care madu dan kelompok oral care rutin biasa (pvalue=

0,000). Secara signifikan bahwa terdapat pengaruh madu dalam tindakan oral

care terhadap perubahan perbaikan mukositis pasien kanker yang dilakukan

kemoterapi, dengan demikian madu dengan konsentral >85% yang digunakan

Universitas Sumatera Utara


sebagai agen oral care dengan cara mengoleskan keseluruh area mulut dan bibir

selama 60-90 detik 4 kali sehari lebih efektif daripada klorheksidin 0,2%.

Saran

Bagi Pelayanan Keperawatan

Temuan ini dapat diaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan

yang berkualitas pada pasien yang mengalami mukositis akibat kemoterapi.

Memodifikasi dan menyusun standar asuhan keperawatan pada pasien

kanker yang mengalami mukositis dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini.

Melakukan edukasi ke pasien dan keluarga pasien cara perawatan mulut

yang benar dan dilakukan home care pada pasien kanker yang mengalami

mukositis.

Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah evidence based practice keperawatan

onkologi sebagai tambahan ilmu pengetahuan khususnya perawatan mukositis

disosialisasikan kepada mahasiswa lainnya, supaya dapat diaplikasikan dalam

memberikan asuhan keperawatan secara konfrehensif dengan tindakan mandiri

keperawatan oral care.

Memuat materi tentang terapi komplementer yang sering digunakan

kedalam kurikulum pendidikan sarjana keperawatan dan membangun kerjasama

dengan lahan pelayanan kesehatan dalam rangka mengembangkan praktek

keperawatan berbasis komplementer dan memberikan informasi dan pengetahuan

tentang terapi komplementer : oral care madu melalui seminar, simposium dan

konferensi keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian

selanjutnya dalam menemukan standar intervensi perawatan mukositis.bagi pasien

kanker, pemberian madu sebagai agen perawatan mulut merupakan salah satu

terapi yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengobati mukositis akibat

kemoterapi dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Bagipengembangan penelitianselanjutnya disarankan agar

membandingkan madu sebagai agen perawatan mulut dengan cara dioleskan

keseluruh area mulut dan bibir dan dengan cara berkumur dalam mengobati

mukositis. Dan sampel dalam penelitian selanjutnya homogen misalnya pasien

dengan mukositis berat saja atau pasien dengan mukositis ringan/sedang saja.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abdollahi, M., Rahimi, R., &Radfar, M. (2008). Review current opinion on drug-
induced oral reactions: acomprehensive Review. Journal Contemporary
Dental Practice, 9 (3), 001-015.

Abdulmuthalib, A. (2006). Prinsip dasar terapi sistemik pada kanker. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Abdulrahman, M. A., Hameda, A. A., Mohamed, S. A., Al- Hassanena, N. A.


(2016). Effect of honey on febrile neutropenia in children with acut
lymphoblastic leukemia: arandomized crossover open-labeled study.
Journal Complementary Therapies in Medicine, 25, 98–103

Amanat, A., Ahmed, A., Kazmi, A., &Bushra Aziz, B. (2017). The effect of
honey on radiation-induced oral mucositis in head and neck cancer patients.
IndianJournal of Palliative Care, 23(3): 17-20.doi:
10.4103/IJPC.IJPC_146_16

American Cancer Society. (2015). Cancer facts &figures. Atlanta: American


Cancer Society . www.cancer.org.

American Psychological Association (APA). (2010). Manual publication of the


american psychological association. Sixth edition. Washington : DC.

Al-Jaouni, S. K., Al-Muhayawi, M. S., Hussein, A., Elfiki, I., Al-Raddadi, R., Al
Muhayawi, S.M., Almasaudi, S., Mohammad Amjad Kamal, K. M.,
&Harakeh. S. (2016). Effects of honey on oral mucositis among pediatric
cancer patients undergoing chemo/cadiotherapy treatment at king Abdulaziz
University Hospital in Jeddah,Kingdom of Saudi Arabia. Journal Evidence-
Based Complementary and Alternative Medicine, 7.
doi.org/10.1155/2017/5861024

Bahramnezhad, F., Nayeri, N.D., Bassampour, S.D., Khajeh, M., Asgari, P.


(2015). Honey and radiation-induced stomatitis in patients with head and
neck cancer. JournalIran Red Crescent Med. 17(10)

Baliga, M., Khanal,& Uppal, N. (2010). Effect of topical honey on limitation of


radiation-induced oral mucositis: an intervention study. Journal Oral
Maxillofac Surgery. 39, 1181–1185.

Baliga, M. S., Rao, S., Hegde, S. K., Rao, P., Dinkar, C., Thilakchand, K. R.,
George, T., Baliga, M. P.R., Palatty, P. R. (2017). Honey mitigates
radiation-induced oral mucositis in head and neck cancer patients without
affecting the tumor response. Journal Foods Multidisciplinary Digital
Publishing Institute, 6(9), 77. doi. 10.3390/foods6090077.

Universitas Sumatera Utara


Bardy, J., Molassiotis, A., Ryder, D.W., Mais, K., Sykes, A., Yap, B., Lee, L.,
Kaczmarski, E., &Slevin, N. (2012). adouble-blind, placebo-controlled,
randomised trial of active manuka honey and standard oral care for
radiation-induced oral mucositis. British Journal of Oral and Maxillofacial
Surgery, 50, 221–226

Bare, B. G., &Smeltzer, S. C. (2010). Buku ajar keperawatan medikal bedah.


Jakarta : EGC, Hal : 45-47.

Bhatt, V., Vendrell, N., Nau, K., Crumb.,&Roy, V. (2010). Implementation of a


standardized protocol for prevention and management of oral mucositis in
patients undergoing hematopoietic cell transplantation. Cancer Center New
York, USA. Journal Oncology Pharm Practice, 16 (3),195–204, doi:
10.1177/1078155209348721

Bogdanov, Stefan. (2011). Honey in medicine. Bee ProductScinece. 2(1), 1-23.


http//www.bee.hexagon.net.

Bulut, H.Y., & Tufekcy, F.G. (2016). Honey prevents oral mucositis in children
undergoing chemotherapy: aquasi-experimental study with a control
group.Journal Complementary Therapies in Medicine, 29, 132–140.

Caballero, A. R., Torres-Lagares, D., Robles-Garcıa, M., Pachon-Ibanez, I.,


Gonzalez-Padilla, D., Gutierrez-Perez, J. L. (2012). Cancer treatment-
induced oral mucositis: a critical review. Journal Oral Maxillofacial
Surgery, 41, 225–238.

Cancer Care Nova Stovia. (2008). Best practice guidelines for the management of
oral complications from cancer therapy. California Nova Stovia
Government, http://www.cancercare.ns .

Charalambous, M., Raftopoulos, V., Lambrinou, E., &Charalambous, A.


(2013).The effectiveness of honey for the management of radiotherapy-
induced oral mucositis in head and neck cancer patients: a systematic review
of clinical trials. European Journal of Integrative Medicine,5, 217–225.

Cook, M.B., Dawsey, S.M., Freedman, N. D., Inskip, P. D., Wichner, S.M.,
Quraishi, S. M., Devesa, S.S., &Glynn, K.A. M. (2009). Sex disparities in
cancer incidence by period and age. Cancer Epidemiology Biomarkers
Prevention, 18 (4).

Desen, W. (2011). Buku ajar onkologi klinik. Edisi 2. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI.

Eilers, J., Harris,D., Henry, K., &Johnson, L. A. (2014). Evidence-based


interventions for cancer treatment–related mucositis: putting evidence into
practice. ClinicalJournal of Oncology Nursing, 18 (6).

Universitas Sumatera Utara


Eiler,J.,& Million. (2011). Clinical update : prevention and management of oral
mucositis in patients with cancer. Seminars in Oncology Nursing,27 (4), 1-
16, doi:10.1016/j.soncn.2011.08.001

Evans, J., & Flavin,S. (2008). A guide for healthcare professionals. British
Journal of Nursing, 17, 24-30.

Escott, Sylvia. (2008). Nutrition and diagnosis-related care. USA: Saunder


Company.

Fawcet. J. (2006). Contemporary nursing knowledge : analisis and evaluation of


nursing models and theories, 3rd ed. Philadelphia : F. A Davis.

Geirsdottir, O. G., &Thorsdottir, I. (2008). Nutritional status of cancer patients in


chemotherapy: dietary intake, nitrogen balance and screening. American
Journal Of Clinical Nutrition. Food Nutr Res, 52 (10), 432.

Haris, D.J., Eiller, J., Harriman, A., &Cashavellt, B. J. (2015). Putting evidance
based practice: evidence based interventions for themanagement of oral
mucositis . Clinical Journal Oncology Nursing, 12 (1), 141-152.

Hawley, P., Hovan, A., McGahan, C., &Saunders., D. (2014). A randomized


placebo-controlled trial of manuka honeyfor radiation-induced oral
mucositis. Support Care Cancer, 22, 751–761. doi.org.10.1007/s00520-013-
2031-0

Heydari, A., Sharifi, H., &Salek, R.(2012). Effect of oral cryotherapi on


combination chemotherapi-induce oral mucositis: arancomized clinical
trial (oral cryotherapy reduces mucositis and improves nutrition : A
randomised control trial. Middle East Journal Of Cancer, 3(2-3), 55-64.

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: critical


thinking for collaborative care. 5th Edition. Philadelphia: W.B. Sounders
Comapany.

Jasline, M. (2015). A study to determine the effectiveness of honey /frozen fruit


juice/fresh fruit juice along with oral care protocol in reducing
chemotherapy induced oral mucositis among oncology clients in Devaki
Hospital at Madurai.Journal of Nursing and Health Science. 4(1)40-43

Jayalekshmi, J.L., Lakshmi, L., Mukerji, A., &Nisha, S. A. (2015). Effect of


application of honey on oral mucositis : randomized clinical trial.
International Journal of Advanced Research, 3 (3), 498-505.

Jayachandran, S., &Balaji, N. (2013). Evaluating the effectiveness of topical


application of natural honey and benzydamine hydrochloride in the
management of radiation mucositis. Indian Journal Palliative Care, 4(18),
190.

Universitas Sumatera Utara


Khanal, B., Baliga, M.,& Uppal, N. (2010). Effect of topical honey on limitation
of radiation-induced oral mucositis: an intervention study. International
Journal Oral Maxillofacial Surgery, 39, 1181–1185

Mottalebnejad, M., Akram, S., Moghadamina.,Moulana, Z., &Omidi, S. (2008).


The effect of topical application of pure honey on radiation- induced
mucositis; a randomized control trial. The Journal of Contemporary Dental
Practice,9 (3),40-47.

National Cancer Institute. (2011). Surveilence, epidemiology and end result


(SEER). http://www.seer.cancer,gov./canque/incidence.html.

Notoatmodjo, S.(2013). Pendidikan dan prilaku kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Othman, N. (2012). Honey and cancer : sustainable inverse relationship


particulary for developing nation. Journal Evidence Based Complementary
and Alternative Medicine. 12(10). doi.org/10/1155/2012.410406.

Peterson, D. E., Bensadoun, R.J., &. Roila. F.(2011). Management of oral and
gastrointestinal mucositis. ESMO clinical practice guidelines. Oxford
University Press. Annals of Oncology, 22 (6), 78–84.
doi:10.1093/annonc/mdr391.

Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing reseach: generating and assessing
evidance for nursing practice. 9th edition. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.

Potter, A.G.,& Perry, P.A. (2008). Fundamental keperawatan konsep proses dan
praktis. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2009). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit. Jakarta: EGC.

Rajesh,V., Lalla,DDS., Saunders, D.&Peterson,Douglas,P.E. (2016).


Chemotherapy or RadiationInduced Oral Mucositis. Journal Dental Clinic.
242-349.

Rashad , U. M., Al-Gezawy, S. M., El-Gezawy, E., &Azzaz, A. N. (2009).


Honey as topical prophylaxis against radiochemotherapy-induced
mucositis in head and neck cancer. Journal Laryngol Oncology, 123(2),
223–228.

RISKESDAS. (2013). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan RI.

Sonis, S.T. (2010). Pathobiology mucositis. Seminars in Oncology Nursing, 20


(1), 11-15.

Universitas Sumatera Utara


Wanyonyi, C., &Suila, J. (2015). Best Practice in Basic Oral Care among Cancer
Patients. Journal Helsinki Metropolia University of Applied Sciences, 19(4).

White, L.,& Duncan, G. (2012).Medical surgical nursing an integrated approach.


Third Edition Maxwell DriveClifton Park, NY 12065-2919 USA.

Word Health Organization.(2015).Cancers. www.who.int/nmh/publications/fact_


sheet_cancers_en.pdf

RIWAYAT HIDUP

Universitas Sumatera Utara


Nama : Zakiah Rahman

Tempat/Tgl Lahir : Pem Sei Baru, 10 Mei 1980

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kecipir Lk I Siumbut-umbut Kisaran

Riwayat Pendidikan:

1. 1988-1993 SD Negeri Tanjung Balai Asahan

2. 1993-1996 MTs Swasta Tanjung Balai Asahan

3. 1996-1999 Madr. Aliyah PMDU Asahan

4. 1999-2002 Akper Baiturrahmah Padang

5. 2004-2007 Ners Universitas Sumatera Utara

6. 2015-Sekarang Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN

PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


Judul Penelitian : “Pengaruh Madu dalam Tindakan Oral Care terhadap
Perubahan Mukositis pada Pasien Kanker yang dilakukan
Kemoterapi ”
Peneliti : Zakiah Rahman
No Telepon : 081361022849

Peneliti merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Fakultas


Keperawatan Universitas Sumatera Utara, bermaksud mengadakan penelitian
untuk mengetahui manfaat madu dalam perawatan mulut untuk mengobati
mukositis pada pasien kanker yang dilakukan kemoterapi”. Manfaat penelitian ini
adalah untuk mengetahui perubahan mukositis dengan memberikan madu dalam
tindakan oral care. Madu bermanfaat sebagai mencegah infeksi atau peradangan,
mencegah pertumbuhan kuman dan bakteri, mencegah penyebaran kanker,
membunuh atau menghilangkan kanker, merangsang pertumbuhan jaringan
danmengaktifkan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Bapak /Ibu yang
berpartisipasi dalam penelitian ini akan diberikan penjelasan terlebih dahulu,
sebelum dan sesudah intervensi bapak/ibu akan dinilai skor mukositis sebelum
tindakan dan dinilai kembali setelah tindakan untuk melihat perubahan mukositis .
Bila selama penelitian ini bapak/ibu merasa tidak nyaman, maka bapak/ibu berhak
untuk menanyakan kembali atau berhenti sebagai responden. Peneliti akan
menjunjung tinggi hak-hak bapak/ibu dengan cara menjaga kerahasiaan data yang
diperoleh dan data yang telah dikumpulkan digunakan hanya untuk keperluan
penelitian. Peneliti menghargai keinginan bapak/ibu untuk tidak berpartisipasi
atau berhenti kapan saja dalam penelitian ini.
Demikian penjelasan penelitian ini disampaikan dan peneliti
mengharapkan partisipasi bapak/ibu. Atas kesediaan/partisipasi bapak/ibu
diucapkan terima kasih.

Responden

(………………………………….)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Universitas Sumatera Utara


Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya
mengerti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Pengaruh Madu
dalam Tindakan Oral Care terhadap Perubahan Mukositis pada Pasien Kanker
yang dilakukan Kemoterapi”. Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam
penelitian ini sangat bermanfaat bagi saya untuk penyembuhan mukositis saya.
Saya mengerti bahwa risiko yang akan terjadi sangat kecil. Saya berhak untuk
menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa adanya hukuman atau
kehilangan hak untuk tidak mendapatkan pelayanan keperawatan yang
profesional. Saya mengerti bahwa seluruh data mengenai penelitian ini akan
dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian. Saya
mengucapkan terima kasih atas penelitian ini.
Demikianlah persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa
unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia berpatisipasi dalam penelitian ini.

Medan, ___________________ 2017

Responden

LEMBAR ISIAN DATA DEMOGRAFI

Universitas Sumatera Utara


Kode : ………………..
Tanggal : ………………..

Inisial : ……………………………………
Jenis Kelamin : ……………………………………
Diagnosa Kanker : …..………………………………..
Umur : ……………………………………
Pendidikan : ……………………………………
Alamat : ……………………………………

Petunjuk Pengisian : Isilah kode yang tersedia di sebelah kanan sesuai


kriteria!
No Data Kriteria Kode
1 Riwayat Mukositis 1 = Tidak ada riwayat mukositis
Sebelumnya 2 = Ada riwayat mukositis
2 Jenis kemoterapi 1 = Potensi mukosa toksik sedang
2 = Potensi mukosa toksik tinggi
3 Status gizi 1= BB tingkat berat: <17
Berat badan : ……….kg 2= BB tingkat ringan : 17-18
Tinggi Badan : 3=BB normal : 18.5-25.0
……….cm 4= BB >> tingkat ringan 25,1-27.0
(BMI) : …………. 5=Gemuk >> Berat >27
4 Jenis Kanker 1= Karsinoma
2= Sarkoma
3= Leukemia
4= Lymphoma
5= dan lain-lain

INSTRUMEN PENILAIAN MUKOSITIS

Universitas Sumatera Utara


Kode Responden : ………………..
Tanggal Pengkajian : ………………..
1. Pre test
2. post test

Petunjuk : isilah nilai setiap parameter pengkajian dengan angka 1, 2, dan 3 pada
kolom penilaian

Parameter Petunjuk 1 2 3 Nilai


Pengkajian
Suara Mendengarkan Suara Suara Berbicara atau
suara responden normal terdengar mengeluh nyeri,
dengan mengajak ketika lebih atau tidak
berbicara berbicara dalam dan mampu
ada/tidak atau serak berbicara sama
perubahan suara. menangis sekali
Kemampuan Minta responden Menelan Merasa Tidak mampu
Menelan untuk menelan secara nyeri saat menelan sama
atau memberikan normal, menelan sekali.
sedikit tidak ada atau ada
makanan/minuman kesulitan kesulitan
dan menganjurkan menelan saat
untuk menelan. menelan
Bibir Mengobservasi Bibir Bibir Bibir terdapat
dan palpasi lembut, kering dan luka atau
mukosa bibir berwarna pecah- perdarahan
merah pecah
muda,
lembab
Saliva Observasi Saliva Saliva Tidak ada saliva
konsistensi dan encer kental
kuantitas saliva.
Masukkan spatula
lidah diatas lidah
dan bawah lidah
responden.
Lidah Mengobservasi Lidah Papilla Lidah melepuh,
dan palpasi berwarna lidah menggelembung,
penampilan dan merah kurang atau pecah-pecah
papilla jaringan muda, terlihat,
lidah. Gunakan lembab, penampilan
penlight agar lidah dan lidah
dapat terlihat. papilla berkilat,
lidah dengan
terlihat atau tanpa

Universitas Sumatera Utara


kemerahan
pada lidah
Membran Mengobservasi Membran Membran Membran
mukosa kondisi membran mukosa mukosa mukosa terdapat
(selaput mukosa pada berwarna berwarna luka dengan atau
lendir) mukosa buccal, merah lebih tanpa perdarahan
mukosa palatum muda merah,
dan mukosa labial. dan terdapat
lembab lapisan
putih tanpa
ada luka.
Ginggiva Menekan bagian Ginggiva Ginggiva Ginggiva
giggiva dengan berwarna bengkak terdapat
ujung spatula lidah merah dengan perdarahan
dan gunakan muda atau tanpa spontan atau
penlight untuk dan kemerahan perdarahan jika
menyinari rongga kokoh, ditekan
mulut, perhatikan gusi
penampilan tidak
jaringan giggival. bengkak
Gigi Mengobservasi Gigi Gigi Gigi terdapat
keadaan gigi bersih terdapat plak dan debris
responden. dan tidak plak pada disepanjang
ada plak area yang garis gigi
terlokalisir
antara gigi
Total Nilai
Sumber : dari Oral Assesment Guide (OAG) oleh Eiler, Berger dan Peterson
(1988); Dodd (2004 & 2010);

LEMBAR OBSERVASI

Universitas Sumatera Utara


DOKUMENTASI PELAKSANAAN ORAL CARE MADU

Kode : ……………………………….
Inisial :……………………………….
Ruang Rawat : ……………………….

Petunjuk Pengisian : Dokumentasikan pelaksanaan Oral Care Madu


harian dengan memberi tanda chek list (√ ) pada
kolom tindakan oral care
Tindakan Oral care
Setelah Waktu madu
No Pelaksana
kemoterapi Tindakan Dilakukan Tidak
dilakukan
1 Hari I 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
2 Hari II 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
3 Hari III 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
4 Hari IV 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
5 Hari V 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV

LEMBAR OBSERVASI

Universitas Sumatera Utara


DOKUMENTASI PELAKSANAAN ORAL CARE RUTIN BIASA
(KLORHEKSIDIN 0,2%)

Kode : ……………………………….
Inisial :……………………………….
Ruang Rawat : ……………………….

Petunjuk Pengisian :
Dokumentasikan pelaksanaan Oral Careklorheksidin 0,2 % harian dengan
member- tanda chek list (√ ) pada kolom tindakan oral care

Tindakan Oral care


Setelah Waktu
No Dilakukan Tidak Pelaksana
kemoterapi Tindakan
dilakukan
1 Hari I 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
2 Hari II 6 jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
3 Hari III 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
4 Hari IV 6 jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV
5 Hari V 6 Jam I
Tanggal :
6 Jam II
6 Jam III
6 Jam IV

PANDUAN PROTOKOL ORAL CARE DENGAN MADU

Universitas Sumatera Utara


Persiapan Alat
1. Sikat gigi dengan ujung kepala kecil dan tidak runcing serta bulu sikat gigi
lembut, sikat gigi eletrik tidak digunakan untuk pasien kanker.
2. Pasta gigi dengan fluoride (1000 ppm), pasta gigi berupa yang bersifat less
abrasive.
3. Madu 10-15 ml untuk dioleskan ke seluruh area mulut dan bibir
4. Lidi kapas.
5. Bengkok atau wadah bersih yang dialasi plastik kresek (tempat sampah)
6. Alas perlak atau handuk pengalas
7. Kassa basah
8. Kertas tissu
9. Sarung tangan
10. NaCl 0,9% dan air mineral.

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Menyikat gigi (Brussing)
Sebelum menyikat gigi lakukan pengkajian terlebih dahulu (jika tidak ada
perdarahan pada gusi lakukan menyikat gigi dengan sikat gigi, dan jika ada
perdarahan lakukan menyikat gigi dengan kassa lembab.
Menyikat gigi dengan sikat sikat gigi.
a. Posisikan pasien dalam posisi nyaman atau semi fowler.
b. Letakkan alas/handuk didada klien
c. Letakkan wadah bersih/bengkok didada klien
d. Pastikan sikat gigi dalam keadaan bersih
e. Jika terdapat kotoran, bersihkan kotoran dari sikat, rendam bulu sikat
gigi dengan air hangat, pastikan tidak ada kotoran dalam sela-sela gigi.
f. Oleskan sedikit pasta gigi atau secukupnya pada bagian atas sikat gigi.
g. Bersihkan gigi depan dengan menempatkan sikat gigi pada garsi gusi
pada sudut 45° dari sisi gusi. Gerakkan sikat gigi dengan tekanan
lembut, gerakkan dengan arah atas bawah pada seluruh gigi bagian
depan.
h. Bersihkan gigi depan bagian dalam, anjurkan untuk membuka mulut
agak lebar, kemudian tempatkan sikat gigi secara vertical pada gigi
depan bagian dalam. Gerakkan sikat gigi dengan arah atas –bawah,
lakukan untuk gigi atas dan gigi bawah.
i. Bersihkan gigi bagian belakang, sikat bagian dalam dan bagian
depannya, gerakkan dengan arah atas-bawah, pastikan semus gigi telah
disikat seluruhnya.
j. Bersihkan sikat gigi dengan air, kemudian sikat lidah dengan lembut.
Sikat lidah dengan arah dari belakang kebagian depan.
k. Setelah prosedur menyikat gigi selesai, berikan kumur-kumur dengan
air biasa.
Menyikat gigi dengan kassa lembab
a. Lembabkan kassa dengan air minum atau NaCl 0,9%
b. Lilitkan kassa pada jari tengah

Universitas Sumatera Utara


c. Berikan sedikit pasta
d. Bersihkan seluruh permukaan gigi bagian depan dan bagian belakang
secara perlahan-lahan.
e. Bersihkan seluruh gigi satu kali lagi, menggunakan kassa lembab tanpa
pasta.
4. Berkumur (Mouth Washing)
a. Berkumr dengan cara gerakan menghisap lalu meniup balon sampai
sisa pasta gigi dan mulut bersih.
5. Perawatan mulut dan bibir
a. Setelah mulut bersih kemudian bersihkan bibir dan sudut bibir dengan
menggunakan kasaa kering
b. Oleskan madu dengan menggunakan lidi kapas pada seluruh area mulut
dan permukaan bibir kemudian diamkan selama 60-90 detik.
c. Anjurkan untuk membilas dengan air mineral setelah pemberian madu.
d. Lakukan cuci tangan setelah melakukan seluruh tindakan

Evaluasi dan Terminasi


a. Evaluasi respon klien selama tindakan
b. Evaluasi kebersihan dan kesehatan mulut setelah dilakukan tindakan
c. Rapikan klien
d. Rapikan peralatan
e. Dokumentasikan tindakan (waktu Pelaksanaan, paraf , respon klien).

Sumber : Bagdanov, (2011), Cancer Care Nova Stovia (2008), Potter


& Perry (2008).

PANDUAN PROTOKOL ORAL CARERUTIN BIASA

Universitas Sumatera Utara


KLORHEKSIDIN 0,2%

Persiapan Alat
1. Sikat gigi dengan ujung kepala kecil dan tidak runcing serta bulu sikat gigi
lembut, sikat gigi eletrik tidak digunakan untuk pasien kanker.
2. Pasta gigi dengan fluoride (1000 ppm), pasta gigi berupa yang bersifat
less abrasive.
3. Klorheksidin 0,2% 15 ml digunakan untuk berkumur.
4. Bengkok atau wadah bersih yang dialasi plastik kresek (tempat sampah)
5. Alas perlak atau handuk pengalas
6. Kassa basah
7. Kertas tissu
8. Sarung tangan
9. NaCl 0,9% dan air mineral.

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Menyikat gigi (Brussing)
Sebelum menyikat gigi lakukan pengkajian terlebih dahulu (jika tidak ada
perdarahan pada gusi lakukan menyikat gigi dengan sikat gigi, dan jika ada
perdarahan lakukan menyikat gigi dengan kassa lembab.
Menyikat gigi dengan sikat sikat gigi.
a. Posisikan pasien dalam posisi nyaman atau semi fowler.
b. Letakkan alas/handuk didada klien
c. Letakkan wadah bersih/bengkok didada klien
d. Pastikan sikat gigi dalam keadaan bersih
e. Jika terdapat kotoran, bersihkan kotoran dari sikat, rendam bulu sikat
gigi dengan air hangat, pastikan tidak ada kotoran dalam sela-sela gigi.
f. Oleskan sedikit pasta gigi atau secukupnya pada bagian atas sikat gigi.
g. Bersihkan gigi depan dengan menempatkan sikat gigi pada garsi gusi
pada sudut 45° dari sisi gusi. Gerakkan sikat gigi dengan tekanan
lembut, gerakkan dengan arah atas bawah pada seluruh gigi bagian
depan.
h. Bersihkan gigi depan bagian dalam, anjurkan untuk membuka mulut
agak lebar, kemudian tempatkan sikat gigi secara vertical pada gigi
depan bagian dalam. Gerakkan sikat gigi dengan arah atas –bawah,
lakukan untuk gigi atas dan gigi bawah.
i. Bersihkan gigi bagian belakang, sikat bagian dalam dan bagian
depannya, gerakkan dengan arah atas-bawah, pastikan semus gigi telah
disikat seluruhnya.
j. Bersihkan sikat gigi dengan air, kemudian sikat lidah dengan lembut.
Sikat lidah dengan arah dari belakang kebagian depan.
k. Setelah prosedur menyikat gigi selesai, berikan kumur-kumur dengan
air biasa.
Menyikat gigi dengan kassa lembab
a. Lembabkan kassa dengan air minum atau NaCl 0,9%
b. Lilitkan kassa pada jari tengah

Universitas Sumatera Utara


c. Berikan sedikit pasta
d. Bersihkan seluruh permukaan gigi bagian depan dan bagian belakang
secara perlahan-lahan.
e. Bersihkan seluruh gigi satu kali lagi, menggunakan kassa lembab tanpa
pasta.
4. Berkumur (Mouth Washing)
b. Berkumr dengan cara gerakan menghisap lalu meniup balon sampai
sisa pasta gigi dan mulut bersih.
5. Perawatan mulut dan bibir
e. Setelah mulut bersih kemudian bersihkan bibir dan sudut bibir dengan
menggunakan kasaa kering
f. Berkumur dengan klorheksidin 0,2% 15 ml selama 30-60 detik.
g. Anjurkan untuk membilas dengan air mineral setelah berkumur..
h. Lakukan cuci tangan setelah melakukan seluruh tindakan

Evaluasi dan Terminasi


f. Evaluasi respon klien selama tindakan
g. Evaluasi kebersihan dan kesehatan mulut setelah dilakukan tindakan
h. Rapikan klien
i. Rapikan peralatan
j. Dokumentasikan tindakan (waktu Pelaksanaan, paraf , respon klien).

Sumber : Bagdanov, (2011), Cancer Care Nova Stovia (2008), Potter & Perry
(2008).

DAFTAR AGEN KEMOTERAPI DENGAN POTENSI MUKOSA TOKSIK

Universitas Sumatera Utara


Golongan Tingkat Mukosatoksik
Kemoterapi Sedang Tinggi
Alkilating Agents Procarbazin Busulfan
Melphalane Cyclophosphamide
Carboplatine Mechlorethamine
Chlorambucil Thiothepha
Cytarabine
Antracycline Daunorubicine
Doxorubicine/(Chlorhidrate
Doxorubicine)
Adryamicine
Epirubicine
Idarubicine
Doxin
Fludarabine (ARA-C)
Antimetabolite Cytosine 5-Fluorouracil
Arabinoside Methotrexate Mitoxantroat
6-thioguanine Capecitabine
Floxuridine 6-Mercaptopurine
Antitumor/antibiotik Actinomycine Etoposide
Bleomycine Ifosfamide
Daunomycine Cisplatine
Mitomycine
Mitramycine
Dactinomycine
Taxanes Paclitaxel
Docetaxel
Vinca Alkaloid Vinoralbine Vinblastine
Vincristine
Miscellaneous Agent Hidroxiuria
Sumber : CCNS, 2008

PENILAIAN STATUS GIZI

Universitas Sumatera Utara


BERDASARKAN BMI MENURUT DEPKES 2014

No Kategori
1 BB tingkat berat: <17
2 BB tingkat ringan : 17-18
3 BB normal : 18.5-25.0
4 BB >> tingkat ringan 25,1-27.0
5 Gemuk >> Berat >27

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT

Universitas Sumatera Utara


BIODATA EXPERT CONTENT VALIDITY

KUESIONER

Daftar nama expert yang melakukan content validity index (CVI)

1. Chairanur Dara Phonna., S. Kep., Ns., M. Kep.

Ka. Instalasi Rawat Inap RS-BLUD Dr. Pirngadi Medan.

2. Rosida Siallagan., S. Kep., Ns, Sp,. Onk.

Kepala Ruangan Rawat Inap Rindu B2 RSUP. H. Adam Malik Medan.

3. Nunung Febriany Sitepu., S. Kep, Ns., MNS.

Dosen Departemen Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 3
IZIN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


SCAN IZIN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai