Di susun oleh :
Kelompok 15
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmatnya
kami bisa menyelesaikan makalah KEJANG DEMAM PADA ANAK. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi kita semua.
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis
Kelompok 15
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ...........................................................................................
b. Rumusan Masalah………………………………………………….. .........
c. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
a. Definisi Kejang Demam
b. Klasifikasi Kejang Demam
c. Etiologi Kejang Demam
d. Patofisiologi Kejang Demam
e. Pathway Kejang Demam
f. Manifestasi Klinik Kejang Demam
g. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
h. Penatalaksanaan Kejang Demam
i. Pencegahan Kejang Demam
j. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Temperatur tubuh normal adalah antara 36,0–37,7°C di axilla. Peningkatan
temperatur tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di hipotalamus sebagai
respons terhadap perubahan tertentu. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu
tubuh menjadi >38,0°C.
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi karena rangsangan demam,
tanpa adanya proses infeksi intrakranial; terjadi pada sekitar 2-4% anak berusia 3
bulan sampai 5 tahun.
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak
menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat berulang
yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga. Saat pasien
datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga kemungkinan, yaitu kejang
demam, pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai pemicu kejang epilepsi, dan
kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau gangguan elektrolit akibat dehidrasi.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat
demam, tidak memenuhi kriteria kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain
harus dipertimbangkan, misalnya infeksi SSP/Sistem Saraf Pusat, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama dengan demam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi kejang demam ?
2. Apakah etiologi kejang demam ?
3. Apa saja klasifikasi kejang demam ?
4. Bagaimana patofisiologi kejang demam ?
5. Apa saja manifestasi klinik kejang demam ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang kejang demam ?
7. Apa saja penatalaksaan dan pencegahan kejang demam ?
8. Bagaimana diagnosis keperawatan dan rencana keperawatan pada kejang demam
?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi kejang demam
2. Untuk mengetahui etiologi kejang demam
3. Untuk mengetahui klasifikasi kejang demam
4. Untuk mengetahui patofisiologi kejang demam
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik kejang demam
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kejang demam
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan kejang demam
8. Untuk mengetahui diagnosis keperawatan dan rencana keperawatan pada kejang
demam
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam
merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan
dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat
kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya.
Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan Dokter
Anak Indonesia/IDAI, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
Kejang demam menurut Riyadi & Sukarmin (2013) adalah serangkaian kejang
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC).
Kejang demam menurut Donna L. Wong (2008) adalah gangguan transien
pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah
satu gangguan neurologik yang paling sering di jumpai pada anak-anak dan
menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6
bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun .
Kejang demam menurut Putri & Baidul (2009) adalah kejang yang terjadi
pada saat bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Tidak
ada nilai ambang batas suhu yang dapat menimbulkan terjadinya kejang demam.
Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai
gerakan lengan dan kaki atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya.
Kejang demam menurut Judha & Nazwar (2011) merupakan kelainan
neurologis akut yang paling sering di jumpai pada anak-anak. Bangkitan kejang ini
terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang di
sebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi
saluran pernafasan bagian atas di susul infeksi saluran pencernaan.
B. KLASIFIKASI
Menurut Putri & Baidul (2009) kejang demam ini secara umum dapat di bagi
dalam dua jenis, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizures).
Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari
yang sama. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan,
meninggal, atau mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di
kemudian hari juga sangat kecil. Sekitar 2% hingga 3%. Risiko terbanyak adalah
berulang kejang demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak. Risiko-risiko
tersebut lebih besar pada kejang demam kompleks.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizures/ complex partial seizures).
Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari
15 menit atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.
C. ETIOLOGI
Menurut Dona L. Wong (2008) penyebab kejang demam masih belum dapat
dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan
kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya
suhu demam lebih dari 38,oC dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat
setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama
Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) penyebab dari kejang demam adalah
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media akut, bronchilitis.
Menurut Nurarif & Hardhi (2013) penyebab Kejang demam dibedakan
menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
1. Intrakranial, meliputi :
a. Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
b. Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
c. Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
2. Ekstrakranial, meliputi :
a. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya
b. Toksik : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat
c. Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.
D. PATOFISIOLOGIS
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkitis, penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik
yang di hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan di respon oleh
hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh
mengalami bahaya secara sistemik naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan
merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan di
sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpndahan ion Natrium, ion Kalium
dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat
menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan
yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon
kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga
anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan
spasma bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2013)
PATHWAY KEJANG DEMAM PADA ANAK
E. MANIFESTASI KLINIK
Kejang demam seringkali terjadi dalam kurun 24 jam setelah terjadinya infeksi pada
tubuh anak. Saat mengalami kejang demam, anak juga bisa menunjukkan beberapa
gejala lain, seperti:
Lengan dan kaki bergerak tidak terkontrol.
Leher kaku
Bola mata tampak menatap ke atas.
Kehilangan kesadaran.
Demam, muntah, sakit kepala parah
Mulut berbusa.
Napas berjeda selama lebih dari 15 sampai 20 detik atau mengalami kesulitan
bernapas yang parah
Kejang lebih dari 3 menit, atau anak mengalami kejang kedua
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Judha & Nazwar (2011) pemeriksaan
penunjang yang dapat di lakukan tergantung sarana yang tersedia dimana pasien
dirawat. Pemeriksaan yang dapat di lakukan meliputi:
1. Darah
a. Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200 mq/dl)
b. BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit: K, Na.
Ketidak seimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl)
Natrium (N 135 – 144 meq/dl)
2. Cairan Cerebro Spinal: mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
4. Transiluminasi: suatu cara yang di kerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.
5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma, cerebral oedem,
trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
Pemeriksaan penunjang menurut Rifqi Fadly Arief (2015) pemeriksaan
penunjang untuk pasien kejang deman yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah 0,6–
6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan
b. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
c. Bayi >18 bulan – tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
4. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan
pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurut Kristanty, dkk. (2009) terdapat 3 pada klien dengan
kejang demam. Antara lain:
1. pemberian antipiretik.
2. Pemberian anti konvulsan.
3. Pemberian oksigen jika ada gangguan pernafasan.
Penatalaksanaan menurut Judha & Nazwar (2011) dalam penanggulangan
kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan, yaitu: Pemberantasan kejang
secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka:
1. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang.
2. Pengobatan penunjang
Saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat di buka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan nafas
bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan
secara teratur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance: 8-10 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari
pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari berikutnya.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit
tersebut. Pada pasien yang di ketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif
seperti fungsi lumbal, kalium, magesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila
perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dan lain-lain.
H. PENCEGAHAN
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, karena serangan kejang merupakan
pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang demam
berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap ( cacat ).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1. Profilaksis intermiten, pada waktu demam.
2. Profilaksis terus – menerus, dengan demam obat antikonvulsan tiap hari.
3. Mengatasi segera bila terjadi serangan kejang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan trauma
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
3. Risiko trauma fisik berhubungan dengan penurunan koordinasi otot
4. Kurang pengetahuan atau ketidakfektifan koping berhubungan dengan terbatasnya
kognitif
RENCANA KEPERAWATAN
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan suatu
kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat dapat mengatasi kondisi
kejang dan mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang demam tidak menyebabkan
penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian. Kejang demam dapat berulang yang
kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga. Diperlukan
pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh. Edukasi orang tua penting
karena merupakan pilar pertama penanganan kejang demam sebelum dirujuk ke
rumah sakit.
B. SARAN
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen demam pada
anak bagin orang tua untuk mencegah terjadinya kejang demam pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Purtri, Triloka dan Baidul Hasniah, 2009, Menjadi Dokter Pribadi bagi Anak Kita,Katahati,
Jogjakarta
Krisanty, Paula dkk, 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, TIM, Jakarta
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2013, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha Ilmu, Yogyakarta