OLEH :
CHEMAYANTI SURBAKTI
NIM 167014007
i
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK DAUN PIRDOT
(Saurauia vulcani Korth.) DAN HERBA POGUNTANO (Picria
fel-terrae Lour.) TERHADAP KADAR SOD, HbA1c, EKSPRESI
INSULIN PADA TIKUS HIPERGLIKEMIA
TESIS
OLEH:
CHEMAYANTI SURBAKTI
NIM 167014007
ii
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
OLEH:
CHEMAYANTI SURBAKTI
NIM 167014007
Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt. Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt.
NIP 195310301980031002 NIP 197506102005012003
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.
NIP 195103261978022001 NIP 195709091985112001
Prof. Dr. Urip Harahap., Apt. Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.
NIP 195301011983031004 NIP 195707231986012001
iii
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Komisi Penguji Tesis pada
hari Selasa tanggal dua puluh dua bulan Januari tahun dua ribu sembilan belas.
Mengesahkan:
iv
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya
sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut
plagiat karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun
oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat.
Chemayanti Surbakti
NIM 167014007
v
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
Utara. Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini, penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun
materil. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Rektor Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas
2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku Ketua Program Studi Magister
Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. selaku Sekretaris Program
4. Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt. dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu
vi
Universitas Sumatera Utara
memberikan saran, koreksi dan bimbingan kepada penulis dalam
5. Ibu Dr. Marline Nainggolan., M.Si., Apt. dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z.
Hasibuan, S.Si, M.Si., Apt. selaku anggota komisi penguji yang telah banyak
memberikan saran, dan koreksi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Magister Farmasi atas
7. Suami saya Sugih Yarto, S.T. dan anak kami tercinta Dyandra Athaya
Sugema yang telah mendoakan saya tanpa henti serta memberi dukungan dan
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu
mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap
Chemayanti Surbakti
NIM 167014007
vii
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK DAUN PIRDOT
(Saurauia vulcani Korth.) DAN HERBA POGUNTANO (Picria
fel-terrae Lour.) TERHADAP KADAR SOD, HbA1c, EKSPRESI
INSULIN PADA TIKUS HIPERGLIKEMIA
ABSTRAK
Kata kunci: HbA1c, Insulin, Picria fel-terrae Lour., Saurauia vulcani, Korth.,
SOD.
viii
Universitas Sumatera Utara
TEST COMBINATION STUDY OF EEFECT EXTRACT OF
PIRDOT LEAVES (Saurauia vulcani Korth.) AND
POGUNTANO HERBS (Picria fel-terrae Lour.) AGAINST SOD,
HbA1c LEVELS, INSULIN EXPRESSION IN
HYPERGLYCEMIA RATS
ABSTRACT
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................... ix
x
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Diagnosis diabetes ................................................ 11
xi
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Sistematika Tumbuhan ......................................... 28
xii
Universitas Sumatera Utara
3.3.9 Pereaksi Asam Sulfat 2 N ..................................... 41
xiii
Universitas Sumatera Utara
3.8 Pembuatan Sediaan Uji ....................................................... 48
xiv
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 56
xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.6 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus
hari ke-4 ....................................................................................... 64
4.7 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus
hari ke-8 ....................................................................................... 66
4.8 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus
hari ke-12 ..................................................................................... 68
4.9 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus
hari ke-16 ..................................................................................... 70
4.10 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus
hari ke-20 ..................................................................................... 72
4.11 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus
hari ke-24 ..................................................................................... 74
4.12 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus
hari ke-28 ..................................................................................... 76
xvi
Universitas Sumatera Utara
4.17 Perhitungan skor ekspresi insulin tikus ………. ......................... 88
xvii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xviii
Universitas Sumatera Utara
4.13 Pengaruh kelompok perlakuan terhadap konsentrasi HbA1c .. ... 87
xix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
11. Gambar alat microplate reader dan reagen SOD ...................... 126
13. Hasil analisis data statistik pengukuran konsentrasi SOD ........ 128
xx
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
DM Diabetes melitus
ADA American Diabetes Association
IDF International Diabetes Federation
EEDP Ekstrak etanol daun pirdot
EEHP Ekstrak etanol herba poguntano
IHC Immunohistochemistry/Imunohistokimia
i.p. Intraperitoneal
KGD Kadar glukosa darah
NA Nicotinamide
STZ Streptozotosin
SOD Superoxide dismutase
HbA1c Hemoglobin A1c
ROS Reactive oxygen species
CAT Catalase
GSH Glutathione subhidril
GPx Glutathione peroxidase
Ab Antibodi
Ag Antigen
GLUT 2 Glucose transporter 2
GLUT 4 Glucose transporter 4
ELISA Enzyme Linked Immunosorbent Assay
DAB Dimetil amino benzaldehid
Na-CMC Natrium Carboxy methyl cellulose
ATP Adenosine triphosphate
NAD Nicotinamide adenine dinucleotide
ADP Adenosine diphosphate
NO Nitric oxide
DNA Deoxyribonucleic acid
AGEs Advanced Glycation End-Products
xxi
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
penggunaan yang tidak efektif dari insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar
glukosa dalam darah (Tan dan Rahardja, 2002). Diabetes melitus merupakan
jumlah populasi diabetes di dunia 415 juta orang, terjadi kenaikan empat kali lipat
dari 108 juta di tahun 1980. Pada tahun 2040 diperkirakan jumlahnya akan
menjadi 642 juta. Peningkatan jumlah penderita diabetes melitus juga terjadi di
Indonesia. Data pada tahun 2017 yang lalu, menunjukkan bahwa jumlah populasi
prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (IDF, 2017).
kesehatan tubuh, sebab kadar glukosa darah yang tinggi cenderung mendorong
oksidasi reduksi dengan mendorong lebih banyak donor elektron ke dalam rantai
1
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas terutama reactive oxygen
species (ROS). Peningkatan kadar ROS pada diabetes bisa disebabkan oleh
regulasi glukosa darah juga sudah baik. Pemantauan status glikemik jangka
pengendalian glukosa darah jangka panjang (Soegondo dkk, 2004). Kadar HbA1c
Association (ADA) nilai sasaran kadar HbA1c pada pasien DM dewasa adalah
<7,0% sebagai tanda status kendali metabolik yang baik, pedoman umum untuk
konsentrasi radikal bebas pada pasien diabetes, sehingga dengan kontrol glikemik
yang lebih baik maka akan meningkatkan enzim antioksidan. Penelitian yang
2
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Farah J. dkk (2013) mendapatkan korelasi positif yang signifikan
antara HbA1c dan SOD. Wan Ting Hsu dkk (2006) meneliti pada pasien DM
dengan HbA1c < 8,5 memiliki nilai rerata SOD yang lebih tinggi bila
pesat di masyarakat. Hal ini didukung oleh berbagai faktor dan isu yang
berkembang saat ini berupa sikap kembali ke alam (back to nature). Pemanfaatan
(Saurauia vulcani Korth.) salah satu tumbuhan liar di hutan Sumatera Utara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitorus (2015), ekstrak etanol daun
pirdot dosis 200 mg/kg bb, menunjukkan hasil yang baik sebagai efek antidiabetes,
Penelitian Farid dkk (2012), diperoleh bahwa genus Saurauia memiliki efek
pirdot diisolasi dengan metode ekstraksi dan pemisahan kromatrografi lapis tipis
3
Universitas Sumatera Utara
dan penjerap silika gel 60 F254 menghasilkan bercak noda flavonoid yang terisolasi
pada bilangan Rf 0,94 dan menunjukkan flavonoid yang ditelaah adalah golongan
terkandung dalam daun pirdot memiliki potensi dalam penanganan diabetes karena
sehingga dapat mencegah kerusakan atau komplikasi lebih lanjut (Lavle et al.,
2016).
menjadi tanaman endemik yang digunakan sebagai obat kolik (mulas mendadak),
sebagai obat diabetes melitus (Sitorus, dkk., 2014) . Golongan senyawa metabolit
beberapa peneliti yaitu glikosida (Zou et al., 2005), flavonoid (Huang et al., 1999),
tumbuhan inilah yang memberikan efek penurunan kadar gula darah pada serbuk
4
Universitas Sumatera Utara
Sibagariang (2017), telah melakukan observasi klinis bahwa terdapat
SOD pada pasien DM tipe 2. Lindarto dkk (2016) juga telah membuktikan bahwa
minggu efektif menurunkan kadar glukosa darah puasa, HbA1c pada penderita
DM tipe 2.
pankreas (sekitar 40%) dan hiperglikemia yang stabil sehingga tikus hanya akan
menjadi diabetes melitus tipe 2 (Masiello et al., 1998). Kombinasi tumbuhan yang
insulin.
pirdot (Saurauia vulcani Korth.) dan herba poguntano (Picria fel-terrae Lour.)
memberikan hasil yang lebih efektif. Penelitian kombinasi ekstrak tumbuhan ini
untuk mengetahui pengaruh ekstrak kombinasi terhadap kadar SOD, HbA1c dan
jumlah ekspresi insulin pada sel beta pankreas dengan metode ELISA dan
pewarnaan imunohistokimia.
5
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah
a. apakah kombinasi ekstrak etanol daun pirdot (EEDP) dan ekstrak etanol
b. apakah kombinasi EEDP dan EEHP dapat menurunkan HbA1c pada tikus
c. apakah kombinasi ekstrak etanol daun pirdot (EEDP) dan ekstrak etanol
streptozotosin?
1.3 Hipotesis
adalah:
a. EEDP dan EEHP dapat meningkatkan kadar SOD pada tikus yang
b. EEDP dan EEHP terhadap kadar dapat menurunkan HbA1c pada tikus
c. EEDP dan EEHP dapat meningkatkan jumlah ekspresi insulin pada sel beta
streptozotosin.
6
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian
streptozotosin.
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. diperoleh bukti ilmiah pengaruh kombinasi estrak etanol daun pirdot dan
herba poguntano terhadap kadar SOD, HbA1c dan jumlah ekspresi insulin
b. diperoleh kombinasi estrak etanol daun pirdot dan herba poguntano sebagai
7
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
variabel terikat adalah KGD, SOD, HbA1c dan ekspresi insulin disajikan pada
Gambar 1.1.
NA &
STZ
Kadar
Tikus Kadar HbA1c
HbA1c ↓ (ng/mL)
Diabetes
Glibenklamid 0,45
mg/kg bb Persentase
Jumlah
Ekspresi skor
insulin ↑ ekspresi
(%)
Keterangan:
STZ : Streptozotosin
NA : Nicotinamida
EEDP : Ekstrak etanol daun pirdot
EEHP : Ekstrak etanol herba poguntano
8
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penurunan dalam sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya (Triplitt et al.,
2008). Sindrom resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan
salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat menjadi awal suatu diabetes
melitus (Manaf, 2010). Diabetes melitus (DM) mempunyai sindroma klinik yang
glukosa darah atau hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau
postprandial ≥ 200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL) (Triplitt et al.,
2008).
9
Universitas Sumatera Utara
c. Diabetes kehamilan (Diabetes Gestasional) adalah diabetes yang timbul
mengalami defisiensi insulin relatif pada bulan keempat dan kelima. Pada
d. DM tipe lain, akibat defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin,
(Waspadji, 2002):
Usia diatas 45 tahun fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini
b. Obesitas
glukosa.
c. Pola makan
Pola yang serba instan yang serba instan sangat digemari oleh sebagian
masyarakat. Pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat menjadi
penyebab DM.
10
Universitas Sumatera Utara
d. Riwayat DM pada keluarga
DM.
ii. Pada saat puasa (tidak ada asupan kalori minimal 8 jam) kadar glukosa
iii. Kadar glukosa plasma selama dua jam 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau
iv. Konsentrasi glukosa plasma darah acak 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau
medik, olahraga, dan penurunan berat badan. Bila dengan langkah tersebut sasaran
farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam penyebab
11
Universitas Sumatera Utara
terjadinya hiperglikemia (Manaf, 2010). Obat yang sering digunakan dalam
1. Insulin (parentral)
i. Golongan sulfonilurea
golongan sulfonilurea ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe
ii. Meglitinid
Obat ini memodulasi pelepasan insulin dari sel β dengan mengatur efluks
12
Universitas Sumatera Utara
iii. Derivat D-Fenilalanin
dengan penurunan berat pada fungsi ginjal (Nolte dan Karam, 2010).
i. Biguanida
ii. Thiazolidindion
i. Glukosidase-inhibitors
lambat dan absorbsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan
13
Universitas Sumatera Utara
merata, sehingga puncak kadar glukosa darah dapat dihindarkan (Nolte dan
Karam, 2010).
penguraian dan inaktivasi incretin, GLP-1 dan GIP, sehingga kadar insulin
2.1.5.1 Hipoglikemia
mg/dL. Hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat,
baik sesudah penyuntikan insulin atau karena obat yang meningkatkan insulin
14
Universitas Sumatera Utara
pemantauan glukosa darah. Gejala hipoglikemia berupa berkeringat, rasa bergetar
disekitar mulut, tremor, pucat, berdebar – debar, lemas, sakit kepala, gangguan
pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian mata yang
(Smeltzer et al., 2001). Retinopati diabetik sering tidak bergejala hingga kelaianan
yang berat atau kerusakan retina yang ireversible sudah terjadi (Rustama dkk,
menjadi 40-50% dan setelah 20 tahun > 90% pasien. Pada diabetes tipe 2 setelah
dan merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi diantara semua komplikasi
DM. Pada DM tipe 1 sering memperlihatkan tanda – tanda penyakit ginjal setelah
15-20 tahun kemudian, sementara pada DM tipe 2 dapat terkena gagal ginjal dalam
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.5 Gangguan pada pembuluh darah
pada jantung dan otak, serta gangguan pada pembuluh darah kaki akibatnya
jantung terhambat atau terjadi kekurangan oksigen di otot jantung, timbul angina
2008).
Hiperglikemi didefenisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110
mg/dL, sedangkan hipoglikemi bila kadarnya lebih rendah dari 70 mg/dl. Glukosa
difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorbsi oleh tubulus
ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi kadar ini. Jika glukosa
keluar bersama urin, maka merupakan pertanda DM (Price dan Wilson, 2006).
apakah sasaran terapi telah tercapai dapat digunakan pengukuran kontrol kadar
glukosa darah berdasarkan kadar glukosa darah puasa (PERKENI, 2015). Berikut
16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kriteria pengendalian DM
2.1.7 Insulin
dihasilkan oleh sel β pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada
sel β pankreas, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai
tersebut adalah 1) Insulin menurunkan kadar glukosa dengan cara merangsang sel
asam amino dan asam lemak menjadi gula. Proses dari keduanya diharapkan
besar sel. Skema pengaturan glukosa baik di hepar maupun di pankreas dapat
17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Skema pengaturan glukosa darah (Price dan Wilson, 2006).
Ketika terjadi peningkatan glukosa darah di atas titik normal maka akan
merangsang pankreas untuk mensekresikan insulin yang dihasilkan oleh sel beta
kelebihan glukosa darah. Sel-sel hepar akan mengambil glukosa darah yang
berlebihan jika insulin berikatan dengan reseptor. Insulin akan berikatan dengan
reseptor, sebagai akibatnya kanal akan membuka sehingga dilewati oleh glukosa
darah. Setelah glukosa darah masuk, terjadi fosforilasi awal yang menggunakan
bantuan enzim glukokinase, dimana glukosa akan terjerat sementara di dalam sel-
sel hepar sehingga tidak dapat berdifusi kembali melewati membran sel. Setelah
18
Universitas Sumatera Utara
Apabila terjadi penurunan glukosa darah di bawah titik normal, maka
oleh sel alfa pulau langerhans. Glukagon akan mempengaruhi hepar untuk
dilepaskan kembali ke dalam aliran darah. Ketika kadar glukosa darah naik hingga
titik normal stimulus untuk pelepasan glukagon berkurang (Muraay et al., 2003).
kadar glukosa darah disebabkan oleh kerusakan sel-β pankreas sehingga tidak
pankreas ini dapat disebabkan oleh meningkatnya senyawa radikal bebas akibat
kadar glukosa darah yang meningkat pada kasus DM. Schalkwijk dan Stehouwer
hexosamine, jalur aktivasi protein kinase C (PKC) dan jalur peningkatan produksi
Advanced glycation end products (AGEs) atau dikenal juga glyoxylation pathway.
peranan penting secara langsung melindungi sel dari gangguan radikal bebas, dan
merupakan cara untuk mengetahui kondisi pertahanan sel terhadap radikal bebas.
19
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas SOD bervariasi pada beberapa organ. Aktivitas SOD tertinggi terdapat
pada hepar, diikuti kelenjar adrenal, ginjal, darah, limpa, pankreas, otak, paru-
superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2) di dalam
detoksifikasi oleh enzim katalase menjadi senyawa H2O dan O2, sedangkan H2O2
bebas atau spesies oksigen reaktif (ROS) dengan reaksi enzimatis dan
mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil (Halliwell, 2006). ROS (Reactive
Oxygen Species) merupakan atom atau molekul kecil yang tidak memiliki
20
Universitas Sumatera Utara
pasangan elektron yang siap menerima elektron lain atau mentransfer elektron
yang tidak berpasangannya ke molekul lain. ROS secara normal diproduksi dari
metabolisme sel, namun perubahan dalam jumlah dan sifat ROS dilepaskan pada
berbagai keadaan penyakit. Di antara ROS yang dihasilkan oleh sel-sel hidup, O2•-
merupakan senyawa proinflamasi yang merusak sel. O2•- merusak sel endotel,
ROS oleh antioksidan. Keseimbangan yang tepat sangat penting untuk sel normal
dan fungsi jaringan. ROS diproduksi pada banyak proses metabolisme termasuk
menangkap ROS yang ada dalam tubuh termasuk; SOD, glutation peroksidase, dan
katalase. Selain itu, antioksidan larut air (glutation, vitamin C, dan asam urat) dan
antioksidan larut lemak (vitamin E, karotenoid, dan bilirubin) sangat penting untuk
yang diakibatkan oleh radikal bebas. Sebenarnya enzim ini telah ada dalam tubuh,
namun memerlukan bantuan zat-zat gizi mineral seperti mangan (Mn), seng (Zn),
dan tembaga (Cu) agar bisa bekerja. Enzim SOD terdapat dalam semua organisme
Berdasarkan adanya logam yang berperan pada sisi aktif enzim, enzim SOD dapat
2007). SOD berefek sangat kuat dan merupakan pertahanan tubuh pertama dalam
21
Universitas Sumatera Utara
beberapa kondisi dan penyakit seperti reumatid artritis, anemia Fanconi, infeksi
saluran pernafasan, katarak dan infertil. Jadi, pengukuran SOD dapat dipakai untuk
ditemukan pada orang dewasa dengan 91-95 % dari jumlah total hemoglobin.
Hemoglobin A terdiri atas dua rantai α dan dua rantai β. Sekitar 6% dari total HbA
disebut HbA1. HbA1 terdiri atas tiga fraksi yaitu HbA1a, HbA1b, dan HbA1c.
pada jumlah glukosa darah yang tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat
dalam waktu yang lama, eritrosit akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan
juga Maillard reaction yang terjadi terus menerus secara in vivo. Proses glikasi
nonenzimatik diawali ketika glukosa dalam bentuk rantai terbuka berikatan dengan
22
Universitas Sumatera Utara
N-terminal valin rantai β hemoglobin untuk membentuk senyawa aldimine (Schiff
base) yang tidak stabil. Schiff base melakukan penyusunan membentuk ketoamine
tinggi pada pasien DM. Pada tahap akhir glikasi, AGE (Advanced glycation end-
product) dapat terbentuk secara ireversibel melalui reaksi oksidasi, dehidrasi dan
al., 2014).
sepanjang waktu hidup eritrosit. Hemoglobin glikosilat memiliki umur yang cukup
panjang yaitu 120 hari sesuai dengan usia eritrosit dan tidak dipengaruhi oleh
fluktuasi glukosa darah harian. Eritrosit yang tua memiliki kadar HbA1c lebih
23
Universitas Sumatera Utara
tinggi daripada eritrosit muda. Hal ini disebabkan karena eritrosit yang tua berada
dalam sirkulasi pembuluh darah lebih lama daripada eritrosit yang masih muda
(Suryathi, 2015).
HbA1c. Pasien dengan hemolisis episodik atau kronis, gagal ginjal kronis, anemia
HbA1c dapat dijumpai dalam kadar yang sangat rendah (Suryathi, 2015; WHO,
2011).
f) Metode Spektrofotometri
24
Universitas Sumatera Utara
2.5 Induksi Nicotinamida-Streptozotosin
Metode ini meliputi kimia, bedah (pankreatektomi) dan manipulasi genetik pada
dalam sel beta pankreas melalui glucose transporter 2 (GLUT 2), dimana sebagian
25
Universitas Sumatera Utara
pankreas (Szkudelski, 2012). Struktur streptozotosin sangat mirip dengan molekul
(GLUT2), dan akan menyebabkan kerusakan fragmen DNA (Elsner et al., 2000).
pankreas hasil induksi STZ adalah alkilasi DNA. Di samping itu kerusakan DNA
pada sel β diduga juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif dari nitrit oksida
(NO). Senyawa STZ adalah donor NO yang telah ditemukan sebagai penyebab
(Niacin). Efek protektif nicotinamida dalam melindungi sel beta pankreas, telah
nicotinamida terhadap streptozotosin dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut ini.
26
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Skema aksi sitotoksik streptozotosin dan aksi proteksi nicotinamida
(Szkudelski, 2012)
2.6 Glibenklamid
insulin dari sel-β pankreas, (b) mengurangi kadar glukagon dalam serum, dan (c)
meningkatkan insulin pada jaringan target dan reseptor. Obat-obat ini terikat pada
protein serum, dimetabolisme oleh hati dan di ekskresikan oleh hati atau ginjal.
Kontra indikasi pemakaian obat-obat ini adalah pada pasien insufiensi hati atau
ginjal karena ekskresi obat tersebut terlambat, mengakibatkan akumulasi dan dapat
obat dengan reseptor pada sel beta. Ikatan yang terbentuk dapat merangsang
27
Universitas Sumatera Utara
keluarnya hormon insulin dari granul-granul sel beta pulau Langerhans pada
dan penurunan glukosa darah dari hati (Katzung, 2001). Oleh karena itu, syarat
oral golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ericales
Famili : Actinidiacae
Genus : Saurauia
28
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah sistematika poguntano (Lestari, 2013):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Linderniaceae
Genus : Picria
Pirdot (Saurauia vulcani Korth) dikenal juga dengan nama pirdot (bahasa
Batak), ki leho (bahasa Sunda), lotrok (bahasa Jawa), soyogik (bahasa Manado),
(Balitbang, 2017).
Nama daerah dari Picria fel-terrae Lour. adalah pogun tanoh, pugun tana,
puguntano, poguntano (Dairi), tamah raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku) dan
namun memiliki dahan yang gampang patah. Daunnya berukuran lebar dengan
lebar 12-15 cm dan panjang 27-29 cm dan memiliki dua sisi warna yang berbeda.
Sisi daun bagian atas berwarna hijau dan sisi daun bagian bawah berwarna
29
Universitas Sumatera Utara
kecoklatan. Pirdot memiliki buah kecil yang jika sudah matang buahnya dapat
dimakan. Buah yang matang berisi lendir bening dan biji-biji kecil halus seperti
(a)
(b)
batang dengan cabang yang jarang, tegak, segiempat, berbulu halus yang padat.
membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgitan, berbulu halus.
Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16, daun
gagang kecil, berbibir rangkap, gundul bagian luar, bagian dalam ada kelenjar
bulu, bibir atas berwarna coklat kemerah-merahan, bibir bagian bawah berwarna
putih. Buah kapsul lonjong, padat, berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji
30
Universitas Sumatera Utara
2.7.4 Kandungan Kimia
2.7.4.1 Flavonoida
15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C 6-C3-C6,
yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat
atau tidak dapat membentuk cincin ketiga, pada umumnya tersebar luas pada
saja terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida.
Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa
2.7.4.2 Tanin
alkaloid, gelatin dan protein lainnya. Metabolit sekunder ini dibagi menjadi 2
kelompok utama yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin dan
senyawa turunannya bekerja dengan jalan menciutkan selaput lendir pada saluran
pencernaan dan di bagian kulit yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin
31
Universitas Sumatera Utara
2.7.4.3 Saponin
banyak terdapat pada tumbuhan tinggi, merupakan senyawa dengan rasa yang
pahit dan mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa
jika dikocok dalam air. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi
2.7.4.4 Steroida/triterpenoida
hewan dan tumbuhan dan dengan struktur inti molekulnya C27, tetrasiklin dengan
susunan 3 cincin segi enam dan 1 cincin segi lima. Triterpenoid adalah senyawa
yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isopren dan secara biosintesis
2.7.4.5 Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan
bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang
dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa dan lain sebagainya. Jika bagian
gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya
2.8 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa
32
Universitas Sumatera Utara
golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoid dan lain-lain. Setelah diketahui
senyawa aktif yang dikandung oleh simplisia akan memudahkan pemilihan pelarut
dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000). Ekstraksi dengan menggunakan
1. Cara dingin
a. Maserasi
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses ini
terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi
2. Cara Panas
a. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
pertama 3-5 kali sehingga didapat proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
b. Sokletasi
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
33
Universitas Sumatera Utara
c. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses ekstraksi dengan pelarut air dengan waktu yang
lebih lama (≥30°C) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
d. Infundasi
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur (96-98 °C) selama waktu tertentu (15-20 menit), (Depkes RI, 2000).
e. Digesti
Digesti adalah proses maserasi dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50°C (Depkes RI, 2000).
teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang
ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva
Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi dalam suatu
suatu antibodi dengan spesifitas untuk antigen tertentu. Sampel dengan jumlah
antigen yang tidak diketahui dimobilisasi pada suatu permukaan solid (biasanya
pada permukaan) atau spesifik (melalui penengkapan oleh antibodi lain yang
34
Universitas Sumatera Utara
Tes ELISA memiliki 2 teknik dan 4 tipe, yaitu:
antigen yg spesifik.
(Marfianti, 2009).
sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate
lubang.
35
Universitas Sumatera Utara
3. Sandwich ELISA, antibodi terikat pada plate, digunakan untuk deteksi
2.10 Imunohistokimia
imunologi dan kimiawi, di mana reaksi imunologi ditandai dengan adanya reaksi
antara antigen dengan antibodi, dan reaksi kimiawi ditandai dengan adanya enzim.
Enzim yang digunakan untuk melabel antibodi tersebut dapat berupa enzym
menandai adanya suatu reaksi enzimatik maka digunakan suatu indikator warna
yang disimpan dalam keadaan beku pada suhu 80 ºC dan dibuat sediaan sentuh
36
Universitas Sumatera Utara
ataupun apus darah dan jaringan. Jika dibuat sediaan histopatologis blok parafin
untuk uji imunohistokimia, maka hasil uji imunohistokimia akan terdistorsi oleh
artifact (kotoran) yang diinduksi oleh adanya kristal es. Jaringan atau organ yang
melindungi sel β pankreas dari reaksi peroksidasi berantai yang disebabkan oleh
2.7.
37
Universitas Sumatera Utara
NA Tikus STZ
Hiperglikemia
SOD ↓ ROS ↑
Stress Oksidatif ↑
HbA1c ↑
AGEs ↑
Komplikasi
DM
Keterangan:
: memicu
: menghambat
Gambar 2.7 Kerangka teori penelitian (Menurut: Lavle et al., 2015, Khan et al.,
2012, Kumari dan Jain, 2012).
38
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
yaitu metode yang digunakan untuk mengamati hubungan variabel bebas dengan
etanol dari tanaman, skrining fitokimia, uji pengaruh pemberian ekstrak terhadap
penurunan kadar glukosa darah tikus yang telah diinduksi nicotinamida dan
streptozotosin, pengujian kadar SOD, HbA1c dan uji ekspresi insulin pada tikus
yang telah diinduksi NA dan STZ. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan
uji Tukey dengan program SPSS versi 22.0. Penelitian dilakukan di Laboratorium
3.1 Alat-alat
(Panasonik), oven (Memmert), penangas air, mortir dan stamfer, aluminium foil,
kaca objek, kaca penutup, kertas saring, rotary evaporator, desikator (Iaswerk
Werti), neraca listrik (Mettler Toledo), seperangkat alat destilasi, seperangkat alat
reade, spuit, oral sonde, glukometer dan strip glukotes (Easy Touch® GCU),
sentrifuse, spatula, vial, pipet tetes, serta alat - alat gelas lainnya.
39
Universitas Sumatera Utara
3.2 Bahan-bahan
(III) nitrat, raksa (II) klorida, besi (III) klorida, alfa naftol, asam nitrat pekat,
timbal (II) asetat, asam klorida pekat, natrium hidroksida, asam sulfat pekat, asam
asetat anhidrida, kloralhidrat, amil alkohol, HCl 2N, isopropanol, kloroform, asam
nitrat 0,5 N, serbuk magnesium, toluen, n-heksan, asam sitrat, natrium sitrat,
ketamin-hameln (PT. Combiphar) wash buffer, larutan biotin, larutan SABC dan
kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit, cukupkan dengan air suling
Larutan bismut (III) nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 mL
ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 mL (Depkes RI, 1995).
40
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% b/v
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 mL
Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2
Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 mL ditambahkan air suling sampai
41
Universitas Sumatera Utara
3.3.12 Buffer Formalin
hydrogen fosfat dibasik dilarutkan dalam 900 mL aquades, setelah larut kemudian
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan yang
digunakan adalah Pirdot (Saurauia vulcani Korth.) diambil dari desa Sipangan
Sumatera Utara. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun Poguntano (Picria
fel-terrae Lour.) yang diambil dari Desa Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi
Universitas Sumatera Utara, JL. Bioteknologi No. 1 Kampus USU, Medan dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Raya Jakarta – Bogor Km. 46
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pirdot (Saurauia
vulcani Korth) dan herba poguntano (Picria fel-terrae Lour.) yang masih segar.
Daun pirdot (Saurauia vulcani Korth.) dan herba poguntano (Picria fel-
42
Universitas Sumatera Utara
dengan cara diangin-anginkan, selanjutnya ditimbang sebagai berat basah.
kering (ditandai bila diremas rapuh), kemudian ditimbang sebagai berat kering.
Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu disimpan dalam wadah
organoleptik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam
air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan
dan ukuran serta pemeriksaan organoleptik dengan mengamati warna, rasa dan bau
dari tumbuhan segar, simplisia dan serbuk simplisia daun pirdot dan herba
(Saurauia vulcani Korth.) dan herba Poguntano (Picria fel-terrae Lour). Serbuk
simplisia ditaburkan pada objek glass yang telah ditetesi larutan kloralhidrat
mL toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 mL air suling,
setelah alat dipasang, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan
43
Universitas Sumatera Utara
dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima
telah ditimbang seksama lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen
mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air
Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.
suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan
ketelitian 0,05 mL. Selisih kedua volume air, dibaca sesuai dengan kadar air yang
terdapat dalam bahan yang diperiksa, kadar air dihitung dalam persen (WHO,
2011).
air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu
dalam cawan penguap yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada
suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air
etanol 96% di dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam
pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, setelah itu disaring cepat untuk
44
Universitas Sumatera Utara
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara sampai kering. Sisa
yang diperoleh dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah
yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-
lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500-600°C selama 3 jam
kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam
25lmL asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
(WHO, 2011).
steroid/triterpenoid.
Larutan Percobaan:
45
Universitas Sumatera Utara
filtrat diencerkan dengan 10 mL air suling. Setelah dingin ditambah 5 mL eter
Cara Percobaan :
dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya
flavonoida (glikosida-3-flavonol).
asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida:
46
Universitas Sumatera Utara
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit
kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N
dalam 10 mL air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2
tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau
campuran etanol 95% dengan air (7:2) dan 10 mL asam klorida 2N, direfluks
air suling dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu
dilakukan berulang kali sebanyak 2 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada
temperatur tidak lebih dari 500 . Sisanya dilarutkan dalam 2 mL metanol. Larutan
dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2
47
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin
berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan glikosida (Depkes RI, 1995).
lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan
hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan warna merah, merah muda atau ungu
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Pirdot (EEDP) dan Ekstrak Etanol
Herba Poguntano (EEHP)
sampai serbuk simplisia terendam dengan 10 bagian pelarut etanol, ditutup dan
maserat dengan cara disaring. Diulangi proses penyarian sebanyak tiga kali dengan
setengah kali jumlah volume pelarut pada penyarian pertama. Pemekatan ekstrak
Masukkan 20 bagian air panas kedalam lumpang, taburkan Na-CMC diatasnya dan
diamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus
48
Universitas Sumatera Utara
sampai homogen, diencerkan dengan air suling, kemudian dihomogenkan,
dimasukkan kedalam labu tentukur, dicukupkan dengan air suling hingga 100 mL.
Dosis glibenklamid untuk manusia 5 mg per hari, maka dosis untuk tikus
berat 200 g dikonversikan = 0,018 x 5 mg = 0,09 mg. Dosis per kg berat badan=
1000/200 x 0,09 mg = 0,45 mg/kg bb. Timbang tablet glibenklamid setara 0,45 mg
% (Masiello, 1998).
(Masiello, 1998).
3.8.5 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Pirdot (EEDP) dan Ektrak
Etanol Herba Poguntano (EEHP)
Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen lalu
Hewan yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat badan 180-
200 gram dibagi 8 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 ekor. Sebelum
49
Universitas Sumatera Utara
Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus Federer sebagai berikut :
(t 1) (n 1) 15
Keterangan :
t = jumlah kelompok perlakuan
n = besar sampel tiap kelompok
3.10 Pengujian Efek Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Pirdot (EEDP) dan
Ektrak Etanol Herba Poguntano (EEHP)
Darah tikus diambil dari ujung ekor, ekor dibersihkan dengan alkohol 70%
kemudian disayat dengan pisau silet dan darah yang keluar ditempelkan pada
kertas strip glukometer yang sudah terpasang pada alatnya kemudian angka yang
tertera dilayar alat tersebut dicatat, bekas luka ujung ekor tikus diberi alkohol 70%.
Tikus jantan sebanyak 32 ekor dengan berat badan 180-200 g yang telah
intraperitonial (Masiello et al., 1998). Tikus diukur kadar glukosa darahnya pada
hari ke-5 (Szkudelski, 2012). Tikus dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah
diberikan peroral satu kali pemberian setiap harinya. Hewan uji yang digunakan
50
Universitas Sumatera Utara
dalam percobaan ini tikus putih galur wistar yang sudah diinduksi nicotinamida
dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-4, 8, 12, 16, 20, 24, 28
(Krishnasamy, 2016). Pada hari ke-28 hewan uji dianestesi terlebih dahulu
untuk memperoleh plasma yang digunakan untuk penetapan kadar SOD, HbA1c.
4000 rpm hingga terpisah antara supernatan dan endapannya. Lapisan supernatan
51
Universitas Sumatera Utara
3.12.2 Pembuatan Larutan Uji
untuk menghasilkan 1000 pg/mL, 500 pg/mL, 250 pg/mL, 125 pg/mL, 62,5
pg/mL, 31,25 pg/mL dan 15,6 pg/mL larutan standar SOD dan 100 ng/mL, 50
ng/mL, 25 ng/mL, 12,5 ng/mL, 6,25 ng/mL, 3,125 ng/mL dan 1,56 ng/mL larutan
dibutuhkan untuk larutan pengujian: 0,1 mL/sumur x jumlah sumur (volume total
± 0,1 – 0,2 mL). Dilarutkan larutan deteksi antibodi biotin dengan larutan buffer
dibutuhkan untuk larutan pengujian 0,1 mL/sumur x jumlah sumur (volume total
±0,1 – 0,2 mL). Dilarutkan larutan SABC dengan larutan buffer SABC 1:100 dan
Disiapkan alat dan bahan, dicuci plate dengan wash buffer 2 kali,
sumur, ditutup dan diinkubasi selama 90 menit pada suhu 37°C. Dicuci Plate
52
Universitas Sumatera Utara
dengan wash buffer 2 kali tambahkan 100 µl biotin solution kedalam masing –
masing sumur dan diinkubasikan selama 60 menit pada suhu 370C. Dicuci plate
dengan wash buffer 3 kali kemudian ditambahkan 100 µl larutan SABC masukkan
kedalam sumur dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 370 terlindung dari
TMB substrat pada masing – masing sumur dan diinkubasikan 15–30 menit pada
suhu 37oC, terlindung dari cahaya. Diamati perubahan warna (beberapa larutan
dalam sumur akan berubah menjadi warna biru sesuai dengan konsentrasi).
larutan alkohol 50%, 70%, 80%, 95%, 100% dengan lama waktu yang sama
53
Universitas Sumatera Utara
d. Infiltrasi, dilakukan dengan memasukkan pankreas kedalam larutan parafin
100%, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, alkohol 50%, selama
menit
selama 30 menit.
selama 5 menit.
54
Universitas Sumatera Utara
p. Dicuci dengan aquades, diberi counterstain dengan Hematoxylin Mayer 5-10
sebanyak 2 kali
PO).
200 sel yang diamati. Pengamatan preparat dilakukan sebanyak lima lapang
kelompok. Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk
55
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
adalah daun pirdot (Saurauia vulcani Korth.) suku Actinidiaceae dan herba
lebar dengan ukuran 14,5 x 32,3 cm bentuk daun menyirip dan memiliki dua sisi
warna yang berbeda, sisi daun bagian atas berwarna hijau dan sisi daun bagian
Lampiran 6 halaman 110. Daun pirdot memiliki fragmen pengenal seperti berkas
pembuluh xylem bentuk spiral, kristal kalsium oksalat bentuk raphida, dan stomata
dengan tipe parasitik. Hasil karakterisasi simplisia daun pirdot meliputi penetapan
kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu
yang tidak larut asam yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.
56
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun pirdot
Hasil penetapan kadar air dari simplisia daun pirdot diperoleh 6,12%, hal
ini sesuai dengan standarisasi kadar air simplisia secara umum dengan syarat yaitu
tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 1995). Kadar air berhubungan dengan proses
tersisa setelah pembakaran, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar abu total
dan kadar abu tidak larut asam pada simplisia daun pirdot adalah 7,05% dan
0,48%. Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal
dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah
pembakaran yang berasal dari bahan – bahan dari luar (seperti pasir dan tanah)
yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk
menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara
Penentuan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa kimia
bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia daun pirdot yang hasilnya
diperoleh 10,50%, sedangkan kadar sari larut etanol digunakan dilakukan untuk
mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun non
57
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Hasil Karakterisasi Simplisia Herba Poguntano
adalah daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, berbentuk bulat telur, tepi
daun beringgit, ukuran daun 2x4 cm, dengan tekstur permukaan daun kasar,
berkerut-kerut dan berbulu, dengan batang berwarna coklat muda hingga coklat
tua, ukuran batang 20-30 cm serta batang bercabang tunggal. Hasil pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 7 halaman 109,
111. Hasil karakterisasi simplisia herba poguntano dapat dilihat pada Tabel 4.2.
terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilai untuk
Terpenuhinya standar mutu bahan ekstrak tidak terlepas dari pengendalian proses,
ekstrak tidak dilakukan, dimana dengan bahan baku terstandar dan proses yang
penerapan pengujian atau pemeriksaan. Namun hal tersebut tidak dapat dibiarkan
parameter standar umum ekstrak mutlak harus dilakukan dengan berpegang pada
58
Universitas Sumatera Utara
independen (Depkes RI, 2000). Perhitungan hasil karakterisasi simplisia dapat
Hasil ekstraksi dari simplisia daun pirdot sebanyak 500 gr yang dimaserasi
dengan pelarut etanol 96% diperoleh hasil ekstrak kental 82,597 g. Hasil ekstraksi
dari simplisia herba poguntano sebanyak 500 gr yang dimaserasi dengan pelarut
magnesium dan asam klorida pekat menghasilkan larutan yang berwarna merah
(Depkes RI, 1995). Penambahan FeCl3 memberikan warna hijau kehitaman yang
59
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan adanya golongan senyawa tanin (Depkes RI, 1989). Sampel dengan
penambahan akuades panas dan dikocok kuat menghasilkan busa yang stabil
pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat membentuk cincin ungu (Depkes RI,
Hasil skrining dari simplisia dan ekstrak etanol herba puguntano dapat
rata-rata KGD normal atau rata-rata KGD sebelum diinduksi NA dan STZ. Hasil
uji normalitas diperoleh nilai signifikan 0,200 pada α = 0,05 yang menunjukkan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara kelompok kontrol, kelompok uji
dan kelompok pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa hewan coba yang
60
Universitas Sumatera Utara
digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni dalam kadar glukosa
darah normal sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji. Hasil pengukuran
Tabel 4.5 Hasil pengukuran KGD puasa rata-rata tikus dan KGD setelah diinduksi
NA dan STZ
mg/kg bb secara intraperitoneal, diukur KGD pada hari ke-4 hingga hari ke-28.
Tikus yang telah memiliki KGD ≥ 200 mg/dL selanjutnya disebut tikus diabetes
61
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa rata-rata KGD setelah diinduksi
nicotinamida 230 mg/kg BB dan STZ dosis 65 mg/kg bb untuk semua hewan
percobaan menghasilkan KGD ≥ 200 mg/dL. Hal ini menunjukkan bahwa tikus
kelompok uji, dan kelompok kontrol pembanding (Lampiran 10 halaman 120). Hal
ini menunjukkan bahwa hewan coba yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang
homogen, yakni tikus sudah dalam kondisi diabetes sehingga dapat digunakan
kemudian setiap hari diberi sediaan uji pada masing-masing kelompok uji selama
27 hari, dan dilakukan pengukuran KGD pada hari ke- 4, 8, 12, 16, 20, 24 dan 28.
Data KGD (mg/dL) masing-masing kelompok tikus, dihitung rata-rata KGD antar
dilanjutkan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat beda signifikan antar
perlakuan. Hasil pengukuran KGD rata-rata hari ke-4 sampai ke-28 dapat dilihat
dibawah ini:
a. Pengamatan Hari ke 4
dengan KGD pada hari ke-0, kecuali kontrol negatif terjadi kenaikan KGD.
Suspensi EEDP 100 mg/kg bb terjadi penurunan KGD menjadi 310,75 mg/dL;
EEHP 100 mg/kg bb menjadi 324,25 mg/dL; sedangkan kombinasi suspensi EEDP
dan EEHP (25:75) mg/kg bb memberikan penurunan KGD menjadi 340,5 mg/dL;
EEDP dan EEHP (50:50) mg/kg bb menjadi 296 mg/dL; EEDP dan EEHP (75:25)
62
Universitas Sumatera Utara
mg/kg bb menjadi 293 mg/dL; suspensi glibenklamid menjadi 295,75 mg/dL;
kisaran normal yaitu 85 mg/dL. Penurunan KGD rerata terbesar terjadi pada EEDP
dan EEHP (75:25) mg/kg bb, kemudian glibenklamid 0,45 mg/kg bb, sedangkan
Berdasarkan perhitungan statistik pada hari ke-4 pada Tabel 4.6, kelompok
hewan uji yang diberikan suspensi EEDP 100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb,
(75:25) mg/kg bb, memiliki nilai signifikan < 0,05 jika dibandingkan dengan
kelompok hewan uji yang diberikan Na-CMC dan kelompok normal. Hal ini
(50:50) mg/kg bb, EEDP:EEHP (75:25) mg/kg bb memiliki nilai signifikan > 0,05
63
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara ketiga kelompok
Tabel 4.6 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus hari ke-4
b. Pengamatan Hari ke 8
Dibandingkan hari ke-4, hari ke-8 terjadi perubahan KGD rata-rata sebagai
berikut: kontrol negatif terjadi peningkatan KGD menjadi 340,75; EEDP 100
mg/kg bb terjadi penurunan KGD menjadi 282,75 mg/dL; EEHP 100 mg/kg bb
menjadi 294,25 mg/dL; kombinasi suspensi EEDP dan EEHP (25:75) mg/kg bb
64
Universitas Sumatera Utara
memberikan penurunan KGD menjadi 285,00 mg/dL; EEDP dan EEHP (50:50)
mg/kg bb menjadi 258,75 mg/dL; EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb menjadi
normal (tanpa perlakuan) menunjukkan KGD dalam kisaran normal yaitu 85,75
mg/dL. Perbedaan penurunan KGD terbesar terjadi pada EEDP dan EEHP (75:25)
mg/kg bb; glibenklamid 0,45 mg/kg bb, sedangkan yang terkecil kontrol negatif
Berdasarkan perhitungan statistik pada hari ke-8 pada Tabel 4.7, kelompok
hewan uji yang diberikan suspensi EEDP 100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb,
(75:25) mg/kg bb, memiliki nilai signifikan < 0,05 jika dibandingkan dengan
kelompok hewan uji yang diberikan Na-CMC dan kelompok normal. Hal ini
65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus hari ke-8
nilai signifikan < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok
66
Universitas Sumatera Utara
c. Pengamatan Hari ke 12
Data KGD pada hari ke-12 menunjukkan penurunan dibandingkan hari ke-
8 sebagai berikut: kontrol negatif terjadi kenaikan KGD menjadi 345,25; EEDP
100 mg/kg bb terjadi penurunan KGD menjadi 250,25 mg/dL; EEHP 100 mg/kg
bb menjadi 259,25 mg/dL; kombinasi suspensi EEDP dan EEHP (25:75) mg/kg bb
memberikan penurunan KGD menjadi 251,50 mg/dL; EEDP dan EEHP (50:50)
mg/kg bb menjadi 223,25 mg/dL; EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb menjadi
normal (tanpa perlakuan) menunjukkan KGD dalam kisaran normal yaitu 85,75
mg/dL. Penurunan KGD terbesar terjadi pada EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb
dan glibenklamid 0,45 mg/kg bb, sedangkan yang terkecil adalah kontrol negatif.
100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb, EEDP:EEHP (25:75) mg/kg bb, EEDP:EEHP
(50:50) mg/kg bb, EEDP:EEHP (75:25) mg/kg bb, memiliki nilai signifikan < 0,05
jika dibandingkan dengan kelompok Na-CMC dan kelompok normal. Hal ini
67
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa tiap kelompok perlakuan tersebut memiliki perbedaan yang
signifikan terhadap kelompok kontrol Na-CMC dan kelompok normal yang dapat
Tabel 4.8 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus hari ke-12
Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
kelompok glibenklamid.
68
Universitas Sumatera Utara
d. Pengamatan Hari ke 16
Penurunan KGD rerata hari ke-16, kontrol negatif terjadi kenaikan KGD
menjadi 350,00 mg/dL; EEDP 100 mg/kg bb terjadi penurunan KGD menjadi
217,25 mg/dL; EEHP 100 mg/kg bb menjadi 228,50 mg/dL; kombinasi suspensi
EEDP dan EEHP (25:75) mg/kg bb memberikan penurunan KGD menjadi 216,00
mg/dL; EEDP dan EEHP (50:50) mg/kg bb menjadi 186,25 mg/dL; EEDP dan
normal yaitu 88,00 mg/dL. Penurunan KGD terbesar terjadi pada kelompok
kombinasi EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb dan glibenklamid 0,45 mg/kg bb,
sedangkan yang terkecil pada kontrol negatif yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.
100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb, EEDP:EEHP (25:75) mg/kg bb, EEDP:EEHP
(50:50) mg/kg bb, EEDP:EEHP (75:25) mg/kg bb memiliki nilai signifikan < 0,05
jika dibandingkan dengan kelompok hewan uji yang diberikan Na-CMC dan
69
Universitas Sumatera Utara
kelompok normal. Hal ini menunjukkan bahwa tiap kelompok perlakuan tersebut
Tabel 4.9 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus hari ke-16
Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
kelompok glibenklamid.
70
Universitas Sumatera Utara
e. Pengamatan Hari ke 20
Hasil penurunan KGD rerata hari ke-20 yang ditunjukkan pada Gambar
4.6, kontrol negatif terjadi penurunan KGD menjadi 345,75 mg/dL; pemberian
suspensi EEDP 100 mg/kg bb terjadi penurunan KGD menjadi 181,50 mg/dL;
EEHP 100 mg/kg bb menjadi 191,50 mg/dL; kombinasi suspensi EEDP dan EEHP
(25:75) mg/kg bb memberikan penurunan KGD menjadi 182,50 mg/dL; EEDP dan
EEHP (50:50) mg/kg bb turun menjadi 153,00 mg/dL; EEDP dan EEHP (75:25)
kisaran normal yaitu 84,50 mg/dL. Penurunan KGD terbesar terjadi pada
kelompok kombinasi EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb dan glibenklamid 0,45
mg/kg bb.
EEDP 100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb, EEDP:EEHP (25:75) mg/kg bb,
71
Universitas Sumatera Utara
perbedaan yang nyata terhadap kelompok kontrol Na-CMC dan kelompok normal.
glibenklamid. Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
Tabel 4.10 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus hari ke-20
72
Universitas Sumatera Utara
f. Pengamatan Hari ke 24
Penurunan KGD rerata hari ke-24, kontrol negatif terjadi kenaikan KGD menjadi
349,00 mg/dL; pemberian suspensi EEDP 100 mg/kg bb terjadi penurunan KGD
menjadi 145,75 mg/dL; EEHP 100 mg/kg bb menjadi 154,00 mg/dL; kombinasi
menjadi 146,50 mg/dL; EEDP dan EEHP (50:50) mg/kg bb menjadi 123,50
mg/dL; EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb menjadi 105,75 mg/dL; glibenklamid
dalam kisaran normal yaitu 84,50 mg/dL. Penurunan KGD terbesar terjadi pada
tampak bahwa pemberian EEDP 100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb,
73
Universitas Sumatera Utara
(75:25) mg/kg bb menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kelompok
terhadap uji beda variasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini.
Tabel 4.11 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus hari ke-24
74
Universitas Sumatera Utara
g. Pengamatan Hari ke 28
(kontrol negatif) menjadi 346,25 mg/dL; EEDP 100 mg/kg bb menjadi 104,25
mg/dL; EEHP 100 mg/kg bb menjadi 112,75 mg/dL; kombinasi suspensi EEDP
dan EEHP (25:75) mg/kg bb menjadi 103,00 mg/dL; EEDP dan EEHP (50:50)
mg/kg bb menjadi 93,50 mg/dL; EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb menjadi
Penurunan KGD terbesar terjadi pada kelompok kombinasi EEDP dan EEHP
pemberian suspensi EEDP 100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb, kombinasi
75
Universitas Sumatera Utara
(75:25) mg/kg bb menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan terhadap
Tabel 4.12 Hasil KGD rata-rata dan uji beda variasi perlakuan tikus hari ke-28
Pemberian EEDP 100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb, kombinasi
76
Universitas Sumatera Utara
EEDP:EEHP (75:25) mg/kg bb memiliki nilai signifikan > 0,05 terhadap
dan normal. Grafik penurunan KGD dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Setelah dihitung penurunan KGD dari kelima kelompok tersebut dari awal
perlakuan hingga hari ke-28 diperoleh bahwa EEDP 100 mg/kg bb turun sebesar
237,25 mg/dL, EEHP 100 mg/kg bb turun sebesar 234,75 mg/dL; kombinasi
suspensi EEDP dan EEHP (25:75) mg/kg bb turun sebesar 237,50 mg/dL; EEDP
dan EEHP (50:50) mg/kg bb turun sebesar 241,50 mg/dL; EEDP dan EEHP
(75:25) mg/kg bb turun sebesar 258,25 mg/dL; glibenklamid turun sebesar 256,25
mg/dL, dapat disimpulkan bahwa yang memberikan penurunan KGD dari paling
besar adalah EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb > glibenklamid > EEDP dan
EEHP (50:50) mg/kg > EEDP dan EEHP (25:75) mg/kg bb > EEDP 100 mg/kg >
EEHP 100 mg/kg bb. Suspensi kombinasi EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb
77
Universitas Sumatera Utara
yang paling mendekati kekuatan efek glibenklamid 0,45 mg/kg BB dan
KGD normal (p>0,05), kecuali kelompok kontrol negatif yang tidak mencapai
KGD ke level normal (p<0,05). Hal ini disebabkan karena penginduksian STZ,
STZ merupakan senyawa kimia yang bersifat diabetogenik yang merusak sel β
bebas yang memicu stres oksidatif intraseluler. STZ menembus sel β Langerhans
adenosine triphosphate (ATP) dan akhirnya akan menghambat sekresi dan sintesis
insulin. Nicotinamida yang merupakan prekusor langsung dari NAD+ dan sebagai
berlebih yang dapat menyebabkan hepatotoksik sehingga tikus hanya akan menjadi
78
Universitas Sumatera Utara
polisakarida menjadi monosakarida (Oishi et al., 2007). Senyawa saponin
modulasi saluran kalsium dan peremajaan sel-β pankreas. Selain itu EEDP dan
EEHP juga memiliki kandungan metabolit sekunder lain seperti tanin, dan
KGD tikus. Menurut El Barky, et al. (2017) dan Lavle, et al. (2016) saponin
terbukti memiliki potensi sebagai obat alternatif dalam menurunkan kadar glukosa
GLUT 4. Tanin memiliki sifat astrigen yang dapat menghambat penyerapan gula
pada permukaan usus halus sehingga dengan demikian dapat menurunkan kadar
pelepasan insulin dan meningkatkan uptake ion Ca2+ (Mohan, 2013). Selain
penyerapan glukosa melalui mediator dari jalur signaling insulin dan translokasi
79
Universitas Sumatera Utara
alami α-amilase dan α-glucosidase, sehingga mencegah hiperglikemia postprandial
(Kumari, 2012).
4.6 Pengaruh Kombinasi EEDP dan EEHP terhadap kadar SOD pada tikus
SOD dilakukan secara kuantitatif dengan metode ELISA yang dibaca absorbansi
dengan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm. Metode ini
berdasarkan pada prinsip pengukuran antigen atau antibodi yang baik secara relatif
maupun kuantitatif. Kadar SOD terhadap perlakuan EEDP 100 mg/kg bb, EEHP
100 mg/kg bb, EEDP:EEHP (25:75) mg/kg bb, EEDP:EEHP (50:50) mg/kg bb,
dengan adanya penambahan larutan standar 1000 pg/ml; 500 pg/ml; 250 pg/ml;
125 pg/ml; 62,5 pg/ml; 31,25 pg/ml; 15,625 pg/ml. Nilai absorban setiap
Gambar 4.10. Kurva standar didapat dari hubungan berbagai konsentrasi standar
dengan absorbansi yang terbentuk. Dari kurva kalibrasi ini diperoleh nilai r2. Nilai
80
Universitas Sumatera Utara
untuk analisis regresi yang mewakili data yang sebenarnya. Dari kurva standar
0,951.
ln(x) + b, yang diperoleh dari kurva standar SOD sehingga diperoleh nilai kadar
Keterangan :
81
Universitas Sumatera Utara
a : Sig (p)<0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok Na-CMC
b : Sig (p)<0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok glibenklamid
c : Sig (p)<0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok normal
yang signifikan (p) < 0,05 antar kelompok perlakuan. Hasil uji konsentrasi SOD
signifikan antar kelompok perlakuan terhadap aktivitas SOD (pg/ml) dengan nilai
signifikansi (p) < 0,05. Hasil analisis variansi dapat dilihat pada Lampiran 13
halaman 128. Perbedaan rata-rata konsentrasi SOD pada setiap perlakuan dapat
kelompok kontrol negatif (CMC Na) adalah 41,30 ± 0,285 pg/ml memiliki
konsentrasi SOD paling rendah dibandingkan kelompok lain. Hal ini menunjukkan
82
Universitas Sumatera Utara
bahwa pemberian nicotinamida dan streptozotosin sebagai pemicu stres oksidatif
yang akan menurunkan daya tahan antioksidan dalam tubuh dengan menunjukkan
nicotinamida merupakan prekusor langsung dari NAD+ dan sebagai inhibitor poly
ADP ribose, yang berdampak meningkatnya kadar ATP di dalam sel sehingga
mengurangi kerusakan sel. Pengukuran SOD berkaitan dengan hal tersebut karena
nicotinamida dapat memperbaiki kerusakan sel yang akan berdampak pada kadar
SOD.
pg/ml). Kedua kelompok tersebut menunjukkan perbedaan nyata (p) < 0,05 dengan
kelompok kontrol negatif dan kelompok normal, tetapi tidak berbeda nyata dengan
sebesar 68,17± 1,267 pg/ml. Menurut Winarsi (2012), aktivitas tersebut lebih
tinggi bila dibandingkan dengan aktivitas tikus diabetes saat awal (kontrol).
Tingginya aktivitas SOD tikus normal dikarenakan kadar glukosa darahnya yang
mg/kg bb sebesar 65,14 ± 0,428 pg/ml, EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb 67,75
± 3,339 pg/ml menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara kelompok kontrol
83
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan cara merangsang sekresi hormon insulin, meningkatkan
pengambilan glukosa dari darah ke jaringan, oksidasi glukosa, dan aktivasi sintesis
EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg selama 28 hari membuktikan bahwa pemberian
bahwa kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan pirdot dan poguntano seperti
flavonoid, tanin, dan saponin, dari berbagai jenis tanaman diketahui memiliki efek
pula bahwa flavonoid bekerja sebagai radical scavenger, untuk radikal oxygen
singlet dan lipid peroksidasi (Zhang et al., 2011). Tanin bertindak sebagai
4.7 Pengaruh Kombinasi EEDP dan EEHP terhadap kadar HbA1c pada tikus
gelombang 450 nm. Metode ini berdasarkan pada prinsip pengukuran antigen atau
antibodi yang baik secara relatif maupun kuantitatif. Kadar HbA1c diperoleh hasil
84
Universitas Sumatera Utara
dengan pengukuran absorbansi dengan adanya penambahan larutan standar 100
ng/ml; 50 ng/ml; 25 ng/ml; 12,5 ng/ml; 6,25 ng/ml; 3,125 ng/ml; 1,562 ng/ml.
Nilai absorban setiap konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4.15 sebagai berikut.
ax+b, yang diperoleh dari kurva standar HbA1c sehingga diperoleh nilai
85
Universitas Sumatera Utara
Hasil konsentrasi HbA1c kemudian dilakukan analisis statistika
pengukuran yang signifikan (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Hasil uji HbA1c
nilai signifikansi p < 0,05. Rata-rata nilai konsentrasi HbA1c dapat dilihat pada
kelompok normal. Hal ini disebabkan oleh adanya efek diabetogenik dari STZ
(Ramachandran, 2013). Pada saat kadar gula darah tinggi, proses glikasi
konsentrasi radikal bebas juga meningkat yang memicu peningkatan kadar HbA1c
(Mali, 2017).
86
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.13 Pengaruh kelompok perlakuan terhadap konsentrasi HbA1c
Pemberian secara oral EEDP 100 mg/kg bb, EEHP 100 mg/kg bb dan
glibenklamid. Kadar HbA1c pada kelompok kombinasi EEDP dan EEHP (50:50)
mg/kg bb sebesar 25,87 ± 1,142 ng/ml, EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb
sebesar 26,76 ± 0,678 ng/ml, glibenklamid sebesar 26,08 ± 0,945, ketiga kelompok
glibenklamid dan kelompok normal. Hasil analisis variansi dapat dilihat pada
Lampiran 16, halaman 131. Maka, dapat disimpulkan bahwa yang memberikan
penurunan HbA1c dari paling besar adalah EEDP dan EEHP (50:50) mg/kg >
glibenklamid > EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb > EEDP dan EEHP (25:75)
mg/kg bb > EEDP 100 mg/kg > EEHP 100 mg/kg bb. Suspensi kombinasi EEDP
dan EEHP (75:25) mg/kg dan EEDP dan EEHP (50:50) mg/kg memiliki efek
87
Universitas Sumatera Utara
Penurunan HbA1c menunjukkan efek glukosa darah yang menurun dengan
Lindarto, dkk (2016) juga telah mengemukakan bahwa setelah pemberian ekstrak
poguntano (Curanga fel-terrae Lour.) dapat menurunkan kadar gula darah puasa,
imunohistokimia. Skor ekspresi insulin pada tikus dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Keterangan :
a : Sig (p)<0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok Na-CMC
b : Sig (p)<0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok glibenklamid
c : Sig (p)<0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok normal
88
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan skor ekspresi insulin pada tiap-tiap kelompok perlakuan
dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali dan dibagi
menjadi 5 lapang pandang. Hasil pengamatan skor ekspresi insulin dari pewarnaan
(berwarna coklat) dari 200 sel yang diamati dengan bantuan aplikasi Image Raster
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p) < 0,05 yang dapat dilihat pada
Lampiran 17, halaman 132. Penurunan ekspresi insulin dari sel beta Langerhans
sintesis insulin oleh sel-sel tersebut, sehingga pemberian antibodi terhadap insulin
menghasilkan insulin dalam pulau Langerhans yang ditunjukkan dengan sel yang
sitoplasmanya terwarnai coklat yang tersebar diluar sel tersebut yang dapat dilihat
89
Universitas Sumatera Utara
K K
1 2
K K
3 4
K K
5 6
K K
7 8
Gambar 4.14. Gambaran histopatologi pankreas dengan pengecatan
Imunohistokimia. Ket: Perbesaran 10 x 40. K1=Na-CMC, K2=EEDP 100 mg/kg
bb, K3=EEHP 100 mg/kg bb, K4=EEDP&EEHP (25:75) mg/kg bb, K5=
EEDP&EEHP (50:50) mg/kg bb K6= EEDP&EEHP (75:25) mg/kg bb, K7=
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb, K8= Normal, (→) = menunjukkan reaksi positif Ag
terhadap Ab insulin pada sel beta yang berwarna coklat.
90
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengamatan preparat yang ditunjukkan pada Gambar 4.14 terhadap
potongan jaringan pankreas khususnya pada sel beta yang diwarnai dengan
perbaikan sel β pankreas pada tiap kelompok. Perlakuan kelompok K2, K3, dan
yang signifikan (p) > 0,05 terhadap kelompok K7, tetapi kelompok K6
bahwa kerja glibenklamid lebih terfokus pada stimulasi hormon insulin untuk
menurunkan kadar glukosa darah pada tahap awal, tetapi pada kelompok perlakuan
imunoreaktif terhadap insulin sudah kembali meningkat, akibat regenerasi sel beta
langerhans pankreas (warna coklat lebih banyak). Sel beta langerhans pankreas
sehingga sel beta Langerhans pankreas kembali mensintesis insulin (Erwin dkk,
2013).
91
Universitas Sumatera Utara
diberikan ekstrak dibandingkan dengan kontrol negatif. Perbedaan yang bermakna
kerusakan akibat induksi STZ. Kerusakan sel β yang tinggi dan sekresi insulin
menjadi sangat sedikit (Erwin dkk, 2013). Menurut Suarsana et al., (2010),
pengurangan jumlah sel beta dan degranulasi. Salah satu mekanisme streptozotosin
diantaranya NO, O2, dan H2O2 yang dapat menyebabkan fragmentasi DNA sel
akibat sitotoksik streptozotosin. Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat
pendek hanya dalam satuan mikrodetik. Oleh karena itu, radikal bebas sangat
reaktif dan dapat menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel antara lain
92
Universitas Sumatera Utara
BAB V
5.1 Kesimpulan
a. Kombinasi EEDP dan EEHP mampu meningkatkan kadar SOD, dari hasil
positif (p) > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa EEDP dan EEHP (50:50)
HbA1c paling tinggi sebesar 25,87 ng/mL yang menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan (p) > 0,05 dengan kelompok EEDP dan EEHP
(75:25) mg/kg bb dan kelompok normal. Hal ini menunjukkan bahwa EEDP
dan EEHP (50:50) mg/kg dan EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb memiliki
EEDP dan EEHP (75:25) mg/kg bb sebesar 80,00 % dengan jumlah ekspresi
kelompok normal.
93
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
SOD.
94
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Afonso, V., Champy R., Mitrovic, D., Collin P., Lomri, A. (2007). Reactive
Oxygen Species and Superoxide Dismutases: Role in Joint Diseases. Joint
Bone Spine. Vol. 74(4): 324-329.
Balitbang. (2017). Mengenal Pirdot Pohon Penghasil Obat dari Sumatera Utara.
LHK Aek Nauli. Diakses tanggal 20 Februari 2018.
http://aeknauli.org/mengenal-pirdot-pohon-penghasil-obat-dari-sumatera-
utara/.
Campbell, N.A., Reece, J.B., and Mitchell, L.G. (2004). Biologi. Penerjemah:
Manalu, W. Edisi Kelima, Jilid III. Jakarta: Erlangga. Hal. 18-19.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 323-325.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-11, 16.
Depkes RI. (2013). Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta:
Kementerian Kesehatan. Republik Indonesia. Hal. 106-107.
95
Universitas Sumatera Utara
Lindarto, D., Santi, S., Zein, U. and Saragih, A.(2016). The Effect of Dhalwasan -
1 (Curanga fel-terrae (Lour.) Extract Versus Metformin on the Metabolic
and Inflammatory Characteristic of Patients with Newly Diagnosed Type 2
Diabetes Mellitus. Asian Journal of Pharmaeutical and Clinical Research.
Vol. 9(1): 225-228.
El Barky, A.R., Hussein, S.A., Alm-Eldeen, A.E., Hafez, Y.A. and Mostafa, T.M
(2017). Saponin and theirs Potential Role in Diabetes Mellitus. Review
Diabetes Management. Vol. 7(1): 148-158.
Elsner, M., Guldbakke, B., Tiedge, M., Munday, R. and Lenzen, S. (2000).
Relative Importance of Transport and Alkylation for Pancreatic Beta-cell
Toxicity of Streptozotocin. Diabetalogia. 43: 1528-1533.
Emma, J.G. (2012). HbA1c (glycated haemoglobin). Ann Clin Biochemistry. Hal.
1, 9-10.
Etuk, E.U. (2010). Animal Models for Studying Diabetes Mellitus. Agriculture
and Biology Journal of North America. Vol. 1(2): 130-134.
Erwin, E., Etriwati, E., Muttaqien, M., Pangestiningsih, T. W., dan Widyarini, S.
(2013). Ekspresi Insulin Pada Pankreas Mencit (Mus Musculus) Yang
Diinduksi dengan Streptozotocin Berulang. Jurnal Kedokteran
Hewan, Vol. 7(2): 97-100.
Fang, H., Ning, D.S. and Liang, X.Y. (2009). Studies on Technology Optimization
for Extracting Triterpenoid Saponins from Picria fel-terrae by Multi-
Target Grading Method. J Chin Med Mater. Vol. 32(12): 1902-1905.
Farah, J., Rizvi, H.A., Aziz, F. and Akhtar, Y. (2013). Effect of Glycemic Control
on Lipid Profile, Platelet Indices and Antioxidant Enzymes (Catalase and
Superoxide dismutase) Activities in Type 2 Diabetics. International Journal
of Advanced Research. Vol. 1(7): 207-215.
Farid, I., Saidus, R., Akter, R., Bakar, M.A., Abdullah A.M and Ahmed, N.U.
(2012). Antidiabetic and Antioxidant Effect with Phytochemical Screening
of Ethanol Extract of Saurauia roxburghii. Pharma Science Monitor. Vol.
3(4): 2601-2612.
96
Universitas Sumatera Utara
Haliwell, B. and Gutteridge, J.M.C. (1999). Free Radical in Biology and Medicine.
England: Oxford University Press. Ed 3. Hal. 105-220.
Harahap, U., Patilaya, P., Marianne, Yuliasmi, S., Hufsori, I.D., Prasetyo, E.B., et
al. (2013). Profil Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Puguntano [Curanga fel-
terrae (merr.) Lour.] yang Berpotensi sebagai Antiasma. Seminar Nasional
Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Hal. 422-
426.
Harfina, F., Bahri S. and Saragih, A. (2012). Pengaruh Serbuk Daun Puguntano
(Curanga fel-terraeMerr.) pada Pasien Diabetes Mellitus. Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology. Vol. 1(2): 112 – 118.
Huang, Y., De Bruyne, T., Apers, S., Ma, Y., Pieters, L. and Vlietnck, A. (1999).
Flavonoids Glucuronides from Picria fel-terrae. Phytochemistry. Vol.
52(8): 1701-1703.
Italy P.M. (2009). Advanced Glycation End Products (Ages) and their Receptors
(Rages) in Diabetic Vascular Disease. Medicographia. Vol. 31: 257–258.
Kangralkar, V.A., Patil S.D. and Bandivadekar, R. (2010). Oxidative Stress and
Diabetes: A Review. International Journal of Pharmaceutical
Applications. Vol 1, Issue 1. Hal. 38-45.
Katzung, B.G. (2001). Farmakologi Dasar Dan Klinis. Jakarta: Salemba Medika.
Hal. 671, 676.
Khan, A.A., Naqvi, T.S, and Naqvi. M.S. (2012). Indentification of Phytosaponin
as Novel Biodynamic Agents: An Updated Overview. Asian J.Exp. Biol.
Sci 3(3): 459-467.
Kim, S., Jun, S.S., Hyun, J.K., Fisher, K.C., Mi, J.M and Han, K.C. (2007).
Streptozotocin-Induced Diabetes Can be Reversed by Hepatic Oval Cell
Activation through Hepatic Transdifferentiation and Pancreatic Islet
Regeneration. Laboratory Investigation. Vol. 87: 702-712.
Kim, J.H., Kang, M.J., Choi, H.N., Jeong, S.M., Lee, Y.M., Kim, J.I. (2011).
Quercetin Attenuates Fasting and Postprandial Hyperglycemia in Animal
Models of Diabetes Mellitus. Nutr Res Pract. Vol. 5: 107–11.
97
Universitas Sumatera Utara
Kuzuya, T., Nakagawa, J.S., Kanazawa, Y., Yasuhito, I., Masachi, K., Kisihio, N.,
et al. (2002). Diabetes Research and Clinical Practice. Journal of the
International Diabetes Federation. Vol.55(1): 65-85.
Lavle, N., Shukla, P., and Panchal, A. (2016). Role of Flavonoids and Saponins in
the Treatment of Diabetes Mellitus. J Pharm Sci Bioscienctific Res. 6(4):
535-541.
Lindarto, D., Syafril S., Zein U., and Saragih, A., (2016). The Effect of
Dhawalsan-1 (Curanga fel-terrae [Lour.]) Extract Versus Metformin on the
Metabolic and Inflammatory Characteristics of Patients with Newly
Diagnosed Type 2 Diabetes Mellitus. Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Research. Vol. 9: 225-228.
Mali, K.K., Dias, R.J., Havaldar, V.D., and Yadav, S.J. (2017). Antidiabetic Effect
of Garcinol on Streptozotocin-induced Diabetic Rats. Indian Journal of
Pharmaceutical Sciences. Hal: 467.
Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB. Hal. 23,
47.
Masiello, P., Broca, C., Gross, R., Roye, M., Manteghetti, M., Hillaire, B.D., et al.
(1998). Experimental NIDDM: Development of a New Model in Adult
98
Universitas Sumatera Utara
Rats Administered Streptozotocin and Nicotinamide. Diabetes. Vol 47(2):
224.
Muraay, R.K., Graner, D.K., Rodwel, P.A. and Victoe, W. (2003). Biokimia
Harper. Jakarta: EG. Hal. 44.
Mycek, M.J., Harvey, R.A. dan Champe, C.C. (2001). Farmakologi Ulasan
Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Pharmacology. Penerjemah.
Azwar Agoes. Edisi kedua. Jakarta: Widya Medika. Hal. 259.
Oishi, Y., Sakamoto, T., and Udagawa, H. (2007). Inhibition of Increases in Blood
Glucose and Serum Neutral Fat By Momordica Charantia Saponin
Fraction. Biosci. Biotechnol. Biochem. 71(3): 735-740.
Pandey, K.B. dan Rizvi, S.I. (2010). Markers of Oxidative Stress in Erythrocytes
and Plasma During Aging in Humans. Oxidative Medicine and Cellular
Longevity. 3(1): 2-12.
Patilaya, P. (2015). Aktivitas Antelmentik dari Ekstrak Etanol Daun Poguntano.
Universitas Sumatera Utara.
99
Universitas Sumatera Utara
Ramachandran, S., Rajasekaran, A. and Adhirajan, N.(2013). In Vivo and In Vitro
Antidiabetic Activity of Terminalia paniculata Bark: An Evaluation of
Possible Phytoconstituents and Mechanisms for Blood Glucose Control in
Diabetes. Journal Hindawi Publishing. ISRN Pharmacology. Vol. 2(1): 1-
10.
Raydian, U.A., Kurniawaty, E., dan Ramkita, N. ( 2017). Efek Antihiperglikemik
pada Daun Sukun. Medula. Vol. 7(4): 118-122.
Rustama, D.S., Subardja, D., Oentario, M.C., Yati, N.P., Satriono, dan Harjantien,
N. (2010). Diabetes Mellitus. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta. Hal. 125.
Schalkwijk, C.G. and Stehouer, C.D.A. (2005). Vascular Complications in Diaetes
Mellitus the role of endothelial disfunction. Rev. Clinical Science. 109:
143-159.
Singh, V.P., Bali, A., Singh, N., and Jaggi, A.S. (2014). Advanced Glycation End
Products and Diabetic Complications. J. Physiol Pharmacol Korean. Vol.
18: 1–14.
Sitorus, P., Harahap, U., and Pandapotan M. (2014). Isolation of β-sitosterol from
n-Hexane Extract of Picria fel-terrae Lour. Leave and Study of Its
Antidiabetic Effect in Alloxan Induced Diabetic Mice. International
Journalof PharmTech Research. Vol. 6(1): 137-141.
100
Universitas Sumatera Utara
Smeltzer., Suzanne, C. dan Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Penerjemah: Agung Waluyo, dkk. Edisi 8, Vol. 1,2. Jakarta: EGC.
Hal. 25, 26.
Tobing, A., Mahendra, Krisnatuti, D., dan Alting. (2008). Care Your Self Diabetes
Melitus. Jakarta: Gramedia PustakaUtama
101
Universitas Sumatera Utara
Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L. (2008). Diabetes Mellitus. Editor:
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., dan
Posey, L.M. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh
edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. Hal.
1205.
Utomo, H., Hanafiah, A.,Oen, L.H., Suyatna, F.D. dan Asikin, N. (1991). Radikal
Bebas, Peroxide Lipid dan Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Medika.
5:373-379.
Wang, L.S., Li, S.H., Zou, J.M., Guo, Y.J. and Sun, H.D. (2006).Two New
Terpenoids from Picria fel-terrae. J Asian Nat Prod Res. 8(6):491-4.
Winarsi, H., Wijayanti, S.P.M. dan Purwanto, A., (2012). Aktivitas Enzim
Superoksida Dismutase, Katalase, dan Glutation. MKB. Volume 44 No. 1.
World Health Organization. (2011). Quality Control Methods For Medicinal Plant
Material. Switzherland: WHO. Hal. 19-25.
World Health Organization. (2011). Use of Glycated Haemoglobin (HbA1C) in the
Diagnosis of Diabetes Mellitus. Geneva: Abbreviated Report of a WHO
Consultation. Hal. 6.
Wresdiyati, T., Mamba, K., Adnyane, I.K.M., and Aisyah, U.S. (2002). The Effect
of Stress Condition on the Intracellular Antioxidant Copper, Zinc-
Superoxide DisMutase in the Rat Kidney: An Immunohistochemical Study.
Hayati. Vol. 9: 85-88.
Wuhan Fine Biotech. (2013). Rat HbA1c ELISA Kit. Fine Test. Eastlake High-
tech Development District, Wuhan, Hubei, China. ER1030.
Zhang, M., Cao, J., Chen, X., and Wang, Q. (2011). Flavonoid Contents and Free
Radical Scavenging Activity of Extract from Leaves, Stem, Rachis, and
Roots of Dryopteris Erithrosora. Iranian Journal of Pharmaceutical
Research. 11(3): 991–997.
Zou, J.M., Wang, L.S., Niu, X.M, Sun, H.D., Guo Y.J. (2005). Phenylethanoid
glycosides from Picria fel terrae Lour. J Integr Plant Biol. Vol. 47(5): 632-
636.
102
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan
103
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (lanjutan)
104
Universitas Sumatera Utara
105
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar tumbuhan daun pidot
106
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan.
107
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar simplisia dan serbuk simplisia daun pirdot
108
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Gambar makroskopik herba poguntano
B C
Keterangan: A: herba puguntano segar, B: simplisia herba puguntano, C: serbuk
simplisia herba puguntano
109
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia pirdot
110
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia poguntano
Keterangan:
Perbesaran 10 x 40
a = Penebalan xylem bentuk spiral
b = Stomata tipe diasitik
c = Stomata tipe anomositik
d = Trikoma
e = Kristal Ca oksalat bentuk prisma
f = Kelenjar labiat
Sumber: Sitorus, 2014
111
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun pirdot
dan herba puguntano
No. Berat sampel (g) Volume awal (mL) Volume akhir (mL)
1. 5,0025 2,35 2,70
2. 5,0012 2,35 2,60
3. 5,0050 2,18 2,50
No. Berat sampel (g) Volume awal (mL) Volume akhir (mL)
1. 5,0009 2,40 2,65
2. 5,0025 2,10 2,40
3. 5,0030 2,28 2,50
112
Universitas Sumatera Utara
2. Perhitungan kadar sari larut air serbuk simplisia
113
Universitas Sumatera Utara
3. Perhitungan kadar sari larut etanol serbuk simplisia
114
Universitas Sumatera Utara
4. Perhitungan kadar abu total
115
Universitas Sumatera Utara
5. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia
A. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia daun pirdot
No. Berat sampel (g) Berat abu (g) Kadar abu tidak larut asam (%)
1. 2,0056 0,0090 0,40
2. 2,0371 0,0091 0,45
3. 2,0282 0,0119 0,59
% Rerata = = 0,48%
B. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia herba poguntano
No. Berat sampel (g) Berat abu (g) Kadar abu tidak larut asam (%)
1. 2,0221 0,0088 0,44
2. 2,0056 0,0128 0,64
3. 2,0025 0,0112 0,56
% Rerata = = 0,55%
116
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Contoh perhitungan dosis
adalah= x 200 = 46 mg
= x 1 mL = 2 mL
- Jumlah STZ yang diberikan untuk tikus (misal BB tikus= 200 g) adalah
x 200 g = 13 mg
117
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. (lanjutan)
= x 1 mL = 2 mL
- Dosis Manusia = 5 mg
= x 4010 mg
= 18,045 mg ≈ 18 mg
ditambahkan larutan Na CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai
= x 10 mL = 2 mL
118
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. (lanjutan)
- Dosis suspensi ekstrak kombinasi EEDP dan EEHP yang akan dibuat adalah
- Dosis dan volume suspensi yang diberikan untuk tikus 200 g adalah
EEDP = x 200 gr = 20 mg
EEHP =
ml EEHP).
119
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Hasil analisis data statistik pengukuran KGD
1. Uji Deskriptif
95% Confidence
Std. Interval for Mean
N Mean Std. Error Minimum Maximum
Deviation Lower Upper
Bound Bound
Na-CMC 0,5% 4 333.00 3.559 1.780 327.34 338.66 328 336
EEDP 100 mg/kg bb 4 341.50 9.147 4.573 326.95 356.05 330 352
EEHP 100 mg/kg bb 4 347.50 2.646 1.323 343.29 351.71 344 350
EEDP&EEHP (25:75) 4 340.50 3.416 1.708 335.06 345.94 337 345
KGD awal EEDP&EEHP (50:50) 4 335.00 5.598 2.799 326.09 343.91 330 342
EEDP&EEHP (75:25) 4 333.50 5.508 2.754 324.74 342.26 328 340
Glibenklamid 4 336.75 5.377 2.689 328.19 345.31 330 343
Normal 4 83.25 2.630 1.315 79.07 87.43 81 86
Total 32 306.38 85.926 15.190 275.40 337.35 81 352
Na-CMC 0,5% 4 337.00 3.162 1.581 331.97 342.03 333 340
EEDP 100 mg/kg bb 4 310.75 7.455 3.728 298.89 322.61 302 320
EEHP 100 mg/kg bb 4 324.25 3.500 1.750 318.68 329.82 320 328
EEDP&EEHP (25:75) 4 308.25 6.946 3.473 297.20 319.30 301 316
Hari ke-4 EEDP&EEHP (50:50) 4 296.00 4.690 2.345 288.54 303.46 292 301
EEDP&EEHP (75:25) 4 293.00 7.071 3.536 281.75 304.25 286 302
Glibenklamid 4 295.75 5.909 2.955 286.35 305.15 288 302
Normal 4 85.00 1.826 .913 82.09 87.91 83 87
Total 32 281.25 76.886 13.592 253.53 308.97 83 340
Na-CMC 0,5% 4 340.75 2.754 1.377 336.37 345.13 338 344
EEDP 100 mg/kg bb 4 282.75 6.850 3.425 271.85 293.65 275 291
EEHP 100 mg/kg bb 4 294.25 2.986 1.493 289.50 299.00 291 298
EEDP&EEHP (25:75) 4 285.00 3.742 1.871 279.05 290.95 281 290
Hari ke-8 EEDP&EEHP (50:50) 4 258.75 8.770 4.385 244.79 272.71 250 270
EEDP&EEHP (75:25) 4 252.00 6.831 3.416 241.13 262.87 245 261
Glibenklamid 4 256.25 6.602 3.301 245.75 266.75 249 265
Normal 4 85.75 4.992 2.496 77.81 93.69 79 91
Total 32 256.94 71.307 12.605 231.23 282.65 79 344
Na-CMC 0,5% 4 345.25 1.893 .946 342.24 348.26 344 348
EEDP 100 mg/kg bb 4 250.25 6.076 3.038 240.58 259.92 243 257
EEHP 100 mg/kg bb 4 259.25 3.304 1.652 253.99 264.51 255 263
EEDP&EEHP (25:75) 4 251.50 3.109 1.555 246.55 256.45 249 256
Hari ke-12 EEDP&EEHP (50:50) 4 223.25 8.539 4.270 209.66 236.84 215 234
EEDP&EEHP (75:25) 4 214.50 7.326 3.663 202.84 226.16 207 224
Glibenklamid 4 218.50 5.745 2.872 209.36 227.64 212 226
Normal 4 85.75 4.573 2.287 78.47 93.03 81 91
Total 32 231.03 68.542 12.117 206.32 255.74 81 348
Na-CMC 0,5% 4 350.00 1.414 .707 347.75 352.25 349 352
EEDP 100 mg/kg bb 4 217.25 7.676 3.838 205.04 229.46 209 226
EEHP 100 mg/kg bb 4 228.50 2.082 1.041 225.19 231.81 226 231
EEDP&EEHP (25:75) 4 216.00 4.320 2.160 209.13 222.87 212 222
Hari ke-16 EEDP&EEHP (50:50) 4 186.25 8.995 4.498 171.94 200.56 177 197
EEDP&EEHP (75:25) 4 175.00 7.257 3.629 163.45 186.55 168 185
Glibenklamid 4 178.50 5.196 2.598 170.23 186.77 173 185
Normal 4 88.00 2.828 1.414 83.50 92.50 84 90
Total 32 204.94 69.728 12.326 179.80 230.08 84 352
120
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
95% Confidence
Std. Interval for Mean
N Mean Std. Error Minimum Maximum
Deviation Lower Upper
Bound Bound
Na-CMC 0,5% 4 345.75 2.217 1.109 342.22 349.28 344 349
EEDP 100 mg/kg bb 4 181.50 6.758 3.379 170.75 192.25 174 189
EEHP 100 mg/kg bb 4 191.50 2.887 1.443 186.91 196.09 188 195
EEDP&EEHP (25:75) 4 182.50 3.873 1.936 176.34 188.66 179 188
Hari ke-20 EEDP&EEHP (50:50) 4 153.00 10.100 5.050 136.93 169.07 142 165
EEDP&EEHP (75:25) 4 137.75 7.632 3.816 125.61 149.89 131 148
Glibenklamid 4 141.25 5.439 2.720 132.60 149.90 137 149
Normal 4 84.50 2.887 1.443 79.91 89.09 81 88
Total 32 178.34 75.344 13.319 151.18 205.51 81 357
Na-CMC 0,5% 4 349.00 4.163 2.082 342.38 355.62 344 354
EEDP 100 mg/kg bb 4 145.75 5.852 2.926 136.44 155.06 139 152
EEHP 100 mg/kg bb 4 154.00 3.367 1.683 148.64 159.36 150 158
EEDP&EEHP (25:75) 4 146.50 4.435 2.217 139.44 153.56 143 153
Hari ke-24 EEDP&EEHP (50:50) 4 123.50 9.747 4.873 107.99 139.01 114 135
EEDP&EEHP (75:25) 4 105.75 6.238 3.119 95.82 115.68 99 112
Glibenklamid 4 111.75 3.202 1.601 106.66 116.84 109 115
Normal 4 84.50 5.447 2.723 75.83 93.17 77 90
Total 32 153.84 82.073 14.509 124.25 183.43 77 360
Na-CMC 0,5% 4 346.25 5.188 2.594 337.99 354.51 340 351
EEDP 100 mg/kg bb 4 104.25 5.123 2.562 96.10 112.40 99 110
EEHP 100 mg/kg bb 4 112.75 3.775 1.887 106.74 118.76 108 117
EEDP&EEHP (25:75) 4 103.00 4.082 2.041 96.50 109.50 100 109
Hari ke-28 EEDP&EEHP (50:50) 4 93.50 8.813 4.406 79.48 107.52 83 103
EEDP&EEHP (75:25) 4 75.25 5.679 2.839 66.21 84.29 69 81
Glibenklamid 4 80.50 2.646 1.323 76.29 84.71 78 84
Normal 4 85.00 3.367 1.683 79.64 90.36 83 90
Total 32 127.31 91.898 16.245 94.18 160.45 69 366
Na-CMC 0,5% 4 78.75 1.500 .750 76.36 81.14 77 80
EEDP 100 mg/kg bb 4 77.75 3.304 1.652 72.49 83.01 74 81
EEHP 100 mg/kg bb 4 80.75 2.754 1.377 76.37 85.13 78 84
EEDP&EEHP (25:75) 4 78.75 2.217 1.109 75.22 82.28 76 81
Normal EEDP&EEHP (50:50) 4 78.75 2.217 1.109 75.22 82.28 76 81
EEDP&EEHP (75:25) 4 79.00 2.160 1.080 75.56 82.44 76 81
Glibenklamid 4 78.00 3.162 1.581 72.97 83.03 74 81
Normal 4 85.00 3.651 1.826 79.19 90.81 81 89
Total 32 79.59 3.271 .578 78.41 80.77 74 89
121
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
2. Uji Homogenitas
3. Uji ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 228244.000 7 32606.286 1227.531 .000
KGD awal Within Groups 637.500 24 26.563
Total 228881.500 31
Between Groups 182545.000 7 26077.857 882.748 .000
Hari ke-4 Within Groups 709.000 24 29.542
Total 183254.000 31
Between Groups 156815.375 7 22402.196 665.000 .000
Hari ke-8 Within Groups 808.500 24 33.688
Total 157623.875 31
Between Groups 144912.219 7 20701.746 685.536 .000
Hari ke-12 Within Groups 724.750 24 30.198
Total 145636.969 31
Between Groups 182545.000 7 26077.857 882.748 .000
Hari ke-16 Within Groups 709.000 24 29.542
Total 183254.000 31
Between Groups 162751.219 7 23250.174 683.619 .000
Hari ke-20 Within Groups 816.250 24 34.010
Total 163567.469 31
Between Groups 192028.469 7 27432.638 855.877 .000
Hari ke-24 Within Groups 769.250 24 32.052
Total 192797.719 31
Between Groups 228254.875 7 32607.839 1228.553 .000
Hari ke-28 Within Groups 637.000 24 26.542
Total 228891.875 31
Between Groups 155.969 7 22.281 3.043 .019
Normal Within Groups 175.750 24 7.323
Total 331.719 31
122
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
4. Uji Tukey
KGD awal
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N 1 2 3
Normal 4 83.25
Na-CMC 0,5% 4 333.00
EEDP&EEHP (75:25) 4 333.50
EEDP&EEHP (50:50) 4 335.00
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 336.75 336.75
EEDP&EEHP (25:75) 4 340.50 340.50
EEDP 100 mg/kg bb 4 341.50 341.50
EEHP 100 mg/kg bb 4 347.50
Sig. 1.000 .317 .106
Hari ke-4
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N 1 2 3 4 5 6
Normal 4 85.00
EEDP&EEHP (75:25) 4 293.00
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 295.75 295.75
EEDP&EEHP (50:50) 4 296.00 296.00
EEDP&EEHP (25:75) 4 308.25 308.25
EEDP 100 mg/kg bb 4 310.75
EEHP 100 mg/kg bb 4 324.25
Na-CMC 0,5% 4 337.00
Sig. 1.000 .993 .057 .998 1.000 1.000
Hari ke-8
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N 1 2 3 4
Normal 4 85.75
EEDP&EEHP (75:25) 4 252.00
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 256.25
EEDP&EEHP (50:50) 4 258.75
EEDP 100 mg/kg bb 4 282.75
EEDP&EEHP (25:75) 4 285.00
EEHP 100 mg/kg bb 4 294.25
Na-CMC 0,5% 4 340.75
Sig. 1.000 .720 .141 1.000
123
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
Hari ke-12
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N 1 2 3 4
Normal 4 85.75
EEDP&EEHP (75:25) 4 214.50
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 218.50
EEDP&EEHP (50:50) 4 223.25
EEDP 100 mg/kg bb 4 250.25
EEDP&EEHP (25:75) 4 251.50
EEHP 100 mg/kg bb 4 259.25
Na-CMC 0,5% 4 345.25
Sig. 1.000 .358 .325 1.000
Hari ke-16
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N 1 2 3 4 5 6
Normal 4 85.00
EEDP&EEHP (75:25) 4 293.00
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 295.75 295.75
EEDP&EEHP (50:50) 4 296.00 296.00
EEDP&EEHP (25:75) 4 308.25 308.25
EEDP 100 mg/kg bb 4 310.75
EEHP 100 mg/kg bb 4 324.25
Na-CMC 0,5% 4 337.00
Sig. 1.000 .993 .057 .998 1.000 1.000
Hari ke-20
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N
1 2 3 4 5
Normal 4 84.50
EEDP&EEHP (75:25) 4 137.75
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 141.25 141.25
EEDP&EEHP (50:50) 4 153.00
EEDP 100 mg/kg bb 4 181.50
EEDP&EEHP (25:75) 4 182.50
EEHP 100 mg/kg bb 4 191.50
Na-CMC 0,5% 4 345.75
Sig. 1.000 .988 .129 .274 1.000
124
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
Hari ke-24
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N
1 2 3 4 5
Normal 4 84.50
EEDP&EEHP (75:25) 4 105.75
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 111.75 111.75
EEDP&EEHP (50:50) 4 123.50
EEDP 100 mg/kg bb 4 145.75
EEDP&EEHP (25:75) 4 146.50
EEHP 100 mg/kg bb 4 154.00
Na-CMC 0,5% 4 349.00
Sig. 1.000 .801 .109 .466 1.000
Hari ke-28
Tukey HSD a
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N
1 2 3 4 5
EEDP&EEHP (75:25) 4 75.25
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 80.50
Normal 4 85.00 85.00
EEDP&EEHP (50:50) 4 93.50 93.50
EEDP&EEHP (25:75) 4 103.00 103.00
EEDP 100 mg/kg bb 4 104.25 104.25
EEHP 100 mg/kg bb 4 112.75
Na-CMC 0,5% 4 346.25
Sig. .178 .317 .106 .178 1.000
KGD normal
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN
N 1 2
EEDP 100 mg/kg bb 4 77.75
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 78.00
Na-CMC 0,5% 4 78.75 78.75
EEDP&EEHP (25:75) 4 78.75 78.75
EEDP&EEHP (50:50) 4 78.75 78.75
EEDP&EEHP (75:25) 4 79.00 79.00
EEHP 100 mg/kg bb 4 80.75 80.75
Normal 4 85.00
Sig. .764 .055
125
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Gambar alat microplate reader dan reagen SOD
126
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Data hasil pengukuran konsentrasi SOD sampel
∆OD
Perlakuan OD1 OD2 Rerata OD Koreksi Kadar (pg/ml)
(Rerata OD-Koreksi)
Na-CMC 0.539 0.297 0.418 0.108 0.31 42.10
Na-CMC 0.455 0.357 0.406 0.108 0.298 41.32
Na-CMC 0.539 0.257 0.398 0.108 0.29 40.80
Na-CMC 0.434 0.368 0.401 0.108 0.293 41.00
EEDP 100 mg/kg bb 0.692 0.624 0.658 0.108 0.55 61.22
EEDP 100 mg/kg bb 0.675 0.593 0.634 0.108 0.526 58.97
EEDP 100 mg/kg bb 0.671 0.619 0.645 0.108 0.537 59.99
EEDP 100 mg/kg bb 0.665 0.675 0.67 0.108 0.562 62.38
EEHP 100 mg/kg bb 0.672 0.66 0.666 0.108 0.558 61.99
EEHP 100 mg/kg bb 0.598 0.576 0.587 0.108 0.479 54.80
EEHP 100 mg/kg bb 0.562 0.626 0.594 0.108 0.486 55.40
EEHP 100 mg/kg bb 0.611 0.661 0.636 0.108 0.528 59.16
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.627 0.685 0.656 0.108 0.548 61.03
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.691 0.657 0.674 0.108 0.566 62.77
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.67 0.654 0.662 0.108 0.554 61.61
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.612 0.66 0.636 0.108 0.528 59.16
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.692 0.716 0.704 0.108 0.596 65.78
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.701 0.673 0.687 0.108 0.579 64.06
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.727 0.683 0.705 0.108 0.597 65.88
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.702 0.688 0.695 0.108 0.587 64.86
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.688 0.7 0.694 0.108 0.586 64.76
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.796 0.824 0.81 0.108 0.702 77.61
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.705 0.703 0.704 0.108 0.596 65.78
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.787 0.563 0.675 0.108 0.567 62.87
Glibenklamid 0.701 0.727 0.714 0.108 0.606 66.82
Glibenklamid 0.736 0.708 0.722 0.108 0.614 67.65
Glibenklamid 0.703 0.681 0.692 0.108 0.584 64.56
Glibenklamid 0.728 0.742 0.735 0.108 0.627 69.04
Normal 0.708 0.786 0.747 0.108 0.639 70.35
Normal 0.745 0.713 0.729 0.108 0.621 68.40
Normal 0.756 0.72 0.738 0.108 0.63 69.37
Normal 0.734 0.65 0.692 0.108 0.584 64.56
127
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Hasil analisis data statistik pengukuran konsentrasi SOD
1. Uji Deskriptif
95% Confidence
Std. Interval for Mean
N Mean Std. Error Minimum Maximum
Deviation Lower Upper
Bound Bound
Na-CMC 0,5% 4 41.30500 .571635 .285818 40.39540 42.21460 40.800 42.100
EEDP 100 mg/kg bb 4 60.64000 1.480473 .740236 58.28424 62.99576 58.970 62.380
EEHP 100 mg/kg bb 4 57.83750 3.374417 1.687209 52.46805 63.20695 54.800 61.990
EEDP&EEHP (25:75) 4 61.14250 1.506682 .753341 58.74503 63.53997 59.160 62.770
EEDP&EEHP (50:50) 4 65.14500 .856719 .428359 63.78177 66.50823 64.060 65.880
EEDP&EEHP (75:25) 4 67.75500 6.679693 3.339847 57.12612 78.38388 62.870 77.610
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 67.01750 1.876955 .938477 64.03085 70.00415 64.560 69.040
Normal 4 68.17000 2.534916 1.267458 64.13638 72.20362 64.560 70.350
Total 32 61.12656 8.813141 1.557958 57.94909 64.30404 40.800 77.610
2. Homogenitas
3. Uji ANOVA
Sum of Mean
df F Sig.
Squares Square
Between Groups 2193.386 7 313.341 35.071 .000
Within Groups 214.429 24 8.935
Total 2407.815 31
4. Tukey
128
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Gambar kit HbA1c dan reagen HbA1c
129
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Data hasil pengukuran HbA1c sampel
Perlakuan OD1 OD2 Rerata OD Koreksi ∆OD Kadar (ng/mL)
Na-CMC 1.329 1.423 1.376 0.096 1.280 65.889
Na-CMC 1.527 1.445 1.486 0.096 1.390 72.086
Na-CMC 1.328 1.402 1.421 0.096 1.325 68.424
Na-CMC 1.498 1.412 1.408 0.096 1.312 67.692
EEDP 100 mg/kg bb 0.812 0.721 0.767 0.096 0.671 31.562
EEDP 100 mg/kg bb 0.786 0.782 0.784 0.096 0.688 32.537
EEDP 100 mg/kg bb 0.771 0.579 0.811 0.096 0.715 34.030
EEDP 100 mg/kg bb 0.685 0.865 0.775 0.096 0.679 32.023
EEHP 100 mg/kg bb 0.908 0.932 0.920 0.096 0.824 40.199
EEHP 100 mg/kg bb 0.965 0.835 0.900 0.096 0.804 39.072
EEHP 100 mg/kg bb 0.861 0.851 0.856 0.096 0.760 36.593
EEHP 100 mg/kg bb 0.898 0.922 0.910 0.096 0.814 39.635
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.752 0.780 0.766 0.096 0.670 31.523
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.736 0.786 0.761 0.096 0.665 31.241
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.796 0.758 0.777 0.096 0.681 32.143
EEDP & EEHP (25:75) mg/kg bb 0.801 0.715 0.758 0.096 0.662 31.072
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.586 0.746 0.666 0.096 0.570 25.889
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.648 0.654 0.651 0.096 0.555 25.044
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.695 0.747 0.721 0.096 0.625 28.988
EEDP & EEHP (50:50) mg/kg bb 0.649 0.601 0.625 0.096 0.529 23.579
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.594 0.830 0.712 0.096 0.616 28.481
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.682 0.668 0.675 0.096 0.579 26.396
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.667 0.703 0.685 0.096 0.589 26.959
EEDP & EEHP (75:25) mg/kg bb 0.651 0.657 0.654 0.096 0.558 25.213
Glibenklamid 0.665 0.679 0.672 0.096 0.576 26.227
Glibenklamid 0.696 0.626 0.661 0.096 0.565 25.607
Glibenklamid 0.691 0.735 0.713 0.096 0.617 28.537
Glibenklamid 0.622 0.642 0.632 0.096 0.536 23.974
Normal 0.621 0.635 0.628 0.096 0.532 23.748
Normal 0.554 0.794 0.674 0.096 0.578 26.340
Normal 0.675 0.571 0.623 0.096 0.527 23.466
Normal 0.672 0.784 0.728 0.096 0.632 29.382
x =
x = 65,889 ng/ml
130
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Hasil analisis data statistik pengukuran HbA1c
1. Uji Deskriptif
95% Confidence
Std. Interval for Mean
N Mean Std. Error Minimum Maximum
Deviation Lower Upper
Bound Bound
Na-CMC 0,5% 4 68.52275 2.603414 1.301707 64.38014 72.66536 65.889 72.086
EEDP 100 mg/kg bb 4 32.53800 1.071427 .535713 30.83312 34.24288 31.562 34.030
EEHP 100 mg/kg bb 4 38.87475 1.589225 .794613 36.34594 41.40356 36.593 40.199
EEDP&EEHP (25:75) 4 31.49475 .470508 .235254 30.74607 32.24343 31.072 32.143
EEDP&EEHP (50:50) 4 25.87500 2.284232 1.142116 22.24028 29.50972 23.579 28.988
EEDP&EEHP (75:25) 4 26.76225 1.357341 .678671 24.60242 28.92208 25.213 28.481
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 4 26.08625 1.890085 .945043 23.07870 29.09380 23.974 28.537
Normal 4 25.73400 2.754582 1.377291 21.35085 30.11715 23.466 29.382
Total 32 34.48597 13.880283 2.453711 29.48159 39.49034 23.466 72.086
2. Homogenitas
3. Uji ANOVA
Sum of Mean
df F Sig.
Squares Square
Between Groups 5885.851 7 840.836 232.814 .000
Within Groups 86.679 24 3.612
Total 5972.530 31
4. Tukey
131
Universitas Sumatera Utara
1. Uji Deskriptif
95% Confidence
Interval for Mean
Std. Lower Upper
N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum
Na-CMC 0,5% 20 15.10000 4.115439 .920240 13.17392 17.02608 10.000 24.000
EEDP 100 mg/kg bb 20 62.00000 9.862209 2.205257 57.38434 66.61566 41.000 78.000
EEHP 100 mg/kg bb 20 56.00000 8.162817 1.825261 52.17968 59.82032 39.000 68.000
EEDP&EEHP (25:75) 20 67.00000 9.591663 2.144761 62.51096 71.48904 48.000 85.000
EEDP&EEHP (50:50) 20 141.00000 15.092696 3.374829 133.93640 148.06360 113.000 168.000
EEDP&EEHP (75:25) 20 160.00000 12.000000 2.683282 154.38383 165.61617 137.000 181.000
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb
20 133.00000 13.498538 3.018365 126.68249 139.31751 110.000 158.000
2. Homogenitas
3. Uji ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 458898.175 7 65556.882 549.810 .000
Within Groups 18123.800 152 119.236
Total 477021.975 159
4. Uji Tukey
Subset for alpha = 0.05
PERLAKUAN N 1 2 3 4 5
Na-CMC 0,5% 20 15.10000
EEHP 100 mg/kg bb 20 56.00000
EEDP 100 mg/kg bb 20 62.00000 62.00000
EEDP&EEHP (25:75) 20 67.00000
Glibenklamid 0,45 mg/kg bb 20 133.00000
EEDP&EEHP (50:50) 20 141.00000
EEDP&EEHP (75:25) 20 160.00000
Normal 20 170.00000
Sig. 1.000 .663 .833 .291 .081
132
Universitas Sumatera Utara