Anda di halaman 1dari 168

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Farmasi Tesis Magister

2018

Pengaruh Variasi Campuran Polimer


Dengan Enhancer Asam Oleat
Terhadap Pelepasan Nifedipin dari
Matriks Patch Transdermal Secara
In Vitro Dan In Vivo

Togatorop, Baharuddin

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3865
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
TESIS

PENGARUH VARIASI CAMPURAN POLIMER


DENGAN ENHANCER ASAM OLEAT TERHADAP
PELEPASAN NIFEDIPIN DARI MATRIKS PATCH
TRANSDERMAL SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

OLEH:
BAHARUDDIN TOGATOROP
NIM 1470140007

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


TESIS

PENGARUH VARIASI CAMPURAN POLIMER


DENGAN ENHANCER ASAM OLEAT TERHADAP
PELEPASAN NIFEDIPIN DARI MATRIKS PATCH
TRANSDERMAL SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
BAHARUDDIN TOGATOROP
NIM 1470140007

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Baharuddin Togatorop

Nomor Induk Mahasiswa : 1470140007

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Pengaruh Variasi Campuran Polimer Dengan

Enhancer Asam Oleat Terhadap Pelepasan Nifedipin

Dari Matriks Patch Transdermal Secara In Vitro Dan

In Vivo

Telah diuji dan dinyatakan lulus di depan TIM penguji pada hari Rabu tanggal

delapan bulan Februari tahun dua ribu delapan belas. Mengesahkan

Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Ap

Anggota Tim Penguji Tesis : Dr. Edy Suwarso, SU., Apt

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt

Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt

iv
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini

Nama Mahasiswa : Baharuddin Togatorop

Nomor Induk Mahasiswa : 1470140007

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Pengaruh Variasi Campuran Polimer Dengan

Enhancer Asam Oleat Terhadap Pelepasan Nifedipin

Dari Matriks Patch Transdermal Secara In Vitro Dan

In Vivo

Dengan ini menyatakan tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan

plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena

kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sangsi apapun oleh Progran

Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak

akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat.

Medan, Maret 2018


Yang membuat pernyataan

Baharuddin Togatorop
NIM 147014007

v
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat dan

karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Variasi Campuran Polimer Dengan Enhancer Asam Oleat Terhadap

Pelepasan Nifedipin Dari Matriks Patch Transdermal Secara In Vitro dan In Vivo”

yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Farmasi di Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak

mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun

materil. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister Farmasi

pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister di Fakultas Farmasi.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Prof. Dr. Rosida, M.Si., Apt.,

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan arahan dan

bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan Program Studi Magister Farmasi

pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

vi
Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Bapak Dr. Edy

Suwarso, S.U., Apt., sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan, arahan, masukkan, saran dan dorongan dengan penuh kesabaran

tulus dan ikhlas bagi penulis dalam menjalani pendidikan, penelitian dan

penyelesaian tesis ini.

5. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Ibu Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si.,

Apt., sebagai dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran

masukan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini, sehingga tesis ini semakin

baik.

6. Ketua Pengurus Yayasan TP. Arjuna Bapak Prof. Dr. Ing. K. Tunggul Sirait

yang telah memberikan kesempatan dan bantuan materi kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan studi Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu Pengelola Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda P. Togatorop (Alm) dan Ibunda H. Sipahutar yang telah

membesarkan, merawat dan mendidik penulis sejak kecil.

9. Kedua mertua, Bapak J. Pangaribuan (Alm) dan Ibu H. Situmorang yang

telah memberikan semangat dan doa.

10. Istri tercinta Rini Pangaribuan, ananda Bahri Togatorop dan Haruni Agnesca

Togatorop serta seluruh keluarga tercinta yang telah banyak memberikan

bantuan baik dalam bentuk moril dan materil bagi penulis dalam menjalani

pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

vii
Universitas Sumatera Utara
11. Teman-teman Program Magister Famasi angkatan 2014/2015 atas dukungan,

motivasi, bimbingan dan kesediannya untuk bertukan pikiran dalam

menempuh pendidikan Magister Farmasi dan penyelesaian tesis ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Allah memberikan

balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu,

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.Akhir kata penulis berharap

semoga tesis ini dapat memberi kontribusi yang bermamfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Maret 2018


Penulis,

Baharuddin Togatorop
NIM 147017007

viii
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH VARIASI CAMPURAN POLIMER DENGAN ENHANCER
ASAM OLEAT TERHADAP PELEPASAN NIFEDIPIN DARI MATRIKS
PATCH TRANSDERMAL SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

ABSTRAK

Nifedipin adalah anti hipertensi yang memiliki efeksebagai antagonis kanal


kalsium,pada penggunaan secara oral diabsorbsi dengan cepat dan hampir
sempurna (90%) dalam lambung, namun bioavaibilitasnya rendah dan ± 95%
terikat dengan protein plasma. Nifedipin mempunyai waktu paruh yang pendek,
yang menyebabkan penggunaan secara oral harus dengan frekuensi lebih sering.
Hal ini akan berpengaruh pada kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat.
Untuk mengatasi hal tersebut sistem penghantaran obat dengan rute transdermal
dapat menjadi alternatif.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai pengaruh
polimer terhadap karakteristik, profil pelepasan nifedipin dari matriks patch
transdermal secara in vitro dan untuk mengetahui konsentrasi obat dalam darah
kelinci (in vivo) pada formula optimum.
Patch diformulasi dengan tehnik penguapan pelarut. Patch dibuat dalam 6
formula terdiri dari kombinasi polimer EC-PVP (F1, F2, F3) dan EC-HPMC (F4,
F5, F6). Zat aktif, campuran polimer, gliserin dan asam oleat dilarutkan dalam
campuran etanol:klorofom (1:1) dengan bantuan stirer, campuran dituangkan pada
cetakan dan simpan pada suhu kamar hingga kering. Patch yang telah kering
dievaluasi karakteristik fisikokimia dan profil pelepasan secara in vitro. Formula
optimal ditentukan dengan moisture content yang lebih rendah dan nilai fluk yang
paling besar.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa patch nefedipin berwarna kuning,
kering, tidak berbau dan permukaan rata. Ketebalan antara 0,0196 ± 0,0001cm
sampai 0,0003 ± 0,0003 cm. Keseragaman bobot antara 91,16 ± 0,26 mg sampai
95,16 ± 0,12 mg. Moisture content antara1,1068 ± 0,5849% sampai 4,8602 ±
0,4255%. Kadar obat 96,90 ± 1,83% sampai 99,38 ± 0,22%. Pelepasan obat
mengikuti orde Higuchi. Fluks tertinggi terdapat pada formula 6 sebesar 68,20
μg/cm2.menit½dan ditentukan sebagai formula optimum. Pada pengujian iritasi
tidak ditemukan adanya eritema/udema pada kulit kelinci.Pada uji in vivo
konsentrasi dalam plasma (Cmaks) 3,98µg/mL pada menit (tmaks) 960.
Patch nifedipin yang diperoleh dengan metode penguapan pelarut
berwarna kuning dan permukaan rata. Tidak ditemukan interaksi antara obat
dengan polimer.Pengujian karakteristik memenuhi persyaratan.Pelepasan obat
mengikuti orde Higuchi. Formula optimum (F6) melepaskan obat hingga88,77%
denganfluks 68,20 μg/cm2.menit½, tidak menyebabkan iritasi, konsentrasi dalam
plasma (Cmaks) 3,98 µg/mL. Formula ini dapat dikembangkan menjadi sistem
penghantaran obat transdermal.

Kata kunci: nifedipin, patch, fluks, EC, PVP, HPMC

ix
Universitas Sumatera Utara
EFFECT OF THE POLYMER MIXTURE VARIATIONS WITH THE
OLEIC ACID ENHANCER TO THE RELEASEOF THE NIFEDIPIN
FROM THE TRANSDERMAL PATCH MATRIKS IN VITRO AND IN
VIVO

ABSTRACT

Nifedipine is an antihypertensive drug that has action as a calcium channel


antagonist. In the oral usage, nifedipine is rapidly and almost perfectly absorbed
(90%) in the stomach, but having a first cross metabolism, it results in a low
bioavailability and ± 95% bound to plasma proteins. Nifedipine has a short half
timetand henceits oral use should be in a more frequent frequency. This will affect
the patient's compliance in taking the drug. To overcome this problem, the
transdermal route drug delivery system can be an alternative. This study aims to
find out the effect of the polymer on the characteristic,the nifedipine release
profile from the transdermal patch matrix in vitro and the medication
concentration in the rabbit blood (in vivo) in the optimum formula.
The patch was formulated with solvent evaporation techniques. The patch
wasmade in six formulas comprising polymer combination of EC-PVP (F1, F2,
F3) and EC-HPMC (F4, F5, F6). The active substances,the polymers blendwith
different ratios, glycerin and oleic acid were dissolved in the blend of
ethanol:chloroform (1:1) with the help of stirrer, the mixture was poured into the
mold and kept at a room temperature until dry. The dried patch was then evaluated
for its physicochemical characteristics and in vitro release profile. The optimal
formula was determined with a lower moisture content and the greatest flux value
was then.
The characteristic test result shows that the nefedipine patch was
yellow,dry, odorless and flat surface. The thickness was between 0.0196 ±
0.0001cm to 0.0003 ± 0.0003 cm. Uniformity of weight was between 91.16 ± 0.26
mg to 95.16 ± 0.12 mg. Percent moisture content is between 1.1068 ± 0.5849% to
4.8602 ± 0.4255%. Drug content 96.90 ± 1.83% to 99.38 ± 0.22%.The drug
release follows the Higuchi order. The highest flux was found in formula 6 of
68.20 μg/cm2.minute½and determined as the optimum formula. In the irritation
test was not found any erythema/edema in the skin. In vivo concentration testin
plasma (Cmax) 3.98 μg/mL inminute (tmax) 960.
The nifedipine patch obtained by solvent evaporation method had yellow
and flat surface. No interactions between drugs and polymers were found. Tested
characteristics meet the requirements. Drug release follows Higuchi order. The
optimum formula (F6) releasing the drug to 88.77%with flux of 68.20
μg/cm2.minute½, does not cause irritation, concentration in plasma (Cmax) 3.98
μg/mL. This formula can be developed into a transdermal drug delivery system.

Keywords: nifedipine, patch, flux, EC, PVP, HPMC

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL …………………………………………………………....……... i

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ……………………………………... iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ……………..……………….……… iv

SURAT PERNYATAAN ……………………………………………….. v

KATA PENGANTAR …………………………………………………... vi

ABTRAK ………………………………………………………………... ix

ABSTRACT ……………………………………………………………... x

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. xi

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xiv

DAFTAR GAMBAR …………………………….………………...……. xv

DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xix

BAB I PENDAHULUAN ……………………...………...………….. 1

1.1 Latar Belakang ……………...…………...………….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………...………………...………. 5

1.3 Hipotesis ……………………...……………………... 6

1.4 Tujuan Penelitian ……………...…………...……….. 6

1.5 Manfaat Penelitian ……………...…………...…….... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian …………...…………...…. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………...…………… 8

2.1 Sistem Penghantaran Obat Transdermal ……...…….. 8

xi
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Prinsip permiasi transdermal ……………....... 10

2.1.2 Patch transdermal …………………………… 11

2.1.3 Komponen patch transdermal ………………. 11

2.1.3.1 Polimer …………………………… 11

2.1.3.2 Bahan obat ……………………….. 14

2.1.3.3 Peningkat penetrasi (penetration


enhancer) ……………………….... 15

2.1.3.4 Plasticsizer………………………... 16

2.1.4 Mekanisme kontrol laju sistem penghantaran


obat secara transdermal ……………………... 17

2.1.5 Pendekatan pengembangan sistem terapeutik


transdermal (STT) …………........................... 19

2.1.6 Kinetika pelepasan obat …………………….. 23

2.2 Kulit dan Penetrasi Kulit …………………......……... 25

2.2.1 Definisi dan anatomi kulit ……………..…..... 25

2.2.2 Fungsi kulit ……………...……...………….... 28

2.2.3 Rute penetrasi obat …………..........……….... 31

2.2.4 Stratum korneum sebagai penghalang


permeasi kulit ……………………...……....... 31

2.3 Uji Penetrasi In Vitro ……………………………….. 32

2.4 Nepedifin …………………………...……………...... 34

2.5 Bahan Polimer, Peningkat Penetrasi dan Plasticsizer.. 35

2.5.1 Etilselulosa (EC) ………...……...…............... 36

2.5.2 Polivinilpirolidon (PVP) ….……...…………. 37

2.5.3 Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC) …….... 38

2.5.4 Asam oleat ……………………...……...……. 39

xii
Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Gliserin ………………………………...…..... 40

BAB IIIMETODE PENELITIAN …………………...…………….. 41

3.1 Alat dan Bahan ………………………...……………. 41

3.1.1 Alat …………………………...……………... 41

3.1.2 Bahan ……………………………...………… 41

3.2 Prosedur Penelitian ………………………...……….. 42

3.2.1 Pembuatan pereaksi ……………………….... 42

3.2.1.1 Pembuatan Akuades bebas karbon


dioksida ……………………………. 42

3.2.1.2 Pembuatan medium dapar fosfat (pH


7,4) ………………………………… 42

3.2.2 Formula patch transdermal ………………...... 42

3.2.3 Metode pembuatan patch transdermal ……… 42

3.2.4 Pemeriksaaan patch transdermal nepedifin


dengan fourier transformed infrared
spectroscopy(FTIR) ………………………… 43

3.3 Evaluasi Karakteristik Patch Transdermal …………. 43

3.3.1 Visual patch transdermal …………………..... 43

3.3.2 Ketebalanpatch transdermal ........................... 43

3.3.3 Bobot patch transdermal ................................. 43

3.3.4 Kandungan lembab(moisture content)……... 44

3.3.5 Persentase daya serap kelembaban (moisture


uptake) patch transdermal ….…...................... 44

3.3.6 Ketahanan terhadap pelipatan (folding


endurance) patch transdermal ……………… 44

3.7.7 Pembuatan larutan induk baku, penentuan


panjang gelombang serapan maksimum,
pembuatan kurva kalibrasi dan penentuan
kandungan zat aktif dalam patch transdermal 44

xiii
Universitas Sumatera Utara
3.3.7.1 Pembuatan larutan induk baku …… 44

3.3.7.2 Penentuan panjang gelombang


serapan maksimum ………………. 44

3.3.7.3 Pembuatan kurva kalibrasi ……….. 45

3.3.7.4 Penentuan kandungan zat aktif


dalam patch transdermal ………… 45

3.4 Pengujian Penetrasi Secara In Vitro Patch Nepedifin 45

3.4.1 Penyiapan membran biologis dari kulit kelinci 45

3.4.2 Uji transpor nepedifin dalam sediaan patch


transdermal …………………………………. 46

3.4.2.1 Uji penetrasi ……………………… 46

3.4.2.2 Kinetika orde pelepasan…………... 46

3.4.2.3 Penentuan nilai fluks ……………... 46

3.5 Penentuan Formula Optimum ………………………. 47

3.6 Uji Iritasi Kulit …………………..………………….. 47

3.7 Pengujian In VivoPatch Transdermal Nepedifin …... 48

3.7.1 Penyiapan dan pemberian obat secara oral


dan trasdermal pada hewan percobaan ……… 48

3.7.2 Penentuan konsentrasi nifedipin setelah


pemberian obat …………………………….... 48

3.7.2.1 Kurva serapan ……………………. 48

3.7.2.2 Kurva kalibrasi …………………... 48

3.7.2.3 Konsentrasi obat dalam darah ……. 49

3.8 Korelasi In Vitro-In Vivo ……………………………. 49

BABIV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………. 50

4.1 Formulasi patch …………………………………….. 50

xiv
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pemeriksaaan dengan Fourier Transformed Infrared
Spectroscopy (FTIR) ………………………………... 51

4.3 Visual Patch nifedipin ……………………………… 53

4.4 Pengujian Ketebalan ………………………………... 54

4.5 Pengujian Bobot …………………………………….. 56

4.6 Kandungan Lembab (Moisture Content) …………… 57

4.7 Persentase Daya Serap Kelembaban (Moisture


Uptake) Patch Transdermal ………………………… 58

4.8 Pengujian Ketahanan Lipat …………………………. 69

4.9 Pengujian Kadar Nifedipin Patch …………………... 60

4.9.1 Penentuan panjang gelombang nifedipin


dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 ………....... 60

4.9.2 Pembuatan kurva kalibrasi nifedipin dalam


dapar fosfat pH 7,4 …………………………. 61

4.9.3 Kandungan nifedipin dalam sediaan patch


transdermal …………………………………. 62

4.10 Pengujian Secara In Vitro …………………………... 63

4.10.1 Uji penetrasi ……………………………….. 63

4.10.2 Hasil kinetika orde pelepasan ……………... 65

4.10.3 Penentuan nilai fluks ……………………..... 67

4.11 Penentuan Formula Optimum ………………………. 69

4.12 Uji Iritasi Kulit ……………………………………… 70

4.13 Pengujian In VivoPatch Transdermal Nepedifin …... 71

4.13.1 Penyiapan dan Pemberian Obat Secara


Trasdermal Pada Hewan Percobaan ………. 71

4.13.2 Kurva serapan ……………………………... 71

4.13.3 Kurva kalibrasi …………………………….. 72

xv
Universitas Sumatera Utara
4.13.4 Konsentrasi obat dalam darah ……………... 72

4.14 Korelasi In Vitro In Vivo ……………………………. 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………… 76

5.1 Kesimpulan …………………………………………. 76

5.2 Saran ………………………………………………… 76

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………................ 77

LAMPIRAN ……………………………………………………………... 82

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Formula patch transdermal nepedifin ………………............... 42

4.1 Hasil pengamatan visul patch nifedipin ……………………… 53

4.2 Hasil pengujian ketebalan patch nifedipin …………………… 55

4.3 Hasil pengujian bobot patch nifedipin ……………….............. 56

4.4 Hasil pengujianmoisture content patch nifedipin ……………. 57

4.5 Hasil pengujian moisture uptake patchnifedipin ….................. 59

4.6 Hasil pengujian ketahanan lipatan patch nifedipin ……........... 59

4.7 Hasil pengujian kadar nifedipin dalam patch dari tiap formula 63

4.8 Hasil uji penetrasi nifedipin patch transdermal secara in vitro.. 64

4.9 Kinetika pelepasan nifedipin patch transdermal ……............... 66

4.10 Kinetika pelepasan nifedipin patch transdermal model higuchi 67

4.11 Hasil penetuan fluks nifedipin patch transdermal ……………. 67

4.12 Hasil pengujian konsentrasi nifedipin patchtransdermal


dalam plasma darah kelinci …………………………………... 73

4.13 Data obat yang terpenetrasi secara in vitro ph 7,4 vs obat yang
terpenetrasi secara in vivo dari nifedipin patch transdermal …. 74

xvii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian …………………………………….. 7

2.1 Ilustrasi skematik yang menggambarkan hubungan antara


kecepatan pelepasan obat (Rr) dari sistem penghantaran
transdermal dan kecepatan absorbsi obat ……………………. 18

2.2 Penampang STTM-M memperlihatkan komponen struktur


utama …………………………………………………………. 20

2.3 Penampang STTDA, memperlihatkan komponen struktur


utama ………………..………………………………………... 21

2.4 Penampang STTDA-terkontrol dengan menggunakan adhesif


polimer ……………………….................................................. 21

2.5 Penampang Sediaan STT KDM, memperlihatkan komponen


struktur utama ………………………….................................... 22

2.6 Penampang STT MKD, memperlihatkan komponen struktur


utama …………………………………………………………. 23

2.7 Grafik orde 0 …………………………………………………. 24

2.8 Grafik orde 1 …………………………………………………. 24

2.9 Grafik model Higuchi ………………………………................ 25

2.10 Struktur kulit ……………………………................................. 26

2.11 Langkah permeasi obat melewati kulit …………….................. 32

2.12 Sel difusi Franz tipe vertikal …………………………………. 34

2.13 Struktur molekul nifedipin …………………………................ 35

2.14 Struktur molekul etilselulosa …………………………………. 36

2.15 Struktur molekul polivinilpirolidon …………………………. 37

2.16 Struktur hidroksipropil metilselulosa ……………..………….. 38

2.17 Struktur asam oleat …………………………………………… 39

xviii
Universitas Sumatera Utara
2.18 Struktur gliserin ………………………………………………. 40

4.1 Hasil pemeriksaan nifedipin dengan FTIR …………………… 51

4.2 Hasil pemeriksaan nifedipin dan polimer dengan FTIR ……... 52

4.3 Hasil pemeriksaan nifedipin, polimer dan formula dengan


FTIR ………………………………………………………….. 52

4.4 Hasil pengamatan visual patch nifedipin …………………….. 53

4.5 Kurva penentuan panjang gelombang nifedipin ……………… 61

4.6 Kurva kalibrasi nifedipin ……………………………………... 62

4.7 Grafik uji penetrasi nifedipin patch transdermal secara in vitro 64

4.8 Grafik kinetika pelepasan nifedipin patch transdermal model


Higuchi ……………………………………………….............. 66

4.9 Uji iritasi pada kulit kelinci …………………………………... 70

4.10 Penentuan panjang gelombang nifedipin pada uji in vivo ……. 71

4.11 Kurva kalibrasi nifedipin pada uji in vivo ……………………. 72

4.12 Grafikhasil pengujian konsentrasi nifedipin patch transdermal


dalam plasma darah kelinci …………………........................... 73

4.13 Korelasi obat yang terpenetrasi secara in vitro ph 7,4 vs obat


yang terpenetrasi secara in vivo dari nifedipin patch
transdermal ………………………………………………….... 75

xix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

BCS : Biopharmaceutical drug classification system

cm : Centi meter

DMSO : dimetil sulfoksida

EVA : Ethylene vinyl asetat

EC : Etil selulosa

FTIR : Fourier transformed infrared spectroscopy

HPMC : Hidrosipropil metilselulosa

IVIVC : In vitro in vivo coretation

mg : Milligram

mL : Milli liter

mm : Millimeter

PEG : Polietilen glikol

PVP : Polipinilpirolidon

STT : Sistem terapeutik transdermal

STT KDM : Sistem terapeutik transdermal kontrol difusi


matrik

STT MKD : Sistem terapeutik transdermal mikro reservoir


dikontrol disolusi

STTDA : Sistem terapeutik transdermal dispersi adhesif

STTM-M : Sistem terapeutik transdermal dimoderasi


membran

MC : Moisture content

MU : Moisture uptake

LIB : Larutan induk baku

xx
Universitas Sumatera Utara
SD : Standar deviasi

CV : Coifisien variasi

μg : Mikro gram

μm : Mikro meter

xxi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil pengujian ketebalan patch …………………………... 82

2 Hasil pengujian kandungan air (persenmoisture content) ... 84

3 Hasil pengujian daya serap air (persenmoistureuptake) …. 85

4 Kurva penentuan panjang gelombang nifedipin …………... 86

5 Kurva kalibrasi nifedipin ………………………………….. 87

6 Hasil pengujian kadar nifedipin dalam sediaan patch …….. 88

7 Hasil pengujian penetrasi nifedipin patch secara in vitro …. 90

8 Tabulasi orde pelepasan dengan model Higuchi ………….. 122

9 Tabulasi penentuan nilai fluks (μm/cm2.menit1/2) ………… 126

10 Penentuan panjang gelombang nifedipin pada uji in vivo … 132

11 Kurva kalibrasi nifedipin pada uji in vivo ………………… 133

12 Tabulasi konsentrasi nifedipi dalam plasma darah ……....... 134

13 Alat dan proses uji karakteristik patch ……………………. 137

14 Alat dan proses uji in vitro ………………………………... 138

15 Uji iritasi …………………………………………………... 139

16 Alat dan proses uji in vivo ………………………………… 142

17 Sertifikat analisis nifedipin ………………………………... 143

18 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan ……… 145

xxii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nifedipin adalah obat anti hipertensi yang memiliki aksi sebagai antagonis

kanal kalsium.Nifedipin sering digunakan karena mudah didapatkan dan juga

toksisitasnya yang rendah. Nifedipin dalam penggunaannya secara oral diabsorbsi

dengan cepat dan hampir sempurna (90%) dalam lambung, ± 95% terikat dengan

protein plasma akan tetapi kesediaan hayatinya rendah (sekitar 45-75%). Kadar

dalam darah tertinggi dicapai dalam 20-45 menit, waktu paruhnya ± 2,5 jam

dengan masa kerja ± 8-12 jam. Terapi penggunaan antihipertensi jangka panjang

secara oral dengan nifedipin dapat berpengaruh pada kepatuhan dan kenyamanan

pasien dalam mengkonsumsi obat dikarenakan biovaiabilitasnya rendah serta

waktu paruh yang pendek yang menyebabkan frekuensi penggunaan obat yang

lebih sering atau dosis penggunaan harus ditingkatkan.Oleh karena itu rute

transdermal dapat menjadi alternatif sistem penghantaran obat untuk mengatasi

hal tersebut (Moffat, at al., 2004; Tyagi dan Goyal, 2017).

Nifedipin memiliki karakteristik obat yang ideal untuk dibuat dalam

sediaan transdermal antara lain karena nifedipin memiliki berat molekul yang

kecil yaitu kurang dari 500 Da (346,34), kisaran dosis yang kecil (10-40 mg),

waktu paruh yang pendek dan bioavaibilitas oral yang rendah (Moffat, at. al.,

2004). Patch transdermal dapat menjadi alternatif sistem penghantaran obat untuk

dapat menghantarkan sejumlah dosis obat secara terkendali melalui kulit dalam

periode waktu tertentu (Saroha, at al., 2011).

1
Universitas Sumatera Utara
Transdermal patch merupakan suatu sistem penghantaran obat yang dapat

mendistribusikan obat sampai sirkulasi sistemik dengan laju pelepasan terkontrol

menggunakan polimer.Berdasarkan metode formulasinya, transdermal patch

dibagi menjadi dua yaitu tipe matriks dan tipe membran (Jhawat, et al., 2013).

Pada tipe matriks, polimer berikatan dengan obat dan mengendalikan laju

pelepasan obat dari patch, sedangkan pada tipe membran laju pelepasan obat

dikontrol oleh membran (Saroha, at al., 2011). Penelitian ini menggunakan tipe

matriks karena pada tipe ini akan membentuk suatu sediaan patch yang tipis dan

elegan sehingga nyaman untuk digunakan, serta proses pembuatan yang mudah,

cepat dan murah (Tyagi dan Goyal, 2017).

Salah satu komponen penting dalam sediaan patch transdermaladalah

polimer. Polimer berfungsi untuk mengontrol kecepatan pelepasan obat dari

sediaan. Polimer yang digunakan sebagai pembawa ada dua jenis, yaitu hidrofobik

seperti etil selulosa (EC) dan polimer hidrofilik seperti hidroksipropil

metilselulosa (HPMC), polivinilpirolidon (PVP), hidroksipropil selulosa (HPC)

(Yener, et al., 2010; Chauhan, et al., 2015). Penggunaan polimer hidrofobik saja

dapat memperlambat laju pelepasan obat. Semakin tinggi konsentrasi polimer

hidrofobik yang digunakan maka laju pelepasan obat akan semakin lama,

sedangkan penggunaan polimer hidrofilik saja akan menyebabkan polimer cepat

larut sehingga obat akan cepat lepas dari sediaan. Untuk memperoleh pelepasan

obat yang lebih efektif maka perlu menggunakan campuran polimer yang bersifat

hidrofilik dan hidrofobik (Prabhakara, et al., 2010).

Pada sistem matriks, kecepatan pelepasan obat sangat dipengaruhi

kelarutan dan difusivitas obat.Obat terlebih dahulu harus larut dalam polimer baru

2
Universitas Sumatera Utara
dapat dilepaskan dari sistem (Agoes, 2008).Nifedipin cenderung bersifat lipofilik

membutuhkan polimer yang bersifat lipofilik sehingga nifedipin bisa larut

kemudian dilepaskan dari sistem matriks untuk dapat memberikan dosis

awal.Pelepasan nifedipin dari sistem matriks diharapkan dapat dikendalikan dalam

waktu yang lama.Penggunaan polimer yang bersifat hidrofilik dimaksudkan agar

dapat mengendalikan pelepasan nifedipin dengan mengontrol difusi obat (Sharma,

at al., 2013).Pada penelitian ini digunakan kombinasi polimer antara etilselulosa

(EC), polivilnilpirolidon (PVP) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC).

Etilselulosa (EC) merupakan polimer lipofilik yang telah banyak

digunakan dalam sediaan lepas terkendali. Etil selulosa merupakan polimer yang

tidak memiliki karakterisitik mengembang namun memiliki barrier film yang kuat

sehingga akan menghasilkan sediaan patch yang baik dan berfungsi untuk

mengatur kecepatan lepasnya obat dari polimer dengan sistem matriks (Wen dan

Park, 2010). Ketika digunakan dalam pembentukan film/matriks, etilselulosa

dapat kompatibel hampir dengan semua plasticizer, hal ini sangat menguntungkan

pada saat pembuatan patch transdermal dimana plasticizer dibutuhkan untuk

membuat matriks tidak rapuh dan memudahkan sediaan patch transdermal untuk

dapat menempel pada kulit (Alexander, et al., 2012).

Polivilnilpirolidon (PVP) adalah polimer hidrofilik yang dapat

meningkatkan pelepasan obat karena pembentukkan pori dan mencegah

kristalisasi obat dalam matriks (Bharkatiya, et al., 2010).

Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) merupakan salah satu polimer

polisakarida yang bersifat hidrofilik. Pemilihan HPMC dikarenakan HPMC

3
Universitas Sumatera Utara
mudah terhidrasi oleh air, sehinggga akan mengembang dan mempercepat

pelepasan obat dari basisnya. Penggunaan polimer HPMC tanpa adanya rate-

controlling membrane akan melepaskan obat dengan cepat selama uji disolusi

(Kandavilli, et al., 2002).

Kombinasi EC dan HPMC menunjukkan adanya sifat fisikokimia,

karakteristik pelepasan obat, dan drug content yang baik pada sediaan transdermal

patch dengan menggunakan bahan aktif lornosikam, sedangkan kombinasi EC dan

PVP akan membentuk suatu pori yang dapat meningkatkan pelepasan obat

indometasin dari basisnya (Parhi dan Suresh, 2016).

Selain faktor polimer, permeabilitas obat melalui kulit juga merupakan faktor

yang perlu diperhatikan untuk dapat meningkatkan ketersediaan hayati.Stratum

korneum adalah faktor pembatas kecepatan dalam pengambilan obat secara

perkutan.Peningkat penetrasi yang dibutuhkan khususnya untuk obat yang

lipofilik seperti nifedipin adalah peningkat penetrasi yang dapat mengurangi

fungsi penghalang stratum korneum dan meningkatkan partisi obat menuju

stratum korneum (Tyagi dan Goyal, 2017).Asam oleat dapat meningkatkan

penetrasi senyawa-senyawa yang bersifat hidrofilik atau lipofilik.Asam oleat

bekerja dengan memodifikasi lapisan lemak dari startum korneum untuk

membentuk rantai panjang asam lemak dengan konfigurasi cis. Asam oleat

bekerja sebagai peningkat penetrasi dengan membentuk lapisan lipid baru

bersama lapisan lipid stratum korneum untuk menurunkan kapasitas fungsi sawar

kulit (Williams dan Barry, 2004). Pada literatur lain juga disebutkan bahwa asam

oleat menurunkan suhu fase transisi lapisan lemak kulit dengan meningkatkan

fluiditas kulit dan menurunkan resistensi difusi (Roderick dan Eric, 1996).

4
Universitas Sumatera Utara
Asam oleat memberikan peningkatan penetrasi dan penyebaran aspirin

paling baik dalam sediaan gel dibandingkan penggunaan enhancer lain seperti

metil myristat, limonene, DMSO, Urea, –cyclodextrin (bCyD), dan

hydroxypropyl–bCyd (HPbCyD). Pada konsentrasi asam oleat 5% dan 10%

memberikan peningkatan yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 20% (Ammar,

et al, 2007). Pada penelitian formulasi transdermal ketoprofen bersama dengan

enhancer asam oleat 5% menunjukkann waktu pelepasan obat terpendek serta

memberikan peningkatan penetrasi paling kuat dibandingkan dengan enhancer

kimia lainnya seperti lauric acid, capric acid, dan caprylic acid konsentrasi 5%

(Wongpayapkul, et al., 2006).

Paparan di atas mengharapkan dilakukannya penelitian untuk melihat

pengaruh penggunaan polimer EC, PVP dan HPMC terhadap karakteristik dan

pelepasan nifedipin dalam sediaan patch transdermal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dirumuskan masalah sebagai berikut:

a. bagaimana pengaruh variasi polimer EC, PVP dan HPMC terhadap

karakteristik matriks patch nifedipin?

b. bagaimana pengaruh variasi polimer EC, PVP dan HPMC terhadap profil

pelepasan nifedipin dari matriks patch trandermal secara in vitro?

c. apakah formula optimum dapat melepaskan nifedipin dari matriks patch

transdermal secara in vivo?

5
Universitas Sumatera Utara
1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. variasi polimer EC, PVP dan HPMC berpengaruh terhadap karakteristik

matriks patch nifedipin.

b. variasi polimer EC, PVP dan HPMC berpengaruh terhadap profil pelepasan

nifedipin dari matriks patch trandermal secara in vitro.

c. formula optimun dapat melepaskan nifedipin dari matriks patch transdermal

secara in vivo.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

a. mengetahui pengaruh variasi polimer EC, PVP dan HPMC terhadap

karakteristik matriks patch nifedipin.

b. mengatahui pengaruh variasi polimer EC, PVP dan HPMC terhadap profil

pelepasan nifedipin dari matriks patch transdermal secara in vitro.

c. mengatahui jumlah nifedipin yang terpenetrasi dari matriks patch transdermal

pada formula optimum secara in vivo.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan patch transdermal

nifedipin dengan pelepasan terkendali sehingga bisa menjadi masukan untuk

pengahantaran nifedipin sebagai obat hipertensi.

6
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1

berikut.

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

1. interaksi antar
bahan (FTIR)
2. visual (warna,
tekstur, bau)
3. ketebalan
Karakteristikpatc 4. bobot
5. kelembaban
6. % daya serab
7. ketahanan lipatan
8. kadar zat aktif

variasi polimer
EC, PVP dan Uji penetrsi Konsentrasi obat yang
HPMC dengan secara berpenetrasi, orde
peningkat in vitro reaksi dan nilai fluks
penetrasi Asam

Uji iritasi kulit


Eritema, udema
kelinci

Uji in vivo Konsentrasi obat dalam


formula optimal darah kelinci percobaan

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

7
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Penghantaran Obat Transdermal

Sistem penghantaran obat transdermal adalah suatu sistem penghantaran

obat yang menfasilitasi obat menembus kulit kemudian masuk ke peredaran darah

untuk memperoleh efek sistemik. Pemanfaatan kulit sebagai rute penghantaran

obat sistemik sampai tahun 1950-an belum dieksploitasi baik secara komersial

maupun secara saintifik. Pengembangan sediaan berbentuk salap yang

mengandung obat seperti nitrogliserin dan senyawa salilisilat, membantah

anggapan klasik bahwa kulit merupakan lapisan yang tidak dapat ditembus

(impermeable), secara sederhana ternyata kedua obat tersebut menunjukkan

efektivitas terapeutik.Jauh sebelumnya telah ditemukan bahwa pekerja di industri

zat warna di Jerman banyak menderita penyakit kanker ginjal dan pada waktu itu

sudah ada kecurigaan bahwa zat warna karsinogenik dapat mencapai ginjal

melaliu kulit (transdermal) (Agoes, 2008).

Sistem transdermal terapeutik yang pertama dirancang untuk penghataran

obat melalui kulit supaya diabsorbsi telah dikembangkan pada tahun 1980-an oleh

perusahaan Alza.Sistem ini dirancang untuk menghantarkan bahan obat

scopolamin pada kulit dibelakang telinga untuk absorbsi sitemik yang memiliki

indikasi untuk pencegahan mual dan muntah dalam perjalanan (mabuk

perjalanan/motion sickness) (Ansel, 2005).

Kini, sistem pengantaran obat transdermal semakin berkembang seiring

berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan serta menjadi ketertarikan

8
Universitas Sumatera Utara
tersendiri dalam penelitian dan komunitas pelayanan kesehatan (Ansel,

2005).Dalam pengembangan sediaan transdermal, perlu dipahami dengan baik

pengetahuan tentang anatomi kuli, pengetahuan tentang sifat (fisiologi) kulit, sifat

kulit sebagi penghalang masuknya faktor eksternal dan metode/cara yang dapat

diaplikasikan untuk mengubah karakteristik permeabilitas kulit.Jadi, dapat

dikatakan bentuk sediaan transdermal memiliki keuntungan, kerugian dan

permasalahan (Agoes, 2008).

Beberapa keuntungan sistem penghantaran obat transdermal yaitu:

a. sistem ini dapat menghindari kesulitan absorpsi obat di saluran cerna yang

disebabkan oleh pH saluran cerna, aktivitas enzim, interaksi obat dengan

makanan, minuman atau obat lain yang diberikan secara oral.

b. sistem ini dapat menjadi alternatif rute pemberian obat melalui mulut ketika

rute pemberian oral tidak sesuai khususnya pasien mengalami muntah dan atau

diare.

c. sistem pengahantaran obat transdermal dapat menghindari first-pass effect,

yaitu ketika obat dimetabolisme oleh hati secara cepat sehingga jumlah obat

yang mencapai sirkulasi sistemik jauh berkurang dikarenakan obat mengalami

deaktivasi oleh enzim yang ada di hati.

d. sistem ini bersifat noninvasif sehingga dapat menghindari ketidak nyamanan

penggunaan terapi parenteral yang bersifat invasif

e. sediaan yang diberikan dengan sistem penghantaran transdermal dapat

memberikan efek terapi yang lama dengan sekali pemakaian sehingga akan

meningkatkan kenyamanan pasien bila dibandingkan dengan sediaan lainnya

yang memerlukan pemberian yang sering untuk mencapai dosis terapi.

9
Universitas Sumatera Utara
f. aktivitas obat yang mempunyai waktu paruh yang pendek dapat diperpanjang

dan dikendalikan pelepasannnya dengan sistem penghantaran ini

g. Efek terapi obat bisa segera dihentikan pada sediaan dengan sistem

penghantaran transdermal yaitu dengan cara menghilangkan atau melepaskan

aplikasi pemakaian obat dari permukaan kulit (Tyagi dan Goyal, 2017).

Kerugian bentuk sediaan transdermal:

a. tidak praktis dan tidak memungkinkan untuk obat dosis besar

b. menimbulkan masalah jika formulasi obat menyebabkan kepekaan dan atau

iritasi kulit

c. obat dimetabolisme secara ekstensif di kulit

d. obat yang berbobot molekul besar tidak dapat berdifusi melalui kulit (Tyagi

dan Goyal, 2017).

Masalah yang terkait dengan bentuk sediaan transdermal:

a. keterbatasan permeabilitas obat pada kulit (dalam beberapa hal dapat diatasi

dengan penambahan peningkat penetrasi)

b. hanya dapat diaplikasikan untuk obat dengan dosis rendah

c. kemungkinan menimbulkan reaksi iritasi atau hipersensitifitas

d. permasalahan yang menyangkut adhesi

e. variasi permeabilitas kulit (inter dan intrasubjek) (Agoes, 2008).

2.1.1 Prinsip permeasi transdermal

Kulit merupakan penghalang (barrier) yang bersifat protektif dan

impermeabel namun ternyata kulit dapat dijadikan sebagai rute pemberian obat

secara sistemik. Berikut tahapan transpor obat dengan patch menuju sirkulasi

sistemik:

10
Universitas Sumatera Utara
a. difusi obat dari reservoir obat menuju membran yang mengontrol kecepatan.

b. difusi obat dari membran yang membatasi/mengontrol kecepatan menuju

stratum korneum

c. penyerapan oleh stratum korneum dan penetrasi melalui epidermis

d. pengambilan obat oleh jaringan kapiler yang berada dalam lapisan dermal

e. menimbulkan efek terapeutik (Patel, et al., 2012)

2.1.2 Patch transdermal

Patch transdermal adalah bentuk sediaan seperti plester yang ditempelkan

pada kulit menghantarkan dosis pengobatan yang spesifik melewati kulit

(transdermal) menuju peredaran darah. Patch transdermal dibuat dengan

menggunakan membran khusus yang dapat mengontrol kecepatan dimana obat

yang terkandung dalam sistem reservoir atau matriks dalam patch yang dapat

menembus kulit dan masuk ke peredaran darah. Beberapa obat dapat dicampur

dengan zat yang berfungsi sebagai peningkat penetrasi obat ke kulit seperti

alkohol yang dapat meningkatkan kemampuan obat berpenetrasi ke kulit agar obat

dapat dihantarkan dalam sistem patch (Patel, et al., 2012)

2.1.3 Komponen patch transdermal

2.1.3.1 Polimer

Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

polimer dalam sistem penghantaran transdermal.Polimer yang digunakan harus

stabil, nonreaktif dengan obat, mudah dibuat dalam bentuk sediaan yang

diinginkan dan harga yang terjangkau.Sifat dari polimer seharusnya dapat

membuat obat berdifusi dengan baik dan karakter mekanis polimer tidak

memburuk ketika banyak jumlah zat aktif yang ditambahkan kedalamnya. Polimer

11
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan juga harus biokompatibel dengan obat dan komponen lain

contohnya seperti peningkat penetrasi (penetration enhancer). Komponen yang

digunakan dalam sistem penghantaran transdermal antara lain adhesif, membran

yang mengontrol kecepatan (rate controling membrane), lapisan penyokong

(backing layer), dan lapisan pelindung. Komponen eksipien lainnya yang dapat

digunakan adalah adhesive modifiers dan permeation enhancers (Alexander, et

al., 2012).

a. Lapisan adhesif (adhesive layer)

Lapisan adhesif adalah material utama yang bertanggungjawab dalam

menghasilkan ikatan antara kulit dan sediaan patch.Lapisan ini dapat pula

digunakan untuk membawa obat yang terdispersi dalam matriks atau

kompartemen yang mengandung obat (larutan atau suspensi) dimana obat telah

dapat dilepaskan matriks atau kompartemen oleh adanya membran yang

mengontrol difusi untuk selanjutnya dapat berpermeasi melalui membran adhesif

menuju kulit.Lapisan adhesif dapat berupa larutan pelarut organik, emulsi cair

atau bulk solid.Pelarut organik/adhesif cair biasanya dikombinasi dengan eksipien

lainnya sebelum dikeringkan untuk menghasilkan matrik adhesif.Bulk solid dapat

dilarutkan dalam proses formulasi atau dicairkan dengan komponen lainnya dalam

matriks adhesif. Ada tiga tipe polimer adhesif yang sensitif terhadap tekanan yang

biasakan digunakaan dalam sediaan transdermal yaitu kopolimer akrilat, polimer

silikon dan karet (Watkinson, 2012)

b. Membran pengontrol kecepatan (rate controlling membrane)

Langkah dasar untuk dapat mengontrol pelepasan obat adalah

mendispersikan obat dalam matriks polimer yang inert.Dalam sistem ini obat

12
Universitas Sumatera Utara
secara fisik dicampur dengan polimer (lipofilik dan hidrofilik) dan kemudian

polimer yang berisi obat dicetak dalam suatu piringan dengan luas permukaan

tertentu dan ketebalan terkontrol.Contoh membran pengontrol kecepatan adalah 2-

hidroksi-phenoxypropylacrylate, 4-hidroksibutil akrilat, hidroksipropilmetil

selulosa (Alexander, et al., 2012; Watkinson, 2012). c. Film penyokong (backing

film)

Film penyokong atau backing film berfungsi untuk memberikan

perlindungan terhadap matriks adhesif selama penyimpanan, struktur fisik matriks

adhesif.Backing film harus kuat dan memiliki adhesi yang permanen dengan

matriks, inert terhadap komponen matriks, tidak mengiritasi, memiliki

oklusifitas/permeabilitas yang cukup, nyaman digunakan dan secara estetika dapat

diterima.Contoh backing film yang dapat digunakan Polyester and campuran

ethylene vinyl asetat (EVA) (Alexander, et al., 2012; Watkinson, 2012). d.Lapisan

pelindung

Lapisan pelindung berfungsi sebagai proteksi terhadap matriks adhesif

selama penyimpanan dan dibuang sebelum digunakan oleh pasien.Lapisan

pelindung merupakan polimer film dengan energi pelapis yang rendah yang terikat

dan berkontak dengan permukaan lapisan adhesif.Lapisan pelindung yang

biasanya dapat digunakan polipropilen, polivinilklorida, polietilen, polimer

silikon, flourokarbon, flourosilikon (Watkinson, 2012) e. Adhesive modifier

Adhesive modifier adalah senyawa yang digunakan untuk memperbaiki

performa lapisan adhesif dengan memperbaiki sifat elastik dan viskositas lapisan

13
Universitas Sumatera Utara
adhesif, sifat sensitivitas tekanan lapisan adhesif terhadap obat dan enhancer yang

terdapat dalam matriks adhesif.

Modifikasi yang dilakukan oleh Adhesive modifier dapat berupa

mengeraskan lapisan dan melembutkan adhesif.Filler dapat ditambahkan untuk

melawan efek enhancer atau obat yang berada dalam lapisan adhesif.Materi yang

digunakan umumnya berbentuk padatan yang tidak terlarut (polimer, metal

oksida) yang bertujuan untuk memperlambat pengentalan matriks adhesif dan

memudahkan lapisan adhesif dapat menempel (Watkinson, 2012).

2.1.3.2 Bahan obat

Beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat yang

akan dibuat dalam sediaan patch transdermal:

a. obat harus memiliki dosis kecil (tidak boleh lebih dari 40-50 mg/ hari).

b. waktu paruh (t 1/2) < 10 jam.

c. biaovaibilitas oral rendah.

d. obat harus memilki koefisien partisi yang cukup yang memungkinkan partisi

obat dari pembawa menuju daerah interseluler stratum korneum yang

kemudian diikuti oleh difusi dalam lingkungan yang relatif lipofilik.

e. massa molekul obat < 500 Da, molekul dengan massa yang lebih besar dari

500 Da memiliki permeasi yang kurang baik

f. obat yang bermuatan ionik memiliki kemampuan permeasi yang kurang baik

dikarenakan koefisien permeabilitas yang rendah sehingga tidak cocok untuk

sistem penghantaran transdermal.

g. obat tidak boleh menimbulkan iritasi (Watkinson, 2012)

14
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.3 Peningkat penetrasi (penetration enhancer)

Peningkat penetrasi (Penetration Enhancer) adalah suatu senyawa kimia

yang digunakan dengan tujuan meningkatkan kecepatan dan jumlah obat yang

berpenetrasi ke kulit. Peningkat penetrasi yang ideal sebaiknya:

a. non toksik, tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan respon alergi

b. tidak berbau dan bewarna

c. kompatibel dengan eksipien lainnya

d. bekerja dengan cepat dengan aktivitas dan durasi efek yang dapat diprediksi

dan reprodusibel

e. tidak memilki efek farmakologis

f. memudahkan obat berpenetrasi ke kulit dan mencegah hilangnya materi

endogen di kulit

g. ketika dibersihkan atau efek enhancer telah menghilang, sifat barrier kulit

dapat kembali utuh seperti semula dengan cepat (Lopez dan Merino, 2010)

Beberapa mekanisme kerja dari peningkat penetrasi antara lain:

a. bekerja pada keratin interselular stratum korneum dengan merusak atau

memodifikasi konformasinya yang selanjut menyebabkan pengembangan dan

meningkatnya hidrasi, bekerja dengan mempengaruhi desmosom yang

memilihara kohesi antar korneosit

b. memodifikasi daerah lipid interselular yang mengurangi tahanan pengahalang

dari lipid bilayer dengan mengganggu susunan lipid sehingga membuatnya

lebih permeabel dan meningkatkan koefisien difusi penetran.

c. menggangu kondisi lingkungan di stratum korneum dan meningkatkan partisi

obat, kosolven, coenhancer masuk ke dalam stratum korneum.

15
Universitas Sumatera Utara
Contoh peningkat permeasi yang dapat digunakan antara lain air,

hidrokarbon alkohol, asam amino, amida, ester asam lemak, surfaktan, terpen,

minyak esensial dan terpenoid, sulfoksida, derivat siklodektrin, kitosan

(Alexander, et al., 2012).

2.1.3.4 Plasticsizer

Dalam sistem transdermal, plasticizer digunakan untuk mengurangi

kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas polimer.Plasticizer adalah cairan

organik umumnya non-volatile atau padatan dengan suhu leleh yang rendah,

ketika ditambahkan ke dalam polimer akan menyebabkan perubahan fisik dan

karakteristik mekanik material. Setelah penambahan plasticizer, fleksibilitas

polimer akan meningkat karena gaya antar molekul polimer akan melonggar.

Banyak polimer untuk mengurangi kerapuhannya perlu menambahkan plasticizer

dalam formulasi.Plasticizer dengan berat molekul rendah lebih baik dibandingkan

dengan plasticizer dengan berat molekul tinggi, karena Plasticizer dengan berat

molekul rendah lebih mudah menembus ruang antara polimer dan dapat

berinteraksi dengan kelompok-kelompok fungsional tertentu dari polimer, dengan

menambahkan plasticizer ke dalam polimer, diharapkan sifat mekanis seperti daya

tarik, elongasi dan fleksibilitas polimer akan meningkat (Patel, et al., 2012).

Plasticsizer umumnya digunakan dalam formulasi berkisar 5-20 %, contoh

plasticsizer yang dapat digunakan antara lain gliserol atau sorbitol (20%), ester

phtalat, ester, ester asam lemak, derivat glikol seperti PEG 200 dan PEG 400.

Pemilihan plasticsizer yang tepat berserta konsentrasinya dapat mempengaruhi

sifat mekanik dan juga permeabilitas obat (Alexander, et al., 2012).

2.1.4 Mekanisme kontrol laju sistem penghantaran obat secara transdermal

16
Universitas Sumatera Utara
Obat yang secara sistematik dapat mencapai jaringan target dari rute

pemberian (permukaan kulit) tentu memiliki sifat fisikokimia yang dapat

menfasilitasi penyerapan obat melalui stratum korneum, penetrasi obat menuju

epidermis dan juga pengambilan obat oleh lapisan papiler dermal. Kecepatan

permeasi (dQ/dt) menembus beberapa lapisan jaringan kulit dapat dijelaskan

dalam persamaan berikut:

(2.1)

Dimana Cd (konsentrasi penetran kulit di fase donor) dan Cr (konsentrasi obat di

permukaan stratum korneum/fase reseptor) dan Ps (koefisien permeabilitas),

secara keseluruhan di jaringan kulit ke penetran yang didefinisikan sebagai

berikut:

(2.2)

Dimana: Ks adalah koefisien partisi antar muka molekul yang berpenetrasi dari

sistem penghantaran menuju stratum korneum, Dss adalah difusivitas nyata untuk

difusi steady state molekul penetran melalui jaringan kulit dan hs adalah ketebalan

keseluruhan jaringan kulit untuk penetrasi. Koefisien permeabilitas memiliki nilai

yang konstan jika Ks/Dss dan hs konstan dibawah kondisi yang ditetapkan.

Berdasarkan Persamaan 2.1 untuk mencapai kecepatan permeasi yang konstan

membutuhkan kondisi yaitu konsentrasi obat pada stratum korneum (Cd)

konsisten dan secara substansial lebih besar dibandingkan konsentrasi obat dalam

tubuh (Cr), atau dengan kata lain Cd>>Cr. Berdasarkan kondisi tersebut maka

dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:

(2.3)

17
Universitas Sumatera Utara
Kecepatan permeasi kulit (dQ/dt) seharusnya konstan jika besarnya nilai

Cd konstan selama terjadi permeasi kulit. Hal yang dilakukan untuk menjaga

kondisi Cd pada nilai yang konstan diperlukan kecepatan penghantaran obat (Rr)

yang besar dibandingkan kecepatan absorbsi melalui kulit (Ra), atau dengan kata

lain Rr>>Ra (Gambar 2.1).Dengan membuat Rr lebih besar dari Ra maka

konsentrasi obat pada permukaan kulit (Cd) dapat dijaga dalam tingkatan yang

sama atau lebih besar dari kesetimbangan (saturasi) kelarutan obat dalam stratum

korneum ( ) atau dengan kata lain Cd ≥ dan kecepatan maksimum permeasi

kulit ( ) dapat digambarkan sebagai berikut:

( )
(2.4)

Besarnya nilai( ) ditentukan oleh koefisien permeabilitas kulit (Ps) dari obat dan kesetimbangan
kelarutan obat dalam stratum korneum( ) (Agoes, 2008).

Gambar 2.1 Ilustrasi skematik yang menggambarkan hubungan antara


kecepatan pelepasan obat (Rr) dari sistem penghantaran
transdermal dan kecepatan absorbsi obat (Agoes, 2008).
2.1.5 Pendekatan pengembangan sistem terapeutik transdermal (STT)

18
Universitas Sumatera Utara
Berbagai teknologi telah berhasil dikembangkan untuk medapatkan suatu

mekanisme yang mengontrol kecepatan dan permiasi obat. Teknologi ini dapat

dikelompokkan dalam 4 kelompok pendekatan, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Sistem penghantaran transdermal dimoderasi membran (STTM-M) (membran-


moderated transdermal drug delivery system)

Pada sistem STTM-M reservoir obat secara total dienkapsulasi dalam satu

kompartemen cetak (shallow) hasil peleburan obat laminat metalik plastik dan

suatu membran polimer yang mengontrol kecepatan. Pelepasan molekul obat

hanya melalui membran polimer yang mengontrol kecepatan.Pada kompartemen

reservoir obat, obat padat baik dalam bentuk terdispersi secara homogen dalam

suatu matrik polimer padat (misal adhesif fenil isobutilen) maupun terdispersi

dalam cairan kental (misal silikon cairan) membentuk suatu suspensi seperti

pasta.Membran pengontrol kecepatan dapat berupa membran polimer

mikroporous atau nanoporous (missal kopolimer etilen vinilasetat) dengan

permeabilitas obat tertentu.Pada permukuaan luar dari membran polimer terdapat

lapis tipis polimer adhesif peka tekanan yang kompaktibel, dan hipoalergenik

(missal adhesif silikon atau poliisobutilen) agar dapat terjadi kontak intensif

antara sistem terapeutik transdermal dengan permukaan kulit.

Kecepatan pelepasan obat dari tipe sistem penghantaran transdermal ini

dapat diatur dengan cara memvariasikan komposisi polimer, koifisien

permeabilitas, dan/atau ketebalan dari membran pengontrol kecepatan dan

adhesif. Contoh sediaan yang sudah berhasil dikembangkan melalui teknologi ini

adalah transdermal Nitro oleh Ciba (nitrogliserin) untuk pengobatan angina sekali

sehari, transdermal Scop oleh Ciba (skopolamin) selama 3 hari untuk

perlindungan dari mabuk perjalanan dan Catapres oleh Boehringer Ingelhim

19
Universitas Sumatera Utara
(klonidin) untuk pengobatan hipertensi selama 1 minggu. Penampang sistem

STTM-M ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut (Agoes, 2008).

Gambar 2.2 Penampang STTM-M memperlihatkan komponen struktur utama


(sumber Agoes, 2008)

2. Sistem penghataran obat transdermal tipe dispersi adhesif (STTDA) (adhesive


dispersion-type transdermal drug delivery System)

Berbeda dengan sistem STTM-M, pada sistem STTDA ini reservoir obat

diformulasikan dengan cara mendispersikan obat dalam satu polimer adhesif

(misal poliisobutilen atau poliakrilat). Kemudian adhesif medicated desebarkan

dengan cara pelarutan atau peleburan pada suatu lembaran rata lapisan belakang

penunjang (backing) yang impermeabel untuk membentuk satu atau lebih

reservoir obat (Gambar 2.3). Pada bagian atas lapisan reservoir obat diberikan satu

lapis tipis nonmedicated.Lapisan ini merupakan polimer adhesif yang mengontrol

kecepatan dengan permeabilitas spesifik, digunakan untuk menghasilkan STTDA

(Agoes, 2008).

20
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Penampang STTDA, memperlihatkan komponen struktur utama
(sumber Agoes, 2008)

Sistem Penghataran Obat Transdermal Tipe Dispersi Adhesif (STTDA) ini

telah diaplikasiakan dalam sediaan yang dipasarkan Frandol-tape di jepang untuk

pengobatan angina pektoris sekali sehari. Sebagai alternatif STTDA ini dapat

dimodifikasi agar kadar obat (loading) dapat divariasikan untuk membentuk

gradiaen reservoir obat melalui lapisan multilaminat lapis adhesif (STTDA

terkontrol), seperti pada Gambar 2.4. Contoh teknologi sediaan ini yang sudah

dipasarkan adalah Deponit dari Schwartz Pharma (nitrogliserin) (Agoes, 2008).

Gambar 2.4 Penampang STTDA-terkontrol dengan menggunakan adhesif


polimer (sumber Agoes, 2008)

21
Universitas Sumatera Utara
3. Sistem penghataran obat trensdermal kontrol difusi matrik (STT KDM)/(matrix
difusion-controlled transdermal drug delivery sistems)

Pendekatan ketiga, reservoir obat dibentuk dengan cara mendispersikan

obat padat secara homogen dalam suatu matriks polimer hidrofilik atau hidrifobik,

campuran obat tersebut kemudian dilebur dan dicetak dalam bentuk disket obat

dengan luas permukaan tertentu dan ketebalannya dikontrol. Disket yang

merupakan reservoir obat mengandung polimer kemudian disatukan pada suatu

plat datar oklusif yang terbuat dari aluminium foil (base plate) dalam suatu

kompartemen yang dipabrikasi dengan lapis pelindung belakang (backing) plastik

yang impermiabel (Gambar 2.5). Contoh produk STT KDM yang sudah beredar

dipasaran adalah Nitro-Dur oleh Key (nitrogliserin) untuk pengobatan angina

pektoris sekali sehari. Konsep yang sama (paten) dibuat pula untuk pemberian

estradiol diasetat dan Verapamil (Agoes, 2008).

Gambar 2.5 Penampang sediaan STT KDM, memperlihatkan komponen


struktur utama (sumber Agoes, 2008)

4. Sistem penghataran obat trensdermal mikro reservoir dikontrol disolusi (STT


MKD)/(micro reservoir dissultion-controlled transdermal drug delivery
sistems)

Sistem penghataran obat tipe mikro reservoir dianggap sebagai hibrid dari

sistem reservoir dan matrik tipe dispersi. Dalam pendekatan ini, reservoir obat

terbentuk pertama dengan mensuspensikan partikel padat obat dari larutan air dari

polimer larut air (misal polietilen glikol), dan kemudian mendispersikan suspensi

22
Universitas Sumatera Utara
obat secara homogen dalam suatu polimer lipofilik, dengan forsa mekanik

menggunakan tekanan gojok (shear) tinggi yang akan membentuk ribuan sfer

mikroskopik dan reservoir obat yang tidak melepaskan bahan obat (unleachabele)

Dipersi yang secara termodinamika tidak stabil, dengan cepat distabilkan oleh

terjadinya sambung silang polimer in situ yang menghasilkan disket polimer obat

dengan luas permukaan konstan dari ketebalan tetentu (fixed). Sistem terapeutik

transdermal dihasilkan dengan cara menempatkan disket polimer obat pada satu

bagian tengah dan pada adhesif (Gambar 2.6) (Agoes, 2008).

Gambar 2.6 Penampang STT MKD, memperlihatkan komponen struktur utama


(sumber Agoes, 2008)

2.1.6 Kinetika pelepasan obat

Beberapa teori dan model kinetik telah digunakan untuk menggambarkan

karakteristik pelepasan obat untuk sediaan dengan pelepasan segera (immediate

released) dan sediaan pelepasan dimodifikasi (modified released) dengan

menggunakan data disolusi dan nilai interpretasi kuantitatif yang dihasilkan dari

uji disolusi dan dengan persamaan matematika akan menerjemahkan kurva

disolusi dalam fungsi beberapa parameter yang berkaitan dengan bentuk sediaan

farmasi. Kinetika pelepasan zat aktif dari suatu sediaan yang pelepasannya

dimodifikasi dapat diperoleh dengan persamaan orde nol, orde satu dan Higuchi.

23
Universitas Sumatera Utara
a. Kinetika pelepasan orde nol

Kinetika orde nol menggambarkan sistem dimana kecepatan pelepasan

obat konstan selama periode waktu tanpa dipengaruhi oleh konsentrasi obat

(Gambar 2.7). Aplikasinya, hubungan (jumlah obat akumulatif vs waktu) ini dapat

digunakan untuk menggambarkan disolusi obat dari beberapa jenis sediaan

farmasi yang sistem pelepasan obatnya dimodifikasi seperti sistem transdermal,

matriks tablet dengan karakteristik obat yang kelarutannya rendah, sistem osmotik

(Dash, 2010).

100
obat yang terlepas
Persen kumulatif

80
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu
Gambar 2.7 Grafik orde 0

b. Kinetika pelepasan orde satu

Pada kinetika pelepasan obat dengan orde 1, kecepatan pelepasan obat

bergantung pada konsentrasi obat (Gambar 2.8). Aplikasinya, hubungan ini (log C

Vs T) dapat digunakan untuk menggambarkan disolusi obat dalam bentuk sediaan

farmasi yang mengandung obat yang larut air dalam pori matriks (Dash, 2010).
Log persen kumulatif

obat yang terlepas

Waktu
Gambar 2.8 Grafik orde 1

24
Universitas Sumatera Utara
c. Model Higuchi

Higuchi memperkenalkan model ini pada tahun 1961 untuk

menggambarkan pelepasan obat dalam sistem matriks.Menurut model higuchi,

pelepasan obat dari suatu matriks yang tidak larut berbanding lurus dengan akar

waktu dan berdasarkan difusi Fickian diartikan bahwa pelepasan zat aktif

dipengaruhi oleh waktu (Gambar 2.8). Zat aktif semakin lama akan dilepaskan

dengan kecepatan yang rendah, hal ini dikarenakan jarak difusi aktif semakin

panjang (Banakar, 1992). Aplikasinya, model ini dapat digunakan untuk

menggambarkan disolusi obat dari bentuk sediaan farmasi yang dimodifikasi

seperti system transdermal dan matriks tablet dengan obat yang larut air (Dash,

2010).

100
Persen kumulatif obat yang

80

60
terlepas

40

20

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Akar waktu
Gambar 2.9 Grafik model Higuchi

2.2 Kulit Dan Penetrasi Kulit

2.2.1 Definisi dan anatomi kulit

Kulit merupakan salah satu organ yang paling penting dari tubuh

manusia.Kulit menutupi area tubuh manusia dewasa seluas ± 2m2. Organ

multilayer ini menerima ± 1/3 dari total volume darah dalam tubuh manusia. Kulit

25
Universitas Sumatera Utara
adalah organ tubuh yang terletak paling luar, merupakan organ yang esensial dan

vital bagi manusia.Secara garis besar kulit tersusun tersusun atas tiga lapisan

utama yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan hipodermis.Tidak ada

garis tegas yang memisahkan dermis dan hypodermis, ditandai dengan adanya

jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Patel, et al., 2012).

Gambar 2.10 Struktur kulit

a. Lapisan epidermis

Epidermis merupakan lapisan terluar pada kulit. Lapisan epidermis

memiliki ketebalan yan berbeda-beda tergantung dari ukuran sel dan jumlah

lapisan dari sel epidermis, nilainya antara 0,8 mm pada telapak tangan dan kaki

hingga 0,06 mm pada kelopak mata (Patel, et al., 2012).

Epidermis atas terdiri dari epidermis hidup dan stratum

corneum.Epidermis hidup menujukkan sifat seperti hidrogel.Dalam bentuk

hidrogel epidermis tersebut tidak menunjukkan penghalang penetrasi secara

signifikan.Andai kata stratum korneum mengalami kerusakan atau jika yang

digunakan adalah obat yang bersifat lipofilik maka stratum korneum dapat

26
Universitas Sumatera Utara
merupakan faktor pembatas kecepatan dalam pengambilan obat secara perkutan

(Agoes, 2008).Sel-sel epidermis, keratinosit, berpindah dari lapisan bawah ke

lapisan epidermis atas membangun sejumlah besar keratin dan mengembangkan

kulit luar yang keras. Setelah sel-sel mencapai lapisan atas maka akan mengelupas

secara spontan. Jika hal ini menjadi abnormal kulit bisa terlihat bersisik.Lapisan

epidermis terdiri atas stratum korneum (memiliki ketebalan ±10 μm ketika kering

dan mampu mengembang dan membengkak ketika terhidrasi, tersusun atas 10-25

lapisan sel keratin yang disebut korneosit), stratum lusidum, stratum granulosum,

stratum spinosum, dan stratum basale (Patel, et al., 2012).

Lapisan tanduk dari epidermis terletak paling luar dan tersusun atas tiga

lapisan sel yang membentuk epidermis yaitu stratum korneum, stratum lusidum,

stratum granulosum.Stratum korneum terdiri dari sel mati berkeratin berbentuk

dan tersusun berlapis-lapis, selnya tipis, datar seperti sisik dan terus menerus

dilepaskan.Stratum lusidum, selnya mempunyai batas tegak tetapi tidak ada

intinya, menunjukkan sebagai daerah sawar hanya terlihat pada telapak kaki dan

telapak tangan. Sedangkan stratum granulosum merupakan selapis sel yang jelas

tampak berisi inti dan juga berpartisipasi aktif dalam proses keratinisasi

(Devissaguet dan Aiache, 1993).

b. Lapisan dermis

Lapisan dermis merupakan jaringan ikat, terdiri dari jaringan serabut

kolagen (75%), elastin (4%) dan zat lainnya, berada di lapisan bawah epidermis

yang jauh lebih tebal daripada epidermis.Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan

fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar

dibagi menjadi dua bagian yakni pars papilare dan pars reticulare. Lapisan ini

27
Universitas Sumatera Utara
berfungsi mensuplai makanan untuk epidermis dan bertanggung jawab terhadap

sifat elastisitas kulit.Fibroblas dermis memproduksi prekursor yang dikenal

sebagai pro-kolagen.Prokolagen ini mengandung 300-400 asam amino yang

dipindahkan setelah sekresi menghasilkan kolagen. Bila produksi kolagen

menurun proses kulit kering akan meningkat dan elastisitas kulit menurun.

Vitamin C merupakan salah satu kofaktor yang diperlukan dalam

biosintesa kolagen.Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan

ketebalan rata-rata 3-5 mm, peran utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada

epidermis.Dermis tersusun atas jaringan fibtus dan jaringan ikat yang elastik.Pada

permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranting-ranting pembuluh

darah kapiler (Devissaguet dan Aiache, 1993). c) Lapisan hipodermis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya dan juga mengandung glomerulus

kelenjar keringat.Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi

sebagai cadangan makanan, di lapisan ini juga terdapat ujung-ujung saraf tepi,

pembuluh darah, dan getah bening (Devissaguet dan Aiache, 1993).

2.2.2 Fungsi kulit

Berikut ini fungsi kulit dalam tubuh manusia antara lain:

a. fungsi proteksi

Kulit dapat melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gesekan

fisik maupun mekanik.Gangguan fisik misalnya tekanan, gesekan, panas dan

dingin, sinar radiasi atau ultraviolet, gangguan mikroorganisme seperti kuman,

jamur, bakteri atau virus, sedangkan gangguan kimiawi seperti zat iritan (lisol,

28
Universitas Sumatera Utara
karbol, asam atau basa kuat atau zat kimia lainnya).Gangguan fisik dan mekanik

dapat ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis tebalnya lapisan

rambut dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar

tubuh.Gangguan sinar ultraviolet dapat diatasi oleh adanya sel melanin yang

menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimia dapat diatasi dengan adanya

lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang mempunyai pH

4,5-6,5.

b. fungsi absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan maupun benda padat,

kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,

kelembapan udara, metabolisme dan jenis pembawa zat yang menempel di

kulit.Penyerapan dapat melalui celah antar sel saluran kelenjar atau saluran keluar

rambut.

c. fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau

sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, amonia dan sedikit

lemak.Sebum yang diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dan menahan

penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. d. fungsi

pengindra

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis.Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan

rangsangan panas diperankan oleh badan krause.Badan taktil meissner yang

terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan, demikian pula badan merkel

renvier yang terletak di epidermis.

29
Universitas Sumatera Utara
e. fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeleuarkan keringat dan

mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Mekanisme termoregulasi ini

diatur oleh sistem saraf simpatis yang mengeluarkan zat perantara asetikolin. f.

fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal epidermis

yang berfungsi menentukan warna kulit.Pajanan sinar matahari mempengaruhi

produksi melanin. Bila pajanan bertambah, maka produksi melanin akan

meningkat.

g. fungsi keratinasi

Keratinasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah

bentuk lebih poligonal yanitu sel spinosum, terangkat ke atas menjadi lebih

gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.Kemudian sel tersebut terangkat

ke atas lebih gepeng dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan

akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya

mengering menjadi keras, gepeng tanpa inti yang disebut sel tanduk. Proses ini

berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar dapat

melaksanakan fungsinya secara baik.

h. fungsi produksi vitamin D

Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-

dihidroksikolesterol dengan bantuan sinar matahari. Produksi ini masih lebih

rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D dari luar makanan (Effinora, 2012).

30
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Rute penetrasi obat

Ada tiga rute obat dapat melewati stratum korneum:

a. rute appendageal

Obat yang melewati stratum korneum dengan jalur ini karena adanya pori-

pori diantara folikel rambut dan kelenjar keringat. Penetrasi obat melalui jalur ini

dapat terhalangi oleh sejumlah faktor diantaranya luas permukaan yang ditumbuhi

oleh folikel rambut dan kelenjar keringat sangat kecil (biasanya 0,1% dari

permukaan kulit) sehingga membatasi area yan tersedia untuk kontak langsung

dengan formula obat.

b. rute transeluler

Obat yang masuk melalui rute transeluler akan melewati korneosit.

Korneosit mengandung keratin terhidrasi yang sangat tinggi sehingga membuat

lingkungan berair disekitarnya dan obat yang bersifat hidrofilik mampu

melewatinya.

c. rute interseluler

Jalur interseluler melibatkan obat yang mampu berdifusi melewati matriks

yang bersifat lipid.Tidak banyak obat yang mampu melewati stratum korneum

melalui jalur ini (Patel, et. al, 2012).

2.2.4 Stratum korneum sebagai penghalang permeasi kulit

Kulit manusia rata-rata mengandung 40-70 folikel rambut dan 200-250

saluran keringat per cm2. Terutama untuk zat yang larut dalam air akan lebih

cepat melewati saluran ini, sehingga saluran ini tidak berkontribusi terlalu banyak

dalam permaeasi kulit. Oleh karena itu, kebanyakan molekul yan bersifat netral

31
Universitas Sumatera Utara
mampu melewati stratum corneum dengan cara difusi pasif. Permeasi molekul

obat melewati stratum korneum ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.11 Langkah permeasi obat melewati kulit (Agoes, 2008)

Langkah obat melewati kulit adalah sebagai berikut:

a. penyerapan molekul penetran pada permukaan lapisan stratum korneum

b. difusi melewati lapisan tersebut dan akhirnya mencapai dermis

c. molekul diambil hingga mikrosirkulasi untuk didistribusikan secara sistemik

(Patel, et al., 2012).

2.3Uji Penetrasi In Vitro

Sel difusi Franz adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui

penetrasi zat secara in vitro.Sel difusi Franz tipe vertikal mempunyai komponen

berupa kompartemen donor, kompartemen reseptor, tempat pengambilan sample,

cincin O, Magnecic stirer dan water jacket. Kompartemen donor berisi zat yang

akan diuji penetrasinya. Kompartemen reseptor berisi cairan berupa air atau dapar

fosfat pH 7,4. Tempat pengambilan sample adalah tempat pada sel difusi Franz

untuk mengambil cairan dari kompartemen reseptor dengan volume tertentu.

32
Universitas Sumatera Utara
Water jacket berfungsi untuk menjaga temperatur tetap konstan selama sel difusi

Franz dioperasikan.Di antara kompartemen donor dan kompartemen reseptor

diletakkan membran yang digunakan untuk sel difusi Franz.Cincin O menjaga

posisi membran supaya tidak berubah.Membran bisa berupa membran sintesis,

membran kulit manusia ataupun membran kulit hewan.Membran kulit hewan

yang digunakan telah dihilangkan bulu dan lapisan lemak subkutannya.Cairan di

kompartemen reseptor perlu diaduk secara optimal dan efisien untuk menjamin

cairan dalam kompartemen reseptor homogen. Volume kompartemen reseptor

sebanyak 15 mL dan luas membran yang terpapar sebesar 1,76 cm2. Dimeter sel

difusi harus diukur secara akurat karena terkait dengan perhitungan kadar zat.

Kondisi di kompartemen reseptor yang ideal harus bisa untuk memfasilitasi

penetrasi zat seperti pada keadaan in vivo.Cara melakukan uji penetrasi dengan sel

difusi Franz adalah sejumlah tertentu zat diaplikasikan pada membran dan

dibiarkan berpenetrasi secara difusi melalui membran.Untuk mengetahui jumlah

zat yang berpenetrasi dan laju penetrasi zat dilakukan sampling cairan di

kompartemen reseptor selama waktu tertentu sampai keadaan mencapai keadaan

tunak.Cairan dari kompartemen reseptor yang diambil digantikan dengan cairan

awal sesuai volume yang diambil. Hal ini bertujuan untuk menjaga volume dalam

cairan reseptor tetap konstan dan untuk menjaga supaya cairan di kompartemen

reseptor tetap dalam keadaan tunak (Sinko, 2011; Sharma, et al., 2016)

Cairan reseptor harus memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan uji

dan harus mampu menjaga kontak dengan bagian bawah kulit dari saat awal

aplikasi sampai akhir pengujian.Pemilihan cairan reseptor juga harus

mempertimbangkan stabilitas dari larutan uji.Waktu pemaparan harus

33
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan kondisi penggunaan sesungguhnya biasanya berkisar 6-8 jam

dengan maksimum pengujian 24 jam. Pengujian lebih dari 24 jam dapat

menyebabkan kerusakan membran dan mengharuskan kita melakukan control

terhadap integritas membran. Pengukuran yang dilakukan minimal menggunakan

6 kali sampling pada titik waktu yang berbeda-beda (Bartosova dan Bajgar, 2012).

Gambar 2.12 Sel difusi franz tipe vertikal

2.4 Nifedipin

Nifedipin mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

102,0% C17H18N2O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Nifedipin

mempunyai nama kimia 1,4-dihidro-2,6-dimetil-4-(O-nitrofenil)-3,5-piridina

dikarboksilat dengan berat molekul 346,34. Praktis tidak larut dalam air; mudah

34
Universitas Sumatera Utara
larut dalam aseton.Struktur molekul nifedipin ditunjukkan pada gambar berikut

(Ditjen POM, 1995).

Gambar 2.13 Struktur molekul nifedipin

Nifedipin merupakan obat golongan dihidropiridin sebagai calcium

channel blocker yang sering digunakan pada terapi hipertensi dan angina.

Mekanisme kerja nifedipin adalah menghambat masuknya ion Ca2+ sehingga

menghambat terjadinya kontraksi otot polos jantung dan otot polos vaskuler.

Nifedipin akan menimbulkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah

sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Untuk pengobatan jangka panjang pada

angina stabil dan kronik, sering digunakan antagonis kalsium sebagai obat pilihan

pertama. Untuk pengobatan hipertensi dan angina, sediaan lepas lambat nifedipin

diberikan dengan dosis 10-40 mg dua kali sehari satu tablet atau 20-90 mg satu

kali sehari satu tablet (Sweetman, 2009).

2.5 Bahan Polimer, Peningkat Penetrasi dan Plasticizer

Polimer yang digunakan dalam penelitian adalah etilselulosa (EC),

polivinilpirolidon (PVP) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC), dengan

peningkat penetrasi adalah asam oleat dan sebagai plasticsizer digunakan gliserin.

35
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Etilselulosa (EC)

Etil Selulosa atau Etil Eter Selulosa memiliki bentuk berupa serbuk coklat

terang, tak berbau, memiliki sifat alir yang bebas. Etil selulosa telah banyak

digunakan untuk memodifikasi pelepasan obat, menutupi rasa dan memperbaiki

stabilitas, dapat pula digunakan sebagai agen pengental untuk sediaan krim, lotion

dan gel. Etil selulosa praktis tidak larut dalam gliserin, propilen glikol dan air. Etil

selulosa yang mengantung gugus etoksi < 46,5 % dapat mudah larut dalam

kloroform, metil asetat, tetrahidrofuran, hidrokarbon aromatik dengan etanol, etil

asetat, metanol dan toluen. Etil selulosa inkompatibel dengan wax

mikrokristalin.Etil Selulosa mudah terdegradasi oksidatif oleh cahaya matahari

dengan suhu yang tinggi sehingga sebaiknya disimpan pada suhu tidak melebihi

32ᵒC, dijauhkan dari area yang panas (Rowe, et al., 2009).

Gambar 2.14 Struktur molekul etilselulosa

Etil selulosa merupakan polimer hidrofobik yang telah banyak digunakan

sebagai bahan penyalut, pengikat matriks dalam mikrokapsul, mikrosfer dan

sediaan lepas terkendali. Polimer ini tidak mengembang namun dapat membentuk

pori sehingga dapat mengatur pelepasa obat. Film etilselulosa akan keras tanpa

adanya plasticizer namun etil selulosa kompatibel dengan semua plasticizer.

Kecepatan pelepasan obat dari etil selulosa menurun ketika semakin banyak etil

36
Universitas Sumatera Utara
selulosa yang digunakan dan kinetika pelepasan obat dapat mengikuti orde nol

(Wen dan Park, 2010).

2.5.2 Polivinilpirolidon (PVP)

Polivinilpirolidon dengan rumus molekul C6H9NO memiliki nama lain

polividon, povidonum, polivinilpirrolidon, povipharm, kolidon dan plasdon,

sedangkan nama kimianya yaitu 1-etenil-2-pirrolidon homopolimer. Secara kimia

PVP merupakan zat tambahan yang inert dan tidak toksik, serta tidak bersifat

antigenik.PVP digunakan sebagai polimer hidrofilik, disintegran, zat pensuspensi,

pembawa untuk obat 10-25%, bahan pendispersi dan suspending agent dalam

sediaan farmasi (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.15 Struktur molekul polivinilpirolidon

Polivinilpirolidon merupakan serbuk halus, putih sampai putih

kekuningan, tidak berbau serta bersifat higroskopis.Kelarutan PVP dalam asam,

kloroform, etanol (95%), metanol dan air sangat tinggi. Praktis tidak larut dalam

eter, hidrokarbon, dan minyak mineral. PVP merupakan polimer linier, perbedaan

tingkat polimerisasi akan menghasilkan bermacam-macam PVP dengan berat

molekul yang berbeda. Berat molekul berpengaruh terhadap viskositas PVP dalam

medium air.Semakin besar berat molekulnya maka semakin rendah kelarutan PVP

dalam medium air (Rowe et al., 2009).

37
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Hidroksipropil metilselulosa (HPMC)

Hidroksipropil metilselulosa atau dengan nama lain Benecel MHPC;

Hidroksi propil metil selulosa; hypermellose; hypromellosum; methocel; methyl

cellulose propylene glycol ether; methyl hydroxypropylcellulose; metolose;

MHPC; Pharmacoat; Tylopur. Merupakan polimer dengan karakteristik bentuk

berupa serbuk granul atau berserat dengan warna putih kecoklatan (krem) dengan

tidak memiliki rasa dan bau (Rowe, et al., 2009).

Gambar 2.16 Struktur hidroksipropil metilselulosa

Hidroksipropil metilselulosa larut dalam air dingin dan membentuk larutan

koloid kental, praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%) dan

eter, tetapi dapat larut dalam campuran etanol dan diklormetan, campuran metanol

dan diklormetan serta larutan air dan alkohol. Beberapa grade dari HPMC larut

dalam larutan aseton, dan pelarut organik lainnya.Beberapa grade dapat

mengembang dalam etanol. HPMC dengan konsentrasi 2% dalam larutan air

memiliki pH sebesar 5,0–8,0. HPMC tidak bercampur dengan beberapa zat

pengoksidasi kuat.HPMC merupakan polimer nonionik, sehingga tidak

membentuk kompleks dengan garam logam atau ion organik dan membentuk

endapan yang tidak terlarut.Larutan HPMC stabil pada pH 3-11 HPMC

merupakan salah satu polimer yang paling banyak digunakan dalam penghantaran

38
Universitas Sumatera Utara
obat melalui rute transdermal.HPMC dikategorikan sebagai polimer hidrofilik

yang merupakan polimer yang dapat larut dalam air. Jenis polimer ini akan

mengembang ketika ditempatkan dalam media berair yang disertai dengan

disolusi matriks (Rowe, et al., 2009).

2.5.4 Asam oleat

Asam oleat merupakan golongan asam lemak yang dapat berfungsi sebagai

peningkat penetrasi pada pemberian melalui transdermal.Pada asam lemak,

peningkatan penetrasi perkutan meningkat dengan semakin panjangnya rantai

asam lemak.Asam oleat dapat meningkatkan penetrasi senyawa-senyawa yang

bersifat hidrofilik atau lipofilik. Mekanisme asam oleat sebagai peningkat

penetrasi adalah dengan cara berinteraksi dengan lipid pada stratum corneum

menggunakan konfigurasi cis (Swarbrick dan Boylan, 1995: Williams dan Barry,

2004). Asam oleat pada konsentrasi 1% dapat meningkatkan penetrasi perkutan

piroksikam (Rowe, et al., 2009).

Gambar 2.17 Struktur Asam oleat

Sifat fisik asam oleat adalah berupa cairan berminyak, berwarna kuning

hingga coklat pucat dan berbau spesifik.Asam oleat dapat mengabsorpsi oksigen

dan lama kelamaan menjadi gelap. Asam oleat akan terurai pada suhu 80-100 0C.

Penyimpanan asam oleat dilakukan pada wadah tertutup rapat, terlindung dari

cahaya dan berada ditempat kering.Asam oleat mengalami inkompatibilitas

dengan adanya aluminium, kalsium, logam berat, larutan iodine, asam perklorat

39
Universitas Sumatera Utara
dan agent pengoksidasi.Asam oleat bereaksi dengan basa membentuk sabun

(Rowe, et al., 2009).

2.5.5 Gliserin

Gliserin adalah cairan kental, higroskopis, jernih dan tidak berbau. Gliserin

memiliki rasa yang manis. Gliserin memilki fungsi sebagai pengawet antimikroba,

kosolven, emolien, humektan, plasticizer, pelarut, pemanis dan agen

tonisitas.Gliserin banyak digunakan dalam formulasi sediaan farmasi oral,

optalmik, otik (telinga), topikal dan parenteral.Gliserin dapat digunakan sebagai

platisizer dan dalam penyalutan film. Gliserin juga digunakan dalam pembuatan

kapsul lunak gelatin dan supositoria gelatin (Rowe, et al., 2009)

Gambar 2.18 Struktut gliserin

40
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi pembuatan

sediaan matriks patch transdermal, evaluasi karakteristik sediaan, uji in vitro dan

in vivo. Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium penelitian, laboratorium

farmasi fisik dan laboratorium farmakologi Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, jangka

sorong, neraca analitik, pH meter (Hanna), deksikator, magnetic stirrer,

mikrometer sekrup (Delta), magnetic bar, sonikator, sel difusi franz (sel donor dan

sel reseptor), centrifuge, spektrofotometer UV (Shimadzu), dan fourier transforms

infrared spectroscopy (FTIR).

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah nifedipin (Kimia

Farma Bandung), Polivinil alkohol, Etil selulosa, Hidroksipropolmetilselulosa,

gliserin, Asam oleat, etanol 96% (Merck), natrium hidroksida (NaOH) (Merck),

natrium klorida (Merck), kalium hidrogen fosfat (KH2PO4) (Merck), kloroform

(Merck), Kalium Bromida (KBr) (Merck), asetonitril (Merck), heparin, film

tegaderm (3 M).

41
Universitas Sumatera Utara
3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan pereaksi

3.2.1.1 Pembuatan akuades bebas karbon dioksida

Akuades dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan

sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara (Ditjen,

POM., 1995).

3.2.1.2 Pembuatan medium dapar fosfat (pH 7,4)

Kalium dihidrogen fosfat sebanyak 6,8 gram dilarutkan dalam 250 mL air

suling bebas CO2,lalu ditambahkan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 195,5

mL,lalu ditambahkan air bebas karbondioksida hingga volumenya 1000 mL

(Ditjen, POM.,1995).

3.2.2 Formula patch transdermal

Tabel 3.1 Formula patch transdermal nifedipin

Formula
Komposisi
F1 F2 F3 F4 F5 F6
Nifedipin (% b/b) 10 10 10 10 10 10
Etil selulosa (% b/b) 48,75 32,5 16,25 48,75 32,5 16,25
PVP (% b/b) 16,25 32,5 48,75 - - -
HPMC (% b/b) - - - 16,25 32,5 48,75
Gliserin (% b/b) 20 20 20 20 20 20
Asam oleat (% b/b) 5 5 5 5 5 5
Jumlah (mg) 100 100 100 100 100 100

3.2.3 Metode pembuatan patch transdermal

Patch Transdermal tipe matriks mengandung nifedipin dipersiapkan

menggunakan variasi konsentrasi polimer seperti tertera pada Tabel 3.1. Zat aktif

nifedipin dilarutkan dalam kloroform dan etanol ditambah polimer (EC-PVP dan

EC-HPMC) larutkan dengan stirer ditambah gliserin dan asam oleat, distirer

sampai terbentuk massa seperti gel, diamkan untuk menghilangkan gelembung

42
Universitas Sumatera Utara
udara, dituang pada pencetak dan disimpan pada suhu ruangan selama 24 jam.

Patch yang telah jadi kemudian dipindahkan ke plester (Raj, 2013).

3.2.4 Pemeriksaaan patch transdermal nifedipin dengan fourier transformed


infrared spectroscopy (FTIR)

Permeriksaan interaksi antara nifedipin dengan masing-masing polimer

dilakukan dengan FTRI. Masing-masing nifedipin dan polimer didispersikan

dalam Kalium bromida (KBr) dan Spektrum diukur dengan menggunakan

spektroskopi IR pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1 (Sabati, at al., 2017).

3.3 Evaluasi Karakteristik Patch Transdermal

3.3.1 Visual patch transdermal

Pengamatan visual yang dilakukan meliputi warna, bau dan permukaan

patch(Sharma, et al., 2016).

3.3.2 Ketebalan patch transdermal

Pengukuran tebal patch menggunakan alat mikrometer sekrup dan

dilakukan pada 5 titik yang berbeda, lalau dihitung tebal rata-rata (Raj, 2013).

3.3.3 Bobot patch transdermal

Pengujian variasi bobot patch pada setiap formula adalah dengan cara

menimbang5 patch satu per satu, kemudian dihitung bobot rata-ratanya (Guljar, at

al., 2010).

3.3.4 Kandungan lembab (moisture content)

Patch yang telah disiapkan masing-masing ditimbang (bobot awal) dan

disimpan dalam desikator yang mengandung silika gel pada suhu 300C selama 24

jam. Patch kemudian ditimbang kembali (bobot akhir) (Shabbir, at al., 2017).

Kandungan lembab = 100%

43
Universitas Sumatera Utara
3.3.5 Persentase daya serap kelembaban (moisture uptake) patch transdermal

Patch yang telah diuji mousture contentnya ditimbang kemudian

dilbiarkan pada suhu 30oC selama 24 jam. Selanjutnya patch ditimbang kembali.

Persen daya serap kelembaban dihitung menggunakan rumus berikut ini (Raj,

2013).

Daya serap kelembaban = 100%

3.3.6 Ketahanan terhadap pelipatan (folding endurance) patch transdermal

Uji ini dilakukan untuk mengetahui elastisitas dan kerapuhan patch

transdermal. Pengujian ketahanan terhadap pelipatan dilakukan dengan melipat

patch berkali-kali pada posisi yang sama sampai patch tersebut patah. Jumlah

pelipatan tersebutlah yang dianggap sebagai nilai ketahanan terhadap pelipatan

(Sharma, et al., 2016)

3.3.7 Pembuatan larutan induk baku, penentuan panjang gelombang serapan


maksimum, kurva kalibrasi dan penentuan kandungan zat aktif dalam
patch transdermal

3.3.7.1 Pembuatan larutan induk baku

Nifedipin ditimbang sejumlah 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL ditambahkan larutan daparfosfat pH 7,4 dilarutkan dengan bantuan

sonikator, dicukupkan dengan larutan daparfosfat hingga 50 mL, diperoleh larutan

induk baku 500 μg/mL (LIB I).

3.3.7.2 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Dipipet 2 mL larutan induk baku I (LIB I) dimasukkan labu takar 25 mL

ditambahkan larutan daparfosfat pH 7,4 hingga 25 mL sehingga diperoleh

-400 nm.

44
Universitas Sumatera Utara
3.3.7.3 Pembuatan kurva kalibrasi

Larutan induk baku I dipipet masing-masing 0,5, 2,5, 4,5, 6,5., 8,5, 10,5,

12,5 dan 15,0 mL kemudian dimasukkan ke labu takar 25 mL dan ditambahkan

daparfosfat pH 7,4 hingga 25 mL, diperoleh konsentrasi 10-

diukur pada panjang gelombang serapan maksimum.

3.3.7.4 Penentuan kandungan zat aktif dalam patch transdermal

Film dengan ukuran 3,14 cm2 dipotong menjadi potongan yang kecil

dimasukkan ke dalam labu 50 mL tambahkan buffer fosfat (pH 7,4) 25 mL,

larutkan dengan magnetic stirrer kemudian di ultrasonifikasi selama 30 menit,

cukupkan volumenya dengan dapar fosfat (pH 7,4) hingga 50 mL, homogenkan

lalu dilakukan filtrasi. Setelah difiltrasi kandungan obat ditentukan dengan

spektrofotometri pada panjang gelombang serapan maksimum (Raj, 2013).

3.4 Pengujian Penetrasi Secara In Vitro Patch Nifedipin

3.4.1 Penyiapan membran biologis dari kulit kelinci

Pada penelitian ini digunakan kulit dari kelinci jantan dengan berat berkisar

antara 1,5-2 kg. Rambut pada daerah abdomen dicukur dengan hati-hati

menggunakan pisau cukur (Gillette Goal) tanpa merusak lapisan stratum

corneum.Kelinci dimatikan dengan cara dibius menggunakan dietil eter dan kulit

bagian abdomen dipotong dengan gunting bedah dan dibersihkan lemak yang

menempel, dicuci dengan akuades, dibungkus dengan aluminium foil, dan

disimpan segera pada suhu -50ºC (lemari pembeku bersuhu sangat rendah) sampai

eksperimen dilakukan.Pada waktu kulit kelinci akan digunakan direndam dengan

NaCl 0,9% selama satu malam untuk memastikan proses hidrasi berlangsung

sempurna (Akhtar, et al, 2011).

45
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Uji penetrasi, kinetika orde pelepasan dan nilai flukss nifedipin patch
transdermal

3.4.2.1 Uji penetrasi

Uji penetrasi dilakukan dengan menggunakan sel difusi franz tipe vertical

yang dimodifikasi. Bagian donor berisi sediaan patch transdermal nifedipin.

Membran pemisah kompartemen donor dan aseptor adalah kulit kelinci.Membran

diletakkan antara kompartemen donor dan kompartemen aseptor dengan sisi

dermis menghadap kompartemen aseptor. Kompartemen aseptor berisi dapar

fospatpH 7,4 sebanyak 15 mL dan diaduk dengan pengaduk magnetik kecepatan

600 rpm pada suhu 37 ± 0,5oC (Ramkanth, at al., 2015). Pengamatan dilakukan

selama 24 jam dan sampel diambil pada menit ke 10, 20, 30, 60, 90, 120, 180,

240, 360, 480, 600,720, 840, 960, 1080, 1200, 1320 dan 1440 setiap kali

pengambilan sampel sebanyak 1 mL dilakukan penambahan daparfosfat pH 7,4

sebanyak 1 mL. Sampel dimasukkan ke labu takar 5 ml dan ditambahkan

daparfosfat pH 7,4 hingga 5 mL. Serapan diukur pada panjang gelombang serapan

maksimum dan tentukan jumlah obat yang terpenetrisi.

3.4.2.2 Kinetika orde pelepasan

Kinetika orde pelepasan dilakukan terhadap ke 6 formula dengan empat model

kinetika yaitu orde nol, orde satu, model Higuchi, dan Korsmeyer Peppas.

Penentuan kinetika pelepasan nifedipin dari patch dilakukan untuk mengetahui

berapa persen obat yang dilepaskan pada waktu-waktu tertentu (De, et al., 2011)

3.4.2.3 Penentuan nilai fluks

Penentuan fluks penetrasi dilakukan dengan menghitung jumlah kumulatif

nifedipin yang terpenetrasi per satuan waktu dibagi dengan luas membran yang

terpapar dengan sel difusi (μg/cm2).Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara

46
Universitas Sumatera Utara
jumlah nifedipin terpenetrasi (μg/cm2) terhadap akar waktu (μg/cm2. Menit½).

Dari kurva yang dihasilkan dapat dibuat suatu persamaan regresi, slope dari

persamaan regresi merupakan kecepatan penetrasi (fluks) nifedipin yang

menembus membran.

3.5 Penentuan Formula Optimum

Penentuan formula optimum dilakukan dengan mempertimbangkan

moisture content dan nilai fluks. Moisture content dipilih karena respon tersebut

menunjukkan besarnya kandungan air dalam sediaan patch yang dapat

mempengaruhi stabilitas sediaan, sedangkan flukspelepasan dipilih

karenamenunjukkan banyaknya jumlah obat yang terlepaskan dari sediaan. Untuk

nilai fluksadalah maksimum, sedangkan syarat persen moisture content yang

diharapkan yaitu 1–10 % (Kumar, et al.,2012).

3.6 Uji Iritasi Kulit

Uji iritasi kulit dilakukan dengan menggunakan kelinci dengan berat 1,5-2

kg. Sekitar 5 cm2 kulit kelinci dicukur pada bagian dorsal (punggung), patch

transdermal di tempatkan pada bagian yang telah dicukur tersebut. Larutan

formalin (0,8%) digunakan sebagai kontrol. Patch transdermal dilepaskan setelah

24 jam. Di lakukan pemeriksaan eritema/udema pada kulit (Chauhan, et al.,

2015).Eritema ditentukan tergantung perubahan warna ditimbulkan pada kulit

kelinci. Jika tidak ada perubahan warna maka tidak ada eritema, jika berubah

menjadi warna pink muda terjadi eritema ringan, jika berubah menjadi warna

merah muda terjadi eritema langsung, jika berubah menjadi warna pink redup

terjadi eritema serius (Tyagi dan Goyal, 2017).

47
Universitas Sumatera Utara
3.7 Pengujian In VivoPatch Transdermal Nepedifin

3.7.1 Penyiapan dan pemberian obat secara trasdermal pada hewan


percobaan

Dua minggu sebelum pengujian dilakukan aklimatisasi terhadap kelinci

percobaan.Kelinci yang layak dijadikan percobaan ditandai dengan pertumbuhan

normal dan kulit yang sehat.Kelinci yang digunakan pada uji ini sebanyak 4

ekor.Sekitar 5 cm2 kulit kelinci dicukur pada bagian dorsal, patch transdermal di

tempatkan pada bagian yang telah dicukur tersebut.

3.7.2 Penentuan konsentrasi nifedipin setelah pemberian obat

3.7.2.1 Kurva serapan

Kurva serapan dibuat dengan mempersiapkan larutan nifedipin dalam

daparfosfat pH 7,4 pada konsentrasi 40 µg/mL. 1 mL dari larutan tersebut

ditambah 1 mL plasma darah yang tidak mengandung obat dan volumenya

dicukupkan sampai 5 mL dengan asetonitril, centrifuge pada kecepatan 2000 rpm

selama 10 menit, ambil bagian supernatan. Serapan diukur pada panjang

gelombang 200–400 nm.

3.7.2.2 Kurva kalibrasi

Kurva kalibrasi nifedipin dibuat dengan mempersiapkan larutan nifedipin

dalam daparfosfat pH 7,4 pada konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60 µg/mL. 1 mL

dari larutan tersebut ditambah 1 mL plasma darah yang tidak mengandung obat

dan volumenya dicukupkan sampai 5 mL dengan asetonitril. Blanko disiapkan

dengan plasma dari kelinci yang tidak mengandung obat, daparfosfat pH 7,4 dan

asetonitril ditambahkan dengan cara yang sama. Absorbansi diukur pada panjang

gelombang maksimum.Kurva kalibrasi diplot antara absorbansi versus

konsentrasi.

48
Universitas Sumatera Utara
3.7.2.3 Konsentrasi obat dalam darah kelinci

Pengambilan darah dilakukan pada masing-masing kelinci, darah diambil

dari vena auricularis telinga kelinci sebanyak 2 mL pada menit ke 10, 30, 60, 90,

120, 240, 360, 480, 600, 720, 960, 1200, 1440 setelah pemberian obat. Darah

dimasukkan pada politube yang telah berisi heparin 5000 IU kemudian disetrifius

dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan plasmanya. 1 mL

plasma diambil dan ditambahkan 1 mL daparfosfat pH 7,4 cukupkan hingga

volume 5 mL dengan asetonitril, disentrifus pada kecepatan 2000 rpm selama 10

menit. Ambil bagian supernatan, tentukan konsentrasi obat dengan

spektrofotometer UV pada 237,8 nm (Sankar, et al., 2003).

3.8 Korelasi In Vitro In Vivo

Korelasi in vitro in vivo adalah untuk melihat bagaimana hubungan antara

pelepasan secara in vitro dibandingkan dengan in vivo. Korelasi in vitro in vivo

ditentukan dengan kurva hubungan antara in vitro versus in vivo,dari kurva yang

dihasilkan dapat dibuat suatu persamaan untuk mendapatkan korelasi (R2), nilai

korelasinya yang didapat diharapkan lebih besar dari 0,8 (Shargel, et al., 2005).

49
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi Patch

Sediaan patch dibuat menggunakan metode solvent casting karena

mudah dan sesuai digunakan untuk penelitian skala laboratorium. Patch dibuat

dengan mencampurkan nifedipin dalam beaker glass dengan klorofom (5 ml)

tambahkan etanol (5 ml) larutka dengan bantuan stirer (5 menit) tambahkan

polimer sesuai formula homongenkan dengan strirer (20 menit) tambahkan

gliserin dan asam oleat homogenkan dengan stirer (15 menit). Setelah homogen

campuran larutan didiamkan (30 menit) untuk menghilangkan gelembung udara.

Setelah gelembung udara hilang, tuangkan ke dalam cetakan dengan pipet tetes

(32 tetes tiap cetakan) untuk proses pengeringan diamkan pada suhu kamar selama

24 jam. Bobot patch yang dibuat direncanakan 100 miligram untuk satu cetakan

patch, bobot 100 milligram dipilih berdasarkan proses orientasi terhadap terdap

pencetak patch.

Patch yang telah kering kemudian dilapisi dengan backing membran

tegaderm, sebelum dikarakterisasi patch disimpan dalam suhu ruangan selama 3

hari hingga tercapai bobot yang konstan (tidak ada lagi sisa pelarut yang

menguap). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang akurat karena tidak

ada pengaruh perbedaan sisa pelarut dalam patch yang dievaluasi, kemudian

dilakukan evaluasi karakteristik patch.

50
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pemeriksaaan dengan Fourier Transformed Infrared Spectroscopy
(FTIR)

Pengujian dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui

kemungkinan terjadinya interaksi antara nifedipin sebagai bahan aktif dengan

polimer patch yaitu EC, HPMC, dan PVP. Hasil pengujian FTIR dapat diketahui

dengan mengidentifikasi karakteristik bilangan gelombang nifedipin, polimer dan

patch yang mengandung nifedipin.

Hasil pengujian FTIR serbuk nifedipin menjelaskan adanya regangan pada

bilangan gelombang 3329,14 cm-1 - 3097,68 cm-1, menunjukkan adanya gugus

N-H, regang pada bilangan gelombang 2993,52 cm-1 - 2951,09 cm-1menunjukkan

adanya gugus –CH3, regang pada bilangan gelombang 1681,93 cm-1-1635,64 cm-
1
menunjukkan adanya gugus C=O,regangan pada bilangan gelombang 1516,05

menunjukkan adanya gugus NO2, dan regangan pada bilangan gelombang

1492,90 cm-1 - 1438,90 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C aromatik. Hasil

dari pengujian FTIR nifedipin, nifedipin dan polimer serta nifedipin dalam basis
patch dapat dilihat pada Gambar 4.1, 4.2 dan 4.3.
Persen transmitan

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 4.1 Hasil pemeriksaan nifedipin dengan FTIR

51
Universitas Sumatera Utara
Persen transmitan

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 4.2 Hasil pemeriksaan nifedipin dan polimer dengan FTIR

Hasil pengujian FTIR polimermenunjukkan bahwa panjang gelombang

yang teridentifikasi pada polimer bukan merupakan panjang gelombang utama

dari nifedipin, sehingga penggunaan basis EC, HPMC, dan PVP tidak

mempengaruhi gugus fungsi nifedipin.Hal ini sesuai dengan penelitian Raj(2013)

yang menyatakan bahwa penggunaan polimer EC, HPMC dan PVP kompatibel

atau tidak menunjukkan adanya interaksi dengan bahan aktif nifedipin.


Persen transmitan

Bilangan gelombang (cm-1)


Gambar 4.3 Hasil pemeriksaan nifedipin, polimer dan formula dengan FTIR

52
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengujian FTIR patch nifedipin F1, F2, F3, F4, F5 dan F6

menunjukkan bahwa panjang gelombang yang diperoleh masuk ke dalam rentang

panjang gelombang karakteristik nifedipin. Hasil pengujian FTIR menunjukkan

tidak adanya pergeseran pita serapan yang tajam (flukstuasi) pada panjang

gelombang yang dihasilkan, sehingga tidak menyebabkan adanya interaksi gugus

fungsi yang dapat mempengaruhi efek terapi nifedipin (Anisree, et al., 2012).

4.3 Visual Patch nifedipin

Pengujian visual dilakukan dengan melihat warna, bau dan kondisi

permukaan patch yang dihasilkan.Pengujian ini dilakukan oleh 3 orang untuk

menjamin keselarasan hasil dari kondisi patch secara visual. Hasil pengamatan

visual patch dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan hasil sediaan patch yang dibuat

dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Tabel 4.1 Hasil pengamatan visul patch nifedipin

Konsistensi dan Kondisi


Formula Warna Bau
Permukaan
F1 Kuning Tidak Berbau Kering dan rata
F2 Kuning Tidak Berbau Kering dan rata
F3 Kuning Tidak Berbau Sedikit basah dan rata
F4 Kuning Tidak Berbau Kering dan rata
F5 Kuning Tidak Berbau Kering dan rata
F6 Kuning Tidak Berbau Kering dan rata

Gambar 4.4 Hasil pengamatan visual patch nifedipin

53
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengamatan visual menunjukkan bahwa patch yang dihasilkan

berbentuk lingkaran berwarna kuning dan tidak berbau. Warna kuning dari patch

merupakan warna nifedipin dan warna kuning tersebut tersebar pada seluruh

permukaan patch, sehingga dapat dikatakan bahwa bahan aktif nifedipin sudah

tersebar secara merata pada sediaan patch yang dibuat. Pada formula 1, 2, 4, 5,

dan 6 patch yang dihasilkan memiliki kondisi permukaan yang kering dan rata,

sementara pada formula 3 didapat patch dengan konsistensi sedikit basah dan

permukaan rata . Hal ini dikarenakan pada formula 3 menggunakan polimer PVP

yang lebih banyak sehingga sifat higroskopis lebih tinggi. Sifat higroskopis ini

yang dapat mengikat uap air di lingkungan, sehingga akan meningkatkan

kelembaban dari PVP itu sendiri (Rowe, et al., 2009).

4.4 Pengujian Ketebalan

Pengujian ketebalan berfungsi untuk mengetahui keseragaman ketebalan

patch yang dihasilkan, ketebalan yang diperoleh menunjukkan adanya

keseragaman larutan patch yang dituang pada cetakan. Pengujian ini dilakukan

dengan mengukur patch pada lima titik yang berbeda dengan menggunakan

mikrometer sekrup. Rata-rata ketebalan dan standar deviasidihitung untuk

memastikan ketebalan pada tiap patch yang sama (Shirsand, et al., 2012).

Pengujian ketebalan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali pada tiap-tiap

formula.Hasil dari pengujian ketebalan dapat dilihat pada Tabel 4.2dan hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 82.

54
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil pengujian ketebalan patch nifedipin

Ketebal patch (cm)


Formula Total rata-rata ± SD
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
F1 0,019 0,020 0,020 0,0196 ± 0,0001
F2 0,022 0,022 0,023 0,0225 ± 0,0003
F3 0,025 0,025 0,026 0,0251 ± 0,0004
F4 0,024 0,024 0,024 0,0240 ± 0,0005
F5 0,027 0,027 0,028 0,0273 ± 0,0004
F6 0,030 0,030 0,031 0,0303 ± 0,0003

Hasil pengujian Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa ketebalan patch

dalam pengujian ini berkisar antara 0,019–0,031 cm. Hasil pengujian tiap-tiap

formula menunjukkan bahwa F6>F5>F3> F4>F2>F1. Formula 1 memiliki rata-

rata ketebalan 0,0196 cm dengan SD 0,0001. Formula 2 dan formula 6 memiliki

rata-rata ketebalan 0,0225 dan 0,0303 dengan SD masing-masing 0,0003. Formula

3 dan 5 memiliki rata-rata ketebalan 0,0251 dan 0,0273 dengan SD masing-

masing 0,0004. Sedangkan formula 4 memiliki rata-rata ketebalan 0,0240 cm

dengan nilai SD 0,0005. Kecilnya nilai SD dari keenam formula menunjukkan

bahwa ketebalan patch dari masing-masing formula adalahseragam. Faktor yang

mempengaruhi perbedaan ketebalan antar formula yaitu sifat fisika kimia dari

polimer penyusunnya. Pada formula 6 memiliki nilai ketebalan paling tinggi

dibandingkan formula 5, 4, 3, 2 dan 1. Hal ini dikarenakan pada formula 6

menggunakan polimer HPMC dalam jumlah paling banyak, HPMC memiliki sifat

swelling, sehingga akan mengembang apabila dilarutkan dengan pelarut yang

sesuai (Rowe, et al., 2009). Semakin tinggi jumlah HPMC yang digunakan maka

patch yang dihasilkan akan semakin tebal.

55
Universitas Sumatera Utara
4.5 Pengujian Bobot

Pengujian bobot dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot dari tiap-

tiap patch dan untuk memastikan bahwa patch yang dihasilkan memiliki bobot

yang sesuai dengan yang diinginkan. Bobot yang diinginkan sebesar ± 100 mg

yang merupakan bobot total sediaan. Pengujian ini dilakukan dengan menimbang

bobot masing-masing patchyang dipilih secara acak dari tiap formula, kemudian

dihitung bobot rata-rata dan standart deviasi hasil pengukurannya (Sharma, et

al.,2013). Hasil dari pengujian bobot patch dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Hasil pengujian bobot patch nifedipin

Bobot (mg)
Formula Rata-rata ± SD
patch 1 patch 2 patch 3 patch 4 patch 5
F1 92,2 93,1 92,1 92,0 92,2 92,32 ± 0,44
F2 93,0 93,3 93,0 93,3 93,1 93,14 ± 0,15
F3 95,0 95,1 95,3 95,2 95,2 95,16 ± 0,12
F4 90,2 90,1 90,3 90,4 90,2 90,24 ± 0,11
F5 91,1 91,5 91,3 91,1 90,8 91,16 ± 0,26
F6 94,5 94,1 94,2 93,3 94,4 94,10 ± 0,18

Hasil pengujian (Tabel 4.3) menunjukkan bahwa bobot rata-rata dari

masing-masing patch berkisar antara 90,24 ± 0,11 sampai 95,16 ± 0,12 mg.

Semua formula tidak mencapai 100 mg. Kurangnya bobot sediaan dikarenakan

adanya bahan yang tertinggal selama proses pencampuran dan penuangan ke

dalam cetakan. Adanya variasi berat dari sediaan juga sangat dipengaruhi oleh

sifat fisika kimia polimer yang digunakan. Hasil pengujian tiap-tiap formula

menunjukkan bahwa F3>F6>F2>F1>F5>F4, pada formula 3 memiliki rata-rata

berat paling tinggi, hal ini dikarenakan pada formula 3 menggunakan polimer

PVP dengan konsentrasi paling tinggi. Menurut Rowe (2009) PVP bersifat

higroskopis, sehingga mampu menyerap udara sekitar.

56
Universitas Sumatera Utara
4.6 Kandungan Lembab (Moisture Content)

Pengujian moisture content bertujuan untuk mengetahui kandungan air

dalam sediaan patch yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan, Apabila

kandungan air terlalu tinggi maka dapat menyebabkan kontaminasi

mikroorganisme sehingga stabilitas sediaan akan berkurang (Shivaraj, et al,.2010).

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat desikator yang berisi silika gel

sebanyak 3 kali replikasi pada tiap-tiap formula, selanjutnya dihitung rata-rata

persen moisture content dan standar deviasinya. Hasil pengujian persen moisture

content dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 2 halaman 84.

Tabel 4.4 Hasil pengujian moisture content patch nifedipin


Persen moisture content
Formula Rata-rata ± SD
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
F1 3,47 3,35 3,58 3,4658 ± 0,1139
F2 4,19 4,17 4,42 4,2594 ± 0,1377
F3 4,61 4,62 5,35 4,8602 ± 0,4255
F4 1,33 1,55 0,44 1,1068 ± 0,5849
F5 2,63 2,07 1,42 2,0405 ± 0,6046
F6 2,65 2,54 2,22 2,4693 ± 0,2234

Suatu patch dikatakan baik apabila patch tersebut kering dan memiliki

kandungan air yang sedikit, sehingga stabilitas patch akan baik. Rentang kadar air

yang dipersyaratkan yaitu 1 – 10% (Kumar, et al., 2012). Hasil pengujian persen

moisture content menunjukkan bahwa semua patch pada tiap formula memiliki

nilai yang sudah memenuhi rentang yang dipersyaratkan. Faktor yang dapat

mempengaruhi moisture content yaitu sifat fisika kimia dari bahan yang

digunakan, seperti plasticizer dan polimer. Plasticizer yang digunakan yaitu

gliserin yang bersifat hidrofilik, dan formula menggunakan polimer PVP dan

57
Universitas Sumatera Utara
HPMC yang bersifat hidrofilik, sehingga bahan-bahan tersebut dapat

meningkatkan nilai moisture content (Snejdrova dan Dittrich, 2012).

Hasil pengujian tiap formula menunjukkan bahwa F3>F2>F1>F6>F5>F4

seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4, sehingga dapat diketahui bahwa PVP

memiliki kemampuan untuk meningkatkan persen moisture content yang lebih

besar dibandingkan HMPC.PVP dan HPMC merupakan polimer hidrofilik, tetapi

sifat higroskopisitas PVP lebih besar dari pada HPMC, sehingga kemampuan PVP

untuk menyerap kelembaban lingkungan lebih besar dari pada HPMC (Rowe, et

al.,2009). Nilai moisture content akan proporsional dengan kenaikan jumlah PVP

yang digunakan (Anisree, et al., 2012).

4.7 Persentase Daya Serap Kelembaban (Moisture Uptake) Patch


Transdermal

Pengujian moisture uptake bertujuan untuk mengetahui kemampuan

sediaan patch untuk menyerap air dari lingkungannya, kandungan air dalam

sediaan dapat membantu penetrasi obat dengan proses hidrasi. Tetapi kandungan

air yang terlalu banyak juga dapat mempengaruhi stabilitas sediaan. Apabila

kandungan air terlalu tinggi maka dapat menyebabkan kontaminasi

mikroorganisme sehingga stabilitas sediaan akan berkurang (Shivaraj, et al.,2010).

Pengujian ini dilakukan dengan meletakkan sediaan sediaan patch yang sudah

yang sudah ditentukan moisture contentnya pada suhu kamar selama 24 jam.

Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali replikasi pada tiap-tiap formula, selanjutnya

dihitung rata-rata persen moisture uptake dan standar deviasinya.Hasil pengujian

moisture uptake dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan hasil selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 3 halaman 85.

58
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Hasil pengujian moisture uptake patch nifedipin
persen moisture uptake
Formula Rata-rata ± SD
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
F1 1,35 1,23 1,35 1,3090 ± 0,0681
F2 1,35 1,79 1,80 1,6449 ± 0,2597
F3 1,77 2,20 2,66 2,2060 ± 0,4522
F4 0,33 0,22 0,45 0,3356 ± 0,1105
F5 0,56 0,45 0,78 0,5946 ± 0,1676
F6 0,98 0,76 0,97 0,9042 ± 0,1256

4.8 Pengujian Ketahanan Lipat

Pengujian ketahanan lipat bertujuan untuk menentukan kapasitas lipat dari

polimer patch (Sharma, et al.,2013). Pengujian ini dapat menunjukkan

kemampuan dari plasticizer yang digunakan yaitu gliserin dan kekuatan patch

yang dipreparasi dengan menggunakan polimer yang berbeda. Pengujian

ketahanan lipat dilakukan secara manual dengan cara melipat patch berulang kali

pada satu titik yang sama sampai rusak atau dilipat hingga 300 kali (Jhawat, et al.,

2013). Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali replikasi, kemudian dihitung rata-

rata dan standart deviasi dari tiap-tiap formula. Hasil pengujian ketahanan lipat

patch dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil pengujian ketahanan lipatan patch nifedipin


Ketahanan lipatan
Formula
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
F1 Lebih dari 300 Lebih dari 300 Lebih dari 300
F2 Lebih dari 300 Lebih dari 300 Lebih dari 300
F3 Lebih dari 300 273 kali Lebih dari 300
F4 Lebih dari 300 Lebih dari 300 Lebih dari 300
F5 Lebih dari 300 Lebih dari 300 Lebih dari 300
F6 Lebih dari 300 Lebih dari 300 Lebih dari 300

Penggunaan gliserin sebagai plasticizer memperlihatkan ketahanan lipatan

yang baik dari setiap formula seperti ditunjukkan pada tabel di atas. Secara visual

59
Universitas Sumatera Utara
patch pada formula 1, 2, 4, 5 dan 6 memiliki bentuk permukaan yang kering,

tetapi pada formula 3 permukaan patch yang dihasilkan sedikit agak basah.

Adanya perbedaan bentuk visual dapat menyebabkan adanya perbedaan ketahanan

lipatnya.Patch formula 1, 2, 4, 5 dan 6 dilipat hingga lebih dari 300 kali dan tidak

patah dan tetap memiliki kondisi permukaan yang baik, sedangkan formula 3

patch yang dihasilkan pada replikasi ke 2 tidak mencapai 300 kali lipatan (273

kali), hal ini dikarenakan formula 3 menggunakan polimer PVP dalam jumlah

yang lebih besar dimana, polimer ini mempunyai sifat yang lebih hogroskopis

dibanding polimer HPMC. Hasil ketahanan lipat formula 1, 2, 4, 5 dan 6 sudah

sesuai persyaratan, yakni polimer tidak rusak dengan dilipat hingga 300 kali

(Jhawat, et a.,2013). Formula 4, 5 dan 6 menggunakan polimer HPMC, HPMC

dapat digunakan sebagai binder atau bahan pengikat, adanya ikatan yang kuat

pada HPMC dapat menghasilkan patch dengan ketahanan lipat yang besar (Rowe,

et al., 2009).

4.9 Pengujian Kadar Nifedipin Patch

4.9.1 Penentuan panjang gelombang nifedipin dalam larutan dapar fosfat pH


7,4

Penentuan panjang gelombang nifedipi dalam larutan larutan dapar fosfat

pH 7,4 dilakukan dengan membuat larutan nifedipin dengan konsentrasi 50 ppm

dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 kemudian diamati serapannya pada panjang

gelombang 200-400 nm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nifedipin

memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 238 nm.Hal ini sesuai

dengan literatur yang menyatakan bahwa panjang gelombang maksimum

nifedipin sebesar 238 (Raj, 2013). Kurva penentuan panjang gelombang nifedipin

60
Universitas Sumatera Utara
dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 86.


Absorbansi

Panjang gelombang (nm)

Gambar 4.5 Kurva penentuan panjang gelombang nifedipin

4.9.2 Pembuatan kurva kalibrasi nifedipin dalam dapar fosfat pH 7,4

Pembuatan kurva kalibrasi nifedipi dalam larutan dapar fosfat pH 7,4

dilakukan dengan membuat larutan nifedipin pada delapan titik konsentrasi,

diantaranya 10, 50, 90, 130, 170, 210, 250 dan 300ppm. Selanjutnya masing-

masing larutan ditentukan serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada

panjang gelombang 238 nm. Hasil pengukuran kurva baku nifedipin dalam larutan

dapar fosfat pH 7,4 diperoleh suatu persamaan regresi linier yaitu y = 0,00246x +

0,0061 dengan nilai r2 = 0,99956. Hasil kurva baku nifedipin dalam larutan dapar

fosfat pH 7,4 dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan hasil selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 5 halaman 87.

61
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Kurva Kalibrasi Nifedipin

4.9.3 Kandungan nifedipin dalam sediaan patch transdermal

Pengujian kadar dilakukan untuk mengetahui kandungan (kadar) nifedipin

dalam sediaan patch, karena itu dilakukan pengukuran kandungan zat aktif pada

patch dari masing-masing formula. Patch yang digunakan adalah patch yang

memiliki bobot dan ketebalan yang hampir sama, dengan asumsi bahwa patch

dengan bobot dan ketebalan yang sama atau hampir sama akan memiliki

kandungan nifedipin yang sama atau hampir. Hal ini penting dilakukan untuk

memudahkan proses sampling patch yang akan dikarakterisasi. Patch diekstraksi

dengan menggunakan dapar fosfat pH 7,4 dengan bantuan magnetik stirer selama

60 menit, kemudian dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang 238 nm. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 replikasi pada tiap-tiap

formula, dihitung kadar rata-rata, standar deviasinya (SD) dan coifisien variasinya

(CV). Secara teoritis kandungan nifedipin berbeda tiap formula antara 8,97 mg

sampai 9,62 mg. Perbedaan ini diakibatkan adanya perbedaan bobot tiap formula.

Hasil pengujian kadar nifedipin dalam patch tiap formula dapat dilihat pada Tabel

4.7 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 88.

62
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Hasil pengujian kadar nifedipin dalam patch dari tiap formula
Kadar nifedipin (%) Koifisien
Rata-rata
Formula Replikasi Replikasi Replikasi variasi
± SD
1 2 3 (CV)
F1 94,98 97,09 98,62 96,90 ± 1,83 1,89
F2 100,09 97,09 98,31 98,50 ± 1,51 1,53
F3 98,31 98,31 97,91 98,18 ± 0,23 0,24
F4 97,52 97,41 96,53 97,16 ± 0,54 0,56
F5 96,02 98,84 96,21 97,03 ± 1,58 1,63
F6 99,14 99,46 99,56 99,38 ± 0,22 0,22

Hasil pengujian kadar rata-rata nifedipin dalam patch tiap formula (Tabel

4.7)antara 96,90 ± 1,83% sampai 99,38 ± 0,22%, dengan nilai koifisien variasi

(CV) lebih kecil dari 2%. Menurut american pre-veternary medical assosiation

(APVMA) (2004) untuk jumlah komponen terukur dalam sampel antara 1-10 %

tingkat presisinya ≤ 2%, sehingga keenam formula tersebut dinyatakan memenuhi

persyaratan.

4.10 Pengujian Secara In Vitro

4.10.1 Uji Penetrasi

Pengujian penetrasi dilakukan untuk mengetahui jumlah nifedipin yang

tertransport. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan difusi sel franz tipe

pertikal dan kemudian dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang 238 nm.

Penentuan penetrasi diawali dengan penentuan jumlah kumulatif nifedipin

yang terpenetrasi, dihitung dari konsentrasi yang diperoleh setiap waktu (μg/mL)

dikalikan dengan faktor pengenceran (5 mL), lalu dikali dengan media dalam sel

difusi (15 mL) ditambah faktor penambahan (wurster). Hasil uji penetrasi

nifedipin patch transdermal secara in vitro dapat dilihat pada dan Tabel 4.8 dan

Gambar 4.7 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 90.

63
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Hasil uji penetrasi nifedipin patch transdermal secara in vitro
Rata-rata % Kumulatif yang Terpenetrasi
Waktu
F1 F2 F3 F4 F5 F6
0 0 0 0 0 0 0
10 8,08 12,05 12,37 12,09 14,68 14,41
20 10,19 14,79 15,86 13,48 16,65 16,14
30 12,01 16,50 18,19 17,29 19,28 17,73
60 14,10 19,23 21,37 20,32 21,81 20,70
90 16,09 21,68 25,07 22,49 25,43 24,18
120 19,34 24,23 27,79 26,49 28,02 28,19
180 21,76 27,06 30,60 30,30 31,08 31,43
240 25,06 29,81 33,31 34,05 34,84 35,55
360 29,48 32,83 38,00 40,52 40,93 44,63
480 33,13 36,73 41,56 44,54 45,92 53,81
600 39,48 42,54 46,94 47,91 49,72 58,65
720 44,18 50,94 50,08 53,53 54,42 64,22
840 48,66 54,53 54,99 58,57 58,29 69,58
960 51,35 59,17 60,84 63,40 65,02 74,13
1080 57,20 64,93 69,58 68,40 72,03 80,11
1200 62,89 67,40 73,79 72,11 76,74 84,36
1320 64,08 68,68 75,79 72,92 79,58 88,47
1440 65,56 70,24 77,34 74,40 81,80 88,77

100
% kumulatif yang terpenetrasi

90
80
70 Formula 1
60 Formula 2

50 Formula 3
40 Formula 4
30 Formula 5
20
Formula 6
10
0
10201080114012001260132013801440
120180240300360420480540600660720780840900960
60
0

Waktu (menit)

Gambar 4.7 Grafik uji penetrasi nifedipin patch transdermal secara in vitro Tabel
4.8 dan Gambar 4.7 menunjukkan bahwa untuk semua formula terjadi

penetrasi yang besar pada menit awal yaitu menit 10.Pada menit-menit

selanjutnya kenaikan jumlah nifedipin meningkat dengan kecepatan yang lebih

64
Universitas Sumatera Utara
kecil dibanding kecepatan pada menit 10. Pada menit 1440 keenam formula

menunjukan jumlah persen kumulatif nifedipin yang terpenetrasi yakni 88,77%

(F6), 81,80% (F5), 77,34% (F3), 74,40% (F4), 70,24 (F2) dan 65,56% (F1).

Etil selulosa merupakan polimer netral yang hodrofobik, matriks etil

selulosa akan memberi rintangan untuk penetrasi cairan kedalam matriks, yang

mengakibatkan difusi obat akan menjadi lambat. Polimer PVP dan HPMC adalah

polimer hidrofilik yang dapat meningkatkan pelepasan obat, tanpa adanya rate

controlling membrane polimer hidrofilik akan melepaskan obat dengan cepat

selama uji disolusi (Chauhan, et al., 2015).

Kombinasi EC-PVP dan EC-HPMC menunjukkan penetrasi patch

trasdermal dapat dikendalikan. EC berfungsi untuk mebatasi pelepasan dengan

menghalangi penetrasi cairan kedalam matrik. PVP berfungsi untuk membentuk

suatu pori yang dapat meningkatkan pelepasan nifedipin dari basisnya. HPMC

adalah polimer yang dapat mengembang (swellable) apabila berada dalam pelarut

yang sesuai (Rowe, et al., 2009).Polimer yang dapat mengembang (swellable)

dapat meningkatkan tortuositas dan difusi bahan aktif sehingga mengakibatkan

pelepasan obat lebih cepat (Kumar, et al.,2012).

4.10.2 Hasil kinetika orde pelepasan

Kinetika orde pelepasan dilakukan terhadap ke 6 formula dengan empat

model kinetika yaitu orde nol, orde satu, model Higuchi, dan Korsmeyer Peppas.

Penentuan kinetika pelepasan nifedipin dari patch dilakukan untuk mengetahui

berapa persen obat yang dilepaskan pada waktu-waktu tertentu. Kinetika

pelepasan nifedipin dari patch transdermal dapat dilihat pada Tabel 4.9dan hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 Halaman 122.

65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9 Kinetika pelepasan nifedipin patch transdermal
Orde nol Orde satu Higuchi Korsmeyer-Peppas
2 2
Formula r r r2 r2
F1 0,967 0,868 0,989 0.981
F2 0,978 0,889 0,983 0,968
F3 0,978 0,871 0,981 0,978
F4 0,962 0,837 0,996 0,989
F5 0,982 0,887 0,987 0,974
F6 0,970 0,865 0,994 0,974

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa kinetika pelepasan nifedipin dari patch

transdermal linier (r2 mendekati 1) pada plot persen kumulatif versus akar waktu

atau mengikuti model Higuchi. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pelepasan

nifedipin dari patch transdermal adalah melalui proses difusi. Zat aktif semakin

lama akan dilepaskan dengan kecepatan yang rendah, hal ini dikarenakan jarak

difusi aktif semakin panjang (Banakar, 1992). Aplikasinya, model ini dapat

digunakan untuk menggambarkan pelepasan obat dari bentuk sediaan farmasi

yang dimodifikasi seperti sistem transdermal dan matriks tablet (Dash, at al.,

2010). Hasil Kinetika pelepasan nifedipin dari patch transdermal mengikuti model

Higuchi dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.8 berikut.

100
90
% pelepasan kumulatif

80
70 Formula 1
60 Formula 2
50
Formula 3
40
30 Formula 4
20 Formula 5
10 Formula 6
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (menit)

Gambar 4.8 Grafik kinetika pelepasan nifedipin patch transdermal model


Higuchi

66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10Kinetika pelepasan nifedipin patch transdermal model Higuchi
Akar Rata-rata persen kumulatif yang terpenetrasi
Waktu
waktu F1 F2 F3 F4 F5 F6
10 3,16 8,08 12,05 12,37 12,09 14,68 14,41
20 4,47 10,19 14,79 15,86 13,48 16,65 16,14
30 5,48 12,01 16,50 18,19 17,29 19,28 17,73
60 7,75 14,10 19,23 21,37 20,32 21,81 20,70
90 9,49 16,09 21,68 25,07 22,49 25,43 24,18
120 10,95 19,34 24,23 27,79 26,49 28,02 28,19
180 13,42 21,76 27,06 30,60 30,30 31,08 31,43
240 15,49 25,06 29,81 33,31 34,05 34,84 35,55
360 18,97 29,48 32,83 38,00 40,52 40,93 44,63
480 21,91 33,13 36,73 41,56 44,54 45,92 53,81
600 24,49 39,48 42,54 46,94 47,91 49,72 58,65
720 26,83 44,18 50,94 50,08 53,53 54,42 64,22
840 28,98 48,66 54,53 54,99 58,57 58,29 69,58
960 30,98 51,35 59,17 60,84 63,40 65,02 74,13
1080 32,86 57,20 64,93 69,58 68,40 72,03 80,11
1200 34,64 62,89 67,40 73,79 72,11 76,74 84,36
1320 36,33 64,08 68,68 75,79 72,92 79,58 88,47
1440 37,95 65,56 70,24 77,34 74,40 81,80 88,77

4.10.3 Penentuan nilai fluks

Penentuan nilai fluks penetrasi dilakukan dengan menghitung jumlah


kumulatif nifedipin yang terpenetrasi per waktu dibagi dengan luas membra yang

terpapar dengan sel difusi (μg/cm2). Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara

jumlah nifedipin terpenetrasi (μg/cm2) terhadap akar waktu (μg/cm2.menit½),

slopdari persamaan regresi merupakan kecepatan penetrasi (fluks). Hasil penetuan


nilai fluks nifedipin dari patch transdermal dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut

dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 126. Tabel 4.11
Hasil penetuan nilai fluks nifedipin patch transdermal

Formula Rata-rata Nilai Fluks r2


F1 49,33 0,988
F2 50,93 0,983
F3 55,09 0,981
F4 53,60 0,994
F5 55,80 0,987
F6 68,20 0,995

67
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji pelepasan menunjukkan bahwa semakin bertambahnya waktu

maka jumlah kumulatif obat yang terlepaskan semakin meningkat. Laju pelepasan

nifedipin dapat diketahui dengan membuat kurva hubungan antara Q (jumlah obat

yang tertransport persatuan luas) dan √t (waktu)1/2, selanjutnya akan diperoleh

suatu persamaan regresi y = bx + a. Nilai b adalah slope dari persamaan yang

diperoleh yang merupakan nilai flukspelepasan. Nilai flukspelepasan

menunjukkan banyaknya obat yang terlepas tiap satuan luas pada waktu tertentu

(Sinko, 2011).

Tabel 4.10 menggambarkan bahwa rata-rata laju pelepasan pada F6> F5>

F3>F4>F2>F1 dengan nilai flukspelepasan 68,20 μg/cm2.menit1/2 pada formula

6; 55,80 μg/cm2.menit1/2 pada formula 5; 55,09μg/cm2.menit1/2 pada formula 3;

53,60 μg/cm2.menit1/2 pada formula 4; 50,93 μg/cm2.menit1/2 pada formula 2 dan

49,33 μg/cm2.menit1/2 pada formula 1.

Hasil pengujian pelepasanmenunjukkan bahwa patch pada F6 memiliki

nilai fluksyang lebih besar dibandingkan F1, F2, F3, F4, dan F5. Hal ini

dikarenakan F6 merupakan formula dengan komposisi polimer HPMC paling

banyak.HPMC merupakan polimer hidrofilik yang dapat mengembang (swellable)

apabila berada dalam pelarut yang sesuai (Rowe, et al., 2009).Polimer yang dapat

mengembang (swellable) dapat meningkatkan tortuositas dan difusi bahan aktif

sehingga mengakibatkan pelepasan obat lebih cepat. Semakin tinggi polimer

HPMC yang digunakan maka dapat meningkatkan proses penyerapan air dan

hidrasi dari polimer matriks, sehingga obat akan lebih mudah terlepaskan (Kumar,

et al.,2012).

68
Universitas Sumatera Utara
4.11 Penentuan Formula Optimum

Penentuan formula optimum dilakukan dengan mengolah data respon yang

memenuhi persyaratan, respon yang dipilih dalam penentuan formula optimum

yaitu nilai persen moisture content dan nilai fluks. Persen moisture content dipilih

karena respon tersebut menunjukkan besarnya kandungan air dalam sediaan patch

yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan, sedangkan flukspelepasan dipilih

karenamenunjukkan banyaknya jumlah obat yang terlepaskan dari sediaan. Untuk

nilai fluksadalah maksimum, sedangkan syarat persen moisture content yang

diharapkan yaitu 1–10 %. Suatu sediaan akan mempunyai stabilitas yang baik

apabila sediaan tersebut mengandung sedikit air sehingga tidak akan mudah

terkontaminasi mikroorganisme.

Persen moisture content dari ke 6 formula memenuhi syarat karena berada

pada kisaran 1,10± 0,58 sampai 4,25 ± 0,13, sedangkan untuk fluks nilai terkecil

yakni 49,33 dengan r2 0,988 (F1) dan nilai terbesar 68,20 dengan r2 0, 995 (F6),

nilai fluks yang tertinggi adalah pada formula 6. Maka disimpulkan bahwa

formula optimum adalah formula 6 dengan komposisi polimer EC:HPMC dengan

perbandingan 16,25 mg:48,75mg.

4.12 Uji Iritasi Kulit

Patch formula optimum ditempel pada bagian punggung kelinci yang

sebelumnya telah dicukur, setelah 24 jam lakukan pengamatan. Hasil pengujian

menunjukkan tidak ditemukan perubahan warna pada kulit kelinci setelah

percobaan. Sedangkan pada kelinci yang diberi larutan formalin 0,8% (kontrol)

menunjukkan adanya perubahan warna kulit kelinci menjadi merah. Hal ini

69
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa formula optimum tidak menimbulkan iritasi pada kulit

kelinci (Tyagi dan Goyal, 2017).Uji iritasi kulit kelinci dapat dilihat pada Gambar

4.9 berikut.

Kelinci 1 sebelum percobaan Kelinci 1 setelah percobaan

Kelinci 2 sebelum percobaan Kelinci 2 setelah percobaan

Kelinci 3 setelah percobaan Kelinci 3 setelah percobaan

Kelinci 4 sebelum percobaan Kelinci 4 setelah percobaan


Gambar 4.9 Uji iritasi pada kulit kelinci

70
Universitas Sumatera Utara
4.13 PengujianIn VivoPatch Transdermal Nepedifin

4.13.1 Penyiapan dan pemberian obat secara trasdermal pada hewan


percobaan

Dua minggu sebelum pengujian dilakukan aklimatisasi terhadap kelinci

percobaan.Kelinci yang digunakan pada uji ini sebanyak 4 ekor.Sekitar 5 cm2

kulit kelinci dicukur pada bagian dorsal, patch transdermal di tempatkan pada

bagian yang telah dicukur tersebut.

4.13.2 Kurva serapan

Penentuan panjang gelombang nifedipi dalam plasma dilakukan dengan

mencampurkan 1 mL plasma darah yang tidak mengandung obat dengan 1 mL

larutan nifedipin 40 ppm dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 ditambah asetonitril

hingga 5 mL, centrifuge pada kecepatan 2000 rpm selama 10 menit, uji

serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nifedipin dalam plasma memberikan

serapan maksimum pada panjang gelombang 237,8 nm dengan absorbansi sebesar

0,37172. Kurva penentuan panjang gelombang nifedipin dapat dilihat pada

Gambar 4.10 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 132.
Absorbansi

Panjang gelombang (nm)


Gambar 4.10 Penentuan panjang gelombang nifedipin pada uji in vivo

71
Universitas Sumatera Utara
4.13.3 Kurva kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi nifedipi dalam larutan dapar fosfat pH 7,4

dilakukan dengan membuat larutan nifedipin pada lima titik konsentrasi, yaitu 20,

30, 40, 50 dan 60 µg/mL. 1 mL dari larutan tersebut ditambah 1 mL plasma darah

yang tidak mengandung obat dan volumenya dicukupkan sampai 5 mL

menggunakan asetonitril. Masing-masing larutan centrifuge pada kecepatan 2000

rpm selama 10 menit dan ditentukan serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 237,8 nm.

Hasil pengukuran kurva baku nifedipin dalam larutan plasma diperoleh

suatu persamaan regresi linier yaitu y = 0,00983x + 0,01719 dengan nilai r2 =

0,99502. Hasil kurva baku nifedipin dalam larutan plasma darah dapat dilihat pada

Gambar 4.11 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 133.

Gambar 4.11 Kurva kalibrasi nifedipin pada uji in vivo

4.13.4 Konsentrasi obat dalam darah

Penentuan konsentrasi nifedipin dilakukan dengan menggunakan darah

kelinci yang diambil dari vena auricularis telinga kelinci. Pengukuran konsentrasi

dalam plasma menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet (UV) pada panjang

72
Universitas Sumatera Utara
gelombang 237,8 nm. Data rata-rata konsentrasi nifedipin pada sediaan patch

transdermal dalam plasma dapat dilihat pada Tabel 4.12dan Gambar 4.12 dan hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 143.

Tabel 4.12 Hasil pengujian konsentrasi nifedipin patchtransdermal dalam plasma


darah kelinci
Rata-rata konsentrasi
Standar
No Waktu (menit) dalam plasma
deviasi
(µg/mL)
1 0 0,00 0,00
2 10 0,10 0,08
3 30 0,25 0,03
4 60 0,38 0,21
5 90 0,62 0,22
6 120 0,85 0,27
7 180 1,15 0,22
8 240 1,51 0,17
9 360 1,82 0,26
10 480 2,13 0,49
11 600 2,29 0,40
12 720 2,94 0,42
13 960 3,98 0,11
14 1200 3,94 0,28
15 1440 3,87 0,22

4.5
plasma

4.0
3.5
3.0
2.5
Konsentrasi dalam

5
0
0
6
0
0
7
0
0
8
0
0
9
0
0

2.0
1.5
1.0
0.5
(μg/mL)

0.0
1000
1100
1200
1300
1400
1500
100
200
300
400
0

Waktu (menit)
Gambar 4.12 Grafikhasil pengujian konsentrasi nifedipin patch transdermal
dalam plasma darah kelinci

Data (Tabel 4.12 dan Grafik 4.11) di atas menunjukkan bahwa sediaan

nifedipin patc transdermal mempunyai konsentrasi maksimum (Cmaks) 3,98 ± 0.42

73
Universitas Sumatera Utara
μg/mL dan waktu maksimum (Tmaks) adalah 960 menit. Nilai Cmaks adalah nilai

menunjukkan bahwa obat cukup untuk diabsorpsi secara sistemik agar

menghasilkan efek teraupetik dan juga memberi petunjuk kemungkinan adanya

kadar toksik obat dalam tubuh.

4.14 Korelasi In Vitro-In Vivo

Menurut Biopharmaceutical Drug Classification System (BCS) nifedipin

merupakan salah satu obat yang termasuk dalam kelas II.Obat kelas II memiliki

permiasi yang tinggi tetapi kelarutannya rendah.Dalam uji secara in vivo tingkat

penyerapan terbatas kecuali dalam jumlah dosis yang sangat tinggi.Korelasi in

vitro in vivo (IVIVC) biasanya diterima untuk obat kelas I dan kelas II.Korelasi

obat yang terpenetrasi secara in vitro pH 7,4 versus obat yang terpenetrasi secara

in vivo dari nifedipin dalam patch transdermal dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan

Gambar 4.13.

Tabel 4.13 Data obat yang terpenetrasi secara in vitro ph 7,4 vs obat yang
terpenetrasi secara in vivo dari nifedipin patch transdermal
Patch transdermal F6
Waktu
No (menit) Persen kumulatif obat yang Jumlah obat yang terpenetrasi
terpenetrasi secara in vitro secara in vivo (µg/mL)
1 10 14,41 0,10
2 30 17,73 0,25
3 60 20,70 0,38
4 90 24,18 0,62
5 120 28,19 0,85
6 180 31,43 1,15
7 240 35,55 1,51
8 360 44,63 1,82
9 480 53,81 2,13
10 600 58,65 2,29
11 720 64,22 2,94
12 960 74,13 3,98
13 1200 84,36 3,94
14 1440 88,77 3,87

74
Universitas Sumatera Utara
4.40
4.20
4.00
obat yang terpenetrasi secara 3.80
3.60
3.40
3.20
3.00
2.80
in vivo (µg/mL)

2.60
2.40
2.20
2.00 y = 0.052x - 0.504
1.80
1.60 r² = 0.966
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
Jumlah

0.20
0.00
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
0
5

Persen kumulatif obat yang terpenetrasi secara in vitro


Gambar 4.13 Korelasi obat yang terpenetrasi secara in vitro ph 7,4 vs obat yang
terpenetrasi secara in vivo dari nifedipin patch transdermal

Harga korelasi (r²) pada pengujian in vitro pH 7,4 dengan in vivo adalah

0,966 hal ini menjelaskan masih terdapat korelasi antara nifedipin dalam patch

transdermal yang diuji secara in vitro dan in vivo karena harga korelasinya lebih

besar dari 0,8 (Shargel, et al., 1988).

75
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. karakteristik matriks patch nifedipin untuk semua formula menunjukkan bahwa

patch nefedipin berwarna kuning, kering, tidak berbau dan permukaan rata.

Ketebalan antara 0,0196 ± 0,0001cm sampai 0,0303 ± 0,0003 cm.

Keseragaman bobot antara 91,16 ± 0,26 mg sampai 95,16 ± 0,12 mg. Moisture

content antara1,1068 ± 0,5849% sampai 4,8602 ± 0,4255%. Kadar obat 96,90

± 1,83% sampai 99,38 ± 0,22%.

b. profil pelepasan nifedipin dari matriks patch transdermal secara in vitro

menunjukkan jumlah kumulatif yang terpenetrasi antara 65,56% sampai

88,77%. Semua formula mengikuti orde pelepasan Higuchi. Nilai fluks terkecil

pada formula 1 (49,33μg/cm2.menit½ dengan r2 0,988) dan yang terbesar pada

formula 6 (68,20μg/cm2.menit½ dengan r2 0,995).

c. formula optimum adalah formula 6, profil pelepasan nifedipin dari matriks

patch transdermal secara in vivo menunjukkan konsentrasi maksimum (Cmaks)

3,98 ± 0.42 μg/mL dan waktu maksimum (Tmaks) adalah 960 menit. Nilai

korelasi in vitro dan in vivo 0,966.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah dilakukan uji in vivo dengan

membandingkan terhadap sediaan dipasaran dan uji tekanan darah.

76
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. (2008). Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkendali. Bandung:


ITB Press. halaman 33, 97.

Akhtar, N., Rehman, M.H., Khan, H.M.S., Rasool, F., Saeed, T., dan Murtaza.
(2011). Penetration Enhancing Effect of Polysorbate 20 and 80 on the in
vitro Percutaneous Absoption of L-Ascorbic Acid. Topical Journal of
Pharma Ceutical Research.10 (3), 281-288.

Alexander, A., Dwivedi, S., Giri, T. K., Saraf, S., Saraf, S., dan Tripathi, D. K.
(2012).Approaches for breaking the barriers of drug permeation through
transdermal drug delivery.Journal of Controlled Release, 164, 26-40.

Ammar, H.O., Ghorab, M., El-Nahhas, S.A., dan Kamel, R. (2007) Evaluation of
Chemical Penetration Enhancher for Transdermal Delivery of
Aspirin.Asian Journal of Pharmaceutical Sciences 2 (3), 96-105.

Anisree, G. S., Ramasamy, C., Wesley, J., dan Koshy, B. M. (2012).Formulation


of Transdermal Drug Delivery System of Metoprolol Tatrate and its
Evaluation.Journal Pharmaceutical Sciences and Research.ISSN 0975-
1459. Vol. 4 : 1939-1942.

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:
UI-Press. Halaman 176-181.

APVMA (2004) Guidelines For The Validation Of Analytical Method For Active
Constituen, Agricultural And Veterinary Chemical Product. Kinston
APVMA: Australia

Banakar, U.V. (1992). Pharmaceutical Dissolution Testing. New York: Marcel


Dekker, Inc

Bharkatiya, M., Nema, R. K., dan Bhatnagar, M. (2010).Designing and


Characterization of Drug Free Patches for Transdermal
Application.International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug
Research.2 (1), 35-39.

Bartosova, L., dan Bajgar, J. (2012). Transdermal Drug Delivery In Vitro Using
Diffusion Cells. Czech Republic: Current Medicinal Chemistry 19, 4671-
4677.

Chauhan, S., Bolmal, U. D., Dandagi, P.M., dan Singh, A. (2015).Design And
Evaluation Of Transdermal Patch Of Felodipine. Indo American Journal
of Pharmaceutical Research.5 (09), 2231-6876

77
Universitas Sumatera Utara
Dash, S., Murthy, P. N., Nath, L., dan Chowdhury, P. (2010). Kinetic modeling on
drug release from controlled drug delivery systems. Acta Pol Pharm, 67
(3), 217-23.

De, P. K., Paul, J., Dey, S. K., Dinda, S. C., dan Rakshit, S. (2011) Formulation,
Physico-chemical characterization and Release kinetic study of
antihypertensive Transdermal Patches. Pelagia Research Library.Der
Pharmacia Sinica.2(5), 98-109

Devissaguet J., dan Aiache J. M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi.Edisi ke dua.


Terjemahan: Widji Soerarti. Airlangga University Press. Surabaya.
Hal.443-458,172.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI. Halaman 611-613

Effinora (2012).Eksipien dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi.


Jakarta: Dian Rakyat. Halaman 121-129.

Guljar, M. A., Kumar, K.GB., dan Kumar, S. BP. (2010) Formulation and
Evaluation of Nifedipine Transdermal Patches. Journal of Pharmacy
Research, 3 (8),1785-1787.

Jhawat, V. C., Saini, V., Kamboj, S., dan Maggon, N. (2013). Transdermal Drug
Delivery System : Approaches and Advancements in Drug Absorption
through Skin. Int. J. Pharm. Sci. Rev. 20 (1), P:47-56.

Kandavilli, S., Nair, V., dan Panchagnula, R. (2002).Polymers in Transdermal


Drug Delivery Systems.Pharmaceutical Technology Education and
Research.

Kumar, S. V., Tarun, P., dan Kumar, T. A., (2013). Transdermal Drug Delivery
System for Non-Steroidal Anti Inflammatory Drug : A Review. Indo
American Journal of Pharmaceutical Research.ISSN 2231-6876.Vol
3.Issue 5. P: 3588-3605.

Lopez-Castellano, A., dan Merino, V. (2010).Chemical Enhancers.Current


Technologies to Increase the Transdermal Delivery of Drugs, 23.

Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (2004). Clarke’s Analysis of Drugs
and Poisons. Edisi III. London: Pharmaceutical Press. Halaman 911

Patel, H., Patel, U., Bhimani, B., Daslaniya, D., dan Patel, G. (2012). Transdermal
Drug Delivery System As Prominent Dosage Forms for the Highly
Lipophilic Drugs. Review Article International Journal of Pharmaceutical
Bio-Science1 (3), 42–65.

78
Universitas Sumatera Utara
Parhi, R dan Suresh, P. (2016) Transdermal Delivery Of Diltiazem HCl From
Matrix Film: Effect Of Penetration Enhancers And Study Of
Antihypertensive Activity In Rabbit Model. Journal of Advanced
Research(7), 539–550

Prabhakara, P., Koland, M., Vijaynarayana, K., Harris, N. M., Shankar, G.,
Ahmed, M. G., et al. (2010).Preperation and Evaluation of Transdermal
Patches of Papaverin Hydrochloride.Int. J. Res. Pharm. Sci. 1 (3), 259-
266.

Raj, A. R. (2013) Formulation Evaluation and In Vitro Permiation Studyes of


Transdermal Nifedipine From Matrix Type Patche. International journal
of Phermacy and pharmaceutical Sciences, 6 (1).

Ramkanth, S., Jayaprakash, S., dan Vimalakannan, T. (2015) Formulation and


Evaluation of A Monolithic drug-In-Adhesive Type Patch Containing
Tenoxicam. International Journal of Pharma Sciences and Research
(IJPSR).6 (4), 0975-9492

Roderick, B.W., dan Eric, W.S. (1996). The role of percutaneous penetration
enhnacers.Advanced Drug Del. J Pharm Rev. (18), 295-301.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Exipients.Edisi keenam. London: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Assosiation. Hal 257, 273, 413.

Sabati, A. H., Ali, M. A. M., dan Ali, B. A. (2017) Formulation and In-vitro
Evaluation of Baclofen Transdermal Patches. Asian Journal of
Pharmaceutics. 11 (1), S162

Sankar, V., Jhonson, B.D., Sivanand, V., Ravichandran, V., Raghuraman, S.,
Velrazan, G., et al. (2003) Design and Evaluation of Nifedipin
Transdermal Patches. Research Paper.Indian J. Pharm. Sci, 65 (5), 510-
515.

Saroha, K., Yadav, B., dan Sharma, B. (2011). Transdermal Patch, A Discrete
Dosage Form. International Journal of Current Pharmaceutical Research,
3 (3).

Shabbir, M., Fazli, A. R., Ali, S., Raza, M., Sharif, A., Akhtar, M. F., at al. (2017)
Effect of Hydrophilic and Hydrophobic Polymer on In VitroDissolution
and Permeation of Bisoprolol Fumarate. Acta Poloniae Pharmaceutica.74
(1), 187-197

Shargel, L., Wu-pong, S., dan Yu, A.B.C. (2005).Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetics.Edisi ke-5. Boston: McGraw Hill. Halaman 86-95.

79
Universitas Sumatera Utara
Sharma, A., Saini, S., dan Rana, A. C. (2013). Transdermal Drug Delivery
system: A Review. International Journal of Research in Pharmaceutical
and Biomedical Sciences.ISSN 2229-3701.Vol. 4 (1). P: 286-292.

Sharma, K., Mittal, A., dan Agrahari, P. (2016) Skin Permeation of Candesartan
Cilexetil from Transdermal Patch Containing Aloe Vera Gel as
Penetration Enhancer.Asian Journal of Pharmaceutics.10 (2), 124

Shirsand, S. B., Ladhane, G. M., Prathap S., dan Prakash P. V. (2012). Design
And Evaluation Of Matrix Transdermal Patches Of Meloxicam. RGUSH
J. Pharmacy. Vol 2 (4): 58-62.

Shivaraj, A., Selvam, R. P., Mani, T. T., dan Sivakumar, T. (2010). Design And
Evaluation of Transdermal Drug Delivery of Ketotifen Fumarate. Int J
Pharm Biomed Research.ISSN 0976-0350. Vol (2) : 42-47.

Sinko, P. J. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences


(6th ed.). Cina: Lippincot Williams & Wilkins. 355, 469.

Snjedrova, E dan Dittrich, M. (2012). Pharmaceutical Applications of Plasticizer


Polymers. Dalam Luqman M. (Eds), Recent Advances in Plasticizer. P
69-90.

Swarbrick, J. dan Boylan, J. (1995). Percutaneous Absorption, in Encyclopedia of


Pharmaceutical Technology, Volume 11, Marcel Dekker Inc., New York,
413-445.

Sweetman, S.C. (2009). Martindale 36 The Complete Drug Reference. London:


The Pharmaceutical Press. 79

Tyagi, S., Goyal, K. (2017)Transdermal Drug Delivery System: Quality


Approaches And Evaluation. Innovat International Journal Of Medical &
Pharmaceutical Sciences.2(3), 15-21

Watkinson, A.C. (2012). Transdermal and topical drug delivery


today.Transdermal and Topical Drug Delivery: Principles and Practice.
Halaman.357-366.

Wen, H., dan Park, K. (2010). Oral controlled release formulation design and drug
delivery. Theory to practice. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

Williams A.C, dan Barry B.W., (2004). Penetration enhancers, Advanced drug
delivery reviews. Halaman 56, 603-618

Wongpayapkul, L., Leesawat, P., Rittirod, T., Klangtrakul, K., dan Pongpaibul, Y.
(2006).Effec of Single and Combined Permeation Enhancers on the Skin
Permiation of Ketoprofen Transdermal Drug Delivery
System.CMU.Journal 5(1),41.

80
Universitas Sumatera Utara
Yener, G., Uner, M., Ganullu, U., Yildirim, S., dan Kilic, P. (2010). Design of
Meloxicam and Lornoxicam Transdermal Patches : Preparation, Physical
Characterization, ex Vivo and in vivo Studies. Chem. Pharm. Bull 58 (11),
1466-1473

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Hasil pengujian ketebalan patch

Tabulasi hasil pengujian ketebalan pacth formula 1


Reflikasi 1 (cm) Reflikasi 2 (cm) Reflikasi 3 (cm)
Titik 1 0,019 0,020 0,020
Titik 2 0,019 0,020 0,020
Titik 3 0,018 0,020 0,020
Titik 4 0,019 0,020 0,020
Titik 5 0,019 0,020 0,020
Rata-rata ± SD 0,019 ± 0,0004 0,020 ± 0,0000 0,020 ± 0,0000
Total rata-rata ± SD = 0,0196 ± 0,0001cm

Tabulasi hasil pengujian ketebalan pacth formula 2


Reflikasi 1 (cm) Reflikasi 2 (cm) Reflikasi 3 (cm)
Titik 1 0,022 0,023 0,023
Titik 2 0,022 0,023 0,024
Titik 3 0,022 0,022 0,023
Titik 4 0,022 0,022 0,023
Titik 5 0,022 0,022 0,023
Rata-rata ± SD 0,022 ± 0,0000 0,022 ± 0,0005 0,023 ± 0,0004
Total standar rata-rata ± SD = 0,0225 ± 0,0003cm

Tabulasi hasil pengujian ketebalan pacth formula 3


Reflikasi 1 (cm) Reflikasi 2 (cm) Reflikasi 3 (cm)
Titik 1 0,025 0,025 0,026
Titik 2 0,025 0,025 0,026
Titik 3 0,024 0,025 0,026
Titik 4 0,025 0,024 0,025
Titik 5 0,025 0,025 0,026
Rata-rata ± SD 0,025 ± 0,0004 0,025 ± 0,0004 0,026 ± 0,0004
Total standar rata-rata ± SD = 0,0251 ± 0,0004cm

Tabulasi hasil pengujian ketebalan pacth formula 4


Reflikasi 1 (cm) Reflikasi 2 (cm) Reflikasi 3 (cm)
Titik 1 0,024 0,023 0,024
Titik 2 0,025 0,024 0,024
Titik 3 0,024 0,025 0,024
Titik 4 0,023 0,024 0,024
Titik 5 0,024 0,024 0,024
Rata-rata ± SD 0,024 ± 0,001 0,024± 0,001 0,024± 0,000
Total standar rata-rata ± SD = 0,0240± 0,0005cm

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Lanjutan

Tabulasi hasil pengujian ketebalan pacth formula 5


Reflikasi 1 (cm) Reflikasi 2 (cm) Reflikasi 3 (cm)
Titik 1 0,027 0,027 0,028
Titik 2 0,027 0,027 0,028
Titik 3 0,028 0,026 0,028
Titik 4 0,027 0,027 0,027
Titik 5 0,027 0,027 0,028
Rata-rata ± SD 0,027± 0,027 0,027± 0,0004 0,028± 0,0004
Total standar rata-rata ± SD = 0,0273± 0,0004cm

Tabulasi hasil pengujian ketebalan pacth formula 6


Reflikasi 1 (cm) Reflikasi 2 (cm) Reflikasi 3 (cm)
Titik 1 0,030 0,030 0,031
Titik 2 0,030 0,030 0,031
Titik 3 0,030 0,030 0,031
Titik 4 0,030 0,030 0,031
Titik 5 0,030 0,031 0,030
Rata-rata ± SD 0,030± 0,0000 0,030± 0,0004 0,031± 0,0004
Total standar rata-rata ± SD = 0,0303± 0,0003cm

Perhitungan ketebalan pacth

Misalnya formula 1 reflikasi 1 pada titik 1

Skalan yang tertera pada mikrometer sekrup adalah 19

Faktor pengali (ketelitaian alat) adalah 0,01 mm

Tebal pacth adalah 19 x 0,01 = 0,19 mm (0,019 cm)

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2 Hasil pengujian kandungan air (moisture content)

Bobot Pacht (mg) % Moister


Formula Reflikasi
Sebelum Sesudah content
1 92,3 89,1 3,47
F1 2 92,5 89,4 3,35
3 92,2 88,9 3,58
Rata-rata ± SD 3,4658 ± 0,1139
1 93,1 89,2 4,19
F2 2 93,5 89,6 4,17
3 92,8 88,7 4,42
Rata-rata ± SD 4,2594 ± 0,1377
1 95,5 91,1 4,61
F3 2 95,2 90,8 4,62
3 95,3 90,2 5,35
Rata-rata ± SD 4,8602 ± 0,4255
1 90,5 89,3 1,33
F4 2 90,3 88,9 1,55
3 90,1 89,7 0,44
Rata-rata ± SD 1,1068 ± 0,5849
1 91,3 88,9 2,63
F5 2 91,7 89,8 2,07
3 91,5 90,2 1,42
Rata-rata ± SD 2,0405 ± 0,6046
1 94,3 91,8 2,65
F6 2 94,6 92,2 2,54
3 94,6 92,5 2,22
Rata-rata ± SD 2,4693 ± 0,2234

Perhutingan moister content

Misalnya formula 1 reflikasi 1

Berat awal = 92,3 mg

Berat Akhir = 89,1 mg

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3 Hasil pengujian daya serap air (moisture uptake)

Bobot Pacht (mg) % Moister


Formula Reflikasi
Sebelum Sesudah uptake
1 89,1 90,3 1,35
F1 2 89,4 90,5 1,23
3 88,9 90,1 1,35
Rata-rata ± SD 1,3090 ± 0,0681
1 89,2 90,4 1,35
F2 2 89,6 91,2 1,79
3 88,7 90,3 1,80
Rata-rata ± SD 1,6449± 0,2597
1 91,1 92,7 1,76
F3 2 90,8 92,8 2,20
3 90,2 92,6 2,66
Rata-rata ± SD 2,2066± 0,4522
1 89,3 89,6 0,34
F4 2 88,9 89,1 0,22
3 89,7 90,1 0,45
Rata-rata ± SD 0,3356± 0,1105
1 88,9 89,4 0,56
F5 2 89,8 90,2 0,45
3 90,2 90,9 0,78
Rata-rata ± SD 0,5946± 0,1676
1 91,8 92,7 0,98
F6 2 92,2 92,9 0,76
3 92,5 93,4 0,97
Rata-rata ± SD 0,9042± 0,1256

Perhutingan moister uptake

Misalnya formula 1 reflikasi 1

Berat awal = 89,1 mg

Berat Akhir = 90,3 mg

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4 Kurva penentuan panjang gelombang nifedipin

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5 Kurva kalibrasi nifedipin

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6 Hasil pengujian kadar nifedipin dalam sediaan patch
Bobot
Konsentrasi
For Pat Absor Konsentrasi Kadar
Replipkasi Teoritis
mula ch bansi (ppm) Nifedipi(%)
(ppm)
(mg)
1 92,1 184,20 0,431 174,96 94,98
1 2 90,1 180,20 0,431 174,96 97,09
3 95,5 191,00 0,464 188,37 98,62
Persen kadar rata-rata ± standar deviasi 96,90 ± 1,83
Coifisien variasi (CV) 1,89
1 93,9 187,80 0,463 187,96 100,09
2 2 90,1 180,20 0,431 174,96 97,09
3 95,8 191,60 0,464 188,37 98,31
Persen kadar rata-rata ± standar deviasi 98,50 ± 1,51
Coifisien variasi (CV) 1,53
1 95,6 191,20 0,463 187,96 98,31
3 2 95,8 191,60 0,464 188,37 98,31
3 96,2 192,40 0,464 188,37 97,91
Persen kadar rata-rata ± standar deviasi 98,18 ± 0,23
Coifisien variasi (CV) 0,24
1 89,7 179,40 0,431 174,96 97,52
4 2 89,8 179,60 0,431 174,96 97,41
3 90,2 180,40 0,429 174,14 96,53
Persen kadar rata-rata ± standar deviasi 97,16 ± 0,54
Coifisien variasi (CV) 0,56
1 91,1 182,20 0,431 174,96 96,02
5 2 88,5 177,00 0,431 174,96 98,84
3 90,5 181,00 0,429 174,14 96,21
Persen kadar rata-rata ± standar deviasi 97,03 ± 1,58
Coifisien variasi (CV) 1,63
1 94,8 189,60 0,463 187,96 99,14
6 2 94,7 189,40 0,464 188,37 99,46
3 94,6 189,20 0,464 188,37 99,56
Persen kadar rata-rata ± standar deviasi 99,38 ± 0,22
Coifisien variasi (CV) 0,22

Perhutingan kadar nifedipin dalam patch

Kadar nifedipin secara teoritis, tiap 100 mg patch mengandung 10 mg nifedipin

Berat patch = 92,1 mg

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6 Lanjutan

Absorbansi yang didapat = 0,431

Regresi y = 0,00246 x + 0,00061

0,431 = 0,00246 x + 0,00061

x = 174,96

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Hasil pengujian penetrasi nifedipin patch secara in vitro
Formula 1
Replikasi 1(bobot patch 92,2 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Absorbansi Konsentrasi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,013 5,04 25,18 377,74 0 377,74 7,28 213,90
20 0,018 7,07 35,35 530,18 25,18 555,37 10,71 314,48
30 0,018 7,07 35,35 530,18 60,53 590,71 11,39 334,49
60 0,021 8,29 41,44 621,65 95,87 717,52 13,84 406,30
90 0,023 9,10 45,51 682,62 137,32 819,94 15,81 464,29
120 0,027 10,73 53,64 804,57 182,83 987,40 19,04 559,12
180 0,029 11,54 57,70 865,55 236,46 1102,01 21,25 624,02
240 0,034 13,57 67,87 1017,99 294,17 1312,15 25,30 743,01
360 0,038 15,20 76,00 1139,94 362,03 1501,97 28,96 850,49
480 0,043 17,23 86,16 1292,38 438,03 1730,41 33,37 979,85
600 0,048 19,26 96,32 1444,82 524,19 1969,00 37,97 1114,95
720 0,054 21,70 108,52 1627,74 620,51 2248,25 43,36 1273,08
840 0,059 23,74 118,68 1780,18 729,02 2509,21 48,39 1420,84
960 0,059 23,74 118,68 1780,18 847,70 2627,89 50,68 1488,04
1080 0,065 26,17 130,87 1963,11 966,38 2929,49 56,49 1658,83
1200 0,07 28,21 141,04 2115,55 1097,26 3212,80 61,96 1819,26
1320 0,069 27,80 139,00 2085,06 1238,29 3323,35 64,09 1881,85
1440 0,065 26,17 130,87 1963,11 1377,30 3340,41 64,42 1891,51

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 1
Replikasi 2(bobot patch 92,1 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 0,015 5,85 29,25 438,72 0,00 438,72 8,47 248,43
20 0,016 6,26 31,28 469,21 29,25 498,46 9,62 282,25
30 0,020 7,88 39,41 591,16 60,53 651,69 12,58 369,02
60 0,022 8,70 43,48 652,13 99,94 752,07 14,52 425,86
90 0,024 9,51 47,54 713,11 143,41 856,52 16,54 485,01
120 0,028 11,13 55,67 835,06 190,96 1026,02 19,81 580,98
180 0,030 11,95 59,74 896,04 246,63 1142,66 22,06 647,03
240 0,033 13,17 65,83 987,50 306,36 1293,86 24,98 732,65
360 0,040 16,01 80,06 1200,91 372,20 1573,11 30,37 890,78
480 0,043 17,23 86,16 1292,38 452,26 1744,63 33,68 987,90
600 0,052 20,89 104,45 1566,77 538,41 2105,18 40,64 1192,06
720 0,056 22,52 112,58 1688,72 642,87 2331,59 45,01 1320,26
840 0,059 23,74 118,68 1780,18 755,45 2535,63 48,95 1435,80
960 0,06 24,14 120,71 1810,67 874,13 2684,80 51,83 1520,27
1080 0,066 26,58 132,91 1993,60 994,84 2988,43 57,69 1692,21
1200 0,071 28,61 143,07 2146,04 1127,74 3273,78 63,20 1853,78
1320 0,068 27,39 136,97 2054,57 1270,81 3325,39 64,20 1883,00
1440 0,067 26,99 134,94 2024,09 1407,78 3431,87 66,25 1943,30

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 1
Replikasi 3 (bobot patch 92,0 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 0,015 5,85 29,25 438,72 0,00 438,72 8,48 248,43
20 0,017 6,66 33,31 499,70 29,25 528,94 10,22 299,51
30 0,019 7,48 37,38 560,67 62,56 623,23 12,04 352,91
60 0,021 8,29 41,44 621,65 99,94 721,59 13,95 408,60
90 0,023 9,10 45,51 682,62 141,38 824,00 15,93 466,59
120 0,027 10,73 53,64 804,57 186,89 991,46 19,16 561,42
180 0,030 11,95 59,74 896,04 240,53 1136,57 21,97 643,58
240 0,033 13,17 65,83 987,50 300,26 1287,76 24,89 729,20
360 0,038 15,20 76,00 1139,94 366,10 1506,04 29,11 852,80
480 0,041 16,42 82,09 1231,40 442,09 1673,50 32,34 947,62
600 0,051 20,48 102,42 1536,28 524,19 2060,47 39,82 1166,74
720 0,055 22,11 110,55 1658,23 626,61 2284,84 44,16 1293,79
840 0,059 23,74 118,68 1780,18 737,15 2517,34 48,65 1425,45
960 0,06 24,14 120,71 1810,67 855,83 2666,50 51,53 1509,91
1080 0,066 26,58 132,91 1993,60 976,54 2970,14 57,40 1681,85
1200 0,072 29,02 145,10 2176,52 1109,45 3285,98 63,51 1860,69
1320 0,068 27,39 136,97 2054,57 1254,55 3309,13 63,95 1873,80
1440 0,067 26,99 134,94 2024,09 1391,52 3415,61 66,01 1934,09

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

Rata-rata formula 1
% kumulatif yang terpenetrasi rata- rata standar Logaritma Logaritma
Waktu Akarwaktu
Replikasi 1 Replikasi 2 Reflikasi 3 (%) deviasi waktu konsentrasi
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 7,28 8,47 8,48 8,08 0,69 3,16 1,00 0,91
20 10,71 9,62 10,22 10,19 0,54 4,47 1,30 1,01
30 11,39 12,58 12,04 12,01 0,60 5,48 1,48 1,08
60 13,84 14,52 13,95 14,10 0,37 7,75 1,78 1,15
90 15,81 16,54 15,93 16,09 0,39 9,49 1,95 1,21
120 19,04 19,81 19,16 19,34 0,41 10,95 2,08 1,29
180 21,25 22,06 21,97 21,76 0,44 13,42 2,26 1,34
240 25,30 24,98 24,89 25,06 0,22 15,49 2,38 1,40
360 28,96 30,37 29,11 29,48 0,77 18,97 2,56 1,47
480 33,37 33,68 32,34 33,13 0,70 21,91 2,68 1,52
600 37,97 40,64 39,82 39,48 1,37 24,49 2,78 1,60
720 43,36 45,01 44,16 44,18 0,83 26,83 2,86 1,65
840 48,39 48,95 48,65 48,66 0,28 28,98 2,92 1,69
960 50,68 51,83 51,53 51,35 0,60 30,98 2,98 1,71
1080 56,49 57,69 57,40 57,20 0,63 32,86 3,03 1,76
1200 61,96 63,20 63,51 62,89 0,82 34,64 3,08 1,80
1320 64,09 64,20 63,95 64,08 0,12 36,33 3,12 1,81
1440 64,42 66,25 66,01 65,56 1,00 37,95 3,16 1,82

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Grafik Formula 1

Orde nol orde satu


2.5

Log % pelepasan kumulatif


80
% pelepasan kumulatif

70 2.0
60
1.5
50
40 1.0 y = 0,000x + 1,151
30
y = 0,041x + 11,30 r² = 0,868
20 r² = 0,967 0.5
10
0.0
0
0 250 500 750 1000 1250 1500
0 250 500 750 1000 1250 1500
Waktu (menit) Waktu (menit)

Kormeyer Peppas Hyguchi


pelepasa kumulati

ati
ku

ul
m

f
2.0 70
60
1.5
f

50

pelepasa
40
1.0 y = 0,433x + 0,409
30 y = 1,686x + 0,454
n
r² = 0.981
Log % n

0.5 20 r² = 0,989
10
%

0.0 0
0 0 10 20 30 40
Lampiran 7 Lanjutan 1 2 3 4
Log Waktu (menit) Akar waktu (menit)

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 2
Replikasi 1 (bobot patch 93,3 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0,00
10 0,021 8,29 41,44 621,65 0,00 621,65 11,85 352,01
20 0,024 9,51 47,54 713,11 41,44 754,55 14,38 427,27
30 0,025 9,91 49,57 743,60 88,98 832,58 15,87 471,45
60 0,029 11,54 57,70 865,55 138,56 1004,11 19,14 568,58
90 0,030 11,95 59,74 896,04 196,26 1092,30 20,82 618,51
120 0,033 13,17 65,83 987,50 256,00 1243,50 23,70 704,13
180 0,037 14,79 73,96 1109,45 321,83 1431,28 27,28 810,46
240 0,039 15,61 78,03 1170,43 395,79 1566,22 29,85 886,87
360 0,041 16,42 82,09 1231,40 473,82 1705,22 32,50 965,59
480 0,046 18,45 92,26 1383,84 555,91 1939,76 36,97 1098,39
600 0,053 21,30 106,48 1597,26 648,17 2245,43 42,79 1271,48
720 0,064 25,77 128,84 1932,62 754,65 2687,28 51,21 1521,67
840 0,065 26,17 130,87 1963,11 883,50 2846,61 54,25 1611,89
960 0,069 27,80 139,00 2085,06 1014,37 3099,43 59,07 1755,06
1080 0,074 29,83 149,17 2237,50 1153,37 3390,87 64,62 1920,09
1200 0,074 29,83 149,17 2237,50 1302,54 3540,04 67,46 2004,55
1320 0,072 29,02 145,10 2176,52 1451,71 3628,23 69,14 2054,49
1440 0,071 28,61 143,07 2146,04 1596,81 3742,85 71,33 2119,39

95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 2
Replikasi 2 (bobot patch 93,0 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,021 8,29 41,44 621,65 0,00 621,65 11,89 352,01
20 0,025 9,91 49,57 743,60 41,44 785,04 15,01 444,53
30 0,027 10,73 53,64 804,57 91,02 895,59 17,12 507,13
60 0,029 11,54 57,70 865,55 144,65 1010,20 19,31 572,03
90 0,032 12,76 63,80 957,01 202,36 1159,37 22,17 656,49
120 0,033 13,17 65,83 987,50 266,16 1253,66 23,97 709,89
180 0,036 14,39 71,93 1078,96 331,99 1410,96 26,98 798,96
240 0,039 15,61 78,03 1170,43 403,92 1574,35 30,10 891,48
360 0,041 16,42 82,09 1231,40 481,95 1713,35 32,76 970,19
480 0,045 18,04 90,22 1353,35 564,04 1917,40 36,66 1085,73
600 0,051 20,48 102,42 1536,28 654,27 2190,55 41,88 1240,40
720 0,063 25,36 126,81 1902,13 756,69 2658,82 50,83 1505,56
840 0,066 26,58 132,91 1993,60 883,50 2877,09 55,01 1629,16
960 0,069 27,80 139,00 2085,06 1016,40 3101,46 59,30 1756,21
1080 0,075 30,24 151,20 2267,99 1155,41 3423,39 65,45 1938,50
1200 0,073 29,43 147,13 2207,01 1306,61 3513,62 67,18 1989,59
1320 0,069 27,80 139,00 2085,06 1453,74 3538,80 67,66 2003,85
1440 0,068 27,39 136,97 2054,57 1592,74 3647,32 69,73 2065,30

96
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 2
Replikasi 3 (bobot patch 93,1 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0
10 0,022 8,70 43,48 652,13 0,00 652,13 12,41 369,27
20 0,025 9,91 49,57 743,60 43,48 787,07 14,98 445,68
30 0,026 10,32 51,61 774,09 93,05 867,13 16,51 491,02
60 0,029 11,54 57,70 865,55 144,65 1010,20 19,23 572,03
90 0,032 12,76 63,80 957,01 202,36 1159,37 22,07 656,49
120 0,035 13,98 69,90 1048,48 266,16 1314,63 25,03 744,41
180 0,036 14,39 71,93 1078,96 336,06 1415,02 26,94 801,26
240 0,038 15,20 76,00 1139,94 407,99 1547,93 29,47 876,52
360 0,042 16,83 84,13 1261,89 483,98 1745,87 33,24 988,60
480 0,045 18,04 90,22 1353,35 568,11 1921,46 36,58 1088,03
600 0,053 21,30 106,48 1597,26 658,33 2255,59 42,94 1277,23
720 0,063 25,36 126,81 1902,13 764,82 2666,95 50,77 1510,16
840 0,065 26,17 130,87 1963,11 891,63 2854,74 54,35 1616,50
960 0,069 27,80 139,00 2085,06 1022,50 3107,56 59,16 1759,66
1080 0,074 29,83 149,17 2237,50 1161,50 3399,00 64,71 1924,69
1200 0,074 29,83 149,17 2237,50 1310,67 3548,17 67,55 2009,16
1320 0,072 29,02 145,10 2176,52 1459,84 3636,36 69,23 2059,10
1440 0,068 27,39 136,97 2054,57 1604,94 3659,51 69,67 2072,20

97
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

Rata-rata formula 2
% kumulatif yang terpenetrasi rata- rata standar Logaritma Logaritma
Waktu Akarwaktu
Replikasi 1 Replikasi 2 Reflikasi 3 (%) deviasi waktu konsentrasi
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 11,85 11,89 12,41 12,05 0,32 3,16 1,00 1,08
20 14,38 15,01 14,98 14,79 0,36 4,47 1,30 1,17
30 15,87 17,12 16,51 16,50 0,63 5,48 1,48 1,22
60 19,14 19,31 19,23 19,23 0,09 7,75 1,78 1,28
90 20,82 22,17 22,07 21,68 0,75 9,49 1,95 1,34
120 23,70 23,97 25,03 24,23 0,70 10,95 2,08 1,38
180 27,28 26,98 26,94 27,06 0,19 13,42 2,26 1,43
240 29,85 30,10 29,47 29,81 0,32 15,49 2,38 1,47
360 32,50 32,76 33,24 32,83 0,38 18,97 2,56 1,52
480 36,97 36,66 36,58 36,73 0,20 21,91 2,68 1,57
600 42,79 41,88 42,94 42,54 0,57 24,49 2,78 1,63
720 51,21 50,83 50,77 50,94 0,24 26,83 2,86 1,71
840 54,25 55,01 54,35 54,53 0,41 28,98 2,92 1,74
960 59,07 59,30 59,16 59,17 0,11 30,98 2,98 1,77
1080 64,62 65,45 64,71 64,93 0,46 32,86 3,03 1,81
1200 67,46 67,18 67,55 67,40 0,20 34,64 3,08 1,83
1320 69,14 67,66 69,23 68,68 0,88 36,33 3,12 1,84
1440 71,33 69,73 69,67 70,24 0,94 37,95 3,16 1,85

98
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Grafik Formula 2

Orde nol Orde Satu


80 2.5

Log % pelepasan kumulatif


% pelepasan kumulatif

70
2.0
60
50 1.5
40 y = 0,000x + 1,275
30 y = 0,041x + 17,35 1.0 r² = 0,889
20 r² = 0,978 0.5
10
0.0
0 0 250 500 750 1000 1250 1500
0 250 500 750 1000 1250 1500
Waktu (menit) Waktu (menit)

Korsmeyer Peppas Higuchi


Log % pelepasan kumulatif

2.0 80

% pelepasan kumulatif
70
1.5 60
50
1.0 y = 0,365x + 0,654 40
y = 1,715x + 4,921
r² = 0,968 30
0.5 r² = 0,983
20
10
0.0 0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 0 10 20 30 40
Log Waktu (menit) Akar Waktu

99
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 3
Replikasi 1 (bobot patch 95,0 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,022 8,70 43,48 652,13 0,00 652,13 12,21 369,27
20 0,027 10,73 53,64 804,57 43,48 848,05 15,87 480,21
30 0,028 11,13 55,67 835,06 97,11 932,17 17,45 527,85
60 0,033 13,17 65,83 987,50 152,78 1140,28 21,34 645,69
90 0,037 14,79 73,96 1109,45 218,62 1328,07 24,86 752,02
120 0,039 15,61 78,03 1170,43 292,58 1463,01 27,38 828,43
180 0,042 16,83 84,13 1261,89 370,61 1632,50 30,55 924,41
240 0,044 17,64 88,19 1322,87 454,74 1777,60 33,27 1006,57
360 0,049 19,67 98,35 1475,30 542,93 2018,23 37,77 1142,83
480 0,052 20,89 104,45 1566,77 641,28 2208,05 41,33 1250,31
600 0,06 24,14 120,71 1810,67 745,73 2556,40 47,85 1447,57
720 0,062 24,96 124,78 1871,65 866,44 2738,09 51,25 1550,45
840 0,063 25,36 126,81 1902,13 991,22 2893,35 54,15 1638,37
960 0,068 27,39 136,97 2054,57 1118,03 3172,60 59,38 1796,49
1080 0,08 32,27 161,36 2420,43 1255,00 3675,43 68,79 2081,22
1200 0,082 33,09 165,43 2481,40 1416,36 3897,76 72,95 2207,11
1320 0,081 32,68 163,39 2450,91 1581,79 4032,70 75,48 2283,52
1440 0,079 31,87 159,33 2389,94 1745,18 4135,12 77,39 2341,52

100
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 3
Replikasi 2 (bobot patch mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,022 8,70 43,48 652,13 0,00 652,13 12,18 369,27
20 0,027 10,73 53,64 804,57 43,48 848,05 15,84 480,21
30 0,03 11,95 59,74 896,04 97,11 993,15 18,55 562,37
60 0,033 13,17 65,83 987,50 156,85 1144,35 21,37 647,99
90 0,037 14,79 73,96 1109,45 222,68 1332,13 24,88 754,32
120 0,041 16,42 82,09 1231,40 296,65 1528,05 28,54 865,26
180 0,042 16,83 84,13 1261,89 378,74 1640,63 30,64 929,01
240 0,044 17,64 88,19 1322,87 462,87 1785,73 33,35 1011,17
360 0,05 20,08 100,39 1505,79 551,06 2056,85 38,42 1164,69
480 0,053 21,30 106,48 1597,26 651,44 2248,70 42,00 1273,33
600 0,057 22,92 114,61 1719,21 757,93 2477,13 46,27 1402,68
720 0,06 24,14 120,71 1810,67 872,54 2683,21 50,11 1519,37
840 0,064 25,77 128,84 1932,62 993,25 2925,87 54,65 1656,78
960 0,07 28,21 141,04 2115,55 1122,09 3237,64 60,47 1833,32
1080 0,084 33,90 169,49 2542,38 1263,13 3805,51 71,08 2154,87
1200 0,083 33,49 167,46 2511,89 1432,62 3944,51 73,67 2233,59
1320 0,081 32,68 163,39 2450,91 1600,08 4051,00 75,66 2293,88
1440 0,08 32,27 161,36 2420,43 1763,48 4183,90 78,14 2369,14

101
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 3
Replikasi 3 (bobot patch 95,3 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,023 9,10 45,51 682,62 0,00 682,62 12,74 386,54
20 0,027 10,73 53,64 804,57 45,51 850,08 15,86 481,36
30 0,03 11,95 59,74 896,04 99,15 995,18 18,57 563,52
60 0,033 13,17 65,83 987,50 158,88 1146,38 21,39 649,14
90 0,038 15,20 76,00 1139,94 224,72 1364,65 25,46 772,74
120 0,039 15,61 78,03 1170,43 300,71 1471,14 27,45 833,03
180 0,042 16,83 84,13 1261,89 378,74 1640,63 30,61 929,01
240 0,044 17,64 88,19 1322,87 462,87 1785,73 33,32 1011,17
360 0,049 19,67 98,35 1475,30 551,06 2026,36 37,81 1147,43
480 0,052 20,89 104,45 1566,77 649,41 2216,18 41,35 1254,91
600 0,058 23,33 116,65 1749,70 753,86 2503,56 46,71 1417,64
720 0,058 23,33 116,65 1749,70 870,51 2620,20 48,89 1483,69
840 0,067 26,99 134,94 2024,09 987,15 3011,24 56,18 1705,12
960 0,074 29,83 149,17 2237,50 1122,09 3359,59 62,68 1902,37
1080 0,08 32,27 161,36 2420,43 1271,26 3691,69 68,88 2090,42
1200 0,085 34,30 171,52 2572,87 1432,62 4005,49 74,73 2268,11
1320 0,082 33,09 165,43 2481,40 1604,15 4085,55 76,23 2313,45
1440 0,077 31,05 155,26 2328,96 1769,57 4098,54 76,47 2320,80

102
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

Rata-rata formula 3
% kumulatif yang terpenetrasi rata- rata standar Logaritma Logaritma
Waktu Akarwaktu
Replikasi 1 Replikasi 2 Reflikasi 3 (%) deviasi waktu konsentrasi
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 12,21 12,18 12,74 12,37 0,31 3,16 1,00 1,09
20 15,87 15,84 15,86 15,86 0,02 4,47 1,30 1,20
30 17,45 18,55 18,57 18,19 0,64 5,48 1,48 1,26
60 21,34 21,37 21,39 21,37 0,02 7,75 1,78 1,33
90 24,86 24,88 25,46 25,07 0,34 9,49 1,95 1,40
120 27,38 28,54 27,45 27,79 0,65 10,95 2,08 1,44
180 30,55 30,64 30,61 30,60 0,04 13,42 2,26 1,49
240 33,27 33,35 33,32 33,31 0,04 15,49 2,38 1,52
360 37,77 38,42 37,81 38,00 0,36 18,97 2,56 1,58
480 41,33 42,00 41,35 41,56 0,38 21,91 2,68 1,62
600 47,85 46,27 46,71 46,94 0,82 24,49 2,78 1,67
720 51,25 50,11 48,89 50,08 1,18 26,83 2,86 1,70
840 54,15 54,65 56,18 54,99 1,06 28,98 2,92 1,74
960 59,38 60,47 62,68 60,84 1,68 30,98 2,98 1,78
1080 68,79 71,08 68,88 69,58 1,29 32,86 3,03 1,84
1200 72,95 73,67 74,73 73,79 0,90 34,64 3,08 1,87
1320 75,48 75,66 76,23 75,79 0,39 36,33 3,12 1,88
1440 77,39 78,14 76,47 77,34 0,84 37,95 3,16 1,89

103
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Grafik Formula 3

Orde Nol Orde Satu

Log % pelepasan kumulatif


80 2.50
% pelepasan kumulatif

70
2.00
60
50 1.50
40 y = 0.043x + 19.33 y = 0,000x + 1,319
30 r² = 0.978 1.00 r² = 0,871
20
0.50
10
0 0.00
0 250 500 750 1000 1250 1500 0 500 1000 1500
Waktu (menit) Waktu (menit)

Korsmeyer Peppas Higuchi


Log % pelepasan kumulatif

2.0

% pelepasan kumulatif
80
70
1.5 60
y = 0,361x + 0,7 50
1.0 r² = 0,978 40
30 y = 1,817x + 6,192
0.5 20 r² = 0,981
10
0.0
0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
0 10 20 30 40
Log Waktu (menit)
Akar waktu (menit)

104
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 4
Replikasi 1 (bobot patch 90,2 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,020 7,88 39,41 591,16 0,00 591,16 11,65 334,74
20 0,021 8,29 41,44 621,65 39,41 661,06 13,03 374,32
30 0,026 10,32 51,61 774,09 80,85 854,94 16,85 484,11
60 0,030 11,95 59,74 896,04 132,46 1028,50 20,27 582,39
90 0,032 12,76 63,80 957,01 192,20 1149,21 22,65 650,74
120 0,036 14,39 71,93 1078,96 256,00 1334,96 26,31 755,92
180 0,041 16,42 82,09 1231,40 327,93 1559,33 30,74 882,97
240 0,045 18,04 90,22 1353,35 410,02 1763,37 34,76 998,51
360 0,052 20,89 104,45 1566,77 500,24 2067,01 40,75 1170,45
480 0,054 21,70 108,52 1627,74 604,70 2232,44 44,01 1264,12
600 0,057 22,92 114,61 1719,21 713,21 2432,42 47,95 1377,36
720 0,064 25,77 128,84 1932,62 827,83 2760,45 54,41 1563,11
840 0,067 26,99 134,94 2024,09 956,67 2980,75 58,76 1687,86
960 0,069 27,80 139,00 2085,06 1091,61 3176,67 62,62 1798,79
1080 0,077 31,05 155,26 2328,96 1230,61 3559,57 70,17 2015,61
1200 0,077 31,05 155,26 2328,96 1385,87 3714,84 73,23 2103,53
1320 0,074 29,83 149,17 2237,50 1541,14 3778,64 74,49 2139,66
1440 0,071 28,61 143,07 2146,04 1690,30 3836,34 75,62 2172,33

105
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 4
Replikasi 2 (bobot patch 90,4 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F.P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,022 8,70 43,48 652,13 0,00 652,13 12,34 369,27
20 0,023 9,10 45,51 682,62 43,48 726,10 13,73 411,15
30 0,028 11,13 55,67 835,06 88,98 924,04 17,48 523,24
60 0,031 12,35 61,77 926,52 144,65 1071,18 20,26 606,56
90 0,032 12,76 63,80 957,01 206,42 1163,43 22,01 658,80
120 0,037 14,79 73,96 1109,45 270,22 1379,67 26,10 781,24
180 0,040 16,01 80,06 1200,91 344,19 1545,10 29,23 874,92
240 0,045 18,04 90,22 1353,35 424,25 1777,60 33,62 1006,57
360 0,053 21,30 106,48 1597,26 514,47 2111,73 39,94 1195,77
480 0,056 22,52 112,58 1688,72 620,96 2309,67 43,69 1307,86
600 0,058 23,33 116,65 1749,70 733,54 2483,23 46,97 1406,13
720 0,063 25,36 126,81 1902,13 850,18 2752,32 52,06 1558,50
840 0,068 27,39 136,97 2054,57 976,99 3031,57 57,34 1716,63
960 0,072 29,02 145,10 2176,52 1113,96 3290,49 62,24 1863,24
1080 0,072 29,02 145,10 2176,52 1259,07 3435,59 64,99 1945,41
1200 0,076 30,65 153,23 2298,48 1404,17 3702,64 70,04 2096,63
1320 0,073 29,43 147,13 2207,01 1557,40 3764,41 71,21 2131,60
1440 0,07 28,21 141,04 2115,55 1704,53 3820,08 72,26 2163,13

106
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 4
Replikasi 3 (bobot patch 90,1 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,021 8,29 41,44 621,65 0,00 621,65 12,27 352,01
20 0,022 8,70 43,48 652,13 41,44 693,58 13,69 392,74
30 0,027 10,73 53,64 804,57 84,92 889,49 17,55 503,68
60 0,030 11,95 59,74 896,04 138,56 1034,59 20,42 585,84
90 0,032 12,76 63,80 957,01 198,29 1155,30 22,80 654,19
120 0,037 14,79 73,96 1109,45 262,09 1371,54 27,07 776,64
180 0,041 16,42 82,09 1231,40 336,06 1567,46 30,93 887,58
240 0,043 17,23 86,16 1292,38 418,15 1710,53 33,76 968,59
360 0,052 20,89 104,45 1566,77 504,31 2071,08 40,87 1172,75
480 0,057 22,92 114,61 1719,21 608,76 2327,97 45,94 1318,21
600 0,058 23,33 116,65 1749,70 723,37 2473,07 48,80 1400,38
720 0,063 25,36 126,81 1902,13 840,02 2742,15 54,11 1552,75
840 0,068 27,39 136,97 2054,57 966,83 3021,40 59,62 1710,87
960 0,073 29,43 147,13 2207,01 1103,80 3310,81 65,34 1874,75
1080 0,076 30,65 153,23 2298,48 1250,93 3549,41 70,04 2009,86
1200 0,076 30,65 153,23 2298,48 1404,17 3702,64 73,07 2096,63
1320 0,071 28,61 143,07 2146,04 1557,40 3703,43 73,08 2097,08
1440 0,07 28,21 141,04 2115,55 1700,47 3816,02 75,31 2160,82

107
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

Rata-rata formula 4
% kumulatif yang terpenetrasi rata- rata standar Logaritma Logaritma
Waktu Akarwaktu
Replikasi 1 Replikasi 2 Reflikasi 3 (%) deviasi waktu konsentrasi
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 11,65 12,34 12,27 12,09 0,38 3,16 1,00 1,08
20 13,03 13,73 13,69 13,48 0,39 4,47 1,30 1,13
30 16,85 17,48 17,55 17,29 0,38 5,48 1,48 1,24
60 20,27 20,26 20,42 20,32 0,09 7,75 1,78 1,31
90 22,65 22,01 22,80 22,49 0,42 9,49 1,95 1,35
120 26,31 26,10 27,07 26,49 0,51 10,95 2,08 1,42
180 30,74 29,23 30,93 30,30 0,93 13,42 2,26 1,48
240 34,76 33,62 33,76 34,05 0,62 15,49 2,38 1,53
360 40,75 39,94 40,87 40,52 0,50 18,97 2,56 1,61
480 44,01 43,69 45,94 44,54 1,22 21,91 2,68 1,65
600 47,95 46,97 48,80 47,91 0,92 24,49 2,78 1,68
720 54,41 52,06 54,11 53,53 1,28 26,83 2,86 1,73
840 58,76 57,34 59,62 58,57 1,15 28,98 2,92 1,77
960 62,62 62,24 65,34 63,40 1,69 30,98 2,98 1,80
1080 70,17 64,99 70,04 68,40 2,96 32,86 3,03 1,84
1200 73,23 70,04 73,07 72,11 1,80 34,64 3,08 1,86
1320 74,49 71,21 73,08 72,92 1,65 36,33 3,12 1,86
1440 75,62 72,26 75,31 74,40 1,86 37,95 3,16 1,87

108
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Grafik Formula 4

Orde Nol Orde Satu

Log % pelepasan kumulatif


% pelepasan kumulatif

100 2.5
80 2.0
60 1.5
y = 0,043x + 19.36 y = 0,000x + 1,304
40 1.0 r² = 0,837
r² = 0.962
20 0.5
0 0.0
0 500 1000 1500 2000 0 500 1000 1500 2000
Waktu (menit) Waktu (menit)

Korsmeyer Peppas Higuchi

% Pelepasan Kumulatif
% log pepelasan kumulatif

2.0 80

1.5 60

1.0 y = 0,384x + 0,640 40 y = 1,841x + 5,670


r² = 0,989 r² = 0.996
0.5 20
0.0 0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00
Log Waktu (menit) Akar Waktu (menit)

109
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 5
Replikasi 1 (bobot patch 91,1 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,025 9,91 49,57 743,60 0,00 743,60 14,51 421,06
20 0,027 10,73 53,64 804,57 49,57 854,15 16,67 483,66
30 0,030 11,95 59,74 896,04 103,21 999,25 19,50 565,83
60 0,032 12,76 63,80 957,01 162,95 1119,96 21,86 634,18
90 0,037 14,79 73,96 1109,45 226,75 1336,20 26,08 756,62
120 0,038 15,20 76,00 1139,94 300,71 1440,65 28,12 815,77
180 0,040 16,01 80,06 1200,91 376,71 1577,62 30,79 893,33
240 0,043 17,23 86,16 1292,38 456,77 1749,15 34,14 990,46
360 0,051 20,48 102,42 1536,28 542,93 2079,21 40,58 1177,35
480 0,057 22,92 114,61 1719,21 645,35 2364,55 46,15 1338,93
600 0,059 23,74 118,68 1780,18 759,96 2540,14 49,58 1438,36
720 0,061 24,55 122,74 1841,16 878,64 2719,80 53,08 1540,09
840 0,065 26,17 130,87 1963,11 1001,38 2964,49 57,86 1678,65
960 0,074 29,83 149,17 2237,50 1132,26 3369,76 65,77 1908,13
1080 0,079 31,87 159,33 2389,94 1281,42 3671,36 71,66 2078,91
1200 0,08 32,27 161,36 2420,43 1440,75 3861,18 75,36 2186,40
1320 0,081 32,68 163,39 2450,91 1602,11 4053,03 79,11 2295,03
1440 0,079 31,87 159,33 2389,94 1765,51 4155,45 81,10 2353,03

110
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 5
Replikasi 2 (bobot patch 91,3 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0
10 0,026 10,32 51,61 774,09 0,00 774,09 15,08 438,33
20 0,027 10,73 53,64 804,57 51,61 856,18 16,67 484,81
30 0,030 11,95 59,74 896,04 105,24 1001,28 19,50 566,98
60 0,032 12,76 63,80 957,01 164,98 1121,99 21,85 635,33
90 0,036 14,39 71,93 1078,96 228,78 1307,74 25,47 740,51
120 0,037 14,79 73,96 1109,45 300,71 1410,16 27,46 798,51
180 0,041 16,42 82,09 1231,40 374,67 1606,08 31,28 909,44
240 0,045 18,04 90,22 1353,35 456,77 1810,12 35,25 1024,98
360 0,052 20,89 104,45 1566,77 546,99 2113,76 41,17 1196,92
480 0,057 22,92 114,61 1719,21 651,44 2370,65 46,17 1342,38
600 0,059 23,74 118,68 1780,18 766,06 2546,24 49,59 1441,81
720 0,062 24,96 124,78 1871,65 884,74 2756,38 53,68 1560,81
840 0,064 25,77 128,84 1932,62 1009,51 2942,13 57,30 1665,99
960 0,07 28,21 141,04 2115,55 1138,35 3253,90 63,37 1842,53
1080 0,08 32,27 161,36 2420,43 1279,39 3699,82 72,05 2095,03
1200 0,081 32,68 163,39 2450,91 1440,75 3891,67 75,79 2203,66
1320 0,083 33,49 167,46 2511,89 1604,15 4116,04 80,16 2330,71
1440 0,081 32,68 163,39 2450,91 1771,61 4222,52 82,23 2391,01

111
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 5
Replikasi 3 (bobot patch 91,5 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0
10 0,025 9,91 49,57 743,60 0,00 743,60 14,45 421,06
20 0,027 10,73 53,64 804,57 49,57 854,15 16,60 483,66
30 0,029 11,54 57,70 865,55 103,21 968,76 18,83 548,56
60 0,032 12,76 63,80 957,01 160,91 1117,93 21,72 633,03
90 0,035 13,98 69,90 1048,48 224,72 1273,19 24,74 720,95
120 0,039 15,61 78,03 1170,43 294,61 1465,04 28,47 829,58
180 0,041 16,42 82,09 1231,40 372,64 1604,04 31,17 908,29
240 0,045 18,04 90,22 1353,35 454,74 1808,09 35,14 1023,83
360 0,052 20,89 104,45 1566,77 544,96 2111,73 41,04 1195,77
480 0,056 22,52 112,58 1688,72 649,41 2338,13 45,43 1323,97
600 0,06 24,14 120,71 1810,67 761,99 2572,66 49,99 1456,77
720 0,067 26,99 134,94 2024,09 882,70 2906,79 56,49 1645,97
840 0,068 27,39 136,97 2054,57 1017,64 3072,22 59,70 1739,65
960 0,074 29,83 149,17 2237,50 1154,61 3392,11 65,92 1920,79
1080 0,08 32,27 161,36 2420,43 1303,78 3724,21 72,37 2108,84
1200 0,086 34,71 173,56 2603,35 1465,14 4068,50 79,06 2303,79
1320 0,081 32,68 163,39 2450,91 1638,70 4089,61 79,47 2315,75
1440 0,08 32,27 161,36 2420,43 1802,09 4222,52 82,05 2391,01

112
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

Rata-rata formula 5
% kumulatif yang terpenetrasi rata- rata standar Logaritma Logaritma
Waktu Akarwaktu
Replikasi 1 Replikasi 2 Reflikasi 3 (%) deviasi waktu konsentrasi
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00
10 14,51 15,08 14,45 14,68 0,34 3,16 1,00 1,17
20 16,67 16,67 16,60 16,65 0,04 4,47 1,30 1,22
30 19,50 19,50 18,83 19,28 0,39 5,48 1,48 1,29
60 21,86 21,85 21,72 21,81 0,08 7,75 1,78 1,34
90 26,08 25,47 24,74 25,43 0,67 9,49 1,95 1,41
120 28,12 27,46 28,47 28,02 0,51 10,95 2,08 1,45
180 30,79 31,28 31,17 31,08 0,26 13,42 2,26 1,49
240 34,14 35,25 35,14 34,84 0,61 15,49 2,38 1,54
360 40,58 41,17 41,04 40,93 0,31 18,97 2,56 1,61
480 46,15 46,17 45,43 45,92 0,42 21,91 2,68 1,66
600 49,58 49,59 49,99 49,72 0,24 24,49 2,78 1,70
720 53,08 53,68 56,49 54,42 1,82 26,83 2,86 1,74
840 57,86 57,30 59,70 58,29 1,26 28,98 2,92 1,77
960 65,77 63,37 65,92 65,02 1,43 30,98 2,98 1,81
1080 71,66 72,05 72,37 72,03 0,36 32,86 3,03 1,86
1200 75,36 75,79 79,06 76,74 2,02 34,64 3,08 1,89
1320 79,11 80,16 79,47 79,58 0,54 36,33 3,12 1,90
1440 81,10 82,23 82,05 81,80 0,61 37,95 3,16 1,91

113
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Gafik Formula 5

Orde Nol Orde Satu


100 2.5

Log % pelepasan kumulatif


% pelepasan kumulatif

80 2.0
60 1.5
y = 0,046x + 20,42 y = 0,000x + 1,343
40 r² = 0.982 1.0 r² = 0,887
20 0.5
0 0.0
0 500 1000 1500 0 500 1000 1500
Waktu (menit) Waktu (menit)

Korsmeyer Peppas Higuchi


Log % pelepasan kumulatif

% penelepasan kumulatif
2.5 100
2.0 80
1.5 60
1.0 y = 0,357x + 0,735
r² = 0,974 40 y = 1,919x + 6,517
0.5 20 r² = 0,987
0.0 0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
0 10 20 30 40
Log waktu (menit)
Akar waktu (menit)

114
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 6
Replikasi 1 (bobot patch 94,1 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0
10 0,026 10,32 51,61 774,09 0,00 774,09 14,63 438,33
20 0,027 10,73 53,64 804,57 51,61 856,18 16,18 484,81
30 0,028 11,13 55,67 835,06 105,24 940,30 17,77 532,45
60 0,031 12,35 61,77 926,52 160,91 1087,44 20,55 615,76
90 0,035 13,98 69,90 1048,48 222,68 1271,16 24,02 719,80
120 0,039 15,61 78,03 1170,43 292,58 1463,01 27,64 828,43
180 0,042 16,83 84,13 1261,89 370,61 1632,50 30,85 924,41
240 0,048 19,26 96,32 1444,82 454,74 1899,55 35,89 1075,62
360 0,059 23,74 118,68 1780,18 551,06 2331,24 44,05 1320,07
480 0,072 29,02 145,10 2176,52 669,74 2846,26 53,78 1611,70
600 0,078 31,46 157,30 2359,45 814,84 3174,29 59,98 1797,45
720 0,081 32,68 163,39 2450,91 972,13 3423,05 64,68 1938,31
840 0,085 34,30 171,52 2572,87 1135,53 3708,39 70,07 2099,88
960 0,086 34,71 173,56 2603,35 1307,05 3910,41 73,89 2214,27
1080 0,091 36,74 183,72 2755,79 1480,61 4236,40 80,05 2398,87
1200 0,092 37,15 185,75 2786,28 1664,33 4450,61 84,10 2520,16
1320 0,093 37,56 187,78 2816,77 1850,08 4666,85 88,18 2642,61
1440 0,085 34,30 171,52 2572,87 2037,87 4610,73 87,12 2610,83

115
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 6
Replikasi 2 (bobot patch 94,4 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,025 9,91 49,57 743,60 0,00 743,60 14,01 421,06
20 0,027 10,73 53,64 804,57 49,57 854,15 16,09 483,66
30 0,028 11,13 55,67 835,06 103,21 938,27 17,67 531,30
60 0,031 12,35 61,77 926,52 158,88 1085,41 20,44 614,61
90 0,037 14,79 73,96 1109,45 220,65 1330,10 25,05 753,17
120 0,040 16,01 80,06 1200,91 294,61 1495,53 28,17 846,85
180 0,043 17,23 86,16 1292,38 374,67 1667,05 31,40 943,97
240 0,047 18,86 94,29 1414,33 460,83 1875,16 35,32 1061,81
360 0,060 24,14 120,71 1810,67 555,12 2365,79 44,56 1339,63
480 0,071 28,61 143,07 2146,04 675,83 2821,87 53,15 1597,89
600 0,075 30,24 151,20 2267,99 818,90 3086,89 58,14 1747,96
720 0,081 32,68 163,39 2450,91 970,10 3421,02 64,44 1937,16
840 0,083 33,49 167,46 2511,89 1133,50 3645,39 68,66 2064,21
960 0,087 35,12 175,59 2633,84 1300,96 3934,80 74,11 2228,08
1080 0,091 36,74 183,72 2755,79 1476,54 4232,34 79,72 2396,57
1200 0,093 37,56 187,78 2816,77 1660,26 4477,03 84,33 2535,13
1320 0,093 37,56 187,78 2816,77 1848,05 4664,82 87,86 2641,46
1440 0,09 36,34 181,69 2725,30 2035,83 4761,14 89,68 2696,00

116
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Formula 6
Replikasi 3 (bobot patch 94,2 mg)
konsentrasi Konsentrasi faktor konsentrasi % Kadar Nifedipin
waktu Konsentrasi
Absorbansi X dalam 15 ml penambahan kumulaitf kumulatif per satuan Luas
(menit) μg/mL F. P (μg/mL) (μg) (μg) (μg) yang terpenetrasi μg/cm2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,026 10,32 51,61 774,09 0,00 774,09 14,61 438,33
20 0,027 10,73 53,64 804,57 51,61 856,18 16,16 484,81
30 0,028 11,13 55,67 835,06 105,24 940,30 17,75 532,45
60 0,032 12,76 63,80 957,01 160,91 1117,93 21,10 633,03
90 0,034 13,57 67,87 1017,99 224,72 1242,70 23,46 703,68
120 0,041 16,42 82,09 1231,40 292,58 1523,98 28,77 862,96
180 0,044 17,64 88,19 1322,87 374,67 1697,54 32,04 961,23
240 0,047 18,86 94,29 1414,33 462,87 1877,20 35,43 1062,96
360 0,061 24,55 122,74 1841,16 557,15 2398,31 45,27 1358,05
480 0,073 29,43 147,13 2207,01 679,90 2886,91 54,49 1634,72
600 0,074 29,83 149,17 2237,50 827,03 3064,53 57,84 1735,30
720 0,079 31,87 159,33 2389,94 976,20 3366,14 63,54 1906,08
840 0,085 34,30 171,52 2572,87 1135,53 3708,39 70,00 2099,88
960 0,087 35,12 175,59 2633,84 1307,05 3940,89 74,38 2231,54
1080 0,092 37,15 185,75 2786,28 1482,64 4268,92 80,58 2417,28
1200 0,093 37,56 187,78 2816,77 1668,39 4485,16 84,66 2539,73
1320 0,095 38,37 191,85 2877,74 1856,18 4733,92 89,35 2680,59
1440 0,089 35,93 179,65 2694,82 2048,03 4742,85 89,52 2685,64

117
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

Rata-rata formula 6
% kumulatif yang terpenetrasi rata- rata standar Logaritma Logaritma
Waktu Akarwaktu
Replikasi 1 Replikasi 2 Reflikasi 3 (%) deviasi waktu konsentrasi
0 0 0,00 0,00 0,00 0,00
10 14,63 14,01 14,61 14,41 0,35 3,16 1,00 1,16
20 16,18 16,09 16,16 16,14 0,05 4,47 1,30 1,21
30 17,77 17,67 17,75 17,73 0,05 5,48 1,48 1,25
60 20,55 20,44 21,10 20,70 0,35 7,75 1,78 1,32
90 24,02 25,05 23,46 24,18 0,81 9,49 1,95 1,38
120 27,64 28,17 28,77 28,19 0,56 10,95 2,08 1,45
180 30,85 31,40 32,04 31,43 0,60 13,42 2,26 1,50
240 35,89 35,32 35,43 35,55 0,30 15,49 2,38 1,55
360 44,05 44,56 45,27 44,63 0,61 18,97 2,56 1,65
480 53,78 53,15 54,49 53,81 0,67 21,91 2,68 1,73
600 59,98 58,14 57,84 58,65 1,16 24,49 2,78 1,77
720 64,68 64,44 63,54 64,22 0,60 26,83 2,86 1,81
840 70,07 68,66 70,00 69,58 0,79 28,98 2,92 1,84
960 73,89 74,11 74,38 74,13 0,25 30,98 2,98 1,87
1080 80,05 79,72 80,58 80,11 0,43 32,86 3,03 1,90
1200 84,10 84,33 84,66 84,36 0,28 34,64 3,08 1,93
1320 88,18 87,86 89,35 88,47 0,78 36,33 3,12 1,95
1440 87,12 89,68 89,52 88,77 1,43 37,95 3,16 1,95

118
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan
Grafik Formula 6

Orde Nol Orde Satu

Log % pelepasan kumulatif


100 2.5
% pelepsan kumulatif

80 2.0
60 1.5
y = 0,000x + 1,340
40 y = 0,053x + 20,50 1.0
r² = 0,865
r² = 0,970 0.5
20
0 0.0
0 500 1000 1500 0 500 1000 1500
Waktu (menit) Waktu (menit)

Kermeyer Peppas Higuchi


Log % pelepasan kumulatif

2.5 100

kumula
2.0

tif
80
1.5 60

pelepa
y = 0,402x + 0,652 y = 2,283x + 3,604

san
1.0 40
r² = 0,974 r² = 0,994
0.5 20
0
%
0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 0 10 20 30 40
Log Waktu (menit) Akar Waktu (menit)

119
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

Contoh Perhitungan persen kumulatif yang terpenetrasi


Bobot pathc formula 1 reflikasi 1 = 92,2 mg

absorbansi yang diperoleh = 0,018


kosentrasi dari persamaaan korelasi y = 0,00246x + 0,00061 0,018
= 0,00246x + 0,00061

Konsentrasi dalam 5 ml = 5 x 7,07 = 35,35 μg


Konsentrasi dalam SDF = 15 X 35,35 = 530,18 μg
Faktor penambahan (konsentrasi larutan yang diambil sebelumnya) = 60,53 μg
Konsentrasi kumulatif = 530,18 μg + 60,53 μg = 590,71 μg
μ
μ

Bobot pathc formula 1 reflikasi 1 = 92,1 mg

absorbansi yang diperoleh = 0,020


kosentrasi dari persamaaan korelasi y = 0,00246x + 0,00061 0,020
= 0,00246x + 0,00061

Konsentrasi dalam 5 ml = 5 x 7,88 = 39,41 μg


Konsentrasi dalam SDF = 15 X 39,41 = 591,16 μg
Faktor penambahan (konsentrasi larutan yang diambil sebelumnya) = 60,53 μg
Konsentrasi kumulatif = 591,16 μg + 60,53 μg = 651,69 μg

120
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Lanjutan

μ
μ

Bobot pathc formula 1 reflikasi 1 = 90,2 mg

absorbansi yang diperoleh = 0,019


kosentrasi dari persamaaan korelasi y = 0,00246x + 0,00061 0,019
= 0,00246x + 0,00061

Konsentrasi dalam 5 ml = 5 x 7,48 = 37,38 μg


Konsentrasi dalam SDF = 15 X 37,38 = 560,67 μg
Faktor penambahan (konsentrasi larutan yang diambil sebelumnya) = 62,56 μg
Konsentrasi kumulatif = 560,67 μg + 62,56 μg = 623,24 μg
μ
μ

121
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8 Tabulasi orde pelepasan dengan model
Higuchi Formula 1
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Waktu Akar Rata-rata Standar
Replikasi Replikasi Replikasi
(menit) waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 7,28 8,47 8,48 8,08 0,69
20 4,47 10,71 9,62 10,22 10,19 0,54
30 5,48 11,39 12,58 12,04 12,01 0,60
60 7,75 13,84 14,52 13,95 14,10 0,37
90 9,49 15,81 16,54 15,93 16,09 0,39
120 10,95 19,04 19,81 19,16 19,34 0,41
180 13,42 21,25 22,06 21,97 21,76 0,44
240 15,49 25,30 24,98 24,89 25,06 0,22
360 18,97 28,96 30,37 29,11 29,48 0,77
480 21,91 33,37 33,68 32,34 33,13 0,70
600 24,49 37,97 40,64 39,82 39,48 1,37
720 26,83 43,36 45,01 44,16 44,18 0,83
840 28,98 48,39 48,95 48,65 48,66 0,28
960 30,98 50,68 51,83 51,53 51,35 0,60
1080 32,86 56,49 57,69 57,40 57,20 0,63
1200 34,64 61,96 63,20 63,51 62,89 0,82
1320 36,33 64,09 64,20 63,95 64,08 0,12
1440 37,95 64,42 66,25 66,01 65,56 1,00

Formula 2
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 11,85 11,89 12,41 12,05 0,32
20 4,47 14,38 15,01 14,98 14,79 0,36
30 5,48 15,87 17,12 16,51 16,50 0,63
60 7,75 19,14 19,31 19,23 19,23 0,09
90 9,49 20,82 22,17 22,07 21,68 0,75
120 10,95 23,70 23,97 25,03 24,23 0,70
180 13,42 27,28 26,98 26,94 27,06 0,19
240 15,49 29,85 30,10 29,47 29,81 0,32
360 18,97 32,50 32,76 33,24 32,83 0,38
480 21,91 36,97 36,66 36,58 36,73 0,20
600 24,49 42,79 41,88 42,94 42,54 0,57
720 26,83 51,21 50,83 50,77 50,94 0,24
840 28,98 54,25 55,01 54,35 54,53 0,41
960 30,98 59,07 59,30 59,16 59,17 0,11
1080 32,86 64,62 65,45 64,71 64,93 0,46
1200 34,64 67,46 67,18 67,55 67,40 0,20
1320 36,33 69,14 67,66 69,23 68,68 0,88
1440 37,95 71,33 69,73 69,67 70,24 0,94

122
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8 Lanjutan
Formula 3
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 12,21 12,18 12,74 12,37 0,31
20 4,47 15,87 15,84 15,86 15,86 0,02
30 5,48 17,45 18,55 18,57 18,19 0,64
60 7,75 21,34 21,37 21,39 21,37 0,02
90 9,49 24,86 24,88 25,46 25,07 0,34
120 10,95 27,38 28,54 27,45 27,79 0,65
180 13,42 30,55 30,64 30,61 30,60 0,04
240 15,49 33,27 33,35 33,32 33,31 0,04
360 18,97 37,77 38,42 37,81 38,00 0,36
480 21,91 41,33 42,00 41,35 41,56 0,38
600 24,49 47,85 46,27 46,71 46,94 0,82
720 26,83 51,25 50,11 48,89 50,08 1,18
840 28,98 54,15 54,65 56,18 54,99 1,06
960 30,98 59,38 60,47 62,68 60,84 1,68
1080 32,86 68,79 71,08 68,88 69,58 1,29
1200 34,64 72,95 73,67 74,73 73,79 0,90
1320 36,33 75,48 75,66 76,23 75,79 0,39
1440 37,95 77,39 78,14 76,47 77,34 0,84

Formula 4
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 11,65 12,34 12,27 12,09 0,38
20 4,47 13,03 13,73 13,69 13,48 0,39
30 5,48 16,85 17,48 17,55 17,29 0,38
60 7,75 20,27 20,26 20,42 20,32 0,09
90 9,49 22,65 22,01 22,80 22,49 0,42
120 10,95 26,31 26,10 27,07 26,49 0,51
180 13,42 30,74 29,23 30,93 30,30 0,93
240 15,49 34,76 33,62 33,76 34,05 0,62
360 18,97 40,75 39,94 40,87 40,52 0,50
480 21,91 44,01 43,69 45,94 44,54 1,22
600 24,49 47,95 46,97 48,80 47,91 0,92
720 26,83 54,41 52,06 54,11 53,53 1,28
840 28,98 58,76 57,34 59,62 58,57 1,15
960 30,98 62,62 62,24 65,34 63,40 1,69
1080 32,86 70,17 64,99 70,04 68,40 2,96
1200 34,64 73,23 70,04 73,07 72,11 1,80
1320 36,33 74,49 71,21 73,08 72,92 1,65
1440 37,95 75,62 72,26 75,31 74,40 1,86

123
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8 Lanjutan
Formula 5
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 14,51 15,08 14,45 14,68 0,34
20 4,47 16,67 16,67 16,60 16,65 0,04
30 5,48 19,50 19,50 18,83 19,28 0,39
60 7,75 21,86 21,85 21,72 21,81 0,08
90 9,49 26,08 25,47 24,74 25,43 0,67
120 10,95 28,12 27,46 28,47 28,02 0,51
180 13,42 30,79 31,28 31,17 31,08 0,26
240 15,49 34,14 35,25 35,14 34,84 0,61
360 18,97 40,58 41,17 41,04 40,93 0,31
480 21,91 46,15 46,17 45,43 45,92 0,42
600 24,49 49,58 49,59 49,99 49,72 0,24
720 26,83 53,08 53,68 56,49 54,42 1,82
840 28,98 57,86 57,30 59,70 58,29 1,26
960 30,98 65,77 63,37 65,92 65,02 1,43
1080 32,86 71,66 72,05 72,37 72,03 0,36
1200 34,64 75,36 75,79 79,06 76,74 2,02
1320 36,33 79,11 80,16 79,47 79,58 0,54
1440 37,95 81,10 82,23 82,05 81,80 0,61

Formula 6
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 14,63 14,01 14,61 14,41 0,35
20 4,47 16,18 16,09 16,16 16,14 0,05
30 5,48 17,77 17,67 17,75 17,73 0,05
60 7,75 20,55 20,44 21,10 20,70 0,35
90 9,49 24,02 25,05 23,46 24,18 0,81
120 10,95 27,64 28,17 28,77 28,19 0,56
180 13,42 30,85 31,40 32,04 31,43 0,60
240 15,49 35,89 35,32 35,43 35,55 0,30
360 18,97 44,05 44,56 45,27 44,63 0,61
480 21,91 53,78 53,15 54,49 53,81 0,67
600 24,49 59,98 58,14 57,84 58,65 1,16
720 26,83 64,68 64,44 63,54 64,22 0,60
840 28,98 70,07 68,66 70,00 69,58 0,79
960 30,98 73,89 74,11 74,38 74,13 0,25
1080 32,86 80,05 79,72 80,58 80,11 0,43
1200 34,64 84,10 84,33 84,66 84,36 0,28
1320 36,33 88,18 87,86 89,35 88,47 0,78
1440 37,95 87,12 89,68 89,52 88,77 1,43

124
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8 Lanjutan

100
90
80
kumulati

70
60 Formula 1
f

Formula 2
pelepas

50
Formula 3
40
% an

Formula 4
30 Formula 5
20 Formula 6
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu

Grafik orde pelepasan dengan model Higuchi

125
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9 Tabulasi dan grafik penentuan nilai fluks (μm/cm2.menit1/2)

Formula 1
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 213,90 248,43 248,43 236,92 19,93
20 4,47 314,48 282,25 299,51 298,75 16,13
30 5,48 334,49 369,02 352,91 352,14 17,28
60 7,75 406,30 425,86 408,60 413,59 10,69
90 9,49 464,29 485,01 466,59 471,96 11,35
120 10,95 559,12 580,98 561,42 567,17 12,02
180 13,42 624,02 647,03 643,58 638,21 12,41
240 15,49 743,01 732,65 729,20 734,95 7,19
360 18,97 850,49 890,78 852,80 864,69 22,62
480 21,91 979,85 987,90 947,62 971,79 21,32
600 24,49 1114,95 1192,06 1166,74 1157,92 39,31
720 26,83 1273,08 1320,26 1293,79 1295,71 23,65
840 28,98 1420,84 1435,80 1425,45 1427,36 7,66
960 30,98 1488,04 1520,27 1509,91 1506,08 16,45
1080 32,86 1658,83 1692,21 1681,85 1677,63 17,08
1200 34,64 1819,26 1853,78 1860,69 1844,58 22,20
1320 36,33 1881,85 1883,00 1873,80 1879,55 5,02
1440 37,95 1891,51 1943,30 1934,09 1922,97 27,63

Fluks formula 1
Kumulatif terpenetrasi persatuan luas ( μg/cm 2)

2000
1800
1600
1400
1200
1000 y = 49,33x + 16,37
800 r² = 0,988

600
400
200
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (menit)

Grafik Penentuan Nilai Fluks (μm/cm2.menit1/2)

126
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9 Lanjutan

Formula 2
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 352,01 352,01 369,27 357,76 9,97
20 4,47 427,27 444,53 445,68 439,16 10,32
30 5,48 471,45 507,13 491,02 489,87 17,87
60 7,75 568,58 572,03 572,03 570,88 1,99
90 9,49 618,51 656,49 656,49 643,83 21,93
120 10,95 704,13 709,89 744,41 719,48 21,79
180 13,42 810,46 798,96 801,26 803,56 6,09
240 15,49 886,87 891,48 876,52 884,96 7,66
360 18,97 965,59 970,19 988,60 974,79 12,18
480 21,91 1098,39 1085,73 1088,03 1090,72 6,74
600 24,49 1271,48 1240,40 1277,23 1263,04 19,81
720 26,83 1521,67 1505,56 1510,16 1512,47 8,30
840 28,98 1611,89 1629,16 1616,50 1619,18 8,94
960 30,98 1755,06 1756,21 1759,66 1756,98 2,40
1080 32,86 1920,09 1938,50 1924,69 1927,76 9,58
1200 34,64 2004,55 1989,59 2009,16 2001,10 10,23
1320 36,33 2054,49 2003,85 2059,10 2039,15 30,65
1440 37,95 2119,39 2065,30 2072,20 2085,63 29,44

Fluks formula 2
Kumulatif terpenetrasi persatuan luas ( μg/cm 2)

2500

2000

1500
y = 50,93x + 146,1
r² = 0,983
1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (menit)

Grafik Penentuan Nilai Fluks (μm/cm2.menit1/2)

127
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9 Lanjutan

Formula 3
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 369,27 369,27 386,54 375,03 9,97
20 4,47 480,21 480,21 481,36 480,59 0,66
30 5,48 527,85 562,37 563,52 551,25 20,27
60 7,75 645,69 647,99 649,14 647,61 1,76
90 9,49 752,02 754,32 772,74 759,69 11,35
120 10,95 828,43 865,26 833,03 842,24 20,07
180 13,42 924,41 929,01 929,01 927,47 2,66
240 15,49 1006,57 1011,17 1011,17 1009,64 2,66
360 18,97 1142,83 1164,69 1147,43 1151,65 11,53
480 21,91 1250,31 1273,33 1254,91 1259,52 12,18
600 24,49 1447,57 1402,68 1417,64 1422,63 22,85
720 26,83 1550,45 1519,37 1483,69 1517,84 33,40
840 28,98 1638,37 1656,78 1705,12 1666,75 34,48
960 30,98 1796,49 1833,32 1902,37 1844,06 53,75
1080 32,86 2081,22 2154,87 2090,42 2108,84 40,13
1200 34,64 2207,11 2233,59 2268,11 2236,27 30,59
1320 36,33 2283,52 2293,88 2313,45 2296,95 15,20
1440 37,95 2341,52 2369,14 2320,80 2343,82 24,25

Fluks formula 3
2500
Kumulatif terpenetrasi persatuan luas ( μg/cm 2)

2000

1500
y = 56,62x + 143,8
r² = 0,973
1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (menit)

Grafik Penentuan Nilai Fluks (μm/cm2.menit1/2)

128
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9 Lanjutan

Formula 4
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 334,74 369,27 352,01 352,01 17,26
20 4,47 374,32 411,15 392,74 392,74 18,41
30 5,48 484,11 523,24 503,68 503,68 19,57
60 7,75 582,39 606,56 585,84 591,59 13,07
90 9,49 650,74 658,80 654,19 654,58 4,04
120 10,95 755,92 781,24 776,64 771,27 13,49
180 13,42 882,97 874,92 887,58 881,82 6,41
240 15,49 998,51 1006,57 968,59 991,22 20,01
360 18,97 1170,45 1195,77 1172,75 1179,66 14,00
480 21,91 1264,12 1307,86 1318,21 1296,73 28,71
600 24,49 1377,36 1406,13 1400,38 1394,62 15,23
720 26,83 1563,11 1558,50 1552,75 1558,12 5,19
840 28,98 1687,86 1716,63 1710,87 1705,12 15,23
960 30,98 1798,79 1863,24 1874,75 1845,60 40,94
1080 32,86 2015,61 1945,41 2009,86 1990,29 38,98
1200 34,64 2103,53 2096,63 2096,63 2098,93 3,99
1320 36,33 2139,66 2131,60 2097,08 2122,78 22,62
1440 37,95 2172,33 2163,13 2160,82 2165,43 6,09

Fluks formula 4
Kumulatif terpenetrasi persatuan luas ( μg/cm 2)

2500

2000

1500

y = 53,60x + 165,3
1000 r² = 0,994

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (menit)

Grafik Penentuan Nilai Fluks (μm/cm2.menit1/2)

129
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9 Lanjutan

Formula 5
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 421,06 438,33 421,06 426,82 9,97
20 4,47 483,66 484,81 483,66 484,05 0,66
30 5,48 565,83 566,98 548,56 560,45 10,32
60 7,75 634,18 635,33 633,03 634,18 1,15
90 9,49 756,62 740,51 720,95 739,36 17,87
120 10,95 815,77 798,51 829,58 814,62 15,57
180 13,42 893,33 909,44 908,29 903,69 8,99
240 15,49 990,46 1024,98 1023,83 1013,09 19,61
360 18,97 1177,35 1196,92 1195,77 1190,01 10,98
480 21,91 1338,93 1342,38 1323,97 1335,10 9,79
600 24,49 1438,36 1441,81 1456,77 1445,65 9,79
720 26,83 1540,09 1560,81 1645,97 1582,29 56,12
840 28,98 1678,65 1665,99 1739,65 1694,76 39,38
960 30,98 1908,13 1842,53 1920,79 1890,48 42,01
1080 32,86 2078,91 2095,03 2108,84 2094,26 14,98
1200 34,64 2186,40 2203,66 2303,79 2231,28 63,38
1320 36,33 2295,03 2330,71 2315,75 2313,83 17,92
1440 37,95 2353,03 2391,01 2391,01 2378,35 21,93

Fluks formula 5
Kumulatif terpenetrasi persatuan luas ( μg/cm 2)

2500

2000

1500 y = 55,80x + 189,4


r² = 0,987

1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (menit)

Grafik Penentuan Nilai Fluks (μm/cm2.menit1/2)

130
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9 Lanjutan

Formula 6
Persen kumulatif yang terpenetrasi
Akar Rata-rata Standar
Waktu Replikasi Replikasi Replikasi
waktu (%) deviasi
1 2 3
10 3,16 438,33 421,06 438,33 432,57 9,97
20 4,47 484,81 483,66 484,81 484,43 0,66
30 5,48 532,45 531,30 532,45 532,07 0,66
60 7,75 615,76 614,61 633,03 621,13 10,32
90 9,49 719,80 753,17 703,68 725,55 25,24
120 10,95 828,43 846,85 862,96 846,08 17,28
180 13,42 924,41 943,97 961,23 943,20 18,43
240 15,49 1075,62 1061,81 1062,96 1066,80 7,66
360 18,97 1320,07 1339,63 1358,05 1339,25 18,99
480 21,91 1611,70 1597,89 1634,72 1614,77 18,61
600 24,49 1797,45 1747,96 1735,30 1760,23 32,84
720 26,83 1938,31 1937,16 1906,08 1927,18 18,28
840 28,98 2099,88 2064,21 2099,88 2087,99 20,60
960 30,98 2214,27 2228,08 2231,54 2224,63 9,14
1080 32,86 2398,87 2396,57 2417,28 2404,24 11,35
1200 34,64 2520,16 2535,13 2539,73 2531,67 10,23
1320 36,33 2642,61 2641,46 2680,59 2654,89 22,27
1440 37,95 2610,83 2696,00 2685,64 2664,16 46,47

Fluks formula 6
Kumulatif terpenetrasi persatuan luas ( μg/cm 2)

3000

2500

2000
y = 68,20x + 112,4
R² = 0,995
1500

1000

500

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Akar Waktu (menit)

Grafik Penentuan Nilai Fluks (μm/cm2.menit1/2)

131
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10 Penentuan panjang gelombang nifedipin pada uji in vivo

132
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 Kurva kalibrasi nifedipin pada uji in vivo

133
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12 Tabulasi konsentrasi nifedipi dalam plasma darah kelinci

Kelinci 1 (bobot patch 94,5 mg)


Waktu Konsentrasi per Konsentrasi
Absorbansi
(menit) luas patch per luas SDF
0 0,000 0,00 0,00
10 0,019 0,18 0,10
30 0,021 0,39 0,22
60 0,019 0,18 0,10
90 0,023 0,59 0,33
120 0,025 0,79 0,45
180 0,032 1,51 0,85
240 0,044 2,73 1,53
360 0,050 3,34 1,88
480 0,053 3,64 2,05
600 0,061 4,46 2,51
720 0,064 w4,76 2,68
960 0,088 7,20 4,05
1200 0,089 7,31 4,11
1440 0,086 7,00 3,94

Kelinci 2 (bobot patch 94,3 mg)


Waktu Konsentrasi per Konsentrasi
Absorbansi
(menit) luas patch per luas SDF
0 0,000 0,00 0,00
10 0,021 0,39 0,22
30 0,021 0,39 0,22
60 0,023 0,59 0,33
90 0,027 1,00 0,56
120 0,034 1,71 0,96
180 0,037 2,02 1,13
240 0,047 3,03 1,71
360 0,055 3,85 2,16
480 0,067 5,07 2,85
600 0,065 4,86 2,74
720 0,079 6,29 3,54
960 0,087 7,10 3,99
1200 0,084 6,80 3,82
1440 0,084 6,80 3,82

134
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12 Lanjutan

Kelinci 3 (bobot patch 94,7 mg)


Waktu Konsentrasi per Konsentrasi
Absorbansi
(menit) luas patch per luas SDF
0 0,000 0,00 0,00
10 0,018 0,08 0,05
30 0,022 0,49 0,28
60 0,027 1,00 0,56
90 0,032 1,51 0,85
120 0,035 1,81 1,02
180 0,040 2,32 1,31
240 0,040 2,32 1,31
360 0,045 2,83 1,59
480 0,049 3,24 1,82
600 0,050 3,34 1,88
720 0,068 5,17 2,91
960 0,084 6,80 3,82
1200 0,080 6,39 3,59
1440 0,080 6,39 3,59

Kelinci 4 (bobot patch 94,5 mg)


Waktu Konsentrasi per Konsentrasi
Absorbansi
(menit) luas patch per luas SDF
0 0,000 0,00 0,00
10 0,018 0,08 0,05
30 0,022 0,49 0,28
60 0,026 0,90 0,50
90 0,030 1,30 0,73
120 0,034 1,71 0,96
180 0,040 2,32 1,31
240 0,043 2,63 1,48
360 0,046 2,93 1,65
480 0,049 3,24 1,82
600 0,053 3,64 2,05
720 0,063 4,66 2,62
960 0,088 7,20 4,05
1200 0,091 7,51 4,22
1440 0,089 7,31 4,11

135
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12 Lanjutan

Rata-rata konsentrasi nifedipi dalam plasma darah kelinci


Waktu Konsentrasi Dalam Plasma Kelinci Standar
Rata-rata
(menit) Kelinci 1 Kelinci 2 Kelinci 3 Kelinci 4 deviasi
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10 0,10 0,22 0,05 0,05 0,10 0,08
30 0,22 0,22 0,28 0,28 0,25 0,03
60 0,10 0,33 0,56 0,50 0,38 0,21
90 0,33 0,56 0,85 0,73 0,62 0,22
120 0,45 0,96 1,02 0,96 0,85 0,27
180 0,85 1,13 1,31 1,31 1,15 0,22
240 1,53 1,71 1,31 1,48 1,51 0,17
360 1,88 2,16 1,59 1,65 1,82 0,26
480 2,05 2,85 1,82 1,82 2,13 0,49
600 2,51 2,74 1,88 2,05 2,29 0,40
720 2,68 3,54 2,91 2,62 2,94 0,42
960 4,05 3,99 3,82 4,05 3,98 0,11
1200 4,11 3,82 3,59 4,22 3,94 0,28
1440 3,94 3,82 3,59 4,11 3,87 0,22

136
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13Alat dan proses uji karakteristik patch

Pencetak patch

Campuran formula setelah dituang pada cetakan

Mikrometer sekrup Pengujian ketebalan patch

Pengujian keseragaman bobot patch Pengujian moisture contentpatch

137
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14Alat dan proses uji in vitro

Sel difusi Franz Pengukuran diameter sel difusi


Franz

Patch ditempel pada kulit kelinci Patch ditempel pada sel difusi Franz

Pengujian penenetrasi secara in vitro

138
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15Uji iritasi

Kelinci 1 sebelum percobaan

Kelinci 2 sebelum percobaan

Kelinci 3 sebelum percobaan

Kelinci 4 sebelum percobaan

139
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15Lanjutan

Kelinci 1saat percobaan

Kelinci 2saat percobaan

Kelinci 3saat percobaan

Kelinci 4 saat percobaan

140
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15Lanjutan

Kelinci 1setelah percobaan

Kelinci 2setelah percobaan

Kelinci 3setelah percobaan

Kelinci 4setelah percobaan

141
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16Alat Dan proses uji in vivo

Pencukuran bulu kelinci Penempelan patch pada dorsal

Kelinci saat percobaan Pengambilan darah

Spektrofotometer UV Centrifuge

142
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17Sertifikat analisis nifedipin

143
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17 Lanjutan

144
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan

145
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai