TESIS
TESIS
KATA PENGANTAR
(PPOK) Stabil. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
untuk karya tulis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk,
bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan serta kritikan yang
membangun sehingga tesis ini bisa bermanfaat dimasa yang akan datang.
1. Yth, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), selaku Dekan Fakultas
2. Yth. Dr.dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp. M (K) selaku
3. Yth, dr. Zulfikar Lubis. SpPK (K), sebagai Pembimbing I saya yang telah
bersusah payah dan bersedia meluangkan waktu dan pikirannya setiap saat
selesainya tesis ini. Saya memohon doa semoga semua kebaikan beliau
4. Yth, Dr.dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), SpP (K) , sebagai
6. Yth, Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH, sebagai Ketua
Dokter Spesialis Patologi Klinik serta beliau juga telah banyak membimbing,
mengikuti pendidikan.
9. Yth, Prof. Dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH, yang telah memberikan
10. Yth, Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK-KH, yang telah memberikan
11. Yth, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-KN, KGEH, yang telah
pendidikan.
12. Yth, Dr. Muzahar, DMM, Sp.PK-K, Dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK-K,
Dr. Nelly Elfrida Samosir, Sp.PK, Dr. Ida Adhayanti, Sp.PK, Dr. Ranti
Ginting , M.Ked (ClinPath), SpPK dan semua guru-guru saya yang telah
mengikuti pendidikan.
Adam Malik yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk
14. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada seluruh teman sejawat Program
saya Dr. Kamelia S (ClinPath) SpPK, Dr. Vinisia (ClinPath) SpPK, Dr.
Vera L.S (ClinPath) SpPK, dr. Rina H (ClinPath) SpPK, Dr. Ade H,
Dr.Hairiah A, Dr. Derry H, Dr. Fauzan L, Dr. Dahlan S. serta para analis
dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan
dan kerjasama yang diberikan kepada saya, sejak mulai pendidikan dan
15. Terima kasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada kedua orang tua
Hj. Mastika Siregar atas cinta kasih sayangnya, pengorbanan dan kesabaran
Semoga Allah SWT membalas semua budi baik dan kasih sayangnya. Juga
Pulungan SH, dan adik saya Mangedar Pulungan SH, Donna Suciana
Pulungan Amd. serta kepada abang dan adik ipar saya, serta semua
mereka.
Akhir kata sebagai manusia biasa tentunya tidak luput dari kesalahan dan
Sudikiranya tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan Rahmat dan Hidayah Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal
Alamin.
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV HASIL............................................................................................... 46
LAMPIRAN ................................................................................................... 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
Leukosit
47
49
DAFTAR SINGKATAN
CT : Computed tomography
DEFB2 : β-defensin-2
IgE : Imunoglobulin E
IL : InterLeukin
KV : Kapasita Vital
PL : Penyehatan Lingkungan
PMN : Polimorfonuklear
RV : Residu Volume
TACO : Tryptophan-Aspartate-Containing
TB : Tuberkulosis
Th : The Helper
VE : Volume ekspirasi
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun
secara umum terkait langsung dengan prevalensi merokok dan pada beberapa
negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya.
sampai 2004, menunjukkan bukti bahwa prevalensi PPOK adalah lebih tinggi
pada perokok dibanding pada yang bukan perokok, pada mereka yang berusia >
40 tahun dibanding mereka yang berusia < 40 tahun, dan pada pria lebih banyak
memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun 1990, akan
meningkat menjadi penyebab kematian ke-3 pada tahun 2020 di seluruh dunia.
Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas karena PPOK meningkat dengan
usia dan lebih besar pada pria dibanding wanita. (GOLD 2017)
hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko. Faktor pejamu diduga sangat
khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam maupun
di luar ruangan terutama di tempat kerja (Matherrs CD; Loncar D, 2006, GOLD,
2017).
pasien yang berumur >40 tahun yang akan menyebabkan disabilitas penderitanya.
Padahal kelompok usia ini masih dalam kelompok usia produktif namun tidak
dapat bekerja maksimal karena sesak napas yang kronik. Co-morbiditas PPOK
dengan faktor resiko usia > 40 tahun dan merokok akan menghasilkan penyakit
hipertensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan anxiety (Sonia, B. 2006, GOLD,
2017).
Tsiligianni dan van der Molen (2010) dari Universitas Medical Center
A, beta karoten dan alpha) berhubungan dengan perbaikan kondisi klinis pasien
pasien. Dikatakan juga bahwa asupan vitamin yang tinggi dapat mencegah proses
kerusakan jaringan paru. Ini kemudian diusulkan menjadi salah satu terapi PPOK,
namun sampai saat ini belum ada bukti secara empiris untuk membuktikan
hanya vitamin D yang memiliki efek protektif terhadap jaringan paru. Vitamin D
yang selama ini dikenal karena perannya terhadap homeostasis tulang ternyata
oleh data epidemiologis National Health and Nutritional Examination Survey III
(NHANES III) yang menunjukkan tingkat serum vitamin D yang rendah pada
pasien PPOK. Beberapa penelitian lain juga telah melaporkan adanya defisiensi
D (<20 ng/ml) pada lebih dari 50% pasien transplantasi paru-paru akibat PPOK.
Demikian juga dalam sebuah studi pada pasien rawat jalan PPOK di Denmark,
sekitar 68% responden memiliki osteoporosis atau osteopenia (Forli et al. 2004).
lazim pada PPOK dan berkorelasi dengan gen protein pengikat vitamin D.
Mekanisme yang tepat yang mendasari data ini belum sepenuhnya diketahui,
sel dendritik, limfosit, monosit, dan sel-sel epitel (Janssens W etal. 2010).
tulang tetapi juga pada parenkim paru-paru. Boyan et al. (2007) menegaskan
obstruksi PPOK.
pengaruh kadar vitamin D pada derajat obstruksi penderita PPOK sehingga dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. VITAMIN D
Vitamin D adalah grup sterol, merupakan vitamin yang larut dalam lemak
D3 atau kolekalsiferol. Vitamin D juga merujuk pada metabolit dan analogi lain
dari substansi ini. Perkursor vitamin D2 adalah ergosterol dalam tanaman, dimana
D2 dapat disintesis oleh radiasi ultraviolet dari ergosterol dari ragi. Vitamin D3
diproduksi di dalam kulit yang terpapar sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet
pemeran utama dalam metabolisme absorpsi kalsium ke dalam tulang, fungsi otot,
dapat dicegah ataupun diobati dengan minyak ikan atau dengan sinar matahari
yang cukup. Ternyata sterol yang terdapat pada hewan atau tumbuh-tumbuhan
Provitamin yang terdapat pada ragi dan jamur adalah ergosterol yang akan diubah
dikenal dan dibedakan dari vitamin A di dalam minyak ikan, yang sanggup
Berbagai jenis vitamin D ini terdapat dari hasil penyinaran beberapa jenis
4. Ada lagi vitamin D4 yang berasal dari minyak nabati yang mengandung
Tanpa adanya vitamin D, hanya 10% sampai 15% dari kalsium dan sekitar
60% fosfor yang diserap di usus (Nair 2012). Institute of Medicine (IOM)
melaporkan risiko terjadinya rickets, fraktur, dan kelainan tulang lainnya lebih
tinggi pada orang dengan kadar calcifediol < 12 ng/mL. Kekurangan vitamin D
Diperkirakan 1 miliar orang di seluruh dunia, semua etnis dan kelompok usia,
yang terutama dikaitkan dengan gaya hidup dan faktor lingkungan dimana
(Nair 2012).
paparan sinar matahari alami. Dengan demikian, penyebab utama dari kekurangan
atau bahkan sebelum itu. Peran yang paling terkenal dari vitamin D adalah
kesehatan tulang. Kekurangan vitamin D pada bayi dan anak-anak bisa berakhir di
rakhitis gizi yang merupakan pelunakan tulang, kelemahan otot, nyeri tulang dan
2014).
perkembangan tulang dan pemeliharaan massa tulang serta faktor utama untuk
Vitamin D juga terlibat dalam mengatur sistem kekebalan tubuh dan sel,
sintesis vitamin D endogen di kulit setelah terpapar sinar ultraviolet dan juga
perlu dicapai untuk anak-anak dan dewasa. Kadar calcifediol sebesar 20 ng/mL
digunakan sebagai batasan yang dapat melindungi kesehatan tulang dari 97,5%
insufisiensi bila kadar calcifediol 21 sampai 30 ng/mL dan defisiensi bila kadar
telur, ikan, mentega, produk susu difortifikasi dan suplemen yang mengandung
dan kemudian diubah menjadi 1,25-dihydroxy vitamin D atau calcitriol oleh ginjal
adalah serum 25 (OH)D, yang memiliki paruh antara 10 dan 19 hari. Ini adalah
indikator terbaik status vitamin D dan mencerminkan tingkat dari asupan makanan
dan sintesis di kulit. Kadar 25(OH)D dalam darah bervariasi antara 20–200
nmol/L (8 – 80 ng/ml). Individu yang mendapat sinar matahari sangat kuat dapat
mempunyai kadar 25(OH)D mencapai 250 nmol/L (100 ng/ml). Apabila < 25
nmol/L (10 ng/ml) umumnya dianggap kekurangan; tingkat <80 nmol/L (32 ng
peningkatan konsumsi diet dan produksi endogen vitamin D3, Kadarnya dapat
meningkat sampai 500 ng/ml. Serum 25(OH) menurun pada penyakit hati kronik
kalsium dan fosfat dari lumen usus halus ke sirkulasi. 1,25(OH)2D meningkatkan
resorpsi tulang yang sinergis dengan parathyroid hormone (PTH). PTH dan
ternyata terdapat beberapa organ lain yang dapat melakukan perubahan tersebut
juga produksi 1,25(OH)2 dari ekstra renal utamanya digunakan sebagai faktor
2010).
kolekalsiferol [25(OH)D3] yang lima kali lebih aktif dari pada vitamin D3.
Bentuk ini paling banyak didapati di dalam darah dan banyaknya bergantung pada
bentuk paling aktif yaitu 10 kali lebih aktif dari vitamin D3 dan dibuat di ginjal.
Pada usus halus, kalsitriol meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dan pada
Paratyiroid hormone (PTH) yang dikeluarkan bila kalsium dalam serum rendah
mempengaruhi sekresi PTH dan peningkatan sintesis kalsitriol oleh ginjal. Taraf
fosfat dari makanan mempunyai pengaruh yang sama, tetapi tidak membutuhkan
PTH.
(kalsitriol) dan bila kalsitriol sudah cukup tersedia. Maka enzim 24 hidroksilase
kalsium rendah, kadar fosfat rendah, dan status vitamin D. Peningkatan PTH,
merusak matriks ekstrseluler paru dan berperan dalam timbulnya cavitasi pada
menurunkan ekspresi TLR2 (Toll-Like Receptor) dan TLR4 pada monosit yang
mencegah aktivasi TLR yang berlebihan selama infeksi (Khoo et al, 2011).
al, 2012).
mendegradasi komponen sel dalam sistem lisosom. Hal penting lain adalah
dengan menurunkan transkripsi dari gen sel B yang mempengaruhi NF-kB (the
akan menekan respon limfosit terhadap antigen mikobakterial pada subjek yang
sehat.
menjadi faktor yang sangat penting terhadap kerentanan terhadap infeksi bakteri.
Peranan 1α,25(OH)2D3 dalam memodulasi sistem imun terlihat jelas pada sel
proinflamasi seperti IFNϫ, IL-6, IL-2, TNF- α dan kemokin (Khoo et al, 2012;
produksi sitokin anti-inflamasi seperti IL4 dan IL-10. Beberapa penelitian klinis
2.3.1. Definisi
Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstra paru yang berkontribusi
terhadap derajat berat penyakit dengan gejala utama PPOK adalah sesak napas
yang memberat saat aktivitas, batuk dan produksi sputum (PDPI, 2010,GOLD
2017).
gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
udara O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
a. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus yaitu lobus dekstra superior, lobus
media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh beberapa lobulus.
b. Paru-paru kiri, terdiri dari lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap
lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua)
buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2–0,3
mm (Tabrani, 2010)
berikut
1. Kapasitas total paru (KPT) Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi
tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udara yang
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas
yang meningkat sesuai berat sakit (Tabrani R, 2010: Sooeroto AY, 2014)
kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh
tumor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive
yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan
proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan
bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik
akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero,
ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl) (Zitermann
A et al. 2016).
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi
fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan
struktur berupa destruksi alveoli akan menuju ke arah emfisema karena produksi
radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok (GOLD,
2017).
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (PDPI, 2010)
(GOLD 2017)
paksa dari titik inspirasi maksimal kapasitas vital paksa (KVP), kapasitas udara
yang dikeluarkan pada detik pertama atau volume ekspirasi paksa detik pertama
2.3.5. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Penyakit ini dikaitkan
pertumbuhan bakteri
- Polusi udara
- Infeksi TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak
- Umur
- Jenis kelamin
- Ras
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok yaitu gambaran
klinik dominant kearah bronkitis kronis (blue bloater) atau gambaran klinik
kearah emfisema (pink puffers). Secara umum pasien datang dengan keluhan
sebagai berikut : badan lemah, sesak napas saat aktivitas, batuk berdahak, dan
bentuk dada tong (Barrel Chest), penggunaan otot bantu pernapasan, suara napas
melemah, pernapasan paradoksal, edema kaki, asites dan jari tabuh (Fauci, et al.
tahun atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi,
gold standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi
Paksa detik pertama) dan KVP (Kapasitas Vital Paksa). VEP1 adalah volume
udara yang pasien dapat keluarkan secara paksa dalam satu detik pertama setelah
inspirasi penuh. VEP1 pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan
tinggi badan. KVP adalah volume maksimum total udara yang pasien dapat
hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh (Vestbo,et al.2014, GOLD, 2017)
Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa,
Perlu untuk melakukan elektro kardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan
oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur harus
Kultur sputum juga penting dilakukan untuk mengetahui jika ada patogen
penyebab infeksi.
dengan dua cara yaitu terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan
pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat
tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting) (Tabrani
Macam-macam bronkodilator :
penderita.
darah.
eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score <10 atau mMRC grade 0-1.
eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score ≥10 atau mMRC grade ≥ 2.
eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score<10 atau mMRC grade 0-1.
2. (GOLD 2017)
pasien PPOK. CAT terdiri dari 8 item pertanyaan yang mudah dimengerti dan
Dengan 8 item pertanyaan, CAT sudah dapat menunjukkan efek yang jelas
membutuhkan beberapa menit untuk diisi Kuesioner CAT yang sudah dilengkapi
2.3.10. Prognosis
yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin
memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini
penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau
lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas
Tahap perjalanan penyakit dan penyakit saluran nafas lain diluar paru
seperti sinusitis dan faringitis kronik juga mempengaruhi prognosis penyakit ini.
terjadi sehingga usaha mengatasi penyakit penyerta lain menjadi hal yang penting
PPOK
BAB III
METODE PENELITIAN
bulan September 2017 sampai dengan Mei 2018. Penelitian akan dihentikan
apabila jumlah sampel sudah terpenuhi atau sudah memenuhi batas waktu yang
ditentukan.
Respirasi RSUP. H. Adam Malik Medan bulan September 2017 sampai dengan
Mei 2018 yang memenuhi kriteria inklusi. Dengan jumlah totol pasien 55 orang,
Pasien yang berobat 5 – 10 orang / hari dengan diagnosa PPOK dan komorbid.
vitamin D total.
- Kardiomegali
- Ca. Paru
- Asma Brochial
secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang ikut
tujuan penelitian.
dimana :
Z ( 0.5 / 2 ) = deviat baku alpa. utk = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
Z(0.5-β)= deviat baku beta. utk = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282
(55 orang).
vitamin D total yang terdapat dalam serum menggunakan alat Mini Vidas.
dalam liter yang dapat diekspirasi maksimal secara paksa pada detik
Perbandingan niali VEP1 dan KVP yaitu: perbandingan udara yang dapat
ditarik dan dihembuskan dalam satu kali bernafas penuh dalam satu detik.
MEROKOK
INHALASI
BAHAN PPOK GENETIK
BERBAHAYA Penyakit Paru
Obstruktif
Kronik
VITAMIN D
pemeriksaan klinis.
Institute (CLSI).
telah tersedia siap digunakan dan telah terbagi di setiap strip reagen yang
instrumen. Media reaksi dengan siklus masuk dan keluar dari SPR
beberapa kali.
Wells Reagents
1 Sample Well.
2 Conjugate: TRIS, NaCl + anti-vitamin D antibody conjugated with
alkaline
phosphatase + stabilizer of human origin* + preservative (300
μL).
3 Pre-treatment solution: TRIS, NaCl + dissociation agent +
surfactant + methanol**
(600 μL).
4,5,6 Empty well
7,8,9 Wash buffer: TRIS, NaCl + preservative + surfactant (600 μL).
dalam sampel dan vitamin D antigen melapisi bagian interior SPR dan
fosfat) dengan siklus masuk dan keluar dari SPR. Enzim konjugat
Pada akhir tes ini, hasil secara otomatis dihitung oleh instrumen
dicetak.
Heparin). Serum atau plasma dapat disimpan pada tabung biasa pada suhu
18-25 ºC dan stabil hingga 8 jam sebelum pemeriksaan. Dan dapat juga
disimpan juga pada tabung aliquot dengan suhu 2-8 ºC stabil untuk lima
hari, dan pada suhu -25 ±6 ºC sampel satabil untu 3 bulan seblum
dilakukan pemeriksaan.
2. Gunakan satu "VITD" strip dan satu "VITD" SPR® dari kit untuk
7. Untuk tes ini, kalibrator itu, kontrol, dan bagian uji sampel adalah
100 mL.
instrumen.
setelah pipetting.
11. Tes uji akan selesai dalam waktu kurang lebih 40 menit. Setelah
kontrol yang disediakan dalam kit, kalibrasi dan kontrol harus dilakukan
setiap reagen baru dibuka dengan memasukka nomor LOT baru. Setelah
hari.
Kalibrator, diidentifikasi dengan S1. Nilai kalibrasi harus berada dalam set
kalibrasi ulang S1. Nilai kontrol harus berada dalam rentang nila kontrol
penyakit PPOK diuji dengan test Pearson. Semua uji statistik dengan nilai
Penderita PPOK
Kriteria Inklusi
Klasifikasi A-D
Kadar Vitamin D
Analisa Data
BAB IV
HASIL
penderita PPOK. Subjek penelitian diambil dari poli klinik penyakit Paru RSUP
Haji Adam Malik Medan. Subjek penelitian merupakan pasien yang berobat sejak
Pada tabel 4.1. Terlihat bahwa usia penderita PPOK mean ± SD adalah 64.24 ±
6,21 tahun dengan VEP1 mean ± SD adalah 32,39 ± 13.41 % dengan nilai min-
65.42 ± 11,69 %. Nilai kadar vitamin D mean ± SD subjek penelitian adalah 25,25
13.110/µL).
GOLD berdasarkan nilai VEP1 yang terbanyak adalah subjek GOLD 4 dengan
jumlah 47.27 %.
4.2. Analisis Bivariat antara umur dengan VEP1, VEP1/KVP, kadar vitamin
D, dan Leukosit
VEP1/KVP, kadar vitamin D, dan Leukosit. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa umur pasien tidak berhubungan dengan nilai
VEP1, VEP1/KVP, kadar vitamin D maupun jumlah leukosit. dengan nilai VEP1 –
4.3. Analisis Bivariat antara nilai VEP1 dengan nilai VEP1/KVP, kadar
VEP1/KVP, kadar vitamin D, dan leukosit. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Dari tabel 4.4. terlihat bahwa nilai VEP1 pasien tidak berhubungan dengan nilai
4.4. Analisis Bivariat antara nilai VEP1/KVP dengan kadar vitamin D dan
leukosit.
Vitamin D Leukosit
dengan kadar vitamin D dengan nilai p = 0.037; r = 0.282. Korelasi antara kadar
VEP1/KVP.
BAB V
PEMBAHASAN
sebagai penderita PPOK. Subjek penelitian diambil dari poli Penyakit Paru RSUP
Haji Adam Malik Medan. Subjek penelitian merupakan pasien yang berobat sejak
Pada tabel 4.1. terlihat bahwa usia rata-rata penderita PPOK adalah 64.24
± 6.21 tahun. Data ini tidak jauh berbeda dengan data penelitian meta analisis
bahwa prevalensi PPOK adalah lebih tinggi pada mereka yang berusia > 40 tahun
dibanding mereka yang < 40 tahun, dan pada pria lebih banyak dibanding wanita,
walaupun pada penelitian ini seluruh subjek penelitian yang diambil adalah pria.
(GOLD, 2017; PDPI, 2010). Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya usia
harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko. Faktor pejamu sendiri
jumlah perokok dari usia muda hingga diusia tua, setelah dianamnese riwayat
Pada tabel 4.1 juga terlihat bahwa nilai mean VEP1 adalah 33.39 ± 13.41%
dengan nilai min-maks adalah 12.70 – 77.30%. Hal ini menunjukkan menurunnya
nilai VEP1 pada subjek PPOK yang diperiksa. Pada populasi normal nilai VEP1
adalah 3.2 liter, kurang lebih 80% dari nilai KVP yang pada populasi normal
adalah 4 liter. VEP1 sendiri adalah jumlah udara yang dapat dihembuskan paksa
didapati sebesar 65.42 ± 11.69%, Normal yaitu 75 - 80%. Pada pasien PPOK
terjadi ganggu pengeluaran udara (unable to get air out) dimana jalan nafas yang
menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada satu
Tabel 4.1 juga menunjukkan nilai rerata kadar vitamin D subjek penelitian
adalah 25.24 ± 6.22 ng/mL. Menggambarkan bahwa pada pasien PPOK yang
D.
Data ini sesuai dengan data epidemiologis dari National Health and
serum vitamin D yang rendah pada pasien PPOK. Forli et al (2004) juga
menemukan defisiensi vitamin D (<20 ng/ml) pada lebih dari 50% pasien
transplantasi paru-paru akibat PPOK. Demikian juga dalam sebuah studi pada
Data jumlah leukosit pasien pada tabel 4.1 menunjukkan nilai median
jumlah leukosit subjek penelitian adalah 5800 ± 3503.93 dan nilai min-maks
pasien PPOK yang diteliti masih memiliki jumlah leukosit dalam rentang normal.
Hal ini didukung teori tentang patofisiologi dari PPOK itu sendiri yang
perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan
vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan
perubahan struktural pada paru. Proses infeksi sendiri merupakan sekunder yang
tidak selalu terjadi pada pasien dengan PPOK. Terjadinya peningkatan penebalan
pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi
pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas mengecil dan berkurang akibat
GOLD dimana didapati berdasarkan VEP1 yang terbanyak adalah subjek dengan
yang berat pada subjek penelitian, dimana GOLD 4 bernilai <30% nilai populasi
normal (berdasarkan tabel nilai normal menurut jenis kelamin dan umur).
5.2. Analisis Bivariat antara umur dengan VEP1, VEP1/KVP, kadar vitamin
D, dan Leukosit
dengan nilai VEP1, VEP1/KVP, kadar vitamin D maupun jumlah leukosit dengan
=0.089 dan p=0.597 r = - 0.073. Hal ini dapat disebabkan usia subjek penelitian
yang hampir sama pada penelitian ini sehingga faktor usia ini tidak menunjukkan
5.3. Analisis Bivariat antara nilai VEP1 dengan nilai VEP1/KVP, kadar
p=0.588 r = - 0.075 dan VEP- Leukosit p= 0.644 r = 0.064. Saat diuji dengan
Mann Whitney Test nilai VEP1 dan VEP1/KVP justru menunjukkan perbedaan
disebabkan karena perbedaan nilai KVP dari subjek penelitian. Nilai KVP
pernafasan yang dipaksakan sementara VEP1 diukur hanya pada detik pertama.
Pada pasien PPOK didapati kondisi ekspirasi memanjang sehingga nilai KVP
dapat berbeda pada pasien dengan nilai VEP1 yang tidak terlalu berbeda. .
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
seperti ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
5.4. Analisis Bivariat antara nilai VEP1/KVP dengan kadar vitamin D dan
leukosit.
tidak berhubungan dengan jumlah leukosit dengan nilai p=0.820. Hubungan yang
signifikan antara VEP1/KVP dengan kadar vitamin D ini sesuai dengan banyak
ukuran atau penanda fungsi faal paru. Pada pasien PPOK penurunan nilai
VEP1/KVP menunjukkan benar adanya suatu kondisi obstruksi dari saluran nafas.
Kondisi obstruksi ini sendiri disebabkan oleh peningkatan penebalan saluran nafas
kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam
Perubahan pada saluran nafas ini dapat disebabkan oleh banyak hal
termasuk proses inflamasi dan radikal bebas. Vitamin D sangat berperan dalam
hal ini, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Molekul aktif dari vitamin
(Harper, 2013).
merupakan jaringan kolagen yang dapat merusak matriks ekstrseluler paru dan
berperan dalam timbulnya cavitasi pada pasien obstruksi post TB (SOPT). (Khoo,
Receptor) dan TLR4 pada monosit yang mencegah aktivasi TLR yang berlebihan
BAB VI
6.1. SIMPULAN
pasien PPOK.
6.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Buist Sonia, et al. Global Stategy for the Diagnosis, Management, and Prevention
Summary : 2006
Sci 2016;12,5:1118-1134.
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et
al. editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. New York:
Gan WQ, Man SF, Senthilselvan A, Sin DD. 2004. Association between
immunepharmacology 3r(2016):86-91.
65:215-20.
e442:10.1371/journal.pmed.0030442
pathogens and cancer. Crit Rev Clin Lab Sci, Early Online, 2015: 1 -14.
Soeroto AY, Suryadinata H. Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Ina J Chest Crit
Tabrani R. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 2010:
3-8.
Tsiligianni I., van der Molen. 2010. A systematic review of the role of vitamin
11:171.
http://zullieskawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/lung -function-
tests.pdf. 2017
Lampiran 1
Assalamualaikum Wr Wb
Selamat pagi Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari Yth
Saya dr.Syahni Wirdani Pulungan saat ini sedang menjalani pendidikan
Strata (S) 2 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan saat ini
sedang melakukan penelitian yang berjudul:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan kadar vitamin D
dengan derajat obstruksi penyakit pada pasien PPOK.
Adapun manfaatnya bagi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari adalah dari hasil
penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi ke masyarakat mengenai
manfaat pemeriksaan vitamin D sebagai suatu pemeriksaan noninvasive dalam
mengetahui derajat obstruksi penyakit PPOK dan cara penanggulangannya secara
non medis dan medis.
Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan
spirometri. Spirometri direkomendasikan untuk semua perokok > tahun, terutama
mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak persisten.
Pemeriksaan vitamin D di lakukan di laboratorium H.adam Malik Medan.
Bahan pemeriksaan laboratorium berupa darah tanpa antikoagulan untuk
pemeriksaan kadar serum Vitamin D.
Cara kerja
a) Subjek penelitian yaitu penderita PPOK dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan klinis.
1. Bahan darah subjek diambil melalui vena punksi dari vena mediana cubiti.
Tempat vena punksi terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% dan
dibiarkan kering. Darah diambil dengan menggunakan venoject sebanyak
10 ml dan dibagi dua pada tabung vacutainer gel clot activator (3 ml).
Masing-masing berisi 5 ml. Darah pada tabung vacutainer gel clot
activator dibiarkan membeku selama 20 menit pada suhu ruangan,
dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit,
serum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung plastik (aliquot) 1 ml
untuk bahan pemeriksaan kadar vitamin D serum.
2. Untuk pemeriksaan vitamin D, serum disimpan dalam freezer -20°C
sampai waktu pemeriksaan yang telah ditentukan (maksimum 6 bulan).
Pemeriksaan kadar 25(OH) vitamin D Total dilakukan dengan
menggunakan alat MINI VIDAS BRAHMS. Prinsip pemeriksaan 25(OH)
vitamin D Total dengan metode Enzyme-Linked Fluourescent Assay
(ELFA) sesuai rekomendasi The Clinical and Laboratory Standards
Institute (CLSI).
Reagen untuk pengujian telah tersedia siap digunakan dan telah terbagi di
setiap strip reagen yang tersegel. Semua langkah-langkah uji yang dilakukan
secara otomatis oleh instrumen. Media reaksi dengan siklus masuk dan keluar dari
SPR beberapa kali.
Pada lazimnya penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya
pada Bapak/Ibu/Saudara/Saudari sekalian, efek samping yang mungkin muncul
adalah seperti nyeri atau bengkak pada tempat diambilnya darah dan hal ini dapat
hilang dengan sendirinya dalam satu atau dua hari.
Partisipasi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan
dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu Namun bila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan selama penelitian berlangsung atau ada hal yang kurang jelas yang
ingin ditanyakan, Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menghubungi saya ke no
081367774216 untuk mendapat pertolongan.
Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang telah
ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah
disiapkan.
Lampiran 2
Nama :
Umur :
Alamat :
Telp/HP :
Medan, .........................2017
( )
Lampiran 5