Anda di halaman 1dari 105

POLA IMMUNOPHENOTYPING PADA PASIEN LEUKEMIA AKUT ANAK

DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh :

dr. Putri Chadijah Tampubolon

NIM : 177041054

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

SPESIALIS PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah yang telah
melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
yang berjudul : “Pola Immunophenotyping pada Pasien Leukemia Akut Anak di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan” sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang Magister Kedokteran
Klinik Konsentrasi Bidang Patologi Klinik-M.Ked (Clin-Path) di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa
bantuan dari orang lain. Semua hal yang telah diberikan oleh berbagai pihak
dalam pembuatan tesis ini merupakan bantuan dan penghargaan yang tidak
ternilai harganya bagi penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan perhargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Yang terhormat Prof.dr Adi Koesoema Aman, SpPK KH, selaku


pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing,
memberi saran dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis
ini.
2. Yang terhormat Prof.dr Bidasari Lubis, SpA K, selaku pembimbing
kedua penulis, yang telah meluangkan waktunya dan penuh kesabaran
memberikan bimbingan, arahan dan dorongan dalam penulisan tesis.
3. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.
Runtung Sitepu, SH.MHum yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi
Bidang Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

iii
Universitas Sumatera Utara
4. Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Dr.dr.Aldy Safruddin Rambe,SpS (K), yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister
Kedokteran Klinik Konsentrasi Bidang Patologi Klinik di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Yang terhormat Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph),
Sp.M(K) selaku Ketua Program Studi Program Magister Kedokteran
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan di
Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Bidang Patologi Klinik.
6. Yang terhormat Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, sekaligus penguji penulis, dr. Ricke
Loesnihari, M.Ked (ClinPath), SpPK-K, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan spesialis di
bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
yang juga selalu memberikan dukungan, bimbingan dan dorongan kepada
penulis selama menjalani pendidikan serta memberikan saran dan koreksi
selama penyusunan tesis ini.

5. Yang terhormat Guru besar di Departemen Patologi Klinik Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sekaligus penguji, Prof. DR. dr.
Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, yang membantu dan membimbing
penulis selama menjalani pendidikan serta memberikan saran dan koreksi
selama penyusunan tesis ini.
6. Yang terhormat Guru besar di Departemen Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sekaligus penguji, Prof. dr.
Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, yang membantu dan membimbing
penulis selama menjalani pendidikan serta memberikan saran dan koreksi
selama penyusunan tesis ini.
7. Yang terhormat Guru besar di Departemen Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Burhanuddin

iv
Universitas Sumatera Utara
Nasution, SpPK-KN,KGEH, yang telah membantu dan membimbing
penulis selama menjalani pendidikan.
8. Yang terhormat dr Jelita Siregar, M.Ked(ClinPath), Sp PK, selaku
Pelaksana Tugas Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang memberikan
kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Magister dan
Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik ,membimbing, mengarahkan
dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai.
9. Yang terhormat dr. Malayana Rahmita Nasution, M.Ked (Clin Path),
Sp.PK, sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris Departemen Patologi Klinik
FK USU yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama
saya mengikuti pendidikan.
10. Yang terhormat, dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK-K, dr. Muzahar DMM,
Sp.PK, dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK-K, dr. Nelly Elfrida Samosir,
Sp.PK-K, dr Ida Adhayanti, Sp.PK, dr. Ranti Permatasari, Sp.PK-K,
dr. Nindia Sugih Arto, M.Ked (Clin Path), Sp.PK, dr Dewi Indah Sari
Siregar, M.Ked (ClinPath), Sp.PK, dr. Almaycano Ginting, M. Kes,
M. Ked (Clin Path), Sp.PK dan semua guru-guru saya yang telah banyak
memberikan, nasehat, arahan dan dukungan selama saya mengikuti
pendidikan.
11. Yang terhormat, Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan
Direktur RS USU Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
12. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan analis di SMF Patologi Klinik,
baik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS USU Medan, atas bantuan,
dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
13. Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat
Pendidikan Magister Bidang Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik
selama saya menjalani pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini.

v
Universitas Sumatera Utara
14. Kepada sahabat sahabat saya, dr .Dita, dr. Uly, dr.Rio, dr. Asep, dr.
Hadian, dr.Febryandri, teman seiring perjalanan terimakasih banyak
untuk kebersamaan, pengertian, kisah dan inspirasi. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan mereka.

15. Yang tercinta Ayahanda Alm Ir H Baharuddin Tampubolon yang telah


menjadi motivasi dan Ibunda Dra Hj Sabariah Siregar,MAP yang
dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan
yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya, dan
tidak bosan-bosannya memotivasi saya untuk terus melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kiranya hanya Allah SWT yang
dapat membalas segala kebaikan kalian. Begitu juga kepada mertua saya
Bapak Ardian dan ibu Wiwi Purwati yang juga telah banyak memberikan
bantuan moril maupun materil kepada saya dan keluarga. Juga kepada
seluruh keluarga besar saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
terima kasih atas dukungan materi maupun moral yang di berikan kepada
saya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
16. Terimakasih yang tak terhingga saya saya sampaikan kepada suami saya
tersayang, dr. Haryo Prabowo, M.Ked (An), SpAn yang telah
mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian, memberikan
dorongan dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya
dapat menyelesaikan pendidikan ini serta ketiga buah hatiku Muhammad
Faiz Zaidan, Abdurrahman Zayn Arrasyid dan Zara Alifa Hadzkya
yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya
mengikuti pendidikan, semoga ini semua dapat menjadi motivasi dalam
mencapai cita-citamu.

Akhir kata sebagai manusia biasa tentunya tidak luput dari kesalahan dan
kekhilafan, pada kesempatan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

vi
Universitas Sumatera Utara
Sudi kiranya tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan Rahmat dan Berkat Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, Desember 2019


Penulis

dr. Putri Chadijah Tampubolon

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman

Lembar Pengesahan Pembimbing .................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................................. iii
Daftar Isi............................................................................................................ viii
Daftar Gambar ................................................................................................... x
Daftar Tabel ...................................................................................................... xii
Daftar Singkatan................................................................................................ xiii
Abstrak .............................................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5


2.1 Leukemia Akut ............................................................................ 5
2.1.1 Definisi .............................................................................. 5
2.1.2 Epidemiologi ..................................................................... 9
2.1.3 Faktor Resiko .................................................................... 10
2.1.4 Patofisologi ....................................................................... 14
2.1.5 Gejala Klinis...................................................................... 16
2.1.6 Klasifikasi ......................................................................... 18
2.2 Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnostik Leukemia Akut ... 20
2.2.1 Sediaan Apus Darah Tepi.................................................. 20
2.2.2 Sediaan Apus Aspirasi Sumsum Tulang ........................... 23
2.2.3 Pewarnaan sitokimia ......................................................... 25
2.2.4 Sel Blast ............................................................................ 28
2.2.5 Fenotip Leukemia..............................................................
2.3 Pemeriksaan Flowcytometry Immunophenotyping dan
Diagnostik Leukemia Akut ......................................................... 31
2.3.1 Perkembangan Immunophenotyping ................................. 31
2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping .......... 33
2.3.3 Immunophenotyping dan Penggunaannya dalam
Keganasan Hematologi ............................................................... 36
2.4 Kerangka Konsep ........................................................................ 39

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 40


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 40
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 40
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 41
3.3.1 Populasi ............................................................................. 41

viii
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Sampel ............................................................................... 41
3.3.3 Besar Sampel ..................................................................... 41
3.4 Kriteria Penelitian ....................................................................... 41
3.4.1 Kriteria Inklusi .................................................................. 41
3.4.2 Kriteria Eksklusi................................................................ 42
3.5 Variabel ...................................................................................... 42
3.5.1 Variabel Independen .......................................................... 42
3.5.2 Variabel Dependen ............................................................. 42
3.6 Definisi Operasional.................................................................... 42
3.7 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 45
3.8 Bahan dan Cara Kerja ................................................................. 45
3.8.1 Bahan Pemeriksaan ............................................................ 45
3.8.2 Metode ............................................................................... 46
3.8.3 Pemantapan Kualitas dan Pemeriksaan Flowcytometry
Immunophenotyping .................................................................. 48
3.9 Alur Penelitian ........................................................................... 50
3.10 Biaya Penelitian .......................................................................... 51
3.11 Jadwal Penelitian ......................................................................... 51
4.1 Karakterisik Subjek Penelitian ........................................................ 54
4.2 Hasil Pemeriksaan Profil Hematologi ............................................. 55
4.3 Hasil Immunophenotyping .............................................................. 57
4.4 Aberrant Phenotype ......................................................................... 58
4.5 Diagnostik Immunophenotyping dengan Respon terhadap
Induksi Kemoterapi ................................................................................. 60
4.6 Aberrant Immunophenotyping dengan Respon terhadap
Induksi Kemoterapi ................................................................................. 61
4.7 Kesesuaian Morfologi dan Pemeriksaan Immunophenotyping ...... 62
5. Pembahasan ..................................................................................... 64
6. Kesimpulan dan Saran..................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70

LAMPIRAN ..................................................................................................... 76

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.4 Patofisiologi ALL……………………………………………….. 15


Gambar 2.1.4 PatofisiologiAML………………………………………………..16

Gambar2.1.5 Gejala Klinis ALL…………………………………………………17


Gambar2.1.6 Klasifikasi ALL……………………………………………………19
Gambar 2.1.6 Klasifikasi AML…………………………………………………..19
Gambar 2.2.1 Sediaan Apus Darah Tepi…………………………………………21
Gambar2.2.3 Pewarnaan sitokimia………………………………………………25
Gambar2.2.3.1 Pewarnaan Myeloperoxidase (MPO) …………………………...26
Gambar2.2.3.1 Pewarnaan Non Specific Esterase (NSE) ……………………….26
Gambar2.2.3.3 Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) ………………………...27
Gambar2.2.3.4 Pewarnaan Sudan Black…………………………………………27
Gambar2.2.4 Sel Blast ALL……………………………………………………...29
Gambar 2.2.4 Sel Blast AML…………………………………………………….30
Gambar2.2.5 Fenotip Leukemia AML …………………………………………..30
Gambar 2.2.5 Fenotip Leukemia ALL …………………………………………..31
Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping BD FACS
CALIBUR………………………………………………………...……………...33
Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping……………..34
Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping Penambahan
warnapada sel ……………………………………………………………………35
Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping Parameter
Histogram………………………………………………………...………………36
Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping Ekspresi CD34
pada sel blast……………………………………………………………………..36
Gambar 2.3.3 Immunophenotyping dan Penggunaannya dalam Keganasan
Hematologi………………………………………………………………………38
Gambar 4.2 Distribusi Pasien berdasarkan Jumlah Trombosit………………….55
Gambar 4.3 Hasil Pemeriksaan Immunophenotyping……….……………….…56

x
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Pola Immunophenotyping dengan Respon Terapi terhadap Induksi
Kemoterapi…………………………………………………………………….…59

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel3.6. Definisi Operasional ………………………………………………….43


Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Penelitian………….……………..…………….54
Tabel 4.2. Karakteristik Profil Hematologi………….…………..……………….55
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Immunophenotyping.............…………………….57
Tabel 4.4. Aberrant Phenotype………………….……….……………………….58
Tabel 4.5. Diagnostik Immunophenotyping dengan Respon Terhadap Induksi
Kemoterapi…………………...…………….………….…………...…………….60
Tabel 4.6. Aberrant Phenotype dengan Respon Terhadap Induksi Kemoterapi
………………………………..………………………….……………………….61
Tabel4.7. Kesesuaian Morfologi dan Pemeriksaan
Immunophenotyping…………………………………….……………………….62

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

ALL = Acute Lymphoblastic Leukemia


AML = Acute Myeloid Leukemia
APL = Acute Promyelocytic Leukemia
APC = Antigen Presenting Cell
ANKRD26 = Ankyrin Repeat Domain 26
bZIP = Basic Leucine Zipper Domain
CBFA2 = Core Binding Factor subunit Alpha 2
CD = Cluster of Differentiation
EDTA = Etilen Diamine Tetra Acetat
FACS = Flowcytometry and Fluorescence Activated Cell Sorting
FITC = Fluorescein Isothiocuanate
FL = Fluorochrome
FSC = Forward Scatter
GATA 2 = GATA-binding factor 2
HLA DR = Human Leukocyte Antigen – isotip DR
MAb = Monoclonal Antibody
MPO = Myeloperoksidase
MRD = Minimal Residual Disease
Myl = Myeloid Lineage
PBS = Phosphate Buffer Saline
RBC = Red Blood Cell
RDW = Red Distribution Width
RPE = R Phycoerythrin
RUNX1 = Runt-related Transcription Factor 1
SSC = Side Scatter

xiii
Universitas Sumatera Utara
Pola Immunophenotyping Pasien Leukemia Akut Anak di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Putri Chadijah Tampubolon1, Bidasari Lubis2, Adi Koesoema Aman1, Malayana R


Nasution1

Departemen/SMF Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara/ RSUP H Adam Malik Medan1
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan 2

Abstrak

Pendahuluan : Immunophenotyping akan meningkatkan akurasi dan


menyediakan data yang mudah direproduksi dari klasifikasi Leukemia Akut,
sesuai dengan standar diagnostik oleh WHO. Klasifikasi WHO menggunakan
morfologi, informasi genetik, immunophenotyping, dan fitur klinis untuk
menentukan entitas penyakit tertentu.
Tujuan : Untuk mengetahui pola immunophenotyping pada pasien
Leukemia Akut Anak dan pengaruhnya terhadap prognosis penyakit di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum H Adam Malik, Medan
Metode : Sebuah Studi Kohort pada anak-anak dengan Leukemia Akut di
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan, berdasarkan hitung darah lengkap,
apusan darah tepi, morfologi sumsum tulang, dan Flowcytometry
Immunophenotyping. Sampel dievaluasi untuk morfologi blast dan
immunophenotyping pada hari 0 dan morfologi blast pada hari ke 42 dari terapi
induksi remisi.Hasil dibandingkan setelah terapi induksi remisi.
Hasil : Dari 20 sampel, menggunakan antibodi monoklonal dengan
flowcytometry immunophenotyping tiga warna. Konkordansi dengan morfologi
baik (κ = 0,886). Persentase leukemia akut diklasifikasikan sebagai 45% B-ALL,
35% AML dan 20% sebagai T-ALL.
Kesimpulan : Immunophenotyping telah terbukti meningkatkan akurasi
diagnostik dan membantu dalam menetapkan garis keturunan spesifik sel blast
menurut Standar Diagnostik WHO.
Kata kunci : Aberrant, Acute Leukemia, Flowcytometry, Immunophenotyping,
MonoclonalAntibody

xiv
Universitas Sumatera Utara
Immunophenotyping Pattern in Childhood Acute Leukemia in the Adam
Malik Hospital Medan

Putri Chadijah Tampubolon1, Bidasari Lubis2, Adi Koesoema Aman1, Malayana R


Nasution1
Clinical Pathology Department/Unit Faculty of Medicine Universitas Sumatera
Utara/General Hospital Haji Adam Malik Medan1
Pediatric Department/Unit Faculty of Medicine Universitas Sumatera
Utara/General Hospital Haji Adam Malik Medan 2
Abstract

Introduction : Immunophenotyping will improve accuracy and provide


reproduced data easily from the Acute Leukemia classification, according to
WHO diagnostic standards. The WHO classification uses morphology, genetic
information, immunophenotyping, and clinical features to determine disease
entities.
Purpose : To determine the pattern of immunephenotyping in patients with
acute leukemia and influence on the prognosis of the disease in Pediatric Center at
the General Hospital H Adam Malik, Medan
Method : A cohort study in children suffering from Acute Leukemia in the
Pediatric Unit General Hospital Haji Adam Malik Medan, based on CBC,
peripheral smear, bone marrow morphology, and Flowcytometry
Immunophenotyping. Samples were evaluated for blast morphologic and
immunophenotyping on day 0 and blast morphology on day 42 of remission
induction therapy. Results of outcome after remission induction therapy were
compared.
Results : From 20 samples, using the monoclonal antibody with
flowcytometry immunophenotyping three-color. Concordance with morphology is
good (κ = 0.886). The percentage of acute leukemia is classified as 45% B-ALL,
AML 35% and 20% as T-ALL.
Conclusion : Immunophenotyping has been shown to increase diagnostic
accuracy and assist in establishing lines in blast cells according to WHO
Diagnostic Standards.
Keywords : Aberrant, Acute Leukemia, Flowcytometry, Immunophenotyping,
MonoclonalAntibody

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Leukemia Akut adalah penyakit keganasan hematologi dengan variasi

klinis, morfologi, immunophenotyping dan karakteristik molekuler. Penyakit ini

merupakan masalah kesehatan yang masih membutuhkan perhatian karena

ketepatan diagnosis akan sangat berpengaruh terhadap pengobatan dan kesuksesan

tingkat penyembuhan. (Supriyadi et al., 2011) Chiaretti, S (2014)

Leukemia adalah keganasan paling umum pada usia di bawah 15 tahun,

sebanyak satu dari tiga kasus kanker pada anak. Dua subtipe utama leukemia yang

terlihat pada anak adalah leukemia limfoblastik akut (ALL) dan leukemia myeloid

akut (AML), sebanyak 80% dan 17%. Leukemia anak terus menjadi masalah

kesehatan masyarakat global karena insiden keganasan ini tampaknya terus

meningkat. (Demanelis, 2015) Puncak kejadian terjadi pada usia 2-5 tahun dan

angka kejadian anak di bawah usia 15 tahun rata-rata 4-4,5/100.000 per

tahun.(Permono dan Ugrasena, 2010)

Diagnosis Leukemia Akut mewajibkan untuk melakukan integrasi

diagnosis hematopatologi tergantung kepada studi morfologi sel, aplikasi

flowcytometry immunophenotyping dan cytogenetic sesuai dengan klasifikasi

WHO 2017. (Swerdlow et al., 2017) (Supriyadi et al., 2011)

Analisa Immunophenotyping dengan multiparameter flow cytometry

akan menentukan karakteristik dari sel keganasan darah dengan diferensiasi

antigen yang muncul pada berbagai stadium dari perkembangan hematopoetik dan

Universitas Sumatera Utara


akan menjelaskan lineage yang terlibat melalui ekspresi penanda CD yang

spesifik. Perbedaan ekspresi antigen membran permukaan dan komponen

sitoplasma digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi sel asal serta

stadium diferensiasi dari Leukemia Akut.

Immunophenotyping akan meningkatkan akurasi dan menyediakan data

yang mudah diperbanyak dari klasifikasi Leukemia Akut. Immunophenotyping

juga sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi Leukemia Myeloid Akut dengan

marker limfoid dan juga Leukemia Limfoblastik Akut dengan marker myeloid.

Hal ini menjadi penting karena dijumpai kasus Leukemia Limfoblastik Akut

dengan marker myeloid yang menunjukkan prognosis dan respon terapi yang

lebih baik.(Supriyadi et al., 2011) (Dongen, Lhermitte and Bo, 2012) (Gajendra,

2016) Chiaretti, S (2014)

Ekspresi antigen aberrant juga dapat dideteksi melalui flowcytometry

immunophenotyping dan berguna untuk diagnostik, prognostik dan penanganan

klinis serta menyediakan biomarker tambahan untuk deteksi Minimal Residual

Disease (MRD). Hal ini sesuai dengan studi dari Gert J Ossenokopele (2011,

Netherlands), Amanda Fernandes (2016, Brazil) dan Kenneth Bradstock (2018,

Australia).

Beberapa penelitian juga masih menunjukkan beberapa hasil yang masih

kontroversial mengenai pola immunophenotyping pada Leukemia Akut dan data

di Indonesia mengenai penggunaan dari immunophenotyping pada Leukemia

Akut sebagai alat diagnostik juga belum banyak. Dari fenomena ini peneliti

tertarik untuk mengetahui pola immunophenotyping pada pasien anak dengan

Leukemia Akut. Dengan begitu dapat menjadi acuan bagi klinisi dalam akurasi

Universitas Sumatera Utara


diagnostik dan prognostik Leukemia Akut. Diharapkan ke depan pelaksanaan

immunophenotyping dapat menjadi standart diagnostik dan membantu

penegakkan diagnosis Leukemia Akut sesuai dengan standart WHO.( (Swerdlow

et al., 2017) (Jha, Grover and Bose, 2013)

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut ini : “Bagaimana pola immunophenotyping pada pasien Leukemia

Akut anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan“.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola

immunophenotyping pasien Leukemia Akut anak di Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

• Untuk mengetahui pola immunophenotyping pasien leukemia akut di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

• Untuk mengetahui pola aberrant pada pasien leukemia akut di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

• Untuk mengetahui jenis leukemia akut pada pasien yang dirawat di Rumah

Sakit berdasarkan pemeriksaan morfologi sediaan apus aspirasi sumsum

tulang dan pemeriksaan flowcytometry immunophenotyping.

Universitas Sumatera Utara


• Untuk melihat hubungan antara immunophenotyping dengan morfologi darah

tepi dan aspirat sumsum tulang.

• Untuk melihat prognostik pasien setelah diinduksi kemoterapi dihubungkan

dengan hasil immunophenotyping.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang hematologi,

khususnya tentang metode flowcytometry immunophenotyping dan

pemeriksaannya sehingga didapatkan diagnostik yang lebih tepat pada

pasien anak dengan Leukemia Akut.

b. Bagi Akademik/Ilmiah : memberikan data awal terhadap bidang

hematologi mengenai metode flowcytometry immunophenotyping

sehingga didapatkan strategi terbaik untuk diagnostik yang akurat.

c. Bagi Masyarakat : meningkatkan akurasi diagnosis Leukemia Akut

sehingga pengobatan dan kesembuhan menjadi lebih baik.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Leukemia Akut

2.1.1 Definisi

Leukemia akut adalah keganasan hematologis yang ditandai dengan

peningkatan jumlah blast myeloid atau limfoid. Istilah "akut," secara historis

mengacu pada onset yang cepat dan outcome yang buruk. Mendiagnosis dan

mengklasifikasikan tumor hematopoietik dan limfoid jaringan secara akurat

adalah persyaratan penting untuk dapat memberikan perawatan yang optimal bagi

pasien dengan keganasan hematologi. Klasifikasi didasarkan kepada definisi dan

terminologi konsensus untuk praktik medis yang tepat dan kemajuan pengetahuan

kedokteran. Secara umum, klasifikasi seperti itu harus dibuat berdasarkan klinis

penyakit dan tidak tumpang tindih sehingga dapat dikelompokkan bersama

berdasarkan fitur klinis, immunophrnotyping dan penanda molekuler yang

memungkinkan untuk laboratorium mengulang pengujian, agar dapat diketahui

hasil dan respons terhadap terapi. Awalnya klasifikasi penyakit dimulai oleh

pengalaman pribadi para ahli, dan kemudian berkembang banyak setelah

bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun kontroversi dan perdebatan mendalam.

Kemudian, skema klasifikasi berubah ketika penemuan ilmiah baru yang sudah

divalidasi. (Swerdlow et al., 2017) (Kaushansky et al., 2016) (Hoffman et al,

2018)

Klasifikasi hematopoietik dan tumor jaringan limfoid dari World Health

Organization (WHO) adalah klasifikasi yang paling banyak diterima dan

Universitas Sumatera Utara


diterapkan secara universal pada leukemia akut dengan kriteria diagnostik

penyakit berdasarkan kombinasi terpadu karakteristik klinis, morfologis,

immunophenotyping, dan cytogenetic. Klasifikasi WHO membagi leukemia akut

menjadi garis lini myeloid, limfoid, dan ambigu (campuran) phenotype,

tergantung pada asal sel blast. (Swerdlow et al., 2017) (Kaushansky et al., 2016)

Insiden tahunan keseluruhan penyakit ini pada populasi umum adalah

sekitar 4 per 100.000, dengan sekitar 70% di antaranya adalah leukemia myeloid

akut (AML). AML menyumbang sekitar 15% leukemia anak-anak dan sekitar

80% hingga 90% akut leukemia pada orang dewasa, dengan usia rata-rata saat

didiagnosis adalah sekitar 70 tahun. (Swerdlow et al., 2017) (Kaushansky et al.,

2016)

ALL terutama menyerang anak-anak, dengan insidensi puncak antara

usia 2 dan 3 tahun. Frekuensi berkurang hingga mencapai titik terendah sekitar

usia 25 hingga 50 tahun, setelah itu meningkat untuk mencapai puncak kedua,

tetapi kecil, pada usia lebih dari 80 tahun. (Swerdlow et al., 2017) (Kaushansky et

al., 2016) (Hoffman et al, 2018)

Etiologi dari sebagian besar kasus tidak diketahui, tetapi beberapa pasien

memiliki paparan sebelumnya dengan radiasi, agen kemoterapi sitotoksik, atau

bahan kimia seperti benzen. Beberapa penyakit bawaan, seperti sindrom Down,

sindrom Bloom, dan sindrom Turner, miliki peningkatan insiden AML, seperti

halnya beberapa jenis kegagalan sumsum tulang, seperti anemia Fanconi, sindrom

Blackfan-Diamond, dan individu yang jarang dengan RUNX1 dan Mutasi ETV6

di keluarga. Bentuk leukemia akut familial yang sangat jarang (mis., RUNX1,

ETV6, ANKRD26 dan mutasi gen GATA2) juga telah dikenali berkaitan dengan

Universitas Sumatera Utara


penyakit ini. Pasien dengan myelodysplastic dan kelainan mieloproliferatif

memiliki resiko yang beragam, tetapi dikaitkan dengan peningkatan kasus ke

AML. Perokok berat juga meningkatkan insiden penyakit ini. (Swerdlow et al.,

2017) (Kaushansky et al., 2016) (Hoffman et al, 2018) Weksler, Schechter,

Pada saat diagnosis, sebagian besar pasien dengan leukemia akut

memiliki gejala tidak spesifik, seperti kelelahan, lesu, dan penurunan berat badan.

Beberapa keluhan, seperti dispnea, angina, dan pusing, yang timbul dari anemia.

Demam karena penyakit itu sendiri atau dari infeksi yang terkait neutropenia bisa

menjadi manifestasi yang muncul. Pendarahan, seperti epistaksis atau atau

ecchymoses, dapat terjadi akibat trombositopenia. (Geyer, 2018)

Nyeri tulang dapat terjadi karena ekspansi sumsum tulang atau

keterlibatan periosteal langsung. Gusi dapat membengkak akibat infiltrasi

leukemia, terutama pada tipe monosit AML (myelomonoblastic). (Geyer, 2018)

Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai pembesaran kelenjar getah

bening dan hepatosplenomegali, lebih sering dijumpai pada ALL daripada di

AML. Sekitar 5% hingga 20% dari pasien dengan AML dan ALL mengalami

infiltrasi kulit dengan sel leukemia (leukemia cutis) biasanya eritematosa, papula,

nodul atau purpura yang teraba, atau bisul juga bisa terjadi. Kadang-kadang,

sebelum, atau bersamaan dengan, diagnosis AML, pasien mengalami sarkoma

myeloid, yang merupakan tumor sel leukemia di luar sumsum tulang. Tumor ini

dapat melibatkan kelenjar getah bening, kulit, periosteum, tulang ekstramedular,

dan jaringan lunak. Tumor ini sering mempengaruhi struktur tulang subperiosteal

dari tengkorak, sternum, tulang rusuk, vertebra, dan panggul. (Geyer, 2018)

Universitas Sumatera Utara


Pada apusan darah tepi biasanya dijumpai penurunan sel darah merah

dan trombosit, dengan jumlah putih bervariasi dari leukopenia hingga

leukositosis. Penurunan jumlah neutrofil matur sering terjadi dan sel blast dapat

dijumpai. Pada pasien dengan riwayat sindrom myelodysplastic (MDS), fitur

MDS biasanya jelas, seperti neutrofil hipolobulasi dan hipogranular, giant

thrombocyte dan agranular, dan eritrosit yang makrositosis dan poikilositosis.

(Geyer, 2018)

Semua pasien yang diduga leukemia harus menjalani aspirasi dan biopsi

sumsum tulang, analisis sitogenetik, pengujian molekuler, analisis sitokimia, dan

immunophenotyping dilakukan pada sel-sel untuk menggambarkan klasifikasi

leukemia yang benar. Biasanya, kehadiran leukemia jelas pada pemeriksaan

sumsum tulang dari aspirasi pewarnaan Wright – Giemsa didapatkan biasanya

hypercellular, dengan sel blast menggantikan sel yang biasanya matang di lini

eritroid, myeloid, dan megakaryocytic. Perbedaan antara blast myeloid dan

limfoid sangat penting untuk mengklasifikasikan leukemia akut, karena berbagai

jenis akut leukemia memerlukan strategi perawatan yang berbeda. Kehadiran

Auer rod di sitoplasma, struktur seperti jarum yang dianggap sebagai perpaduan

granul primer — menunjukkan sel myeloblast. Identifikasi juga dapat dilakukan

dengan menggunakan pewarnaan khusus untuk aktivitas myeloperoxidase (MPO)

atau untuk granul myeloid. Selanjutnya, flowcytometry immunophenotyping

digunakan untuk membedakan antara AML, ALL, juga mendeteksi leukemia

monosit, eritroid atau megakaryoblastik, dan membedakan antara bentuk sel B

dan sel T ALL. (Swerdlow et al., 2017) (Kaushansky et al., 2016) (Hoffman et al,

2018)

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Epidemiologi

Setiap tahun, sekitar 3000 anak di Amerika Serikat didiagnosis dengan

ALL. Insiden tahunan ALL di Amerika Serikat adalah 3,7-4,9 kasus per 100.000

anak usia 0-14 tahun dengan perkiraan kejadian serupa di seluruh dunia, meskipun

telah dipertanyakan apakah insiden tersebut mungkin lebih rendah di negara

berpenghasilan rendah. Anak-anak kulit putih lebih sering terkena daripada anak-

anak kulit hitam, dan ada sedikit lebih banyak pria, yang paling menonjol dengan

leukemia limfoblastik akut sel-T. Angka kejadian leukemia limfoblastik akut

memuncak pada anak-anak berusia 2-5 tahun dan kemudian menurun seiring

bertambahnya usia.(American Cancer Society, 2018)

The American Cancer Society (ACS) memperkirakan bahwa 19.520

kasus baru AML (10.380 pada pria, 9140 pada wanita) akan terjadi di Amerika

Serikat pada tahun 2018, terhitung 32% dari semua kasus leukemia pada orang

dewasa yang berusia 20 tahun ke atas. AML lebih umum didiagnosis di negara

maju, dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada populasi lain.

(American Cancer Society, 2018)

Prevalensi AML meningkat dengan bertambahnya usia. Usia rata-rata

onset adalah sekitar 70 tahun. Namun, AML mempengaruhi semua kelompok

umur. AML lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama pada pasien

yang lebih tua. Ini kemungkinan karena MDS lebih umum pada pria, dan MDS

lanjut sering berevolusi menjadi AML. American Cancer Society memperkirakan

bahwa pada 2018, 10.670 kematian akibat AML akan terjadi di Amerika Serikat.

Dari jumlah tersebut, hampir 60% diperkirakan terjadi pada pria dan sekitar 40%

pada wanita. (American Cancer Society, 2018)

Universitas Sumatera Utara


AML dijumpai sebanyak hampir 20% kasus leukemia akut pada anak dan

remaja muda. Insidens ini tetap konstan selama 40 tahun, dengan jumlah yang

hampir sama pada anak laki laki dan perempuan, dan tertinggi pada usia 2 tahun

pertama kehidupan. Akan tetapi, distribusi usia dapat bervariasi antar subtipe.

Sebagai contoh, Acute Promyelocytic Leukemia (APL) dan Core Binding Factor

Leukemia jarang terjadi pada anak dengan usia di bawah 3 tahun sedangkan

insidens Acute Megakaryoblastic Leukemia cukup tinggi pada usia muda dan

jarang pada remaja. Distribusi dari subtype AML juga bervariasi tergantung grup

etnik, dimana beberapa studi menunjukkan insidens yang tinggi kasus APL pada

etnik Hispanik.(Gruber, 2018)

2.1.3 Faktor Resiko

Beberapa faktor telah terlibat dalam penyebab AML dan ALL, termasuk

riwayat kelainan hematologis, sindrom familial, paparan lingkungan, dan paparan

obat. Namun, sebagian besar pasien yang datang tidak memiliki faktor risiko yang

dapat diidentifikasi.

1) Riwayat Kelainan Hematologis


Faktor risiko paling umum untuk AML adalah sindrom myelodysplastic

(MDS). MDS adalah penyakit sumsum tulang dari penyebab yang tidak diketahui

yang terjadi paling sering pada pasien yang lebih tua dan bermanifestasi sebagai

sitopenia progresif yang terjadi selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Pasien dengan MDS risiko rendah (mis. MDS dengan cincin sideroblas)

umumnya tidak mengalami AML, sedangkan pasien dengan MDS risiko tinggi

(mis. MDS dengan kelebihan blast) sering berlanjut ke AML. Gangguan

10

Universitas Sumatera Utara


hematologis lain yang mempengaruhi pasien untuk AML termasuk anemia

aplastik dan gangguan mieloproliferatif, terutama mielofibrosis. (Holme, 2012)

2) Kelainan Bawaan

Beberapa kelainan bawaan yang mempengaruhi pasien dengan AML

termasuk sindrom Bloom, sindrom Down, neutropenia kongenital, anemia

Fanconi, dan neurofibromatosis. Biasanya, pasien-pasien ini mengalami AML

selama masa anak-anak; jarang dijumpai ketika usia dewasa muda.

(Moassass,2018)

Anak dengan sindrom Down memiliki trisomi kromosom 21 lebih sering

mengalami ALL ataupun AML daripada anak-anak lain, dengan risiko

keseluruhan sekitar 2%. hingga 3%. Down syndrome juga dikaitkan dengan

Transient Acute Myeloid.(American Cancer Society, 2018)

Gangguan genetik yang lebih ringan, termasuk polimorfisme enzim yang

memetabolisme karsinogen, juga mempengaruhi pasien dengan AML. Misalnya,

polimorfisme NAD (P) H: kuinon oksidoreduktase (NQO1), enzim yang

memetabolisme turunan benzena, dikaitkan dengan peningkatan risiko AML.

(Zou,Y 2017)

Peningkatan risiko untuk AML yang terjadi setelah kemoterapi untuk

penyakit lain dengan kelainan kromosom 5, 7, atau keduanya. Demikian juga,

polimorfisme dalam glutathione S-transferase dikaitkan dengan AML sekunder

setelah kemoterapi untuk keganasan lainnya. (Zou,Y 2017)

11

Universitas Sumatera Utara


3)Familial syndromes

Mutasi Germline pada gen AML1 (RUNX1, CBFA2) menyebabkan

kelainan trombosit familial merupakan predisposisi untuk AML, yaitu kelainan

autosom dominan yang ditandai oleh trombositopenia sedang, kerusakan fungsi

trombosit, dan kecenderungan berkembang menjadi AML. Mutasi CEBPA, faktor

diferensiasi granulositik dan bZIP dijumpai pada keluarga dengan 3 anggota

keluarga yang mengalami AML. (Zou,Y 2017)

4)Paparan Lingkungan

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara paparan radiasi dan

leukemia. Ahli radiologi awal (sebelum penggunaan pelindung yang tepat)

ditemukan memiliki kemungkinan peningkatan leukemia. Pasien yang menerima

iradiasi terapi untuk ankylosing spondylitis berada pada peningkatan risiko

leukemia.(Poynter,2012)

Radiasi pengion adalah satu dari beberapa paparan yang hubungan

kausal dengan leukemia masa kanak-kanak, khususnya AML. Besarnya risikonya

tergantung pada dosis radiasi, durasi paparan, dan usia individu pada saat

terpapar.(Mahoney et al, 2004)

Orang yang merokok tembakau memiliki risiko yang kecil tetapi

signifikan secara statistik terhadap peningkatan AML. Dalam beberapa penelitian,

risiko AML sedikit meningkat pada orang yang merokok dibandingkan dengan

mereka yang tidak merokok dan orangtua yang merokok meningkatkan resiko

AML pada anak. (Metayer,C 2015)

Paparan benzena dikaitkan dengan anemia aplastik dan pansitopenia.

Pasien-pasien ini sering berkembang menjadi AML. Banyak dari pasien ini

12

Universitas Sumatera Utara


memiliki subtipe eritroleukemia AML (AML-M6). Paparan jelaga, tinta, pewarna,

dan cairan tanning dan debu batu bara juga telah dikaitkan dengan AML.

(Poynter, 2016)

5)Paparan sebelumnya terhadap agen kemoterapi

Karena lebih banyak pasien dengan kanker yang bertahan hidup dari

keganasan primer mereka dan lebih banyak pasien menerima kemoterapi intensif

(termasuk transplantasi sumsum tulang), jumlah pasien dengan AML meningkat

karena pajanan pada agen kemoterapi. Sebagai contoh, kejadian kumulatif

leukemia akut pada pasien dengan kanker payudara yang diobati dengan

doksorubisin dan siklofosfamid sebagai terapi tambahan adalah 0,2-1,0% pada 5

tahun.(Smith RE, 2013)

Pasien dengan paparan agen kemoterapi sebelumnya dapat dibagi

menjadi 2 kelompok: (1) mereka yang terpapar sebelumnya dengan agen alkali

dan (2) mereka yang terpapar dengan inhibitor topoisomerase-II. Periode latensi

yang khas antara paparan obat dan leukemia akut adalah sekitar 3-5 tahun untuk

agen alkali / paparan radiasi, tetapi hanya 9-12 bulan untuk inhibitor

topoisomerase.

Pasien dengan paparan sebelumnya terhadap agen alkilasi, dengan atau

tanpa radiasi, sering memiliki fase myelodysplastic sebelum berkembang menjadi

AML. Pengujian sitogenetika sering mengungkapkan adanya -5 dan / atau -7 (5q-

atau monosomi 7).

Pasien dengan paparan inhibitor topoisomerase-II sebelumnya tidak

memiliki fase myelodysplastic. Pengujian sitogenetika mengungkapkan

translokasi yang melibatkan band 11q23. Lebih jarang, pasien-pasien ini akan

13

Universitas Sumatera Utara


berkembang menjadi leukemia dengan translokasi lainnya, seperti inversi 16 atau

t (15; 17).(Andersen MK, 2012)

2.1.4 Patofisiologi

Pada leukemia limfoblastik akut (ALL), sel progenitor limfoid berubah

secara genetik dan kemudian mengalami proliferasi yang tidak teratur, dengan

ekspansi klon. Pada ALL, sel limfoid yang bertransformasi mencerminkan

ekspresi gen yang berubah dan terlibat dalam perkembangan normal sel B dan sel

T. (Larson, 2016)

Sel limfoid berasal dari sel punca pluripotent hematopoietik di sumsum

tulang, melalui tahapan pematangan. Pada perkembangan sel B, dimulai pada

tingkat lymphoid-primed multipotent progenitors, common lymphoid progenitors,

sel pro-B, sel pra-B, dan sel B matang. Proses ini dikontrol ketat oleh aktivasi

faktor transkripsi dan seleksi melalui transduksi sinyal fungsional. ALL mewakili

sekelompok sel keganasan limfoid prekursor B / T- (timbul dari perubahan

genetik) yang memblok diferensiasi limfoid dan mendorong penyimpangan

proliferasi sel. Variasi klinis perjalanan penyakit dan outcome nya, baik pada

populasi anak dan dewasa, mencerminkan subtipe biologis yang berbeda.

(Zuckerman, 2014) (Zhou, Y 2012)

14

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi ALL (Zhou, Y 2012)

Patofisiologi yang mendasari AML terdiri dari penghentian (arrest)

maturasi sel sumsum tulang pada tahap awal perkembangan. Mekanisme maturasi

arrest ini melibatkan aktivasi atau inaktivasi gen melalui translokasi kromosom

dan kelainan genetik dan epigenetik lainnya. Hal ini menyebabkan produksi sel-

sel darah normal menurun secara, yang akan menyebabkan berbagai tingkat

anemia, trombositopenia, dan neutropenia. Selanjutnya proliferasi cepat dari sel

myeloblas abnormal, bersama dengan penurunan kemampuan untuk menjalani

kematian sel terprogram (apoptosis), menghasilkan akumulasi sel abnormal di

sumsum tulang, darah, dan, seringkali, di limpa dan hati.(Pyonter, 2012)

Pada AML, sekuensi mutasi pada sel multipotent tunggal menyebabkan

satu klon dengan kecacatan yang berat dan mengandung sel precursor yang tidak

mampu menjadi matang. Proliferasi dari progenitor primitive ini terjadi secara

berlebihan terutama pada jumlah sel blast yang meningkat. Bentuk morfologi dan

penyakit klinis dari AML memiliki banyak varian. Variasi fenotip ini akan

konsisten dengan jumlah lesi genetic yang diidentifikasi dan menentukan sifat dari

sel stem leukemia, dan mampu berdiferensiasi menjadi lineage sel yang berbeda.

( Lichtman, 2016)

15

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya AML (Lichtman,2018)

2.1.5 Gejala Klinis

Gejala klinis pada AML dan ALL sulit dibedakan. Kelelahan dan

kelesuan adalah manifestasi umum dari anemia pada bayi pasien dengan ALL.

Lebih dari 25 % pasien, terutama anak kecil, mungkin mengalami pincang akibat

sakit tulang atau arthralgia, dan malas berjalan karena adanya infiltrasi leukemia

pada periosteum, tulang, dan sendi serta perluasan sel-sel leukemia di rongga

sumsum. Anak-anak dengan nyeri tulang yang berat sering kali memiliki jumlah

16

Universitas Sumatera Utara


darah yang hampir normal, dan menyebabkan keterlambatan diagnosis. Pada

sebagian kecil pasien, nekrosis sumsum tulang dapat menyebabkan nyeri dan

nyeri tulang yang parah, demam, dan tingkat dehidrogenase laktat serum yang

sangat tinggi. Tanda-tanda lain termasuk sakit kepala, muntah, fungsi mental yang

berubah, oliguria, dan anuria. Kadang-kadang, pasien datang dengan keadaan

mengancam jiwa akibat infeksi atau perdarahan (mis., hematoma intrakranial).

Perdarahan intrakranial terjadi terutama pada pasien dengan jumlah leukosit awal

lebih besar dari 400 × 109 / L.70 Sangat jarang ALL terjadi tanpa tanda-tanda

atau gejala sehingga tidak terdeteksi pada pemeriksaan rutin. (Larson, 2016)

Gambar 2.1.5 Gejala Klinis


Gejala klinis pasien ALL (Larson, 2016)

17

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan tanda dan gejala pada AML adalah :

a. pucat, kelelahan, kelemahan, jantung berdebar, dan dispnea saat aktivitas

akibat anemia

b. gangguan perdarahan, memar, petekiea, epistaksis, perdarahan gingiva,

perdarahan konjungtiva akibat trombositopenia dan sering dijumpai pada

manifestasi awal penyakit

c. perdarahan gastrointestinal, genitourinari, bronkopulmoner, atau

perdarahan SSP dapat terjadi walau cukup jarang dijumpai

d. pustul atau infeksi piogenik minor lainnya pada kulit dan luka

e. infeksi besar jarang terjadi, seperti sinusitis, pneumonia, pielonefritis, dan

meningitis, dijumpai bila jumlah neutrofil absolut kurang dari 0,5 × 109/L

f. anoreksia dan penurunan berat badan, sering dijumpai

g. demam, dijumpai pada banyak pasien

h. splenomegali atau hepatomegali, terjadi pada sekitar seperempat dari

pasien

i. limfadenopati, sangat jarang, kecuali dalam varian monositik AML.

(Liesveld,2016)

2.1.6 Klasifikasi

Klasifikasi WHO membagi ALL menjadi dua bentuk, tergantung pada

apakah sel prekursor adalah limfosit T atau B. Perbedaan antara leukemia dan

limfoma tergantung pada apakah penyakit muncul dengan sel-sel abnormal dalam

darah dan sumsum tulang atau apakah sel-sel abnormal muncul terutama di

kelenjar getah bening atau situs ekstranodal di luar sumsum tulang. Secara

18

Universitas Sumatera Utara


definisi, jika pasien memiliki lesi massa dan limfoblas kurang dari 25% di

sumsum tulang adalah limfoma. (Geyer,2018)

Gambar 2.1.6 Klasifikasi


Klasifikasi ALL menurut WHO 2017

Klasifikasi AML menurut kriteria WHO tahun 2016 menjadi tujuh

kelompok umum:

Gambar 2.1.6 Klasifikasi

Klasifikasi AML menurut WHO 2017

Dua jenis terakhir sangat jarang dijumpai pada pemeriksaan rutin.

Kelompok keempat — AML tidak dikategorikan lain—Adalah revisi dari

19

Universitas Sumatera Utara


klasifikasi FAB yang digunakan sebelumnya dan membagi kasus-kasus AML

berdasarkan morfologi dan immunophenotyping. (Geyer,2018)

2.2. Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnostik Leukemia Akut

2.2.1 Sediaan Apus Darah Tepi

Evaluasi hematologi dimulai dengan penilaian laboratorium complete

blood count menggunakan automated blood counter. Indeks komponen darah

diperoleh dari instrumen yang memanfaatkan berbagai kombinasi

spektrofotometri, kimia, impedansi listrik, dan penganalisa elektro-optik.

(Swerdlow et al., 2017)

Persiapan secara manual apusan darah tepi menggunakan metode

coverslip ataupun metode slide wedge. Teknik slide wedge menggunakan slide

pada sudut 30-45 derajat di atas setetes darah di dekat salah satu ujung slide kaca

kedua lalu ujung slide meluncur di darah memanjang di seluruh slide. Slide

spreader kemudian didorong dengan cepat untuk menghasilkan noda darah pada

slide kedua. Apusan darah tepi akan berisi area tebal yang secara bertahap beralih

ke area tipis. Sediaan lalu dibiarkan kering di udara, difiksasi, dan kemudian

diwarnai. (Petrova-Drus,2018)

Metode coverslip menggunakan setetes kecil darah yang ditempatkan di

antara dua coverslip diposisikan sedemikian rupa sehingga sudut-sudut

membentuk bintang segi delapan. Setelah drop tersebar, penutupnya ditarik di

arah yang sama, diikuti oleh pengeringan udara, pewarnaan, dan pemasangan pada

slide. Sediaan lalu dibiarkan kering di udara, difiksasi, dan kemudiaan diwarnai.

(Petrova-Drus,2018)

20

Universitas Sumatera Utara


Sediaan apus darah tepi dibuat segera dan diwarnai dengan May-

Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa kemudian diperiksa abnormalitas sel

leukosit, sel darah merah dan trombosit. Evaluasi dari granul neutrofil menjadi

sangat penting ketika ada dugaan kelainan pada lini myeloid. Hitung manual sel

berinti hingga mencapai 200 sel direkomendasikan untuk evaluasi apusan darah

tepi pada pasien dengan neoplasma myeloid jika jumlah sel leukosit

memungkinkan. Kehadiran eritrosit yang abnormal (misalnya : sel tear drop) dan

ukuran trombosit serta granulitasnya juga perlu diperhatikan. (Petrova-Drus,2018)

Gambar 2.2.1 Sediaan Apus Darah Tepi (Petrova-Drus,2018)


Pendekatan mikroskopis untuk apusan darah tepi untuk morfologi sel darah merah. Sel-sel terbaik
dievaluasi di daerah di mana mereka ditempatkan dengan baik dalam satu lapisan tanpa menyentuh
satu sama lain dan menunjukkan central pallor (panel kanan atas). Sebaliknya, saat sel darah
merah berada terlalu dekat, mereka tampak cacat, rata, dan hiperkromik palsu (panel kiri bawah),
sedangkan sel darah merah di daerah padat sering tampak menyusut dan berkelompok (panel
kanan bawah). Oleh karena itu, memeriksa sel dalam area yang optimal diperlukan untuk diagnosis
yang akurat.

21

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan mikroskop dimulai dengan melihat semua apusan pada

pembesaran 10x untuk menentukan adekuasi pewarnaan dengan melihat

keseragaman warna, nukleus sel leukosit akan terlihat ungu dan merah muda.

Tinjauan pada pembesaran ini akan memudahkan deteksi adanya sel

abnormal,jenis sel, dan agregasi. (Petrova-Drus,2018)

Pemeriksaan pada pembesaran 40x digunakan untuk asesmen besar sel dan

melihat nucleus dan sitoplasma sel lalu pembesaran 100 x menggunakan minyak

imersi digunakan untuk evaluasi kualitas kromatin nukleus dan kehadiran

nukleolus, komponen sitoplasma seperti granul,vakuola, dan inklusi. (Swerdlow et

al., 2017) (Petrova-Drus,2018)

Kehadiran sel darah merah berinti, megakariosit, makrofag, dan leukosit

imatur, yang biasanya tidak ditemukan dalam sirkulasi darah harus dilaporkan.

Laporan akhir juga harus mencakup penilaian morfologi sel darah merah dan

perkiraan jumlah trombosit. Evaluasi morfologi sel darah merah meliputi

pelaporan ukuran sel, estimasi kadar hemoglobin, bentuk, inklusi, atau kelainan

struktural. Dalam darah dari individu yang sehat, sel-sel merah muncul sebagai

cakram seragam yang berkisar 6-8 μm di diameter dengan area tengah yang

sedikit pucat. Sel darah merah lebih kecil dari 6 μm, diameternya mikrositik, dan

yang lebih besar dari 9 μm adalah makrositik. Variasi abnormal dalam ukuran sel,

atau anisositosis, umumnya terlihat pada anemia dan tercermin secara lebih luas

pada RDW atau koefisien variasi volume RBC pada automated blood count.

Warna sel eritrosit mencerminkan kadar hemoglobin, dan peningkatan luas pucat

sentral terlihat dalam sel-sel hipokromik, sedangkan warna sentral yang lebih

padat diamati pada sel hyperchromic pada spherocytes. Variasi abnormal

22

Universitas Sumatera Utara


(meningkat) dalam sel darah merah, atau poikilocytosis, dilaporkan dengan

mengidentifikasi keberadaan bentuk spesifik termasuk elliptocytes, spherocytes,

sel target, sel sabit, sel tetes air mata (dacrocytes), schistocytes, acanthocytes, dan

echinocytes. (Swerdlow et al., 2017) (Petrova-Drus,2018)

2.2.2 Sediaan Apus Aspirasi Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang dimulai dengan evaluasi terhadap apusan

darah tepi dan hitung darah lengkap yang diperoleh pada hari yang sama.

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi kualitatif dan semiquantitatif

tentang keadaan hematopoiesis, dan memungkinkan untuk evaluasi kelainan

bawaan dan kelainan yang didapat, termasuk kondisi neoplastik. Flowcytometry

dan analisis sitogenetik juga dilakukan pada spesimen asprasi sumsum tulang,

untu mendapatkan informasi penting yang membantu evaluasi keseluruhan. Studi

molekuler untuk status mutasi gen tertentu dapat dilakukan pada bahan asam

nukleat yang diekstraksi dari sumsum yang baru diaspirasi atau, dengan kemajuan

terbaru dalam teknik molekuler, bahan yang difiksasi dengan formalin (gumpalan

darah). (Swerdlow et al., 2017) (Petrova-Drus,2018)

Sediaan apus diwarnai oleh May-Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa

untuk visualisasi granul sitoplasma dan kromatin nuklear. Klasifikasi WHO

bergantung pada persentase blast dan sel lain, dengan rekomendasi hitung 500 sel

berinti dari aspirasi sumsum tulang sedekatnya pada partikel. Menghitung

multipel sediaan akan mengurangi sampling error yang dapat disebabkan

distribusi iregular dari sel. Sel yang dihitung termasuk blast dan promonosit,

promyelosit, myelosit, metamyelosit, band neutrophils, segmented neutrophils,

23

Universitas Sumatera Utara


eosinofil, basofil, monosit, limfosit, sel plasma, erythroid precursors, dan sel

mast. Megakariosit (termasuk bentuk displastik) tidak dihitung. (Swerdlow et al.,

2017) (Petrova-Drus,2018)

Pemeriksaan apusan aspirasi dimulai dengan pembesaran 10x dilihat

setiap kelompok sel abnormal misalnya metastasis ekstrinsik neoplasma, yang

cenderung lebih kohesif daripada sel hematopoietik. Pada pembesaran ini, dilihat

seluleritas sumsum tulang, meskipun yang terbaik dinilai berdasarkan biopsi.

Adanya agregat limfoid dan evaluasi megakariosit juga dinilai. Pada sumsum

tulang yang normal dengan pembesaran 20x hingga 40x), akan terlihat dominan

komponen granulosit segmen. Pembesaran ini dapat memberikan penilaian awal

dari pematangan sel myeloid dan eritroid dan bisa mengidentifikasi area terbaik

untuk melakukan penghitungan diferensial manual. Sel sumsum tulang harus

dihitung di area seluler yang berdekatan dengan jejak partikel, di mana sel-sel

tersebar dengan baik, menunjukkan detail sitologis yang baik, dan di mana sel

lisis tidak mendominasi. Area dengan artefak pengeringan udara berlebihan harus

dihindari. Hanya sel-sel utuh yang harus dihitung, karena naked nucleus tidak

memiliki fitur sitoplasma sehingga sulit untuk diklasifikasikan. Penghitungan

diferensial dilakukan pada pembesaran tinggi (40x) atau immersion oil (50x,

100x) untuk identifikasi tipe sel yang optimal. (Swerdlow et al., 2017) (Petrova-

Drus,2018)

Hitungan termasuk sel myeloid berinti dan eritroid dalam berbagai tahap

pematangan, promonosit, monosit, sel mast, limfosit, dan sel plasma. Sel yang

seharusnya tidak termasuk dalam hitungan termasuk makrofag, megakaryosit,

osteoblas, osteoklas, sel stroma, atau ekstrinsik. Rasio myeloid ke eritroid

24

Universitas Sumatera Utara


dihitung dengan menyatakan rasio semua granulosit dan monosit serta

prekursornya ke eritroblast dalam berbagai tahap pematangan. (Swerdlow et al.,

2017) (Petrova-Drus,2018)

2.2.3 Pewarnaan sitokimia

Pewarnaan sitokimia khusus dapat dilakukan pada apusan aspirat yang

membantu mengidentifikasi berbagai lineage sel di dalam sumsum tulang.

Diferensial aktivitas dengan reagen kimia berfungsi sebagai dasar untuk

klasifikasi neoplastik awal. Yang paling umum dilakukan dengan

myeloperoxidase untuk lineage myeloid, dan non specific esterase untuk sel

monosit. Pewarnaan lain dapat digunakan, seperti Sudan Black untuk lineage

myeloid, Periodic Acid Schiff (PAS) untuk prekursor eritroid dan sel-T, dan

toluidine blue untuk mewarnai granul pada sel mast dan basofil. (Petrova-

Drus,2018)

Gambar 2.2.3 Pewarnaan sitokimia (Liesveld, 2017)

25

Universitas Sumatera Utara


2.2.3.1 Pewarnaan Myeloperoxidase (MPO)

MPO pada myeloblast biasanya pada granular dan region golgi. Blast

eritroid, megakaryoblasts, dan lymphoblasts memiliki MPO-negative. (Swerdlow

et al., 2017)

Gambar 2.2.3.1 Pewarnaan Myeloperoxidase (MPO) (Petrova-Drus,2018)

2.2.3.2 Pewarnaan Non Specific Esterase

Reaksi Non Specific Esterase positif pada promyelosit dan mielosit.

Oleh karena itu, analisis inhibisi fluoride diperlukan untuk membedakan sumsum

monosit dari myelosit awal.(Geyer, 2018)

Gambar 2.2.3.2 Pewarnaan Non Specific Esterase (Petrova-Drus,2018)

26

Universitas Sumatera Utara


2.2.3.3 Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)

Pewarnaan Periodic Acid–Schiff (PAS) akan mewarnai sitoplasma yaitu

granul kemerahan pada sel eritroblast. (Liesveld, 2017)

Gambar 2.2.3.3 Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) (Petrova-Drus,2018)

2.2.3.4 Pewarnaan Sudan Black

Pewarnaan Sudan black akan membantu membedakan blast AML dan

blast AML, dimana akan dijumpai granul kecoklatan dinyatakan sebagai Sudan

Black positif yang khas pada blast lini myeloid. (Liesvield, 2016)

Gambar 2.2.3.4 Pewarnaan Sudan Black

27

Universitas Sumatera Utara


2.2.3.5 Prussian Blue

Adanya zat besi dapat diperiksa dengan pewarnaan Prusia Blue (Reaksi

Perl menghasilkan warna biru-hijau ketika hemosiderin atau feritin dijumpai) dan

counterstaining dengan safranin-O atau Kernecht Red. Pewarna ini membantu

evaluasi penyimpanan besi dalam makrofag di partikel sumsum tulang. Selain itu,

pewarnaan ini digunakan untuk memvisualisasikan sideroblast, yaitu normoblas

yang mengandung satu atau lebih partikel besi. Kehadiran sideroblast abnormal

dan ring sideroblast harus dilaporkan. (Petrova-Drus,2018)

Banyaknya pilihan sitokima cukup membantu untuk menentukan jenis

lineage dari sel blast. Akan tetapi pada penelitian terbaru, flowcytometry

immunophenotyping dari aspirasi sel sumsum tulang dan pewarnaan

imunohistokimia telah menggantikan kebutuhan untuk pewarnaan sitokimia.

(Petrova-Drus,2018)

2.2.4 Sel Blast

Persentase sel blast sangat penting untuk diagnosis, dari darah tepi dan

aspirasi sumsum tulang. Pewarnaan sitokimia dari sumsum tulang untuk blast

CD34+ cukup membantu, dan penentuan persentase blast melalui flowcytometry

tidak boleh digunakan untuk menggantikan hitung visual dari blast.

2.2.4.1 Myeloblast

Myeloblast memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari sedikit lebih besar

dari limfosit matur hingga sebesar monosit, dengan sitoplasma biru keabuan

hingga biru gelap, nucleus bulat atau oval, dengan kromatin granular dan

beberapa nucleolus. Sitoplasma dapat mengandung granul azurofilik.

28

Universitas Sumatera Utara


2.2.4.2 Monoblast

Monoblast adalah sel besar dengan sitoplasma abundant bewarna abu

muda hingga biru gelap yang dapat membentuk pseudopod. Nukleusnya bulat dan

halus. Myeloblast positif kuat untuk NSE (Non Specific Esterase) tapi memiliki

aktivitas myeloperoksidase (MPO) yang lemah . Promonosit memiliki nucleus

halus yang terlipat dengan kromatin terbuyar, nucleolus kecil ataupun tidak ada,

dan sitoplasma yang bergranul. Untuk membedakan antara monosit dan

promonosit biasanya sulit, abnormal monosit memiliki kromatin yang lebih

bergumpal dan berlipat, dan sitoplasma abu dengan granul keunguan. Nukleolus

biasanya tidak ada atau tidak jelas.

2.2.4.3 Megakarioblast

Megakarioblast memiliki nukleus yang kecil, ireguler, dengan kromatin

retikuler yang jelas dan 1 – 3 nukleolus. Sitoplasmanya basofilik, agranular dan

kadang dijumpai sitoplasme bleb. (Swerdlow et al., 2017)

Gambar 2.2.4 Sel Blast (Larson RA, 2016)


A. Limfoblast tipikal dengan sitoplasma sedikit, nucleus regular, kromatin yang jelas dan nucleoli yang tidak
jelas B. Blast besar dengan nucleolus menonjol, sitoplasma yang moderat, dan campuran blast yang kecil

29

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2.4 Sel Blast (Liesveld,2016)
Gambaran suptipe acute myelogenous leukemia. A. Sediaan apus darah tepi. AML without
maturation B. Sediaan apus darah tepi. AML without maturation, 3 myeloblasts, 1 mengandung
Auer rod. C. Sediaan Aspirat Sumsum Tulang. AML with maturation, 3 myeloblasts dan tampak
myelocyte, band, dan neutrophil segmen. D. Sediaan Aspirat Sumsum Tulang. Acute
promyelocytic leukemia, promyelocytes bergranul. E. Sediaan apus darah tepi. Acute
promyelocytic leukemia, dengan Myeloperoxidase positif. F. Sediaan apus darah tepi. Acute
myelomonocytic leukemia. Dengan pewarnaan double esterase, tampak sel monosit bewarna biru
tua dan precursor neutrophil bewarna coklat kemerahan.

2.2.5 Fenotip Leukemia

Gambar 2.2.5 Fenotip Leukemia (Liesveld,2016) Fenotip dan jenis sel pada AML

30

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2.5 Fenotip Leukemia (Larson,2016)
Fenotip dan jenis sel pada ALL

2.3 Pemeriksaan Flowcytometry Immunophenotyping dan Diagnostik

Leukemia Akut

2.3.1 Perkembangan Immunophenotyping

Dalam 10 tahun ini, flowcytometry immunophenotyping telah menjadi alat

diagnostik yang tidak tergantikan. Kemajuan alat flowcytometry

immunophenotyping dan keberadaan dari antibodi dan fluorokrom yang tersedia

telah membantu akurasi dari fenotip sel dan meningkatkan kemampuan

identifikasi populasi sel abnormal. (Craig, 2018)

Klasifikasi World Health Organization untuk tumor hematopoetik dan

jaringan limfoid telah banyak digunakan dan klasifikasi ini menggunakan

multiparameter dan pendekatan diagnostic dengan identifikasi morfologi, fenotip,

dan genotip yang menjadi karakteristik dari tiap jenis penyakit. (Craig, 2018)

Untuk memastikan kepentingan dan cost effectiveness dari pemeriksaan ini,

pada 2006 di Bethesda, grup ahli mengeluarkan konsensus untuk rekomendasi

31

Universitas Sumatera Utara


pemeriksaan flowcytometry immunophenotyping. Konsensus ini menemukan

bahwa, indikasi flowcytometry immunophenotyping adalah :

A) sitopenia, terutama bisitopenia dan pansitopenia

B) peningkatan jumlah leukosit, termasuk limfositosis, monositosis, dan

eusinofilia,

C) dijumpainya sel atipikal atau sel blast di darah tepi, cairan sumsum tulang

atau cairan tubuh lain,

D) plasmasitosis atau monoclonal gammopathy

E) pembesaran organ dan massa jaringan.

Pada keadaan ini, flowcytometry immunophenotyping dapat digunakan

menjadi alat untuk mendeteksi ada tidaknya keganasan hematologi. Sebaliknya,

grup Bethesda juga menyetujui bahwa flowcytometry immunophenotyping tidak

diindikasikan pada keadaan : neutrofilia matur, poliklonal

hipergammaglobulinemia, polisitemia, trombositosis, basofilia. (Craig, 2018)

Konsensus ini juga menyetujui bahwa flowcytometry immunophenotyping

adalah alat yang dapat digunakan untuk mendiagnosis neoplasma hematolimfoid,

pengawasan respon terhadap terapi, deteksi Minimal Residual Disease (MRD),

diagnosis relaps atau progresivitas, dan mendiagnosis keadaan menuju keganasan

hematologi, seperti pada Myelodysplastic syndrome terkait terapi. (Craig, 2018)

(Gajendra, 2016) (Szczepanek, J 2011)

32

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping

2.3.2.1 Flowcytometry

Flowcytometry mengukur karakteristik sel pada aliran cairan menggunakan

bantuan sinar laser yang akan ditangkap oleh detektor side scatter (SSC) dan

forward scatter (FSC) dan menghasilkan fluoresens yang difilter dan dikumpulkan

lalu lalu dikonversikan menjadi data digital yang bisa dibaca dan disimpan

menggunakan software. BD FACSCalibur adalah sistem pertama yang

menyediakan kemampuan analisis multicolor standar dengan menggabungkan

desain optik bebas-pelurusan, kompensasi antarbeam, dan teknologi laser ganda.

Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping

Prinsip alat flowcytometry BD FACSCalibur

33

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping

Prinsip alat flowcytometry : melibatkan aliran cairan, sinar dan konversi data digital menggunakan
software

2.3.2.2 Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal (MAb) adalah antibodi yang identik dan

diproduksi oleh satu jenis sel imun, yang merupakan klon dari orangtua tunggal

sel. Antibodi monoklonal dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan zat apa

saja di tubuh. Beberapa contoh penggunaan antibody monoklonal dalam

diagnostik adalah: Tes Western blot -untuk mendeteksi protein pada membran,

Tes imunofluoresensi - untuk mendeteksi suatu zat dalam sel, Imunohistokimia -

untuk mendeteksi antigen pada jaringan atau sel, dan pada pemeriksaan

immunophenotyping. (Rayasam, 2013)

Immunophenotyping menambahkan antibodi monoclonal fluorochrome

yang akan mengidentifikasi sel secara individual sehingga didapat informasi

multiparameter yang dapat digunakan untuk diagnostic, penelitian dan aplikasi

klinis.

34

Universitas Sumatera Utara


Flowcytometric Immunophenotyping berguna dalam mendiagnosis garis

keturunan pada leukemia akut ekspresi penanda CD garis keturunan tertentu.

Antigen leukosit umum (CD45) digunakan untuk gating populasi blast dan

ekspresi dari penanda spesifik garis keturunan lainnya dianalisis pada gating

populasi. Antibodi yang umum digunakan dalam immunophenotyping

flowcytometric leukemia akut adalah: sel punca / prekursor hematopoietik (CD34,

HLA-DR, terminal deoxynucleotidyl transferase / TdT), penanda myeloid (cMPO,

CD13, CD33, CD117, CD15, monocytic marker (CD64, CD14, CD11b, CD11c,

lisozim) (Gambar 2), eritroid (CD71, CD235a), megakaryocytic (CD41, CD61,

CD36), penanda limfoid B (CD19, CD10, CD20, CD22, cCD79a), penanda

limfoid T (CD3, CD5, CD7, CD1a, CD2, CD4, CD8) dan Natural killer (CD56).

(Craig, 2018)

Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping (Rayasam, 2013)


Penambahan warna pada sel

35

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping
Parameter Histogram

Gambar 2.3.2 Prinsip Kerja Flowcytometry Immunophenotyping


Ekspresi CD45 dari berbagai jenis blast.

2.3.3 Immunophenotyping dan Penggunaannya dalam Keganasan Hematologi

Analisis immunophenotyping menggunakan multiparameter

flowcytometry atau imunohistokimia adalah alat yang penting dalam karakterisasi

neoplasma myeloid. Diferensiasi antigen yang muncul pada berbagai tahap

36

Universitas Sumatera Utara


perkembangan hematopoietik, deskripsi linieage dan mixed phenotype Leukemia

Akut. Antigen dianalisis sesuai dengan neoplasma myeloid yang diduga, pada

myeloid neoplasma, immunophenotyping dibutuhkan untuk mengidentifikasi

mixed phenotype Leukemia Akut, untuk membedakan antara AML dengan

diferensiasi minimal dan limfoblastik leukemia, untuk mendeteksi diferensiasi

monosit dalam AML, dan dalam menentukan fenotip blast pada saat transformasi

leukemia myeloid kronis, MDS, MDS / MPN dan MPN. (Seiter, K 2018)

(Geyer,2018)

Flowcytometry immunophenotyping akan mengevaluasi sel individual dalam

larutan untuk mencari antigen spesifik (fenotip). Untuk penilaian keganasan

hematologic, informasi yang dibutuhkan adalah :

a) identifikasi sel dari lini yang berbeda dan penentuan apakah sel tersebut

matur atau immature

b) identifikasi ekspresi antigen yang berbeda untuk deteksi sel abnormal

c) dokumentasi fenotip populasi sel abnormal, dokumentasi intensitas

pewarnaan oleh antibody fluorokrom

d) evaluasi informasi tambahan jika ada seperti imunohistokimia, sitogenetik,

FISH, dan studi molekuler diagnostik.

37

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.3 Immunophenotyping dan Penggunaannya dalam Keganasan Hematologi
Ekspresi antigen pada berbagai stadium diferensiasi myeloid

2.3.4 Aberrant Phenotype

Aberrant Phenotype atau fenotip yang menyimpang adalah fenomena

dimana dijumpai penanda terkait limfoid atau penanda terkait myeloid yang

diekspresikan bersama pada myeloblast dan limfoblast. Kejadian fenotip

menyimpang telah dilaporkan dalam ALL dan AML dengan frekuensi yang

berbeda-beda dan nilai prognostiknya masih kontroversial. Pada AML, aberrant

phenotype telah dilaporkan hingga 48% kasus, dengan antigen limfoid yang

38

Universitas Sumatera Utara


paling sering ditemukan adalah CD7 dan CD19 (penanda sel-B).

Sedangkan pada ALL, aberrant phenotype telah dilaporkan sebanyak

10-47% kasus. Dalam penelitian terbaru, ekspresi myeloid menyimpang dengan

antigen CD13 dan / atau CD33 telah dilaporkan sebanyak 35% kasus ALL. Nilai

aberrant phenotype dan hubungannya dengan klinis, gambaran hematologis, dan

lainnya pada leukemia akut masih kontroversial. Dalam beberapa penelitian,

aberrant phenotype ditemukan memiliki prognostik yang signifikan sementara

penelitian lain melaporkan tidak ada perbedaan yang menyimpang dengan fenotip

normal.

39

Universitas Sumatera Utara


2.4. Kerangka Konsep

Morfologi Sumsum Tulang

Diagnosis Leukemia Akut

Pola Immunophenotyping

Pola Immunophenotyping

Prognosis

Aberrant Phenotype

40

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi longitudinal untuk melihat hubungan

gambaran morfologi, pola immunophenotyping, dan pola aberrant yang dijumpai

pada anak dengan leukemia akut. Pada penelitian ini, peneliti berupaya mencari

hubungan dan analisa data antara variabel independen dan dependen di populasi.

Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah cohort-study.

Cohort-study merupakan penelitian yang dilakukan pada sekelompok orang yang

memiliki kebudayaan, latar belakang, atau pengalaman yang sama.

Desain penelitian cohort-study dapat digunakan untuk menyediakan data

dari populasi, yang hanya melibatkan individu dengan karakteristik spesifik. Pada

desain cohort berdasarkan pola immunophenotyping kemudian diikuti hingga

periode tertentu sehingga dapat diidentifikasi dan dihitung prognostik dari

penyakit.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK

USU/RSUP. H. Adam Malik Medan bekerja sama dengan Departemen Anak FK

USU/RSUP. H. Adam Malik. Penelitian dilaksanakan dimulai pada bulan April

2019 dengan mengambil sampel dari Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

di Kota Medan yaitu, di Jalan Bunga Lau No 6 Medan Waktu penelitian

dilakukan selama sekitar kurang lebih 6 bulan.

41

Universitas Sumatera Utara


3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua pasien anak yang

disangkakan menderita leukemia akut. Populasi terjangkau pada penelitian ini

adalah semua pasien yang menjalani prosedur aspirasi sumsum tulang dan

pemeriksaan immunophenotyping di RSUP Haji Adam Malik di kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini semua pasien anak yang disangkakan

menderita leukemia akut yang menjalani prosedur aspirasi sumsum tulang dan

pemeriksaan immunophenotyping di RSUP Haji Adam Malik di kota Medan

3.3.3 Besar Sampel

Penelitian ini akan dilakukan pada semua pasien anak dengan leukemia

akut di RSUP Haji Adam Malik selama 3 bulan.

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi

1. Semua pasien yang menderita leukemia akut

2. Berusia kurang dari 18 tahun

3. Bersedia diikutkan dalam penelitian

42

Universitas Sumatera Utara


3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Memiliki riwayat penyakit leukemia akut

2. Memiliki riwayat keganasan

3. Memiliki riwayat pengobatan kemoterapi

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Independen

a. Leukemia Akut

3.5.2 Variabel Dependen

a. Pemeriksaan morfologi sediaan apus darah tepi

b. Pemeriksaan morfologi sediaan aspirasi sumsum tulang

c. Pemeriksaan immunophenotyping

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.6. Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Pengukuran Kategori Skala
Operasional

Penyakit Berdasarkan

keganasan pada pemeriksaan klinis


1. Ya
1 Leukemia Akut sistem pasien dan dijumpai Nominal
2. Tidak
hematopoiesis blast > 10% di

yang darah perifer dan

43

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan blast >20% di

proliferasi sel aspirat sumsum

darah yang tulang

tidak terkendali

Metode Dilakukan

pemeriksaan pembacaan
1. Akut
sel darah tepi morfologi sedian
Pemeriksaan Leukemia
untuk apus darah tepi oleh
morfologi 2. Myeloprolife
2 menghitung konsultan Nominal
sediaan apus rative
jumlah sel hematologi dan
darah tepi Disease
berinti hingga peneliti
3. Bisitopenia
mencapai 100

sel

Metode

pemeriksaan
Dilakukan
sel darah
pembacaan
Pemeriksaan sumsum tulang
morfologi cairan
morfologi untuk 1. ALL
3 sumsum tulang oleh Nominal
aspirasi menghitung 2. AML
konsultan
sumsum tulang jumlah sel
hematologi dan
berinti hingga
peneliti
mencapai 400

sel

4 Pemeriksaan Pemeriksaan Dilakukan 1.Myeloid Nominal

44

Universitas Sumatera Utara


Immunophenot antigen spesifik pemeriksaan Lineage

yping menggunakan Flowcytometry


2.Myeloid
antibody Immunopheno
Lineage with
monoclonal CD typing oleh
aberrant
dengan panel konsultan
3. B Lineage
leukemia (CD hematologi dan

36, CD 33, peneliti 4.B Lineage with

CD45,CD34, aberrant

HLA DR, CD
5.T Lineage
117, CD 7, CD

3, CD 5, CD 6.T Lineage with

10, CD 19, CD aberrant

20, CD 13, CD

14 untuk

menentukan

jenis populasi

sel

Lama hidup 1. < 1 tahun

pasien yang 2. 1 – 4 thn


Dinyatakan dalam
5 Usia Pasien dimulai sejak 3. 5 – 9 thn Ordinal
rekam medis
dengan tanggal 4. 10 - 14 thn

kelahirannya 5. 15 – 17 thn

Fenotip marker 1.Positif


6 B ALL/B Lym Dinyatakan sebagai Nominal
B Lymphoid : 2.Negatif

45

Universitas Sumatera Utara


CD 10, CD 19, positif negatif

CD 20

Fenotip marker

T Lymphoid : Dinyatakan sebagai 1.Positif


7. T ALL/T Lym Nominal
CD 3, CD 5, positif negatif 2.Negatif

CD 7

Fenotip marker

Myeloid : CD

33, CD 36, Dinyatakan sebagai 1.Positif


8. Myeloid/Myl Nominal
HLA DR, CD positif negatif 2.Negatif

117, CD 13,

CD 14

1. CD 36

2. CD 33

3. HLA DR

4. CD 117

Fenotip yang 5. CD 7

Aberrant berbeda dengan Dinyatakan sebagai 6. CD 3


9. Nominal
Phenotype marker yang positif negatif 7. CD 5

dominan 8. CD 10

9. CD 19

10. CD 20

11. CD 13

12. CD 14

46

Universitas Sumatera Utara


3.7. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang

didapat langsung dari responden. Peneliti juga mengambil data dari rekam medis

pasien. Oleh karena itu rekam medis harus dalam kondisi yang baik.

3.8 Bahan dan Cara Kerja

3.8.1. Bahan Pemeriksaan

Bahan pemeriksaan yang diperlukan untuk deteksi fenotip pada leukemia

adalah darah tepi atau cairan aspirat sumsum tulang yang diberikan antikoagulan

EDTA sebanyak 3 cc . Untuk pemeriksaan darah lengkap diperlukan darah yang

diberikan antikoagulan EDTA sebanyak 3 cc.

Sampel yang digunakan adalah sampel dengan sel segar, untuk

memungkinkan evaluasi antigen permukaan. Spesimen darah tepi, sumsum

tulang, atau jaringan limfoid yang dicincang halus (mis., dari biopsi nodus limfa

atau splenektomi), cairan serebrospinal dapat dievaluasi dengan flowcytometry.

Jika spesimen sampai ke laboratorium dalam 24 jam atau kurang, sel-sel dapat

dipertahankan pada suhu kamar. Suspensi sel tidak boleh pada suhu ekstrem (di

bawah 0 ° C atau di atas 37 ° C). Sampel harus diberi antikoagulan sebelum

dibawa ke laboratorium. Antikoagulan yang paling umum adalah asam

etilenadiaminetetraasetat (EDTA) dan heparin, keduanya memungkinkan evaluasi

yang memadai, meskipun EDTA dapat menghabiskan sel-sel myeloid lebih cepat

daripada heparin.

47

Universitas Sumatera Utara


3.8.2 Metode

3.8.2.1 Pra analitik

1) Persiapan pasien : Pasien tidak sedang menggunakan obat imunosupresan

2) Persiapan sampel : Bahan yang digunakan adalah darah perifer atau cairan

aspirat sumsum tulang yang ditambahkan EDTA. Darah atau cairan tersebut

disimpan pada suhu kamar (20-25°C) lalu dilakukan pewarnaan dalam 48 jam.

3) Alat dan Bahan : a) BD FACS CALIBUR

b) Tabung BD Trucount

c) Mikropipet dan tip

d) Vortex

e) Tabung EDTA

f) Lysing Solution : Phosphate Buffer Saline (PBS)

g) Reagen yang tersedia dalam kit :

CD 45 PerCP cy 5,5/ CD 34 APC /HLA DR FITC

CD 36 FITC/ CD 33 PE/ CD 117 PE

CD 7 FITC/ CD 3 PE CD/ CD 5 APC

CD 10 FITC/ CD 19 PE/ CD 20 APC/ CD 13 PE

3.8.2.2 Analitik

1. Prinsip Tes : Tabung reagen mengandung antibody berlabel

fluorokrom terhadap molekul yang akan dideteksi.

2. Cara Kerja :

a) Pipet cairan aspirat sebanyak 300µL ke dalam tabung. Tambahkan PBS

300µL. Lalu vortex selama 1-3 detik.

48

Universitas Sumatera Utara


b) Sediakan 5 tabung BD Falcon. Isi dengan cairan aspirat yang sudah

diencerkan, masing masing 50µL.

c) Tambahkan antibody monoclonal 10µL ke semua tabung, dengan

ketentuan sebagai berikut :

a. Tabung 1 : CD 36 FITC/CD 33 PE/ CD 45 PerCP cy 5,5/ CD

34 APC

b. Tabung 2 : HLA DR FITC/CD 117 PE/ CD 45 PerCP cy 5,5

c. Tabung 3 : CD 7 FITC/CD 3 PE/ CD 45 PerCP cy 5,5/ CD 5

APC

d. Tabung 4 : CD 10 FITC/CD 19 PE/ CD 45 PerCP cy 5,5/ CD

20 APC

e. Tabung 5 : CD 13 PE/CD 45 PerCP cy 5,5/ CD 14 APC

d) Vortex sebentar, inkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan di tempat

gelap.

e) Tambahkan lysing solution sebanyak 1000 µL

f) Inkubasi selama 10 menit pada suhu ruangan di tempat gelap

g) Sentrifus dengan 500g selama 10 menit

h) Buang supernatant, lalu vortex

i) Tambahkan 1000 µL PBS (BDFACSLON) ke semua tabung

j) Sentrifus kembali 500g selama 10 menit

k) Buang supernatant, lalu vortex

l) Tambahkan 500 µL Paraformaldehide 1%

m) Vortex sebentar

n) Baca ke alat BD FACScalibur 2 x 24 jam

49

Universitas Sumatera Utara


3. Analisa Immunophenotyping

a) Jika sampel tidak langsung dianalisa setelah persiapan, simpan dalam

ruang gelap pada suhu kamar (20°C - 25°C)

b) Vortex sampel secara menyeluruh dengan kecepatan rendah untuk

mengurangi agregasi sebelum sampel diperiksa pada alat.

3.8.2.3 Post Analitik

Hasil dilaporkan sebagai persentase sel positif per populasi sel blast

dengan jenis lineage yang didapat : myeloid lineage with or without

aberrant, limfoid lienage with or without aberrant.

3.8.2.4 Prosedur Aspirasi Sumsum Tulang

a) Desinfeksi lokasi punksi dengan Tincture Yodium 5% dan desinfeksi

lagi dengan Alkohπol 70%. Tunggu hingga kering.

b) Lakukan anestesi dengan lidokain 1% hingga periosteum diinfiltrasi.

c) Jarum dan mandrain dipasang lalu ditusukkan hingga menembus tulang. Jarum

digerakkan memutar hingga masuk ke rongga sumsum.

d) Mandrain diangkat dan semprit 20cc dipasang

e) Sumsum dihisap dengan cepat, sebanyak 0,3 ml lalu sumsum disemprot ke

slide kaca.

f) Jarum dicabut, lalu luka ditekan dengan kasa steril selama beberapa menit.

g) Luka ditutup dengan kasa steril dan diganti 2 hari kemudian.

50

Universitas Sumatera Utara


3.8.3 Pemantapan Kualitas pada Pemeriksaan Flowcytometry

Immunophenotyping

Jumlah antigen yang akan dievaluasi secara simultan tergantung pada

model dari flowcytometry yang digunakan. Laser tunggal biasanya digunakan

untuk mengevaluasi tiga atau empat antigen secara bersamaan. Kontrol kualitas

(QC) tindakan dilakukan setiap bulan untuk memastikan optimal kinerja

instrumen. Prosedur QC yang menggunakan standar fluoresensi yang stabil,

microbeads fluorescent, untuk memastikan bahwa voltase yang dialokasikan

untuk masing-masing tabung cukup untuk mendeteksi tingkat fluoresensi yang

diharapkan.

51

Universitas Sumatera Utara


Kalibrasi BD FACS CALIBUR MARET 2019

52

Universitas Sumatera Utara


3.9 Alur Penelitian

Pasien dengan diagnosis Leukemia Akut

Pemeriksaan darah lengkap, morfologi


darah tepi, morfologi aspirat sumsum tulang

ACUTE MYELOID ACUTE


LEUKEMIA LYMPHOBLASTIC
LEUKEMIA

FLOWCYTOMETRY
IMMUNOPHENOTYPING

MYELOID MYELOID B CELL LINEAGE T CELL LINEAGE


LINEAGE LINEAGE LEUKEMIA WITH LEUKEMIA WITH
LEUKEMIA LEUKEMIA WITH OR WITHOUT OR WITHOUT
ABBERANT ABBERANT ABBERANT

HITUNG BLAST ABSOLUT :

1. Hari 0 di darah tepi

2. Hari 7 di darah tepi

3. Hari 14 di darah tepi

4. Hari 42 di aspirat sumsum tulang

53

Universitas Sumatera Utara


3.10 Biaya Penelitian

Berikut ini rincian perkiraan biaya yang akan dikeluarkan oleh peneliti selama

melaksanakan penelitian:

1. Pengadaan alat tulis Rp 500.000

2. Pengadaan alat – alat disposibel Rp 500.000

3. Reagen kit Rp 91.269.860

4. Biaya tak terduga Rp 1.000.000

Total Biaya Rp 93.269.860

3.11. Jadwal Penelitian

NO KEGIATAN APRIL MEI JUNI SEPTEMBER

2019 2019 2019 2019

1 Proposal X

2 Kumpul Data X X X

3 Analisa Data X X

4 Seminar Hasil X

54

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 20 sampel pasien anak yang menderita akut

leukemia dari bulan April 2019 hingga Agustus 2019 di RSUP H Adam Malik

Medan.

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Variabel Jumlah
Usia
< 5 tahun 4 (20%)
5-9 tahun 8 (40%)
10-14 tahun 3 (15%)
15-17 tahun 5 (25%)
Jenis Kelamin
Laki Laki 10 (50%)
Perempuan 10 (50%)
Lymphadenopathy
Dijumpai 6 (40%)
Tidak Dijumpai 14 (60%)
Splenomegaly/Hepatomegaly
Dijumpai 11 (55%)
Tidak Dijumpai 9 (45%)
Anemia (Hb <10g/dL)
Dijumpai 16 (80%)
Tidak Dijumpai 4(20%)
Trombositopenia (Trombosit
< 100.000)
Dijumpai 15 (75%)

Tidak Dijumpai 5 (25%)

Leukositosis (Leukosit
>50.000)
Dijumpai 7 (35%)

Tidak Dijumpai 13 (65%)

Morfologi
ALL 14 (70%)
AML 6 (30%)

Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa pasien Leukemia Akut dijumpai pada

anak usia <5 tahun sebanyak 4 orang (20%), usia 5-9 tahun sebanyak 8 orang

55

Universitas Sumatera Utara


(40%), usia 10–14 tahun sebanyak 3 orang (15%) dan usia 15-17 tahun sebanyak

5 orang (25%). Sebagian besar pasien dalam penelitian ini berusia 5 – 9 tahun

(40%). Seluruh pasien adalah pasien dengan leukemia akut dan untuk

menegakkan diagnosis leukemia akut, dilakukan pemeriksaan morfologi aspirat

sumsum tulang, yang menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang (70%) menderita

ALL dan sebanyak 6 orang (30%) menderita AML. Anemia dijumpai sebanyak 16

orang (80%), trombositopenia sebanyak 15 orang (75%) dan leukositosis

sebanyak 7 orang (35%).

4.2 Hasil Pemeriksaan Profil Hematologi, Morfologi Darah Tepi dan Morfologi

Aspirat Sumsum Tulang.

Tabel 4.2 Karakteristik Kelainan Hematologi pasien :

Frekuensi Parameter (%) ALL n = 14 AML n = 6 p value


Jumlah Leukosit
( x 103/µL) 39,16 ± 54,02 55,86 ± 55,05 0,187*
Mean ± SD 9,14 (16,00-185,02) 31,61 (8,18-143,51)
Median
Hb (g/dL)
Mean ± SD 7,86 ± 2,45 8,31 ± 2,31 0,699**
Median 8,45 (3,20-10,60) 8,45 (4,50-11,60)
Trombosit ( x 103/µL)
Mean ± SD 60,78 ± 47,23 54,33 ± 44,97 0,778**
Median 60,50 (7,00-150) 56,00 (11,00-115,00)
Blast di Darah Tepi (%)
Mean ± SD 26,64 ± 22,59 32,83 ± 21,21 0,560*
Median ± SD 30,00 (0-60) 38,00 (0-56,00)
Blast di Sumsum Tulang (%)
Mean ± SD 52,80 ± 22,07 61,91 ± 21,62 0,406**
Median ± SD 49,62 (17,00-95) 66,50 (0-90)
*Uji Mann Whitney **Uji T Test

Tabel 4.2 menunjukkan rerata jumlah leukosit pada pasien dengan ALL

didapati 39,16 x 103/µL dan pasien dengan AML dengan rerata 55,86 x 103/µL,

yang berarti di atas rentang normal dari jumlah leukosit. Sedangkan nilai rerata

jumlah trombosit pada pasien dengan ALL didapati 60,78 x 103/µL dan pasien

56

Universitas Sumatera Utara


dengan AML dengan rerata 44,97 x 103/µL, lebih rendah dari rentang normal dari

jumlah trombosit dengan p value 0,778. Untuk kadar Hb, pada pasien dengan

ALL didapatkan nilai rerata 7,86g/dL dan 8,31g/dL untuk AML dengan p value

0,699.

p > 0,05

Gambar 4.2
Distribusi pasien berdasarkan jumlah trombosit

p > 0,05

Gambar 4.2
Distribusi pasien berdasarkan kadar Hb

57

Universitas Sumatera Utara


4.3 Hasil Pemeriksaan Immunophenotyping

Pemeriksaan Immunophenotyping Flowcytometry menggunakan BD

FACS Calibur didapatkan :

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Immunophenotyping

Immunophenotyping Jumlah
B-ALL 9 (45%)
T-ALL 4 (20%)
Myeloid Lineage 7 (35%)
20 (100%)
Total

Tabel 4.3 menunjukkan B-ALL sebagai jenis leukemia akut yang paling

sering dijumpai (45%) diikuti oleh AML (35%) dan T-ALL (20%). Gating

populasi blast digunakan dengan menggunakan marker CD 45 dan CD34.

Gambar 4.3

Kiri : Populasi sel berdasarkan Forward Scatter dan Side Scatter Kanan : Populasi sel leukosit
ditandai dengan penanda CD 45 dan dikelompokkan menjadi blast (merah), monosit (oranye),
limfosit (hijau), granulosit (ungu). Gating sel blast menunjukkan CD45 dim dengan side scatter
yang rendah.

58

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.3
Kiri : Tampak sel sel blast pada sediaan apus darah tepi pasien dengan sangkaan Leukemia Akut.
Kanan : Ekspresi CD 19, CD 20 pada blast pasien dengan B Lineage ALL

Gambar 4.3
Kiri : Tampak limfoblast pada apusan sumsum tulang
Kanan : Ekspresi CD 7, CD 3 pada blast pasien dengan T Lineage ALL

Gambar 4.3
Ekspresi CD 33, HLA DR dan CD 117 pada blast pasien dengan AML

59

Universitas Sumatera Utara


Gambar4.3
Kiri : Tampak limfoblast pada apusan sumsum tulang. Kanan : Ekspresi CD 33, CD117, HLA DR
pada blast pasien dengan ALL menunjukkan myeloid lineage

4.4 Aberrant Phenotype

Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan pola aberrant pada pasien

anak dengan Leukemia Akut. Berikut hasil pola aberrant yang dijumpai pada

pemeriksaan dengan immunophenotyping :

4.4 Tabel Aberrant Phenotype

aberrant B Lym (n = 9) T Lym (n = 4) Myl (n = 7) Total (n = 20)


phenotype
no aberrant 5 (55,5%) 0 3 (42,8%) 8 (40%)
CD 13 2 (22,22%) 1 (25%) 0 3 (15%)
CD 19 0 0 3 (42,8%) 3 (15%)
CD 7 1 (11,11%) 0 1 (14,28%) 2 (10%)
CD 117 0 1 (25%) 0 1 (5%)
CD 33 1 (11,11%) 2 (50%) 0 3 (15%)
Total 9 4 7 20

Tabel 4.4 menunjukkan CD 13 sebagai aberrant phenotype yang sering

dijumpai pada B-ALL (22,22%), CD 33 pada T-ALL (50%) dan CD 19 pada

Myeloid Lineage (42,8%).

60

Universitas Sumatera Utara


4.5 Diagnostik Immunophenotyping dengan Respon Terhadap Induksi

Kemoterapi

Penelitian ini ingin melihat pola immunophenotyping dan hubungannya

dengan Respon terhadap Induksi Kemoterapi, dan didapatkan hasil sebagai

berikut :

4.5 Tabel Pola Immunophenotyping dan Respon Terapi Setelah Induksi Kemoterapi

Variabel B ALL (n = 9) T ALL (n = 4) Myl (n = 7) Total


Complete 5 (55,55%) 1 (25%) 0 (0%) 6
Remission
Partial Remission 1 (11,11%) 0 (0%) 2 (28,58%) 3
In Relapse 2 (22,22%) 0 (0%) 1 (14,28%) 3
Death 1 (11,11%) 3 (75%) 4 (57,14%) 8
Total 9 4 7 20

Gambar 4.5 Grafik Pola Immunophenotyping dengan Respon Terapi terhadap Induksi Kemoterapi

61

Universitas Sumatera Utara


Tabel dan Gambar 4.5 menunjukkan Complete Remission paling banyak

dijumpai pada pasien dengan B-ALL (55,55%), Partial Remissiom pada pasien

dengan Myeloid Lineage (28,58%) dan Kematian pada pasien dengan T-ALL

(75%).

4.6 Aberrant Immunophenotyping dengan Respon Terhadap Induksi Kemoterapi

Berikut hasil aberrant phenotyping dengan respon terhadap Induksi

Kemoterapi :

Tabel 4.6 Aberrant phenotyping dengan respon terhadap Induksi Kemoterapi

aberrant Complete Parsial


phenotype Remission Remission In Relapse Death Total
no aberrant 2 (33,33%) 2 (66,7%) 3 (100%) 1 (12,5%) 8
CD 13 2 (33,33%) 0 0 1 (12,5%) 3
CD 19 0 0 0 3 (37,5%) 3
CD 7 0 1 (33,33%) 0 1 (12,5%) 2
CD 117 0 0 0 1(12,5%) 1
CD 33 2 (33,33%) 0 0 1(12,5%) 3
Total 6 3 3 8 20

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa aberrant myeloid antigen CD 13 pada B-

ALL dan B-ALL tanpa aberrant didapati mengalami complete remission

(33,33%). Sedangkan untuk pasien dengan AML dengan aberrant CD 19 didapati

mengalami kematian sebanyak 37,5% dan AML tanpa aberrant yang mencapai

partial remission sebanyak 28,58%.

4.7 Kesesuaian Morfologi dan Pemeriksaan Immunophenotyping

Berikut adalah hasil kesesuaian (concordance) antara morfologi dan

immunophenotyping :

62

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7 Kesesuaian Morfologi dan Pemeriksaan Immunophenotyping

Morfologi Immunophenotyping
ALL AML Total
ALL 13 1 14
AML 0 6 6
Total 13 7 20

Dari 14 pasien dengan diagnostic ALL secara morfologi, 1 dinyatakan

sebagai AML secara immunophenotyping. Sedangkan untuk pasien dengan

AML, semua dinyatakan sebagai AML menggunakan immunophenotyping,

dengan kesesuaian dengan morfologi cukup bagus (κ=0,886).

63

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Leukemia akut adalah keganasan hematologis yang ditandai dengan

peningkatan jumlah blast myeloid atau limfoid. Mendiagnosis dan

mengklasifikasikan tumor hematopoietik dan limfoid jaringan secara akurat

adalah persyaratan penting untuk dapat memberikan perawatan yang optimal bagi

pasien dengan keganasan hematologi. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan

yang masih membutuhkan perhatian karena ketepatan diagnosis akan sangat

berpengaruh terhadap pengobatan dan kesuksesan tingkat penyembuhan.

(Supriyadi et al., 2011) Chiaretti, S (2014)

Beberapa faktor telah terlibat dalam penyebab AML dan ALL, termasuk

riwayat kelainan hematologis, sindrom familial, paparan lingkungan, dan paparan

obat. Namun, sebagian besar pasien yang datang tidak memiliki faktor risiko yang

dapat diidentifikasi. (Holme, 2012) (Moassass,2018) (Zou,Y 2017)

Pada penelitian ini didapatkan pasien dengan leukemia akut dengan

rentang usia 5-9 tahun paling banyak terkena leukemia akut dengan persentase

sebesar 40%, sesuai dengan penelitian oleh Supriyadi E, 2011 dan Boissel

N,2003. Jenis kelamin tidak mempengaruhi resiko terkena leukemia akut,

didapatkan pasien anak laki laki dan perempuan dengan persentase yang sama

(50%). Hal ini berbeda dengan penelitian oleh Sharma,2016 , dikatakan anak laki

laki memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit leukemia akut daripada anak

perempuan. Keadaan leukositosis (leukosit > 50 x 103/µL) dijumpai sebanyak

35%. Hal ini menjadi penting dalam menentukan Stratifikasi Resiko pada pasien

64

Universitas Sumatera Utara


dengan Leukemia Akut terutama pada ALL, dimana keadaan leukositosis

(leukosit > 50 x 103/µL), usia pasien di atas 10 tahun dan jenis kelamin laki laki

memiliki prognosis yang lebih buruk dari pasien yang tidak memiliki keadaan ini,

atau yang kita kenal dengan sebutan High-Risk. (Bhojwani, D 2009) (Robin, KR

2011) (Schiffer,CA 2016)

Jenis leukemia akut yang paling banyak dijumpai adalah ALL sebanyak

70%, hasil ini sesuai dengan studi studi sebelumnya oleh Kamps et al 2010, Milne

et al, 2009. Dijumpai anemia sebanyak 80% dan trombositopenia sebanyak 75%.

Hal ini perlu diamati karena telah dikaitkan dengan keadaan bone marrow failure,

yang juga merupakan prognosis buruk dari leukemia akut. (Terwilliger,T 2017).

Jumlah leukosit didapatkan lebih tinggi pada pasien dengan AML

dibandingkan dengan pasien dengan ALL, dan hal ini dikaitkan dengan prognosis

yang lebih buruk. Studi menunjukkan jika leukositosis tidak ditangani segera

dapat meningkatkan angka mortalitas hingga mencapai 40%. (Giammarco,S 2016)

Kadar Hb pada pasien dengan ALL dan AML dijumpai tidak ada beda

dengan p value = 0,699. Begitu juga dengan jumlah trombosit yang tidak jauh

berbeda antara ALL dan AML dengan p value = 0,778. Juga tidak dijumpai

perbedaan yang signifikan antara jumlah blast di aspirat sumsum tulang pasien

dengan ALL dan pasien dengan AML (p value = 0,406).

Didapatkan B-ALL sebagai jenis leukemia akut yang paling sering

dijumpai (45%) diikuti oleh AML (35%) dan T-ALL (20%), sesuai dengan studi

oleh Supriyadi E, 2011, Chiaretti S,2014, Gajendra S,2016 dan Dongen JJM Van,

2018. B-ALL merupakan leukemia akut dengan prognostik paling baik dengan

tingkat kesembuhan mencapai 95%. (Boissel,N 2003) (Hallbook, H 2006)

65

Universitas Sumatera Utara


(Borowitz M.J, 2017) (Gert J. Ossenkoppele,2011). Dimana pada studi ini

didapatkan Complete Remission sebanyak 55,55% pada pasien dengan B-ALL,

paling tinggi dibandingkan dengan jenis leukemia yang lain. Hal ini

membutuhkan studi lebih lanjut untuk menilai prognostik pasien dengan leukemia

mengunakan immunophenotyping. Sedangkan untuk Partial Remission paling

banyak dijumpai pada pasien dengan Myeloid Lineage (28,58%) dan Kematian

pada pasien dengan T-ALL (75%). Hal ini sesuai dengan studi oleh Vaitkeviciene

G, 2013 dan Teachey, 2013

Sedangkan untuk aberrant phenotype, CD 13 didapatkan sebagai aberrant

phenotype yang sering dijumpai pada B-ALL (22,22%), CD 33 pada T-ALL

(50%) dan CD 19 pada Myeloid Lineage (42,8%). Hal ini dijumpai juga pada

studi oleh (Jha, R 2013) , Sharma, M 2016 dan Belurkar, 2013. Jika dikaitkan

dengan respon terhadap induksi kemoterapi, aberrant myeloid antigen CD 13 pada

B-ALL dan B-ALL tanpa aberrant tidak memiliki perbedaan dengan tingkat

complete remission yang sama (33,33%). Sedangkan untuk pasien dengan AML

dengan aberrant CD 19 didapati sebanyak 37,5% mengalami kematian dan AML

tanpa aberrant yang mencapai partial remission 28,58%.

Dari 14 pasien dengan diagnostik ALL secara morfologi, 1 dinyatakan

sebagai AML secara immunophenotyping. Sedangkan untuk pasien dengan

AML, semua dinyatakan sebagai AML menggunakan immunophenotyping,

dengan kesesuaian dengan morfologi cukup bagus (κ=0,886). Satu sampel

dinyatakan sebagai ALL secara morfologis tapi dilabel sebagai AML oleh

immunophenotyping, kedua jenis lineage antigen, baik myeloid dan limfoid,

dijumpai pada sampel ini. Hal ini memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk

66

Universitas Sumatera Utara


menegakkan suatu keadaan Mixed Phenotype Acute Leukemia. Akan tetapi studi

oleh Belurkar et al menyatakan suatu keadaan mixed lineage leukemia dapat

ditegakkan jika dijumpai sel blast > 50% yang mengekspresikan marker limfoid

CD19 CD20 dan marker myeloid CD33 dan CD 13. (Belurkar, 2013)

67

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Tidak ada beda rerata yang signifikan antara Kadar Hb pada pasien dengan

ALL dan pasien dengan AML p>0,05.

2. Tidak ada beda rerata yang signifikan antara Jumlah Trombosit pada

pasien dengan ALL dan pasien dengan AML p>0,05.

3. B-ALL adalah jenis leukemia akut yang paling sering dijumpai (45%)

diikuti oleh AML (35%) dan T-ALL (20%).

4. CD 13 adalah aberrant phenotype yang sering dijumpai pada B-ALL

(22,22%), CD 33 pada T-ALL (50%) dan CD 19 pada Myeloid Lineage

(42,8%).

5. Complete Remission paling banyak dijumpai pada pasien dengan B-ALL

(55,55%), Partial Remissiom pada pasien dengan Myeloid Lineage

(28,58%) dan Kematian pada pasien dengan T-ALL (75%).

6. Aberrant myeloid antigen CD 13 pada B-ALL dan B-ALL tanpa aberrant

didapati mengalami complete remission (33,33%). AML dengan aberrant

CD 19 didapati mengalami kematian sebanyak 37,5% dan AML tanpa

aberrant yang mencapai partial remission sebanyak 28,58%.

7. Kesesuaian morfologi dengan immunophenotyping cukup bagus (κ=0,886)

68

Universitas Sumatera Utara


6.2 SARAN

1. Pada Penelitian ini perlu ditambahkan marker cytoplasmic pada kasus

dengan sangkaan Mixed Acute Phenotyping Leukemia.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan pola

immunophenotyping untuk menentukan prognostik dari Leukemia Akut.

69

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2018). Cancer Facts & Figures 2018. Available

at https://www.cancer.org/content/dam/cancer-org/research/cancer-facts-and-

statistics/annual-cancer-facts-and-figures/2018/cancer-facts-and-figures-2018.pdf.

Accessed: November 29, 2108.

Andersen MK, Larson RA, Mauritzson N, Schnittger S, Jhanwar SC,

Pedersen-Bjergaard J. (2012) ‘Balanced Chromosome Abnormalities inv(16) and

t(15;17) in Therapy-Related Myelodysplastic Syndromes and Acute Leukemia:

Report from an International Workshop’. Genes Chromosomes Cancer. pp. 395-

400.

Baiocchi.(2016). Classification of Malignant Lymphoid Disorder in

William Hematology 9th edition pp.1493-1494.

Belurkar Shusma.(2013).’Correlation of morphologic and cytochemical

diagnosis with flowcytometric analysis in acute leukemia’. Cancer Journal.

2013;9(1):71–9.

Boissel N, Auclerc MF, Lheritier V, et al.(2003). ‘Should adolescents with

acute lymphoblastic leukemia be treated as old children or young adults?

Comparison of the French FRALLE-93 and LALA-94 trials’. J Clin

Oncol.21:774-80. PMID:12610173

Borowitz M.J.et al.(2017).’ B-lymphoblastic leukaemia/lymphoma, not

otherwise specified (NOS)’.Introduction to WHO Classification of tumours of

70

Universitas Sumatera Utara


haematopoietic and lymphoid tissues in WHO Classification of Tumours of

Haematopoietic and Lymphoid Tissues.2017. p204.

Chiaretti, S., Zini, G. and Bassan, R. (2014) ‘Diagnosis and

Subclassification of Acute Lymphoblastic Leukemia’. doi:

10.4084/MJHID.2014.073.

Craig, F. E. and Foon, K. A. (2018) ‘Review Article Flow Cytometric

Immunophenotyping for Hematologic Neoplasms’, 111(8), pp. 3941–3968. doi:

10.1182/blood-2007-11-120535.

Costa, AF. Menezes, DL. Pinheiro, LHS. Sandes, AF. Nunes, MAP. Lyra

Junior, DP. Schimieguel, DM. (2017). ‘Role of New Immunophenotypic Markers

on Prognostic and Overall Survival of Acute Myeloid Leukemia: a Systemic

Review and Meta-Analysis.Scientific Reports.pp.1-10.doi:10.1038/s41598-017-

00816-2

Dongen, J. J. M. Van, Lhermitte, L. and Bo, S. (2012) ‘EuroFlow

Antibody Panels for Standardized n -dimensional Flow Cytometric

Immunophenotyping of Normal , Reactive and Malignant Leukocytes’, pp. 1908–

1975. doi: 10.1038/leu.2012.120.

Gajendra,S. (2016) ‘Flowcytometry in Acute Leukemia’, Clinics in

Oncology. pp. 1–5.

Geyer, JT. Lee,S. (2018). Acute Leukemias in Wintrobe’s Atlas of

Clinical Hematology 2nd edition. Wolters Kluwers : Philadelphia. pp.334-339

71

Universitas Sumatera Utara


Gruber, TA. Rubnitz, JE.2018. Acute Myeloid Leukemia in Children in

Hematology Basic Principles and Practice.pp.980-985

Hallbook H, Gustafsson G, SmedmyrB, et al. (2006). ‘Treatment outcome

in young adults and children >10 years of age with acute lymphoblastic leukemia

in Sweden: a comparison between a pediatric protocol and an adult protocol’.

Cancer. 107:1551-61.PMID:16955505

Holme H, Hossain U, Kirwan M, Walne A, Vulliamy T, Dokal I. (2012)

‘Marked Genetic Heterogeneity in Familial Myelodysplasia/acute myeloid

Leukaemia’ Br J Haematol. pp.242-248.

Jha, R., Grover, G. and Bose, P. (2013) ‘Lymphoid Associated Antigen

Expression in New Cases of Acute Myeloid Leukemia’, Journal of Pathology of

Nepal, pp. 487–490. https://doi.org/10.3126/jpn.v3i6.8999

Larson RA.(2016).Acute Lymphoid Leukemia in William Hematology 9th

edition. New York :McGraw Hill Education. pp.1505-1519

Lichtman, MA.(2016). Classification and Clinical Manifestations of the

Clonal Myeloid Disorders in William Hematology 9th edition. New York

:McGraw Hill Education. p.1281

Liesveld, JL. Lichtman, MA.(2016). Acute Myelogenous Leukemia in

William Hematology 9th edition. New York :McGraw Hill Education.pp.1373-

1393

Moassass, F. Wafa1,A. Liehr, T. Al-Ablog. Achkar, W. (2018). ‘Down

Syndrome Associated Childhood Myeloid Leukemia with Yet Unreported

Acquired Chromosomal Abnormalities and a New Potential Adverse

72

Universitas Sumatera Utara


Marker:dup(1)(q25q44)’.Molecular Cytogenetics.pp.1-6

https://doi.org/10.1186/s13039-018-0370-8

Niedzwiecki, M. Budzilo, O. Zielinski, M. Adamkiewicz-Drozynska, E.

Maciejka-Kemblowska, L.(2018).’CD4+ CD25high CD127low/-FoxP3+

Regulatory T Cell Subpopulations in the Bone Marrow and Peripheral Blood of

Children with ALL:Brief Report’.Journal of Immunology Research.pp.1-

8.https://doi.org/10.1155/2018/1292404

Ossenkoppele, GJ. Loosdrecht, AA. Schuurhuis, GJ. (2011). ‘Review of

the Relevance of Aberrant Antigen Expression by Flowcytometry in Myeloid

Neoplasms’.British Journal of Haemotology.pp.421-436.doi:10.1111/j.1365-

2141.2011.08595.x

Petrova-Drus,K. Weksler,BB. (2018). Approach to the Microscopic

Evaluation of Blood and Bone Marrow in Wintrobe’s Atlas of Clinical

Hematology 2nd edition. Wolters Kluwers : Philadelphia. pp.13-17

Poynter, JN. Richardson, M. Roesler, M. Blair, CK. Hirsch, B. Nguyen, P

et al. (2016) ‘Chemical Exposures and Risk of Acute Myeloid Leukemia and

Myelodysplastic Syndromes in a Population-based study’. Int J Cancer.pp.1-22

doi: 10.1002/ijc.30420

Rajkumar, NN. Vijay, RH. (2017). ‘Immunological Subtypes of Acute

Lymphoblastic Leukemia-Beyond Morphology : Experience from Kidwai State

Cancer Institute, Bengaluru, India.Journal of The Association of Physicians of

India.pp.13-15

Schiffer, CA. (2016).’Hyperleukocytosis and leukostasis in hematologic

malignancies’. Wayne State University School of Medicine

73

Universitas Sumatera Utara


Sharma.(2016).’ Characterization of immunophenotypic aberrancies in

adult and childhood acute lymphoblastic leukemia: A study from Northern India’.

Journal of Cancer Research and Therapeutics. pp.620-625.DOI: 10.4103/0973-

1482.147716

Smith, RE. Bryant, J. DeCillis, A. Anderson, S. (2013) Acute Myeloid

Leukemia and Myelodysplastic Syndrome after Doxorubicin-cyclophosphamide

Adjuvant Therapy for Operable Breast Cancer: the National Surgical Adjuvant

Breast and Bowel Project Experience. J Clin Oncol. pp.1195-

204.doi.10.1200/JCO.2003.03.114

Supriyadi, E, Widjajanto, PH, Veerman, AJP, Purwanto, E, Nency, YM,

Gunawan, S, Nafianti, S, Purnomosari, D, Intansari, US, Westra, G, Sutaryo, A &

Cloos, J 2011, 'Immunophenotypic Patterns of Childhood Acute Leukemias in

Indonesia', Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, vol. 12, no. 12, pp. 3381-

3387.

Szczepanek,J. Styczynski, J. Haus, O. Tretyn, A. Wysocki, M. (2011).

‘Relapse of Acute Lymphoblastic Leukemia in Children in the Context of

Microarray Analyses’. Arch Immunol.pp.61-68.doi.10.1007/s0005-010-0110-1

Teachey, DT. Hunger, SP. (2013). ‘Predicting Relapse Risk in Childhood

Acute Lymphoblastic Leukaemia’. British Journal of Haematology.pp.606-

620.doi:10.1111/bjh.12442

Vaitkeviciene, G.(2013)’Early morbidity and mortality in childhood acute

lymphoblastic leukemia with very high white blood cell count.’Leukemia.

DOI:10.1038/leu.2013.137

74

Universitas Sumatera Utara


Zhou, Y., You, M. J., Young, K. H., Lin, P., Lu, G., Medeiros, L. J., &

Bueso-Ramos, C. E. (2012). Advances in the molecular pathobiology of B-

lymphoblastic leukemia. Human Pathology, 43(9), 1347–

1362.doi:10.1016/j.humpath.2012.02.004

Zou,Y. Dong.S. Xu,S. Gong,Q . Chen, J (2017) ‘Genetic Polymorphisms

of NAT2 and Risk of Acute Myeloid Leukemia’.Medicine.pp.1-4. doi:

10.1097/MD.0000000000007499.

75

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat Pagi/Siang Bapak/Ibu,

Pada hari ini, saya dr. Putri Chadijah Tampubolon yang sedang menjalani

pendidikan dokter spesialis Patologi Klinik di FK USU, ingin menjelaskan kepada

Bapak/Ibu tentang penelitian yang akan saya lakukan yaitu tentang ”Pola

Immunophenotyping pada Pasien Leukemia Akut Anak di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan” yang akan saya laksanakan di RSUP Haji Adam

Malik Medan.

Sebagai informasi, Leukemia akut adalah keganasan darah yang ditandai

dengan peningkatan jumlah sel blast myeloid atau limfoid dimana akan

menyebabkan gejala seperti pucat, kelelahan, anemia, perdarahan, sering demam

dan penurunan demam. Oleh karena masih jarangnya penelitian pola

immunophenotyping di Indonesia, peneliti tertarik untuk meneliti kelainan pola

immunophenotyping pada penderita leukemia akut untuk mengetahui pola

marker dan pola aberrant dan penilaian derajat keparahan penyakitnya

berdasarkan hasil immunophenotyping nya.

Saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu, nomor rekam medis, nama, umur,

jenis kelamin, frekuensi transfusi darah dan alamat atau data lain yang diperlukan.

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil darah atau cairan aspirat sumsum

tulang sebanyak 3 ml, yang dilakukan oleh seseorang yang ahli dibidangnya (saya

76

Universitas Sumatera Utara


dan dibantu oleh analis), sehingga resiko yang mungkin timbul saat pengambilan

sampel akan sangat kecil.

Penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya atau efek

samping bagi Bapak/Ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang berbahaya /

efek samping selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan

yang dilakukan selama penelitian ini, saya akan bertanggung jawab untuk

memberikan pertolongan / biaya / pengobatan / membantu mengatasi masalah /

efek samping tersebut.

Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela. Bila

keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum

jelas, Bapak /Ibu dapat langsung bertanya kepada saya.

Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan tetap saya jaga. Setelah Bapak/Ibu

memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu

yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar

persetujuan penelitian yang telah disediakan. Atas bantuan dan kerjasama

Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.

Nama : dr. Putri Chadijah Tampubolon

HP : 082273397988

Medan, …..................2019

Peneliti

(dr. Putri Chadijah Tampubolon )

77

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ...........................................................

Umur :....................tahun……………Bulan

Jenis Kelamin :....................................................................

Alamat :....................................................................

No. Telepon :....................................................................

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko

penelitian yang berjudul ”Pola Immunophenotyping pada Pasien Leukemia Akut Anak

di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan” dan memahami bahwa subyek

dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam

keikutsertaannya, maka dengan ini saya secara sadar dan tanpa paksaan setuju

agar saya ikut serta dalam penelitian ini dan bersedia berperan serta dengan

mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.

Medan, …………………….2019

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Putri Chadijah Tampubolon …………………………………

Saksi :

1. …………………………………….

2. …………………………………….

78

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

RM.2.11/IC.SPenelitian/20...
NRM :
Nama :
Jenis Kelamian :
Tgl. Lahir :

RSUP H. Adam Malik- FK USU

FORMULIR PERSETUJUANMENGIKUTI PENELITIAN

(FORMULIR INFORMED CONSENT)

Peneliti Utama : dr. Putri Chadijah Tampubolon

Pemberi Informasi : dr. Putri Chadijah Tampubolon

Penerima Informasi :

Nama Subyek :

Tanggal Lahir (umur) :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Telp (Hp) :

JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI

(diisi dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat


awam)

1 Judul Penelitian Pola Immunophenotyping pada Pasien Leukemia


Akut Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan

2 Tujuan penelitian Mengetahui pola immunophenotyping pasien


Leukemia Akut anak di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.

79

Universitas Sumatera Utara


3 Cara & Prosedur Darah diambil dari pembuluh darah yang terlihat
Penelitian pada lengan bagian atas dengan menggunakan
jarum suntik. Kulit pada lokasi pengambilan darah
dibersihkan terlebih dahulu dengan alcohol dan
dibiarkan sampai kering dengan sempurna
selama 30 detik. Alat bebat dipasang tepat di atas
lokasi pengambilan darah dan dilepaskan segera
setelah darah mulai mengalir ke dalam tabung
yang diberi antikoagulan EDTA.

4 Jumlah Subyek 25 orang

5 Waktu Penelitian April 2019 – Juli 2019

6 Manfaat penelitian Memberikan informasi tentang pemeriksaan


termasuk manfaat immunophenotyping untuk diagnosis Leukemia
bagi subyek Akut sehingga pengobatan dan kesembuhan
menjadi lebih baik.

7 Risiko & efek Tidak ada


samping dalam
penelitian

8 Ketidak nyamanan Menimbulkan sedikit rasa nyeri pada saat


subyek penelitian pengambilan darah

9 Perlindungan Subjek Terdapat perlindungan terhadap subjek


Rentan penelitian, tetapi peneliti tidak memasukkan
pasien dengan kriteria usia dewasa.

10 Kompensasi bila Bengkak pada daerah bekas pengambilan darah


terjadi efek samping akan di tangani dengan melakukan kompres di
daerah tersebut,dan memberikan obat
penghilang rasa sakit bila di perlukan.

11 Alternatif Tidak ada


Penanganan bila
ada

12 Penjagaan Dijamin oleh peneliti


kerahasiaan Data

80

Universitas Sumatera Utara


13 Biaya Yang Tidak ada dan semua biaya penelitian ditanggung
ditanggung oleh oleh peneliti
subyek

14 Insentif bagi subyek Tidak Ada

15 Nama & alamat dr. Putri Chadijah Tampubolon


penelitiserta nomor
telepon yang bisa TASBI BLOK YY NO 60 Medan
dihubungi 082273397988

(bila diperlukan dapatditambahkan gambar prosedur dan alur prosedur)

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh : dr. Putri Chadijah Tampubolon dengan judul : Pola
Immunophenotyping pada Pasien Leukemia Akut Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan. Informasi tersebut sudah saya pahami dengan baik.

Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam


penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan daripihak manapun. Apabila suatu
waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan
persetujuan ini.

Tanggal Tanggal

------------------------------------------- --------------------------------
-
Nama subjek Nama saksi/wali

Tanggal

-------------------------------------------
Peneliti

Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan kesadaran, mengalami
gangguan jiwa dan berusia dibawah 18 tahun.
81

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

DATA PASIEN
No Nama Usia Jenis Hb Leukosit Platelet BMP Immunophenotyping
Kelamin

1 7.80 41870 56000 AML Myl


WS 8 L

2 IB 8 L 9.30 8030 66000 ALL B Lym

3 YA 14 L 11.60 8180 11000 AML Myl

4 GA 5 P 7.50 4500 55000 ALL B Lym

5 A 1 L 4.70 185020 9000 ALL B Lym

6 E 13 P 9.30 9010 150000 ALL Myl

7 C 11 P 10.60 76740 115000 ALL B Lym

8 RJS 6 L 8.10 9270 7000 ALL T Lym

9 8.80 3350 43000 ALL B Lym


RR 5 P
10 RF 7 L 10.30 104200 142000 ALL T Lym

11 AAP 2 L 6.40 1600 26000 ALL B Lym

12 9.10 143510 101000 AML Myl


KAN 17 P
13 SA 10 P 8.50 2460 66000 ALL T Lym

14 A 2 P 9.00 16670 32000 AML Myl

15 8.40 11290 74000 ALL B Lym


N 2 P
16 RS L 4.50 21360 11000 AML Myl

17 WS 16 P 3.20 66340 13000 ALL B Lym

18 P 15 L 7.90 103590 115000 AML Myl

19 K 5 P 10.5 6490 6700 ALL B Lym

20 MR 8 L 4.5 60050 18000 ALL T Lym

82

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

Data Statistik

Leukemia Akut
jenis kelamin pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki Laki 10 50.0 50.0 50.0
Perempuan 10 50.0 50.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

kategori usia pasien


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-4 4 20.0 20.0 20.0
5-9 8 40.0 40.0 60.0
10-13 3 15.0 15.0 75.0
14-17 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

morfologi BMP
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ALL 14 70.0 70.0 70.0
AML 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Leukosit > 50000


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid leukosit < 50000 13 65.0 65.0 65.0
leukosit > 50000 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

83

Universitas Sumatera Utara


Hb < 10g/dL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Hb >10g/dL 4 20.0 20.0 20.0
Hb<10g/dL 16 80.0 80.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Splenomegaly/Hepatomegaly
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dijumpai 11 55.0 55.0 55.0
Tidak Dijumpai 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Platelet < 100.000


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Platelet < 100000 15 75.0 75.0 75.0
Platelet > 100000 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Lymphadenopathy
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dijumpai 6 30.0 30.0 30.0
Tidak Dijumpai 14 70.0 70.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
ALL

Statistics
jumlah blast di jumlah blast di jumlah leukosit
darah tepi hari 0 bma hari 0 darah tepi jumlah platelet hb
N Valid 14 14 14 14 14
Missing 0 0 0 0 0
Mean 26.6429 52.8036 39167.8571 60785.7143 7.8643
Median 30.0000 49.6250 9140.0000 60500.0000 8.4500
Std. Deviation 22.59887 22.07944 54029.64559 47239.45315 2.34475
Minimum .00 17.00 1600.00 7000.00 3.20
Maximum 60.00 95.00 185020.00 150000.00 10.60

84

Universitas Sumatera Utara


Tests of Normality
morfologi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
BMP Statistic df Sig. Statistic df Sig.
jumlah blast di ALL .188 14 .194 .870 14 .043
darah tepi hari 0 AML .248 6 .200 *
.929 6 .575
*
jumlah blast di ALL .148 14 .200 .972 14 .908
bma hari 0 AML .187 6 .200* .971 6 .902
jumlah leukosit ALL .340 14 .000 .727 14 .001
darah tepi AML .267 6 .200 *
.846 6 .146
*
jumlah platelet ALL .176 14 .200 .898 14 .106
AML .190 6 .200* .878 6 .261
Hb ALL .183 14 .200* .907 14 .143
*
AML .245 6 .200 .941 6 .664
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa
jumlah blast di jumlah leukosit
darah tepi hari 0 darah tepi
Mann-Whitney U 35.000 26.000
Wilcoxon W 140.000 131.000
Z -.583 -1.320
Asymp. Sig. (2-tailed) .560 .187
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .602b .207b
a. Grouping Variable: morfologi BMP
b. Not corrected for ties.

Independent Samples Test


Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Sig. 95% Confidence
(2- Mean Interval of the
taile Differen Std. Error Difference
F Sig. t df d) ce Difference Lower Upper
jumlah Equal .092 .765 -.851 18 .406 -9.11310 10.71253 -31.61929 13.39310
blast di variances
bma hari assumed

85

Universitas Sumatera Utara


0 Equal -.858 9.7 .411 -9.11310 10.61894 -32.86642 14.64023
variances 20
not
assumed
jumlah Equal .000 .999 .284 18 .780 6452.38 22749.408 - 54247.114
platelet variances 095 53 41342.352 73
assumed 82
Equal .290 9.9 .778 6452.38 22283.970 - 56113.304
variances 86 095 57 43208.542 51
not 60
assumed
hb Equal .166 .688 -.397 18 .696 -.45238 1.14053 -2.84854 1.94378
variances
assumed
Equal -.399 9.6 .699 -.45238 1.13504 -2.99450 2.08974
variances 34
not
assumed

AML

Statistics
jumlah blast di jumlah blast di jumlah leukosit
darah tepi hari 0 bma hari 0 darah tepi jumlah platelet hb
N Valid 6 6 6 6 6
Missing 0 0 0 0 0
Mean 32.8333 61.9167 55863.3333 54333.3333 8.3167
Median 38.0000 66.5000 31615.0000 44000.0000 8.4500
Std. Deviation 21.21713 21.62502 55056.12397 44978.51339 2.31812
Minimum .00 29.50 8180.00 11000.00 4.50
Maximum 56.00 90.00 143510.00 115000.00 11.60

86

Universitas Sumatera Utara


Immunophenotyping Acute Leukemia

immunophenotyping
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid B Lym 9 45.0 45.0 45.0
T Lym 4 20.0 20.0 65.0
Myl 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

aberrant phenotype * immunophenotyping Crosstabulation


Count
immunophenotyping
B Lym T Lym Myl Total
aberrant phenotype no aberrant 5 0 3 8
CD 13 2 1 0 3
CD 19 0 0 3 3
CD 7 1 0 1 2
CD 117 0 1 0 1
CD 33 1 2 0 3
Total 9 4 7 20

evaluasi BMP fase induksi * immunophenotyping Crosstabulation


Count
immunophenotyping
B Lym T Lym Myl Total
evaluasi BMP fase induksi Complete Remission 5 1 0 6
Parsial Remission 1 0 2 3
In Relapse 2 0 1 3
Death 1 3 4 8
Total 9 4 7 20

87

Universitas Sumatera Utara


aberrant phenotype * evaluasi BMP fase induksi Crosstabulation
Count
evaluasi BMP fase induksi
Complete Parsial
Remission Remission In Relapse Death Total
aberrant phenotype no aberrant 2 2 3 1 8
CD 13 2 0 0 1 3
CD 19 0 0 0 3 3
CD 7 0 1 0 1 2
CD 117 0 0 0 1 1
CD 33 2 0 0 1 3
Total 6 3 3 8 20

Concordance Test

morfologi BMP * kesimpulan immunophenotyping


Crosstabulation
Count
kesimpulan immunophenotyping
ALL AML Total
morfologi BMP ALL 13 1 14
AML 0 6 6
Total 13 7 20

Symmetric Measures
Asymptotic Approximate
Value Standard Errora Approximate Tb Significance
Measure of Agreement Kappa .886 .110 3.990 .000
N of Valid Cases 20
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

88

Universitas Sumatera Utara


Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Nama : dr. Putri Chadijah Tampubolon

Alamat : Tasbi Blok YY no 60 Medan

Tempat, tgl lahir : Medan, 23 Oktober 1987

Status : Menikah

Riwayat Pekerjaan : PNS

Riwayat Pendidikan :

- SD Kemala Bhayangkari 1 Medan : 1993 - 1999


- SMPN 1 Medan : 1999 - 2002
- SMUN 1 Medan : 2002 – 2005
- FK USU Medan : 2005 - 2010

PPDS Patologi Klinik FK USU : 2017 – sekarang

89

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai