Anda di halaman 1dari 76

PENILAIAN SURGICAL APGAR SCORE SEBAGAI PREDIKTOR

MORTALITAS PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ABDOMEN


ELEKTIF DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Oleh:
MUHAMMAD ARIPANDI WIRA

NIM :

167041026

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


PENILAIAN SURGICAL APGAR SCORE SEBAGAI PREDIKTOR
MORTALITAS PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ABDOMEN
ELEKTIF DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Oleh:
Muhammad Aripandi Wira

Pembimbing I:
dr. Luwih Bisono, SpAn, KAR
Pembimbing II:
dr. Bastian Lubis, M. Ked (An), SpAn, KIC

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati dengan
memanjatkan puji syukur serta doa saya sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kepada saya akal, hikmat dan
pemikiran sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini, yang saya persembahkan
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Magister dalam bidang
Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif di Fakultas kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang saya cintai dan banggakan.
Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaian bahasa. Meskipun demikian,
saya berharap dan besar keinginan saya agar kiranya tulisan ini dapat memberi
manfaat dan menambah khasanah serta perbendaharaan dalam penelitian di bidang
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/
RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya tentang “Hubungan Penilaian Surgical Apgar
Score Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Yang Menjalani Operasi Abdomen Elektif Di RSUP
Haji Adam Malik Medan “.
Dengan berakhirnya penulisan tesis ini, maka pada kesempatan ini pula,
ijinkan saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi
– tingginya kepada yang terhormat: Dr. Luwih Bisono, SpAn, KIC, KAR dan Dr.
Bastian Lubis, M.Ked (An), SpAn, KIC. Atas kesediaannya sebagai pembimbing
penelitian saya ini, Sukamto, SKM, M.Kes sebagai pembimbing statistik, yang
walaupun di tengah kesibukannya masih dapat meluangkan waktu dan dengan penuh
perhatian serta kesabaran, memberikan bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat
bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Runtung
Sitepu, SH., M.Hum, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara DR.

Universitas Sumatera Utara


Dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada
saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik di bidang Anestesiologi
dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Kepala Departemen/ SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, Dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV,
Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO sebagai Ketua Program Studi
Anestesiologi dan Terapi Intensif, terima kasih saya persembahkan oleh karena telah
memberikan izin, kesempatan, ilmu dan pengajarannya kepada saya dalam mengikuti
program Magister Kedokteran Klinik di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif
hingga selesai.
Yang terhormat guru – guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan : Prof. Dr. Achsanuddin
Hanafie, SpAn. KIC. KAO; Dr. Hasanul Arifin SpAn. KAP. KIC; DR. Dr.
Nazaruddin Umar, SpAn. KNA; Dr. Akhyar H. Nasution, SpAn. KAKV; Dr. Asmin
Lubis, DAF, SpAn. KAP.KMN; Dr Ade Veronica HY, SpAn. KIC; Dr. Yutu Solihat,
SpAn. KAKV; Dr. Soejat Harto, SpAn. KAP; DR. Dr. Dadik W. Wijaya, SpAn; Dr.
M. Ihsan, SpAn. KMN; Dr Qodri F. Tanjung , SpAn. KAKV; Dr. Rommy F Nadeak,
SpAn, KIC; Dr. Rr. Shinta Irina, SpAn, KNA ; Dr. Raka Jati P. M. Ked (An) Sp.An,;
Dr. Bastian Lubis M.Ked (An) Sp.An, KIC; Dr. Wulan Fadine M.Ked(An) Sp.An;
Dr. A. Yafiz Hasbi M.Ked (An) Sp.An dan Dr. Tasrif Hamdi M. Ked (An) Sp.An,
saya ucapkan terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama
ini dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif
sehingga semakin menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab saya terhadap
pasien serta pengajaran dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya
yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari. Kiranya Allah SWT
memberkati guru – guru saya tercinta.
Sembah sujud dan rasa syukur saya persembahkan kepada orang tua tercinta,
ayahanda : (Alm) Ir. H. Abdul Hakim Mohar dan ibunda : Hj. Susilawaty saya
sampaikan rasa hormat dan terima kasih saya yang tak terhingga serta penghargaan
yang setinggi – tingginya atas doa dan perjuangannya yang tiada henti serta dengan

ii

Universitas Sumatera Utara


siraman kasih sayang yang luar biasa yang telah diberikan kepada saya, semenjak
saya masih dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan memberikan asuhan,
bimbingan, pendidikan serta suri tauladan yang baik kepada saya sehingga saya dapat
menjadi pribadi yang dewasa, berakhlak dan memiliki landasan yang kokoh dalam
menghadapi masalah kehidupan ini sehingga saya dapat menjadi anak yang berbakti
kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dengan
memanjatkan doa kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orang tua saya serta
sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terima
kasih juga saya tunjukkan kepada abang-abang saya : Faisal Hakim, SP dan Riza
Firdaus, SE yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalani
pendidikan ini.
Yang terhormat kedua mertua saya, Basyaruddin dan Dahliani serta abang dan
kakak ipar yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya selama
pendidikan.
Kepada Istri yang sangat saya cintai dan kasihi, dr. Cut Ananda yang selalu
menyayangi saya dengan cinta kasihnya yang luar biasa selalu memberikan dorongan,
inspirasi, waktu, motivasi dan semangat kepada saya, selama saya menjalani
pendidikan.. Kami selalu berbagi kisah suka dan duka bersama bahkan ketika saya
harus menjani masa – masa yang sulit dan berat sekalipun selama pendidikan ini, istri
tercinta tetap ada dan selalu dengan penuh kesabaran mendampingi saya. Tiada kata
yang lebih indah dan manis selain ungkapan cinta kasih saya yang setulus – tulusnya
kepada istri tersayang, semoga cinta dan kasih kita abadi selamanya hingga akhir
menutup mata. Dan kepada buah hati saya Nadhifa Fazzura Wira yang telah menjadi
penyemangat saya dalam belajar dan menyelesaikan pendidikan ini.
Yang tercinta teman – teman sejawat peserta pendidikan keahlian
Anestesiologi dan Terapi Intensif khususnya . Dr. Mirza, Dr. Arie Budi, Dr. Lysa, Dr.
Okky, Dr. Gibson, Dr. Sutan, Dr. Alland, Dr. Christian, Dr. Liani, Dr. Aldi, Dr. Boy,
Dr. Deni, Dr. Agus, Dr. Romulus. Yang telah bersama sama baik duka maupun suka,
saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan harapan teman

iii

Universitas Sumatera Utara


– teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT
selalu memberkahi kita semua.
Kepada seluruh teman – teman, rekan – rekan dan kerabat, keluarga besar,
pasien – pasien yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang senantiasa
memberikan peran serta, dukungan moril dan materil kepada saya selama menjalani
pendidikan, dari lubuk hati saya yang terdalam saya ucapkan banyak terima kasih.
Semoga segala bimbingan, bantuan, dorongan, petunjuk, arahan dan kerja
sama yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan, kiranya mendapat
berkah serta balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Medan, Juli 2019


Penulis

(dr. Muhammad Aripandi Wira)

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
ABSTRAK .......................................................................................................... xiii
ABSTRACT ........................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................ 3
1.3. Hipotesis....................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian........................................................................... 4
1.4.1. Tujuan Umum.................................................................... 4
1.4.2. Tujuan Khusus.................................................................. 4
1.5. Manfaat Penelitian......................................................................... 4
1.5.1. Bidang Akademik Atau Ilmiah.......................................... 4
1.5.2. Pengembangan Penelitian................................................ 5
1.5.3. Pelayanan Masyarakat...................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Surgical Apgar Score .................................................................... 6
2.2 Asesmen Pre-Operasi ................................................................... 8
2.3 Teori Hemodinamik ....................................................................... 9
2.3.1. Defenisi Hemodinamik ...................................................... 9
2.3.2. Tujuan Pemantauan Hemodinamik .................................. 9
2.4. Metode Non Invasif Pada Pemantauan Hemodinamik ............... 10
2.4.1. Penilaian Laju Pernafasan ................................................ 10
2.4.2. Penilaian EKG .................................................................... 10

Universitas Sumatera Utara


2.4.3. Penilaian Luaran Urin ....................................................... 11
2.4.4. Pengukuran Tekanan Darah Arterial ............................... 11
2.4.5. Penilaian Suhu Tubuh ....................................................... 15
2.5. Tekanan Gas Respirasi ................................................................ 15
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perfusi Jaringan ................ 16
2.6.1. Curah Jantung ................................................................... 16
2.6.2. Resistensi Perifer .............................................................. 16
2.7. Estimasi Perdarahan .................................................................... 17
2.8. Teori Paska Bedah........................................................................ 18
2.8.1. Defenisi .............................................................................. 18
2.8.2. Pengkajian Paska Bedah .................................................. 18
2.9. Komplikasi Paska Bedah ............................................................. 19
2.9.1. Syok.................................................................................... 21
2.9.2. Hemoragi............................................................................ 21
2.9.3. Trombosis Vena Profunda ................................................ 22
2.9.4. Embolisme Pulmonal ........................................................ 22
2.9.5. Komplikasi Pernafasan ..................................................... 22
2.9.6. Retensi Urin ....................................................................... 22
2.9.7. Komplikasi Gastrointestinal ............................................. 22
2.9.8. Psikosis Paska Bedah ...................................................... 23
2.9.9. Delirium .............................................................................. 23
2.10. Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit Pada Pra
Pembedahan, Pembedahan, Dan Paska Pembedahan ..................... 23
2.10.1. Faktor Pra Pembedahan ................................................. 23
2.10.2. Faktor Saat Pembedahan ............................................... 24
2.10.3. Faktor Paska Pembedahan ............................................. 24
2.11. Kerangka Konsep ....................................................................... 25
2.12. Kerangka Teori............................................................................ 26
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 27
3.1. Desain Penelitian .......................................................................... 27

vi

Universitas Sumatera Utara


3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian...................................................... 27
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian ................................................. 27
3.3.1. Populasi Target ................................................................. 27
3.3.2. Populasi Terjangkau ......................................................... 27
3.3.3. Sampel Penelitian.............................................................. 27
3.4. Besar Sampel ................................................................................ 27
3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian ......................................... 28
3.6. Identifikasi Variabel ...................................................................... 28
3.7. Kriteria Inklusi Dan Ekslusi ......................................................... 28
3.7.1. Kriteria Inklusi ................................................................... 28
3.7.2. Kriteria Eksklusi ................................................................ 28
3.7.3. Kriteria Drop-Out ............................................................... 29
3.8. Cara Penelitian .............................................................................. 29
3.8.1. Penjelasan Kepada Pasien ............................................... 29
3.8.2. Pencatatan Data Dasar ..................................................... 29
3.8.3. Alat Dan Bahan Penelitian ................................................... 29
3.8.4. Cara Pemeriksaan ............................................................. 30
3.9. Defenisi Operasional .................................................................... 30
3.10. Analisis Data ............................................................................... 33
3.11. Kerangka Operasional................................................................ 34
BAB IV HASIL PENELITIAN.............................................................................. 35
4.1. Karakteristik Subyek Penelitian .................................................. 35
4.2. Distribusi Jenis Kelamin Pada SAS ............................................ 36
4.3. Distribusi Jenis Operasi Pada SAS ............................................. 36
4.4. Distribusi Komplikasi Paska Operasi ......................................... 37
4.5. Komplikasi Paska Operasi Yang Dijumpai ................................. 38
4.6. Perbandingan SAS Dengan Rerata Lama Rawatan ................... 39
4.7. Perbandingan SAS Dengan Komplikasi Paska Operasi ............ 39
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 40
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 44

vii

Universitas Sumatera Utara


6.1. Kesimpulan ................................................................................... 44
6.2. Saran.............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 46
LAMPIRAN ........................................................................................................ 48

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Surgical Apgar Score ...................................................................... 7


Tabel 2.2. Outcome Surgical Apgar Score ..................................................... 8
Tabel 2.3. Asesmen Preoperasi ....................................................................... 8
Tabel 2.4. Komplikasi Mayor ............................................................................ 21
Tabel 3.1. Surgical Apgar Score ...................................................................... 31
Tabel 3.2. Outcome Surgical Apgar Score ..................................................... 31
Tabel 3.3. Asesmen Preoperasi ....................................................................... 31
Tabel 3.4. Komplikasi Mayor ............................................................................ 33
Tabel 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian ..................................................... 35
Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Pada SAS ............................................... 36
Tabel 4.3. Distribusi Komplikasi Paska Operasi ............................................ 37
Tabel 4.4. Distribusi Komplikasi Paska Operasi ............................................ 38
Tabel 4.5. Komplikasi Paska Operasi Yang Dijumpai .................................... 38
Tabel 4.6. Perbandingan SAS Dengan Rerata Lama Rawatan ...................... 39
Tabel 4.7. Perbandingan SAS Dengan Komplikasi Paska Operasi .............. 39

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kurva Autoregulasi Serebral Normal......................................... 13


Gambar 2.2. Faktor Yang Mempengaruhi MAP .............................................. 14
Gambar 2.3. Hubungan Antara Aliran Darah Serebral Dengan Tekanan Gas
Respirasi Arterial ........................................................................... 16
Gambar 2.4. Cardiac Output ............................................................................ 17

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

ABP : Arterial Blood Pressure


APACHE : Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation
ASA : American Society Of Anesthesiologist
CBF : Cerebral Blood Flow
CO : Cardiac Output
DO2 : Delivery Oxygen
DVT : Deep Vein Thrombosis
EBL : Estimated Blood Loss
EKG : Elektrokardiografi
GFR : Glomerulus Filtration Rate
HB : Hemoglobin
HR : Heart Rate
MAP : Mean Arterial Pressure
PaCO2 : Tekanan Parsial CO2
POSSUM : The physiologic and operative severity score for enumeration of
mortality and morbidity
RBF : Renal Blood Flow
RR : Respiratory Rate
SAPS : Simplified Acute Physiology Score
SAS : Surgical Apgar Score
SBP : Systolic Blood Pressure
SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome
SVR : Systemic Venous Return
TVP : Trombosis Vena Profunda

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

1. Riwayat Hidup Peneliti ................................................................................. 48


2. Jadwal Tahapan Pelaksanaan Penelitian ................................................... 49
3. Lembar Informed Consent ........................................................................... 50
4. Lembar Observasi ........................................................................................ 54
5. Ethical Clearance .......................................................................................... 57
6. Ijin Penelitian ................................................................................................ 58
7. Anggaran Dana ............................................................................................. 59

xii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Pendahuluan : Gawande mulai mengembangkan sistem penilaian bedah yang dapat


digunakan oleh klinisi secara rutin dan mudah untuk menilai kondisi pasien selama
prosedur pembedahan. SAS dihitung berdasarkan pada perkiraan kehilangan darah
intraoperatif pada pasien, denyut jantung terendah dan tekanan arteri rerata terendah.
Metode : Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kohort retrospektif di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan. Pasien yang ikut pada
penelitian ini adalah pasien yang menjalani operasi abdomen elektif dengan anestesi
umum.
Hasil : Dari total 109 pasien yang menjadi subyek penelitian, dengan umur berkisar
antara 18 sampai 65 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan
ditemukan hubungan yang signifikan pada penggunaan Surgical Apgar Score untuk
memprediksi mortalitas 30 hari paska operasi (p<0,001). Komplikasi didapati
sebanyak 6 pasien yang memiliki nilai SAS 0 sampai 4 dan nilai SAS 5 sampai 7
sebanyak 2 pasien.
Kesimpulan : Surgical Apgar Score (SAS) adalah skor sederhana yang dapat
digunakan sebagai prediktor mortalitas 30 hari paska operasi dengan anestesi umum.

Kata Kunci : Surgical Apgar Score, Estimasi Kehilangan Darah, Mean Arterial
Pressure, Denyut Jantung

xiii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Introduction : Gawande starting to develop scoring system for surgery that can be
use to assess patient condition during intraoperative. SAS calculated based on
intraoperative parameters lowest MAP, lowest HR, and estimated blood loss.
Method : This study is using retrospective cohort in Adam Malik Hospital, Medan.
Patient who undergo an abdominal surgery elective with general anesthesia were
included in this study.
Result : A total of 109 patients studied, age ranged from 18 to 65 years. SAS was
significantly associated to predict 30 days mortality post operative (p<0,001).
Complications noted in 6 patients with SAS score 0 to 4 and 2 patients with SAS
score 5 to 7.
Conclusion : Surgical Apgar Score (SAS) is a simple tool that can be use for
assessing 30 days predictive mortality post operative patient with general anesthesia.

Keywords : Surgical Apgar Score, Estimated Blood Loss, Mean Arterial Pressure,
Heart Rate

xiv

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Surgical Apgar Score (SAS) adalah skor sederhana yang didalamnya
terdapat beberapa informasi yang diambil pada saat intraoperatif seperti
hemodinamik dan banyaknya darah yang hilang. SAS juga digunakan untuk
memprediksi angka morbiditas dan mortalitas pasca operasi pada skala 0-10 yang
dihitung dari tiga parameter yang dikumpulkan selama prosedur operasi yaitu :
1. Denyut jantung terendah
2. Tekanan arteri rerata terendah
3. Perkiraan kehilangan darah. (Haddow, 2014)
Angka morbiditas dan mortalitas pasca operasi adalah tujuan dasar dari
setiap prosedur bedah. Kunci untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pasca
operasi adalah dengan manajemen perioperatif pasien yang efektif yang
memerlukan penilaian yang objektif pada pasien, yang dapat dinilai dengan sistem
penilaian risiko. Skoring risiko digunakan untuk mengukur risiko pasien dari hasil
yang tidak diinginkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang berasal dari
data yang tersedia pada tahap awal selama tinggal di rumah sakit. Idealnya, sistem
penilaian risiko harus memberikan prediksi objektifitas dan mortalitas yang
memungkinkan komunikasi dan pemahaman tentang tingkat keparahan penyakit.
Kemungkinan hasil operasi bedah diperlukan untuk memastikan alokasi sumber
daya yang tepat dan untuk evolusi rejimen pengobatan yang lebih efektif dan juga
mungkin dapat digunakan untuk pengambilan keputusan pada pasien.
(Santhoshing, 2016)
Klinisi memiliki kebutuhan alat prediksi untuk menilai risiko perioperatif.
Beberapa algoritma yang telah digunakan atau dikembangkan untuk stratifikasi
risiko seperti sistem klasifikasi Status Fisik American Society of Anesthesiologists
(klasifikasi ASA), The physiologic and operative severity score for enumeration of
mortality and morbidity (POSSUM), Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation (APACHE), dan Simplified Acute Physiology Score (SAPS). Namun,
masing-masing sistem ini memiliki keterbatasan dan penggunaan yang terbatas.

Universitas Sumatera Utara


2

Klasifikasi ASA pada awalnya dimaksudkan sebagai sarana untuk stratifikasi


penyakit sistemik pasien tetapi tidak risiko pasca operasi. Meskipun klasifikasi
ASA telah terbukti sebagai faktor risiko pra-operasi prediktif dalam model
mortalitas, sifat subyektif dan penilaian yang tidak konsisten membuatnya kurang
ideal untuk melakukan perhitungan risiko pasca operasi berdasarkan bukti.
POSSUM, APACHE, dan SAPS dan turunannya nanti (Portsmouth POSSUM,
POSSUM kolorektal, APACHE II dan III, dan SAPS II) adalah algoritma prediksi
yang lebih akurat dan objektif, tetapi tidak semua variabel yang dibutuhkan
mudah dan konsisten dapat dicapai dalam suatu operasi pengaturan ruangan,
menjadikannya lebih praktis dalam peran awalnya yang dimaksudkan sebagai alat
audit perawatan kritis daripada alat prediksi. (Santhoshing, 2016)
Karena ketersediaan SAS dalam waktu yang cepat, sederhana, dan tidak
mahal serta dapat segera digunakan untuk pengambilan keputusan klinis, maka
SAS menjadi alat yang ampuh dan dapat digunakan untuk meningkatkan
keselamatan dalam operasi. SAS memberikan gambaran tentang bagaimana
operasi berjalan dengan cara menilai kondisi pasien setelah operasi. 0
(menunjukkan kehilangan banyak darah, hipotensi, dan peningkatan HR atau
asistol) ke 10 (menunjukkan kehilangan darah minimal, tekanan darah normal,
dan HR rendah secara fisiologis ke normal). (Haddow, 2014)
Gawande pada thun 2007 membuat sistem skoring baru mengenai
pembedahan yang dinamakan Surgical Apgar Score. Penelitian ini menggunakan
metode kohort retrospektif dan prospektif sebanyak 3 kali. Untuk kohort 1,
peneliti menggunakan metode retrospektif yaitu sebanyak 102 pasien yang
menjalani operasi kolektomi. Untuk kohort 2, peneliti menggunakan metode
retrospektif yaitu sebanyak 767 pasien yang menjalani operasi vaskular. Untuk
kohort 3, peneliti menggunakan metode prospektif yaitu sebanyak 303 pasien
yang menjalani operasi kolektomi. Validasi skor dilakukan pada uji kohort 1 dan
didapati hasil yang valid terhadap sistem skoring tersebut. Pada kohort 3 didapati
hasil yaitu sistem skoring 10 poin dengan variabel denyut nadi terendah, mean
arterial pressure terendah, dan estimasi kehilangan darah saat operasi dengan c-
index sebesar 0,72 dan nilai P < 0,0001. Dari 767 pasien yang menjalani operasi
vaskular, 29 pasien (3,8%) memiliki skor surgical < 4 dan 17 pasien (58,6%)

Universitas Sumatera Utara


3

diantara 29 pasien tersebut mengalami komplikasi mayor ataupun kematian


dengan perbandingan 220 pasien dengan skor 9 dan 10, hanya 8 pasien (3,6%)
yang mengalami komplikasi mayor ataupun kematian. (Gawande, 2007)
Stewart pada thun 2011 meneliti tentang validasi dari Surgical Apgar
Score terhadap pasien yang menjalani operasi mayor di Rumah Sakit Umum
China. Penelitian ini menggunakan metode kohort prospektif yaitu sebanyak 80
orang pasien yang menjalani operasi mayor kemudian dinilai Surgical Apgar
Score terhadap seluruh sampel. Nilai cutoff skor ini adalah < 6 dengan sensitivitas
80% dan spesifisitas 78,57% dengan nilai positif prediktif 34,8% dan nilai
prediktif negatif 96,5%. (Stewart, 2011)
Haddow pada tahun 2014 meneliti tentang penggunaan Surgical Apgar
Score sebagai panduan pelayanan paska operasi. Penelitian ini menggunakan
metode single blind, randomize control trial. Sebanyak 143 pasien yang menjalani
operasi vaskular di 9 Rumah Sakit Umum Nasional diambil sebagai sampel.
Sampel kemudian dibagi menjadi dua grup, grup 1 mendapatkan pelayanan paska
operasi standar dan grup 2 mendapatkan intervensi pada pelayanan paska operasi.
Validitas skor dinilai dengan menggunakan kurva AUC dengan hasil 0,77 dan
tidak didapati perbedaan yang signifikan pada kedua grup dengan nilai P sebesar
0,310. (Haddow, 2014)
Santoshingh pada tahun 2016 meneliti tentang Surgical Apgar Score-Alat
Prognostik Sederhana Pada Pembedahan. Penelitian ini menggunakan metode uji
kohort prospektif yang dilakukan selama 18 bulan. Sebanyak 100 pasien dewasa
yang menjalani prosedur pembedahan gastrointestinal diambil sebagai sampel.
Didapatkan hasil bahwa SAS signifikan dalam memprediksi morbiditas dan
mortalitas paska operasi selama 30 hari dengan nilai P<0,001. (Santoshingh,
2016)
Oleh sebab itu, peneliti berminat melakukan penelitian penilaian Surgical
Apgar Score sebagai prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi abdomen
elektif.

Universitas Sumatera Utara


4

1.2. Rumusan Masalah


Penilaian Surgical Apgar Score sebagai prediktor mortalitas pasien yang
menjalani operasi abdomen elektif.

1.3. Hipotesis
Dijumpai nilai signifikan pada penilaian Surgical Apgar Score sebagai
prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi abdomen elektif.

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penilaian Surgical Apgar Score sebagai prediktor
mortalitas pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di RSUP H. Adam
Malik Medan.

1.4.2. Tujuan Khusus


a. Untuk Mengetahui penggunaan Surgical Apgar Score dan untuk mengetahui
prognosis pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di RSUP H. Adam
Malik Medan.
b. Untuk Mengetahui komplikasi yang terjadi paska operasi dengan penggunaan
Surgical Apgar Score pada pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di
RSUP H. Adam Malik Medan.
c. Untuk Mengetahui hubungan lama rawatan paska operasi dengan penggunaan
Surgical Apgar Score pada pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di
RSUP H. Adam Malik Medan.

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1. Bidang Akademik Atau Ilmiah
Menambah pemahaman mengenai penggunaan Surgical Apgar Score pada
pasien operasi abdomen elektif.

Universitas Sumatera Utara


5

1.5.2. Pengembangan Penelitian


Sebagai suatu sistem penilaian yang baru untuk digunakan di RSUP H.
Adam Malik Medan untuk mengetahui prognosis pasien yang menjalani operasi
abdomen elektif.
Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.5.3. Pelayanan Masyarakat


Dengan diketahui prognosis paska operasi, maka dapat dipilih terapi
maupun perawatan paska operasi yang sesuai dengan kondisi pasien.

Universitas Sumatera Utara


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Surgical Apgar Score


Surgical Apgar Score (SAS) adalah skor sederhana yang menggunakan
informasi intraoperatif tentang hemodinamik dan kehilangan darah untuk
memprediksi skor morbiditas dan mortalitas pasca operasi pada skala 0-10 yang
dihitung dari tiga parameter yang dikumpulkan selama prosedur operasi. Detak
jantung terendah (HR (Heart Rate)), tekanan arteri rerata terendah (MAP (Mean
Arterial Presure)), perkiraan kehilangan darah (EBL (Estimated Blood Loss)).
Pengurangan morbiditas dan mortalitas pasca operasi adalah tujuan dasar dari
setiap prosedur bedah. Kunci untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pasca
operasi adalah dengan manajemen perioperatif pasien yang efektif yang
memerlukan penilaian objektif pasien, yang dapat dinilai dengan sistem penilaian
risiko. Skoring risiko berusaha untuk mengukur risiko pasien dari hasil yang
merugikan berdasarkan keparahan penyakit yang berasal dari data yang tersedia
pada tahap awal tinggal di rumah sakit. Idealnya, sistem penilaian risiko harus
memberikan prediksi objektifitas dan mortalitas yang memungkinkan komunikasi
dan pemahaman tentang tingkat keparahan penyakit. Kemungkinan hasil operasi
bedah diperlukan untuk memastikan alokasi sumber daya yang tepat dan untuk
evolusi rejimen pengobatan yang lebih efektif dan juga memungkinkan
pengambilan keputusan oleh penerima. (Santoshingh, 2016)
Ahli bedah membutuhkan alat prediksi untuk menilai risiko perioperatif.
Beberapa algoritma telah digunakan atau dikembangkan untuk menilai tingkatan
risiko seperti sistem klasifikasi American Society of Anesthesiologists Physical
Status (klasifikasi ASA), The physiologic and Operative Severity Score for
Enumeration of Mortality and Morbidity (POSSUM), the Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation (APACHE), dan the simplified acute physiology score
(SAPS). Namun, masing-masing sistem ini memiliki keterbatasan dan
penggunaan terbatas. Klasifikasi ASA pada awalnya dimaksudkan sebagai sarana
untuk stratifikasi penyakit sistemik pasien tetapi tidak risiko pasca operasi.
Meskipun klasifikasi ASA telah terbukti sebagai faktor risiko pra-operasi prediktif

Universitas Sumatera Utara


7

dalam model mortalitas, sifat subyektif dan penilaian yang tidak konsisten antara
penyedia membuatnya kurang ideal untuk melakukan perhitungan risiko pasca
operasi berbasis bukti. POSSUM, APACHE, dan SAPS dan turunannya nanti
(Portsmouth POSSUM, POSSUM kolorektal, APACHE II dan III, dan SAPS II)
adalah algoritma prediksi yang lebih akurat dan objektif, tetapi tidak semua
variabel yang dibutuhkan mudah dan konsisten dapat dicapai dalam suatu operasi
pengaturan ruangan, menjadikannya lebih praktis dalam peran awalnya yang
dimaksudkan sebagai alat audit perawatan kritis daripada alat prediksi. (Stewart,
2011)
SAS karena ketersediaannya dalam waktu nyata, sederhana, tidak mahal
yang dikumpulkan di rumah sakit mana pun, dan dapat segera digunakan untuk
keputusan klinis telah menjadikannya alat yang ampuh untuk peningkatan
keselamatan yang luas dalam operasi. SAS menyediakan "Snapshot" yang tersedia
tentang bagaimana operasi berjalan dengan menilai kondisi pasien setelah operasi
dari 0 (menunjukkan kehilangan banyak darah, hipotensi, dan peningkatan detak
jantung atau asistol) sampai 10 (menunjukkan kehilangan darah minimal, tekanan
darah normal , dan detak jantung yang secara fisiologis rendah ke normal).
(Gawande, 2007)

Tabel 2.1. Surgical Apgar Score (Gawande, 2007)

a
Score adalah jumlah poin dari setiap kategori
b
Kejadian bradiaritmia yang patologis, termasuk sinus arrest, blok
atrioventrikular, asistol juga mendapat poin 0 untuk lowest heart rate

Universitas Sumatera Utara


8

Tabel 2.2. Outcome Surgical Apgar Score (Shaikh, 2016)

Grup Risiko SAS


Tinggi 0–4
Sedang 5-7
Rendah 8-10

2.2. Asesmen Pre-Operasi


Pasien yang datang untuk dilakukan operasi elektif dan tindakan
anestesi memerlukan riwayat medis preoprasi terkait fungsi paru dan
jantung, penyakit ginjal, penyakit metabolik dan endokrin, gangguan
anatomis maupun muskuloskeletal yang berhubungan dengan airway
management dan anestesi rergional serta respon terhadap tindakan
anestesi sebelumnya. Oleh sebab itu, ASA mengeluarkan panduan untuk
asesmen preoperasi agar dapat memprediksi angka mortalitas terhadap
pasien. (Morgan dan Mikhail, 2018)
Tabel 2.3. Asesmen Preoperasi (American Society Of Anesthesiologist
Committee, 2014)

Universitas Sumatera Utara


9

2.3. Teori Hemodinamik


2.3.1 Defenisi Hemodinamik
Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah,
fungsi jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby
1998, dalam Jevon dan Ewens 2009). Pemantauan Hemodinamik
dapat dikelompokkan menjadi noninvasif, invasif, dan turunan.
Pengukuran hemodinamik penting untuk menegakkan diagnosis
yang tepat, menentukan terapi yang sesuai, dan pemantauan
respons terhadap terapi yang diberikan (Gomersall dan Oh, 1997,
dalam Jevon dan Ewens, 2009), pengukuran hemodinamik ini
terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin,
sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat terhadap bantuan
sirkulasi. (Hinds dan Watson 1999, dalam Jevon dan Ewens 2009)
2.3.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik
Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau
pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi
keseimbangan homeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik
bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi
kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan
penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang
optimal. Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi
jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan
oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu
tubuh dan keseimbangan elektro kimiawi sehingga manifestasi
klinis dari gangguan hemodinamik berupa gangguan fungsi organ
tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh
ke dalam gagal fungsi organ multipel (Erniody, 2008).

Universitas Sumatera Utara


10

2.4. Metode Non Invasif pada Pemantauan Hemodinamik


2.4.1 Penilaian Laju Pernapasan
Laju pernafasan merupakan indikator awal yang signifikan dari
disfungsi seluler. Penilaian ini merupakan indikator fisiologis
yang sensitif dan harus dipantau dan direkam secara teratur. Laju
dan kedalaman pernafasan pada awalnya meningkat sebagai
respons terhadap hipoksia selluler. (jevon dan ewens, 2009)
a. Frekuensi Pernapasan
- Respiratory Rate (RR) dewasa normal adalah 12-20 kali / menit.
- RR harus dihitung selama 30 detik.
- Jika RR pasien berada di luar parameter RR dewasa normal maka
RR harus dihitung selama satu menit penuh untuk memastikan
akurasi.
- RR harus dihitung sambil meraba nadi radial pasien sehingga
pasien tidak sadar bahwa Anda sedang mengamati mereka.
(Morgan dan Mikhail, 2018)
b. Saturasi Oksigen
- Pulse oximetry mengukur saturasi oksigen dalam darah pasien.
Perubahan saturasi oksigen adalah tanda akhir dari gangguan
pernapasan. Awalnya tubuh akan mencoba dan mengkompensasi
hipoksia dengan meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
Pada saat saturasi oksigen menurun pasien biasanya sangat
terganggu.
- Saturasi oksigen normal adalah antara 95-100%.
- Saturasi oksigen <90% berkorelasi dengan kadar oksigen darah
yang sangat rendah dan membutuhkan tinjauan medis yang
mendesak. (Morgan dan Mikhail, 2018)

2.4.2 Penilaian EKG


Denyut yang cepat, lemah dan bergelombang merupakan tanda
khas dari syok. Denyut yang memantul penuh atau menusuk
mungkin merupakan tanda dari anemia, blok jantung, atau tahap

Universitas Sumatera Utara


11

awal syok septik. Perbedaan antara denyut sentral dan denyut distal
meungkin disebabkan oleh penurunan curah jantung dan juga suhu
sekitarnya yang dingin. Pematauan EKG merupakan metode
noninvasif yang sangat berharga dan memantau denyut jantung
secara kontinu. Pemantauan ini dapat memberikan informasi kepada
praktisi terhadap tanda-tanda awal penurunan curah jantung.
(Morgan dan Mikhail, 2018)

2.4.3 Penilaian Luaran Urin


Urin yang keluar dari tubuh secara tidak langsung memberikan
petunjuk mengenai curah jantung. Pada orang sehat, 25% curah
jantung memberikan perfusi ke ginjal. Ketika perfusi ginjal
adekuat, maka urin yang keluar harusnya lebih dari 0,5 mL/kg/jam.
Menurunnya urin yang keluar dari tubuh mungkin merupakan
tanda awal dari syok hipovolemik karena ketika curah jantung
menurun, maka perfusi ginjal juga akan menurun. Jika urin yang
keluar dari tubuh kurang dari 500 mL/hari, maka ginjal tidak
mampu mengekskresikan sisa-sisa metabolisme tubuh, dan jika
terjadi dalam waktu yang lama bisa menyebabkan uremia, asidosis
metabolik, dan hiperkalemia. Pada pasien kritis, gagal ginjal akut
biasanya disebabkan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat yaitu
kegagalan prarenal. Apabila diuretik telah diberikan, misalnya
furosemid, maka urin yang keluar dari tubuh tidak dapat membantu
penilain curah jantung. (Morgan dan Mikhail, 2018)

2.4.4 Pengukuran Tekanan Darah Arterial


Tekanan darah arterial (arterial blood pressure, ABP) adalah
gaya yang ditimbulkan oleh volume darah yang bersirkulasi pada
dinding arteri. Perubahan pada curah jantung atau resistensi perifer
dapat mempengaruhi tekanan darah. Pasien dengan curah jatung
yang rendah dapat mempertahankan tekanan darah normalnya
melaui vasokontriksi, sedangkan pasien dengan vasodilatasi
mungkin mengalami hipotensi walaupun curah jantungnya tinggi,

Universitas Sumatera Utara


12

misanya pada sepsis. Tekanan arterial rata-rata (mean arterial


presure, MAP) merupakan hasil pembacaan tekanan rata-rata
didalam sistem arterial juga berfungsi sebagai indikator yang
bermanfaat karena dapat memperkirakan perfusi menuju organ-
organ yang esensial seperti ginjal. Banyak faktor yang
mempengaruhi tekanan darah, misalnya nikotin, ansietas, nyeri,
posisi pasien, obat-obatan, dan latihan fisik. Keakuratan
pengukuran tekanan darah juga hal yang sering terlupakan. Faktor
yang akurat dalam pengukuran terkanan darah adalah lebar manset
dan posisi lengan. Manset yang terlalu sempit akan menghasilkan
pembacaan tekanan darah yang tinggi palsu, sedangkan jika manset
yang terlalu lebar akan menghasilkan pembacaan tekanan darah
yang rendah palsu. European standart merekomendasikan lebar
manset sebaiknya 40%, dan panjangnya 80-100% dari lingkar
ekstremitas. Posisi lengan harus ditopang pada posisi horizontal
setinggi jantung. Pengaturan posisi yang tidak benar selama
mengukur tekanan darah dapat menyebabkan kesalahan sebesar
10%. Penilaian darah arterial dapat dilihat melalui denyut nadi, dan
tekanan darah. (jevon dan ewens, 2009)
Aliran darah sistemik merupakan pulsasi dari arteri besar dari
siklus aktivitas jantung; ketika darah mencapai sistem kapiler,
aliran akan terus menerus terjadi (laminar). Tekanan rerata turun
sampai dengan kurang dari 20 mmHg didalam vena sistemik yang
besar yang mengembalikan darah ke jantung. Penurunan tekanan
terbesar hampir mencapai 50% terjadi di sepanjang arteriol untuk
memastikan SVR (Systemic Venous Return) dalam batas normal.
MAP merupakan proporsi yang sama dengan SVR x CO.
Hubungan ini berdasarkan analogi dari Hukum Ohm yang dapat
diaplikasikan sebagai berikut :

MAP ≈ SVR x CO

Universitas Sumatera Utara


13

Dari hubungan diatas, hipotensi yang terjadi akan


menghasilkan penurunan dari SVR, CO ataupun keduanya untuk
mempertahankan tekanan darah arterial. Penurunan yang terjadi
baik pada SVR ataupun CO harus dikompensasi dengan
peningkatan yang lainnya. MAP dapat dihitung dengan
menggunakan formula : (Morgan dan Mikail, 2018)

MAP = Tekanan sistolik + 2 (Tekanan Diastol) / 3

Aliran darah serebral tetap dalam keadaan konstan apabila


MAP berada pada rentang 60 sampai dengan 160 mmHg. Jika
MAP tidak berada pada batas ini, aliran darah menjadi tergantung
terhadap tekanan. Tekanan yang mencapai diatas 150-160 mmHg
dapat mengganggu sawar darah otak dan dapat mengakibatkan
edema serebral dan perdarahan intrakranial. (Morgan dan Mikail,
2018)

Gambar 2.1. Kurva Autoregulasi Serebral Normal (Morgan dan Mikail,


2018)

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar 2.2. Faktor Yang Mempengaruhi MAP (Mean Arterial Pressure)

a. Denyut Nadi
- Denyut nadi harus diukur dengan meraba nadi radial pasien.
- Jika Anda tidak dapat mengakses pulsa radial pasien, tempat lain
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
- Nadi radial pasien harus dinilai untuk tingkat, irama dan amplitudo
(kekuatan).
- Denyut nadi harus dihitung selama 30 detik atau lebih (1 menit) jika
ritme tidak teratur.
- Denyut nadi normal untuk orang dewasa adalah 60-100 bpm.
- Denyut nadi harus dihitung ketika pasien sedang beristirahat (saat
istirahat = tidak ada aktivitas fisik selama 20 menit). (Sydney South
West Area Health Service, 2010)

Universitas Sumatera Utara


15

b. Tekanan Darah
- Dewasa Optimal BP harus <130 mmHg sistolik dan <85 mmHg
diastolik.
- Tekanan darah sistolik dewasa (SBP (Systolic Blood Pressure) harus
lebih besar dari 90 mmHg. Jika SBP <90mmHg maka Clinical Sistem
Tanggap Darurat harus diaktifkan.
- Jika SBP > 200 mmHg maka Clinical Sistem Tanggap Darurat harus
diaktifkan.
- Tekanan nadi dewasa normal (perbedaan antara SBP dan Tekanan
Darah Diastolik ) adalah antara 30 - 50 mmHg. (Sydney South West
Area Health Service, 2010)

2.4.5 Penilaian Suhu tubuh


Peningkatan suhu tubuh dapat menimbulkan kehilangan cairan dan
elektrolit. Dehidrasi hipernatremia (peningkatan Natrium) dapat
meningkatkan peningkatan suhu. Penurunan suhu tubuh dapat
diakibatkan oleh hipovolemia, pada kekurangan cairan yang berat,
suhu rektal dapat turun sampai 35 C (Horne dan Swearingen, 2001).
- Suhu yang akan dinilai sesuai dengan kondisi pasien, alasan untuk
masuk atau sesuai pedoman kebijakan lokal / lainnya.
- Suhu dewasa normal adalah antara 36,5 ° dan 37,5 ° C.
- Minimal, suhu yang akan dinilai dua kali sehari. (Sydney South West
Area Health Service, 2010)

2.5. Tekanan Gas Respirasi


Faktor ekstrinsik paling penting yang mempengaruhi aliran
darah serebral merupakan tekanan gas respirasi yaitu PaCO2. Aliran
darah serebral tetap konstan bila PaCO2 berada diangka 20 sampai
dengan 80 mmHg. Aliran darah serebral berubah jika terjadi
perubahan sekitar 1-2 mL/100 g/i per mmHg perubahan pada PaCO2.
Efek ini terjadi secara langsung dan merupakan proses sekunder
terhadap perubahan PH dari cairan serebrospinal dan jaringan otak.

Universitas Sumatera Utara


16

Karena ion tidak dapat menembus sawar darah otak tetapi CO2 bisa
menembus, perubahan akut pada PaCO2 mempengaruhi aliran darah
serebral. (Morgan dan Mikail, 2018)

Gambar 2.3. Hubungan Antara Aliran Darah Serebral Dengan Tekanan Gas
Respirasi Arterial (Morgan dan Mikail, 2018)

2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perfusi Jaringan


2.6.1 Curah Jantung
Curah jantung merupakan jumlah darah yang diejeksikan dari
ventrikel kiri dalam satu menit. Pada saat istirahat, jumlahnya sekitar
5000 ml. Curah jantung diteentukan oleh denyut jantung dan isi
sekuncup. Denyut jantung meliputi aktivitas baroreseptor, efek
bainbridge, pireksia, pusat-pusat yang lebih tinggi, tekanan intrakranial,
kadar oksigen dan karbon dioksida dalam darah. Sekuncup merupakan
jumlah darah yang diejeksikan dari ventrikel kiri dalam satu kontraksi.
Saat istirahat jumlahnya sekitar 70 ml. Isi sekuncup dipengaruhi oleh
denyut jantung, kontraktilitas miokard, preload, dan afterload. (Morgan
dan Mikhail, 2018)
2.6.2 Resistensi perifer
Resistensi perifer adalah resistensi terhadap aliran darah yang
ditentukan oleh tonus susunan otot vaskular dan diameter pembuluh
darah. Otot polos didalam arteriol dikontrol oleh pusat vasomotor di
medulla. Otot ini berada dalam keadaan kontraksi parsial yang

Universitas Sumatera Utara


17

disebabkan oleh aktivitas saraf simpatis secara kontinu. Peningkatan


aktivitas vasomotor menyebabkan vasokontriksi arteriol sehingga terjadi
peningkatan resistensi perifer. Jika curah jantung tetap konstan, maka
tekanan darah akan meningkat, begitu juga sebaliknya, penurunan
aktivitas vasomotor menyebabkan vasodilatasi dan penurunan pada
resistensi perifer. (Morgan dan Mikhail, 2018)

Gambar 2.4. Cardiac Output

2.7. Estimasi Perdarahan


Salah tau hal penting dan sulit dari tugas seorang anestesiolog adalah
untuk melakukan monitoring dan memperkirakan perdarahan yang hilang.
Meskipun perkiraannya mencakup perdarahan yang terjadi di lapangan operasi
maupun perdarahan di surgical drape, akurasi yang baik merupakan hal yang
penting untuk menuntun pada terapi cairan dan pemberian tranfusi darah yang
sesuai.
Hal yang paling sering digunakan untuk menghitung perdarahan
yang hilang yaitu: perhitungan darah di tabung suction dan estimasi visual
terhadap darah yang ada di kasa pembedahan (ukuran 4 x 4 cm) dan handuk
laparotomi. Kasa ukuran 4 x 4 yang basah dengan darah menampung darah

Universitas Sumatera Utara


18

kurang lebih sebanyak 10 mL, selain itu handuk laparotomi yang basah dengan
darah menampung darah sebanyak 100-150 mL. (Morgan dan Mikail,2018)

2.8. Teori pasca bedah


2.8.1 Defenisi
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang
menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka. Sedangkan Pasca pembedahan
adalah: suatu keadaan dimana pasien telah dilakukan setelah
pembedahan, umumnya efek pembedahan masih terasa hingga
beberapa jam setelah pembedahan (Susetyowati, 2010).
Masalah primer dari luaran pembedaan secara umum adalah
kondisi pasien, keahlian, serta performa dari setiap individu ahli
bedah. Beberapa pasien memiliki faktor risiko terhadap anestesi dan
pembedahan pada setiap tindakan operasi. Faktor tersebut adalah
peningkatan BMI (Body Mass Indeks), usia tua, dan adanya
komorbiditas yang terkait dengan luaran yang buruk dan risiko tinggi
untuk terjadi komplikasi. Faktor risiko untuk operasi yang spesifik
juga termasuk, walaupun hal itu secara kebetulan dapat sulit untuk
diidentifikasi sebagai satu faktor kesatuan yang secara konsisten
muncul dalam beberapa serial kasus yang berbeda di tiap senter.
(Copeland, 1991; Amodeo, 1997)

2.8.2 Pengkajian Pasca Bedah


1. Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.
2. Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan napas dan tanda-
tanda vital.
3. Anestetik dan medikasi lain digunakan (misalnya: narkotik,
relaksan otot, dan antibiotik).
4. Segala masalah yang terjadi dalam ruangan operasi yang
mungkin mempengaruhi perawatan pasca bedah.

Universitas Sumatera Utara


19

5. Patologi yang dihadapi (jika: malignansi, apakah pasien atau


keluarga sudah diberitahu)
6. Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan pergantian ciaran.
7. Segala selang, drain, kateter, atau alat bantu pendukung lainnya.
8. Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anestesi
yang akan diberitahu. (Brunner dan Suddarth, 2002)

2.9. Komplikasi Pasca Bedah


Terdapat kebutuhan untuk mendapatkan pemahaman mengenai faktor
yang mempengaruhi luaran dari pembedahan dan luaran dalam pelayanan
kesehatan secara umum. Beberapa studi diseluruh dunia menyarankan bahwa
lebih kurang 10% dari pasien yang dirawat di Rumah Sakit menjadi semakin
sakit, sekitar separuh dari pasien yang dirawat terebut dapat dicegah dengan
pengobatan yang terstandar. Walaupun kebanyakan dari efek samping ini sedikit,
beberapa mengarah kepada cedera yang parah ataupun kematian. Persentase yang
signifikan dari efek samping berhubungan dengan prosedur pembedahan. Dalam
studi yang dilakukan di praktik medis Utah Colorado , insidensi tahunan terhadap
efek samping terhadap pasien yang dirawat dan menjalani pembedahan sebanyak
3%, dimana separuhnya dapat dicegah. Komplikasi terkait teknik pembedahan,
infeksi pada luka operasi, dan perdarahan paska operasi menyebabkan hampir
separuh dari seluruh kejadian efek samping pembedahan. (Thomas, 2001;
Vincent, 2001)
Di Inggris, angka komplikasi pada operasi mayor adalah sebanyak 20-
25% dengan angka mortalitas sebanyak 5-10%. Walaupun demikian, setidaknya
30-50% dari komplikasi mayor yang terjadi pada pasien yang menjalani prosedur
pembedahan umum dapat dihindari. Variasi yang luas pada komplikasi diantara
senter yang berbeda dan ahli bedah yang berbeda dapat membantu terhadap
pandangan ini. Kebanyakan efek samping yang digolongkan pada pembedahan
pada pemeriksaan yang lebih teliti terdapat pada masalah manajemen di ruangan
dibandingkan dengan pelayanan intra operatif. (Gordon,1993; Healey, 2002)
Neale melakukan studi untuk mengidentifikasi infeksi dada, pelayanan
kateter urin yang buruk dari efek samping pembedahan, dan bersamaan dengan

Universitas Sumatera Utara


20

masalah lain yaitu pemberian obat-obatan dan cairan. Kegagalan untuk


membuang kapas, jarum, dan instrumen lain dari daerah pembedahan selama
beberapa tahun ini merupakan masalah mayor di semua lapangan operasi. Kapas
maupun benda asing lainnya yang tertinggal di dalam tubuh dapat menghasilkan
morbiditas bahkan kematian. (Neale,2001; Gawande, 2003)
Komplikasi mayor menurut sistem skoring Surgical Apgar Score, yaitu :
gagal ginjal akut, perdarahan yang memerlukan ≥ unit transfusi darah selama 72
jam paska operasi, henti jantung yang memerlukan RJPO (Resusitasi Jantung Paru
Otak), koma selama 24 jam ataupun lebih, DVT (Deep Vein Thrombosis), syok
sepsis, infark miokard, intubasi yang tidak direncanakan, penggunaan ventilator
selama 48 jam ataupun lebih, pneumonia, emboli paru, stroke, luka operasi yang
terbuka, Surgical Site Infection, sepsis, SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrome), kegagalan graft vaskular, anastomosis yang bocor, kelenjar cystic
yang bocor setelah tindakan cholesystectomy, efusi perikard yang memerlukan
drainase, obstruksi gaster yang memerlukan tindakan operasi ulang, dan kematian.
Gejala lain yang timbul selain yang disebutkan diatas, dikategorikan sebagai
komplikasi minor. (Gawande, 2007)

Universitas Sumatera Utara


21

Tabel 2.4. Komplikasi Mayor (Gawande, 2007)

Gagal ginjal akut Pneumonia


Perdarahan yang memerlukan ≥ unit Emboli paru
transfusi darah selama 72 jam paska
operasi
Henti jantung yang memerlukan RJPO Stroke
(Resusitasi Jantung Paru Otak)
Koma selama 24 jam ataupun lebih Luka operasi yang terbuka
DVT (deep vein thrombosis) Surgical Site Infection
Syok sepsis Sepsis
Infark miokard SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome)
Intubasi yang tidak direncanakan Penggunaan ventilator selama 48 jam
ataupun lebih
Kegagalan graft vaskular Anastomosis yang bocor
Kelenjar cystic yang bocor setelah Efusi perikard yang memerlukan
tindakan cholesystectomy drainase
Obstruksi gaster yang memerlukan Kematian
tindakan operasi ulang

2.9.1 Syok
Syok adalah komplikasi pasca bedah yang paling serius.
Dimaniestasikan dengan tidak memadainya oksigenasi selular serta tidak
mampu untuk mengekskresikan produk sampah metabolisme. Syok yang sering
terjadi pada pasien pasca pembedahan adalah syok hipovolemik dan syok
neurogenik. (Brunner dan Suddarth, 2002)
2.9.2 Hemoragi
Hemoragi dikelompokkan menjadi 3 yaitu: Primer, Intermediari, dan
Sekunder. Hemoragi Primer terjadi pada saat pembedahan. Hemoragi
intermediari terjadi selama beberapa jam setelah pembedahan. Ketikan
kenaikan tekanan darah ketingkat normalnya. Hemoragi sekunder terjadi waktu

Universitas Sumatera Utara


22

setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat
dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi selang drainase.

2.9.3 Trombosis Vena Profunda (TVP)


TVP adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan
superfisial. Komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan
sindrome pascaflebitis.

2.9.4 Embolisme Pulmonal


Suatu embolus adalah benda asing(bekuan darah, udara, lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran tubuh. Bahaya
dari embolisme pulmonal dapat meyebabkan serangan yang mendadak dan
tiba-tiba, nyeri sperti ditusuk-tusuk.

2.9.5 Komplikasi Pernafasan


Komplikasi pernapasan yang mungki timbul adalah hipoksemia yang
mungkin tidak terdeteksi, atelektatis, bronkhitis, bronkhopneumonia,
pneumonia lobaris, kongesti pneumonia hipostatik, pleurisi, dan
superinfeksi.

2.9.6 Retensi Urin


Retensi urin dapat terjadi setelah prosedur pembedahan, namun
retensi yang paling sering terjadi pada bagian rektum, anus, dan vagina
setelah pembedahan pada bagian abdomen bawah. Penyebab terjadinya
retensi diduga adalah spasme springter kandung kemih.

2.9.7 Komplikasi Gastrointestinal


Pembedahan pada traktus gastrointestinal sering kali menganggu
proses fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Komplikasi yang
timbul dari gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tergantung
letak dan luasnya pembedahan.
2.9.8 Psikosis Pasca Bedah.

Universitas Sumatera Utara


23

Psikosis pasca bedah (abnormalitas mental) baik fisiologis


maupun psikologis ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dikenal
sebagai faktor fisik stres kerusakan sistem saraf pusat pasca bedah.
Faktor emosional seperti ketakutan, nyeri dan disorientasi dapat
menunjang depresi pasca pembedahan dan ansietas.

2.9.9 Delirium
Delirium pasca bedah terjadi kadang-kadang pada beberapa
kelompok pasien kelompok pasien. Jenis delirium yang sering terjadi
adalah delirium toksik, terumatik, dan putus alkohol.

2.10. Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit Pada Pra


Pembedahan, Pembedahan, Dan Pasca Pembedahan.
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan
hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari
faktor-faktor pra pembedahan, pembedahan, dan pasca pembedahan.

2.10.1 Faktor Pra Pembedahan


1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat
diperburuk oleh stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker
intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang
tidak normal karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi
eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air
dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

Universitas Sumatera Utara


24

6. Restriksi cairan preoperatif


Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat
meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan
abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

2.10.2 Faktor Saat Pembedahan


1. Induksi anestesi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien
dengan hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi
seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat
operasi)
3. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada
luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
4. Kehilangan darah yang abnormal

2.10.3 Faktor Pasca Pembedahan


1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi.
2. Peningkatan katabolisme jaringan.
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif.
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif.

Universitas Sumatera Utara


25

2.11 Kerangka Konsep

Surgical Apgar Outcome 30 Hari


Score Pasca Pembedahan

Keterangan:

Surgical Apgar :
Variabel Bebas
Score

Outcome 30 Hari
Pasca : Variabel Terikat
Pembedahan

Universitas Sumatera Utara


26

2.12. Kerangka Teori

Mean CBF Gangguan


Artery RBF perfusi ke Komplikasi
Respon Pressure GFR organ vital post operasi
sistem saraf
otonom
(simpatis dan
Tindakan parasimpatis) Pengaruh
anestesi dan terhadap Gangguan
pembedahan Neurohormon stroke
Heart Rate perfusi ke
al Respon volume, organ vital
SVR dan
CO

Gangguan
perfusi ke
Terjadi organ vital
Estimated penurunan DO2
Blood Loss HB terganggu

Universitas Sumatera Utara


27

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian uji observasional single blind
retrospective cohort study untuk melihat penilaian Surgical Apgar Score sebagai
prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi abdomen elektif.
(Notoatmodjo, 2010)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Juli 2019.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Target

Semua pasien yang menjalani operasi elektif.

3.3.2. Populasi Terjangkau

Semua pasien yang menjalani operasi elektif di RSUP H. Adam Malik


Medan dari mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2019.

3.3.3. Sampel Penelitian

Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan


ekslusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus :

𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
n=
𝑑2

Universitas Sumatera Utara


28

Keterangan :

𝑍𝛼 = tingkat kemaknaan  0,05  1,96

P = Proporsi Surgical Apgar Score  0,72 (Gawande,2007)

Q = 1 – P  0,28

D = tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki 0,12

N = besar sampel minimal 54 orang

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel penelitian menggunakan metode total sampling.

3.6. Identifikasi Variabel

3.6.1. Variabel bebas : Surgical Apgar Score

3.6.2. Variabel terikat : Komplikasi Paska Operasi

3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.7.1. Kriteria Inklusi

1. Pasien berusia 18-65 tahun yang menjalani operasi elektif.

2. Pasien yang menjalani operasi abdomen elektif dengan anestesi umum.

3. Pasien dengan PS ASA I – IV.

4. Lama operasi < 4 jam.

3.7.2. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang berusia < 18 tahun ataupun > 65 tahun.

2. Pasien/ keluarga tidak bersedia menjadi sampel.

3. Pasien dengan riwayat penyakit paru, ginjal, dan jantung.

4. Pasien dengan gangguan sistem imun.

Universitas Sumatera Utara


29

5. Pasien yang mendapat terapi obat-obatan imunosupresan.

3.7.3. Kriteria Drop-Out

a. Pasien dalam masa observasi menyatakan mundur dari penelitian/ penarikan


informed consent.

b. Pasien yang meninggal diatas meja operasi

c. Pasien pindah ke rumah sakit luar.

3.8. Cara Penelitian

3.8.1. Penjelasan Kepada Pasien

Penjelasan kepada pasien mengenai tujuan, cara, dan manfaat pemeriksaan


ini dan selanjutnya pada pasien yang akan menjadi sampel terlebih dahulu
menandatangani informed consent.

3.8.2. Pencatatan Data Dasar

Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Ruang Operasi RSUP H.


Adam Malik Medan seperti nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, alamat
nomor telepon, dan pekerjaan.

3.8.3. Alat Dan Bahan Penelitian

a. Lembar observasi pasien

b. Alat tulis

c. Kertas

d. Kalkulator

e. Stetoskop

f. Tabel Surgical Apgar Score

Universitas Sumatera Utara


30

3.8.4. Cara Pemeriksaan

1. Setelah mendapat informed consent dan disetujui oleh komisi etik penelitian
bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Sampel diambil dengan metode total sampling sesuai dengan kriteria inklusi
dan ekslusi dari data rekam medis yang ada di RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Dilakukan pencatatan variabel Surgical Apgar Score.
4. Dilakukan pencatatan terhadap lama rawatan pasien di rumah sakit.
5. Penilaian terhadap komplikasi pasien dilakukan hingga 30 hari paska
pembedahan, apabila pasien berobat jalan ataupun pulang dari rumah sakit < 30
hari paska operasi, maka pasien akan ditanyakan mengenai informasi
kesehatannya via telefon.
6. Setelah semua sampel terkumpul, hasil pengamatan dibandingkan secara
statistik.
7. Penelitian dihentikan apabila subjek penelitian menolak untuk berpartisipasi
lebih lanjut.
3.9. Defenisi Operasional
1. Surgical Apgar Score
Defenisi : skor sederhana yang menggunakan informasi intraoperatif tentang
hemodinamik dan kehilangan darah untuk memprediksi skor morbiditas dan
mortalitas pasca operasi pada skala 0-10 yang dihitung dari tiga parameter yang
dikumpulkan selama prosedur operasi yaitu Detak jantung terendah (HR (Heart
Rate)), tekanan arteri rerata terendah (MAP (Mean Arterial Presure)), perkiraan
kehilangan darah (EBL (Estimated Blood Loss)). Luaran dari sistem skoring
Surgical Apgar Score tersebut kemudian dibagi menjadi tiga grup risiko, yaitu :
tinggi, sedang, dan rendah.
Alat Ukur : Satuan Internasional (HR berapa kali dalam semenit, MAP
milimeter air raksa (mmHg), EBL mili liter)
Cara Ukur : Observasional
Hasil Ukur : Satuan Internasional (HR berapa kali dalam semenit, MAP
milimeter air raksa (mmHg), EBL mili liter)
Skala Ukur : Nominal

Universitas Sumatera Utara


31

Tabel 3.1. Surgical Apgar Score (Gawande, 2007)

Tabel 3.2. Outcome Surgical Apgar Score (Shaikh, 2016)

Grup Risiko SAS


Tinggi 0–4
Sedang 5-7
Rendah 8-10

2. Operasi Elektif adalah Pasien yang menjalani tindakan operasi yang terjadwal
dengan persiapan fisik dan persiapan pemeriksaan lainnya yang sebaik mungkin.
3. Tabel ASA adalah panduan untuk asesmen preoperasi agar dapat memprediksi
angka mortalitas terhadap pasien.
Tabel 3.3. Asesmen Preoperasi (American Society Of Anesthesiologist
Committee, 2014)

4. Monitoring hemodinamik adalah pemantauan terhadap tanda-tanda vital yang


dilakukan selama terus menerus selama pasien menjalani prosedur operasi yang
meliputi: Tekanan darah, denyut nadi, laju nafas, saturasi oksigen (SpO2),

Universitas Sumatera Utara


32

Temperatur, luaran urine, pemberian cairan, pemberian darah, dan perdarahan


yang terjadi selama prosedur operasi.

5. Komplikasi adalah gejala maupun penyakit lain yang dapat terjadi akibat dari
penyakit primer pasien maupun akibat tindakan operasi yang dilakukan.
Komplikasi mayor menurut sistem skoring Surgical Apgar Score, yaitu : gagal
ginjal akut, perdarahan yang memerlukan ≥ unit transfusi darah selama 72 jam
paska operasi, henti jantung yang memerlukan RJPO (Resusitasi Jantung Paru
Otak), koma selama 24 jam ataupun lebih, DVT (Deep Vein Thrombosis), syok
sepsis, infark miokard, intubasi yang tidak direncanakan, penggunaan ventilator
selama 48 jam ataupun lebih, pneumonia, emboli paru, stroke, luka operasi yang
terbuka, Surgical Site Infection, sepsis, SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrome), kegagalan graft vaskular, anastomosis yang bocor, kelenjar cystic
yang bocor setelah tindakan cholesystectomy, efusi perikard yang memerlukan
drainase, obstruksi gaster yang memerlukan tindakan operasi ulang, dan kematian.
Gejala lain yang timbul selain yang disebutkan diatas, dikategorikan sebagai
komplikasi minor.

Universitas Sumatera Utara


33

Tabel 3.4. Komplikasi Mayor (Gawande, 2007)

Gagal ginjal akut Pneumonia


Perdarahan yang memerlukan ≥ 4 unit Emboli paru
transfusi darah selama 72 jam paska
operasi
Henti jantung yang memerlukan RJPO Stroke
(Resusitasi Jantung Paru Otak)
Koma selama 24 jam ataupun lebih Luka operasi yang terbuka
DVT (deep vein thrombosis) Surgical Site Infection
Syok sepsis Sepsis
Infark miokard SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome)
Intubasi yang tidak direncanakan Penggunaan ventilator selama 48 jam
ataupun lebih
Kegagalan graft vaskular Anastomosis yang bocor
Kelenjar cystic yang bocor setelah Efusi perikard yang memerlukan
tindakan cholesystectomy drainase
Obstruksi gaster yang memerlukan Kematian
tindakan operasi ulang

3.10. Analisis Data

a. Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, data tersebut diperiksa dan diolah
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
b. Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai p>0,05 setelah dianalisa dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk.
c. Untuk kemaknaan pada sistem skoring ini terhadap komplikasi digunakan uji
Pearson Correlation, uji Fisher`s Exact, dan uji T Independen.
d. Batas kemaknaan yang diambil p<0.05 dengan interval kepercayaan 95%.

Universitas Sumatera Utara


34

3.11. Kerangka Operasional

Inklusi
Surgical Apgar Score
tinggi
Komplikasi

Populasi Sampel Surgical Apgar Score Analisa


sedang Data

Surgical Apgar Score Tanpa


Eksklusi rendah Komplikasi

Dilakukan penilaian Paska Operasi


Dilakukan Pencatatan Menggunakan Data Dari Rekam Medis Dari Mulai selama 30 hari dari data rekam medis.
Awal Tindakan Anestesi Dan Operasi Sampai Dengan Pasien Selesai
apabila pasien berobat jalan ataupun
Dilakukan Tindakan Operasi Dan Anestesi. Hal Yang Diamati Yaitu:
pulang dari rumah sakit < 30 hari
1. Mean Arterial Pressure Terendah
paska operasi, maka pasien akan
2. Denyut Jantung Terendah ditanyakan mengenai informasi
3. Estimasi Kehilangan Darah kesehatannya via telefon.

Universitas Sumatera Utara


35

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini diikuti oleh 109 orang pasien yang menjalani operasi
abdomen elektif dan telah memenuhi kriteria inklusi. Subyek berjenis kelamin
laki-laki pada penelitian ini berjumlah 20 orang (18,35%) dan subyek berjenis
kelamin perempuan pada penelitian ini berjumlah 89 orang (81,65%). Usia subyek
pada kelompok penelitian ini dengan rerata usia 44,97 tahun. Rerata berat badan
subyek pada kelompok penelitian ini adalah 61,7 kg. Rerata PS ASA subyek pada
kelompok penelitian ini adalah 1,97, serta rerata lama rawatan pada kelompok
penelitian ini sebanyak 23,76 hari.

Tabel 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian


Karakteristik Subyek SAS p
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-Laki 20 (18,35) 1,000a
Perempuan 89 (81,65)
Usia, rerata (SD), tahun 44,97 (12,2) 1,1b
Berat Badan, rerata (SD), kg 61,7 (7,21) 0,69b
Tinggi Badan, rerata (SD), m 1,59 (0,05) 0,051b
Indeks Massa Tubuh, rerata (SD), kg/m2 24,41 (2,69) 0,25b
PS ASA, rerata (SD) 1,97 (0,41) 0,064b
Lama Rawatan, rerata (SD), hari 23,76 (3,11) 1,000a
a
Fisher`s Exact, bShapiro-Wilk

Universitas Sumatera Utara


36

4.2. Distribusi Jenis Kelamin Pada SAS

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah subyek dengan jenis kelamin
laki-laki dengan nilai SAS 0-4 sebanyak 3 orang (15%) dan jenis kelamin
perempuan sebanyak 3 orang (3,37%). Sementara pada kelompok dengan nilai
SAS 5-7 yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (50%) dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 44 orang (49,44%). Pada kelompok dengan nilai
SAS 8-10 yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang (35%) dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 42 orang (47,19%).

Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Pada SAS


Jenis Kelamin
SAS Total p
Perempuan (%) Laki-Laki (%)
0-4 3 (3,37) 3 (15) 6 (5,5) 1,000a
5-7 44 (49,44) 10 (50) 54 (49,55)
8-10 42 (47,19) 7 (35) 49 (44,95)
Total 89 (100) 20 (100) 109 (100)
a
Fisher`s Exact

4.3. Distribusi Jenis Operasi Pada SAS

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah subyek dengan jenis operasi
terbanyak yaitu Laparotomy Surgical Staging + Radical Hysterectomy sebanyak
40 orang (15%). Jenis operasi berikutnya yang juga diikut sertakan dalam
penelitian ini adalah Sectio Caesarea + Hysterectomy sebanyak 17 orang (15,6%).
Diikuti dengan jenis operasi Unilateral Salphyngo Oovorectomy sebanyak 13
orang (11,93%). Pasien yang memiliki nilai SAS rendah dengan risiko tinggi yaitu
pada jenis operasi Laparotomy Surgical Staging + Radical Hysterectomy
sebanyak 2 orang (40%), kemudian pada jenis operasi Total Gastrectomy
sebanyak 1 orang (20%), lalu pada jenis operasi Miomectomy sebanyak 1 orang
(20%), dan pada jenis operasi Colostomy sebanyak 1 orang (20%).

Universitas Sumatera Utara


37

Tabel 4.3. Distribusi Jenis Operasi Pada SAS


Surgical Apgar Score (n = 109)
Jenis Operasi Risiko Risiko Risiko Total
Tinggi Sedang Rendah
Unilateral Salphyngo
0 5 (9,1) 8 (16,33) 13 (11,93)
Oovorectomy
Total Gastrectomy 1 (20) 1 (1,82) 0 2 (1,84)
Sectio Caesarea +
0 4 (7,27) 13 (26,53) 17 (15,6)
Hysterectomy
Reseksi Adenomiosis +
0 1 (1,82) 1 (2,04) 2 (1,84)
Hysterectomy
Relaparotomy Post
Laparotomy Surgical 0 1 (1,82) 0 1 (0,92)
Staging
Laparotomy Surgical
Staging + Radical 2 (40) 25 (45,45) 13 (26,53) 40 (36,7)
Hysterectomy
Open Cholesistectomy 0 3 (5,54) 5 (10,21) 8 (7,34)
Miomectomy 1 (20) 0 2 (4,08) 3 (2,75)
Lower Anterior
0 4 (7,27) 1 (2,04) 5 (4,59)
Resection
Laparatomy Explorasi 0 3 (5,45) 0 3 (2,75)
Hernioraphy
0 0 2 (4,08) 2 (1,84)
Abdominalis
Hepatectomy 0 0 1 (2,04) 1 (0,92)
Colostomy 1 (20) 2 (3,64) 1 (2,04) 4 (3,67)
Anterior Posterior
0 3 (5,45) 0 3 (2,75)
Resection
Anastomosis Ileo Colon 0 3 (5,45) 2 (4,08) 5 (4,59)
Total 5 55 49 109

4.4. Distribusi Komplikasi Paska Operasi

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah subyek dengan jenis kelamin
laki-laki yang terjadi komplikasi sebanyak 4 orang (20%) dan jenis kelamin
perempuan sebanyak 4 orang(4,5%). Sementara subyek tanpa komplikasi yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (80%) dan jenis kelamin perempuan
sebanyak 85 orang (95,5%).

Universitas Sumatera Utara


38

Tabel 4.4. Distribusi Komplikasi Paska Operasi


Jenis Kelamin
Kejadian Total p
Perempuan (%) Laki-Laki (%)
Komplikasi 4 (4,5) 4 (20) 8 (7,34) 1,000a
Tanpa Komplikasi 85 (95,5) 16 (80) 101 (92,66)
Total 89 (100) 20 (100) 109 (100)
a
Fisher`s Exact

4.5. Komplikasi Paska Operasi Yang Dijumpai

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah komplikasi paska operasi
terbanyak yang dijumpai adalah pneumonia sebanyak 6 orang (30%). Pasien yang
menggunakan ventilator > 48 jam sebanyak 3 orang (15%). Pasien dengan
surgical site infection sebanyak 2 orang (10%), diikuti dengan transfusi darah
paska operasi > 4 bag sebanyak 2 orang (10%), dan pasien yang menjalani
tindakan relaparotomi sebanyak 1 orang (5%), diikut dengan pasien yang
mengalami infeksi saluran kemih sebanyak 1 orang (5%). Pasien yang meninggal
pada penelitian ini sebanyak 5 orang (25%).

Tabel 4.5. Komplikasi Paska Operasi Yang Dijumpai

Jenis Kelamin
Total (%)
Komplikasi Paska Operasi Perempuan (%) Laki-Laki (%)
n=8
n=4 n=4

Pneumonia 2 (50) 4 (100) 6 (75)

Surgical Site Infection 1 (25) 1 (25) 2 (25)

Transfusi Darah > 4 Bag 2 (50) 0 2 (25)

Infeksi Saluran Kemih 0 1 (25) 1 (12,5)

Relaparotomi 1 (25) 0 1 (12,5)

Ventilator > 48 jam 1 (25) 2 (50) 3 (37,5)

Meninggal 3 (75) 2 (50) 5 (62,5)

Universitas Sumatera Utara


39

4.6. Perbandingan SAS Dengan Rerata Lama Rawatan

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pasien dengan nilai SAS 0-4 memiliki
rerata lama rawatan sebesar 12,67 hari (3,83), sementara pasien dengan nilai SAS
5-7 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,69 hari (3,12), dan pasien dengan nilai
SAS 8-10 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,4 hari (3,1). Setelah dianalisis
dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen ditemukan perbandingan
yang signifikan antara SAS dengan rerata lama rawatan (p<0,001).

Tabel 4.6. Perbandingan SAS Dengan Rerata Lama Rawatan


SAS (n=109) Lama Rawatan (SD) p
0-4 12,67 (3,83) 0,001ab
5-7 5,69 (3,12)
8-10 5,4 (3,1)
Total 23,76 (3,11)
a b
Pearson Correlation, Uji T Independen

4.7. Perbandingan SAS Dengan Komplikasi Paska Operasi

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pasien yang mengalami komplikasi
paska operasi sebanyak 6 orang dengan SD (0,7) pada kelompok dengan nilai
SAS rendah yaitu 0-4. Sementara pada kelompok dengan nilai SAS 5-7, pasien
yang mengalami komplikasi sebanyak 2 orang dengan SD (0,55) dan kelompok
dengan nilai SAS 8-10 tidak dijumpai komplikasi paska operasi. Setelah dianalisis
dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen ditemukan perbandingan
yang signifikan antara SAS dengan komplikasi paska operasi (p<0,001).

Tabel 4.7. Perbandingan SAS dengan Komplikasi Paska Operasi


SAS (n= 109) Komplikasi (SD) p
0-4 6 (0,7) 0,001ab
5-7 2 (0,55)
8-10 0
a b
Pearson Correlation, Uji T Independen

Universitas Sumatera Utara


40

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan pada rentang waktu Juni 2019 sampai Juli
2019 ini, sebanyak 109 orang pasien yang menjalani operasi abdomen elektif dan
telah memenuhi kriteria inklusi. Subyek berjenis kelamin laki-laki pada penelitian
ini berjumlah 20 orang (18,35%) dan subyek berjenis kelamin perempuan lebih
banyak pada penelitian ini berjumlah 89 orang (81,65%). Usia rerata subyek pada
kelompok penelitian ini adalah 44,97 tahun. Karakteristik rerata berat badan
subyek pada kelompok penelitian ini adalah 61,7 kg. Rerata PS ASA subyek pada
kelompok penelitian ini adalah 1,97, serta rerata lama rawatan pada kelompok
penelitian ini sebanyak 23,76 hari.
Pada penelitian ini dapat dinilai bahwa pasien dengan nilai SAS 0-4
memiliki rerata lama rawatan sebesar 12,67 hari (3,83), sementara pasien dengan
nilai SAS 5-7 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,69 hari (3,12), dan pasien
dengan nilai SAS 8-10 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,4 hari (3,1). Setelah
dianalisis dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen ditemukan
perbandingan yang signifikan antara SAS dengan rerata lama rawatan (p<0,001).
Hasil analisis dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen
didapati perbandingan yang signifikan antara SAS dengan komplikasi paska
operasi (p<0,001). Pasien yang mengalami komplikasi paska operasi sebanyak 6
orang dengan SD (0,7) pada kelompok dengan nilai SAS rendah yaitu 0-4 dan
dijumpai komplikasi pada kelompok dengan nilai SAS 5-7 sebanyak 2 orang
dengan SD (0,55). Sementara pada kelompok dengan nilai SAS 8-10 sebanyak
101 orang tidak dijumpai komplikasi 30 hari paska operasi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gawande (2007) dan Santhosingh (2016) bahwa
nilai SAS yang rendah akan mengarah kepada mortalitas 30 hari paska operasi
yang lebih buruk terhadap pasien dan SAS signifikan dalam memprediksi
morbiditas dan mortalitas paska operasi selama 30 hari.
Dari penelitian ini, jumlah pasien yang tidak mengalami komplikasi
sebanyak 101 orang dengan nilai SAS berkisar 5-7 dan 8-10. Dapat dilihat bahwa

Universitas Sumatera Utara


41

dengan nilai SAS yang tinggi, maka hemodinamik selama operasi dapat dijaga
dalam rentang normal yaitu nilai MAP ≥ 65 mmHg, denyut jantung berkisar
antara 55- 65 x/ menit, dan estimasi kehilangan darah ≤ 100 cc. Sehingga perfusi
ke organ vital seperti jantung, paru, dan otak dapat tetap terjaga. Hal ini sesuai
Menurut Morgan dan Mikail (2018) Aliran darah serebral tetap dalam keadaan
konstan apabila MAP berada pada rentang 60 sampai dengan 160 mmHg. Jika
MAP tidak berada pada batas ini, aliran darah menjadi tergantung terhadap
tekanan. Tekanan yang mencapai diatas 150-160 mmHg dapat mengganggu sawar
darah otak dan dapat mengakibatkan edema serebral, perdarahan intrakranial, dan
gangguan perfusi organ. Selain faktor hemoglobin yang menjaga agar delivery
Oxygen dalam keadaan normal, faktor yang tidak kalah pentingnya sebagai
viskositas darah yaitu hematokrit. Penurunan pada nilai hematokrit menurunkan
viskositas dan dapat mempengaruhi aliran darah otak. Dan juga, penurunan pada
nilai hematokrit juga menurunkan kapasitas pembawa oksigen yang dapat
mengarah kepada penurunan dari delivery oxygen. Kenaikan nilai hematokrit,
dapat meningkatkan viskositas darah dan juga dapat menurunkan aliran darah
otak. Beberapa studi menyarankan angka optimal cerebral oxygen delivery dapat
terjadi bila nilai hematokrit berkisar di angka 30%. Faktor yang berhubungan
dengan denyut jantung yaitu sistem saraf otonom. Menurut Morgan dan Mikail
(2018) denyut jantung yang meningkat akibat rangsangan dari simpatis dapat
menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di otak yang dapat
mempengaruhi aliran darah otak dan menyebabkan pecahnya sel endotel di
pembuluh darah yang dapat menyebabkan komplikasi berupa stroke maupun
vasospasme serebral.
Selain 3 faktor yang disebutkan dalam SAS tersebut, terdapat faktor lain
yang turut berperan dalam menjaga kestabilan hemodinamik dan perfusi organ
maupun jaringan, yaitu kadar PaCO2 yang mungkin juga dalam keadaan normal
pada pasien yang ikut dalam penelitian ini. Menurut Morgan dan Mikail (2018)
Faktor ekstrinsik paling penting yang mempengaruhi aliran darah serebral
merupakan tekanan gas respirasi yaitu PaCO2. Aliran darah serebral tetap konstan
bila PaCO2 berada diangka 20 sampai dengan 80 mmHg. Aliran darah serebral
berubah jika terjadi perubahan sekitar 1-2 mL/100 g/i per mmHg perubahan pada

Universitas Sumatera Utara


42

PaCO2. Efek ini terjadi secara langsung dan merupakan proses sekunder terhadap
perubahan PH dari cairan serebrospinal dan jaringan otak.
Faktor lainnya yang juga ikut berperan dalam menjaga kestabilan
hemodinamik dan perfusi jaringan maupun organ yaitu nilai temperatur pasien
yang ikut serta dalam penelitian ini yang mungkin juga dalam rentang batas
normal. Menurut Morgan dan Mikail (2018) perubahan aliran darah otak terjadi
sebanyak 5% sampai 7% per 1oC perubahan pada temperatur. Keadaan hipotermia
dapat menurunkan Cerebral Metabolic Rate (CMR) dan Cerebral Blood Flow
(CBF), sebaliknya keadaan hipertermia memiliki efek yang sebaliknya.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pasien dengan nilai SAS
yang rendah cenderung akan mengalami komplikasi. Hal ini sesuai dengan
penjelasan dari Marino (2017) bahwa pada pasien dengan nilai MAP yang rendah
(< 50 mmHg) dapat terjadi Vasodilatasi sistemik pada arteri dan vena
menyebabkan berkurangnya preload pada ventrikel (dari venodilatasi) dan
afterload pada ventrikel (dari vasodilatasi arterial). Perubahan pada vaskular juga
menyebabkan meningkatnya produksi dari nitrik oksida (sebuah vasodilator
potent) di dalam sel endotel vaskular. Hal ini nantinya akan menyebabkan cedera
pada endotel vaskular akibat perlengketan neutrofil dan degranulasi yang dapat
menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan dan hipovolemia, yang akan
menyebabkan berkurangnya pengisian jantung akibat venodilatasi. Kemudian
respon imun akan merangsang pengeluaran sitokin proinflamatorik yang nantinya
akan menyebabkan disfungsi jantung (baik disfungsi sistolik maupun diastolik)
walaupun demikian, cardiac output biasanya meningkat karena efek kompensasi
yaitu takikardia dan penurunan afterload. Selain cardiac output yang meningkat,
aliran darah splanchnic juga ikut menurun. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada dinding mukosa usus dan dapat terjadi translokasi dari patogen
dan endotoxin enterik menuju mukosa usus dan sampai ke sirkulasi sistemik dan
kemudian dapat menjadi sumber dari inflamasi sistemik yang progresif. Hal ini
kemudian yang akan menyebabkan sepsis, syok sepsis, dan disfungsi organ. Pada
penelitian ini dapat kita lihat bahwa komplikasi yang terjadi yaitu pneumonia,
surgical site infection, infeksi saluran kemih, dan kematian yang sejalan dengan
penjelasan dari Marino (2017).

Universitas Sumatera Utara


43

Jumlah komplikasi paska operasi terbanyak yang dijumpai adalah


pneumonia sebanyak 6 orang (30%). Hal ini terjadi karena pasien paska operasi
dengan nilai SAS yang rendah memerlukan pemantauan hemodinamik secara
intensif di ruang rawat intensif dengan bantuan ventilator mekanis. Pasien yang
berada di ICU > 72 jam rentan terkena infeksi nosokomial dan juga pasien dengan
alat bantu ventilator mekanis > 72 jam juga rentan terkena Ventilator Associated
Pneumonia (VAP). Hal ini sejalan dengan Marino (2017) yang menyatakan
bahwa setelah rawatan > 48 jam dengan peningkatan kebutuhan FiO 2 harian ≥
20% dan peningkatan nilai minimum Positive End Expiratory Pressure (PEEP)
harian ≥ 3 mmHg, maka pasien didiagnosis menderita VAP. Ataupun Pasien
dengan bantuan ventilator mekanis > 72 jam dengan suhu tubuh ≥ 38 oC atau <
36oC atau leukosit ≥ 12.000/mm3 atau ≤ 4.000/mm3.
Menurut Santoshingh (2016) bahwa terdapat kelemahan hipotesis pada
penggunaan SAS ini. Selama periode intraoperatif, hemodinamik dapat terganggu
akibat intervensi maupun obat anestesi yang diberikan ketika dilakukan induksi
dan intubasi yang berujung pada perubahan perhitungan nilai SAS. Sebagai
contoh, terdapat periode hipotensi sesaat ketika dilakukan induksi anestesi yang
dianggap serupa dengan keadaan hipotensi yang memanjang dan berujung pada
penurunan nilai SAS. Dalam kesempatan lain, periode bradikardi sesaat ketika
induksi anestesi dapat memberikan nilai SAS yang lebih baik. Walaupun
demikian, beberapa studi menyatakan bahwa peningkatan denyut jantung dan
hipotensi yang menetap berkaitan kuat terhadap komplikasi yang buruk apapun
penyebabnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan ditemukan
hubungan yang signifikan pada penggunaan Surgical Apgar Score untuk
memprediksi mortalitas 30 hari paska operasi. Tampak dari hasil penelitian ini
bahwa nilai SAS yang semakin rendah akan mengarah kepada mortalitas yang
lebih buruk terhadap pasien. Surgical Apgar Score (SAS) adalah skor sederhana
yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas 30 hari paska operasi dengan
anestesi umum. Nilai SAS yang rendah dapat membantu para klinisi untuk
menentukan rawatan maupun terapi lanjutan paska operasi yang diperlukan, serta
dapat memprediksi lama rawatan paska operasi.

Universitas Sumatera Utara


44

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada pasien yang menjalani operasi
abdomen elektif dan dihitung nilai Surgical Apgar Score terhadap mortalitas 30
hari paska operasi ini dapat disimpulkan :
1. Terdapat hubungan yang signifikan dari penggunaan Surgical Apgar Score
sebagai prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM) bahwa
semakin rendah nilai SAS yang didapat maka semakain buruk mortalitas pasien
tersebut dengan nilai p <0,001.
2. Terdapat hubungan yang signifikan dari penggunaan Surgical Apgar Score dan
lama rawatan pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM) bahwa nilai SAS yang
rendah berkaitan dengan semakin lama pasien dirawat di rumah sakit dengan nilai
p <0,001.

3. Komplikasi 30 hari paska operasi yang paling banyak dijumpai adalah


pneumonia yaitu sebanyak 6 orang (30%) dengan nilai SAS yang rendah.

4. Surgical Apgar Score (SAS) adalah skor sederhana yang dapat digunakan
sebagai prediktor mortalitas 30 hari paska operasi dengan anestesi umum.

Universitas Sumatera Utara


45

6.2. Saran
1. Penggunaan Surgical Apgar Score dapat direkomendasikan sebagai prediktor
mortalitas pasien yang menjalani operasi elektif .
2. Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya dengan menilai sistem skoring yang
lain terhadap prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi baik yang elektif
maupun emergency.

Universitas Sumatera Utara


46

Daftar Pustaka

American Society of Anesthesiologists Committee: Practice guidelines for


preoperative fasting and the use of pharmacologic agents to reduce the
risk of pulmonary aspiration: Application to healthy patients undergoing
elective procedures: An updated report by the American Society of
Anesthesiologists Committee on Standards and Practice Parameters.
Anesthesiology 2014.

Amodeo A, Galletti L, Marianeschi S, et al. Extracardiac Fontan operation for


complex cardiac anomalies: seven years experience. J Thorac
Cardiovasc Surg. 1997;114:1020–1031.

Brunner dan Suddarth. Buku Ajak keperawatan Medikal Bedah (2002). (Alih
Bahasa Rini, M.A). Jakarta:EGC.

Copeland GP, Jones D, Walters M. POSSUM: a scoring system for surgical audit.
Br J Surg. 1991;78:355–360.

Erniody, dkk. Pemantauan Hemodinamik Invasif, Semiinvasif atau NonInvasif


(2012). Jakarta: Rumah Sakit Husada.

Gawande A, Studdert DM, Orav EJ, et al. Risk factors for retained instruments
and sponges after surgery. N Engl J Med. 2003;348:229–235.

Gawande Atul A., Kwan Mary R., Regenbogen Scott E., et al. An Apgar Score For
Surgery. J Am Coll Surg 2007; 204;201-208.

Gordon NLM, Dawson AA, Bennet B, et al. Outcome in colorectal


adenocarcinoma: two seven year studies of a population. BMJ. 1993;
307:707–710.

Haddow JB,et. all. Use of the surgical Apgar score to guide postoperative care : Ann R
Coll Surg Engl 2014; 96: 352–358.

Healey MA, Shackford SR, Osler TM, et al. Complications in surgical patients.
Arch Surg. 2002;137:611–618.

Universitas Sumatera Utara


47

Jevon. P dan Ewens. B.. Pemantauan Pasien Kritis edisi kedua (2009). Ciracas,
Jakarta:EMS.

Marino Paul L. Marino`s The Little ICU Book Second Edition 2017. United
States, New york :Wolters Kluwer.

Morgan And Mikhail. Clinical Anesthesiology 2018. United States: McGraw-Hill.

Neale G, Woloshynowych M, Vincent CA. Exploring the causes of adverse events


in NHS hospital practice. J R Soc Med. 2001;94:322–330.

Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan 2010. Jakarta: Rineka Cipta.

Santos Stewart S., M.D, et.al. Validation of the Surgical APGAR Score Among Patients
Undergoing Major Surgery at the Chinese General Hospital ; PJSS Vol. 66,
No. 2, April-June, 2011.

Santoshingh S. R., Sathyakrishna B. R. Surgical Apgar Score-A Simple Prognostic Tool


In Surgery. International Journal Of Scientific Studies 2016; Vol. 4; Issue 4.

Shaikh S.U., Akhter Md. Jawet. Surgical Apgar Score, Predictor Of Post-Emergency
Abdominal Surgery Outcome. Journal Of Surgery 2016; Volume 12; Issue 4;
142-145.

Thomas EJ, Brennan T. Erro rs and adverse events in medicine: an overview. In:
Vincent CA, ed. Clinical Risk Management. Enhancing Patient Safety.
London: BMJ Publications; 2001:31–44.

Vincent C, Moorthy K, Sarker SK. Systems approaches to surgical quality and safety:
from concept to measurement. Ann Surg 2004; 239: 475-82.

Vincent C, Neale G, Woloshynowych M. Adverse events in British hospitals:


preliminary retrospective record review. BMJ. 2001;322:517–519.

Universitas Sumatera Utara


48

Lampiran 1

Riwayat Hidup Peneliti

Nama : dr. Muhammad Aripandi Wira

NIM : 167041026

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan/ 08 Juli 1992

Pekerjaan : Dokter Umum

Agama : Islam

Alamat : Jl. Karya Kasih Komp. Palem Indah Johor No. F 5

Nama Ayah : Alm. Ir. Abdul Hakim Mohar

Nama Ibu : Susilawaty

Status : Menikah

Nama Istri : dr. Cut Ananda

Nama Putri : Nadhifa Fazzura Wira

Riwayat Pendidikan

1997 – 2003 : SD Swasta Letjen S. Parman Medan

2003 – 2005 : SMP Swasta Al – Azhar Medan

2005 – 2008 : SMA Negeri 2 Medan

2008 – 2014 : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2017 – Sekarang : PPDS Anestesiologi Dan Terapi Intensif FK USU Medan

Riwayat Pekerjaan

2016 – 2017 : Dokter Internsip

Universitas Sumatera Utara


49

Lampiran 2

JADWAL TAHAPAN PELAKSANAAN PENELITIAN

No. Tahapan Penelitian Rencana


1. Bimbingan Penelitian Februari-April 2019
2. Seminar Proposal Mei 2019
3. Perbaikan Proposal Mei 2019
4. Komisi Etika Penelitian Mei 2019
5. Pengumpulan Data Juni 2019-Juli 2019
6. Pengolahan Dan Analisa Data Juli 2019
7. Bimbingan Penyusunan Laporan Juli 2019
8. Seminar Hasil Juli 2019
9. Perbaikan Laporan Seminar Hasil Juli 2019

Tahapan Penelitian TAHUN 2019


Februari Maret April Mei Juni Juli
Bimbingan Penelitian
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Komisi Etika Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan Dan Analisa Data
Bimbingan Penyusunan Laporan
Seminar Hasil
Perbaikan Laporan Seminar Hasil

Universitas Sumatera Utara


50

Lampiran 3

RM.2.11/IC.SPenelitian/20...
NRM :
Nama :
JenisKelamian :
Tgl. Lahir :

RSUP H. Adam Malik- FK USU

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


(FORMULIR INFORMED CONSENT)
Peneliti Utama : dr. Muhammad Aripandi Wira
Pemberi Informasi : dr. Muhammad Aripandi Wira

Penerima Informasi :

Nama Subyek :

Tanggal Lahir (umur) :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Telp (Hp) :


JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI
(diisi dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat
awam)
1 Judul Penelitian Hubungan Penilaian Surgical Apgar Score Sebagai
Prediktor Mortalitas Pasien Yang Menjalani Operasi
Abdomen Elektif Di RSUP Haji Adam Malik Medan
2 Tujuan Untuk Mengetahui Kemaknaan penilaian Surgical Apgar
penelitian
Score sebagai prediktor mortalitas pasien yang menjalani
operasi abdomen elektif di RSUP H. Adam Malik Medan.
3 Cara & Prosedur 1. Setelah mendapat informed consent dan disetujui
Penelitian
oleh komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Sampel diambil dengan metode total sampling sesuai
dengan kriteria inklusi dan ekslusi dari data rekam
medis yang ada di RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Dilakukan pencatatan variabel Surgical Apgar Score.

Universitas Sumatera Utara


51

4. Dilakukan pencatatan terhadap lama rawatan pasien


di rumah sakit.
5. Penilaian terhadap komplikasi pasien dilakukan
hingga 30 hari paska pembedahan, apabila pasien
berobat jalan ataupun pulang dari rumah sakit < 30
hari paska operasi, maka pasien akan ditanyakan
mengenai informasi kesehatannya via telefon.
6. Setelah semua sampel terkumpul, hasil pengamatan
dibandingkan secara statistik.
7. Penelitian dihentikan apabila subjek penelitian
menolak untuk berpartisipasi lebih lanjut.

4 Jumlah Subyek 54 sampel


5 Waktu Juli 2019
Penelitian
6 Manfaat a. Untuk Mengetahui Kemaknaan penggunaan Surgical
penelitian
Apgar Score dan untuk mengetahui prognosis pasien
termasuk
manfaat bagi yang menjalani operasi abdomen elektif di RSUP H.
subyek
Adam Malik Medan.
b. Untuk Mengetahui komplikasi yang terjadi paska
operasi dengan penggunaan Surgical Apgar Score
pada pasien yang menjalani operasi abdomen elektif
di RSUP H. Adam Malik Medan.
c. Untuk Mengetahui lama rawatan paska operasi
dengan penggunaan Surgical Apgar Score pada
pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di
RSUP H. Adam Malik Medan.

7 Risiko & efek Pengambilan data berasal dari rekam medis.


samping dalam
penelitian
8 Ketidak Pengumpulan data tidak menimbulkan ketidaknyamanan.
nyamanan
subyek
penelitian
9 Perlindungan Penelitian ini tidak melibatkan anak-anak, ibu hamil, dan
Subjek Rentan pasien dengan penurunan kesadaran.

10 Kompensasi bila Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal hal yang

Universitas Sumatera Utara


52

terjadi efek berbahaya bagi pasien.


samping
11 Alternatif Tidak ada intervensi yang dilakukan
Penanganan bila
ada
12 Penjagaan Semua data yang terkumpul dijamin kerahasiaannya.
kerahasiaan
Data
13 Biaya Yang Penelitian tidak membebankan subyek dan semua biaya
ditanggung oleh ditanggung oleh peneliti
subyek
14 Insentif bagi Makan ditanggung oleh peneliti
subyek

15 Nama & alamat dr. Muhammad Aripandi Wira (082165605804)


peneliti serta Jl. Karya Kasih Kompleks Palem Indah Johor No. F5
nomor telepon
yang bisa
dihubungi

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh : dr. Muhammad Aripandi Wira dengan judul : Penilaian Surgical Apgar
Score Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Yang Menjalani Operasi Abdomen Elektif Di
RSUP Haji Adam Malik Medan, informasi tersebut sudah saya pahami dengan baik.

Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di
atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu waktu saya merasa
dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan persetujuan ini.

---------------------------------------------- --------------------------------
-----------
Nama dan Tanda Tangan Subyek Tanggal

----------------------------------------------
Nama dan Tanda Tangan Peneliti

Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan
kesadaran, mengalami gangguan jiwa dan berusia dibawah 18 tahun.
Inisial subyek ……

Universitas Sumatera Utara


53

No. Urut :
Lampiran 4
DATA PENELITIAN
PENILAIAN SURGICAL APGAR SCORE SEBAGAI PREDIKTOR
MORTALITAS PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ABDOMEN
ELEKTIF DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

LEMBAR OBSERVASI
Identitas
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Suku/ Agama :
Diagnosis :
Tindakan :
PS ASA :
No. MR :
Berat Badan :
Tinggi Badan :

Keadaan Pra-Operasi :
Tekanan Darah : mmHg
Denyut Jantung : x/i
Laju Nafas : x/i

Universitas Sumatera Utara


54

Keadaan Durante-Operasi :
TABEL SURGICAL APGAR SCORE

Jumlah Skor :

TABEL RISIKO SURGICAL APGAR SCORE


Grup Risiko SAS
Tinggi 0–4
Sedang 5-7
Rendah 8-10

Risiko :

Universitas Sumatera Utara


55

Keadaan Paska-Operasi :
TABEL FOLLOW UP TERHADAP PASIEN PER HARI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

A. Gagal ginjal akut L. Pneumonia


B. Perdarahan yang memerlukan ≥ 4 M. Emboli paru
unit transfusi darah selama 72 jam
paska operasi
C. Henti jantung yang memerlukan N. Stroke
RJPO (Resusitasi Jantung Paru Otak)
D. Koma selama 24 jam ataupun lebih O. Luka operasi yang terbuka
E. DVT (deep vein thrombosis) P. Surgical Site Infection
F. Syok sepsis Q. Sepsis
G. Infark miokard R. SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome)
H. Intubasi yang tidak direncanakan S. Penggunaan ventilator selama 48
jam ataupun lebih
I. Kegagalan graft vaskular T. Anastomosis yang bocor
J. Kelenjar cystic yang bocor setelah U. Efusi perikard yang memerlukan
tindakan cholesystectomy drainase
K. Obstruksi gaster yang memerlukan V. Kematian
tindakan operasi ulang

Universitas Sumatera Utara


56

Lampiran 5

ETHICAL CLEARANCE

Universitas Sumatera Utara


57

Lampiran 6

IZIN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


58

Lampiran 7

ANGGARAN DANA

Taksasi dana yang dibayarkan selama penelitian:

1. Bahan dan peralatan penelitian

Pengadaan Literatur Rp. 600.000,00


Biaya Komite Etik USU Rp. 250.000,00
Biaya Ijin Penelitian di RSUP HAM Rp. 300.000,00
Honor Dosen Pembimbing Statistik Rp. 1.000.000,00
Total Rp. 2.150.000,00

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai