TESIS MAGISTER
Oleh:
MUHAMMAD ARIPANDI WIRA
NIM :
167041026
TESIS MAGISTER
Oleh:
Muhammad Aripandi Wira
Pembimbing I:
dr. Luwih Bisono, SpAn, KAR
Pembimbing II:
dr. Bastian Lubis, M. Ked (An), SpAn, KIC
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati dengan
memanjatkan puji syukur serta doa saya sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kepada saya akal, hikmat dan
pemikiran sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini, yang saya persembahkan
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Magister dalam bidang
Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif di Fakultas kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang saya cintai dan banggakan.
Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaian bahasa. Meskipun demikian,
saya berharap dan besar keinginan saya agar kiranya tulisan ini dapat memberi
manfaat dan menambah khasanah serta perbendaharaan dalam penelitian di bidang
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/
RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya tentang “Hubungan Penilaian Surgical Apgar
Score Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Yang Menjalani Operasi Abdomen Elektif Di RSUP
Haji Adam Malik Medan “.
Dengan berakhirnya penulisan tesis ini, maka pada kesempatan ini pula,
ijinkan saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi
– tingginya kepada yang terhormat: Dr. Luwih Bisono, SpAn, KIC, KAR dan Dr.
Bastian Lubis, M.Ked (An), SpAn, KIC. Atas kesediaannya sebagai pembimbing
penelitian saya ini, Sukamto, SKM, M.Kes sebagai pembimbing statistik, yang
walaupun di tengah kesibukannya masih dapat meluangkan waktu dan dengan penuh
perhatian serta kesabaran, memberikan bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat
bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Runtung
Sitepu, SH., M.Hum, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara DR.
ii
iii
iv
vi
vii
viii
ix
xi
xii
Kata Kunci : Surgical Apgar Score, Estimasi Kehilangan Darah, Mean Arterial
Pressure, Denyut Jantung
xiii
Introduction : Gawande starting to develop scoring system for surgery that can be
use to assess patient condition during intraoperative. SAS calculated based on
intraoperative parameters lowest MAP, lowest HR, and estimated blood loss.
Method : This study is using retrospective cohort in Adam Malik Hospital, Medan.
Patient who undergo an abdominal surgery elective with general anesthesia were
included in this study.
Result : A total of 109 patients studied, age ranged from 18 to 65 years. SAS was
significantly associated to predict 30 days mortality post operative (p<0,001).
Complications noted in 6 patients with SAS score 0 to 4 and 2 patients with SAS
score 5 to 7.
Conclusion : Surgical Apgar Score (SAS) is a simple tool that can be use for
assessing 30 days predictive mortality post operative patient with general anesthesia.
Keywords : Surgical Apgar Score, Estimated Blood Loss, Mean Arterial Pressure,
Heart Rate
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Hipotesis
Dijumpai nilai signifikan pada penilaian Surgical Apgar Score sebagai
prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi abdomen elektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dalam model mortalitas, sifat subyektif dan penilaian yang tidak konsisten antara
penyedia membuatnya kurang ideal untuk melakukan perhitungan risiko pasca
operasi berbasis bukti. POSSUM, APACHE, dan SAPS dan turunannya nanti
(Portsmouth POSSUM, POSSUM kolorektal, APACHE II dan III, dan SAPS II)
adalah algoritma prediksi yang lebih akurat dan objektif, tetapi tidak semua
variabel yang dibutuhkan mudah dan konsisten dapat dicapai dalam suatu operasi
pengaturan ruangan, menjadikannya lebih praktis dalam peran awalnya yang
dimaksudkan sebagai alat audit perawatan kritis daripada alat prediksi. (Stewart,
2011)
SAS karena ketersediaannya dalam waktu nyata, sederhana, tidak mahal
yang dikumpulkan di rumah sakit mana pun, dan dapat segera digunakan untuk
keputusan klinis telah menjadikannya alat yang ampuh untuk peningkatan
keselamatan yang luas dalam operasi. SAS menyediakan "Snapshot" yang tersedia
tentang bagaimana operasi berjalan dengan menilai kondisi pasien setelah operasi
dari 0 (menunjukkan kehilangan banyak darah, hipotensi, dan peningkatan detak
jantung atau asistol) sampai 10 (menunjukkan kehilangan darah minimal, tekanan
darah normal , dan detak jantung yang secara fisiologis rendah ke normal).
(Gawande, 2007)
a
Score adalah jumlah poin dari setiap kategori
b
Kejadian bradiaritmia yang patologis, termasuk sinus arrest, blok
atrioventrikular, asistol juga mendapat poin 0 untuk lowest heart rate
awal syok septik. Perbedaan antara denyut sentral dan denyut distal
meungkin disebabkan oleh penurunan curah jantung dan juga suhu
sekitarnya yang dingin. Pematauan EKG merupakan metode
noninvasif yang sangat berharga dan memantau denyut jantung
secara kontinu. Pemantauan ini dapat memberikan informasi kepada
praktisi terhadap tanda-tanda awal penurunan curah jantung.
(Morgan dan Mikhail, 2018)
MAP ≈ SVR x CO
a. Denyut Nadi
- Denyut nadi harus diukur dengan meraba nadi radial pasien.
- Jika Anda tidak dapat mengakses pulsa radial pasien, tempat lain
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
- Nadi radial pasien harus dinilai untuk tingkat, irama dan amplitudo
(kekuatan).
- Denyut nadi harus dihitung selama 30 detik atau lebih (1 menit) jika
ritme tidak teratur.
- Denyut nadi normal untuk orang dewasa adalah 60-100 bpm.
- Denyut nadi harus dihitung ketika pasien sedang beristirahat (saat
istirahat = tidak ada aktivitas fisik selama 20 menit). (Sydney South
West Area Health Service, 2010)
b. Tekanan Darah
- Dewasa Optimal BP harus <130 mmHg sistolik dan <85 mmHg
diastolik.
- Tekanan darah sistolik dewasa (SBP (Systolic Blood Pressure) harus
lebih besar dari 90 mmHg. Jika SBP <90mmHg maka Clinical Sistem
Tanggap Darurat harus diaktifkan.
- Jika SBP > 200 mmHg maka Clinical Sistem Tanggap Darurat harus
diaktifkan.
- Tekanan nadi dewasa normal (perbedaan antara SBP dan Tekanan
Darah Diastolik ) adalah antara 30 - 50 mmHg. (Sydney South West
Area Health Service, 2010)
Karena ion tidak dapat menembus sawar darah otak tetapi CO2 bisa
menembus, perubahan akut pada PaCO2 mempengaruhi aliran darah
serebral. (Morgan dan Mikail, 2018)
Gambar 2.3. Hubungan Antara Aliran Darah Serebral Dengan Tekanan Gas
Respirasi Arterial (Morgan dan Mikail, 2018)
kurang lebih sebanyak 10 mL, selain itu handuk laparotomi yang basah dengan
darah menampung darah sebanyak 100-150 mL. (Morgan dan Mikail,2018)
2.9.1 Syok
Syok adalah komplikasi pasca bedah yang paling serius.
Dimaniestasikan dengan tidak memadainya oksigenasi selular serta tidak
mampu untuk mengekskresikan produk sampah metabolisme. Syok yang sering
terjadi pada pasien pasca pembedahan adalah syok hipovolemik dan syok
neurogenik. (Brunner dan Suddarth, 2002)
2.9.2 Hemoragi
Hemoragi dikelompokkan menjadi 3 yaitu: Primer, Intermediari, dan
Sekunder. Hemoragi Primer terjadi pada saat pembedahan. Hemoragi
intermediari terjadi selama beberapa jam setelah pembedahan. Ketikan
kenaikan tekanan darah ketingkat normalnya. Hemoragi sekunder terjadi waktu
setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat
dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi selang drainase.
2.9.9 Delirium
Delirium pasca bedah terjadi kadang-kadang pada beberapa
kelompok pasien kelompok pasien. Jenis delirium yang sering terjadi
adalah delirium toksik, terumatik, dan putus alkohol.
Keterangan:
Surgical Apgar :
Variabel Bebas
Score
Outcome 30 Hari
Pasca : Variabel Terikat
Pembedahan
Gangguan
perfusi ke
Terjadi organ vital
Estimated penurunan DO2
Blood Loss HB terganggu
BAB 3
METODE PENELITIAN
𝑍𝛼 2 𝑃𝑄
n=
𝑑2
Keterangan :
Q = 1 – P 0,28
b. Alat tulis
c. Kertas
d. Kalkulator
e. Stetoskop
1. Setelah mendapat informed consent dan disetujui oleh komisi etik penelitian
bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Sampel diambil dengan metode total sampling sesuai dengan kriteria inklusi
dan ekslusi dari data rekam medis yang ada di RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Dilakukan pencatatan variabel Surgical Apgar Score.
4. Dilakukan pencatatan terhadap lama rawatan pasien di rumah sakit.
5. Penilaian terhadap komplikasi pasien dilakukan hingga 30 hari paska
pembedahan, apabila pasien berobat jalan ataupun pulang dari rumah sakit < 30
hari paska operasi, maka pasien akan ditanyakan mengenai informasi
kesehatannya via telefon.
6. Setelah semua sampel terkumpul, hasil pengamatan dibandingkan secara
statistik.
7. Penelitian dihentikan apabila subjek penelitian menolak untuk berpartisipasi
lebih lanjut.
3.9. Defenisi Operasional
1. Surgical Apgar Score
Defenisi : skor sederhana yang menggunakan informasi intraoperatif tentang
hemodinamik dan kehilangan darah untuk memprediksi skor morbiditas dan
mortalitas pasca operasi pada skala 0-10 yang dihitung dari tiga parameter yang
dikumpulkan selama prosedur operasi yaitu Detak jantung terendah (HR (Heart
Rate)), tekanan arteri rerata terendah (MAP (Mean Arterial Presure)), perkiraan
kehilangan darah (EBL (Estimated Blood Loss)). Luaran dari sistem skoring
Surgical Apgar Score tersebut kemudian dibagi menjadi tiga grup risiko, yaitu :
tinggi, sedang, dan rendah.
Alat Ukur : Satuan Internasional (HR berapa kali dalam semenit, MAP
milimeter air raksa (mmHg), EBL mili liter)
Cara Ukur : Observasional
Hasil Ukur : Satuan Internasional (HR berapa kali dalam semenit, MAP
milimeter air raksa (mmHg), EBL mili liter)
Skala Ukur : Nominal
2. Operasi Elektif adalah Pasien yang menjalani tindakan operasi yang terjadwal
dengan persiapan fisik dan persiapan pemeriksaan lainnya yang sebaik mungkin.
3. Tabel ASA adalah panduan untuk asesmen preoperasi agar dapat memprediksi
angka mortalitas terhadap pasien.
Tabel 3.3. Asesmen Preoperasi (American Society Of Anesthesiologist
Committee, 2014)
5. Komplikasi adalah gejala maupun penyakit lain yang dapat terjadi akibat dari
penyakit primer pasien maupun akibat tindakan operasi yang dilakukan.
Komplikasi mayor menurut sistem skoring Surgical Apgar Score, yaitu : gagal
ginjal akut, perdarahan yang memerlukan ≥ unit transfusi darah selama 72 jam
paska operasi, henti jantung yang memerlukan RJPO (Resusitasi Jantung Paru
Otak), koma selama 24 jam ataupun lebih, DVT (Deep Vein Thrombosis), syok
sepsis, infark miokard, intubasi yang tidak direncanakan, penggunaan ventilator
selama 48 jam ataupun lebih, pneumonia, emboli paru, stroke, luka operasi yang
terbuka, Surgical Site Infection, sepsis, SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrome), kegagalan graft vaskular, anastomosis yang bocor, kelenjar cystic
yang bocor setelah tindakan cholesystectomy, efusi perikard yang memerlukan
drainase, obstruksi gaster yang memerlukan tindakan operasi ulang, dan kematian.
Gejala lain yang timbul selain yang disebutkan diatas, dikategorikan sebagai
komplikasi minor.
a. Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, data tersebut diperiksa dan diolah
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
b. Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai p>0,05 setelah dianalisa dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk.
c. Untuk kemaknaan pada sistem skoring ini terhadap komplikasi digunakan uji
Pearson Correlation, uji Fisher`s Exact, dan uji T Independen.
d. Batas kemaknaan yang diambil p<0.05 dengan interval kepercayaan 95%.
Inklusi
Surgical Apgar Score
tinggi
Komplikasi
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini diikuti oleh 109 orang pasien yang menjalani operasi
abdomen elektif dan telah memenuhi kriteria inklusi. Subyek berjenis kelamin
laki-laki pada penelitian ini berjumlah 20 orang (18,35%) dan subyek berjenis
kelamin perempuan pada penelitian ini berjumlah 89 orang (81,65%). Usia subyek
pada kelompok penelitian ini dengan rerata usia 44,97 tahun. Rerata berat badan
subyek pada kelompok penelitian ini adalah 61,7 kg. Rerata PS ASA subyek pada
kelompok penelitian ini adalah 1,97, serta rerata lama rawatan pada kelompok
penelitian ini sebanyak 23,76 hari.
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah subyek dengan jenis kelamin
laki-laki dengan nilai SAS 0-4 sebanyak 3 orang (15%) dan jenis kelamin
perempuan sebanyak 3 orang (3,37%). Sementara pada kelompok dengan nilai
SAS 5-7 yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (50%) dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 44 orang (49,44%). Pada kelompok dengan nilai
SAS 8-10 yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang (35%) dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 42 orang (47,19%).
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah subyek dengan jenis operasi
terbanyak yaitu Laparotomy Surgical Staging + Radical Hysterectomy sebanyak
40 orang (15%). Jenis operasi berikutnya yang juga diikut sertakan dalam
penelitian ini adalah Sectio Caesarea + Hysterectomy sebanyak 17 orang (15,6%).
Diikuti dengan jenis operasi Unilateral Salphyngo Oovorectomy sebanyak 13
orang (11,93%). Pasien yang memiliki nilai SAS rendah dengan risiko tinggi yaitu
pada jenis operasi Laparotomy Surgical Staging + Radical Hysterectomy
sebanyak 2 orang (40%), kemudian pada jenis operasi Total Gastrectomy
sebanyak 1 orang (20%), lalu pada jenis operasi Miomectomy sebanyak 1 orang
(20%), dan pada jenis operasi Colostomy sebanyak 1 orang (20%).
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah subyek dengan jenis kelamin
laki-laki yang terjadi komplikasi sebanyak 4 orang (20%) dan jenis kelamin
perempuan sebanyak 4 orang(4,5%). Sementara subyek tanpa komplikasi yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (80%) dan jenis kelamin perempuan
sebanyak 85 orang (95,5%).
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah komplikasi paska operasi
terbanyak yang dijumpai adalah pneumonia sebanyak 6 orang (30%). Pasien yang
menggunakan ventilator > 48 jam sebanyak 3 orang (15%). Pasien dengan
surgical site infection sebanyak 2 orang (10%), diikuti dengan transfusi darah
paska operasi > 4 bag sebanyak 2 orang (10%), dan pasien yang menjalani
tindakan relaparotomi sebanyak 1 orang (5%), diikut dengan pasien yang
mengalami infeksi saluran kemih sebanyak 1 orang (5%). Pasien yang meninggal
pada penelitian ini sebanyak 5 orang (25%).
Jenis Kelamin
Total (%)
Komplikasi Paska Operasi Perempuan (%) Laki-Laki (%)
n=8
n=4 n=4
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pasien dengan nilai SAS 0-4 memiliki
rerata lama rawatan sebesar 12,67 hari (3,83), sementara pasien dengan nilai SAS
5-7 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,69 hari (3,12), dan pasien dengan nilai
SAS 8-10 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,4 hari (3,1). Setelah dianalisis
dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen ditemukan perbandingan
yang signifikan antara SAS dengan rerata lama rawatan (p<0,001).
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pasien yang mengalami komplikasi
paska operasi sebanyak 6 orang dengan SD (0,7) pada kelompok dengan nilai
SAS rendah yaitu 0-4. Sementara pada kelompok dengan nilai SAS 5-7, pasien
yang mengalami komplikasi sebanyak 2 orang dengan SD (0,55) dan kelompok
dengan nilai SAS 8-10 tidak dijumpai komplikasi paska operasi. Setelah dianalisis
dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen ditemukan perbandingan
yang signifikan antara SAS dengan komplikasi paska operasi (p<0,001).
BAB 5
PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan pada rentang waktu Juni 2019 sampai Juli
2019 ini, sebanyak 109 orang pasien yang menjalani operasi abdomen elektif dan
telah memenuhi kriteria inklusi. Subyek berjenis kelamin laki-laki pada penelitian
ini berjumlah 20 orang (18,35%) dan subyek berjenis kelamin perempuan lebih
banyak pada penelitian ini berjumlah 89 orang (81,65%). Usia rerata subyek pada
kelompok penelitian ini adalah 44,97 tahun. Karakteristik rerata berat badan
subyek pada kelompok penelitian ini adalah 61,7 kg. Rerata PS ASA subyek pada
kelompok penelitian ini adalah 1,97, serta rerata lama rawatan pada kelompok
penelitian ini sebanyak 23,76 hari.
Pada penelitian ini dapat dinilai bahwa pasien dengan nilai SAS 0-4
memiliki rerata lama rawatan sebesar 12,67 hari (3,83), sementara pasien dengan
nilai SAS 5-7 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,69 hari (3,12), dan pasien
dengan nilai SAS 8-10 hari memiliki lama rawatan sebesar 5,4 hari (3,1). Setelah
dianalisis dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen ditemukan
perbandingan yang signifikan antara SAS dengan rerata lama rawatan (p<0,001).
Hasil analisis dengan uji Pearson Correlation dan uji T Independen
didapati perbandingan yang signifikan antara SAS dengan komplikasi paska
operasi (p<0,001). Pasien yang mengalami komplikasi paska operasi sebanyak 6
orang dengan SD (0,7) pada kelompok dengan nilai SAS rendah yaitu 0-4 dan
dijumpai komplikasi pada kelompok dengan nilai SAS 5-7 sebanyak 2 orang
dengan SD (0,55). Sementara pada kelompok dengan nilai SAS 8-10 sebanyak
101 orang tidak dijumpai komplikasi 30 hari paska operasi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gawande (2007) dan Santhosingh (2016) bahwa
nilai SAS yang rendah akan mengarah kepada mortalitas 30 hari paska operasi
yang lebih buruk terhadap pasien dan SAS signifikan dalam memprediksi
morbiditas dan mortalitas paska operasi selama 30 hari.
Dari penelitian ini, jumlah pasien yang tidak mengalami komplikasi
sebanyak 101 orang dengan nilai SAS berkisar 5-7 dan 8-10. Dapat dilihat bahwa
dengan nilai SAS yang tinggi, maka hemodinamik selama operasi dapat dijaga
dalam rentang normal yaitu nilai MAP ≥ 65 mmHg, denyut jantung berkisar
antara 55- 65 x/ menit, dan estimasi kehilangan darah ≤ 100 cc. Sehingga perfusi
ke organ vital seperti jantung, paru, dan otak dapat tetap terjaga. Hal ini sesuai
Menurut Morgan dan Mikail (2018) Aliran darah serebral tetap dalam keadaan
konstan apabila MAP berada pada rentang 60 sampai dengan 160 mmHg. Jika
MAP tidak berada pada batas ini, aliran darah menjadi tergantung terhadap
tekanan. Tekanan yang mencapai diatas 150-160 mmHg dapat mengganggu sawar
darah otak dan dapat mengakibatkan edema serebral, perdarahan intrakranial, dan
gangguan perfusi organ. Selain faktor hemoglobin yang menjaga agar delivery
Oxygen dalam keadaan normal, faktor yang tidak kalah pentingnya sebagai
viskositas darah yaitu hematokrit. Penurunan pada nilai hematokrit menurunkan
viskositas dan dapat mempengaruhi aliran darah otak. Dan juga, penurunan pada
nilai hematokrit juga menurunkan kapasitas pembawa oksigen yang dapat
mengarah kepada penurunan dari delivery oxygen. Kenaikan nilai hematokrit,
dapat meningkatkan viskositas darah dan juga dapat menurunkan aliran darah
otak. Beberapa studi menyarankan angka optimal cerebral oxygen delivery dapat
terjadi bila nilai hematokrit berkisar di angka 30%. Faktor yang berhubungan
dengan denyut jantung yaitu sistem saraf otonom. Menurut Morgan dan Mikail
(2018) denyut jantung yang meningkat akibat rangsangan dari simpatis dapat
menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di otak yang dapat
mempengaruhi aliran darah otak dan menyebabkan pecahnya sel endotel di
pembuluh darah yang dapat menyebabkan komplikasi berupa stroke maupun
vasospasme serebral.
Selain 3 faktor yang disebutkan dalam SAS tersebut, terdapat faktor lain
yang turut berperan dalam menjaga kestabilan hemodinamik dan perfusi organ
maupun jaringan, yaitu kadar PaCO2 yang mungkin juga dalam keadaan normal
pada pasien yang ikut dalam penelitian ini. Menurut Morgan dan Mikail (2018)
Faktor ekstrinsik paling penting yang mempengaruhi aliran darah serebral
merupakan tekanan gas respirasi yaitu PaCO2. Aliran darah serebral tetap konstan
bila PaCO2 berada diangka 20 sampai dengan 80 mmHg. Aliran darah serebral
berubah jika terjadi perubahan sekitar 1-2 mL/100 g/i per mmHg perubahan pada
PaCO2. Efek ini terjadi secara langsung dan merupakan proses sekunder terhadap
perubahan PH dari cairan serebrospinal dan jaringan otak.
Faktor lainnya yang juga ikut berperan dalam menjaga kestabilan
hemodinamik dan perfusi jaringan maupun organ yaitu nilai temperatur pasien
yang ikut serta dalam penelitian ini yang mungkin juga dalam rentang batas
normal. Menurut Morgan dan Mikail (2018) perubahan aliran darah otak terjadi
sebanyak 5% sampai 7% per 1oC perubahan pada temperatur. Keadaan hipotermia
dapat menurunkan Cerebral Metabolic Rate (CMR) dan Cerebral Blood Flow
(CBF), sebaliknya keadaan hipertermia memiliki efek yang sebaliknya.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pasien dengan nilai SAS
yang rendah cenderung akan mengalami komplikasi. Hal ini sesuai dengan
penjelasan dari Marino (2017) bahwa pada pasien dengan nilai MAP yang rendah
(< 50 mmHg) dapat terjadi Vasodilatasi sistemik pada arteri dan vena
menyebabkan berkurangnya preload pada ventrikel (dari venodilatasi) dan
afterload pada ventrikel (dari vasodilatasi arterial). Perubahan pada vaskular juga
menyebabkan meningkatnya produksi dari nitrik oksida (sebuah vasodilator
potent) di dalam sel endotel vaskular. Hal ini nantinya akan menyebabkan cedera
pada endotel vaskular akibat perlengketan neutrofil dan degranulasi yang dapat
menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan dan hipovolemia, yang akan
menyebabkan berkurangnya pengisian jantung akibat venodilatasi. Kemudian
respon imun akan merangsang pengeluaran sitokin proinflamatorik yang nantinya
akan menyebabkan disfungsi jantung (baik disfungsi sistolik maupun diastolik)
walaupun demikian, cardiac output biasanya meningkat karena efek kompensasi
yaitu takikardia dan penurunan afterload. Selain cardiac output yang meningkat,
aliran darah splanchnic juga ikut menurun. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada dinding mukosa usus dan dapat terjadi translokasi dari patogen
dan endotoxin enterik menuju mukosa usus dan sampai ke sirkulasi sistemik dan
kemudian dapat menjadi sumber dari inflamasi sistemik yang progresif. Hal ini
kemudian yang akan menyebabkan sepsis, syok sepsis, dan disfungsi organ. Pada
penelitian ini dapat kita lihat bahwa komplikasi yang terjadi yaitu pneumonia,
surgical site infection, infeksi saluran kemih, dan kematian yang sejalan dengan
penjelasan dari Marino (2017).
BAB 6
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada pasien yang menjalani operasi
abdomen elektif dan dihitung nilai Surgical Apgar Score terhadap mortalitas 30
hari paska operasi ini dapat disimpulkan :
1. Terdapat hubungan yang signifikan dari penggunaan Surgical Apgar Score
sebagai prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM) bahwa
semakin rendah nilai SAS yang didapat maka semakain buruk mortalitas pasien
tersebut dengan nilai p <0,001.
2. Terdapat hubungan yang signifikan dari penggunaan Surgical Apgar Score dan
lama rawatan pasien yang menjalani operasi abdomen elektif di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM) bahwa nilai SAS yang
rendah berkaitan dengan semakin lama pasien dirawat di rumah sakit dengan nilai
p <0,001.
4. Surgical Apgar Score (SAS) adalah skor sederhana yang dapat digunakan
sebagai prediktor mortalitas 30 hari paska operasi dengan anestesi umum.
6.2. Saran
1. Penggunaan Surgical Apgar Score dapat direkomendasikan sebagai prediktor
mortalitas pasien yang menjalani operasi elektif .
2. Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya dengan menilai sistem skoring yang
lain terhadap prediktor mortalitas pasien yang menjalani operasi baik yang elektif
maupun emergency.
Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. Buku Ajak keperawatan Medikal Bedah (2002). (Alih
Bahasa Rini, M.A). Jakarta:EGC.
Copeland GP, Jones D, Walters M. POSSUM: a scoring system for surgical audit.
Br J Surg. 1991;78:355–360.
Gawande A, Studdert DM, Orav EJ, et al. Risk factors for retained instruments
and sponges after surgery. N Engl J Med. 2003;348:229–235.
Gawande Atul A., Kwan Mary R., Regenbogen Scott E., et al. An Apgar Score For
Surgery. J Am Coll Surg 2007; 204;201-208.
Haddow JB,et. all. Use of the surgical Apgar score to guide postoperative care : Ann R
Coll Surg Engl 2014; 96: 352–358.
Healey MA, Shackford SR, Osler TM, et al. Complications in surgical patients.
Arch Surg. 2002;137:611–618.
Jevon. P dan Ewens. B.. Pemantauan Pasien Kritis edisi kedua (2009). Ciracas,
Jakarta:EMS.
Marino Paul L. Marino`s The Little ICU Book Second Edition 2017. United
States, New york :Wolters Kluwer.
Santos Stewart S., M.D, et.al. Validation of the Surgical APGAR Score Among Patients
Undergoing Major Surgery at the Chinese General Hospital ; PJSS Vol. 66,
No. 2, April-June, 2011.
Shaikh S.U., Akhter Md. Jawet. Surgical Apgar Score, Predictor Of Post-Emergency
Abdominal Surgery Outcome. Journal Of Surgery 2016; Volume 12; Issue 4;
142-145.
Thomas EJ, Brennan T. Erro rs and adverse events in medicine: an overview. In:
Vincent CA, ed. Clinical Risk Management. Enhancing Patient Safety.
London: BMJ Publications; 2001:31–44.
Vincent C, Moorthy K, Sarker SK. Systems approaches to surgical quality and safety:
from concept to measurement. Ann Surg 2004; 239: 475-82.
Lampiran 1
NIM : 167041026
Agama : Islam
Status : Menikah
Riwayat Pendidikan
Riwayat Pekerjaan
Lampiran 2
Lampiran 3
RM.2.11/IC.SPenelitian/20...
NRM :
Nama :
JenisKelamian :
Tgl. Lahir :
Penerima Informasi :
Nama Subyek :
Jenis Kelamin :
Alamat :
10 Kompensasi bila Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal hal yang
Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh : dr. Muhammad Aripandi Wira dengan judul : Penilaian Surgical Apgar
Score Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Yang Menjalani Operasi Abdomen Elektif Di
RSUP Haji Adam Malik Medan, informasi tersebut sudah saya pahami dengan baik.
Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di
atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu waktu saya merasa
dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan persetujuan ini.
---------------------------------------------- --------------------------------
-----------
Nama dan Tanda Tangan Subyek Tanggal
----------------------------------------------
Nama dan Tanda Tangan Peneliti
Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan
kesadaran, mengalami gangguan jiwa dan berusia dibawah 18 tahun.
Inisial subyek ……
No. Urut :
Lampiran 4
DATA PENELITIAN
PENILAIAN SURGICAL APGAR SCORE SEBAGAI PREDIKTOR
MORTALITAS PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ABDOMEN
ELEKTIF DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
LEMBAR OBSERVASI
Identitas
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Suku/ Agama :
Diagnosis :
Tindakan :
PS ASA :
No. MR :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Keadaan Pra-Operasi :
Tekanan Darah : mmHg
Denyut Jantung : x/i
Laju Nafas : x/i
Keadaan Durante-Operasi :
TABEL SURGICAL APGAR SCORE
Jumlah Skor :
Risiko :
Keadaan Paska-Operasi :
TABEL FOLLOW UP TERHADAP PASIEN PER HARI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Lampiran 5
ETHICAL CLEARANCE
Lampiran 6
IZIN PENELITIAN
Lampiran 7
ANGGARAN DANA