TESIS
2011
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Anestesiologi dan Terapi
Intensif/M.Ked pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2011
Menyetujui
PEMBIMBING I : PEMBIMBING II :
Dr.Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC Dr.Akhyar H Nst, SpAn, KAKV
NIP: 19510423197021003 NIP. 196007011987021002
MENGETAHUI
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada Tanggal : 10 Oktober 2011
NIP. 195208261981021001
NIP. 1951071219810310002
3. dr.Yutu Solihat
NIP. 195808111987111001
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas ridho, rahmat dan
karunia– Nya kepada saya sehingga dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
serta menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam
penyelesaian pendidikan keahlian dibidang Anestesiologi dan Terapi Intensif . Shalawat dan
salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-nya
Radhiallahu’anhum ajma’in yang telah membawa perubahan dari zaman kejahiliyahan ke
zaman berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
Dengan penuh rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr.
Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC sebagai ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK USU/RSUP H Adam Malik Medan. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga
saya sampaikan kepada dr. Hasanul Arifin, SpAn. KAP. KIC sebagai Ketua Program Studi
Anestesiologi dan Terapi Intensif dan pembimbing I saya, Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn.
KNA sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, dr. Akhyar
Hamonangan Nasution, SpAn. KAKV sebagai Sekretaris Program Studi dan sebagai
pembimbing II.
Kepada dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes sebagai pembimbing statistik yang banyak
membantu dalam penelitian ini khususnya dalam hal metodologi penelitian dan analisa
statistik.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK USU terutama kepada dr .Jalaluddin A.Chalil, dr. Ahmad Rusdy Nasution, dr.
Muhammad Arsad, dr. Rahmad Dhani, dr. cut meliza Zainumi, dr. Dewi Yusmeliasari, dr.
Rika Dhanu, dr. Ester Lantika Silaen, dr. John Frans Sitepu dan dr. Dony Siregar atas kerja
sama dan bantuan serta dorongannya selama ini. Terima kasih kepada teman-teman residen
Ilmu Kebidanan dan Kandungan , Ilmu bedah, THT, Penyakit Mata dan bidang ilmu
kedokteran lainnya yang banyak berhubungan dengan bidang Anestesiologi dan Terapi
Intensif. Terima kasih kepada rekan-rekan kerja perawat dan penata Anestesiologi, perawat
ICU dan perawat lainnya yang banyak berhubungan dengan kami. Terima kasih juga kepada
seluruh pasien dan keluarganya sebagai “guru” kedua kami dalam menempuh pendidikan
spesialis ini.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua saya, ayahanda Surya Putra
Sani, S.E. BSc. dan ibunda tercinta, Dharmawaty, terhadap kasih sayangnya tidak
berkesudahan, pengorbanannya tidak terkira, jerih payahnya tidak terbalaskan serta adik saya
tersayang dr.Maesyara Adinda Sari untuk doa dan semangatnya. Terima kasih kepada
kekasihku tercinta, Cindy Ayuningtias Sitompul atas pengorbanannya, kesabarannya dan
kesetiaannya. Terima kasih kepada dr.Nazrin Bey Sitompul, Sp.PD dan Ibu Rosella Sabar
Prawira, SE untuk dukungannya selama ini. Terima kasih kepada Dr.Yuris Danilwan, SE,
Msi dan Hj. Linda Yarnita untuk bantuan serta dorongannya dalam menempuh pendidikan
spesialis ini.
LAMPIRAN .......................................................................................................... vi
BAB 1 ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
BAB 2 .................................................................................................................... 6
2.11 Hetastarch..................................................................................................... 15
BAB 3 .................................................................................................................... 34
BAB 4 .................................................................................................................... 41
PENELITIAN ............................................................................................ 42
PENELITIAN ............................................................................................ 43
BAB 5 ..................................................................................................................... 52
BAB 6 ...................................................................................................................... 55
Tabel 4.1 Karakteristik Umum Sampel Penelitian pada Kedua Kelompok .... 41
Tabel 4.5.2 Tekanan darah sistolik rerata pada kedua kelompok .................... 45
Tabel 4.5.3 Tekanan darah diastolik rerata pada kedua kelompok .................... 46
Tabel 4.5.4 Tekanan darah arteri rerata (MAP) pada kedua kelompok .............. 47
Latar belakang dan tujuan : Penggunaan anestesi spinal pada ibu hamil yang akan
menjalani seksio sesaria selalu menimbulkan gejolak hemodinamik dalam hal ini perubahan
tekanan darah sistolik, diastolik, Mean Arterial Pressure (MAP), dan laju nadi. Penelitian ini
menggunakan metode tersamar tunggal, acakterkontrol, dengan tujuan untukmengetahui
efektifitas pemberian ko-loading cairan koloid dalam mencegah hipotensi dibandingkan ko-
loading kristaloid pada pasien-pasien yang menjalani section caesaria dengan spinal anestesi.
Metode: Setelahmendapatkanpersetujuandarikomiteetika,empat
puluhduapasienASA1atau2menjalaniprosedurseksio sesariasecara
acakdialokasikanuntukmenerimacairan ko-loading koloid (kelompok A) dosis 10ml/kg BB
dan ko-loading kristaloid (kelompok B) dosis 30ml/kg BB. Selanjutnya diukurtekanan darah
sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan laju nadi pasiendicatatsetelah spinal anestesi menit
ke-1, ke-5, ke-10 dan ke-15.
Hasil :Tekanan darah sistolik kelompok A terjadi penurunan yang bermakna dimana
diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan <0,05. Pada menit ke-0menuju menit ke-1 terjadi
penurunan rata-rata yang bermakna 5,5 mmHg (4,4%) dan pada kelompok B, terjadi
penurunan yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi penurunan
rata-rata 9,0 mmHg (7,4%). Tekanan darah diastolik kelompok A tidak terdapat perbedaan
yang bermakna dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan >0,05 tetapi pada kelompok
B, terjadi penurunan yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi
penurunan rata-rata 8 mmHg (10,8%). Pada Tekanan Arteri Rerata (MAP) terjadi penurunan
yang bermakna pada kedua kelompok, dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan
<0,05. Pada menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi penurunan rata-rata 4,7 mmHg
(4,9%).Demikian juga Tekanan Arteri Rerata (MAP) pada kelompok B, terjadi penurunan
yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju menit ke- 1 terjadi penurunan rata-rata 8,4
mmHg (9,4%).Perubahan dinamis laju nadi rata-rata terjadi peningkatan yang tidak bermakna
pada kelompok A, dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan >0,05. Demikian juga
pada kelompok B, terjadi peningkatan yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju
menit ke-1 terjadi peningkatan rata-rata 8,3 mmHg (10,1%).Kejadian hipotensi setelah
anestesi spinal didapati jumlah sampel yang mengalami hipotensi pada kelompok B dari
menit ke-1 sampai menit ke-10 dengan nilai uji chi square diperoleh hasil p > 0,05 yang
berarti tidak ada perbedaan bermakna di antara kedua kelompok.
Background and purpose: The use of spinal anesthesia in pregnant women who will
undergo seksio sesaria always caused hemodynamic changes in systolic blood pressure,
Diastolic, Mean Arterial Pressure (MAP), and heart rate. This research used a single-blind,
randomized, controlled, in order to determine the effectiveness of co-loading colloid in
preventing hypotension compared to co-loading crystalloid in patients undergoing spinal
anesthesia with caesarian section.
Methods: After obtaining approval from the ethics commitee, forty-two patients ASA 1 or 2
undergo seksio sesaria procedure were randomly allocated to received co-loading of colloid
(group A) dose 10ml/kg and co-loading of crystalloid dose 30ml/kg BB. Subsequently
measured systolic blood pressure, diastolic, mean arterial pressure and pulse rate were
recorded after spinal anesthesia patients minute to-1, the 5th, 10th and 15th.
Results: Systolic blood pressure decreased in group A where the significant values obtained
for the paired t test p <0.05. At minute 0 to minute-to-1 decrease significantly the average 5.5
mmHg (4.4%) and in group B, there was a significant reduction (p <0.05). At minute 0 to
minute-to-1 decrease on average 9.0 mmHg (7.4%). Diastolic blood pressure in group A there
was no significant difference in which values obtained for the paired t test p> 0.05 but in
group B, there was a significant reduction (p <0.05). At minute 0 to minute-to-1 decrease an
average of 8 mmHg (10.8%). On the Mean Arterial Pressure (MAP) occurred to a significant
reduction in both groups, where the values obtained for the paired t test p <0.05. At minute 0
to minute-to-1 decrease an average of 4.7 mmHg (4.9%). Likewise Average Arterial Pressure
(MAP) in group B, there was a significant reduction (p <0.05). At minute 0 to minute-to-1
decrease on average 8.4 mmHg (9.4%). Dynamically changes the pulse rate of the average
non-significant increase in group A, where the obtained values for paired t test p>
0.05.Similarly in group B, there was a significant increase (p <0.05). At minute 0 to minute-
to-1 increased on average 8.3 mmHg (10.1%).Incidence of hypotension after spinal anesthesia
was found to have hypotension number in group B from minute 1 to minute 10 by the chi square test
p>0,05, which means no significant difference between the two groups.
xv
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Penggunaan anestesi spinal pada ibu hamil yang akan
menjalani seksio sesaria selalu menimbulkan gejolak hemodinamik dalam hal ini perubahan
tekanan darah sistolik, diastolik, Mean Arterial Pressure (MAP), dan laju nadi. Penelitian ini
menggunakan metode tersamar tunggal, acakterkontrol, dengan tujuan untukmengetahui
efektifitas pemberian ko-loading cairan koloid dalam mencegah hipotensi dibandingkan ko-
loading kristaloid pada pasien-pasien yang menjalani section caesaria dengan spinal anestesi.
Metode: Setelahmendapatkanpersetujuandarikomiteetika,empat
puluhduapasienASA1atau2menjalaniprosedurseksio sesariasecara
acakdialokasikanuntukmenerimacairan ko-loading koloid (kelompok A) dosis 10ml/kg BB
dan ko-loading kristaloid (kelompok B) dosis 30ml/kg BB. Selanjutnya diukurtekanan darah
sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan laju nadi pasiendicatatsetelah spinal anestesi menit
ke-1, ke-5, ke-10 dan ke-15.
Hasil :Tekanan darah sistolik kelompok A terjadi penurunan yang bermakna dimana
diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan <0,05. Pada menit ke-0menuju menit ke-1 terjadi
penurunan rata-rata yang bermakna 5,5 mmHg (4,4%) dan pada kelompok B, terjadi
penurunan yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi penurunan
rata-rata 9,0 mmHg (7,4%). Tekanan darah diastolik kelompok A tidak terdapat perbedaan
yang bermakna dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan >0,05 tetapi pada kelompok
B, terjadi penurunan yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi
penurunan rata-rata 8 mmHg (10,8%). Pada Tekanan Arteri Rerata (MAP) terjadi penurunan
yang bermakna pada kedua kelompok, dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan
<0,05. Pada menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi penurunan rata-rata 4,7 mmHg
(4,9%).Demikian juga Tekanan Arteri Rerata (MAP) pada kelompok B, terjadi penurunan
yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju menit ke- 1 terjadi penurunan rata-rata 8,4
mmHg (9,4%).Perubahan dinamis laju nadi rata-rata terjadi peningkatan yang tidak bermakna
pada kelompok A, dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan >0,05. Demikian juga
pada kelompok B, terjadi peningkatan yang bermakna (p<0,05). Pada menit ke-0 menuju
menit ke-1 terjadi peningkatan rata-rata 8,3 mmHg (10,1%).Kejadian hipotensi setelah
anestesi spinal didapati jumlah sampel yang mengalami hipotensi pada kelompok B dari
menit ke-1 sampai menit ke-10 dengan nilai uji chi square diperoleh hasil p > 0,05 yang
berarti tidak ada perbedaan bermakna di antara kedua kelompok.
Background and purpose: The use of spinal anesthesia in pregnant women who will
undergo seksio sesaria always caused hemodynamic changes in systolic blood pressure,
Diastolic, Mean Arterial Pressure (MAP), and heart rate. This research used a single-blind,
randomized, controlled, in order to determine the effectiveness of co-loading colloid in
preventing hypotension compared to co-loading crystalloid in patients undergoing spinal
anesthesia with caesarian section.
Methods: After obtaining approval from the ethics commitee, forty-two patients ASA 1 or 2
undergo seksio sesaria procedure were randomly allocated to received co-loading of colloid
(group A) dose 10ml/kg and co-loading of crystalloid dose 30ml/kg BB. Subsequently
measured systolic blood pressure, diastolic, mean arterial pressure and pulse rate were
recorded after spinal anesthesia patients minute to-1, the 5th, 10th and 15th.
Results: Systolic blood pressure decreased in group A where the significant values obtained
for the paired t test p <0.05. At minute 0 to minute-to-1 decrease significantly the average 5.5
mmHg (4.4%) and in group B, there was a significant reduction (p <0.05). At minute 0 to
minute-to-1 decrease on average 9.0 mmHg (7.4%). Diastolic blood pressure in group A there
was no significant difference in which values obtained for the paired t test p> 0.05 but in
group B, there was a significant reduction (p <0.05). At minute 0 to minute-to-1 decrease an
average of 8 mmHg (10.8%). On the Mean Arterial Pressure (MAP) occurred to a significant
reduction in both groups, where the values obtained for the paired t test p <0.05. At minute 0
to minute-to-1 decrease an average of 4.7 mmHg (4.9%). Likewise Average Arterial Pressure
(MAP) in group B, there was a significant reduction (p <0.05). At minute 0 to minute-to-1
decrease on average 8.4 mmHg (9.4%). Dynamically changes the pulse rate of the average
non-significant increase in group A, where the obtained values for paired t test p>
0.05.Similarly in group B, there was a significant increase (p <0.05). At minute 0 to minute-
to-1 increased on average 8.3 mmHg (10.1%).Incidence of hypotension after spinal anesthesia
was found to have hypotension number in group B from minute 1 to minute 10 by the chi square test
p>0,05, which means no significant difference between the two groups.
xv
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan anestesi
lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan menentukan
jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
dari masing-masing tindakannya tersebut.1 Operasi obstetri dan ginekologi di Rumah Sakit
Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010, sekitar 22% pasien dilakukan dengan anestesi
umum dan 78% dilakukan dengan anestesi regional.
Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok perifer.
Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi, obstetri dan anggota
tubuh bagian bawah operasi abdomen bagian bawah. Spinal anestesi, diperkenalkan oleh Bier
Agustus 1898, adalah teknik regional pertama utama dalam praktek klinis. Operasi seksio
sesariamemerlukananestesiyang efektifyaitu regional(epidural atautulang belakang)
atauanestesiumum. Denganepiduralanestesi, obat anestesiyangdimasukkan kedalamruangdi
sekitartulang belakangibu, sedangkandenganspinal anestesi yaitu obat anestesi
disuntikkansebagaidosistunggalke dalamtulang belakangibu. Denganduajenisanestesiregional
ini ibuterjagadalam proses persalinan, tetapi mati rasadari pinggang kebawah.
Dengananestesiumum, ibutidak sadardalam prosespersalinandan obat anestesi yang
digunakan dapat mempengaruhiseluruh tubuhnya serta bayi yang akan dilahirkan.1,2
Resiko utama yang berhubungan dengan anestesi umum adalah permasalahan pada
jalan nafas. Resiko yang signifikan terjadi adalah aspirasi dari isi saluran pencernaan dan
hanya 30 ml dari cairan aspirasi tersebut yang menyebabkan sindroma Mendelson. Intubasi
menjadi lebih sulit dibandingkan dari pada pasien-pasien yang tidak hamil, terutama pada ibu
yang gemuk. Permasalahan lainnya adalah leher pendek dan oedem laring.1
Komplikasi yang paling umum ditemui dengan anestesi spinal adalah hipotensi, yang
disebabkan blokade sistem saraf simpatik. Akibatnya, penurunan resistensi vaskuler sistemik
dan perifer terjadi penurunan cardiac output. Dalam beberapa kasus, efek kardiovaskular
dapat bermanifestasi sebagai hipotensi mendalam & bradikardia. Hipotensi merupakan
masalah yang serius yang terjadi dalam spinal anestesi pada operasi seksio sesaria, dengan
insiden yang dilaporkan dari literatur hampir di atas 83%. Selama 25 tahun, pergeseran uterus
ke kiri dengan manipulasi mengganjal panggul dan pengisian cairan sebelum dilakukannya
spinal anestesi merupakan beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipotensi.2,3
Teoh dkk. (2009) meneliti bahwa 15ml/kg BB HES 130/0,4 yang digunakan sebagai
preload secara signifikan meningkatkan curah jantung 5 menit pertama setelah spinal anestesi
pada seksio sesaria dibandingkan sebagai ko-loading.5
Siddik-sayid dkk (2009) juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam kejadian
hipotensi pada wanita yang menerima preloading koloid dibandingkan dengan ko-loading
koloid pada saat dilakukan tindakan anestesi.12
Dari latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk
merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.3 HIPOTESIS
TINJAUAN PUSTAKA
Semua sel dan jaringan tubuh mausia terendam dalam cairan yang komposisinya
mirip dengan air laut, yang mencerminkan awal evolusi manusia. Agar fungsi sel berlangsung
normal komposisi cairan harus relatif konstan. Komposisi cairan tersebut terdiri dari air dan
zat terlarut baik yang termasuk elektrolit ataupun yang non elektrolit dimana keduanya
saling berhubungan dan saling menyeimbangkan.
Cairan dalam tubuh manusia terbagi manjadi cairan intraselular dan ekstraselular, dan
cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial dan intravaskular. Semua pembagian ini
pada prinsipnya saling menyeimbangkan. Jika tubuh melewati batas kompensasinya maka
diperlukan sejumlah besar cairan intravena untuk mengkoreksi kekurangan cairan. Jika
kompensasi ini tidak terjadi atau tidak adanya penanganan yang adekuat maka akan
berdampak perfusi ke jaringan akan terganggu bahkan akan mengakibatkan kematian
jaringan.
Osmosis adalah proses pergerakan dari air yang melewati membran semipermeabel
yang disebabakan oleh perbedaan konsentrasi. Proses pergerakan air ini dari yang konsentrasi
rendah ke konsentrasi tinggi. Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh
partikel-partikel zat terlarut didalamnya. Tekanan osmotik tergantung dari jumlah zat yang
tak terlarut didalamnya. Satu osmol sama dengan satu mol pada zat yang tidak dapat
dipisahkan. Perbedaan 1 mili osmol per liter antara dua larutan menghasilkan tekanan
osmotik sebesar 19,3 mmHg. Osmolaritas dari larutan adalah sama dengan jumlah osmol per
Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air bersifat pelarut bagi semua
yang terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah persentase dari berat air
dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut kelamin, umur, dan kandungan
lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60% dari berat seorang pria dan sekitar 50% dari berat
badan wanita.1 Berikut ini adalah tabel persentase air (TBW) berdasarkan umur;
Dewasa
Jaringan lemak pada dasarnya bebas air. Oleh karena itu jika dibandingkan dengan
orang gemuk dengan kurus maka orang gemuk memiliki TBW yang relaif kecil. Jaringan
otot memiliki kandungan air yang tinggi. Maka jika wanita dibandingkan dengan pria, akan
ditemukan bahwa TBW pria lebih besar karena sedikit jaringan lemak dan banyaknya masa
otot.9
Air didistribusikan antara dua kompartemen yang dipisahkan oleh membran sel. Pada
orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau 2/3 dari TBWnya berada di cairan intrasel
atau intracellular fluid (ICF) dan sisanya 1/3 dari TBW atau 20% berada cairan ekstra sel
atau extraxellular fluid (ECF). Cairan ekstrasel terbagi lagi kedalam kompartemen cairan
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non elektrolit. Non
elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terlarut dan tidak bermuatan lisrtrik yang terdiri dari
protein, urea, glukosa, oksigen, kardondioksida dan asam-asam organik. Garam yang terurai
didalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel bermuatan disebut ion atau elektrolit.
Elektrolit tubuh terdiri dari natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+),
klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-) dan sulfat (SO42-). Ion yang bermuatan
posisitf disebut kation dan yang bermuatan negatif disebut anion9.
Dibawah ini adalah tabel komposisi elektrolit yang mengisi masing-masing kompartemen.
Extracellular
Magnesium 24.3 50 2 2
Bicarbonate 61.0 10 24 28
Phosphorus 31.01 75 2 2
Protein (g/dL) 16 7 2
Membran sel bagian luar memegang peranan penting dalam mengatur volume dan
komposisi intraselular. Pompa membran-bound ATP-dependent akan mempertukarkan Na
dengan K dengan perbandingan 3:2. Oleh karena membran sel relativ tidak permeable
tehadap ion Na dan ion K, oleh karenanya potasium akan dikonsentrasikan di dalam sel
sedangkan ion sodium akan dikonsentrasiksn di ekstra sel. Potasium adalah kation utama ICF
dan anion utamanya adalah fosfat. Akibatnya, potasium menjadi faktor dominant yang
menentukan tekanan osmotik intraselular, sedangkan sodium merupakan faktor terpenting
yang menentukan tekanan osmotik ekstraselular.6,9
Fungsi dasar dari cairan ekstraselular adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan
memindahkan hasil metabolismenya. Keseimbangan antara volume ektrasel yang normal
terutama komponen sirkulasi (volume intravaskular)adalah hal yang sangat penting. Oleh
sebab itu secara kuantitatif sodium merupakan kation ekstraselular terpenting dan merupakan
faktor utama dalam menentukan tekanan osmotik dan volume sedangkan anion utamanya
adalah klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-). Perubahan dalam volume cairan ekstraselular
berhubungan dengan perubahan jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung dari
sodium yang masuk, ekskeri sodium renal dan hilangnya sodium ekstra renal.6,9
Normalnya sebagian kecil cairan interstisial dalam bentuk cairan bebas. Sebagian
besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan proteoglikan ekstraselular membentuk
gel. Pada umumnya tekanan cairan interstisial adalah negatif ( kira-kira -5 mmHg). Bila
terjadi peningkatan volume cairan iterstisial maka tekanan interstisial juga akan meningkat
dan kadang-kadang menjadi positif. Pada saat hal ini terjadi, cairan bebas dalam gel akan
meningkat secara cepat dan secara klinis akan menimbulkan edema. Hanya sebagian kecil
dari plasma protein yang dapat melewati celah kapiler, oleh karena itu kadar protein dalam
cairan interstisial relatif rendah (2 g/Dl). Protein yang memasuki ruang interstisial akan
dikembalikan kedalam sistim vaskular melalui sistim limfatik.6,9
Koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Seperti
disebutkan sebelumnya, koloid adalah molekul besar yang tidak melintasi hambatan
diffusional secara mudah seperti kristaloid. Cairan koloid dimasukkan ke dalam ruang
Cairan tubuh dan zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang konstan.
Pertama cairan akan dibawa melalui pembuluh darah, dimana mereka bagian dari IVF.
Kemudian secara cepat cairan dari IVF akan saling bertukar dengan ISF melalui membran
kapiler yang semipermeabel dan akhirnya ISF akan bertukar dengan ICF melalui membran
sel yang permeable selektif. Difusi adalah gerakan acak dari molekul yang disebakan energi
kinetik yang dimilikinya dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar pertukaran cairan
dan zat terlarutnya antara kompartemen satu dengan yang lain. Kecepatan difusi suatu zat
melewati sebuah membran tergantung pada (1) permeabilitas zat terhadap membran, (2)
perbedaan konsentrasi antar dua sisi, (3) perbedaan tekanan antara masing-masing sisi karena
tekanan akan memberikan energi kinetik yang lebih besar, dan (4) potensial listrik yang
menyeberangi membran akan memberi muatan pada zat tersebut.6,14
Difusi antara cairan interstisial dan cairan intraselular dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme: (1)secara langsung melewati lapisan lemak bilayer pada membran sel, (2)
melewati protein chanel dalam membran, (3) melalui ikatan dengan protein carier yang
reversible yang dapat melewati membran (difusi yang difasilitasi). Molekul-molekul yang
larut seperti oksigen, CO2, air, dan lemak akan menembus membran sel secara langsung.
Kation-kation seperti Na+, K+,dan Ca2+ sangat sedikit sekali yang dapat menembus membran
oleh karena tegangan potensial transmembran sel ( dengan bagian luar yang positif) yang
diciptakan oleh pompa Na+-K+. Dengan demikian kation-kation ini dapat berdifusi hanya
melalui chanel protein yang spesifik. Pada akhirnya ion-ion ini akan berpindah dan saling
menetralkan. Misalnya jika diluar sel terjadi muatan positif yang terlalu besar maka tubuh
akan mengkompensasinyua dengan mengeluarkan muatan negatif dari intraselular begitu juga
sebaliknya. Glukosa dan asam amino berdifusi dengan bantuan ikatan membran-protein
karier.6,14
Pertukaran cairan antara ruangan interstisial dan intraselular dibangun oleh daya
osmotik yang diciptakan oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut nondifusif. Perpindahan air
dari kompartemen yang hipoosmolar menuju kompartemen yang hiperosmolar. Dinding
kapiler mempunyai ketebalan 0,5μm, terdiri dari satu lapis sel endotel dengan dasar
Pertukaran cairan melewati kapiler berbeda dengan melewati membran sel. Hal ini
terjadi mengikuti hukum starling pada kapiler, yang menyatakan bahwa kecepatan dan arah
pertukaran cairan diantara kapiler dan ISF, ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik koloid (ditentukan oleh albumin). Pada ujung arteri dari kapiler, tekanan hidrostatik
dari darah (mendorong cairan keluar) melebihi tekanan osmotik koloid (menahan cairan tetap
didalam) sehingga mengakibatkan perpindahan dari bagian intravaskular ke interstisial. Pada
ujung vena dari kapiler, cairan berpindah dari ruang interstisial ke ruang intravaskular karena
tekanan osmotik koloid melebihi tekanan hidrostatik. Normalnya10% dari cairan yang
difiltrasi akan direabsorbsi kembali kedalam kapiler. Cairan yang tidak direabsorbsi (kira-kira
2ml/mnt) akan memasuki cairan interstisial dan dikembalikan melalui aliran limfatik menuju
kompartemen intravaskular kembali.6,9
Intake cairan yang normal dari seorang dewasa rata-rata sebanyak 2500ml, dimana
kira-kira 300 ml merupakan hasil dari metabolisme substrat untuk menghasilkan energi..
Kehilangan air harian rata-rata mencapai 2500 ml dan secara kasar diperkirakan 1500 hilang
melalui urin, 400 ml melalui pengauapn di saluran napas, 400 ml melalui pengaupan di kulit,
100 ml melalui keringat, dan 100 ml melalui feses. Osmolalitas ECF dan ICF keduanya
diregulasi hampir sama dalam pengaturan keseimbangan cairan yang normal dalam jaringan.
Perubahan dalam komposisi cairan dan volume sel akan menyebabkan timbulnya kerusakan
fungsi yang serius terutama pada otak. Nilai normal dari osmolalitas bervariasi antara 280
sampai 290 mosm/kg.6
2,8 18
Respon tubuh terhadap dehidrasi dan perdarahan adalah respon tubuh terhadap
hipovolemia.Jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik maka akan timbul syok. Syok
adalah suatu kondisi dimana ketidak normalan sistem pembuluh darah sehingga
menyebabkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat yang berdampak
kepada kematian sel dan jaringan. Dehidrasi dan perdarahan akan menyebabkan
berkurangnya curah jantung atau cardic out put (CO). Penurunan curah jantung akan
menyebabkan penurunan tekanan darah sekaligus mean arterial pressure (MAP) dimana
MAP: CO X Total Peripheral Resistente (TPR). Respon dini yaitu vasokonstriksi pembuluh
darah kulit, otot dan sirkulasi viseral dengan tujuan untuk menjamin sirkulasi ke ginjal,
jantung dan otak. Hampir selalu bahwa takikardia segagai gejala awal syok. Karena terjadi
kehilangan darah, maka timbul usaha tubuh untuk mengkompensasinya, sama seperti
dehidrasi. Tubuh berusaha meningkatkan denyut jantungnya sebagai usaha untuk
meningkatkan cardiac output. Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahan
pembuluh darah sehingga akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan akan mengurangi
tekanan nadi.6
Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi
kedua-duanya. Solusi cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul
rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat
molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid
plasma dan mengisi intravaskular, sedangkan cairan kristaloid dengan cepat didistribusikan
keseluruh ruang cairan ekstraselular (interstisial).8,13
Ada kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid. Para ahli mengatakan
bahwa koloid dapat menjaga tekanan onkotik plasma, koloid lebih efektif dalam
mengembalikan volume intravaskular dan curah jantung. Ahli yang lain mengatakan bahwa
pemberian cairan kristaloid efektif bila diberikan dalam jumlah yang cukup. Beberapa
pernyataan dibawah ini yang mendukung :
1. Kristaloid, jika diberikan dalam jumlah cukup sama efektifnya dengan koloid dalam
mengembalikan volume intravaskular.
4. Defisit cairan intravaskular yang berat dapat dikoreksi dengan cepat dengan
menggunakan cairan koloid.
5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar (> 4-5 L) dapat menimbulkan edema
jaringan.
2.11.1 Fitur
Hetastarch sedikit lebih kuat dari albumin 5% sebagai koloid. Memiliki COP lebih
tinggi dari albumin 5% dan menyebabkan ekspansi volume plasma yang lebih besar (sampai
30% lebih besar dari volume infus). Ini juga memiliki waktu paruh eliminasi yang panjang
(17 hari), tetapi hal ini menyesatkan karena efek onkotik hetastarch hilang dalam waktu 24
jam.20
2.11.2. Kekurangan
Molekul hetastarch terus dihancurkan oleh enzim amilase dalam aliran darah sebelum
dibersihkan ginjal. Kadar serum amilase sering meningkat (2 sampai 3 kali di atas normal)
selama beberapa hari pertama setelah infus hetastarch, dan kembali normal pada hari ke-5
sampai hari ke-7 setelah pemberiannya. Reaksi anafilaksis untuk hetastarch yang jelas jarang
terjadi (insiden terendah 0,0004%). Uji laboratorium koagulopati dapat terjadi tetapi tidak
disertai dengan perdarahan.20
Disebut juga spinal analgesia atau subarachnoid nerve block, terjadi karena deposit
obat anestesi lokal di dalam ruangan subarachnoid. Terjadi blok saraf yang reversibel pada
radix anterior dan posterior, radix ganglion posterior dan sebagian medula spinalis yang akan
menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan otonom.6,14
Berbagai fungsi yang dibawa saraf-saraf medula spinalis misalnya temperatur, sakit,
aktivitas otonom, rabaan, tekanan, lokalisasi rabaan, fungsi motoris dan proprioseptif. Secara
umum fungsi-fungsi tersebut dibawa oleh serabut saraf yang berbeda dalam ketahanannya
terhadap obat anestesi lokal. Oleh sebab itu ada obat anestesi lokal yang lebih mempengaruhi
Serabut saraf yang bermielin tebal (fungsi motoris dan propioseptif) paling resisten
dan kembalinya fungsi normal paling cepat, sehingga diperlukan konsentrasi tinggi obat
anestesi lokal untuk memblokade saraf tersebut.6
Level blokade otonom 2 atau lebih dermatom ke arah sephalik daripada level analgesi
kulit, sedangkan blokade motoris 2 sampai 3 segmen ke arah kaudal dari level analgesi.6
1. Operasi ekstrimitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau pembuluh
darah.
2. Operasi di daerah perineal : Anal, rectum bagian bawah, vaginal, dan urologi.
3. Abdomen bagian bawah : Hernia, usus halus bagian distal, appendik, rectosigmoid,
kandung kencing, ureter distal, dan ginekologis
1. Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung jarum spinal menusuk pembuluh
darah, terjadi perdarahan hebat dan darah akan menekan medulla spinalis.
3. Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa terjadi pergeseran otak bila
terjadi kehilangan cairan serebrospinal.
7. Hipotensi.
3. Anak-anak.
2.13 Anatomi :
Terdapat 33 ruas tulang vertebra, yaitu 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4
coccygeal. Medulla spinalis berakhir di vertebra L2, karena ditakutkan menusuk medulla
spinalis saat penyuntikan, maka spinal anestesi umumnya dilakukan setinggi L4-L5, L3-L4,
L2-L3. Ruangan epidural berakhir di vertebra S2.6
1. Ligamentum supraspinosum.
2. Ligamentum interspinosum.
3. Ligamentum flavum.
4. Ligamentum longitudinale posterior.
5. Ligamentum longitudinale anterior.
1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite
pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya
kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal
anestesi.
2. Posisi pasien :
a) Posisi Lateral.
Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha fleksi mendekati
perut, kepala ke arah dada.
b) Posisi duduk.
Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien
yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang
asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila
diinginkan sadle block.
c) Posisi Prone.
Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan posisi Jack Knife
atau prone.
4. Cara penusukan.
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum,
semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi komplikasi sakit
kepala (PSH=post spinal headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet
dari jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan
subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal analgesi dibatalkan.
Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili meter sampai yang keluar adalah likuor
Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi adalah lidokain, bupivakain,
levobupivakain, prokain, dan tetrakain. Lidokain adalah suatu obat anestesi lokal yang poten,
yang dapat memblokade otonom, sensoris dan motoris. Lidokain berupa larutan 5% dalam
7,5% dextrose, merupakan larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya
1,5 jam. Dosis rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75-100mg untuk operasi ekstrimitas
bawah dan abdomen bagian bawah, 100-150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama analgesi
prokain < 1 jam, lidokain 1-1,5 jam, tetrakain 2 jam lebih.6,14
Level anestesia yang terlihat dengan spinal anestesi adalah sebagai berikut : level
segmental untuk paralisis motoris adalah 2-3 segmen di bawah level analgesia kulit,
sedangkan blokade otonom adalah 2-6 segmen sephalik dari zone sensoris. Untuk
keperluan klinik, level anestesi dibagi atas :
--. Sadle block anesthesia : zona sensoris anestesi kulit pada segmen lumbal bawah dan
sakral.
--. Low spinal anesthesia : level anestesi kulit sekitar umbilikus (T10) dan termasuk
segmen torakal bawah, lumbal dan sakral.
--. Mid spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T6 dan zona anestesi termasuk segmen
torakal, lumbal, dan sacral.
--. High spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T4 dan zona anestesi termasuk segmen
torakal 4-12, lumbal, dan sacral.
Level anestesi tergantung dari volume obat, konsentrasi obat, barbotase, kecepatan
suntikan, valsava, tempat suntikan, peningkatan tekanan intra-abdomen, tinggi pasien, dan
gravitas larutan. Makin besar volume obat, akan semakin besar penyebarannya, dan level
anestesi juga akan semakin tinggi. Barbotase adalah pengulangan aspirasi dari suntikan
obat anestesi lokal. Bila kita mengaspirasi 0,1ml likuor sebelum menyuntikkan obat; dan
mengaspirasi 0,1ml setelah semua obat anestesi lokal disuntikkan, akan menjamin bahwa
ujung jarum masih ada di ruangan subarakhnoid. Penyuntikan yang lambat akan
mengurangi penyebaran obat sehingga akan menghasilkan low spinal anesthesia,
sedangkan suntikan yang terlalu cepat akan menyebabkan turbulensi dalam liquor dan
menghasilkan level anestesi yang lebih tinggi. Kecepatan yang dianjurkan adalah 1ml per
3 detik.6,14
Berdasarkan berat jenis obat anestesi lokal yang dibandingkan dengan berat jenis
likuor, maka dibedakan 3 jenis obat anestesi lokal, yaitu hiperbarik, isobarik dan
hipobarik. Berat jenis liquor cerebrospinal adalah 1,003-1,006. Larutan hiperbarik : 1,023-
1,035, sedangkan hipobarik 1,001-1,002.6,14
Perawatan Pascabedah.
5. Yakinkan bahwa perasaan yang hilang dan kaki yang berat akan pulih.
7. Perhatikan tekanan darah dan frekuensi nadi karena ada kemungkinan penurunan
tekanan darah dan frekuensi nadi.
1. Sistim Kardiovaskuler :
--. Vasodilatasi arteriol dan arteri terjadi pada daerah yang diblokade akibat penurunan
tonus vasokonstriksi simfatis.
--. Venodilatasi akan menyebabkan peningkatan kapasitas vena dan venous return.
--. Proksimal dari daerah yang diblokade akan terjadi mekanisme kompensasi, yakni
terjadinya vasokonstriksi.
Penurunan tekanan darah tergantung dari tingginya blokade simfatis. Bila tekanan darah
turun rendah sekali, terjadi risiko penurunan aliran darah otak. Bila terjadi iskemia
medulla oblongata terlihat adanya gejala mual-muntah. Tekanan darah jarang turun >
15 mmHg dari tekanan darah asal. Tekanan darah dapat dipertahankan dengan
pemberian cairan dan atau obat vasokonstriktor. Duapuluh menit sebelum dilakukan
spinal anestesi diberikan cairan RL atau NaCl 10-15 ml/kgBB. Vasokonstriktor yang
biasa digunakan adalah efedrin. Dosis efedrin 25-50 mg i.m. atau 15-20 mg i.v. Mula
kerja-nya 2-4 menit pada pemberian intravena, dan 10-20menit pada pemberian
intramuskuler. Lama kerja-nya 1 jam.6
2. Sistim Respirasi
Bisa terjadi apnoe yang biasanya disebabkan karena hipotensi yang berat sehingga terjadi
iskemia medula oblongata. Terapinya : berikan ventilasi, cairan dan vasopressor. Jarang
disebabkan karena terjadi blokade motoris yang tinggi (pada radix n.phrenicus C3-5).
Kadang-kadang bisa terjadi batuk-batuk kering, maupun kesulitan bicara.6
3. Sistim Gastrointestinal :
Diperlihatkan dengan adanya mual muntah yang disebabkan karena hipotensi, hipoksia,
pasien sangat cemas, pemberian narkotik, over-aktivitas parasimfatis dan traction reflex
(misalnya dokter bedah manipulasi traktus gastrointestinal).6
Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena adanya kebocoran likuor
serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai, semakin besar kebocoran yang
terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi. Bila
duramater terbuka bisa terjadi kebocoran cairan serebrospinal sampai 1-2minggu.
Kehilangan CSF sebanyak 20ml dapat menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal
headache (PSH) ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan pada 80% kasus
akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi postspinal headache dapat dilakukan
pencegahan dengan :
--. Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater sehingga jarum tidak
merobek dura tetapi menyisihkan duramater.
--. Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3 hari, hal ini akan
menambah produksi CSF sebagai pengganti yang hilang.
--. Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di ruang epidural
tempat kebocoran.
Kejadian post spinal headache 10-20% pada umur 20-40 tahun; > 10% bila dipakai jarum
besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai jarum no.22 ke atas. Wanita lebih banyak yang
mengalami sakit kepala daripada laki-laki.
5. Backache
Sakit punggung merupakan masalah setelah suntikan di daerah lumbal untuk spinal
anestesi.
6. Retensio Urinae
Penyebab retensio urine mungkin karena hal-hal-hal sebagai berikut : operasi di daerah
perineum pada struktur genitourinaria, pemberian narkotik di ruang subarachnoid, setelah
anestesi fungsi vesica urinaria merupakan yang terakhir pulih.
Suatu reaksi proliferasi arachnoid yang akan menyebabkan fibrosis, distorsi serta obliterasi
dari ruangan subarachnoid. Biasanya terjadi bila ada benda asing yang masuk ke ruang
subarachnoid.
Pada wanita hamil mulai 3 bulan terakhir, terjadi perubahan fisiologi sistim respirasi,
kardiovaskuler, susunan saraf pusat, susunan saraf perifer, gastrointestinal, muskuloskeletal,
dermatologi, jaringan mammae, dan mata.6
Perubahan pada parameter respirasi mulai pada minggu ke-4 kehamilan. Perubahan
fisiologi dan anatomi selama kehamilan menimbulkan perubahan dalam fungsi paru, ventilasi
dan pertukaran gas.
Ventilasi semenit meningkat pada aterm kira-kira 50% diatas nilai waktu tidak hamil.
Peningkatan volume semenit ini disebabkan karena peningkatan volume tidal (40%) dan
peningkatan frekuensi nafas (15%). Ventilasi alveoli meningkat seperti volume tidal tetapi
tanpa perubahan pada dead space anatomi.21
Pada kehamilan aterm functional residual capacity, expiratory reserve volume dan
residual volume menurun. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena diafragma terdorong
keatas oleh uterus yang gravid. FRC (Functional Residual Capacity) menurun 15-20%,
menimbulkan peningkatan "Shunt" dan kurangnya reserve oksigen. Dalam kenyataannya,
"airway closure" bertambah pada 30% gravida aterm selama ventilasi tidal. Kebutuhan
oksigen meningkat sebesar 30-40%. Peningkatan ini disebabkan kebutuhan metabolisme
untuk foetus, uterus, plasenta serta adanya peningkatan kerja jantung dan respirasi. Produksi
CO2 juga berubah sama seperti O2. Faktor-faktor ini akan menimbulkan penurunan yang
cepat dari PaO2 selama induksi anestesi, untuk menghindari kejadian ini, sebelum induksi
pasien mutlak harus diberikan oksigen 100% selama 3 menit (nafas biasa) atau cukup 4 kali
nafas dengan inspirasi maksimal (dengan O2 100%). Vital capacity dan resistensi paru-paru
menurun.6,21
hiperventilasi akan menyebabkan lebih banyaknya gas anestesi yang masuk ke alveoli.
pengenceran gas inhalasi lebih sedikit karena menurunnya FRC.
MAC menurun.
Pada kala 1 persalinan, dapat terjadi hiperventilasi karena adanya rasa sakit (his) yang dapat
menurukan PaCO2 sampai 18 mmHg, dan menimbulkan asidosis foetal. Pemberian analgetik
(misal : epidural analgesia) akan menolong. Semua parameter respirasi ini akan kembali ke
nilai ketika tidak hamil dalam 6-12 minggu post partum.21
Untuk memelihara kebutuhan peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan
unit foeto-placenta.
Mengisi peningkatan reservoir vena.
Melindungi ibu dari perdarahan pada saat melahirkan.
Selama kehamilan ibu menjadi hiperkoagulopati.
Delapan minggu setelah melahirkan volume darah kembali normal. Jumlah perdarahan
normal partus pervaginam kurang lebih 400-600ml dan 1000ml bila dilakukan seksio sesaria,
tapi pada umumnya tidak perlu dilakukan tranfusi darah.21
Curah jantung meningkat sebesar 30-40% dan peningkatan maksimal dicapai pada
kehamilan 24 minggu. Permulaannya peningkatan denyut jantung ketinggalan dibelakang
peningkatan curah jantung dan kemudian akhirnya meningkat 10-15 kali permenit pada
kehamilan 28-32 minggu. Peningkatan curah jantung mula-mula bergantung pada
GFR meningkat selama kehamilan karena peningkatan renal plasma flow. Renal
blood flow dan Glomerular filtration rate meningkat 150% pada trimester pertama kehamilan,
Aktivitas serum cholin esterase berkurang 24% sebelum persalinan dan paling rendah
(33%) pada hari ke-3 post partum. Walaupun aktivitas lebih rendah, dosis normal succinyl
choline untuk intubasi (1-1,5 mg/kg) tidak dihubungkan dengan memanjangnya blokade
Susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer berubah selama kehamilan, MAC
menurun 25-40% selama kehamilan. Halotan menurun 25%, isofluran 40%, methoxyflurane
32%. Peningkatan konsentrasi progesteron dan endorfin adalah penyebab penurunan MAC
tersebut. Tetapi beberapa penelitian menunjukan bahwa konsentrasi endorfin tidak meningkat
selama kehamilan sampai pasien mulai ada his, maka mungkin endorfin tidak berperan dalam
terjadinya perbedaan MAC tetapi yang lebih berperan adalah akibat progesteron.6
Terdapat penyebaran dermatom yang lebih lebar pada parturien setelah epidural
anestesi bila dibandingkan dengan yang tidak hamil. Hal ini karena ruangan epidural
menyempit karena pembesaran plexus venosus epidural disebabkan karena kompresi
aortocaval oleh uterus yang membesar. Tetapi penelitian-penelitian yang baru menunjukkan
bahwa perbedaan ini sudah ada pada kehamilan muda (8-12 minggu) dimana uterus masih
kecil sehingga efek obstruksi mekanik masih sedikit ada maka faktor-faktor lain
penyebabnya.6,21 Faktor-faktor lain itu adalah :
Walaupun mekanisme pasti dari peningkatan sensitivitas susunan saraf pusat dan
susunan saraf perifer pada anestesi umum dan antesi regional belum diketahui tetapi dosis
obat anestesi pada wanita hamil harus dikurangi. Peningkatan sensitivitas terhadap lokal
anestesi untuk epidural atau spinal anestesi tetap ada sampai 36 jam post partum.21
UAP UVP
UBF = ------------------
UVR
Maka semua keadaan yang menurunkan tekanan darah rata-rata ibu atau meningkatkan
resistensi vaskuler uterus akan menurunkan UPBF dan akhirnya menurunkan umbilical blood
flow (UmBF). Pada kehamilan aterm, 10% dari curah jantung atau sekitar 500-700ml/menit
akan memasok uterus dimana 80%-nya akan memasuki plasenta. Pembuluh plasenta
berdilatasi secara maksimal, jadi placental blood flow sangat tergantung pada tekanan
perfusi.
Epinephrine
Peningkatan tekanan vena uterus Vasopressors (phenylephrine
ephedrine)
Penekanan Vena kava
Anestesi lokal (dalam konsentrasi
Kontraksi uterus
tinggi)
Obat-obatan yang merangsang
hipertonus uterus (oxytocin)
Hipertonus otot rangka (kejang)
Dua arteri uterina merupakan sumber utama pasokan darah ke uterus, sedangkan
pasokan dari arteri ovarica sangat bervariasi tergantung dari spesiesnya. Kompleksnya
pasokan arteri ini menyebabkan pengukuran langsung UBF sangat sulit, terutama pada
manusia, dan pada kebanyakan kasus keadekuatan perfusi plasenta dapat diperkirakan secara
tidak langsung dengan monitor denyut jantung foetus dan keadaan asam-basa.21
Spinal anestesi
Blokade simpatis
Vasodilatasi
perifer
Preload jantung ↓↓
Koloading Koloading
koloid kristaloid
Cardiac Output ↑↑
Hemodinamik
Tekanan darah
diastolik
Laju nadi
Hipotensi
Ko-loading koloid
Hemodinamik
Tekanan darah
diastolik
Spinal anestesi
MAP (Mean Arterial
Pressure)
Laju nadi
Ko-loading Hipotensi
kristaloid
METODOLOGI
3.1 DESAIN
Desain pada penelitian ini adalah penelitian prospektif, random, single blind.
3.2.1 Tempat:RSUP Haji Adam Malik Medan, RS Pirngadi Medan, RS Haji Mina Medan
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh pasien hamil yang menjalani seksio sesariaelektif maupun
emergensi dengan spinal anestesi di RSUP Haji Adam Malik Medan, RS Pirngadi
Medan, RS Haji Mina Medan.
3.3.2 Sampel
Semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
c. Usia 18 – 40 tahun
Estimasi besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut: 2
n = besar sampel
a. Setelah mendapat informed consent dan disetujui oleh komisi etik penelitian bidang
kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seluruh sampel dinilai
ulang dan dimasukkan ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi.
b. Kepada pasien dijelaskan pada saat kunjungan pemeriksaan para bedah tentang
rencana tindakan pembiusan spinal dan prosedur penelitian meliputi pemeriksaan
hemodinamik.
c. Sampel dibagi secara acak menjadi 2 kelompok yaitu Kelompok A yang akan
diberikan HES setelah induksi spinal anestesi (coload) dan Kelompok B yang akan
diberikan kristaloid setelah induksi spinal anestesi (coload). Lalu dilakukan
randomisasi tersamar ganda oleh relawan I yang sudah dilatih.
d. Randomisasi dilakukan dengan cara blok, masing-masing blok terdiri dari 6 subjek,
dengan jumlah kemungkinan kombinasi sekuens sebanyak 20 (terlampir). Kemudian
dijatuhkan pena di atas angka random. Angka yang ditunjuk oleh pena tadi
merupakan nomor awal untuk menentukan sekuens yang sesuai. Kemudian pilihlah 3
angka dengan digit 2 ke bawah dari angka pertama tadi sampai diperoleh jumlah
sekuens yang sesuai dengan besarnya sampel. Kemudian sekuens yang diperoleh
disusun secara berurutan sesuai dengan nomer amplop.
a. Setelah pasien tiba di ruang tunggu kamar bedah, pasien diperiksa ulang terhadap
identitas, diagnosa, rencana tindakan pembedahan, dan akses infus. Dilakukan
pemasangan dua kanul infus dengan abbocath no.18G, satu jalur intravena untuk
masuk cairan rumatan dan abbocath no 14G, satu jalur intravena untuk masuknya
a. Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, kemudian data tersebut diperiksa
kembali tentang kelengkapannya sebelum ditabulasi dan diolah. Lalu data tersebut
diberikan pengkodean untuk memudahkan dalam mentabulasi. Data ditabulasi ke
dalam master tabel dengan menggunakan softwareMicrosoft office exel 2007.
e. Interval kepercayaan 95% dengan nilai p<0,05 dianggap bermakna secara signifikan.
a. Ko-loading : pemberian cairan pada saat tindakan induksi anestesi dalam hal ini sesaat
setelah CSF keluar ketika spinal anestesi.
b. Pre-loading : pemberian cairan sesaat sebelum induksi tindakan anestesi dalam hal ini
10 menit sebelum tindakan spinal anestesi.
c. Tekanan darah : hasil kali cardiac output dan tahanan perifer sistemik. Nilai normal
untuk tekanan sistolik 90-120 mmHg dan tekanan diastolik 60-90 mmHg.
d. Tekanan arteri rerata (MAP) adalah rata-rata tekanan di dalam pembuluh darah arteri
selama satu siklus lengkap dari satu denyut jantung. Nilai diperoleh dengan
penambahan tekanan darah sistol dengan dua kali tekanan darah diastol, kemudian
dibagi tiga.
e. Laju nadi : jumlah pulsasi yang dirasakan pada suatu arteri permenit. Normalnya 60-
100 x permenit.
f. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg.
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komisi etik penelitian bidang
kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pasien ataupun keluarga pasien
sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dari hal yang terkait
dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir kesediaan menjadi subjek penelitian
(informed consent).
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan yang sudah lazim
dikerjakan pada pemeriksaan pasien dan dikerjakan sesuai standar. Bila terjadi kegawat
daruratan selama proses tindakan, baik yang berhubungan langsung akibat tindakan ataupun
suatu proses dari perjalanan penyakitnya, maka langsung dilakukan penanganan sesuai
dengan teknik, alat dan obat standar seperti yang telah disiapkan sebelumnya.
Populasi
Eksklusi Inklusi
Sampel
Randomisasi
Kelompok A Kelompok B
Diukur tekanan
sistolik, tekanan
diastolik,MAP,
laju nadi, SpO2,
kejadian
hipotensi
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama bulan Agustus sampai pertengahan September, dan
diperoleh 42 pasien yang bersedia mengikuti penelitian dengan status fisik ASA 1 dan 2 yang
menjalani operasi seksio sesaria dengan anestesi spinal sesuai dengan prosedur penelitian.
Dari 42 pasien yang menjadi subjek penelitian dibagi secara random dalam 2 kelompok, yaitu
kelompok ko-loading koloid dan kelompok ko-loading kristaloid.
Karakteristik umum subjek penelitian berupa umur, berat badan, tinggi badan, dan
indeks massa tubuh. Sebaran data karakteristik tersebut terlihat pada tabel (4.1-1)
(n = 20) (n = 22)
Berat Badan (kg) 66,75 (SD 4,94) 63,4 (SD 6,96) 0,79
Tinggi Badan (m) 1,61 (SD 0,51) 1,57 (SD 0,53) 0,28
* uji Shapiro-Wilk
Umur pasien yang menjadi subjek penelitian pada dua kelompok berkisar antara 19 –
35 tahun dengan rerata 28,45 (SD 4,37) tahun pada kelompok A dan 27,95 (SD 4,27) tahun
pada kelompok B, dengan uji-t independen didapat nilai p = 0,523 berarti tidak ada perbedaan
bermakna pada kedua kelompok penelitian.
Tinggi badan sampel penelitian berkisar antara 1,46 – 1,70m dengan rerata 1,61 (SD
0,51) m pada kelompok A dan 1,57 (SD 0,53)m pada kelompok B dengan uji-t independen
didapat nilai p = 0,28berarti tidak ada perbedaan bermakna.
Indeks massa tubuh sampel penelitian berkisar antara 20,81 – 31,22 dengan rerata
25,61 ( SD 1,89) pada kelompok A dan 25,49 (SD 2,77) pada kelompok Bdengan uji-t
independen didapat nilai p = 0,87 berarti tidak ada perbedaan bermakna.
Karakteristik sosial ekonomi sampel penelitian dinilai dari suku dan pekerjaan.Hasil
penelitian terdapat pada tabel di bawah ini (tabel 4.2.)
Kelompok A Kelompok B
* Suku
* Pekerjaan :
* Uji Chi-Square
Karakteristik tingkat pendidikan sampel penelitian dapat dilihat dari hasil penelitian
terdapat pada tabel di bawah ini (tabel 4.3.)
Kelompok A Kelompok B p*
(n=20) (n=22)
SD 1 (5,0%) 0 (0%)
SMP 12 (60%) 10 (45,5%)
0,492
SMA 3 (15%) 5 (22,7%)
S1 4 (20,0%) 7 (31,8%)
* Uji Chi-Square
Jenis tingkat pendidikan terbanyak dalam penelitian ini adalah SMP pada kelompok A
12 orang (60,0%) sedangkan pada kelompok B ada 10 orang juga (45,5%). Jenis tingkat
pendidikan dianalisis dengan uji chi-square untuk menilai perbedaan proporsi antara kedua
kelompok penelitian didapatkan nilai p = 0,492 berarti tidak ada perbedaan bermakna jenis
pekerjaan antara kedua kelompok.
Karakteristik lama puasa, jumlah cairan pengganti puasa dan status fisik ASA pada
penelitian ini terlihat pada tabel 4.4. di bawah ini.
PS-ASA
2 8 (40%) 8 (36,4%)
*
Uji Chi-Square
Status fisik ASA pada kedua kelompok ini adalah 1 dan 2, pada kelompok A yang
terbanyak adalah PS-ASA 1 dengan 12 orang (60%) dan pada kelompok B juga PS-ASA 1
dengan 14 orang (63,6%). PS-ASA diuji dengan chi-square dengan nilai p = 0,89. Berarti
tidak ada perbedaan bermakna pada PS-ASA diantara kedua kelompok.
Nilai P Nilai p
Dengan memakai General Linear Model Repeated Measures dapat dilihat grafik
perubahan hemodinamik terhadap tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata, dan
laju nadi pada masing-masing kelompok dari waktu ke waktu seperti yang terlihat pada tabel
dan gambar di bawah ini.
Demikian juga pada kelompok B, terjadi penurunan yang bermakna (p<0,05). Pada
menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi penurunan rata-rata 9,0 mmHg (7,4%).
Demikian juga pada kelompok B, terjadi penurunan yang bermakna (p<0,05). Pada
menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi penurunan rata-rata 8 mmHg (10,8%).
Tabel 4.5.4. Tekanan darah arteri rerata (MAP) pada kedua kelompok
Perubahan dinamis tekanan arteri rerata (MAP) terjadi penurunan yang bermakna
pada kedua kelompok, dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan <0,05. Pada menit
ke-0 menuju menit ke-1 terjadi penurunan rata-rata 4,7 mmHg (4,9%).
Demikian juga pada kelompok B, terjadi penurunan yang bermakna (p<0,05). Pada
menit ke-0 menuju menit ke- 1 terjadi penurunan rata-rata 8,4 mmHg (9,4%).
Perubahan dinamis laju nadi rata-rata terjadi peningkatan yang tidak bermakna pada
kelompok A, dimana diperoleh nilai p untuk uji t berpasangan >0,05.
Demikian juga pada kelompok B, terjadi peningkatan yang bermakna (p<0,05). Pada
menit ke-0 menuju menit ke-1 terjadi peningkatan rata-rata 8,3mmHg (10,1%).
Dari table diatas menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kedua
kelompok dalam rate pressure product (p>0,05) baik pada kelompok A maupun kelompok B.
Pada penelitian ini hipotensi dinilai sebagai penurunan tekanan darah sistolik > 20% dari
tekanan darah sistolik pre operasi. Perbandingan kejadian hipotensi setelah induksi anestesi
spinal pada kedua kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Hipotensi
Menit 1 0 2 (9,1%)
Menit 10 0 2 (9,1%)
Menit 15 0 0
* Uji Chi-Square
Dari data kejadian hipotensi setelah anestesi spinal didapati jumlah sampel yang
mengalami hipotensi pada kelompok B dari menit ke-1 sampai menit ke-10 dengan nilai uji
chi square diperoleh hasil p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna di antara
kedua kelompok.
PEMBAHASAN
Dari data karakteristik umum subjek penelitian terlihat bahwa umur, berat badan, tinggi
badan dan indeks masa tubuh (tabel 4.1.1), pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan
yang bermakna secara statistik yang berarti subjek penelitian yang diambil relatif homogen
dan layak untuk dibandingkan. Juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik
antara kedua kelompok pada suku tetapi terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal
pekerjaan (tabel 4.2.) yaitu jenis pekerjaan terbanyak dalam penelitian ini adalah ibu rumah
tangga (IRT). Pada tingkat pendidikan (tabel 4.3.) juga tidak terdapat perbedaan yang
bermakna secara statistik.
Pada penelitian ini didapatkan penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP
setelah anestesi spinal pada kedua kelompok. Nilai penurunan rerata tekanan darah sistolik
dari menit ke-0 sampai menit ke-1 pada kelompok A dan pada kelompok B setelah di uji
statistik dengan t-berpasangan diperoleh nilai p<0,05 yang berarti penurunan yang terjadi
bermakna. Pada kelompok A dari 124,6 (SD9,8) mmHg ke 119,1 (SD 7,37) mmHg pada
menit ke-1 dan pada kelompok B dari 120,5 (SD 8,9) mmHg ke 111,5 (SD 14,7) pada menit
ke-1. Bila dibandingkan antara kedua kelompok terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05)
yaitu pada menit ke-1 setelah tindakan anestesi spinal.Penurunan rerata tekanan diastolik
pada kelompok A tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05) secara statistik tetapi
Perubahan dinamis tekanan arteri rerata (MAP) terjadi penurunan bermakna pada
kedua kelompok. Nilai penurunan MAP dari menit ke-0 sampai menit ke-1 pada kelompok A
dan pada kelompok B setelah di uji statistik dengan t-berpasangan diperoleh nilai p<0,05
yang berarti penurunan yang terjadi bermakna. Pada kelompok A dari 95,0 (SD 6,9) mmHg
ke 90,2 (SD6,7) mmHg pada menit ke-1 dan pada kelompok B dari 89,3 (SD6,2) ke 80,9 (SD
12,1) mmHg. Bila dibandingkan antara kedua kelompok terdapat perbedaan yang bermakna
(p<0,05) dari menit ke menit penelitian.
Hal ini sesuai dengan penelitian Kamenik dkk dimana terjadi penurunan
hemodinamik pada menit awal setelah anestesi spinal dan meningkat pada menit ke-5 setelah
tindakan tersebut.22 demikian juga dengan Nishikawa dkk. (2007) melaporkan bahwa pada
menit-menit awal ko-loading koloid terjadi penurunan hemodinamik tetapi tidak sampai
terjadi hipotensi.3
Pada penelitian ini, setelahspinal anestesi, penurunan tekanan darah sistolik > 20%
dari tekanan darah sistolik basal, menit ke-1 terjadi pada 2 orang (9,1%) pada kelompok B.
Terdapat penurunan tekanan darah sistolik dari menit ke-1, menit ke-5, menit ke-10 pada
kelompok B sebanyak 2 orang pada setiap menit tersebut tetapi secara statistik tidak terdapat
perbedaan bermakna diantara kedua kelompok (p>0,05). Sesuai dengan hasil penelitian oleh
Grace dkk bahwa pemberian kristaloid IV sampai dosis 30 ml/kg BB tetap ditemui kejadian
hipotensi.
Akan tetapi pada penelitian ini secara klinis terdapat perbedaan angka kejadian
hipotensi antara kedua kelompok dimana pada kelompok B lebih banyak, dengan kata lain
pemberian cairan koloid lebih baik dalam mencegah kejadian hipotensi.Hal ini sesuai dengan
pernyataan G.E. Morgan bahwa koloid dapat menjaga tekanan onkotik plasma, koloid lebih
efektif dalam mengembalikan volume intravaskular dan curah jantung.6
Pada penelitian ini terjadi peningkatan laju nadi rata-rata yang tidak bermakna pada
kelompok A. Tetapi pada kelompok B terjadi peningkatan bermakna dari 81,5 (SD 10,6)
x/menit ke 89.9 (SD 13,4) x/menit. Hal ini sesuai dengan G.E. Morgan bahwa pada saat
Cardiac Output turun, tubuh berusaha meningkatkan denyut jantungnya sebagai usaha untuk
meningkatkan cardiac output tersebut.6
Tetapi bila dibandingkan antara dua kelompok tidak terdapat perbedaan statistik secara
signifikan dalam hal laju nadi ini (p>0,05).
6.1. KESIMPULAN
Pada penelitian ini hipotesa ditolak karena secara statistik tidak terdapat perbedaan
efek pemberian ko-loading cairan koloid dalam mencegah hipotensi dibandingkan dengan ko-
loading cairan kristaloid.Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a. Tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik efek pemberian ko-
loading cairan koloid dalam mencegah hipotensi dibandingkan dengan ko-
loading cairan kristaloid.
c. Bila dibandingkan pada kedua kelompok dalam hal hipotensi tidak ada
perbedaan bermakna tetapi secara klinis pada kelompok ko-loading kristaloid
lebih banyak terjadi hipotensi dibandingkan kelompok ko-loading koloid.
6.2. SARAN
b. Hasil penelitian yang sudah didapat diharapkan bisa menjadi acuan untuk penelitan
selanjutnya.
2. Afolabi BB, Afolabi FE, Merah NA. Regional versus general anaesthesia for
caesarean section. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2009;3
5. Teoh WH, FANZCA, Sia AT. Colloid Preload Versus Coload for Spinal Anesthesia
for Cesarean Delivery: The Effects on Maternal Cardiac Output. Anesthesia &
Analgesia. 2009;108: 1592 – 8
6. Morgan Jr GE, Mikhail MS, Murray Mj. Clinical Anesthesiology. 4th ed, New York.
McGraw-Hill Companies. 2006.
14. Stoelting R, Hillier S. Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice. 4th ed,
Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2006
15. Latief S, Suryadi K, Basuki G. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-1, Jakarta.
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif FK UI. 1989
16. Stoelting R, Hillier S. Basic of Anesthesia. 4th ed, Philadelphia. Churchill Living
Stone. 2007
17. Hahn N, Prough D, Svebsen C. Perioperative Fluid Therapy. New York. Informa
Healthcare USA, Inc. 2007
18. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The McGraw-
Hill Companies. 2008
19. Latief S, Suryadi K, Dachlan M. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2, Jakarta.
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif FK UI. 2002
20. Marino PL. The ICU Book. 3rd ed, Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2007
21. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anaesthesia, 5th ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins ; 2006
23. Grace E. Park, MD, Martha A. Hauch, MD, Fred Curlin, MD, Sanjay Datta, MD, and
Angela M. Bader, MD. The Effects of Varying Volumes of Crystalloid
Administration Before Cesarean Delivery on Maternal Hemodynamics and Colloid
Osmotic Pressure. Anesth Analg 1996;83:299-303
IDENTITAS DIRI
Nama dr.Sonny Lesmana Surya
Tempat/tanggal lahir Medan / 12 April 1981
Jenis Kelamin Laki-laki
Agama Islam
Alamat rumah Jalan tanjung permai X no.169 Komp.BTN
tanjung permai medan 20125
Orang tua Surya Putra Sani, S.E, B.Sc
Dharmawaty
Status Belum menikah
Nama istri -
Status Pekerjaan dokter
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD Ikal Medan
SMP Negeri I Medan
SMA Negeri 1 Medan
Pendidikan Dokter Umum FK USU Medan
Januari 2008 – sekarang PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU
RIWAYAT PEKERJAAN
2005 – Sekarang dokter
Saat ini saya, dr.Sonny Lesmana Surya, sedang melakukan penelitian yang berjudul :
Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi
Ibu/Saudari sekalian, namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian
berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, Ibu/Saudari
sekalian dapat menghubungi dr.Sonny Lesmana Surya ( Tel 061-77779210/082161000090)
untuk mendapatkan pertolongan. Selain dari itu penelitian ini juga diawasi konsultan –
Medan, 2011
Peniliti,
Dan mengetahui serta memahami bahwa subjek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat
mengundurkan diri dalam keikutsertaannya, maka saya setuju ikut serta/mengikutsertakan
anak/adik/ayah/ibu/suami/istri saya bernama :
……...……………………………………………………….....dalam uji penelitian dan
bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya
sepakati dalam penelitian tersebut di atas.
Medan,……………………………… 2011
Nama
Jenis kelamin
Umur/Tgl.Lahir
Pekerjaan
Agama
Alamat
Pendidikan terakhir
MR
Diagnosa
Tindakan
PS-ASA
Tekanan darah
sistolik
Tekanan darah
diastolik
MAP (Mean
Arterial
Pressure)
Laju nadi
Nomor Sekuens
00-04 AAABBB
05-09 AABABB
10-14 AABBAB
15-19 AABBBA
20-24 ABAABB
25-29 ABABAB
3
30-34 ABABBA
35-39 ABBAAB
40-44 ABBABA
45-49 ABBBAA
50-54 BAAABB
55-59 BAABAB
60-64 BAABBB
65-69 BABAAB
70-74 BABABA
75-79 BABBAA
80-84 BBAAAB
85-89 BBAABA
90-94 BBABAA
95-99 BBBAAA
DAFTAR SAMPEL