Anda di halaman 1dari 95

HASIL PENELITIAN MAGISTER

LUARAN KLINIS FUNGSIONAL METASTASE SPINE DISEASE


SEBELUM DAN SETELAH TINDAKAN INSTRUMENTASI
POSTERIOR TULANG BELAKANG DI RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN

Oleh:
Fadli Yogi Arif
NIM 157041063

Pembimbing:
dr. Otman Siregar, SpOT (K) - Spine
dr. Husnul Fuad Albar, SpOT

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2019

i
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : Luaran Klinis Fungsional Metastase Spine
Disease Sebelum dan Setelah Tindakan
Instrumentasi Posterior Tulang Belakang
Di RSUP Haji Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Fadli Yogi Arif
NIM : 157041063
Program Studi : Dokter Spesialis

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

dr. Otman Siregar, SpOT(K) dr. Husnul Fuad Albar, SpOT


NIP. 196904111999031002 NIP. 19730829 200212 1 003

Disetujui Oleh
KETUA DEPARTEMEN KETUA PROGRAM STUDI
ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU FAKULTAS KEDOKTERAN USU

dr. Nino Nasution, SpOT(K) dr. Pranajaya Dharma Kadar,


NIP. 19681012 199702 1 001 SpOT(K)
NIP. 19791104 200812 1 002

i
Universitas Sumatera Utara
SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa hasil penelitian akhir:

JUDUL TESIS : Luaran Klinis Fungsional Metastase Spine


Disease Sebelum dan Setelah Tindakan
Instrumentasi Posterior Tulang Belakang
Di RSUP Haji Adam Malik Medan
PENELITI : dr. Fadli Yogi Arif
DEPARTEMEN : Orthopaedi & Traumatologi FK USU
INSTITUSI : Universitas Sumatera Utara

Medan, Januari 2019


Konsultan Metodologi Penelitian
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK


NIP: 19511202 197902 1 003

ii
Universitas Sumatera Utara
PANITIA PENGUJI TESIS

Moderator : dr. O. K. Ilham Abdullah Irsyam, SpOT


Ketua : dr. Nino Nasution, SpOT(K)
Anggota : Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT (K)
dr. Chairiandi Siregar, SpOT(K)
dr. Otman Siregar, SpOT (K)
dr. Husnul Fuad Albar, SpOT
dr. Benny, SpOT

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha


Esa, akhirnya saya dapat menyelesaikan penelitian akhir saya yang
berjudul “Luaran Klinis Fungsional Metastase Spine Disease Sebelum dan
Setelah Tindakan Instrumentasi Posterior Tulang Belakang Di RSUP Haji
Adam Malik Medan”.
Penelitian ini merupakan karya ilmiah saya dalam rangka
menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Kepada dr. Otman Siregar, SpOT(K) dan dr. Husnul Fuad Albar,
SpOT selaku pembimbing penulisan karya ilmiah ini, saya ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, saran dan pengarahan
yang telah membuka wawasan saya dan memacu saya dalam
menyelesaikan penelitian magister ini. Berkat bantuan berupa bimbingan,
dorongan, kerja sama, dan pengorbanan dari berbagai pihak sehingga
saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu perkenankanlah
saya mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. dr. Hafas Hanafiah, SpB, SpOT(K) FICS sebagai Guru Besar Ilmu
Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya haturkan terima kasih yang
setinggi-tingginya atas segala nasehat dan bimbingannya selama saya
dalam pendidikan.
Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K) sebagai Guru Besar Ilmu
Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, pendidik, dan pengajar Bagian
Bedah Orthopaedi dan Traumatologi, saya sampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bimbingan, nasehat, dan
teladan yang pernah diberikan.
dr. Nino Nasution, SpOT(K), Ketua Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan
Traumatologi, saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulus-
tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang diberikan selama
pendidikan.

iv
Universitas Sumatera Utara
dr. Pranajaya Dharma Kadar, SpOT(K), Ketua Program Studi Orthopaedi
dan Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah Orthopaedi dan
Traumatologi, saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulus-
tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang diberikan selama
pendidikan.
dr. Husnul Fuad Albar, SpOT, sebagai Sekretaris Departemen
Orthopaedi dan Traumatologi FK USU / RSUP HAM, saya ucapkan terima
kasih atas segala nasehat dan bimbingannya selama saya dalam
pendidikan.
dr. Aga Shahri Putera Ketaren, SpOT, Sekretaris Program Studi
Orthopaedi dan Traumatologi, pendidik dan pengajar Ilmu Bedah
Orthopaedi dan Traumatologi, saya sampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang setulus-tulusnya atas didikan, nasehat dan bimbingan yang
diberikan selama pendidikan.
dr. Heru Rahmadhany, SpOT(K), dr. Iman Dwi Winanto, SpOT, dr
Andriandi, SpOT, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas kesediannya membimbing serta menjadi mentor selama
pendidikan berlangsung.
Prof. DR. dr. Aznan Lelo, SpFK, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas kesediaannya meluangkan waktu serta
membimbing saya dalam bidang statistika pada penelitian ini.

Terima kasih kepada Sdri. Soe Santi, Sdri. Evita Sari, dan Sdri.
Dinda, Sekretaris di Tata Usaha Departemen Medik Orthopaedi dan
Traumatologi FK USU / RSUP HAM, atas bantuan dan kerja samanya
selama saya menyelesaikan proposal penelitian akhir ini.

Saya sangat menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu segala koreksi, kritik dan saran yang
membangun untuk kemajuan pengetahuan di bidang ilmu yang saya
tekuni ini, sangat saya harapkan. Semoga segala yang saya sampaikan

v
Universitas Sumatera Utara
dalam karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kemajuan yang kita cita-
citakan.

Medan, Januari 2019

dr. Fadli Yogi Arif


NIM157041063

vi
Universitas Sumatera Utara
CURRICULUM VITAE

Nama : dr. Fadli Yogi Arif


Nama Panggilan : Fadli
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 2 Oktober 1984
Pekerjaan : Residen Orthopaedi dan Traumalogi Fakultas
Kedokteran USU
Agama : Islam
Nama Orang Tua : Ir. Syahful Arif / Sjafinar Malik
Alamat : Jl. Taman Modern Blok B2 No. 15 Cakung,
Jakarta Timur
No. Telp : 082311802355
Email : fadli.arif@gmail.com

Riwayat pendidikan:

 TK Mini Bu Kasur - Jakarta, lulus tahun ajaran 1990

 SD Negeri 01 Menteng - Jakarta, lulus tahun ajaran 1996

 SLTP Negeri 1 – Jakarta, lulus tahun ajaran 1999

 SMU Negeri 3 – Jakarta, lulus tahun ajaran 2002

 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. Program

Pendidikan Kedokteran lulus tahun ajaran 2010

 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Program

Pendidikan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi

Pengalaman Kerja:

 Dokter Umum RSU Bula, Seram Timur – Maluku Utara 2011

 Dokter Umum Puskesmas Geser, Seram Timur – Maluku Utara

2011

 Dokter Umum RS. Mitra Kemayoran, Jakarta 2012 - 2015

 Dokter Asisten untuk dr. Andito Wibisono, SpOT(K) 2013 - 2015

vii
Universitas Sumatera Utara
Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti:

1. Comprehensive Approach : A Key to Management of Diabetes and its


Complication. PERKENI JAYA. June 12th 2010. Ritz Carlton, Pacific
Place. Jakarta.
2. Pelatihan Advanced Trauma Life Support. The Advanced Trauma Life
Support. IKABI. 17-19 Juni 2011. RSUD Dr. Achmad Mochtar, Bukit
Tinggi Sumatera Barat.
3. Advanced Cardiac Life Support. Perki House. 22-24 Juli 2011. Jakarta.
4. Simposium Ilmiah Terapi Pengganti Ginjal Pada Gagal Ginjal Tahap
Akhir. RS. Mitra Kemayoran. 15 Oktober 2011. Jakarta.
5. Simposium Ilmiah Penanganan Cedera Olahraga Pada Sendi Lutut.
RS. Mitra Kemayoran. 19 November 2011. Jakarta.
6. Simposium Ilmiah Kasus – Kasus Penyakit Pada Tulang Belakang dan
Penanganannya. RS. Mitra Kemayoran. 12 Mei 2012. Jakarta.
7. Pertemuan Ilmiah Berkala XII Ilmu Penyakit Dalam 2012 “ The Update
in Internal Medicine”. PAPDI. 7-9 Februari 2012. Padang.
8. Simposium Ilmiah Penanganan Kasus Emergensi Pada Kasus Urologi.
RS. Mitra Kemayoran. 3 Agustus 2012. Jakarta.
9. Simposium Ilmiah Trend Terkini Penanganan Kanker Payudara. RS.
Mitra Kemayoran. 23 Februari 2013. Jakarta.
10. Simposium Ilmiah Neuroemergency. RS. Mitra Kemayoran. 20 April
2013. Jakarta.
11. Pertemuan Ilmiah Berkala XIV Ilmu Penyakit Dalam 2014 “ The New
Stream on Internal Medicine for Improving Healthcare”. PAPDI. 7-9
Februari 2014. Padang.
12. 61st Continuing Orthopaedic Association (COE) of Indonesian
Orthopaedic Association (IOA) Combined Meeting with Australian
Orthopaedic Association (AOA). 26-24 April 2014 Nusa Dua Bali,
Indonesia.
13. Interactive Workshop Kalbe Learning Forum of Vertigo & Migraine.
May, 24th 2014. Jakarta.

viii
Universitas Sumatera Utara
14. Simposium Ilmiah New Issues in Daily Medical Practice. RS. Husada.
28 Februari 2015. Jakarta.
15. Pelatihan Penyegaran Advanced Trauma Life Support. The Refresher
Course Advanced Trauma Life Support. IKABI. 9 Juni 2015. Jakarta.
16. Basic Surgical Skill. Asia Pacific Surgical Training Center. 1-2 April
2016. Bali.
17. Peri-Operative Critical Care and Acute Care Surgery. International
Training and Development Centre. 4-5 April 2016. Bali.
18. Wound and Stoma Care Course. 6 April 2016. Bitdec – Bali.
19. Nutritional Assessment & Technique of the ESPEN Life Long Learning
programme on the ESPEN LLL – Nutrition Clinical Course. European
Accreditation Council for Continuing Medical Education (EACCME). 7-8
April 2016. Denpasar – Bali.

ix
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang


bertanda tangan di bawah ini:
Nama : FADLI YOGI ARIF
NIM : 157041063
Program Studi : Dokter spesialis
Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Sumatera utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif
(Non-Exclusive Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul:

Luaran Klinis Fungsional Metastase Spine Disease Sebelum Dan


Setelah Tindakan Instrumentasi Posterior Tulang Belakang di RSUP
Haji Adam Malik Medan

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti
Non-Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat
dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari saya sebagai
penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya

Dibuat di Medan
Pada tanggal Januari 2019
Yang menyatakan

(Fadli Yogi Arif)

x
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

“Luaran Klinis Fungsional Metastase Spine Disease Sebelum Dan


Setelah Tindakan Instrumentasi Posterior Tulang Belakang Di RSUP
Haji Adam Malik Medan”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan ujian tertutup ini disusun
sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS) Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis
sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah
penulis cantumkan sumbernya secara jelas, sesuai norma, kaidah, dan
etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian
disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam
bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi akademik dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.

Medan, Januari 2019


Penulis,

Fadli Yogi Arif

xi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
LUARAN KLINIS FUNGSIONAL METASTASE SPINE DISEASE
SEBELUM DAN SETELAH TINDAKAN INSTRUMENTASI POSTERIOR
TULANG BELAKANG DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Fadli Yogi Arif*, Otman Siregar**, Husnul Fuad Albar***


*Residen Orthopaedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/ Rumah Sakit Haji Adam Malik-Medan
**Konsultan Orthopaedi dan Traumatologi, Divisi Spine, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/ Rumah Sakit Haji Adam Malik-Medan
***Staff Orthopaedi dan Traumatologi, Divisi Spine, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/ Rumah Sakit Haji Adam Malik-Medan

Objektif
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan luaran klinis
fungsional metastase spine disease sebelum dan setelah tindakan instrumentasi
posterior tulang belakang

Material dan Metode


Sebanyak enam puluh satu (61) subyek metastase spine disease terbagi atas 2
kelompok, dengan tiga puluh enam (36) subyek tidak operasi dan dua puluh lima
(25) subyek operasi instrumentasi posterior tulang belakang yang sesuai dengan
kriteria Spinal Instability Neoplastic Score (SINS) dalam rentang waktu
September 2014 sampai Februari 2018 yang masuk kedalam kriteria inklusi diikut
sertakan dalam penelitian ini dimana didapatkan total subyek dua puluh dua (22)
dan dilakukan pengambilan data dengan teknik wawancara menilai luaran klinis
berdasarkan VAS, ODI dan SF-36.

Hasil
Distribusi sampel Metastase Spine Disease sebanyak 22 subyek dengan
perempuan sebanyak 12 orang (54.5%) dan laki-laki sebanyak 10 orang (45.5%),
dengan usia termuda dari subyek penelitian 41 tahun dan usia tertua dari subyek
penelitian 78 tahun dengan rerata dan standar deviasi sebesar 51.7 ± 14,0 tahun.
Didapat perbedaan hasil yang signifikan dari luaran klinis sebelum dan setelah
tindakan instrumentasi posterior tulang belakang dengan nilai kemaknaan
sebesar 0.001 (p<0.05)

Kesimpulan
Luaran klinis fungsional metastase spine disease setelah dilakukan instrumentasi
posterior tulang belakang lebih baik dibandingkan luaran klinis sebelum tindakan
instrumentasi posterior tulang belakang dengan nilai statistik (P< 0,01), hal ini
sesuai dengan hipotesis awal penelitian yaitu terdapat perbedaan luaran klinis
fungsional pasien metastase spine disease sebelum dan setelah tindakan
instrumentasi posterior tulang belakang.

Kata Kunci: Metastase Spine Disease; Visual Analog Scale (VAS); Oswestry
Disability Index (ODI); SF – 36

xii
Universitas Sumatera Utara
CLINICAL OUTREACH OF FUNCTIONAL METASTASE SPINE
DISEASE BEFORE AND AFTER THE MEASUREMENT OF
POSTERIOR BONE INSTRUMENTATION IN HAJI ADAM MALIK
HOSPITAL, MEDAN

Fadli Yogi Arif*, Otman Siregar**, Husnul Fuad Albar**


Orthopedics and Traumatology Department
University of North Sumatra -RSUP Haji Adam Malik, Medan
* Orthopedic and Traumatology Resident, University of North Sumatra, Medan
** Teaching Staff Dept. Orthopedics and Traumatology, University of North
Sumatra, Medan

Objective
The aim of this study was to determine the comparison of functional clinical
outcome of metastase spine disease before and after the action of posterior
spinal instrumentation

Material and Methode


This Research using Sixty-one (61) subjects of spine disease metastases were
divided into 2 groups, with thirty-six (36) subjects not operating and twenty-five
(25) subjects operating spinal posterior instrumentation that met the criteria of
Spinal Instability Neoplastic Score (SINS) in the period September 2014 to
February 2018 included in the inclusion criteria included in this study where
twenty-two (22) total subjects were obtained and data was collected by
interviewing techniques assessing clinical outcomes based on VAS, ODI and SF-
36.

Result
The distribution of 22 Metastase Spine Disease samples with 12 females (54.5%)
and 10 females (45.5%) men, with the youngest age of the 41 years research
subjects and the oldest age from the 78-year study subjects with mean and
standard deviations amounting to 51.7 ± 14.0 years. There were significant
differences in results from clinical outcomes before and after the action of
posterior spinal instrumentation with a significance value of 0.001 (p <0.05)

Conclusion
The functional clinical outcome of metastase spine disease after posterior spinal
instrumentation is better than clinical outcome before the action of posterior
spinal instrumentation with statistical values (P <0.01), this is in accordance with
the initial hypothesis of the study, namely there are differences in functional
clinical outcome of spinal metastase patients disease before and after the action
of posterior spinal instrumentation.

Key Words: Metastase Spine Disease; Visual Analog Scale (VAS); Oswestry
Disability Index (ODI); SF – 36

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................. i


SURAT KETERANGAN ................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................... vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..... x
LEMBAR PERNYATAAN ORISINLITAS ....................................... xi
ABSTRAK ...................................................................................... xii
ABSTRACT .................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 4
1.4.1 Bagi Peneliti ..................................................................... 4
1.4.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi, Program Kesehatan dan
Peneliti Lain ..................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 5


2.1 Anatomi Vertebra ..................................................................... 6
2.1.1 Karakteristik Umum Vertebra .......................................... 6
2.1.2 Sendi-Sendi Kolumna Vertebralis ................................... 7
2.1.3 Ligamentum Vertebra ..................................................... 7
2.1.4 Persarafan Sendi-Sendi Vertebra ................................... 8
2.1.5 Struktur dan Fungsi Tulang ............................................ 9
2.1.6 Metabolisme Tulang Secara Normal ............................... 10
2.2 Metastasis ............................................................................... 11
2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Metastase Tumor ............................................................ 12
2.2.2 Patofisiologi Metastasis .................................................. 15
2.2.3 Aspek Genetika Metastasis ............................................ 18
2.3 Metastatic Spine Disease ........................................................ 20
2.3.1 Patofisiologi Metastatic Spine Disease ........................... 20
2.3.2 Manifestasi Klinis Metastatic Spine Disease ................... 24
2.3.3 Diagnosis Metastatic Spine Disease ............................... 25

xiv
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Tatalaksana Metastatic Spine Disease ........................... 32
2.3.5 Prognosis ....................................................................... 36
2.4 Luaran Klinis ............................................................................ 37
2.4.1 SF-36 ............................................................................. 37
2.4.2 Oswestry Disability Index (ODI) ..................................... 37
2.4.3 Visual Analogue Scale (VAS) ......................................... 40
2.5 Kerangka Teori ......................................................................... 41
2.6 Kerangka Konsep ..................................................................... 41
2.7 Hipotesis ................................................................................... 41

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 42


3.1 Desain Penelitian ..................................................................... 42
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 42
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................. 42
3.4 Subyek Penelitian .................................................................... 42
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 43
3.6 Perkiraan Besar Sampel .......................................................... 43
3.7 Persetujuan (Informed Consent) .............................................. 44
3.8 Variabel Penelitian ................................................................... 44
3.8.1 Variabel Bebas ............................................................... 44
3.8.2 Variabel Terikat .............................................................. 44
3.9 Definisi Operasional .................................................................. 44
3.9.1 Cara Kerja ...................................................................... 45
3.10 Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 46
3.11 Alur Penelitian ......................................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 48


4.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 48
4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian ...................................... 49
4.1.2 Uji normalitas data penilaian subyek metastase
spine disease sebelum dan sesudah instrumentasi
posterior ......................................................................... 52
4.1.3 Analisa statistik penilaian luaran pasien metastase
spine disease sebelum dan sesudah instrumentasi
posterior .......................................................................... 53
4.2 Pembahasan............................................................................ 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 59


5.1 Kesimpulan .............................................................................. 59
5.2 Saran ....................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 60

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gen yang Berperan dalam Metastasis ......................... 19


Tabel 2.2 Skala Gangguan Neurologis ........................................ 25
Tabel 2.3 Penilaian Performance Status ...................................... 26
Tabel 2.4 Spinal Instability Neoplastic Score ............................... 27
Tabel 2.5 Temuan yang dapat dijumpai pada X-Ray ................... 28
Tabel 2.6 Indikasi Pembedahan .................................................. 35
Tabel 2.7 Skala Tokuhashi .......................................................... 37
Tabel 2.8 Pengukuran Skala Kuantitas Nyeri Visual Analogue
Scale............................................................................ 40
Tabel 4.1 Demografi Pasien Metastase Spine Disease yang
dilakukan Operasi dan Tidak Operasi .......................... 49
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Metastase Spine Disease yang
dilakukan Operasi dan Tidak Operasi .......................... 49
Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Demografi Pasien Metastase
Spine Disease yang Menjalani Instrumentasi
Posterior ...................................................................... 50
Tabel 4.4 Deskripsi Luaran Klinis Subyek Metastase Spine
Disease Sebelum Menjalani Tindakan Instrumentasi
Posterior ...................................................................... 51
Tabel 4.5 Deskripsi Luaran Klinis Subyek Metastase Spine
Disease Sesudah Menjalani Tindakan Instrumentasi
Posterior ...................................................................... 51
Tabel 4.6 Uji Normalitas Data Penilaian Subyek Metastase
Spine Disease Sebelum Dan Sesudah Instrumentasi
Posterior ...................................................................... 52
Tabel 4.7 Luaran Pasien Metastase Spine Disease Sebelum dan
Sesudah Instrumentasi Posterior ................................. 53
Tabel 4.9 Analisa Statistik Penilaian Fungsi Klinis Luaran Pasien
Metastase Spine Disease Sebelum Dan Sesudah
Instrumentasi Posterior ................................................ 55

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Vertebra ................................................... 5


Gambar 2.2 Sendi dan Ligamen pada Vertebra ........................ 8
Gambar 2.3 Persarafan Vertebra .............................................. 9
Gambar 2.4 Regulasi Fungsi Osteoklas .................................... 11
Gambar 2.5 Kaskade Invansi-Metastasis .................................. 12
Gambar 2.6 Pembentukan Angiogenesis Tumor ....................... 16
Gambar 2.7 Tahap-Tahap Metastasis ....................................... 18
Gambar 2.8 Patofisiologi Metastasis Spine Disease.................. 23
Gambar 2.9 Pleksus Batson ...................................................... 24
Gambar 2.10 Winking Owl Sign................................................... 28
Gambar 2.11 Bayangan Paraspinal ............................................. 28
Gambar 2.12 Fraktur Kompresi ................................................... 29
Gambar 2.13 Dislokasi Patologis................................................. 29
Gambar 2.14 Metastasis Ekstradural .......................................... 29
Gambar 2.15 Metastasis Intradural ............................................. 29
Gambar 2.16 Scintigraphy Pada MSD ......................................... 30
Gambar 2.17 CT Scan Pada MSD .............................................. 30
Gambar 2.18 MRI MSD Pada Vertebra Torakal dan MRI MSD
Pada Vertebra Lumbal ........................................... 31
Gambar 2.19 Dekompresi Medulla Spinalis ................................. 35
Gambar 2.20 Algoritma Tatalaksana MSD .................................. 36
Gambar 2.21 Alat Bantu Ukur Visual Analog Scale ..................... 40

xvii
Universitas Sumatera Utara
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker merupakan beban kesehatan publik yang besar baik di
negara maju maupun berkembang. Berdasarkan penelitian GLOBOCAN,
pada tahun 2012 terdapat sekitar 14,1 juta kasus baru dan 8,2 juta
kematian yang disebabkan oleh kanker.1 Morbiditas dan mortalitas
penyakit kanker mayoritas disebabkan oleh kejadian metastatis, dimana
metastasis menyumbang 90% dari angka kematian tersebut. 2
Perkembangan dalam penatalaksanaan penyakit kanker telah
meningkat pesat. Hal ini pun meningkatkan angka survival pasien dengan
kanker stadium lanjut. Namun peningkatan lama waktu hidup ini
menimbulkan masalah lain berupa metastasis.3 Paru-paru, hati, dan tulang
merupakan lokasi yang paling sering terjadi metastasis. Di antara semua
sistem skeletal, tulang belakang merupakan daerah yang paling sering
terlibat.4,5
Angka kejadian baru metastatic spine disease mencapai 10 – 30%
per tahun.6 Tulang belakang menjadi lokasi metastasis skeletal yang
paling sering, dimana terjadi pada 30 – 90% pasien dengan kanker
terminal.4 Insidensi metastasis paling tinggi terjadi di vertebra thorakalis,
yaitu sekitar 70%, diikuti dengan vertebra lumbalis (20%), dan vertebra
servikalis (10%).7
Metastasis spinal juga menyebabkan berbagai gangguan klinis,
seperti fraktur patologis dan paralisis spinal, gangguan pada aktivitas
hidup sehari-hari dan kualitas hidup.3,8 Kompresi medulla spinalis
merupakan sekuel yang paling berat dari metastasis spinal dan terjadi
pada 20% pasien metastasis. Apabila tidak diterapi, pasien-pasien ini
akan mengalami paraplegia atau tetraplegia yang disertai inkontinensia
sfingter.9
Sampai saat ini, terdapat tiga pendekatan terapi metastatic spine
disease yaitu kemoterapi, radioterapi, dan operasi. 7 Mayoritas lesi

Universitas Sumatera Utara


2

metastatic spine disease dapat diterapi secara efektif dengan modalitas


non bedah seperti radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, terapi hormonal,
bone-seeking isotopes, dan bisfosfonat. Namun, pada keadaan tertentu
seperti instabilitas spinal, defisit neurologis yang progresif, nyeri persisten
dan lesi yang tidak responsif terhadap terapi non operatif, dibutuhkan
penatalaksanaan operatif. Beberapa penelitian juga telah membuktikan
efikasi bedah dalam meningkatkan kualitas hidup dan outcome pasien
metastatic spine disease.10,11
Beragam sistem skoring seperti Tokuhashi, Bauer, Tomita, telah
dibuat untuk membantu klinisi menentukan strategi terapi. 12 Pada tahun
2010, the Spine Oncology Study Group mengembangkan spinal instability
neoplastic score (SINS), suatu sistem penilaian yang membantu klinisi
untuk mengidentifikasi instabilitas spinal sehingga menjadi pedoman untuk
merujuk pasien dengan benar.13,14
Spinal Instability Neoplastic Score (SINS) telah diadopsi oleh
beberapa pedoman dan penelitian klinis. Selain itu, SINS juga menjadi
bagian dari dua kerangka model penatalaksanaan metastasis spinal, yaitu
kriteria The Neurologic, Oncologic, Mechanical stability, Systemic disease
(NOMS) dan The Location, Mechanical instability, Neurological status,
Oncological history, Physical status (LMNOP).15 SINS juga mudah
digunakan baik oleh klinisi yang kurang berpengalaman sekalipun, dan
mempunyai realibilitas yang hampir mencapai sempurna, baik intra-
maupun inter-observer.15-17
Tujuan dari penatalaksanaan penyakit pada spinal adalah untuk
mengurangi nyeri dan disabilitas, dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.18 Meski penatalaksanaan metastasis spinal umumnya bersifat
paliatif, strategi manajemen penyakit ini telah berkembang secara agresif
dan memberikan luaran klinis yang baik.19,20 Namun, sering terjadinya
ketidaksesuaian antara perspektif dokter dengan tingkat kepuasan pasien
terhadap terapi sehingga penting untuk dilakukan evaluasi terapi dengan
fokus spesifik pada perspektif pasien.18

Universitas Sumatera Utara


3

Beberapa penelitian telah melaporkan adanya perbaikan kualitas


hidup pada pasien dengan metastatic spinal disease. Bernard et al
melakukan penelitian terhadap pasien yang ditangani dengan
pembedahan dan menemukan bahwa mean ODI secara signifikan
membaik pada 45 hari pertama, dan kualitas hidup yang secara signfikan
mengalami peningkatan.21 Uei et al juga menilai kualitas hidup paska
operasi stabilisasi spinal posterior paliatif dan menemukan bahwa pada
hari ke-30 terdapat perbaikan yang signifikan paska operasi.22
Seperti yang telah dijabarkan di atas, metastasis spinal merupakan
penyakit dengan morbiditas yang tinggi. Terdapat beberapa pendekatan
terapi dan strategi penentuan terapi untuk metastasis spinal. Namun
mayoritas penelitian hanya meneliti luaran klinis dari pasien berdasarkan
suatu pendekatan terapi saja. Oleh peneliti tertarik untuk mengevaluasi
apakah luaran klinis fungsional pasien metastatic spine disease berubah
secara signfikan setelah ditangani berdasarkan SINS.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
terbentuklah suatu rumusan masalah apakah ada perbedaan luaran klinis
fungsional metastatic spine disease sebelum dan setelah dilakukan
tindakan operasi instrumentasi posterior tulang belakang berdasarkan
spinal instability neoplastic score.”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan luaran klinis fungsional metastatic
spine disease sebelum dan setelah dilakukan tindakan operasi
instrumentasi posterior tulang belakang berdasarkan spinal instability
neoplastic score
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk melihat distribusi frekuensi karakteristik demografis pasien
metastatic spine disease yang menjalani tindakan operasi.

Universitas Sumatera Utara


4

b. Untuk melihat distribusi frekuensi penyakit kanker yang


menimbulkan metastatic spine disease.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah menambah wawasan
penulis mengenai perbandingan luaran klinis fungsional metastatic spine
disease sebelum dan setelah dilakukan tindakan operasi instrumentasi
posterior tulang belakang berdasarkan spinal instability neoplastic score.
1.4.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi, Program Kesehatan dan
Peneliti Lain
Manfaat penelitian ini bagi perguruan tinggi adalah agar dapat
mewujudkan Universitas Sumatera Utara sebagai universitas riset di
Indonesia.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
program kesehatan mengenai perbandingan luaran klinis fungsional
metastatic spine disease sebelum dan setelah dilakukan tindakan operasi
instrumentasi posterior tulang belakang berdasarkan spinal instability
neoplastic score.
Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai terapi metastatic spine
disease.

Universitas Sumatera Utara


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Vertebra


Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. Manusia memiliki 33 ruas
tulang belakang, yang terdiri dari empat bagian, yaitu tulang leher
(cervical), tulang punggung (thoracic), tulang pinggang (lumbar), dan ekor
(sacral). Tiga bagian teratas tersusun dari dan 7 tulang leher, 12 tulang
dada, dan 5 tulang pinggang. Sedangkan bagian ekor dibentuk dari tulang
ekor (coccyx) yang disusun oleh 4 tulang terbawah dan 5 tulang di
atasnya akan bergabung membentuk bagian sacrum.23

Gambar 2.1. Anatomi Vertebra.24

Universitas Sumatera Utara


6

2.1.1 Karakteristik Umum Vertebra


Semua vertebra mempunyai pola yang sama walaupun terdapat
berbagai perbedaan tergantung regionya. Umumnya vertebra terdiri dari
korpus berbentuk bulat di anterior dan arkus vertebra di posterior. Kedua
struktur ini mengelilingi ruangan yang disebut foramen vertebralis dan
dilalui oleh medula spinalis. Arkus vertebra terdiri atas sepasang pedikuli
yang berbentuk silinder, yang membentuk sisi arkus, serta sepasang
lamina pipih yang melengkapi arkus vertebra di posterior.24
Terdapat tujuh prosesus yang berasal dari arkus vertebra : satu
prosesus spinosus, 2 prosesus transversus, dan 4 prosesus artikularis.
Prosesus spinosus atau spina, mengarah ke posterior dari pertemuan
kedua lamina. Prosesus transversus mengarah ke lateral dari pertemuan
lamina dan pedikulus. Prosesus spinosus dan prosesus transversus
berperan sebagai pengungkit dan tempat melekatnya otot dan ligamen.24
Prosesus artikularis terletak vertikal dan terdiri atas 2 prosesus
artikularis superior dan 2 prosesus artikularis inferior. Kedua prosesus
artikularis superior dari satu arkus vertebra bersendi dengan kedua
prosesus artikularis inferior dari arkus vertebra yang terletak di atasnya,
membentuk dua sendi synovial.24
Pedikuli mempunyai lekukan di pinggir atas dan bawah,
membentuk insisura vertebralis superior dan inferior. Pada setiap sisi,
insisura vertebralis superior dari sebuah vertebra bersama dengan
insisura vertebralis inferior vertebra di dekatnya membentuk foramen
intervertebralis. Pada rangka yang bersendi, foramen-foramen ini menjadi
tempat lewatnya nervus spinalis dan pembuluh darah. Radiks anterior dan
radiks posterior nervus spinalis bergabung menjadi satu di dalam foramina
dan membentuk nervus spinalis segmentalis.25
2.1.2. Sendi-Sendi Kolumna Vertebralis25
Vertebra saling bersendi pada sendi kartilaginosa diantara
korporanya dan sendi sinovial di antara prosesus artikulasio. Sisipan di
antara korpora vertebra adalah fibrokartilago diskus intervertebralis.

Universitas Sumatera Utara


7

Diskus intervertebralis dijumpai paling tebal di daerah servikal dan


lumbal sehingga memungkinakan gerakan yang bebas. Diskus ini
berperan sebagai penahan (shock absorber) goncangan apabila beban
kolumna vertebralis tiba-tiba meningkat, tetapi akan menurun seiring
dengan pertambahan usia.
Masing-masing diskus terdiri atas anulus fibrosus di bagian luar dan
nukleus pulposus di bagian sentral. Anulus fibrosus terdiri atas
fibrokartilago yang melekat erat pada korpora vertebra dan ligamentum
longitudinal anterior dan posterior kolumna vertebralis.
Nukleus pulposus merupakan massa gelatinosa yang berbentuk
lonjong pada orang dewasa, terletak sedikit ke posterior dari pinggir
anterior diskus. Fasies anterior dan posterior korpora vertebra yang
terletak di dekatnya dan berbatasan dengan diskus diliputi oleh lapisan
tipis kartilago hialin.
Sifat nukleus pulposus yang semicair memungkinkan perubahan
bentuk dan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang antara satu
dan yang lain. Peningkatan beban kolumna vertebralis secara tiba-tiba
menyebabkan nukleus pulposus menjadi pipih. Annulus dapat robek
apabila tekanan dari luar terlalu besar. Dengan bertambahnya usia,
nukleus pulposus mengecil dan diganti oleh fibrokartilago. Serabut-
serabut kolagen anulus berdegenerasi. Pada usia lanjut, diskus menjadi
tipis, kurang elastis, dan tidak dapat lagi dibedakan antara nukleus dan
anulus.
2.1.3. Ligamentum Vertebra26
Ligamentum longitudinal anterior dan posterior berjalan turun
sepanjang fasies anterior dan posterior kolumna vertebralis dari tengkorak
sampai ke sakrum. Ligamentum longitudinal anterior bersifat lebar dan
kuat, melekat pada permukaan dan sisi-sisi korpora vertebra dan diskus
intervertebralis. Ligamentum longitudinal posterior bersifat lemah dan
sempit serta melekat pada pinggir posterior diskus. Adapun ligamentum
yang terdapat pada vertebra yaitu:

Universitas Sumatera Utara


8

1. Ligamentum supraspinosium: ligamentum yang berjalan pada


ujung-ujung spina.
2. Ligamentum interspinosum: ligamentum yang menghubungkan
spina yang berdekatan.
3. Ligamentum intertransversum: ligamentum yang berjalan diantara
prosesus transversus.
4. Ligamentum flavum: ligamentum yang menghubungkan lamina
vertebra yang berdekatan.

Gambar 2.2. Sendi dan Ligamen pada Vertebra.24

2.1.4. Persarafan Sendi-Sendi Vertebra


Sendi-sendi di antara korpora vertebra dipersarafi oleh ramus
meningea kecil di setiap nervus spinalis. Sendi-sendi di antara prosesus
artikularis dipersarafi oleh cabang-cabang dari ramus posterior nervus
spinalis.32

Universitas Sumatera Utara


9

Gambar 2.3. Persarafan Vertebra.26

2.1.5. Struktur dan Fungsi Tulang27


Tulang memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai penyokong,
pelindung organ internal dari kerusakan mekanis, sebagai sumber kalsium
dan fosfat. Tulang atau jaringan osseous terdiri atas sel-sel hidup yang
tersusun dalam matriks organik yang termineralisasi. Terdapat 2 jenis
utama sel tulang: osteoblas (sel pembentuk tulang) dan osteoklas.
Komponen struktural tulang terdiri atas tulang kortikal dan tulang
trabekular. Tulang kortikal, disebut juga tulang kompakta, menyusun
sekitar 80% dari total massa tulang dan banyak dijumpai pada tulang-
tulang panjang. Tulang kortikal memiliki kandungan mineral sekitar 70%.
Tulang trabekular, disebut juga tulang spongiosa, tersusun atas
lempengan tulang yang diisi oleh sel-sel hematopoetik, sum-sum tulang
yang mengandung lemak atau pembuluh darah. Tulang trabekular
menurunkan berat tulang tanpa mengurangi kekuatannya. Beberapa
permukaan tulang trabekular merupakan lokasi penting untuk remodeling
tulang. Permukaan luar tulang kortikal dilapisi oleh periosteum, suatu
struktur vaskular yang tipis dengan lapisan fibrosa sebagai lapisan terluar,
tersusun atas serabut kolagen dan fibroblast, serta lapisan cambium

Universitas Sumatera Utara


10

sebagai lapisan terdalam, tersusun atas sel osteoprogenitor yang dapat


berdifferensiasi menjadi osteoblast.
Endosteum yang berada di permukaan dalam tulang, tersusun atas
sel osteoprogenitor dan jaringan ikat dalam jumlah sedikit. Baik
periosteum dan endosteum memberikan memberikan nutrisi ke sel
osteoprogenitor atau osteoblas baru untuk pertumbuhan dan perbaikan
tulang. Matriks tulang tersusun atas bahan organik dan anorganik. Bahan
organik terdiri atas serabut kolagen tipe I serta mengandung proteoglikan
dan glikoprotein. Bahan anorganik merupakan analog kalsium fosfat yang
disebut dengan hidroksiapatit.
2.1.6.Metabolisme Tulang Secara Normal27,28
Remodeling tulang terjadi apabila osteoklas dan osteboblas
menghancurkan tulang yang sudah tua dan membentuk tulang yang baru.
Tulang akan mengalami remodeling secara kontinu sebagai suatu
mekanisme dalam mempertahankan kekuatan dan integritas tulan. Massa
tulang yang konstan dipertahankan dengan menyeimbangkan aktivitas
osteoklas dan osteoblas dalam suatu proses multifasik. Dalam fase
aktivasi, osteoklas bermigrasi ke lokasi tulang yang spesifik. Selanjutnya
diikuti oleh fase resorpsi, dimana tulang mengalami erosi, disebut juga
osteolisis. Fase selanjutnya adalah reversal, dikarakteristikkan oleh
apoptosis osteoklas. Fase terakhir yaitu fase pembentukan yaitu dimana
terbentuk tulang baru yang dibantu oleh osteoblas. Siklus remodeling
tulang diregulasi oleh beberapa faktor sistemik dan lokal. Terdapat 3
komponen regulator metabolisme osteoklas yang utama yaitu
osteoprotegerin (OPG), reseptor activator of nuclear factor NF-kB ligand
(RANKL) dan reseptor activator NF-kB (RANK). Jalur transduksi sinyal
OPG-RANKL-RANK meregulasi perkembangan dan fungsi osteoklas.
RANKL mengaktivasi RANK, menambah jumlah osteoklas yang aktif dan
meningkatkan resorpsi tulang. OPG menetralisasi RANK, mengurangi
populasi osteoklas yang aktif dan menurunkan resorpsi tulang. RANKL
dan OPG yang diproduksi oleh sel stroma dan osteoblas, berfungsi
meregulasi berbagai sitokin kalsiotropik, hormon dan obat-obatan.

Universitas Sumatera Utara


11

Proses resorpsi tulang terdiri atas beberapa fase. Pada awal fase
proliferasi, macrophage colony-stimulating factor (M-CSF), suatu faktor
pertumbuhan hematopoetik, menstimulasi proliferasi sel precursor
osteoklas. Pada fase differensiasi, RANKL berikatan dengan reseptor
RANK dan memicu differensiasi precursor osteoklas. Pada fase survival
dan fusi, sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha
(TNF-β) dan IL-6 memodulasi RANKL pada osteoblas dan sel stroma
untuk menstimulasi produksi osteoklas multinukleus. Pada fase aktivasi,
beberapa faktor seperti RANKL, IL-1, TNF-β dan IL-6 mengaktivasi
osteoklas, menyebabkan sel-sel ini dapat menresorpsi tulang. Empat fase
ini diinduksi oleh RANKL dan dihambat oleh OPG. Pada fase terakhir,
osteoklas matur mengalami apoptosis. Fase ini distimulasi oleh OPG dan
dihambat oleh RANKL. Selain itu, estrogen juga berperan penting dalam
meregulasi resorpsi tulang, meningkatkan resorpsi dengan menstimulasi
pembentukan osteoklas (osteoklastogenesis), meningkatkan aktivitas
osteoklas dan menghambat apoptosis osteoklas.

Gambar 2.4. Regulasi Fungsi Osteoklas.27

2.2. Metastasis
Menurut WHO, kanker adalah suatu istilah umum untuk satu
kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari
tubuh. Kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang

Universitas Sumatera Utara


12

tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian menyerang organ


tubuh lainnya.29
Suatu kanker memiliki karakteristik untuk menyebar, baik ke daerah
setempat (invasi) maupun ke tempat yang jauh (metastasis). Kemampuan
untuk menginvasi dan bermetastasis adalah karakterisitk suatu kanker.
Invasi yaitu kemampuan sel-sel tumor untuk berpenetrasi melalui
membran yang memisahkan mereka dari jaringan normal dan pembuluh
darah, atau penjalaran sel-sel tumor dari tumor induk ke jaringan sehat di
sekitarnya, jadi masa sel tumor berhubungan dengan tumor induknya.
Metastasis dapat diartikan sebagai pelepasan atau penyebaran sel-sel
tumor dari tumor induk yang kemudian menyebar melalui aliran darah atau
aliran getah bening ke atau bagian tubuh lain yang jauh, atau kondisi yang
dihasilkan dari penyebaran ini yaitu membentuk pertumbuhan baru yang
disebut anak sebar, sehingga tumor anak sebar tidak berhubungan
dengan masa tumor induk. Tumor yang dihasilkan melalui metastasis
disebut juga tumor sekunder.29,30

Gambar 2.5. Kaskade Invasi-Metastasis.30

2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Metastase


Tumor31,32,33
1. Proliferasi sel tumor yang berlebihan
Proliferasi sel tumor menyebabkan bertambahnya isi dan menimbulkan
peningkatan tekanan mekanik yang menekan jaringan sehat sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara


13

Meningkatnya tekanan mekanik pada tumor jinak menyebabkan


terjadinya pertumbuhan yang bersifat ekspansif membentuk kapsul yang
merupakan batas tegas antara jaringan tumor dan jaringan sekitarnya.
Pada tumor ganas terjadi pelepasan sel-sel tumor dari tumor induk,
karena kohesi sel-sel tumor ganas berkurang akibat menurunnya kadar
kalsium pada dinding sel, atau meningkatnya tekanan mekanik yang
disebabkan oleh bertambahnya isi tumor akibat proliferasi sel tumor
yang terus-menerus. Sel-sel tumor ini mengeluarkan enzim-enzim
seperti kolagenase, hyaluronidase, dan mucinase yang mempengaruhi
jaringan sekitarnya. Sel-sel tumor bergerak masuk ke dalam ruang-
ruang antar sel atau menembus sitoplasma sel-sel otot membentuk
pertumbuhan yang bersifat infiltratif pada jaringan sehat di sekitarnya,
atau menembus pembuluh limfe dan tumbuh di sepanjang pembuluh
limfe. Walaupun demikian, adanya pelepasan sel tumor dari tumor
induknya tidak cukup menjelaskan terbentuknya metastase. Dalam hal
ini harus ditambahkan bahwa sel-sel yang terpisah ini sanggup hidup
secara otonom. Pada tumor ganas, sel-sel dapat hidup secara otonom
di tempat yang jauh dari tumor induknya karena sel tumor ganas tidak
mengandung faktor antigen, sehingga tubuh tidak membentuk antibodi
untuk menahan invasi tumor.
2. Adanya jalan penyebaran metastasis
A. Pembuluh darah
Cara penyebaran sel-sel tumor melalui pembuluh darah disebut juga
hematogen. Pembuluh vena memiliki dinding yang tipis, sehingga
mudah ditembus oleh sel-sel tumor. Sel-sel ini sebagai embolus
akan diangkut oleh aliran darah vena, kemudian dapat tersangkut
pada organ lain dan membentuk metastasis. Sel-sel tumor yang
berasal dari tumor juga dapat masuk ke dalam pembuluh darah
limfe, kemudian melalui ductus thoracicus, akhirnya masuk ke dalam
darah vena (ductus thoracicus bermuara pada vena jugularis
sinistra). Arteri memiliki dinding yang tebal, sehingga sukar ditembus
oleh sel tumor.

Universitas Sumatera Utara


14

B. Pembuluh limfe
Penyebaran melalui pembuluh limfe disebut pula sebagai
penyebaran secara limfogen. Penyebaran dengan cara ini biasanya
terjadi pada karsinoma, namun dapat pula terjadi pada sarkoma.
Sel-sel tumor yang telah menembus pembuluh limfe diangkut oleh
aliran limfatik sebagai embolus, dan kemudian akan tersangkut pada
kelenjar getah bening regional. Pada tempat ini, biasanya pada
sinus di bawah kapsul (subcapsularis) sel-sel tumor membentuk
metastasis. Metastasis mungkin menyebabkan terbendungnya aliran
limfatik, sehingga terjadi aliran retrogad dan dapat menimbulkan
penyebaran retrogad.
C. Transplantasi langsung
Cara ini terjadi pada tumor-tumor yang terletak dalam rongga-
rongga serosa seperti rongga perut dan rongga pleura, disebut juga
sebagai “transcoelomic spread”. Misalnya, pada tumor ganas
lambung, sel-selnya akan menembus rongga serosa yang kemudian
karena gaya berat sel tumor akan jatuh ke dalam rongga pelvis.
Bersamaan dengan fibrin sel-sel tumor akan melekat pada serosa
ovarium atau rektum membentuk suatu metastase.
3. Adanya lingkungan yang memberikan harapan hidup bagi sel-sel tumor
pada tempat yang baru
Setelah sel-sel tumor yang dapat tumbuh secara otonom melepaskan
diri dan menempel pada suatu organ tubuh, kondisi tempat baru
tersebut harus cocok bagi pertumbuhan tumor. Pembuluh kapiler yang
berdinding tipis memberikan kemungkinan bagi pertumbuhan sel-sel
tumor. Selain jaringan setempat yang memberikan kemungkinan bagi
tumbuhnya sel-sel tumor, faktor imunologis juga berpengaruh dalam hal
pembentukan metastasis. Sel-sel tumor dalam perkembangannya terus
menerus mengakumulasi kelainan genetik, beberapa di antaranya tetap
silent, tetapi beberapa yang lain dapat mengakibatkan perubahan
fenotip menjadi lebih ganas dan memiliki potensi untuk bermetastasis
atas pengaruh elemen-elemen yang dikenal sebagai enhancer element.

Universitas Sumatera Utara


15

Mutasi gen yang mengendalikan metastasis dan menyebabkan sel


tumor dapat bermigrasi ke tempat jauh dari induknya, terjadi bersamaan
dengan mutasi gen yang menyebabkan proliferasi tak terkendali, tetapi
di lain pihak keberadaan sel tumor dalam sirkulasi juga dapat
disebabkan tindakan medis, misalnya pembedahan.
2.2.2. Patofisiologi Metastasis34,35
Pembentukan metastasis memiliki beberapa langkah, yaitu :
1. Perubahan dan Replikasi Sel
Kebanyakan sel kanker berasal dari epitelium, yang merupakan suatu
lapisan jaringan yang menutupi permukaan tubuh dan permukaan
dalam rongga tubuh dan pembuluh darah. Sel kanker pada jaringan
epitel secara genetik tidak stabil dan memiliki angka mutasi yang tinggi.
Kebanyakan kanker, pada kenyataannya, merupakan hasil akhir dari
perubahan genetik multipel pada onkogen dan gen penekan tumor.
Aktivasi onkogen diiringi dengan kehilangan atau deaktivasi gen
penekan tumor, yang berarti bahwa salah satu garis pertahanan normal
tubuh dalam melawan proliferasi sel tak terkontrol menjadi hilang justru
di saat hal ini sangat dibutuhkan. Setelah terjadi perubahan material
genetik tersebut, sel ini kemudian bereplikasi, atau menduplikasikan
dirinya dalam waktu yang lebih cepat. Mutasi dapat mencegah
terjadinya apoptosis sel atau program pengrusakan diri. Apoptosis,
yang terkadang disebut juga “bunuh diri sel”, normalnya terjadi ketika
sel mengenali adanya kerusakan pada DNA dan mati. Protein yang
dihasilkan oleh gen p53 biasanya menjaga apoptosis pada sel dengan
DNA defektif, akan tetapi sel-sel ini biasanya tetap bertahan hidup dan
bereplikasi apabila gen p53 telah berubah atau tidak aktif.
2. Kerusakan Membran Basal
Saat kanker telah terbentuk, tahap pertama dalam pembentukan
metastasis yaitu penetrasi tumor ke membran basal, yang memisahkan
jaringan epitel dari jaringan ikat di bawahnya. Membran basal yaitu
suatu lapisan khusus pada matriks ekstraseluler, sebagian besar
disusun oleh kolagen tipe IV, merupakan suatu masa serabut jaringan

Universitas Sumatera Utara


16

ikat dan protein yang mendukung dan memberi nutrisi pada jaringan
ikat tubuh. Pada keadaan normal, matriks ekstraselular merupakan
suatu barier yang menjaga sel terhadap perpindahan dari tempat
asalnya. Sel kanker mensekresikan berbagai jenis enzim yang berbeda
yang menghancurkan protein membran basal. Ketika membran telah
melemah dan rusak, sel kanker dapat terdorong dan masuk melalui
membran basal ke stroma dan jaringan ikat.
3. Angiogenesis
Angiogenesis merupakan suatu proses dimana suatu tumor
membentuk suplai darah sendiri dengan cara melepaskan faktor-faktor
pertumbuhan – suatu substansi yang disebut Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) –menyebabkan sel-sel vaskuler mulai
bermigrasi ke arah tumor. Sel-sel vaskular lalu membentuk pembuluh
darah baru pada tumor. Angiogenesis adalah tahap signifikan dalam
perkembangan metastasis karena pembentukan pembuluh darah pada
tumor akan menyuplai tumor dengan nutrisi yang dapat mempercepat
pertumbuhannya; dan pembuluh darah ini berperan sebagai jalur bagi
sel-sel kanker untuk berpindah dari tumor primer ke organ lain. Proses
pembentukan pembuluh yang sama terjadi pula pada sistem limfatik.
Angiogenesis dapat terjadi bersamaan dengan ketika tumor menembus
membran basal, namun dapat juga terjadi lebih awal dalam
pertumbuhan tumor.

Gambar 2.6. Pembentukan Angiogenesis Tumor.30

Universitas Sumatera Utara


17

4. Invasi dan Embolisasi


Setelah terbentuk pembuluh darah baru pada tumor, sel kanker akan
memisahkan diri dari tumor dan berjalan melalui pembuluh baru
tersebut ke dalam sistem sirkulasi utama tubuh. Sel-sel ini terkadang
disebut mikrometastasis. Bahkan suatu tumor kecil dapat
melepaskan jutaan sel kanker setiap hari ke dalam pembuluh darah
dan limfe. Kebanyakan dari sel ini akan mati segera setelah
memasuki aliran darah atau pembuluh limfe. Namun terkadang sel-
sel kanker tersebut dapat berjalan sebagai emboli. Suatu protein
yang disebut fibrin, yang biasanya terbentuk ketika darah membeku,
akan mengelilingi setiap embolus. Fibrin tersebut akan melindungi
embolus sel-sel kanker saat bergerak dalam sistem sirkulasi, dan
dapat meningkatan kesempatannya untuk bertahan ketika sampai
pada kapiler (pembuluh darah kecil) yang menyuplai organ atau
daerah lain pada tubuh.
5. Ekstravasasi dan Pembentukan Tumor Sekunder
Ekstravasasi diartikan sebagai keluarnya sel kanker melalui dinding
kapiler dan menginvasi jaringan di sekitar kapiler. Untuk melakukan
ekstravasasi, sel tumor harus melekatkan dirinya pada dinding
kapiler. Setelah pelekatan, sel tumor dapat bekerja dengan caranya
untuk melewati jaringan yang melapisi pembuluh darah, dinding
pembuluh darah, dan membran basal yang menutupi pembuluh
darah. Sel tumor kemudian dapat mulai mereplikasi dirinya dan
memulai proses angiogenesis, lalu membentuk sebuah metastasis
atau tumor sekunder pada lokasi barunya. Tumor sekunder dapat
melepaskan sel kanker ke dalam sirkulasi dan menghasilkan
metastasis di tempat lainnya.
Kebanyakan sel tumor tidak dapat bertahan cukup lama di dalam
aliran darah untuk ekstravasasi dan membentuk metastasis.
Semakin lama suatu sel berada dalam sirkulasi, semakin besar
kemungkinan untuk mati.

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 2.7. Tahap-Tahap Metastasis.34

2.2.3 Aspek Genetika Metastasis30


Gen yang berhubungan dengan terjadinya metastasis berbeda
dengan yang diperlukan untuk pertumbuhan tumor. Kemampuan untuk
mengisolasi sel yang dapat atau tidak dapat bermetastasis dari tumor
yang sama menunjukkan bahwa fenotipe metastatis dapat dipisahkan dari
kemampuan untuk membentuk tumor. Beberapa gen tertentu telah
diidentifikasi sebagai gen yang diperlukan untuk metastasis, tapi tidak
diperlukan untuk ekspresi tumor primer, dan sebaliknya penurunan
ekspresi gen lain juga diperlukan untuk metastasis. Sebagai contoh, suatu
molekul permukaan yang disebut E-cadherin berfungsi dalam jaringan
normal untuk membentuk jembatan yang menjaga perlekatan tumor,
biasanya tidak terdapat pada tumor yang bermetastasis. Kehilangan
ekspresi gen ini secara sederhana dapat menyebabkan hilangnya
perlekatan antar sel dan melemahkan agregasi sehingga dapat
menyebabkan sel berpindah jauh dari tumor primer. Sebagai tambahan,

Universitas Sumatera Utara


19

interaksi molekul E-cadherin pada permukaan dengan molekul-molekul


lain di dalam sel dapat memicu terjadinya transkripsi gen. Oleh karena itu,
dengan ketidakhadiran E-cadherin tidak hanya merubah kemampuan sel-
sel tumor untuk melekat pada tetangganya dapat juga secara drastis
merubah ekspresi gen lain yang berefek pada keganasan tumor dan
kemampuannya untuk bermetastasis.
Protease atau enzim lain yang menghasilkan protein juga dapat
berefek pada kemampuan sel untuk bermetastasis. Plasminogen
activator, suatu enzim yang mengaktivasi plasmin dan dapat melarutkan
bekuan darah, diperlukan untuk metastasis pada beberapa sel tumor.
Enzim ini memiliki dua fungsi dalam metastasis, baik secara enzim dalam
menghasilkan protease lain yang juga diperlukan untuk metastasis, serta
memberi sinyal untuk perlekatan pada reseptor plasminogen activator.
Reseptor ini lebih sering tampak pada sel-sel tumor metastatik, sementara
plasminogen activator biasanya diproduksi oleh sel-sel host.
Proteinase kelas lain, matriks metaloproteinase, dapat juga
berperan dalam metastasis. Enzim-enzim ini sering tampak berlebihan
pada tumor. Enzi mini memiliki kemampuan untuk mendegradasi
komponen matriks ekstraseluler, material antar sel, dan fungsinya dapat
menyebabkan sel tumor berpenetrasi jauh ke dalam jaringan. Kedua
enzim ini, MMP-2 dan MMP-9, bersama dengan enzim MT1-MMP, yang
mengaktivasi MMP-2, juga diperlukan untuk metastasis.

Tabel 2.1. Gen yang Berperan dalam Metastasis. 35

Universitas Sumatera Utara


20

2.3. Metastatic Spine Disease


Metastatic Spine Disease (MSD) merupakan metastasis pada tulang
yang paling umum dijumpai dengan insidensi 30% hingga 70% pada
pasien kanker. Pada pemeriksaan postmortem menunjukkan bahwa MSD
dapat dijumpai pada hampir 70% pasien kanker terminal. MSD merupakan
tumor spinal yang paling sering dijumpai dan terjadi 20 kali lebih sering
dibandingkan neoplasma primer pada tulang belakang. Diperkirakan
bahwa sekitar 18.000 kasus baru metastasis spinal yang didiagnosis
setiap tahun di Amerika.36
MSD dapat dijumpai pada semua kelompok usia ; insidensi tertinggi
dijumpai pada usia 40-65 tahun, berhubungan dengan periode
peningkatan risiko kanker. Insidensi metastasis spinal lebih tinggi dijumpai
pada pria dibandingkan dengan wanita.37
Kanker payudara, prostat, paru, renal dan hematopoetik sering
bermetastasis ke spinal. Vertebra thorakal merupakan lokasi metastasis
yang paling sering dijumpai, karena vertebra thorakal memiliki volume
sum-sum tulang terbesar, sehingga dapat menampung deposit
metastasis. Sekitar 16,5% metastasis yang simptomatik merupakan
sekunder dari kanker payudara, 15,6% merupakan sekunder dari kanker
paru dan 9,25% merupakan sekunder dari kanker prostat. Tumor padar
lainnya yang sering bermetastasis ke spinal adalah karsinoma renal,
gastrointestinal dan tiroid. Pada anak-anak, sarkoma (terutama tumor
Ewing) dan neuroblastoma merupakan tipe histology yang paling umum
dijumpai.37
MSD dapat dijumpai pada 3 lokasi yaitu ekstradural, intradural
ekstramedulla (IDEM) dan intramedulla. Lebih dari 98% metastasis spinal
merupakan ekstradural karena dura mater merupakan pembatas untuk
metastasis ; IDEM dan IM hanya terjadi sekitar 1% dari MSD. Baik IDEM
dan IM sering berasal dari tumor otak.
2.3.1. Patofisiologi Metastatic Spine Disease27,38
Malignansi skeletal (misalnya mieloma multipel atau metastasis
tulang), defisiensi estrogen, paparan glukokortikoid, aktivasi sel T (seperti

Universitas Sumatera Utara


21

pada rheumatoid arthritis), dan kondisi-kondisi lainnya dapat menganggu


jalur transduksi sinyal serta memicu pembentukan osteoklas, sehingga
mempercepat resorpsi tulang dan memicu hancurnya tulang.
Proses metastasis merupakan kompleks kaskade dengan berbagai
aktivitas yang berhubungan dimana sel tumor terlepas dari tumor
primernya; masuk ke dalam sistemik; bertahan dari respons imun host dan
tekanan sirkulasi; tertahan pada kapiler organ yang jauh; keluar dari
kapiler dan memperoleh akses ke jaringan sekitar; serta berkembang
pada lokasi yang baru. Berdasarkan insidensi metastasis tulang yang
tinggi, lingkungan mikro di sekitar tulang merupakan lingkungan yang
subur untuk pertumbuhan dan perkembangan sel tumor yang agresif.
Pada kanker payudara, tumor akan memproduksi parathyroid
hormone- related peptide (PTHrP) secara berlebihan, suatu faktor yang
dapat mengaktivasi osteoblas untuk memproduksi RANKL, menurunkan
produksi OPG, mengaktivasi prekursor osteoklas dan menyebabkan
osteolisis. Proses osteolisis akan menyebabkan pelepasan bone-derived
growth factors, termasuk transforming growth factor-β (TGF-β) dan insulin-
like growth factor 1 (IGF1) dan meningkatkan konsentrasi kalsium
ekstraseluler (Ca2+). Faktor pertumbuhan dan Ca2+ berperan dalam suatu
siklus dimana terjadi interaksi antara osteoklas dan sel tumor yang tidak
hanya menyebabkan peningkatan aktivitas osteoklastogenesis dan
osteolitik, tetapi juga menyebabkan pertumbuhan sel tumor yang agresif.
TGF-β dan IGF1 berikatan dengan reseptor permukaan sel tumor, ketika
mereka mengaktifkan autofosforilasi dan pensinyalan melalui jalur yang
melibatkan SMAD (mediator sinyal TGF-β) dan mitogen-activated protein
kinase (MAPK). Ion Ca ekstraseluler berikatan dan mengaktivasi pompa
ion Ca. Pensinyalan melalui jalur ini memicu proliferasi sel tumor dan
produksi PTHrP tambahan, sehingga proses osteoklastogenesis dan
osteolisis akan berlanjut.
Pada metastasis tulang osteolitik, sel stroma dijumpai di lingkungan
mikro sum-sum tulang dan terlibat dalam proses metastasis tulang. Proses
ini juga melibatkan neuron, platelet dan sel endotel. Metastasis tulang

Universitas Sumatera Utara


22

akan mengaktivasi neuron simpatis, sehingga memicu rasa nyeri yang


berat, tetapi juga meningkatkan proliferasi dan invasi tumor. Sel tumor
juga berikatan dengan sel endotel dan mengaktivasi agregasi platelet,
dimana akan memicu terjadinya angiogenesis dan peningkatan proliferasi
tumor. Agregasi platelet akan memicu produksi masif asam lisofosfatidik
(LPA) yang berperan sebagai pro-metastatic lipid mediator. LPA melalui
aktivasi G-protein-coupled receptor, berperan dalam menstimulasi sekresi
interleukin pro-osteoklas seperti interleukin (IL)-6 dan IL-8.
IL-6 dapat meningkatkan degradasi tulang melalui (i) produksi
RANKL dan regulasi negative osteoprotegerin (OPG); (ii) induksi protein
yang terlibat dalam resorpsi tulang, seperti PTHrP, IL-8, IL-11 dan Cox-2;
(iii) peningkatan aktivitas estradiol 17β-hidroksisteroid dehidrogenase
(penghambat aktivitas osteoklas); (iv) stimulasi ekspresi DKK-1 oleh sel
tumor dan (v) penurunan regulasi kolagen II oleh osteoblas. Banyak faktor
lain yang berperan dalam metastasis tulang osteolitik disekresi atau
diinduksi oleh sel tumor metastasis (IL-1, prostaglandin E2, granulocyte
macrophage colony stimulating factor GM-CSF, TNFα, MMP cathepsin
dan osteopontin (OPN)). Metastasis osteolitik tidak hanya disebabkan oleh
resorpsi tulang oleh osteoklas, namun juga disebabkan oleh penurunan
pembentukan tulang yang dimediasi oleh osteoblas.
Metastasis tulang osteosklerotik disebabkan oleh pembentukan
tulang yang berlebihan, dimana sering menghasilkan jaringan tulang yang
lemah. Ketidakseimbangan ini sering terjadi bersamaan dengan
metastasis yang berasal dari karsinoma prostat atau tumor primer
payudara. Faktor yang paling berpengaruh dalam proses metastasis
tulang osteosklerotik adalah BMP dan endotelin-1 (ET-1). Peningkatan
eskpresi BMP oleh osteoblas dapat mempengaruhi pembentukan tulang
dan terlibat dalam pembentukan ektopik tulang. Dibandingkan dengan
kanker primer lainnya, ekspresi BMP sangat tinggi pada kanker prostat,
berkorelasi dengan tinggi kejadian metastasis osteosklerotik pada kanker
prostat. ET-1 merupakan vasokonstriktor poten, stimulant mitogenesis

Universitas Sumatera Utara


23

progrenitor osteoblas dan berhubungan dengan rasa nyeri yang


disebabkan oleh lesi osteosklerotik.

Gambar 2.8. Patofisiologi Metastasis Spine Disease.38

Penyebaran tumor dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus batson's yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih
70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.

Universitas Sumatera Utara


24

Gambar 2.9. Pleksus Batson

2.3.2. Manifestasi Klinis Metastatic Spine Disease39


Nyeri merupakan gejala klinis yang paling umum dijumpai pada
sekitar 90% pasien MSD. Nyeri sering sulit dibedakan dari penyebab nyeri
punggung dan pinggang lainnya. Namun, nyeri progresif, kontinu dan
sering muncul pada malam hari merupakan gejala klinis suatu malignansi.
Gejala klinis neurologis sering dijumpai, tetapi jarang menjadi nyeri
aksial. Tumor dapat menyebabkan radikulopati awitan cepat dan kompresi
neuron yang disebabkan oleh penekanan epidural atau fraktur yang
menyebabkan mielopati atau sindrom kauda equina. Pada beberapa
pasien, gejala awal yang dapat dijumpai yaitu quadriplegia atau paraplegia
dan dapat dinilai menggunakan skala gangguan dari American Spinal
Injury Association (ASIA) atau skala Frankel. Nilai median skor Frankel
pada pasien dengan MSD adalah D (misalnya penurunan fungsi sensoris
dan fungsi motorik). Defisit neurologis yang muncul dengan cepat sering
dianggap disebabkan oleh penyebab lainnya (misalnya efek samping
obat), yang dapat memperlambat terdiagnosisnya penyakit serta
pengobatannya. Fraktur kompresi sering dijumpai pada pasien MSD.

Universitas Sumatera Utara


25

Tabel 2.2. Skala Gangguan Neurologis.39

2.3.3. Diagnosis Metastatic Spine Disease39,40


Pasien yang dicurigai MSD sebaiknya dinilai secara teliti.
Anamnesis sebaiknya meliputi awitan gejala klinis yang lengkap, gejala
adanya keterlibatan sistemik, riwayat merokok, paparan ionizing agent
saat bekerja dan riwayat kanker pada keluarga.
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh sistem neurologis merupakan
pemeriksaan fisik yang harus dinilai seiring dengan penilaian global status
kesehatan pasien. Evaluasi terhadap nyeri, gangguan nuerologis dan
performance status juga sebaiknya dinilai. Kifosis sering dijumpai pada
pasien MSD, disebabkan oleh fraktur kompresi ringan dan penurunan
ambulasi. Adanya deformitas akan mempengaruhi penilaian kestabilan
spinal dan pertimbangan untuk dilakukanpembedahan.

Universitas Sumatera Utara


26

Tabel 2.3. Penilaian Performance Status.39

Pemeriksaan neurologis sebaiknya terdiri atas penilaian fungsi otot


pada ekstremitas atas dan bawah. Penilaian sensitivitas penting dilakukan
untuk mengetahui tingkat spinal yang terkena. Refleks tendon dalam juga
sebaiknya dinilai. Adanya hiperefleks, refleks yang asimetris
mengindikasikan lesi pada sistem saraf. Refleks patologis seperti Babinski
dan Hoffman juga harus dinilai. Pemeriksaan colok dubur juga harus
dilakukan untuk emnilai kekuatan tonus sfingter ani, adanya massa pre-
sakral atau abnormalitas pada prostat. Penilaian neurologis sangat
penting dalam menentukan pengobatan, terutama pada pasien dengan
tumor di beberapa tingkat spinal.
Pada tahun 2010, the Spine Oncology Study Group
mempublikasikan sistem klasifikasi dengan 6 komponen yang merujuk
pada Spinal Instability Neoplastic Score (SINS). Ketidakstabilan dinilai
dengan SINS menggunakan kombinasi 6 kriteria klinis dan radiologis.
Setiap komponen memiliki skor yang menunjukkan kontribusinya terhadap
ketidakstabilan segmen vertebra, lokasi metastasis, nyeri mekanis, lesi

Universitas Sumatera Utara


27

tulang, ketidaksejajaran vertebra, hancurnya badan vertebra dan


keterlibatan bagian vertebra posterolateral. Total skor 6 komponen (dari 0-
18) menunjukkan derajat ketidakstabilan vertebra. Skor SINS 0-6
menunjukkan lesi yang stabil, 7-12 menunjukkan lesi yang berpotensi
tidak stabil dan 13-18 menunjukkan lesi yang tidak stabil. Pembedahan
direkomendasikan pada pasien dengan SINS 7-18.

Tabel 2.4. Spinal Instability Neoplastic Score.41

Pada MSD, terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat


membantu penegakan diagnosis yaitu :

Universitas Sumatera Utara


28

1. X-Ray
X-ray tulang belakang merupakan pemeriksaan awal yang dapat
dilakukan apabila dicurigai adanya metastasis. Lesi awal akan
sulit terdeteksi, 30-50% tulang trabekular harus dihancurkan
sebelum X-Ray menunjukkan adanya abnormalitas. X-ray dapat
digunakan untuk mengevaluasi perubahan vertebra secara
kualitatif, lokasi anatomis yang terkena dan integritas struktural
vertebra. Tanda radiologis lesi metastasis yang pertama muncul
yaitu tidak adanya pedikel atau sering disebut sebagai winking owl
sign dimana dapat terlihat pada posisi anteroposterior.
Pada kondisi neoplastik, diskus intervertebralis biasanya tidak
terganggu, berbeda pada kondisi infeksi, dimana terjadi destruksi
vertebra plateau dan diskus intervertebralis.

Tabel 2.5.Temuan yang dapat dijumpai pada X-Ray.38

Gambar 2.10. Winking Owl Sign.39 Gambar 2.11. Bayangan Paraspinal.38

Universitas Sumatera Utara


29

Gambar 2.12. Fraktur Kompresi.38

Gambar 2.13. Dislokasi Patologis.38

Gambar 2.14. Metastasis Gambar 2.15. Metastasis

Ekstradural.39 Intradural.39

2. Bone Scintigraphy
Scintigraphy dapat mengevaluasi konsentrasi neoformasi tulang dan
dapat mendeteksi lesi yang sangat kecil, hingga ukuran 2 mm pada
tulang kortikal atau trabekular. Oleh karena sensitivitasnya yang tinggi
dan spesifisitas yan rendah, scintigraphy merupakan modalitas
screening yang sangat bagus, tetapi kurang cocok untuk diagnosis.

Universitas Sumatera Utara


30

Namun, ketika diagnosis sudah tegak, scintigraphy dapat membantu


menilai luas proses metastasis yang terjadi pada tulang.

Gambar 2.16. Scintigraphy pada MSD.40

3. Computed Tomography (CT)


CT dengan berbagai penampang (aksial, sagital dan koronal) serta
rekonstruksi 3D dapat memberikan penilaian arsitektur tulang secara
detil, sehingga dapat tulang residual dapat dinilai, membantu untuk
memberikan pendekatan terbaik untuk pembedahan. CT juga dapat
menunjukkan kompresi saraf. Namun, CT kurang baik dibandingkan
dengan MRI dalam menunjukkan kompleks otot-ligamen, medulla
spinalis dan luasnya neoplasia.

Gambar 2.17. CT Scan pada MSD.40

Universitas Sumatera Utara


31

4. Positron-Emission Tomography (PET)


PET dengan fluorodeoxyglucose (FDG) lebih superior dibandingkan
scintigraphy dalam menilai metastasis tulang. Modalitas ini dapat
menentukan staging kanker dan membedakan antara penyakit tulang
degeneratif dan fraktur yang disebabkan oleh lesi neoplasma, dimana
sering sulit diperoleh dari modalitas lainnya. Penggunaan FDG sering
digunakan untuk menilai respons tumor terhadap terapi yang diberikan.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Saat ini MRI merupakan modalitas pilihan dalam mengevaluasi MSD.
MRI memberikan penilaian morfologi dan luas neoplasma. Spesifisitas
MRI yaitu 97% dan sensitivitasnya 93% untuk mendiagnosis kompresi
medulla. Tingginya sensitivitas modalitas ini disebabkan oleh resolusi
yang tinggi ketika dibandingkan dengan modalitas lainnya dalam
menentukan struktur jaringan lunak vertebra, termasuk diskus
intervertebralis, meninges, medulla spinalis, kompleks otot-ligamen dan
otot paravertebra. Evaluasi pasien yang dicurigai mengalami metastasis
spinal sebaiknya menggunakan seluruh segmen spinal pada posisi
sagital, dengan dan tanpa kontras.

Gambar 2.18. (a) MRI MSD pada Vertebra Torakal, (b) MRI MSD pada
Vertebra Lumbal.39

Universitas Sumatera Utara


32

6. Angiografi
Angiografi spinal sebaiknya menjadi bagian dari evaluasi diagnostik
pasien yang dicurigai mengalami metastasis dari tiroid atau renal.
Metastasis dari kanker tiroid dan ginjal bersifat vaskular. Embolisasi
pre-operasi dapat menjadi bagian strategi manajemen yang bijaksana,
karena dapat mencegah kehilangan darah masif apabila dilakukan
pembedahan.

2.3.4. Tatalaksana Metastatic Spine Disease39,40,41


Modalitas tatalaksana MSD bertujuan untuk mengontrol gejala
klinis yang muncul, mempertahankan fungsi neurologis dan memperbaiki
kualitas hidup. Skala Karnofsky digunakan untuk menstratifikasikan pasien
berdasarkan performance status.
1. Analgetik
Metastasis vertebra dapat menyebabkan nyeri neuropatik atau
nosiseptif atau keduanya. Manajemen nyeri yang tidak adekuat pada
pasien kanker dapat menyebabkan depresi, ansietas dan kelelahan.
Awalnya nyeri nosiseptif sebaiknya diobati dengan analgetik
konvensional, seperti paracetamol, ibuprofen dan dipyrone. Opioid juga
sering digunakan dan diberikan secara oral; dosisnya dinaikan setelah
nyeri dapat terkontrol tanpa adanya efek samping. Nyeri neuropatik
yang disebabkan oleh keterlibatan akar saraf atau pleksus dapat
dikontrol secara efektif dengan antikonvulsan, trisiklik antidepresan dan
agen neuroleptik.

Universitas Sumatera Utara


33

2. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi proses inflamasi, sehingga dapat
mengurangi nyeri dan edema vasogenik pada saraf dengan status
neurologis yang membaik. Kortikosteroid menunjukkan aktivitas
onkolitik, terutama pada limfoma, mieloma multipel dan kanker
payudara. Dexametasone sering digunakan dan tidak ada konsensus
yang menentukan dosis optimal-dosis tinggi hingga 96 mg/hari dan
dosis rendah hingga 16 mg/hari. Dosis awal sebaiknya dimulai dari 16
mg/hari.
3. Bifosfonat
Mekanisme kerja utama bifosfonat adalah menghambat aktivitas
osteoklas dengan menekan resorpsi tulang akibat metastasis tulang.
Bifosfonat terbukti dapat menurunkan kejadian fraktur patologis,
mengurangi nyeri dan menurunkan kejadian hiperglikemia akibat
malignansi. Natrium pamidronate dapat digunakan pada dosis 90 mg
setiap 4 minggu.
4. Kemoterapi dan Terapi Hormonal
Penggunaan dan pilihan agen kemoterapeutik berhubungan dengan
tipe histologi dan biologi tumor. Neoplasma yang umumnya respons
dengan agen kemoterapi yaitu limfoma, kanker payudara dan tumor
germ-cell.
Metastasis vertebra yang respons dengan terapi hormonal yaitu
metastasis yang berasal dari payudara dan prostat. Respons terhadap
modalitas ini berhubungan dengan adanya reseptor. Beberapa obat
yang secara selektif menghambat reseptor estrogen yaitu tamoxifen
dan penghambat aromatase, seperti letrozole, anastrozole dan
exemestane telah terbukti efektif dalam pengobatan kanker payudara.
Pada kanker prostat, agonis GnRh dan antiandrogen seperti flutamide
dan bicalutamide merupakan obat yang efektif dalam mengontrol
pertumbuhan tumor dengan menurunkan kadar testosterone serum
secara drastis.

Universitas Sumatera Utara


34

5. Radioterapi dan Radiosurgery


Indikasi radioterapi pada MSD yaitu radiosensitivitas tumor yang tinggi
seperti pada kasus mieloma, limfoma, seminoma testis dan kanker
paru. Indikasi lainnya yaitu pasien tanpa defisit neurologis atau defisit
neurologis minimal, tidak dapat mentoleransi prosedur pembedahan,
dengan keterlibatan beberapa tingkat vertebra (>2), skor Karnofsky <
70 dan pasien yang memiliki angka ketahanan hidup < 3 bulan.
Radiosurgery bisanya menggunakan lokasi stereotaktik untuk
menentukan lokasi penyinaran. Dengan radiosurgery, hanya target
yang telah ditentukan akan disinar, sehingga dapat digunakan dosis
radiasi yang tinggi dalam 1 sesi tanpa adanya risiko cedera pada
jaringan sekitar. Indikasi utama radiosurgery adalah tidak adanya
ketidakstabilan vertebra, tidak ada atau minimal defisit neurologis,
melibatkan maksimum 2 vertebra yang berdekatan, KPS >70% dan
angka ketahanan hidup > 3 bulan. Dosis total yang digunakan yaitu
sekitar 8-18 Gy.
6. Pembedahan
Pemilihan akses untuk pembedahan tergantung pada beberapa faktor
yaitu angka ketahanan hidup pasien (skala Tokuhashi), status klinis
(KPS) segmen vertebra yang terkena, derajat ketidakstabilan vertebra,
derajat gangguan neurologis, ketersediaan fasilitas rumah sakit dan
pengalaman dokter bedah saraf.
Kecepatan perkembangan defisit neurologis mempengaruhi pemulihan
dan tumor aggresif menyebabkan gangguan neurologis yang cepat
serta memiliki prognosis yang buruk, bahkan setelah pembedahan.
Dekompresi dini pada lesi menghasilkan prognosis yang lebih baik dan
pembedahan biasanya dianjurkan 2-3 hari sebelum terjadinya
kerusakan pembuluh darah. Apabila pembedahan dianjurkan, maka
biopsi direkomendasikan untuk semua pasien. Tujuan utama
pembedahan adalah dekompresi dan memberikan stabilitas vertebra.

Universitas Sumatera Utara


35

Laminektomi tidak direkomendasikan karena dapat meningkatkan


ketidakstabilan vertebra secara mekanis dan memberikan
dekompresi tidak langsung pada vertebra.
Kifoplasti dan vertebroplasti merupakan prosedur dengan invasif
minimal, dilakukan pada kolumna vertebra lumbalis atau thorakalis,
diindikasikan untuk pasien dengan nyeri aksial akibat hancurnya
badan vertebra dan tidak adanya bukti kompresi saraf. Vertebroplasti
dilakukan dengan injeksi secara perkutan, biasanya melalui pedikel
vertebra hingga badan vertebra.

Gambar 2.19. Dekompresi Medulla Spinalis.39

Tabel 2.6. Indikasi Pembedahan.42

Universitas Sumatera Utara


36

Gambar 2.20. Algoritma Tatalaksana MSD.39

2.3.5. Prognosis39
Pasien MSD yang ditatalaksana dengan pembedahan biasanya
memiliki angka ketahanan hidup ≥ 3 bulan setelah pembedahan dan untuk
pasien yang ditatalaksana dengan radiasi akan memiliki angka ketahanan
hidup > 1 bulan setelah radioterapi.
Angka ketahanan hidup pasien dipengaruhi oleh banyak faktor,
termasuk histologi tumor primer, beban penyakit secara keseluruhan,
status neurologis dan performance status. Penilaian klinis saja tidak cukup
dalam memprediksi angka ketahanan hidup pasien dengan metastasis
osseus.
Skala Tokuhashi merupakan sistem yang paling sering digunakan
dalam praktik klinis sehari-hari untuk mengestimasi angka ketahanan
hidup (dalam bulan) pada pasien MSD dan membantu untuk menentukan

Universitas Sumatera Utara


37

tipe pengobatan. Skor 0-8 menunjukkan angka ketahanan hidup < 6 bulan
dan membutuhkan terapi konservatif; skor 9-11 menunjukkan angka
ketahanan hidup sekitar 6-11 bulan dan terapi pembedahan paliatif
merupakan tatalaksana yang tepat, serta skor 12-15 berarti angka
ketahanan hidup > 12 bulan dan pasien dapat diobati dengan
pembedahan radikal.

Tabel 2.7. Skala Tokuhashi.41

2.4 Luaran Klinis

2.4.1 SF-36
Suatu paket penilaian dari kualitas hidup yang mudah, koheren,
dan generik.43

44
2.4.2 Oswestry Disability Index (ODI)
ODI merupakan alat ukur yang berisi daftar pertanyaan atau
kuesioner yang dirancang untuk memberikan informasi seberapa besar

Universitas Sumatera Utara


38

tingkat disabilitas nyeri punggung bawah (NPB) dalam melakukan aktifitas


sehari-hari. ODI pertama kali dikembangkan oleh Fairbanks dan kawan-
kawan pada tahun 1980 dan telah dimodifikasi beberapa kali. Modifikasi
pertama mengganti item tentang penggunaan obat pengurang nyeri
dengan item intensitas nyeri. Dalam perkembangan selanjutnya pada
versi asli, dilaporkan hampir 20% responden tidak mengisi item tentang
kehidupan seks mereka terkait nyeri punggung bawah khususnya di
negara-negara timur. Karena itu, versi terakhir mengganti item tentang
kehidupan seks dengan pekerjaan/aktifitas di rumah, selain itu ODI juga
disarankan digunakan pada kondisi disabilitas berat.
Secara teknis pasien diinstruksikan untuk menjawab dengan
memberi tanda centang atau tanda silang pada salah satu kotak tiap
bagian yang paling sesuai dengan keadaan dan yang dirasakannya pada
saat itu. Selanjutnya, dilakukan perhitungan skor yang diperoleh dan
dicatat untuk mengetahui kemajuan intervensi selanjutnya. Prosedur
pengukuran ODI sebagai berikut:
a. Membuat lembar pengukuran ODI yang dimodifikasi, dengan berbagai
macam kondisi yang dapat mengintepretasikan tingkat disabilitas
pasien. Terdapat 10 pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner. Dari
setiap pertanyaan terdapat 5 pilihan jawaban yang menggambarkan
disabilitas pasien. Masing-masing jawaban memiliki nilai yang
berbeda, dimulai dengan nilai 0 untuk menyatakan tidak ada
disabilitas, nilai 1 untuk disabilitas yang sangat ringan, sampai dengan
nilai 5 untuk disabilitas yang paling berat.
b. Cara penghitungan menggunakan ODI :
1) Dalam ODI, tercantum 10 pertanyaan yang menggambarkan
kondisi disabilitas pada pasien pasien NPB. Masing-masing kondisi
memiliki nilai 0 sampai nilai 5, sehingga jumlah nilai maksimal
secara keseluruhan adalah 50 poin.
2) Jika 10 kondisi dapat diisi, maka cukup langsung menjumlah
seluruh skor.

Universitas Sumatera Utara


39

3) Jika suatu kondisi dihilangkan, maka penghitungannya adalah skor


poin total dibagi dengan jumlah kondisi yang terisi, lalu dikalikan 5.

Berikut ini adalah rentang penilaian ODI serta klasifikasi tingkat disabilitas
yang dialami pasien:
a) Disabilitas minimal, merupakan ketidakmampuan pada tingkat minimal
yaitu dengan angka 0%-20%. Pasien dapat melakukan sebagian besar
aktifitas hidupnya. Biasanya tidak ada indikasi untuk pengobatan
terlepas dari nasihat untuk mengangkat dan duduk dengan cara yang
benar agar tidak bertambah parahnya tingkat disabilitas pasien.
b) Disabilitas sedang, merupakan ketidakmampuan pada tingkat sedang
yaitu dengan angka 21%-40%. Pasien merasa lebih sakit dan
mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas duduk, mengangkat,
dan berdiri. Untuk berpergian dan kehidupan sosial akan lebih
dihindari. Sedangkan untuk perawatan pribadi dan tidur tidak terlalu
terpengaruh.
c) Disabilitas parah, merupakan ketidakmampuan pada tingkat yang
parah, yaitu dengan angka 41%-60%. Rasa sakit dan nyeri tetap
menjadi masalah utamanya sehingga mengganggu aktifitas sehari-
hari.
Skor poin total jumlah kondisi yang terisi X 5 X 100 =…….%
d) Disabilitas sangat parah, merupakan ketidakmampuan yang sangat –
parah dengan angka 1% 0%, sehingga sangat mengganggu seluruh
aspek kehidupan pasien.
e) Angka tertinggi untuk tingkat keparahan disabilitas adalah 1% 100%,
dimana pasien tidak dapat melakukan aktifitas sama sekali dan hanya
tergolek ditempat tidur.

Universitas Sumatera Utara


40

2.4.3 Visual Analogue Scale (VAS) 39

Visual Analogue Scale (VAS) telah digunakan sangat luas dalam


beberapa dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri
dengan hasil yang handal, valid dan konsisten. VAS adalah suatu
instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri dengan
menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100
mm dengan rentangan makna:

Tabel 2.8 Pengukuran skala kuantitas nyeri visual analogue scale


Dikutip dari : Pengukuran Kuantitas Nyeri. Universitas Hasanudin. 45

Cara penilaiannya adalah penderita menandai sendiri dengan pensil pada


nilai skala yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah
diberi penjelasan dari peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut.
Penentuan skor VAS dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung garis
yang menunjukkan tidak nyeri hingga ke titik yang ditunjukkan pasien.

Gambar 2.21 Alat bantu ukur Visual Analog Scale .


Dikutip dari : Pengukuran Kuantitas Nyeri. Universitas Hasanudin. 45

Universitas Sumatera Utara


41

2.5 Kerangka Teori

Angka kejadian baru metastatic spine disease mencapai 10 – 30% per tahun.6
Tulang belakang menjadi lokasi metastasis skeletal yang paling sering,
dimana terjadi pada 30 – 90% pasien dengan kanker terminal.4

Metastasis tulang belakang

Spinal Instability Neoplastic Score

Konservatif Operatif

Medikamentosa Penilaian Fungsi


klinis sebelum
dan sesudah
operasi

Bagaimanakah luaran
(SF-36, ODI, VAS) pasien
metastase tulang
belakang sebelum dan
sesudah tindakan
operasi

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Tergantung

•Pasien dengan metastasis tulang •Penilaian fungsi klinis


belakang yang menjalani sebelum operasi (SF-36, ODI,
tindakan operasi instrumentasi VAS)
posterior
•Penilaian fungsi klinis
sesudah operasi (SF-36, ODI,
VAS)

2.7 Hipotesis

Terdapat perbedaan dari luaran klinis pasien metastase spine


disease yang dilakukan tindakan operasi instrumentasi posterior.

Universitas Sumatera Utara


42

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik menggunakan
desain retrospektif yang mengevaluasi luaran klinis fungsional metastatic
spine disease sebelum dan setelah dilakukan tindakan operasi
instrumentasi posterior berdasarkan spinal instability neoplastic score
dengan melakukan penilaian menggunakan SF-36, ODI, VAS score 6
bulan setelah operasi.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada pasien dengan diagnosa metastatic spine
disease yang menjalani tindakan operasi instrumentasi posterior di RSUP
Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam kurun
waktu bulan November 2018 hingga Desember 2018.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan metastase spine
disease yang menjalani tindakan operasi instrumentasi posterior.
Populasi terjangkau penelitian adalah Penilaian fungsi klinis
sebelum operasi instrumentasi posterior (SF-36, ODI, VAS) dan penilaian
fungsi klinis sesudah operasi instrumentasi posterior (SF-36, ODI, VAS)

3.4. Subyek Penelitian


Subyek yang diinginkan untuk penelitian diambil dari seluruh
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Sedangkan subyek yang diteliti adalah seluruh subyek yang diinginkan
yang tetap bertahan sampai akhir penelitian dan masuk kedalam analisa
akhir.

Universitas Sumatera Utara


43

a. Kriteria Inklusi
1. Penderita yang terdiagnosa sebagai metastase spine disease
berdasarkan pemeriksaan klinis dan imaging yang dilakukan
tindakan operasi instrumentasi posterior berdasarkan spinal
instability neoplastic score
2. Terdapat riwayat tumor ganas
3. Bersedia ikut dalam penelitian
b. Kriteria Eksklusi
1. Mempunyai riwayat trauma
2. Pasien metastase spine disease dengan kondisi infeksi pasca
operasi
3. Pasien dengan riwayat spondilitis tuberkulosis

3.5. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada pasien dengan diagnosa metastatic spine
disease yang menjalani tindakan operasi instrumentasi posterior di RSUP
Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam kurun
waktu bulan November 2018 hingga Desember 2018.

3.6. Perkiraan Besar Sampel


Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus analitik tidak
berpasangan numerik kategorikal:

2( )
(zα + zβ) s

n= x1 – x 2

 Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 99%, sehingga Zα = 2.5


 Kesalahan tipe II ditetapkan dengan power 90%, maka Zß = 1.64
 Dengan standar deviasi gabungan sebesar 16.26.46
 Dengan X1=40.5 dan X2=25.3 menurut studi terdahulu yang dilakukan
oleh peneliti pada 23 subyek.46

Universitas Sumatera Utara


44

Dengan memasukan nilai-nilai diatas, maka dapat diperoleh besar


sampel minimum adalah sebanyak 21 subyek.

3.7. Persetujuan (Informed Consent)


Semua subjek penelitian dan orang tua atau keluarga dekat akan
diminta persetujuan setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu
mengenai tujuan penelitian dan prosedur pemeriksaan fisik.

3.8. Etika Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
dari Komite Etis Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

3.8. Variabel Penelitian


3.8.1. Variabel Bebas
1. Pasien dengan metastase spine disease yang menjalani tindakan
operasi
3.8.2. Variabel Terikat
1. Luaran SF-36
2. Luaran ODI
3. Luaran VAS

3.9. Definisi Operasional


1) Instrumentasi posterior tulang belakang
Instrumentasi posterior tulang belakang adalah tindakan
memasukkan instrumen ke bagian belakang dari tulang belakang
dengan tujuan supaya terjadi Perbaikan keadaan.47
2) Short form-36 (SF-36)43
Suatu paket penilaian dari kualitas hidup yang mudah, koheren,
dan generik. (terlampir)

Universitas Sumatera Utara


45

3) Oswestry Disability Index (ODI)44


ODI adalah kuesioner untuk menilai disabilitas pada nyeri tulang
belakang (terlampir)
4) Visual Analogue scale (VAS)45
VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai
intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm
dengan pembacaan skala 0–100 mm. (terlampir)
5) Pasien pasca operasi instrumentasi tulang belakang dengan
indikasi metastase spine disease diatas 6 (enam) bulan

3.9.1 Cara Kerja


1) Pasien yang berusia 40 tahun keatas yang memenuhi kriteria inklusi
dilakukan pengumpulan data identitas, anamnesa, umur, nomor
telepon yang dapat dihubungi.
2) Penelitian dilakukan pasien dengan metastase spine disease baik
yang menjalani tindakan operasi instrumentasi posterior tulang
belakang di RSUP Haji Adam Malik Medan.
3) Pasien yang berusia 40 tahun keatas yang memenuhi kriteria inklusi
dilakukan pengumpulan data identitas, anamnesa, umur, nomor
telepon yang dapat dihubungi.
4) Sampel dipilih secara konsekutif dan memenuhi kriteria inklusi.
5) Peneliti mengumpulkan data dasar identitas pasien, usia, jenis
kelamin, tempat tinggal, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan nomor
telepon pasien dengan metastasis tulang belakang yang tidak
menjalani tindakan operasi instrumentasi posterior tulang belakang di
RSUP Haji Adam Malik.
6) Selanjutnya peneliti mencari data klinis dan radiologis pasien dengan
cara menghubungi pasien melalui telepon untuk kontrol ke rumah
sakit dan setelah dilakukan pemeriksaan di rumah sakit, pasien
ditanyakan kesediannya untuk ikut menjadi peserta penelitian, apabila
pasien bersedia, pada pasien dilakukan wawancara untuk penilaian
hasil operasi.

Universitas Sumatera Utara


46

3.10. Pengolahan dan Analisis Data


Data dikumpulkan dalam bentuk data mentah, lalu diurutkan secara
sistematis dan dianalisis melalui program analisis statistik berbasis
komputer. Hasilnya dinarasikan dan diperjelas dalam bentuk tabel dan
grafik. Nilai numerik hasil pemeriksaan luaran klinis akan dibuat rerata/±
dan SD. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5% (0,05) dan tingkat
kemaknaan kecenderungan 10% (0,1). Selanjutnya dilakukan analisa
sebagai berikut:

1. Membuat deskripsi demografi subyek yang dilakukan tindakan operasi


instrumentasi posterior pada pasien metastase spine disease.
Tujuannya untuk mengetahui gambaran umum data penelitian.
2. Membuat deskripsi luaran klinis subyek sebelum dilakukan tindakan
operasi intrumentasi posterior pada pasien metastase spine disease.
3. Membuat deskripsi luaran klinis subyek sesudah dilakukan tindakan
operasi intrumentasi posterior pada pasien metastase spine disease.
4. Menilai perbedaan luaran klinis pasien metastase spine disease
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan operasi intrumentasi
posterior pada pasien metastase spine disease. Tujuannya untuk
mengidentifikasi luaran klinis sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan instrumentasi posterior tulang belakang.

Analisis statistik yang digunakan apabila didapatkan data


berdistribusi normal adalah T-Test berpasangan, namun jika data
distribusi yang didapat tidak normal maka analisis yang digunakan adalah
uji Wilcoxon. Suatu perbedaan dianggap bermakna apabila nilai P<0,05.

Universitas Sumatera Utara


47

3.11. Alur Penelitian

Subyek wanita/laki-laki (> 40 tahun)


dengan metastasis tulang belakang

Penilaian fungsi klinis dan radiologis (SF-36, ODI, VAS)


dan dilakukan tindakan operasi instrumentasi posterior
berdasarkan Spinal Instability Neoplastic Score

Inform Consent

Inklusi Eksklusi

Pengumpulan Data

Pengambilan luaran fungsi klinis


(SF-36, ODI, VAS)

Analisis Hasil

Universitas Sumatera Utara


48

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Seluruh data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel kemudian


selanjutnya diklasifikasikan menjadi 1) gambaran umum, 2) deskripsi
luaran klinis subyek metastasis tulang belakang sebelum dan sesudah
instrumentasi posterior, 3) uji normalitas data demografi dan klinis subyek
metastase spine disease sebelum dan sesudah tindakan operasi
instrumentasi posterior 4) analisa statistik luaran subyek metastase spine
disease sebelum dan sesudah instrumentasi posterior.

Gambaran Umum Subyek Penelitian


a. Pengumpulan dan pengolahan sampel penelitian mulai dilaksanakan
dari bulan November 2018 sampai dengan bulan Desember 2019 di
RSUP H. Adam Malik, Medan.
b. Didapatkan jumlah pasien metastase spine disease sejak bulan
September 2014 sampai dengan Februari 2018 dengan total 61 pasien
yang mencakup 36 pasien tidak dilakukan operasi dan 25 pasien yang
dilakukan instrumentasi posterior. Dari total 25 pasien yang dilakukan
operasi didapatkan 3 pasien sudah meninggal.
c. Dari total 21 subyek sebagai minimal sampel, didapatkan 22 subyek
yang diteliti sampai analisa akhir. Pengambilan data dan penghitungan
ODI, SF-36, VAS dilakukan secara bertahap dengan tahap awal
melakukan pemilihan sampel subyek yang masuk kedalam kriteria
inklusi. Kemudian setelah jumlah sampel mencukupi, pasien yang
masuk kedalam kriteria inklusi dilakukan wawancara dan penghitungan
ODI, SF-36, VAS sesudah tindakan instrumentasi posterior.

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 4.1 Demografi Pasien metastase spine disease yang dilakukan operasi
dan tidak operasi

Demografi Pasien Jumlah


Tidak Operasi 36 Pasien
Operasi 25 Pasien ( 3 pasien meninggal)
Tabel 4.2 Distribusi pasien Metastase Spine Disease yang dilakukan
tindakan operasi instrumentasi posterior berdasarkanSpinal Instability
Neoplastic Score
Radiographic Vertebral
Bone Posterolateral
Sampel Location Pain Spinal Body Total
Lesion Involvment
Aligment Collapse
1 1 3 2 4 3 3 16
2 1 3 2 4 3 3 16
3 1 3 1 4 2 1 12
4 1 3 1 4 2 1 12
5 1 3 2 4 2 1 13
6 1 3 2 4 2 1 13
7 1 3 2 4 2 1 13
8 1 3 2 4 2 1 13
9 1 3 2 4 2 3 15
10 3 3 1 4 2 1 14
11 3 3 2 4 3 1 16
12 3 3 2 4 3 1 16
13 3 3 2 4 3 1 16
14 2 3 2 4 3 1 15
15 3 3 1 4 3 1 15
16 1 3 2 4 3 1 14
17 3 3 2 2 2 3 15
18 3 3 2 4 2 1 15
19 3 3 2 2 2 1 13
20 3 3 2 2 2 1 13
21 3 3 2 2 3 1 14
22 1 3 1 4 3 3 15

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Seluruh gambaran karakteristik subyek penelitian ditampilkan


dengan sistematika 1) distribusi karakteristik demografi subyek metastase
spine disease yang menjalani intrumentasi posterior, 2) deskripsi luaran

Universitas Sumatera Utara


50

klinis subyek metastase spine disease sebelum dan sesudah


instrumentasi posterior. (tabel 4.4 dan 4.5)

a. Distribusi karakteristik demografi subyek metastase spine


disease yang menjalani instrumentasi posterior
Tabel 4.3 Distribusi karakteristik demografi pasien metastase spine
disease yang menjalani instrumentasi posterior
Variabel Total

Perempuan, n(%) 12 (54,5%)

Laki-laki, n(%) 10 (45,5%)

Usia termuda 41 tahun

Usia tertua 78 tahun

Rerata usia 51,7 ± 14,0

Tumor Primer Total

Kanker Paru 16

Kanker Kandung kemih 1

Kanker Nasofaring 2
Kanker Payudara 1

Kanker Cervix 2

Tabel 4.3 menunjukan bahwa distribusi jumlah sampel yang


menjalani instrumentasi posterior adalah sebanyak 22 subyek dengan
perempuan sebanyak 12 orang (54,5%) dan laki-laki sebanyak 10 orang
(45,5%). Usia termuda dari subyek penelitian 41 tahun dan usia tertua dari
subyek penelitian 78 tahun dengan rerata dan standar deviasi sebesar
51,7 ± 14,0 tahun. Pada pemeriksaan tumor primer terbanyak di dominasi
oleh Metastasis Tumor Paru

b. Deskripsi luaran klinis subyek metastase spine disease sebelum


menjalani instrumentasi posterior

Universitas Sumatera Utara


51

Tabel 4.4 Deskripsi luaran klinis subyek metastase spine disease sebelum
menjalani Tindakan instrumentasi posterior
Luaran Klinis
Variabel SF-36
ODI VAS
PF PH EP ENE EMO SF Pain GH HC
Preoperatif 45,5 4,9 72,9 58 63,1 62,5 84,1 79,6 62,0 49,5 72,0
+19,6 +1,9 +16,5 +23,1 +21,8 +12,0 +14,8 +23,5 +25,3 +3,4 +7,8

ODI, Oswestry Disability Index; VAS, Visual Analog Scale; PF, Physical Functioning; PH, Physical Health; EP,
Emotional Problem; ENE, Energy/Fatigue; EMO, Emotional Well Being; SF, Social Functioning; GH, General
Health; HC, Health Change

Tabel 4.4 menunjukan bahwa distribusi karakteristik sampel


metastase spine disease sebelum menjalani instrumentasi posterior
sebanyak 22 subyek dan didapatkan rerata serta standar deviasi dari ODI
sebesar 45,5 ± 19,6; VAS sebesar 4,9 ± 1,9. Untuk penilaian dari SF-36
didapatkan fungsional fisik sebesar 72,9 ± 16,5; kesehatan fisik sebesar
58 ± 23,1; masalah emosional sebesar 63,1 ± 21,8; energy/kelelahan
sebesar 62,5 ± 12,0; kondisi emosi sebesar 84,1 ± 14,8; fungsi sosial
sebesar 79,6 ± 23,5; tingkat nyeri sebesar 62,0 ± 25,3; kesehatan secara
umum sebesar 49,5 ± 3,4; perubahan kesehatan sebesar 72,0 ± 7,8.

c. Deskripsi luaran klinis subyek metastase spine disease sesudah


menjalani instrumentasi posterior

Tabel 4.5 Deskripsi luaran klinis subyek metastase spine disease sesudah
menjalani Tindakan instrumentasi posterior
Luaran Klinis
Variabel SF-36
ODI VAS
PF PH EP ENE EMO SF Pain GH HC
Evaluasi 13,9 1,0 94,5 100,0 79,9 88,6 92,3 100,0 99,9 89,3 92,4+
+5,6 +0,0 +6,7 +0,0 +32,9 +13,7 +1,7 +0,0 +0,4 +14,9 9,7

ODI, Oswestry Disability Index; VAS, Visual Analog Scale; PF, Physical Functioning; PH, Physical Health; EP,
Emotional Problem; ENE, Energy/Fatigue; EMO, Emotional Well Being; SF, Social Functioning; GH, General
Health; HC, Health Change

Tabel 4.5 menunjukan bahwa distribusi karakteristik sampel


metastase spine disease sesudah menjalani instrumentasi posterior
sebanyak 22 subyek dan didapatkan rerata serta standar deviasi dari ODI

Universitas Sumatera Utara


52

sebesar 13,9 ± 5,6. VAS sebesar 1,0 ± 0,0. Untuk penilaian dari SF-36
didapatkan fungsional fisik sebesar 94,5 ± 6,7; kesehatan fisik sebesar
100,0 ± 0,0; masalah emosional sebesar 79,9 ± 32,9; energi/kelelahan
sebesar 88,6 ± 13,7; kondisi emosi sebesar 92,3 ± 1,7; fungsi sosial
sebesar 100,0 ± 0,0; tingkat nyeri sebesar 99,9 ± 0,4; kesehatan secara
umum sebesar 89,3 ± 14,9; perubahan kesehatan sebesar 92,4 ± 9,7.
4.1.2. Uji normalitas data penilaian subyek metastase spine disease
sebelum dan sesudah instrumentasi posterior
Untuk menganalisa data penilaian metastase spine disease sebelum
dan sesudah instrumentasi posterior didapat dengan menggunakan uji
Shapiro Wilk.
Tabel 4.6 Uji normalitas data penilaian subyek metastase spine disease
sebelum dan sesudah instrumentasi posterior
Variabel Shapiro-Wilk (p Uji Normalitas Data
Value)

ODI 0,033 TN

VAS 0,018 TN

PF 0,002 TN

PH 0,284 N

EP 0,000 TN

ENE 0,079 N

EMO 0,000 TN

SF 0,001 TN

Pain 0,021 TN

GH 0,000 TN

HC 0,000 TN

ODI, Oswestry Disability Index; VAS, Visual Analog Scale; PF, Physical Functioning; PH,
Physical Health; EP, Emotional Problem; ENE, Energy/Fatigue; EMO, Emotional Well
Being; SF, Social Functioning; GH, General Health; HC, Health Change; N, Normal; TN,
Tidak Normal

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari hasil analisa uji normalitas data,
didapatkan bahwa hasil p value yang didapat pada tabel menunjukkan
bahwa data penelitian yang didapat mempunyai distribusi yang bervariasi,
data yang berdistribusi normal menggunakan analisa statistik uji T-test
berpasangan sedangkan data yang berdistribusi tidak normal
menggunakan analisa statistik Wilcoxon.

4.1.3. Analisa statistik penilaian luaran pasien metastase spine


disease sebelum dan sesudah instrumentasi posterior
Dari hasil uji normalitas data, didapatkan bahwa didapat data
penelitian dengan distribusi yang bervariasi. Untuk data penelitian
berdistribusi yang normal, maka uji statistik yang digunakan adalah T-Test
berpasangan sedangkan untuk data yang berdistribusi tidak normal uji
statistik yang digunakan adalah Wilcoxon.

Tabel 4.7 Luaran pasien metastase spine disease sebelum dan sesudah
instrumentasi posterior

Variabel Instrumentasi Posterior P value

Sebelum Sesudah

ODI 45,5±19,6 13,9±5,6 0,001

VAS 4,9±1,9 1,0±0,0 0,001

PF 72,9±16,5 94,5±6,7 0,001

PH 58±23,1 100,0±0,0 0,001

EP 63,1±21,8 79,9±32,9 0,010

ENE 62,5±12,0 88,6±13,7 0,001

EMO 84,1±14,8 92,3±1,7 0,047

SF 79,6±23,5 100,0±0,0 0,002

Pain 62,0v25,3 99,9±0,4 0,001

Universitas Sumatera Utara


54

GH 49,5±3,4 89,3±14,9 0,001

HC 72,0±7,8 92,4±9,7 0,001

ODI, Oswestry Disability Index; VAS, Visual Analog Scale; PF, Physical Functioning; PH,
Physical Health; EP, Emotional Problem; ENE, Energy/Fatigue; EMO, Emotional Well Being;
SF, Social Functioning; GH, General Health; HC, Health Change; N, Normal; TN, Tidak
Normal

Luaran Pasien Metastase Spine Disease Sebelum dan


Sesudah Instrumentasi Posterior
120.0000

100.0000

80.0000

60.0000 Sebelum

40.0000 Sesudah

20.0000

0.0000
ODI VAS PF PH EP ENE EMO SF Pain GH HC
0,001 0,001 0,001 0,001 0,010 0,001 0,047 0,002 0,001 0,001 0,001

ODI, Oswestry Disability Index; VAS, Visual Analog Scale; PF, Physical Functioning; PH, Physical
Health; EP, Emotional Problem; ENE, Energy/Fatigue; EMO, Emotional Well Being; SF, Social
Functioning; GH, General Health; HC, Health Change

Grafik 4.8 Diagram luaran pasien Metastasis Tulang Belakang sebelum dan
sesudah instrumentasi posterior
Dari grafik di atas yaitu diagram luaran pasien metastase spine
disease sebelum dan sesudah instrumentasi posterior pada 22 sampel,
didapatkan ODI sebelum operasi sebesar 45,5 ± 19,6 menjadi 13,9 ± 5,6
setelah operasi; VAS sebelum operasi sebesar 4,9 ± 1,9 menjadi 1,0 ± 0,0
setelah operasi. Dan untuk penilaian dari SF-36 didapatkan fungsional
fisik sebelum operasi sebesar 72,9 ± 16,5 menjadi 94,5 ± 6,7 setelah
operasi; kesehatan fisik sebelum operasi sebesar 58 ± 23,1 menjadi 100,0
± 0,0 setelah operasi; masalah emosional sebelum operasi 63,1 ± 21,8
menjadi sebesar 79,9 ± 32,9 setelah operasi; energi/kelelahan sebelum
operasi sebesar 62,5 ± 12,0 menjadi 88,6 ± 13,7 setelah operasi; kondisi

Universitas Sumatera Utara


55

emosi sebelum operasi sebesar 84,1 ± 14,8 menjadi 92,3 ± 1,7 setelah
operasi; fungsi sosial sebelum operasi sebesar 79,6 ± 23,5 menjadi 100,0
± 0,0 setelah operasi; tingkat nyeri sebelum operasi sebesar 62,0 ± 25,3
menjadi 99,9 ± 0,4 setelah operasi; kesehatan secara umum sebelum
operasi sebesar 49,5 ± 3,4 menjadi 89,3 ± 14,9 setelah operasi;
perubahan kesehatan sebelum operasi sebesar 72,0 ± 7,8 menjadi 92,4 ±
9,7 setelah operasi.

Tabel 4.9 Analisa statistik penilaian fungsi klinis luaran pasien metastase
spine disease sebelum dan sesudah instrumentasi posterior

Variabel p Value Uji Statistik

Pre_ODI
0,001 Wilcoxon
Post_ODI
Pre_VAS
0,001 Wilcoxon
Post_VAS
Pre_PF
0,001 Wilcoxon
Post_PF
Pre_PH
0,001 Paired T-Test
Post_PH
Pre_EP
0,010 Wilcoxon
Post_EP
Pre_ENE
0,001 Paired T-Test
Post_ENE
Pre_EMO
0,047 Wilcoxon
Post_EMO
Pre_SF
0,002 Wilcoxon
Post_SF
Pre_Pain
0,001 Wilcoxon
Post_Pain
Pre_GH
0,001 Wilcoxon
Post_GH
Pre_HC
0,001 Wilcoxon
Post_HC
ODI, Oswestry Disability Index; VAS, Visual Analog Scale;PF, Physical Functioning;
PH, Physical Health; EP, Emotional Problem; ENE, Energy/Fatigue; EMO, Emotional
Well Being; SF, Social Functioning; GH, General Health; HC, Health Change

Universitas Sumatera Utara


56

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil yang


signifikan dari luaran fungsi klinis luaran pasien metastase spine disease
sebelum dan sesudah instrumentasi posterior pada penilaian ODI, VAS,
dan SF-36:
1. Nilai ODI (Oswestry Disability Index) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih kecil daripada sebelum yang secara uji statistik
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,001 (p<0,05).
2. Nilai VAS (Visual Analog Scale) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih kecil daripada sebelum yang secara uji statistic
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,001 (p<0,05).
3. Penilaian PF (Physical Functional) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih besar daripada sebelum yang secara uji statistik
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,001 (p<0,05).
4. Penilaian PH (Physical Health) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih besar daripada sebelum yang secara uji statistik Paired
T-Test memberikan hasil p = 0,001 (p<0,05).
5. Penilaian EP (Emotional Problem) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih besar daripada sebelum yang secara uji statistik
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,010 (p<0,05).
6. Penilaian ENE (Energy/Fatigue) sesudah operasi posterior lebih besar
daripada sebelum yang secara uji statistik Paired T-Test memberikan
hasil p = 0,001 (p<0,05).
7. Penilaian EMO (Emotional Well Being) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih besar daripada sebelum yang secara uji statistik
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,047 (p<0,05).
8. Penilaian SF (Social Functioning) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih besar daripada sebelum yang secara uji statistik
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,002 (p<0,05).
9. Penilaian GH (General Health) sesudah operasi instrumentasi
posterior lebih besar daripada sebelum yang secara uji statistik
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,001 (p<0,05).

Universitas Sumatera Utara


57

10. Penilaian HC (Health Change) sesudah operasi instrumentasi


posterior lebih besar daripada sebelum yang secara uji statistic
Wilcoxon memberikan hasil p = 0,001 (p<0,05).

4.2. Pembahasan

Insiden metastasis tulang adalah sebanyak 70% pada otopsi pasien


kanker, dan tulang belakang adalah lokasi yang paling sering dari
metastasis tulang49 Kebanyakan pasien dengan metastase spine disease
datang dengan ketidakstabilan tulang belakang dan nyeri punggung
bawah karena fraktur patologis. Kira-kira 5% sampai 10% dari pasien ini
datang dengan kompresi medulla spinalis yang mengakibatkan defisit
neurologis. Baik nyeri terkait ketidakstabilan dan defisit neurologis secara
signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup50. Pasien cenderung
terbaring karena rasa sakit yang tak tertahankan dan defisit neurologis.
Imobilisasi di tempat tidur dapat menyebabkan komplikasi, termasuk
pneumonia ortostatik, luka tekanan, infeksi saluran kemih, tromboemboli,
dan kontraktur sendi. Pengobatan metastase spine disease biasanya
bersifat paliatif, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit,
mempertahankan atau memulihkan fungsi neurologis, kontrol tumor tahan
lama lokal, stabilitas tulang belakang, dan kualitas hidup yang lebih baik,
meskipun jarang terjadi, pasien yang datang dengan metastasis tulang
belakang yang terisolasi pada tahap awal dapat diobati dengan reseksi
radikal. Perawatan untuk pasien dengan ketidakstabilan tulang belakang
karena penyakit metastasis sering melibatkan perawatan paliatif
nonoperatif karena prognosis serius yang terkait dengan kondisi mereka.
Keputusan mengenai perawatan bedah dalam kasus-kasus seperti itu
umumnya didasarkan pada 3 faktor utama: indikasi bedah, risiko bedah,
dan harapan hidup. Tujuan operasi dalam kasus-kasus ini adalah unik:
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan segera51.
Dalam penelitian ini, pasien-pasien metastase spine disease yang
menjalani operasi instrumentasi posterior mengalami perbaikan yang
signifikan dalam hal kualitas hidup. Hal ini ditunjukkan melalui perbedaan

Universitas Sumatera Utara


58

skor ODI, VAS, dan SF-36 yang signifikan antara sebelum dan setelah
operasi. Banyak penilaian kualitas hidup telah dilaporkan untuk pasien
tumor dan kanker tulang belakang48. melaporkan serangkaian 85 pasien
yang mengalami perbaikan nyeri dan hasil kuesioner EORTC QLQ-C30
pada 1 tahun setelah operasi52. melaporkan 118 pasien dengan
peningkatan skor QLQ-C30 pada follow-up 1 tahun, dan Wu et al.
menggambarkan 46 pasien bedah dengan perbaikan dalam kuesioner
Penilaian Fungsional Terapi Kanker pada 9 bulan setelah operasi.53
Penelitian ini merupakan penilaian pertama yang diterbitkan atas kualitas
hidup awal pasca operasi setelah fiksasi tulang belakang segmen panjang
pada pasien dengan metastasis tulang belakang 48
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Tumor primer
pada pasien-pasien di penelitian ini memiliki sifat metastasis spinal
heterogen. Tumor primer yang berbeda memiliki perilaku biologis dan
prognosis yang berbeda pula. Apalagi jumlah pasien yang dimasukkan
kecil. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur
instrumentasi posterior dapat dipertimbangkan untuk seluruh pasien
dengan metastasis spinal, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien53

Universitas Sumatera Utara


59

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Luaran klinis fungsional pasien metastase spine disease setelah
dilakukan instrumentasi posterior tulang belakang lebih baik dibandingkan
luaran klinis sebelum tindakan instrumentasi posterior tulang belakang
dengan nilai statistik (P<0,01), hal ini sesuai dengan hipotesis awal
penelitian yaitu terdapat perbedaan luaran klinis fungsional pasien
metastatic spine disease sebelum dan setelah dilakukan tindakan operasi
instrumentasi posterior tulang belakang

5.2 SARAN
1. Banyak pasien yang terlambat didiagnosa menderita metastase spine
disease sehingga pasien mengalami morbiditas yang lebih berat,
sehingga perlu adanya suatu standar prosedur dan kerjasama yang
baik antar tenaga kesehatan.
2. Masih banyak kendala dalam mengevaluasi hasil pengobatan
metastase spine disease, dalam hal ini meliputi jarak pasien dan
rumah sakit, biaya, ketidakpedulian, perubahan emosional dan
psikologi pasien, sehingga edukasi pada saat sebelum dan setelah
pasien dioperasi untuk kontrol sesuai jadwal adalah penting untuk
meminimalkan kejadian ini.
3. Sistem database rumah sakit yang masih jauh dari sempurna
menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan penelitian, dalam hal ini
adanya database yang tersusun lengkap, tersusun dalam pengukuran
dan deskipsi pengisian data yang sama serta hasil pemeriksaan
penunjang yang disimpan dalam jangka waktu tertentu akan
memudahkan untuk dilaksanakannya penelitian berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


60

DAFTAR PUSTAKA

1. Torre LA, Bray F, Siegel RL, Ferlay J, Lortet-Tieulent J, Jemal A.


Global cancer statistics, 2012. CA Cancer J Clin. 2015; 65(2): 87-108.
2. Guan X. Cancer metastases: challenges and opportunities. Acta
Pharmaceutica Sinica B. 2015; 5(5): 402-418.
3. Kimura T. Multidisciplinary Approach for Bone Metastasis: A Review.
Cancers. 2018; 10: 156.
4. Araujo JLV, Veiga JCE, Figueiredo EG, Barboza VR. Management of
metastatic spinal column neoplasms - an update. Rev Col Bras Cir.
2013; 40(6): 508-513.
5. Quraishi NA, Gokaslan ZL, Boriani S. The surgical management of
metastatic epidural compression of the spinal cord. J Bone Joint Surg
Br. 2010; 92(8): 1054-60.
6. Dunning EC, Butler JS, Morris S. Complications in the management of
metastatic spinal disease. World J Orthop. 2012; 3(8): 114-121.
7. Liu Y, Wang Y, Zhao L, Song R, Tan H, Wang L. Effectiveness and
safety of percutaneous vertebroplasty in the treatment of spinal
metastatic tumor. Pak J Med Sci. 2017; 33(3): 675-679.
8. Switlyk MD, Kongsgaard U, Skjjeldal S, Hald JK, Hole KH, Knutstad K,
et al. Prognostic Factors in Patients with Symptomatic Spinal
Metastases and Normal Neurological Function. Clinical Oncology.
2015; 27: 213-221.
9. Hirabayashi H, Ebara S, Kinoshita T, Yuzawa Y, Nakamura I,
Takahashi J, et al. Clinical Outcome and Survival after Palliative
Surgery for Spinal Metastases. Cancer. 2003; 97: 476-84.
10. Ranganath C, Kumar R, Khanna A, Kiron G. Functional Outcome
Following Stabilization in Secondaries Spine. IJSR. 2013; 2(7): 333-
335.
11. Kim HJ, Buchowski JM, Moussallem CD, Rose PS. Modern
techniques in treatment of patients with metastatic spine disease. J
Bone Joint Surg Am. 2012; 94(10): 943-51.

Universitas Sumatera Utara


61

12. Hibber CS, Quan GMY. Accuracy of Preoperative Scoring Systems for
the Prognostication and Treatment of Patients with Spinal Metastases.
International Scholarly Research Notices. 2017: 1320684.
13. Dosani M, Lucas S, Wong J, Weir L, Lomas S, Cumayas C, et al.
Impact of the Spinal Instability Neoplastic Score on Surgical Referral
Patterns and Outcomes. Curr Oncol. 2018;25(1):53-58.
14. Versteeg AL, van der Velden JM, Verkooijen HM, van Vulpen M, Oner
FC, Fisher CF, Verlaan JJ. The Effect of Introducing the Spinal
Instability Neoplastic Score in Routine Clinical Practice for Patients
With Spinal Metastases. The Oncologist. 2016; 21: 95-101.
15. Szendroi M, Antal I, Szendroi A, Lazary A, Varga PP. Diagnostic
algorithm, prognostic factors and surgical treatment of metastatic
cancer diseases of the long bones and spine. EOR. 2017; 2: 372-381.
16. Teixeira WGJ, Coutinho PRM, Marchese LD, Narazaki DK, Cristante
AF, Teixeira MJ, et al. Interobserver agreement for the spine instability
neoplastic score varies according to the experience of the evaluator.
Clinics. 2013; 68(2): 213-217.
17. Yurter A, Ju DG, Sciubba DM. Management of Metastatic Spine
Disease. JSM Neurosurg Spine. 2014; 2(2): 1020.
18. Teles AR, Khoshhal KI, Falavigna A. Why and how should we
measure outcomes in spine surgery? Journal of Taibah University
Medical Sciences. 2016; 11(2): 91e97.
19. Zadnik PL, Hwang L, Ju DG, Groves ML, Sui J, Yurter A, et al.
Prolonged survival following aggressive treatment for metastatic
breast cancer in the spine. Clin Exp Metastasis. 2014; 31: 47-55.
20. Kaloostian PE, Yurter A, Zadnik PL, Sciubba DM, Gokaslan ZL.
Current paradigms for metastatic spinal disease: an evidence-based
review. Ann Surg Oncol. 2014; 21: 248-262.
21. Bernard F, Lemee JM, Lucas O, Menei P. Postoperative quality-of-life
assessment in patients with spine metastases treated with long-
segment pedicle-screw fixation. J Neurosurg Spine. 2017; 26:725-735.

Universitas Sumatera Utara


62

22. Uei H, Tokuhashi Y, Maseda M, Nakahashi M, Sawada H, Nakayama


E, et al. Clinical results of multidisciplinary therapy including palliative
posterior spinal stabilization surgery and postoperative adjuvant
therapy for metastatic spinal tumor. Journal of Orthopaedic Surgery
and Research. 2018; 13: 30.
23. Devereaux, MW. Anatomy and Examination of the Spine. Neurol Clin.
2007, 25 (3): 331-351.
24. Jones et al. Introduction to Spinal Anatomy. USA: John and Bartlett
Publishers. 2008, 1(1): 2-5.
25. Rawls A, Fisher RE. Development and Functional Anatomy of the
Spine. USA: Springer-Verlag. 2010, 1 (1): 27-30.
26. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2010, 3(5): 50.
27. Talmadge JE, Fidler IJ. AACR Centennial Series: The Biology of
Cancer Metastasis: Historical Perspective. Cancer Res. 2010; 7(14):
5649-5669.
28. Massague J, Battle E, Gomis RR. Understanding the Molecular
Mechanisms Driving Metastasis. Molecular Oncology. 2017; 11(1): 1-
8.
29. Berenson, JR, Rajdev L, Broder M. Pathophysiology of Bone
Metastases. Cancer Biology & Therapy, 5 (9): 1078-1081.
30. Alliana et al. Understanding the Progression of Bone Metastases to
Identify Novel Theurapeutic Targets. International Journal of Medical
Sciences. 2018; 19 (1): 1-20.
31. Topcul M, Cetin I.The Biology of Cancer Metastasis. Polystemic
Apporach to School, Sport and Environment Medicine. 2015. USA:
OMICS Group.
32. Suva et al. Bone Metastasis: Mechanisms and Therapeutic
Opportunities. Nat Rev Endocrinol. 2011; 7 (4) : 208-218.
33. Chen CY, Sosnoski DM, Mastro AM. Breast Cancer Metastasis to the
Bone: Mechanisms of Bone Loss. Breast Cancer Research. 2010; 12
(215): 1-11.

Universitas Sumatera Utara


63

34. Gdowski AS, Ranjan A, Vishwanatha JK. Current Concepts in Bone


Metastasis, Contemporary Theurapeutic Strategies and Ongoing
Clinical Trials. Journal of Experimental & Clinical Cancer Research.
2017; 36 (108): 1-13.
35. Valastyan, S., Weinberg, R.A., 2011. Tumor Metastasis: Molecular
Insights and Evolving Paradigms. Cell, 147: 275-292.
36. Yurter, A., Ju, D.G., Sciubba, D.M., 2014. Management of Metastatic
Spine Disease. JSM Neurosurgery and Spine, 2(2): 1-15.
37. Kimura T. Multidisciplinary Approach for Bone Metastasis: A Review.
Cancers 2018; 10(1): 1-10.
38. Perrin GR, Laxton AW. Metastatic Spine Disease: Epidemiology,
Pathophysiology and Evaluation of Patients. Neurosurg Clin N Am.
2004; 22 (1): 365-373.
39. Rose PS, Buchowski JM. Metastatic Disease in the Thoracic and
Lumbar Spine: Evaluation and Management. J Am Acad Orthop Surg.
2011; 19(1): 37-48.
40. Araujo et al. Management of Metastatic Spinal Column Neoplasms-An
Update. Rev Col Bras Cir. 2013; 40 (6): 508-513.
41. Sharif S, Qadeer M. Metastatic Spine-A Review. World Spinal Column
Journal. 2015; 7(1): 58-63.
42. Wallace et al. The Metastatic Spine Disease Multidisciplinary Working
Group Algorithms. The Oncologist. 2015; 20: 1205-1215.
43. Salim S, Yamin M, Alwi I, Setiati S. Validity and reliability of the
Indonesian version of SF-36 quality of life questionnaire on patients
with permanent pacemakers. Acta Medica Indonesia. Indonesia
Journal International Medicine. 2017 : 49 : 1.
44. Wahyuddin. Adaptasi lintas budaya modifikasi kuesioner disabilitas
untuk nyeri punggung bawah (modified Oswestry low back pain
disability questionnaire/ODI) versi Indonesia. 2016. Available at
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Fisio/article/view/1708.
Accessed October 12, 2017.

Universitas Sumatera Utara


64

45. Pengukuran Kuantitas Nyeri. Universitas Hasanudin. Available from :


med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp-content. Accessed October 12, 2017.
46. Huang J, Zhang G, Zeng K, Gao Q. The clinical outcomes of surgical
treatment of noncontiguous spinal tuberculosis : A Retrospective study
in 23 cases. Plos One. 2014 : 9.
47. D’Souza AR, Mohapatra B, Bansal ML, Das K. Role of posterior
stabilization and transpedicular decompression in the treatment of
thoracic and thoracolumbar TB. Clin Spine Surg. 2017;00:000-000.
48. Falicov, A., Fisher, C. G., Sparkes, J., Boyd, M. C., Wing, P. C., &
Dvorak, M. F. (2006). Impact of surgical intervention on quality of life in
patients with spinal metastases. Spine, 31(24), 2849-2856.
49. Ciftdemir, M., Kaya, M., Selcuk, E., & Yalniz, E. (2016). Tumors of the
spine. World journal of orthopedics, 7(2), 109.
50. Macedo, F., Ladeira, K., Pinho, F., Saraiva, N., Bonito, N., Pinto, L., &
Gonçalves, F. (2017). Bone metastases: an overview. Oncology
reviews, 11(1).
51. Luksanapruksa, P., Buchowski, J. M., Hotchkiss, W., Tongsai, S.,
Wilartratsami, S., & Chotivichit, A. (2017). Prognostic factors in patients
with spinal metastasis: a systematic review and meta-analysis. The
Spine Journal, 17(5), 689-708.
52. Lee, C. S., & Jung, C. H. (2012). Metastatic spinal tumor. Asian spine
journal, 6(1), 71-87.
53. Wu, J., Zheng, W., Xiao, J. R., Sun, X., Liu, W. Z., & Guo, Q. (2010).
Health‐related quality of life in patients with spinal metastases treated
with or without spinal surgery: A prospective, longitudinal study.
Cancer, 116(16), 3875-3882.

Universitas Sumatera Utara


65

LAMPIRAN
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini, saya Dr. Fadli Yogi Arif
akan menjelaskan penelitian saya yang berjudul “Luaran Klinis Fungsional
Metastatic Spine Disease Sebelum dan Setelah Dilakukan Tindakan
Operasi Instrumentasi Posterior Tulang Belakang di RS Haji Adam Malik
Medan bulan November hingga Desember 2018.”
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui hasil pengobatan
Bapak/Ibu yang menjalani instrumentasi posterior tulang belakang di RS
tempat pendidikan selama kurun waktu bulan November - Desember
2018.
Pada Bapak/Ibu sebelumnya telah diketahui menderita Metastatic
Spine Disease dan sudah dilakukan pengobatan berupa operasi
Instrumetnasi posterior pada tulang belakang minimal 6 bulan pasca
operasi. Segala biaya pemeriksaan penunjang menjadi tanggung jawab
peneliti. Bila masih terdapat pertanyaan, maka Bapak/Ibu dapat
menghubungi saya :
Nama : Dr. Fadli Yogi
Alamat : Jl. Medan, Sumatera Utara
Telepon/ HP : 081377139518
Demikian penjelasan saya kepada Bapak/Ibu, apabila bersedia
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, saya minta kesediaannya untuk
menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi subjek penelitian
terlampir. Pernyataan kesediaan tersebut tidak bersifat mengikat,
sehingga saudara memiliki hak untuk mengundurkan diri sewaktu waktu
apabila anda tidak berkenan untuk melanjutkan partisipasi anda dalam
penelitian ini. Perlu anda ketahui bahwa anda bebas tanpa paksaan
menentukan keputusan keikutsertaan anda dalam penelitian ini. Besar
harapan saya anda dapat berpartisipasi sebagai subjek penelitian ini. Atas
partisipasi dan perhatian saudara, saya ucapkan terimakasih.
Peneliti

(Fadli Yogi Arif)

Universitas Sumatera Utara


66

Lembar Persetujuan Subjek Penelitian (Informed Consent)


Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan

Nama Instansi :Departemen Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi FK


USU

RSUP H. Adam Malik Medan

SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :…………………………………………………………

Alamat :………………………………………………………….

Umur : …………Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan


keburukan prosedur penelitian ini, saya menyatakan bersedia ikut serta
dalam penelitian dibawah ini yang berjudul: “Luaran Klinis Fungsional
Metastatic Spine Disease Sebelum dan Setelah Dilakukan Tindakan
Operasi Instrumentasi Posterior Tulang Belakang di RS Haji Adam Malik
Medan bulan November hingga Desember 2018.”

Dengan sukarela menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian


diatas dengan catatan bila sesuatu waktu di rugikan dalam bentuk
apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan, 2018

Peneliti : Responden:

Tanda tangan : …………. Tanda tangan :

Nama terang : Fadli Yogi Arif Nama terang :

Universitas Sumatera Utara


67

ALAT BANTU UKUR VISUAL ANALOG SCORE (VAS)

Universitas Sumatera Utara


68

Universitas Sumatera Utara


69

Universitas Sumatera Utara


70

Universitas Sumatera Utara


71

Universitas Sumatera Utara


72

KUESIONER OSWESTRY DISABILITY INDEX (ODI)

Universitas Sumatera Utara


73

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN STATISTIC

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 10 45.5 45.5 45.5

Perempuan 12 54.5 54.5 100.0

Total 22 100.0 100.0

Statistics
Umur

N Valid 22

Missing 0
Mean 51.7273
Std. Deviation 14.06848
Minimum 11.00
Maximum 78.00

Statistics

PreSF_PF PreSF_PH PreSF_EP PreSF_ENE PreSF_EMO PreSF_SF PreSF_P PreSF_GH PreSF_HC PreODI PreVAS

N Valid 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 72.9545 58.0000 63.1818 62.5000 84.1818 79.6818 62.0455 49.5455 72.0455 45.5000 4.9545
Std. Deviation 16.59454 23.10226 21.85153 12.00694 14.86330 23.50559 25.38556 3.41882 7.81621 15.51574 1.46311

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Statistics

PostSF_PF PostSF_PH PostSF_EP PostSF_ENE PostSF_EMO PostSF_SF PostSF_P PostSF_GH PostSF_HC PostODI PostVAS

N Valid 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 94.5909 100.0000 79.9091 88.6818 92.3636 100.0000 99.9091 89.3636 92.4545 13.9545 1.0000
Std. Deviation 6.77994 .00000 32.95727 13.78538 1.70561 .00000 .42640 14.99062 9.78204 5.66928 .00000

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


SF_PF .292 22 .000 .837 22 .002
*
SF_PH .146 22 .200 .948 22 .284
SF_EP .260 22 .000 .674 22 .000
SF_ENE .205 22 .017 .921 22 .079
SF_EMO .347 22 .000 .671 22 .000
SF_SF .261 22 .000 .810 22 .001
SF_P .184 22 .050 .892 22 .021
SF_GH .278 22 .000 .705 22 .000
SF_HC .327 22 .000 .708 22 .000
ODI .225 22 .005 .902 22 .033
VAS .172 22 .091 .889 22 .018

Universitas Sumatera Utara


*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

LAMPIRAN

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of

Std. Std. Error the Difference Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 PreSF_PH - -
23.10226 4.92542 -52.24297 -31.75703 -8.527 21 .000
PostSF_PH 42.00000
Pair 2 PreSF_ENE - -
16.30552 3.47635 -33.41128 -18.95235 -7.531 21 .000
PostSF_ENE 26.18182

Universitas Sumatera Utara


a
Test Statistics

PostODI - PostVAS - PostSF_PF - PostSF_EP - PostSF_EMO - PostSF_SF - PostSF_P - PostSF_GH - PostSF_HC -


PreODI PreVAS PreSF_PF PreSF_EP PreSF_EMO PreSF_SF PreSF_P PreSF_GH PreSF_HC
b b c c c c c c c
Z -4.109 -4.126 -3.860 -2.592 -1.984 -3.077 -3.735 -4.053 -4.109
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .010 .047 .002 .000 .000 .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.
c. Based on negative ranks.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai