Anda di halaman 1dari 88

SKRIPSI

PERBEDAAN KEKUATAN OTOT SEBELUM DAN SESUDAH


SPRINT INTERVAL TRAINING
“Studi pada Mahasiswa Anggota UKM Olahraga Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman”

Oleh :
Fu’ad Anharuddin
G1A012024

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2016
LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN KEKUATAN OTOT SEBELUM DAN SESUDAH


SPRINT INTERVAL TRAINING
“Studi pada Mahasiswa Anggota UKM Olahraga Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman”

Oleh :
Fu’ad Anharuddin
G1A012024

SKRIPSI

Untuk memenuhi persyaratan gelas Sarjana Kedokteran (S. Ked)

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal, Februari 2016

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Susiana Candrawati, Sp. KO dr. Mustofa, M.Sc


NIP. 19790822.200501.2.002 NIP. 19780228.200501.1.002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Jurusan Kedokteran Umum


Unsoed

dr. Fitranto Arjadi, M.Kes dr. M. Zaenuri Syamsu H., Sp.KF, M,Si.Med
NIP. 19790822.200501.2.002 NIP. 19780228.200501.1.002

ii
PERBEDAAN KEKUATAN OTOT SEBELUM DAN SESUDAH
SPRINT INTERVAL TRAINING
“Studi pada Mahasiswa Anggota UKM Olahraga Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman”

Fu’ad Anharuddin, Susiana Candrawati, Mustofa

Departemen Fisiologi, Jurusan Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran


Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, Indonesia
funzhu9@gmail.com

ABSTRAK
Latar belakang : Kekuatan otot menunjang kebugaran fisik dalam melakukan
kerja atau aktivitas dengan intensitas beban yang cukup tinggi. Kekuatan otot
berpengaruh terhadap kualitas kesehatan, sehingga kekuatan otot juga dapat
digunakan sebagai alat prognostik kesehatan untuk masa mendatang. Sprint
Interval Training (SIT) merupakan regimen latihan yang diduga dapat
meningkatkan kekuatan otot. Tujuan : Mengetahui perbedaan kekuatan otot
sebelum dan sesudah intervensi Sprint Interval Training selama 5 minggu.
Metode : Penelitian menggunakan metode quasi-experimental dengan pre and
post test design without control. Subjek penelitian berjumlah 30 mahasiswa yang
dikumpulkan menggunakan metode consecutive sampling sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. SIT terdiri atas 30 detik fase aktif (all out) dan 4 menit fase
istirahat. Fase dalam SIT dilakukan pengulangan sebanyak empat kali pengulangan
dalam satu kali periode, sebanyak tiga kali dalam seminggu, dan dilakukan selama
lima minggu. Kekuatan otot diukur menggunakan metode leg strength test dengan
alat back-leg dynamometer. Hasil : Hasil uji t-berpasangan yaitu terdapat
perbedaan yang bermakna pada nilai kekuatan otot sebelum dan sesudah intervensi
Sprint Interval Training (p<0,001). Peningkatan terjadi dari kekuatan otot sebelum
yaitu 130,17 ± 27,33 kg menjadi 149,23± 25,5 kg. Kesimpulan : Terdapat
perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah intervensi Sprint Interval Training
(SIT) selama 5 minggu.

Kata Kunci : Kekuatan otot, Sprint Interval Training, Leg strength test, Back-leg
Dynamometer

iii
MUSCLE STRENGTH BEFORE AND AFTER
SPRINT INTERVAL TRAINING
"Study on Student Member of Student Activities Sports Unit Faculty of
Medicine General Soedirman University"

Fu’ad Anharuddin, Susiana Candrawati, Mustofa

Physiology Department, Department of General Medicine, Faculty of Medicine


General Soedirman University Purwokerto, Indonesia
funzhu9@gmail.com

ABSTRACT
Background: Muscle strength is part of physical fitness to support work or activity
with high intensity. Muscle strength may affects to quality of health, so muscle
strength can be used as a health prognostic tools in the future. Sprint Interval
Training (SIT) is a regimen of exercise that was expected to increase muscle
strength. Objective: To determine differences in muscle strength before and after
Sprint Interval Training for 5 weeks. Methods: The study used a quasi-
experimental method with pre and post test design without control. Subject were
30 students that was collected using consecutive sampling method based on
inclusion and exclusion criteria. SIT composed of 30 second active phase (all out)
and 4 minutes of the resting phase. This phase of the SIT be repeated four times
repetition in one time period, as many as three times a week, and performed for
five weeks. Muscle strength was measured using the leg strength test methode with
a back-leg dynamometer. Results: The results of paired t-test were there are
significant differences in muscle strength values before and after the intervention
Sprint Interval Training (p <0.001). The increase occurred of muscle strength from
130,17 ± 27,33 kg to 149,23± 25,5 kg. Conclusions: There were differences in
muscle strength before and after the intervention Sprint Interval Training (SIT) for
5 weeks.

Keywords: muscle strength, Sprint Interval Training, Leg strength test, Back-leg
Dynamometer

iv
PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan seluruh
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perbedaan Kekuatan Otot
Sebelum dan Sesudah Sprint Interval Training : Studi pada Mahasiswa Anggota
UKM Olahraga Kedokteran Unsoed” telah berhasil diselesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi S1 Kedokteran
Umum dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini
yaitu:
1. dr. Fitranto Arjadi, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Jenderal Soedirman yang telah memberikan kesempatan dan izin serta
masukan yang sangat bermanfaat untuk penelitian skripsi ini.
2. dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M. Si Med selaku ketua jurusan
Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan
kesempatan dan izin kepada penulis untuk melaksankan penelitian.
3. dr. Susiana Candrawati, Sp. KO, selaku pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran serta
mendukung penulis ditengah kesibukan beliau.
4. dr. Mustofa, M. Sc, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran serta mendukung
penulis ditengah kesibukan beliau.
5. dr. Joko Setyono, M. Sc selaku penelaah I yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan dan arahan pada saat ujian seminar proposal.
6. dr. Khusnul Muflikhah, M. Sc, selaku penelaah II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan pada saat ujian seminar
hasil.
7. dr. Ika Murti Harini, M. Sc, selaku wakil tim komisi yang telah meluangkan
waktu dan memberikan masukan yang bermanfaat.
8. dr. Nendyah Koestijawati, M. PH, selaku ketua komisi skripsi yang telah
memberikan ijin untuk terlaksananya seminar hasil.

v
9. Seluruh dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan seluruh civitas
akademika Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman yang telah
membantu penulis dalam hal menuntut ilmu dari awal hingga akhir masa studi
dam dalam penulisan skripsi.
10. Keluarga tercinta yang selalu mendukung Ayah, Bunda, dek Azka
Auliarahman, dek Afifah Inayati Rosyada, Keluarga Besar Trah Kromo
Setiko dan Keluarga Besar Bani Marjono
11. Keluarga Sprint Squad yang telah berjuang bersama-sama melaksanankan
dari awal hingga selesai penelitian terima kasih banyak keluargaku
12. Keluarga Besar Hypoglossus 2012, Keluarga Besar Medical Basketball,
Keluarga Besar Insyaallah Sukses, Mizan Nasyid, serta my little family yang
paling aku sayangi keluarga purinirwana estate Azka RH, M Rifqi NK Tauhid
Yuda P dan Tomi Nugraha, semoga kita tetap keluarga sampai tua kelak.
13. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia dengan ikhlas mengikuti
penelitian sampai dengan selesai dan pihak-pihak lain yang turut terlibat
dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan ilmu yang berguna
dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Purwokerto, Februari 2016

Fu’ad Anharuddin
G1A012024

vi
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Struktur dan Fisiologi Otot Rangka ................................................... 6
2. Jenis Otot Rangka .............................................................................. 8
3. Metabolisme Otot............................................................................... 10
4. Kekuatan Otot .................................................................................... 11
5. Sprint Interval Training ..................................................................... 19
6. Pengaruh Sprint Interval Training Terhadap Kekuatan Otot............. 23
B. Kerangka Teori ........................................................................................ 27
C. Kerangka Konsep ..................................................................................... 28
D. Hipotesis .................................................................................................. 28
III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ............................................................................... 29
B. Populasi dan Sampel ................................................................................ 29
C. Variabel Penelitian ................................................................................... 33
D. Definisi Operasional ................................................................................ 33
E. Pengumpulan Data ................................................................................... 34
F. Tata Urutan Kerja..................................................................................... 35
G. Analisis Data ............................................................................................ 38
H. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

vii
A. Hasil ......................................................................................................... 40
B. Pembahasan ............................................................................................. 42
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................. 47
B. Saran ........................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48
LAMPIRAN ........................................................................................................ 53

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Otot Rangka ............................................................... 6


Gambar 2.2 Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot............................... 8
Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian ....................................................... 27
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian.................................................... 28

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Jenis Serat Otot Rangka dan Karakteristiknya ........... 9
Tabel 3.1 Definisi Operasional ..................................................................... 33
Tabel 3.2 Skema Protokol Sprint Interval Training ..................................... 37
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian .................................................... 40
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Saphiro-Wilk .............................................. 40
Tabel 4.3 Hasil Uji t – Berpasangan ............................................................. 41

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Etik .............................................................................. 54


Lampiran 2. Informed Consent ........................................................................... 56
Lampiran 3. Physical Activity Readiness Questionnaire .................................... 60
Lampiran 4. Formulir Kuesioner Anamnesis ...................................................... 61
Lampiran 5. Formulir Pemeriksaan Fisik ........................................................... 64
Lampiran 5. Borg’s Rating of Perceived Exertion .............................................. 65
Lambiran 7. Quisioner Four Day Food Record .................................................. 66
Lampiran 8. Data Hasil ....................................................................................... 67
Lampiran 9. Hasil Analisis Data ......................................................................... 69
Lampiran 10. Denah Lintasan Sprint Interval Training ...................................... 71
Lampiran 11. Dokumentasi Kegiatan. ................................................................. 72

xi
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekuatan otot adalah salah satu hal penting dalam menentukan tingkat

kebugaran tubuh, sebab kekuatan otot sangat dibutuhkan dalam beraktivitas

sehari-hari. Kekuatan otot menunjang kebugaran fisik dalam melakukan kerja

atau aktivitas dengan intensitas beban yang cukup tinggi. Kekuatan otot juga

digunakan sebagai alat prognostik kesehatan untuk masa mendatang, dengan

adanya penurunan kekuatan otot dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan

(Rantanen et al., 2000; Newman et al., 2006; Kimura et al., 2012).

Sebuah penelitian cohort oleh Newman (2006) menunjukkan korelasi

rendahnya kekuatan otot dengan kejadian kematian. Kekuatan otot merupakan

marker dari kualitas otot, sebab menurunnya kekutan otot kebanyakan akibat

penyakit, sehingga dapat digunakan sebagai perkiraan risiko kematian

(Kimura et al., 2012). Data angka risiko kematian dideskripsikan dengan

gradasi kekuatan otot pada pria dengan kekuatan otot rendah memiliki risiko

kematian 24,8%, kekuatan otot sedang 18,5%, dan kekuatan otot tinggi 14 %

(Rantanen et al., 2000).

Manfaat dari kekuatan otot tidak hanya prognostik kesehatan dengan

presentase angka kematian, tetapi juga sangat dibutuhkan oleh para atlet atau

individu dengan aktivitas intensitas yang tinggi untuk mengurangi risiko

terkena cedera saat melakukan aktivitas (Mahler, 2004). Penelitian Juniadi

(2013) kasus cedera terbanyak adalah sprain (cedera ligamen) sebanyak

41,1%, dan pada kasus terbanyak berikutnya strain (otot) adalah 37%. Pada
2

kasus cedera yang disebutkan 60 % terjadi pada bagian ekstremitas bawah.

Kasus strain kebanyakan terjadi akibat perubahan arah gerakan yang

mendadak atau akibat beban yang terlalu berat. Cedera yang telah disebutkan

dapat dihindari dengan menigkatkan kekuatan otot. Kekuatan otot dapat

ditingkatkan menggunakan berbagai macam regimen latihan. Regimen latihan

yang dapat dilaksananakan salah satunya Interval Training. Terdapat

bermacam-macam Interval training yang telah dilakukan penelitian

sebelumnya, salah satunya adalah Sprint Interval Training.

Sprint Interval Training (SIT) merupakan salah satu jenis latihan fisik

khusus dengan pola High intensity interval training (HIIT) yang relevan untuk

diterapkan, dalam pelaksanaannya terdiri dari periode aktif dan periode

istirahat aktif yang bergantian sehingga dengan proporsi yang padat tidak

membutuhkan waktu yang banyak dalam pelaksanaannya (Gibala et al., 2006;

Kenney et al., 2012). Manfaat dari SIT diduga berpengaruh kepada kapasitas

aerobik dan anaerobik. Studi tentang SIT juga masih sangat minim di

Indonesia dan belum ada yang menghubungkan secara langsung pengaruh SIT

dengan kekuatan otot, sehingga diperlukan studi tentang pengaruh regimen

tersebut Pada studi pendahulu yang dilakukan perbandingan antara latihan

endurance dengan SIT dengan waktu komitmen latihan keseluruhan selama

10,5 jam setara dengan SIT yang dilakukan dengan waktu komitmen hanya

2,5 jam sehingga SIT memiliki keunggulan efektifitas waktu yang lebih baik

bagi populasi yang memiliki waktu berolahraga yang sedikit (Hazell et al.,

2010; Gibala et al., 2006). .


3

Populasi yang dipilih adalah mahasiswa kedokteran sebab mereka

memiliki jadwal cukup padat dan berakibat pada waktu olahraga yang sedikit

(Angyan et al., 2003). Mahasiswa kedokteran Mahasiswa kedokteran yang

dipilih sebagai populasi adalah mahasiswa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)

Olahraga, sebab mahasiswa ini membutuhkan pola latihan untuk menunjang

kebugaran fisik yang baik, kesehatan yang baik dan penurunan resiko cedera

sehingga dapat meningkatkan prestasi dalam bidang olah raga yang

membutuhkan kekuatan otot (Basket, Futsal, dan Badminton). Tiga tahun

terakhir UKM olahraga Fakultas Kedokteran belum menunjukkan

peningkatan prestasi. Permasalahan yang telah dikemukakan diharapkan dapat

teratasi oleh peningkatkan kekuatan otot. Sehingga peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pengaruh SIT terhadap kekuatan otot.

Diharapkan terdapat perbedaan dari kekuatan otot sebelum dan sesudah

setelah intervensi SIT pada Mahasiswa UKM Olahraga Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman.


4

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah

intervensi sprint interval training (SIT) pada mahasiswa anggota UKM

Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah

intervensi sprint interval training pada mahasiswa anggota UKM Olahraga

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kekuatan otot subyek penelitian sebelum sprint interval

training.

b. Mengetahui kekuatan otot subyek penelitian sesudah sprint interval

training.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan,

khususnya mengenai perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah

SIT.

b. Bagi institusi pendidikan diharapkan mampu menambah bahan

referensi mengenai manfaat SIT terhadap Kekuatan Otot sehingga

dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.


5

2. Manfaat Praktis

a. Bagi subyek penelitian yakni mahasiswa anggota UKM Olahraga

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman diharapkan dapat

memberikan informasi mengenai manfaat SIT terhadap Kekuatan Otot

sehingga sehingga dapat diaplikasikan sebagai salah satu bentuk latihan

fisik yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan performa

anggota.

b. Bagi populasi penelitian yakni mahasiswa kedokteran diharapkan dapat

memberikan informasi mengenai manfaat SIT terhadap Kekuatan Otot

sehingga dapat diaplikasikan sebagai salah satu bentuk latihan fisik

yang dapat dilakukan.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Struktur dan Fisiologi Otot Rangka

Otot rangka terdiri atas kumpulan serabut-serabut sel otot yang

tersusun secara paralel satu sama lain yang terbentang di sepanjang bundle

otot. Serabut otot rangka disusun oleh miofibril yang terbagi menjadi

filamen tipis (aktin) dan filamen tebal (miosin) sebagai protein kontraktil.

Miofibril jika dilihat dengan mikroskop elektron maka akan terlihat pita A,

pita I, zona H, garis M, garis Z yang membentuk menjadi sakomer

(Gambar 2.1). Z-line tersusun dari komponen utama berupa protein α-

actinin. Fibril-fibril otot dikelilingi oleh sistem sarkotubuler yang tersusun

atas sistem T dan retikulum sarkoplasma yang melebar dibagian ujungnya

menjadi sisterna terminal yang berperan dalam proses perpindahan ion Ca2+

dan metabolisme otot (Sherwood, 2012; Ganong, 2012).

Gambar 2.1 Struktur Otot Rangka, Sarkomer dan Lokasi Z-line yang
Mengandung Protein α-actinin (Junqueira, 2013).
7

Serabut-serabut sel otot ini berasal dari peristiwa fusi sel-sel

myoblast pada masa embrional, berkumpul membentuk satu ikatan yang

dilanjutkan dengan proses maturasi sel dan terbentuklah serabut otot

rangka. Peristiwa inilah yang membuat satu serabut sel otot rangka

memiliki banyak nukleus dan mitokondria, sehingga serabut otot rangka ini

dapat menghasilkan energi yang lebih tinggi dari organ-organ (Sherwood,

2012).

Energi yang tinggi tersebut digunakan dalam proses kontraksi otot

rangka. Kontraksi otot rangka merupakan fenomena bergesernya filamen-

filamen kontraktil (sliding-filament mechanism) secara simultan akibat

berikatannya kepala miosin dengan sisi aktif aktin. Tahap-tahap kontraksi,

meliputi: impuls neuron motorik, pelepasan neurotransmitter ke motor end-

plate, pengikatan transmiter oleh reseptor, peningkatan konduktans ion Na+

dan K+ di membran end-plate, tercetus potensial aksi di serat otot,

penyebaran depolarisasi kedalam tubulus T, pelepasan ion Ca2+ dari

retikulum sarkoplasma kemudian menempel pada troponin sehingga

menggeser tropomiosin, pembentukan ikatan silang antara aktin dengan

miosin dan pergeseran filamen tipis pada filamen tebal yang menghasilkan

pemendekan (Gambar 2.2 A). Tahap-tahap relaksasi, meliputi: lepasnya ion

Ca2+ dari troponin, ion Ca2+ dipompakan kembali ke dalam retikulum

sarkoplasma, sehingga terhentinya interaksi aktin dan myosin

(Gambar 2.2 B) (Ganong, 2012; Sherwood, 2012).


8

Gambar 2.2 (A) Mekanisme Kontraksi Otot, (B) Mekanisme Relaksasi Otot
(Martini, 2012).

2. Jenis Serat Otot Rangka

Serabut otot rangka rangka dibagi menjadi serabut tipe I, dan

serabut tipe II. Kedua jenis tipe tersebut memiliki ciri khas masing-masing

dari sisi morfologi dan kemampuan bekerjanya. Serabut otot rangka rangka

tipe I memiliki ciri khas jumlah mioglobin dan kapiler yang lebih banyak

daripada serabut otot rangka rangka tipe II, sehingga pada pewarnaan

serabut otot rangka tipe I terlihat lebih berwarna merah dibandingkan

serabut otot rangka tipe II. Kapasitas oksidatif dari serabut otot rangka tipe

I lebih baik dibandingkan dengan serabut otot rangka tipe II (Sherwood,

2012; Ganong, 2012).

Serabut otot rangka tipe II biasanya memiliki diameter yang lebih

besar daripada otot tipe I karena memiliki lebih banyak filamen aktin dan

miosin. Jumlah filamen yang lebih banyak, serabut otot rangka tipe II

mampu menghasilkan sejumlah tegangan yang kuat dalam waktu yang


9

sangat cepat. Serabut otot rangka tipe II dapat dibedakan menjadi tipe IIa,

dan IIx. Otot rangka manusia biasanya terdiri atas kombinasi tiga tipe

serabut otot rangka, yakni tipe I, tipe IIa dan Iix. Otot yang bekerja

menyangga tubuh mayoritas disusun oleh otot rangka tipe I seperti M.

Trapezius, M. Lattisimus dorsi, dan M. Vastus lateralis. Otot tipe II lebih

banyak menyusun otot ekstremitas seperti M. Biceps brachii, M Triceps

brachii, dan M. Biceps femoris (Sherwood, 2012; McArdle et al., 2010).

Tabel 2.1 Klasifikasi jenis serat otot rangka dan karakteristiknya


(Sherwood, 2012; McArdle et al., 2010)
Karakteristik Tipe I Tipe IIa Tipe IIx
Nama lain Oksidatif- Oksidatif- Glikolitik-
lambat cepat cepat
Aktivitas ATPase Miosin Tinggi Tinggi Tinggi
Kecepatan kontraksi Lambat Cepat Cepat
Diameter Kecil Sedang Besar
Resistensi terhadap kelelahan Tinggi Sedang Rendah
Kapasitas glikolitik Sedang Sedang Tinggi
Kapasitas oksidatif Tinggi Sedang Rendah
Kandungan glikogen Rendah Sedang Tinggi
Kandungan mioglobin Tinggi Tinggi Rendah
Kepadatan kapiler Tinggi Tinggi Rendah
Kepadatan mitokondria Tinggi Tinggi Rendah

Berdasarkan karakteristik yang tercantum dalam tabel di atas,

masing-masing tipe otot tersebut memiliki perbedaan karakteristik yang

berkontribusi terhadap performa dan kemampuan kontraksinya. Serabut

otot rangka tipe I memiliki respon kontraksi yang lambat, masa laten

panjang, dan memiliki daya tahan kontraksi yang cukup lama untuk

mempertahankan sikap tubuh, sehingga tipe otot ini ideal untuk jenis

latihan aerobik. Serabut otot rangka tipe II memiliki respon kontraksi yang

cepat, kuat, daya tahan kontraksinya singkat, sehingga ideal untuk jenis
10

latihan yang membutuhkan kekuatan dan kecepatan tinggi yang bersumber

dari metabolisme anaerobik, misalnya sprint atau lari secepat-cepatnya

(Sherwood, 2012; McArdle et al., 2010).

3. Metabolisme Otot

Proses kontraksi dan relaksasi otot membutuhkan energi yaitu

adenosin trifosfat (ATP). Proses penggunaan ATP berawal dari penguraian

ATP oleh ATPase miosin menghasilkan energi untuk melakukan Power

stroke pada sarkomer sehingga terjadilah kontraksi, pada proses relaksasi

yaitu dengan pengikatan molekul baru ATP ke miosin (Ganong, 2012).

ATP dapat dihasilkan dari tiga jalur yaitu transfer fosfat berenergi tinggi

dari kreatin fosfat ke adenosin difosfat (ADP), glikolisis, dan fosforilasi

oksidatif (Martini, 2012).

Pada saat awal kontraksi otot rangka menggunakan ATP yang telah

tersedia dalam otot, pada beberapa kontraksi berikutnya tubuh

menggunakan simpanan kreatin fosfat (CP) untuk menghasilkan ATP baru

dengan reaksi sebagai berikut :


Kreatin kinase
Kreatin Fosfat + ADP Kreatin + ATP

Kreatin fosfat mengalami hidrolisis di tempat pertemuan kepala miosin

dengan aktin, membentuk ATP dari ADP sehingga otot dapat meneruskan

kontraksi dan relaksasi untuk beberapa saat sesuai dengan jumlah kreatin

fosfat tubuh. Dalam keadaan istirahat, sebagian ATP di mitokondria

melepaskan fosfatnya pada kreatin, sehingga terbentuklah simpanan

fosforilkreatin (Sherwood, 2012; Ganong, 2012).


11

Jika aktivitas kontraksi dan relaksasi berlanjut, maka otot beralih

pada jalur fosforilasi oksidatif dan glikolisis aerob untuk menghasilkan

ATP. Proses tersebut berlangsung dalam mitokondria otot dibutuhkan

pasokan O2 yang adekuat. Peningkatan pasokan O2 didapatkan melalui

beberapa mekanisme, yaitu: pernapasan yang lebih cepat, kontraksi jantung

yang cepat dan kuat, dilatasi pembuluh darah, mioglobin yang menyimpan

O2 (Sherwood, 2012).

Apabila fosforilasi oksidatif tidak dapat mencukupi kebutuhan,

maka tubuh melakukan kompensasi dengan menjalankan proses glikolisis

yang bekerja secara anaerob. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:


anaerob
CH3CO.COOH + NADH2 asam laktat + NAD + 2ATP

Asam laktat yang ditimbun dalam otot akan menyebabkan kelelahan dan

rasa nyeri, karena senyawa ini dapat menurunkan pH sampai pada suatu

titik yang mengganggu fungsi sel. Akumulasi asam laktat yang berakibat

pada muscle soreness adalah akibat kurangnya pasokan Lactate

Dehidrogenase (LDH) yang berfungsi untuk mengangkut asam laktat. (Mc

Ardle et al., 2010; Ganong, 2012).

4. Kekuatan Otot

Kekuatan didefinisikan sebagai tenaga maksimum yang mampu

dihasilkan oleh seberkas atau sekelompok otot rangka dalam satu kali usaha

yang disebut sebagai one-repetition maximum (1-RM) (Kenney et al., 2012;

McArdle et al., 2010). Kekuatan otot juga bisa diartikan sebagai jumlah

gaya absolut maksimum yang mampu dihasilkan otot, atau gaya yang
12

dihasilkan relatif terhadap massa tubuh dan massa jaringan otot non-lemak

(Birch et al., 2005). Peningkatan kekuatan otot melibatkan perubahan pada

struktur otot, sistem neural, dan enzim pembentuk energi. Struktur otot

yang dimaksud adalah diameter dari serabut otot dan jenis otot yang

menyusun. Sistem neural yang dimaksud adalah unit saraf motorik yang

teraktivasi untuk menyalurkan impuls kepada serabut otot, semakin banyak

serabut otot yang teraktivasi maka semakin tinggi kekuatan otot. Enzim

pembentuk energi yang dimaksud adalah enzim glikolitik dan creatin

fosfat, apabila semakin banyak jumlahnya akan semakin banyak pula

energi yang tersedia dan akan menyebabkan semakin tingginya kekuatan

otot (Kenney et al., 2012).

Kekuatan otot sering diidentikkan dengan serabut otot rangka tipe

II khususnya adalah tipe IIx, yakni serabut otot rangka glikolitik-cepat.

Serabut otot rangka tipe IIx memiliki diameter paling besar di antara semua

tipe otot, sehingga memiliki potensi menghasilkan tenaga yang lebih besar

dalam waktu singkat. Serabut otot rangka tipe IIx membutuhkan energi

yang tinggi dalam waktu cepat, sehingga serabut otot rangka ini lebih

dominan mendapatkan sumber energinya dari jalur metabolisme anaerobik

(glikolisis). Kekuatan otot dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu

panjang tulang tempat otot melekat, diameter serabut otot rangka

(berpengaruh terhadap ukuran otot), serta tipe serabut otot rangka (Mc

Ardle et al., 2010).


13

Kekuatan otot dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab yaitu usia,

genetik, jenis kelamin, status gizi; (Barbara et al., 2007; North, 2008; Arts,

et al., 2010; McArdle et al., 2010)

1. Usia

Usia yang memiliki performa kekuatan otot maksimal yaitu 18 – 30

tahun. Pada usia di atas 30 tahun diperkirakan otot manusia akan

mengalami atrofi antara 10 – 15 % dan pada usia lebih dari 50 tahun

maka otot manusia akan atrofi sampai 25 %.

2. Genetik

Salah satu gen yang diduga dapat memantau interpretasi dari

persebaran jenis otot dalam tubuh seseorang adalah gen ACTN3.

ACTN3 berfungsi mengkode -actin binding protein di otot seran

lintang pada jenis otot cepat (putih). Protein -actin merupakan

komponen utama Z-line yang berhubungan dengan filamen aktin dan

berfungsi dalam mengkordinasi kontraksi otot.

Terdapat tiga tipe gen yaitu tipe RR, tipe RX, dan tipe XX dengan

kriteria masing-masing. Gen ACTN 3 tipe RR menginterpretasikan

jumlah otot tipe II menjadi dominan, pada tipe RX memiliki distribusi

merata antara serat otot tipe I dan tipe II, dan tipe XX distribusi jumlah

otot tipe I dominan. Gen tersebut diturunkan oleh orang tua kepada

anaknya.

3. Ras

Ras identik dengan interpretasi Growth Hormone yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan tulang dan otot. Ras kulit putih memiliki ukuran
14

tubuh yang lebih besar daripada ras asia sehingga berpengaruh secara

tidak langsung terhadap kekuatan otot akibat perbedaan panjang otot

dan diameter otot pada individu tersebut.

4. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempengaruhi kekuatan otot. Kekuatan otot pria

lebih besar dari pada wanita dengan kondisi keduanya memiliki

intensitas latihan yang sama. Pada pria memiliki jumlah otot 50 % lebih

besar dari wanita. Perbedaan proporsi tersebut disebabkan pada pria

memiliki hormon testosteron yang berpengaruh terhadap

perkembangan otot. Hormon testosteron memicu peningkatan massa

otot karena meningkatkan sistesis protein otot dan mampu membatasi

kerja kortisol sebagai pemecah massa otot.

5. Asupan nutrisi

Asupan nutrisi yang dikonsumsi berpengaruh terhadap kekuatan

otot, antara lain karbohidrat, elektrolit dan protein. Karbohidrat

berfungsi sebagai cadangan energi otot untuk melakukan kontraksi.

Proses kontraksi dipengaruhi oleh elektrolit sehingga secara tidak

langsung berpengaruh terhadap kekuatan otot. Pada individu dengan

asupan karbohidrat dan elektrolit yang cukup memiliki kekuatan otot

lebih tinggi dari pada individu kurang. Protein dapat meningkatkan

massa otot dalam menunjang proses latihan. Individi dengan massa otot

yang besar memiliki kekuatan otot yang lebih besar daripada individu

dengan massa otot yang kecil. Asupan protein secara tidak langsung

berpengaruh terhadap kekuatan otot pada individu.


15

6. Status gizi

Status gizi mempengaruhi dari pertumbuhan dan perkembangan

serat otot. Pada gizi kurang ukuran otot cenderung lebih kecil

dibanding dengan gizi baik sehingga secara tidak langsung kekuatan

otot pada gizi baik lebih tinggi.

Kekuatan otot bisa diukur menggunakan beberapa metode,

antara lain:

a. Tensiometry

Tensiometry atau cable tensiometry merupakan metode pengukuran

kekuatan otot menggunakan cable tensiometer. Metode cable

tensiometry digunakan untuk mengukur knee extension muscle force,

yaitu pengukuran pada otot kaki untuk melakukan gerakan ekstensi

yaitu muskulus quadricep femoris. Prinsip pengukuran berdasarkan

pada kemampuan untuk menarik kabel pada alat dan meningkatkan

ketegangan kabel sehingga dapat terukur kekuatan dari otot kaki yang

sedang di ukur. Cable tensiometer mengukur gaya yang dihasilkan otot

dalam kondisi statis (isometrik), yaitu kontraksi otot tanpa merubah

panjang otot (Mc Ardle et al., 2010).

Cable tensiometer dapat digunakan untuk mengukur kekuatan otot

dari berbagai macam titik dan sudut yang sesuai dengan range of

motion (ROM) masing-masing anggota tubuh. Keunggulan dari alat ini

yaitu ringan, portable, dan mudah untuk digunakan. Namun, terdapat

kekurangan yaitu alat ini membutuhkan tempat yang kokoh untuk


16

menggantung dalam proses pengukurannya , dan pengukuran hanya

dilakukan pada satu bagian kaki seperti hanya kaki kanan saja dan

dilakukan pengukuran berikutnya untuk kaki kiri sehingga dibutuhkan

waktu yang lebih lama untuk melakukan pengukuran kekuatan otot

dengan alat tersebut (Mc Ardle et al., 2010).

b. Dynamometry

Dynamometry merupakan metode pengukuran kekuatan otot

menggunakan dynamometer. Terdapat beberapa jenis pengukuran

dengan metode dynamometry yaitu hand-grip strength test, pull

strength test, push strength test, back strength test, dan leg strength

test. Hand-grip strength test adalah metode untuk mengukur kekuatan

otot genggaman tangan dengan alat hand-grip dynamometer.

Pengukuran dengan metode pull strength test dan push strength test

menggunakan alat yaitu push-pull dynamometer. Metode pengukuran

tersebut digunakan untuk mengukur otot lengan bahu dan punggung.

Metode back strength test digunakan untuk mengukur kekuatan otot

punggung dengan menggunakan back-leg dynamometer. Alat tersebut

juga digunakan untuk mengukur kekuatan otot tungkai bawah dengan

metode leg strength test. Prinsip alat yang diterapkan pada metode

pengukuran dynamometry yaitu memanfaatkan prinsip kompresi. Gaya

yang dihasilkan otot akan menghasilkan kompresi pada sebuah pegas

baja dan menggerakan jarum penunjuk untuk menunjukkan nilai


17

kekuatan otot subyek. Keunggulan dari kedua alat ini yaitu mudah

didapat, praktis, dan terbukti valid dan reliable (Mc Ardle et al., 2010).

c. One-repetition maximum

One-repetition maximum (1-RM) merupakan metode pengukuran

kekuatan otot secara dinamis. Metode ini mengacu kepada jumlah

beban maksimal yang mampu diangkat dengan satu kali usaha. Untuk

mengukur kekuatan otot menggunakan metode ini, subyek harus

memperkirakan jumlah beban yang mendekati batas kemampuannya,

kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga tercapai titik maksimal

kemampuan pengangkatan beban tersebut (Mc Ardle et al., 2010).

Berdasarkan fungsinya, metode pengukuran one-repetition

maximum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bench press untuk

mengukur kekuatan otot lengan dan leg press untuk mengukur

kekuatan otot tungkai (Mc Ardle et al., 2010).

d. Computer-assisted force and power output determination

Metode ini menggunakan teknologi microprocessor yang bisa

diintegrasikan dengan berbagai perangkat latihan fisik. Alat ini secara

cepat akan mengukur gaya, torsi, akselerasi, dan kecepatan masing-

masing segmen tubuh dalam beberapa pola gerakan yang bervariasi

(Mc Ardle et al., 2010). Salah satu instrumen yang dapat digunakan

bersama-sama dengan teknologi ini yaitu isokinetic dynamometer,

sebuah perangkat elektromekanik untuk mengukur kekuatan otot

secara dinamis. Perangkat ini dilengkapi dengan mekanisme

pengaturan kecepatan untuk kebutuhan pengukuran kekuatan otot


18

secara optimal. Selama penggunaan perangkat ini, setiap pergerakan

otot dari subyek akan menghasilkan gaya yang diterjemahkan ke dalam

sebuah “kurva kekuatan”. Perangkat ini secara terus-menerus

memantau perubahan gaya yang dihasilkan. Penggunaan teknologi

microprocessor dengan perangkat mekanik memungkinkan para

ilmuwan dapat mengevaluasi, mengukur, melatih maupun

merehabilitasi individu secara akurat. Pengukuran kekuatan otot

menggunakan isokinetic dynamometer menunjukkan bahwa kekuatan

otot dinamis memberikan gambaran hasil akhir yang lebih dari sekedar

1-RM. Sebagai contoh, dua individu dengan nilai 1-RM yang sama

dapat memberikan gambaran kurva kekuatan yang berbeda selama

pergerakan (Mc Ardle et al., 2010).

Pada keempat metode yang paling relevan digunakan adalah

metode dynamometery, sebab mudah dilakukan, terbukti valid dan

reliable dibandingkan metode yang lain. Memang penggunaan sistem

komputerisasi lebih valid, namun dibutuhkan biaya yang lebih mahal,

dan dibutuhkan tenaga terampil dalam menjalankannya. Pada metode

dynamometery yang sangat tepat dapat diterapkan pada penelitian

adalah leg strength test dengan alat back-leg dynamometer. Pada

penelitian SIT otot yang dominan digunakan adalah otot tungkai bawah

sehingga sangat tepat sasaran apabila yang diukur adalah otot tungkai

bawah. Selain itu, metode leg strength test membutuhkan waktu yang

relative singkat dan tidak membutuhkan media seperti penggantung

sehingga dapat dilakukan pengukuran kapanpun, dan dimanapun.


19

5. Sprint Interval Training (SIT)

a. Definisi Sprint Interval Training

Interval training (IT) merupakan suatu bentuk latihan dengan

selingan waktu istirahat kemudian melakukan latihan berikutnya. Hal

tersebut menjadikan kombinasi antara program latihan aerobik dan

program latihan anaerobik yang mana terdapat pengulangan sesi latihan

dengan intensitas menengah sampai tinggi. Periode aktif dan periode

istirahat saling bergantian antara gerakan latihan intensitas menengah

sampai tinggi dengan periode tanpa penurunan intensitas latihan

(Kenney et al., 2012; Nenggala, 2007; Smith, 2008).

Komponen penting yang mencirikan latihan IT adalah adanya

perbandingan antara periode aktif dan periode istirahat (work : rest

ratio). Kemampuan aerobik akan meningkat dengan perbandingan

periode aktif dengan jangka waktu normal 30 - 45 detik dengan

intensitas tinggi yang diikuti periode pemulihan kurang lebih 1 - 5

menit. Selama periode istirahat, atlet dapat menghentikan latihannya

atau menurunkan intensitas latihan sampai dengan maksimal 60% dari

denyut jantung sebelum pada pengulangan selanjutnya (Birch et al.,

2005).

Menurut Kenney et al (2012), Interval Training harus

memperhatikan empat prinsip dasar latihan, yaitu tipe latihan,

intensitas, frekuensi dan durasi. Masing-masing komponen tersebut

bervariasi tergantung jenis olahraga, kebutuhan dan kesanggupan

individu. Berikut penjelasannya:


20

a. Tipe Latihan

Tipe latihan pada SIT berbasis latihan aerobik yang

bervariasi, misalnya berlari, bersepeda, dan mendayung. Masing-

masing tipe latihan harus memiliki fase aktif dan istirahat yang

berselang-seling (Gibala et al., 2012).

b. Intensitas

Intensitas latihan pada SIT ditentukan dari total pengeluaran

kalori dan bisa sangat bervariasi. Intensitas tinggi yang

direkomendasikan yaitu 40%-85% dari cadangan ambilan oksigen

(VO2R) atau 70%-90% dari denyut jantung maksimal (HRmax)

(ACSM, 2005).

Metode lain yang digunakan untuk mengukur kebutuhan

intensitas latihan adalah Receive Perceived Exertion (RPE).

Beberapa RPE yang digunakan di antaranya Eston-Parvitt dan

Borg’s Scale RPE (Kenney et al., 2012; Faulkner et al., 2008).

ACSM merekomendasikan penggunaan Borg’s Scale RPE sebagai

RPE standar, yang menggunakan skala penilaian dari 6 sampai

dengan 20. Latihan dengan intensitas sedang diberi nilai 10-13,

intensitas tinggi diberi nilai 14-16, dan intensitas sangat tinggi

diberi nilai lebih dari 16. Fase aktif pada SIT bernilai 14-16,

sedangkan fase istirahat bernilai 10-13 (ACSM, 2005; Kenney et

al., 2012; Guiraud et al., 2012).


21

Bentuk latihan SIT tidak menjamin tercapainya intensitas

tinggi yang sama pada setiap individu, sehingga dalam

pelaksanaan SIT hanya menggunakan prinsip all out and burst

atau kemampuan berlari maksimal pada setiap individu.

c. Frekuensi

Sprint Interval Training dilakukan 3-5 kali seminggu

dengan jeda 1-2 hari setiap sesinya (Parra et al., 2000). Menurut

Kenney (2012), frekuensi latihan sangat bergantung kepada tujuan

latihan, seperti halnya sprinter yang membutuhkan porsi latihan

Interval training yang lebih banyak dibandingkan perenang

ataupun atlet sepakbola.

d. Durasi

Menurut Schoenfeld et al (2009), durasi SIT dilakukan

berdasarkan work to rest ratio (W:R), yaitu perbandingan antara

fase aktif dengan fase istirahat. Atlet yang terlatih dapat

menggunakan W:R=1:1 dengan fase aktifnya berkisar 45 detik

hingga 1 menit. Individu dengan kebugaran yang rendah dapat

menggunakan W:R yang bervariasi, misalnya 1:2, 1:4 hingga 1:8

dengan fase aktifnya minimal 20 detik.

Fase istirahat merupakan fase yang penting dalam

memulihkan tubuh individu pascalatihan. Kenney (2012)


22

menjelaskan bahwa durasi istirahat bergantung kepada seberapa

cepat seseorang untuk memulihkan dirinya dari masa latihan.

High Intensity Interval Training (HIIT) merupakan salah satu

bentuk dari latihan IT. Latihan ini merujuk pada latihan ditandai dengan

aktivitas intensitas tinggi menggunakan seluruh kemampuan tubuh (all

out/burst) dengan waktu yang relatif singkat akan mencapai 80 - 95%

denyut jantung maksimal (HRmax). High Intensity Interval Training

sebagai bentuk strategi gabungan latihan antara anaerobik dan aerobik

(Gibala and Jones, 2013; Laursen et al., 2002; Smith, 2008).

Sprint interval training adalah salah satu bentuk dari HIIT,

terdapat istilah ‘sprint’ mengindikasikan bahwa periode aktif pada SIT

akan meningkatkan denyut jantung maksimal hingga 70 - 90% dan ini

memenuhi syarat sebagai intensitas tinggi (Laursen et al., 2002). Sprint

Interval Training sangat efektif dengan waktu yang efisien (durasi

singkat), namun memiliki manfaat yang sama dengan latihan ketahanan

durasi lama yaitu meningkatkan kapasitas oksidatif otot skeletal,

VO2max, dan performa ketahanan secara signifikan (Gibala et al.,

2006; Gist et al., 2013).

Sprint Interval Training selama 2 - 4 minggu juga dapat

meningkatkan kapasitas oksidasi otot skeletal secara signifikan (Gibala

et al., 2006). Penelitian ini menunjukan bahwa Sprint Interval Training

merupakan bentuk latihan yang sangat efisien dari segi bobot latihan

dengan waktu latihan yang diperlukan (Sloth et al., 2013).


23

Sprint Interval Training juga dapat membantu perbaikan

parameter metabolik seperti komposisi lemak tubuh dan kapasitas

oksidasi lemak. Sprint Interval Training selama 6 - 8 minggu

menunjukkan hasil adanya penurunan berat badan dan komposisi lemak

tubuh secara signifikan. Peningkatan oksidasi lemak, peningkatan

oksidasi karbohidrat, dan penurunan diameter pinggang dan panggul

juga terjadi setelah SIT (Whyte et al., 2010; Hazell et al., 2014).

6. Pengaruh Sprint Interval Training terhadap Kekuatan Otot

Sprint Interval Training dapat meningkatkan kapasitas aerobik dan

anerobik dari adaptasi tubuh (Gist, 2013). Sprint Interval Training dapat

meningkatkan kapasitas aerobik yaitu adaptasi kardiorespirasi, endokrin

dan metabolisme dan adaptasi neuromuskuler. Kapasitas anaerobik juga

meningkat yaitu substrat anaerob dan aktivasi otot tipe II (Macpherson et

al., 2011; McArdle et al., 2010; Burgomaster et al., 2008; Gibala, 2008).

Penerapan Sprint Interval Training akan menyebabkan persepsi

bahwa menurut tubuh SIT dianggap sebagai stimulan. Stimulan inilah yang

dijadikan dasar utama bentuk-bentuk latihan peningkat performa otot

termasuk Sprint Interval Training. Secara umum, stimulan yang

dibebankan kepada otot rangka akan menghasilkan dua jenis adaptasi, yaitu

perubahan dalam menghasilkan ATP dan perubahan diameter otot secara

anatomis. Latihan resistensi anaerobik berintensitas tinggi mampu

meningkatkan diameter serabut otot rangka rangka (hipertrofi). Penebalan

serabut-serabut otot rangka ini sebagian besar disebabkan oleh


24

meningkatnya sintesis filamen aktin dan miosin. Bentuk latihan ini mampu

meningkatkan ukuran otot dua hingga tiga kali lipat (Sherwood, 2012;

McArdle et al., 2010; Gibala 2007).

Energi utama yang digunakan pada SIT yaitu adenosin trifosfat

(ATP), kreatin fosfat (CP), dan glikogen otot yang berasal dari sitoplasma

dan dapat secara cepat digunakan. Penelitian latihan mengginakan pola

HIIT menyatakan bahwa pada sampling biopsi otot subyek yang melakukan

sprint 30 detik didapatkan 80% energi yang digunakan adalah dari

anaerobik. Perubahan kadar ATP, CP, dan glikogen otot terjadi setelah

melakukan sprint selama 30 detik, perubahan persentase masing-masing

dari kadar ATP dari 9% menjadi 44%, kadar CP dari 35% menjadi 66%,

dan dan glikogen otot dari 17% menjadi 30%, juga diiringi dengan

peningkatan kekuatan otot sebanyak 28% (Birch et al., 2005).

Sprint Interval Training dengan intensitas yang tinggi

mengakibatkan hipotalamus memproduksi cortocotropin releasing

hormone (CRH) yang kemudian mempengaruhi hiposisis anterior untuk

meningkatkan ACTH hingga berakibat pada terproduksinya kortisol oleh

korteks adrenal. Salah satu efek kortisol yaitu lipolisis yang kemudian asam

lemak sebagai hasilnya dapat digunakan sebagai sumber energi

metabolisme otot (Rivera et al., 2012; McArdle et al., 2010).

Pada latihan dengan intensitas tinggi terdapat adaptasi yaitu

peningkatan excess post-exercise oxygen consumption (EPOC). EPOC

digunakan untuk menghasilkan ATP melalui fosforilasi oksidatif dan

mengubah asam laktat menjadi asam piruvat. Sebagian besar ATP


25

digunakan untuk mensintesis kembali kreatin fosfat. Sisa asam piruvat oleh

hepar diubah kembali menjadi glukosa untuk mengganti simpanan glikogen

otot dan hepar. Terjadinya proses pembentukan kreatin fosfat dan glikogen

ini menyebabkan cadangan energi anaerobik otot bertambah banyak,

dengan kata lain akan terjadi peningkatan kekuatan otot (Rivera et al.,

2012; Sherwood, 2012).

Sprint Interval Training meningkatkan kapasitas aerobik yaitu

meningkatkan ambilan oksigen, denyut jantung, dan respon ventilasi.

Denyut jantung meningkat akibat hormon efinefrin yang membuat

kontraktilitas jantung bertambah, sedangkan hiperventilasi terjadi sebagai

respon tubuh untuk menjaga keseimbangan asam basa. Setelah melakukan

latihan rutin dan berlangsung lama, akan terjadi adaptasi dari sistem

kardiovaskuler yaitu otot jantung akan bertambah besar dan kuat.

Perubahan ini akan berakibat bertambahnya kapasitas stroke volume

sehingga suplai darah akan maksimal. Vaskularisasi tubuh juga mengalami

adaptasi dengan meningkatnya elastisitas endotel pembuluh darah yang

bersinergi dengan kemampuan jantung agar aliran darah efektif dan efisien.

Pada sistem respirasi juga akan mengalami adaptasi yaitu akan

terjadi peningkatan dari volume paru akibat alveolus yang aktif lebih

banyak. Perubahan sistem kardiorespirasi tersebut menyebabkan efisiensi

kerja jantung dan distribusi O2 pada otot aktif lebih optimal (Rivera et al.,

2012; McArdle et al., 2010; Kushartanti, 2000).

Latihan dengan intensitas tinggi juga akan berdampak pada sistem

neuromuskuler yaitu ditandai dengan adanya peningkatan rekrutmen


26

terhadap neuron motorik sehingga makin banyak serat otot yang dipersarafi

dan berefek pada kemampuan kelistrikan dari otot tersebut. Otot rangka

yang dipersarafi lebih banyak akan memiliki respon daya regang dan

kontraksi yang lebih baik, maka kekuatan ototpun akan meningkat saat

semua serabut otot dapat memiliki respon yang baik dan memiliki ambang

regang yang lebih tinggi dari sebelumnya (Kenney et al., 2012).


27

B. Kerangka Teori

SIT

Anaerobik Aerobik

Substrat Adaptasi Adaptasi Sistem Endokrin Adaptasi


anaerobik ↑ kardiorespirasi dan Metabolisme neuromuskuler

kreatin fosfat,
glikogen Perubahan Adaptasi Rekrutmen unit
mitokondria vaskuler saraf motorik ↑

Kapasitas Aktivasi otot


oksidasi ↑ tipe II ↑

 Jenis kelamin
 Usia
 Ras Pembentukan
 Asupan nutrisi ATP↑
Sintesis
 Status Gizi Diameter serabut filamen
otot rangka ↑ kontraktil ↑
 Genetik

Kekuatan otot ↑

Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian


28

C. Kerangka Konsep

Sprint Interval Training terprogram


Selama 5 minggu 1

Kekuatan otot Kekuatan otot


Pre SIT Post SIT

 Jenis kelamin 2
 Usia 2
 Ras 2
 Status Gizi 2
 Genetik 2
 Asupan nutrisi 3

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian


Keterangan :
1 : Intervensi
2 : Variabel Perancu yang Tidak Dikendalikan
3 : Variabel Perancu yang Dianalisis untuk analisis tambahan

D. Hipotesis

Terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah Sprint Interval

Training pada mahasiswa UKM olahraga fakultas kedokteran Universitas

Jenderal Soedirman.
29

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Quasi-eksperimental dengan pre and post

test design without control. Pada penelitian ini, subjek penelitian diberikan

intervensi berupa sprint interval training untuk mengetahui perbedaan

kekuatan otot pada waktu sebelum dan sesudah intervensi.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah :

a. Populasi target

Mahasiswa yang terdaftar dalam unit kegiatan mahasiswa (UKM)

Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.

b. Populasi terjangkau

Mahasiswa yang terdaftar dalam unit kegiatan mahasiswa (UKM)

Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman dan

berusia 18 – 25 tahun.

2. Sampel

a. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

consequtive sampling yaitu semua subjek yang datang ke tempat

pengambilan sampel secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan


30

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan

terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

b. Besar sampel

Besar sampel minimal penelitian yang dibutuhkan dihitung menurut

rumus (Dahlan, 2010):

(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽) 𝑆
𝑛= [ ]²
𝑥₁ − 𝑥₂

Keterangan:

n : Besar sampel

Zα : Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis dua arah

sehingga Zα = 1,960

Zβ : Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10% sehingga

Zβ = 1,282

S : Standar deviasi gabungan 13,225 (Bhutkar et al., 2011)

𝑥₁ − 𝑥₂ : Selisih minimal yang dianggap bermakna 8,54 (Bhutkar et

al., 2011)

Nilai standar deviasi gabungan dapat menggunakan rumus :

(𝑛1 −1) 𝑆1 + (𝑛2 −1) 𝑆2


S gabungan =
(𝑛1 + 𝑛2 )−𝑘
Keterangan :

𝑛1 = jumlah sampel penelitian 1


𝑛2 = jumlah sampel penelitian 2
𝑆1 = standar deviasi penelitian 1
𝑆2 = standar deviasi penelitian 2
𝑘 = jumlah penelitian sebelumnya, yaitu 2.
31

Nilai standar deviasi gabungan berdasarkan penelitian sebelumnya

adalah (Hapsari, 2011) :

(𝑛1 −1) 𝑆1 + (𝑛2 −1) 𝑆2


S gabungan =
(𝑛1 + 𝑛2 )−𝑘
(592,8+676,8)
= = 13,225
(96)

Nilai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus utama untuk


mencari sampel :

(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽) 𝑆
𝑛= [ ]²
𝑥₁ − 𝑥₂

(1,96 + 1,282) 13,225


𝑛= [ ]²
8,54

𝑛 = 25 subjek dilebihkan 20 % menjadi 30 subjek

Keterangan :

𝑛 : besar sampel

𝑍𝛼 : kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5 % hipotesis 2 arah

sehingga Zα = 1,960

𝑍𝛽 : kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10 % sehingga

Zβ = 1,282

S : standar deviasi gabungan 13,225

𝑥₁ − 𝑥₂ : selisih minimal yang dianggap bermakna pada penelitian

sebelumnya adalah 8,54 (Bhutkar, 2011)

Berdasarkan perhitungan besar sampel menggunakan rumus diatas

didapatkan sampel sebesar 25 sampel, ditambah 20% maka menjadi 30

sampel.
32

c. Kriteria inklusi, eksklusi, dan drop out

1) Kriteria Inklusi

a) Laki-laki

b) Rutin latihan fisik aerobik minimal 2-3 kali per minggu dalam 3

minggu terakhir. Aktivitas fisik yang dimaksud seperti bersepeda

cepat dan berlari (ACSM, 2014; Zwetsloot et al., 2014)

c) Sehat dan layak untuk melakukan pemeriksaan kebugaran fisik

serta latihan fisik yang dibuktikan dengan Physical Activity

Readiness Questionnaire/ PAR-Q (lampiran) yang dikeluarkan

oleh Canadian Society of Exercise Physiology

d) Subjek memiliki tanda vital dalam batas normal, dinyatakan

dalam rentang berikut, (1) tekanan darah sistolik ≤ 120 mmHg

dan ≤ 80 mmHg (JNC 7, 2003) , (2) denyut nadi teraba kuat 50-

100 denyut/menit, (3) frekuensi pernapasan 16-24 kali/menit (4)

suhu 36,5-37,5oC (Sherwood, 2012)

e) Subjek memiliki indeks massa tubuh dalam rentang 18.50 – 25

kg/m2 (WHO, 2004)

f) Bersedia menjadi subjek penelitian yang dibuktikan dengan

Informed Consent

2) Kriteria eksklusi

a) Subjek memiliki masalah anggota gerak yang membatasi range

of motion, fleksibilitas, daya tahan, dan kekuatan otot seperti

atritis, sprain dan strain, ruptur tendon atau ligamen, fraktur dan

dislokasi diketahui dari anamnesis (Mc Ardle et al., 2010).


33

3) Kriteria drop out

a) Tidak melaksanakan Sprint Interval Training (SIT) secara teratur

dan atau tidak menyelesaikan SIT sesuai program yang

ditentukan (3 kali seminggu dengan rentang 1-2 hari selama 5

minggu).

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Waktu Pengukuran Kekuatan Otot

2. Variabel terikat : Kekuatan otot

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Skala
1. Sprint Sprint interval training adalah bentuk
Interval latihan fisik yang terdiri dari lari jenis
Training sprint dengan periode aktif selama 30
(SIT) detik dan periode istirahat aktif selama
4 menit berselang-seling dilakukan
sebanyak 4 siklus. Latihan inti
didahului dengan pemanasan dan
diakhiri dengan pendinginan selama
masing-masing 5 menit. Latihan ini
dilakukan selama 5 minggu dengan
jeda antar latihan 1-2 hari .Intensitas
periode aktif konsisten dengan Borg’s
Rating of Perceived Exertion (Borg’s
Scale) 14-18 dan periode istirahat aktif
konsisten dengan Borg’s Scale 10-13
(Gibala et al., 2006).
2. Kekuatan Kekuatan maksimal yang dapat Numerik
Otot dihasilkan otot responden dalam satu Rasio
kali usaha (Willmore, 2008). Diukur
dengan Metode leg strength tes dengan
alat Back-leg dynamometer (Kg)

3. Waktu Waktu pengukuran kekuatan yang Kategorik


Pengukuran dilakukan sebelum intervensi SIT dan Nominal
Kekuatan setelah intervensi SIT
Otot
34

E. Pengumpulan Data

1. Alat pengumpulan data

a. Stetoskop merk Riesterduplex® de luxe No. 4061 dan

Sphygmomanometer merek Riester No. 1000.001 Nova Ecoline

b. Timbangan berat badan digital

c. Stature Meter 2 M merek General Care

d. Caynax-HIIT ® timer

e. Peluit

f. Back-leg dynamometer

g. Formulir Informed Consent (Lampiran 1)

h. Formulir PAR-Q untuk mengetahui kelayakan subjek mengikuti

intervensi (Lampiran 2)

i. Formulir kuesioner anamnesis mengenai penyakit jantung, paru dan,

muskuloskeletal, konsumsi alkohol, obat-obatan yang sedang

dikonsumsi dan kebiasaan merokok (Lampiran 3)

j. Formulir pemeriksaan fisik (Lampiran 4)

k. Borg’s Rating of Perceived Exertion Scale (Lampiran 5) sebagai

panduan intensitas pada latihan

2. Cara pengumpulan data

a. Wawancara dan pengisian informed consent serta PAR-Q

b. Pemeriksaan kekekuatan otot sebelum dan sesudah Sprint Interval

Training (SIT). Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan

pemeriksaan kekuatan otot dengan metode leg strength test


35

menggunakan Back-leg dynamometer (Mc Ardle et al., 2010).

Pelaksanaan pemeriksaannya sebagai berikut:

1) Subjek yang akan diperiksa dipersilahkan untuk melakukan

stretching (peregangan) dan pemanasan terlebih dahulu

2) Subjek berdiri diatas Back-leg dynamometer

3) Kedua tangan memegang bagian tengah tongkat pegangan Back-leg

dynamometer

4) Kedua tangan dan punggung lurus

5) Sedangkan lutut ditekuk mebuat sudut kurang lebih 110-120 derajat.

6) Setelah itu tarik tongkat pegangan keatas sekuat-kuatnya dengan

meluruskan lutut

7) Tumit tidak boleh diangkat

8) Dilakukan 3 kali, diambil hasil yang terbaik

c. Pengumpulan data asupan protein menggunakan Quisioner Four Day

Food Record selama 4 hari pada saat intervensi berlangsung.

F. Tata Urutan Kerja

Tata urutan kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

1. Tahap persiapan, meliputi:

a. Studi pustaka

b. Konsultasi dengan pembimbing mengenai judul skripsi yang sudah

diajukan kepada tim komisi

c. Penyusunan proposal penelitian

d. Seminar proposal

e. Pengurusan perijinan penelitian


36

2. Tahap pelaksanaan, meliputi:

a. Mencari subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi

b. Wawancara terpandu dengan kuesioner untuk pengisian kuesioner

PAR-Q

c. Wawancara dengan pertanyaan terbuka untuk melakukan anamnesis

mengenai penyakit muskuloskeletal, konsumsi alkohol, obat-obatan

yang sedang dikonsumsi dan kebiasaan merokok yang ditanyakan

dengan pertanyaan terbuka.

d. Pemeriksaan tanda vital dan antopometri

1) Tekanan darah diukur melalui tekanan arteri brachialis dengan

auskultasi untuk mendengarkan bunyi korotkoff 1 sebagai tekanan

sistolik dan korotkoff 5 sebagai tekanan diastolik.

2) Suhu diukur dengan termometer pada fossa axilaris.

3) Denyut nadi diukur dengan palpasi arteri radialis.

4) Indeks Massa Tubuh (IMT)dihutung dengan persamaan

IMT = (BB)/(TB2)

e. Meminta kesediaan responden sebagai subyek penelitian dengan

menandatangani lembar informed consent

f. Subyek yang sesuai kriteria inklusi, diinformasikan tentang syarat

pemeriksaan kekuatan otot dengan metode leg strength test seperti:

1) Tidak melakukan aktivitas fisik berat yang dapat menimbulkan

kelelahan sehari sebelum pengukuran kekuatan otot.


37

2) Memakai pakaian olahraga yang menyerap keringat dan nyaman

untuk bergerak (Depkes RI, 2005).

g. Pengukuran kekuatan otot responden dengan metode leg strength test.

Pengukuran dilakukan dengan Back-leg dynamometer sebelum

intervensi sprint interval training (SIT) di Laboratorium Fisiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.

h. Menjelaskan regimen latihan yang akan dilakukan subjek, yakni :

Tabel 3.2 Skema Protokol Sprint Interval Training

No Komponen Keterangan
1. Regimen Latihan inti terdiri dari lari sprint dengan
periode aktif selama 30 detik dan periode
istirahat aktif selama 4 menit berselangseling
dilakukan sebanyak 4 repetisi. Latihan inti
didahului dengan pemanasan dan diakhiri
dengan pendinginan selama masing-masing 5
menit. Latihan ini dilakukan selama 5 minggu
dengan jeda antar latihan 1-2 hari.
2. Work to Rasio periode aktif dengan periode istirahat
Rest Ratio aktif adalah 1 : 8 , dengan periode aktif selama
30 detik dan periode istirahat aktif selama 4
menit.
3. Volume Dalam 1 repetisi terdapat 1 periode aktif dan 1
periode istirahat, repetisi dilakukan sebanyak 4
kali.
4. Durasi Total durasi 1 sesi adalah 28 menit. Terdiri dari
latihan inti selama 18 menit, pemanasan 5
menit, dan pendinginan 5 menit.
5. Intensitas Intensitas periode aktif konsisten dengan Borg’s
Rating of Perceived Exertion (Borg’s Scale) 14-
18 dan periode istirahat aktif konsisten dengan
Borg’s Scale 10-13. Intensitas pemanasan dan
pendinginan konsisten dengan Borg’s Scale 10-
13 (Kenney et al., 2012 ; Guiraud et al., 2012)
6. Frekuensi Dilakukan dalam 3x/minggu selama 5 minggu
berselang 1-2 hari.
38

i. Subjek menjalani regimen SIT selama 5 minggu. Setiap akan dilakukan

latihan subjek dijelaskan mengenai Borg’s RPE agar mengikuti pedoman

intensitas tinggi dan rendah-sedang.

j. Subjek dapat dinyatakan drop-out apabila melakukan hal-hal yang

tercantum dalam kriteria drop-out.

k. Melakukan pengumpulan data asupan protein menggunakan Quisioner

Four Day Food Record selama 4 hari pada saat melaksanakan intervensi.

l. Hari terakhir latihan subjek diinformasikan bahwa 1-2 hari pasca hari

terakhir latihan akan dilakukan pengukuran kekekuatan otot dengan

metode leg strength test dengan Back-leg dynamometer sesudah

intervensi sprint interval training (SIT) di Laboratorium Fisiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.

m. Selama tahap pelaksananaan peneliti memandu dan memantau

berlangsungnya Sprint Interval Training dari minggu pertama hingga

minggu kelima.

3. Tahap pengolahan data dan analisis data

4. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian dan seminar hasil

G. Analisis Data

Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer dan disajikan dalam

bentuk tekstular, tabular, dan grafikal. Analisis data dilakukan secara univariat

dan bivariat. Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik

subyek penelitian. Karakteristik subjek (data univariabel) ditampilkan dalam

tabel yang menyajikan rata-rata dan standar deviasi. Uji normalitas data
39

dilakukan dengan uji Saphiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50. Uji

normalitas data dilakukan untuk melihat distribusi data dan dilanjutkan dengan

analisis bivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan uji t berpasangan karena

hipotesis bersifat komparatif, skala variabel adalah numerik-kategorik, dan

subyek mengalami dua kali pengukuran. Analisis tambahan dilakukan untuk

melihat korelasi antara asupan protein dengan perubahan kekuatan otot

menggunakan uji Pearson yang sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih

dahulu.

H. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian : Maret – Mei 2015

2. Tempat Penelitian

a. Pengukuran kekuatan otot dilaksanakan di di Laboratorium Fisiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.

b. Sprint Interval Training dilakukan di jalan kampus Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman dari gerbang hingga gedung B yang

kurang lebih berjarak 280 meter.


40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Penelitian diawali dengan pengukuran nilai kekuatan otot dilaksanakan

di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman. Subjek merupakan anggota UKM Olahraga Fakultas Kedokteran

Unsoed yang berusia 18 – 22 tahun. Jumlah subjek penelitian dari pretest

hingga postest yaitu 30 subjek penelitian. Hasil pengukuran kekuatan otot

sebelum dan sesudah Sprint Interval Training (SIT) mengalami peningkatan

sebesar 19,06 ± 15,96 kg. Karakteristik sampel dapat diamati pada Tabel

4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian


Variabel (n=30) Mean ± SD Median Minimum Maksimum
Usia (tahun) 20,63 ± 1,299 21 18 22
IMT (kg/m2) 22,67 ± 1,68 23,65 19,84 24,71
Kekuatan Otot ( kg )
Pretest 130,17 ± 27,33 139,5 64 173
Posttest 149,23 ± 25,5 150 97 187

Distribusi data hasil pengukuran kekuatan otot telah dianalisis

menggunakan uji normalitas Saphiro-Wilk karena jumlah data ≤ 50 sampel.

Hasil analisis normalitas menggunakan uji Saphiro-Wilk dapat diamati pada

Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Saphiro-Wilk


Shapiro-Wilk
Data Kekuatan Otot
p value
Sebelum intervensi Sprint Interval Training 0,178
Sesudah intervensi Sprint Interval Training 0,232
Keterangan : Seluruh data responden terdistribusi normal (p>0,05)
41

Hasil analisis uji normalitas data kekuatan otot sebelum dan sesudah

intervensi SIT menunjukkan bahwa data terdistribusi normal (p>0,05)

sehingga dapat dilakukan analisis bivariat menggunakan uji t – berpasangan

untuk melihat perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah intervensi SIT

selama 5 minggu. Hasil Uji t – berpasangan dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji t – Berpasangan


Kekuatan Perbedaan
n Mean ± SD CI 95% p value
Otot ( Kg) Mean ± SD
Sebelum SIT 31 130,17 ± 27,3
19,06 ± 15,9 13,11 – 25,03 p<0,001*
Sesudah SIT 31 149,23 ± 25,5
Keterangan : n : jumlah sampel; SD : Standar Deviasi; CI 95%: Confident Interval 95%; p value
signifikan p< 0,005

Hasil dari analisis uji t-berpasangan menunjukkan bahwa perbedaan

rerata bermakna antara rerata kekuatan otot sebelum dan sesudah intervensi

SIT pada anggota Mahasiswa UKM Olahraga Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman (p<0,001). Hal ini sesuai dengan hipotesis

yang diajukan oleh peneliti sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.

Analisis tambahan dilakukan untuk menganalisis faktor confounding.

Data asupan protein subjek penelitian diambil menggunakan four day food

record. Hasil data asupan protein dianalisis menggunakan uji Pearson

setelah dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Dari uji normalitas

didapatkan distribusi normal. Dalam pengumpulan data didapatkan rerata

asupan protein sebesar 77,63 ± 23,85 g dengan nilai maksimal 128,35 g dan

nilai minimal 20,03 g. Analisis tambahan untuk menentukan hubungan

perubahan kekuatan otot selama intervensi SIT dengan asupan protein

menggunakan uji Pearson. Hasil uji Pearson menunjukkan hubungan antara


42

asupan protein dengan rerata perubahan kekuatan otot dengan intervensi SIT

selama 5 minggu tidak bermakna (p = 0,384) dengan r = 0,168 dan memiliki

arah positif. Interpretasi hasil uji Pearson menunjukkan bahwa secara

statistik asupan protein memiliki kekuatan yang lemah terhadap perubahan

kekuatan otot, semakin tinggi asupan protein maka semakin tinggi kekuatan

otot. Hal ini berarti, dalam penelitian ini asupan protein tidak lagi menjadi

confounding factor. Perubahan kekuatan otot yang terjadi murni karena

pengaruh intervensi SIT.

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini terdiri dari 30 responden laki-laki dengan

rentang usia 18 – 22 tahun. Jenis kelamin secara langsung berpengaruh

pada pertumbuhan otot dimana pada laki-laki selama pubertas, hormon

testosteron akan mengakibatkan massa dan kekuatan otot yang dimiliki

pria lebih besar daripada wanita (Shankar et al., 2010; Arts et al.,

2010).

Indeks massa tubuh responden dengan rerata yaitu 22,67 ± 1,68

kg/m2, dimana dengan IMT minimum 19,84 kg/m2 dan IMT

maksimum 24,71 kg/m2, yang tergolong dalan kriteria IMT normal-

preobesitas dan sesuai dengan kriteria inklusi yaitu dengan rentang

18,50 – 25 kg/m2 (WHO, 2004). Dengan mengendalikan status gizi

dengan meninjau indeks massa tubuh untuk mengurangi faktor perancu

sddalam penelitian.
43

Sprint Interval Training merupakan regimen latihan dengan

intensitas tinggi pada fase aktifnya, sehingga rawan mengakibatkan

cedera pada responden. Subjek penelitian tergolong memiliki aktifitas

fisik sedang, yaitu subjek telah rutin beraktifitas fisik dengan intensitas

sedang sampai tinggi minimal 2 kali perminggu. Aktivitas fisik yang

rutin akan meningkatkan kapasitas latihan, ketahanan otot, dan

kekuatan otot yang akan mengurangi kerentanan terhadap cedera

akibat latihan (Howatson, 2008).

2. Perbedaan Kekuatan Sebelum dan Sesudah 5 Minggu Sprint Interval

Training (SIT)

Pada analisis bivariat menggunakan uji t-berpasangan

didapatkan hasil yaitu terdapat perbedaan kekuatan otot yang

bermakna sebelum dan sesudah intervensi SIT (p<0,001). Hasil

pengukuran kekuatan otot sebelum intervensi SIT didapatkan rerata

130,17 ± 27,33 kg sedangkan hasil pengukuran setelah SIT didapatkan

149,23± 25,50 kg. Kekuatan otot sebelum dan sesudah penelitian

terdapat peningkatan sebanyak 16,833 ± 19,883 kg atau meningkat

sebesar 11,25%. Asupan protein yang diduga sebagai faktor perancu

dimana protein dapat meningkatkan massa otot dalam program latihan

sehingga secara tidak langsung diduga mempengaruhi kekuatan otot.

Asupan protein responden telah dianalisa dan ternyata tidak

berpengaruh terhadap perubahan kekuatan otot. Perubahan kekuatan

otot pada intervensi SIT yang dilakukan selama 5 minggu tidak

dipengaruhi asupan protein karena analisa korelasi asupan protein


44

dengan perubahan kekuatan otot menunjukkan hasil yang tidak

signifikan.

Hasil dari peningkatan kekuatan otot tersebut sesuai dengan

penelitian Hazell et al (2010) yaitu terdapat peningkatan kekuatan otot

setelah intervensi SIT selama 2 minggu (tiga kali per minggu) pada

individu terlatih. Regimen SIT dengan perbandingan work : rest

sebesar 1 : 8 (30 detik “all out” dan 4 menit fase istirahat) dengan

pengulangan 4 kali, menghasilkan hasil akhir peningkatan kekuatan

otot sbesar 0,0106 kg. Pada penelitian dengan perbandingan work : rest

sebesar 30 detik : 4 menit tersebut dapat meningkatkan kemampuan

anaerob dan memiliki waktu yang cukup untuk pengembalian

cadangan energi kembali yaitu kreatin fosfat dan mengurangi timbunan

laktat dalam otot (Mc Ardle et al., 2010).

Pada penelitian lain membandingkan fase work dan rest yang

berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot. Penelitian dengan

perbandingan work : rest sebesar 1 : 12 (fase work 10 detik dan fase

rest 2 menit) dan 1 : 24 (fase work 10 detik dan fase rest 4 menit)

menunjukkan peningkatan juga, meskipun lebih rendah dari regimen

dengan fase work sebesar 30 detik dan rest 4 menit. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan kekuatan otot yang dihasilkan pada

regimen dengan perbandingan 1 : 12 sebesar 0,00817 kg dan regimen

dengan perbandingan 1 : 24 sebesar 0,0049 kg. Fase work yang lebih

rendah tidak membuat tubuh untuk melakukan adaptasi secara

maksimal akibat rangsangan dari intervensi yang dilakukan. Pada


45

regimen dengan fase work 30 detik lebih mengandalkan energi yang

berasal dari glikolisis dan kreatin fosfat yang membuat adaptasi tubuh

lebih baik terhadap kondisi intervensi yang membutuhkan energi yang

lebih banyak. Adaptasi tersebut menyebabkan peningkatan dari

kemampuan aerobik dan anaerobik. Fase rest yang lebih besar juga

akan berpengaruh terhadap kekuatan otot sebab rendahnya rangsangan

intervensi menyebabkan tubuh hanya melakukan sedikit adaptasi dan

tubuh telah melakukan recovery secara sempurna, dan karena sebab

tersebut dalam melaksanakan intervensi tersebut lebih mudah, namun

tidak meningkatkan sampai titik maksimal (Barnett et al., 2004 ; Bravo

et al., 2008; Hazell et al., 2010).

Penerapan SIT menyebabkan peningkatan muscle performance

karena meningkatnya aktivasi peroksisom proliferator reseptor-co-

aktivator-1α (PGC-1α) sebagai regulator biogenesis mitokondria,

adaptasi vaskuler dan rekrutmen unit saraf motorik yang bisa menjadi

mekanisme yang mendasari peningkatan kinerja aerobik. Selain itu,

SIT juga menginduksi peningkatan enzim glikolitik dan kreatin fosfat

sehingga meningkatkan kinerja anaerobik (Burgomaster et al., 2008;.

Gibala et al., 2009). Peningkatan yang ditimbulkan dari tubuh untuk

melakukan kompensasi terhadap latihan SIT yaitu pembentukan

kapiler baru di otot yang mengakibatkan aliran darah ke otot meningkat

secara aktif dan memberikan permukaan yang lebih besar untuk

pertukaran gas selama periode latihan. Peningkatan jumlah

mitokondria dan konsentrasi enzim yang terlibat dalam metabolisme


46

karbohidrat dan lemak meningkatkan kapasitas oksidatif otot sehingga

jumlah energi yang dihasilkan meningkat. Fase intensitas tinggi pada

SIT mampu meningkatkan diameter serabut otot rangka sebab

meningkatnya sintesis filamen kontraktil dari regangan Z-line yang

menstimulasi pembentukan sarkomer baru di sepanjang myofibril

(Burgomaster et al., 2008; Rivera et al., 2012; Gist, 2013).

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak mengendalikan beberapa hal

yang dapat mempengaruhi variabel terikat penelitian. Variabel yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Peneliti tidak dapat mengontrol latihan fisik responden selain intervensi

Sprint Interval Training. Responden dalam penelitian dapat melakukan

latihan fisik baik diluar intervensi sehingga intensitas dan durasi latihan

yang dilakukan oleh subjek kemungkinan tidak sama. Latihan fisik

diluar tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil perubahan

kekuatan otot yang dihasilkan.

2. Peneliti tidak melakukan pengukuran denyut nadi secara objektif untuk

mengontrol intensitas latihan subjek penelitian. Subjek penelitian hanya

dituntut untuk melakukan sprint secara all-out sesuai dengan Borg’s

scale pada saat periode aktif sementara peneliti belum mengetahui

apakah subjek sudah benar-benar melakukan sprint “all out” dalam

melaksanakan intervensi.
47

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Terdapat Perbedaan rerata kekuatan otot sebelum dan sesudah Sprint

Interval Training 5 minggu pada anggota UKM Olahraga Fakultas

Kedokteran Unsoed. Rerata kekuatan otot anggota UKM Olahraga Fakultas

Kedokteran Unsoed sebelum intervensi Sprint Interval Training adalah

130,17 ± 27,33 kg menjadi 149,23 ± 25,50 kg setelah intervensi Sprint

Interval Training selama 5 minggu.

B. Saran

1. Sprint Interval Training dapat dijadikan alternatif latihan fisik yang

efektif dan efisien untuk atlet cabang olah raga yang identik dengan

kekuatan otot.

2. Sprint Interval Training dapat direkomendasikan sebagai alternatif

latihan fisik bagi masyarakat yang kurang memiliki waktu yang cukup

untuk berolah raga.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengontrol hal yang masih

menjadi keterbatasan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan

kontrol latihan fisik diluar SIT dan melakukan pengukuran denyut nadi

secara objektif terhadap responden selama penelitian berlangsung.


48

DAFTAR PUSTAKA

ACSM. 2005. ACSM : Panduan Uji Latihan Jasmani dan Peresepannya / Donald
A. Mahler et al : alih bahasa, Djaja Surya Atmadja, Muchsin Doewes ; editor
edisi bahasa Indonesia, Bertha Soegiarto. Ed. 5. Jakarta: EGC.

ACSM. 2014. ACSM: Resource Manual for Guidelines for Exercise Teting and
Prescription ed-6. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Angyan, L., Taczely, T., Mezey, B., Lelovics, Z. 2003. Selected Physical
Characteristics of Medical Students. Medical Education Online.
http://www.med-ed-online.org.

Arts, I., S. Pillen, Schelhaas, H.J., Overeem, S., Zwarts, M.J. 2010. Normal Values
For Quantitative Muscle Ultrasonography in Adults. Muscle and Nerve. Vol.
41(1): 32-41.

Barnett, C., Carey, M., Proietto, J., Cerin, E., Febbraio, M.A., Jenkins, D. 2004.
Muscle Metabolism during Sprint Exercise in Man: Influence of Sprint
Training. Journal Science Medicine Sport. Vol. 7(3) : 314-322.

Bemben, M.G., Witten, M.S., Carter, J.M., Eliot,


K.A., Knehans, A.W., Bemben, D.A. 2010. The effects of supplementation
with creatine and protein on muscle strength following a traditional resistance
training program in middle-aged and older men. The journal of nutrition,
health & aging. Vol. 14 (2) : 155-159 . DOI.10.1007/s12603-009-0124-8

Bhutkar, Milind V., Bhurkar, Pratima M., Taware, Govind B., Surdi, Anil. 2011.
How Effective Is Sun Salutation in Improving Muscle Strength, General
Body Endurance and Body Composition?. Asian Journal of Sport Medicine,
Vol. 2 : 259-266.

Birch, K., McLaren, D., George, K. 2005. Instant Notes in Sport and Exercise
Physiology. Oxford: BIOS Scientific.

Bravo, D.F., F.M. Impellizzeri, E. Rampamini, C. Castagna, D. Bishop, U. Wisloff.


2008. Sprint vs. Interval Training in Football. International Journal of Sports
Medicine. Vol. 29 : 668-674.

Burgomaster KA, Cermak NM, Phillips SM, Benton CR, Bonen A, Gibala MJ.
2007. Divergent response of metabolite transport proteins in human skeletal
muscle after sprint interval training and detraining. American Journal
Physiology Regulation Integration Compotition Physiology. Vol. 292 : 1970
– 1976.

Burgomaster, K. A., Heigenhauser, G. J. F., Gibala, M. J., Scalzo, R. L., Peltonen,


G. L., Binns, S. E. 2015. Effect of short-term sprint interval training on
49

human skeletal muscle carbohydrate metabolism during exercise and time-


trial performance. Journal of Applied Physiology. Vol. 100 (6) : 2041–2047.
DOI : 10.1152/japplphysiol.01220.2005.

Clark, M., and Scott C.L. 2009. NASM's Essentials of Sport Performance Training.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Dahlan, S. 2010. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Uji Hipotesis dengan
Menggunakan SPSS. Jakarat: PT.Arkans.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Petunjuk Teknis Pengukuran


Kebugaran Jasmani. Jakarta: Katalog dalam Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. DOI : 10.1210/jc.2009-1251

Dougall, J. D. M. A. C., Hicks, A. L., Donald, J. A. Y. R. M. A. C., Kelvie, R. S.


M. C., Green, H. J., Smith, K. M., 1998. Muscle performance and enzymatic
adaptations to sprint interval training. Journal of Applied Physiology. Vol 82
(6) : 2138 – 2142.

Farzad B.,Gharakhanlou, R., Agha A.H., Curby D.G., Bayati M., Bahraminejad
M., dan Maestu J. 2011. Physiological and Performance Changes from
Addition of a Sprint-Interval Program to Wrestling Training. Journal
Strenght Condition Respiratory. Vol. 25 (9) : 2392-2399.

Faulkner, J., Eston, R. 2008. Perceived Exertion Research in 21st Century :


Development, Reflections, and Questions for The Future. Journal of exercise
science and fitness (JESF).Vol. 6(1) : 1-11.

Ganong, W.F. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.

Gentil, P., Bottaro, M. 2013. Effects of Training Attendance on Muscle Strength


of Young Men after 11 Weeks of Resistance Training. Asian Journal of
Sports Medicine. Vol. 4(2) : 101-106.

Gibala, M. J., Little, J. P., Macdonald, M. J., Hawley, J. A. 2012. Physiological


adaptations to low-volume, high-intensity interval training in health and
disease. The Journal of Physiology. Vol. 590 (5) : 1077–1084. DOI :
10.1113/jphysiol.2011.224725

Gibala, M.J., dan Jones, A.M. 2012. Physiological and Performance Adaptations
to High-Intensity Interval Training. Limits of Human Endurance. Vol. 76 :
51-60. Nestec Ltd, Switzerland.

Gibala, M.J., Little, J.P., Wilkin, G.P., Burgomaster, K.A., Safdar, A., Raha, S.
2006. Short Term Sprint Interval versus Traditional Endurance Training:
Similar Initial Adaptations in Human Skeletal Muscle and Exercise
Perfprmance. The Journal of Physiology. Vol. 575 (3): 901-911.
50

Gist N.H., Michael V.F., Rod.K.D., Kirk J.C. 2013. Sprint Interval Training Effects
on Aerobic Capacity: A Systematic Review and Meta-Analysis. Sports
Medicine. Vol. 44 (2) : 269-279.

Guiraud, T., Nigam, A., Gremeaux, V., Meyer, P., Juneau, M., Bosquet, L. 2012.
High-intensity interval training in cardiac rehabilitation. Sports Medicine.
Vol. 42 (7) : 587-605.

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta: EGC.

Hapsari, P.W. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Daya Tahan Otot
yang Diukur Menggunakan Test Sit Up 30 Detik pada Anak Sekolah Dasar
di SDN Pondok Cina 03, Depok Tahun 2011. Skripsi. Universitas Indonesia.
(Tidak dipublikasikan).

Hazell, T. J., MacPherson, R. E. K., Gravelle, B. M. R., Lemon, P. W. R. 2010. 10


or 30-S Sprint Interval Training Bouts Enhance Both Aerobic and Anaerobic
Performance. European Journal of Applied Physiology, Vol. 110 (1) : 153 –
160. DOI : 10.1007/s00421-010-1474-y

Hazell, T. J., Paterson, D. H. 2011. Run Sprint Interval Training Improves Aerobic
Performance but Not Maximal Cardiac Output.
Medical Science Sport Exercise. Vol. 43 (1) : 115 – 122.
DOI : 10.1249/MSS.0b013e3181e5eacd

Hazell, T., Hamilton, C., Olver, T., Lemon, P. 2014. Run Sprint Interval Training
Induces Fatloss in Women. Applied Physiology, Nutrition, and Metabolism,
Vol. 39 (8) : 944 – 950.

Hazzel, T.J., Rebecca, E.K., Macpherson, Braden M.R.G., Peter W.R.L. 2010. 10
or 30-s Sprint Interval Training bouts Enhance both Aerobic and Anaerobic
Performance. Europe Journal Application Physiology. Vol 110: 153-160.

Howatson, Glyn., Ken A. van Someren. 2008. The Prevention and Treatment of
Exercise Induces Muscle Damage. Journal of Sports Medicine. Vol. 38 (6) :
483-503.

Junaidi. J., 2013. Cedera Olahraga pada Atlet PELATDA PON XVIII DKI
JAKARTA. Skripsi. Universitas Negeri Jakarta. (Tidak dipublikasikan).

Kenney, W., Wilmore, J., Costill, D. 2012. Physiology of sport and exercise.
Champaign, IL : Human Kinetics.

Kimura, Misaka., Fukumoto, Yoshihiro., Ikezoe, Tome., Yamada, Yosuke.,


Tsukagoshi, Rui., Nakamura, Masatoshi., Mori, Natsuko., Ichihashi, Noriaki.
2012. Skeletal Muscle Quality Assessed from Echo Intensity is Associated
with Muscle Strength of Middle-aged and Elderly. European Journal of
Applied Physiology, Vol. 112 (4) : 1519 - 1525
51

Kushartanti, Wara. 2000. Fisiologi dan Kesehatan Olahraga. Available at URL:


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/FISIOLOGI%20DAN%20KESEHA
TAN%20OLAHRAGA.pdf.

Laursen, PB., Esfarjani, F. 2007. Manipulating High Intensity Interval : Effect on


VO2MAX, The Lactate Threshold and 3000m Running Performance in
Moderately Trained Males. Journal of Science and Medicine in Sport. Vol.
10 (1) : 27 - 35

Lee, C., Chang, W. 2012. The effects of cigarette smoking on aerobic and
anaerobic capacity and heart rate variability among female university
students. International Journal of Women’s Health. Vol. 15 (1) : 75-87.

Martini, F.H., Nath, J.L., Bartholomew, E.F., Ober, W.C., Garrison, C.W., Welch,
K. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Eight Edition. USA:
Pearson Education, Inc.

McArdle, W., Katch, F. and Katch, V. 2010. Exercise physiology. Baltimore, MD:
Lippincott Williams & Wilkins.

Mescher, Anthony L. 2013. Junqueira’s Basic Hystology Text and Atlas Ed 13th.
United States of America : McGraw-Hill

Nenggala A.K. 2007. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Jakarta:


Grafindo Media Pratama.

Newman, A. B., Park, S. W., Goodpaster, B. H., Strotmeyer, E. S., Rekeneire, N.


2006. Decreased Muscle Strength and Quality in Older Adults with Diabetes
type 2. Diabetes. Vol. 55 (6), 1813–1818. DOI : 10.2337/db05-1183

Newman, Anne B., Kupelian, Varant., Visser, Marjolein., Simonsick, Eleanor M.,
Goodpaster, Bret H., Kritchevsky, Stephen B., Tylavsky, Frances A, Rubin,
Susan M., Harris, Tamara B. 2006. Strength, But Not Muscle Mass, Is
Associated With Mortality in the Health, Aging And Body Composition
Study Cohort. Journal of Gerontology Medical Sciences. Vol. 61 (1) : 72-77

Parra, J., Cadefau, J., Rodas, G., Amigo, N., Cusso, R. 2000. The Distribution of
Rest Periods Affects Performance And Adaptations of Energy Metabolism
Induced by High-Intensity Training in Human Muscle. Acta Physiologica
Scandinavica. Vol 169 (2) : 157-166.

Pasiakos, S. M., McLellan, T. M., Lieberman, H.R. 2015. The Effects of Protein
Supplements on Muscle Mass, Strength, and Aerobic and Anaerobic Power
in Healthy Adults: A Systematic Review. Sports Med.Vol. 45(1) : 111 - 131.
DOI : 10.1007/s40279-014-0242-2

Proeyen, K., Van, Saint-pierre. 2013. Sprint Interval Training in Hypoxia


Stimulates Glycolytic Enzyme Activity. Medical Science Sport Exercise.
Vol. 45 (11) : 2166 – 2174. DOI : 10.1249/MSS.0b013e31829734
52

Rantanen, Taina., Harris, Tamara., Leveille, Suzanne G., Visser, Marjolein., Foley,
Dan., Masaki, Kamal., Guralnik, Jack M. 2000. Muscle Strength and Body
Mas Index as Long-Term Predictors of Mortality in Initially Healthy Men.
Journal of Gerontology Medical Sciences. Vol. 55 (3) : 168 - 173

Rivera, A.M., Frontera, W.R. 2012. Principles of Exercise Physiology : Respons


to Acute Exercise and Long Term Adaptations to Training. American
Academy of Physical Medicine and Rehabilitation. Vol. 4 (11) : 797-804.

Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.


Edisi keempat. Jakarta: Sagung Seto.

Schoenfeld, B., Dawes, J. 2009. High-Intensity Interval Training: Applications for


General Fitness Training. Strength & Conditioning Journal. Vol. 31(6) :
44 - 46.

Shankar,U. S., Roberts, S. A., Connolly, Martin J., O’ Connell, M. D. L., Adams,
Judith E., Oldham, Jackie A., Wu, Frederick C. W. 2010. Effects of
Testosterone on Muscle Strength, Physical Function, Body Composition, and
Quality of Life in Intermediate-Frail and Frail Elderly Men: A Randomized,
Double-Blind, Placebo-Controlled Study. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism. Vol. 69 (2) : 639 – 650.

Shepherd, J. 2013. The Complete Guide to Sport Training. London: Bloomsburry


Publishing Plc.

Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sloth, M., Sloth, D., Overgaard, K. Dalgas, U. 2013. Effects of Sprint Interval
Training on VO2max and Aerobic Exercise Performance: A Systematic
Review and Meta-analysis. Scanadian Journal Medical Science Sports, Vol.
23 (6) : 341 - 352. DOI : 10.1111/sms.12092

Smith, M.J. 2008. Sprint Interval Training –“It’s a HIIT!”. Fitness. Vol 1 (1). ISSN
2161 - 3044

Swain, D., and Ehrman, J.K. 2010. ACSM's Resource Manual for Guidelines for
Exercise Testing and Prescription Ed. 6th. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.

Verschueren, S. M. P., Roelants, M., Delecluse, C., Swinnen, S., Vanderschueren,


D., Boonen, S. 2004. Effect of 6-Month Whole Body Vibration Training on
Hip Density, Muscle Strength, and Postural Control in Postmenopausal
Women: A Randomized Controlled Pilot Study. Journal of Bone and Mineral
Research. Vol. 19 (3) : 352–359. DOI : 10.1359/JBMR.0301245

WHO. 2004. Appropriate Body Mass Index for Asian Populations And It’s
Implications for Policy And Intervention Strategies. Lancet. Vol. 363: 157.
53

WHO. 2010. Global Recommendations on Physical Activity for Health.


Switzerland: WHO.

Whyte, L. J., Gill, J. M. R., & Cathcart, A. J. 2010. Effect of 2 Weeks of Sprint
Interval Training on Health-Related Outcomes in Sedentary Overweight /
Obese Men. Metabolism. Vol. 59 (10) : 1421–1428. DOI :
10.1016/j.metabol.2010.01.002

Williams, J. 1994. Normal musculoskeletal and neuromuscular anatomy,


physiology, and responses to training, Clinical Exercise Physiology. St.
Louis: Mosby-Year Book Publishers.

Zwetsloot, K., John, C., Lawrence, M., Battista, R. and Shanely, R. 2014. High
- Intensity Interval Training Induces A Modest Systemic Inflammatory
Response in Active Young Men. Journal of Inflammation Research.
Vol. 7 : 9.
54

Lampiran 1. Persetujuan Etik


55
56

Lampiran 2. Informed Consent

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
Kampus Unsoed RSUD Margono Soekarjo Jl. DR Gumberg No 1
Purwokerto 53123 Telp.(0281) 641522 Fax. (0281) 631208

Lembar Informasi dan Kesediaan


(Informed Consent and Consent Form)

Saya, Fu’ad Anharuddin dari Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman


Purwokerto. Saya ingin mengajak Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian kami
yang berjudul “Pengaruh Sprint Interval Training terhadap Kekuatan Otot : Studi
pada Mahasiswa UKM Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman” yang akan dilaksanakan oleh tim peneliti yang beranggotakan:
1. Fu’ad Anharuddin
2. Dr. Susiana Candrawati Sp.KO
3. dr. Mustofa. M.Sc

1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui pengaruh Sprint Interval Training
terhadap Kekuatan Otot pada mahasiswa anggota UKM Olahraga Fakultas
Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.
2. Keikutsertaan sukarela
Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sukarela tanpa paksaan.Anda
berhak untuk menolak keikutsertaan dan berhak pula untuk mengundurkan diri
dari penelitian ini, meskipun Anda sudah menyatakan kesediaan untuk
berpartisipasi. Tidak akan ada kerugian atau sanksi apa pun (termasuk
kehilangan perawatan kesehatan maupun terapi yang seharusnya Anda terima)
yang akan Anda alami akibat penolakan atau pengunduran diri Anda. Jika
Anda memutuskan untuk tidak berpartisipasi atau mengundurkan diri dari
penelitian ini, Anda dapat melakukannya kapan pun.
57

3. Durasi penelitian, prosedur penelitian, dan tanggungjawab partisipan


Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah/meliputi :
a. Pengukuran kekuatan otot dengan metode leg strength test dengan alat
back-leg dynamometer
b. Latihan lari sprint dengan periode aktif dan periode istirahat Sprint
Interval Training (SIT) 3 sesi per minggu berselang 1-2 hari selama 5
minggu.
c. Point a dilakukan sebelum dan sesudah point b.
4. Manfaat penelitian
Partisipasi Anda dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk
Anda/orang lain berupa mengetahui manfaat SIT terhadap kekuatan otot.
5. Risiko dan ketidaknyamanan
a. Risiko cedera dan gangguan kardiovaskuler akibat Sprint Interval Training
(SIT) dapat terjadi. Resiko ini akan diminimalisir dengan skrining
menggunakan kuesioner PAR-Q dan follow up saat intervensi SIT
berlangsung oleh petugas lapangan.
b. Resiko kebocoran data penelitian. Resiko ini akan diminimalisir dengan
data penelitian dijaga kerahasiaannya (pelabelan menggunakan kode) dan
akses hanya bisa dilakukan oleh tim peneliti. Data akan dimusnahkan
paling lama 1 tahun setelah penelitian selesai.
6. Kompensasi
Peneliti bertanggung jawab sepenuhnya sampai dengan akhir penelitian. Bila
ada risiko yang menetap sampai dengan penelitian berakhir, peneliti akan
menanggung seluruh biaya pengobatan sampai sembuh dari risiko yang
didapat saat intervensi penelitian dilakukan.
7. Kerahasiaan
Kami menjamin kerahasiaan seluruh data dan tidak akan mengeluarkan atau
mempublikasikan informasi tentang data diri Anda tanpa ijin langsung dari
Anda sebagai partisipan. Data akan disimpan oleh peneliti dan akses terhadap
data hanya dapat dilakukan oleh peneliti, asisten peneliti, dan Anda selaku
partisipan.
58

8. Klarifikasi
Jika Anda memiliki pertanyaan apapun terkait prosedur penelitian, atau
membutuhkan klarifikasi serta tambahan informasi tentang penelitian ini,
Anda dapat menghubungi: Fu’ad Anharuddin (087853541530)
9. Kesediaan
Jika Anda bersedia untuk berpartisipasi maka Anda akan mendapatkan satu
salinan dari lembar informasi dan kesediaan ini. Tanda tangan Anda pada
lembar ini menunjukkan kesediaan Anda untuk menjadi partisipan dalam
penelitian.

Tanggal: ……………………………..

Tanda tangan partisipan, Tanda tangan saksi,

…………………………………… ……………………………………
(Nama lengkap dengan huruf balok) (Nama lengkap dengan huruf balok)

Tanda tangan informan,

……………………………………
(Nama lengkap dengan huruf balok)
59

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
Kampus Unsoed RSUD Margono Soekarjo Jl. DR Gumberg No 1
Purwokerto 53123 Telp.(0281) 641522 Fax. (0281) 631208

LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
KESEDIAAN

MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :
Telp / HP :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul
“Pengaruh Sprint Interval Training terhadap Kekuatan Otot : Studi pada
Mahasiswa UKM Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman”,
maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan bersedia ikut serta dalam
penelitian tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat diperlukan seperlunya.

Tanggal: ……………………………..
Tandatangan Partisipan,

…………………………………….......
(Nama lengkap dengan huruf balok)
60

Lampiran 3. Physical Activity Readiness Questionnaire (CESP, 2008)

FORMULIR PEMERIKSAAN KESEHATAN

A. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama :
2. Tempat/tanggal lahir :
3. Pekerjaan :
4. Alamat :
5. No.telepon/HP :

B. PAR-Q
Jawaban
(beri tanda) NO ANAMNESIS
Ya Tidak
Apakah Anda pernah dinyatakan dokter mengidap
1 penyakit jantung dan membatasi aktivitas fisik kecuali
atas rekomendasi dokter?
Pernahkan Anda merasakan nyeri dada pada saat
2
melakukan aktivitas fisik?
Pernahkan Anda merasakan nyeri dada pada saat tidak
3
melakukan aktivitas fisik dalam 1 bulan terakhir?
Pernahkah Anda kehilangan keseimbangan karena rasa
4
pusing atau Anda kehilangan kesadaran/pingsan?
Apakah Anda mempunyai masalah tulang atau
5 persendian yang menjadi lebih parah jika Anda
melakukan aktivitas fisik?
Apakah Anda saat ini sedang dalam pengobatan/minum
6
obat untuk hipertensi atau penyakit jantung?
Selain yang telah disebutkan di atas, apakah ada alasan/
7 kondisi lain sehingga Anda tidak boleh atau harus
membatasi aktivitas fisik?
61

Lampiran 4. Kuesioner Anamnesis Subjek Penelitian (diisi oleh peneliti)

KUESIONER ANAMNESIS SUBJEK PENELITIAN

A. Identitas Subjek

1. Nama :
2. Tempat/tanggal lahir :
3. Alamat :
4. No.telepon/HP :

B. Kuesioner Anamnesis
1. Apakah anda rutin berolahraga minimal 2-3 kali per minggu selama
sekurang-kurangnya 3 minggu terakhir ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda pernah didiagnosis menderita penyakit jantung seperti
sindrom koroner akut (angina tidak stabil, infark miokard dengan ST-
elevasi atau tanpa ST-elevasi), gagal jantung, penyakit jantung
bawaan, kelainan katup dan hipertensi?
a. Ya, saya didiagnosis …
b. Tidak
3. Apakah anda pernah didiagnosis menderita penyakit paru obstruktif
dan restriktif?
a. Ya, saya didiagnosis …
b. Tidak
4. Apakah anda pernah didiagnosis menderita penyakit tulang dan sendi
(masalah anggota gerak yang membatasi range of motion, fleksibilitas,
daya tahan, dan kekuatan otot seperti artiritis, sprain dan strain, ruptur
tendon atau ligament, fraktur dan dislokasi) ?
a. Ya, diagnosisnya adalah …
b. Tidak
5. Apakah anda sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu?
a. Ya, sebutkan …
b. Tidak
62

6. Apakah anda rutin mengonsumsi minuman beralkohol?


a. Ya, dengan kadar … % selama …x/hari
b. Tidak
7. Apakah anda didiagnosis menderita penyakit mata?
a. Ya, diagnosis saya adalah…
b. Tidak
8. Apakah anda pernah menjalani prosedur operasi pada mata?
a. Ya, (lanjut ke pertanyaan 9)
b. Tidak (lanjut ke pertanyaan 10)
9. Apakah anda operasi mata dalam 3 bulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah anda pernah menjalani prosedur operasi pada bagian dada dan
punggung?
a. Ya, (lanjut ke pertanyaan 11)
b. Tidak (lanjut ke pertanyaan 12)
11. Apakah anda operasi pada bagian dada dan punggung dalam 3 bulan
terakhir?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah anda pernah menjalani prosedur operasi pada bagian perut?
a. Ya, (lanjut ke pertanyaan 13)
b. Tidak (lanjut ke pertanyaan 14)
13. Apakah anda operasi bagian perut dalam 3 bulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah anda pernah mengalami trauma kepala berat?
a. Ya
b. Tidak
15. Apakah anda pernah menjalani prosedur operasi pada bagian kepala?
a. Ya, operasi pada bagian … (lanjut ke pertanyaan 16)
b. Tidak (lanjut ke pertanyaan 17)
63

16. Apakah anda operasi pada bagian kepala 3 bulan terakhir?


a. Ya
b. Tidak
17. Apakah anda pernah didiagnosis aneurisma serebral (kelainan
pembuluh darah pada otak) dan aneurisma aorta (kelainan pada aorta)
oleh dokter?
a. Ya
b. tidak
18. Apakah ada anggota keluarga anda yang didiagnosis aneurisma
serebral (kelainan pembuluh darah pada otak) dan aneurisma aorta
(kelainan pada aorta) oleh dokter?
a. Ya, kakek/nenek/ayah/ibu/saudara kandung/lainnya yaitu…
(lingkari yang sesuai)
b. Tidak
19. Apakah anda batuk darah dalam sebulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak
20. Apakah anda didiagnosis menderita penyakit infeksi?
a. Ya, diagnosis saya adalah …
b. Tidak
64

Lampiran 5. Formulir Pemeriksaan Fisik (diisi oleh peneliti)

FORMULIR PEMERIKSAAN FISIK

A. Identitas Subjek
1. Nama :
2. Tempat/tanggal lahir :
3. Alamat :
4. No.telepon/HP :
5. Anggota UKM :
6. Frekuensi latihan : x/minggu

B. Form Pemeriksaan
1. Keadaan Umum
2. Antropometri
Berat Badan :
Tinggi Badan :
IMT :
Kadar lemak
Dada :
Perut :
Paha :
3. Tanda Vital
Tekanan darah : mmHg
Denyut nadi : Kuat/Lemah, denyut/menit
Frekuensi pernapasan : x/menit
Suhu : oC
65

Lampiran 6. Borg’s Rating of Perceived Exertion (Guiraud et al., 2012)

Borg's RPE
Scale Exertion
6 No exertion
7 Very light
8
9
10 Notice breathing deeper, but still
11 comfortable. Conversations posible.

12
13 Aware of breathing harder ; more
difficult to hold conversation.
14
15 Starting to breathe hard and getting
uncomfortable
16
17 Deep and forceful breathing ; don’t want
to talk
18
19 Extremely hard
20 Maximum exertion
66

Lampiran 7. Quisioner Four Day Food Record

Nama :

Jadwal Jumlah
Jenis Makanan Nama Bahan
Makan URT* Gram

Makan Pagi

Selingan
Pagi

Makan
Siang

Selingan
Siang

Makan
Malam

Selingan
Malam

*URT (Ukuran Rumah Tangga) satu sendok makan, satu piring, satu mangkok
67

Lampiran 8. Data Hasil

Kekuatan Otot Protein


Pemeriksaan Awal
No Nama
Umur TB BB IMT pre pre Post Post
S Batas Asupan I
(thn) (m) (kg) (kg/m2) (lbs) (Kg) (lbs) (Kg)

1 AA 22 1,70 71 24,57 319 145 351 159 15 85 29 99,58 Cu

2 AAD 22 1,64 63 23,42 260 118 280 127 9 76 28 128,35 Le

3 ADS 21 1,69 67 23,46 300 136 313 142 6 80 28 91,328 Cu

4 AF 20 1,71 60,5 20,69 209 95 378 172 77 73 25 84,62 Cu

5 AF 18 1,70 59 20,42 279 127 318 144 18 71 24 86,725 Cu

6 AMR 22 1,73 61 20,38 319 145 410 186 41 73 24 56,79 Ku

7 ANS 21 1,68 60 21,26 140 64 213 97 33 72 26 63,225 Ku

8 AU 22 1,59 56 22,15 381 173 412 187 14 67 27 93,913 Le

9 AZ 18 1,76 74 23,89 317 144 317 144 0 89 29 68,768 Ku

10 DBA 19 1,80 75 23,15 191 89 230 104 15 90 28 69,088 Ku

11 DLH 20 1,71 61 20,86 368 167 378 171 5 73 25 56,835 Ku

12 FH 21 1,68 58 20,55 230 104 250 113 9 70 25 47,028 Ku

13 FU 19 1,66 56 20,45 192 87 320 145 58 67 25 127,53 Le

14 GHA 21 1,70 66 22,84 280 127 297 135 8 79 27 59,873 Ku

15 HM 20 1,63 65 24,46 320 145 362 164 19 78 29 56,123 Ku

16 KD 20 1,76 73 23,57 361 164 400 181 18 88 28 20,028 Ku

17 KMG 20 1,61 63 24,46 315 143 369 167 24 76 29 98,845 Cu

18 KN 21 1,75 70 22,99 361 164 395 179 15 84 28 105,73 Cu

19 MAE 22 1,68 67 23,88 235 97 261 118 21 80 29 69,688 Ku

20 MBK 22 1,70 71 24,71 350 159 385 175 16 85 30 63,675 Ku

21 MEA 20 1,71 69 23,60 323 147 342 155 9 83 28 90,578 Cu

22 MFW 21 1,65 63 23,14 321 146 351 159 14 76 28 72,823 Ku

23 MMH 22 1,69 68 23,81 264 120 289 131 11 82 29 80,355 Ku


68

Pemeriksaan Awal Kekuatan Otot Protein


No Nama
Umur TB BB IMT pre pre Post Post Batas Asupan
S I
(thn) (m) (kg) (kg/m2) (lbs) (Kg) (lbs) (Kg) (g) (g)

24 NR 21 1,64 54,5 20,26 280 127 317 144 17 65 24 56,038 Ku

25 PJ 22 1,71 72 24,62 315 143 362 164 21 86 30 48,338 Ku

26 RHM 20 1,68 66 23,38 220 100 230 104 5 79 28 68,41 Ku

27 RR 20 1,64 54,5 20,26 227 103 289 131 28 65 24 93,933 Le

28 RSR 22 1,74 74 24,44 300 136 341 155 19 89 29 87,635 Ku

29 SA 22 1,68 56 19,84 295 134 320 145 11 67 24 102,85 Le

30 SZ 18 1,78 78 24,67 345 156 395 179 23 94 30 47,835 Ku


69

Lampiran 9. Hasil Analisis Data

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel (n=30) Mean ± SD Median Minimum Maksimum

Usia (tahun) 20,63 ± 1,299 21 18 22


2
IMT (kg/m ) 22,67 ± 1,68 23,65 19,84 24,71
Kekuatan Otot ( kg )
Pretest 130,17 ± 27,27 139,5 64 173
Posttest 149,23 ± 25,5 150 97 187

2. Uji Normalitas Data

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Usia (tahun) ,187 30 ,009 ,861 30 ,001
2
IMT(kg/m ) ,176 30 ,018 ,865 30 ,001
Pretest (Kg) ,127 30 ,078 ,943 30 ,108
Postest (Kg) ,089 30 ,200* ,955 30 ,232
Asupan protein (g) ,097 30 ,200* ,976 30 ,719
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

3. Uji t Berpasangan
Paired Samples Test
Paired Differences

95% Confidence
Interval of the

Std. Std. Error Difference Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper T df tailed)

Pair 1 Kekuatan Pretest –


19,067 15,957 2,913 13,108 25,025 6,545 29 ,000
Kekuatan Postest
70

4. Analisis Tambahan Uji korelasi asupan protein dengan perubahan


kekuatan otot

Correlations
Kekuatan Otot Asupan protein
Kekuatan Otot Pearson Correlation 1 0,168
Sig. (2-tailed) 0,384
N 30 30
Asupan Protein Pearson Correlation 0,168 1
Sig. (2-tailed) 0,384
N 30 30
71

Lampiran 10. Denah Lintasan Sprint Interval Training

Denah pelaksanaan Sprint Interval Training disepanjang Jl. Medika Gumbreg No.1
72

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian

Gambar a. Peneliti memimpin dan mengawasi pelaksanaan SIT dan bertindak


sebagai Timer

Gambar b. Pengukuran
kekuatan otot dengan
metode leg strength test
menggunakan back-leg
dynamometer
73

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Fu’ad Anharuddin

NIM : G1A012024

Judul Skripsi : Perbedaan Kekuatan Otot Sebelum dan Sesudah

Sprint Interval Training : Studi pada Mahasiswa

UKM Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas

Jenderal Soedirman

Pembimbing Skripsi : 1. dr. Susiana Candrawati Sp.KO


2. dr. Mustofa M.Sc
Menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil sendiri bukan plagiasi

2. Pelaksanaan penelitian atas dana sendiri

3. Hak kekayaan intelektual penelitian berikut data-data hasil penelitian

menjadi milik peneliti dan institusi

4. Hak publikasi penelitian ini ada pada peneliti

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan atau tekanan

dari siapapun. Saya bersedia bertanggung jawab secara hukum, apabila terdapat

hal-hal yang tidak benar di dalam penelitian ini.

Purwokerto, Februari 2016


Yang membuat pernyataan,

Fu’ad Anharuddin
74

RIWAYAT HIDUP

A. Judul Penelitian :

“Perbedaan Kekuatan Otot Sebelum dan Sesudah Sprint Interval

Training : Studi pada Mahasiswa UKM Olahraga Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman“

B. Data Pribadi

1. Nama : Fu’ad Anharuddin

2. NIM : G1A012024

3. Tempat dan tanggal lahir : Kendal, 22 Maret 1994

4. Jenis Kelamin : Laki - laki

5. Agama : Islam

6. Kewarganegaraan : Indonesia

7. Alamat rumah : Putat Gede Barat 3B / 29 Surabaya

8. Nomor handphone : 087853541530

9. E-mail : funzhu9@gmail.com
75

C. Riwayat Pendidikan

1998 – 2000 : TK Makarti Mukti Tama Padang, Sumatra Barat

2000 – 2006 : Sekolah Dasar Negeri 2 Selokaton, Jawa Tengah

2006 – 2009 : Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 14 Surabaya

2009 – 2012 : Sekolah Menengah Atas Negeri 15 Surabaya

2012 – 2015 : S1 Pendidikan Dokter Umum, Universitas Jenderal

Soedirman

D. Riwayat Organisasi

2012 – 2013 : Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Rismik FK Unsoed

Staf Interna Unit Kegiatan Mahasiswa Medical basketball

FK Unsoed

Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Health Study Club FK

Unsoed

Staf Unit Kegiatan Mahasiswa HMMK FK Unsoed

Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Teater Suntik FK Unsoed

Staf Externa Unit Kegiatan Mahasiswa M- Urgent FK

Unsoed

Staf Unit Kegiatan Mahasiswa VISUM FK Unsoed

2013 – 2014 : Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Rismik FK Unsoed

Staf Interna Unit Kegiatan Mahasiswa Medical basketball

FK Unsoed

Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Health Study Club FK

Unsoed

Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Teater Suntik FK Unsoed


76

Staf Interna Unit Kegiatan Mahasiswa M- Urgent FK

Unsoed

Staf Hublu- IT Badan Analisis dan Pengembangan Ilmiah

Nasional

Staf Pendamping Pengabdian Masyarakat BIMA SAKTI FK

Unsoed

2014 – 2015 : Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Rismik FK Unsoed

Ketua Terpilih Unit Kegiatan Mahasiswa Medical basketball

FK Unsoed

Staf Unit Kegiatan Mahasiswa Health Study Club FK

Unsoed

Koordinator divisi Interna Unit Kegiatan Mahasiswa M-

Urgent FK Unsoed

Staf Hublu- IT Badan Analisis dan Pengembangan Ilmiah

Nasional

2015 : Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Medical Basketball FK

Unsoed

Anda mungkin juga menyukai