TESIS
MUHAMMAD SOFFIUDIN
NPM: 1806150780
TESIS
MUHAMMAD SOFFIUDIN
NPM: 1806150780
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) dr. Muhammad Ilyas, Sp.Ok, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
(2) dr. Nuri Purwito Adi, M.Sc, M.KK Sp.Ok, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
tesis ini;
(3) Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I selaku dosen penguji yang telah menguji dan
mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
(4) Dr. dr. Astrid Sulistomo, MPH, Sp.Ok selaku dosen penguji yang telah menguji dan
mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
(5) Dr. dr.Dewi Soemarko MS, Sp.Ok selaku pembimbing akademik atas dukungan
yang telah diberikan untuk menyelesaikan tesis ini;
(6) Seluruh dosen yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
(7) Pihak PT.X yang telah banyak membantu dalam upaya memperoleh data yang saya
perlukan serta membantu pelaksanaan program intervensi di lokasi kerja;
(8) Orang tua saya Drs. H.Asmawi.S dan Hj Siti Namroh, S.Pd atas dukungan moral dan
doa yang telah diberikan;
(9) Istri saya dr. Chaerunissa Hilman dan anak – anak saya Muhammad Azzam Abqori,
Azzahra Keisha Azalea dan Mikayla Azra Shakira atas dukungan moral dan sudah
setia dalam menemani siang dan malam dalam proses pembuatan tesis ini;
(10) Kakak saya Selvi Isnawati A.Md, Nanang Heri Setyawan, SE, MBA dan keponakan
saya Nasywah Hayyu Mazaya atas dukungan moral dan doa yang telah diberikan.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iv Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Muhammad Soffiudin
Latar Belakang. Berdasarkan hasil penelitian di PT.X yang dilakukan pada tahun 2018
didapatkan sebanyak 160 (59%) pekerja mekanik pernah melaporkan keluhan nyeri
punggung bawah (NPB). Posisi kerja janggal (jongkok, bungkuk) dan mengangkat beban
berat secara manual merupakan faktor risiko NPB pada pekerja mekanik dimana 61%
bekerja dengan posisi jongkok >1 jam/hari, 49% bekerja dengan posisi membungkuk >1
jam/hari, 39% mengangkat benda berat secara manual (manual handling) >20 kg dan 18
pekerja didiagnosis positif NPB oleh dokter spesialis okupasi yang merupakan kasus
PAK. Berdasarkan data tersebut peneliti dibantu tim internal di PT.X melakukan program
intervensi. Penelitian ini untuk mengetahui apakah ada penurunan keluhan NPB pada
pekerja mekanik setelah dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
Metode Penelitian. Desain penelitian ini adalah quasi experimental, program intervensi
dilakukan selama 1 tahun untuk mengetahui perubahan cara kerja dan perbandingan
perubahan keluhan NPB pada pekerja mekanik yaitu antara lokasi kerja yang
mendapatkan program intervensi perubahan perilaku berupa edukasi dengan pemasangan
poster pengetahuan mengenai NPB pada kelompok kontrol dengan lokasi kerja yang
mendapatkan program intervensi perubahan perilaku tambahan pelatihan ergonomic
berupa peregangan otot dan senam secara teratur pada kelompok intervensi dengan
masing – masing sebanyak 35 sampel.
Hasil. Didapatkan perbedaan bermakna pada keluhan NPB kronis antara kelompok
intervensi dan kontrol dengan nilai p 0.003. Didapatkan perbedaan bermakna pada
kategori lama kerja dengan posisi jongkok dengan nilai p <0.001, posisi bungkuk dengan
nilai p 0.0012. Didapatkan hubungan tidak bermakna faktor risiko individu yaitu usia,
masa kerja, status merokok dan hubungan bermakna faktor risiko pekerjaan yaitu lama
kerja posisi jongkok dengan keluhan NPB dengan nilai p 0.041.
Kesimpulan. Program intervensi dapat menurunkan keluhan NPB secara bermakna
sebesar 43%. Didapatkan perubahan cara kerja dimana terjadi penurunan bermakna pada
lama kerja >1 jam pada posisi jongkok sebesar 3.6 kali dan posisi bungkuk sebesar 1.4
kali.pada posisi jongkok sebesar 3.6 kali dan posisi bungkuk sebesar 1.4 kali. Faktor
risiko perancu (usia, masa kerja, status merokok) tidak terbukti dapat meningkatkan
keluhan NPB, faktor risiko pekerjaan (lama kerja posisi jongkok) terbukti dapat
meningkatkan keluhan NPB sebesar 32%.
Kata kunci: edukasi ergonomi, exercise, postur janggal, manual handing, keluhan NPB
vi Universitas Indonesia
ABSTRACT
ix Universitas Indonesia
2.13. Supplier Input Process Output Customer (SIPOC) Pekerjaan Mekanik .......... 47
2.14. Kerangka Teori ................................................................................................. 48
2.15. Kerangka Konsep ............................................................................................. 49
BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................... 50
3.1. Desain ............................................................................................................... 50
3.2. Waktu dan Tempat ........................................................................................... 50
3.3. Populasi ............................................................................................................ 50
3.4. Sampel .............................................................................................................. 51
3.5. Kriteria inklusi dan eklusi ................................................................................ 52
3.6. Sumber Data dan Cara Pengambilan Data ....................................................... 52
3.7. Instrumen dan Alat Penelitian .......................................................................... 53
3.8. Etika Penelitian ................................................................................................ 53
3.9. Pengolahan dan Analisis Data .......................................................................... 53
3.10. Program Intervensi Kelompok Intervensi ........................................................ 54
3.11. Program Edukasi Kelompok Kontrol ............................................................... 56
3.12. Definisi Operasional ......................................................................................... 56
3.13. Alur Penelitian.................................................................................................. 59
BAB 4 HASIL PENELITIAN ................................................................................. 60
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ................................................................ 60
4.2. Analisis Data Pra Intervensi ............................................................................. 63
4.3. Analisis Data Pasca Intervensi ......................................................................... 64
4.4. Analisis Hubungan Faktor Risiko Individu Dengan Keluhan Low Back Pain 67
4.5. Analisis Multivariat Hubungan Faktor Risiko LBP dengan Keluhan LBP
Kronis ............................................................................................................... 69
BAB 5 PEMBAHASAN ........................................................................................... 70
5.1. Alur Subjek Penelitian ..................................................................................... 70
5.2. Uji Homogenitas Data ..................................................................................... 70
5.3. Analisis Faktor Risiko LBP .............................................................................. 71
5.4. Perubahan Faktor Risiko Pekerjaan dan Keluhan LBP Pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol ...................................................................................... 71
5.6. Hubungan Faktor Risiko Individu dengan Keluhan LBP ................................ 76
5.7. Analisis Multivariat Hubungan Faktor Risiko LBP dengan Keluhan LBP
Kronis ............................................................................................................... 77
x Universitas Indonesia
5.8. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ................................................................ 77
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 79
6.1. Kesimpulan....................................................................................................... 79
6.2. Saran ................................................................................................................. 80
BAB 7 REFERENSI ................................................................................................ 82
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan QEC. ........................................................................ 9
Tabel 2.2. Penilaian QEC Pada Lembar Penilaian Pengamat. ............................................ 11
Tabel 2.3. Penilaian QEC Pada Lembar Penilaian Pekerja/Responden. ............................. 12
Tabel 2.4. Lembar penilaian QEC. ...................................................................................... 13
Tabel 2.5. Tingkat Pajanan Faktor Risiko Pada Bagian Tubuh Berdasarkan QEC............. 14
Tabel 2.6. Tingkat Pajanan Faktor Risiko Lain Berdasarkan QEC. .................................... 14
Tabel 2.7. Action Level. ....................................................................................................... 15
Tabel 2.8. Karakteristik Uji Klinis Acak dalam Tinjauan Strategi Pencegahan Low Back
Pain...................................................................................................................................... 38
Tabel 2.9. Ringkasan Temuan dan Penilaian Kualitas Bukti. ............................................. 40
Tabel 2.10. Deskripsi Pekerjaan Mekanik ........................................................................... 44
Tabel 3.1 Silabus pelatihan ergonomi ................................................................................. 55
Tabel 3.2 Definisi Operasional ............................................................................................ 57
Tabel 4.1. Uji Kesetaraan Data Pra Intervensi .................................................................... 63
Tabel 4.2. Perubahan Faktor Risiko LBP dan Keluhan LBP Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol ................................................................................................................................. 64
Tabel 4.3. Perubahan Keluhan LBP Akut dan Kronis Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol ................................................................................................................................. 65
Tabel 4.4. Hubungan Faktor Risiko LBP Dengan Keluhan LBP Akut ............................... 66
Tabel 4.5. Hubungan Faktor Risiko LBP Dengan Keluhan LBP Kronis ............................ 67
Tabel 4.6. Hubungan Usia dan Masa Kerja Dengan Keluhan LBP Akut dan Kronis ......... 67
Tabel 4.7. Hubungan Status Merokok Dengan Keluhan LBP Akut .................................... 68
Tabel 4.8. Hubungan Status Merokok Dengan Keluhan LBP Kronis ................................. 68
Tabel 4.9. Analisis Multivariat Hubungan Faktor Risiko LBP Dengan Keluhan LBP Kronis
............................................................................................................................................. 69
CI Coefficient Interval
CS Chi Square
CT Computed Tomography
FE Fisher Exact
GOTRAK Gangguan Otot Rangka
HNP Hernia Nucleous Pulposus
IEA International Ergonomic Association
IMT Indeks Massa Tubuh
K3 Keselamatan Kesehatan Kerja
K3L Keselamatan Kesehatan Kerja Lingkungan
L Levene
LBP Low Back Pain
LMN Lower Motor Neuron
M Mannwhitney
MMH Material Manual Handling
MRI Magnetic Resonance Imaging
MSDs Musculo Skeletal Disorders
NBM Nordic Body Map
NPB Nyeri Punggung Bawah
OR Odds Ratio
OSHA Occupational Safety & Health Association
OWAS Ovako Working Analysis System
PAK Penyakit Akibat Kerja
QEC Quick Exposure Check
RCT Randomized Clinical Trial
REBA Rappid Entire Body Assessment
RR Relative Risk
SDM Sumber Daya Manusia
SIPOC Supplier Input Proses Output Customer
UMN Upper Motor Neuron
WMSDs Work Musculo Skeletal Disorders
xv Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
merupakan kasus PAK dan 15 pekerja mekanik didiagnosis positif LBP namun bukan
merupakan kasus PAK.
Berdasarkan data tersebut dimana didapatkan banyaknya keluhan low back pain yang
diderita oleh pekerja mekanik, peneliti dibantu tim internal di PT.X melakukan beberapa
tindakan perbaikan berupa pelaksanaan program intervensi seperti promosi kesehatan
melalui pemasangan poster low back pain awareness di lokasi kerja kelompok intervensi
dan kontrol, dan di lokasi kerja kelompok intervensi PT X melakukan intervensi lainnya
yaitu edukasi berupa pelatihan ergonomi, peregangan dan senam secara teratur di tempat
kerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan cara kerja dan
penurunan keluhan low back pain pada pekerja mekanik setelah dilakukan intervensi pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
2 Universitas Indonesia
3. Apakah ada hubungan faktor risiko pekerjaan yaitu lama kerja posisi jongkok, lama
kerja posisi bungkuk dan aktivitas manual handling dengan keluhan low back pain.
4. Apakah ada hubungan faktor risiko individu yaitu usia, masa kerja dan status
merokok dengan keluhan low back pain.
3 Universitas Indonesia
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi PT X
1. Dapat menurunkan keluhan low back pain pada pekerja mekanik
1.6.2. Bagi Peneliti
1. Sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari
sebelumnya
1.6.3. Bagi Fakultas Kedokteran
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan
dosen mengenai pengaruh program intervensi perubahan perilaku
(dengan edukasi dan exercise) terhadap keluhan low back pain
2. Terbentuknya kerjasama antara perusahaan dengan fakultas dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan.
4 Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 Universitas Indonesia
Yassierli (2014) dalam bukunya, tujuan utama yang hendak dicapai adalah tercapainya
sistem kerja yang produktif dan kualitas kerja terbaik, disertai dengan kemudahan,
kenyamanan, dan efisiensi kerja tanpa mengabaikan kesehatan dan keselamatan kerja.3
Menurut Bridger (2003) tujuan dari ergonomi adalah untuk meningkatkan kemampuan
sistem yang ada dengan membuat interaksi positif antara manusia dan mesin. Hal ini dapat
dilakukan dengan merancang sebuah interaksi yang lebih baik ataupun dengan mendesain
faktor-faktor yang ada di lingkungan kerja, pada pekerjaan ataupun pada pengorganisasian
kerja yang menurunkan performa manusia dan mesin.5
2.3. Konsep Dasar Ergonomi
Ergonomi berfokus pada kesesuainan antara disain tempat kerja, system kerja, alat kerja,
proses kerja, dan lingkungan kerja bagi para pekerja. Fokus utama ergonomi adalah untuk
menganalisis antara operator atau pekerja dan komponen lain dalam system.6 Tarwaka et al
(2004) dalam bukunya menyatakan tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam
garis keseimbangan sehingga dicapai performa kerja yang tinggi. Konsep keseimbangan
kapasitas kerja dengan tuntutan kerja digambarkan seperti dibawah.4
Task Demands atau Tuntutan Tugas. Tuntutan tugas pekerjaan/aktivitas tergantung pada:
1. Task and Material Characteristics: ditentukan oleh karakteristik peralatan dan
mesin, tipe, kecepatan, dan irama kerja dan sebagainya.
2. Organization Characteristics: berhubungan dengan jam kerja dan jam istirahat, kerja
malam dan bergilir, cuti dan liburan, manajemen, dan sebagainya
6 Universitas Indonesia
3. Environment Characteristics: berkaitan dengan manusia teman setugas, suhu dan
kelebaban, bising dan getaran, penerangan, sosio-budaya, tabu, norma, adat dan
kebiasaan, bahan-bahan pencemar, dan sebagainya.
Work Capacity atau kemampuan kerja. Kemampuan seseorang sangat ditentukan oleh:
1. Personal Capacity: meliputi faktor usia, jenis kelamin, antropometri, pendidikan,
pengalaman, status sosial, agama dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran tubuh
dan sebagainya
2. Physiological Capacity: meliputi kemampuan dan daya tahan cardiovaskuler, syaraf
otot, panca indera dan sebagainya
3. Psycological Capacity: berhubungan dengan kemampuan mental, waktu reaksi,
kemampuan adaptasi, stabilitas emosi, dan sebagainya
4. Biomechanical Capacity: berkaitan dengan kemampuan dan daya tahan sendi dan
persendian, tendon dan jalinan tulang
Performance. Tampilan seseorang sangat tergantung kepada rasio dari besarnya tuntutan
tugas dengan besarnya kemampuan yang bersangkutan. Dengan demikian apabila:
1. Bila rasio tuntutan kerja lebih besar daripada kemampuan seseorang atau kapasitas
kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir berupa: ketidaknyamanan,
“overstress”, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit, dan tidak produktif.
2. Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada kemampuan seseorang atau
kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir berupa: “understress”,
kebosanan, kejemuan, kelesuan, sakit, dan tidak produktif
3. Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya keseimbangan dinamis antara
tuntutan tugas dengan kemampuan yang dimiliki sehingga tercapai kondisi dan
lingkungan sehat, aman, nyaman, dan produktif.6
2.4. Ruang Lingkup Ergonomi
International Ergonomic Association (2010) membagi ruang lingkup ergonomi ke dalam
tiga besar domain ergonomi untuk membangun identifikasi yang jelas area disiplin ilmu
ergonomic.6
2.4.1. Physical ergonomic
Fokus pada karakteristik anatomi, antropometri, psikososial dan biomekanika yang
berhubungan dengan aktivitas fisik. Topik yang termasuk meliputi postur kerja, material
manual handling, pekerjaan berulang, bekerja keras, kelainan muskuloskeletal terkait kerja,
7 Universitas Indonesia
desain tempat kerja, bising, kondisi suhu panas dan getaran, keselamatan dan kesehatan,
yang berkaitan dengan pekerjaan.
2.4.2. Cognitive ergonomics
Fokus pada proses mental seperti persepsi, memory/daya ingat, respons yang mempengaruhi
interaksi antara manusia dan elemen system lainnya. Topik yang termasuk meliputi beban
kerja mental, pembuatan keputusan, performa keahlian, interaksi manusia-komputer, human
error, stres kerja dan pelatihan, yang berkaitan dengan cara manusia
bekerja di dalam system
2.4.3. Organisational ergonomics
Fokus pada optimalisasi socio-technical systems, meliputi struktur organisasi, kebijakan, dan
proses organisasi. Topik yang termasuk meliputi human system consideration in
communication, manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), desain kerja, desain jadwal
kerja, kerjasama tim, participatory design, ergonomi komuniti, kooperatif, permodelan kerja
yang terbaru, organisasi virtual, tele-work dan kualitas manajemen.
2.5. Metode Penilaian Risiko Ergonomi
2.5.1. Quick Exposure Check (QEC)
QEC merupakan salah satu metode pengukuran beban postur yang diperkenalkan oleh Dr.
Guanyang Li dan Peter Buckle. QEC menilai pada empat area tubuh yang terpapar pada
risiko yang tertinggi untuk terjadinya work musculoskeletal disorders (WMSDs) pada
seseorang ataupun operator. QEC dikembangkan untuk:9
• Menilai perubahan paparan pada tubuh yang berisiko terjadinya gangguan otot
rangka sebelum dan sesudah intervensi ergonomi.
• Melibatkan pengamat dan juga pekerja dalam melakukan penilaian dan
mengidentifikasi kemungkinan untuk perubahan pada sistem kerja.
• Membandingkan paparan risiko cedera diantara dua orang atau lebih yang
melakukan pekerjaan yang sama, atau diantara orang-orang yang melakukan
pekerjaan yang berbeda.
• Meningkatkan kesadaran diantara para manajer, engineer, desainer, praktisi
keselamatan dan kesehatan kerja dan para operator mengenai faktor risiko gangguan
otot rangka di tempat kerja.
• Mempertimbangkan area tulang belakang, bahu, pergelangan tangan / lengan, leher,
mengemudi, getaran, kecepatan kerja dan stress
8 Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan QEC.8
Kelebihan Kekurangan
Mudah dan cepat Hanya fokus pada faktor fisik
tempat kerja
Mempertimbangkan kombinasi dan Pelatihan mungkin diperlukan
interaksi beberapa faktor risiko di untuk yang baru menggunakan
tempat kerja untuk meningkatkan reliability
penilaian
Mempertimbangkan kebutuhan
pengamat
9 Universitas Indonesia
- Durasi
- Tinggi objek
- Frekuensi gerakan
c. Pergelangan / tangan
- Kekuatan
- Durasi
- Frekuensi gerakan
- Postur tubuh
d. Leher
- Durasi
- Postur tubuh
- Kebutuhan visual
10 Universitas Indonesia
Tabel 2.2. Penilaian QEC Pada Lembar Penilaian Pengamat.10
11 Universitas Indonesia
Tabel 2.3. Penilaian QEC Pada Lembar Penilaian Pekerja/Responden.10
12 Universitas Indonesia
3. Melakukan perhitungan skor
Gunakan lembar skor pajanan untuk menghitung skor pada masing masing tugas kerja.
Lingkari jawaban dari lembar penilaian pengamat dan lembar penilaian responden sesuai
poin masing-masing. Tandai nomor pada hasil persilangan jawaban yang dilingkari
kemudian hitung skor total pada setiap bagian tubuh.
13 Universitas Indonesia
4. Klasifikasi faktor risiko ergonomic dengan metode QEC adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5. Tingkat Pajanan Faktor Risiko Pada Bagian Tubuh Berdasarkan QEC.10
Tingkat Risiko
Skor Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Punggung (statis) 8 – 15 16 – 22 23 – 29 29 – 42
Punggung 10 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 56
(dinamis)
Bahu/lengan 10 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 56
Pergelangan/ 10 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 46
tangan
Leher 4–6 8 – 10 12 – 14 16 – 18
Tingkat Risiko
Skor Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Mengemudikan 1 4 9 -
kendaraan
Getaran 1 4 9 -
Kecepatan 1 4 9 -
pekerjaan
Stress 1 4 9 16
14 Universitas Indonesia
Tabel 2.7. Action Level.8
tengkorak, tulang hioid, osikel auditori, kolumna vertebra, sternum, dan tulang iga.
b. Rangka apendikular
Rangka apendikular terdiri dari girdel pektorikal (bahu), girdel pelvis, dan tulang-
tulang lengan serta tulang tungkai
c. Persendian
Persendian adalah tempat dimana dua tulang saling bertemu, dimana terdapat adanya
pergerakan maupun tidak bergantung pada sambungannya. Pergerakan pada sendi
15 Universitas Indonesia
sinovial merupakan hasil kerja otot rangka yang melekat pada tulang yang
membentuk artikulasi. Berikut beberapa gerakan pada sendi:
• Fleksi
Gerakan yang memperkecil sudut antara dua tulang atau dua bagian tubuh,
seperti saat menekuk siku, ataupun menekuk lutut.
• Ekstensi
Gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang atau bagian tubuh, seperti
meluruskan persendian ataupun menekuk kepala ke arah belakang.
• Abduksi
Gerakan pada bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh seperti saat lengan
berabduksi atau menjauh.
• Aduksi
Gerakan bagian tubuh saat kembali mendekati garis tengah tubuh setelah
sebelumnya melakukan abduksi.
• Rotasi
Gerakan tulang yang berputar di sekitar aksis pusat tulang itu sendiri seperti saat
menggelengkan kepala. Perputaran lengan sehingga telapak tangan menghadap ke
belakang disebut pronasi sedangkan perputaran sebaliknya disebut supinasi.
Tulang merupakan jaringan yang dinamis. Tulang dapat mengalami perubahan bentuk,
ukuran, dan struktur salah satunya dipengaruhi oleh tekanan gaya luar yang terus menerus.
Pembebanan tiba-tiba dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang, seperti retak, pecah, atau
patah. Pembebanan yang berulang dan terus-menerus juga berisiko
mengakibatkan kerusakan pada tulang. Dalam batas tertentu, kerusakan yang terjadi dapat
diatasi dengan pemberian waktu istirahat yang cukup.3
2. Otot
Jaringan otot yang mencapai 40% sampai 50% berat tubuh umumnya tersusun dari sel-sel
kontraktil yang disebut serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan
dan melakukan pekerjaan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut
melekat dan bergerak dalam bagian-bagian organ internal tubuh. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya
gravitasi 12. Berikut adalah jenis - jenis otot:
a. Otot rangka
16 Universitas Indonesia
Otot rangka adalah otot lurik dan volunter. Otot ini melekat pada rangka. Kontraksi
otot rangka cepat dan kuat.
b. Otot polos
Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini ditemukan pada
dinding organ berongga seperti kandung kemih dan uterus serta pada dinding tuba
seperti pada sistem resporatorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem
sirkulasi darah. Kontraksi otot polos kuat dan lamban.
c. Otot jantung
Otot jantung adalah otot lurik dan involunter. Otot ini hanya terdapat di jantung.
Kontraksi otot jantung kuat dan berirama.
2.7. Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau Gangguan Otot Rangka (Gotrak)
2.7.1. Definisi Musculoskeletal Disorder (MSDs)
Musculoskeletal Disorder (MSDs) merupakan cedera dan kelainan pada jaringan lunak (otot,
tendon, ligamen, sendi, dan kartilago) dan sistem saraf. MSDs umumnya terjadi akibat
pajanan beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan atau memperburuk penyakit, bukan
dikarenakan oleh satu kejadian atau trauma saja seperti terjatuh, tabrakan, atau terjerat.
MSDs dapat menyebabkan beberapa kondisi seperti sakit, mati rasa/kebas, sendi kaku, susah
bergerak, penurunan kemampuan otot, dan terkadang kelumpuhan.7
Keluhan MSDs adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh
seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit.4
2.7.2. Gejala Musculoskeletal Disorder (MSDs)
Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan yang bersifat subjektif sehingga sulit
untuk menentukan tingkat keparahannya.4 Berikut beberapa gejala umum MSDs:
1. Rasa sakit pada sendi
2. Rasa sakit pada tangan, bahu, lengan bawah, lutut kaki, dan lain-lain
3. Rasa sakit, ngilu, dan kebas pada tangan atau kaki
4. Jari tangan atau kaki memucat
5. Punggung atau leher sakit
6. Pembengkakan dan radang
7. Terjadi kekakuan (agak sulit bergerak)
8. Rasa panas seperti terbakar
9. Rasa lemas atau kehilangan daya koordinasi
17 Universitas Indonesia
Terdapat tiga tingkat keparahan dari MSD,14 yaitu:
1. Early Stage
Tubuh terasa sakit dan kelelahan saat sedang bekerja namun gejala tersebut akan hilang jika
sedang tidak bekerja. Cedera pada tingkat ini tidak mengganggu kemampuan dalam bekerja
dan dapat sembuh total jika dilakukan langkah pencegahan. Pada tingkat ini tanda-tanda
mungkin tidak terlihat.
2. Intermediate Stage
Tubuh terasa sakit dan merasa lemas beberapa saat memulai bekerja dan terus berlangsung
hingga pekerjaan telah selesai. Bekerja menjadi terasa lebih sulit. Namun, dalam tingkat ini
cedera dapat sembuh jika dilakukan penanganan yang baik. Pada tingkat ini tanda-tanda
sudah mulai terlihat.
3. Late Stage
Tubuh terasa sakit dan lemas bahkan pada saat tidak bekerja atau istirahat. Komplain yang
paling umum dilaporkan adalah gangguan tidur. Pada tahap ini, mengerjakan tugas yang
tidak berat bahkan terasa lebih sulit. Cedera pada tahap ini mungkin tidak dapat disembuhkan
sepenuhnya tetapi efeknya dapat diredakan dengan penanganan yang baik.
2.7.3. Jenis-Jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Berdasarkan jenisnya, gangguan MSDs dibagi atas 4 kelompok, yaitu:
1. Gangguan MSDs pada tendon
Gangguan tendon biasanya berupa peradangan yang diakibatkan oleh suatu gerakan kerja
yang berulang-ulang dan secara terus menerus membebani suatu tendon tertentu tanpa
istirahat yang cukup.
a. Tendinitis merupakan nama umum peradangan pada jaringan tendon. Tendinitis biasanya
paling sering diderita oleh bagian tubuh seperti bahu, siku, pergelangan tangan, dan tumit.
Gejala munculnya tendinitis biasanya diawali dengan rasa nyeri karena peradangan
jaringan tendon.
b. Tennis elbow merupakan bentuk peradangan pada otot-otot ekstensor lengan yang
menyebabkan nyeri pada sisi lateral siku. Kelainan ini banyak dialami pada mereka yang
menggunakan lengan bawah pada posisi pronasi secara berulang-ulang, misalnya gerakan
seperti menggunakan obeng. Penderita tennis elbow ini akan merasakan nyeri saat
mengepalkan tangan, mengangkat beban berat, atau saat melakukan gerakan seperti
pukulan back-hand.
18 Universitas Indonesia
c. De Quervain’s disease merupakan penamaan spesifik untuk peradangan pada bagian
tendon ibu jari. Gejala penyakit ini berupa rasa nyeri, bengkak pada bagian ibu jari dan
kesulitan menggenggam. Penggunaan berlebihan dan berulang pada bagian ibu jari dalam
menekan, mengambil bahan/benda atau memutar suatu benda diduga sebagai penyebab
munculnya penyakit ini.
2. Gangguan MSDs pada sendi.
Bursitis dikenal juga sebagai housemaid’s knee merupakan salah satu peradangan pada bursa
(cairan sendi), yang biasanya terjadi pada lutut. Bursa berfungsi untuk mengurangi gesekan
ketika ligamen atau otot bergeser. Peradangan bursa terjadi ketika mengalami tekanan
berlebih dan berulang (misalnya sering berlutut terlalu lama), yang kemudian
mengakibatkan pembengkakan dan sakit. Walaupun lutut merupakan sendi yang paling
sering terkena burisitis, burisitis juga dapat menyerang sendi yang lain.
3. Gangguan MSDs pada jaringan saraf
a. Nyeri punggung. Salah satu penyebabnya adalah bergesernya bantalan tulang belakang
sehingga menekan saraf belakang. Sendi atau ruas tulang belakang memiliki komponen
inti yang disebut nucleus, yang berbentuk seperti agar-agar dan berfungsi sebagai bantalan
atau peredam kejut. Akibat pembebanan terus menerus, misalnya pada buruh angkut,
nucleus tertekan atau pecah dan menekan ujung saaraf atau sumsum tulang belakang.
Kondisi ini menimbulkan sakit yang luar biasa. Penyebab lain nyeri punggung adalah
spondilosis, yakni kerusakan pada sendi tulang belakang (intervetebrata disc) akibat aus
atau terkikisnya tulang rawan yang melindungi ruas tulang belakang.
b. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan gangguan saraf pada pergelangan tangan yang
disebabkan oleh pembengkakan tendon pada bagian pergelangan tangan karena tekanan
yang terus menerus. Pembengkakan tersebut menekan saraf di pergelangan tangan. Gejala
awal dari kelaian ini dapat berupa rasa pegal atau nyeri pada pergelangan tangan, bahkan
jari tangan khususnya ibu jari, jari tengah, dan telunjuk.
4. Gangguan MSDs pada jaringan neurovaskuler
Salah satu bentuk gangguan pada neurovaskuler adalah white finger atau raynaud’s
syndrome. Sesuai dengan namanya, jari seseorang yang menderita penyakit white finger
akan berwarna putih. Selain itu, kondisi ini juga disertai oleh rasa nyeri berlebihan dan
kehilangan sensitifitas tangan untuk meraba. Hal ini diduga karena penurunan aliran darah
19 Universitas Indonesia
ke daerah yang seharusnya dituju ke tangan. Pekerja yang bekerja di lokasi dengan suhu
udara yang dingin sekali atau terpapar dengan getaran yang berlebihan terus-menerus
memiliki risiko gangguan ini.
2.7.4. Faktor Risiko Pekerjaan Terkait MSDs
Faktor risiko Musculoskeletal Disorder (MSDs) terkait pekerjaan diantaranya:
1. Tenaga/Force
Bekerja dengan postur janggal dapat meningkatkan kerja otot. Tenaga merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya MSDs.5,7 Tenaga adalah faktor penyebab utama terjadinya injury
pada pekerjaan manual material handling. Mengangkat beban yang berat dibawah pinggang
atau diatas bahu akan menekan punggung.15
2. Postur
Postur janggal saat bekerja merupakan salah satu risiko MSDs.4,5,7 Sikap kerja atau postur
janggal adalah posisi pada bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, semakin
jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko
terjadinya keluhan musculoskeletal.4 Pekerjaan dengan postur membungkuk akan
menambah beban bagi otot punggung.5,7 Leher yang menunduk hingga 300 dalam waktu yang
cukup lama akan berpengaruh terhadap tulang leher dan tulang belakang.5 Bekerja dengan
menunduk atau berputar dapat menyebabkan struktur tulang belakang kelebihan beban dan
meningkatnya aktivitas seluruh otot menyebabkan meningkatnya risiko cedera tulang
belakang.16
3. Gerakan berulang
Gerakan berulang merupakan salah satu risiko MSDs.4,5,7 Gerakan berulang atau aktivitas
berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus – menerus dan keluhan otot yang
terjadi karena gerakan berulang dikarenakan otot menerima tekanan akibat beban kerja
secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi.4 Terlalu banyak gerakan
berulang yang dapat menyebabkan iritasi pada tendon dan meningkatkan tekanan pada saraf.
6
4. Lama pekerjaan
Lama kerja merupakan faktor risiko MSDs.5 Pekerja yang harus menahan posisi dalam
waktu yang lama dapat mengganggu aliran darah dan kerusakan pada otot.7 Postur kerja
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu tuntutan pekerjaan, disain tempat kerja, dan faktor
individu.5 Hubungan ketiga faktor tersebut dalam pengaruhnya terhadap postur kerja disebut
20 Universitas Indonesia
juga postural triangle. Sehingga faktor tuntunan pekerjaan, faktor disain tempat kerja, dan
faktor individu secara tidak langsung dapat berkontribusi terjadinya MSDs.
21 Universitas Indonesia
Faktor risiko kebiasaan merokok masih menjadi perdebatan para ahli. Menurut Deyo dan
Bass (1989) prevalensi nyeri punggung meningkat sejalan dengan banyaknya jumlah rokok
yang dihabiskan dalam setahun dengan level berat.17 Abate et al (2013) bahwa merokok
memiliki efek buruk pada sistem muskuloskeletal yaitu, hilangnya mineral pada tulang dan
merokok juga mendukung terjadinya rheumatoid arthritis dan back pain.20
5. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik secara umum diterima sebagai cara untuk mengurangi risiko MSDs.
Kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan kerentanan terhadap cedera.17
6. Antropometri
Antropometri terkait dengan ukuran berat badan, tinggi badan, dan masa tubuh. Kesesuaian
antropometri terhadap disain tempat kerja dapat mempengaruhi sikap kerja, tingkat
kelelahan, kemampuan kerja, dan produktivitas.4
7. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Indeks masa tubuh dan obesitas diketahui sebagai faktor risiko yang berpotensi
menyebabkan MSDs.17
2.7.5. Low Back Pain
2.7.5.1. Pendahuluan
Penyakit akibat kerja adalah penyakit artefisial oleh karena timbulnya disebabkan oleh
pekerjaan manusia.21 Penyakit Akibat Kerja (PAK) disebabkan oleh keadaan yang tidak
ergonomis. Penyakit ini disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara alat, manusia, dan
proses kerja sehingga seringkali para pekerja melakukan aktifitas produksi dengan postur
janggal.22 Jika alat kerja dan lingkungan fisik tidak sesuai dengan kemampuan alamiah
tenaga kerja maka hasil kerja tidak akan optimal dan bahkan berpotensi mengakibatkan
PAK.21
Kemajuan di bidang industri telah membawa kemudahan bagi hidup manusia, namun
demikian, masih terdapat persoalan – persoalan dalam dunia kerja yang tidak dapat diatasi
dengan teknologi yang ada, sehingga interaksi antara pekerja dengan lingkungan dan alat
kerja dapat menimbulkan dampak negatif bagi pekerja.23 Salah satu bentuk gangguan yang
dapat timbul akibat kerja adalah low back pain (LBP).
Low back pain adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan
lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bagian bawah. Dalam kejadian yang
sesungguhnya di masyarakat, LBP tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin,
22 Universitas Indonesia
pekerjaan, status sosial, tingkat pendidikan, semuanya bisa terkena LBP. Lebih dari 70%
umat manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP, dengan rata-rata puncak kejadian
berusia 35-55 tahun (Anderson, 1997; Jellmema et al, 2001).24 Sedangkan menurut
Suma’mur, LBP adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk)
sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti
punggung bagian atas dan pangkal paha.25
Penelitian sebelumnya pada karyawan tambang batu bara di Indonesia melaporkan bahwa
gangguan otot rangka yang paling sering dikeluhkan selama 12 bulan terakhir adalah pada
bagian punggung bawah (75%). Penelitian ini juga menemukan bahwa nilai risiko terjadinya
gangguan otot rangka pada punggung bawah meningkat 1.85 kali pada pekerja kerah biru
atau blue-collar workers (termasuk warehousemen, pekerja mekanik) dibandingkan pekerja
kerah putih atau white-collar workers. Faktor fisik yang memiliki asosiasi dengan gangguan
otot rangka pada punggung bawah pada karyawan tambang batu bara adalah postur kerja
membungkuk, terpajan vibrasi seluruh tubuh, penggunaan peralatan tangan yang bergetar,
dan aktivitas mengangkat. 13
2.7.5.2. Patofisiologi LBP
Sebagaimana kita ketahui banyak hal yang dapat menyebabkan keluhan LBP. LBP dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit otot rangka, gangguan psikologis dan mobilisasi yang
salah. Saat ini, 90% kasus nyeri punggung bawah bukan disebabkan oleh kelainan organik,
melainkan oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja (L1ewellyn, 2006).26 Keluhan LBP
dapat disebabkan proses degenerasi pada diskus intervertebralis selain itu berkurangnya
cairan dan mukopolisakarida akan menyebabkan penyempitan diskus sehingga bantalan
diantara tulang – tulang vertebra menjadi berkurang. Penyempitan diskus juga dapat terjadi
karena kompresi saraf spinalis yang keluar dari foramina interverebralis. Pada daerah
vertebra lumbal biasanya terdapat kalsifikasi vertebra yang dapat menyebabkan iritasi
jaringan lunak disekitarnya sehingga terjadi LBP menahun. Hernia Nucleous Pulposus
(HNP) atau saraf terjepit sering terjadi di daerah intervertebralis 4-5 karena kelengkungan
pada area tersebut. HNP dapat pula menyebabkan kompresi saraf spinalis sehingga terjadi
nyeri menjalar distribusi saraf yang terjepit dan nyeri lokal karena regangan anulus fibrosus
dan kontraksi otot paraspinal.
LBP juga dapat disebabkan oleh otot mengalami ketegangan yang dinyatakan sebagai nyeri
pegal. Keadaan tersebut dapat terjadi akibat sikap duduk, tidur dan berdiri yang salah. Ciri
23 Universitas Indonesia
khas LBP akibat kekakuan otot tersebut ditandai dengan posisi lordosis. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan otot sacrospinalis yang agak kaku di daerah lumbal walaupun motilitas
tulang belakang bagian lumbal masih baik. Gerakan hiperfleksi kedepan dan hiperekstensi
kebelakang dapat menimbulkan nyeri tanpa kelainan sensorik dan motorik. Pada foto
rontgen bagian lumbosacral biasanya normal. Keluhan ini dapat hilang bila diobati dengan
obat analgetik.27,28
2.7.5.3.Jenis LBP
Menurut Bimaaritejo (2009),29 berdasarkan perjalanan kliniknya, LBP terbagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a. LBP akut
LBP akut ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan rentang waktunya
hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu dan rasa nyeri ini dapat hilang
atau sembuh. LBP akut dapat disebabkan karena luka traumatic seperti kecelakaan mobil
atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat
merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligament, dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih
serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai
saat ini penatalaksanaan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian
analgesic.
b. LBP kronis
Rasa nyeri pada LBP kronis bisa menyerang lebih dari tiga bulan dan rasa nyeri ini dapat
berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan
sembuh pada waktu yang lama. LBP kronis dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoid
artritis, proses degenerasi diskus intervertebralis dan tumor. Selain itu, klasifikasi patologi
yang klasik yang dikaitkan dengan LBP adalah trauma, infeksi, neoplasma, degenerasi, dan
kongenital.
2.7.5.4.Faktor Risiko LBP
Secara umum faktor risiko LBP mirip dengan faktor risiko gangguan otot rangka lainnya.
Ada dua faktor risiko yang terkait dengan LBP yaitu faktor risiko individu dan faktor risiko
pekerjaan (LaDou 1997 dalam Munir 2012).30 Adapun faktor risiko terjadinya LBP menurut
Suma’mur (2009)25 yaitu usia, obesitas, kebiasaan merokok, kebugaran jasmani, dan posisi
tubuh dalam bekerja atau cara kerja yang salah dapat berakibat pada LBP.
1. Faktor Individu
24 Universitas Indonesia
a) Masa Kerja
Semakin lama masa kerja dan atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko LBP maka
semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP (Suma’mur, 2009).5 Penelitian yang
dilakukan oleh Umami, Hartanti & Dewi (2013) bahwa pekerja yang paling banyak
mengalami keluhan LBP adalah pekerja yang memiliki masa kerja >10 tahun dibandingkan
dengan mereka dengan masa kerja < 5 tahun ataupun 5-10 tahun.31
b) Usia
Keluhan otot rangka mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25 s.d. 65 tahun. Keluhan pertama
biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan
dengan bertambahnya umut. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan
ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Pada saat
umur 60 tahun, rata-rata kekuatan otot menurun sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai
menurun, maka risiko terjadinya keluhan otot akan meningkat.4
c) Jenis Kelamin
Jenis Kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot
rangka. Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis
kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara
signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan
otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada
pria. Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus musculoskeletal disorders
lebih tingg pada wanita dibandingkan pada pria.4
d) Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap risiko
keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen
akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah.
Hal ini sebenarnya terkain dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok
akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen
25 Universitas Indonesia
menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran tubuh juga akan menurun. Apabila pekerja
harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi
penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.4
e) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan terjadinya
penimbunan lemak berlebihan di jaringan lemak tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energy, di mana konsumsi
terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan. Kelebihan tersebut disimpan dalam
jaringan lemak. Seseorang dikatakan obesitas apabila mempunyai berat badan lebih dari
20% berat badan ideal. Berat badan yang berlebihan menyebabkan tonus otot abdomen
lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan menyebabkan
lordosis lumbalis, yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebral, hal ini
merupakan risiko terjadinya LBP.4
2. Faktor Pekerjaan
a) Postur kerja
Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi relatif dari bagian tubuh terhadap ruang.
Untuk melakukan orientasi tubuh tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja
otot untuk menyangga atau menggerakkan tubuh. Postur dapat diartikan sebagai konfigurasi
dari tubuh manusia, yang meliputi kepala, punggung, dan tulang belakang .32
Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi :
• Statis
Postur kerja statis didefinisikan sebagai postur kerja isometris dengan sangat sedikit gerakan
sepanjang waktu kerja sehingga dapat menyebabkan beban statis pada otot, khususnya otot
pinggang, seperti duduk terus-menerus atau posisi kerja berdiri terus-menerus. Pada postur
statis persendian tidak bergerak, dan beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan
statis suplai nutrisi kebagian tubuh akan terganggu begitupula dengan suplai oksigen dan
proses metabolisme pembuangan tubuh. Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi
yang sama dari waktu ke waktu secara alamiah akan membuat bagian tubuh tersebut stres.5
• Dinamis
Stres akan meningkat ketika posisi tubuh menjauhi posisi normal tersebut. Pekerjaan yang
dilakukan secara dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan pergerakan yang
26 Universitas Indonesia
terlalu ekstrim sehingga energi yang dikeluarkan otot menjadi lebih besar atau tubuh
menahan beban yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal
tersebut dapat menimbulkan cedera. Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat
dilihat dari kerja otot, aliran darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis
postur tersebut.5
• Repetisi
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat pada frekuensi
pekerjaan yang harus dikerjakan, pekerja harus terus menerus bekerja agar dapat
menyesuaikan diri dengan sistem. Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan otot dan
ligament serta tekanan pada tulang dan sendi-sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik
badanvertebra, diskus intervertebral, ligament, dan bahian belakang vertebra. Kerusakan
karena beban berat secara tiba-tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang
dilakukan secara berulang-ulang. Mikro trauma yang berulang dapat menyebabkan
degenerasi tulang punggung daerah lumbal.5
• Pekerjaan yang membutuhkan tenaga
Merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas atau gerakan.
Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik
yang besar terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan
iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan lainnya.5
2.7.1.6. Pemeriksaan LBP
Terdapat beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosa LBP,
yaitu:
1. Anamnesis
Dari anamnesis bisa diketahui awitan nyeri pada LBP, yang mendadak timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi
permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap. Nyeri pada LBP yang
terjadi karena sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Herniasi
diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2 s.d. 4 minggu.33
Kebanyakan nyeri pada LBP akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah
lumbosacral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah mengarah
ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan
27 Universitas Indonesia
sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunyai pola penyebaran yang tetap. Pada lesi
mekanis keluhan berkurang pada saat beristirahat dan bertambah saat beraktivitas. Pada
penderita herniasi nukleosus pulposus (HNP) duduk agak membungkuk memperberat nyeri.
Batuk, bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri.
Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring. Penderita perlu
menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya dengan berjalannya waktu.
Harus dibedakan antara nyeri pada LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan
intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Tindakan
atau gerakan yang mendadak dan berat yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan bisa
menyebabkan suatu nyeri LBP, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah
suatu gerakan yang related sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng
.33
Nyeri LBP dapat bertambah pada keadaan duduk atau mengendarai mobil dan setiap gerakan
yang menyebabkan meningginya tekanan intra abdominal, seperti batuk dan bersin serta
mengejam sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non
mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu tanda, karena bisa menunjukkan
suatu kondisi adanya keganasan atau infeksi .33
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga
bentuk kolumba vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya scoliosis. Berkurang sampai
hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Gerakan-
gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita adalah:
- Keterbatasan gerak atau arah pada salah satu sisi
- Ekstensi ke belakang seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis
foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan
menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf
spinal
- Fleksi ke depan secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada herniasi,
karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi di atas suatu diskus protusio
sehingga memberikan tekanan yang tinggi pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya
28 Universitas Indonesia
- Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan
dan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang
menyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada satu
sisi yang sama
- Nyeri pada LBP yang ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan
adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis yang tidak patognomonik.33
b. Palpasi
Adanya nyeri pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis.
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan
pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan dan kiri prosesus
spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidakrataan pada palpasi di tempat atau level yang terkena. Penekanan dengan jari pada
prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik
yang lain memberikan fokus pada kelainan neurologis.33
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis
nyeri pada LBP dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada
sindrom kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama
menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit
predominan dari S1. Harus dicapai juga reflex patologis seperti Babinski, terutama bila ada
hiperfleksi yang menunjukkan adanya gangguan upper motor neuron (UMN). Dari
pemeriksaan reflex ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.33
c. Pemeriksaan motoris
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan
abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang
mempersarafinya.33
d. Pemeriksaan sensoris
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita
dan tak jarang salah, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan
lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna
dalam menunjukkan informasi lokalisasi disbanding motoris.33
e. Tanda-tanda perangsangan meningeal
29 Universitas Indonesia
Tanda laseque menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1.
Secara klinis tanda laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu pada
panggul sampai 90◦ lalu dengan perlahan-lahan dan gradui dilakukan ekstensi lutut dan
gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif)
dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan
mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi. Modifikasi tanda laseque yang
lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang
menimbulkan nyeri pada tungkai kontralateral merupakan tanda kemungkinan herniasi
diskus.
Tanda laseque kontralateral dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang
tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons positif pada tungkai kontralateral yang
sakit dan menunjukkaan adanya suatu HNP.
Tes bragard merupakan modifikasi yang lebih sensitive dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Tes sicard juga sama seperti tes
laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Sedangkan tes valsava adalah tes di mana
pasien diminta mengejan atau batuk dan dikatakan ton positif bila timbul nyeri.33
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
Foto rontgen sering terlihat normal atau kadang dijumai penyempitan ruangan intervertebral,
spondilolistesis, perubahan degenerative, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan
intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan
melurus dan suatu scoliosis akibat spasme otot paravertebral.
b. CT Scan
CT scan merupakan sarana diagnostic yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
c. MRI
Alat diagnostic ini biasanya sangat sensitive pada HNP dan akan menunjukkan berbagai
prolaps. MRI sangat berguna pada keadaan:
- Vertebra dan tingakt keluhan neurologis belum jelas
- Kecurigaan kelainan patologis pada medulla spinal atau jaringan lunak
- Untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus pasca operasi
- Kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
30 Universitas Indonesia
d. CT Mielografi
Mielografi atau CT mielografi adalah alat diagnostic yang sangat berharga pada diagnosis
nyeri pada LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau ortopedi untuk menentukan
lokaliksasai lesi pra operasi dan menentukan apakah ada sekuester diskus yang lepas dan
mengeksklusi adanya suatu tumor.33
2.8. Perilaku
2.8.1. Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi sangat luas.
Benyamin Bloom (1908) dikutip Notoatmodjo (2012) seorang ahli psikologi pendidikan
membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain perilaku, yakni kognitif (cognitive),
afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Perilaku adalah suatu reaksi psikis
seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut mempunyai bentuk bermacam-macam
yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan
nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini
dapat diamati melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu
hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni
dalam bentuk pegetahuan, motivasi dan persepsi.34
2.8.2. Pembagian Perilaku ke dalam 3 Domain (Kewarasan)
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang over (over behavior)
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.
c. Praktik/practice
Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses
31 Universitas Indonesia
selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diketahuinya.34
2.8.3. Beberapa Teori Perubahan Perilaku
Teori Determinan Terbentuknya Perilaku yaitu:
1. Teori Lawrence Green
Menurut Lawrence Green bahwa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan
dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya
perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors) : yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan keyakinan dan nilai-nilai
b. Faktor pendukung (enabling factors): yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
Misalnya: Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.
c. Faktor pendorong (reinforcing factors): yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi dari
perilaku masyarakat.34
2. Teori WHO
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah:
a. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan)
b. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain
c. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu
d. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.
e. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh Sumber-sumber daya
(resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya
32 Universitas Indonesia
f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan.34
3. Teori “PRECED-PROCEED” (1991)
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green (Kholid.A, 2012), yang dirintis sejak tahun
1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Selanjutnya perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE: Predisposing,
Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini
adalah merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk
intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase diagnosis
masalah.34
4. Teori “THOUGHTS AND FEELING”
Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pegetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam
hal ini adalah objek kesehatan).
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif
terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata.34
2.8.4. Bentuk Perubahan Perilaku (Priyoto, 2015)
Adapun perubahan perilaku terdiri dari:
a. Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian
alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik
33 Universitas Indonesia
atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya
yang akan mengalami perubahan.
b. Perubahan Rencana (Planed Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
c. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam
masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk
menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan
untuk berubah yang berbeda-beda.34
2.8.5. Strategi Perubahan Perilaku (Notoadmodjo, 2014)
Strategi perubahan perilaku yaitu:
1. Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan
Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran/masyarakat sehingga ia mau
melakukan seperti yang diharapkan. Contoh ini dapat dilakukan pada penerapan
Undang- Undang.
2. Pemberian Informasi
Dengan memberikan informasi-informasi penyuluhan dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di
pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya
akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
3. Diskusi Partisipasi
Dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah. Hal ini
masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif
berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Diskusi
partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan
pesan-pesan kesehatan
4. Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/ suatu kondisi yang
memungkinkan.34
34 Universitas Indonesia
2.8.6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perubahan Perilaku
Menurut Teori Green (1980), WHO (1984), dan Teori Caplan (1976), perilaku dipengaruhi
oleh faktor:
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
a. Umur
Umur diartikan dengan masa hidup seseorang atau sejak dilahirkan atau diadakan.
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi dan Wawan, 2010).34
b. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini
setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Secara teori pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara
rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berpikir lebih dalam
bertindak, dia akan memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia bertindak
sembarangan. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Adapun
faktor ekstrinsik meliputi pendidikan, pekerjaan, keadaan bahan yang akan dipelajari.
Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan dan kehendak atau kemauan.
Dengan meningkatkan dan mengoptimalkan faktor intrinsik yang ada dalam diri dan
faktor ekstrinsik diharapkan pengetahuan ibu akan meningkat.34
c. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang
lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan
mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian. Pendidikan
diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal menunjuang kesehatan
35 Universitas Indonesia
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra dalam Dewi dan
Wawan (2011), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
d. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
objek. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk
berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan
perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat, 1983 dikutip Maulana, 2014).
2. Faktor Pendukung
Sumber informasi banyak didapatkan dari keterpaparan Media. Media pada
hakikatnya adalah alat bantu yang digunakan oleh seseorang dalam menyampaikan
bahan, materi, atau pesan. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena
berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses promosi agar
pesan-pesandapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat dapat menerima pesan
tersebut lebih jelas dan tepat pula. Media promosi ini terdiri dari media cetak
(booklet, leaflet, flyer, flif chart, poster), media elektronik (televisi, radio, video,
slide), dan media papan. Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu
yang digunakan oleh petugas dalam menyampaikan bahan, materi, atau pesan
kesehatan
3. Faktor Pendorong
Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi itu dapat
berupa dari guru, tokoh masyarakat, sosial keluarga.34
2.9. Intervensi Program Untuk Menurunkan Angka Kejadian Low Back Pain
2.9.1. Pendahuluan
Masalah LBP adalah tingkat kekambuhan yang tinggi: sekitar setengah dari pasien
mengalami kekambuhan LBP dalam 1 tahun setelah pulih dari episode sebelumnya. Oleh
karena itu penting untuk mengetahui apakah mungkin untuk mencegah LBP dan, jika
demikian, intervensi mana yang paling efektif. Menurut Levy et all program pencegahan
LBP di tempat kerja yang paling penting yaitu dengan mengurangi pajanan di tempat kerja,
hal dapat dilakukan dengan pendekatan rekayasa teknik yaitu dengan memperbaiki desain
36 Universitas Indonesia
tempat kerja dan mengganti atau penyesuaian tool untuk mendukung proses pekerjaan serta
merubah proses pekerjaan yang dilakukan pekerja.35 Meskipun ada beberapa tinjauan
sistematis tentang strategi untuk mencegah LBP sebagian besar memiliki keterbatasan.36
Banyak ulasan yang sudah ketinggalan zaman, melaporkan data dari uji klinis acak dari
peserta yang bergejala, tidak mempertimbangkan kekuatan bukti, dibatasi untuk jenis
intervensi atau pengaturan tertentu, atau tidak mengikuti protokol yang ditentukan
sebelumnya. Oleh karena itu, tinjauan komprehensif dan berkualitas tinggi yang mencakup
publikasi terbaru diperlukan untuk memberikan gambaran terkini tentang efektivitas strategi
pencegahan. Tujuan tinjauan sistematis ini adalah untuk mengevaluasi bukti tentang
efektivitas intervensi untuk pencegahan episode LBP dan penggunaan cuti sakit karena LBP.
2.9.2. Analisa Statistik
Data hasil diekstraksi untuk jangka pendek (evaluasi tindak lanjut ≤12 bulan) dan jangka
panjang (evaluasi tindak lanjut> 12 bulan). Ketika beberapa poin berdasarkan waktu jatuh
ke dalam kategori yang sama, kami menggunakan periode tindak lanjut terpanjang. Uji coba
yang dianggap homogen dikelompokkan untuk strategi pencegahan, kelompok pembanding,
hasil (LBP episode dan cuti sakit), dan poin waktu penilaian hasil (jangka pendek dan jangka
panjang). Risiko relatif (RR) dan 95% CI dihitung dan menggunakan model efek-acak untuk
mengumpulkan perkiraan untuk setiap analisis yang diperoleh dengan meta analisis
Kkomprehensif. Untuk uji coba yang tidak melaporkan ukuran sampel pada akhir periode
tindak lanjut, RR dihitung menggunakan ukuran sampel awal.
2.9.3. Hasil
Pencarian database elektronik awal mengidentifikasi 6133 studi yang berpotensi memenuhi
syarat. Setelah menyaring kutipan berdasarkan judul dan abstrak, dipertimbangkan 159 studi
yang berpotensi memenuhi syarat untuk dimasukkan dan mengambil artikel teks secara
lengkap. Dua puluh tiga laporan yang diterbitkan (21 RCT berbeda termasuk 30850 peserta
unik) memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam ulasan ini. Dua RCT dilaporkan
dalam 4 artikel (2 dengan data 12 bulan dan 2 dengan data 36 bulan).
Percobaan yang disertakan menyelidiki 6 pencegahan LBP dengan strategi yang berbeda:
1. Olahraga
2. Pendidikan
3. Olahraga dan Pendidikan
4. Sabuk punggung
37 Universitas Indonesia
5. Bantalan tumit sepatu,
6. Dan strategi pencegahan lainnya.
Dari percobaan difokuskan sebagian besar atau sepenuhnya pada populasi kerja. Ukuran
sampel uji coba berkisar antara 30 hingga 4325 peserta.
Tabel 2.8. Karakteristik Uji Klinis Acak dalam Tinjauan Strategi Pencegahan Low Back Pain.36
38 Universitas Indonesia
Lanjutan table 2.13. Karakteristik Uji Klinis Acak dalam Tinjauan Strategi Pencegahan Low Back Pain.36
Tabel diatas menerangkan mengenai sejumlah studi yang melakukan percobaan beberapa
intervensi untuk menurunkan keluhan low back pain termasuk dengan cara pendidikan,
39 Universitas Indonesia
olahraga, penggunaan sabuk punggung, bantalan tumit dan lainnya dengan durasi
intervensi mulai dari 3 minggu hingga 28 bulan.
40 Universitas Indonesia
2. Olahraga dan Pendidikan vs Kontrol, Intervensi Minimal atau Tambahan
Efek dari olahraga dan pendidikan diselidiki dalam kampanye (442 peserta) pada tindak
lanjut jangka pendek dan dalam 2 percobaan (138 peserta) pada tindak lanjut jangka panjang
(episode LBP). Hasil gabungan (disajikan sebagai RR [95% CI]) dari 4 tes memberikan bukti
kualitas sedang bahwa olahraga dan pendidikan mengurangi risiko episode LBP pada tindak
lanjut jangka pendek (0,55 [0,41-0,74]). Hasil jangka panjang didasarkan pada 2 percobaan
dan memberikan bukti perlindungan yang berkualitas rendah (0,73 [0,55-0,96]). Untuk
pencegahan cuti sakit karena LBP, 3 percobaan (228 peserta) mempresentasikan data jangka
pendek dan 2 percobaan (138 peserta) mempresentasikan data jangka panjang. Hasil
dikumpulkan (disajikan sebagai RR [95% CI]) memberikan bukti berkualitas rendah tidak
ada efek perlindungan pada follow-up jangka pendek (0,74 [0.44-1.26]) atau tindak lanjut
jangka panjang (0.72 [0.48-1.08]).
3. Pendidikan vs Kontrol, Intervensi Minimal atau Tambahan
Manfaat pendidikan dibandingkan dengan kontrol diselidiki dalam 3 uji coba (2343 peserta)
pada tindak lanjut jangka pendek dan dalam 2 uji coba (13242 peserta) pada tindak lanjut
jangka panjang (episode LBP). kumpulan hasil (disajikan sebagai RR [95% CI])
memberikan kualitas sedang bukti tidak ada efek perlindungan dari pendidikan di tindak
lanjut jangka pendek (1,03 [0,83-1,27]) atau tindak lanjut jangka panjang (0,86 [0,72-1,04]).
Selain itu, uji coba tunggal (3597 peserta) tidak termasuk dalam meta-analisis karena tidak
melaporkan data mentah memberikan bukti kualitas sedang tidak ada efek perlindungan
pendidikan pada tindak lanjut jangka panjang (rasio tingkat, 1,11 [95% CI, 0,90-1,37]). Dua
uji coba (366 peserta) mempresentasikan data jangka pendek tentang pencegahan cuti sakit.
Hasil yang dikumpulkan memberikan bukti kualitas yang sangat rendah tidak ada efek
perlindungan pendidikan pada cuti sakit karena LBP pada tindak lanjut jangka pendek (RR,
0,87 [95% CI, 0,47-1,60]).
4. Sabuk Punggung vs Kontrol, Intervensi Minimal atau Tambahan
Manfaat sabuk punggung atas kontrol untuk mencegah episode LBP (jangka pendek dan
jangka panjang) atau cuti sakit karena LBP (jangka pendek) dilaporkan dalam 3 percobaan.
Untuk episode LBP, pooling dari 2 percobaan (329 peserta) (disajikan sebagai RR [95% CI])
memberikan bukti berkualitas sangat rendah tanpa efek jangka pendek sabuk punggung atas
kontrol (1,01 [0,71-1,44]). Pada tindak lanjut jangka panjang, uji coba tunggal (8472 peserta)
memberikan bukti kualitas tingkat sedang bahwa sabuk punggung tidak mengurangi risiko
41 Universitas Indonesia
episode LBP bila dibandingkan dengan kontrol (0,85 [0,64- 1.14]). Untuk cuti sakit karena
LBP, percobaan tunggal (282 peserta) memberikan bukti berkualitas rendah tidak ada efek
sabuk dibandingkan dengan kontrol pada tindak lanjut jangka pendek (RR, 1,44 [95% CI,
0,73-2,86]).
5. Bantalan Tumit Sepatu vs Kontrol, Minimal Intervensi, Tambahan
Empat percobaan melaporkan data dari 1833 peserta dalam jangka pendek manfaat bantalan
tumit sepatu dibandingkan dengan kontrol. Untuk pencegahan episode LBP, didapatkan
bukti berkualitas rendah bahwa bantalan tumit sepatu tidak lebih baik dibandingkan kontrol
pada tindak lanjut jangka pendek (RR, 1,01 [95% CI, 0,74-1,40]). Satu percobaan
melaporkan keunggulan bantalan tumit sepatu semirigid vs kontrol dan sol sepatu lunak vs
kontrol. Hanya 4 grup dari sol sepatu semirigid yang dimasukkan dalam meta-analisis.
6. Strategi Pencegahan Lainnya
Dua uji coba melaporkan efek jangka pendek dari pencegahan lain strategi vs kontrol untuk
episode LBP (3047 peserta), dan cuti sakit karena LBP (360 peserta). Program ergonomi
(bukti kualitas sedang) tidak lebih efektif daripada kontrol dalam mengurangi episode LBP
pada tindak lanjut jangka pendek (rasio odds, 1,23 [95% CI, 0,97-1,57]). Tidak jelas apakah
cuti sakit karena LBP dapat dicegah dengan pendidikan, pelatihan, dan penyesuaian
ergonomi karena buktinya berkualitas sangat rendah (RR, 0,95 [95% CI, 0,51-1,76]).
Dari ulasan ditemukan bukti untuk olahraga saja yang dilakukan selama 1 tahun dapat
mengurangi risiko LBP sebesar 35% dan pengurangan risiko 78% untuk cuti sakit,
sedangkan untuk olahraga dan pendidikan yang dilakukan bersamaan selama 1 tahun dapat
mengurangi risiko LBP sebesar 45%, selain itu olahraga dan pendidikan yang dilakukan
bersamaan selama > 1 tahun dapat mengurangi risiko kejadian LBP dan olahraga saja dalam
jangka panjang > 1 tahun dapat menghilangkan kejadian LBP. Dalam hal ini program
pencegahan LBP yang berfokus pada perubahan perilaku jangka panjang untuk kebiasaan
berolahraga menjadi sangat penting.
Hasil dari tinjauan sistematis dan meta-analisis ini menunjukkan bahwa olahraga dalam
kombinasi dengan pendidikan cenderung mengurangi risiko LBP. Berolahraga saja dapat
mengurangi risiko episode LBP dan cuti sakit; Namun, tidak pasti apakah efeknya bertahan
lebih dari 1 tahun. Hasan et all dalam jurnal berjudul preventif methods of low back pain,
secara fisiologis olahraga dapat meningkatkan aliran darah otak terutama ke tulang belakang
dan persendian, memperkuat otot punggung meningkatkan perubahan fleksibilitas tubuh
42 Universitas Indonesia
pada neurotransmiter otak (misalnya norepinefrin, endorfin, dan serotonin) dan
mengembangkan perubahan struktural di otak. Sementara dalam aspek psikologis dapat
meningkatkan perasaan menguasai kontrol, perasaan memiliki kompetensi dan kepercayaan
diri, menghilangkan stres dan depresi serta sebagai peluang untuk lebih merasa senang dan
menikmati.37 Pendidikan saja, sabuk punggung belakang, bantalan tumit sepatu, dan
penyesuaian ergonomis mungkin tidak mencegah episode LBP atau cuti sakit karena LBP.
Tidak pasti apakah pendidikan, pelatihan, atau penyesuaian ergonomis mencegah LBP
karena kualitas bukti yang sangat rendah. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
dilakukan oleh Rongzhong Huang et all juga didapatkan bahwa kombinasi antara olahraga
dan edukasi merupakan metode pencegahan LBP yang paling efektif.38
2.10. Profil Pekerjaan Mekanik
Pekerja yang menjadi target adalah pekerja mekanik, kelompok pekerja ini adalah mereka
dengan deskripsi pekerjaan dominan di workshop dan di field. Kelompok pekerja mekanik
dalam melakukan pekerjaannya dominan menggunakan fisik secara manual seperti:
1. Material manual handling
Mengangkat benda berat berupa tool, komponen, suku cadang dll, melepas dan
memasang suku cadang ke mesin, mengencangkan dan mengendurkan baut, mur dll
2. Postur tubuh janggal dengan durasi lama
Bekerja dalam posisi tubuh janggal seperti jongkok, bungkuk dengan durasi lebih dari 1
jam / hari.
3. Aktivitas berulang
Melakukan aktivitas fisik berulang seperti mengencangkan dan mengendurkan baut. mur
dll.
43 Universitas Indonesia
2.11. Deskripsi Pekerjaan
Tabel 2.10. Deskripsi Pekerjaan Mekanik
dari berbagai macam pembongkaran • Mist toluene pada saat aktifitas pengecatan
komponen dari mesin komponen • Oil mist pada saat aktifitas pemasangan, pembongkaran dll
sesuai prosedur dilakukan secara • Gas knalpot pada saat tes unit
akurat dan tepat • Cairan kimia seperti solar pada saat membersihkan komponen
waktu
44 Universitas Indonesia
3. Preventive Melakukan aktivitas Memastikan aktiitas Biologi
Maintenance pemeliharaan dari pemeliharaan unit • Sengatan lebah pada daerah tertentu terutama aktifitas di lapangan
berbagai macam tipe dan mesin akurat • Gigitan binatang liar seperti monyet dll
unit alat berat dan dan tepat waktu • Gigitan bintanag berbusa seperti ular dll
mesin Ergonomi
4. Safety, Health Mengimplementasika Memastikan tempat • Manual handling: mengangkat komponen secara manual
and n aktivitas terkait K3L kerja sehat dan • Bekerja dengan postur tubuh janggal seperti jongkok, bungkuk
Environment selamat serta ramah dalam jangka waktu yang lama
45 Universitas Indonesia
Deskripsi pekerjaan yang dilakukan pekerja mekanik seperti melepas dan memasang
komponen mesin, merakit dan membongkar unit, melakukan perawatan rutin maupun tidak
rutin alat berat, genset dll. Hasil penilaian risiko kesehatan kerja diketahui bahwa bahaya
kesehatan kerja yang paling sering ditemukan dari pekerjaan mekanik adalah bahaya
ergonomi berupa mengangkat benda berat secara manual, bekerja dalam postur tubuh
janggal seperti jongkok, bungkuk, sementara untuk bahaya keselamatan kerja yang paling
sering ditemukan adalah jari tangan terjepit komponen atau mesin
Output Proper Assignment Proper & Readiness Safely Arrived* Job Completed Safely Arrived*
Tools, Fit Vehicle*
*Field Services
Alur pekerjaan yang dilakukan pekerja mekanik dimulai dari penugasan pekerjaan kepada
mekanik, persiapan kelengkapan pekerjaan dibutuhkan seperti kendaraan jika harus ke
lokasi pelanggan, perlengkapan mekanik, petunjuk kerja, fasilitas seperti alat angkat
angkut, kemudian mekanik mulai melakukan proses pekerjaan hingga pekerjaan selesai.
46 Universitas Indonesia
2.13. Supplier Input Process Output Customer (SIPOC) Pekerjaan Mekanik
SIPOC
Start Boundary – Decide area to be observed End Boundary – Report Complete
➢ 100% Fit vehicle, valid ➢ 100% job completed in ➢ 100% job completed with
kimper, long trip timely manner safe (without LBP case)
assessment available
➢ 100% tool available
➢ 100% service manual
available
➢ 100% JSA available
➢ 100% facility available
Proses pekerjaan yang dilakukan pekerja mekanik dimulai dari penugasan pekerjaan yang
diberikan oleh atasan pekerja mekanik yaitu foreman (supplier), untuk melakukan pekerjaan
dibutuhkan kelengkapan pekerjaan yang meliputi kendaraan jika harus ke lokasi pelanggan,
perlengkapan mekanik, petunjuk kerja, fasilitas seperti alat angkat angkut (input) dengan
kondisi bahawa semua kelengkapan yang dibutuhkan tersedia (input indikator), setelah
semua kelengkapan tersedia mekanik dapat melakukan pekerjaan (proses) dengan target
bahwa pekerjaan selesai sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya (indikator
proses) hingga pekerjaan selesai (output) dan pekerja mekanik dalam kondisi sehat tanpa
keluhan low back pain (indikator output), dalam hal ini SIPOC berkaitan dengan pekerja
mekanik sebagai (customer).
47 Universitas Indonesia
2.14. Kerangka Teori
Konsep Dasar Ergonomi
Faktor Perilaku;
48 Universitas Indonesia
2.15. Kerangka Konsep
Pekerja
Pekerja
- Bekerja dengan
postur bungkuk >1 - Bekerja dengan
jam /hari atau postur bungkuk ≤1
- Bekerja dengan jam /hari
posisi jongkok >1 - Bekerja dengan
jam/hari atau posisi jongkok ≤1
- Bekerja dengan jam/hari atau
aktivitas MMH > - Bekerja dengan
20 kg aktivitas MMH <
- Skor QEC tidak Program Intervensi Perubahan 20 kg
dilakukan analisa Perilaku
lebih lanjut
- Pendidikan
49 Universitas Indonesia
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Quasi experimental, perbandingan perubahan keluhan low back pain pada pekerja mekanik
yaitu antara lokasi kerja yang mendapatkan program intervensi perubahan cara kerja berupa
edukasi dengan pemasangan poster low back pain awareness sebagai kontrol dengan lokasi
kerja yang mendapatkan program intervensi perubahan cara kerja tambahan berupa
pelatihan ergonomi, peregangan otot dan senam secara teratur di tempat kerja dengan
perbandingan 1:1 yaitu 35 sampel sebagai kelompok dan 35 sampel sebagai kelompok
intervensi.
Pada kelompok intervensi dilakukan pelatihan ergonomi 1 tahun sekali dan pemasangan
poster pencegahan LBP untuk merubah cara kerja dengan menghindari kerja posisi jongkok
bungkuk dan angkat beban secara manual > 20 kg, peregangan otot 1x /hari dan senam
1x/bulan sedangkan pada kelompok kontrol hanya dilakukan pemasangan poster untuk
pencegahan LBP. Pelatihan ergonomi dilakukan langsung oleh peneliti dibantu dengan
petugas K3L di lokasi kerja merujuk kepada silabus pelatihan pada halaman 66, pembuatan
poster pencegahan LBP dibantu oleh Departemen Corporate Commnication dan
pemasangan poster dilakukan oleh personil K3L di lokasi kerja, metode peregangan otot
merujuk kepada diagram tahun 2005 yang dibuat oleh physiotherapists Simon Borg-Olivier
dan Bianca Machliss dalam Journal of Complementary Medicine. Peregangan otot ini
dipimpin oleh pekerja mekanik secara bergantian dan senam dipimpin oleh instruktur
profesional dari eksternal. Pengukuran perubahan cara kerja dan keluhan LBP pada kedua
kelompok dengan menggunakan kuesioner.
3.2. Waktu dan Tempat
Tempat Penelitian kelompok intervensi dilakukan di PT. X, Samarinda, Kalimantan Timur
dan kelompok kontrol di PT.X, Tanjung Tabalong, Kalimantan Selatan dan PT.X, BSD,
Tangerang, Banten. Program intervensi dilakukan secara di PT.X dilakukan oleh peneliti
dengan dibantu tim internal termasuk departemen K3L, SDM dan servis, dimulai pada bulan
Maret 2019 – Maret 2020. Selanjutnya, pengambilan data dilakukan selama 3 minggu pada
bulan April – Mei 2020
3.3. Populasi
50 Universitas Indonesia
Populasi target adalah pekerja yang melakukan pekerjaan dengan tingkat risiko ergonomi ≥
sedang. Populasi terjangkau adalah pekerja mekanik
3.4. Sampel
Subjek Penelitian adalah pekerja mekanik di PT X yang memiliki tingkat risiko ergonomi ≥
sedang
3.4.1. Besar Sampel
Merujuk ke hasil penelitian sebelumnya di lokasi kerja PT X yang akan dilakukan intervensi
didapatkan 69% pekerja mekanik dengan keluhan low back pain. Subjek Penelitian adalah
bagian dari populasi terjangkau yaitu pekerja mekanik di PT X.
Rumus besar sampel perbedaan 2 proporsi
n1=n2= Zα√2pq + Zβ √(p1q1+p2q2)2
(p1-p2)2
Nilai Zα (5%) = 1.96
Nilai Zβ (80%) = 0.84
p1: 69% (berdasarkan data baseline tahun 2018)
p2: 31 % (estimasi)
p: (P1+P2):2 = 50%
Besar sampel n1=n2 = 31 orang. Untuk mencegah drop out tiap sampel ditambah 10%. Maka
jumlah sampe n1= n2 dibulatkan menjadi 35 orang. Sehingga masing- masing sampel dari
kedua kelompok sebanyak 35 sampel yaitu kelompok intervensi yang dilakukan intervensi
berupa promosi kesehatan melalui pemasangan poster low back pain awareness, pelatihan
ergonomi, peregangan dan senam secara teratur di tempat kerja dan kelompok kontrol yang
hanya dilakukan edukasi berupa promosi kesehatan melalui pemasangan poster low back
pain awareness
3.4.2. Cara Pemilihan Sampel
Cara pemilihan sampel pada kelompok kontrol dengan tehnik convenience sampling dimana
pekerja mekanik di PT X yang dilakukan program edukasi berupa promosi kesehatan melalui
pemasangan poster low back pain awareness yaitu lokasi kerja A dari 23 sampel dipilih
sebanyak 17 pekerja mekanik yang mengikuti wawancara pada penelitian sebelumnya dan
lokasi kerja B dari 21 sampel terpilih sebanyak 18 pekerja mekanik yang mengikuti
wawancara pada penelitian sebelumnya. Tempat penelitian ini dipilih karena karena lokasi
ini merupakan lokasi penelitian baseline.
51 Universitas Indonesia
Cara pemilihan sampel pada kelompok intervensi dengan total sampling yaitu pekerja
mekanik di PT X yang dilakukan program intervensi berupa promosi kesehatan melalui
pemasangan poster low back pain awareness, pelatihan ergonomi, peregangan dan senam
secara teratur di tempat kerja yaitu lokasi kerja Samarinda sebanyak 35 pekerja mekanik
yang mengikuti wawancara pada penelitian sebelumnya. Tempat penelitian ini dipilih karena
lokasi ini merupakan lokasi penelitian baseline dan berdasarkan data tersebut pada lokasi ini
pekerja mekanik dengan keluhan low back pain sebanyak 69% atau lebih banyak.
3.5. Kriteria inklusi dan eklusi
Kriteria inklusi penelitian ini antara lain:
1. Pekerja mekanik di PT X yang berlokasi di ke tiga lokasi yang sama pada
penelitian sebelumnya
2. Pekerja mekanik yang mengikuti wawancara pada penelitian sebelumnya.
Kriteria eksklusi penelitian ini antara lain:
1. Pekerja mekanik yang sedang dalam pengobatan low back pain pada saat
diwawancara.
2. Pekerja mekanik dengan kelainan anatomi dan neurologis
3. Pekerja mekanik yang mengikuti wawancara pada penelitian sebelumnya
namun sudah tidak bekerja di lokasi kerja yang sama.
3.6. Sumber Data dan Cara Pengambilan Data
Sebelum penelitian, peneliti mengumpulkan dan menganalisis data sekunder dari hasil studi
ergonomi tahun 2018 terkait dengan prevalensi pekerja mekanik dengan keluhan LBP di
lokasi yang dilakukan studi yaitu lokasi Samarinda, Tanjung Tabalong dan BSD Tangerang,
setelah mendapatkan cukup data sekunder peneliti melakukan koordinasi dengan manajemen
di Samarinda sebagai lokasi kelompok intervensi dan manajemen di Tanjong Tabalong dan
BSD Tangerang sebagai lokasi kelompok kontrol baik dengan telepon maupun kunjungan
langsung ke lokasi. Selama penelitian peneliti mengumpulkan data primer melalui
wawancara kepada subjek penelitian yang berjumlah 70 sampel dengan memanfaatkan
media teknologi berupa aplikasi microsoft team, whatsapp dan telepon. Peneliti juga
melakukan kunjungan setiap 4 bulan sekali ke lokasi kelompok intervensi untuk melakukan
monitoring pelaksanaan program intervensi di tempat kerja untuk memastikan program
intervensi berupa pemasangan poster LBP awareness, pelatihan ergonomi, peregangan otot
dan senam dilakukan secara regular. Setelah penelitian, peneliti akan memberikan
52 Universitas Indonesia
rekomendasi dengan merujuk kepada hasil penelitian ini kepada manajemen dan memastikan
dilakukan di seluruh lokasi kerja.
3.7. Instrumen dan Alat Penelitian
• Alat dan Bahan Penelitian
• Lembar informasi
• Lembar persetujuan penelitian
• Status penelitian
• Kuesioner
3.8. Etika Penelitian
Penelitian dilaksanakan setelah adanya persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian FKUI-
RSCM yang keluar pada tanggal 6 April 2020 dengan nomor: KET-
388/UN2.F1/ETIK/PPM.00.02/2020, surat persetujuan etik terlampir dalam Lampiran 1.
Penelitian kemudian diregistrasi pada web uji klinis http://clinicaltrials.gov/. Penelitian ini
berdasarkan 4 (empat) prinsip dasar etika penelitian, yaitu:
a. Menghormati hak individu (autonomy)
Peneliti menghargai keputusan subjek untuk ikut atau tidak ikut dalam penelitian, dalam
tahap apapun dalam jalannya penelitian ini.
b. Asas manfaat (beneficence)
Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan
c. Asas keadilan (justice)
Peneliti memperlakukan subjek penelitian dengan baik. Semua diperlakukan sama, tidak ada
yang mendapat perlakuan khusus.
d. Asas tidak membahayakan subjek penelitian (non maleficience)
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologis, sehingga tidak ada tindakan yang
membahayakan responden.
3.9. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan analitik perbedaan rerata dan perbedaan
proporsi. Data diolah secara statistik dengan menggunakan program analisis statistik SPSS
versi 20.0. untuk mengetahui perbandingan perubahan keluhan low back pain pada pekerja
mekanik yaitu antara lokasi kerja yang mendapatkan program edukasi berupa promosi
kesehatan dengan pemasangan poster low back pain awareness sebagai kelompok kontrol
dengan lokasi kerja yang mendapatkan program intervensi perubahan perilaku berupa
53 Universitas Indonesia
pemasangan poster low back pain awareness, pelatihan ergonomi, peregangan dan senam di
tempat kerja sebagai kelompok intervensi.
b. Pelatihan ergonomi
Pelatihan ergonomi dilakukan kepada pekerja mekanik dengan durasi 240 menit
minimal 1 tahun sekali. Berikut dibawah adalah silabus pelatihan:
54 Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Silabus pelatihan ergonomi
3.10.2. Exercise
1. Peregangan otot
Peregangan otot dilakukan minimal sehari sekali sebelum mulai bekerja dengan
durasi 15 menit. Peregangan otot dilakukan secara bersama - sama dengan di
pimpin oleh salah seorang pekerja mekanik secara bergantian
55 Universitas Indonesia
Gambar 3.2. Peregangan Pencegahan Low Back Pain dalam Diagram 2005, Journal of Complementary
Medicine.39
2. Senam
Senam dilakukan minimal 1 bulan sekali diikuti oleh semua pekerja termasuk
pekerja mekanik dengan durasi 60 menit dan di pimpin oleh instruktur
professional.
56 Universitas Indonesia
Tabel 3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Postur kerja Lama pekerja mekanik bekerja dengan posisi bungkuk Pengisian Kuesioner 1. Postur kerja bungkuk ≤ 1 Kategorik
bungkuk dalam sehari kuesioner jam / hari
2. Postur kerja bungkuk > 1
jam / hari
2 Postur kerja Lama pekerja mekanik bekerja dengan posisi jongkok Pengisian Kuesioner 1. Postur kerja jongkok ≤ 1 Kategorik
jongkok dalam sehari kuesioner jam / hari
2. Postur kerja jongkok > 1
jam / hari
3 Material manual Berat beban maksimal yang diangkat oleh pekerja Pengisian Kuesioner 1. ≤ 20 kg Kategorik
handling mekanik secara manual atau tanpa alat bantu kuesioner 2. >20 kg
4 Usia Umur responden terhitung sejak tanggal kelahiran Pengisian Kuesioner 1. <35 tahun Kategorik
hingga penelitian berlangsung kuesioner 2. ≥ 35 tahun
5 Status merokok - Tidak merokok; Tidak pernah merokok sama sekali Pengisian Kuesioner 1. Tidak merokok kategorik
atau pernah merokok kurang dari 100 batang rokok kuesioner 2. Perokok
atau sudah merokok sebanyak 100 batang rokok atau
lebih tapi sudah berhenti merokok selama setahun
atau lebih
- Perokok; Sudah merokok sebanyak 100 batang rokok
atau lebih dan saat ini masih merokok
6 Poster Poster mengenai low back pain awareness yang di Inspeksi Dokumentasi 1. Ada Kategorik
pasang di area kerja pekerja mekanik di workshop lokasi kerja 2. Tidak ada
workshop
7 Pelatihan Pelatihan ergonomi yang dilakukan secara regular Review Daftar hadir, 1. Ada Kategorik
Ergonomi minimal setahun sekali kepada pekerja mekanik dokumen dokumentasi 2. Tidak ada
sebagai pencegahan low back pain
8 Peregangan otot Peregangan otot yang dilakukan di tempat kerja pada Review Dokumentasi 1. Ada Kategorik
di tempat kerja pekerja mekanik minimal 1x / hari dokumen 2. Tidak ada
9 Senam di tempat Senam yang dilakukan bersama - sama di tempat kerja Review Dokumentasi 1. Ada Kategorik
kerja pada semua pekerja termasuk pekerja mekanik dokumen 2. Tidak ada
minimal 1 bulan sekali dengan dipimpin oleh instruktur
professional
57
Universitas Indonesia
Lanjutan tabel 3.2. Definisi Operasional
10 Status low back Keluhan low back pain pada pekerja mekanik baik
pain secara proporsi (%) yang bersifat akut atau kronis dan
tingkat keluhan low back pain apakah membaik, tetap
/ memburuk
11 Proporsi (%) low Jumlah responden dengan keluhan nyeri pada bagian Pengisian Kuesioner 1. Ya Kategorik
back pain akut punggung bawah dalam 7 hari terakhir tanpa riwayat kuesioner 2. Tidak
kecelakaan sebelumnya
12 Proporsi (%) low Jumlah responden dengan keluhan nyeri hilang timbul Pengisian Kuesioner 1. Ya Kategorik
back pain kronis pada bagian punggung bawah dalam 12 bulan terakhir kuesioner 2. Tidak
tanpa riwayat kecelakaan sebelumnya
13 Perubahan Perubahan keluhan nyeri responden pada bagian Pengisian Kuesioner 1. Membaik Kategorik
keluhan low back punggung bawah dalam 7 hari terakhir tanpa riwayat kuesioner 2. Tetap / memburuk
pain akut kecelakaan sebelumnya
14 Perubahan Perubahan keluhan nyeri responden pada bagian Pengisian Kuesioner 1. Membaik Kategorik
keluhan low back punggung bawah dalam 12 bulan terakhir tanpa riwayat kuesioner 2. Tetap / memburuk
pain kronis kecelakaan sebelumnya
58
Universitas Indonesia
3.13. Alur Penelitian
Peneliti menerapkan strategi untuk menurunkan angka kejadian low back pain dengan
intervensi perubahan perilaku yang berbeda di lokasi kerja yang menjadi tempat penelitian
yaitu promosi kesehatan melalui pemasangan poster low back pain awareness di BSD
Tangerang, Tanjung Tabalong dan Samarinda, sementara di lokasi kerja Samarinda peneliti
melakukan intervensi ergonomi lainnya yaitu berupa pelatihan ergonomi, peregangan dan
senam secara teratur di tempat kerja
Peneliti dibantu oleh petugas K3 di lokasi kerja akan melakukan wawancara dan pemeriksaan
fisik terhadap responden yang memenuhi kriteria inklusi, detail alurnya seperti dibawah
59
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Pada tanggal 15 April – 6 Mei 2020 (3 minggu), penelitian dilakukan terhadap 70 subjek
terpilih. Peneliti berkoordinasi dengan departement terkait di PT. X seperti departemen
60
Universitas Indonesia
human capital, SHE dan service di ketiga lokasi kerja untuk dapat melakukan pengambilan
data pada waktu yang telah ditentukan, dimana didapatkan pada 15 April 2020 sebanyak 11
responden, 16 April 2020 sebanyak 12 responden, 17 April 2020 sebanyak 5 responden, 21
April 2020 sebanyak 10 responden, 22 April 2020 sebanyak 4 responden, 23 April 2020
sebanyak 4 responden, 24 April 2020 sebanyak 3 responden, 27 April 2020 sebanyak 1
responden, 28 April 2020 sebanyak 1 responden, 29 April 2020 sebanyak 6 responden, 30
April 2020 sebanyak 5 responden, 4 Mei sebanyak 2 responden, 5 Mei sebanyak 4 responden
dan 6 Mei sebanyak 2 responden.
Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, karena pengambilan data
dilakukan selama masa pandemi COVID-19, untuk memperhatikan protokol pencegahan
COVID-19 di tempat kerja pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner
memanfaatkan media komunikasi melalui microsoft teams, whatsapp dan telepon. Setiap
subyek mendapatkan pertanyaan yang sama sesuai dengan kuesioner yang sudah tersedia.
4.1.3. Kegiatan Subjek Penelitian
Sesuai dengan profil kerja pekerja mekanik di bab sebelumnya, pekerja mekanik yang
termasuk dalam penelitian ini adalah pekerja mekanik yang bekerja di lokasi kerja
Samarinda, Tanjung Tabalong dan BSD Tangerang. Pekerja mekanik sesuai dengan
penugasannya bisa bertugas di lokasi kerja PT X di workshop atau di lokasi Customer di
lapangan (field), penugasan dilakukan secara random sesuai dengan kebutuhan operasional.
Jam kerja pekerja mekanik di workshop secara umum adalah dari jam 08.00 – 17.00 dengan
3 kali break pada pukul 10.00 – 10.15, 12.00 – 13.00 dan 15.00 – 15.30 dari hari Senin -
Jumat, sedangkan untuk pekerja mekanik di field mengikuti waktu kerja Customer baik
dengan shift atau tanpa shift. Untuk shift kerja terbagi menjadi 2 shift yaitu shift pagi dari
jam 08.00 – 17.00 dan shift malam dari jam 20.00 – 05.00 dengan 3 kali waktu break yang
sama pada pekerja non shift dengan 5 hari kerja dalam seminggu.
Alur pekerjaan dimulai di pagi hari dengan melakukan tool box meeting untuk membahas
pekerjaan yang akan dilakukan pada waktu itu, pembagian pekerjaan, termasuk untuk
memastikan pekerjaan dilakukan dengan memperhatikan aspek keselamatan kesehatan kerja.
Gambaran pekerjaan pekerja mekanik secara umum terbagi menjadi 4 yaitu;
61
Universitas Indonesia
1. Melepas atau memasang berbagai macam komponen dari atau ke unit alat berat sesuai
dengan prosedur
2. Melakukan perakitan dan pembongkaran dari berbagai macam komponen dari mesin
sesuai prosedur
3. Melakukan aktivitas pemeliharaan dari berbagai macam tipe unit alat berat dan mesin
4. Melakukan inspeksi dan pelaporan menggunakan form standar
Setelah selesai melakukan toolbox meeting, masing – masing pekerja mekanik akan
mempersiapkan peratan kerja yang dibutuhkan, mereview service manual untuk jenis
pekerjaan yang akan dilakukan dan mereview job safety assessment (JSA) untuk memastikan
aspek K3 yang perlu diperhatikan selama melakukan proses pekerjaan tersebut. Setelah itu,
pekerja mekanik mulai melakukan proses pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan yang
ditugaskan oleh atasan atau foreman. 30 menit sebelum waktu kerja selesai, pekerja mekanik
berhenti melakukan proses pekerjaan untuk merapihkan tempat kerja dan pengembalian
peralatan kerja di counter.
Lamanya proses pekerjaan yang dibutuhkan bervariasi tergantung jenis pekerjaan yang
dilakukan. Durasi paling cepat 1 hari untuk inspeksi, pelaporan menggunakan form standar
dan durasi paling lama 6 bulan untuk perakitan dan pembongkaran berbagai macam
komponen mesin. Pekerjaan dilakukan secara berkelanjutan, untuk pekerjaan yang belum
selesai akan dilanjutkan kembali pada keeseokan harinya.
62
Universitas Indonesia
4.2. Analisis Data Pra Intervensi
Masa Kerja
<10 thn 10 (28.6) 19 (54.3) 29 0.029cs
≥10 thn 25 (71.4) 16 (45.7) 41
cs)
chi square
l)
levene
Hasil analisis data pra intervensi pada kategori usia untuk kelompok intervensi dan kontrol
paling banyak pada usia <35 tahun, pada kategori masa kerja untuk kelompok intervensi
paling banyak pada masa kerja ≥10 tahun dan untuk kelompok kontrol paling banyak pada
masa kerja < 10 tahun, pada kategori keluhan low back pain untuk kelompok intervensi dan
kontrol paling banyak ada keluhan low back pain. Hasil uji kesetaraan pada data pra
intervensi didapatkan data tidak homogen pada usia (categoric), masa kerja dan data
homogen pada usia (numeric) dan keluhan LBP.
63
Universitas Indonesia
4.3. Analisis Data Pasca Intervensi
Tabel 4.2. Perubahan Faktor Risiko Pekerjaan dan % Keluhan LBP Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Manual handling
(kg)
≤20 kg 34 (97.1) 32 (91.4) 66 0.614fe 1.063 (0.946 – 1.194)
>20 kg 1 (2.9) 3 (8.6) 4
% Keluhan LBP
kronis (1 thn terakhir)
Ya 16 (45.7) 28 (80) 44 0.003cs 0.571 (0.384 – 0.850)
Tidak 19 (54.3) 7 (20) 26
cs)
chi square
fe)
fisher exact
Hasil analisis data pasca intervensi pada kategori lama kerja posisi jongkok untuk kelompok
intervensi paling banyak ≤1 jam dan pada kelompok kontrol paling banyak >1 jam, pada
kategori lama kerja posisi membungkuk untuk kelompok intervensi dan kontrol paling
banyak ≤1 jam, pada kategori manual handling untuk kelompok intervensi dan kontrol paling
banyak ≤20 kg, pada kategori keluhan LBP akut pasca intervensi untuk kelompok intervensi
didapatkan hasil paling banyak tidak ada keluhan LBP dan kelompok kontrol paling banyak
ada keluhan LBP, pada kategori keluhan LBP kronis pasca intervensi untuk kelompok
intervensi didapatkan hasil paling banyak tidak ada keluhan LBP dan kelompok kontrol
64
Universitas Indonesia
paling banyak ada keluhan LBP. Hasil analisis dengan metode uji chisquare dan fisher
didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok intervensi dan kontrol untuk kategori lama
kerja posisi jongkok, posisi bungkuk, proporsi (%) keluhan LBP kronis dan tidak didapatkan
perbedaan bermakna untuk kategori manual handling, proporsi (%) keluhan LBP akut.
Tabel 4.3. Perubahan Keluhan LBP Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
65
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan Dengan Keluhan LBP Akut
Manual handling
(kg)
>20 kg 1 (25) 3 (75) 4 0.569fe 0.727 (0.124 – 4.282)
≤20 kg 41 (62.1) 25 (37.9) 66
cs)
chisquare
fe)
fisher exact
Hasil analisis data dengan menggunakan metode uji chi square dan fisher tidak didapatkan
perbedaan bermakna antara status merokok, lama kerja posisi jongkok, lama kerja posisi
bungkuk dan aktivitas manual handling dengan keluhan LBP akut.
66
Universitas Indonesia
Tabel 4.5. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan Dengan Keluhan LBP Kronis
Manual handling
(kg)
>20 kg 3 (75) 1 (25) 4 1.000fe 0.828 (0.456 – 1.504)
≤20 kg 41 (61.1) 25 (37.9) 66
cs)
chi square
fe)
fisher exact
Hasil analisis data dengan menggunakan metode uji chi square dan fisher tidak didapatkan
perbedaan bermakna antara status merokok, lama kerja posisi bungkuk, aktivitas manual
handling dengan keluhan LBP kronis dan didapatkan perbedaan bermakna antara lama kerja
posisi jongkok dengan keluhan LBP kronis.
4.4. Analisis Hubungan Faktor Risiko Individu Dengan Keluhan Low Back Pain
Tabel 4.6. Hubungan Usia dan Masa Kerja Dengan Keluhan LBP Akut dan Kronis
Ya Tidak Ya Tidak
Usia 31 (26 – 43) 31 (23 – 55) 0.976 30.5 (23 – 55) 31 (26 – 48) 0.332
Masa kerja 10 (7 – 18) 10 (2.2 – 29) 0.832 10 (2.2 – 21) 9.4 (7 – 29) 0.751
m)
mann whitney
Hasil analisis data dengan menggunakan metode uji mann whitney tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna antara usia dan masa kerja dengan keluhan LBP akut dan kronis
67
Universitas Indonesia
Tabel 4.7. Hubungan Status Merokok Dengan Keluhan LBP Akut
68
Universitas Indonesia
4.5. Analisis Multivariat Hubungan Faktor Risiko LBP dengan Keluhan LBP Kronis
Tabel 4.9. Analisis Multivariat Faktor Risiko LBP Dengan Keluhan LBP Kronis
IK 95%
Variabel B S.E. Wald df p aOR
Bawah Atas
Usia -.267 .784 .116 1 .733 1.306 .281 6.069
Hasil analisis data multivariat pada kategori usia, status merokok, lama kerja posisi jongkok,
bungkuk dan manual handling tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan keluhan
LBP kronis sementara pada kategori masa kerja dan perlakuan penelitian didapatkan
hubungan yang bermakna dengan keluhan LBP kronis
69
Universitas Indonesia
BAB 5 PEMBAHASAN
70
Universitas Indonesia
nilai p 0.322. Berdasarkan data tersebut penelitian ini cukup kuat karena menggunakan data
baseline yang sama atau homogen pada kategori usia (data numerik) dan keluhan LBP.
5.3. Analisis Faktor Risiko LBP
Menurut LaDou 1997 dalam Munir 2012,30 faktor risiko LBP terdiri dari faktor risiko
individu dan faktor risiko pekerjaan. Penelitian ini meneliti kedua faktor tersebut dengan
menggunakan data pasca intervensi dimana pada faktor individu peneliti melakukan analisis
hubungan faktor individu berupa usia, masa kerja dan status merokok dengan keluhan LBP
dan terkat faktor risiko pekerjaan peneliti melakukan analisis hubungan faktor risiko
pekerjaan berupa lama kerja posisi jongkok, bungkuk dan aktivitas mengangkat benda berat
> 20 kg (manual handling) secara manual dengan keluhan LBP. Penelitian ini juga
melakukan analisis perubahan faktor risiko pekerjaan berupa lama kerja posisi jongkok,
bungkuk dan aktivitas mengangkat benda berat > 20 kg pada kedua kelompok yaitu
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
5.4. Perubahan Faktor Risiko Pekerjaan dan Keluhan LBP Pada Kelompok Intervensi
dan Kontrol
Hasil analisis data pada kategori lama kerja dengan posisi jongkok untuk kelompok
intervensi dan kontrol didapatkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p 0.000 dimana
intervensi dapat menurunkan lama kerja posisi jongkok >1 jam sebesar 3.6 kali, pada
kategori lama kerja posisi bungkuk didapatkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p
0.012 dimana intervensi dapat menurunkan lama kerja posisi bungkuk >1 jam sebesar 1.4
kali, pada kategori manual handling untuk kelompok intervensi dan kontrol didapatkan
hubungan yang tidak bermakna dengan nilai p 0.614, dimana intervensi tidak terbukti dapat
menurunkan frekuensi mengangkat benda berat >20 kg.
Program intervensi yang dilakukan terbukti dapat merubah cara kerja pekerja mekanik yang
tadinya bekerja dengan posisi jongkok dan bungkuk > 1 jam menjadi < 1 jam, dimana
didapatkan penurunan pada ketiga kategori di kelompok intervensi dan dua kategori pada
kelompok kontrol dibandingkan dengan hasil studi yang dilakukan di PT.X pada tahun 2018.
Pada kelompok intervensi untuk lama kerja posisi jongkok > 1 jam dari 61% menurun
menjadi 28.6%, sementara pada kelompok kontrol justru mengalam kenaikan menjadi 80%
dan pada kelompok intervensi untuk lama kerja posisi bungkuk > 1 jam dari 49% menurun
71
Universitas Indonesia
menjadi 11.4% sedangkan pada kelompok kontrol menurun sedikit menjadi 37.1%.
Perubahan cara kerja ini dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan pada kelompok
intervensi yaitu berupa pelatihan mengenai ergonomi, sementara pada kelompok kontrol
tidak dilakukan pelatihan ergonomi. Selama pelatihan yang dilakukan dengan durasi 4 jam
kepada pekerja mekanik, peneliti memasukkan kedalam silabus pelatihan terkait dengan
faktor – faktor risiko ergonomi merujuk kepada halamam 66 dimana menjelaskan bahwa
bekerja dengan postur tubuh janggal seperti jongkok dan bungkuk dalam waktu lama atau >
1 jam dapat meningkatkan risiko LBP, hal ini sesuai dengan Bridger, Lutmann et all,
Introduction to Ergonomics5 dimana pekerjaan dengan postur jongkok dan bungkuk akan
menambah beban bagi otot punggung serta dapat menyebabkan struktur tulang belakang
kelebihan beban dan meningkatnya aktivitas seluruh otot menyebabkan meningkatnya risiko
cedera tulang belakang. Intervensi program tentang cara kerja ini mengacu pada strategi
perubahan perilaku, menurut Notoatmojo, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan36 ada
4 strategi perubahan perilaku yaitu menggunakan kekuatan, pemberian informasi, diskusi
partisipasi dan tindakan. Program intervensi dilakukan dengan menggunakan pendekatan
strategi perubahan perilaku di mana intervensi dilakukan dengan memberikan informasi
melalui pemasangan poster LBP awareness serta diskusi partisipasi melalui pelatihan
ergonomi yang dilakukan kepada pekerja mekanik tentang bahaya bekerja dengan posisi
jongkok, posisi bungkuk dan mengangkat benda berat > 20 kg.
Perubahan aktivitas manual handling yaitu mengangkat benda berat secara manual > 20 kg
tanpa alat bantu pada kedua kelompok terjadi penurunan yang cukup tinggi dimana pada
kelompok intervensi dari 39% menurun menjadi 2.9% sedangkan pada kelompok kontrol
menurun menjadi 8.6%. Hal ini cukup baik karena mengangkat benda berat > 20 kg secara
manual merupakan faktor risiko LBP, menurut Bridger, Lutmann et all, Introduction to
Ergonomics5 pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan
beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi dimana beban yang
berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan
jaringan lainnya. Walaupun pada kelompok intervensi didapatkan penurunan yang lebih
tinggi namun secara signifikansi tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua
kelompok, hal ini bisa terjadi karena kedua kelompok sudah memiliki pengetahuan yang baik
72
Universitas Indonesia
tentang manual handling karena pada kedua kelompok sudah dilakukan pemberian informasi
melalui media poster LBP awareness untuk menghindari mengangkat benda secara manual,
selain itu untuk kelompok intervensi mendapat lebih banyak informasi dari pelatihan
ergonomis dan kelompok kontrol mendapatkan informasi dari sumber lain seperti health talk
dan lain-lain.
Hasil analisis data pada kategori proporsi (%) keluhan LBP akut untuk kelompok intervensi
dan kontrol didapatkan penurunan yang cukup tinggi yaitu pada kelompok intervensi dari
68.6% menurun menjadi 11.4% dan pada kelompok kontrol dari 57.1% menurun menjadi
25.7%, namun secara signifikansi pada kedua kelompok didapatkan perbedaan yang tidak
bermakna dengan nilai p 0.124, dimana intervensi tidak terbukti dapat menurunkan keluhan
LBP akut. Merujuk kepada hasil ini hipotesis kesatu tidak terbukti bahwa program intervensi
perubahan cara kerja dengan melakukan edukasi ergonomi berupa pelaksanaan pemasangan
poster low back pain awareness, pelatihan ergonomi dan exercise berupa peregangan otot,
senam akan menurunkan keluhan low back pain akut pada pekerja mekanik kelompok
intervensi secara bermakna dibandingkan dengan pekerja mekanik kelompok kontrol yang
hanya dilakukan program intervensi berupa pemasangan poster low back pain awareness.
Hal ini dapat terjadi karena efek dari intervensi yang dilakukan yang bersifat jangka panjang
yaitu untuk mencegah keluhan LBP hilang timbul selama 12 bulan, sehingga untuk
menilainya lebih tepat dengan mengetahui keluhan LBP dalam 12 bulan terakhir, sementara
untuk keluhan LBP akut pada 7 hari terakhir sangat dipengaruhi juga dengan beban kerja
dalam 7 hari terakhir dimana diketahui pengambilan sampel dilakukan pada situasi pandemi.
Beban kerja selama 7 hari terakhir berkurang di hampir semua lokasi kerja termasuk di lokasi
kerja kelompok intervensi dan kontrol, menurut Pheasant, Stephen. Ergonomics, Work and
Health 32 dimana untuk melakukan orientasi tubuh tersebut selama beberapa rentang waktu
dibutuhkan kerja otot untuk menyangga atau menggerakkan tubuh, sehingga dengan beban
kerja yang berkurang kerja otot yang dibutuhkan untuk menyangga atau menggerakkan
tubuh juga berkurang sehingga cenderung didapatkan penurunan keluhan LBP akut pada
kedua kelompok dan tidak didapatkan perbedaan bermakna pada keluhan LBP akut diantara
kedua kelompok.
73
Universitas Indonesia
Hasil analisis data pada kategori proporsi (%) keluhan LBP kronis untuk kelompok intervensi
didapatkan penurunan dari 68.6% menurun menjadi 45.7% dan pada kelompok kontrol dari
57.1% justru meningkat menjadi 80%, secara signifikansi pada kategori proporsi (%) LBP
kronis untuk kelompok intervensi dan kontrol didapatkan perbedaan yang bermakna dengan
nilai p 0.003, dimana intervensi terbukti dapat menurunkan keluhan LBP kronis sebanyak
43%. Merujuk kepada hasil ini hipotesis kedua terbukti bahwa program intervensi perubahan
cara kerja dengan melakukan edukasi ergonomi berupa pelaksanaan pemasangan poster low
back pain awareness pelatihan ergonomi dan exercise berupa peregangan otot, senam akan
menurunkan keluhan low back pain pada pekerja mekanik kelompok intervensi secara
bermakna dibandingkan dengan pekerja mekanik kelompok kontrol yang hanya dilakukan
program intervensi berupa pemasangan poster low back pain awareness. Hal ini dapat terjadi
karena efek dari intervensi berupa pelatihan ergonomi yang dilakukan dimana terjadi
perubahan cara kerja yang dibuktikan berupa % pekerja mekanik yang bekerja dengan posisi
jongkok, bungkuk > 1 jam dan mengangkat benda berat > 20 kg secara manual menurun
cukup tinggi dibandingkan data baseline, efek dari intervensi juga terlihat dimana didapatkan
perbedaan bermakna pada kedua kelompok untuk lama kerja posisi jongkok dan bungkuk.
Intervensi lainnya yang dilakukan yaitu berupa exercise dengan melakukan peregangan otot
1x/hari dan senam 1x/bulan dapat meningkatkan kekuatan otot tulang belakang dan
melancarkan peredaran darah pada area tulang belakang sehingga dapat mencegah keluhan
LBP hilang timbul dalam waktu 12 bulan terakhir, merujuk Hasan et all, preventif methods
of low back pain,37 secara fisiologis aktifitas ini dapat meningkatkan aliran darah otak
terutama ke tulang belakang dan persendian, memperkuat otot punggung, meningkatkan
perubahan fleksibilitas tubuh pada neurotransmiter otak (misalnya norepinefrin, endorfin,
dan serotonin) dan mengembangkan perubahan struktural di otak. Sementara dalam aspek
psikologis dapat meningkatkan perasaan menguasai kontrol, perasaan memiliki kompetensi
dan kepercayaan diri, menghilangkan stres dan depresi serta sebagai peluang untuk lebih
merasa senang dan perasaan menikmati. Hasil ini sesuai dengan rujukan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Daniel Steffens et all, prevention of low back pain,34 dimana disebutkan
intervensi berupa kombinasi antara olahraga dan edukasi yang dilakukan hingga 1 tahun
dapat mengurangi keluhan LBP sebesar 45% dengan RR 0.55 (0.41- 0.74). Pada penelitian
74
Universitas Indonesia
yang dilakukan oleh Rongzhong Huang et all,38 Exercise alone and exercise combined with
education both prevent episodes of low back pain and related absenteeism juga didapatkan
kesimpulan bahwa kombinasi antara olahraga dan edukasi merupakan metode pencegahan
LBP yang paling efektif.
Hasil analisis data pada kategori perubahan keluhan LBP akut pada kelompok intervensi
didapatkan sebanyak 60% keluhan membaik dan pada kelompok kontrol sebanyak 45.7%
keluhan membaik, % keluhan LBP akut membaik pada kelompok intervensi yang lebih
tinggi dapat merupakan efek dari intervensi yang dilakukan walaupun secara signifikansi
didapatkan perbedaan yang tidak bermakna dengan nilai p 0.231 dimana intervensi tidak
terbukti dapat merubah keluhan LBP akut pada kedua kelompok, sama seperti halnya yang
sudah dibahas sebelumnya, hal ini dapat terkait dengan pengambilan sampel yang dilakukan
pada masa pandemi dimana beban kerja yang berkurang selama 7 hari terakhir pada lokasi
kerja kelompok intervensi dan kontrol.
Pada kategori perubahan keluhan LBP kronis pada kelompok intervensi didapatkan sebanyak
25.7% keluhan membaik dan pada kelompok kontrol sebanyak 11.4% keluhan membaik, %
keluhan LBP kronis membaik pada kelompok intervensi yang lebih tinggi dapat merupakan
efek dari intervensi yang dilakukan walaupun secara signifikansi didapatkan perbedaan yang
tidak bermakna dengan nilai p 0.124 sehingga intervensi tidak terbukti dapat merubah
keluhan LBP kronis. Hal ini berbeda dengan dengan hasil analisis sebelumnya terkait dengan
% proporsi keluhan LBP kronis dimana intervensi terbukti dapat menurunkan jumlah pekerja
mekanik dengan keluhan LBP kronis secara bermakna. Hal ini dapat terjadi karena kurang
ketatnya pengawasan yang dilakukan terhadap subjek penelitian, sehingga perbaikan yang
dapat dilakukan adalah dengan mempertimbangkan interview secara berkala semisal 3 bulan
sekali kepada subjek penelitian untuk memastikan program intervensi berjalan dengan baik
dengan memonitor secara ketat khususnya kepada pekerja mekanik dengan keluhan LBP pra
intervensi untuk menjalankan program intervensi yang sudah ditetapkan.
Pada hasil analisis diatas didapatkan hasil yang tidak bermakna pada beberapa kategori
seperti manual handling, % keluhan LBP akut, perubahan keluhan LBP akut dan kronis.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan untuk perbaikan program intervensi untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik yaitu dengan menerapkan intervensi program tambahan, menurut Levy
75
Universitas Indonesia
et all, Recognizing and Preventing Disease & Injury,35 program intervensi ergonomi yang
paling penting adalah dengan mengurangi pajanan di tempat kerja yaitu dengan melakukan
rekayasa teknik berupa perubahan desain tempat kerja, perubahan proses kerja dan
penggantian atau penyesuaian tool yang digunakan oleh pekerja. Pada penelitian ini peneliti
melakukan intervensi untuk merubah cara kerja dengan melakukan pelatihan ergonomi
untuk menghindari postur tubuh janggal pada saat bekerja yaitu posisi jongkok dan bungkuk
sementara intervensi lainnya seperti perubahan desain tempat kerja, penggantian atau
penyesuaian tool yang dibutuhkan di tempat kerja belum dilakukan.
5.5. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan dengan Keluhan LBP
asil analisis faktor risiko pekerjaan yaitu lama kerja posisi jongkok dengan keluhan LBP akut
didapatkan hubungan yang tidak bermakna dengan p 0.231 dan dengan dengan keluhan LBP
kronis didapatkan hubungan yang bermakna dengan p 0.041 dimana lama kerja posisi
jongkok tidak terbukti dapat menyebabkan keluhan LBP akut namun terbukti dapat
meningkatkan keluhan LBP kronis sebanyak 32%. Kategori lama kerja posisi bungkuk
dengan keluhan LBP akut didapatkan hubungan yang tidak bermakna dengan p 0.280 dan
dengan keluhan LBP kronis didapatkan hubungan yang tidak bermakna dengan p 0.182
dimana lama kerja posisi bungkuk tidak terbukti dapat menyebabkan keluhan LBP akut dan
kronis. Kategori aktivitas manual handling dengan keluhan LBP akut didapatkan hubungan
yang tidak bermakna dengan p 0.569 dan dengan keluhan LBP kronis didapatkan hubungan
yang tidak bermakna dengan p 1.000 dimana aktivitas manual handling tidak terbukti dapat
menyebabkan keluhan LBP akut dan kronis. Hasil analisis ini yang berhubungan dengan LBP
hanya posisi jongkok, berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Bridger, Lutmann et
all,5 dimana postur tubuh janggal lainnya seperti bungkuk serta manual handling merupakan
faktor risiko LBP.
5.6. Hubungan Faktor Risiko Individu dengan Keluhan LBP
Peneliti melakukan analisis hubungan faktor individu yaitu hubungan antara usia, masa kerja
dan status merokok dengan keluhan LBP akut dan kronis. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui apakah usia, masa kerja dan status merokok merupakan faktor risiko yang
menyebabkan keluhan LBP akut dan kronis. Hasil analisis antara usia dan keluhan LBP akut
dan kronis didapatkan hubungan yang tidak bermakna dengan p value 0.976 dan 0.332, masa
76
Universitas Indonesia
kerja dan keluhan LBP akut dan kronis didapatkan hubungan yang tidak bermakna dengan p
value 0.832 dan 0.751, status merokok dan keluhan LBP akut dan kronis didapatkan
hubungan yang tidak bermakna dengan p value 0.137 dan 0.537. Hasil ini berbeda dengan
Tarwaka, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja,4 yang menyatakan bahwa semakin
lama masa kerja dapat meningkatkan keluhan LBP, demikian dengan Suma’mur, Hygiene
Perusahaan dan Keselamtan Kerja,25 yang menyatakan bahwa bertambahnya usia dapat
meningkatkan keluhan LBP dan Tarwaka4 yang menyatakan bahwa perokok dapaat
meningkatkan keluhan LBP. Hasil analisis ini menandakan bahwa faktor individu tidak
mempengaruhi hasil penelitian ini.
5.7. Analisis Multivariat Hubungan Faktor Risiko LBP dengan Keluhan LBP Kronis
Peneliti melakukan analisis lebih lanjut dengan analisisi multivariat setelah pada analisis
bivariat didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi dan kontrol pada
kategori lama posisi jongkok dan bungkuk. Hasil analisis multivariat tidak didapatkan
hubungan yang bermakna pada kategori usia dengan nilai p 0.733, status merokok dengan
nilai p 0.983, lama kerja posisi jongkok denga nilai p 0.800, lama kerja posisi bungkuk
dengan nilai p 0.747 dan manual handling dengan nilai p 0.964 sementara didapatkan
hubungan bermakna pada masa kerja dengan nilai p 0.025 dan perlakuan penelitian dengan
nilai p 0.008
5.8. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian
5.8.1.Kekuatan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kekuatan yaitu penelitian dilakukan pada pekerja mekanik
yang memiliki risiko terpajan bahaya ergonomi. Ciri tersebut dan randomisasi yang
dilakukan membuat subjek penelitian dapat mewakili karakteristik pekerja mekanik alat berat
khususnya dan pekerja mekanik otomotif secara umum di Indonesia. Penelitian merupakan
pengembangan dari penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai faktor risiko low back
pain. Pengembangan yang dimaksud adalah data yang digunakan adalah data baseline hasil
dari penelitian yang dilakukan sebelumnya yang dilakukan oleh PKTK3 UI terkait dengan
pekerja mekanik dengan keluhan low back pain.
Metode penelitian ini adalah quasi eksperimental sehingga dapat membandingkan hasil
intervensi yang dilakukan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dari populasi
77
Universitas Indonesia
subjek yang sama pada penelitian sebelumnya. Intervensi yang dilakukan berupa perubahan
cara kerja dengan melakukan edukasi ergonomi berupa pemasangan poster low back pain
awareness, pelatihan ergonomi dan exercise berupa peregangan otot, senam terbukti dari
rujukan jurnal dapat menurunkan angka keluhan low back pain. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini berupa kuesioner sudah tervalidasi dengan baik karena pernah digunakan
pada penelitian sebelumnya.
5.8.2.Kelemahan Penelitian
Beberapa keterbatasan yang sulit diatasi oleh peneliti terkait dengan situasi pandemi
COVID-19 yaitu wawancara tidak dapat dilakukan langsung di lokasi kerja, sehingga metode
ini diganti dengan wawancara melalui media aplikasi microsoft teams, whatsapp dan telepon
yang terkadang terkendala dengan jaringan atau sinyal. Keterbatasan lainnya bahwa dalam
penelitian ini untuk mengetahui keluhan LBP hanya menggunakan kuesioner dengan
jawaban ya atau tidak dan tidak dilengkapi dengan tool yang lebih lengkap.
78
Universitas Indonesia
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Hipotesis kesatu tidak terbukti bahwa program intervensi perubahan cara kerja
dengan melakukan edukasi ergonomi berupa pelaksanaan pemasangan poster low
back pain awareness pelatihan ergonomi dan exercise berupa peregangan otot,
senam tidak dapat menurunkan keluhan low back pain akut pada pekerja mekanik
kelompok intervensi secara bermakna dibandingkan dengan pekerja mekanik
kelompok kontrol yang hanya dilakukan program intervensi berupa pemasangan
poster low back pain awareness, hipotesis kedua terbukti bahwa program
intervensi perubahan cara kerja dengan melakukan edukasi ergonomi berupa
pelaksanaan pemasangan poster low back pain awareness pelatihan ergonomi dan
exercise berupa peregangan otot, senam akan menurunkan keluhan low back pain
kronis pada pekerja mekanik kelompok intervensi secara bermakna dibandingkan
dengan pekerja mekanik kelompok kontrol yang hanya dilakukan program
intervensi berupa pemasangan poster low back pain awareness
2. Didapatkan perbedaan bermakna faktor risiko pekerjaan perubahan cara kerja
berupa lama kerja posisi jongkok, lama kerja posisi bungkuk dimana terjadi
penurunan jumlah pekerja mekanik yang bekerja dengan posisi jongkok, bungkuk
>1 jam pada kelompok intervensi dan tidak didapatkan perbedaan bermakna pada
aktivitas manual handling untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol
dimana aktivitas mengangkat benda berat > 20 kg cenderung tidak mengalami
penurunan.
3. Didapatkan hubungan bermakna faktor risiko pekerjaan yaitu antara lama kerja
posisi jongkok dengan keluhan low back pain kronis dan tidak didapatkan
hubungan bermakna antara lama kerja posisi bungkuk, aktivitas manual handling
dengan keluhan low back pain akut dan kronis.
4. Didapatkan hubungan tidak bermakna faktor risiko individu yaitu antara usia,
masa kerja dan status merokok dengan keluhan low back pain akut dan kronis.
79
Universitas Indonesia
6.2. Saran
6.2.1. Pihak PT X
1. Dilakukan perubahan cara kerja dengan pelatihan ergonomi serta latihan fisik
untuk meningkatkan kekuatan otot tulang belakang dengan melakukan
peregangan otot minimal 1x/hari dan senam bersama minimal 1x/bulan di seluruh
lokasi kerja karena terbukti dapat menurunan keluhan low back pain pada pekerja
mekanik.
2. Dilakukan program intervensi tambahan berupa perubahan desain tempat kerja
dan penyesuaian tool yang digunakan pekerja dalam proses pekerjaan untuk
mendapatkan hasil penurunan keluhan LBP yang lebih maksimal
3. Manajemen Perusahaan memberikan dukungan untuk program perubahan
perilaku berupa kebijakan serta alokasi anggaran baik di level Corporate maupun
level Area/Cabang agar program dapat berjalan dengan baik
4. Kerjasama antar departemen dalam pelaksanaan program perubahan perilaku
dengan kepala cabang sebagai penanggung jawab, departemen K3L sebagai
pelaksana dengan dukungan departemen servis yang membawahi pekerja
mekanik serta departemen SDM yang mengatur manajemen sumber daya
manusia.
6.2.2. Pihak Pekerja Mekanik
1. Mengikuti jadwal pelatihan ergonomi yang dijadwalkan oleh pihak Perusahaan
dan melakukan peregangan otot minimal 1x/hari serta senam bersama minimal
1x/bulan yang diadakan oleh pihak Perusahaan.
2. Bertanggung jawab terhadap kesehatan individu untuk selalu menerapkan prinsip
– prinsip ergonomi dalam melakukan pekerjaan serta menerapkan gaya hidup
sehat seperti olahraga rutin, menjaga berat badan ideal, tidak merokok dan
konsumsi gizi seimbang
6.2.3. Pihak Institusi Pendidikan
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hubungan antara faktor individu dengan
keluhan low back pain yang tidak dibahas dalam penelitian ini yaitu faktor indeks
massa tubuh dan kebiasaan olahraga.
80
Universitas Indonesia
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut program intervensi perubahan perilaku
berupa edukasi dan exercise dengan durasi yang lebih lama dari 1 tahun untuk
dibandingkan efeknya terhadap keluhan LBP.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan penurunan keluhan LBP
setelah dilakukan program intervensi tambahan yaitu berupa perubahan desain
tempat kerja dan penyesuian tool
81
Universitas Indonesia
BAB 7 REFERENSI
82
Universitas Indonesia
12. Sloane, E., 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran
(EGC). Jakarta.
13. Widanarko, Legg, Stevenson, Devereux, & Jones, 2013. Interaction between physical
and psychosocial risk factors on the presence of neck/shoulder symptoms and its
consequences.
https://www.researchgate.net/publication/274259062_Interaction_between_physical_
and_psychosocial_risk_factors_on_the_presence_of_neckshoulder_symptoms_and_it
s_consequences
14. B.C. Government and Service Employees' Union dan British Columbia. Public Service
Employee Relations Commission (2002). Workplace Guidelines for the Prevention of
Musculoskeletal Injuries.
15. WSHC. 2014. Workplace Safety and Health Guidelines: Improving Ergonomics in
Workplace. Ministry of Manpower Singapore. Diunduh dari:
https://www.wshc.sg/files/wshc/upload/cms/file/2014/WSH_Guidelines_ImprovingEr
gonomicsintheWorkplace.pdf
16. Luttmann, et al. 2003. Preventing Musculoskeletal Disorder In The Workplace. World
Health Organization. Diunduh dari :
http://www.who.int/occupational_health/publications/en/oehmsd3.pdf
17. Bernard et al., 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factor: A Critical
Review Of Epidemiologic Evidence For Work-Related Musculoskeletal Disorder Of
The Neck, Upper Extremity, And Lower Back. Cincinnati: National Institute For
Occupational Safety And Health. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/niosh/docs/97-
141/pdfs/97- 141a.pdf
18. Health And Safety Executive UK. 2015. Work-Related Musculoskeletal Disorder
(WRMSDS) Statistic, Great Britain. Health And Safety Executive Britain UK. Diunduh
dari: http://www.hse.gov.uk/Statistics/causdis/musculoskeletal/msd.pdf
the working population. Arthritis Care & Research, vol. 61, no. 10, pp. 1425-1434.
Diunduh dari: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/art.24740/pdf
83
Universitas Indonesia
20. Abate, et al., 2013. Cigarette Smoking and Musculoskeletal Disorders. MLTJ Muscles,
Ligaments and Tendons Journal, vol. 3, no. 2, pp. 63-69 Diunduh dari:
http://eprints.bice.rm.cnr.it/8238/1/article.pdf
21. Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
22. Utari, Fitriyani Intan. 2009. Analisis tingkat risiko terjadinya MSDs Pada Proses
Reaching Department Weaving PT Unitex, Tbk tahun 2009. Skripsi FKIK: UIN
23. Budiono, S. 2005. Higiene Perusahaan, dalam Budiono. S. Bungai Rampai Hiperkes
dan KK. Edisi Kedua (Revisi). Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
24. Andersson G.B.J. 1997. The Epidemiology of Spinal Disorder. In: Frymoyer J.W., Ed.
The Adult Spine: Priciples and Practice. Edisi 2. Raven Press New York. pp: 93-141
25. Suma’mur. 2009. Hygiene Perusahaan dan Keselamtan Kerja. Jakarta: Haji Masagung
26. Llewellyn, V.2006. Back and neck related condition. Biomed Central. 6(12):23-9.
27. Andersson GBJ, Fine LJ, Silverstein BA. Musculoskeletal Disorder. In : Levy BS,
Wegman BH editors. Occupational Health Recognizing and Preventing Work Related
Disease. 3rd.ed.Boston: Little Brown. 1995. 456-84
28. Danakusuma S. 1999. Penanggulangan Sakit Pinggang Melalui Perbaikan Sikap Tubuh
dan Latihan Fisik. MKB : Volume 31: No.2 : 112-2.
29. Bimaariotejo. (2009). Low-Back-Pain. Http//:www.orthoinfoaaos.org.
30. Munir. (2012). Analisis Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Final Packing
dan Part Supply di PT. X Tahun 2012.
31. Umami et all. Hubungan antara Karakteristik Responden dan Sikap Kerja Duduk
dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Batik Tulis Tahun 2013.
https://pdfs.semanticscholar.org/a42d/6c39fd03a9971d6b87370485cfb7de72f2ed.pdf
32. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers,
Insc : Maryland, Gaithersburg.
33. Lumbantobing. 2004. Neurologi Klinis : Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
34. Notoatmojo, 2014. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta
35. Levy, Barry. S, et al. 2011. Recognizing and Preventing Disease & Injury. Sixth
Edition. OXFORD. University Press
84
Universitas Indonesia
36. Daniel Steffens et all. Prevention of Low Back Pain A Systematic Review and Meta-
analysis. JAMA Intern Med. 2016;176(2):199-208.
doi:10.1001/jamainternmed.2015.7431 Published online January 11, 2016.
37. Hosni Hasan et all, 2010. Preventif Methods of Low Back Pain. Diunduh dari:
https://www.researchgate.net/publication/251994662
38. Rongzhong Huang et all, 2019. Exercise alone and exercise combined with education
both prevent episodes of low back pain and related absenteeism: systematic review and
network meta-analysis of randomised controlled trials (RCTs) aimed at preventing
back pain. Diunduh dari: http://bjsm.bmj.com/
39. Simon Borg-Olivier and Bianca Machliss, Journal of Complementary Medicine,
Diagram 2005, https://yogasynergy.com/yoga-for-low-back-pain-complementary-
medicine-journal-article-november-december-2005/
85
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan Etik
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek
Saya, dr. Muhammad Soffiudin tim dokter peneliti yang diketuai oleh dr. Nuri Purwito Adi, M.Sc, M.KK, Sp.Ok dari
Fakultas Kedokteran Departemen Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia, akan melakukan penelitian dengan
judul pengaruh program intervensi perubahan perilaku (edukasi ergonomi dan exercise) terhadap keluhan low back pain
pada pekerja mekanik di PT X
Saya akan memberikan informasi kepada (Bapak/Ibu/Saudara) mengenai penelitian ini dan mengundang
(Bapak/Ibu/Saudara) untuk menjadi bagian dari penelitian ini.
Bapak/Ibu/Saudara dapat berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara menandatangani formulir ini. Jika
Bapak/Ibu/Saudara setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara kapan saja dapat secara bebas
mundur dari penelitian ini. Jika Bapak/Ibu/Saudara menolak untuk berpartisipasi atau mundur dari penelitian ini,
keputusan tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan Bapak/Ibu/Saudara dengan saya dan tidak akan berdampak pada
pelayanan yang berlaku di rumah sakit ini.
Jika Bapak/Ibu/Saudara tidak mengerti tiap pernyataan dalam formulir ini, Bapak/Ibu/Saudara dapat menanyakannya
kepada saya.
1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh program intervensi perubahan perilaku (edukasi ergonomi dan
exercise) terhadap keluhan low back pain pada pekerja mekanik di PT X
1) Pekerja mekanik di PT X yang berlokasi di Samarinda, Tanjung Tabalong dan BSD Tangerang
2) Pekerja mekanik yang mengikuti wawancara pada penelitian sebelumnya.
4. Prosedur penelitian
4a. Informasi Obat atau Prosedur Intervensi
1) Dokter mewawancarai Bapak untuk menanyakan: Nama, usia, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, berat badan, tinggi badan, durasi bekerja dengan posisi jongkok, bungkuk / hari, material
manual handling (kg) / hari, keluhan low back pain
2) Jika bapak ada keluhan low back pain, bapak menjalani pemeriksaan fisik oleh dokter untuk
menegakkan diagnosa low back pain
3) Bapak akan dijadwalkan oleh superior bapak / petugas K3L untuk menghadiri sesi wawancara maupun
pemeriksaan fisik
6. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini Bapak dapat mengetahui kondisi kesehatan bapak apakah ada masalah low back pain atau
tidak, sehingga dapat dilakukan pengobatan lebih lanjut oleh PT.X jika diperlukan dan sebagai referensi bagi penelitian
untuk dimasa yang akan datang.
7. Kompensasi
Bapak/ibu/saudara tidak akan mendapatkan imbalan atas partisipasinya dalam penelitian ini.
8. Pembiayaan
Penelitian ini merupakan bagian dari program Perusahaan sehingga menggunakan pembiayaan dari Perusahaan.
9. Kerahasiaan
Semua data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya. Presentasi hasil penelitian dalam
pertemuan ilmiah / konferensi dan publikasi dalam jurnal ilmiah tidak akan mencantumkan nama Bapak/Ibu/Saudara.
Namun, perwakilan dari sponsor, komite etik, dan badan otoritas nasional yang mengatur penggunaan obat akan
memiliki akses terhadap data penelitian untuk verifikasi.
Semua penjelasan tersebut telah disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah dijawab oleh Tim Peneliti . Saya
mengerti bahwa bila memerlukan penjelasan, saya dapat menanyakan kepada dr. Muhammad Soffiudin
Saya telah membaca semua penjelasan tentang Saya mengkonfirmasi bahwa peserta telah
penelitian ini. Saya telah diberikan kesempatan untuk diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
bertanya dan semua pertanyaan saya telah dijawab penelitian ini, dan semua pertanyaan telah dijawab
dengan jelas. Saya bersedia untuk berpartisipasi pada dengan benar. Saya mengkonfirmasi bahwa
studi penelitian ini dengan sukarela. persetujuan telah diberikan dengan sukarela.
____________________________ ____________________________
Nama subjek/wali Nama peneliti/peminta persetujuan
____________________________ ____________________________
Tanda tangan peserta studi Tanda tangan peneliti/peminta persetujuan
Tanggal_________________________ Tanggal_________________________
hari/bulan/tahun hari/bulan/tahun
Informasi Peneliti:
+622122421965, n.purwitoadi@gmail.com
081282330700, msofiudin@gmail.com
Email: ec_fkui@yahoo.com
Tanggal : ____________________
No. Responden : ____________________
Selamat Pagi/Siang/Malam
Kami mengundang Bapak/Ibu sebagai karyawan PT X untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan survei untuk
mempelajari faktor risiko yang mungkin berkaitan dengan gangguan otot rangka.
Survei ini bertujuan untuk menilai kondisi kerja di lapangan, informasi yang ditulis Bapak/Ibu bermanfaat sebagai
dasar untuk perbaikan guna menghindari penyakit nyeri pinggang bawah pada karyawan PT X.
Anda diminta untuk mengisi kuesioner yang terdiri dari 4 bagian atau 4 halaman:
Bagian C – Training
Data yang telah terkumpul akan dimasukkan ke dalam basis data dan dianalisis oleh peneliti.
Data hasil survei ini hanya digunakan untuk tujuan statistik dan akan dipublikasikan hanya dalam bentuk
rangkuman. Hasil analisis akan digunakan untuk memberi masukan kepada pihak manajemen untuk perbaikan.
Semua informasi bersifat rahasia serta tidak memiliki dampak terhadap masa depan karir Anda.
Terima kasih.
“lanjutan”
1. Tanggal pengisian:
2. Nama:
3. Usia:
4. Jenis Kelamin:
5. Lokasi kerja saat ini:
6. Lama kerja sebagai mekanik di Trakindo Utama penempatan di workshop
7. Lama kerja sebagai mekanik di Trakindo Utama penempatan di field / lapangan
8. Bagaimana satus merokok Anda
a. Tidak pernah merokok
Tidak pernah merokok sama sekali atau pernah merokok kurang dari 100 batang rokok
b. Mantan perokok
Sudah merokok sebanyak 100 batang rokok atau lebih tapi sudah berhenti merokok selama setahun atau
lebih
c. Perokok
Sudah merokok sebanyak 100 batang rokok atau lebih dan saat ini masih merokok
9. Jika Anda seorang perokok, rata-rata berapa banyak jumlah rokok yang anda hisap perhari:
…………………batang/hari dalam satu bulan terakhir
11. Apakah Anda pernah didiagosis menderita salah satu penyakit di bawah ini oleh dokter?
• Diabetes
• Darah tinggi
• Jantung
• Stroke
• Saraf
• Tidak ada
“lanjutan”
12. Sejak tahun berapa Anda menderita sakit? (jika tidak ada maka tidak perlu diisi)
13. Apakah Anda berolah raga secara teratur (minimal 3 X per minggu, lebih dari 30 menit) selama 6 bulan
terakhir?
a. Tidak b. Ya
15. Sebutkan pekerjaan sampingan Anda? (jika tidak ada maka tidak perlu diisi)
18. Berapa lama Anda bekerja dalam posisi berlutut atau jongkok?
a. Tidak pernah atau kurang dari 1 jam per harinya
20. Ketika melakukan pekerjaan, berapa berat maksimum benda yang Anda angkat atau pindahkan secara manual
dengan tangan (tanpa alat bantu)?
“lanjutan”
a. Ringan (≤ 5 kg) b. Sedang (6 - 10 kg) c. Berat (11 - 20 kg) d. Sangat berat (> 20 kg)
21. Seberapa sering Anda mengangkat benda tersebut (lihat no. 20)?
a. 1 – 3 hari/bulan b. 1 hari/minggu c. 2 – 4 hari/minggu d. Setiap hari kerja
22. Jika Anda mengangkat benda tersebut setiap hari kerja (lihat No.21), berapa kali per jam Anda mengangkat
benda tersebut?
a. <1 x/jam b. 1 - 10 x/jam c. 11 - 30 x/jam d. > 30x/jam
BAGIAN C - TRAINING
24. Apakah Anda pernah mendapatkan training/pelatihan ergonomi sebelumnya, misalnya: training material
manual handling (cara mengangkat beban tanpa bantuan alat bantu), atau training postur kerja yang
baik?
a. Ya, lanjutkan ke nomor 25 b. Tidak, langsung ke nomor 27
26. Kapan terakhir kali Anda mendapatkan training tersebut?....................hari/bulan/tahun yang lalu
27. Apakah terdapat alat bantu angkat di tempat kerja Anda?
a. Ya, yaitu b. Tidak
28. Jika ya, apa saja alat bantu angkat ditempat kerja Anda?
Pada bagian ini mohon berikan informasi tentang masalah apapun (seperti sakit, nyeri, tidak nyaman, mati rasa,
pegal atau lelah) yang Anda rasakan pada bagian punggung bawah Anda (seperti ditunjukkan pada area yang
diarsir pada diagram di bawah).
“lanjutan”
30. Kapan Anda pertama kali merasakan masalah pada punggung bawah ini?
Tahun ................... Bulan ..........................
34. Selama 7 hari terakhir, pernahkah Anda absen kerja karena masalah pada punggung bawah Anda?
a. Tidak b. Ya
35. Berapa hari Anda absen dari kerja karena masalah pada punggung bawah ini
dalam 7 hari terakhir? .................. hari
36. Selama 12 bulan terakhir, pernahkan Anda memiliki masalah (sakit, nyeri, tidak nyaman, mati rasa, pegal,
atau lelah) pada bagian punggung bawah Anda?
a. Tidak, lanjut ke no 40 b. ya, lanjut ke no37
37. Selama 12 bulan terakhir, berapa lama secara total Anda mengalami masalah punggung bawah ini?
a. 1 – 7 hari b. 8 – 30 hari c. Lebih dari 30 hari, tapi tidak setiap hari d. setiap hari
38. Selama 12 bulan terakhir, pernahkah Anda absen kerja karena masalah pada punggung bawah
Anda?
a. Tidak b. Ya
“lanjutan”
39. Berapa hari Anda absen dari kerja karena masalah pada punggung bawah ini
dalam 12 bulan terakhir? .................. hari
40. Apakah anda pernah merasa kesemutan pada jari-jari tangan Anda?
a. Tidak b. Ya,
Anggaran biaya yang akan diajukan pada penelitian ini, seperti tercantum pada tabel sebagai berikut:
Bahan Penelitian
Total Rp 290.000
Pengeluaran Lainnya
Konsumsi seminar
3 100 Rp 50.000 Rp 5.000.000
dan pelatihan
Transport Jakarta –
6 Rp.2.000.000 Rp.8.000.000
Samarinda PP (2x) 4
Total Rp.26.460.000
Total biaya yang dikeluarkan pada penelitian ini sebesar Rp. 26.750.000 (dua puluh enam juta tujuh ratus
lima puluh ribu rupiah)
Lampiran 6. Daftar Subjek Penelitian