Disusun Oleh :
Fahnan Syafriakhwan
2210306089
Disusun Oleh :
Fahnan Syafriakhwan
2210306089
Melalui kesempatan yang sangat berharga ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Ibu
dosen maupun penulis jurnal, orang tua, serta teman teman sekalian, semoga Allah SWT
memberikan imbalan yang setimpal atas segala bantuan yang telah diberikan.
Terlepas dari semua ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
penyusunan kalimat maupun tata bahasanya, oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis
menerima segala kritik dan saran. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL...............................................................................................i
HALAMANPERSETUJUAN................................................................................ii
KATAPENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTARISI...........................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Dewasa ini, kesehatan keselamatan kerja bagi karyawan baik di sektor industri,
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja
(DEPNAKER, 2014). Dalam hal kesehatan keselamatan kerja juga telah diatur secara
internasional oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA, 2014) yang
merancang dan menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dari pekerja dengan
kesehatan kerja. Fisioterapi sebagaimana tenaga kerja lainnya dalam bidang kesehatan
juga memiliki resiko dalam pekerjaannya, resiko bekerja dirumah sakit mememiliki
beberapa faktor yakni antara lain ; faktor biologis, faktor kimia, faktor ergonomi, faktor
fisik, dan faktor psikososial, (Khoiriah, 2012). Begitupun sama halnya para fisioterapis
yang berkerja sebagai tenaga pendidik di perguruan tinggi, resiko kesehatan dan
keselamatan kerja hampir mencakup semua lini di sector manapun baik fisioterapi yang
Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu Ergos (kerja) dan Nomos
(hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia
dalam lingkungan kerja nya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan perancangan dan desain (Nurmianto, 1996). Untuk
menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang baik ini pertimbangan-pertimbangan
ergonomi antara lain menyarankan hal-hal seperti.
1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktulama.
2. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa
dilakukan
3. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang
lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisimiring.
4. Penetapan sikap dan posisi kerja sesuai dengan pertimbanganpertimbangan
tersebut diatas pada dasarnya bertujuan memberikan kenyamanan pada pekerja
dengan memperhatikan sikap dan posisi kerja yang merekasenangi.
BAB II
PEMBAHASAN
Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini sangat pesat
keberadaannya, baik dari sisi jumlah dan penggunaan teknologi alat kedokteran yang beraneka
ragam serta bidang pelayanan. Fisioterapi sebagai salah satu unit bidang pelayanan di rumah
sakit yang memiliki fungsi serta peranan penting terhadap perkembangan rehabilitasi pasien.
Bentuk pelayanan fisioterapis menurut Kepmenkes (2013) adalah pelayanan kesehatan yang
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis)
pelatihan fungsi, komunikasi. Banyaknya bentuk pelayanan yang dilakukan oleh fisioterapis
maka faktor resiko kerja yang dihadapi oleh pelaksana fisioterapis juga banyak. Faktor resiko
yang terjadi seperti yang dijelaskan oleh Khoiriah (2013) pada pendahuluan diatas, fisioterapi
akan beresiko di faktor biologis, ergonomi, fisik dan psikosial saja, untuk faktor resiko kimia
sangat kecil kemungkinannya, karena bidang kerja fisioterapi tidak menyentuh di ranah
tersebut. Berikut tabel yang menjelaskan faktor resiko yang potensial berdasarkan lokasi
(KEPMENKES, 2007)
a. Faktor Resiko Biologis pada Fisioterapis.
Fisioterapis dalam hal ini beresiko tekena penularan penyakit yang berada dilingkungan
infeksi yang diakibatkan adanya interaksi antara pasien dengan petugas medis, pasien
satu dengan pasien lainnya, atau pasien dengan orang yang menjenguk. Infeksi
nosokomial bisa menyebar melalui udara saat berbicara, batuk, atau bersin dan kontak
langsung. Penularan akan dengan cepat terjadi jika terjadi interaksi dalam jarak antara
dengan tiap pasien, memiliki resiko terkena penularan penyakit lebih besar, apalagi
penanganan pasien yang berada di ruang Intensive Care Unit (ICU) dan ruang isolasi.
Fisioterapi melakukan terapi latihan yang terdiri dari Passive, Active exercise
infeksi nosokomial. Upaya pencegahan agar tidak tertular dari penyakit tersebut yakni :
1) Cuci tangan
a) Cuci Tangan Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan
bahan terkontaminasi.
b) Cuci Tangan Segera setelah melepas sarung tangan.
b) Menggunakan Sarung Tangan Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit
terluka
Kaca Mata atau Masker Muka. Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir
mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
termasuk peran tenaga kesahatan dibidang pelayanan, salah satunya adalah fisioterapis.
Ergonomi, secara definisi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi
ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi. Menjadi fisioterapis selain penyesuian tugas
pekerjaan dengan kondisi tubuh tiap individu petugas, seorang fisioterapis harus
mengerti dan memiliki kemampuan menganalisa, membentuk serta menjalankan
harus ia lakukan dengan kondisi pasien butuhkan, kondisi lingkungan untuk membantu
proses tindakan fisioterapis, serta kondisi fisioterapis itu sendiri. Selain itu fisioterapis
juga harus mampu membentuk suatu rancangan atau konsep tindakan ke pasien
berdasarkan analisa sebelumnya, misalnya pasien dengan kondisi post stroke, pasien
tersebut sudah mampu mengontrol badannya untuk berdiri tegak maka fisioterapis ingin
mengembangkan tindakan terapinya untuk pasien agar dapat berdiri dan berjalan
sendiri. Hal tersebut tidaklah mungkin langsung dilakukan oleh fisioterapis atas tanpa
dasar, pastinya harus memiliki teknik-teknik yang baik bagi fisioterapis dan pasien,
karena dengan teknik-teknik yang sudah di analisa dan di konsepkan maka timbul
pencegahan resiko cidera kerja pada fisioterapis dan resiko jatuh pada pasien. Maka
harus saling menguntungkan. Resiko cidera kerja pada fisioterapis akibat faktor
cidera berupa, low back pain, cidera otot, dan resiko terbesar yakni pasien jatuh dan
keteledoran dari fisioterapis untuk menentukan sikap tubuh yang baik, Sehingga
dari kursi roda/kursi ke bed (gambar.4) maka fisioterapis harus mengetahui teknik yang
tepat yang disesuaikan dengan kondisi tubuhnya, pasien serta lingkungan sekitar,
sehingga fisioterapis terhindar dari kerugian kerja (cidera) pasienpun menjadi lebih
aman.
Pencegahan atau solusi agar tidak mengalami kecelakaan kerja berupa cidera
mampu mengetahui cara menjaga tubuhnya dalam kondisi yang aman dan nyaman saat
2) Saat akan melakukan tindakan terapi pada pasien, jelaskan terlebih dahulu rencana
yang akan fisioterapis lakukan. Hal tersebut berguna agar adanya feedback dari pasien
3) Gunakan alat bantu, maksudnya penggunaan alat bantu disini bisa berupa alat dan
patner, alat yang dapat membantu misalnya belt (gambar.5) untuk pasien agar pegangan
terapis menjadi lebih nyaman. Lumbar corset (gambar.5) untuk membantu postur terapis
dalam kondisi yang aman sehingga tidak berakibat terkena LBP (low back pain).
Selanjutnya adalah patner, hal ini dilakukan apabila kemungkinan kondisi anda tidak
mampu menangani pasien tersebut secara sendiri, maka ajaklah patner atau rekan
fisioterapis anda.
c. Faktor Resiko Fisik pada Fisioterapis
Faktor resiko atau bahaya potensial fisik pada petugas fisioterapis disini adalah
radiasi dan panas. pada fisioterapi resiko radiasi yang didapatkan karena alat-alat yang
gelombang elegtromagnetik adalah kombinasi medan listrik dan medan magnet yang
berosilasi dan merambat lewat ruang dan membawa energi dari satu tempat ke tempat
yang lain. Alat yang sering digunakan fisioterapi sebagai media pengobatan yakni :
pendek dengan frekuensi radio yang ultra tinggi. Gelombangnya sepanjang 3-30 m,
frekuensi 10-100 megacycle/ detik, dengan dalam penetrasi 1-2 cm kedalam jaringan.
manfaat SWD antara lain : Memperlancar peredaran darah dalam local, Menurunkan
spasme otot, Membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak, Mempercepat
CA dan pengguna Peacemaker (alat pacu jantung), Adanya logam didalam tubuh atau
menempel pada kulit (Penggunaan Plat, Screw pasca operasi ortophedi), Gangguan
sensorik pada kulit dan yang wanita mengandung khusus daerah pelvic.
frekuensinya 2.456 dan 915 MHz. Penetrasi berbeda antara 2.456 MHz (kurang dari
SWD) dengan frekuensi 915 MHz (lebih dari SWD). Untuk manfaat serta indikasi dan
mekanik 0,7 – 1 megacycle perdetik) panas dengan penetrasi dalam (3-5 cm).
Manfaatnya yakni : Untuk mengurangi ketegangan otot Untuk mengurangi rasa nyeri,
Untuk memacu proses penyembuhan pada soft tissue. Sedangkan indikasinya yakni :
Kondisi peradangan sub akut dan kronik Kondisi traumatic sub akut dan kronik Adanya
jaringan parut pada kulit sehabis luka operasi / luka bakar Kondisi
Kondisi inflamasi kronik. Untuk kontraindikasinya adalah Jaringan lembut seperti mata,
ovarium, testis, otak, Jaringan yang baru sembuh, jaringan/ granulasi baru
Kehamilan,khusus pada daerah uterus Pada daerah yang sirkulasi darahnya tidak
mengakibatkan gangguan secara fisiologis pada jaringan tubuh manusia, namun dampak
tersebut dapat di hindari dan dicegah apabila fisioterapis mengetahui indikasi dan
kontraindikasi serta dosis terapi dari alat terapi yang menggunakan gelombang
elegtromagnetik.
d. Faktor Resiko Psikososial pada Fisioterapis Faktor Resiko Psikososial pada pekerja
kesehatan lainnya, karena pressure kerja yang tinggi, tuntutan pelayanan dari pasien,
kerja sift, rutinitas yang hampir sama tiap harinya, serta bayangan resiko tertular
penyakit dari pasien. Hal tersebut yang menjadi kebanyakan resiko gangguan
memberikan Gaji yang sesuai dengan pekerjaan, Reward terhadap pekerja yang
berprestasi, mengikutkan pekerja dalam acara atau kegiatan seperti seminar, dan
workshop, alat perlindungan diri saat bekerja, ansuransi serta menjamin layanan
kesehatan bagi pekerja tersebut, dan lain-lain. Hal demikian bila diterapkan pada
perusahaan maka dampak psikososial pada pekerja akan berkurang bahkan terhindar.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Beberapa faktor kesehatan keselamatan kerja (K3) seperti faktor Fisik, Ergonomi,
Psikososial, dan faktor Biologis merupakan hal yang sering terjadi dilingkungan kerja
fisioterapis, dan menjadi sebuah gambaran bagi semua pihak yang membutuhkan, sehingga
http://www3.ha.org.hk/qeh/department/phys/scope.htm#Chest_physiotherapy_&_cardiop
ulmonary_care:_
2. David, TW Yu. 2010. Early Rehabilitation in Intensive Care Unit . Queen Elizabeth
resources/128-critical-care/666-2010-mayearly-rehabilitation-in-intensive-care-unit
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/fl51927/parent/13146
4. Kementrian Kesehatan. 2007. Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 432 tentang
http://ifi.or.id/upload/file/PERMENKES_No.80_Tahun_2
6. Khoiriah, Irma Nur. 2012. Administrasi Rumah Sakit :Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Surabaya
7. Lisa. 2011. Early Mobilization “How one multidisciplinary team initiated an activity
protocol to decrease ICU lengths of stay”. Advance Health Care Network. Diakses pada 05
Juni 2014.
http://physical-therapy.advanceweb.com/Archives/Article-Archives/EarlyMobilization.aspx
8. Occupational Safety and Health Administration. 2007. Guidelines for Nursing Homes –
http://www.osha.gov/ergonomics/guidelines/nursinghome/index.html
and Health Administration. Department of Labor. United State of America. Diakses pada 01
10. Tan Tock Seng Hospital. 2012. Result of Starting Physiotherapy Early “TTSH”
http://www.ttsh.com.sg/aboutus/newsroom/news/articl