Anda di halaman 1dari 90

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN PREOPERATIVE TEACHING PADA KLIEN


DENGAN MASALAH BEDAH BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA- TRANSURETHRAL RESECTION OF THE
PROSTATE (BPH-TURP)
DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN (BEDAH KELAS)
RSUP PERSAHABATAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

FITRI MULYANA
0806457054

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2013

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners

PENERAPAN PREOPERATIVE TEACHING PADA KLIEN


DENGAN MASALAH BEDAH BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA- TRANSURETHRAL RESECTION OF THE
PROSTATE (BPH-TURP)
DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN (BEDAH KELAS)
RSUP PERSAHABATAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

FITRI MULYANA
0806457054

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
KELAS REGULER
DEPOK
JULI 2013

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Fitri Mulyana

NPM

: 0806457054

Tanda tangan :
Tanggal

: 8 Juli 2013

ii

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diajukan oleh:


Nama
: Fitri Mulyana, S.Kep
NPM
: 0806457054
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Judul
: Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan
Masalah Bedah Benign Prostatic HyperplasiaTransurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) di
Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP
Persahabatan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
(Profesi Keperawatan) pada Program Studi Profesi Ners Ilmu Keperawatan,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Tuti Herawati, S.Kp.,MN (.......................................)

Penguji

Ditetapkan di
Tanggal

: Ns. Nuraini, S.Kep

(.......................................)

: Depok
: 08 Juli 2013

iii

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penyusunan
karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Penyusun menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena segala keterbatasan penyusun. Meskipun demikian, penyusun berusaha
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini dengan
baik dan benar. Penyusun juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penyusun untuk menyelesaikan karya
ilmiah akhir ners ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Tuti Herawati, SKp.,MN, selaku dosen pembimbing profesi
Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan-Keperawatan Medikal Bedah
(KKMP-KMB) dan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N), yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
2. Ibu Riri Maria. SKp.,MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir, yang telah memberikan arahan mengenai penyusunan karya ilmiah
akhir ini;
3. Ibu

Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku koordinator program profesi

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah telah


banyak membantu dari awal hingga akhir profesi;
4. Ibu Ns. Nuraini, S.kep., selaku Clinical Instructor (CI) lapangan, yang
banyak memberikan bimbingan dan arahan selama mahasiswa melakukan
program profesi KKMP-KMB di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah
Kelas) RSUP Persahabatan;
5. Kakak Perawat Bedah Kelas, yang tidak bisa penyusun sebutkan namanya
satu per satu, yang telah banyak memberikan kesempatan kepada
iv

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

penyusun untuk belajar dan meningkatkan kemampuan melakukan direct


care kepada pasien;
6. Orang tua tercinta, ayahanda Amir dan ibunda Kurnia Maryam, serta adik
tercinta Fahrul Firdaus, dan seluruh keluarga penyusun lainnya, yang
selalu memberikan doa dan dukungan secara material dan moril;
7. Sahabat Omoesta, Herlia, Esti, Nicky, Puspa, MJ, dan Kak Monik, yang
selalu saling menyemangati dan berjuang bersama-sama, baik suka dan
duka dalam selama menyelesaikan profesi KKMP-KMB dan penyusunan
karya ilmiah akhir ners ini; dan
8. Teman-teman angkatan profesi FIK UI periode 2012-2013 yang telah
berjuang bersama dan saling memberikan dukungan selama proses profesi

Akhir kata, penyusun berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Depok, Juli 2013

Penyusun

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis Karya

: Fitri Mulyana
: 0806457054
: Ilmu Keperawatan
: Ilmu Keperawatan
: Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan Masalah Bedah Benign
Prostatic Hyperplasia-Transurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP)
di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas)
RSUP Persahabatan
beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 8 Juli 2013
Yang menyatakan

Fitri Mulyana

vi

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

ABSTRAK

Nama
Program studi
Judul

: Fitri Mulyana
: Ilmu Keperawatan
: Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan
Masalah Bedah Benign Prostatic HyperplasiaTransurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP)
di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas)
RSUP Persahabatan

Penuaan menyebabkan pembesaran kelenjar prostat, sehingga insiden dan


prevalensi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) pada lansia pria semakin
meningkat. Kasus BPH di perkotaan, banyak ditangani dengan Transurethral
Resection of the Prostate (TURP). Karya ilmiah ini memaparkan dan
menganalisis asuhan keperawatan perioperatif pada kasus penundaan operasi,
salah satu klien BPH-TURP, dengan menitikberatkan pada implementasi
preoperative teaching. Hasil analisis menunjukkan bahwa ansietas preoperatif dan
risiko komplikasi postoperatif dapat ditangani dengan preoperative teaching.
Penyusun menyarankan penerapan preoperative teaching secara optimal oleh
perawat, sesuai dengan kebutuhan klien.

Kata kunci: BPH, lansia pria, preoperative teaching, TURP

vii

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name
Study program
Title

: Fitri Mulyana
: Nursing
: The Analysis of Application Preoperative Teaching in Benign
Prostatic Hyperplasia-Transurethral Resection of the Prostate
(BPH-TURP) Client at Ward of Anggrek Tengah Kanan
(Bedah Kelas) RSUP Persahabatan

Aging process cause enlargement of prostate gland, so that the incidence and
prevalence of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) in elderly male is increasing.
The case of BPH in urban areas, most dealt with Transurethral Resection of the
Prostate (TURP). This paper aimed to describe and analyze perioperative nursing
care of the delay surgery case on one client with BPH-TURP, with emphasized on
preoperative teaching. Analysis showed that preoperative anxiety and risk of
postoperative complications can be reduce by preoperative teaching. Writer
suggested that delivering preoperative teaching by nurse should be done
optimally, based on client's needs.

Key words: BPH, elderly male, preoperative teaching, TURP

viii

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...........................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI TUGAS AKHIR ......................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

vi
vii
ix
xi
xii
xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................


A. Latar Belakang ......................................................................................
B. Rumusan Masalah .................................................................................
C. Tujuan Penyusunan ...............................................................................
D. Manfaat Penyusunan .............................................................................

1
1
5
5
6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................


A. Lanjut Usia (Lansia) sebagai Populasi Berisiko (Population at Risk)
dan Rentan (Vulnerable Population).................................... .....................
B. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).......................................................
C. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) ...................................
D. Masalah Preoperatif terkait TURP dan Preoperative Teaching ..............
E. Masalah Intraoperatif terkait TURP .......................................................
F. Masalah Postoperatif terkait TURP .......................................................

7
7
9
11
12
14
16

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ................................


A. Pengkajian Preoperatif..............................................................................
B. Analisi Data Preoperatif ..........................................................................
C. Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif ..............................................
D. Implementasi Keperawatan Preoperatif ...................................................
E. Evaluasi Hasil Implementasi Preoperatif ...............................................
F. Laporan Intraoperatif .............................................................................
G. Pengkajian Postoperatif.................................... ........................................
H. Analisi Data Postoperatif.........................................................................
I. Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif .............................................
J. Implementasi Keperawatan Postoperatif ..................................................
K. Evaluasi Hasil Implementasi Postoperatif ..............................................

18
18
22
23
23
24
25
28
29
30
30
31

ix

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

i
ii
iii
iv

Universitas Indonesia

BAB 4 ANALISIS SITUASI .......................................................................


A. Profil Lahan Praktik ................................................................................
B. Analisis Masalah Keperawatn Klien dengan BPH
dengan Konsep Terkait.................................... .........................................
B. Analisis Penerapan Preoperative Teaching pada Klien BPH-TURP ........
C. Alternatif Pemecahan .............................................................................

34
41
43

BAB 5 PENUTUP .....................................................................................


A. Simpulan ...............................................................................................
B. Saran .....................................................................................................

45
45
45

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

47

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

33
33

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1
Gambar 2.2

Prostat normal dan prostat yang mengalami pembesaran ......


Traksi balon kateter ................................................................

xi

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

10
17

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Pemantauan Laboratorium (25 Mei 2013) ..........................


Tabel 3.2 Hasil Pemantauan Tekanan Darah, Frekuensi Nadi,
dan Saturasi Oksigen Intraoperatif ..............................................
Tabel 3.3 Hasil Pemantauan Tanda-tanda Vital Postoperatif .......................

xii

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

22
27
29

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9

Analisis Data Preoperatif


Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif Bapak R dengan BPHTURP
Catatan Perkembangan Preoperatif Bapak R dengan BPH-TURP
Analisis Data Postoperatif
Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif Bapak R dengan
BPH-TURP
Catatan Perkembangan Postoperatif Bapak R dengan BPH-TURP
Media Edukasi Preoperative Teaching
Media Edukasi Discharge Planning
Daftar Riwayat Hidup

xiii

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan dewasa ini,
berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup seseorang. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 dalam laporan pada tahun 2012,
menggambarkan bahwa sejak tahun 2007 sampai 2010, usia harapan hidup
penduduk selalu mengalami peningkatan, dari 70,4 di tahun 2007 menjadi
70,9 di tahun 2010. Peningkatan usia harapan hidup ini menyebabkan jumlah
dan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun.

Berbagai data menunjukkan jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan


yang signifikan. Data Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) tahun
2009, mencatat bahwa Indonesia menduduki urutan keempat, negara dengan
penduduk lansia terbesar di Asia, setelah China, India dan Jepang. Data BPS
(2010) menunjukkan populasi lansia Indonesia mengalami peningkatan yang
pesat selama satu dekade terakhir, yaitu 14,4 juta jiwa (7,18 persen) pada
tahun 2000 menjadi 18,1 juta jiwa (9 persen) pada tahun 2010. Komnas Lansia
(2009) memperkirakan, pada tahun 2020 jumlah lansia Indonesia akan berlipat
ganda mencapai angka 28,8 juta jiwa (11,34 persen). Populasi ini tersebar di
seluruh wilayah Indonesia, baik perkotaan maupun pedesaan.

Populasi lansia di perkotaan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah


lansia Indonesia, ditambah dengan arus urbanisasi yang semakin pesat. WHO
dalam Putra (2012) mencatat bahwa setiap tahun, jumlah lansia akan lebih
banyak di perkotaan. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Kemenkokesra) Indonesia dalam Putra (2012) mencatat bahwa pada tahun
2010, perbandingan jumlah lansia di desa dan di perkotaan hanya memiliki
selisih 0,3 persen dengan jumlah lebih banyak di pedesaan. Namun,
Kemenkokesra memprediksi bahwa 10 tahun ke depan, kondisi tersebut akan
1

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

berbalik. Penduduk lansia di perkotaan akan lebih besar dibandingkan


pedesaan, yaitu sekitar 15,7 juta lansia akan hidup di kota, dan 13,1 juta lansia
akan tinggal di pedesaan. Kondisi tersebut tentunya perlu mendapatkan
perhatian dalam berbagai sektor, terutama kesehatan, untuk para lansia yang
merupakan kelompok usia rentan.

Lansia tergolong sebagai populasi yang rentan (vulnerable population) dan


berisiko (population at risk). Hal ini berarti lansia lebih mudah mengalami
masalah kesehatan, akibat terpapar risiko atau akibat buruk dari masalah
kesehatan, dan akibat kondisi biologis (Stanhope & Lancaster 2004). Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009 (dalam Komnas lansia, 2010)
mencatat separuh lebih lansia (54,57 persen) mengalami keluhan kesehatan
sebulan terakhir. Angka keluhan kesehatan ini meningkat dari 48,94 persen
pada tahun 2005, menjadi 54,25 persen pada tahun 2007 dan menjadi sebesar
54,57 persen pada tahun 2009. Keluhan kesehatan yang dirasakan lansia, salah
satunya merupakan dampak dari penuaan.

Proses penuaan mempengaruhi berbagai sistem tubuh pada lansia. Seiring


masa penuaan, berbagai fungsi sistem tubuh mengalami degenerasi, baik dari
struktur anatomis, maupun fungsi fisiologis. Salah satu sistem tubuh yang
terganggu akibat proses penuaan adalah sistem genitourinari. Pada sistem
genitourinari lansia pria, masalah yang sering terjadi akibat penuaan, yakni
pembesaran kelenjar prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)) (DeLaune
& Ladner, 2002).

Pembesaran kelenjar prostat, atau disebut dengan BPH (Benign Prostate


Hyperplasia) merupakan salah satu masalah genitouriari yang prevalensi dan
insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Parsons (2010)
menjelaskan bahwa BPH terjadi pada 70 persen pria berusia 60-69 tahun di
Amerika Serikat, dan 80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas.
Diperkirakan, pada tahun 2030 insiden BPH akan meningkat mencapai 20
persen pada pria berusia 65 tahun ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons,
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

2010).

Di Indonesia sendiri, data Badan POM (2011) menyebutkan bahwa

BPH merupakan penyakit kelenjar prostat tersering kedua, di klinik urologi di


Indonesia.

Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, namun hal ini tidak diiringi dengan
kesadaran masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan maupun
penanganan dini sebelum terjadi gangguan eliminasi urin. Nies dan McEwen
(2007) menjelaskan bahwa pandangan stereotip yang mengatakan pria itu
kuat, akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan gejala yang
timbul di awal penyakit. Pria akan menguatkan diri dan menghindari
penyebutan sakit bagi diri pria itu sendiri. Sementara, ketika wanita sakit,
wanita akan cenderung membatasi kegiatan dan berusaha mencari perawatan
kesehatan. Oleh karena itu, kasus BPH yang terjadi lebih banyak kasus yang
sudah mengalami gangguan eliminasi urin, dan hanya bisa ditangani dengan
prosedur pembedahan.

TURP (Transurethral Resection of the Prostate) merupakan salah satu


prosedur pembedahan untuk mengatasi masalah BPH yang paling sering
dilakukan. Rassweiler (2005) menjelaskan bahwa TURP merupakan
representasi gold standard manajemen operatif pada BPH. TURP memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan prosedur bedah untuk BPH lainnya.
Beberapa kelebihan TURP antara lain prosedur ini tidak dibutuhkan insisi dan
dapat digunakan untuk prostat dengan ukuran beragam, dan lebih aman bagi
pasien yang mempunyai risiko bedah yang buruk (Smeltzer & Bare, 2003).
Oleh karena itulah, prosedur TURP lebih umum digunakan mengatasi masalah
pembesaran kelenjar prostat.

Prosedur TURP banyak dilakukan di rumah sakit di perkotaan, karena


didukung dengan ketersediaan alat yang memadai dan tenaga kesehatan yang
kompeten. Tidak ditemukan data pasti yang menunjukkan jumlah rumah sakit
yang menyediakan layanan TURP di Indonesia. Namun, setiap rumah sakit
yang menyediakan jasa pelayanan bedah urologi, biasanya menyediakan
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

layanan TURP. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan merupakan


salah satu rumah sakit yang menyediakan layanan bedah urologi, termasuk
TURP. Dalam jangka waktu tujuh minggu, sejak awal Mei 2013 sampai akhir
Juli 2013, ditemukan sedikitnya delapan kasus BPH yang menjalani tindakan
bedah TURP dan dirawat di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas)
RSUP Persahabatan. Kasus ini termasuk kasus bedah urologi yang banyak
ditemukan selain kasus batu saluran perkemihan.

Segala jenis tindakan pembedahan harus dipersiapkan secara matang,


termasuk pada TURP. Klien yang akan menjalani prosedur TURP juga perlu
dipersiapkan, yaitu dengan preoperative teaching. Tujuan preoperative
teaching adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta
mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu,
informasi sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat
menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin &
Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003).

Pentingnya penerapan preoperative teaching dapat dilihat pada salah satu


contoh kasus. Bapak R merupakan salah satu klien BPH yang akan menjalani
tindakan pembedahan TURP. Bapak R dijadwalkan operasi pada tanggal 24
Mei 2013, namun Bapak R yang mengalami penundaan operasi sampai
tanggal 28 Mei 2013, karena tekanan darah yang tingi akibat ansietas. Hal ini
bisa dicegah, jika klien dipersiapkan dengan optimal, untuk menjalani
prosedur TURP, yaitu dengan persiapan preoperatif yang maksimal, yang
salah satunya mencakup preoperative teaching. Klien dapat diberikan
gambaran mengenai prosedur tindakan, hal-hal yang harus dipersiapkan, serta
hal-hal yang akan terjadi setelah operasi, serta mengenai perawatan dan
pencegahan

komplikasi

postoperatif.

Dengan

demikian,

klien

akan

mendapatkan informasi, dan dapat menurunkan tingkat ansietasnya. Oleh


karena itu, preoperative teaching diperlukan bagi klien yang akan menjalani
pembedahan, termasuk TURP.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

B. Rumusan Masalah
Pembangunan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan meningkatkan usia
harapan hidup seseorang. Peningkatan usia harapan hidup ini menyebabkan
jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan, terutama di
perkotaan dan ditambah dengan arus urbanisasi. Lansia tergolong sebagai
populasi yang rentan dan berisiko, terutama akibat perubahan biologis akibat
penuaan. BPH merupakan salah satu masalah pada lansia pria, yang terjadi
karena adanya pembesaran kelenjar prostat akibat penuaan. BPH banyak
ditangani dengan prosedur bedah TURP. Klien yang akan menjalani prosedur
TURP perlu persiapan preoperatif yang optimal, salah satunya dengan
preoperative teaching, yang dapat menurunkan kecemasan dan ketakutan,
serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Salah
satu contoh adalah pada Bapak R yang mengalami penundaan operasi karena
tekanan darah yang tingi akibat ansietas. Hal ini bisa dicegah jika dilakukan
preoperative teaching yang optimal. Oleh karena itu, preoperative teaching
penting diberikan pada klien yang akan menjalani TURP.

C. Tujuan Penyusunan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya penyusunan karya ilmiah ners ini adalah
untuk menggambarkan asuhan keperawatan perioperatif pada klien
dengan

BPH-TURP,

dengan

menitikberatkan

pada

implementasi

preoperative teaching.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
a. Memaparkan asuhan keperawatan preoperatif pada pada klien dengan
BPH-TURP
b. Memaparkan asuhan keperawatan intraoperatif pada pada klien
dengan BPH-TURP

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

c. Memaparkan asuhan keperawatan postoperatif pada pada klien


dengan BPH-TURP
d. Menganalisis

masalah

keperawatan

klien

dengan

BPH

dan

dihubungkan dengan konsep terkait


e. Menganalisis implementasi preoperative teaching yang dilakukan
pada klien BPH-TURP

D. Manfaat Penyusunan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran
bagi mahasiswa keperawatan, dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan kasus bedah BPH-TURP. Karya ilmiah ini juga dapat
digunakan sebagai data dasar bagi penelitian yang akan melibatkan klien
dengan BPH-TURP,. Selain itu, karya ilmiah ini dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi klien BPH serta asuhan keperawatannya,
sehingga dapat memberikan ide atau gagasan baru untuk pengembangan
ilmu keperawatan, khususnya keperawatan medikal bedah di masa yang
akan datang.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan


Hasil penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan masukan bagi
pengembangan asuhan keperawatan perioperatif pada klien BPH-TURP,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan di rumah
sakit. Selain itu, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran
pemberian asuhan keperawatan perioperatif yang komprehensif pada klien
dengan masalah BPH-TURP.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia (Lansia) sebagai Populasi Berisiko (Population at Risk) dan


Rentan (Vulnerable Population)
Maurer dan Smith (2005) mendefinisikan populasi sebagai sekumpulan
individu yang bertempat tinggal di suatu wilayah. Definisi risiko adalah
peluang atau kemungkinan untuk mempunyai konsekuensi yang merugikan,
dan akan meningkat dengan adanya satu atau lebih karakteristik (Backett,
Davies, & Petros-Barvazian, 1984 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003).
Populasi berisiko didefinisikan sebagai kumpulan individu yang memiliki
masalah kesehatan, yang kemungkinan akan berkembang karena dipengaruhi
adanya faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Allender, Rector, & Warner,
2010). Faktor risiko (risk factor) sendiri didefinisikan sebagai faktor paparan
yang spesifik, yang secara terus menerus bersinggungan terhadap individu.
Faktor risiko berkaitan dengan lingkungan, gaya hidup, dan karakteristik
seseorang seperti usia, jenis kelamin, dan genetik (Stanhope & Lancaster,
2004). Dengan demikian, populasi berisiko merupakan sekumpulan individu
yang dapat memiliki masalah kesehatan, karena adanya faktor risiko yang
berasal dari dalam maupun dari luar individu tersebut.

Kelompok yang mempunyai kumpulan risiko untuk dapat mengalami berbagai


masalah, digolongkan sebagai populasi rentan (vulnerable population). Polit
dan Beck (2012) mendefinisikan kerentanan (vulnerability) sebagai kondisi
yang mengakibatkan individu mudah mengalami gangguan fisik. Vulnerable
population merupakan kelompok yang mempunyai karakteristik lebih
memungkinkan

berkembangnya

masalah

kesehatan,

lebih

mengalami

kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan, dan lebih memungkinkan


penghasilannya kurang, atau masa hidupnya lebih singkat akibat kondisi
kesehatan (Maurer & Smith, 2005). Dengan demikian, populasi rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok individu yang memiliki berbagai risiko untuk

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

mengalami masalah akibat faktor pendukung yang tidak adekuat baik dalam
diri maupun dari lingkungan.

Lansia merupakan kelompok usia yang berisiko, karena dalam diri lansia
terdapat karakteristik populasi berisiko. Karakteristik populasi berisiko
tersebut antara lain risiko biologis dan usia, risiko gaya hidup dan perilaku,
risiko sosial, serta risiko ekonomi.

Pertama, risiko biologis dan usia. Dalam proses menua, dikenal adanya teori
biologis. Teori ini menjelaskan bahwa penuaan merupakan proses yang tidak
disengaja dan irreversible, yang terjadi setiap saat dan menyebabkan
perubahan sel-sel dan jaringan tubuh (Ebersole, 2005). Sebagai contoh pada
pria, seiring masa penuaan, risiko untuk mengalami pembesaran kelenjar
prostat menjadi lebih tinggi. Parsons (2010) mengungkapkan bahwa risiko
BPH meningkat mencapai angka 70 persen pada pria berusia 60-69 tahun, dan
80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas.

Kedua, risiko gaya hidup dan perilaku. Beberapa masalah kesehatan yang
timbul pada lansia, disebabkan karena gaya hidup atau kebiasaan yang
dilakukan sejak muda (Stanhope & Lancaster, 2004). BPH belum diketahui
penyebabnya. Namun, Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa hasil penelitian
yang dilakukan oleh Parsons (2007), dan Parsons dan Kashefi (2008)
menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kurang aktivitas
fisik, obesitas, dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian BPH.

Ketiga, risiko sosial. Risiko sosial antara lain lingkungan tempat tinggal
dengan tingkat kriminalitas

tinggi, jauh dari tempat rekreasi, fasilitas

kesehatan tidak memadai, lingkungan yang memiliki tingkat polisi yang


tinggi, serta lingkungan yang memiliki tingkat stress tinggi (Stanhope &
Lancaster, 2004). Selain itu, risiko masalah kesehatan dapat meningkat jika
lansia memiliki kemampuan koping yang maladaptif atau tidak adekuat.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Keempat, risiko ekonomi. Hal ini berkaitan dengan sumber penghasilan dalam
keluarga. Keterbatasan pendapatan akan berdampak pada kesulitan dalam
mengakses pelayanan kesehatan, selain itu, pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari juga akan mengalami keterbatasan. Oleh karena itu, kondisi
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan, terutama pada
lansia (Stanhope & Lancaster, 2004). Belum ada penelitian antara hubungan
BPH dengan kondisi ekonomi individu. Namun, masalah ekonomi dapat
menjadi penghambat individu untuk melakukan deteksi dini BPH maupun
pengobatan dan perawatan terkait BPH.

Hasil penjabaran tersebut menggambarkan bahwa lansia memiliki banyak


faktor risiko terhadap munculnya gangguan kesehatan. Selain itu, proses
penuaan pada lansia menyebabkan kemungkinan berkembangnya masalah
kesehatan, menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, selain digolongkan sebagai
kelompok berisiko, lansia juga merupakan kelompok yang rentan terhadap
masalah kesehatan. Sebagai contoh, pada pria, seiring bertambahnya usia,
menjadi rentan terhadap masalah BPH.

B. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran
kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang
menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare,
2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah
sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel
stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan
pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel
(Roehrborn, 2011).

Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan


bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti
usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut
selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein growth factor,
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

10

yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran prostat
juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn
(2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena
meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.

Gambar 2.1: Prostat normal (kiri) dan prostat yang membesar (kanan)

BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala
LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas
gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang
meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran berkemih
lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis
berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).

LUTS pada BPH terjadi karena adanya pembesaran kelenjar prostat atau
benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi
pada leher kandung kemih dan uretra atau bladder outlet obstruction (BOO).
Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan pada struktur
kandung kemih maupun ginjal, yang kemudian dapat menimbulkan
komplikasi pada saluran kemih bagian atas maupun bawah (IAUI, 2003).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

11

Obstruksi pada leher kandung kemih dan uretra menyebabkan pengosongan


urin yang tidak tuntas, yang lama kelamaan dapat meningkatkan tekanan pada
kandung kemih. Seiring dengan meningkatnya tekanan pada kandung kemih,
regangan otot detrusor yang terdapat pada kandung kemih, melebihi kapasitas
regangnya, sehingga kandung kemih terus meregang, sementara kontraksi
kandung kemih menjadi lemah. Akibatnya terjadi refluks urin. Jika hal ini
terus berlanjut, lama kelamaan dapat terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan
dilatasi pada piala dan kaliks ginjal (hidronefrosis), yang dapat menyebabkan
kerusakan tubulus, gangguan filtrasi ginjal, dan akhirnya menjadi awal
terjadinya gagal ginjal (Smeltzer & Bare, 2003).

B. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)


BPH tidak dapat dicegah, dan kebanyakan kasus BPH di Indonesia merupakan
kasus BPH bergejala, yang sudah menimbulkan gangguan elminasi.
Penanganan masalah BPH di Indonesia, paling banyak dilakukan melalui
prosedur bedah, yaitu TURP. TURP merupakan salah satu prosedur
pembedahan yang umum dilakukan pada kasus BPH. Prosedur ini dilakukan
melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal dimasukkan ke secara
langsung melalui uretra ke dalam prostat, yang kemudian dapat dilihat secara
langsung. kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik
(Smeltzer & Bare, 2003).

Prosedur TURP memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan


TUPR antara lain dapat dilakukan tanpa insisi, dan digunakan untuk kelenjar
dalam ukuran yang beragam. Selain itu, TURP juga dapat digunakan untuk
pasien dengan kelenjar yang kecil dan lebih aman bagi pasien yang memiliki
risiko bedah (Smeltzer & Bare, 2003). Adapun kekurangan dari prosedur
TUPR antara lain dapat menyebabkan komplikasi seperti perdarahan,
obstruksi (Smeltzer & Bare, 2003), dan timbulnya sindrom TURP (Hideki, et
al 2001).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

12

C. Masalah Preoperatif terkait TURP dan Preoperative Teaching


Smelzer dan Bare (2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah utama
yang terjadi pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan kurang
pengetahuan. Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang pengetahuan dapat
disebabkan karena gangguan dalam komunikasi, barrier bahasa, kapasitas
mental klien yang tidak adekuat, serta kurang terpapar informasi mengenai
prosedur pembedahan. Selain itu, Spry (2009) juga

memaparkan bahwa

tingkat ansietas seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman pembedahan.

Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah ansietas dapat dilakukan


dengan eduksi kesehatan dan teknik relaksasi. Doenges dan Moorhouse (2008)
menjelaskan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan frustasi dan
meningkatkan koping adaptif. Selain itu, pendapat lain yang dikemukakan
oleh Spry (2009) menjelaskan bahwa pemberian informasi yang sesuai dengan
kebutukan klien pada fase preoperatif dapat menurunkan ansietas dan
ketakutan klien.

Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang


pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran preoperatif (preoperative
teaching). Bernier, Saranes, dan Owen (2003) menjelaskan bahwa
preoperative teaching merupakan proses interaktif dalam memberikan
informasi dan penjelasan mengenai proses pembedahan, perilaku yang
diharapkan, dan antisipasi sensasi, serta mendengarkan aktif (therapeutic
listening) pasien yang akan menjalani operasi. Tujuan preoperative teaching
adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi
kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, Informasi
sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat
menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin &
Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003).

Materi yang perlu disampaikan pada preoperative teaching bermacam-macam,


Spry (2009) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus mencakup
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

13

kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi, prosedur pembedahan,


estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Selain itu, edukasi mengenai hal
lain, seperti latihan napas dalam dan batuk efektif, latihan kaki, serta
mengenai persiapan preoperatif dan perawatan postoperatif juga perlu
dilakukan. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan
asuhan

keperawatan

preoperatif

adalah

mengajarkan

klien

untuk

mempromosikan ekspansi paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang


adekuat postanestesi. Selain itu, latihan napas dalam preoperatif juga
diberikan pada klien yang berisiko mengalami komplikasi postoperatif. Faktor
risiko tersebut antara lain anestesi umum, pembedahan abdomen atau toraks,
riwayat merokok, penyakit paru kronik, obesitas, dan lanjut usia (Pearson
Education,--). Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa

latihan kaki

adalah

vena,

untuk

memperbaiki

sirkulasi,

mencegah

stasis

dan

mempromosikan fungsi rispiratori yang optimal. Oleh karena itu, latihan ini
penting untuk dilakukan pada klien yang akan menjalani pembedahan.

Hal lain yang perlu disampaikan dalam preoperative teaching juga mencakup
pengajaran mengenai bed rest dan mobilisasi dini postoperatif. Alam, et al
(2011) menjelaskan bahwa insiden sakit kepala setelah anestesia spinal terjadi
sekitar 0,2% sampai 20%. Alam, et al (2011) juga menjelaskan bahwa gejala
sakit kepala ini dapat dikurangi dengan bed rest. Thoennissen, et al (2001)
menjelaskan bahwa di

Perancis bed rest untuk mencegah sakit kepada

postanestesi dilakukan selama 24 jam, begitupun dengan di Austria. Namun,


di Swedia bed rest hanya dilakukan sampai kurang dari tiga jam. Shields dan
Welder (2002) menjelaskan bahwa bed rest dilakukan dengan posisi datar
(lying flat). Walaupun bed rest dianjurkan pada saat postoperatif, di sisi lain
mobilisasi dini (early mobilization) juga diperlukan untuk mencegah
trombosis vena.

Rice, Brassell, dan McLeod (2010) menjelaskan bahwa

tromboemboli vena merupakan komplikasi yang umum dan berpotensi terjadi


pada pembedahan urologi, termasuk TURP. Rice, Brassell, dan McLeod
(2010) juga menjelaskan bahwa salah satu pencegahan komplikasi ini
dilakukan dengan mobilisasi dini. Oleh karena itu, setelah pemulihan dari efek
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

14

anestesia dengan bed rest, harus dilakukan mobilisasi dini. Smeltzer dan Bare
(2003) juga menjelaskan bahwa dalam melakukan ambulasi dini tidak
melewati batas toleransi pasien, harus memperhatikan jenis prosedur bedah,
kondisi fisik, dan usia pasien.

Hal lainnya yang perlu disampaikan pada pasien adalah kapan boleh makan
dan minum setelah operasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
cairan merupakan substansi pertama yang ditoleransi pasien setelah
pembedahan.

Setelah itu, jika tidak ada rasa mual, diet normal dapat

diberikan Smeltzer dan Bare (2003). Oleh karena itu, pada pasien post-TURP,
asupan makanan diberikan secara bertahap, jika sudah tidak ada rasa mual.

Pencegahan

Valsava

manuver

post-TURP

juga

perlu

disampaikan.

Pencegahan Valsava manuver antara lain mencakup menghindari mengejan


saat defekasi, menghindari menahan napas saat berpindah posisi, menghindari
bersin, dan batuk keras. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
Valsava dapat meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan hematuria. Salah
satu upaya untuk menghindari Valsava saat defekasi adalah dengan makan
makanan yang mengandung serat dan konsumsi air yang cukup, dua sampai
tiga liter per hari.

D. Masalah Intraoperatif terkait TURP


Hal yang dilakukan setelah klien masuk ruang operasi adalah persiapan
anestesi. Pada pembedahan TURP, jenis anestesi yang biasa dilakukan adalah
anestesi spinal. Anestesi spinal merupakan anestesi, dimana obat anestesi
disuntikkan pada ruang subarachnoid pada lumbal, biasanya antara L4 dan
L5. Anestesi spinal yang dilakukan, menghasilkan efek anestesi pada
ekstermitas bawah, perineum, dan abdomen bawah (Smeltzer & Bare, 2003).

Setelah proses anestesi dilakukan, klien yang akan menjalani TURP akan
diposisikan litotomi, kemudian dilakukan desinfeksi. Tujuan dilakukannya
proses ini adalah sebagai upaya untuk mengurangi jumlah bakteri pada kulit,
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

15

dan mengurangi potensial kontaminasi bakteri dari klien selama proses


pembedahan (Spry, 2009). Setelah itu, dilakukan draping agar dokter bedah
dapat berfokus hanya pada daerah yang harus dioperasi saja.

Masalah keperawatan intraoperatif yang biasanya muncul pada klien dengan


pembedahan TURP adalah risiko cedera posisi perioperatif berhubungan
dengan posisi operasi, pemakaian alat kesehatan, dan tindakan invasif, serta
risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan. Spry (2009)
menjelaskan bahwa selama periode intraoperatif, klien memiliki risiko cedera
yang tinggi. NANDA (2012) juga dijelaskan bahwa risiko cedera posisi
perioperatif dapat terjadi karena adanya faktor risiko seperti disorientasi,
edema, imobilisasi, kelemahan otot, terlalu kurus, terlalu gemuk, dan
gangguan persepsi atau sensori yang berkaitan dengan anestesi. Spry (2009)
menjelaskan bahwa anestesi dapat mencegah pertahanan tubuh normal
terhadap nyeri akibat peregangan, twisting, dan kompresi yang berlebihan
pada bagian tubuh. Selain itu, gesekan dan tekanan pada masa imobilisasi juga
dapat menyebakan timbulnya luka tekan (pressure ulcer).

Masalah keperawatan dapat timbul dari posisi operasi, dalam kasus ini posisi
litotomi. Posisi litotomi dapat mengurangi efisiensi respirasi karena tekanan
yang diberikan paha kepada abdomen dan tekanan yang diberikan oleh
abdomen pada diafragma, membatasi ekspansi paru, sehingga kapasitas paru
dan volume tidal menurun. Selain itu, pada posisi litotomi, ketika bagian kaki
direndahkan, sekitar 500-800 ml darah beralih dari bagian viseral ke bagian
ekstremitas, dan dapat menyebabkan hipotensi (Spry, 2009). Risiko lain yang
ditimbulkan dari posisi ini adalah terjadinya sindrom kompartemen. Walsh
(1993) dalam Spry (2009) menjelaskan bahwa sindrom kompartemen dapat
terjadi jika otot betis terlalu lama kontak dengan penyangga kaki.

Masalah lain juga dapat ditimbulkan jika prosedur TURP dilakukan dalam
durasi yang terlalu lama. Hawary, et al (2009) menjelaskan bahwa prosedur
TURP harus dibatasi sampai kurang dari 60 menit untuk menghindari
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

16

terjadinya komplikasi TURP. Penelitian yang dilakukan oleh Mebust, et al


(1989) (Dalam Hawary, et al, 2009), ditemukan bahwa dari 3885 pasien yang
menjalani TURP, pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit,
terjadi insiden perdarahan intraoperatif dan TURP syndrome yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit.
Pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit insiden perdarahan
intraoperatif terjadi sebanyak 7,3% dan TURP syndrome sebanyak 2%.
Sedangkan pada pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit, insiden
perdarahan intraoperatif sekitar 0,9% dan insiden TURP syndrome sebanyak
0,7%.

E. Masalah Postoperatif terkait TURP


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada fase postoperatif pada klien
dengan jenis pembedahan TURP adalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan
risiko gangguan eliminasi urin. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
nyeri akut merupakan salah satu masalah utama yang muncul pada pasien
postoperatif. Diagnosa risiko perdarahan dan risiko gangguan eliminasi urin
juga dapat ditegakkan karena adanya faktor risiko komplikasi TURP.
Rassweiler et al (2006) menjelaskan bahwa TURP dapat menimbulkan
komplikasi, diantarnya adalah perdarahan, retensi urin, inkontinensia,
ejakulasi retrogard, obstruksi kateter urin, serta scarring.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk penangan nyeri dapat


dilakukan dengan cara non farmakologis dan cara farmakologis. Intervensi
manajemen nyeri non farmakologis dapat dilakukan dengan teknik relaksasi.
Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri dapat menimbulkan
respon stress, yang dapat memicu konstriksi pembuluh darah. Oleh karena itu,
teknik relaksasi dapat digunakan untuk membantu mengurangi nyeri, karena
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah untuk memperlancar aliran darah.
Intervensi untuk mengatasi nyeri juga dapat dilakukan dengan manajemen
nyeri farmakologis. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa pada klien
postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat. Selain itu, Smeltzer
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

17

dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa lansia harus mendapatkan


manajemen nyeri yang adekuat setelah pembedahan. Oleh karena itu,
manajemen nyeri farmakologis juga dibutuhkan untuk klien pada fase
postoperatif.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko perdarahan antara


lain melakukan traksi kateter. Reissweler (2006) menjelaskan bahwa pada
post-TURP, balon kateter digunakan sebagai traksi untuk membantu
menghentikan perdarahan.

Gambar 2.2: Traksi balon kateter

Pencegahan perdarahan juga dapat

dengan edukasi. Pemberian informasi

yang dilakukan adalah edukasi mengenai pencegahan valsava manuver, yang


telah dijelaskan pada bagian preoperative teaching.Selain itu, diperlukan juga
pemberian medikasi yang dapat

mengurangi risiko perdarahan dan

mempercepat proses penyembuhan luka seperti kalnex dan vitamin k.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani masalah risiko gangguan


eliminasi urin adalah dengan pemantauan continuous bladder irrigation.
Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa continuous bladder irrigation
post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan bekuan darah agar obstruksi tidak
terjadi. Selain itu, irigasi juga dapat dibantu dengan asupan cairan yang
adekuat, sehingga perlu dilakukan edukasi untuk mengkonsumsi cairan per
oral dengan adekuat, yaitu dua sampai tiga liter cairan per hari.
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Pengkajian (Pre Operatif)


Bapak R (63 tahun) masuk rumah sakit pada tanggal 23 Mei 2013, dengan
diagnosa medis hiperplasia prostat. Klien dirawat di ruang Bedah Kelas RSUP
Persahabatan untuk menjalani operasi TURP pada tanggal 24 Mei 2013,
namun operasinya ditunda karena tekanan darah klien tiba-tiba tinggi. Klien
merupakan penduduk asli Jakarta, dan memiliki latar belakang budaya suku
Betawi, dengan pendidikan terakhir sekolah dasar (SD). Klien pernah bekerja
sebagai tukang ojek, namun saat ini klien sudah tidak bekerja. Bapak R
memiliki riwayat merokok, namun sudah berhenti sejak tiga tahun yang lalu.

Keluhan yang berhubungan dengan penyakit yang dirasakan klien saat ini
adalah keluhan pada eliminasi urin. Keluhan yang dirasakan berupa keluhan
nyeri saat berkemih, terasa panas seperti terbakar, berkemih seringkali terasa
tidak tuntas (anyang-anyangan). Nyeri yang dirasakan berada dalam skala
empat sampai lima. Klien mengatakan terkadang harus mengejan baru bisa
berkemih. Terkadang klien merasa tuntas dalam berkemih, namun setelah
berkemih terasa nyeri (disuria terminal). Pancaran urin lemah. Klien juga
mengatakan sering ingin buang air kecil di malam hari, bisa dua atau tiga kali.
Keluhan dirasakan kurang lebih sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit.

Hasil pengkajian riwayat penyakit sebelumnya didapatkan bahwa klien pernah


memiliki masalah batu ureter. Pada tanggal 25 Mei 2013, telah dilakukan
tindakan URS (ureterorenoscopy) untuk masalah batu ureter yang dialami
klien, dan bersamaan dengan sistoskopi yang dilakukan saat tindakan URS,
diketahui bahwa klien juga mengalami hiperplasia prostat. Selain itu, klien
juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sampai saat ini. Klien
baru mengetahui jika dirinya memiliki hipertensi sejak melakukan kunjungan
ke poli urologi untuk masalah perkemihan yang dialaminya. Sejak saat itu,
klien meminum obat anti hipertensi captopril 1 sampai 2 kali sehari, namun
18

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

19

tidak dilakukan secara rutin. Klien mengatakan sering merasa nyeri pada
tengkuk, yang datangnya sewaktu-waktu. Klien mengatakan nyeri akan hilang
dengan istirahat.

Hasil pengkajian riwayat penyakit dalam keluarga didapatkan bahwa dalam


keluarga pernah mengalami penyakit yang sama, yakni batu saluran kemih.
Klien mengatakan dalam keluarga, ayah klien pernah mengalami penyakit urin
batu, sampai mengeluarkan batu kecil-kecil ketika buang air kecil. Namun,
tidak pernah berobat. Berdasarkan hasil pengkajian, untuk masalah hipertensi,
tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga. Riwayat masalah kesehatan
lainnya seperti jantung dan DM juga tidak ditemukan dalam keluarga klien.

Klien mendapat jadwal untuk mendapatakan tindakan TURP pada Jumat, 24


Mei 2013. Namun, tindakan tersebut dibatalkan karena hipertensi klien
kambuh mencapai 205/109. Pada pukul 06.00 sebelum operasi, tekanan darah
klien mencapai 190/100. Setelah itu, diberikan captopril 25 gram, satu jam
setelahnya, setelah dievaluasi, tekanan darah turun menjadi 150/80. Klien
mengatakan merasa kaget saat dibawa ke ruang persiapan operasi, karena
ruangan dingin. Klien juga mengatakan tidak tahu akan dilakukan tindakan
seperti apa. Klien pernah masuk kamar operasi sebelumnya, tetapi klien tidak
mengetahui apakah tindakan yang akan dilakukan akan sama atau berbeda.
Ketika ditanyakan hal yang diketahui klien tentang tindakan operasi yang akan
dilakukan, klien mengatakan tidak tahu, operasi seperti apa yang akan
dilakukan. Klien dijadwalkan kembali untuk operasi pada Selasa, 28 Mei
2013, tindakan TURP dengan anestesi spinal.

Hasil pengkajian aktivitas, didapatkan data bahwa saat di rumah kegiatan


sehari-hari adalah membantu istri berjualan nasi uduk. Selain itu, saat di
rumah klien sering olahraga sepak bola bersama teman atau tetangga. Selama
di rumah sakit klien tidak memiliki keterbatasan mobilisasi. Rentang
pergerakan sendi klien normal. Klien mampu berjalan ke kamar mandi, dan
dapat melakukan tindakan personal hygiene secara mandiri. Klien biasa tidur
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

20

malam dari rentang pukul sembilan sampai sebelas malam dan bangun saat
subuh, sekitar pukul empat sampai lima pagi. Klien mengatakan selama
dirawat di rumah sakit sering terbangun di malam hari, karena ingin berkemih.
Perasaan tersebut, seringkali menganggu istirahat tidur malam. Siang hari,
klien akan tidur siang jika tidak ada pasien lain yang bisa diajak mengobrol
atau tidak ada keluarga dan teman yang menjenguk ke rumah sakit.

Hasil pengkajian sistem sirkulasi didapatkan hasil bahwa klien memiliki


riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, yang baru diketahui saat klien
melakukan pemeriksaan terkait keluhan perkemihan yang dialaminya. Klien
juga rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi, captopril. Hasil pemeriksaan
tekanan darah pada Sabtu, 25 Mei 2013 tekanan darah pada posisi berbaring
dan dilakukan pada lengan kiri adalah 140/90 mmHg, frekuensi nadi radialis
92 kali/menit kuat, dan reguler. Pada auskultasi, tidak ditemukan bunyi
jantung abnormal, tidak terdapat rasa kebas pada ekstremitas, suhu ekstremitas
hangat, capillary refill time kurang dari dua detik, mukosa bibir lembab,
konjungtiva tidak pucat, dan sklera tidak ikterik.

Hasil pengkajian integritas ego didapatkan hasil bahwa klien tampak tegang.
Klien mengatakan takut akan batal operasi lagi. Klien khawatir tekanan
darahnya akan tinggi lagi sebelum operasi. Sebelumnya, klien batal operai
karena tekanan darahnya meningkat di atas normal. Klien mengatakan kaget
saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin. Klien juga tidak
mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap dirinya saat di ruang operasi
lagi. Saat ini, hal yang dilakukan klien untuk mengatasi kecemasannya adalah
dengan banyak berdoa, dan berzikir. Klien terlihat sering berzikir sambil
menelusuri batu tasbih dengan jari. Klien juga terlihat rutin mengerjakan
sholat lima waktu. Klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi
yang harus dilakukan, klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi
sehingga akan ada luka operasi, klien mengatakan tidak mengetahui perawatan
postoperatif, dan klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP, selain

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

21

itu, klien juga sering menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan prosedur
operatif dan hasil postoperatif.

Hasil pengkajian eliminasi didapatkan hasil bahwa klien buang air kecil
sekitar lima sampai enam kali dalam sehari. Selain itu, ditemukan juga geljala
LUTS seperti terasa nyeri saat berkemih, terasa panas seperti terbakar,
berkemih terkadang tidak tuntas, pancaran urin lemah. Jika berkemih
dirasakan tuntas, setelah berkemih biasanya terasa nyeri (disuria terminal).
Seringkali klien harus mengejan untuk mengeluarkan urin. Klien mengalami
nokturia sekitar dua sampai tiga kali setiap malam. Tidak terdapat hematuria.
Pola defekasi klien tidak setiap hari, biasanya dua hari sekali. Klien
mengatakan

terkadang

defekasi

keras

dan

harus

mengejan

untuk

mengeluarkan feses. Klien tidak meminum obat-obatan laksatif, dan tidak ada
riwayat hemoroid. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan bahwa tidak
terdapat nyeri tekan abdomen, konsistensi abdomen lunak, tidak terdapat
massa, dan hasil auskultasi ditemukan bising usus aktif pada keempat kuadran.

Hasil pengkajian makanan dan cairan ditemukan bahwa berat badan klien
adalah 65 kg, dan tinggi badan 168 cm. Klien mengatakan selama di rumah
sakit makan tiga kali dalam sehari dan lebih sering menghabiskan
makanannya. Tidak ada masalah penurunan selera makan, tidak terdapat mual
maupun muntah. Klien tidak memiliki masalah mengunyah dan menelan,
klien tidak memakai gigi palsu, dan tidak ada alergi makanan. Klien
mengatakan kurang suka makan sayur dan buah. Klien mengatakan suka
makan gorengan dan jengkol. Selama di rumah sakit, klien dalam satu hari
dapat menghabiskan sampai 3000 ml air untuk minum (dua botol air mineral
ukuran 1500 ml).

Pemeriksaan lainnya yang dilakukan adalah pemeriksaan sistoskopi dan


pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan sistoskopi pada tanggal 2 Mei
2013, saat klien menjalani tindakan URS untuk masalah batu ureter, diketahui
bahwa klien mengalami pembesaran prostat.
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

22

Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2013


adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium (25 Mei 2013)


Jenis

Hasil

Pemeriksaan

Nilai Normal

Interpretasi

Leukosit

7,44 ribu/mm3

5-10 ribu/mm3

Normal

Hemoglobin

14,7 gr/dl

13-18 gr/dl

Normal

Hematokrit

40 %

Trombosit

40-52 %
3

260 ribu/mm

Normal
3

150-440 ribu/mm

Normal

B. Analisis Data Preoperatif


Hasil pengkajian terhadap Bapak R, ditemukan dua masalah keperawatan
preoperatif utama, yaitu ansietas, kurang pengetahuan. Selain itu, terdapat
juga diagnosa nyeri akut, gangguan eliminasi urin dan regimen terapeutik
tidak efektif, yang lebih jelas dapat dilihat pada lampiran satu.

Diagnosa ansietas ditegakkan berdasarkan data-data penunjang. Data subjektif


yang ditemukan untuk menegakkan masalah ansietas antara lain klien
mengatakan mengkhawatirkan tekanan darahnya akan tinggi lagi dan takut
akan batal operasi lagi, selain itu, klien juga mengatakan sebelumnya klien
batal operasi karena tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke
ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin, dan klien tidak mengetahui apa
yang akan dilakukan terhadap dirinya saat di ruang operasi, hal ini juga
membuat klien khawatir. Selain itu, klien mengatakan untuk mengatasi
kecemasannya, klien biasanya berdoa dan berzikir. Adapun data objektif yang
didapatkan antara lain klien tampak tegang, tekanan darah klien yang sedikit
meningkat, yaitu 140/90 mmHg, dan frekuensi nadi 92 kali per menit.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

23

Diagnosa keperawatan lainnya, yakni kurang pengetahuan, berdasarkan datadata subjektif dan objektif yang ditemukan selama pengkajian. Data subjektif
yang ditemukan antara lain, klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan
operasi yang harus dilakukan, klien mengatakan operasinya mungkin akan
dinsisi sehingga akan ada luka operasi, klien mengatakan tidak mengetahui
perawatan postoperatif, dan klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi
TURP. Adapun data objektif yang didapatkan antara lain Klien menanyakan
hal-hal yang berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil postoperatif.

C. Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif


Rencana asuhan yang disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan
preoperatif ansietas dan nyeri akut terlampir dalam lampiran dua.

D. Implementasi Keperawatan Preoperatif


Implementasi untuk mengatasi masalah preoperatif ansietas dan nyeri akut
dilakukan sejak tanggal 25 Mei 2013 setelah pengkajian, sampai tanggal 28
Mei 2013 sebelum operasi. Dalam mengatasi masalah ansietas dan nyeri akut,
hal yang sudah penyusun lakukan antara lain implementasi pengkajian,
monitor, direct care, edukasi kesehatan, dan kolaborasi.

Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan


ansietas antara lain mengkaji kecemasan klien, dari mulai hal yang membuat
cemas, akibat cemas yang dialami terhadap aktivitas sehari-hari, serta hal yang
dilakukan klien jika kecemasan muncul. Selain itu, penyusun juga
menlakukan pemeriksaan tanda-tanda vital secara berkala, minimal satu kali
setiap shift. Implemetasi direct care yang sudah penyusun lakukan untuk
mengatasi masalah ansietas adalah mangajarkan teknik napas dalam untuk
mengatasi kecemasan. Masalah ini juga diatasi dengan memberikan edukasi
kesehatan yaitu dengan memberikan informasi terkait prosedur pembedahan
dan prosedur TURP yang akan dijalani klien. Penyusun melakukan edukasi
kepada klien dengan menggunakan media yang disertai dengan gambar untuk
memudahkan klien memahami penjelasan terkait prosedur anestesi dan
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

24

prosedur TURP. Implementasi kolaborasi yang penyusun lakukan, bukan


memberikan

obat

antiansietas,

melainkan

memantau

klien

dalam

mengkonsumsi obat antihipertensi captopril dan amlodipin, karena salah satu


penyebab kecemasan klien adalah karena takut batal operasi jika tekanan
darahnya tinggi.

Implementasi terkait masalah keperawatan kurang pengetahun juga sudah


penulis

lakukan.

mengidentifikasi

Implementasi yang penyusun


pengetahuan

klien

tentang

lakukan antara lain

perawatan

postoperatif,

menjelaskan mengenai protokol preoperatif seperti: tidak memakai perhiasan,


tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai
alat bantu penglihatan (kacamata maupun lensa kontak), tidak memakai cat
kuku, mencukur dan membersihkan daerah operasi, memakai gelang identitas,
tetap mengkonsumsi obat antihipertensi, puasa delapan jam sejak malam
sebelum operasi, mandi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi,
memfasilitasi klien dalam melakukan persiapan preoperatif, mengajarkan
latihan napas dalam dan batuk efektif, serta mengajarkan latihan ekstremitas.

E. Evaluasi Hasil Implementasi Preoperatif


Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah
ansietas, memberikan dampak yang positif. Pada evaluasi subjektif,
didapatkan hasil bahwa ansietas yang dialami klien berkurang, klien lebih
mengetahui prosedur anestesi spinal ditambah lagi karena klien sudah pernah
operasi sebelumnya dengan jenis anestesi spinal. Selain itu, klien juga
mengatakan sudah mendapatkan gambaran tentang prosedur operasi TURP
yang akan dijalankan.

Berdasarkan evaluasi objektif klien

mampu

menjelaskan dengan benar tentang prosedur anestesi dan prosedur


pembedahan TURP. Selain itu, klien juga mampu melakukan teknik relaksasi
napas dalam sambil berzikir jika cemas, dan tanda-tanda vital klien dalam
batas normal, dan klien minum obat antihipertensi secara teratur. Dengan
dilakukan implementasi tersebut dan mendapatkan respon yang positif dari
klien, masalah ansietas yang dialami oleh klien dapat diatasi. Rencana lanjutan
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

25

untuk masalah ansietas adalah melakukan latihan napas dalam setiap kali
merasa cemas, sambil berzikir dan tetap mengingatkan klien untuk meminum
obat anti hipertensi, serta pengkajian ansietas secara rutin selama masa
preoperatif, serta pemantauan tanda-tanda vital.

Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah


kurang pengetahuan juga memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi
subjektif ditemukan bahwa klien mengatakan lebih siap menjalani operasi,
klien mengatakan memiliki gambaran tentang kondisi postoperatif dan
perawatannya. Berdasarkan hasil evaluasi objektif, ditemukan bahwa klien
mampu melakukan persiapan operasi sesuai checklist preoperatif. Klien
mampu menjelaskan bahwa setelah operasi akan dipasang kateter untuk
beberapa hari. Selain itu, klien dapat menjelaskan bahwa bekas operasi akan
terasa nyeri setelah efek obat bius habis, dan akan dipasang cairan yang
berguna untuk menguras daerah operasi, klien mampu menjelaskan bahwa
setelah operasi harus banyak minum dua sampai tiga liter, klien mempu
menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak makan sayur dan buah, klien
mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif, dan klien mampu
melakukan latihan ekstremitas. Evaluasi tindakan keperawatan preoperatif
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran tiga.

F. Laporan Intraoperatif
Klien dibawa ke IBS pada pukul 10.00 WIB, pada tanggal 28 Mei 2013.
Setelah itu, klien dipersiapkan di ruang preoperatif. Pakaian klien diganti
dengan pakaian khusus ruang operasi dan dipakaikan penutup kepala. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hasilnya,
tekanan darah klien 156/93 mmHg dan frekuensi nadi 86 kalil per menit.
Setelah itu, dilakukan pemasangan infus pada vena metakarpal kanan, dengan
cairan asering. Selama klien menunggu di ruang preoperatif, dilakukan
implementasi sebagai upaya untuk menurunkan tekanan darah klien. Pertama,
ditanyakan kembali mengenai perasaan klien saat itu. Klien mengatakan sudah
pasrah dengan tindakan yang akan dilakukan dan lebih tenang dibandingkan
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

26

dengan sebelumnya. Kemudian, diulang kembali mengenai penjelasan


prosedur operasi yang akan

dilakukan. Klien dapat menjelaskan secara

singkat mengenai tindakan yang akan dilakukan. Selama menunggu di ruang


preoperatif, klien juga terus dimotivasi untuk melakukan teknik mapas dalam,
agar klien lebih rileks dan tekanan darah dapat turun. Hasilnya, pada
pemeriksaan terakhir, yang dilakukan pada pukul 11.45, tekanan darah klien
mencapai 132/86 mmHg. selama masa preoperatif di ruang IBS ini, diagnosa
keperawatan yang muncul adalah ansietas. Adapun tindakan yang sudah
dilakukan untuk mengatasi maslah ini antara lain: (1) mendampingi klien
selama di ruang preoperatif, (2) menanyakan perasaan klien, (3) menjelaskan
kembali tentang gambaran prosedur anestesi dan prosedur TURP, (4)
memotivasi klien untuk melakukan teknik napas dalam sambil berzikir, (5)
menganjurkan klien untuk istrahat sambil menunggu waktu operasi, dan (6)
memantau tekanan darah dan frekuensi nadi secara berkala.

Pada pukul 12.15, klien masuk ke ruang operasi 4. Kemudian, dilakukan


persiapan untuk anestesi. Namun, berdasarkan pemantauan melalui monitor
hemodinamik, TD klien kembali naik mencapai 182/98, sehingga dokter
bedah urologi memutuskan untuk menunda operasi klien dan menunggu
sampai tekanan darah klien stabil. Akhirnya, klien kembali dibawa ke ruang
preoperatif. Namun, berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter anestesi, klien
masih dapat menjalani operai. Akhirnya, klien kembali masuk ruang operasi
pada pukul 12.30. Klien diberikan injeksi catapress 15 mg per IV. Kemudian,
ditunggu sampai TD klien dalam batas yang dapat ditoleransi untuk dilakukan
tindakan operasi. Sambil menunggu, klien terus dimotivasi untuk melakukan
teknik napas dalam. Akhirnya, pada pukul 12.45, TD klien mencapai 137/72,
dan mulai dilakukan anestesi spinal, dengan obat anestesi fentanyl 25 mg dan
bupivacain 15 mg. Cairan asering kemudian diganti dengan HES 6%.

Setelah obat-obatan anestesi bekerja, klien diposisikan litotomi, diberikkan


restrain pada bagian tangan, kemudian dilakukan desinfeksi pada bagian
penis, skrotum sampai ke bagian abdomen bawah. Setelah itu, dipasang doek
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

27

steril untuk mempersempit lapang operasi. Setelah itu, dilakukan sistoskopi.


Setelah dilakukan sistoskopi, dilakukan TURP secara sistematis. Dari hasil
TURP, didapatkan chip prostat 20 gram. Setelah itu, dipasang kateter
threeway dan dilakukan traksi kateter.

Berikut ini merupakan hasil pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi, dan
saturasi oksigen selama klien di ruang operasi:

Tabel 3.2 Hasil Pemantauan Tekanan Darah, Frekuensi Nadi, dan


Saturasi Oksigen Intraoperatif

Waktu
12.50
13.00
13.10
13.20
13.40

TD (mmHg)
132/72
120/65
109/63
115/61
111/60

Hasil Pemantauan
N (x/menit)
SaO2 (%)
84
99
65
97
73
100
73
100
72
100

Masalah keperawatan intraoperatif yang ditemukan adalah risiko cedera posisi


perioperatif berhubungan dengan posisi operasi, pemakaian alat kesehatan,
dan tindakan invasif dan risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur
pembedahan, dan risiko perdarahan berhubungan dengan pprosedur TURP.

Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
(1) mengunci roda tempat tidur klien maupun meja operasi sebelum
memindahkan klien, (2) memastikan posisi klien tepat berada di tengah meja
operasi untuk mengurangi risiko jatuh, (3) mengamankan klien pada meja
operasi dengan restrain secukupnya, (4) memantau penggunaan doek steril
pada tubuh klien untuk menjaga suhu tubuh dan menutupi area yang tidak
dilakukan tindakan, (5) memotivasi klien untuk tetap rileks saat disuntikkan
anestesi spinal, (6) memantau tanda-tanda vital klien dan tanda perdarahan,
serta (7) mengisi tabung irigasi dengan Dextrose 5% jika tabung sudah
kosong.
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

28

Klien keluar dari ruang operasi pada pukul 13.40. kemudian, klien dibawa ke
ruang recovery dengan tempat tidur. Klien sadar penuh, namun kaki masih
belum bisa digerakkan, orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan orang juga
baik. tanda-tanda vital pada pukul 13.45 WIB diperoleh hasil pemeriksaaan
tekanan darah 115/78 mmHg, nadi 82 kali per menit, SPO2 100%. Diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada tahap ini adalah risiko perdarahan
berhubungan dengan prosedur pembedahan dan risiko gangguan eliminasi
urin.

Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
(1) memantau tanda-tanda vital klien, (2) memantau kepatenan dan kecepatan
aliran infus, (3) memantau kepatenan traksi kateter, (4) memantau kecepatan
tetesan cairan irigasi, (5) mengganti cairan irigasi yang habis, dan (6)
memantau pengeluaran cairan lewat urine bag.

G. Pengkajian (Postoperatif H+2,5 Jam)


Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 Mei 2013. Hasil pengkajian mobilisasi
didapatan klien sudah bisa menggerakkan dan mengangkat kakinya secara
bertahap. Rasa kesemutan sudah tidak ada. Klien bedrest 12 jam untuk
pemulihan diri sepenuhnya dari efek anetesi, dengan posisi kepala tidur semi
fowler. Segala aktivitas dilakukan di tempat tidur.

Hasil pengkajian nyeri didapatkan nyeri mulai terasa pada daerah operasi.
Nyeri muncul terus menerus, skala nyeri lima sampai enam. Klien tampak
mengernyitkan dahi dan sering menarik napas panjang sambil beristigfar.

Hasil pengkajian cairan dan nutrisi didapatkan instruksi post operatif, klien
dapat langsung makan dan minum, diit bebas. Mual dan muntah tidak terjadi.
Klien terpasang kateter urin threeway. Irigasi kateter dengan kecepatan aliran
80 tetes per menit. Klien mendapatkan terapi cairan intravena ringer laktat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

29

berbanding dekstose 5% dengan perbandingan dua berbanding satu dalam 24


jam (RL:D5 2:1/24 jam).

Medikasi postoperatif, yang didapatkan klien yaitu: ceftriaxone 3x1 ampul,


kaltopren sup 3x1, kalnex 3x1, vitamin K 3x1 ampul, vitamin C 1x4000,
laxadine 3x1, KSR 3x1, dan captopril dan amlodipin yang pemberiannya tetap
dilanjutkan. Hasil Pemantauan tanda-tanda vital klien selama 3,5 jam pertama
postoperatif adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil Pemantauan Tanda-tanda Vital Postoperatif

Waktu
15.30
16.00
16.30

TD
120/80
120/80
120/80

N
84
90
82

S
35,2
35,6
35,9

RR
20
18
20

H. Analsis Data Postoperatif


Berdasarkan hasil pengkajian, masalah keperawatan postoperatif pada Bapak
R adalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin.
Selain itu, masalah regimen terapeutik tidak efektif juga masih ada (dapat
dilihat pada lampiran empat). Data yang ditemukan untuk menegakkan
masalah keperawatan nyeri akut antara lain data subjektif seperti klien
mengatakan terasa nyeri pada daerah yang dioperasi, klien mengatakan nyeri
tingkat 5-6, dan muncul terus menerus. Data objektif yang ditemukan antara
lain ekspresi wajah klien tampak meringis, tekanan darah 120/80 mmHg, dan
frekuensi nadi 84 kali per menit.

Masalah keperawatan lain yang ditemukan adalah masalah risiko perdarahan.


Diagnosa ini ditegakkan karena adanya faktor risiko perdarahan yang
berhubungan dengan efek samping pembedahan, yaitu TURP. Selain itu,
masalah gangguan eliminasi urin juga ditemukan karena adanya faktor risiko
terjadinya obstruksi post-TURP.
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

30

I. Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif


Rencana asuhan yang disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan
postoperatif nyeri akut dan risiko perdarahan terlampir dalam lampiran lima.

J. Implementasi Keperawatan Postoperatif


Implementasi untuk mengatasi masalah postoperatif nyeri akut, risiko
perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin dilakukan sejak tanggal 25
Mei 2013 setelah pengkajian, sampai tanggal 31 Mei 2013. Sama halnya
dengan implementasi preoperatif, dalam mengatasi masalah nyeri akut, risiko
perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin, hal yang sudah penyusun
lakukan antara lain implementasi pengkajian, monitor, direct care, edukasi
kesehatan, dan kolaborasi.

Implementasi untuk mengatasi nyeri postoperatif, yaitu implementasi terkait


manajemen nyeri farmakologis dan non farmakologis. Manajemen nyeri non
farmakologis dilakukan dengan teknik napas dalam. Manajemen nyeri non
farmakologis dilakukan secara kolaborasi, dengan pemberian obat analgetik
kaltopren via supositoria atau ketorolac via intravena.

Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan risiko


perdarahan antara lain: mengkaji tanda-tanda perdarahan post-TURP,
memantau

kepatenan

traksi

post-TURP,

menantau

sistem

drainase,

mengobservasi warna cairan drainase, menganjurkan klien untuk makan


makanan tinggi serat, memberikan obat kalnex, memberikan vitamin k, dan
memberikan obat laksatif.

Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan risiko


gangguan

eliminasi

urin

antara

lain:

memastikan selang bebas

dari lekukan dan bekuan darah, memantau patensi kateter dan sistem drainase,
dan mencatat pengeluaran, menantau pola berkemih setelah kateter
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

31

dilepaskan, menanjurkan klien untuk minum dua sampai tiga cairan per hari,
dan berkolaborasi dalam pemberian continuous bladder irrigation.

K. Evaluasi Hasil Implementasi Postoperatif


Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah
nyeri akut memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi subjektif
ditemukan bahwa klien mengatakan nyeri sudah berkurang. Berdasarkan hasil
evaluasi objektif, ditemukan bahwa skala nyeri klien berkurang secara
bertahap menjadi skala tiga sampai satu, tanda-tanda vital dalam batas normal,
dan klien mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam. Dengan dilakukan
implementasi untuk mengatasi nyeri tersebut, dan mendapatkan respon yang
positif dari klien, masalah nyeri akut yang dialami oleh klien dapat diatasi.
Rencana lanjutan untuk masalah nyeri akut adalah dengan melanjutkan latihan
teknik napas dalam jika nyeri muncul, pengkajian nyeri secara berkala, dan
pemantauan tanda-randa vital.

Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah


risiko perdarahan juga memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi
subjektif mendapatkan klien mengatakan akan makan makanan tinggi serat,
dan pada hari kedua operasi klien sudah defekasi dengan konsistensi feses
yang tidak keras. Hasil evaluasi objektif menemukan bahwa tidak terdapat
tanda-tanda perdarahan post-TURP, traksi post-TURP dilepas pada kurang
dari 24 jam setelah operasi, sistem drainase lancar dan tidak terdapat bekuan
darah, warna cairan drainaseberubah secara bertahap, dari jernih kemerahan
sampai menjadi jernih. Dengan dilakukan implementasi untuk mengatasi
risiko perdarahan, dan mendapatkan respon yang positif dari klien, masalah
risiko perdarahan yang dialami terdapat pada klien tidak menjadi aktual.
Namun, risiko masih ada karena klien masih dalam masa penyembuhan.

Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah


risiko gangguan eliminasi urin sedikit terjadi hambatan. Hasil evaluasi
subjektif menunjukkan klien mengatakan akan minum dua sampai tiga cairan
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

32

per hari, kateter sudah sempat dilepaskan, namun harus dipasang kembali
karena terjadi obstruksi. Hasil evaluasi objektif menemukan selang irigasi dan
kateter bebas dari lekukan dan bekuan darah sebelum terjadi obstruksi, terjadi
balance cairan, namun pola berkemih mengalami gangguan setelah kateter
dilepaskan, oleh karena itu, dilakukan continuous bladder irrigation kembali.
Dengan dilakukan implementasi untuk mengatasi risiko gangguan eliminasi
urin tersebut, dan walaupun sempat terhambat, akhirnya mendapatkan respon
yang positif dari klien, masalah risiko gangguan eliminasi urin sempat
menjadi aktual, namun sudah berhasil ditangani. Walaupun demikian, risiko
tersebut masih ada karena klien masih dalam masa penyembuhan.

Catatan perkembangan postoperatif klien dapat dilihat selengkapnya pada


lampiran enam.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

BAB 4
ANALISIS SITUASI

A. Profil Lahan Praktik


Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan merupakan Rumah Sakit
Umum Pemerintah Kelas A yang berlokasi di kawasan Jakarta Timur,
tepatnya di Jalan Persahabatan Raya. Saat ini RSUP Persahabatan memiliki
kapasitas 600 tempat tidur, terakreditasi untuk 16 bidang pelayanan kesehatan,
dan merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional untuk masalah kesehatan
respirasi.

RSUP Persahabatan memiliki berbagai bentuk fasilitas dan jasa pelayanan


kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan bagi klien dengan kasuskasus bedah merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang terdapat
di rumah sakit ini. Salah satu pelayanan bedah yang dimiliki rumah sakit
adalah bedah urologi, baik pelayanan poliklinik maupun pelayanan rawat inap.

Ruang rawat Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) merupakan salah satu
ruang rawat inap yang terdapat di RSUP Persahabatan dengan kekhususan
bedah, termasuk bedah urologi. Ruang Anggrek Tengah Kanan ini merupakan
ruang kelas III untuk pasien laki-laki dan perempuan, baik anak, dewasa,
maupun lansia. Ruangan tersebut memiliki 10 kamar dengan kapasitas 30
tempat tidur dan sebuah kamar isolasi dengan kapasitas dua buah tempat tidur.

Kasus urologi yang banyak ditemukan di ruang rawat ini, salah satunya adalah
kasus BPH. Dalam jangka waktu tujuh minggu, sejak awal Mei 2013 sampai
akhir Juli 2013, ditemukan sedikitnya delapan kasus BPH yang menjalani
tindakan bedah TURP dan dirawat di ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan.
Kasus ini termasuk kasus bedah urologi yang banyak ditemukan selain kasus
batu saluran perkemihan.

33

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

34

B. Analisis Masalah Keperawatan Klien dengan BPH dengan Konsep


Terkait
BPH bukan merupakan salah satu penyakit yang khas terjadi di daerah
perkotaan, namun prevalensi dan insiden BPH banyak terjadi pada lansia pria,
yang banyak tinggal di daerah perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2030
insiden BPH akan meningkat mencapai 20 persen pada pria berusia 65 tahun
ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons, 2010). Kemenkokesra dalam
Putra (2012) mencatat bahwa pada tahun 2010, perbandingan jumlah lansia di
desa dan di perkotaan hanya memiliki selisih 0,3 persen dengan jumlah lebih
banyak di pedesaan. Namun, Kemenkokesra memprediksi bahwa 10 tahun ke
depan, sekitar 15,7 juta lansia akan hidup di kota, dan 13,1 juta lansia akan
tinggal di pedesaan. Badan kesehatan dunia, WHO juga mencatat bahwa
bahwa setiap tahun, jumlah lansia akan lebih banyak di perkotaan. Dengan
demikian, BPH berpotensi untuk menjadi salah satu masalah kesehatan di
perkotaan.

Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, dan merupakan salah satu masalah
kesehatan bagi aggregate lansia pria. Nies dan McEwen (2007) menjelaskan
bahwa pada pria terdapat pandangan stereotip yang mengatakan pria itu kuat,
akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan gejala yang
timbul di awal penyakit. Oleh karena itu, pada lansia pria walaupun memiliki
risiko BPH, namun penanganan dini jarang dilakukan dan baru dilakukan
tindakan pengobatan setelah terjadi gangguan eliminasi urin. Hal ini yang
kemudian menyebabkan kasus BPH yang yang banyak ditemukan di rumah
sakit, merupakan kasus BPH yang sudah mengalami gangguan eliminasi urin,
dan hanya bisa ditangani dengan prosedur pembedahan, yang banyak
dilakukan di rumah sakit di perkotaan.

Bapak R (63 tahun) masuk Rumah sakit karena akan menjalani operasi TURP
untuk masalah BPH yang dialaminya. Rassweiler (2005) menjelaskan bahwa
TURP merupakan representasi gold standard manajemen operatif pada BPH.
Rassweiler, et al (2006) menjelaskan prosedur TURP merupakan 90% dari

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

35

semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH. IAUI (2003) juga
mencatat bahwa tindakan TURP merupakan pengobatan terpilih untuk pasien
BPH di Indonesia.

Keluhan yang dirasakan oleh Bapak R berupa keluhan LUTS yaitu nyeri
seperti terbakar saat berkemih, terkadang harus mengejan untuk bisa
berkemih, berkemih seringkali tidak tuntas, dan jika tuntas dalam berkemih
akan terjadi disuria terminal, pancaran urin lemah, serta nokturia. IAUI (2003)
menjelaskan bahwa BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS, yang
terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage
symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia,
pancaran urin lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), merasa tidak
puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin.

Hasil pengkajian preoperatif menemukan bahwa dua masalah keperawatan


utama yang muncul pada Bapak R adalah ansietas dan kurang pengetahuan.
Smelzer dan Bare (2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah utama
yang terjadi pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan kurang
pengetahuan. Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang pengetahuan dapat
disebabkan karena gangguan dalam komunikasi, barrier bahasa, kapasitas
mental klien yang tidak adekuat, serta kurang terpapar informasi mengenai
prosedur pembedahan. Pada Bapak R, masalah kurang pengetahuan yang
muncul adalah akibat kurang terpapar informasi mengeni prosedur TURP.
Selain itu, Spry (2009) juga

memaparkan bahwa tingkat ansietas seseorang

dapat dipengaruhi oleh pengalaman pembedahan. Bapak R sudah pernah


mengalami pembedahan sebelumnya, oleh karena itu kecemasan yang dialami
Bapak R merupakan kecemasan dari tingkat ringan sampai sedang yang tidak
sampai menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia
sehari-hari.

Implementasi keperawatan langsung (direct care) yang dilakukan untuk


mengatasi masalah ansietas pada Bapak R adalah dengan mengajarkan dan

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

36

memotivasi Bapak R untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam. Doenges,


Moorhouse, dan Murr (2008) menjelaskan bahwa teknik relaksasi dapat
menurunkan frustasi dan meningkatkan koping adaptif. Selain itu, untuk
mengatasi ansietas yang dialami Bapak R, penyusun juga telah melakukan
edukasi preoperatif, yang akan dijelaskan lebih lanjut.

Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang


pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran preoperatif (preoperative
teaching) yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. Smeltzer dan Bare (2003)
menjelaskan bahwa preoperative teaching harus dilakukan sesegera mungkin
dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Analisis mengenai materi
preoperative teaching akan dibahas pada bagian analsis penerapan preoperatif
teaching pada Bapak R.

Selanjutnya, implementasi terhadap Bapak R dilanjutkan pada fase


intraoperatif. Sebelum menjalani prosedur TURP, Bapak R terlebih dahulu
mendapatkan tindakan anestesi. Bapak R diberikan anestesi spinal. Anestesi
spinal merupakan anestesi, dimana obat anestesi disuntikkan pada ruang
subarachnoid pada lumbal, biasanya antara L4 dan L5. Anestesi ini
menghasilkan efek anestesi pada ekstermitas bawah, perineum, dan abdomen
bawah (Smeltzer & Bare, 2003). Pada Bapak R, prosedur anestesi dilakukan
dengan posisi duduk sambil memeluk bantal.

Setelah proses anestesi dilakukan, Bapak R diposisikan litotomi, kemudian


dilakukan desinfeksi pada abdomen bagian bawah sampai ke penis, skrotum,
dan paha. Tujuan dilakukannya proses ini adalah sebagai upaya untuk
mengurangi jumlah bakteri pada kulit, dan mengurangi potensial kontaminasi
bakteri dari klien selama proses pembedahan (Spry, 2009). Setelah itu,
dilakukan draping agar dokter bedah dapat berfokus hanya pada daerah yang
harus dioperasi saja.

Setelah semua persiapan sudah dilakukan, prosedur

TURP pada Bapak R mulai dilakukan.

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

37

Penyusun menemukan adanya dua masalah keperawatan yang muncul adalah


risiko cedera posisi perioperatif berhubungan dengan posisi operasi,
pemakaian alat kesehatan, dan tindakan invasif, serta risiko perdarahan
berhubungan dengan prosedur pembedahan. Spry (2009) menjelaskan bahwa
selama periode intraoperatif, klien memiliki risiko cedera yang tinggi.
NANDA (2012) juga menjelaskan bahwa risiko cedera posisi perioperatif
dapat terjadi karena adanya faktor risiko seperti disorientasi, edema,
imobilisasi, kelemahan otot, terlalu kurus, terlalu gemuk, dan gangguan
persepsi atau sensori yang berkaitan dengan anestesi. Beberapa risiko tersebut
yang ada pada Bapak R antara lain karena imobilisasi, kelemahan otot akibat
anestesi, dan gangguan sensori yang berhubungan dengan anestesi. Lebih jauh
lagi, Spry (2009) menjelaskan bahwa anestesi dapat mencegah pertahanan
tubuh normal terhadap nyeri akibat peregangan, twisting, dan kompresi yang
berlebihan pada bagian tubuh. Selain itu, gesekan dan tekanan pada masa
imobilisasi juga dapat menyebakan timbulnya luka tekan (pressure ulcer).

Posisi operasi litotomi pada Bapak R berpotensi menimbulkan cedera. Posisi


litotomi mengurangi efisiensi respirasi karena tekanan yang diberikan paha
kepada abdomen dan tekanan yang diberikan oleh abdomen pada diafragma,
membatasi ekspansi paru. Jaringan paru menjadi berisi darah dan kapasitas
paru dan volum tidal menurun. Selain itu, pada posisi litotomi, ketika bagian
kaki direndahkan, sekitar 500-800 ml darah beralih dari bagian viseral ke
bagian ekstremitas dan dapat menyebabkan hipotensi (Spry, 2009). Risiko lain
yang ditimbulkan dari posisi ini adalah terjadinya sindrom kompartemen,
walaupun komplikasi ini jarang terjadi. Walsh (1993) dalam Spry (2009)
menjelaskan bahwa sindrom kompartemen dapat terjadi jika otot betis terlalu
lama kontak dengan penyangga kaki.

Prosedur TURP yang dilakukan terhadap Bapak R berlangsung selama 40


menit. Hawary et al (2009) menjelaskan bahwa prosedur TURP harus dibatasi
sampai kurang dari 60 menit untuk menghindari terjadinya komplikasi TURP.
dalam penelitian ini juga dijelaskan hasil penelitian lain, yang dilakukan oleh

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

38

Mebust, et al (1989). Pada penelitiannya ditemukan bahwa dari 3885 pasien


yang menjalani TURP, ditemukan bahwa pada pasien yang menjalani TURP
lebih dari 90 menit, terjadi insiden

perdarahan intraoperatif dan TURP

syndrome yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menjalani


TURP kurang dari 90 menit. Pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90
menit insiden perdarahan intraoperatif terjadi sebanyak 7,3% dan TURP
syndrome sebanyak 2%. Sedangkan pada pasien yang menjalani TURP kurang
dari 90 menit, insiden perdarahan intraoperatif sekitar 0,9% dan insiden TURP
syndrome sebanyak 0,7%.

Selanjutnya, asuhan keperawatan pada Bapak R dilanjutkan pada fase


postoperatif. Berdasarkan hasil pengkajian pada fase postoperatif, masalah
keperawatan yang muncul pada fase ini adalah nyeri akut, risiko perdarahan,
dan risiko gangguan eliminasi urin. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan
bahwa nyeri akut merupakan salah satu masalah utama yang muncul pada
pasien postoperatif. Diagnosa risiko perdarahan dan risiko gangguan eliminasi
urin ditegakkan karena adanya risiko komplikasi TURP. Rassweiler et al
(2006) menjelaskan bahwa TURP dapat menimbulkan komplikasi, diantarnya
adalah perdarahan dan obstruksi.

Penangan nyeri yang dilakukan pada Bapak R, dilakukan dengan cara non
farmakologis dan cara farmakologis. Implementasi manajemen nyeri
nonfarmakologis yang dilakukan pada Bapak R adalah dengan teknik relaksasi
napas dalam. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri dapat
menimbulkan respon stress, yang dapat memicu konstriksi pembuluh darah.
Oleh karena itu, teknik relaksasi dapat digunakan untuk membantu
mengurangi nyeri. Selain itu, dilakukan juga manajemen nyeri farmakologis.
Selain itu, Smeltzer dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa pada klien
postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat, satu per tiga klien
melaporkan nyeri sedang, sedangkan satu per tiga lainnya melaporkan nyeri
ringan. Lebih spesifik lagi, Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
lansia

harus

mendapatkan

manajemen

nyeri

yang

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

adekuat

setelah

39

pembedahan. Oleh karena itu, manajemen nyeri farmakologis juga dibutuhkan


Bapak R pada fase postoperatif.

Implementasi yang dilakukan untuk menangani risiko perdarahan antara lain


melakukan traksi kateter untuk menghentikan perdarahan. Reissweler (2006)
mejelaskan bahwa pada post-TURP, balon kateter digunakan sebagai traksi
untuk membantu menghentikan perdarahan. Selain itu, untuk mencegah
valsava manuver. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa valsava dapat
menyebabkan tekanan vena dan dapat menimbulkan hematuria. Edukasi yang
diberikan kepada Bapak R mencakup edukasi mengenai pentingnya konsumsi
sayuran dan buah untuk mengejan saat defeksi, serta menganjurkan klien
untuk menghindari batuk keras dan bersin. Selain itu, dilakukan juga
implementasi kolaborasi berupa pemberian medikasi yang dapat mengurangi
risiko perdarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka seperti kalnex
dan vitamin k, dan penggunaan obat laksatif untuk memperlancar defekasi.

Implementasi yang dilakukan untuk menangani masalah risiko gangguan


eliminasi urin adalah dengan pemantauan continuous bladder irrigation.
Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa continuous bladder irrigation
post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan bekuan darah agar obstruksi tidak
terjadi. Selain itu, irigasi juga dapat dibantu dengan asupan cairan yang
adekuat. Oleh karena itu, pada Bapak R dilakukan juga edukasi untuk minum
dua sampai tiga liter cairan per hari.

Hal yang juga dilakukan pada Bapak R yaitu discharge planning. Materi
edukasi yang diberikan berupa perawatan yang dianjurkan untuk dilakukan di
rumah, hal yang harus dihindari, serta, hal-hal yang mengharuskan klien
kembali ke rumah sakit. Terkait perawatan di rumah, hal yang disampaikan
adalah hal-hal untuk menghindari valsava. Edukasi untuk mengkonsumsi
makan sayur dan buah, serta menghindari batuk keras dan bersin tetap
disampaikan, selain itu, disampaikan juga kepada Bapak R untuk menghindari
mengangkat barang berat. Davies, et al (2005) menjelaskan bahwa aktivitas

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

40

seperti mengangkat beban berat pasa pasien post TURP, dapat menyebabkan
perdarahan internal.

Hal lainnnya yang juga disampaikan adalah menghindari minuman yang


mengandung kafein seperti teh, kopi, dan minuman bersoda, setidaknya
selama empat minggu setelah operasi. Davies, et al (2005) juga menjelaskan
bahwa minuman yang mengandung kafein dapat meningkatkan frekuensi
berkemih dan menyebabkan urgensi. Penyusun juga menyampaikan kepada
Bapak R bahwa klien sebaiknya menghindari mengendarai kendaraan
bermotor selama satu minggu. Davies et al (2005) menjelaskan bahwa tidak
mengendarai

kendaraan

bermotor

selama

seminggu

setelah

TURP

dikarenakan efek anestesi dapat membuat respon yang melambat, sehingga


berbahaya jika mengendarai kendaraan bermotor. Hal lainnya yang
disampaikan adalah menghindari hubungan seksual selama dua sampai tiga
minggu, karena hal ini juga dapat menyebabkan perdarahan (Davies, et al,
2005). Penyusun juga menyampaikan kepada Bapak R untuk melakukan
perineal hygiene setelah selesai bekemih. Wasson (--), menjelaskan bahwa
perineal hygiene dapat meminimalkan risiko infeksi.

Penyusun juga menyampaikan kondisi yang mengharuskan Bapak R untuk


kembali ke pelayanan kesehatan. Hal yang penyusun sampaikan kepada Bapak
R adalah bahwa Bapak R kembali ke pelayanan kesehatan sesuai dengan
waktu kontrol ulang atau ada kondisi khusus. Kondisi khusus ini meliputi:
terdapat darah dalam urin pada hari ke 15 setelah operasi, sulit berkemih,
terdapat rasa terbakar ketika berkemih, urin berba, urin berwarna keruh, serta
perasaan tidak tuntas saat berkemih (Davis, et al , 2005).

Terdapat hal lain yang juga perlu disampaikan, diantaranya mengelai Kegel
exercise dan edukasi untuk memecahkan masalah regimen terapeutik tidak
efektif pada Bapak R. Namun, hal ini belum dilakukan secara optimal oleh
penyusun. Wasson (--) menjelaskan bahwa Kegel exercise merupakan latihan

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

41

yang penting pada klien post-TURP, untuk mengencangkan dan menguatkan


otot dasar panggul.

C. Analisis Penerapan Preoperative Teaching pada Klien BPH-TURP


Preoperative teaching merupakan hal yang penting untuk dilakukan pada
Bapak R. Hal ini dikarenakan Bapak R telah memiliki pengalaman batal
operasi karena tekanan darah yang tiba-tiba meningkat akibat perasaan cemas
dan merasa asing dengan lingkungan ruang operasi. Salah satu penyebabnya,
adalah kurangnya pengetahuan klien tentang persiapan preoperatif dan
prosedur

intraoperatif.

Tujuan

preoperative

teaching

adalah

untuk

menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan


munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, informasi sensori dan
informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress
dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin & Lane, 1999; Millo &
Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003). Oleh karena itu, pada kasus
Bapak R, pembelajaran preoperatif perlu dimaksimalkan.

Penyusun menyampaikan beberapa materi preoperative teaching kepada


Bapak R. Spry (2009) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus
mencakup kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi, prosedur
pembedahan, estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Pada Bapak R,
materi tersebut sudah disampaikan. Hasilnya, Bapak R mengerti dan mampu
menjelaskan

langkah-langkah

anestesi

spinal,

karena

pernah

punya

pengalaman sebelumnya. Bapak R juga dapat menjelaskan efek anestesi


tersebut. Selain itu, Bapak R juga mampu menjelaskan prosedur TURP secara
sederhana, dan bisa memahami bahwa setelah operasi, klien akan dipasang
kateter dan irigasi drainase untuk sementara waktu, karena adanya risiko
perdarahan dan saluran perkemihan yang mengalami sumbatan kembali.

Penyusun juga menyampaikan latihan napas dalam dan batuk efektif. Smeltzer
dan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan asuhan keperawatan
preoperatif adalah mengajarkan klien bagaimana mempromosikan ekspansi

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

42

paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang adekuat postanestesi. Selain
itu, latihan napas dalam preoperatif juga diberikan pada klien yang berisiko
mengalami komplikasi postoperatif seperti atelaktasis dan pneumonia. Faktor
risiko tersebut antara lain anestesi umum, pembedahan abdomen atau toraks,
riwayat merokok, penyakit paru kronik, obesitas, dan lanjut usia (Pearson
Education,--). Pada Bapak R, terdapat faktor risiko tersebut, yaitu memiliki
riwayat merokok dan lanjut usia.

Hal lainnya yang juga penyusun sampaikan kepada Bapak R adalah latihan
kaki. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa tujuan latihan kaki adalah
untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah stasis vena, dan mempromosikan
fungsi respiratori yang optimal. Oleh karena itu, latihan ini penting untuk
dilakukan pada klien yang akan menjalani pembedahan.

Berdasarkan hasil pengkajian, masalah keperawatan preoperatif yang muncul


pada Bapak R adalah masalah ansietas karena klien takut operasinya batal jika
tia-tiba tekanan darahnya tinggi. Dengan melihat pada fakta tersebut,penyusun
melakukan edukasi kepada Bapak R, yaitu untuk mengkonsumsi obat
antihipertensi captopril dan amlodipin secara teratur, agar tekanan darah tetap
stabil sampai prosedur TURP dilakukan. Prosedur ini dilakukan dengan tujuan
agar tekanan darah klien terkontrol, sehingga operasi dapat dilakukan.

Hal lainnya yang penulis sampaikan pada Bapak R adalah mengenai kondisi
postoperatif dan perawatannya. Penyusun juga menyampaikan bahwa setelah
operasi, jika efek anestesi sudah habis, Bapak R akan merasankan nyeri pada
daerah operasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi nyeri postoperatif, penyusun
menyarankan Bapak R untuk melakukan teknik napas dalam selain penaganan
dengan obat-obatan. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa pada klien
postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat. Selain itu, Smeltzer
dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa lansia harus mendapatkan
manajemen nyeri yang adekuat setelah pembedahan. Oleh karena itu, Bapak
R juga memerlukan manajemen nyeri farmakologik.

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

43

Kondisi postoperatif lainnya yang perlu diperhatikan oleh Bapak R juga


penyusun sampaikan. Penyusun menyampaikan bahwa Bapak R akan
dipasang kateter dan akan tepasang selang irigasi yang berfungsi untuk
membilas daerah operasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
continuous bladder irrigation post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan
bekuan darah agar obstruksi tidak terjadi. Selain itu, penyusun juga
menyampaikan pentingnya minum cukup untuk membantu irigasi bladder.

Penyusun juga menyampaikan protokol preoperasi kepada Bapak R. Protokol


tersebut meliputi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga,
tidak memakai gigi palsu, tidak memakai alat bantu penglihatan (kacamata
maupun lensa kontak), tidak memakai cat kuku, mencukur dan membersihkan
daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat
antihipertensi, puasa 8 jam sejak malam sebelum operasi, serta mandi dan
sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi. Hal ini disampaikan untuk lebih
mempersiapkan klien menjalani prosedur operasi.

Berdasarkan penjabaran di atas, preoperative teaching merupakan hal yang


penting dilakukan pada klien preoperatif. Selain dapat meurunkan kecemasan,
menjelang operasi, preoperative teaching juga dapat lebih mempersiapkan
klien untuk menghadapi kondisi postoperatif. Oleh karena itu, pada klien yang
akan menjalani operasi, termasuk TURP, perlu dilakukan preoperative
teaching, dengan materi edukasi yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.

D. Alternatif Pemecahan
Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif memiliki manfaat yang
besar dan penting dilakukan pada semua klien preoperatif, termasuk klien
BPH-TURP. Preoperative teaching juga merupakan salah satu bentuk
pelaksanaan peran perawat sebagi educator. Beberapa kasus klien batal
operasi, seperti yang dialami Bapak R, salah satunya karena tekanan darah
yang tidak stabil menjelang operasi. Seharusnya, hal ini bisa dicegah dengan

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

44

preoperative teaching yang optimal. Tujuan preoperative teaching adalah


untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan
munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, informasi sensori dan
informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress
dan

meningkatkan kemampuan koping klien.

Dengan dilakukannya

preoperative teaching, kecemasan preoperatif klien dapat berkurang, selain


itu, risiko terjadinya komplikasi postoperatif dapat dikurangi dan dihindari.
Oleh karena itu, preoperative teaching yang disesuaikan dengan kebutuhan
klien dapat menjadi alternatif pemecahan masalah untuk lebih mempersiapkan
klien sampai ke meja operasi, perawatan postoperatif, bahkan sampai kembali
ke rumah.

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

BAB 5
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Masalah keperawatan preoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R
dengan BPH, adalah masalah ansietas dan kurang pengetahuan. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, masalah ansietas dan nyeri akut berhasil
diselesaikan
2. Masalah keperawatan intraoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R
dengan BPH, adalah masalah risiko cedera posisi operasi dan risiko
perdarahan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah risiko
cedera posisi operasi berhasil dicegah atau masalah ini tidak terjadi.
3. Masalah keperawatan postoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R
dengan BPH, adalah masalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko
gangguan eliminasi urin. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri
akut dapat diselesaikan, dan masalah risiko perdarahan tidak terjadi atau
berhasil dicegah.
4. BPH merupakan salah satu masalah perkotaaan. Populasi lansia yang
tergolong kelompok populastion at risk dan vulnerable population ini,
banyak tinggal di daerah perkotaan di Indonesia. Pada lansia, terdapat
faktor risiko yang menyebabkan lansia laki-laki rentan terhadap masalah
BPH, seperti faktor biologis, sosial, dan ekonomi.
5. Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif memiliki manfaat
yang besar dan penting dilakukan pada semua klien preoperatif, termasuk
klien BPH-TURP. Preoperative teaching dapat memberikanmanfaat
dalam menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi
kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif, sehingga penting untuk
dilakukan.

B. Saran
1. Tenaga kesehatan, terutama perawat perlu melakukan preoperative
teaching

secara optimal dan materi preoperative teaching harus


45

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

46

disesuaikan dengan kebutuhan klien, sehingga hasilnya dapat dirasakan


secara optimal, kecemasan klien berkurang, pemulihan dari efek anestesi
lebih cepat, dan risiko kemungkinan terjadinya komplikasi postoperatif
lebih kecil.
2. Mahasiswa keperawatan perlu dibekali kemampuan yang dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan BPH, dan
kemampuan dalam melakukan preoperative teaching dengan kondisi
klien yang berbeda-beda.
3. Penelitian selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mengenai
hubungan efektivitas preoperative teaching dengan penurunan ansietas
preoperatif dan penurunan angka kejadian komplikasi pada klien postTURP. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian mengenai faktor yang
dapat mempengaruhi efektivitas preoperative teaching
preoperatif BPH-TURP.

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

pada

klien

DAFTAR PUSTAKA

Alam, et al .(2011). Headache following spinal anesthesia: A review on recent


update. Journal of Bangladesh College of Physicians and surgeons, 29 (1):
32-40. Diunduh dari:
http://search.proquest.com/docview/872000613/13F430B19914B694F30/2?
accountid=17242
Allender, J.A., Rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community health nursing:
Promoting & protecting the publics health. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). (2012, 5 SeptemberOktober). Alternatif herbal untuk kesehatan prostat. InfoPOM, vol 13, 2-6.
Badan Pusat Statistik. (2012). Perkembangan beberapa indikator utama sosialekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Davies, et al. (2005). A patients guide to TURP: your
operation.Guildford:
Berne
Convention.
Diunduh
www.prostatecancercentre.com. (Diunduh pada 26 Juni 2013).

prostate
dari:

DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and practice.


New York: Delmar.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C. (2008). Nursing diagnosis
manual: Planning, individualizing, and documenting client care.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Ebersole et al. (2005). Gerontological nursing & healthy aging. (2nd edition).
St.Lois: Elsevier Mosby.
Friedman. M.M. , Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2003). Family nursing: Research,
theory & practice. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Hawary, et al. (2009). Transurethral resection of the prostate syndrome: Almost
gone but not forgotten. Journal of Endourology, 23 (12): 2013-2020.
Diunduh dari: http://ether.stanford.edu.
Hideki, M., et al. (2001). TURP Syndrome and changes in body fluid distribution.
The Medical Society of Saitama Medical School. 1-8.
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan BPH di
Indonesia. Style sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh pada 25
Juni 2013).
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk lansia
2009. Jakarta: Komnas Lansia.
47

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

48

Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning ledakan
kaum renta. Style sheet:
http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid
=26. (Diunduh 2 Juli 2013).
Lois, et al. (1999). The effect of anesthetic patient education on preoperative
patient anxiety. Regional anesthesia and pain medicine, 24(2), 158.
Diunduh dari:
http://search.proquest.com/docview/205167189?accountid=17242.
Maurer, F.A. & Smith, CM. (2005). Community/public health nursing practice:
Health for families and population. Philadelphia: Elsevier Sauders.
NANDA. (2012). Nursing diagnosis: Definition and classification, 2012-2014.
Oxford: Wiley-Blackwell.
Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing:
Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders
Elsevier.
Parsons, J.K. (2010). Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract
Symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr Bladder
Dysfunct Rep, 5:212218.
Pearson Education. (--). Preoperative client teaching. Style sheet:
http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/3775/3866433/tools/Teaching/T
T_Box4-3.pdf. (Diunduh 7 Juli 2013).
Polit, D.F. & Beck, C.T. (2012). Nursing research: Generating and assessing
evidence for nursing practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota. Style
sheet:
http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-banyakhidup-di-kota.html. (Diunduh 2 Juli 2013).
Rassweiler, J., et al. (2006). Complications of Transurethral Resection of the
Prostate (TURP): Incidence, management, and prevention. European
Urology, 50: 969-980.
Rice, K.R., Brassell, S.A., McLeod, D.G. (2010). Thromboembolism in urologic
surgery: Prophylaxis, diagnosis, and treatment. Reviews in urology,12 (2-3):
111-124. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2931288/pdf/RIU012002_e
111.pdf
Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia:
etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history. CampbellWalsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

49

Shields, L., & Welder, H. (2002). Perioperative nursing. London: Greenwich


Medical Media.
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarths textbook of medical
surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Spry, C. (2009). Essensials of Perioperative Nursing. (4th edition). Massachusetts:
Jones and Barlett Publisher.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing.
Missouri: Mosby.
Thoennissen, J., et al. (2001). Does bed rest after cervical or lumbar puncture
prevent headache? A systematic review and meta-analysis. Canadian
Medical Association.Journal, 165(10), 1311-6. Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/205001982?accountid=17242
Wasson, D. (--). Transurethral resection of the prostate. Style sheet:
http://www.perspectivesinnursing.org/pdfs/Perspectives3.pdf. (Diunduh 28
Juni
2013).

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Lampiran 1

ANALISIS DATA PREOPERATIF

Data
Data Subjektif
- Klien mengatakan takut akan batal operasi lagi
- Klien mengatakan mengkhawatirkan tekanan darahnya
akan tinggi lagi sebelum operasi
- Klien mengatakan pada preoperasi tanggal 24 Mei 2013,
tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke
ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin
- Klien mengatakan khawatir akan tindakan yang akan
dilakukan saat di ruang operasi
- Klien mengatakan kecemasannya tidak mengganggu
pelaksanaan aktivitas sehari-hari

Masalah Keperawatan

Ansietas ringan

Data Objektif
- Klien tampak tegang
- Tekanan darah 140/90
- Frekuensi nadi 92 kali/menit
Data Subjektif:
- Klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi
yang harus dilakukan
- Klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi
sehingga akan ada luka operasi
- Klien mengatakan tidak mengetahui perawatan
postoperatif
- Klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP

Kurang Pengetahuan

Data Objektif:
- Klien menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan
prosedur operatif dan hasil postoperatif
Data Subjektif:
- Klien mengatakan terasa nyeri saat BAK
- Klien mengatakan nyeri tingkat 4-5
- Klien mengatakan karakteristik nyeri yang dirasakan
adalah panas seperti terbakar
- Klien mengatakan rasa nyeri dirasakan pada bagian
pinggang kiri dan abdomen bawah
- Klien mengatakan BAK terkadang tidak tuntas dan jika
BAK tuntas, setelah BAK biasanya terasa nyeri (disuria
terminal)

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Nyeri akut

(Lanjutan)

Data

Masalah Keperawatan

Data Objektif:
- Tekanan darah 140/90
- Frekuensi nadi 92 kali/menit

Data Subjektif:
- Klien mengatakan memiliki hipertensi
- Klien mengatakan tidak rutin minum obat
antihipertensi

Nyeri akut

Regimen terapeutik
tidak efektif

Data Objektif:
- Klien batal operasi karena hipertensi kambuh
mencapai 205/109 mmHg
- TD: 140/90 mmHg
Data Subjektif:
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih, terasa panas
seperti terbakar
- Klien mengatakan berkemih seringkali terasa tidak
tuntas (anyang-anyangan).
- Klien mengatakan terkadang harus mengejan baru
bisa berkemih.
- Klien mengatakan terkadang klien merasa tuntas
dalam berkemih, namun setelah berkemih terasa
nyeri (disuria terminal).
- Klien mengatakan pancaran urin lemah.
- Klien mengatakan sering ingin buang air kecil di
malam hari, bisa dua atau tiga kali.
- Klien mengatakan mengalami masalah perkemihan
sejak satu tahun yang lalu
Data Objektif:
- Hasil sistoskopi menunjukkan adanya pembesaran
prostat
- Klien direncanakan pembedahan TURP

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Gangguan eliminasi
urin

Lampiran 2
ASUHAN KEPERAWATAN PREOPERATIF
Diagnosa Keperawatan
Ansietas ringan berhubungan dengan
pengalaman operasi (gagal operasi,
anestesi, prosedur operasi)
DS:
- Klien mengatakan takut akan batal
operasi lagi
- Klien mengatakan mengkhawatirkan
tekanan darahnya akan tinggi lagi
sebelum operasi
- Klien mengatakan pada preoperasi
tanggal 24 Mei 2013, tekanan darahnya
meningkat karena kaget saat di bawa
ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa
dingin
- Klien mengatakan khawatir akan
tindakan yang akan dilakukan saat di
ruang operasi
- Klien mengatakan kesemasannya tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari
DO:
- Klien tampak tegang
- Tekanan darah 140/90
- Frekuensi nadi 92 kali/menit

Tujuan
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 2x30
menit, klien
melaporkan
ansietas
berkurang

Kriteria Evaluasi
- Klien mampu
mendeskripsikan
tentang prosedur
anestesi spinal
- Klien mampu
mendeskripsikan
prosedur TURP
- Klien mampu
melakukan
teknik napas
dalam untuk
mengatasi
ansietas
- TTV dalam
batas normal:
TD:120/60130/90, N: 60120
RR: 18-22
S: 36-37

Intervensi
Mandiri
1. Identifikasi tingkat ansietas
dan pengaruhnya terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar
klien
2. Identifikasi pengalaman dan
pengetahuan klien tentang
prosedur anestesi spinal dan
TURP
3. Identifikasi mekanisme
koping yang biasa dilakukan
dalam mengatasi kecemasan
4. Pantau tanda-tanda vital
5. Berikan informasi tentang
prosedur anestesi spinal
6. Berikan informasi tentang
prosedur TURP
7. Ajarkan teknik relaksasi
untuk mengatasi ansietas:
napas dalam, guided imagery,
progressive muscular
relaxation, dll.

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Rasional
1. Ansietas yang menyebabkan
gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar klien dapat
menghambat persiapan
preoperatif
2. Data dasar untuk menentukan
tingkat kebutuhan klien
terhadap informasi mengenai
prosedur anestesi spinal dan
TURP
3. Membantu klien menemukan
mekanisme koping adaptif
untuk mengatasi kecemasan
4. Ansietas dapat menyebabkan
terjadinya perubahan TTV
5. Memberikan gambaran
tentang prosedur anestesi
spinal yang akan dijalankan
6. Memberikan gambaran
tentang prosedur TURP yang
akan dijalankan
7. Meningkatkan relaksasi, dan
menurunkan stress dan

(Lanjutan)
Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Kriteria Evaluasi

Intervensi
8. Anjurkan untuk meminum
obat antihipertensi sesuai
ketentuan
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian obat
antinsietas jika dibutuhkan

10. Kolaborasi pemberian obat


antihipertensi
Kurang pengetahuan b.d. kurang
terpapar informasi mengenai protokol
dan prosedur preoperatif dan hasil
postoperatif
DS:
- Klien mengatakan sudah lupa apa
saja persiapan operasi yang harus
dilakukan
- Klien mengatakan operasinya
mungkin akan dinsisi sehingga akan
ada luka operasi
- Klien mengatakan tidak mengetahui
perawatan postoperatif
- Klien mengatakan tidak mengetahui
komplikasi TURP
-

Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 2x30
menit,
pengetahuan
klien terkait
protokol dan
prosedur
preoperatif
dan hasil
postoperatif
meningkat

- Klien mampu ikut


berpartisipasi
dalam persiapan
preoperatif
- Klien mampu
mendemonstrasikan latihan
preoperatif
(latihan napas
dalam, batuk
efektif, dan latihan
ekstremitas)
- Klien mampu
menjelaskan
kondisi postTURP
- Klien mampu
menjelaskan

Mandiri
1. Identifikasi pengetahuan
klien tentang protokol dan
prosedur preoperatif

2. Identifikasi pengetahuan
klien tentang perawatan
postoperatif
3. Jelaskan mengenai protokol
preoperatif:
- Tidak memakai perhiasan,
- Tidak membawa barang
berharga
- Tidak memakai gigi palsu
- Tidak memakai alat bantu
penglihatan (kacamata,

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Rasional
ansietas
8. Membantu mengontrol
tekanan darah yang
dikhawatirkan klien akan
menjadi penyulit operasi
9. Membantu menurunkan
ansietas jika tidak bisa
ditangani secara nonfarmakologis
10. Membantu mengontrol
tekanan darah

1. Data dasar untuk menentukan


tingkat kebutuhan klien
terhadap informasi mengenai
protokol dan prosedur
preoperatif
2. Data dasar untuk menentukan
tingkat kebutuhan klien
terhadap informasi mengenai
perawatan postoperatif
3. Meningkatkan pengetahuan
klien agar klien dapat
berpartisipasi dalam
perawatan: mengurangi
bakteri sebelum operasi
dilakukan, mencegah aspirasi,
memudahkan pengecekan
refleks pupil dan CRT jika

(Lanjutan)
Diagnosa Keperawatan
DO:
- Klien menanyakan hal-hal yang
berhubungan dengan prosedur
operatif dan hasil postoperatif

Tujuan

Kriteria Evaluasi
perawatan postTURP

Intervensi
Rasional
maupun lensa kontak)
terjadi komplikasi selama
- Tidak memakai cat kuku,
pembedahan, meningkatkan
- Mencukur dan
safety
membersihkan daerah
operasi
- Memakai gelang identitas
- Tetap mengkonsumsi obat
antihipertensi
- Puasa 8 jam sejak malam
sebelum operasi
- Mandi dan sikat gigi pada
pagi hari sebelum operasi
4. Fasilitasi klien dalam
4. Membantu mempersiapkan
melakukan persiapan
klien menghadapi operasi
preoperatif
5. Ajarkan latihan napas dalam 5. Meningkatkan fungsi
dan batuk efektif
pernapasan postanestesi dan
mencegah komplikasi
postoperatif
6. Ajarkan latihan ekstremitas 6. Mencegah trombosis
postoperatif dan membantu
pemulihan postanestesi
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian obat- 7. Mempersiapkan klien
obatan premedikasi
menghadapi operasi

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut b.d. obstruksi pada saluran
perkemihan
DS:
- Klien mengatakan terasa nyeri saat
BAK
- Klien mengatakan nyeri tingkat 4-5
- Klien mengatakan karakteristik
nyeri yang dirasakan adalah panas
seperti terbakar
- Klien mengatakan rasa nyeri
dirasakan pada bagian pinggang kiri
dan abdomen bawah
- Klien mengatakan BAK terkadang
tidak tuntas dan jika BAK tuntas,
setelah BAK biasanya terasa nyeri
(disuria terminal)
DO:
- Tekanan darah 140/90
- Frekuensi nadi 92 kali/menit

Tujuan
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 2x30
menit, klien
mengatakan
nyeri
berkurang

Kriteria Evaluasi
- Klien mengatakan
nyeri berkurang
skala 2-3
- TTV dalam batas
normal
TD:120/60-130/90
N: 60-120
RR: 18-22
S: 36-37,4
- Klien mampu
melakukan teknik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri

Intervensi
Mandiri
1. Kaji nyeri secara berkala

2.

3.
4.

5.

6.

Rasional

1. Memberikan gambaran
tentang nyeri yang dirasakan
klien
2. Perubahan TTV terutama
Pantau tanda-tanda vital
dapat menjadi indikator
adanya nyeri
Ajarkan teknik relaksasi dan 3. Meningkatkan relaksasi dan
mengurangi nyeri
mengurangi
Anjurkan untuk membatasi 4. Menurunkan frekuensi
diuresis, terutama pada malam
minum, terutama pada
malam hari
hari
5. Menyebabkan peningkatan
Anjurkan untuk
diuresis
menghindari minum kopi
atau teh
6. Meningkatkan risiko infeksi,
Anjurkan untuk tidak
menahan keinginan
yang dapat memperparah
berkemih terlalu lama
retensi urin

Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
analgetik

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

7. Mengurangi nyeri

Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN PREOPERATIF

Inisial klien
No. RM
Usia
Ruangan
Tanggal
25 Mei
2013

: Bapak R
: 132.20.66
: 63 tahun
: Bedah Kelas, RSUP Persahabatan

Diagnosa
Keperawatan
Ansietas
ringan
berhubungan
dengan
pengalaman
operasi (gagal
operasi,
anestesi,
prosedur
operasi)

Implementasi
1. Mengidentifikasi tingkat
ansietas dan pengaruhnya
terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar klien
2. Mengidentifikasi
pengalaman dan
pengetahuan klien tentang
prosedur anestesi spinal
3. Mengidentifikasi
pengalaman dan
pengetahuan klien tentang
prosedur TURP
4. Mengidentifikasi
mekanisme koping yang
biasa dilakukan dalam
mengatasi kecemasan
5. Memantau TTV
6. Memberikan informasi
tentang prosedur anestesi
spinal
7. Memberikan informasi
tentang prosedur TURP
8. Mengajarkan teknik napas
dalam untuk mengatasi
ansietas
9. Menganjurkan untuk
meminum obat
antihipertensi sesuai
ketentuan

Evaluasi
S:
- Klien mengatakan ansitetas tidak sampai
mengganggu makan, tidur, dan istirahat,
hanya mengganggu pikiran
- Klien mengatakan biasanya berzikir dan
berdoa jika sedang cemas
- Klien mengatakan sudah sudah pernah
operasi sebelumnya dan sudah ada
gambaran mengenai prosedur anestesi
spinal
- Klien mengatakan sudah ada gambaran
tentang prosedur operasi yang akan
dijalani tetapi masih belum terlalu jelas
- Klien mengatakan akan minum obat
antihipertensi secara teratur
O:
- Klien mampu melakukan teknik napas
dalam dengan dibantu
- Klien mampu menjelaskan prosedur dan
efek anestesi spinal secara sederhana
- TD: 130/80mmHg, N: 86x/menit,
RR: 20x/menit, S: 35,8 C
A:
- Masalah ansietas teratasi sebagian:
a). Klien mampu mendeskripsikan
tentang prosedur anestesi spinal
b). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam dengan dibantu
c). TTV dalam batas normal
P:
- Berikan penjelasan tentang prosedur
anestesi dan prosedur TURP dengan
media yang disertai gambar
- Motivasi teknik relaksasi napas dalam
jika ansietas kembali muncul
- Pantau konsumsi obat antihipertensi

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal
25 Mei
2013

Diagnosa
Keperawatan
Kurang
pengetahuan
b.d. kurang
terpapar
informasi
mengenai
protokol dan
prosedur
preoperatif dan
hasil
postoperatif

Implementasi

Evaluasi

1. Mengidentifikasi
pengetahuan klien tentang
protokol dan prosedur
preoperatif
2. Mengidentifikasi
pengetahuan klien tentang
perawatan postoperatif
3. Mengajarkan latihan napas
dalam dan batuk efektif

S:
- Klien mengatakan sudah lupa tentang
protokol preoperatif, yang klien ingat
adalah harus puasa sejak tengah malam
sebelum operasi
- Klien mengatakan tidak mengetahui
perawatan postoperatif
O:
- Klien mampu melakukan latihan napas
dalam dan batuk efektif dengan dipandu
A:
-

Masalah teratasi sebagian:


a). Klien mampu ikut berpartisipasi
dalam persiapan preoperatif
b). Klien mampu mendemonstrasikan
latihan napas dalam dan batuk
efektif dengan dibantu

P:
-

25 Mei
2013

Nyeri akut b.d.


obstruksi pada
saluran
perkemihan

1. Mengaji nyeri
2. Memantau tanda-tanda
vital
3. Memandu latihan teknik
relaksasi napas dalam
4. Menganjurkan untuk
membatasi minum,
terutama pada malam hari
5. Menganjurkan untuk
menghindari minum kopi
atau teh
6. Menganjurkan untuk tidak
menahan keinginan
berkemih terlalu lama

Jelaskan protokol dan prosedur


preoperatif
Bantu persiapan preoperatif klien
Motivasi latihan napas dalam dan batuk
efektif
Ajarkan latihan ekstremitas

S:
- Klien mengatakan nyeri saat BAK
berkurang
- Klien mengatakan akan mengurangi
minum
- Klien mengatakan sudah tidak minum
kopi dan jarang minum teh
- Klien mengatakan tidak menahan
keinginan BAK
O:
- Nyeri skala 2-3
- Klien mampu melakukan teknik napas
dalam dengan dipandu
- TD: 130/80, N 86x/menit, RR
20x/menit, S: 35,8 C
A:
- Masalah nyeri teratasi
Klien mengatakan nyeri berkurang skala
2-3
TTV dalam batas normal
- Klien mampu melakukan teknik relaksasi
untuk mengurangi nyeri

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

Implementasi

Evaluasi
P:
- Kaji nyeri secara berkala
- Anjurkan teknik napas dalam jika nyeri
kembali muncul

27 Mei
2013

Ansietas
ringan
berhubungan
dengan
pengalaman
operasi (gagal
operasi,
anestesi,
prosedur
operasi)

1. Menanyakan adanya
ansietas
2. Memantau TTV
3. Memberikan informasi
tentang prosedur anestesi
spinal dengan gambar
4. Memberikan informasi
tentang prosedur TURP
dengan gambar
5. Memotivasi pelaksanaan
teknik napas dalam untuk
mengatasi ansietas
6. Mematau konsumsi obat
antihipertensi captopril dan
amlodipin

S:
- Klien mengatakan cemas berkurang
- Klien mengatakan sudah mengerti
tentang prosedur anestesi spinal
- Klien mengatkan sudah memiliki
gambaran tentang prosedur TURP
- Klien mengatakan sudah minum obat
antihipertensi dua kali, pagi dan siang
hari
O:
- Klien mampu menjelaskan bahwa
anestesi yang dilakukan adalah dari
bagian perut ke bawah, dan klien akan
tetap sadar
- Klien mampu menjelaskan bahwa saat
operasi, setelah dibius dan dipakaikan
kain hijau, akan dimasukkan alah lewat
kemaluan, dan prostat yang membesar
akan dikerok
- Klien mampu melakukan latihan napas
dalam dengan dipandu
- TD: 120/80, N 90x/menit, RR
20x/menit, S: 36 C
A:
- Masalah teratasi
a). Klien mampu mendeskripsikan
tentang prosedur anestesi spinal
b). Klien mampu mendeskripsikan
prosedur TURP
c). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam untuk mengatasi
ansietas
d). TTV dalam batas normal
P:
- Motivasi teknik napas dalam sambil
berzikir dan berdoa jika ansietas muncul
kembali
- Pantau TTV
- Ingatkan untuk minum obat
antihipertensi captopril dan amlodipin

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal
27 Mei
2013

Diagnosa
Keperawatan
Kurang
pengetahuan
b.d. kurang
terpapar
informasi
mengenai
protokol dan
prosedur
preoperatif dan
hasil
postoperatif

Implementasi

Evaluasi

1. Menjelaskan tentang
persiapan praoperasi: tidak
memakai perhiasan, tidak
membawa barang berharga,
tidak memakai gigi palsu,
tidak memakai lensa
kontak, tidak memakai cat
kuku, mencukur dan
membersihkan daerah
operasi, memakai gelang
identitas, tetap
mengkonsumsi obat anti
hipertensi, puasa pada
malam sebelum operasi,
madi dan sikat gigi pada
pagi hari sebelum operasi
2. Menjelaskan kondisi
postoperatif dan
perawatannya
3. Memfasilitasi latihan napas
dalam dan batuk efektif
4. Mengajarkan latihan
ekstremitas

S:
- Klien mengatakan lebih siap menjalani
operasi
- Klien mengatakan memiliki gambaran
tentang kondisi postoperatif dan
perawatannya
O:
- Klien sudah melakukan persiapan
operasi: tidak memakai perhiasan, tidak
membawa barang berharga, tidak
memakai gigi palsu, tidak memakai
lensa kontak, tidak memakai cat kuku,
mencukur daerah operasi, memakai
gelang identitas, tetap mengkonsumsi
obat anti hipertensi
- Klien mampu menjelaskan bahwa
setelah operasi akan dipasang selang
kencing, yang awalnya akan dipasang
secara kencang kemudian dikendurkan,
bekas operasi akan terasa nyeri setelah
efek obat bius habis, dan akan dipasang
cairan infus yang berguna untuk
menguras daerah operasi
- Klien mampu menjelaskan bahwa
setelah operasi harus banyak minum
sampai 2 botol air mineral besar
- Klien mempu menjelaskan bahwa
setelah operasi harus banyak makan
sayur dan buah
- Klien mampu melakukan latihan napas
dalam dan batuk efektif dengan dipandu
- Klien mampu melakukan latihan
ekstremitas dengan panduan
A:
- Masalah teratasi
a). Klien mampu ikut berpartisipasi
dalam persiapan preoperatif
b). Klien mampu mendemonstrasi-kan
latihan preoperatif (latihan napas
dalam, batuk efektif, dan latihan
ekstremitas)
c). Klien mampu menjelaskan kondisi
post-TURP
d). Klien mampu menjelaskan
perawatan post-TURP

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

Implementasi

Evaluasi
P:
- Lanjutkan latihan napas dalam dan batuk
efektif, serta latihan ekstremitas dua kali
sehari sebelum operasi
- Cek persiapan operasi sesuai checklist
preoperatif

28 Mei
2013
Di ruang
preoperatif

Ansietas
ringan
berhubungan
dengan
pengalaman
operasi (gagal
operasi,
anestesi,
prosedur
operasi)

1. Memantau tanda-tanda
vital, terutama tekanan
darah dan frekuensi nadi
2. Mendampingi klien pada
persiapan pre-operasi
3. Mengingatkan kembali
tentang prosedur operasi
yang akan dilakukan
4. Memandu latihan napas
napas dalam untuk
mengatasi kecemasan

Pemeriksaan
TD: 167/98
N: 86

28 Mei
2013

Kurang
pengetahuan
b.d. kurang
terpapar
informasi
mengenai
protokol dan
prosedur
preoperatif dan
hasil
postoperatif

1. Memeriksa kelengkapan
preoperatif sesuai checlist
preoperatif
2. Memfasilitasi latihan napas
dalam dan batuk efektif
3. Memfasilitasi latihan
ekstremitas

S:
- Klien mengatakan cemas berkurang
- Klien mengatakan sudah ada gambaran
mengenai prosedur operasi yang akan
dijalani
O:
- Klien mampu melakukan latihan napas
dalam secara mandiri
- TD: 132/86, N 82x/menit
A:
- Masalah ansietas teratasi sebagian:
a). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam
P:
- Pantau TTV
- Motivasi teknik napas dalam

S:
Klien mengatakan lebih siap menjalani
operasi
O:
Klien sudah melakukan persiapan
operasi: tidak memakai perhiasan, tidak
membawa barang berharga, tidak
memakai gigi palsu, tidak memakai
lensa kontak, tidak memakai cat kuku,
mencukur daerah operasi, memakai
gelang identitas, puasa sejak tengah
malam, tetap mengkonsumsi obat anti
hipertensi, mandi dan sikat gigi pada
pagi hari
Klien mampu melakukan latihan napas
dalam dan batuk efektif dengan dipandu
Klien mampu melakukan latihan
ekstremitas dengan panduan
A:
Masalah teratasi
P:
Mobilisasi klien ke IBS

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Lampiran 4
ANALISIS DATA POST-OPERATIF
Data
Data Subjektif:
- Klien mengatakan terasa nyeri pada daerah yang dioperasi
- Klien mengatakan nyeri tingkat 5-6
- Klien mengatakan nyeri terus menerus terasa

Masalah Keperawatan

Data Objektif:
- Klien tampak mengernyitkan dahi
- Klien tampat sering menarik napas panjang dan beristigfar
- Tekanan darah 120/80
- Frekuensi nadi 84 kali/menit

Nyeri akut

Faktor risiko:
Perawatan yang berhubungan dengan efek samping operasi
post TURP

Risiko perdarahan

Faktor risiko
Bekuan darah post-TURP

Risiko gangguan
eliminasi urin

Data Subjektif:
- Klien mengatakan memiliki hipertensi
- Klien mengatakan tidak rutin minum obat antihipertensi
Regimen terapeutik tidak
efektif

Data Objektif:
- TD: 120/80 mmHg

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan )
ASUHAN KEPERAWATAN POSTOPERATIF

Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada
TURP
DS:
- Klien mengatakan terasa nyeri
pada daerah yang dioperasi
- Klien mengatakan nyeri tingkat 56
- Klien mengatakan nyeri terus
menerus terasa

Tujuan
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 3x30
menit, klien
mengatakan
nyeri
berkurang

DO:
- Klien tampak mengernyitkan dahi
- Klien tampat sering menarik
napas panjang dan beristigfar
- Tekanan darah 120/80
- Frekuensi nadi 84 kali/menit
Risiko perdarahan
Faktor risiko:
- Perawatan yang berhubungan
dengan efek samping operasi
post TURP

Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 3x 30
menit,
perdarahan
tidak terjadi

Kriteria Evaluasi
- Klien mengatakan
nyeri berkurang
skala 2-3
- TTV dalam batas
normal
TD:120/60-130/90
N: 60-120
RR: 18-22
S: 36-37
- Klien mampu
melakukan teknik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri

- Klien tidak
menunjukkan
adanya tanda
perdarahan
irigasi jernih
- TTV dalam batas
normal
TD:120/60-130/90

Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Kaji nyeri secara berkala

1. Memberikan gambaran tentang


nyeri yang dirasakan klien
2. Pantau tanda-tanda vital
2. Perubahan TTV dapat menjadi
indikator adanya nyeri
3. Meningkatkan relaksasi dan
3. Berikan lingkungan yang
mengurangi nyeri
nyaman
4. Meningkatkan relaksasi pada
4. Motivasi teknik relaksasi dan
otot yang tegang
mengurangi nyeri
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian
analgesik kaltopren 3x1

Mandiri
1. Identifikasi tanda-tanda
perdarahan post-TURP

5. Mengurangi nyeri dengan


farmakologik

1. Deteksi dini adanya komplikasi


TURP, agar dapat segera
dilakukan tindakan jika terjadi
komplikasi perdarahan
2. Pantau kepatenan traksi post- 2. Traksi post-TURP membantu
TURP
mengurangi perdarahan
3. Pantau sistem drainase,
3. Adanya perdarahan dapat

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Kriteria Evaluasi
- N: 60-120
- RR: 18-22
- S: 36-37

Intervensi
observasi warna cairan
drainase
4. Anjurkan klien untuk makan
makanan tinggi serat
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian obat
kalnex
6. Koleborasi pemberian
vitamin K
7. Kolaborasi pemberian
laksatif
8. Pantau hasil laboratorium

Risiko gangguan eliminasi urin


Faktor risiko:
- Bekuan darah post-TURP

Setelah
- Tidak terdapat
dilakukan
sumbatan pada
asuhan
kateter threeway
keperawatan
(aliran urin dan
selama 3x 30
irigasi lancar)
menit,
- Gangguan
gangguan
eliminasi urin
eliminais urin
tidak terjadi
tidak terjadi

9. Kolaborasi pemberian
transfusi jika terjadi
perdarahan
Mandiri
1. Pastikan selang bebas
dari lekukan dan bekuan
darah
2. Pantau patensi kateter dan
sistem drainase, catat
pengeluaran
3. Pantau pola berkemih

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan )
Rasional
dipantau dari warna drainase
4. Mencegah valsava yang dapat
menyebabkan perdarahan

5. Membantu menghentikan
perdarahan
6. Membantu mempercepat
pembekuan darah
7. Membantu melunakkan feses,
mencegan valsava
8. Perubahan nilai laboratorium,
terutama Hb, Ht, dan trombosit
dapat menjadi faktor risiko
perdarahan
9. Menggantikan darah yang
hilang

1. Sumbatan oleh lekukan dan


bekuan darah pada kateter
threeway dapat menyebabkan
obstruksi
2. Sistem drainase yang tidak
lancar dapat menyebabkan
terjadinya bekuan darah dan
meningkatkan risiko obstruksi
3. Memastikan tidak terjadi

(Lanjutan )
Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Kriteria Evaluasi

Intervensi
spontan setelah kateter

Rasional
obstruksi setelah kateter

dilepaskan

dilepaskan

4. Anjurkan klien untuk


minum 2-3 cairan per hari
5. Anjurkan klien untuk
membersihkan organ
genital setelah berkemih
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
continuous bladder
irrigation

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

4. Membantu irigasi bladder


5. Mencegah terjasinya infeksi
saluran perkemihan yang
dapat menyebabkan obstruksi
pada saluran perkemihan
6. Membantu irigasi bladder
post-TURP

Lampiran 6
CATATAN PERKEMBANGAN POSTOPERATIF

Inisial klien
No. RM
Usia
Ruangan
Tanggal
28 Mei
2013

28 Mei
2013

: Bapak R
: 132.20.66
: 63 tahun
: Bedah Kelas, RSUP Persahabatan

Diagnosa
Implementasi
Keperawatan
Nyeri akut
1. Mengkaji nyeri secara
berkala
b.d. insisi
sekunder pada 2. Memantau tanda-tanda vital
3. Memberikan lingkungan
TURP
yang nyaman
4. Memotivasi teknik relaksasi
dan mengurangi nyeri

Risiko
perdarahan

1. Menjelaskan manfaat traksi


kateter
2. Memantau tanda-tanda
perdarahan post-TURP
3. Memantau kepatenan traksi
post-TURP
4. Memantau sistem drainase
dan mengobservasi warna
cairan drainase
5. Menganjurkan klien untuk
minum 2-3 cairan per hari
6. Menganjurkan klien untuk
makan makanan tinggi serat

Evaluasi
S:
- Klien mengatakan nyeri belum
berkurang
- Klien mengatakan nyaman dengan
posisi semi fowler
O:
- Nyeri skala 5-6
- TD 130/80, N: 90x/menit, RR
20x/menit, S: 35,9 C
- Klien mampu melakukan napas sambil
berzikir dalam secara mandiri
A:
- Masalah teratasi sebagian
a). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam
P
- Kaji nyeri secara berkala
- Pantau TTV
- Kolaborasi pemberian analgetik
S:
- Klien mengatakan akan minum 2 botol
air mineral ukuran 1500 ml
- Klien mengatakan akan makan sayuran
dan buah
O:
- Klien mampu menyebutkan bahwa
kateter dikencangkan untuk
mengurangi perdarahan pada prostat
yang dioperasi
- Traksi keteter terpasang kuat
- Irigasi lancar, warna jernih kemerahan
A:
- Risiko perdarahan masih ada
P:
- Awasi tanda perdarahan

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

Implementasi

Evaluasi
-

Pantau kepatenan selang irigasi


Lepas traksi kateter

28 Mei
2013

Risiko
gangguan
eliminasi urin

7. Memastikan selang bebas


dari lekukan dan bekuan
darah
8. Memantau patensi kateter
dan sistem drainase,
mencatat pengeluaran
drainase
9. Menganjurkan klien untuk
minum 2-3 cairan per hari
10. Memantau pemberian
continuous bladder
irrigation

S:
- Klien mengatakan akan minum dua
botol air mineral ukuran 1500ml
O:
- Kateter terpasang, tidak tertekuk
- Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag
- Balance cairan/3jam
Intake:
Minum 600 cc
Spooling: 3 kolf 1500cc
Infus: 200 cc
Output:
Urin+darah+spooling drainase: 2000
IWL: 121,875
Balance cairan: 2300-2121,875=
+178,125
A:
- Risiko obstruksi masih ada
P:
- Pantau patensi kateter dan sistem
drainase
- Pantau balance cairan

29 Mei
2013

Nyeri akut
b.d. insisi
sekunder pada
TURP

1. Mengkaji nyeri secara


berkala
2. Memantau tanda-tanda vital
3. Memberikan lingkungan
yang nyaman
4. Memotivasi teknik relaksasi
dan mengurangi nyeri
5. Memberikan analgetik
ketorolac 10 mg via IV

S:
- Klien mengatakan nyeri berkurang
setelah diberikan obat
O:
- Nyeri skala 3-4
- TD 130/80, N: 90x/menit, RR:
22x/menit, S: 36,4 C
- Klien mampu melakukan napas dalam
dengan mandiri
A:
- Masalah teratasi
a). Nyeri skala 2-3
b). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam secara mandiri
c). TTV dalam batas normal
P:
- Kaji nyeri secara berkala
- Pantau TTV
- Kolaborasi pemberian analgetik

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal
29 Mei
2013

29 Mei
2013

Diagnosa
Implementasi
Keperawatan
Risiko
1. Memantau tanda-tanda
perdarahan
perdarahan post-TURP
2. Memantau kepatenan traksi
post-TURP
3. Memantau sistem drainase,
dan mengobservasi warna
cairan drainase
4. Memotivasi klien makan
sayur dan buah dan
5. Menanyakan pola defekasi
post-TURP
6. Memotivasi untuk minum
2-3 liter cairan per hari
7. Memberikan obat kalnex
via IV 1 amp
8. Memberikan vitamin K via
IV 1 amp
Risiko
gangguan
eliminasi urin

1. Memastikan selang bebas


dari lekukan dan bekuan
darah
2. Memantau patensi kateter
dan sistem drainase,
mencatat jumlah drainase
3. Memotivasi klien untuk
minum 2-3 cairan per hari
4. Memantau pemberian
continuous bladder
irrigation

Evaluasi
S:
- Klien mengatakan belum banyak
memakan sayur dan buah
Klien mengatakan sudah banyak
minum Klien mengatakan belum
defekasi
O:
- Warna cairan pada urine bag bening
kemerahan
- Traksi kateter sudah dilepas
A:
- Risiko perdarahan masih ada
P:
- Awasi tanda perdarahan
- Pantau kepatenan selang irigasi
- Aff irigasi jika warna urin sudah jernih

S:
- Klien mengatakan sudah berusaha
untuk minum dua botol air mineral
ukuran 1500 ml
O:
- Kateter terpasang, tidak tertekuk
- Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag
- Balance cairan/24jam
Intake:
Minum: 2000 cc
Spooling: 36 kolf 18000cc
Infus: 1500 cc
Output:
Urin+darah+spooling drainase: 20.500
IWL: 975
Balance cairan: 21600-21.475: +125
A:
- Risiko obstruksi masih ada
P:
- Pantau balance cairan
- Pantau pemberian continuous bladder
irrigation
- Pantau pola berkemih spontan jika
kateter sudah dilepas

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Tanggal
30 Mei
2013

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut
b.d. insisi
sekunder pada
TURP

Implementasi

1. Mengkaji nyeri secara


berkala
2. Memantau tanda-tanda vital
Memotivasi teknik relaksasi
dan mengurangi nyeri
4. Memberikan analgetik
ketorolac 10 mg via IV

Evaluasi
S:
- Klien mengatakan nyeri berkurang
O:
- Nyeri skala 2-3 TD 120/70, N:
88x/menit, RR 20x/menit, S: 36,6 C
- Klien mampu melakukan napas dalam
dengan mandiri
A:
- Masalah teratasi
a). Nyeri skala 2-3
b). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam secara mandiri
c). TTV dalam batas normal
P:
- Kaji nyeri secara berkala
- Pantau TTV
- Kolaborasi pemberian analgetik

30 Mei
2013

Risiko
perdarahan

1. Memantau sistem drainase,


jumlah, warna
2. Melepas irigasi kateter
3. Menanyakan pola defekasi
post-TURP
4. Memberikan obat kalnex
via IV 1 amp
5. Memberikan vitamin K via
IV 1 amp
6. Melakukan discharge
planning mengenai hal yang
harus dilakukan, tidak boleh
dilakukan, dan kapan harus
menghubungi pelayanan
kesehatan

S:
- Klien mengatakan mengerti dengan
discharge planning yang dilakukan
- Klien mengatakan sudah defekasi satu
kali dan tidak keras
O:
- Warna cairan pada urine bag jernih
- Irigasi drainase sudah dilepaskan
A:
- Risiko perdarahan masih ada
P:
- Bladder training dan aff kateter
- Ingatkan untuk menghindari valsava

30 Mei
2013

Risiko
gangguan
eliminasi urin

1. Memasang kateter dan


sistem drainase kembali
2. Memastikan selang bebas
dari lekukan dan bekuan
darah
3. Memantau patensi kateter
dan sistem drainase
4. Memotivasi klien untuk
minum 2-3 cairan per hari
5. Memantau pemberian
continuous bladder
irrigation

S:
- Klien mengatakan sudah minum satu
botol air mineral ukuran 1500 ml sejak
pagi
- Klien mengatakan kateter sudah
dilepaskan sebelumnya, namun terasa
nyeri pada perut bagian bawah dan urin
tidak bisa keluar, sehingga kateter
dipasang kembali
- Klien mengatakan setelah kateter
dipasang kembali terdapat bekuan
darah yang berwarna kehitaman
jumlahnya cukup banyak

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

Implementasi

31
Mei2013

Nyeri akut
b.d. insisi
sekunder pada
TURP

1. Mengkaji nyeri secra


berkala
2. Memantau tanda-tanda vital
3. Memotivasi teknik relaksasi
dan mengurangi nyeri
4. Memberikan analgetik
ketorolac 10 mg via IV

31 Mei
2013

Risiko
perdarahan

1. Memantau sistem irigasi


drainase, mencatat warna
cairan drainase
2. Menanyakan pola defekasi
3. Memberikan obat kalnex

Evaluasi
O:
- Kateter dilepaskan, kemudian dipasang
kembali
- Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag, warna jernih
- Balance cairan/20 jam
Intake:
Minum: 1500 cc
Spooling: 8 kolf 4000 cc
Infus: 800 cc
Output:
Urin+spooling drainase: 5300
IWL: 812,5
Balance cairan: 6300-6112,5= +187,5
A:
- Risiko obstruksi masih ada
P:
- Aff irigasi dan kateter jika warna
cairan drainase sudah jernih
- Pantau kemampuan berkemih spontan
setelah kateter dilepas
S
- Klien mengatakan nyeri minimal
O:
- Nyeri skala 1-2
- TD 130/80, N: 92x/menit
- Klien mampu melakukan napas dalam
dengan mandiri
A:
- Masalah teratasi
a). Nyeri skala 2-3
b). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam secara mandiri
c). TTV dalam batas normal
P
- Kaji nyeri secara berkala
- Pantau TTV
- Motivasi teknik napas dalam jika nyeri
muncul kembali
- Kolaborasi pemberian analgetik jika
nyeri muncul kembali
S:
- Klien mengatakan sudah defekasi pada
pagi hari, tidak keras
O:
- Sistem drainase lancar, warna cairan

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)
Tanggal

Diagnosa
Keperawatan

Implementasi
4. via IV 1 amp
5. Memberikan vitamin K via
IV 1 amp
6.

31 Mei
2013

Risiko
gangguan
eliminasi urin

1. Memastikan selang bebas


dari lekukan dan bekuan
darah
2. Memantau patensi kateter
dan sistem drainase
3. Memotivasi klien untuk
minum 2-3 cairan per hari

Evaluasi
A:
P:
-

drainase jernih
Risiko perdarahan masih ada
Awasi tanda perdarahan
Aff irigasi drainase jika warna cairan
drainase jernih

S:
- Klien mengatakan sudah minum
hampir dua botol air mineral ukuran
1500 ml
O:
- Kateter terpasang, tidak tertekuk
- Sistem drainase masih terpasang
- Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag
A:
- Risiko obstruksi masih ada
P:
- Memantau pemberian continuous
bladder irrigation
- Pantau pola eliminasi spontan jika
kateter sudah dilepas

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Lampiran 7

TINDAKAN PEMBIUSAN

1. Posisi duduk atau miring sambil memeluk bantal


2. Obat bius disuntikkan lewat belakang tubuh
3. Efek obat bius dari pinggang ke bawah
4. Awalnya kaki terasa kesemutan, lalu akan terasa berat, sampai
tidak bisa digerakkan
5. Selama operasi tetap sadar (bisa melihat dan mendengar)

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)

TINDAKAN OPERASI PROSTAT

1. Alat dimasukkan lewat kemaluan


2. Prostat yang menutupi jalan saluran kencing dikerok

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)

KONDISI SETELAH OPERASI

1. Terpasang selang kencing


2. Terpasang cairan infus untuk membilas bagian prostat yang
dioperasi
3. Terasa nyeri pada bagian operasi, setelah efek obat bius hilang
4. Yang harus dilakukan: napas dalam, minum 2-3 botol air mineral
besar, makan sayuran dan buah

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Lampiran 8

Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Setelah Operasi Prostat

Terdapat darah dalam


kencing pada hari ke 15
setelah operasi
Sulit buang air kecil
Rasa terbakar ketika buang
air kecil
Air kencing berbau
Air kencing berwarna
keruh

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

(Lanjutan)

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Lampiran 9

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Fitri Mulyana

Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 16 Maret 1990


Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jalan Waru II RT 002 RW 03 No.52, Pamulang Barat,

Pamulang, Tangerang Selatan 15417


E-mail

: fitri_mulyana@ymail.com

Riwayat Pendidikan :
Tahun 2002

: SD Negeri Pamulang Indah

Tahun 2005

: SMP Negeri 1 Pamulang

Tahun 2008

: SMA Negeri 1 Cisauk

Tahun 2012

: Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai