Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

TUBERCULOSIS
DI DESA KERTAJAYA RW 17 DAN RW 18 PADALARANG

Diajukan untuk memenuhi tugas stase Profesi Keperawatan Jiwa

Oleh :

Mahasiswa STIKes Santo Borromeus

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

PADALARANG

2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Asuhan Keperawatan Masyarakat Tuberculosis


Sub Pokok Bahasan : Tuberculosis
Sasaran : Masyarakat di RW 17 RT 01/02/03/04/05 RW 18 RT
01/02/03/04 Desa Kertajaya Kecamatan Padalarang
Tanggal Pelaksanaan: 1 Maret 2017
Waktu Pelaksanaan : 08.00 08.15 WIB (30 Menit)
Tempat : SD Kertajaya di RW 17
1. Tujuan
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mendapatkan penyuluhan, diharapkan Warga Desa Kertajaya RW 17 dan
18 dapat mengetahui penyakit Tuberculosis/TBC.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah mendapatkan penyuluhan, diharapkan Warga Desa Kertajaya RW 17 dan
18 mampu mengetahui pencegahan, penularan, pengobatan TBC, dan Masyarakat
mampu:
o Memahami pengertian tuberculosis
o Memahami penyebab tuberculosis
o Memahami cara penularan tuberculosis
o Memahami tanda dan gejala tuberculosis

2. Materi Penyuluhan
Materi yang akan disampaikan pada saat penyuluhan yaitu:
1. Pengertian Tuberculosis
2. Penyebab Tuberculosis
3. Cara Penularan Tuberculosis
4. Tanda dan Gejala Tuberculosis
5. Pemeriksaan Tuberculosis
6. Pencegahan Tuberculosis

3. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab

4. Pembagian Tugas Penyuluhan


Moderator : Sdr. Yeremia Manibuy
Penyaji : Sdri. Masrida Adolina Panjaitan
Notulis : Sdri. Maya Agustina, dan Sdri. Maria Theresia
Operator : Sdr. Belly Meinoty dan Sdri. Maria Emilia P. Parera
2
5. Media
Leaflet, LCD proyektor

6. Kegiatan Proses Belajar


Kegiatan
No Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Masyarakat Durasi Keterangan
.
1 Pre Interaksi
Memberi salam, Masyarakat memberi salam
memperkenalkan diri, balik dan memberi respon
Metode:
serta kontrak waktu. untuk kontrak waktu. 2 menit
Menjelaskan tujuan Ceramah
Masyarakat menyimak
penyuluhan dan tema
presenter.
penyuluhan.
2 Isi
Menjelaskan materi, Masyarakat menyimak dan
Memberikan
mendengarkan presenter.
kesempatan kepada Metode:
Masyarakat untuk 25 menit Ceramah
Masyarakat bertanya
bertanya mengenai
kembali mengenai materi
materi yang
yang belum dimengerti
disampaikan.
3 Penutup
Mengevaluasi dengan Masyarakat dapat merespon
metode tanya jawab. dan menjawab dengan baik
apa yang ditanyakan oleh Metode:
Tanya jawab
Menyimpulkan bersama presenter. 3 menit
Masyarakat mendengarkan
sama.
Menutup penyuluhan dan merespon.
Masyarakat menjawab
dan mengucapkan
salam penutup
salam penutup.

1. Evaluasi
1. Metode evaluasi : Tanya jawab
2. Kriteria evaluasi :
Masyarakat mengetahui pengertian Tuberculosis

3
Masyarakat mengetahui penyebab Tuberculosis
Masyarakat mengetahui tanda gejala Tuberculosis
Masyarakat mengetahui cara pencegahan Tuberculosis
Masyarakat mengetahui pemeriksaan Tuberculosis
Masyarakat mengetahui pencegahan Tuberculosis

TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS TBC
1. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah infeksi batang tahan asam-alkohol (acid-alcohol-
fast bacillus/AAFB) mycobacterium tuberculosis terutama menganai paru, kelenjar
getah bening dan usus (Rubenstein dkk, 2007).
Tuberkulosus adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma yang menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita ke orang
lain (Santa, 2009).
Menurut DepKes RI (2007) tuberculosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Jadi tuberculosis adalah infeksi pada paru-paru (namun dapat mengenai organ
lainnya) yang diakibatkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis) yang
bersifat menahun namun menular.

2. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1- 4/m dan tebal 0.3-0.6 m (Amin dan

4
Aril, 2007). Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik.

Gambar 3. Mycobacterium Tuberculosis

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala TBC menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006)
dapat bermacam-macam antara lain:
a. Demam dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat/ringannya infeksi
TBC yang masuk. Demam dirasakan pada malam hari disertai keringat dingin
b. Batuk menetap iritasi pada bronkus
c. Sesak napas infiltrasi sudah setengah bagian paru
d. Nyeri dada infiltrasi sudah sampai pleura pleuritis
e. Malaise anoreksia berat, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam.

4. Komplikasi
Terdapat berbagai macam komplikasi paru, dimana komplikasi dapat terjadi di
paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun dinding dada
(Jeoung dan Lee, 2008). Komplikasi ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati
maupun tidak. Komplikasi TBC dibagi menjadi dua macam:
a. Komplikasi dini:
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Emfisema
4) Laryngitis
5) TBC usus
b. Komplikasi lanjut:
1) Obstruksi jalan nafas sindrom obstruksi pasca tuberkulosis
2) Kerusakan pada paremkim berat
3) Fibrosa paru-paru
4) Kor pulmonal
5
5) Amiloidosis
6) Karsinoma paru
7) Sindram gagal nafas dewasa (ARDS)

5. Cara Penularan
a. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
(berbicara,batuk, bersin, tertawa,bernyanyi, dan terkena droplet dari penderita TB)
b. Penggunaan narkoba dan alkoholik
c. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat ( Tunawisma. Anak anak
dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 44 tahun)
d. Setiap individu yang memiliki gangguan medis sebelumnya ( DM, gagal ginjal
kronis, dll)
e. Imigran dari negara insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara)
f. Individu yang tinggal di perumahan kumuh.

6. Tes Diagnostik
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
b. Zhiel Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah): positif untuk basil asam cepat
c. Tek kulit (PPD 2 TU, mantoux, potong vollmer): reaksi positif (area indurasi
10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah infeksi intra dermal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan/infeksi disebabkan oleh
mycobacterium berbeda.
d. ELISA/Western Bolt: dapat menyatakan adanya HIV
e. Foto thoraks: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukkan
lebih luas TB dapat termasuk rongga area fibrosa.
f. Histologi,/ kultur jaringan (termasuk pemberisihan gaster, urinen cairan
serebrospinal,biospi kulit): postif untuk mycobacterium tuberculosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granuloma TB, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
h. GDA: dapat normal tergantung lokasi dan berar kerusakan sisa pada paru.
i. Elekrosit: dapat normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi Conto
hiponatremia disebabkan oleh normalnya retensi air daoat ditemukan pada TB
paru kronis luas.
j. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas bital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi O 2

6
sekunder terhadap infiltrasi parenkim atau fibrosis kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural (TB paru kronis luas)

7. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk:
1) Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas.
2) Mencegah kematian.
3) Mencegah kekambuhan.
4) Mengurangi penularan.
5) Mencegah terjadinya resistensi obat (PDPI, 2011).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO) (Depkes, 2007).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


1) Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien
TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan (Depkes,
2007).
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes,
2007).

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia yaitu:


1) Kategori I
a) TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.

7
b) Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/6HE
atau 2 RHZE/ 4R3H3.
2) Kategori II
a) TB paru kasus kambuh.
Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum ada
hasil uji resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai
dengan hasil uji resistensi.
b) TB paru kasus gagal pengobatan
(1) Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil uji
resistensi (contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).
(2) Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2
RHZES/ 1 RHZE.
(3) Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
(4) Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
c) TB Paru kasus putus berobat.
(1) Berobat 4 bulan
BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama.
(2) Berobat 4 bulan
Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif,
pengobatan diteruskan.

8
3) Kategori III
TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi
minimal. Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3.
4) Kategori IV
TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada
hasil uji resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan
sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan).
5) Kategori V
MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi
ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup (PDPI, 2006).

Obat-obat TB memiliki efek samping diantaranya:


1) Isoniazid dapat menyebabkan kerusakan hepar yang akan mengakibatkan
mual, muntah, dan jaundice. Kadang dapat menyebabkan kebas pada tungkai.
2) Rifampisin dapat menyebabkan kerusakan hepar, perubahan warna air mata,
keringat, dan urine menjadi oranye.
3) Pirazinamid dapat menyebabkan kerusakan hepar dan gout.
4) Etambutol dapat menyebabkan pandangan kabur dan gangguan penglihatan
warna karena obat ini mempengaruhi Nervus optikus.

b. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah TB adalah dengan pengobatan terhadap
pasien yang mengalami infeksi TB sehingga rantai penularan terputus. Tiga topik
dibawah ini merupakan topik yang penting untuk pencegahan TB :
1) Proteksi terhadap paparan TB
Diagnosis dan tatalaksana dini merupakan cara terbaik untuk
menurunkan paparan terhadap TB. Risiko paparan terbesar terdapat di
bangsal TB dan ruang rawat, dimana staf medis dan pasien lain mendapat

9
paparan berulang dari pasien yang terkena TB. Ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kemungkinan transmisi antara lain :
a) Cara batuk
Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah, dan efektif dalam
mencegah penularan TB dalam ruangan. Pasien harus menggunakan sapu
tangan untuk menutupi mulut dan hidung, sehingga saat batuk atau bersin
tidak terjadi penularan melalui udara.
b) Menurunkan konsentrasi bakteri
(1) Sinar Matahari dan Ventilasi
Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan ventilasi yang baik
dapat mencegah transmisi kuman TB dalam ruangan.
(2) Filtrasi
Penyaringan udara tergantung dari fasilitas dan sumber daya yang
tersedia.
(3) Radiasi UV bakterisidal
M.tuberculosis sangat sensitif terhadap radiasi UV bakterisidal. Metode
radiasi ini sebaiknya digunakan di ruangan yang dihuni pasien TB yang
infeksius dan ruangan dimana dilakukan tindakan induksi sputum
ataupun bronkoskopi.
c) Masker
Penggunaan masker secara rutin akan menurunkan penyebaran kuman
lewat udara. Jika memungkinkan, pasien TB dengan batuk tidak
terkontrol disarankan menggunakan masker setiap saat. Staf medis juga
disarankan menggunakan masker ketika paparan terhadap sekret saluran
nafas tidak dapat dihindari.
d) Rekomendasi NTP (National TB Prevention) terhadap paparan TB:
(1) Segera rawat inap pasien dengan TB paru BTA (+) untuk pengobatan
fase intensif, jika diperlukan.
(2) Pasien sebaiknya diisolasi untuk mengurangi risiko paparan TB ke
pasien lain.
(3) Pasien yang diisolasi sebaiknya tidak keluar ruangan tanpa memakai
masker.

10
(4) Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB sebaiknya tidak
ditempatkan di ruangan yang dihuni oleh pasien yang
immunocompromised, seperti pasien HIV, transplantasi, atau onkologi.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z Bahar. 2007. Tuberculosis Paru: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Buleche dkk. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louis: Elsevier.
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta
Herdman, T. 2012. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2012-2014. Jakarta:
EGC.

11
Jeoung Y dkk. 2008. Body Weight at Birth and at Three and Respiratory Illness In Preschool
Children of Preventive Medicine and Public Health.
Moorhead. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis: Elsevier.
Santa dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernapasan Akibat Infeksi.
Jakarta: TIM
Rubenstein, David dkk. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.

12

Anda mungkin juga menyukai