Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

TUBERCULOSIS (TBC)

DISUSUN OLEH :

I WAYAN SUARDANO. S.KEP,NS

PUSKESMAS MEKO
KECAMATAN PAMONA BARAT
THN 2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
TUBERCULOSIS (TBC)

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan atau penyuluhan selama 1x 30 menit, diharapkan Kader
dapat memahami dan mengerti tentang Tuberculosis (Tbc) serta pencegahan primer, sekunder,
dan tersier

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1x30 menit Kader dapat :
1. Menyebutkan 3 dari 6 pencegahan terhadap Tuberculosis (Tbc) dengan baik.
2. Mampu melakukan perawatan terhadap penyakit Tuberculosis (Tbc)

C. METODE PELAKSANAAN
1. Ceramah
2. Tanya jawab

D. SASARAN DAN TARGET


Sasaran ditujukan pada Kader Kesehatan dan Masyarakat Desa Salukaia, Kecamatan Pamona
Barat

E. Waktu / Tempat Pelaksanaan


Waktu : Jum’at, 10 Agustus 2018.
Tempat : Posyandu Nusa Indah 1 Desa Salukaia

F. STRATEGI PELAKSANAAN

No Tahapan waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta


1 Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
(5menit) 2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Kontrak waktu 3. Menyetujui
4. Menjelaskan tujuan instruksional 4. Mendengarkan dan
5. Menggali pengetahuan peserta memperhatikan
tentang Tuberculosis (Tbc) dan 5. Memberikan umpan balik
cara pencegahannya
2 Kegiatan Inti 1. Menjelaskan tentang pengertian 1. Mendengarkan dan
( 20 menit ) Tuberculosis (Tbc) Memperhatikan.
2. Menjelaskan tanda dan gejala 2. Mendengarkan dan
Tuberculosis (Tbc) Memperhatikan.
3. Menjelaskan bahaya Tuberculosis 3. Mendengarkan dan
(Tbc) Memperhatikan
4. Memberi kesempatan 4. Tidak bertanya
Peserta untuk bertanya 5. Mendengarkan dan
5. Menjelaskan cara pencegahan Memperhatikan.
Tuberculosis (Tbc) 6. Mendengarkan dan
6. Mendemonstrasikan cara Memperhatikan
pencegahannya
3 Penutup 1. Merangkum materi yang sudah 1. Mendengarkan dan
(5menit) dijelaskan 2. Memperhatikan
2
2. Melakukan evaluasi 3. Menjawab pertanyaan
3. Kepada peserta didik tentang 4. Menjawab Salam
materi yang sudah dijelaskan
4. Salam penutup
Penyaji : I Wayan Suardano, S.Kep,Ns

G. MEDIA DAN ALAT


1. Leaflet
H. MATERI
Terlampir

I. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Kesepakatan Kades Salukaia dan Kepala Puskesmas Sesuai dengan waktu yang telah di
tentukan
b. Kesiapan materi penyaji
c. Tempat yang digunakan nyaman dan mendukung
2. Evaluasi Proses
a. Kader Bersedia berkumpul sesuai dengan kontrak waktu yang ditentukan
b. Kader bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahuinya
c. Kader menjawab semua pertanyaan yang telah diberikan
3. Evaluasi Peserta
a. Dapat menerima jalannya penyuluhan
b. Dapat menjalankan peranannya
4. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
b. Dan kader dan Masyarakat paham dan mengerti tentang TB serta pencegahannya.

TINJAUAN TEORI

A. Definisi TBC
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO
sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO,

3
1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang
sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-
negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan
meningkat.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB
kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru
dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau
pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan
angka kesembuhan 87%.
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit
jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat.T
Uberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel
granuloma pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan
asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit.Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x
2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

B. Etiologi TBC
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan
ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif
serta tahan asam atau Basil Tahan Asam (BTA).

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
a. Batuk secara terus menerus selama 3 minggu atau lebih
b. Sesak napas
c. Nyeri dada
d. Batuk darah
e. Demam dan menggigil
f. Keringat pada malam hari
g. Keletihan atau lemah
h. Berat badan menurun
i. Nafu makan menurun

D. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan
untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru
dibagi sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
 Dengan atau tanpa gejala klinik
 BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif
1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
 Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
 Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
 BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
 Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
 Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

4
 Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
 Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

E. Karakteristik TBC
1. Menular lewat udara
2. Kuman TBC dapat bertahan lama di ruang yang gelap dan lembab
3. Mati jika terkana sinar matahari

F. Faktor resiko orang terkena TBC


1. Orang yang kontak langsung dengan penderita TBC aktif
2. Tinggal pada pemukiman yang kumuh atau daerah industri
3. Anak dibawah lima tahun yang tidak di imunisasi BCG
4. Orang dengan ketergantungan alkohol dan imunitas yang menurun seperti HIV

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.
3. Foto thorax : dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga
area fibrosa.
4. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster, urien dan cairan serebrospinal,
biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
5. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB : adanya sel raksasa menunjukan
nekrosis.
6. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi: Hyponaremia, karena
retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.GDA dapat tidak normal tergantung lokasi,
berat dan kerusakan sisa pada paru.
7. Pemeriksaan fungsi pada paru; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).

H. Pemeriksaan Diagnosis
1. Pemeriksaan Rontgen Toraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik, dokter juga menemukan suatu
kelainan paru. Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan, di mana hal ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap OAT. Penyembuhan total sering kali terjadi di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan yang lengkap.
2. Pemeriksaan CT-scan

Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil


yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal,
klasifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, serta emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat

5
untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada
pemeriksaan rontgen biasa.

3. Radiologis TB Paru Milier

TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat fatal sebelum penggunaan
OAT. Hasil pemeriksaan rontgen toraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier.
Pada beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rontgen toraks, tetapi
ada beberapa kasus dimana bentuk milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan
penyakitnya.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit Tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan


mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan species Mycobacterium yang satu
dengan lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai
media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan percobaan, serta perbedaan kepekaan kulit
terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium Tuberculosis adalah sputum pasien,
urine, dan cairan kumbah lambung. Selain itu, ada juga bahan-bahan lain yang dapat
digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan pleura, jaringan
tubuh, feses, dan swab tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis
Tuberculosis Paru, walaupun kurang sensitif, adalah pemeriksaan laju endap darah (LED).
Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan immunoglobulin, terutama igg
dan iga.

I. Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
 Jangka pendek
5. Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
6. Streptomisin inj 750 mg.
7. Pas 10 mg.
8. Ethambutol 1000 mg.
9. Isoniazid 400 mg.
 Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x
seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan
terapi.Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis :
1. INH.
2. Rifampicin.
3. Ethambutol.
4. Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
 Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan
sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
1. Rifampicin.
2. Isoniazid (INH).
3. Ethambutol.
4. Pyridoxin (B6).

6
J. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
Menjalar ke organ lain : Usus
Poncet’s arthropathy
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)

K. Diagnosis Banding
1. Pneumonia
2. Abses Paru
3. Kanker Paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi

L. Penularan
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis ditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien tuberculosis batuk dan percikan ludah yang
mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin,
atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke
dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan.
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi
dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu lainnya. Risiko tertinggi
berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia dibawah 3 tahun, risiko rendah pada masa
kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh
lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil studi lainnya melaporkan bahwa
kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)akan 2 kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa
(tidak serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan
penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan. Angka risiko
penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka
ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi
TBC. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif (0,5%). (Widoyono, 2008)

M. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium
tuberkolosis adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan Tuberculosis (Tbc) secara Primer

7
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan
TBC yang meliputi:

 Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah
dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai
proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan,
 Chemoprophylaxis , obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan
tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak,
 Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

2. Pencegahan Tuberculosis (Tbc) secara sekunder


Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent , Host dan Lingkungan. Kontrol
pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik,
walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang
resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling
efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC,
dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol
lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat
mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi
lingkungan memegang peranan terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan
menghindari tekanan psikis.

3. Pencegahan Tuberculosis (Tbc) secara tersier


Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu.
Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk
mengurangi cacat social dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi. Selain itu,
tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan
pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
1. Perkembangan media.
2. Metode solusi problem keresistenan obat.
3. Perkembangan obat Bakterisidal baru.
4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.
6. Studi lain yang intensif.
7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol.

8
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC


Mansjoer Arif. (2000).Kapita Selekta Kedokteran.Ed 3. Jakarta: Media Aekulapius,
Lynda Juall Carpenito. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan . edisi 2.
Jakarta: EGC.
Mansjoer dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3. Jakarta: EGC
Price,Sylvia Anderson. (1999). Konsep Klinis Proses – Proses penyakit . edisi 4. Jakarta: EGC.
Tucker dkk. (1998). Standart Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Widoyono. (2008). penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai