TUBERCULOSIS (TBC)
DISUSUN OLEH :
PUSKESMAS MEKO
KECAMATAN PAMONA BARAT
THN 2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
TUBERCULOSIS (TBC)
C. METODE PELAKSANAAN
1. Ceramah
2. Tanya jawab
F. STRATEGI PELAKSANAAN
I. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Kesepakatan Kepala Desa masing-masing wilayah dan Kepala Puskesmas Sesuai dengan
waktu yang telah di tentukan
b. Kesiapan materi penyaji
c. Tempat yang digunakan nyaman dan mendukung
2. Evaluasi Proses
a. Masyarakat dan kader Bersedia berkumpul sesuai dengan kontrak waktu yang ditentukan
b. Masyarakat dan kader bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahuinya
c. Masyarakat dan kader menjawab semua pertanyaan yang telah diberikan
3. Evaluasi Peserta
a. Dapat menerima jalannya penyuluhan
b. Dapat menjalankan peranannya
4. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
b. Kader dan Masyarakat paham dan mengerti tentang TB serta pencegahannya.
TINJAUAN TEORI
A. Definisi TBC
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO
3
sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO,
1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang
sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-
negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan
meningkat.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB
kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru
dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau
pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan
angka kesembuhan 87%.
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit
jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat.T
Uberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel
granuloma pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan
asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit.Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x
2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.
B. Etiologi TBC
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan
ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif
serta tahan asam atau Basil Tahan Asam (BTA).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
a. Batuk secara terus menerus selama 3 minggu atau lebih
b. Sesak napas
c. Nyeri dada
d. Batuk darah
e. Demam dan menggigil
f. Keringat pada malam hari
g. Keletihan atau lemah
h. Berat badan menurun
i. Nafu makan menurun
D. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan
untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru
dibagi sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
Dengan atau tanpa gejala klinik
BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif
1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
4
Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
E. Karakteristik TBC
1. Menular lewat udara
2. Kuman TBC dapat bertahan lama di ruang yang gelap dan lembab
3. Mati jika terkana sinar matahari
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.
3. Foto thorax : dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga
area fibrosa.
4. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster, urien dan cairan serebrospinal,
biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
5. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB : adanya sel raksasa menunjukan
nekrosis.
6. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi: Hyponaremia, karena
retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.GDA dapat tidak normal tergantung lokasi,
berat dan kerusakan sisa pada paru.
7. Pemeriksaan fungsi pada paru; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).
H. Pemeriksaan Diagnosis
1. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik, dokter juga menemukan suatu
kelainan paru. Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan, di mana hal ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap OAT. Penyembuhan total sering kali terjadi di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan yang lengkap.
2. Pemeriksaan CT-scan
5
bronkhiektasis, serta emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat
untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada
pemeriksaan rontgen biasa.
TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat fatal sebelum penggunaan
OAT. Hasil pemeriksaan rontgen toraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier.
Pada beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rontgen toraks, tetapi
ada beberapa kasus dimana bentuk milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan
penyakitnya.
4. Pemeriksaan Laboratorium
I. Penatalaksanaan
Pengobatan dengan Obat FDC TB
J. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
Menjalar ke organ lain : Usus
Poncet’s arthropathy
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)
K. Diagnosis Banding
1. Pneumonia
2. Abses Paru
6
3. Kanker Paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
L. Penularan
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis ditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien tuberculosis batuk dan percikan ludah yang
mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin,
atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke
dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan.
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi
dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu lainnya. Risiko tertinggi
berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia dibawah 3 tahun, risiko rendah pada masa
kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh
lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil studi lainnya melaporkan bahwa
kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)akan 2 kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa
(tidak serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan
penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan. Angka risiko
penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka
ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi
TBC. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif (0,5%). (Widoyono, 2008)
M. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium
tuberkolosis adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan Tuberculosis (Tbc) secara Primer
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan
TBC yang meliputi:
Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah
dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai
proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan,
Chemoprophylaxis , obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan
tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak,
Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
7
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent , Host dan Lingkungan. Kontrol
pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik,
walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang
resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling
efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC,
dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol
lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat
mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi
lingkungan memegang peranan terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan
menghindari tekanan psikis.
8
DAFTAR PUSTAKA