Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ERGONOMI DALAM DALAM

LINGKUP RUMAH SAKIT

Di susun oleh :

Nama : Febry prayuda

NIM : 201754080

Mata Kuliah : Egonomi

Kelas :A

Dosen Pengampu : Kurniawan Rahmat Widodo ST.MT

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai suatu lingkungan kerja yang terdiri dari berbagai bagian dan sub
bagian, dimana antara bagian tersebut memiliki peran dan fungsi masing-masing namun
tetap saling berhubungan untuk menunjang kelancaran operasional secara penuh. Sebagai
suatu lingkungan kerja yang kompleks keselamatan kerja merupakan suatu faktor utama
yang harus diperhatikan. Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang akan
memberikan pengaruh terhadap kinerja mereka yang bekerja pada lingkungan tersebut.
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit telah diidentifikasi sebagai sebuah
lingkungan di mana terdapat aktivitas yang berkaitan dengan ergonomi antara lain
mengangkat, mendorong, menarik, menjangkau, membawa benda, dan dalam hal
penanganan pasien. Petugas kesehatan, terutama yang bertanggung jawab untuk perawatan
pasien, memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan gangguan
muskuloskeletal dibandingkan berbagai bidang lainnya. (OSHA, 2013) Merujuk kepada
peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja,
pedoman ini juga mengambil dari beberapa sumber “best practices” yang berlaku secara
Internasional, seperti 2 National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), The
Centers for Disease Control (CDC), The Occupational Safety and Health Administration
(OSHA), The US Environmental Protection Agency (EPA), dan lainnya. Data tahun 2014,
4% perawat di USA adalah petugas medis. Dari laporan yang dibuat oleh The National
Safety Council (NSC), 41% petugas medis mengalami absenteisme yang diakibatkan oleh
penyakit akibat kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor
industri lainnya. (Depkes, 2010). Berdasarkan data riset yang dilakukan oleh International
Labour Organization (2003) menemukan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal,
setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat kecelakaan
kerja maupun penyakit akibat kerja. Sedangkan anggaran untuk kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang terbanyak yaitu penyakit musculoskeletal disorders sebanyak 40%,
penyakit jantung sebanyak 16%, kecelakaan sebanyak 16%, dan penyakit saluran pernapasan
sebanyak 19%. Dari 27 negara yang dipantau oleh ILO, Indonesia menempati urutan ke-26
dalam kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pada penelitian perawat di
Hongkong yang dilakukan oleh Yin Bing Yip (2001), dari 377 perawat yang diteliti
diketahui 153 perawat (40.6%) diantaranya mengalami sakit punggung bagian bawah.
Rumah sakit sebagai tempat kerja juga mempunyai risiko bahaya kesehatan dan keselamatan
kerja. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan rumah sakit, sekitar 1505 tenaga kerja wanita
di rumah sakit Paris mengalami 3 gangguan muskuloskeletal 16% dimana 47% dari
gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. (Depkes RI, 2006)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kepada tenaga
kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja terhadap bahaya dari akibat kecelakaan
kerja (Tarwaka, 2008). Tujuan K3 adalah mencegah, megurangi, bahkan menihilkan risiko
penyakit dan kecelakaan akibat kerja (KAK) serta meningkatkan derajat kesehatan para
perawat sehingga produktivitas kerja meningkat. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk
melindungi perawat agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh
buruk yang diakibatkan oleh perawatan sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah
sakit menerapkan upaya-upaya K3 dirumah sakit. K3 termasuk sebagai salah satu standar
pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi rumah sakit, disamping standar pelayanan
lainnya. Gangguan muskuloskeletal merupakan masalah penting terutama dalam industri
rumah sakit. Gangguan tersebut paling banyak diderita oleh perawat. Dengan adanya
gangguan tersebut akan meningkatkan pengeluaran biaya oleh rumah sakit. Biaya yang
dikeluarkan berupa biaya pengobatan perawat yang sakit maupun biaya yang hilang akibat
perawat yang mangkir atau tidak masuk kerja karena menderita gangguan tersebut
(Setyawati, 2007). 4 Beberapa jenis aktivitas menangani pasien secara umum yang dilakukan
perawat yaitu yang dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal: 1) mengangkat pasien di
tempat tidur; 2) membantu pasien pindah dari dan ke tempat tidur; 3) merubah posisi tempat
tidur; 4) mengangkat pasien dari tempat tidur ke brankar dan sebaliknya; 5) memindahkan
peralatan medis atau perabot dengan berat lebih dari 15 kg; 6) membungkuk untuk
mengangkat sesuatu dari lantai (Nelson, 2003). Keluhan muskuloskeletal pada perawat dapat
terjadi karena adanya gerakan berulang yang dilakukan oleh perawat dan dalam frekuensi
yang rapat. Dalam penelitian Kurniawidjaja (2014) mengenai pengendalian risiko ergonomi
kasus Low Back Pain pada perawat, di tiga Rumah Sakit yang terdiri atas dua RS pemerintah
yaitu (RS militer Bhayangkara), dan rumah sakit sipil yang dikelola oleh pemerintah daerah
DKI-Jakarta (RSUD tarakan) dan satu rumah sakit swasta RSS (nama rumah sakit tidak
bersedia dipublikasikan), dengan jumlah sampel 22 perawat di ruang rawat inap RS
Bhayangkara, 36 perawat di UGD RSUD tarakan, dan 16 perawat di RSS. Hasil uji statistik
menunjukkan adannya hubungan yang bermakna transfer pasien dengan tingkat risiko LBP
dengan nilai (p = 0,011). Penelitian yang dilakukan oleh Perdani, (2010) tentang pengaruh
postur dan posisi tubuh terhadap timbulnya nyeri punggung bawah. Dari hasil uji statistik
didapat nilai p-value (0,00≤0,05) yang artinya memiliki hubungan yang bermakna antara
postur tubuh dengan timbulnya nyeri punggung bawah. 5 Fenomena yang terjadi pada saat
ini adalah masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki tenaga kesehatan, khususnya perawat
berkaitan dengan pekerjaan patient handling seperti, tehnik mendorong/menarik, membawa,
memutar, menahan, dan mengangkat/menurunkan pasien. Kurangnya pengetahuan perawat
tentang tehnik tersebut dapat mengakibatkan cedera pada tulang belakang. RSUD dr.
Moewardi di Surakarta merupakan rumah sakit Tipe A milik Pemerintah Daerah Tingkat I
Jawa Tengah. Instalasi Gawat Darurat adalah instalasi yang bertugas melakukan pelayanan
pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai disiplin ilmu. Instalasi ini terdiri dari tiga divisi yaitu: Triase dan
observasi, Ponek, serta Ok Mayor, penelitian ini khusus pada divisi Triase dan Observasi.
Bagian IGD sering menerima jumlah rujukan pasien yang sangat banyak, sehingga
mengakibatkan jam kerja perawat tinggi, yang berpotensi meningkatnya risiko cedera tulang
belakang pada perawat. Dari hasil observasi pendahuluan yang dilakukan terdapat beberapa
perawat yang mengalami pegal atau nyeri pada tulang punggung dan pinggang setelah masa
bertugas selesai atau pada saat pergantian shift. Hasil dari wawancara serta pengukuran
keluhan muskuloskeletal dengan kuesioner NBM (Nordic Body Map) yang dilakukan
terhadap 20 responden, didapatkan bahwa keluhan muskoluskeletal perawat bagian IGD
RSUD dr. Moewardi sebagian besar dalam kategori risiko tinggi yaitu ada 14 responden
(70,0%), 6 kemudian dengan risiko sedang yaitu ada 4 responden (20,0%), dan sebagain
kecil dalam kategori risiko rendah yaitu ada 2 responden (10,0%).
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan risiko patient handling dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat
bagian IGD

C. Tujuan

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan risiko patient handling dengan keluhan
muskuloskeletal pada perawat bagiann IGD
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik responden, seperti Umur, jenis kelamin,
masa kerja, IMT, dan kondisi kesehatan.
b. Mendeskripsikan pekerjaan patient handling pada perawat.
c. Menganalisis keluhan muskuloskeletal.

D. Manfaat

1. Bagi rumah sakit


a. Mengetahui faktor yang memberikan pengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal.
b. Mengetahui penyebab risiko patient handling pada perawat.
2. Bagi Perawat Mengetahui penyebab keluhan muskuloskeletal yang dialami sehingga
diharapkan dapat meminimalisir penyebab tersebut.
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Menambah Kepustakaan Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat dan perkembangan mengenai
hubungan risiko patient handling dengan keluhan muskuloskeletal.
5. Bagi peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai data dasar dari
referensi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi Ergonomi

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan
mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi
tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa
menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan
suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the
worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan
hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan
kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”.

B. Metode-metode Ergonomi

1.Diagnosis
Dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja penilaian fisik
pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya.
Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.

2.Treatment
Pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat
sederhana seperti merubah posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli
furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.

3.Follow-up
Dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya dengan menanyakan
kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan, sakit kepala dan lain-lain.
Secara obyektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan
dan lain-lain.

C.Aplikasi/penerapan Ergonomik:
1. Posisi Kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan
berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang
belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2. Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai
dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
3. Tata Letak Tempat Kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang
berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.

D.penerapan ergonomi di rumah sakit

 Dari hasil identifikasi yang dilakukan di rumah sakit didapat hasil yaitu ergonomi dibagi
menjadi kajian ergonomi yang diterapkan untuk pasien dan ergonomi diterapkan pada pegawai
(untuk structural atau fungsional).

a. Anatomi
Pada aspek anatomi dan fisiologi tubuh pekerja upaya ergonomi yang teridentifikasi di
rumah sakit antara lain pemilihan tenaga kerja yang memenuhi criteria kesehatan dimana
memiliki kondisi tubuh yang baik dan sehat secara fisik maupun psikis.
b. Tempat dan Kondisi Lingkungan Kerja
Tempat kerja adalah tempat manusia melakukan aktivitas pekerjaannya. Tempat kerja
haruslah sesuai dengan manusia. Kondisi lingkungan kerja yang perlu diperhatikan antara
cahaya, temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, getaran, bau-bauan, tata
warna, dekorasi, music tempat kerja, dan keamanan di tempat kerja. Dirumah sakit
karena sudah dalam tingkatan pelayanan kesehatan tingkat 2 maka di dalamnya terdapat
fasilitas yang kompleks guna melayani masyarakat. Adapun tempat kerja meliputi ruang
poliklinik, UGD, ICU, ruang operasi, rawat inap, ruang jenazah, apotek, laboratorium,
ruang peralatan, kantor, kantin, binatu, parkir, fasilitas pengolahan sampah medis, dan
ruang diklat. 
c. Anthropometri
Data antropometri sangat bermanfaat dalam perencanaan peralatan kerja (termasuk ruang
kerja) dan penentuan ukuran maksimum atau minimum. Beberapa perancangan
antropometri antara lain tinggi pintu, perancangan rak (tinggi untuk jangkauan ke depan
maksimum), tinggi genggaman kopor, tinggi tempat duduk, ukuran handel (pegangan
tangan), perancangan pengaman mesin perkakas, dll. Di rumah sakit penerapan
antropomeri sudah dilakukan untuk beberapa fasilitas saja antara lain pada ranjang rawat
inap kelas VIP yang sudah menggunakan ranjang yang bisa disesuaikan namun masih
konvensional, ranjang ruang operasi sudah menggunakan yang lebih modern yaitu
dengan sistem digital atau elektrik untuk pengaturannya. Tetapi untuk ranjang di kelas
ekonomi belaum digunakan ranjang yang bisa disesuaikan dengan pasien sehingga pasien
masih banyak yang merasa kurang nyaman.
d.  Desain,
Desain yang dimaksud disini adalah design dari tempat kerja dimana dalam hal ini harus
disesuaikan antara manusia dengan pekerjaannya. Terdapat pula nantinya interaksi antara
manusia dengan mesin atau yang dalam hal ini dalaha alat-alat kesehatan. Dari interaksi
ini akan membutuhkan suatu displai untuk penyalur dari mesin ke manusia. Denagan
tersalurnya informasi tersebut maka manuasia dapat menghasilkan kerja dan untuk
pelaksaanaannya dpat dilakukan pengendalian-pengendalian. Sehingga aktivitas kerja
dapat diukur dan keberhasilan kerja dapat dicapai. Di rumah sakit pada proses identifikasi
yang manjadi sampel ruangan adalah ruangan Hemodialisis. Pada ruangan ini belum
ergonomis karena beberapa pertimbangan antara lain ruangan masih sempit, kondisi tidak
tenang, belum adanya ruangan khusus untuk penempatan alat dan bahan untuk
hemodialisa.
e. Kapasitas Kerja dan Beban Kerja
Di rumah sakit beban kerja sudah disesuaikan dengan shif work dan kondisi pegawai
saat bekerja. Salin itu adanya spesialisasi dan pemilihan tenaga kerja yang sudah sesuai
denga spesialisai pekerjaannya juga sudah dilaksanakan sehingga pegawai tidak
merasakan beban kerja yang berlebih. Selain beban oleh pekerjaan, beban biasanya juga
disebaban oleh lingkungan. Di rumah sakit lingkugan kerja sudah ditata dengan baik
yaitu dengan sudah adanya taman yang asri dan pemilihan warna cat bangunan yang
disesuaikan dengan efeknya. Di rumah sakit hampir semua cat ruangan menggunakan
warna hijau, jadi cat ini sudah dapat memberikan efef dingin dan lembut sehingga pasien
akan menjadi lebih nyaman
f. Kelelahan Kerja Di rumah sakit
kelelahan kerja sudah diantisipasi dengan adanya pengadaan kantin, jam istirahat, shif
work dan cuti. 

g. Shift Work
Waktu kerja dikaitkan dengan efisiensi dan prdukutifitas dari tenaga kerja. Hal terpenting
pada waktu kerja adalah lamanya sseorang bekerja secara baik, hubungan kerja dengan
waktu istirahat, dan pembagaian kerja selama pagi, siang dan malam. Sfift work ini ada
karena juga ada pertibanag bahwa setiap orang punya fluktuasi atau biological rythym
kemampuan tubuh yang berbeda dan adanya pekerjaan yang harus diselesaikan pada jam-
jam tertentu baik siang maupun malam. Beberapa contoh sfit work yang ada saat ini
sistem 3 shift perhari(8 jam kerja) :
 Shift pagi (awal) jam 07.00 – 13.00
 Shift siang jam 13.00 – 19.00
 Shift malam jam 19.00 – 07.00
Pengaturan shift kerja akan berpengaruh terhadap physiological dan sosial. Shift kerja
dengan shift(12 jam kerja) tidak dijinkan dan kalaupun ada itu harus ada 2 hari libur. Di
rumah sakit masih menggunakan shift work seperti yang di atas. Untuk giliran shift satu
orang karyawan diperlakukan shif pagi, pagi, siang, siang, malam, malam, kemudian
libur, libur. Jadi ini sudah ergonomi tapi masih perlu disesuaikan denga kondisi pegawai
lebih lanjut.
h. Peralatan kerja
Di rumah sakit peralatan yang digunakan sudah cukup modern khususnya untuk alat
hemodialisa. Penyesuain dengan alat sudah diupayakan dengan cara melaksanakan
pelatihan untuk tenaga teknisi dan medis alta hemodialisa. Di RSUD Sanjiwani Gianyar
saat ini sudah mengirimkan staff kemodialisanya untuk mengikuti pelatihan nasional dari
Depkes, dan pelatihan di tingkat regional. Dengan adanya sertifikasi seperti itu maka
diharapakan dapat meningkatkan kepercayaan pasien dan pasien merasa lebih aman.
i.  Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Di rumah sakit sistem keselamatan dan kesehatan kerjanya sudah mengacu pada
peraturan- peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat, dan beberapa hal
yang lebih spesifik juga sudah mengacu pada peraturan daerah yang ada.
BAB III

STUDI KASUS

A.permasalahan ergonomi

Aktifitas Keperawatan yang Berisiko terhadap MSDs (musculoskeletal disorders)

Gambar Aktivitas Perawat yang sedang Malakukan


Nebulizer dan Pengambilan Darah

Gambar Aktivitas perawat IGD (menginfus, transfer pasien)

B.Penanggulangan Permasalahan Ergonomi


Aplikasi ergonomi dapat dilaksanakan dengan prinsip pemecahan masalah. Pertama, melakukan
identifikasi masalah yang sedang dihadapi, dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi.
Kedua, menentukan prioritas masalah dan masalah yang palingmencolok harus ditangani lebih
dulu. Kemudian dilakukan analisa, untuk menentukan alternatif intervensi.
Tiga hal yang harus diprhatikan dalam penerapan ergonomi, yaitu :

1. Kondisi fisik, mental dan sosial harus diusahakan sebaik mungkin, sehingga didapatkan
tenaga kerja yang sehat dan produltif pada rumah sakit.
2. Kemampuan jasmani dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan antropometri,
lingkup gerak sendi kekuatan otot pada lingkup rumah sakit.
3. Lingkungan kerja. Harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota
tubuh, sehingga dapat bergerak secara leluasa dan efisien.
4. Pembebanan kerja fisik Selama bekerja, peredaran darah dapat meningkat 10-20 kali.
Meningkatka peredaran darah pada otot-otot bekerja, memaksa jantung untuk memompa
darah lebih banyak.
5. Sikap tubuh dalam bekeja. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat
duduk, meja kerja dan luas pendangan. Untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapan
yang dipergunakan, diperlukan ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap tubuh paling
alamiah dan memungkinkan dilakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan.

BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Hasil penelilain risiko MSDs yang dilakukan pada perawat IGD didapatkan hasil bahwa perawat
berisiko terhadap MSDs, hal ini disebabkan karena aktivitas yang dilakukan menggunakan
postur janggal dan berulang. Kurangnya pengetahuan tentang ergonomic juga salah satu factor
meningkatnya MSDs pada perawat IGD.

SARAN

a. Perlu adanya komitmen dari top manajemen untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan
kerja pada perawat yang berkaitan dengan risiko ergonomi.
b. Latihan peregangan dan penguatan yang tepat dan melaksanakan program aerobic progresif
untuk meningkatkan kebugaran tubuh secara menyeluruh.
c. Rumah sakit harus mempunyai baseline data tentang penyakit pada semua pekerja, serta
dilakukannya medical check up yang spesifik terhadap bahaya ergonomic sebagai
biomonitoring dan personal control serta tindakan pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/ferailma/pengaruh-ergonomi-terhadap-produktivitas-kerja-karyawan-di-
rumah-sakit

https://www.ilmukesker.com/artikel/contoh-makalah-ergonomi-di-rumah-sakit.html/page/2

Anda mungkin juga menyukai