Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN


KELELAHAN KERJA DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL ( IBS ) RSUD KOTA MATARAM
TAHUN 2021

DISUSUN OLEH :

NAMA : ZAKARIA AHMAD EZIS


NIM: 31119024

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA
MATARAM
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang juga

merupakan tempat menyelenggarakan kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan

dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan

pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta

berkesinambungan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat ( UU RI No.44 Tahun 2009 ).

Pelayanan di rumah sakit merupakan organisasi yang bergerak dalam

bidang jasa, pada kondisi tersebut para manajer rumah sakit dan manajer sumber

daya manusia yang ada di dalamnya dituntut untuk mengelolanya secara baik,

dan diperlukan juga kesehatan yang handal, salah satunya adalah tenaga

keperawatan. Tenaga keperawatan merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan

yang diperlukan yang tanpanya pelayanan rumah sakit tidak bisa berjalan. Oleh

sebab itu keperawatan di rumah sakit harus diperhatikan pengelolaannya agar

pelayanan rumah sakit berjalan dengan baik sehingga dapat memenuhi tuntutan

pasien yang semakin tinggi (Dirdjo dan Prayitno, 2016). Keberhasilan dari

1
2

rumah sakit dalam menjalankan setiap perannya dapat dilihat dengan pelayanan

mutu (Pesik, dkk, 2016).

Instalasi Bedah Sentral atau kamar bedah merupakan suatu unit pelayanan

yang memberikan tindakan pembedahan, dimana tindakan tersebut harus

memperhatikan teknik aseptik (steril) sehingga memerlukan konsentrasi yang

tinggi, adapun lamanya operasi tergantung dari tingkat, jenis dan kesulitan

operasi itu sendiri terutama operasi berat dan khusus. Perawat kamar bedah

memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat berat. Perawat kamar bedah

bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas sebelum pembedahan,

mengelola instrument pembedahan selama pembedahan berlangsung,

administrasi dan dokumentasi semua tindakan keperawatan selama pembedahan,

kelengkapan status pasien, check-list patient safety,laporan pembedahan dan

anastesi, mengatasi kecemasan pasien sebelum operasi, mempersiapkan alat,

mengatur posisi pasien, memfasilitasi segala sesuatu yang dibutuhkan selama

operasi, baik sebagai perawat instrumentator maupun sebagai perawat sirkulasi,

dan juga memberikan asuhan keperawatan setelah pembedahan diruang pulih

sadar (Hipkabi, 2014). Hal tersebut diatas dapat menjadi penyebab kelelahan

kerja untuk perawat yang bertugas di kamar bedah. Kegiatan tersebut jika

dilakukan secara rutin dan berulang dapat menyebabkan kelelahan fisikpada

perawat. (Widayanti, 2010).

Profesi keperawatan merupakan profesi yang sangat berperan dalam

pelayanan kesehatan. Perawat membantu dan memfasilitasi pasien untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan. Salah satu

diantaranya adalah perawat kamar bedah. Peran perawat kamar bedah

bertanggung jawab secara klinis dan berfungsi sebagai perawat instrumentator


3

(scrub nurse ) atau perawat sirkulasi (circulating nurse). Perawat Instalasi bedah

sentral memiliki kemahiran dan tanggung jawab dalam melakukan asuhan

keperawatan, baik asuhan keperawatan pre operatif, intra operatif, maupun post

operatif (Kemenkes,2010).

Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang

bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja , berada

dalam keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja dan

keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan dan lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).

Pekerjaan merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap manusia.

Perkembangan teknologi semakin pesat dan penggunaan mesin-mesin dalam

pekerjaan semakin banyak. Namun manusia sebagai komponen paling penting

tetap menjadi hal yang paling utama dalam pekerjaan. Maka dari itu, kesehatan

dan keselamatan manusia dalam sebuah pekerjaan harus di perhatikan.

Beban kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan

kelelahan. Kelelahan fisik akibat kerja sering kali diartikan sebagai proses

menurunnya efesiensi, performance kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan

fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan. Beban kerja yang

diberikan pada pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan fisik

pekerjaan bersangkutan, keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari tempat ke

tempat kerja yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh

terhadap kondisi kesehatan pada umumnya dan kelelahan khususnya

(Wignjosoebroto, 2008).
4

Kelelahan kerja adalah Gejala yang berhububungan dengan penurunan

efisiensi kerja, keterampilan, serta kebosanan. Kelelahan kerja merupakan

bagian dari permasalahan umum yang sering di jumpai pada tenaga kerja.

Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata dapat mempengaruhi

kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktifitas (Suma’mur, 2009).

Kelelahan perawat merupakan salah satu permasalahan dalam manajemen

sumber daya manusia di rumah sakit. Tuntutan yang semakin besar dari klien

dan manajemen rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang berkualitas

dapat meningkatkan beban kerja bagi para tenaga keperawatan. Menurut hasil

survei dari PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) tahun 2007, sekitar

50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami sering

pusing, lelah dan tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan

menyita waktu. Penelitian yang dilakukan oleh Hariyono, dkk (2009)

ILO menyatakan dalam International Hazard Datasheets on Occupation

(HDO) bahwa perawat secara umum adalah seorang pekerja pelayanan

kesehatan yang terdaftar sebagai seorang perawat profesional dan membantu

dokter medis dalam tugas-tugas mereka, membantu kegawatdaruratan dalam

kehadiran mereka, menyediakan pelayanan keperawatan profesional untuk orang

sakit, terluka, ketidakmampuan fisik dan mental, dan keperluan layanan

kesehatan lainnya (International Datasheets on Occupation, 2000). Namun

dalam beberapa kasus, Kelelahan kerja perawat tidak melulu di sebabkan oleh

beban kerja yang tinggi, bisa disebabkan oleh lemahnya imunitas bawaan atau

genitas.

Salah satu instalasi dimana perawat yang bertugas dengan beban kerja

yang tinggi adalah Instalasi Bedah Sentral RSUD Kota Mataram yang melayani
5

pasien 24 jam setiap hari. Jumlah pasien yang dioperasi baik yang terprogram

maupun yang butuh penanganan segera (cito ) cukup banyak. Pada bulan Januari

2020 ada 1.612 operasi, bulan Februari 1.510, bulan Maret 1.610 opersi, bulan

April 1.306 operasi, bulan Mei 1.100 operasi (data rekam medik Instalasi Bedah

Sentral RSUD Kota Mataram). Rata-rata tiap hari terdapat 30-50 program

operasi . Kamar operasi yang tersedia sebanyak 10 kamar operasi dengan

perawat berjumlah 40 orang dibagi menjadi 3 shift .Berdasarkan survey awal

yang dilakukan oleh peneliti , diperoleh infomasi bahwa jadwal kerja perawat di

RSUD Kota Mataram memiliki sistem shift yang terdiri dari 3 shift kerja yaitu :

shift pagi (pukul 08.00-14.00 WIB), shift sore (pukul 14.00-20.00 WIB) dan

shift malam (pukul 20.00-08.00 WIB), tetapi jam kerja bisa bertambah apabila

ada pasien dan tindakan yang bersifat cyto atau segera dilakukan.

Wawancara yang dilakukan terhadap 10 perawat IBS RSUD Kota

Mataram secara acak terdapat beberapa keluhan yang diutarakan, baik dari segi

fisik, 7 dari 10 orang mengalami keluhan dari segi fisik diantaranya kelelahan

pada anggota tubuh, lemah letih lesu, pegal- pegal, pusing, nyeri punggung,

nyeri leher, dan 3 orang di antaranya mengalami keluhan seperti nyeri pada

pergelangan tangan dan nyeri pinggang bawah . Waktu kerja yang tidak dapat

diprediksi dalam pelayanan perioperatif menimbulkan resiko anggota tim

bekerja lebih lama daripada yang dijadwalkan, sehingga dapat menimbulkan

kelelahan. Konsentrasi tinggi sangat diperlukan karena dalam perioperatif

keselamatan pasien sangat diutamakan, tidak diperbolehkan sedikitpun terjadi

kesalahan (zero false), hal ini menyebabkan terkurasnya energi. Pemikiran kritis

dan skill yang terampil sangat diperlukan untuk mengantisipasi perjalanan

operasi yang tidak lancar misalnya selama opersi terjadi perdarahan hebat,
6

perawat harus cekatan peralatan apa yang dibutuhkan untuk mengatasinya.

Kejadian tak terduga tersebut menyebabkan bertambahnya lama waktu operasi,

bertambahnya tingkat kelelahan dan stress perawat. Waktu istirahat perawat

yang sedikit karena masih terdapat program operasi berikutnya dan sering terjadi

kelebihan jam kerja. Penambahan tugas dan tanggung jawab juga sering

diberikan kepada perawat. Tugas dan tanggung jawab yang bertambah

mengakibatkan perawat fokus pada dirinya masing-masing kurang

memperhatikan teman perawat yang lain. Berdasarkan fenomena tersebut dan

belum ada penelitian di RSUD Kota Mataram mengenai Hubungan beban kerja

perawat dengan kelelahan fisik di Kamar Bedah RSUD Kota Mataram, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan beban kerja

perawat dengan kelelahan fisik di Instalasi bedah sentral di RSUD Kota

Mataram.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka dapat di idntifikasikan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Menurut hasil survei dari PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia)

tahun 2007, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di

Indonesia mengalami sering pusing, lelah dan tidak bisa beristirahat

karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu.

2. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 10 perawat IBS RSUD

kota mataram mempunyai keluhan kelelahan fisik dengan gejala tubuh

lemah letih lesu,pegal-pegal, pusing,nyeri punggung dan nyeri leher,

nyeri pergelangan tangan dan pinggang bawah.


7

3. Besarnya tanggung jawab perawat serta waktu kerja yang tidak dapat

diprediksi dalam pelayanan perioperatif menimbulkan resiko anggota tim

bekerja lebih lama daripada yang dijadwalkan yang dapat menimbulkan

beban kerja meningkat sehingga menyebabkan kelelahan kerja pada

perawat IBS RSUD Kota Mataram.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka permasalahan yang akan diteliti yaitu

apakah ada hubungan beban kerja perawat dengan kelelahan kerja di Instalasi

bedah sentral RSUD Kota Mataram ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan beban kerja perawat dengan kelelahan kerja di

Instalasi Bedah Sentral ( IBS ) RSUD Kota Mataram.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :

a. Mengidentifikasi beban kerja pada perawat di IBS RSUD Kota

Mataram 2021.

b. Mengidentifikasi kelelahan Kerja pada perawat di IBS RSUD Kota

Mataram 2021.

c. Menganalisis hubungan beban kerja Perawat dengan kelelahan kerja

di IBS RSUD Kota Mataram tahun 2021.

3. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :


8

1. Bagi RSUD Kota Mataram

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan mengenai

hubungan beban kerja perawat dengan kelelahan kerjaagar menjadi

bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit untuk mewujudkan Zero

accident dan Zero disease bagi tenaga perawat serta membina dan

mengembangkan kualitas tenaga kerja perawat.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana

untuk melatih pemikiran yang sistematis dalam menganalisa dan

memecahkan suatu masalah.

3. Bagi Pendidikan

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan keilmuan K3 yang telah

didapat di perkuliahan dalam dunia kerja dan menambah pengetahuan

dan pengalaman mengenai hubungan beban kerja perawat dengan

kelelahan kerja di IBS RSUD Kota Mataram serta sebagai masukan

bagi penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Beban Kerja

1. Pengertian Beban Kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktifitas pekerjaan sehari-

hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh

yang memungkinkan kita untuk dapat menggerakan tubuh dan melakukan

pekerjaan. Pekerjaan di satu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan

peningkatan prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang produktif sebagai salah

satu tujuan hidup. Dengan bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar

tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang

bersangkutan (Tarwaka, 2004). Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari

interaksi antara tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai

tempat kerja, keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja juga

dapat didefinisikan secara profesional pada berbagai faktor seperti tuntutan tugas

atau upaya-upaya yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan (Tarwaka, 2004).

Menurut Tarwaka (2004), dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja

yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap

kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang

menerima beban tersebut. Menurut Depkes RI (2003), beban kerja adalah beban

yang diterima pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya, seperti mengangkat,

berlari, dan lain-lain.

9
10

2. Jenis Beban Kerja

Beban kerja diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Beban Berlebih Kuantitatif

Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak

melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan.

Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu,

yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara

tepat dan tepat.

b. Beban Terlalu Sedikit Kuantitatif

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat

mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang

sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa

bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai

hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat

menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial

membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam

keadaan darurat.

c. Beban Berlebih Kualitatif

Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang

selamaini dikerjakan secara manual oleh manusia atau tenaga kerja

diambil alih oleh mesin-mesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia

beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi

majemuk sehingga mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif.

Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja


11

dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebih kualitatif jika

kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang

lebih tinggi daripada yang dimiliki.

d. Beban Berlebih Sedikit Kualitatif

Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga

kerjatidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang

diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara

penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan

mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga

kerja akan merasa bahwa ia “tidak maju-maju”, dan merasa tidak berdaya

untuk memperlihatkan keterampilannya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Rodahl (1989), Adiputra (1998) dan Manuaba (2000) dalam

Tarwaka (2004) bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan

kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks,

baik faktor internal maupun faktor eksternal.

a. Faktor eksternal yaitu beban kerja yang berasal dari luar tubuh

bekerja, seperti :

1) Tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap

kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti

kompleksitas pekerjaan, jumlah pasien, jumlah tindakan kerja, tingkat

kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.


12

2) Organisasi kerja seperti jumlah personil,lamanya waktu kerja, waktu

istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model

struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

3) Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,

lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis. Ketiga

aspek inisering disebut sebagai stressor.

b. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut

juga Strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif

maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis

kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor

psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

4. Beban Kerja Perawat

Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang

dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas disuatu unit elayanan

keperawatan (Marquish dan Marquish, 2010). Beban kerja (workload)

biasanya diartikan sebagai patient days yang merujuk pada sejumlah

prosedur, pemeriksaan, kunjungan (visite) pada pasien, injeksi dan

sebagainya. Pengertian beban kerja secara umum adalah upaya merinci

komponen dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan

hasil tertentu (Kurniadi, 2013).

Beberapa pengertian di atas dapat digarisbawahi bahwa beban kerja

perawat pelaksana di ruang rawat merupakan bagian yang sangat penting


13

untuk diketahui oleh pimpinan atau manajemen sebagai sebuah organisasi

dalam hal ini rumah sakit, paling tidak diketahui oleh manajer

keperawatan dan kepala ruangan, ini berkaitan erat dengan pelayanan

yang diberikan oleh perawat di ruang rawat sebagai sebuah asuhan agar

lebih optimal dan berdampak pada mutu pelayanan rumah sakit lebih

baik.

Rumah sakit sebagai organisasi yang memiliki ketenagaan perawat

terbanyak, dalam mengelola sumber daya yang ada baik itu manusia,

waktu maupun materi senantiasa dituntut untuk efisien dan efektif.

Layanan keperawatan dapat diberikan secara optimal, manakala ada

keseimbangan antara beberapa aspek seperti kesesuaian antara beban

kerja, jumlah pasien, dan jumlah tenaga dalam hal ini perawat yang

dalam memberikan asuhan/pelayanan.

Beban kerja yang harus dikerjakan oleh perawat, dipengaruhi oleh

sarana dan jumlah tenaga yang tersedia. Beban kerja dalam keperawatan

yang dimaksud adalah sejumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat

terhadap pasien dalam waktu dan satuan hasil. Gillies (1994),

menyatakan beban kerja dapat diperkirakan dengan melihat beberapa

komponen antara lain :

a. Jumlah pasien yang dirawat

Pelayanan di rumah sakit dapat terjadi oleh karena adanya pengguna

jasa atau pasien. Jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam

pelayanan di sebuah rumah sakit, ditentukan juga oleh jumlah pasien

yang datang sebagai pengguna. Sehingga perhitungan kebutuhan tenaga


14

yang akan diperlukan, senantiasa berdasarkan jumlah pasien. Tenaga

keperawatan merupakan sumber daya manusia terbanyak yang berada di

rumah sakit terlebih di ruang rawat inap, dan jumlah pasien yang dirawat

dihitung berdasarkan Bed Ocuppation Rate (BOR) baik dihitung harian,

bulanan bahkan tahunan. Perhitungan ini dapat

dilakukan di masing-masing ruangan dan ada juga perhitungan secara

keseluruhan rumah sakit itu sendiri. Ilyas (2011) menunjukkan bahwa

untuk melayani pasien dan berapa lama waktu untuk menyelesaikan tugas

dapat diketahui berdasarkan banyaknya jumlah pasien. Jumlah ini akan

menentukan besarnya beban kerja perawat. Beban kerja tersebut dapat

dihitung yaitu waktu kumulatif perhari yang dibutuhkan perawat untuk

sejumlah pelayanan.

b. Tingkat ketergantungan pasien.

Ketergantungan pasien dapat mempengaruhi beban kerja perawat.

Semakin ketergantungan pasien maka semakin banyak tindakan yang

akan dilakukan oleh perawat. Edwaston dalam Gillies (1994)

pengelompokan pasien berdasarkan kebutuhan keperawatan klinis dapat

diobservasi oleh perawat. Sistem ketergantungan pasien ini

dikelompokkan sesuai dengan tingkat ketergantungannya pada perawat

atau lama waktu dan kemampuan yang dibutuhkan dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai kebutuhan pasien. Tujuan pengelompokan ini

dijadikan sebagai informasi perkiraan beban kerja perawat. Klasifikasi

ketergantungan pasien dapat dilihat melalui observasi terhadap pasien

melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dalam periode waktu tertentu


15

selama perawatan, seperti : makan, minum, kebersihan diri, eliminasi,

aktifitas, perilaku, terapi dan pendidikan kesehatan. Tingkat

ketergantungan ini akan mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan keperawatan yang dilakukan pasien (Luwis dan

Carini, 1984).

B. Kelelahan kerja

1. Pengertian Kelelahan kerja

Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental

yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja

dan berkurangnya ketahanan untuk tubuh bekerja (Suma’mur, 2009).

Kelelahan (kelesuan), adalah perasaan subjektif, tetapi berbeda dengan

kelemahan dan memiliki sifat bertahap. Tidak seperti kelemahan,

kelelahan dapat diatasi dengan periode istirahat. Kelelahan dapat

disebabkan secara fisik atau mental (Kuswana, 2014). Kelelahan adalah

suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan

yang lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan

diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf terdapat sistim aktivasi

(bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Kelelahantubuh

merupakan akibat dari perpanjangan kerja dan menunjukkan aspek yang

subjektif (Eko Nurmianto, 2008).

2. Jenis Kelelahan Kerja

Menurut Suma’mur (2009), terdapat dua jenis kelelahan yaitu kelelahan

otot dan kelelahan umum.

a. Kelelahan Otot
16

Kelelahan otot ditandai dengan oleh tremor atau rasa nyeri yang

terdapat pada otot.

b. Kelelahan Umum

Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk

bekerja,yang penyebabnya adalah keadaan persyarafan sentral atau

kondisi psikis-psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah

menotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental serta fisik

yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan,

keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak jelasnya

tanggungjawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta

kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja.

Menurut Wignjosoebroto (2008), ada beberapa macam kelelahan

yang dikenal dan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berbeda-beda

yaitu

1) Lelah otot, yang dalam hal ini biasa dilihat dalam bentuk

munculnya gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus

menerima beban yang berlebihan

2) Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi

pada organ visual (mata). Mata yang terkonsentrasi secara terus-

menerus pada objek (layar monitor) seperti yang dialami oleh

operator komputer akan merasa lelah. Cahaya yang terlalu kuat

yang mengenai mata juga akan bisa menimbulkan gejala yang

sama.
17

3) Lelah mental, dimana dalam kasus ini datangnya kelelahan bukan

diakibatkan secara langsung oleh aktivitas fisik, melainkan lewat

kerja mental. Lelah mental disebut lelah otak.

4) Lelah monotonis, adalah jenis kelelahan yang disebabkan oleh

aktifitas kerja yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan

kerja yang sangat menjemukan. Disini pekerja tidak lagi terangsang

dengan pekerjaan ataupun lingkungan kerjanya. Situasi kerja yang

monoton dan menimbulkan kebosanan akan mudah terjadi pada

pekerjaan yang dirancang terlalu ketat.


18

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja

Menurut Tarwaka (2004), kelelahan dapat diakibatkan pada faktor-

faktor penyebab kelelahan seperti :

a. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental

b. Problem fisik seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik

c. Cyrcardian rhythm

d. Lingkungan seperti iklim, penerangan, kebisingan, getaran, dll

e. Kenyerian dan kondisi kesehatan

f. Nutrisi

g. Tingkat kebugaran

Beberapa faktor individu yang dapat mempengaruhi kelelahan yang dikutip oleh

(Adelina, 2014) yaitu :

a. Faktor Internal

1) Usia

Subjek yang berusia lebih muda mempunyai kekuatan fisik dan

cadangan tenaga lebih besar daripada yang berusia tua. Akan tetapi

pada subjek yang lebih tua lebih mudah melalui hambatan (Setyawati,

2010). Tenaga kerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat

menderita kelelahan dibandingkan tenaga kerja yang relatif lebih muda

(Oentoro, 2004).

2) Jenis Kelamin

Ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang

dibanding pria. Secara biologis wanita mengalami siklus haid,


19

kehamilan dan menopause dan secara sosial wanita berkedudukan

sebagai ibu rumah tangga (Suma’mur, 2009).

3) Psikis

Tenaga kerja yang mempunyai masalah psikologis sangat mudah

mengalami suatu bentuk kelelahan kronis. Salah satu penyebab dari

reaksi psikologis adalah pekerjaan yang monoton yaitu suatu kerja yang

berhubungan dengan hal yang sama dalam periode atau waktu tertentu

dalam jangka waktu yang lama dan biasanya dilakukan oleh suatu

produksi yang besar (Budiono, 2003).

4) Kesehatan

Kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan kerja yang dapat dilihat

dari riwayat penyakit yang diderita. Beberapa penyakit yang

dapatmempengaruhi kelelahan, yaitu (Suma’mur, 2009) :

a) Penyakit jantung

b) Penyakit gangguan ginjal

c) Penyakit asma

d) Tekanan darah rendah

e) Hipertensi

5) Status Pernikahan

Pekerja yang sudah berkeluarga dituntut untuk memenuhi

tanggungjawab tidak hanya dalam hal pekerjaan melainkan juga dalam hal

urusan rumah tangga sehingga resiko mengalami kelelahan kerja juga akan

bertambah (Inta, 2012).

6) Sikap Kerja
20

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap

sarana kerja akan menentukan efesiensi, efektivitas dan produktivitas

kerja. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya

sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangan harus

dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang

yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang

terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.

Hal ini akan menyebabkan kelelehan (Budiono, 2003).

7) Status Gizi

Kesehatan dan data kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi

seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk

pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan

tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan

lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur, 2009).

Menurut hasil riset Oentoro (2004) menunjukkan bahwa secara

klinis menunjukkan hubungan antara status gizi seseorang dengan

performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada pada kondisi gizi

kurang baik dalam arti intake makanan dalam tubuh kurang maupun

berlebih dari normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan

kerja. Status gizi bisa dihitung salah satunya dengan menghitung Indeks

Massa
21

Tubuh (IMT) dengan rumus :

Tabel 2.1 Katagori IMT

IMT Kategori
< 18,5 Berat badan kurang
18,5-22,9 Berat badan normal
23,0 Kelelahan berat badan
23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas
25,0-29,9 Obesitas I
>30 Obesitas II
(Sumber: Centre for Obesity Research and Education, 2007)

8) Kebugaran Jasmani

Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk

melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang

berarti. Sedangkan olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang

terencana, terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan

tubuh berulang-ulang dengan aturanaturan tertentu yang ditujukan untuk

meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Kemenkes RI, 2015).

Menurut Tarwaka et al. (2004), seseorang yang memiliki kebugaran

jasmani baik maka tidak akan mudah mengalami kelelahan saat bekerja.

Sebaliknya pekerja mudah mengalami kelelahan apabila kebugaran

jasmaninya

kurang baik.

b. Faktor Eksternal

1) Masa Kerja

Seseorang yang bekerja dengan masa kerja yang lama lebih banyak

memiliki pengalaman dibandingkan dengan yang bekerja dengan masa

kerja yang tidak terlalu lama. Orang yang bekerja lama sudah terbiasa
22

dengan pekerjaan yang dilakukannya sehingga tidak menimbulkan

kelelahan kerja bagi dirinya sendiri (Setyawati, 2010).

2) Beban Kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang

dimaksud fisik, mental, atau sosial. Seorang tenaga kerja memiliki

kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara

mereka ada yang lebih cocok untuk beban fisik, mental, atau sosial

(Suma’mur, 2009). Bahkan banyak juga yang dijumpai kasus kelelahan

kerja dimana hal itu adalah sebagai akibat dari pembebanan kerja yang

berlebihan (Budiono dkk, 2003).

3) Pola Tidur

Salah satu penyebab kelelahan adalah kekurangan waktu tidur dan

terjadi gangguan pada cyrcardian rhytms akibat jet lag atau shift kerja.

Cyrcardian rhytms berfungsi dalam mengatur tidur, kesiapan

untukbekerja, proses otonom dan vegetatif seperti metabolisme,

temperatur tubuh, detak jantung dan tekanan darah. Fungsi tersebut

dinamakan siklus harian yang teratur (Setyawati, 2010). Gangguan tidur

dan kurangnya jam tidur akan menyebabkan seseorang kekurangan energi

dan terganggunya metabolisme tubuh. Sehingga mudah lelah dan selalu

terlihat lemas, tidak bersemangat (Susilo & Wulandari, 2011). Tidur

adalah satu-satunya strategi jangka panjang yang efektif untuk mencegah

dan mengelola kelelahan. Sementara otot lelah dapat sembuh dengan

istirahat, otak hanya dapat dipulihkan dengan tidur. Tidur paling


23

menguntungkan adalah tidur malam yang baik diambil dalam jangka

waktu terus-menerus.

Cyrcardian rhythms dalam fungsi normal mengatur siklus biologi

iramatidur-bangun dimana 1/3 waktu untuk tidur dan 2/3 waktu untuk

bangun atau aktivitas. Cyrcardian rhythms dapat terganggu apabila terjadi

pergeseran. Ketika jam tubuh manusia keluar dari irama itu, kewaspadaan

kita berkurang dan sebagai hasilnya kita merasa lelah. Hal ini

meningkatkan risiko membuat kesalahan dan menyebabkan kecelakaan

dan cedera, baik di tempat kerja atau dalam perjalanan pulang dari kerja.

Kelelahan memiliki implikasi dalam situasi di tempat kerja dan untuk

keselamatan umum serta dapat memengaruhi kinerja (Kuswana, 2014).

Waktu maksimal tidur bervariasi untuk setiap orang, tetapi, orang

dewasa umumnya membutuhkan 7 sampai 8 jam tidur setiap hari. Ketika

individu mendapatkan tidur kurang dari yang mereka butuhkan dalam

sehari, maka akan terjadi utang tidur yang harus dibayar cukup. Tubuh

manusia yang seharusnya istirahat, tetapi karena diharuskan bekerja maka

keadaan ini akan memberikan beban tersendiri dalam mempengaruhi

kesiagaan pekerja yang dapat berkembang menjadi kelelahan kerena pada

malam hari fungsi tubuh akan menurun dan timbul rasa kantuk sehingga

relatif besar pada pekerja malam (Kuswana, 2014)

4) Penerangan

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek

yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak

diperlukan. Lebih dari itu, penerangan yang memadai memberikan


24

kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang

menyegarkan(Suma’mur, 2009). Penerangan yang buruk dapat

mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya dana

efesiensi kerja, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala,

kerusakan indera mata, kelelahan mental, dan menimbulkan terjadinya

kecelakaan (Budiono dkk, 2003).

5) Kebisingan
Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki

karena pada tingkat dan intensitas tertentu dapat menimbulkan

gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan

mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang

ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan

otot sehingga mempercepat kelelahan (Setiarto, 2002).

6) Iklim Kerja

Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan

kurangnya koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu yang terlalu tinggi

akan menyebabkan kelelahan akibat menurunnya efesiensi kerja, denyut

jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan

menurun, suhu tubuh meningkat dan produksi keringat meningkat (Inta,

2012).

4. Proses Terjadinya Kelelahan Kerja

Kelelahan dan perasaan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran

yaitu otak (cortex serebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem antogonistis

yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem

penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan


25

kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk

tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat

merangsang peralatan dalam tubuh ke arah bekerja, berkelahi, melarikan

diri dan sebagainya.

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat bergantung kepada

hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem

penghambat lebihkuat, seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya

manakala sistem aktivasi lebih kuat, seseorang dalam keadaan segar untuk

bekerja. Konsep ini dapat dipakai dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa

yang sebelumnya tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan

lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang tidak

diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem

penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat.

Demikian pula peristiwa monotomi, kelelahan terjadi oleh karena

hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu

berat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat,

terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi

tetapi kadang-kadang salah satunya lebih dominan sesuai dengan

keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi bersifat

parasimpatsis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan

keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang

memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur, 2009).

5. Gejala Kelelahan Kerja


26

Menurut Suma’mur (2009) ada 30 gejala atau perasaan atau tanda

kelelahan yang terbagi dalam 3 kategori yaitu :

a. Menunjukan melemahnya kegiatan

Gejala dalam kategori ini seperti perasaan berat di kepala,

menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap,

merasa kacau pikiran,menjadi mengantuk, merasakan beban pada

mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam

berdiri, mau berbaring.

b. Menunjukkan melemah motivasi

Gejala dalam kategori ini seperti merasa susah berpikir, lelah

berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat

mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang

kepercayaan, cemasterhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap,

tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

c. Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum yang

melelahkan. Gejala dalam kategori ini seperti sakit kepala, kekakuan

di bahu, merasa nyeri di punggung, terasa pernafasan tertekan, haus,

suara serak, terasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada

anggota badan, merasa kurang sehat.

6. Dampak Kelelahan Kerja

Menurut Wignjosoebroto (2008) gejala-gejala yang tampak jelas akibat

kelelahan kronis dapat dicirikan sebagai berikut :

a. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang

toleran atau antisosial terhadap orang lain


27

b. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan

c. Depresi yang berat dan lain-lain

Menurut Suma’mur (2009) kelelahan yang terus menerus dalam

jangka waktu yang panjang menjelma menjadi kelelahan kronis. Rasa lelah

yang dialamioleh penderita tidak hanya terjadi pada sore hari, melainkan

juga selama bekerja, bahkan sebelumnya yaitu sebelum bekerja. Pada

kelelahan kronis perasaan lesu tampak sebagai suata gejala yang penting.

Gejala-gejala psikis pada penderita kelelahan kronis adalah perbuatan

penderita yang antisosial. Kelelahan kronis cenderung mengakibatkan

meningkatkan absentisme terutama mangkir kerja dan mengakibatkan

tingginya angka sakit yang menderita kelelahan kronis.

Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi

yang menurun, badan terasa tidak enak di samping semangat kerja yang

menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya

kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun

perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja. Pada

pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan

dalam rata-rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu

siklus aktivitas (Eko Nurmianto, 2008).

7. Cara Mengatasi Kelelahan Kerja

Menurut Suma’mur (2009) yang dikutip Lola Santia (2016), kelelahan

dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan berbagai cara yang bersifat

umum dan pengelolaan kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja ditempat

kerja seperti:
28

a. Menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk

memulihkan kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia

(pekerja). Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar

rata-rata 15% dari total waktu kerja. Besar kecilnya presentase tersebut

juga dapat tergantung dari tipe pekerjaannya (Wignjosoebroto, 2008).

b. Pengaturan cuti yang tepat. Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 79 ayat b, pekerja berhak

mendapatkan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari setelah pekerja

tersebut bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

c. Penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan

keharmonisasian mental-psikologis.

d. Pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi. Waktu libur yang

dipergunakan untuk rekreasi dapat memberikan kita kesegaran pikiran dari

penatnya tugas dan tanggungjawab pekerjaan.

e. Monotomi dan stress dalam pekerjaan yang dapat dikurangi dengan

dekorasi warna pada lingkungan kerja, penggunaan musik saat bekerja di

tempat kerja dan pemanfaatan waktu istirahat.

f. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan

kerja.

g. Cara kerja serta pengelolaan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan

fisiolog dan psikologi kerja.

h. Pengorganisasian proses produksi yang tepat.


29

i. Pengendalian faktor fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara

ruang kerja dan penerangan serta pencahayaan di tempat kerja.

j. Seleksi tenaga kerja yang cocok untuk suatu pekerjaan.

k. Pelatihan untuk pembentukan keterampilan atas dasar profesionalitas.

l. Supervisi dengan tujuan pengembangan potensi dan kemajuan karir.

Menurut Tarwaka (2004) upaya agar tingkat produktivitas kerja tetap

baik atau bahkan meningkat, salah satu faktor pentingnya adalah

pencegahan terhadap kelelahan kerja.

Cara mengatasi kelelahan fisik :

a. Sesuai kapasitas kerja fisik

b. Sesuai kapasitas kerja mental

c. Redesain stasiun kerja ergonomis

d. Sikap kerja alamiah

e. Kerja lebih dinamis

f. Kerja lebih bervariasi

g. Redesain lingkungan kerja

h. Reorganisasi kerja

i. Kebutuhan kalori seimbang

j. Istirahat setiap 2 jam

8. Pengukuran Kelelahan Kerja

Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya

hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja.

Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam

beberapa kelompok sebagai berikut :


30

a. Kualitas dan kuantitas hasil kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah

proseskerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi

yang dilakukan setiap unit waktu. Kelelahan dan rata-rata jumlah produk

tentunya saling berhubungan. Namun uji ini tidak dapat dilakukan secara

langsung mengingat banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan seperti :

target produksi, faktor sosial dan psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas

output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat

menggambarkan kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal

factor.

b. Uji psiko-motor (psychomotor test)

Pada metode uji psiko-motor melibatkan fungsi persepsi, interpretasi, dan

reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan

pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian

rangsang sampai pada suatu kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan. Dalam

uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit

atau goyangan badan (Tarwaka, 2004).

c. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Frekuensi kerlingan mulus (Flicker-fusion frequency) dari mata adalah

kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang

dipancarkan secara terus-menerus. Cara menguji kelelahan dengan metode

hilangnya kelipan adalah sebagai berikut: responden yang hendak

ditelitididudukan didepan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan kemudian

dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin


31

cepat. Dan cahaya tersebut bukan lagi dianggap cahaya terputus-putus,

melainkan cahaya kontiniu (mulus).

d. Pengukuran kelelahan secara subjektif (subjective feelings fatigue)

Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research

Committee(IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk

mengukur terjadi tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30

daftar pertanyaan yang terdiri dari :

10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan

a. Perasaan berat dikepala

b. Lelah seluruh badan

c. Berat di kaki

d. Menguap

e. Pikiran kacau

f. Mengantuk

g. Ada beban pada mata

h. Gerakan canggung dan kaku

i. Berdiri tidak stabil

j. Ingin berbaring

10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi

a. Susah berpikir

b. Lelah untuk bicara


32

c. Gugup

d. Tidak berkonsentrasi

e. Sulit memusatkan perhatian

f. Mudah lupa

g. Kepercayaan diri berkurang

h. Merasa cemas

i. Sulit mengontrol sikap

j. Tidak tekun dalam pekerjaan

10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik

a. Sakit dikepala

b. Kaku dibahu

c. Nyeri dipunggung

d. Sesak nafas

e. Haus

f. Suara serak

g. Merasa pening

h. Spasme dikelopak mata

i. Tremor pada anggota badan

j. Merasa kurang sehat

Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan

sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi

pada akhir jam kerja.

C. Perawat

1. Definisi Perawat
33

Perawat menurut UU RI Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh

melalui pendidikan keperawatan.

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada

ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsikososial dan

spiritual,komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat

baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat profesi yang

berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh

rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Keperawatan sebagai

profesi merupakan salah satu pekerjaan di mana dalam menentukan

tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan

yang jelas dalam keahliannya. Selain itu sebagai profesi keperawatan

mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan

serta adanya kode etik dalam bekerja dan berorientasi pada pelayanan dengan

pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok dan masyarakat.

2. Fungsi Perawat

a. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana

perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan

keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan

dasar manusia.
34

b. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas

pesan instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang

diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat

umum, atau perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi Interindependen
Merupakan fungsi dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan diantara satu tim dengan tim lainnya. Fungsi ini dapat

terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam

pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan

dalam penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak

dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun

lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja

sama dengan perawat dalam memantau reaksi obat yang telah diberikan.

3. Peran Perawat

Menurut Nursalam (2009), peran perawat yaitu merupakan tingkah

laku yang diharapkan oleh seseorang pasien dari seorang perawat sesuai

dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan

sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang

bersifat menetap.

a. Peran sebagai pemberian asuhan keperawatan

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperlihatkan keadaan

kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

keperawatan dengan menggunkan proses keperawatan.

b. Peran sebagai advokat pasien


35

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya

dalam menginterpretasikan berbagai informasi dan pemberi pelayanan atau

informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas

tindakankeperawatan yang diberikan kepada pasien. Perawat berperan

mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas

pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya

dan hak atas privasi.

c. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan

pengetahuan kesehatan tentang gejala penyakit bahkan tindakan yang

diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah

dilakukan pendidikan kesehatan. Peran ini dilaksanakan dengan

mengarahkan, merencanakan serta mengorganisir pelayanan kesehatan dari

tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta

sesuai dengan kebutuhan pasien.

d. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan dan

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan, sehingga pemberi

pelayanan kesehatan terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien atau

pasien.

e. Peran kolaborator

Peran perawat dalam hal ini dilakukan karena perawat bekerja sama

dengan tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan

lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang


36

diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk

pelayanan selanjutnya.

f. Peran konsultan

Perawat berperan sebagai tenaga konsultasi terhadap masalah tindakan

keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas

permintaaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan

keperawatan yang diberikan.

g. Peran pembaharu

Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perancanaan, kerja

sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode

pemberian pelayanan kesehatan.

4. Tugas Perawat di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit

Tugas pokok perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan

kepada pasien dan secara administratif fungsional bertanggungjawab

kepada kepala ruang, secara teknis medis operasional bertanggungjawab

kepada dokter ruang rawat atau dokter pertanggungjawab ruangan. Adapun

tugas perawat di Instalasi Bedah Sentral rumah sakit adalah sebagai

berikut:

1. Menerima input kegiatan pembedahan dari ruang rawat inap /

poliklinik / dokter

2. Menyusun rencana kegiatan pembedahan berdasarkan jenis, jumlah,

dan kemampuan

3. Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu dipakai

4. Mengatur pelayanan pembedahan dan membuat jadwal kegiatan


37

5. Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pasien dan

keluarga

6. Mnyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai

7. Mengingatkan tim bedah steril jika terjadi penyimpangan prosedur

aseptik

8. Membantu mengenakan jas steril dan sarung tangan untuk ahli

bedah

9. Menata instrument steril di meja mayo

10. Memberikan cairan aseptik

11. Menyiapkan linen steril untuk prosedur draping

12. Memfiksasi drain dan kateter

13. Berperan serta dengan asuhan tim kesehatan membahas kasus

dengan upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan

14. Melaksanakan tugas pagi, sore, malam, dan libur secara bergilir

15. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh kepala ruangan

16. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan

17. Melaksanakan serah terima tugas shift jaga secara lisan maupun

tertulis

18. Menyiapkan pasien yang akan pulang meliputi : menyediakan

formulir untuk menyelesaikan administrasi, memberi penyuluhan

kepada pasien dan keluarga sesuai dengan keadaan dan kebutuhan

pasien, melatih pasien menggunakan alat bantu yang dibutuhkan,

melatih pasien melaksanakan tindakan keperawatan di rumah sakit


38

misalnya merawat luka dan melatih anggota gerak, mengatur pasien

pulang sampai keluar ruangan.


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka konsep

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Variabel independent Variabel dependent

Jumlah perawat Tingkat kebugaran


jasmani perawat

Jumlah tindakan Beban kerja Kelelahan kerja


kerja perawat perawat Status gizi perawat

Jumlah pasien Pola tidur perawat

39
Sumber : Modifikasi dari Suma’mur (2009), Adelina (2014) dan Kurniadi (2013).

Keterangan gambar :

:
Yang diteliti
Yang tidak diteliti :

Deskripsi :

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa jumlah

perawat ( personil ), jumlah tindakan kerja, dan jumlah pasien dapat

mempengaruhi beban kerja perawat, sedangkan tingkat kebugaran jasmani

perawat, status gizi perawat, serta pola tidur dapat mempengaruhi Kelelahan kerja

perawat.

B. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan Beban Kerja dengan kelelahan kerja pada perawat di

Instalasi Bedah Sentral di RSUD Kota Mataram

40
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat kuantitatif

menggunakan metode penelitian analitik hubungan beban kerja perawat

dengan kelelahan kerja perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kota

Mataram.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di

ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Kota Mataram sebanyak 40

orang perawat pada bulan Maret hingga April tahun 2021.

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik sampling

jenuh / sensus, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota

populsai dijadikan sampel yaitu semua perawat sebanyak 40 orang di

Instalasi Bedah Sentral RSUD Kota Mataram.

41
42

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kota

Mataram Jalan Bung Karno No.3 Pagesangan, Pagutan.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga April

tahun 2021.

D. Variabel Penelitian

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala


Data
Independen : Banyaknya jenis alat ukur formulir Ordinal
Beban Kerja pekerjaan yang kuisioner tentang
Perawat harus diselesaikan kegiatan perawat di
oleh perawat yang instalasi bedah
tidak sesuai dengan sentral. Pengisian
tugas dan fungsi di data menggunakan
unit instalasi bedah skala likert dengan
sentral ketentuan
Ringan : nilai 24 – 47
Sedang : nilai 48 – 71
Berat : nilai 72 – 96
Dependen : Kondisi fisik berupa Pengukuran Ordinal
Kelelahan keluhan gejala dilakukan dengan
Kerja bersifat subjektif menggunakan
yang dirasakan kuesioner. Subjective
karena pekerjaan selfrating test dari
Industrial Fatigue
Research Commite
(IFRC). Dengan nilai
ketentuan menurut
Tarwaka (2004) :
Rendah : nilai 30 - 52
Sedang : nilai 53 – 75
Tinggi : nilai 76 – 98
Sangat Tinggi :
nilai 99 – 120
43

E. Teknik dan Instrumen Penelitian

1. Instrumen penelitian

a. Beban Kerja

Pengukuran beban kerja menggunakan kuesioner dengan 24 item

pertanyaan yang memiliki bobot dari setiap alternatif jawaban yang

berbeda, jika jawaban dari pertanyaan dengan alternatif jawaban

menggunakan skala Likert 4 poin yaitu 1 = tidak pernah, 2 = pernah, 3 =

sering dan 4 = sangat sering. Maka beban kerja perawat dikategorikan

sebagai berikut :

1) Ringan jika total nilai yang diperoleh 24 - 47 (<44%)

2) Sedang jika total nilai yang diperoleh 48 - 71 (45%-74%)

3) Berat jika total nilai yang diperoleh 72 – 96 (75%-100%)

b. Kelelahan Kerja

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Subjective selfrating test dari Industrial Fatigue Research Commite

(IFRC). Pertanyaan bersifatsubjektif dan tingkat kelelahan pada

pekerja diukur dengan menjumlahkan skor dari seluruh pertanyaan.

Kuesioner tersebut berisi 30 pertanyaan dimana pertanyaan nomor 1

sampai 10 mengenai pelemahan kegiatan, pertanyaan 11 sampai 20

mengenai pelemahan motivasi dan pertanyaan 21 sampai 30 mengenai

gambaran kelelahan fisik.

Desain penilaian menggunakan skoring dengan skala likert),

yaitu : Skor 1 = Tidak pernah merasakan, Skor 2 = pernah merasakan,

skor 3 = Sering merasakan, skor 4 =Sangat sering merasakan


44

Jumlah skor dihitung pada masing-masing kolom 30

pertanyaan dan menjumlahkannya menjadi total skor individu. Skor

individu terendah adalah 30 dan skor individu tertinggi adalah 120

Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat

kelelahan kerja dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 4.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif dengan Kuisioner

Total Skor Klasifikasi


Tingkat Kelelahan
Individu kelelahan
1 30 – 52 Rendah
2 53 – 75 Sedang
3 76 – 98 Tinggi
4 99 – 120 Sangat Tinggi
Sumber : Tarkawa, (2010)

2. Teknik Pengumpulan data

a. Data Primer

Untuk memperoleh data primer yang diperlukan, teknik yang

digunakan adalah pengisian kuesioner melalui wawancara langsung

oleh peneliti kepada responden penelitian. Kuesioner adalah suatu cara

pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada

responden secara langsung dengan harapan responden akan memberi

respon jawaban yang sebenar-benarnya atas pertanyaan yang diajukan

dalam kuesioner. Penilaian untuk kelelahan kerja adalah (Subjective

Self Rating Test) diadopsi dari IndustrialFatigue Research Committee

(IFRC), data yang diambil adalah kelelahan kerja yang dialami

perawat.

2. Data Sekunder
45

Data sekunder diperoleh dari RSUD Kota Mataram berupa

jumlah perawat, data jumlah pasien, shift kerja perawat serta tupoksi

perawat di Instalasi bedah sentral.

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat surat

izin penelitian yang diperoleh dari Fakultas Ilmu Keolahragaan dan

Kesehatan Masyarakat Universitas Pendidikan Mandalika selanjutnya

menyampaikan surat ijin tersebut ke Rumah Sakit yang diteliti.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah mendapat persetujuan dari pihak RSUD Kota Mataram, peneliti

meminta bantuan kepada bidang kepegawaian untuk melihat data perawat

instalasi bedah sentral, selanjutnya peneliti menemui perawat di ruangan.

Peneliti menjelaskan pada calon responden tentang tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan cara pengisian kuesioner. Peneliti meminta kesediaan calon

responden untuk menjadi responden dalam penelitian.

Setelah memperoleh kesediaan dan responden telah menandatangani

lembar persetujuan, selanjutnya peneliti membagikan kuisioner. Selama

proses pengisian kuisioner, peneliti mendampingi responden agar dapat

menjelaskan pernyataan yang tidak dimengerti oleh responden. Selanjutnya

peneliti mengumpulkan seluruh kuesioner.


46

G. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel Beban kerja

dan kelelahan kerja. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan

variabel penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini beban kerja dan

kelelahan kerja.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini untuk melihat hubungan dua

variabel independen dengan dependen menggunakan uji analisis Rank

Spearman yaitu Metode yang bekerja untuk skala data ordinal atau

ranking dan bebas distribusi.

a. Kriteria tingkat kekuatan mengacu pada korelasi Pearson jika:

1) Nilai koefisien korelasi sebesar 0,00 - 0,25 maka dikatakan

hubungan sangat rendah,

2) Nilai koefisien korelasi sebesar 0,26 - 0,50 maka dikatakan

hubungan cukup

3) Nilai koefisien korelasi sebesar 0,51 - 0,75 maka dikatakan

hubungan kuat

4) Nilai koefisien korelasi sebesar 0,76 - 0,99 maka dikatakan

hubungan sangat kuat

5) Nilai koefisien korelasi sebesar 1,00 maka dikatakan hubungan

sempurna
47

b. Kriteria arah korelasi

Arah korelasi dilihat pada angka koefisien koelasi sebagaimana

tingkat kekuatan korelasi besarnya nilai koefisien korelasi tersebut

terletak antara +1 s/d -1. Jika koefisien korelasi bernilai positif (+), maka

hubungan kedua variabel dikatakan searah. Maksud dari hubungan yang

searah ini adalah jika variabel X meningkat maka variabel Y juga akan

meningkat. Sebalikanya Jika koefisien korelasi bernilai negatif (-), maka

hubungan kedua variabel dikatakan tidak searah. Maksud dari hubungan

yang tidak searah ini adalah jika variabel X meningkat maka variabel Y

juga akan menurun.

c. Kriteria Signifikansi korelasi

Kekuatan dan arah (hubungan) akan mempunyai arti jika hubungan

antar variabel tersebut bernilai signifikan, jika nilai α ≤ 0,05. Sementara itu,

jika nilai α ≥ 0,05 , maka hubungan antar variabel tersebut dapat dikatakan

tidak signifikan atau tidak berarti.

Anda mungkin juga menyukai