Anda di halaman 1dari 113

SKRIPSI

PENGARUH RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP PERUBAHAN


TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR
di RSUD dr SAYIDIMAN MAGETAN

OLEH :

ANUGRAH HANI ARI WIBOWO

201302007

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2019

i
SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI AUTOGENIC TERHADAP


PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST
OPERASI FRAKTUR DI IRNA III ORTHOPEDI
RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :
ANUGRAH HANI ARI WIBOWO
NIM. 201302007

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA
MULIA MADIUN
2020

ii
iii
iv
HALAMAN PERYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : ANUGRAH HANI ARI WIBOWO


NIM : 201302007
Judul : Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap Penurunan Tingkat
Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur di IRNA III Orthopedi RSUD
dr. Sayidiman Magetan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan

didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar

(Sarjana) di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan

yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun yang belum

dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.

Madiun, Juni 2020

Anugrah Hani Ari Wibowo


NIM : 201302007

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : ANUGRAH HANI ARI WIBOWO

TTL : Madiun, 29 Januari 1994

JENIS KELAMIN : Laki-Laki

AGAMA : Islam

Alamat : Ds.Banjarsari, Dk. Kepel 05/01 Madiun Jawa Timur

Email : anugrahhany@gmail.com

Riwayat Pendidikan : 2001 – 2007 : SDN 2


BANJASARI MADIUN

2007 – 2010 : SMPN 1 NGLAMES

2010 – 2013 : MAN 1 KOTA MADIUN

2013 – sekarang : PRODI S1 KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-

Nya, skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Skripsi dengan judul

“Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada

Pasien Post Operasi Fraktur di IRNA III Orthopedi RSUD dr. Sayidiman

Magetan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar

Sarjana Keperawatan di Progam Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam kegiatan penyusunan skripsi

tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan dari

berbagai pihak yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan dan motivasi

pada penulis. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) sebagai Ketua STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun.

2. Mega Arianti Putri, S.Kep., Ns., M.Kep sebagai Ketua Prodi S-1

Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan selaku

pembimbing 1 skripsi yang telah member petunjuk koreksi dan sara

sehingga terwujudnya skripsi ini.

3. Kuswanto, S.Kep., Ns., M.Kes sebagai pembimbing 2 skripsi yang telah

memberi petunjuk, koreksi dan saran sehingga terwujudnya skripsi

skripsi ini.

vii
4. RSUD dr. Sayidiman Magetan sebagai lahan penelitian yang telah

memberikan ijin melakukan penelitian sehingga terwujudnya hasil

penelitian sesuai yang peneliti inginkan.

5. Keluarga dan teman-teman yang selalu bersama dalam suka dan duka

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan

demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah

SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Aamiin.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.

Madiun, Juni 2020

Anugrah Hani Ari Wibowo

viii
Program Studi Keperawatan
Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2020

ABSTRAK

Hany

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI AUTOGENIC TERHADAP


PENURUNAN TINGKAT NYER
I PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR
DI RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN

Nyeri adalah suatu keadaan tidak menyenangkan akibat rangsangan fisik


maupun dari serabut saraf tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis,
maupun emosional. Pembedahan dapat menyebabkan nyeri dan membutuhkan
manajemen nyeri yang baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic Terhadap Penurunan Tingkat
Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUD dr. Sayidiman Magetan.
Penelitian ini menggunakan pra eksperimen one group pretest-postest
design. Populasi penelitian ini adalah semua pasien post operasi fraktur hari ke
dua di RSUD dr. Sayidiman Magetan bulan Juni–Juli 2019 yang rata-rata per
bulan berjumlah 32 pasien. Sampel diambil menggunakan teknik purposive
sampling dan terpilih 24 orang responden sebagai sampel. Data dikumpulkan
menggunakan lembar observasi, kemudian dianalisa dengan Uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan sebelum diberikan relaksasi autogenik ,
responden dengan nyeri sedang 21 orang (87,5%) dan nyeri ringan 3 orang
(12‟5%), setelah dilakukan relaksasi autogenik 1x30 menit didapatkan responden
dengan nyeri sedang 5 orang (20,8%) dan nyeri ringan 19 orang (79,2%), dari sini
dapat diketahui adanya perubahan tingkat nyeri setelah dilakukan relaksasi
autogenik. Dari hasil uji stastistik wilcoxon menunjukkan p-value (0,000)≤(0,05)
yang artinya terdapat pengaruh signifikan dari pemberian relaksasi autogenik
terhadap penurunan tingkat nyeri pasien post operasi fraktur di RSUD dr.
Sayidiman Magetan
Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada pasien yang mengalami nyeri
post operasi untuk mengaplikasikan relaksasi autogenik guna mengurangi rasa
nyeri. Pihak instansi terkait dan tenaga kesehatan khususnya perawat disarankan
untuk lebih sering memberikan relaksasi autogenic sebagai salah satu intervensi
keperawatan pada pasien post-op fraktur untuk menurunkan tingkat nyeri pada
pasien.

Kata Kunci : Relaksasi Autogenic , Nyeri, Post Operasi Fraktur.

ix
Nursing Departement
Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2020

ABSTRACT
Hany

THE EFFECT OF AUTOGENIC RELAXATION TECHNIQUES ON PAIN


REDUCTION IN POST-FRACTURE SURGERY PATIENTS AT
RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN.

Pain was an unpleasant condition due to physical stimulation or from


body‟s nerve fibers to the brain and followed by physical, physiological and
emotional reactions. Surgery could caused pain and required good pain
management. Therefore, the purpose of this study was to determine the Effect of
Autogenic Relaxation Techniques on Pain Reduction in Post-Fracture Surgery
Patients at RSUD dr. Sayidiman Magetan.
This study used a pre-experimental one group pretest-posttest design. The
population of this study was all postoperative fracture patients on the second day
at RSUD dr. Sayidiman Magetan in June-July 2019 with an average of 32 patients
per month. Samples were taken by using purposive sampling technique and
selected 24 respondents as the sample. Data were collected by using an
observation sheet, then analyzed by Wilcoxon Test.
The results showed that before being given autogenic relaxation,
respondents with moderate pain was 21 respondents (87,5%) and mild pain was 3
respondents (12,5%), after 1x30 minutes autogenic relaxation, respondents with
moderate pain was 5 respondents (20,8%) and mild pain was 19 respondents
(79,2%), this showed a change in the level of pain after being given autogenic
relaxation. The result of Wilcoxon test showed p-value (0,000) ≤ (0.05) which
means that there was significant effect of Autogenic Relaxation Techniques on
Pain Reduction in Post-Fracture Surgery Patients at RSUD dr. Sayidiman
Magetan.
From the results of this research, it is recommended to the patient with
post operation pain doing autogenic relaxation to reduce their pain. The related
parties and health workers, especially nurses are expected to provide more
autogenic relaxation as nursing interventions in post fracture surgery patients to
reduce the scale of the pain in patients.

Keywords: autogenic relaxation, Pain Levels, post fracture surgery

x
LEMBAR PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya sederhana ini, yang saya buat dengan sepenuh

hati, sekuat tenaga dan pikiran untuk orang yang saya kasihi dan saya

sayangi. Teruntuk Bapak dan Mama tercinta terimakasih telah selalu

memberikan dukungan, motivasi dan do‟a yang tiada hentinya. Saya yakin

bahwa keberhasilan yang saya raih ini tidak lepas dari do‟a-do‟a yang

kalian panjatkan disetiap sujudnya.

Untuk bapak Kuswanto. S.Kep., Ns., M.Kes dan ibu Mega Arianti Putri

S.Kep., Ns., M.Kep yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam

penyusunan proposal dan skripsi dengan penuh kesabaran dan ketelatenan.

Semoga Allah memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan oleh

bapak/ibu.

Untuk semua dosen STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun terimakasih

yang telah mendidik dan membimbing saya selama ini. Semoga Allah

membalas semua kebaikan dan ilmu yang telah diajarkan.

Untuk teman-teman satu almamater dan seperjuangan, perjuangan kita

belum selesai sampai disini. Mari kita lanjutkan dengan membuktikan

bahwa kita mampu menjadi perawat yang profesional dan bisa diandalkan

agar dapat mengharumkan nama STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

xi
DAFTAR ISI

Sampul Luar ....................................................................................................... i


Sampul Dalam .................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan............................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ........................................................................................... iv
Halaman Pernyataan........................................................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ vi
Kata Pengantar ................................................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................... ix
Abstract .............................................................................................................. x
Lembar Persembahan ......................................................................................... xi
Daftar Isi............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ....................................................................................................... xv
Daftar Gambar.................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ................................................................................................. xvii
Daftar Singkatan................................................................................................. xviii
Daftar Istilah....................................................................................................... xix
BAB 1 ................................................................................. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ........................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
BAB 2......................................................................... TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Fraktur ............................................................................ 7
2.1.1 Pengertian Fraktur ........................................................... 7
2.1.2 Etiologi ............................................................................ 7
2.1.3 Klasifikasi Fraktur ........................................................... 8
2.1.4 Manifestasi Klinis ............................................................ 11
2.1.5 Penatalaksanaan Fraktur ................................................. 12
2.1.6 Komplikasi Fraktur .......................................................... 13
2.2 Konsep Post Operasi ................................................................... 15
2.2.1 Pengertian Post Operasi Fraktur ...................................... 15
2.2.2 Jenis-Jenis Operasi .......................................................... 15
2.2.3 Komplikasi Post Operasi ................................................. 16
2.3 Konsep Dasar Nyeri .................................................................... 17
2.3.1 Pengertian Nyeri .............................................................. 17
2.3.2 Fisiologis Nyeri ............................................................... 17
2.3.3 Respon Nyeri ................................................................... 18
2.3.4 Klasifikasi Nyeri .............................................................. 19
2.3.5 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri................................... 20
2.3.6 Penilaian Klinis Nyeri ..................................................... 23
2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri ..................................................... 25

xii
2.4 Konsep Relaksasi Autogenic ....................................................... 30
2.4.1 Pengertian Relaksasi Autogenic....................................... 30
2.4.2 Manfaat Relaksasi Autogenic .......................................... 31
2.4.3 Pengaruh Relaksasi Terhadap Tubuh .............................. 32
2.4.4 Tahapan Kerja Teknik Relaksasi Autogenik ................... 33
BAB 3.... KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 38
3.2 Hipotesa Penelitian ...................................................................... 39
BAB 4 .......................................................... METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 40
4.2 Populasi dan Sampel.................................................................... 40
4.2.1 Populasi ........................................................................... 40
4.2.2 Sampel ............................................................................. 41
4.2.3 Kriteria Sampel ................................................................ 42
4.3 Teknik Sampling ......................................................................... 42
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 43
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel............... 44
4.5.1 Identitas Variabel ............................................................. 44
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ......................................... 44
4.6 Instrumen Penelitian .................................................................... 46
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 46
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 46
4.9 Pengolahan Data .......................................................................... 48
4.10 Teknik Analisa Data .................................................................... 49
4.10.1 Analisa Univariat ............................................................. 49
4.10.2 Analisa Bivariat ............................................................... 51
4.11 Etika Penelitian ............................................................................ 52
4.11.1 Prinsip Penelitian ............................................................. 52
BAB 5.................................... HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ..................................... 54
5.2 Data Umum ................................................................................. 54
5.2.1 Karateristik Responden ................................................... 54
5.3 Data Khusus ................................................................................. 56
5.3.1 Analisa Data Univariat ............................................................................ 56
5.3.2 Analisa Data Bivariat .............................................................................. 57
5.4 Pembahasan ................................................................................. 59
5.4.1 Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Sebelum
Perlakuan Relaksasi Autogenic ........................................ 59
5.4.2 Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Setelah
Perlakuan Relaksasi Autogenic ........................................ 61
5.4.3 Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Fraktur ............................................................................. 62

xiii
BAB 6 .............................................................................................. PENUTUP
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 65
6.2 Saran ............................................................................................ 65

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 67


Lampiran ............................................................................................................ 70

xiv
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 4.1 Desain Penelitian ......................................................... 40
Tabel 4.2 Definisi Operasional .................................................... 45
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin ........................................... 55
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden
berdasarkan Usia ......................................................... 55
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden
berdasarkan pendidikan ............................................... 55
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri
Pasien Post Operasi Fraktur Sebelum Perlakuan
Relaksasi Autogenic ................................................... 56
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri
Pasien Post Operasi Fraktur Setelah Perlakuan
Relaksasi Autogenic ................................................... 57
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri
Pasien Post Operasi Fraktur Sebelum Perlakuan
Relaksasi Autogenic .................................................... 57
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri
Pasien Post Operasi Fraktur Setelah Perlakuan
Relaksasi Autogenic ................................................... 58
Tabel 5.8 Uji Normalitas Pengaruh Teknik Relaksasi
Autogenik terhadap Penurunan Tingkat Nyeri ............ 58
Tabel 5.9 Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Fraktur sebelum dan setelah perlakuan...... 58

xv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Tabel Judul Gambar Halaman


Gambar 2.1 Numeric Rating Scale ............................................ 23
Gambar 2.2 Visual Analogue Scale ........................................... 24
Gambar 2.3 Face Pain Scale .................................................... 25
Gambar 2.4 Posisi tiduran teknik relaksasi autogenic .............. 34
Gambar 2.5 Posisi duduk teknik relaksasi autogenic ............... 34
Gambar 3.1 Kerangka Konsep pengaruh relaksasi autogenic
terhadap penurunan tingkat nyeri .......................... 38
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ..................................... 43

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ................................................................Lembar Pengesahan Judul


.........................................................................................................................70
Lampiran 2 ................................. Surat Permohonan Survey dan Ijin Penelitian
.........................................................................................................................71
Lampiran 3 ................................................ Surat Keterangan Selesai Penelitian
.........................................................................................................................78
Lampiran 4 ....................................................... Lembar Permohonan Penelitian
.........................................................................................................................79
Lampiran 5 ........................................ Lembar Persetujuan Menjadi Responden
.........................................................................................................................80
Lampiran 6 .................................................................. Lembar Observasi Nyeri
.........................................................................................................................81
Lampiran 7 ...................................... Lembar SOP Pemberian Terapi Autogenic
.........................................................................................................................82
Lampiran 8 ....................................................................... Lembar Output SPSS
.........................................................................................................................84
Lampiran 9 .................................................................................... Dokumentasi
.........................................................................................................................88
Lampiran 10 ...................................................... Lembar Konsultasi Bimbingan
.........................................................................................................................89

xvii
DAFTAR SINGKATAN

FPS : Face Pain Scale


IGD : Instalasi Gawat Darurat
IRNA : Instalasi Rawat Inap
NRS : Numeric Rating Scale
SAP : Satuan Acara Penyuluhan
SOP : Standart Operational Procedure
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
SRT : Spinoreticular Tract
STT : Spinothalamus Tract
TENS : Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
VAS : Visual Analogue Scale
VRS : Verbal Respon Scale
WHO : World Health Organization

xviii
DAFTAR ISTILAH

Autogenic : Teknik yang snegaja diarahkan untyuk


menyebabkan perubahan dalam kesadaran
melalui autosugesti sehingga tercapailah
keadaan rileks.
Benefit : Prinsip manfaat
Bivariate : Analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berpengaruh atau
berkolerasi
Coding : Pengkodean
Confidentialy : Kerahasiaan
Delayed union : Penyatuan terlambat
Dependent : Bebas
Dorsal horn : Tabduk yang menyerupai sayap atas
medulla spinalis yang berfungsi sebagai
impuls sensoris dari tulang belakang
menuju efektor
Dorsal root : Akar saraf yang berfungsi mmbawa saraf
sensoris kea rah punggung.
Editing : Penyuntingan data
Face Pain Scale : Nyeri dengan menggunakan 7 macam
gambar ekspresi wajah.
Heterokedastisitas : Data berdistribusi tidak normal atau tidak
homogen
Homogenitas varians : Pengujian mengenai sama tidaknya
variansi dua buah distribusi atau lebih.
Homoskesdastisitas : Data berdistribusi normal dan memiliki
homogenitas yang sama
Independent : Bebas
Inform Consent : Lembar persetujuan
Malunion kesalahan bentuk dari penyatuan tulang
Masasekutaneus : stimulus kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan
bahu
Missing Kesalahan
Naloxone : Obat yang digunakan untuk pengobatan
darurat narkotika yang telah diketahui dan
diduga overdosis.
Nociceptor : ujung- ujung saraf sangat bebas yang
memiliki sedikit mielin yang tersebar pada
kulit dan mukosa, khususnya visera,
persendian, dinding arteri, hati, dan
kantong empedu
Non opiate / opiate : Sejenis analgesic
Non union Tidak ada penyatuan

xix
Numeric Rating Scale : menilai intensitas atau derajat keparahan
nyeri dan memberi kesempatan kepada
klien untuk mengidentifikasi keparahan
nyeri yang dirasakan
One group pretest-postest design : Penelitian ini dilakukan dengan cara
memberikan pretest (pengamatan awal)
terlebih dahulu sebelum diberikan
intervensi, setelah itu diberikan intervensi
kemudian dilakukan postest (pengamatan
akhir)
Outcome : Hasil yang terjadi setelah pelaksanaan
kegiatan jangka pendek.
Pain manajement : Manajemen nyeri
Purposive Sampling : metode penetapan sampel dengan memilih
beberapa sampel tertentu yang dinilai
sesuai dengan tujuan atau masalah
penelitian dalam sebuah populasi
Respect for Justice an : Prinsip Keadilan dan Keterbukaan
Inclusiveness
Review : Ulasan
Scientific attitude : Sikap ilmiah
Scoring : Pemberian skor
Spinoreticular tract : Jalur naik dalam medulla spinalis
diposisiskan dengan traktus thalamikus
lateral.
Standart operational procedure : Instruksi yang memiliki petunjuk atau
direktif
Tabulating : Penghitungan
Transkutaneus electrical nerve : Metode menurunkan nyeri dengan
stimulation menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-
nosiseptor) dalam area yang sama seperti
pada serabut yang menstransmisikan nyeri
Wilcoxon Signed Rank Test / : Uji nonparametris untuk mengukur
Wilcoxon matched pairs signifikasi perbedaan antar 2 kelompok
data berpasanagan berskala ordinal atau
interval tetapi berdistribusi tidak normal.
Visual Analogue Scale : suatu garis lurus yang mewakili intensitas
nyeri dan memiliki alat keterangan verbal
pada setiap ujungnya
Verbal Respon Scale : cara pengukuran nyeri dengan
menanyakan respon klien terhadap nyeri
secara verbal dengan memberikan 5
pilihan yaitu tidak nyeri, nyeri ringan,
nyeri sedang, nyeri berat, dan nyeri luar
biasa yang tidak tertahankan

xx
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah

penduduk 238 juta merupakan terbesar di Asia Tenggara fraktur di Indonesia

menjadi masalah mencapai urutan ketiga di bawah penyakit jantung koroner dan

tuberculosis (Ropyanto, 2013). Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur

seperti semula yaitu adalah rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan

(Sjamsuhidayat & Jong, 2005). Pembedahan tersebut menyebabkan rasa nyeri

sehingga dapat menimbulkan dampak komplikasi yang seriusmengalami

gangguan fisiologis maupun psikologis dan menghambat proses pemulihan

pasien jika tidak dilakukan manajemen nyeri dengan baik. Nyeri setelah

pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal ini merupakan salah satu

keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah pembedahan, sensasi nyeri mulai

terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh, dan semakin meningkat seiring

dengan berkurangnya pengaruh anestesi, adapun bentuk nyeri yang dialami oleh

klien pasca pembedahan adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi

bekas pembedahan (Potter, P, A & Perry A, G, 2005)

Menurut World Health Organization (WHO), fraktur memegang proporsi

terbesar. Kasus fraktur pada tahun 2008 terjadi di dunia kurang lebih 13 juta

orang, Tahun 2009 terdapat 18 juta orang dan pada tahun 2010 meningkat

menjadi 21 juta orang, Mencatat pada tahun 2012 terdapat 130 juta orang

1
menderita fraktur. Terjadinya fraktur tersebut termasuk didalamnya insiden

kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain

sebagainya (Mardiono, 2010). Menurut World Health Organization (WHO dalam

Sartika, 2013) tindakan operasi di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta

jiwa. Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup tinggi,

berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2013 didapatkan sekitar

delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda

dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25%

penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik, 15%

mengalami stress spikilogis seperti nyeri dan cemas . (Depkes RI 2013). Menurut

penelitian yang dilakukan Sommer et al (2008). Prevalensi pasien post operasi

mayor yang mengalami nyeri sedang sampai berat sebanyak 41% pasien

postoperasi sebelum hari pertama 30% pasien pada ke 1, 19% pasien pada hari ke

2, 16% pasien pada hari ke 3 dan 14% pasien pada hari ke 4, 22% hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Sandika et al, (2015) yang menyatakan bahwa

50% pasien post operasi mengalami nyeri hebat dan 10% pasien mengalami nyeri

sedang sampai hebat. Berdasarkan data di RSUD dr. Sayidiman Magetan bulan

Januari – Juni 2019 berjumlah 205 pasien fraktur.

Dampak yang serius dapat muncul akibat nyeri yang tidak ditangani, baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila nyeri pada pasien post operasi

tidak segera ditangani akan mengakibatkan proses rehabilitasi pasien akan

tertunda, hospitalisasi pasien menjadi lebih lama, tingkat komplikasi yang tinggi

dan membutuhkan lebih banyak biaya. Hal ini karena pasien memfokuskan

2
seluruh perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer& Bare, 2008). Selain

itu juga nyeri dapat mengakibatkan pasien mengalami gelisah, imobilisasi,

menghindar ikontaksosial, penurunan rentang perhatian, Stres dan ketegangan

yang akan menimbulkan respon fisik dan psikis (Potter, P. A & Perry A. G, 2005).

Dalam praktek keperawatan professional perawat memegang tanggung

jawab yang sangat besar, dimana perawat dituntut untuk melaksanakan perannya

selama 24 jam berada disamping pasien dan keluarganya. Strategi keperawatan

utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa nyaman bagi pasien yang sedang

mengalami nyeri, bersifat non farmakologi. Tindakan mengatasi nyeri – pain

management, yang dapat dilakukan oleh perawat sebagai penyedia asuhan

keperawatan (Asmadi, 2008). Metode non farmakologis untuk mempersingkat

episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit.Pengendalian

nyeri non farmakologis menjadi lebihmurah, mudah, efektif dan tanpa efek yang

merugikan (Potter, P, A & Perry A, G, 2005). Menurut Bare &Smeltzer (2001)

penanganan nyeri secara non farmakologis terdiri dari Masasekutaneus, terapi

panas, Transecutaneus Elektrical Nerve Stimulaton (TENS), Distraksi, Imajinasi

dan Relaksasi.Dan salah satu metode relaksasi yang bisa digunakan Teknik

Relaksasi Autogenik. Teknik relaksasi autogenic memberikan efek menenangkan

pada tubuh dan pikiran, dengan mengalihkan perhatian pasien kepada relaksasi

yang bersumber dari diri sendiri sehingga dapat membuat pasien tidak focus

merasakan nyeri (Aryanti, N,P, 2007). Teknik relaksasi bertujuan agar individu

dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa ketegangan dan stres yang membuat

individu merasa dalam kondisi yang tidak nyaman (Potter, P.A & Perry A. G,

3
2005). Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya oleh Nung Ati

Nuryati tahun 2015 dengan judul Pengaruh Relaksasi Autogenik Terhadap

Penurunan Skala Nyeri Pada Ibu Post Operasi Sectio Saecarea. Persamaan :

variabel bebas yang diteliti yaitu Terapi Relaksasi Autogenik, variabel terikat

yang diteliti yaitu Penurunan Skala Nyeri. Perbedaan : objek yang diteliti,

penelitian sebelumnya menggunakan pasien post operasi Sectio Saesarea dan

penelitian ini menggunakan pasien post operasi fraktur.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic Terhadap

Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUD dr.

Sayidiman Magetan”.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian “Adakah Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap Penurunan

Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUD dr. Sayidiman

Magetan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat di deskripsikan sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh relaksasi autogenic terhadap penurunan tingkat

nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUD dr Sayidiman Magetan.

4
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur

sebelum dilakukan relaksasi autogenic di RSUD dr Sayidiman

Magetan

2. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur setelah

dilakukan relaksasi autogenic di RSUD dr Sayidiman Magetan

3. Menganalisa pengaruh tehnik relaksasi autogenic terhadap penurunan

tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUD dr Sayidiman

Magetan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan agar dapat

digunakan sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu keperawatan

khususnya keperawatan medical bedah.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi institusi tempat penelitian Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan

untuk bahan evaluasi dalam melayani klien, Penelitian ini dapat

menjadi masukan dalam meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan

dan asuhan keperawatan kepada pasien post operasi fraktur.

2. Bagi Institusi Pendidikan Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Menambah kepustakaan khususnya tentang pengaruh tehnik

relaksasi autogenik terhadap penurunan tingkat nyeri sebagai bahan

5
pertimbangan bagi mahasiswa yang akan dan sedang praktek

keperawatan dasar.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan atau sumber

untuk penelitian selanjutnya, dan mendorong bagi yang

berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

4. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan bagi

responden dan dapat diterapkan pada responden yang yang telah baru

saja menjalani Post Operasi.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP FRAKTUR

2.1.1 Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya

disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,

kerusakan p embuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar

dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2001). Fraktur

adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya

fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,

gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth,

2002). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat

& Jong, 2005).

2.1.2 Etiologi

Menurut Wahid (2013) penyebab fraktur adalah :

1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan.Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patahan melintang atau miring.

7
2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari di

tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang

paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

Menurut Long, B,C (1996) penyebab fraktur adalah benturan cidera (jatuh

atau kecelakaan) penyebab lain:

1. Patah tulang akibat kanker atau penyakit Osteoporosis

2. Keletihan tulang dimana otot tidak dapat mengabsorbsi energy missal

berjalan kaki terlalu jauh

2.1.3 Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur menurut Nur Arif dan Kusuma (2015) mengatakan :

1. Klasifikasi etiologis

a. Fraktur traumatik

b. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau

penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor,

kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma

ringan.

8
c. Fraktur stress, terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-

ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress

jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.

2. Klasifikasi klinis

a. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan dikulit.

Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union,

nonumion,infeksi tulang.

3. Klasifikasi radiologis

a. Lokalisasi : diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan

dislokasi.

b. Konfigurasi: fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spinal, fraktur

segmental, fraktur komunitif (lebih dari deaf ragmen), fraktur beji

biasa vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur

pecah, dan fraktur epifisis.

c. Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau

torus, fraktur garis rambut, dan fraktur green stick.

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak

bergeser, bergeser (berdampingan, angulasi, rotasi, distraksi, overring,

dan impaksi).

9
4. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :

a. Derajat I :

1) Luka < 1cm. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka

remuk.

2) Fraktur sederhana, transversal, atau komunitatif ringan.

3) Kontaminasi minimal.

b. Derajat II :

1) Laserasi > 1 cm

2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap atau avulasi.

3) Fraktur komunitif sedang.

4) Kontaminasi sedang.

c. Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,

otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

Menurut Smeltzer & Bare (2005) jenis fraktur yang khusus lain seperti:

1. Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.

2. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

3. Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

4. Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang

5. Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian

6. Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang

lainnya seperti (pada tulang belakang)

10
7. Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang

tengkorak)

8. Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit Paget,

Osteosarcoma.

9. Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal

a. Tipe fraktur ekstremitas atas

Fraktur collum humerus, Fraktur humerus, Fraktur suprakondiler

humerus, Fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi, Fraktur colles,

Fraktur metacarpal, Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal

b. Tipe fraktur ekstremitas bawah

Fraktur collum femur , Fraktur femur, Fraktur supra kondiler

femur, Fraktur patella, Fraktur plateu tibia, Fraktur cruris, Fraktur

ankle, Fraktur metatarsal, Fraktur phalang proksimal, medial dan

distal

2.1.4 Menifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur yaitu (Nur Arif dan Kusuma, 2013) :

1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak.

2. Nyeri pembengkakan.

3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di

kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,

kecelakaan kerja, trauma olah raga).

4. Gangguan fungsio anggota gerak.

5. Deformitas.

11
6. Kelainan gerak.

2.1.5 Penatalaksanaan Fraktur

Menurut Brunner & Suddarth (2005) prinsip penanganan fraktur meliputi

reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan

rehabilitasi.

1. Reduksi fraktur

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran

dan rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan

traksi tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap

sama.

a. Reduksi tertutup

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang

kembali keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual.

b. Reduksi terbuka

Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan

bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin,

kawat, plat sekrew digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang

dalam posisinya sampai penyembuhan solid terjadi.

c. Traksi

Menurut Brunner & Suddarth (2005) traksi digunakan untuk reduksi

dan imobilisasi, traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian

tubuh untuk meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan,

serta mengurangi deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi:

12
1) Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction

2) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan

menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada

traksi skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai

efek traksi.

2. Imobilisasi fraktur

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau

eksterna. Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai,

traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam.

3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan

meningkatkan peredaran darah.Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari

diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

2.1.6 Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Komplikasi awal

a. Syok

Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan

organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat

besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan

fraktur pelvis.

13
b. Emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah

karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan

katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam

aliran darah.Globula lemak ini bergabung dengan trombosit

membentuk emboli yang dapatmenyumbat pembuluh darah kecil yang

memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.

c. Compartment Syndrome

Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi

jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan.Hal ini disebabkan

oleh karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu

ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen

karena perdarahan atau edema.

d. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan

koagulopati intravaskular.

2. Komplikasi lambat

a. Delayed union, malunion, nonunion

Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak

terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan

distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga

dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang

(malunion).Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena

kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.

14
b. Nekrosis avaskular

Tulang Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan

darah dan mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi

dan diganti dengan tulang yang baru.Sinar-X menunjukkan kehilangan

kalsium dan kolaps struktural.

c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun

pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai

menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan

indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan

mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai,

kegagalan material, berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam

yang digunakan dan remodeling osteoporotik disekitar alat.

2.2 KONSEP POST OPERASI

2.2.1 Pengertian Post Operasi Fraktur

Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai

saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi

selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008).

2.2.2 Jenis-jenis operasi

Menurut Potter, P, A &Perry, G (2006) membagi menjadi:

1. Fungsinya/ tujuannya,

a. Diagnostik: biopsi, laparotomi eksplorasi

b. Kuratif (ablatif): tumor, appendiktom

15
c. Reparatif: memperbaiki luka multiple

d. Rekonstruktif: mamoplasti, perbaikan wajah.

e. Paliatif: menghilangkan nyeri,

f. Transplantasi: penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau

struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

2. Luas atau Tingkat Resiko:

a. Mayor Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan

mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup

klien.

b. Minor Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko

komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

2.2.3 Komplikasi Post Operasi

Menurut Baradero (2008) komplikasi post operasi yang akan muncul

antara lain yaitu hipotensi dan hipertensi. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan

darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai

sebelumnya.Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh

perdarahan dan overdosis obat anestetika.Hipertensi disebabkan oleh analgesik

dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi,

dan ventilasi yang tidak adekuat.Sedangkan menurut Majid (2011), komplikasi

post operasi adalah perdarahan dengan manifestasi klinis yaitu gelisah, gundah,

terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun,

pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

Sedangakan Komplikasi post pembedahan yang mungkin terjadi adalah

16
hematoma, infeksi, gangguan BAK serta komplikasi yang dapat terjadi adalah

dehiscent/nyeri luka bedah.

2.3 KONSEP DASAR NYERI

2.3.1 Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi perasaan yang tidak nyaman disebabkan

oleh stimulus tertentu. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik,

maupun mental. Nyeri bersifat subjektif, sehingga respon setiap orang tidak

samasaat merasakan nyeri. Nyeri tidak dapat diukur secara objektif, misalnya

dengan menggunakan pemeriksaan darah. Orang yang merasakan nyeri yang

dapat mengukur tingkatan nyeri yang dialaminya (Potter, P, A & Perry, G 2006).

Nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya

rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh

reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional (Hidayat, A 2008).

2.3.2 Fisiologi nyeri

Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor. Nociceptor merupakan ujung-

ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit mielin yang tersebar pada kulit

dan mukosa, khususnya visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong

empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau

rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik atau mekanis.

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa

impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu

serabut A (delta) yang bermielin rapat dan serabut lamban (serabut C). Impuls-

17
impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang

ditransmisikan ke serabut C, serabutserabut aferen masuk ke spinal melalui akar

dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri dari

beberapa lapisan atau lamina yang saling berikatan. Di antara lapisan dua dan tiga

membentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls.

Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron

dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur

spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus dan spinoreticular tract

(SRT) yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri. Dari proses

transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan

jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang

terdiri atas jalur spinal desendens dari talamus, yang melalui otak tengah dan

medula, ke tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan

nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls

supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang

ditansmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang

tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang diketahui

mekanismenya (Potter, P, A & Perry, G,2006).

2.3.3 Respon Nyeri

Respon nyeri dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Respon fisiologis

Respon fisiologis dihasilkan oleh stimulasi pada cabang saraf simpatis

dan sistem saraf otonom. Hal ini terjadi karena pada saat impuls nyeri naik

18
ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf

otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Apabila

nyeri berlangsung terus-menerus, berat atau dalam, dan secara tipikal

melibatkan organ-organ visceral (misalnya, nyeri pada infark miokard),

sistem saraf parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi (Potter, P, A &

Perry, G, 2006).

2. Respon perilaku

Menurut Berman, Snyder, Kozier, & Erb, (2009) Pada saat nyeri

dirasakan, saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila nyeri tidak

diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat

mengubah kualitas kehidupan secara nyata. Nyeri dapat memiliki sifat

yang mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu berhubungan

dengan orang lain dan merawat diri sendiri. Respon perilaku terhadap rasa

nyeri adalah sebagai berikut : gigi mengatup, menutup mata dengan rapat,

menggigit bibir bawah, wajah meringis, merintih dan mengerang,

menangis, menjerit, imobilisasi tubuh, gelisah, melempar benda, berbalik,

pergerakan tubuh berirama, menggosok bagian tubuh, menyangga bagian

tubuh yang sakit

2.3.4 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan

kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat

menghilang, tidak melebihi enam bulan, serta ditandai dengan adanya

peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara

19
perlahan-lahan. Contoh dari nyeri kronis adalah nyeri pada penyakit terminal, dan

nyeri psikosomatis (Hidayat, A 2008).

2.3.5 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Potter, P, A & Perry, G (2006) nyeri merupakan sesuatu yang

kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri, faktor- faktor

yang mempengaruhi nyeri, antara lain:

1. Usia

Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri.

Perbedaan perkembangan yang ditemukan di antara kedua kelompok usia

dapat mempengaruhi cara bereaksi terhadap nyeri (misalnya, anak-anak

dan lansia).

2. Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda dalam berespons

terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan menganggap bahwa seorang anak

laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak

perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi terhadap

nyeri dipengaruhi oleh factor-faktor biokimia dan merupakan hal unik

yang terjadi pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.

3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang

diterima oleh kebudayaannya. Ada perbedaan makna dan sikap yang

dikaitkan dengan nyeri di berbagai kelompok budaya. Cara individu

20
mengekspresikan nyeri merupakan sifat kebudayaan yang lain. Beberapa

kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang

alamiah. Kebudayaan yang lain cenderung untuk melatih perilaku yang

tertutup. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna dan budaya akan

membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan

untuk pasien yang mengalami nyeri.

4. Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu

akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri

tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan

tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien

berhubungan dengan makna nyeri.

5. Perhatian

Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun. Dengan adanya upaya pengalihan,

klien akan memfokuskan perhatian dan konsentrasinya pada stimulus yang

lain.

6. Ansietas

Nyeri dan ansietas bersifat kompleks, sehingga keberadaanya tidak

terpisahkan. Ansietas meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

21
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak

mendapatkan perhatian, maka rasa cemas tersebut akan menimbulkan

suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.

7. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa keletihan menyebabkan

sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan

koping.Pengalaman sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman

nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu

akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa mendatang. Ada dua

kemungkinan yang terjadi ketika individu mengalami nyeri di masa

mendatang, yaitu individu akan lebih siap untuk melakukan tindakan -

tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri dan individu akan

lebih mudah menginterpretasikan nyeri atau individu akan mengalami

ansietas bahkan rasa takut ketika mengalami nyeri di masa mendatang.

8. Gaya Koping

Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Nyeri

dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian ataupun keseluruhan.

Individu akan menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping

terhadap efek fisik dan psikologis nyeri.

22
2.3.6 Penilaian Klinis Nyeri

Penilaaian klinis nyeri dibagi menjadi :

1. Numeric Rating Scale (NRS)

NRS digunakan untuk menilai intensitas atau derajat keparahan nyeri

dan memberi kesempatan kepada klien untuk mengidentifikasi keparahan

nyeri yang dirasakan (Potter, P, A & Perry, G, 2006). Menurut Strong, et

al (2002) dalam Datak (2008), NRS merupakan skala nyeri yang paling

sering dan lebih banyak digunakan di klinik, khususnya pada kondisi akut,

NRS digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah

intervensi teraupetik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.1 Numeric rating scale (NRS)

Keterangan :
0 = tidak ada nyeri
1-3 = Nyeri ringan
4-6 = Nyeri sedang
7-9 = Sangat nyeri, tapi masih bisa dikontrol
10 = Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

2. Verbal Respon Scale (VRS)

VRS adalah cara pengukuran nyeri dengan menanyakan respon klien

terhadap nyeri secara verbal dengan memberikan 5 pilihan yaitu tidak

nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, dan nyeri luar biasa yang

tidak tertahankan. Skala pada VRS merupakan sebuah garis yang terdiri

dari tiga sampai lima kata yang tersusun dengan jarak yang sama di

23
sepanjang garis. Skala ini diurutkan dari tidak terasa nyeri sampai dengan

nyeri yang tidak tertahankan. Pada penggunaannya, perawat akan

menunjukkan kepada klien tentang skala tersebut dan meminta klien untuk

memilih skala nyeri berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakannya. VRS

akan membantu klien untuk memilih sebuah kategori untuk

mendeskripsikan rasa nyeri yang dirasakannya (Potter, P, A & Perry, G,

2006).

3. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri dan

memiliki alat keterangan verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi

kebebasan klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS merupakan

pengukur intensitas nyeri yang lebih sensitif, karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkain dari pada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka (Potter, P, A & Perry, G, 2006). Skala ini

menggunakan angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri.

Pengukuran dikatakan sebagai nyeri ringan pada nilai di bawah 4, nyeri

sedang bila nilai antara 4-7 dikatakan sebagai nyeri hebat apabila nilai di

atas 7. (Sudoyo A,W, Setiyohadi B, Alwi I, & Setiati, 2009).

Gambar 2.2 Visual analogue scale (VAS)

24
4. Face Pain Scale (FPS)

FPS merupakan pengukuran nyeri dengan menggunakan 7 macam

gambar ekspresi wajah. Nilai berkisar antara 0 sampai dengan 6. Nilai 0

mengindikasikan tidak nyeri, 6 mengindikasikan sangat nyeri (nyeri yang

buruk). FPS biasa digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak-

anak (Wong, 1998).

0 1 2 3 4 5 6
Gambar 2.3 Face pain scale (FPS)

2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri

Menurut Potter, P, A & Perry, G (2006) pentalaksanaan nyeri dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang

dan berat. Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri

biasanyamenggunakan obat analgesik yang terbagi menjadi dua golongan

yaitu analgesik non narkotik dan analgesik narkotik. Penalaksanaan nyeri

dengan farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obat analgesik

narkotik baik secara intravena maupun intramuskuler. Pemberian secara

intravena maupun intramuskuler misalnya dengan meperidin 75-100mg

atau dengan morfin sulfat 10- 15mg, namun penggunaan analgesik yang

secara terus menerus dapat mengakibatkan ketagihan obat Namun

demikian pemberian farmakologis tidak bertujuan untuk meningkatkan

25
kemampuan pasien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Cunningham, F,G,

2006).

2. Penatalaksanaan nyeri secara non-farmakologis

Kombinasi atau perpaduan penatalaksanaan nyeri farmakologis dan

penatalaksanaan nyeri secara non-farmakologis dapat digunakan untuk

mengontrol nyeri agar sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan

tidak memanjang (Bobak, M,I, et al, 2005). Metode non-farmakologis

bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan ini diperlukan untuk

mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau

menit. Dalam hal ini, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama

berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasikan metode non

farmakologis dengan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif

untuk mengontrol nyeri. Pengendalian nyeri non-farmakologis menjadi

lebih murah, mudah, efektif dan tanpa efek yang merugikan (Potter, P, A

& Perry, G, 2005). Menurut Smeltzer & Bare (2001) penanganan nyeri

secara nonfarmakologis terdiri dari :

a. Masase kutaneus

Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering

dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien

lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.

26
b. Terapi panas

Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah

ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan

mempercepat penyembuhan.

c. Transecutaneus Elektrical Nerve Stimulaton (TENS)

TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor

tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada

serabut yang menstransmisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang

dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit

untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung

pada area nyeri.

d. Distraksi

Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan

nyeri, contoh : menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto

dengan kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan.

e. Imajinasi

Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal yang

lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.

f. Relaksasi

Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan

ketegangan, disamping itu relaksasi merupakan metode efektif untuk

mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronis.

27
3. Menurut Nail, Niven(2000) teknik relaksasi memerlukan 4 elemen dasar

yaitu :

a. Lingkungan yang tenang, individu biasanya disarankan memejamkan

matanya

b. Persiapan mental, dalam hal ini biasanya sebuah suku kata diulang

berkali-kali dalam hati atau dengan tonus suara rendah pada diri

sendiri. Sebaiknya menyarankan suku kata “satu” karena sederhana

dan netral. Tujuannya untuk mengurangi kekacauan.

c. Sifat pasif, pengalihan pikiran akan terjadi selama periode relaksasi.

Adalah penting untuk bersikap acuh dan berkonsentrasi pada teknik.

Namun, orang tidak harus memikirkan tentang bagaimana sebaiknya

menampilkan teknik tersebut.

d. Pengurangan tonus otot, individu harus duduk dalam posisi yang

nyaman

4. Menurut Nail, Niven (2000) ada beberapa teknik relaksasi yang bisa Anda

lakukan, di antaranya;

a. Relaksasi otot progresif. Pada teknik relaksasi ini, yaitu memfokuskan

diri dengan menegang-kendurkan setiap kelompok otot tubuh. Ini

akan membantu untuk berfokus pada jeda antara otot yang tegang dan

relaksasinya. Hal ini akan semakin menyadari sensasi fisik pada

tubuh. Contoh tegangkan otot pada jari-jari kaki selama 5 detik, lalu

kendurkan selama 30 detik. Lalu berpindahlah ke otot betis, dan

28
lakukan hal yang sama. Terus lakukan hal tersebut hingga ke tubuh

bagian atas.

b. Visualisasi. Dalam teknik ini, yaitu menggunakan gambar atau

bayangan mental untuk melakukan perjalanan ke tempat yang damai

dan menenangkan. Selama memvisualisasikan hal tersebut, cobalah

untuk menggunakan semua indera pada tubuh untuk ikut merasakan

apa yang dibayangkan. Kira-kira apa yang akan dirasa indera

pencium, perasa, penglihat, pendengar, dan pengecap. Saat melakukan

hal ini, sebaiknya cari tempat yang nyaman, jauh dari kebisingan, dan

pakai pakaian yang nyaman.

c. Relaksasi autogenic. Autogenic berarti sesuatu yang datang dari dalam

sendiri. Dalam teknik relaksasi ini, menggunakan kedua bayangan

visual dan kewaspadaan tubuh untuk mengurangi stres. Seperti para

pendoa yang terus mengucap mantra, ucapkan kata-kata yang

menenangkan atau kondisi yang diharapkan untuk mengendurkan otot

tegang, dan membantu pikiran lebih tenang. Membayangkan tempat

yang tenang juga akan membantu. Fokuskan diri untuk mengatur,

menenangkan diri dengan pernapasan, mengurangi detak jantung, atau

merasakan sensasi fisik yang berbeda, seperti mengendurkan otot

lengan dan kaki secara bergantian.

29
2.4 KONSEP RELAKSASI AUTOGENIC

2.4.1 Pengertian Relaksasi Autogenic

Pengertian teknik relaksasi autogenic merupakan suatu keadaan dimana

seseorang merasakan bebas mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik

relaksasi bertujuan agar individu dapat mengontrol diri ketika terjadi. rasa

ketegangan dan stres yang membuat individu merasa dalam kondisi yang tidak

nyaman (Potter, P, A & Perry, G, 2005). Relaksasi psikologis yang mendalam

memiliki manfaat bagi kesehatan yang memungkinkan tubuh menyalurkan energi

untuk perbaikan dan pemulihan, serta memberikan kelonggaran bagi ketegangan

akibat pola-pola kebiasaan (Goldbert, 2007).

Teknik relaksasi autogenic memberikan efek menenangkan pada tubuh

dan pikiran, dengan mengalihkkan perhatian pasien kepada relaksasi yang

bersumber dari diri sendiri sehingga dapat membuat pasien tidak fokus merasakan

nyeri (Aryanti, N,P, 2007). Menurut Mills & Budd (2000) teknik relaksasi

autogenic merupakan teknik relaksasi yang dilakukan oleh seorang individu

dengan konsentrasi pasif yang dikombinasikan dengan terapi psikologi tertentu

(misalnya, tangan merasa hangat dan berat) yang difasilitasi oleh sugesti diri

sendiri (Stetter, 2002).

Autogenic memiliki makna pengaturan sendiri, autogenic merupakan salah

satu contoh dari teknik relaksasi yang berdasarkan konsentrasi pasif dengan

menggunakan persepsi tubuh. Relaksasi autogenic merupakan relaksasi yang

bersumber dari diri sendiri dengan menggunakan kata-kata atau kalimat pendek

yang bisa membuat pikiran menjadi tenang. Widyastuti (2004) menambahkan

30
bahwa relaksasi autogenic membantu individu untuk dapat mengendalikan

beberapa fungsi tubuh seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan aliran darah.

Luthe (1969) dalam Kang et al (2009) mendefinisikan relaksasi autogenic sebagai

teknik atau usaha yang disengaja diarahkan pada kehidupan individu baik

psikologis maupun somatik menyebabkan perubahan dalam kesadaran melalui

autosugesti sehingga tercapailah keadaan rileks.

2.4.2 Manfaat Rekaksasi Autogenic

Menurut Potter dan Perry (2005) seseorang dikatakan sedang dalam

keadaan baik atau tidak, bisa ditentukan oleh perubahan kondisi yang semula

tegang menjadi rileks. Kondisi psikologis individu akan tampak pada saat

individu mengalami tekanan baik bersifat fisik maupun mental, setiap individu

memiliki respon yang berbeda terhadap tekanan, tekanan dapat berimbas buruk

pada respon fisik, psikologis serta kehidupan sosial seorang individu. Teknik

relaksasi dikatakan efektif apabila setiap individu dapat merasakan perubahan

pada respon fisiologis tubuh seperti penurunan tekanan darah, penurunan

ketegangan otot, denyut nadi menurun, perubahan kadar lemak dalam tubuh, serta

penurunan proses inflamasi. Teknik relaksasi memiliki manfaat bagi pikiran kita,

salah satunya untuk meningkatkan gelombang alfa (α) di otak sehingga

tercapailah keadaan rileks, peningkatan konsentrasi serta peningkatan rasa bugar

dalam tubuh (Potter, P, A & Perry, G, 2005). Teknik relaksasi autogenic mengacu

pada konsep baru. Selama ini, fungsi-fungsi tubuh yang spesifik dianggap berjalan

secara terpisah dari pikiran yang tertuju pada diri sendiri. Teknik relaksasi ini

membantu individu dalam mengalihkan secara sadar perintah dari diri individu

31
tersebut. Hal ini dapat membantu melawan efek akibat stress yang berbahaya bagi

tubuh. Teknik relaksasi autogenic memiliki ide dasar yakni untuk mempelajari

cara mengalihkan pikiran berdasarkan anjuran sehingga individu dapat

menyingkirkan respon stres yang mengganggu pikiran (Widyastuti, 2004).

2.4.3 Pengaruh Relaksasi terhadap tubuh

Dalam relaksasi autogenic, hal yang menjadi anjuran pokok adalah

penyerahan pada diri sendiri sehingga memungkinkan berbagai daerah di dalam

tubuh (lengan, tangan, tungkai dan kaki) menjadi hangat dan berat. Sensasi hangat

dan berat ini disebabkan oleh peralihan aliran darah (dari pusat tubuh ke daerah

tubuh yang diinginkan), yang bertindak seperti pesan internal, menyejukkan dan

merelaksasikan otot-otot di sekitarnya (Widyastuti, 2004). Relaksasi autogenic

akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui autosugesti untuk rileks

sehingga dapat mengendalikan pernafasan, tekanan darah, denyut jantung serta

suhu tubuh. Imajinasi visual dan mantra-mantra verbal yang membuat tubuh

merasa hangat, berat dan santai merupakan standar latihan relaksasi autogenic

(Varvogli, L, Darviri, C, 2011).

Sensasi tenang, ringan dan hangat yang menyebar ke seluruh tubuh

merupakan efek yang bisa dirasakan dari relaksasi autogenic. Tubuh merasakan

kehangatan, merupakan akibat dari arteri perifer yang mengalami vasodilatasi,

sedangkan ketegangan otot tubuh yang menurun mengakibatkan munculnya

sensasi ringan. Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah

relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek

32
menenangkan yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan

simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis (Oberg, 2009).

2.4.4 Tahapan kerja teknik relaksasi autogenic

Menurut Asmadi (2008) langkah-langkah relaksasi autogenic meliputi

1. Langkah pertama mengatur posisi tubuh, posisi berbaring maupun

bersandar ditempat duduk merupakan posisi tubuh terbaik saat melakukan

teknik relaksasi autogenik. Sebaiknya individu berbaring di karpet atau di

tempat tidur, kedua tangan di samping tubuh, telapak tangan menghadap

ke atas, tungkai lurus sehingga tumit dapat menapak di permukaan lantai.

Bantal yang tipis dapat diletakkan di bawah kepala atau lutut untuk

menyangga, asalkan tubuh tetap nyaman dan posisi tubuh tetap lurus.

Apabila posisi berbaring tidak mungkin untuk dilakukan, posisi dapat

diubah menjadi bersandar/duduk tegak pada kursi. Saat duduk jaga agar

kepala tetap sejajar dengan tubuh dan letakkan kedua tangan di pangkuan

atau di sandaran kursi. Calon penerima terapi harus melepaskan jam

tangan, cincin, kalung dan perhiasan yang mengikat lainnya serta

longgarkan pakaian yang ketat. Kemudian, langkah kedua merasakan

kehangatan, merasakan denyut jantung, latihan pernafasan, latihan

abdomen, latihan kepala dan langkah terakhir yaitu akhir latihan. Praktisi

teknik relaksasi autogenic mengulangi ungkapan kepada diri sendiri

seperti ungkapan kehangatan, ungkapan lamunan maupun ungkapan

pengaktifan.

33
Ungkapan kehangatan yang dipakai dalam relaksasi ini seperti “aku

merasa hening, kedua tanganku, lenganku terasa hangat dan berat”.

Ungkapan lamunan yang digunakan pada teknik relaksasi ini seperti“ jauh

di dalam pikiranku, aku merasakan kedamaian dan keheningan yang

menenangkan”. Ungkapan pengaktifan yang dapat digunakan dalam

relaksasi autogenic seperti “aku merasa kehidupan dan energi mengalir

melalui dada, kedua lengan, dan kedua tanganku”.

Gambar 2.4 posisi tiduran teknik relaksasi autogenic

Gambar 2.5 posisi duduk teknik relaksasi autogenic

2. Langkah kedua. Konsentrasi dan kewaspadaan, pernapasan dalam sambil

dihitung 1 hingga 7 dilakukan guna meyakinkan. Gerakan ini dilakukan

sebanyak 6 kali. Selanjutnya adalah tarikan dan hembusan napas dengan

34
hitungan 1 hingga 9, yang dilakukan sebanyak 6 kali. Ketika

menghembuskan napas perlu dirasakan kondisi yang semakin rileks dan

seolah-olah tenggelam dalam ketenangan. Latihan ini diulangi 3 kali

sehingga mendapatkan konsentrasi yang lebih baik dengan memfokuskan

pikiran pada pernafasan serta mengabaikan distraktor yang lain. Fokus

pada pernafasan dilakukan dengan cara memfokuskan pandangan pada

titik imajiner yang berada pada 2 inci (+ 2,5 cm) dari lubang hidung.

Latihan ini mempertahankan kondisi secara pasif untuk tetap

berkonsentrasi dan nafas dihembuskan melewati titik tersebut. Selama

latihan tetap mempertahankan irama nafas untuk tetap tenang, dan selalu

menggunakan pernafasan perut. Sasaran utama mempertahankan pikiran

terfokus pada pernafasan.

3. Langkah relaksasi dengan menggunakan basic six dan fokus pada

pernapasan dilakukan selama ± 10 menit. Kemudian setelah latihan nafas

dilanjutkan dengan pengalihan kepada kalimat “mantra” saya merasa

tenang dan nyaman berada di sini. Responden disugestikan untuk

memasukan kalimat tersebut ke dalam pikirannya dan diintruksikan supaya

tenggelam dalam ketenangan ketika mendengar kalimat tersebut. Akhir

dari relaksasi autogenic responden merasakan hangat, berat, dingin dan

tenang. Tahap akhir dari relaksasi ini responden diharapkan

mempertahankan posisi dan mencoba menempatkan perasaan rileks ini ke

dalam memori sehingga relaksasi autogenic dapat diingat saat merasa

nyeri.

35
4. Procedure :Waktu yang dibutuhkan untuk memberikan terapi relaksasi

autogenik yaitu 30 menit. Pelaksanaan pemberian terapi relaksasi

autogenik

5. Relaksasi Autogenik menurut Asmadi (2008) dalam bukunya berjudul

Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep aplikasi Kebutuhan Dasar klien

menulis langkah-langkah pelaksanaan teknik relaksasi autogenik sebagai

berikut.

6. Persiapan sebelum memulai latihan

a. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam

b. Atur napas hingga napas menjadi lebih lentur

c. Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil

katakan dalam hati “ aku merasa damai dan tenang “

7. Langkah 1 : Merasakan berat

a. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa

berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan

terasa kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali sambil

katakan “ aku merasa damai dan tenang sepenuhnya”.

b. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki

8. Langkah 2 : Merasakan kehangatan

a. Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan hangatnya

aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat, sambil

mengatakan dalam diri “aku merasa tenang dan hangat”

36
9. Langkah 3 : Merasakan denyut jantung

a. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut

b. Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang

sambil katakan “jantungku berdenyut dengan teratur dan tenang”

c. Ulangi 6 kali

d. Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang

10. Langkah 4 : Latihan pernapasan

a. Posisi kedua tangan tidak berubah

b. Katakan dalam diri “napasku longgar dan tenang”

c. Ulangi 6 kali.

Sebuah review meta-analisis Stetter (2002) dari 60 pelajar dari 35 negara,

ditemukan efek besar pada perbandingan untuk pre dan post intervensi teknik

relaksasi autogenic, efek menengah terhadap kelompok kontrol, dan tidak ada

efek bila dibandingkan dengan terapi psikologis yang lain. Relaksasi autogenic

efektif dilakukan selama 20 menit dan relaksasi autogenic dapat dijadikan sebagai

sumber ketenangan selama sehari (Kanji, 2006).

37
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Fraktur Penatalaksanaan Nyeri


- Farmakologi
- Non farmakologi :
Pembedahan / Operasi 1. Masase Kutaneus
2. Terapi panas
3. TENS
Nyeri Post-Op hari pertama 4. Distraksi
5. Imajanisasi
6. Relaksasi
a. Progesif otot

b. Visualisasi

c. Autogenic
Penurunan Skala Nyeri
Visual Analogue Scale (VAS)

Keterangan :

: di teliti : berpengaruh

: tidak diteliti

Gambar 3.1 : Kerangka konsep pengaruh tehnik relaksasi autogenic terhadap


penurunan tingkat nyeri

38
Nyeri setelah post operasi fraktur merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal

ini merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah

pembedahan, sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh,

dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi, Untuk

mengurangi nyeri secara non farmakologis salah satunya yaitu dengan tehnik

distraksi relaksasi autogenik.

3.2 Hipotesa Penelitian

Hipotesa adalah jawaban sementara dari suatu penelitian yang

kebenarannya dibuktikan dalam penelitian setelah melalui pembuktian dari hasil

penelitian maka hipotesis dapat benar atau juga salah, dapat diterima atau ditolak

(Notoadmojo, 2010).

H1 : “Ada pengaruh tehnik relaksasi autogenic terhadap penurunan tingkat nyeri”.

39
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh

proses penelitian (Nursalam, 2008). Peneliti menggunakan metode penelitian pra

eksperimen one group pretest-postest design. Penelitian ini dilakukan dengan cara

memberikan pretest (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan

intervensi, setelah itu diberikan intervensi berupa relaksasi autogenik, kemudian

dilakukan postest (pengamatan akhir) (Hidayat, 2007). Desain adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.1 Desain Penelitian Pengaruh Tehnik Relaksasi Autogenic Terhadap


Penurunan Tingkat Nyeri
Pretest Perlakuan Postest
O1 X O2
Keterangan :

1. O1 : Pretest (Tingkat Nyeri)

2. X : Perlakuan (Intervensi Teknik Relaksasi Autogenic)

3. O2 : Postest (Tingkat Nyeri)

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Arifin (2009) mendefinisikan populasi adalah keseluruhan subjek yang

diteliti dan menjadi sasaran generalisasi hasil-hasil penelitian, baik anggota

40
sampel maupun di luar sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

post operasi fraktur hari ke dua di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan

Juni-Juli 2019 rata-rata per bulan berjumlah 32 pasien.

4.2.2 Sampel

Menurut Arifin (2009) sampel penelitian adalah sebagian subjek yang

diambil dari keseluruhan subjek dalam suatu penelitian.Sampel dalam penelitian

ini adalah sebagian pasien post operasi fraktur, yang metode penetapan sampel

dengan memilih beberapa sampel tertentu yang dinilai sesuai dengan tujuan atau

masalah penelitian dalam sebuah populasi selama 1 bulan di RSUD dr Sayidiman

Magetan. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti yang

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Menurut Gay dalam

Umar dalam Elsa, (2015) jumlah sampel untuk penelitian eksperimental minimal

15 sampel). Besar sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus

perhitungan Slovin, yaitu :

N
n=
1 + N (d)2
n= 32 32
= = 24
1 + 32 (0,1) 2 1 + 0,32
Keterangan :

n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = Tingkat Signifikansi/kesalahan (0,1)

Maka peneliti membutuhkan sampel penelitian untuk 1 kelompok adalah

24 responden, yaitu untuk sebelum intervensi 24 responden, saat melakukan

intervensi 24 responden dan setelah melakukan intervensi 24 responden.

41
4.2.3 Kriteria Sampel

Penentuan kriteria Sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi

bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata

mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat

dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013).

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalak karakteristik umum subjek penelitian dari satu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013).

a. Pasien post operasi fraktur hari ke pertama.

b. Pasien yang mengalami nyeri post operasi fraktur setelah efek anastesi

hilang.

c. Pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2013).

a. Responden tidak kooperatif

4.3 Teknik Sampling

Sampling adalah menyeleksi dari populasi untuk dapat mewakili populasi

(Nursalam, 2013). Pada penelitian ini cara pengambilan sampel menggunakan

purposive sampling yaitu metode penetapan sampel dengan memilih beberapa

sampel tertentu yang dinilai sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian dalam

sebuah populasi (Nursalam, 2008).

42
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Populasi:
Semua pasien post operasi fraktur di RSUD dr. Sayidiman Magetan selama
bulan Juni – Juli 2019 rata-rata per bulan berjumlah 32 pasien.

Sampel :
Sebagian pasien post operasi fraktur yang kebetulan ditemui peneliti selama 1
bulan di RSUD dr. Sayidiman Magetan sejumlah 24 pasien

Sampling :
Purposive sampling

Desain Penelitian :
pra eksperimen one group pretest-posttest design

Variabel
Variabel Bebas : Variabel Terikat :
Relaksasi autogenik Tingkat nyeri pasien post op
fraktur

Pengumpulan Data
Lembar observasi

Pengolahan data dan Analisis


Editing, Scoring, Coding, Tabulating.
Paired t-test dengan α=0,05

Penyajian Data
Tabel, diagram dan narasi

Pelaporan Hasil
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh Tehnik Relaksas Terhadap Penurunan Tingkat
Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Di RSUD dr. Sayidiman Magetan

43
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah objek-objek atau gejala-gejala yang menjadi interest

peneliti untuk menelitinya Arifin (2009). Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan 2 variabel yaitu :

1. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulanya variabel dependen (terikat).Variabel ini juga

dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi

variabel lain (Hidayat, 2007). Variabel independen pada penelitian ini

adalahtehnik relaksasi autogenik.

2. Variabel Dependent

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas

terhadap perubahan. Variabel ini juga disebut sebagai variabel efek, hasil,

outcome, atau event (Hidayat, 2007). Variabel dependen pada penelitian

ini adalah penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati,sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena

(Hidayat, 2007).

44
Tabel 4.2 Definisi Operasional Pengaruh Pengaruh Tehnik Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien
Post Operasi Fraktur Elektif Di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor
Independent : Suatu tehnik untuk 1. Posisi rileks - Inform - -
Relaksasi Autogenik mengalihkan fokus 2. Konsentrasi pernafasan Consent
pasien nyeri post 3. Mengungkapkan Kehangatan - SOP
operasi fraktur dari dan rileks
rasa sakit yang
akan muncul tiba-
tiba.

Dependent: Perubahan rasa 1. Pernyataan verbal yang - Lembar Numeric Nyeri Ringan : 1-3
perubahan nyeri merupakan menyatakan penilaian nyeri observasi Nyeri Sedang : 4-7
penurunan tingkat pengalaman sensori post operasi fraktur - Skala Nyeri Hebat : 8-10
nyeri dan emosional yang - (nyeri ringan) secara obyektif (VAS)
tidak klien tidak menyeringai & Visual
menyenangkan mendesis dapat menunjukan
Analogue
akibat nyeri yang lokasi nyeri.
berhubungan luka - (nyeri sedang) : klien dapat Scale
insisi bekas operasi mengontrol nyeri secara
fraktur. terus menerus, berbicara
tidak begitu lancar.
- (nyeri hebat) klien sudah tidak
mampu lagi berkomunikasi,
memukul, tidak terkontrol.
45
4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Saryonto,

2011). Jenis instrumen penelitian dapat berupa : angket, checklist, pedoman

wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaan laboratorium dan lain-lain

(Saryono, 2011). Instrumen dalam penelitian ini untuk variabel independen

(relaksasi autogenik) adalah menggunakan inform consent, standart operasiaonal

prosedur (SOP) dan lembar observasi untuk variabel dependen (tingkat nyeri)

menggunakan lembar observasi dan Skala VAS (Visual Analogue Scale).

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan

Juni- Juli 2019.

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Mengurus perijinan dan persetujuan penelitian kepada Ketua STIKES

Bhakti Husada Mulia Madiun, setelah itu koordinasi dengan bagian

pelayanan RSUD dr Sayidiman Magetan untuk disampaikan kepada

Direktur RSUD dr Sayidiman Magetan.

2. Kemudian untuk melakukan penelitian, peneliti meminta perijinan kembali

kepada Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, lalu ke

BAKESBANGPOL Kota Magetan. Setelah mendapatkan surat perijinan

46
dari BAKESBANGPOL, selanjutnya mengurus perijinan kepada Direktur

RSUD dr Sayidiman Magetan.

3. Setelah semua surat izin penelitian sudah didapatkan, peneliti datang

secara langsung ke IRNA III Orthopedi RSUD dr Sayidiman Magetan.

Selanjutnya peneliti menetapkan responden sejumlah 24, lalu peneliti

memberikan penjelasan sebelumnya kepada calon responden tentang

tujuan penelitian dan bila bersedia responden dipersilahkan untuk

menandatangai lembar persetujuan (Inform Consent).

4. Penelitian dilakukan dengan melalui ijin kepala ruang IRNA III Orthopedi

RSUD dr Sayidiman Magetan peneliti akan di infokan melalui pesan

singkat jika terdapat responden yang siap untuk di lakukan penelitian.

5. Peneliti melakukan penelitian melalui kegiatan observasi terstruktur

kepada responden, meliputi nama, jenis kelamin, usia, pendidikan,

pekerjaan, hasil data pretest-postest. Alur pelaksanaanya adalah pasien

post operasi fraktur diukur tingkat nyeri sebelum dilakukan relaksasi

autogenik data di gunakan sebagai data pretest dan mengukur tingkat

nyeri sesudah dilakukan relaksasi autogenic data dilakukan sebagai data

postest. Masing-masing perlakuan dilakukan selama 15 menit.

6. Setelah kegiatan penelitian selesai, baru seluruh data dikumpulkan dan

dimulai pengolahan data sampai penerapan uji statistic.

47
4.9 Pengolahan data dan Teknik Analisa Data

4.9.1 Pengolahan Data

Pengolah data merupakan salah satu langkah yang penting.Hal ini

disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah,

belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap untuk disajikan

(Notoatmojo, 2012). Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap

sebagai berikut :

1. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan.Apabila

ada data-data yang belum lengkap, jika memungkinkan perlu dilakukan

pengambilan data ulang untuk melengkapi data-data tersebut. Tetapi

apabila tidak memungkinkan, maka data yang tidak lengkap tersebut tidak

diolah atau dimasukkan dalam pengolahan „data missing’.

2. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan rincian jawaban dari responden

dengan memberikan kode. Pada penelitian ini hasil dari scoring diberikan

kode antara lain:

a. Nyeri ringan : kode 1

b. Nyeri sedang : kode 2

c. Nyeri hebat : kode 3

48
3. Scoring

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu dilakukan

pengolahan data, tetapi sebelumnya setiap item pertanyaan diberi skor

sebagai berikut :

a. 1-3 = Nyeri Ringan

b. 4-7 = Nyeri Sedang

c. 8-10 = Nyeri Hebat

4. Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012) :

4.10 Teknik Analisa Data

Data yang telah diolah baik pengolahan secara manual maupun

menggunakan komputer, tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis. Menganalisis

data tidak sekedar mendeskripsikan dan menginpretasikan data yang diolah.

Keluaran akhir dari analisis data harus memperoleh makna atau arti dari hasil

penelitian.

4.10.1 Analisa Univariat

Analisa Univariat adalah analisis yang digunakan terhadap tiap variabel

dari hasil penelitian (Notoatmojo, 2012). Untuk menganalisa Pengaruh tehnik

relaksasi autogenik terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi

fraktur di RSUD dr Sayidiman Magetan Penyajiannya dalam bentuk distribusi dan

prosentase dari tiap variable. Analisa ini akan menggunakan SPSS 16 for

Windows.

49
1. Data Umum

a. Distribusi Frekuensi

Distribusi Frekuensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

jenis Fkelamin dalam bentuk distribusi dan presentasi menggunakan

rumus :
Keterangan :
∑ P = Prosentase
∑F = Frekuensi responden
N = Total responden

Menurut Sudoyo A,W, Setiyohadi B, Alwi I, & Setiati (2009),

hasil pengolahan data di interpretasikan menggunakan Visual

Analogue Scale (VAS) sebagai berikut :

No Pain :0

Nyeri Ringan : 1-3

Nyeri Sedang : 4-7

Nyeri Hebat : 8-10


b. Tendensi Sentral

Pengukuran statistik untuk menentukan skor tunggal yang

menetapkan pusat dari distribusi. Tujuan tandensi adalah untuk

menemukan skor single yang paling khusus atau paling representative

dalam kelompok (Gravetter & Wllnau, 2007).

2. Data Khusus

a. Variabel Independen

Data dari Variabel Independen Tehnik relaksasi autogenik

menggunakan lembar SAP (Satuan Acara Penyuluhan) yang

mencakup Persiapan relaksasi autogeniki.

50
b. Variabel Dependen

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu

dilakukan pengolahan data. Hasil observasi dapat diinterprestasikan

sebagai berikut :

1) 1-3 = Nyeri Ringan


2) 4-7 = Nyeri Sedang
3) 8-10 = Nyeri Hebat
4.10.2 Analisa Bivariat

Analisa Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berpengaruh atau berkolerasi (Notoadmojo, 2012). Metode analisis

statistik yang digunakan adalah uji statistik Uji – t berpasangan (paired t-test)

adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak

bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang

berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan

yang berbeda.Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap

memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data

dari perlakuan kedua. Sebelum menggunakan teknik analisis Uji-T sampel

berpasangan, peneliti terlebih dahulu harus menguji normalitas distribusi, Jika

data tersebut berdistribusi normal maka dapat digunakan teknik analisis Uji-T.

Dan sebaliknya jika data berdistribusi tidak normal maka tidak dapat

menggunakan Uji-T, sebagai penggantinya adalah dengan menggunakan

Wilcoxon Signed Rank Test. dasar pengambilan keputusan dalam uji wilcoxon jika

nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih kecil dari < 0,05, maka Ha diterimal, sebaliknya,

jika nilai Asymp.sig. (2-tailed) lebih dari > 0,05, maka ha ditolak.

51
4.11 Etika Penelitian

Dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan atau kelompok apa pun,

manusia tidak terlepas dari etika atau moral. Demikian juga dalam kegiatan

keilmuan yang berupa penelitian, manusia sebagai pelaku penelitian dengan

manusia lain sebagai objek penelitian juga tidak terlepas dari etika atau sopan

santun. Dalam hubungannya anatar kedua belah pihak, masing-masing terikat

dalam hak dan kewajibannya. Pelaku penelitian atau peneliti dalam menjalankan

tugas meneliti atau melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap

ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian meskipun

mungkin penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau membahayakan

bagi subjek penelitian (Nugroho, 2012).

4.11.1 Prinsip Penelitian

1. Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh

sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas

dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti seyogyanya cukup menggunakan

coding sebagai pengganti identitas responden (Nugroho, 2012).

2. Prinsip Keadilan dan Keterbukaan (Respect for Justice an Inclusiveness)

Menurut peneliti di dalam hal ini menjamin bahwa semua subjek

penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

52
membedakan jender, agama ,etnis, dan sebagainya. serta perlunya prinsip

keterbukaan dan adil pada kelompok perlakuan dan kontrol.

3. Prinsip Manfaat (Benefit)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat

semaksimalmungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek

penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi

dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan

penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit,

cidera, stress, maupun kematian subjek penelitian (Nugroho, 2012).

53
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian

RSUD dr. Sayidiman Magetan merupakan rumah sakit kelas C milik

Pemkab, letaknya berada di Kabupaten Magetan, Jalan Pahlawan No.2, Tambran

Magetan. RSUD dr. Sayidiman menyediakan berbagai jenis pelayanan medis

umum dan spesialistik, termasuk pelayanan penunjang medis serta sebagai sarana

pendidikan dan penelitian. RSUD dr Sayidiman Magetan mempunyai layanan

unggulan dalam Bidang Pav. Wijaya Kusuma, trauma Center IGD Terpadu.

Rumah Sakit ini mempunyai luas tanah 39.000 m dengan luas bangunan 14360 m.

Penelitian ini berada di IRNA III Orthopedi RSUD dr.Sayidiman Magetan.

Kepala Ruangan IRNA III Orthopedi RSUD dr.Sayidiman Magetan adalah Didik

Suyadi,.S.Kep,.Ners. Perawat di IRNA III Orthopedi berjumlah 21 orang.

Terdapat 24 bed dalam ruangan untuk pasien rawat inap post op fraktur.

5.2 Data Umum

5.2.1 Analisa Data Univariat

Analisa Univariat adalah analisis yang digunakan terhadap tiap variabel

dari hasil penelitian (Notoatmojo, 2012). Untuk menganalisa Pengaruh tehnik

relaksasi autogenik terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi

fraktur di RSUD dr Sayidiman Mage tan Penyajiannya dalam bentuk distribusi

dan prosentase dari tiap variable. Analisa ini akan menggunakan SPSS 16 for

Windows.

54
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis


kelamin di IRNA III Orthopedi RSUD dr.Sayidiman Magetan
pada bulan Juni - Juli 2019
No Jenis Kelamin Frekuensi ( f ) Persentase ( % )
1. Laki-laki 9 37,5
2. Perempuan 15 62,5
Total 24 100
Sumber : Data umum responden penelitian di IRNA III Orthopedi RSUD dr. Sayidiman
Magetan.

Pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah

perempuan sebanyak 15 responden.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia


di IRNA III Orthopedi RSUD dr.Sayidiman Magetan pada
bulan Juni - Juli 2019
Min
No Variabel Mean Modus Median
Max
1. Usia 44 26 43 26
64
Sumber : Data umum responden penelitian di IRNA III Orthopedi RSUD dr. Sayidiman
Magetan.

Pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden yang

mengalami nyeri 44 tahun. Sebagian besar yang mengalami nyeri usia 26

tahun sedangkan yang tertua usia 64 tahun. Di IRNA III Orthopedi RSUD

dr.Sayidiman Magetan.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan


pendidikan terakhir di IRNA III Orthopedi RSUD dr.
Sayidiman Magetan pada bulan Juni - Juli 2019
No Pendidikan Terakhir Frekuensi ( f ) Persentase ( % )
1. SD 1 4,17
2. SMP 13 54,16
3. SMA 7 29,16
4. S-1 3 12,50
Total 24 100
Sumber : Data umum responden penelitian di IRNA III Orthopedi RSUD dr.Sayidiman
Magetan.

55
Pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berpendidikan terakhir SMP sebanyak 13 responden dan sebagian kecil

responden berpendidikan terakhir SD sebanyak 1 responden.

4. Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Sebelum Perlakuan Relaksasi


Autogenik

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri Pasien Post
Operasi Fraktur Sebelum Perlakuan Relaksasi Autogenik
Tingkat Nyeri Frekuensi (f) Persentase (%)
Ringan 3 12,5
Sedang 21 87,5
Total 24 100

Berdasarkan hasil penelitian tingkat nyeri pasien post operasi fraktur

sebelum terapi relaksasi autogenic diperoleh bahwa nyeri sedang sebanyak

21 orang.

5. Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Setelah Perlakuan Relaksasi


Autogenic

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri Pasien Post
Operasi Fraktur Setelah Perlakuan Relaksasi Autogenik
Tingkat Nyeri Frekuensi (f) Persentase (%)
Ringan 19 79,2
Sedang 5 20,8
Total 24 100

Berdasarkan hasil penelitian tingkat nyeri pasien post operasi fraktur

setelah terapi relaksasi autogenik diperoleh bahwa nyeri ringan sebanyak

19 orang dan sebanyak 5 orang mengalami nyeri sedang.

56
5.3 Data Khusus

5.3.2 Analisa Data Bivariat

Analisa Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berpengaruh atau berkolerasi (Notoadmojo, 2012). Analisa bivariat ini

bertujuan untuk menggambarkan variable independen responden yaitu Terapi

Relaksasi Autogenik dan variable dependen yaitu Penurunan Skala Nyeri

menggunakan rumus distribusi frekuensi dengan sistem komputerisasi.

1. Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenik terhadap Penurunan Tingkat Nyeri

Tabel 5.7 Uji Normalitas Pengaruh Teknik Rel aksasi Autogenik terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Pre .275 24 .000 .860 24 .003
Post .256 24 .000 .874 24 .006
a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 5.8 Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap Penurunan


Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur sebelum dan
setelah perlakuan
Test Statisticsb
Post – Pre
Z -4.352a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji Paired T-Test

program SPSS versi 16.0 ini diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) maka uji

normalitas Paired T-Test tidak terdistribusi normal. Maka peneliti

57
menggunakan alternatif uji Wilcoxon dengan hasil nilai dapat diketahui

hasil didapatkan hasil nilai p= 0,000 ( p < 0,05) maka Ho ditolak. Dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi autogenic terhadap

penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Sebelum Perlakuan


Relaksasi Autogenic

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik nyeri pada sebelum perlakukan

relaksasi autogenik didapatkan nyeri sedang 21 orang dan nyeri ringan 3 orang.

Rata-rata nyeri dialami oleh perempuan dan usia antara 26 tahun. Nyeri pada

pasien post operasi fraktur tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah usia, jenis kelamin, kebudayaan,

makna nyeri, perhatian dan anisetas Potter, P, A & Perry, G 2006 dalam Nuryati

2015). Dalam penelitian ini dijelaskan beberapa faktor pencetus nyeri salah satu

nya adalah jenis kelamin, perempuan cenderung subjektif dalam menilai nyeri,

Sedangkan secara teori menyatakan laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih

rendah (kurang mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara berlebihan)

dibandingkan wanita (Black & Hawks, 2014; Smeltzer & Bare, 2012). Beberapa

kebudayaan menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak

boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam

situasi yang sama Potter, P, A & Perry, G 2006 dalam Nuryati, 2015).

Perbedaan hormonal antara pria dan perempuan diduga juga

mempengaruhi respons terhadap rasa nyeri. Jika nyeri pada laki-laki lebih banyak

58
direspons secara fisik, pada perempuan nyeri bisa mempengaruhi emosi dan

suasana hati (mood) Potter, P, A & Perry, G 2006 dalam Nuryati, 2015). Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2014) bahwa

responden perempuan lebih banyak melaporkankan nyeri sedang sedangkan

responden laki-laki mayoritas hanya melaporkan nyeri ringan.

Faktor lain yang juga mempengaruhi nyeri adalah usia. Hasil penelitian

ditemukan bahwa rata-rata usia adalah 26-45 tahun. Pada usia tersebut responden

banyak mengalami perubahan dan kemunduran fisik, pada sistem integument

terjadi penurunan lapisan sub kutan, perbaikan sel epidermis lebih lambat akan

menimbulkan nyeri lebih lama pada lansia (Mickey S dan Patricia GB, 2007).

Hasil penelitian yang menunjukan bahwa intensitas nyeri lebih tinggi pada pasien

usia lebih tua daripada pasien dewasa muda, sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Melton et al., (2008) Dapat disimpulkan bahwa data ini

menunjukkan bahwa hubungan rasa nyeri atau gangguan lebih lemah pada orang

lebih muda dibandingkan orang yang lebih tua. Sedangkan secara teori

menyatakan lanjut usia (lansia) berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan

cara berespon orang yang berusia lebih muda (Smeltzer & Bare, 2012).

Beberapa faktor yang memengaruhi respon orang tua antara lain orang tua

berpendapat bahwa nyeri yang terjadi merupakan sesuatu yang harus mereka

terima (Herr & Mobily, 1991, dalam Potter & Perry 2006 ) kebanyakan orang tua

takut terhadap efek samping obat dan menjadi ketergantungan, sehingga mereka

tidak melaporkan nyeri atau menanyakan obat untuk menghilangkan nyeri

(Brown, 2004, dalam Lemone & Burke, 2008).

59
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan rasa

depresi, isolasi hubungan sosial, ketidakmampuan dan dapat juga menyebabkan

lamanya proses penyembuhan nyeri dan gangguan tidur (Cavaliery, 2002). Salah

satu dari penatalaksnanaan nyeri adalah farmakologi dengan memberikan obat –

obtan pereda nyeri dan non farmakologi salah satunya adalah tehnik relaksasi

autogenik.

5.4.2 Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Setelah Perlakuan


Relaksasi Autogenic

Hasil penelitian tabel 5.7 karakteristik nyeri setelah perlakuan teknik

relaksasi selama 1 x 15 menit autogenic didapatkan nyeri ringan 19 orang dan

nyeri sedang 5 orang, dengan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai

p<0,05, berarti terdapat penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur

yang signifikan antara sebelum relaksasi autogenic dengan setelah relaksasi

autogenik yang berarti terdapat pengaruh teknik relaksasi autogenic terhadap

penurunan tingkat nyari pada pasien post operasi fraktur.

Teknik relaksasi autogenic merupakan suatu keadaan dimana seseorang

merasakan bebas mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi

autogenic memberikan efek menenangkan pada tubuh dan pikiran, dengan

mengalihkkan perhatian pasien kepada relaksasi yang bersumber dari diri sendiri

sehingga dapat membuat pasien tidak fokus merasakan nyeri (Aryanti, N,P, 2007).

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap

nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi individu. Hal ini sesuai dengan teori yang

mengatakan individu yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang negatif

cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat

60
berbalik menjadi rasa marah, frustasi dan rasa lelah. Rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan

koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita

penyakit dalam jangka waktu yang lama (Potter dan Perry 2005 dalam Nuryati,

2015). Sebaliknya pada individu yang memiliki persepsi nyeri sebagai

pengalaman positif akan menerima nyeri yang dialaminya (Tamsuri, 2012).

Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dengan judul

Pengaruh Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Ibu Post

Operasi Sectio Saecarea. Persamaan : variabel bebas yang diteliti yaitu Terapi

Relaksasi Autogenik, variabel terikat yang diteliti yaitu Penurunan Skala Nyeri.

Perbedaan : objek yang diteliti, penelitian sebelumnya menggunakan pasien post

operasi Sectio Saesarea dan penelitian ini menggunakan pasien post operasi

fraktur (Nuryati, 2015).

Dapat di ketahui bahwa ada pengaruh relaksasi autogenic terhadap

perubahan tingkat nyeri pasien post op fraktur di IRNA III Orthopedi RSUD dr

Sayidiman Magetan.

5.4.3 Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap Penurunan Tingkat


Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur

Berdasarkan hasil penelitian tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur

yaitu sebelum dan setelah diberi perlakuan teknik relaksasi autogenic yang

dianalisa dengan uji wilcoxon, didapatkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan

bahwa nilai p<0,05, berarti terdapat penurunan tingkat nyeri pada pasien post

operasi fraktur yang signifikan antara sebelum relaksasi autogenic dengan setelah

61
relaksasi autogenik yang berarti terdapat pengaruh teknik relaksasi autogenic

terhadap penurunan tingkat nyari pada pasien post operasi fraktur.

Dalam relaksasi autogenic, hal yang menjadi anjuran pokok adalah

penyerahan pada diri sendiri sehingga memungkinkan berbagai daerah di dalam

tubuh (lengan, tangan, tungkai dan kaki) menjadi hangat dan berat. Sensasi hangat

dan berat ini disebabkan oleh peralihan aliran darah (dari pusat tubuh ke daerah

tubuh yang diinginkan), yang bertindak seperti pesan internal, menyejukkan dan

merelaksasikan otot-otot di sekitarnya (Widyastuti, 2004). Relaksasi autogenic

akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui autosugesti untuk rileks

sehingga dapat mengendalikan pernafasan, tekanan darah, denyut jantung serta

suhu tubuh. Imajinasi visual dan mantra-mantra verbal yang membuat tubuh

merasa hangat, berat dan santai merupakan standar latihan relaksasi autogenic

(Varvogli, L, Darviri, C, 2011).

Sensasi tenang, ringan dan hangat yang menyebar ke seluruh tubuh

merupakan efek yang bisa dirasakan dari relaksasi autogenic. Tubuh merasakan

kehangatan, merupakan akibat dari arteri perifer yang mengalami vasodilatasi,

sedangkan ketegangan otot tubuh yang menurun mengakibatkan munculnya

sensasi ringan. Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah

relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek

menenangkan yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan

simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis (Oberg, 2009).

Pada penelitian ini, untuk meminimalkan adanya pengaruh perlakukan

yang lain terhadap penerapan relaksasi autogenik maka dianjurkan bagi semua

62
responden untuk tidak melakukan tindakan apapun seperti mengoleskan minyak

kayu putih, balsem dan juga mengkonsumsi obat - obatan penurun nyeri selama

menjadi responden penelitian. Dimana hal tersebut dapat berpengaruh terhadap

tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur dan dapat membiaskan hasil

penelitian.

Dapat di ketahui bahwa ada pengaruh relaksasi autogenic terhadap

perubahan tingkat nyeri pasien post op fraktur di IRNA III Orthopedi RSUD dr

Sayidiman Magetan.

63
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian penurunan tingkat nyeri pada pasien post

operasi fraktur sebelum perlakuan teknik relaksasi autogenic diperoleh

bahwa responden mengalami nyeri sedang sejumlaj 5 orang 20,8%.

2. Berdasarkan hasil penelitian pengaruh teknih relaksasi autogenik terhadap

penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur setelah perlakuan

teknik relaksasi autogenic diperoleh bahwa responden mengalami nyeri

ringan 19 orang 79,2%.

3. Ada pengaruh relaksasi autogenic terhadap perubahan tingkat nyeri pasien

post op fraktur di IRNA III Orthopedi RSUD dr Sayidiman Magetan

dengan nilai p< 0,05 ,dengan uji Wilcoxon p=0,000 menunjukan terdapat

penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur yang signifikan

antara sebelum dilakukan teknik relaksasi autogenic dengan setelah

dilakukan perlakuan teknik relaksasi autogenic. Dengan demikian Ho

ditolak dan Ha diterima.

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan setelah menyelesaikan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

64
1. Bagi institusi tempat penelitian Rumah Sakit.

Setelah mengetahui hasil penelitian yang telah dilakukan daharapkan

RSUD terus mengembangkan fasilitasnya salah satunya menambahkan

fasilitas tehnik autogenic dalam pelayannan nyeri, dan para perawat

diharapkan lebih sering memberikan terapi relaksasi autogenic sebagai

intervensi keperawatan khususnya pada pasien post op fraktur untuk

mengurangi skala nyeri pada pasien.

2. Bagi Institusi Pendidikan Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat keselarasan antara teori

dan hasil penelitian dan dapat menambah sumber referensi dan daftar

pustaka untuk Stikes Bhakti Husada Madiun berkaitan dengan pengaruh

terapi relaksasi autogenic dengan penurunan tingkat nyeri pada pasien post

op fraktur.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan lebih lanjut dengan menggunakan sampel

yang lebih besar dan frekuensi latihan yg lebih banyak sehingga hasil

akan lebih maksimal. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan

pengembangan penelitian dengan pembanding kelompok intervensi dan

kontrol serta mengenai perbandingan dari beberapa intervensi dalam

menurunkan tingkat nyeri sehingga dapat dilihat perlakuan atau intervensi

mana yang berpengaruh besar dalam menurunkan tingkat nyeri tersebut

sehingga bisa diterapkan kepada para pasien.

65
4. Bagi Responden

Diharapkan bagi pasien yang mengalami nyeri dapat mengimplemtasikan

tehnik relaksasi autogenic dengan mudah.

66
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. (2009). Metodelogi Penulisan Pendidikan Filosofi Teori dan Aplikasi.


Surabaya : Lentera Cendikia.

Aryanti, N.P. (2007). Terapi Modalitas Keperawatan. Jakarta : Balai Penerbit


FKUI.

Asmadi. (2008). Konsep Das ar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Berman, Snyder, Kozier, Erb. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier &
Erb. Edisi 5, Jakarta: EGC

Briggs, E. (2010). Understanding The Experience and Physiology of Pain,


Nursing Standar, (diakses 18 Mei 2017).

Bruner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Bedah. Edisi 8 Volume 2.
Jakarta : EGC.

. (2005). Buku Ajar Keperawatan Bedah. Edisi 8 Volume 2.


Jakarta : EGC.

Harahap, I, A. (2007). The Relations Among Pain Intensity, Pain Acceptance And
Pain Behavior In Patients With Chronic Cancer Pain In Medan, Indonesia.
Thailand: Copyright of Prince of Songkla University

Hidayat, A. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan


Proses Keperawatan Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

. (2007). Metodelogi Penulisan Keperawatan dan Teknik Analisa


Data, Jakarta : Salemba Medika.

Kang, et al. (2009). Effect of Biofeedback Assissted Autogenic Training on


Headache Activity and Mood States in Korean Female Migraine Patients.
Journal Korean Medicine Sciences Vol. 24: 936-40.

Kisner & Colby. (2007). Therapeutic Exercise, Foundations and Techniques, 5th
Ed, Philadelphia : Davis Company.

Lemone, P., & Burke, M.K. (2008). Medicalsurgical nursing: Critical thinking in
clien care. New Jersey: Pearson Education Inc.

Long, B,C. (1996). Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, Jakarta: EGC.

67
Majid. (2011). Keperawatan Perioperatif, Edisi 1. Yogyakarta: Goysen
Publishing.

Molton, et al. (2008). Phantom limb pain and pain interference in adults with
lower extremity amputation: The moderating effects of age.
http://search.proquest.com/docview/614 493509/abstract, (diakses 22 Sept
2019).

Nail, Niven. (2000). Editor Monica Ester. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk
Perawat dan Profesi Kesehatan Lain, Edisi 2, Jakarta : EGC.

Notoatmodjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka


Cipta.

. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nurarif. A.H. dan Kusuma.H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, Jogjakarta:
MediAction.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


Salemba Medika.

Nuryati, Nung Ati. (2015). Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pada Ibu Post Operasi Sectio Saecare. Jurnal Skolastik Keperawatan.
Universitas Advent Indonesia,
https://www.neliti.com/id/publications/130503/relaksasi-autogenik-terhadap
penurunan-skala-nyeri-pada-ibu-post-operasi-sectio.

Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep Proses dan
Praktik, Edisi 4.Volume 2. EGC : Jakarta.

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Alih
Bahasa, dr. Brahm U, Penerbit, Jakarta : EGC.

Ratna, Desi. (2017). Penyakit Muskolokeletal, https://www.academia.edu/


11292648/ORIF-OREF?auto=download (diakses 14 Juni 2017).

Roper. (2002). Prinsip-prinsip keperawatan, Yogyakarta : Essentia.

Ropyanto, C. B. (2013). Analisis faktor - faktor yang Berhubungan dengan Status


Fungsional Paska Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Fraktur

68
Ekstremitas. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah, Volume 1, Nomor : 2,
Mei 2017:81-90.

Sandika Gedara, Sandika Gunnapana Gedara, Gunnapana, Kauppinen, Roosa-


Maria, Le Louarn, Silvain. (2015). “Post-Operative Pain Management
Methods and Nursing Role in The Relief of Pain of Total Knee Replacement
Patients”, (diakses 13 Mei 2017).
Sjamsuhidajat & Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Volume 2, Edisi 8, Jakarta : EGC.

Sommer et al. (2008). “The Prevalance of Postoperative Pain in A Sample of


1490 Surgical Inpatients”, European Journal of Anaesthesiology page 267-
274,http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online
& aid=1807808&fileId=S0265021507003031, (diakses 13 Mei 2017).

Sudoyo AW. (2009) Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Jakarta: Interna, 1873-85.

Suyatno. (2010). Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat.


http://www.suyatno.blog.undip.ac.id (diakses 20 Juli 2017).

Suyanto. (2010). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Prenada Media Group.

TamsuriA. (2007). Konsep Dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC.

The World Health Report 2012, “Global Health Indicatore Fraktur”,


http://www.who.int/healthinfo/EN-WHS2012-Part3.pdf?ua=1, (diakses 13
Mei 2017)

Varvogli L, Darviri C. 2011, “Stress Management Techniques”: Evidence-based


Procedures That Reduce Stress and Promote Health.
https://www.researchgate.net/publication/236685932-Stress-Management-
Techniques-evidence-based-procedures-that-reduce-stress-and-promote-
health-Varvogli-L-Darviri-C, (diakses 10 Mei 2017)

Widyastuti. (2004). dalam Limbong, M. 2014. Buku Panduan Relaksasi


Autogenik. Medan: Universitas Sumatera Utara.

World Health Organization. (2012). “A world wide report on road traffic injury
prevention”, http://eprints.ums.ac.id/30916/2/BAB-I.pdf, (diakses 13 Mei
2017).

69
Lampiran 1

LEMBAR PENGESAHAN JUDUL

70
Lampiran 2

SURAT-SURAT SURVEY DAN PENELITIAN

71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
Lampiran 3

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN

81
82
Lampiran 4

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Calon Responden
Di Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun,
Nama : Anugrah Hani Ari Wibowo
Nim : 201302007
Bermaksud melakukan penelitian tentang “Pengaruh Teknik Relaksasi
Autogenic Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur
di IRNA III Orthopedi RSUD dr. Sayidiman Magetan”. Sehubungan dengan ini,
saya mohon kesediaan saudara/i untuk bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang akan saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi saudara akan sangat
kami jaga dan informasi yang akan saya gunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan saudara saya
ucapkan terimakasih.

Magetan, Juni 2019


Peneliti,

Anugrah Hani Ari Wibowo


NIM : 201302007

83
Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam pengambilan data atau sebagai

responden pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa “Program Studi S1

Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun” bernama Anugrah Hani Ari

Wibowo yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenic terhadap

Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur di IRNA III Orthope

di RSUD dr. Sayidiman Magetan”.

Saya mengetahui bahwa informasi yang saya berikan ini besar manfaatnya bagi

peningkatan ilmu keperawatan dan akan dijamin kerahasiaannya,

Magetan, Juni 2019


Responden

( )

84
Lampiran 6

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN


di IRNA III Orthopedi RSUD dr SAYIDIMAN MAGETAN
POS ∆ Pre-
NO NAMA JK USIA PENDIDIKAN PEKERJAAN PRE
T Post
1 Ny M P 50 SD Pedagang 4 1 3
2 Tn D L 55 SMA IRT 2 1 1
3 Tn D L 29 SMP Pedagang 6 5 1
4 Ny S P 46 SMA PNS 4 3 1
5 Ny R P 46 SMA PNS 4 2 2
6 Ny S P 37 SMP Pedagang 4 2 2
7 Ny Y P 39 SMP Pedagang 4 2 2
8 Tn L L 55 S-1 PNS 4 3 1
9 Ny Y P 36 SMP Pedagang 4 1 3
10 Ny Y P 36 SMP Pedagang 5 3 2
11 Sdr R L 26 S-1 PNS 2 1 1
12 Ny T P 41 SMP Pedagang 5 4 1
13 Ny G P 39 SMP Pedagang 5 4 1
14 Ny H P 29 SMP Pedagang 5 1 4
15 Tn A L 38 SMP Pedagang 4 2 2
16 Ny S P 36 SMP Pedagang 4 1 3
17 Ny I P 50 SMP IRT 5 2 3
18 Tn A L 46 SMA IRT 4 2 2
19 Tn S L 47 SMA Swasta 6 5 1
20 Ny S P 54 SMA PNS 5 3 2
21 Ny M P 56 SMA PNS 5 4 1
22 Tn B L 36 SMP Pedagang 4 2 2
23 Ny T P 64 S-1 PNS 4 2 2
24 Tn A L 45 SMP Pedagang 3 2 1

Ket : Skala 1-3 : nyeri ringan

Skala 4-7 : nyeri sedang

Skala 8-10 : nyeri hebat

85
Lampiran 7
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TERAPI RELAKSASI AUTOGENIK
TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA PASIEN
POST OPERASI FRAKTUR
No. Dokumen No. Revisi Halaman

Prosedur tetap Ditetapkan tgl, Juli 2019


bangsal perawatan Peneliti
Tanggal terbit

Anugrah Hani Ari Wibowo


NIm. 201302007
Pengertian Relaksasi autogenik adalah relaksasi yang bersumber dari diri sendiri
berupa kata-kata/ kalimat pendek ataupun pikiran yang bisa membuat
pikiran tentram.
Tujuan 1. Memberikan perasaan nyaman.
2. Mengurangi stress, khususnya stress ringan/ sedang.
3. Memberikan ketenangan.
4. Mengurangi ketegangan.
Kebijakan Terapi ini merupakan salah satu cara untuk membantu klien yang sedang
mengalami ketegangan atau stress fisik dan psikologis yang bersifat ringan
atau sedang, dengan menekankan pada latihan mengatur pikiran, posisi
yang rileks dan mengatur pola pernafasan.
ALAT 1. Handscon
2. Masker
Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan.
Bila diinginkan, dapat dilakukan sambil mendengarkan musik ringan,
PROSEDUR PERSIAPAN
A. Pasien/ klien
1. Beritahu klien
2. Atur posisi dalam posisi duduk atau berbaring
B. Lingkungan
Atur lingkungan senyaman dan setenang mungkin agar pasien/ klien
mudah berkonsentrasi.
PELAKSANAAN
1. Pilihkah satu kata/ kalimat yang dapat membuat kita tenang
misalnya “Astaghfirullah”. Jadikan kata-kata/ kalimat tersebut
sebagai “mantra” untuk mencapai kondisi rileks.
2. Atur posisi klien senyaman mungkin.
3. Tutup mata secara perlahan-lahan.
4. Instruksikan klien untuk melemaskan seluru anggota tubuh dari
kepala, bahu, punggung, tangan sampai kaki secara perlahan-
lahan.
5. Instruksikan klien untuk menarik nafas secara perlahan :
Tarik nafas melalui hidung dan buang nafas melalui mulut.
6. Pada saat menghembuskan nafas melalui mulut, ucapkan dalam
hati “mantra” tersebut.

86
7. Lakukan berulang selama kurang lebih 10 menit, bila tiba-tiba
pikiran melayang, upayakan untuk memfokuskan kembali pada
kata-kata “mantra” tadi.
8. Bila dirasakan sudah nyaman atau rileks, tetap duduk tenang
dengan mata masih tertutup untuk beberapa saat.
9. Langkah terakhir, buka mata secara perlahan-lahan sambil rasakan
kondisi rileks.
Perhatian :
 Untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan konsentrasi penuh
terhadap kata-kata “mantra” yang dapat membuat rileks.
 Lakukan prosedur ini sampai 2-3 kali agar mendapatkan hasil yang
optimal.
INDIKATOR A. Respon verbal
PENCAPAIAN 1. Klien mengatakan rileks.
2. Klien mengatakan ketegangan berkurang.
3. Klien mengatakan sudah merasa nyaman.
B. Respon non verbal
1. Klien tampak tenang.
2. Ekspresi wajah klien tidak tampak tegang.
3. Klien dapat melanjutkan pekerjaannya kembali.
4. Tanda-tanda vital : tekanan darah dan nadi dalam batas
normal.

87
Lampiran 8

Frequencies Table

Jenis_Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid L 9 37.5 37.5 37.5

P 15 62.5 62.5 100.0

Total 24 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid S-1 3 12.5 12.5 12.5

SD 1 4.2 4.2 16.7

SMA 7 29.2 29.2 45.8

SMP 13 54.2 54.2 100.0

Total 24 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid IRT 3 12.5 12.5 12.5

Pedagang 13 54.2 54.2 66.7

PNS 7 29.2 29.2 95.8

Swasta 1 4.2 4.2 100.0

Total 24 100.0 100.0

88
Frequencies
[DataSet1] D: \SKRIPSI\SPSS\data responden dengan kriteria.sav

Statistics
Pre post

Valid 24 24
N
Missing 0 0

Frequencies Table

Kat_Nyeri_Pre

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Nyeri Ringan 3 12.5 12.5 12.5

Nyeri Sedang 21 87.5 87.5 100.0

Total 24 100.0 100.0

Explore

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre .275 24 .000 .860 24 .003

Post .256 24 .000 .874 24 .006

a. Lilliefors Significance Correction

a. Lilliefors Significance Correction

89
Nonparametric Tests

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


a
Post - Pre Negative Ranks 24 12.50 300.00
b
Positive Ranks 0 .00 .00
c
Ties 0

Total 24

a. Post < Pre

b. Post > Pre

c. Post = Pre

a
Test Statistics

post - pre
b
Z -5.728
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

90
Descriptives

Statistics

Usia

N Valid 24

Missing 0

Mean 43.1667

Std. Error of Mean 1.96773

Median 43.0000

Mode 36.00

Std. Deviation 9.63989

Variance 92.928

Skewness .199

Std. Error of Skewness .472

Kurtosis -.466

Std. Error of Kurtosis .918

Range 38.00

Minimum 26.00

Maximum 64.00

Sum 1036.00

91
Lampiran 9

DOKUMENTASI

92
Lampiran 11

JADWAL KEGIATAN

2017 2018 2019 2020


NO KEGIATAN Sept Sept Agst Sep Jan Feb Mar April Juli Agst Sept
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agst
t
1 Pembuatan
dan Konsul
Judul
2 Penyusunan
Proposal
3 Bimbingan
Proposal
4 Ujian Proposal
5 Revisi
Proposal
6 Pengambilan
Data Awal
7 Penelitian
8 Pengambilan
Data Akhir
9 Penyusunan
dan Konsul
Skripsi
10 Ujian Skripsi
11 Revisi Skripsi

93

Anda mungkin juga menyukai