Anda di halaman 1dari 7

Tugas Individu

EVIDENCE BASED PRACTICE


PADA Tn. A DENGAN INTRACEREBRAL HEMORRAGE
DI RUANG PERAWATAN BEDAH SARAF KAMAR 1B BED 2
RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

ANDI IRWANSA
R014221020

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

Heni, S,Kep.,Ns Syahrul Ningrat, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2022
EVIDENCE BASED PRACTICE

1. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial dengan metode positioning Posisi

head up 30°

Positioning merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan yang familiar

dalam penerapan asuhan pasien. Posisi head up 30° merupakan bagian dari mobilisasi

progresif pada pasien cedera kepala yang dapat dilakukan dengan teknik non

farmakologi untuk menjaga stabilitas tekanan intrakranial. Posisi head-up 30° dapat

melancarkan drainase vena dari kepala dan kondisi stabil; dan mencegah fleksi leher,

rotasi kepala, batuk dan bersin.

Pengaruh yang signifikan dari posisi head up 30° terhadap nyeri kepala pada

pasien cedera kepala ringan pasca operasi, tubuh pasien berada dalam posisi dorsal

yang ditinggikan pada sudut 300 terhadap bidang horizontal untuk mengurangi aliran

darah intrakranial dan menurunkan tekanan kranial. efektifitas pemberian posisi

dorsal yang ditinggikan pada sudut 300 dirujuk pada peletian Kusuma & Aggraeni

(2019) yang menjelaskan bahwa hasil uji statistik menggunakan uji dependen t-test

menunjukkan ada pengaruh posisi head up 30 derajat terhadap nyeri kepala pada

cedera kepala ringan (P value = 0,002; α<0,05).

Prosedur kerja pengaturan posisi head up 30 derajat adalah sebagai berikut:

a. Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang;

b. Mengatur posisi kepala lebih tinggi dan tubuh dalam keadaan datar;

c. Kaki dalam keadaan lurus dan tidak fleksi

d. Mengatur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 30 derajat

2. Manajemen nyeri dengan menggunakan metode cryotherapy


Selain dengan menggunakan analgesik, intervensi yang dapat dilakukan untuk

mengatasi nyeri dengan teknik nonfarmakologi yaitu dengan menggunakan metode

cryotherapy. Metode terapi ini masih sangat baru, dilakukan oleh Shin et al tahun

2009 yang menunjukkan bahwa cryotherapy berguna untuk mengontrol nyeri pasca

kraniotomi melalui pemberian kantong es pada luka operasi dan kantong gel dingin

pada area periorbital, dimulai 3 jam setelah operasi, selama 3 hari, selama 20 menit

perjam (Pratama, Laksono, & Fatoni, 2020).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini & Fadila tahun 2021

menunjukkan bahwa dari 15 jumlah responden sebelum dilakukan kompres dingin

didapatkan sebanyak 9 responden masuk ke dalam kategori nyeri sedang dan

sebanyak 6 responden masuk ke dalam kategori berat. Setelah dilakukan pemberian

kompres dingin terjadi penurunan skala nyeri dimana sebanyak 10 responden

mengalami skala nyeri dengan kategori ringan dan sebanyak 5 responden mengalami

skala nyeri dengan kategori sedang.

3. Diagnosa Defisit Perawatan Diri

Imobilisasi fisik yaitu ketidakmampuan untuk bergerak bebas karena suatu kondisi

dimana gerakan terganggu atau terbatas (Paryono et al., 2021). Pasien dengan

gangguan imobilisasi tidak memiliki kemampuan untuk berpindah atau mengubah

posisi atau tirah baring selama 3 hari atau lebih karena hilangnya gerak anatomis

tubuh akibat perubahan fungsi fisiologis sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan

mereka sendiri secara mandiri (Setiati, 2018). Masalah defisit perawatan diri pada

pasien dengan gangguan mobilitas fisik akan mempengaruhi kebersihan tubuh seperti

infeksi kulit, perubahan sistem peredaran darah, tidak nyaman dan kurang percaya diri

(Sulistyowati & Handayani, 2019). Salah satu intervensi yang dapat dilakukan

perawat dalam masalah defisit keperawatan diri adalah memfasilitasi pasien untuk
mandi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Konya et al., 2021). terkait

dengan efektifitas tekanan menyeka selama mandi di tempat tidur pada orang dewasa

yang lebih tua di rawat di rumah sakit didapatkan hasil bahwa tekanan menyeka yang

lemah saat mandi dapat mempertahankan skin barrier pada orang dewasa yang lebih

tua. Selain itu tekanan menyeka yang lembut dan tidak terlalu kuat menghasilkan

kepuasaan dan kenyamanan bagi pasien.

4. Kontrol infeksi dalam mencegah Infeksi nosocomial

Infeksi nosocomial di rumah sakit sering ditemukan diantaranya adalah

Ventilator Associate Pneumoni (VAP), Infeksi Aliran Darah Pusat (IADP), Infeksi

Saluran Kemih (ISK), Infeksi Daerah Operasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) dan

infeksi lainnya, (KEMENKES, 2017). Kuranganya minat tenaga kesehatan dalam

menggunakan masker karena dalam penggunaan tidak sesuai kebutuhan (tindakan

steril dan on steril), hal ini dikarenakan 3 faktor yakni : Person (Setiap petugas

kesehatan paham mengenai penggunaan sarung tangan tetapi kurang mengaplikasikan

saat melakukan tindakan), Behavior (Sikap dari petugas kesehatan dalam

penggunaannya belum sesuai steril/tidak steril). Environment (Tersedianya sarung

tangan yang belum sesuai kebutuhan).

Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya Sosialisasi sehubungan dengan

adanya masalah terkait penggunaan APD. Sosialisasi SOP penggunaan APD yang

tepat bagi tenaga kesehatan agar dapat meningkatkan kesadaran petugas kesehatan

akan penggunaan APD yang tepat, sehingga dapat meminimalisir angka kejadian

infeksi baik dari perawat ke pasien maupun sebaliknya, (Nurmalia, 2019).

Salah satu penyebab infeksi diantaranya adalah lamanya waktu terbuka setelah

kejadian, peningkatan trauma kulit sekitarnya, kontaminasi bakteri, adanya benda

asing dan pencucian yang tidak adekuat. Untuk itu agar angka infeksi tidak
meningkat, maka diperlukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi silang

(Yusra & Aprilani, 2015). Saat ini teknik perawatan luka yang berkembang adalah

perawatan luka konvensional dan modern. Masih banyak perawat yang masih

melakukan perawata luka dengan hanya membersihkan luka dan mengoleskan

antiseptik (konvensional). Padahal risiko infeksi perawatan luka konvensional lebih

tinggi dari pada perawatan luka modern. Sehingga perawatan luka modern terbukti

lebih efektif untuk proses penyembuhan luka dibandingkan dengan metode

konvensional (Fata, Rahmawati, Wulandari, Fanani, & Prayogi, 2016).


DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, O., & Fadila, R. (2021). Pengaruh Pemberian Kompres Dingin terhadap

Penurunan Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur Di RS Siloam

Fata, U. H., Rahmawati, A., Wulandari, N., Fanani, Z., & Prayogi, B. (2016). Pusat

perawatan luka Patricia care Blitar unit pelayanan perawatan luka, konseling, produk

salep luka

dan pelatihan luka. Jurnal Dedikasi, 9-15.Kusuma, A. H., & Aggraeni, A. D. (2019).

Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera

Kepala Ringan. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.2 , 417-422.

Konya, I., Owata, H., Hayashi, M., Akita, T., Homma, Y., & Yano, R. (2021). Effectiveness

of weak wiping pressure during bed baths in hospitalized older adults: A single-blind

randomized crossover trial. Geriatric Nursing, 42(6).

Nurmalia, D. (2019). Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri oleh Perawat di Ruang Perawatan Rumah

Sakit. Journal of Holistic Nursing and Health Science

Paryono, Hutabarat, N. I., Munir, M., Mulyanti, S., Lestari, F. V. A., & Diyono. (2021).

Keperawatan Dasar: Teori dan Praktek. Tahta Media.

PERMENKES. (2017). pedoman ppencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas


kesehatan
Sulistyowati, D., & Handayani, F. (2019). Peran perawat dalam pelaksanaan personal

hygiene menurut persepsi pasien imobilisasi fisik. Jurnal Nursing Studies, 2(1).

Setiati, S. (2018). Penatalaksanaan Imobilisasi dan Komplikasi Akibat Imobilisasi pada

Orang Usia Lanjut. Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM.

Strategies for Prevention and Treatment of Pain. Rev Española Anestesiol y Reanim (English
Ed. 2020), 67(2), 90-98
Yusra, S., & Aprilani, I. (2015). Perawatan luka kaki diabetik pada pasien diabetes mellitus
dicindara wound care center Jepara. Jurnal Profesi Keperawatan, 117.

Anda mungkin juga menyukai