Anda di halaman 1dari 74

SKRIPSI

PENGARUH LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF


TERHADAP PERUBAHAN MEAN ARTERI PRESSURE
(MAP) PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI
DI POLI PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT
Tk II ISKANDAR MUDA
BANDA ACEH

Oleh

RAHMA NURHADIYANTI
NIM: 200204095

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2023
SKRIPSI

PENGARUH LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF


TERHADAP PERUBAHAN MEAN ARTERI PRESSURE
(MAP) PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI
DI POLI PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT
Tk II ISKANDAR MUDA
BANDA ACEH

Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Keperawatan Fakultas
Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesian

Oleh

RAHMA NURHADIYANTI
NIM: 200204095

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2023
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dibimbing dan diperiksa oleh pembimbing dan


layak dipresentasikan dalam sidang skripsi
Medan, November 2022

Ketua Penguji

(Ns. Lasma Rina Efrina Sinurat, S. Kep, M. Kep)

Disetujui oleh
Program Studi Keperawatan
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia

Ketua
(Ns. Marthalena Simamora, S. Kep, M. Kep)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Skripsi, Januari 2023

Rahma Nurhadiyanti

Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan Mean


Aarteri Ppressure (MAP) Pada Lansia Penderita Hipertensi di Poli Penyakit
Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh
ix + 60 hal + 5 tabel + 14 gambar + 2 skema + 10 lampiran

ABSTRAK
Penuaan atau lansia banyak dikaitkan dengan perubahan fungsi imunitas tubuh dan
juga penurunan fungsi organ yang memicu terjadinya berbagai penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung coroner, diabetes mellitus, osteoporosis, rematik, asam urat,
kanker dan hipertensi. Penanganan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis
yaitu dengan pemberian obat antihipertensi dan dapat juga dilakukan secara non
farmakologis salah satunya adalah dengan Terapi relaksasi otot progresif. Penelitian
ini bertujuan untuk pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap perubahan
mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita hipertensi di Poli Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan desain
Quasi Experiment tanpa kelompok kontrol. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak
10 responden yang dibagi dan diberikan relaksasi otot progresif selama 7 hari yaitu
pada tanggal 6 desember sampai dengan 14 desember 2021. Evaluasi penelitian
ini dilakukan pada hari pertama dan ketujuh. Tekhnik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
perubahan nilak mean arteri pressure (MAP) sebelum dan sesudah dilakukan
relaksasi otot progresif dengan nilai p =0,000 . Hal ini berarti latihan relaksasi otot
progresif berpengaruh terhadap mean arteri pressure (MAP). Penelitian ini
merekomendasikan perlunya penggunaan latihan ini sebagai salah satu intervensi
mandiri perawat dalam asuhan keperawatan pasien hipertensi.

Kata Kunci: Relaksasi Otot Progresif, Mean Aarteri Ppressure (MAP),


Hipertensi, Lansia
Daftar pustaka: 58 (1995-2008)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Sripsi, January 2023

Rahma Nurhadiyanti

Effect of Progressive Muscle Relaxation Exercise on Changes in Mean


Arterial Pressure (MAP) in Elderly Hypertension Patients at the Internal
Medicine Polyclinic at Tk II Hospital Iskandar Muda Banda Aceh
ix + 60p + 5 tables + 14 figures + 2 schemes + 10 attachments

ABSTRACT

Aging or being elderly is widely associated with changes in the body's immune
function and also a decrease in organ function, which triggers the occurrence of
various degenerative diseases such as coronary heart disease, diabetes mellitus,
osteoporosis, rheumatism, gout, cancer, and hypertension. Handling hypertension
can be done pharmacologically, namely by giving antihypertensive drugs, or it can
also be done non-pharmacologically, one of which is progressive muscle
relaxation therapy. This study aims to influence progressive muscle relaxation
training on changes in mean arterial pressure (MAP) in elderly people with
hypertension in the Internal Medicine Poly of Iskandar Muda Hospital Tipe iI
Banda Aceh. This study used a quasi-experimental design without a control group.
The number of samples in this study were 10 respondents who were divided and
given progressive muscle relaxation for 7 days, namely from December 6 to
December 14, 2021. The evaluation of this study was carried out on the first and
seventh days. The sampling technique used was purposive sampling. The results
showed there were changes in mean arterial pressure (MAP) before and after
progressive muscle relaxation with a p value = 0.000. This means that progressive
muscle relaxation exercises have an effect on mean arterial pressure (MAP). This
study recommends the use of this exercise as one of the nurse's independent
interventions in the nursing care of hypertensive patients.
    
Keywords: Progressive Muscle Relaxation, Mean Arterial Pressure (MAP),
Hypertension, Elderly
Bibliography: 58 (1995-2008)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Perubahan Mean Aarteri Ppressure (MAP) Pada Lansia Penderita
Hipertensi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda
Banda Aceh”. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan program sarjana keperawatan di Program Studi
Keperawatan Fakultas dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara
Indonesia.

Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan semua pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu:

1. Dr. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari


Mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M. Kes, selaku Rektor Universitas Sari
Mutiara Indonesia
3. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia

4. Ns. Marthalena Simamora, M. Kep, selaku ketua Progran Studi


Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari
Mutiara Indonesia

5. Ns. Lasma Rina Efrina Sinurat, M. Kep, selaku dosen pembimbing


yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan masukan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

6. Teristimewa kepada kedua orang tua Alm Ayahanda, Ibunda beserta


keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril dan materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
7. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Keperawatan Fakultas
Farmasi dan Ilmu kesehatan Universitas sari Mutiara Indonesia yang
telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan seluruh mahasiswa/I PSIK tingkat akhir


yang telah memberikan dukungan, motivasi dan membantu dalam
penulisan skripsi ini

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih memiliki


kekurangan, dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak dalam rangka menyempurnakan
skripsi ini

Medan, November 2022


Penulis

Rahma Nurhadiyanti
200204095
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... v
DAFTAR SKEMA ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Lansia....................................................................................... 5
2.2 Hipertensi................................................................................. 9
2.3 Terapi Relaksasi Otot Progresif ............................................... 19
2.4 Kerangka Teori ........................................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ..................................................................... 30
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................ 30
3.3 Lokasi Penelitian ..................................................................... 31
3.4 Definisi Opersional .................................................................. 31
3.5 Aspek Pengukuran ................................................................... 31
3.6 Alat dan Prosedur Penelitian.................................................... 32
3.7 Etika Penelitian ........................................................................ 32
3.8 Pengolahan dan Analisa Data .................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konsep.................................................................... 29


DAF
TAR
TAB
EL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................. 31


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden


Lampiran 2 Surat Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 3 Lembaran Ceklist

Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Dasar

Lampiran 5 Surat Balasan Pengambilan Data Dasar

Lampiran 6 Master Tabel

Lampiran 7 Hasil SPSS

Lampiran 8 Lembar Kegiatan Bimbingan

Lampiran 9 Bukti Bimbingan

Lampiran 10 Bukti Pembayaran


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan, menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya. Penuaan atau lansia banyak dikaitkan
dengan perubahan fungsi imunitas tubuh dan juga penurunan fungsi organ yang
memicu terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung coroner,
diabetes mellitus, osteoporosis, rematik, asam urat, kanker dan hipertensi (Muhith,
2016)

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi


batas normal yaitu 140/90 mmHg. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan
suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang
membutuhkan (Wagustina, 2018) Hipertensi merupakan penyakit yang sangat
berbahaya karena dapat memperberat kerja organ jantung. Selain itu aliran tekanan
darah tinggi membahayakan arteri, organ jantung, ginjal dan mata. Penyakit
hipertensi sering disebut “silent killer” karena tidak memberikan gejala yang khas,
tetapi bisa meningkatkan kejadian stroke, serangan jantung, penyakit ginjal kronik
bahkan kebutaan jika tidak dikontrol dan dikendalikan dengan baik.

Hipertensi terjadi akibat dari obesitas, diet tinggi natrium, keturunan, peningkatan
konsumsi alcohol, jarang berolahraga dan usia. Kejadian hipertensi akan semakin
meningkat seiring bertambahnya usia, sehingga lansia sangat berisiko mengalami
hipertensi, dimana lansia merupakan kelompok resiko terjadinya hipertensi karena
penurunan fungsi organ tubuh (Hasnawati, 2021)
Prevalensi kasus hipertensi di dunia menurut Word Health Organization (WHO)
tahun 2018 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi,
jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya dan menyebabkan
kematian sebsar 7,5 juta (12,8%). Prevalensi hipertensi di Amerika Serikat sebesar
35%, Afrika sebesar 46% dan Asia Tenggara sebesar 36%, hipertensi di Asia
Tenggara telah menyebabkan kematian sebesar 1,5 juta orang.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi kasus hipertensi di


Indonesia pada penduduk usia diatas 18 tahun sebesar 31,7% dan meningkat
pada tahun 2018 sebesar 34,1% dengan kasus tertinggi terdapat di Provinsi
Kalimantan Selatan sebesar 44,1% (Riskesdas, 2018).

Prevalensi hipertensi di Provinsi Aceh tahun 2019 sebanyak 172.213 kasus dan
meningkat pada tahun 2020 sebanyak 385,813 kasus (32%). Kasus hipertensi
tertinggi terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya Serta Kota
Banda Aceh (Dinkes Provinsi Aceh, 2020)

Penanganan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis yaitu dengan pemberian


obat antihipertensi dan dapat juga dilakukan secara non farmakologis salah satunya
adalah dengan Terapi relaksasi otot progresif yaitu terapi dengan cara peregangan
otot kemudian dilakukan relaksasi otot yang mengkombinasikan serangkaian seri
kontraksi dan latihan napas dalam, sehingga dapat menurunkan ketegangan otot,
kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju
metabolik serta mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen (Hasnawati,
2021).

Peningkatan hipertensi hingga dua kali lipat dalam 30 tahun terakhir ini terutama
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan penuaan, pada tahun 2019, lebih
dari satu miliar penderita hipertensi (82% dari seluruh penderita hipertensi di dunia)
tinggal di Negara berpenghasilan rendah dan menengah (Mely, 2022)
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Rahayu, 2020). pengaruh
teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah lansia dengan hipertensi,
menunjukkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap
tekanan darah dengan nilai p value 0,003. Penelitian yang dilakukan oleh
(Ayunani, 2018), tentang pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap
tekanan darah pada lanjut usia dengan hipertensi di UPT PSL Mojopahit
Kabupaten Mojokerto, menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi relaksasi otot
progresif terhadap penurunan tekanan darah dengan nilai p value 0,001.

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh periode
September sampai November 2021, jumlah lansia dengan hipertensi yang
berkunjung ke Poli penyakit dalam sebanyak 157 orang (Rumah Sakit Tingkat II
Iskandar Muda Banda Aceh, 2021). Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul pengaruh latihan relaksasi otot
progresif terhadap perubahan mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita
hipertensi di Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh tahun 2022.

Salah satu indikator evaluasi pada penatalaksaaan hipertensi adalah MAP. MAP
merupakan rata-rata tekanan arteri selama satu siklus denyutan jantung yang
didapat dari pengukuran tekanan darah sistole dan diastole (Potter dan Perry,
2005 dalam Arif dan Agis, 2018). Penelitian Heng, L. et al, 2008 dalam Arif dan
Agis, 2018 menyebutkan bahwa MAP berhubungan dengan kejadian stroke
iskemik sebagai dampak hipertensi yang tidak terkontrol.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang jadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “ Adakah pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap
perubahan mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita hipertensi di Poli
Penyakit Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap
perubahan mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita hipertensi di
Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita


hipertensi sebelum latihan relaksasi otot progresif di Poli Penyakit
Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh.

b. Untuk mengetahui mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita


hipertensi sesudah latihan relaksasi otot progresif di Poli Penyakit
Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfat Teoritis
Hasil penelitian ini untuk menambah dan memperluas wawasan, serta
pengetahuan tentang hipertensi dan latihan relaksasi otot progresif.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi tempat penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan
program penanganan hipertensi secara non farmakologis dengan relaksasi
otot progresif.

b. Bagi peneliti lain


Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal untuk
mengadakan penelitian lebih lanju
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia
2.1.1 Pengertian

Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan
proses yang terus-menerus secara alamiah. Menjadi tua adalah proses
menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki
atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya.
Akibatnya tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki
kerusakan tersebut. Proses penuaan ini akan terjadi pada seluruh organ tubuh
meliputi organ dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal, indung telur, otak
dan lainnya (Muhith, 2016)

Secara individu seseorang disebut sebagai usia lanjut jika telah berumur 60
tahun ke atas di negara berkembang atau 65 tahun ke atas di negara maju.
Diantara usia lanjut yang berumur ke atas di kelompokan lagi menjadi young
old (60-69 tahun), old (70-79 tahun) dan old-old (80 tahun ke atas). Dari aspek
kesehatan seseorang dinyatakan sebagai usia lanjut jika berusia 60 tahun ke
atas, sedangkan penduduk yang berusia antara 49-59 tahun disebut sebagai
prasenile. Sehubungan dengan aspek kesehatan, penduduk usia lanjut secara
biologis telah mengalami proses penuaan, dimana terjadi penurunan daya tahan
fisik yang ditandai dengan semakin rentannya terhadap serangan berbagai
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan akibat
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan system organ
(Sitanggang, 2021)

Menua merupakan suatu proses fisiologi yang mengalami berkurangnya dayat


tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan atau perubahan dari internal dan
eksternal tubuh manusia. Proses menua merupakan kumpulan suatu gejala
secraa progresif atau bertahap dari perubahan fisiologi organ tubuh seseorang
yang berlangsung secara terus-menerus dan proses menua akan meningkatkan
kemungkinan terkena berbagai penyakit karena perubahan system organ tubuh.
18
Lansia merupakan bagian dari proses fisiologi tumbuh kembang, dimana
manusia bertumbuh dan berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua. Lansia merupakan suatu proses alami yang tidak dapat
dijindari oleh semua orang dan di masa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan sosial secraa bertahap. Lansia adalah golongan penduduk
(populasi) yang berusia 60 tahun ke atas. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
memberikan batasan lansia dalam 3 kelompok usia yaitu: (Widiyawati, 2021)

a. Usia lanjut yaitu usia 60-74 tahun b.


Usia tua yaitu 75-89 tahun
c. Usia sangat lanjut yaitu >90 tahun

2.1.2 Ciri-Ciri Lansia


Menurut (Sitanggang, 2021), terdapat beberapa ciri-ciri lansia adalah sebagai
berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari factor fisik dan factor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi tinggi, maka kemunduran
fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas


Kondisi ini sebagai akibat dari sikap social yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang
lebih senang mempertahnkan pendapatnya maka sikap social di
masyarakat menjadi negative, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap social masyarakat
menjadi positif.

c. Lansia membutuhkan perubahan peran


Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal, perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai ketua rw, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usia.
19
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang uruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.

2.1.3 Perubahan Fisik Pada Lansia


Perubahan fisik pada lansia meliputi kulit kering, penipisan rambut,
penurunan pendengaran, penurunan reflex batuk, pengeluaran lender,
penurunan curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat
patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa
penyakit, perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya usia
dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor dan lingkungan
(Yulia, 2021)

2.1.4 Tipologi Lansia


Menurut (Muhith, 2016), tipologi lansia ada 5 macam yaitu sebagai berikut:
a. Tipe arif dan bijaksana dengan ciri-ciri
1) Kaya dengan hikmah pengalaman
2) Menyesuaikan dengan perubahan zaman
3) Mempunyai kesibukan
4) Bersikap ramah
5) Rendah hati
6) Sederhana
7) Dermawan
8) Memenuhi undangan
9) Menjadi panutan

b. Tipe mandiri dengan ciri-ciri


1) Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang
baru
2) Selektif dalam mencari pekerjaan, mencari teman, pergaulan dan
memenuhi undangan
20
c. Tipe tidak puas dengan ciri-ciri
1) Konflik lahir batin menentang proses ketuaan yang menghilangkan
kecantikan, daya Tarik jasmaniah, kekuasaan, status, teman yang
disayangi.

2) Pemarah

3) Tidak sabar

4) Banyak menuntut

5) Sulit dilayani

6) Pengkritik

d. Tipe pasrah dengan ciri-ciri


1) Menerima dan menunggu nasib baik
2) Mempunyai konsep habis gelap datanglah terang
3) Mengikuti kegiatan ibadah
4) Ringan kaki

5) Pekerjaan apa saja dilakukan


e. Tipe bingung dengan ciri-ciri

1) Kaget

2) Kehilangan kepribadian

3) Mengasingkan diri

4) Minder

5) Menyesal

6) Pasif

7) Acuh tak acu


21

2.2 Hipertensi

2.2.1 Pengertian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal


tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari
satu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole kontriksi. Arteriole
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri. Hipertenis menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila
berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah.
Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi pada seorang klien
pada tiga kali kejadian terpisah (Hasnawati, 2021)

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur
paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum, seseorang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari

140/90 mmHg. penyakit hipertensi merupakan gejala peningkatan tekanan


darah yang kemudian berpengaruh pada organ yang lain seperti stroke untuk
otak atau penyakit jantung coroner untuk pembuluh darah jantung dan otot
jantung. Hipertensi juga disebut silent killer karena 1 ½ penderita dengan
tekanan darah tinggi tidak menyadari konsisi kesehatannya. Hipertenis pada
lansia didefinisikan dengan tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg (Hastuti, 2019).

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik yang


sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah
menggambarkan situasi hemodinamik seseorang saat itu. Hipertensi sering
menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang mengakibatkan makin
tingginya tekanan darah (Manuntung, 2019). Hipertensi adalah suatu kondisi
medis berupa peningkatan tekanan darah melebihi batas normal. Seseorang
dikatakan mengalami hipertensi jika kenaikan tekanan darah itu
22

terjadi secara menetap dan mengakibatkan suplai oksigen dan zat gizi
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan (Savitri, 2021)

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat


melebihi batas normal yaitu 140/90 mmHg. Hipertensi atau penyakit darah
tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkan (Wagustina, 2018)

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Terdapat beberapa klasifikasi hipertensi menurut (Wagustina, 2018) yaitu


sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah Sistolik Diastolik


Hipertensi ringan 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi sedang 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi berat 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Hipertensi sangat berat ≥ 210 mmHg ≥ 210 mmHg
Sumber: (Junaedi, 2013). Hipertensi Kandas Berkat Herbal. Jakarta: F
Medika

2.2.3 Etiologi
Hipertensi dapat disebabkan berbagai factor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh factor primer yang diketahui yaitu
seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stress akut, kerusakan
vaskuler dan lain-lain. Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2
golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder: (Wagustina,

2018
)
23

a. Hipertensi primer

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui


penyebabnya disebut dengan hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%
kasus. Banyak factor yang mempengaruhinya seperti genetic,
lingkungan, hiperaktifitas system saraf simpatis, system
reninangiotensin, defek dalam ereksi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30-50 tahun.
Factor-faktor yang biasa meningkatkan risiko terkena tekanan darah
tinggi primer adalah sebagai berikut:

1) Umur

Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan


bertambahnya umur seseorang, individu yang berumur diatas 60
tahun 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama
dengan 140/90 mmHg. Pada kenyataannya pada usia di atas 40
tahun tekanan darah sistolik kebih penting daripada diastolik untuk
memprediksi penyakit jantung. Hal itu merupakan pengaruh
degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Bagi
kaum pria risiko ini lebih cepat terjadi yaitu pada usia 45-50 tahun,
sedangkan pada wanita risiko lebih kecil karena ada hormone
penyebab menstruasi yang berfungsi menekan terjadinya hipertensi
sampai 7-10 setelah menopause.

2) Asupan natrium

Asupan natrium memilik efek langsung terhadap tekanan darah,


semakin banyak asupan natrium maka berisiko meningkatkan
tekanan darah. Mengkonsumsi tinggi natrium selama bertahun-
tahun dapat meningkatkan tekanan darah karena meningkatnya
kadar sodium dalam sel-sel otot halus dan dinding arteriol. Kadar
sodium yang tinggi ini masuk ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini
menyebabkan arteriol berkontraksi dan menyempit pada lingkar
dalamnya.
24
3) Stres

Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan


curah jantung sehingga akan menstimulasikan aktivitas saraf
simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan,
kelas social, ekonomi dan karakteristik personal. Stress merupakan
respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan
beban. Stress yang dialami seseorang akan mengakibatkan saraf
simpatetis yang akan memicu kerja jantung dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Pada kondisi stres terjadi kontriksi
(penyempitan) pembuluh darah, sesak napas, dada berdebar-debar
dan sering berkeringat, dalam keadaan pembuluh darah mengalami
kontriksi, darah terus berupaya melewati pembuluh darah yang
menyempit tersebut, akibatnya darah akan bergesekan dengan
dinding pembuluh darah tersebut.

4) Obesitas
Obesitas adalah massa tubuh yang meningkat disebabkan jaringa
lemak yang jumlahnya berlebihan. Akhir-akhir ini pada penderita
obesitas diketahui banyak terjadi resistensi insulin akibatnya terjadi
peningkatan insulin dalam darah menjadi berlebihan. Kadar insulin
yang berlebihan ini meningkatkan tekanan darah dengan cara
menahan pengeluaran natrium oleh ginjal.

5) Aktifitas

Kurang aktifitas juga menjadi pencetus terjadinya tekana darah


tinggi. Kurangnya aktifitas dapat menyebabkan otot dan darah
kurang lancer dan bila ada factor pencetus yang lain seperti adanya
penumpukan kolesterol dalam darah, maka risiko munculnya
tekanan darah tinggi sangat besar.
25
6) Obat-obatan

Antihipertensi adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati


hipertensi. Akan tetapi obat-obatan tersebut memiliki efek samping
sistemik maupun rongga mulut yang salah satunya adalah
xerostomia.

b. Hipertensi sekunder

Hipertenis sekunder terdapat sekitar 5% kasus. Hipertensi ini disebabkan


oleh karena adanya kondisi dasar tertentu, umumnya disebabkan oleh
suatu penyakit komorboid atau obat-obatan tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskuler adalah penyebab
sekunder yang paling sering.

Sedangkan menurut (Manuntung, 2019) etiologi dari hipertensi adalah


sebagai berikut:

1) Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90%


tidak diketahui penyebabnya. Beberapa factor yang diduga berkiatan
dengan berkembangnya hipertensi esensial di antaranya:

a) Genetik, individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan


hipertensi berisiko lebih tinggi untuk mendaptkan penyakit ini
ketimbang mereka yang tidak ada riwayat dari keluarga.

b) Jenis kelamin dan usia, laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita
pasca menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

c) Diet, konsumsi diet tertinggi garam atau kandungan lemak, secara


langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.

d) Berat badan yang obesitas (25% lebih berat diatas berat badan ideal)
juga sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi
26
e) Gaya hidup, merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan
tekanan darah (bila gaya hidup yang tidak sehat tersebut tetap
diterapkan).

2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya
diketehui yaitu sebagai berikut:

a) Coartation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang (mungkin)


terjadi pada beberapa tingkat aorta abdominal. Penyempitan ini
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.

b) Penyakit parenkim dan vascular ginjal. Penyakit ini merupakan


penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang
secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri
renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis
atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).

Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi serta


perubahan struktur serta fungsi ginjal.

c) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen) menyebabkan


hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi tekanan darah
kembali normal setelah beberapa bulan.

d) Gangguan endokrin, disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal


dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate
hypertension disebabkan oleh kelebihan primer aldosteron, kortisol
dan katekolamin.

e) Kegemukan, obesitas dan gaya hidup yang tidak aktif (tidak


berolahraga) dapat menyebabkan hipertensi.

f) Stress yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk


sementara waktu, jika stress telah berlalu maka tekanan darah
biasanya akan kembali normal.
27
g) Kehamilan

h) Luka bakar, karena terjadi peningkatan volume intravaskuler

i) Merokok, nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan


katekolamin yang mengakibatkan denyut jantung serta
menyebabkan vasokontriksi yang kemudian meningkatkan tekanan
darah.

2.2.4 Patofisiologi

Patofisiologi pada hipertensi adalah meningkatkan sekresi


hormonantidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin, dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh,
sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Mufarokhah, 2019).

2.2.5 Manifestasi Klinis


Sebagian manifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami hipertensi
selama bertahun-tahun dengan gejala sebagai berikut (Hastuti, 2019):

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah interaknium.

b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak


dari hipertensi.

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan


saraf pusat.

d. Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan


aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.


f. Pada kasus hipertenis berat gejala yang dialami pasien antara lain sakit
28
kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, muntah- muntah,
kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis,
pandangan kabur atau ganda, telinga mendenging serta

kesulitan tidur.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Hasnawati, 2021), pemeriksaan penunjang pada hipertensi adalah
sebagai berikut:

a. Pemeriksana penunjang pada hipertensi meliputi pemeriksaan


laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan factor risiko lain atau mencari
penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urine analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. Sebagai tambahan
dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin, protein, asma
urat, TSH dan ekodoigrafi.

b. Pemeriksaan diagnostik meliputi fungsi ginjal, glucose, kalium serum,


pemeriksaan tiroid, asam urat dna gangguan konduksi

2.2.7 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Dengan pendekatan system organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin
terjadi akibat hipertensi yaitu gagal jantung kongestif, angina pectoris, infak
miokard, ensefalopati hipertensi, gagal ginjal kronis, retinopati hipertensi,
penyakit pembuluh darah perifer dan hipertensi saat kehamilan (Muhith,
2016).

Tekanan darah yang tinggi sangat berbahaya karena dapat memperberat


kerja organ jantung. Selain itu aliran tekanan darah tinggi membahayakan
arteri, organ jantung, ginjal dan mata. Penyakit hipertensi sering disebut
“silent killer” karena tidak memberikan gejala yang khas, tetapi bisa
meningkatkan kejadian stroke, serangan jantung, penyakit ginjal kronik
29
bahkan kebutaan jika tidak dikontrol dan dikendalikan dengan baik
(Manuntung, 2019)

2.2.8 Penanganan
Penanganan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis yaitu dengan
pemberian obat antihipertensi dan dapat juga dilakukan secara non
farmakologis seperti mempertahankan berat badan yang ideal,
mengkonsumsi makanan sehat, berhenti merokok dan minuman alkohol
serta melakukan olah raga atau senam hipertensi (Mufarokhah, 2019).

Penanganan secara non farmakologis juga dapat dilakukan dengan cara


(Savitri, 2021)
a. Pengontrolan berat badan
Hubungan hipertensi dengan berat badan berlebihan sangat kuat. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
menyampaikan oksigen dan makanan ke karingan tubuh. Artinya volume
darah yang beredar di pembuluh bertambah sehingga memberi tekanan
yang lebih besar pada dinding pembuluh darah artreri.

b. Energi sesuai berat badan


Kebutuhan energi yang dianjurkan disesuaikan dengan kebutuhan untuk
mencapai atau mempertahankan berat badan normal

c. Pembatasan asupan lemak jenuh


Lemak yang terdapat dalam makanan dapat dibedakan menjadi lemak
jenuh, lemak tidak jenuh tunggal, lemak tidak jenuh ganda, kolesterol
dan trigliserida. Lemak jenuh ditemukan pada lemak hewan, keju,
mentga, margarin dan minyak kelapa.

Lemak tidak jenuh tunggal ditemukan pada kacang-kacangan, minyak


kacang dan alpukat. Asupan lemak jenuh yang berlebihan dapat
meningkatkan berat badan sehingga semakin banyak darah yang
dibutuhkan untuk menyampaikan oksigen dan berakibat pada tingginya
30
tekanan darah. Asupan lemak jenuh verlebihan juga mengakibatkan kadar
lemak dalam tubuh meningkat terutama kolesterol dan menumpuk pada
dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyumbatan aliran
darah yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

d. Pembatasan natrium
Mengkonsumsi rendah natrium akan mengalami penurunan tekanan darah
sebanyak 2,2-6,3 mmHg.

e. Keseimbangan kalium

Kecukupan asupan kalium dapat memelihara tekanan darah dan membuat


perubahan positif pada tekanan darah penderita hipertensi. Sebaliknya
jika penderita hipertensi mengalami defisiensi kalium maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Asupan kalium
untuk pendeitra hipertensi dianjurkan sebesar ≥ 3500 mg/hari.

f. Keseimbangan kalsium
Kekurangan kalsium dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah.
Peningkatan asupan kalsium bias menurunkan tekana darah.

g. Keseimbangan magnesium
Kekurangan asupan magnesium dapat menyebabkan kejang pada
pembuluh darah arteri. Hal ini berkaitan dengan kenaikan tekanan darah
serta peningkatan sensitivitas terhadap natrium.

h. Olahraga
Olahraga yang teratur akan melatihjantung untuk bias beradaptasi pada
saat jantung harus melakukan pekerjaan yang berat karena suatu kondisi
tertentu. Selain itu olahraga juga dapat memelihara berat badan sehingga
menurunkan risiko kelebihan berat badan.

i. Stop kebiasaan merokok

Menghisap rokok berarti menghisap nikotin dan karbonmonoksida.


Nikotin akan masuk ke dalam aliran darah dan segera mencapai otak.
31
otak akan memberikan sinyal kepaga kelenjar adrenal untuk melepaskan
hormone adrenalin. Hormone adrenalin akan menyempit pembuluh darah
sehingga terjadi tekanan yang lebih tinggi. Dengan merokok 2 batang
saja tekanan darah sistolik dan diastolic akan meningkat sebesar 10
mmHg. Peningkatan tekanan darah akan menetap hingga 30 menit setelah
berhenti mengisap rokok.

2.2.9 Mean Arteri Pressure (MAP)

Mean arteri pressure (MAP) adalah tekanan arteri rata-rata selama satu
siklus denyutan jantung yang didapatkan dari pengukuran tekanan darah
systole dan tekanan darah diastole. Klasifikasi nilai mean arteri pressure
adalah, tinggi jika > 105 mmHg, normal jika 70-105 mmHg dan rendah jika

< 70 mmHg. Cara menghitung mean arteri pressure adalah sebagai berikut:

(Haryunani, 2017)

MAP= S + 2D/3

Keterangan :
S : Sistolik

D : Diastolik

2.3 Terapi Relaksasi Otot Progresif

2.3.1 Definisi Terapi Relaksasi Otot Progresif


32
Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti. Terapi relaksasi otot
progresif yaitu terapi dengan cara peregangan otot kemudian dilakukan
relaksasi otot. Relaksasi otot progresif ini adalah salah satu terapi relaksasi
yang mengkombinasikan serangkaian seri kontraksi dan latihan napas dalam
(Nurmaya, 2018). Pusat perhatian dalam teknik relaksasi otot progresif yaitu
pada suatu kinerja otot dengan melihat otot yang tegang kemudian
ketegangan diturunkan dengan melakukan teknik relaksasi untuk membuat
perasaan relaks (Rahayu, 2020).

2.3.2 Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Tujuan dari teknik terapi relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut:
(Supriatna, 2018)

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,


tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.

b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokus perhatian seperti relaks.

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia


ringan, gagap ringan.

g. Membangun emosi positif dari emosi negatif.

2.3.3 Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

Indikasi terapi relaksasi otot progresif diberikan pada penderita hipertensi.


hipertensi tersebut dapat disebabkan karena faktor psikologis yaitu stress.
33
Stress bisa membuat tekanan darah meningkat untuk sementara pada
keadaan stress terjadi respon sel-sel saraf yang membuat kelainan
pengangkutan natrium sehingga kinerja saraf sismpatik membuat tekanan
darah meningkat, pada umumnya ketika sudah kembali rileks maka tekanan
darah akan turun kembali. Rileks yang dimaksud adalah setelah diberikan
terapi relaksasi otot progresif. Selain itu pada keadaan hipertensi, terapi
relaksasi otot progresif juga diindikasikan pada pasien yang mengalami
insomnia, stress, kecemasan dan depresi (Haryunani, 2017).

2.3.4 Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif


Terapi relaksasi otot progresif tidak boleh diberikan pada klien berikut:
(Fitrianti, 2018)

a. Klien yang mengalami keterbatasan gerak pada anggota tubuh


b. Klien yang menjalani perawatan tirah baring (bedrest)

2.3.5 Hal-hal yang harus diperhatikan


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan terapi relaksasi otot
progresifadalah sebagai berikut: (Ayunani, 2018)

a. Tidak boleh menegangkan otot terlalu berlebihan karena


biasmencederai diri sendiri
b. Untuk membuat otot - otot rileks dibutuhkan waktu sekitar 20-50detik
c. Perhatikan posisi tubuh, lebih nyaman dilakukan dengan mata tertutup,
hindari dengan posisi berdiri

d. Kelompok otot ditegangkan dua kali tegangan


e. Bagian kanan tubuh didahulukan dua kali hitungan, kemudian
f. Dilanjutkan ke bagian kiri sebanyak dua kali

g. Pastikan apakah klien merasakan benar-benar relaks

2.3.6 Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif


34
Teknik terapi relaksasi otot progresif terdiri atas persiapan, prosedur, dan
evaluasi. Teknik terapi relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut:
(Supriatna, 2018)

a. Persiapan

1) Persiapan Lingkungan
Menyiapkan lingkungan dan alat yang diperlukan meliputi bantal,
tempat duduk, serta lingkungan yang sunyi dan nyaman.

2) Persiapan Klien
a) Jelaskan apa tujuan dilakukan terapi, manfaatnya, carapelaksanaan,
dan mengisi lembar persetujuan dilakukannya relaksasi otot pada
klien

b) Membuat Posisi tubuh klien senyaman mungkin dengan duduk


atauberbaring sambil menutup mata, menggunakan bantal yang
diletakkandibawah kepala dan lutut atau duduk dikursi dengan
kepala disangga, jangan melakukan relaksasi dengan berdiri

c) Lepaskan aksesoris yang digunakan klien seperti jam tangan, dan


sepatu

d) Ikatan dasi dilonggarkan, ikat pinggang atau hal lain yangsifatnya


mengikat ketat harus dilonggarkan

b. Prosedur
1) Gerakan 1 : Untuk melatih otot tangan
a) Tangan kiri mengepal

b) Kuatkan kepalan sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi


c) Pada saat melepaskan kepalan, suruh klien untuk merasakan

rileksselama 10 detik

d) Gerakan tangan kiri dilakukan sebanyak dua kali sehingga dapat


membedakan antara otot tegang dan otot relaks
35

2) Gerakan 2 : Untuk melatih otot bagian belakang tangan

a) Kedua lengan ditekuk ke belakang pada pergelangan tangan


sehingga ototdi tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang

b) Jari-jari menghadap kelangit-langit

Gambar 2 Gerakan ke-2 Untuk melatih otot bagian


belakang tangan
36

3) Gerakan 3 : Untuk melatih otot bisep


a) Membuat kepalan pada kedua tangan
b) Kemudian angkat kedua kepalan ke arah pundak sehingga otot bisep
akan tegang

Gerakan 3. Untuk melatih otot biceps

4) Gerakan 4 : Untuk melatih otot bahu supaya mengendur


a) Angkat setinggi-tingginya kedua bahu seperti menyentuh kedua
telinga

b) Fokuskan perhatian gerakan pada kontrak ketegangan yangterjadi


di bahu punggung atas, dan leher.

Gambar 4 Gerakan ke-4 Untuk melatih otot bahu


37

5) Gerakan 5 dan 6: untuk melemaskan otot-otot dahi, mata, mulut, dan


rahang

a) Mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa dan kulitnya keriput
b) Tutup rapat-rapat mata sehingga dirasakan otot disekitar mata dan
otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

Gambar 5 Gerakan ke-5 Untuk melemaskan


otot-otot dahi, mata, mulut, dan rahang

Gambar 6 Gerakan ke-6 Untuk melemaskan otot-


otot dahi, mata, mulut, dan rahang
38
6) Gerakan 7: untuk melemaskan ketegangan yang dirasakan otot rahang
Katupkan rahang, selanjutnya dengan menggigit gigi sehingga terjadi
ketegangan disekitar otot rahang.

Gerakan 7. Gerakan ke-7 untuk melemaskan


ketegangan yang dirasakan otot rahang

7) Gerakan 8: untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut dengan cara


memoncongkan bibir sekuat-kuatnya kemudian akan dirasakan
ketegangan di sekitar mulut.

Gambar 8 Gerakan ke-8


Untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut
39
8) Gerakan 9: untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun
belakang

a) Diawali dengan gerakan otot leher bagian belakang dilanjutkan otot


leher bagian depan

b) Letakkan kepala sehingga bisa beristirahat

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa


sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan
punggung atas.

Gambar 9 Gerakan ke-9 Untuk merilekskan otot leher


bagian depan maupun belakang

9) Gerakan 10: untuk melatih otot leher bagian depan


a) Gerakan membungkukkan kepala

b) Dagu dibenamkan ke dada, sehingga dirasakan ketegangan di


daerah leher bagian depan

Gambar 10 Gerakan ke-10 Untuk melatih otot leher


bagian depan
40

10) Gerakan 11: untuk melatih otot punggung


a) Angkat tubuh dari sandaran kursi

b) Punggung di lengkungkan

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian


relaks.

d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan


otot menjadi lemas.

Gambar 11 Gerakan ke-11 untuk melatih otot


punggung

11) Gerakan 12: untuk melemaskan otot dada.

a) Tarik napas dalam untuk mengisi paru-paru dengan udara

b) Tahan beberapa saat, sambil rasakan ketegangan di bagian dada


sampai turun ke perut, kemudian di hembuskan

c) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega


d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara
kondisi tegang dan relaks.
41

Gambar 12. Gambar ke-12 untuk melemaskan otot dada

12) Gerakan 13: untuk melatih otot perut.


a) Menarik perut dengan kuat kedalam

b) Tahan sampai terasa kencang dan keras selama 10 detik, setelah


itu lepaskan.

c) Mengulangi kembali gerakan awal perut ini.

Gambar 13 Gerakan ke-13 Untuk melatih otot perut

13) Gerakan 14 dan 15: melatih otot-otot pada kaki (seperti paha dan
betis)

a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang


b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga
ketegangan pindah ke otot betis

c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepaskan


d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali
42

Gambar 14 Gerakan ke-14 dan ke-15 Melatih otot-otot pada kaki


(seperti paha dan betis).
43
2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen Variabel Dependen

Latihan Relaksasi Otot Mean arteri pressure


Progresif (MAP)

Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian

Ha : Ada pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap perubahan mean

arteri pressure (MAP) pada lansia penderita hipertensi di Rumah Sakit

Tk II Iskandar Muda Banda Aceh tahun 2022.

H0 : Tidak ada pengaruh

3.4 Definisi Operasional


Adapun tabel definisi operasional sebagai berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukurSkala
ukur
Mean Tekanan arteri rata-rata Sphygmom 1. Tinggi
Ratio
arteri yang diperoleh dengan anometer 2. Normal
pressure cara tekanan sistol dan
3. Rendah
(MAP) ditambahkan dengan lembaran
tekanan sistol, ceklist
kemudian dibagi 3

Latihan Terapi dengan cara SOP -


relaksasi peregangan otot
otot kemudian dilakukan
progresif relaksasi otot
44

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini bersifat quasi eksperimen dengan desain one group
pretest-postest (Sugiono, 2018), yaitu penelitian yang dilakukan dengan
memberikan perlakukan dengan latihan relaksasi otot progresif terhadap
perubahan mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita hipertensi di
Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh tahun 2021.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi yang
berkunjung ke Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda
Banda Aceh periode September sampai November 2021 sebanyak 157
orang.

3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang


berkunjung ke Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda
Banda Aceh tahun 2022 berjumlah 20 orang lansia. Pengambilan
sampel pada penelitian ini sesuai dengan teori Sugiyono (2010) yang
menyatakan bahwa minimal sampel pada penelitian quasi eksperimen
adalah 10 s/d 20 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan Purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang
dilakukan dengan mengambil responden yang sesuai dengan kriteria
penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Lansia dengan hipertensi yang kooperatif


b. Lansia yang tidak memiliki riwayat penyakit lain selain hipertensi
c. Lansia dengan hipertensi berusia 60-65 th
45
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Lansia dengan hipertensi yang tidak dapat beraktivitas secara normal
b. Lansia dengan hipertensi dan disertai dengan penyakit komplikasi

3.3 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Poli Penyakit dalam Rumah Sakit Tk II Iskandar
Muda Banda Aceh
3.4 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2021.
3.5 Aspek Pengukuran
a. Mean Arteri Pressure (MAP) adalah nilai tekanan arteri rata-rata dengan
kriteria:
1) Tinggi, jika > 105 mmHg
2) Normal, jika 70-105 mmHg
3) Rendah, jika < 70 mmHg
b. Latihan relaksasi otot progresif
1) Sebelum
2) Sesudah
3.6 Etika Penelitian
Proses pelaksanaan penelitian ini didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah
(metode ilmiah), etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian karena berhubungan langsung dengan manusia, maka segi
etika penelitian harus diperhatikan antara. Dalam melaksanakan sebuah
penelitian ada empat prisip yang harus dipegang teguh (Notoatmodjo, 2018).

a. Informed Consent (surat persetujuan)


Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dan
responden, dengan memberikan lembar persetujuan sebelum melakukan
penelitian kepada responden. Tujuannya agar responden mengerti makssud
dan tujuan penelitian serta tahu dampaknya. Namun bila responden
mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta tau dampaknya. Namun bila
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden.
Informasi harus ada dalam informed consent adalah partisipasi responden,
tujuan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur
pelaksanaan, potensi masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,
informasi yang mudah dihubungi dan lain-lain.
46

Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa data dapat dijaga


kerahasiaannya. Jika bersedia menjadi responden, maka mereka
harus menandatanggani informed consent.

b. Anonimitas (tanpa nama)


Penelitian dengan cara tidak memberikan nama atau mencantumkan
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian. Dalam hal ini
meneliti mencantumkan nama atau identitas responden hanya
menggunakan inisial untuk menjaga kerahasiaan yang dibuat dan
disetujui oleh peneliti dan responden dalam lembar alat ukur dan
hasil penelitian yang telah disajikan. Pada anonimitas menjelaskan
kepada responden bahwa akan dijaga kerahasiaannya, termasuk
nama dan hanya inisial saja.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang di kumpulkan dijamin akan kerahasiaan data-


data yang didapat dijamin oleh peneliti, hanya kelompok tertentu
yang dilaporkan pada hasil penelitian. Confidentiality peneliti juga
telah menjelaskan bersama dengan diberikan Informed Consent
dengan cara menyakinkan responden semua data tentang responden
akan dijaga kerahasiaannya dan hanya data hasil penelitian saja yang
digunakan sebagai laporan.

d. Beneficence

Penelitian yang dilakukan melibatkan seseorang sebagai responden


mengandung konsekuensi bahwa semua demi kebaikkan, guna
mendapat suatu metode konsep yang baru untuk kebaikan bersama

3.7 Alat dan Prosedur Pengumpulan Data


3.6.1 Alat Pengumpulan Data
47

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan


lembaran ceklist yang berisi tentang data demografi
responden meliputi: kode responden, tanggal penelitian, usia,
pendidikan, pekerjaan dan

3.6.2 Prosedur Penelitian

a. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan


mengajukan surat izin pengumpulan data dari Universitas
Sari Mutiara Indonesia kepada Rumah Sakit TK II
Iskandar Muda Banda Aceh.
b. Surat balasan dari Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda
Banda Aceh.
c. Dari Rekam Medik Rumah Sakit Tk II Iskandar
Muda banda Aceh, jumlah lansia dengan hipertensi
periode September sampai November 2021
berjumlah 157 orang dengan rata-rata kunjungan
perbulan ebanyak 52 orang.
d. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data akan
dilakukan dengan pengukuran tekanan darah (pretest) dan
setelah diberikan perlakuan dilakukan pengukuran tekanan
darah kembali (posttest), pengukuran tekanan darah
dalam penelitian ini menggunakan sphygmomanometer
air raksa. Intervensi relaksasi otot progresif dalam
penelitian ini dilakukan sebanyak 1 kali sehari selama satu
minggu dengan lama waktu intervensi 10-30 menit.
48

3.8 Pengolahan Dan Analisa Data


3.8.1 Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan dari lembaran ceklist yang telah
memenuhi syarat maka dilakukan pengolahan data, dengan
langkah-langkah sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2018)
a. Editing (Pemeriksaan data) adalah pengecekan atau
pengoreksian data yang telah dikumpulkan.

b. Coding (membuat lembaran kode) lembaran kode adalah


instrumen berupa kolom-kolom untuk merekam data secara
manual, lembaran berisi nomor responden dan nomor
pertanyaan.

c. Transfering yaitu memindahkan jawaban atau kode jawaban


kedalam master tabel.

d. Tabulating yaitu membuat tabel-tabel data sesuai dengan


tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.

3.8.2 Analisa Data


a. Analisa Univariat
Dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian. Pada
umumnya hasil analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari setiap variabel. Selanjutnya analisa ini akan
ditampilkan distribusi frekuensi dalam bentuk tabel. Kemudian
peneliti menghitung distribusi frekuensi dan mencari persentase
pada setiap variabel.

b. Analisa Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui data dalam bentuk tabel silang
dengan melihat pengaruh antara variabel independen dan
variabel dependen. Selanjutnya dalam menginterpretasi nilai
pada data analisa bivariat dengan uji normalitas data, apabila
ditemukan jumlah sampel < 50 sehingga uji normalitas data
49

menggunakan Shapiro. Wilk, namun jika jumlah sampel > 50


maka uji normalitas data menggunakan Kolmogorov- Smirnov
test. Kemudian dilakukan Uji T dilakukan untuk
mengetahui data dalam bentuk tabel silang dengan melihat
pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen.
Kemudian menggunakan uji T (paired t test), dalam
menggunakan uji T (paired t test terdapat syarat yang harus
dipenuhi yaitu data harus berdistribusi normal (nilai signifikan
≥ 0,05), maka dapat disampaikan:

a. Jika p Value ≤ α (0,05) berarti Ho ditolak dan Ha


diterima yang artinya terdapat pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen.

b. Jika p Value > α (0,05) maka Ho diterima dan Ha


ditolak yang artinya tidak terdapat pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen
50

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian
Lokasi Rumah Sakit TK II Iskandar Muda Banda Aceh terletak
di daerah Aceh tepatnya di jl. T. Bendahara Kota Banda Aceh – Aceh
No.1, Kuta Alam Banda Aceh dengan luas tanah + 3 Ha dan luas
bangunan + 7.000 M2. Status Rumah Sakit Tk. II Iskandar Muda telah
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas B melalui SK Menkes RI
Nomor.HK.03.05/I/2284/2011 tanggal 13 September 2011 tentang
Rumah Sakit Tk. II Iskandar Muda Banda Aceh ditetapkan sebagai
Rumah Sakit Kelas B. Adapun beberapa poli yang terdapat di Rmah
Sakit TK II Iskandar Muda Banda Aceh, salah satunya Poli Penyakit
Dalam dan tugas poli tersebut ialah melayani pasien yang memiliki
keluhan dengan berbagai penyakit dalam dan melakukan penyuluhan
tentang beberapa penyakit salah satunya hipertensi atau darah tinggi.
4.1.2 Analisa Univariat
1. Karakteristik Responden
Data yang dikumpulkan berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Umur dikategorikan menurut Kemenkes, yaitu pralansia (45-59

tahun), Lansia (60 atau lebih), Lansia resiko tinggi (diatas 70 tahun

atau lebih).

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden

No Usia Frekuensi Persentase


(f) (%)
1. 60 tahun 6 60
2. 61 tahun 0 0
3. 62 tahun 1 10
4. 63 tahun 0 0
5. 64 tahun 1 10
6. 65 tahun 2 20
51

Jumlah 10 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui distribusi frekuensi umur
responden yang terbanyak berusia 60 tahun yaitu sebanyak 6
responden (60%).
2. Analisis Univariat
Berikut ini merupakan analisa data univariat tentang MAP

sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 4.2
MAP Pada Lansia Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Tk II
Iskandar Muda Banda Aceh
Tahun 2022 (n=10)

N Mean Std. Deviation Min-Max


10 114,2 2,14 111-117
10 111,5 3,06 105-115
Sebelum 10 107 3,36 102-112
relaksasi 10 102,8 3,85 97-109
otot 10 100,7 3,43 96-106
10 98,5 3,68 93-104
10 92,7 4,16 86-100
10 114,2 4,8 106-125
10 111,4 4,7 103-122
Setelah 10 108,9 4,8 101-120
relaksasi 10 106,1 5,8 97-119
otot 10 101,8 5,5 94-113
10 100,4 6,9 93-117
10 97,9 6,4 90-113
Sumber: Data Primer, 2022.
Analisis descriptive statistic diatas menunjukkan rata-rata nilai

MAP setelah diberikan intervensi adalah 114,2 pada day I dan 92,7

pada day VII. Ini menunjukkan ada selisih atau turun, begitu pula

dengan standart deviasinya yang menunjukkan nilai yang lebih besar

yaitu 2,14 pada day I dan 4,16 pada day VII


52

Rata-rata nilai MAP setelah diberikan intervensi adalah 114,2

pada day I dan 97,9 pada day VII. Ini menunjukkan ada selisih atau tu

run, begitu pula dengan standart deviasinya yang menunjukkan nilai

yang lebih besar yaitu 4,8 pada day I dan 6,4 pada day VII

3. Analisis Bivariat
a. Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Berdasarkan Variabel Penelitian
Keterangan Shapiro Wilk
Statistik N Sig
10 0,149
10 0,426
10 0,423
Paired
Sebelum Relaksasi otot 10 0,691
T-Test
10 0,312
10 0,694
10 0,759
10 0,356
10 0,076
10 0,192
Paired
Setelah Relaksasi Otot 10 0,562
T-Test
10 0,792
10 0,064
10 0,103
Sumber: Data Primer, 2022.
Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil uji shafiro wilk

pada MAP sebelum intervensi menunjukkan bahwa nilai p value >

0,05 yang bermakna bahwa data berdisitubusi normal, begitu pula

dengan pada MAP setelah intervensi yang menunjukkan bahwa

nilai p value > 0,05 yang bermakna bahwa data berdisitubusi

normal, sehingga untuk uji statistic pada penelitian ini akan

menggunakan uji paired t test.


53

b. Perbedaan MAP Pada Hari I dan Hari VII

Pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap perubahan

Mean Aarteri Ppressure (MAP) Tekanan Darah Sisitole pada

Lansia Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda

Banda Aceh selama 7 hari perlakuan

Tabel 4.4
Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan
Mean Aarteri Pressure (MAP) Pada Tekanan darah Sistole
Lansia Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Tk II
Iskandar Muda Banda Aceh
Tahun 2022 (n=10)

MAP N Mean SD P-Value

10 2,7 1,56 0,000

10 4,5 2,17 0,000

10 4,2 1,57 0,000


Sebelum Terapi 0,004
10 2,1 1,72
Otot
10 2,2 1,47 0,001

10 5,8 3,96 0,001

10 21,5 4,14 0,000

10 2,8 0,919 0,000

10 2,5 2,014 0,003

10 2,8 3,521 0,033


Setelah Terapi 0,003
10 4,3 3,401
Otot
10 1,4 2,066 0,061

10 2,5 1,080 0,000

10 16,3 4,270 0,000


Sumber: Data Primer, 2022.
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan dapat

dilihat pada nilai rata-rata MAP sebelum pemberian intervensi pada


54

day I dan day VII dimana didapatkan hasil, penurunan nilai mean

MAP sebesar 21,5 dengan standar deviasi 4,14. Adapun nilai p value

adalah 0,000 yang bermakna bahwa terdapat perubahan nilai rata-rata

MAP pada day I dan day VII sebelum pemberian intervensi.

Sementara itu nilai rata-rata MAP setelah pemberian intervensi

pada day I dan day VII menunjukkan penurunan nilai rata-rata MAP

adalah 16,3 point dengan standar deviasi 4,270. Adapun nilai p value

adalah 0,000 yang bermakna bahwa terdapat perubahan nilai MAP

pada day I dan day VII setelah pemberian intervensi.

4.2 Pembahasan

4.2.1 MAP Sebelum Intervensi

Secara keseluruhan dapat dilihat pada nilai rata-rata MAP

sebelum pemberian intervensi pada day I dan day VII dimana didapatkan

hasil, penurunan nilai mean MAP sebesar 21,5 point dengan standar

deviasi 4,14. Adapun nilai p value adalah 0,000 yang bermakna bahwa

terdapat perubahan nilai rata-rata MAP pada day I dan day VII sebelum

pemberian intervensi.

Tekanan darah MAP merupakan tekanan arteri rata- rata

sepanjang satu siklus denyutan jantung yang didapatkan dari pengukuran

tekanan darah sistolik serta diastolic (Rini, 2020). Tekanan darah MAP

pada penderita hipertensi haruslah lekas diturunkan sebab penundaan

hendak memperparah penyakit yang hendak mencuat baik kilat ataupun


55

lelet. MAP( Mean arterial pressure) wajar merupakan 70- 99 mmHg bagi

(Tamamilang et al., 2018).

Selain dari faktor aktifitas fisik, Usia menjadi salah satu faktor

terjadinya meningkatnya tekanan darah MAP (Mean Arterial Pressure),

semakin bertambah usia maka semakin besar resiko terjadinya

hipertensi. Hal ini terjadi akibat dari penurunan elastisitas pembuluh

darah. Tingkat tekanan darah MAP (Mean Arteriale Prsessure) ini

menjadi hal penting untuk mencegah risiko terjadinya peningkatan

tekanan darah intrakranial, dan gangguan aliran atau pecahnya pembuluh

darah yang menyebabkan pada sel-sel otak (Usmaniyah, 2021).

Penelitian ini sejalan dengan Sinurat dan Simamora (2019) yang

menunjukkan bahwa sebelum diberikan intervensi yaitu 119,30, serta

sejalan dengan penelitian Sijabat et al (2019) yang menunjukkan bahwa

sebelum diberikan intervensi, rata rata MAP lansia penderita hipertensi

yaitu 111,09.

Asumsi peneliti terhadap hasil penelitian ini adalah perubahan

MAP sebelum intervensi dilakukan melalui pengukuran tekanan darah

kesokan harinya setelah intervensi dilakukan (sebelum intervensi

selanjutnya dilakukan), hal ini membawa hasil positif mengingat

perlakuan dilakukan dalam 7 hari. Hasil positif terlihat dari nilai MAP

yang terus turun dari hari pertama (117) hingga hari ke 7 (86). Perlakukan

secara konsisten selama 7 hari inilah yang diduga menjadi penyebab

adanya perubahan MAP sebelum intervensi dilakukan.


56

4.2.2 MAP Setelah Intervensi

Secara keseluruhan dapat dilihat pada nilai rata-rata MAP setelah

pemberian intervensi pada day I dan day VII menunjukkan penurunan

nilai rata-rata MAP adalah 16,3 point dengan standar deviasi 4,270.

Adapun nilai p value adalah 0,000 yang bermakna bahwa terdapat

perubahan nilai MAP pada day I dan day VII setelah pemberian

intervensi.

Peningkatan tekanan darah menyebabkan jantung bekerja lebih

keras dari biasanya yang dapat mengakibatkan gagal jantung, stroke,

infark jantung, gangguan ginjal dan pembuluh darah. Oleh karena itu

dibutuhkan pengobatan yang dapat mengurangi morbiditas dan

mortalitas serta tekanan darah dapat terkontrol. Penanganan hipertensi

terdiri dari 2 cara yaitu pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi

(Basri et al., 2022).

Salah satu penanganan non-farmakologi yang dapat dilakukan

pada penderita hipertensi adalah relaksasi otot progresif. Relaksasi otot

progresif merupakan terapi dalam bentuk gerakan yang tersusun

sistematis sehingga pikiran dan tubuh akan kembali ke kondisi yang

lebih rileks. Relaksasi otot progresif bertujuan untuk membantu

menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Hasanah & tri

Pakarti, 2021).

Pada saat melakukan relaksasi otot progresif, terjadi penurunan

pengeluaran CRH (Corticotropin Releasing Hormone) dan ACTH


57

(Adrenocorticotropic Hormone) dihipotalamus. Penurunan pelepasan

kedua hormone tersebut dapat mengurangi aktivitas saraf simpatis,

mengurangi pengeluaran adrenalin dan non-adrenalin. Hal tersebut

menyebabkan penurunan denyut jantung pelebaran pembuluh darah,

penurunan resistensi pembuluh darah, penurunan pompa jantung dan

penurunan tekanan arteri di jantung sehingga terjadi penurunan tekanan

darah (Yunding et al., 2021).

Menurut Fitrianti dan Putri (2018) relaksasi otot progresif

dilakukan dengan menegangkan otot-otot lalu kemudian di rileksasikan.

Relaksasi otot progresif ini terdiri dari 15 gerakan. Otot-otot yang

bekerja saat melakukan relaksasi otot progresif yaitu otot tangan, otot

biseps, otot bahu, otot wajah, otot sekitar mulut, otot leher, otot

punggung, otot dada, otot perut dan otot kaki. Setiap gerakan-gerakan

dari relaksasi otot progresif ini bertujuan untuk menegangkan otot dan

kemudian di rileksasi.

Relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu

aktifitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian

menurunkan keteganagan dengan melakukan latihan relaksasi untuk

mendapatkan perasaan rileks. Selain itu juga dengan relaksasi akan

membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan

karena adanya stres, mengatasi masalah-masalah yang berhubungan

dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia, mengurangi

tingkat kecemasan, mengurangi kemungkinan gangguan yang


58

berhubungan dengan stres dan mengontrol anticipatory anxiety sebelum

situasi yang menimbulkan kecemasan (Yulianti, 2014).

Dengan latihan yang benar dan didukung dengan teori bahwa

melakukan latihan relaksasi otot progresif 7x selama seminggu secara

teratur selama 20-30 menit mampu membantu lansia pada kondisi yang

lebih relaks dan tenang sehingga dapat mempengaruhi tingkat stress

sehingga dapat memicu aktivitas memompa jantung berkurang dan arteri

mengalami pelebaran, sehingga banyak cairan yang keluar dari sirkulasi

peredaran darah. Hal tersebut akan mengurangi beban kerja jantung

karena penderita hipertensi mempunyai denyut jantung yang lebih cepat

untuk memompa darah akibat dari peningkatan darah (Hariawan &

Tatisina, 2020).

Menurut Sumartini et al (2019), terapi relaksasi otot progresif

merupakan metode terapi relaksasi yang paling murah, mudah dilakukan,

tidak memiliki efek samping, dan menenangkan pikiran serta

merilekskan tubuh. Relaksasi otot progresif berfokus pada aktivitas otot,

mengetahui otot yang tegang, dan melakukan teknik relaksasi adalah

bagian dari penurunan umum dalam rangsangan kognitif, fisiologis serta

perilaku. Relaksasi merangsang produksi zat kimia seperti beta blocker

di saraf perifer yang dapat menutup ganglia simpatik, membantu

mengurangi ketegangan dan menurunkan tekanan darah.

Tekanan darah sistolik dan diastolik disebabkan oleh tiga faktor

yaitu genetik, lingkungan, dan adaptasi struktural jantung dan pembuluh


59

darah. Kegemaran terhadap lemak, makanan cepat saji yang asin, serta

kurang berolahraga merupakan beberapa faktor penyebab tekanan darah

tinggi. Asupan garam (natrium) yang berlebihan diyakini menyebabkan

tekanan darah tinggi lingkungan. Hipertensi yang tidak diobati

menyebabkan kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah di seluruh

tubuh: mata, jantung, ginjal, dan otak (Sarimanah et al., 2022).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Zai (2019) dari hasil

penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa terapi Progressive muscle

relaxation (PMR) 5 hari secara berturut-turut dapat menurunkan tekanan

darah sistolik sebesar p-value = 0,002 <0,05 menggunakan wilxocon

terhadap penurunan tekanan darah, karna responden kooperatif dan

mengikuti langkah-langkah terapi Progressive muscle relaxation (PMR)

dengan urut dan benar serta bersungguh sungguh setiap harinya. Namun

dalam terapi Progressive muscle relaxation (PMR) tidak dapat

menurunkan tekanan darah kembali normal atau tetap tetapi hanya dapat

mengurangi tekanan darah dan dapat kembali sewaktu-waktu jika tidak

di lakukan terapi Progressive muscle relaxation (PMR) setiap hari dan

mengubah pola hidup menjadi sehat.

Menurut Fatmawati (2020), pemberian terapi otot dapat

mengendurkan otot-otot arteri atau membuat rileks pembuluh darah. Hal

inilah yang mengatur aliran darah yang memungkinkan pembuluh darah

membesar dan mengurangi tekanan darah. Oleh karena itu latihan

relaksasi otot bisa digunakan sebagai alternative pilihan untuk


60

menurunkan tekanan darah secara non farmakologis, dimana terapi ini

efektif menurunkan MAP pada pasien hipertensi karena kandungan

menyebabkan efek rileks pada tubuh.

Hasil penelitian Yunita (2022) menggunakan terapi otot

handgrip menunjukkan uji statistik normalitas data menggunakan

shapiro wilk dan didapatkan hasil distribusi data tidak normal.

Sehingga uji berpasangan menggunakan Wilcoxon dan uji antar

kelompok menggunakan Mann-whitney. Hasil uji Mann-Whiney

tekanan darah MAP didapatkan p-value 0,015 < α 0,05 sehingga ada

perbedaan terapi isometric handgrip exercise dan releksasi nafas

dalam terhadap penurunan tekanan darah MAP. Hasil uji

Independent t-test pada kekambuhan didapatkan p-value 0,010

sehingga ada perbedaan terapi isometric handgrip exercise dan

releksasi nafas dalam terhadap kekambuhan hipertensi.

Begitu pula dengan penelitian Damanik dan Ziraluo 2018)

dengan hasi uji paired t test menunjukkan bahwa nilai rata-rata sistole

sebelum adalah 160,61 sedangkan nilai rata-rata sistole sesudah adalah

156,57 dan nilai p = 0,000 < p value, sedangkan nilai rata-rata diasistole

sebelum adalah 96,22 sedangkan nilai rata-rata diasistole sesudah adalah

94,17 dan nilai p = 0,000 < p value, artinya ada pengaruh pada diasistole

sebelum dan sesudah relaksasi otot progresif.

Dari uraian diatas, latihan fisik khususnya latihan relaksasi otot

progresif penting dilakukan untuk menurunkan hipertensi , karena dalam


61

mengobati hipertensi tidak hanya pengobatan dengan obat-obatan saja.

Diperlukan juga perubahan gaya hidup yang lebih baik salah satunya

menjalankan latihan relaksasi otot progresif. Progressive Muscle

Relaxation (PMR) ini dapat menurunkan efek dari saraf simpatis yaitu

menurunkan kecepatan metabolisme sel, menurunkan tekanan arteri,

menurunkan seluruh aktivitas simpatis jantung dengan menurunkan

kontraktilitas jantung sehingga mengurangi stroke volume dan

menurunkan tekanan darah systole dan diastole.

4.2.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertulis.

Namun ada beberapa kendala yang menjadi keterbatasan dalam

pembuatan skripsi ini. Diantaranya, responden yang tidak mempunyai

ponsel yang terdapat kamera nya untuk mengambil gambar atau teknik

cara gerakan tersebut dikarenakan mereka ingin berlatih gerakan

mereka ingin berlatih Gerakan tersebut dirumah masing-masing.


62

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Terdapat perubahan nilai mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita
hipertensi sebelum latihan relaksasi otot progresif di Poli Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh tahun 2022 dengan nilai p
value 0,000 (p<0,05).
5.1.2 Terdapat perubahan nilai mean arteri pressure (MAP) pada lansia penderita
hipertensi setelah latihan relaksasi otot progresif di Poli Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tk II Iskandar Muda Banda Aceh tahun 2022 dengan nilai p
value 0,000 (p<0,05).

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Lansia
Diharapkan kepada lansia untuk dapat membangun komunikasi yang baik
dengan keluarga sehingga dapat bekerja sama untuk melakukan relaksasi
otot progresif, sebagai salah satu upaya untuk meringankan kondisi
penyakitnya.
5.2.2 Keluarga Responden
Diharapkan kepada keluarga untuk dapat menambah informasi mengenai
relaksasi otot progresif, sehingga dapat memberikan terapi secara mandiri
dirumah, yang diharapkan dapat membantu merelaksasi penderita hipertensi
sehingga tekanan darah dapat turun.
5.2.3 Bagi Tempat Penelitian
1. Diharapkan kepada tempat penelitian untuk dapat bekerja sama dengan pi
hak terkait untuk membuat pelatihan relaksasi otot progresif bagi keluarg
a yang memiliki anggota keluarga hipertensi ataupun penderita hipertensi.
2. Diharapkan penggunaan latihan ini sebagai salah satu intervensi mandiri
perawat dalam asuhan keperawatan pasien hipertensi.
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
63

Diharapkan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya


khususnya yang berkenaan dengan upaya menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi, dengan cara mengambil variabel yang berbeda, sampel
yang lebih besar, intrumen dan jenis penelitian yang lebih mendalam.
64

DAFTAR PUSTAKA
Basri, M., Rahmatia, S., Baharuddin, K., & Akbar, N. A. O. (2022). Progressive
Muscle Relaxation Lowers Blood Pressure in Hypertensive Patients. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(2), 455–464.
Damanik, H., & Ziraluo, A. W. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Rsu Imelda–
104. Jurnal Keperawatan Priority, 1(2), 96–104.
Dian Fatmawati, D. (2020). Pengaruh Pemberian terapi non farmakologis
Terhadap Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) Pada Penderita
Hipertensi Di Kadipiro Surakarta. Universitas Kusuma Husada Surakarta.
Fitrianti, S., & Putri, M. E. (2018). Pemberian Relaksasi Otot Progresif pada
Lansia Dengan Hipertensi Essensial di Kota Jambi. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 18(2), 368–374.
Hariawan, H., & Tatisina, C. M. (2020). Pelaksanaan Pemberdayaan Keluarga
Dan Senam Hipertensi Sebagai Upaya Manajemen Diri Penderita Hipertensi.
Jurnal Pengabdian Masyarakat Sasambo, 1(2), 75–79.
Hasanah, U., & tri Pakarti, A. (2021). Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Jurnal Cendikia Muda, 1(4),
502–511.
pramesti Rini, R. A. (2020). Pengaruh Kombinasi Aromaterapi Lavender dan
Hand Massage Terhadap Perubahan Kecemasan, Tekanan Darah dan
Kortisol pada Pasien Hipertensi. Jurnal Penelitian Kesehatan" SUARA
FORIKES"(Journal of Health Research" Forikes Voice"), 11(2), 178–182.
Sarimanah, U., Safitri, A., & Sari, R. P. (2022). PENGARUH TERAPI
PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR) TERHADAP
PENURUNAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI RT 22 RW 07 DESA
SUKAMULYA KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2022. Nusantara
Hasana Journal, 2(6), 151–156.
Sijabat, F., Barus, D. J., & Sitorus, M. E. J. (2019). Pengaruh Relaksasi Otot
Terhadap Mean Arteri Pressure Lansia Penderita Hipertensi Di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Wilayah Binjai Tahun 2017. Jurnal
65

Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan Hidup, 4(2), 18–25.


Sinurat, L. R. E., & Simamora, M. (2019). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Map (Mean Arteri Pressure) Pada Lansia Penderita Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Binjai Estate. Indonesian Trust Health Journal,
2(1), 152–161.
Sumartini, N. P., Zulkifli, Z., & Adhitya, M. A. P. (2019). Pengaruh senam
hipertensi lansia terhadap tekanan darah lansia dengan hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Cakranegara Kelurahan Turida tahun 2019. Jurnal
Keperawatan Terpadu (Integrated Nursing Journal), 1(2), 47–55.
Tamamilang, C. D., Kandou, G. D., & Nelwan, J. E. (2018). Hubungan antara
umur dan aktivitas fisik dengan derajat hipertensi di kota bitung sulawesi
utara. KESMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi,
7(5).
Usmaniyah, R. D. (2021). HUBUNGAN AKTIFITAS FISIK DENGAN TINGKAT
TEKANAN DARAH MAP (MEAN ARTERIAL PRESSURE) PADA PASIEN
HIPERTENSI. Stikes Ngudia Husada Madura.
Yulianti, D. (2014). Manajemen Stress. EGC.
Yunding, J., Megawaty, I., & Aulia, A. (2021). Efektivitas Senam Lansia
Terhadap Penurunan Tekanan Darah: Literature Review. Borneo Nursing
Journal (BNJ), 3(1), 23–32.
Yunita, V. (2022). PENGARUH TERAPI ISOMETRIC HANDGRIP EXERCISE
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH MAP (Mean Arterial
Pressure) DAN KEKAMBUHAN PADA PASIEN HIPERTENSI (Studi di
Wilayah Kerja Puskesmas Dasuk Kabupaten Sumenep). Stikes Ngudia
Husada Madura.
Zai, Y. P. (2019). Pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap gangguan tidur
lansia di desa tuntungan ii kecamatan pancur batu tahun 2019. Sekolah Ilmu
Tinggi Kesehatan Santa Elisabeth Medan, 53(9), 1–114.
66

Explore
Descriptives
Statistic Std. Error
Pre_Day1 Mean 114.2000 .67987
95% Confidence Interval for Lower Bound 112.6620
Mean Upper Bound 115.7380
5% Trimmed Mean 114.2222
Median 115.0000
Variance 4.622
Std. Deviation 2.14994
Minimum 111.00
Maximum 117.00
Range 6.00
Interquartile Range 4.25
Skewness -.574 .687
Kurtosis -1.103 1.334
Pre_Day2 Mean 111.5000 .96896
95% Confidence Interval for Lower Bound 109.3081
Mean Upper Bound 113.6919
5% Trimmed Mean 111.6667
Median 111.5000
Variance 9.389
Std. Deviation 3.06413
Minimum 105.00
Maximum 115.00
Range 10.00
Interquartile Range 4.50
Skewness -.912 .687
Kurtosis 1.042 1.334
Pre_Day3 Mean 107.0000 1.06458
95% Confidence Interval for Lower Bound 104.5917
Mean Upper Bound 109.4083
5% Trimmed Mean 107.0000
Median 107.5000
Variance 11.333
Std. Deviation 3.36650
Minimum 102.00
Maximum 112.00
Range 10.00
Interquartile Range 5.75
Skewness -.393 .687
Kurtosis -.822 1.334
Pre_Day4 Mean 102.8000 1.21838
95% Confidence Interval for Lower Bound 100.0438
Mean Upper Bound 105.5562
5% Trimmed Mean 102.7778
67

Median 102.0000
Variance 14.844
Std. Deviation 3.85285
Minimum 97.00
Maximum 109.00
Range 12.00
Interquartile Range 5.50
Skewness .190 .687
Kurtosis -.468 1.334
Pre_Day5 Mean 100.7000 1.08577
95% Confidence Interval for Lower Bound 98.2438
Mean Upper Bound 103.1562
5% Trimmed Mean 100.6667
Median 99.5000
Variance 11.789
Std. Deviation 3.43350
Minimum 96.00
Maximum 106.00
Range 10.00
Interquartile Range 5.75
Skewness .545 .687
Kurtosis -.853 1.334
Pre_Day6 Mean 98.5000 1.16667
95% Confidence Interval for Lower Bound 95.8608
Mean Upper Bound 101.1392
5% Trimmed Mean 98.5000
Median 99.0000
Variance 13.611
Std. Deviation 3.68932
Minimum 93.00
Maximum 104.00
Range 11.00
Interquartile Range 6.50
Skewness -.166 .687
Kurtosis -1.243 1.334
Pre_Day7 Mean 92.7000 1.31698
95% Confidence Interval for Lower Bound 89.7208
Mean Upper Bound 95.6792
5% Trimmed Mean 92.6667
Median 94.0000
Variance 17.344
Std. Deviation 4.16467
Minimum 86.00
Maximum 100.00
Range 14.00
68

Interquartile Range 5.75


Skewness .000 .687
Kurtosis -.273 1.334

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pre_Day1 .245 10 .090 .885 10 .149
Pre_Day2 .135 10 .200* .928 10 .426
Pre_Day3 .200 10 .200* .927 10 .423
Pre_Day4 .182 10 .200* .952 10 .691
Pre_Day5 .190 10 .200* .914 10 .312
Pre_Day6 .158 10 .200* .952 10 .694
Pre_Day7 .223 10 .175 .958 10 .759
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

T-Test

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre_Day1 114.2000 10 2.14994 .67987
Pre_Day2 111.5000 10 3.06413 .96896
Pair 2 Pre_Day2 111.5000 10 3.06413 .96896
Pre_Day3 107.0000 10 3.36650 1.06458
Pair 3 Pre_Day3 107.0000 10 3.36650 1.06458
Pre_Day4 102.8000 10 3.85285 1.21838
Pair 4 Pre_Day4 102.8000 10 3.85285 1.21838
Pre_Day5 100.7000 10 3.43350 1.08577
Pair 5 Pre_Day5 100.7000 10 3.43350 1.08577
Pre_Day6 98.5000 10 3.68932 1.16667
Pair 6 Pre_Day6 98.5000 10 3.68932 1.16667
Pre_Day7 92.7000 10 4.16467 1.31698
Pair 7 Pre_Day1 114.2000 10 2.14994 .67987
Pre_Day7 92.7000 10 4.16467 1.31698

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 Pre_Day1 & Pre_Day2 10 .877 .001
Pair 2 Pre_Day2 & Pre_Day3 10 .776 .008
Pair 3 Pre_Day3 & Pre_Day4 10 .874 .001
Pair 4 Pre_Day4 & Pre_Day5 10 .894 .000
Pair 5 Pre_Day5 & Pre_Day6 10 .917 .000
Pair 6 Pre_Day6 & Pre_Day7 10 .495 .145
Pair 7 Pre_Day1 & Pre_Day7 10 .268 .454
69

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Pre_Day1 - Pre_Day2 2.70000 1.56702 .49554 1.57902 3.82098 5.449 9 .000
Pair 2 Pre_Day2 - Pre_Day3 4.50000 2.17307 .68718 2.94548 6.05452 6.548 9 .000
Pair 3 Pre_Day3 - Pre_Day4 4.20000 1.87380 .59255 2.85957 5.54043 7.088 9 .000
Pair 4 Pre_Day4 - Pre_Day5 2.10000 1.72884 .54671 .86326 3.33674 3.841 9 .004
Pair 5 Pre_Day5 - Pre_Day6 2.20000 1.47573 .46667 1.14433 3.25567 4.714 9 .001
Pair 6 Pre_Day6 - Pre_Day7 5.80000 3.96653 1.25433 2.96252 8.63748 4.624 9 .001
Pair 7 Pre_Day1 - Pre_Day7 21.50000 4.14327 1.31022 18.53608 24.46392 16.410 9 .000
70

Post_Explore
Descriptives
Statistic Std. Error
Day1 Mean 114.20 1.541
95% Confidence Interval for Lower Bound 110.72
Mean Upper Bound 117.68
5% Trimmed Mean 114.06
Median 113.50
Variance 23.733
Std. Deviation 4.872
Minimum 106
Maximum 125
Range 19
Interquartile Range 5
Skewness .829 .687
Kurtosis 2.764 1.334
Day2 Mean 111.40 1.492
95% Confidence Interval for Lower Bound 108.02
Mean Upper Bound 114.78
5% Trimmed Mean 111.28
Median 111.50
Variance 22.267
Std. Deviation 4.719
Minimum 103
Maximum 122
Range 19
Interquartile Range 3
Skewness .741 .687
Kurtosis 3.473 1.334
Day3 Mean 108.90 1.538
95% Confidence Interval for Lower Bound 105.42
Mean Upper Bound 112.38
5% Trimmed Mean 108.72
Median 108.50
Variance 23.656
Std. Deviation 4.864
Minimum 101
Maximum 120
Range 19
Interquartile Range 4
Skewness 1.046 .687
Kurtosis 3.175 1.334
Day4 Mean 106.10 1.859
95% Confidence Interval for Lower Bound 101.90
Mean Upper Bound 110.30
71

5% Trimmed Mean 105.89


Median 106.00
Variance 34.544
Std. Deviation 5.877
Minimum 97
Maximum 119
Range 22
Interquartile Range 6
Skewness .881 .687
Kurtosis 2.169 1.334
Day5 Mean 101.80 1.763
95% Confidence Interval for Lower Bound 97.81
Mean Upper Bound 105.79
5% Trimmed Mean 101.61
Median 102.00
Variance 31.067
Std. Deviation 5.574
Minimum 94
Maximum 113
Range 19
Interquartile Range 8
Skewness .532 .687
Kurtosis .684 1.334
Day6 Mean 100.40 2.197
95% Confidence Interval for Lower Bound 95.43
Mean Upper Bound 105.37
5% Trimmed Mean 99.89
Median 100.00
Variance 48.267
Std. Deviation 6.947
Minimum 93
Maximum 117
Range 24
Interquartile Range 8
Skewness 1.523 .687
Kurtosis 3.394 1.334
Day7 Mean 97.90 2.036
95% Confidence Interval for Lower Bound 93.30
Mean Upper Bound 102.50
5% Trimmed Mean 97.50
Median 98.00
Variance 41.433
Std. Deviation 6.437
Minimum 90
Maximum 113
72

Range 23
Interquartile Range 7
Skewness 1.370 .687
Kurtosis 3.009 1.334

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Day1 .183 10 .200* .920 10 .356
Day2 .267 10 .041 .861 10 .079
Day3 .211 10 .200* .895 10 .192
Day4 .173 10 .200* .941 10 .562
Day5 .126 10 .200* .961 10 .792
Day6 .254 10 .066 .853 10 .064
Day7 .272 10 .034 .871 10 .103
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Day1 114.20 10 4.872 1.541
Day2 111.40 10 4.719 1.492
Pair 2 Day2 111.40 10 4.719 1.492
Day3 108.90 10 4.864 1.538
Pair 3 Day3 108.90 10 4.864 1.538
Day4 106.10 10 5.877 1.859
Pair 4 Day4 106.10 10 5.877 1.859
Day5 101.80 10 5.574 1.763
Pair 5 Day5 101.80 10 5.574 1.763
Day6 100.40 10 6.947 2.197
Pair 6 Day6 100.40 10 6.947 2.197
Day7 97.90 10 6.437 2.036
Pair 7 Day1 114.20 10 4.872 1.541
Day7 97.90 10 6.437 2.036

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 Day1 & Day2 10 .982 .000
Pair 2 Day2 & Day3 10 .912 .000
Pair 3 Day3 & Day4 10 .801 .005
Pair 4 Day4 & Day5 10 .825 .003
Pair 5 Day5 & Day6 10 .969 .000
Pair 6 Day6 & Day7 10 .990 .000
Pair 7 Day1 & Day7 10 .748 .013
73

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Day1 - Day2 2.800 .919 .291 2.143 3.457 9.635 9 .000
Pair 2 Day2 - Day3 2.500 2.014 .637 1.059 3.941 3.926 9 .003
Pair 3 Day3 - Day4 2.800 3.521 1.114 .281 5.319 2.514 9 .033
Pair 4 Day4 - Day5 4.300 3.401 1.075 1.867 6.733 3.998 9 .003
Pair 5 Day5 - Day6 1.400 2.066 .653 -.078 2.878 2.143 9 .061
Pair 6 Day6 - Day7 2.500 1.080 .342 1.727 3.273 7.319 9 .000
Pair 7 Day1 - Day7 16.300 4.270 1.350 13.245 19.355 12.071 9 .000

Anda mungkin juga menyukai